Download - Pasta Faris Baru
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Indonesia, tingkat pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya menjaga kesehatan
kulit masih rendah. Pada kenyataannya, penyakit panu atau istilah ilmiah dikenal dengan
Pityriasis versicolor ini sangat menganggu aktivitas sehari-hari, baik bagi anak-anak maupun
orang dewasa. Umumnya, penyakit ini banyak menjangkiti lingkungan kumuh dan padat
penduduk.
Jamur memang sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia. Sedemikian eratnya
sehingga manusia tak terlepas dari jamur. Jenis fungi-fungian ini bisa hidup dan tumbuh di
mana saja, baik di udara, tanah, air, pakaian, bahkan di tubuh manusia sendiri. Jamur bisa
menyebabkan penyakit yang cukup parah bagi manusia. Penyakit tersebut antara lain mikosis
yang menyerang langsung pada kulit, mikotoksitosis akibat mengonsumsi toksin dari jamur
yang ada dalam produk makanan, dan misetismus yang disebabkan oleh konsumsi jamur
beracun.
Pada manusia jamur hidup pada lapisan tanduk. Jamur itu kemudian melepaskan
toksin yang bisa menimbulkan peradangan dan iritasi berwarna merah dan gatal. Infeksinya
bisa berupa bercak-bercak warna putih, merah, atau hitam di kulit dengan bentuk simetris.
Ada pula infeksi yang berbentuk lapisan-lapisan sisik pada kulit. Itu tergantung pada jenis
jamur yang menyerang. Menurut Jimmy Sutomo dari perusahaan Janssen-Cilag, sebagai
negara tropis Indonesia menjadi lahan subur tumbuhnya jamur. Karena itu penyakit –
penyakit akibat jamur seringkali menyanjikiti masyarakat.
Panu atau di dunia medis disebut dengan Pityriasis versicolor, merupakan infeksi
jamur di permukaan kulit. Biasanya kumat-kumatan dan tidak jarang tanpa keluhan
(asimptomatis). Penyakit ini disebabkan oleh Pityrosporum ovale. Definisi medisnya
adalah infeksi jamur superfisial yang ditandai dengan adanya makula di kulit, skuama halus,
disertai rasa gatal. Infeksi jamur superfisialis yang kronis dan asimtomatis disebabkan oleh
Malassezia furfur menyerang stratum korneum dari epidermis. Biasanya zat aktif yang
digunakan untuk mengatasi infeksi jamur ini adalah klotrimazol.
Pengobatan Panu dapat diberikan melalui topikal dansistemik. Clotrimazole
merupakan salah satu obat antijamur yang digunakan secara topikal untuk pengobatan
penyakit panu. Clotrimazole merupakan salah satu dari golongan azol yang bersifat
fungistatik dan bekerja dengan cara menghambat sintesis ergosterol jamur yang
mengakibatkan timbulnya defek pada membran sel. Clotrimazole berbentuk bubuk tidak
berwarana yang praktis tidak larut dalam air, larut dalam alkohol dan kloroform, sedikit larut
dalam eter. Obat ini tersedia dalam bentuk krim dan larutan dengan kadar 1% untuk
dioleskan dua kali sehari (Gunawan, 2011).
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum:
Tujuan umum dari pembuatan portofolio adalah mampu membuat sediaan pasta
dengan baik dan benar sehingga mampu diaplikasikan dengan baik saat melakukan
praktikum.
1.2.2 Tujuan Khusus:
Tujuan khusus dari pembuatan portipolio ini adalah sebagai berikut:
a. Mengetahui proses dan mampu membuat formulasi sediaan pasta Klotrimazol untuk
mengatasi penyakit panu.
b. Mengetahui proses dan mampu membuat praformulasi sediaan pasta Klotrimazol
untuk mengatasi penyakit panu.
c. Mengetahui proses dan mampu melakukan evaluasi sediaan pasta Klotrimazol
untuk mengatasi panyakit panu.
1.3 Manfaat
1.3.1. Manfaat bagi masyarakat
Agar masyarakat memiliki alternatif sediaan obat untuk penyakit panu.
1.3.2. Manfaat bagi mahasiswa
Mahasiswa lebih memahami proses pembuatan sediaan sediaan pasta Klotrimazol
untuk mengatasi penyakit panu.
1.3.3. Manfaat bagi intitusi
Institusi menjadi lebih di kenal oleh masyarakat karena memiliki mahasiswa-
mahasiswa yang berkompeten di bidangnya
1.3.4. Manfaat Bagi Industri
Agar industri bisa mengembangkan dan memproduksi sediaan sediaan pasta
Klotrimazol untuk mengatasi penyakit panu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Penyakit Panu
2.1.1 Definisi Penyakit Panu
Panau atau panu adalah salah satu penyakit kulit yang dikarenakan oleh jamur,
penyakit panu ditandai dengan bercak yang ada pada kulit dibarengi rasa gatal pada waktu
berkeringat. Bercak-bercak ini dapat berwarna putih, coklat atau merah bergantung warna
kulit si penderita. Panau sangat banyak didapati pada remaja usia belasan. Walau demikian
panau juga dapat ditemukan pada penderita berusia tua. Cara pencegahan penyakit kulit
panau bisa dilakukan dengan melindungi kebersihan kulit, dan bisa diobati dengan obat-
obatan tradisional layaknya daun sirih yang digabung dengan kapur sirih dan dioles pada
kulit yang terserang panu.
Tinea Versikolor adalah suatu infeksi jamur yang menyebabkan timbulnya bercak-
bercak putih sampai coklat mda pada kulit. Tinea versikolor atau yang sering disebut juga
panu merupakan suatu infeksi yang cukup sering terjadi dan umumnya di temukan pada usia
dewasa mud. Tinea versikolor (panu)disebabkan oleh jamur Pytirosporum orbiculare dan
pityrosporum ovale yang merupakan flora normal pada kulit manusia. Adanya factor-faktor
tertentu menyebabkan jamur- jamur tersebut berubah bentuk menjadi bentuk infektif yang
disebut Malassezia furfur. Jamur ini kemudian menyebabkan kelainan pada kulit yang di
sebut panu atau Tinea versikolor
2.1.2 Penyebab Panu
Faktor-faktor yang menjadi penyebab timbulnya panu :
a. Menggunakan pakaian ketat, tidak menyerap keringat. Pakaian jenis ini
akan meningkatkan kelembabn pada kulit karen keringat tidak diserap
sempurna. Tubuh yang lembab dan tidak dibersihkan dengan baik menjadi
tempat bagus untuk tumbuhnya jamur. Infeksi jamur yang mengarah ke panu
biasanya merata dan bisa muncul diseluruh tubuh.
b. Keringat berlebih karena olahraga atau lingkungan panas. Keringat yang
berlebihan bisa menjadi penyebab munculbnya panu. Sekali lagi ini
berhubungan dengan kelembaban dan kebersihan tubuh.
c. Akibat penggunaan antibiotik atau obat hormonal dalam waktu lama. Obat
obatan tersebut bisa mengakibatkan panu karena terjadinya efek samping
penggunaan obat obatan tersebut.
d. Akibat gesekan kulit. Panu juga bisa disebabkan karena gesekan kulit.
Daerah seperti lengan atas bagian dalam, dan paha atas bagian dalam menjadi
tempat favorit panu untuk muncul. Gesekan kulit, utamanya pada wanita
gemuk, bisa mengakibatkan timbulnya panu.
e. Menggunakan pakaian secara bergantian. Ingatlah bahwa jamur bisa
menular dengan menempel pada pakaian yang dikenakan. Bila anda
menggunakan pakaian atau handuk bergantian dnegan anggota keluarga
lainnya maka kemungkinan penyakit panu menyerang lebih besar.
2.1.3 Gejala
Tanda dan gejala dari penyakit panu biasanya akan timbul ruam kulit dalam berbagai
ukuran dan warna, lalu di tutupi oleh sisik halus dengan rasa gatal. Terkadang timbul tanpa
adanya keluhan dan hanya gangguan kosmetik saja. Warna-warna ruam kulit pada penyakit
panu ini tergantung dari pigmen normal kulit penderita, paparan sinar matahari dan lamanya
penyakit. Namun, terkadang warna ruam kulit sulit untuk dilihat. Tinea versicolor dapat
terjadi di mana saja seperti di permukaan kulit, lipat paha, ketiak, leher, punggung, dada,
lengan dan wajah.
2.1.4 Akibat Panu
Akibat dari penyakit panu adalah sebagai berikut:
a. Kontra indikasi (yang akibat nya jamur semakin meluas)b. Iritasi c. Infeksi
2.1.5 Cara Pencegahan
Untuk melakukan pencegahan penyakit panu, dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
a. Biasakan membersihkan badan dengan mandi, minimal 2 kali sehari
Mandi dua kali sehari, mampu mengurangi resiko terkena penyakit panu. Dengan
mandi dua kali sehari secara teratur, tubuh akan bersih dari kotoran, debu, maupun
keringat yang menjadi faktor utama tumbuhnya jamur penyebab panu.
b. Pastikan tidak menggunakan handuk bersama orang lain, terutama dengan penderita
panu
Tidak menutup kemungkinan handuk yang digunakan secara bergantian dapat
menyebabkan berbagai masalah pada kulit. Orang menggunakan handuk untuk
mengeringankan daerah bawah dan bukan hal tak mungkin anda yang memakai
handuk orang lain terkena bakteri fekal (bakteri yang terdapat dalam kotoran, darah
atau urin)
c. Jemurlah handuk setelah dipakai, jangan dibiarkan dalan keadaan basah
Handuk dapat dikatakan dapat membawa semua jenis kuman mulai dari yang umum
hingga virus penyebab masalah kulit seperti kutil. Maka baiknya handuk di jemur
setelah digunakan untuk mengantisipasi tumbuhnya jamur.
d. Usahakan mengganti handuk sesering mungkin
Handuk merupakan tempat perkembangbiakan yang sempurna bagi kuman karena
lembab. Dengan mengganti handuk sesering mungkin, kita dapat mencegah tumbunya
jamur yang dapat menimbulkan berbagai masalah kulit.
e. Jangan memakai pakaian secara bergantian dengan orang lain
Penyakit kulit panu merupakan penyakit yang menular. Memakai pakaian secara
bergantian merupakan salah satu faktor penularan penyakit panu. Tidak menutup
kemungkinan orang yang menggunakan baju bergantian dengan kita positif
f. Gantungkan dan simpan pakaian anda ditempat yang kering, namun jangan terlalu
lama menggantungnya karena bisa berjamur.
Apabila kita menyimpan pakaian di tempat yang lembab, maka jamur akan cepat
tumbuh. Meskipun penyimpanan di tempat yang kering, jika penyimpananya terlalu
lama, kemungkinan jamur juga bias tumbuh.
2.1.6 Jenis - Jenis Panu
Jenis – jenis panu yaitu:
a. Panu tubuh (Tinea Corporis)
Penyakit pau yang disebabkan oleh infeksi jamur dermatofita pada kulit halus
(glabrous skin) seperti di daerah muka, leher, badan, lengan dan gluteal.
b. Panu kepala (Tinea Capitis)
Penyakit panu yang disebabkan oleh infeksi jamur superficial pada kulit kepala
dengan kecenderungan menyerang tangkai rambut dan folikel – folikel rambut.
c. Panu selangkangan (Tinea Cruris)
Penyakit panu yang disebabkan oleh jamur pada daerah genitokrural
(selangkangan), sekitar anus dan kadang –kadang sampai perut bagian bawah
d. Panu kaki (Tinea Pedis)
Infeksi jamur pada kulit, biasanya diantara jari kaki yang disebabkan oleh jamur
parasit.
2.2 Tinjauan Zat Aktif
2.2.1 Definisi
Clotrimazole adalah obat antijamu yang umum digunakan dalam pengobatan infeksi
jamur (baik manusia dan hewan lainnya) seperti infeksi jamur vagina, oral thrush, panu dan
kurap.
2.2.1 Nama dan Struktur Kimia
C22H17CIN2
2.2.2 Dosis
Anogenital candidosis: oleskan pasta 1% pada area terinfeksi 2-3 kali sehari
2.2.3 Mekanisme
Agen antijamur berspektrum luas (broad-spectrum antifungal agent) yang
menghambat pertumbuhan ragi dengan mengubah permeabilitas membran sel, menyebabkan
kematian sel. Mekanisme kerja Clotrimazole adalah dengan menghambat biosintesis
ergrostrerol dan sterol lain (Ergosterol adalah sebuah sterol selular utama jamur, penting
menjaga integritas dan fungsi membran jamur). Penghambatan biosintesis ergosterol
menyebabkan rusaknya membransel jamur, merubah permeabilitasnya sehingga terjadi
kehilangan elemenintraseluler penting. Selain itu terjadi penghambatan aktivitas enzim
oksidatif dan peroksidatif yang menyebabkan tingginya kadar hydrogen peroksida
intraselular yang berkontribusi pada kematian sel.
2.2.4 Indikasi
Anogenital kandidiasis, kurap, panu, pengobatan topical infeksi kulit yang disebabkan
Candidiasis karena Candida Albicans, Tinea Versicolor karena Malassezia Furfur, Tinca
Pedis, Tinea Cruris, dan Tinea Corporis yang disebabkan Trichophyton rubrum,
Trichophyton Mentagrophytes, Epidermophyton Floccosum dan Microsporum Canis.
2.2.5 Kontraindikasi
Clotrimazole dapat meusak bahan lateks, sehingga tidak dianjurkan penggunaan
kondom atau diafragma (spiral) pada pasien yang diterapi dengan Clotrimazole.
2.2.6 Interaksi dengan obat lain
Simvastatin: meningkatkan resiko kerusakan otot
2.2.7 Efek samping
Ringan terbakar atau iritasi (langsung pada penggunaan), ruam, rasa gatal, sakit,
reaksi alergi, melepuh atau mengelupas, menyengat, kemerahan, ruam.
2.2.8 Sifat Farmakologi
a. Absorbsi
Klotrimazol dapat di absorbsi dengan baik setelah pemerian oral namun jika
di berikan dalam bentuk topikal baik pasta,krim ataupun larutan vagina clotrimazole
yang dapat di absorbsi hanya dalam jumlah yang sedikit.
b. Distribusi
Setelah 6 jam dari pemakaian klotrimazol penerapan klotrimazol radioaktif
1% ke kulit utuh atau akut meradang konsentrasi klotrimazol bervariasi dari
100mg/cm3 dalam stratum korneum untuk 0,5-1mcg/cm3 dalam dermis reticular dan
0,1mcg/cm3 di subcutis. Tidak ada jumlah terukur ridioaktif (<0,001mcg/cm3) di
temukan dalam serum dalam waktu 48 jam setelah aplikasi di bawah oklusif 0,5ml
larutan atau 0,8 g krim. Hanya 0,5% atau kurang dari radioaktif di terapkan di
ekskresikan dalam urine. (mary j,mycek dkk.edisi 2 .2001hal344)
c Ekskresi
Klotrimazole di ekskresikan melalui kelenjar keringat pada kulit dan hanya
sedikit yang dapat di ekskresikan melalui urine metabolisme yang relatife cepat
karena obat yang dapat di absorbsi dalam jumlah yang sedikit. (mary j,mycek
dkk.edisi2.2001 hal344)
2.3 Tinjauan Sediaan
2.3.1 Definisi Pasta
Pasta adalah salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat serbuk. Karena
merupakan salep yang tebal, keras dan tidak meleleh pada suhu badan maka digunakan
sebagai salep penutup atau pelindung. (buku farmasetika, prof. Drs. Moh. Anief, Apt.)
Menurut farmakope Indonesia edisi ke-3 adalah sediaan berupa masa lembek yang
dimaksudkan untuk pemakaian luar. Biasanya dibuat dengan mencampurkan bahan obat yang
berbentuk serbuk dalam jumlah besar denngan vaselin atau paravin cair atau dengan bahan
dasar tidak berlemak yang dibuat dengan Gliserol, musilago atau sabun. Digunakan sebagai
antiseptik, atau pelindung.
Sedangkan menurut farmakope Indonesia edisi ke-4 adalah sediaan semi padat yang
mengandung satu atau lebih bahan obat yang digunakan untuk pemakaian topical.
Menurut DOM, Pasta adalah sediaan semi padat dermatologis yang menunjukkan
aliran dilatan yang penting. Ketika digunakan, pasta memiliki nilai yield tertentu dan tahan
untuk mengalir meningkat dengan meningkatnya gaya pada penggunaan. Pasta biasanya
disiapkan dengan menambahkan sejumlah serbuk yang tidak larut yang signifikan (biasanya
20% atau lebih) pada basis salep konvensional sehingga akan merubah aliran plastis dari
salep menjadi aliran dilatan.
Menurut Scoville’s , Pasta terkenal pada daerah dermatologi dan tebal, salep kental
dimana pada dasarnya tidak melebur pada suhu tubuh, sehingga membentuk dan menahan
lapisan pelindung pada area dimana pasta digunakan.
Menurut Prescription, Pasta terbagi menjadi dua kelas seperti sediaan salep untuk
penggunaan luar. Pasta berlemak seperti pasta ZnO dan pasta tidak berlemak mengandung
gliserin dengan pektin, gelatin, tragakan dan lain-lain. Pasta biasanya sangat kental atau kaku
dan kurang berlemak dibandingkan dengan salep dimana bahan-bahan serbuk seperti pati,
ZnO dan kalsium karbonat pada basisnya memiliki bagian yang tinggi.
Sehingga secara umum pasta adalah sediaan semi padat yang mengandung satu atau
lebih bahan obat yang digunakan secara topikal. Biasanya mengandung serbuk sampai 50%
hingga pasta lebih kaku dan kental dan kurang berminyak dibandingkan salep. Pasta tidak
melebur pada suhu tubuh dan memberi perlindungan berlebih pada daerah dimana pasta
digunakan.
Dan Pasta dapat di katakan sebagai sediaan berupa massa lunak yang dimaksudkan
untuk pemakaian luar. Biasanya dibuat dengan mencampurkan bahan obat yang berbentuk
serbuk dalam jumlah besar dengan vaselin atau parafin cair atau dengan bahan dasar tidak
berlemak yang dibuat dengan gliserol, mucilago atau sabun. Digunakan sebagai antiseptik
atau pelindung kulit (Farmakope Indonesia edisi III).
Di samping itu, Pasta yang akan dibahas disini adalah tipe Pasta Berlemak. Dimana
Sebagai bahan dasar salep digunakan Vaseli, Paraffin cair. Bahan tidak berlemak seperti
Glycerinum, Mucilago atau sabun dan digunakan sebagai antiseptic atau pelindung kulit.
Karena itu, merupakan salep yang tebal, kaku, keras, dan tidak meleleh pada suhu badan.
Komposisi salep ini memungkinkan penyerapan pelepasan cairan berair yang tidak normal
dari kulit.
2.3.2 Karakteristik Pasta
Pasta sebagai sediaan yang terdiri dari lemak dan air, memiliki kemiripan
dengan sediaan krim dan salep. Namun pasta memiliki karakteristik yang berbeda dari
sediaan-sediaan lain tersebut. Karakteristik pasta, dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Daya absorbsi pasta lebih besar.
b. Sering digunakan untuk mengabsorbsi sekresi cairan serosal pada tempat pemakaian.
c. Tidak sesuai dengan bagian tubuh yang berbulu.
d. Mengandung satu atau lebih bahan obat yang ditujukan untuk pemakaian topikal.
e. Konsistensi lebih kenyal dari unguentum.
f. Tidak memberikan rasa berminyak seperti unguentum.
g. Memiliki presentase bahan padat lebih besar daripada salep yaitu mengandung bahan
serbuk (padat) antara 40%-50%.
2.3.3 Kelebihan Pasta
Pasta sebagai sediaan topical, memiliki beberapa kelebihan dibandingkan
dengan sediaan topical lainnya, antara lain sebagai berikut:
a. Pasta mengikat cairan secret, lebih baik dari salep untuk luka akut dengan tendensi
mengeluarkan cairan
b. Bahan obat dalam pasta lebih melekat pada kulit sehingga meningkatkan daya kerja
lokal
c. Konsentrasi lebih kental daripada salep
d. Daya adsorpsi sediaan pasta lebih besar dan kurang berlemak dibandingkan sediaan
salep
2.3.4 Kekurangan Pasta
Selain memiliki kelebihan dibandingkan sediaan topical lainnya, ternyata sediaan
pasta juga memiliki kekurangan, antara lain sebagai berikut:
a. Tidak sesuai untuk pemakaian pada bagian tubuh yang berbulu karena sifat pasta kaku
dan sulit ditembus
b. Dapat mengeringkan kulit dan merusak lapisan kulit epidermis dan menyebabkan
iritasi kulit
2.3.5 Jenis-jenis pasta
Pasta sebagai sediaan topical, terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
a. Pasta berlemak
Suatu salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat (serbuk)sebagai bahan
dasar salep digunakan Vaselin, parafin cair. Bahan tidak berlemak seperti
Glycerinum, Mucilago atau sabun dan digunakan sebagai antiseptik atau pelindung
kulit. Kerugian dari pasta berlemak adalah pasta ini merupakan salep yang tebal,
kaku, keras dan tidak meleleh pada suhu badan. Selain itu dalam pembuatan pasta,
supaya homogen lemak-lemaknya harus dilelehkan dahulu karena jumlah lemak lebih
sedikit dibanding serbuk padatnya. Keuntungan dari sediaan pasta yaitu
komposisinya memungkinkan penyerapan pelepasan cairan berair yang tidak normal
dikulit. (Moh. Anief, 1987. Ilmu Meracik Obat)
b. Pasta kering
Pasta kering merupakan suatu pasta bebas lemak yang mengandung ±60% zat
padatatau serbuk. Supaya salep tidak menjadi kering, salep ditempatkan di tempat
yang kedap. Bisa ditambahkan bentonit sebagai stabilisator. . (Moh. Anief, 1987. Ilmu
Meracik Obat)
c. Pasta pendingin
Merupakan campuran serbuk minyak lemak dan cairan berair, dikenal dengan
salep tiga dara. (Moh. Anief, 1987. Ilmu Meracik Obat)
d. Pasta gigi
Digunakan untuk pelekatan pada selaput lendir agar memperoleh efek lokal
(misal pasta gigi Triamsinolon Asetonida).
2.3.6 Basis
Basis yang digunakan untuk pasta adalah basis berlemak atau basis air. Macam-
macam basis yang dapat digunakan yaitu:
a. Basis hidrokarbon : Tidak diabsorbsi oleh kulit, tertinggal diatas kulit
berupa lapisan dan bersifat oklusif, tidak campur air, sukar dibersihkan, lengket,
waktu kontak kulit lama, inert, daya absorpsi rendah.
b. Basis absorpsi : Bersifat hidrofil dan dapat menyerap sejumlah tertentu
air yang terbagi menjadi basis non emulsi (dapat menyerap air membentuk emulsi
A/M, emolien bagus, mudah menyebar, membantu obat larut minyak untuk penetrasi
kulit) dan basis emulsi A/M (menyerap air lebih banyak dari basis non emulsi).
c. Basis air-miscible : Bercampur dengan eksudat luka, mengurangi
gangguan fungsi kulit, kontak baik dengan kulit karena surfaktannya, penerimaan
secara kosmetik yang baik, mudah dibersihkan untuk area berambut.
d. Basis larut air : Larut air, absorbsi baik oleh kulit, mudah melarutkan
bahan lain, bebeas dari rasa lengket, nyaman digunakan, kompatibel dengan berbagai
obat dermatologi, namun kurang lunak dibandingkan parafin dan mengurangi
aktivitas beberapa mikroba.
2.3.7 Evaluasi Sediaan Salep
Untuk mengetahui kestabilan sediaan pasta, perlu dilakukan beberapa pengujian, yakni:
a. Organoleptik, merupakan pengujian sediaan dengan menggunakan panca indra
untuk mendiskripsikan bentuk atau konsistensi (misalnya padat, serbuk, kental, cair),
warna (misalnya kuning, coklat) dan bau (misalnya aromatik, tidak berbau). (Anonim,
2000)
b. pH, prinsip uji derajat keasaman (pH) yakni berdasarkan pengukuran aktivitas
ion hidrogen secara potensiometri/ elektrometri dengan menggunakan pH meter
(Anonim, 2004). Caranya pengujian klik.
c. Viskositas, viskositas adalah suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk
mengalir, makin tinggi viskositas, akan makin besar tahanannya (Martin et al., 1993).
Caranya pengujian klik.
d. Penghamburan/daya sebar, uji penghamburan diartikan sebagai kemampuan
untuk disebarkan pada kulit. Penentuannya dilakukan dengan Extensometer. Caranya
yakni salep dengan volume tertentu dibawa ke pusat antara dua lempeng gelas,
lempeng sebelah atas dalam interval waktu tertentu dibebani oleh peletakan dari anak
timbang. Permukaan penyebaran yang dihasilkan dengan menaiknya pembebanan
menggambarkan suatu karakteristik untuk daya hambur (Voigt, 1994).
e. Resitensi panas, uji ini untuk mempertimbangkan daya simpan suatu sediaan
salep atau gel dalam daerah iklim dengan perubahan suhu (tropen) nyata dan terus
menerus. Caranya yakni salap dalam wadah tertutup diulang dan ditempatkan dalam
pertukaran kontinue suhu yang berbeda-beda (misalnya 20 jam pada 370C dan 4 jam
pada 400C) dan ditentukan waktunya (Voigt, 1994).
2.3.8 Cara Absorbsi Pasta
a. Penetrasi
Penetrasi pasta ke dalam kulit dimungkinkan melalui dinding folikel rambut.
Apabila kulit utuh maka cara utama untuk penetrasi masuk umumnya melalui lapisan
epidermis lebih baik dari pada melalui folikel rambut atau kelenjar keringat. Absorpsi
melalui epidermis relatif lebih cepat karena luas permukaan epidermis 100 sampai
1000 kali lebih besar dari rute lainnya Stratum korneum, epidermis yang utuh, dan
dermis merupakan lapisan penghalang penetrasi obat ke dalam kulit. Penetrasi ke
dalam kulit ini dapat terjadi dengan cara difusi melalui penetrasi transeluler
(menyeberangi sel), penetrasi interseluler (antar sel), penetrasi transepidageal
(melalui folikel rambut, keringat, dan perlengkapan pilo sebaseus)
b. Disolusi
Disolusi didefinisikan sebagai tahapan dimana pasta mulai masuk ke dalam
larutan dari bentuk padatnya atau suatu proses dimana suatu bahan kimia atau obat
menjadi terlarut dalam pelarut. Dalam sistem biologis pelarut obat dalam media
aqueous merupakan bagian penting sebelum kondisi absorpsi sistemik. Supaya
partikel padat terdisolusi molekul solut pertama-tama harus memisahkan diri dari
permukaan padat, kemudian bergerak menjauhi permuk aan memasuki pelarut.
c. Difusi
Difusi adalah suatu proses perpindahan massa molekul suatu zat yang dibawa
oleh gerakan molekul secara acak dan berhubungan dengan adanya perbedaan
konsentrasi aliran molekul melalui suatu batas, misalnya membran polimer. Difusi
pasif merupakan bagian terbesar dari proses trans-membran bagi umumnya obat.
Tenaga pendorong untuk difusi pasif ini adalah perbedaan konsentrasi obat pada
kedua sisi membran sel. Menurut hukum difusi Fick, molekul obat berdifusi dari
daerah dengan konsentrasi obat tinggi ke daerah konsentrasi obat rendah.
2.4 Studi Praformulasi dan Formulasi
2.4.1 Zat Aktif
Zat aktif adalah zat yang sangat penting dari sebuah formulasi. Hal ini
dikarenakan zat aktif inilah yang akan bekerja dalam tubuh dan memberikan efek
terapi dalam tubuh. Pemilihan zat aktif dalam sediaan steril ini tidak boleh
sembarangan karena sediaan steril ini akan langsung masuk kedalam pembuluh darah
dan didistribusikan langsung keseluruh tubuh. Jika salah memilih zat aktif, tentu jika
terjadi efek toksisitas akan sulit untuk diatasi.
2.4.2 Zat Tambahan
Antiseptik lokal berguna untuk membunuh mikroorganisme yang ada di lapisan
terluar dari kuit yang di sebabkan oleh debu, keringat dan lain-lain. Sehingga obat atau zat
aktif dapat dengan mudah melalui kulit dan tidak lagi terhambat oleh bakteri-bakteri yang ada
di permukaan kulit. Dan untuk membersihkan luka pada tempat infeksi. Konsentrasi yang
biasa di gunakan 25% tiap 10g
2.4.3 Basis
Basis merupakan komponen terbesar dalam suatu sedian semipadat. Salah satu faktor
yang harus diperhatikan dalam fotmulasi sediaan semipadat pemilihan basis yang cocok.
Basis merupakan faktor yang sangat menentukan kecepatan pelepasan dari obat, yang
nantinya akan mempengaruhi khasiat atau keberhasilan terapi, sehingga sediaan semipadat
harus diformulasikan dengan basis yang baik. Tidak semua basis cocok/dapat digunakan
untuk semua obat/zat aktif, semua jenis kulit dan semua tempat aplikasi serta pada semua
penyakit, sehingga dibutuhkan pengkajian yang mendalam tentang sifat-sifat kimia, fisika,
basis dan bahan obat serta penyakit/tujuan terapi.
Di dalam USP, basis untuk sediaan semipadat dibagi menjadi 4 kelas. Tetapi di dalam
Remington dibagi menjadi 5 kelas. Perbedaannya adalah, di USP basis absorpsi tidak
dibedakan antara basis absorpsi anhidrous dengan basis absorpsi W/O tipe, sedangkan di
Remington kedua macam basis absorpsi tersebut diklasifikasi dalam kelas yang berbeda.
Kelima macam basis tersebut sebagai berikut :
a. Basis Hidrokarbon (Oleaginous)
Sifat-sifatnya adalah :
a. Emollient
b. Occlusive
c. Nonwater-washable
d. Hydrophobic
e. Greasy
Contoh : Vaselin, White Petrolatum/paraffin,, White Ointment.
b. Basis Absorbsi (anhydrous)
Sifat-sifatnya adalah :
a. Emollient
b. Occlusive
c. Absorb water
d. Anhydrous
e. Greasy
Contoh : Hydrophilic Petrolatum, Anhydrous Lanolin (adeps lanae).
c. Basis Absorbsi (W/O type)
Sifat-sifatnya adalah :
a. Emollient
b. Occlusive
c. Contain water
d. Some absorb additional water
e. Greasy
Contoh : Lanolin, Cold cream
d. Basis Tercuci (O/W type)
Sifat-sifatnya adalah :
a. water washable
b. nongreasy
c. can be diluted with water
d. nonocclusive
Contoh : Hydrophilic Ointment
e. Basis terlarut
Sifat-sifatnya adalah :
a. usually anhydrous
b. water soluble and washable
c. nongreasy
d. nonocclusive
e. lipid free
Contoh : Polyethylen Glycol ointment
Saat ini penggunakan basis dengan dasar emulsi lebih disenangi dan berkembang luas.
Hal ini karena memberikan banyak keunggulan. Basis dengan dasar emulsi dapat berbentuk
tipe W/O, O/W yang merupakan emulsi tunggal ataupun emulsi ganda W/O/W atau O/W/O;
mikroemulsi atau dapat juga Water-In-Silicone Emulsions (W/Si).
Keberadaan basis dalam suatu menjadi sediaan sangat penting, manakala dalam sediaan
tersebut tidak ada zat aktif/obat yang terkandung seperti pada sediaan kosmetik. Perubahan
tampilan kulit yang dihasilkan semata-mata hasil aksi/peran dari basis dan komponen lain
selain obat (komponen lain selain obat dan basis dalam sediaan semipadat relatif sangat kecil
jumlahnya).
Pada kasus dimana sediaan tersebut mengandung zat aktif, maka sebelum obat
tersebut berefek (menimbulkan efek) maka hal pertama yang harus terjadi adalah obat harus
bisa terlepas dari sediaan. Obat terlarut, kemudiaan berdifusi dan terlepas dari pembawa atau
basisnya. Tidak peduli obatnya harus bekerja dimana (dipermukaan kulit, lapisan stratum
korneum, lapisan dermis, unit pilosebasea dll), obat harus bisa terlepas dari pembawa.
2.5 Praformulasi
Praformulasi adalah tahap awal dalam rangkaian proses pembuatan sediaan farmasi yang
berpusat pada sifat-sifat fisika kimia zat aktif dimana dapat mempengaruhi penampilan obat
dan perkembangan suatu bentuk sediaan farmasi
2.5.1 Persyaratan Mutu
Persyaratan mutu yang harus dimiliki oleh bahan-bahan dalam sediaan
suspensi adalah sebagai berikut:
a. Dapat diterima
Dapat diterimaartinya mempunyai estetika, penampilan, bentuk yag baik serta
menarik sehigga menciptakan rasa nyaman pada saat pengunaan
b. Aman
Aman artinya sediaan yang kita buat harus aman secara fisiologis maupun
psikologis, dan dapat meminimalisir suatu efek samping sehingga tidak lebih toksik
dari bahan aktif yang belum diformulasi.
c. Efektif
Efektif artinya sebagai dalam jumlah kecil mempunyai efek yang optimal.
Jumlah atau dosis pemakaian sekali pakai sehari selama pengobatan (1 kurun waktu)
harus mampu mencapai reseptor dan memiliki efek yang dikehendaki. Sediaan yang
efektif adalah sediaan bila digunakan menurut aturan pakai yang disarankan akan
menghasilkan efek farmakologi yang optimal untuk tiap-tiap bentuk sediaan dengan
efek samping yang minimal.
d. Stabilitas fisika
Stabilitas fisika adalah sifat-sifat fisika organoleptis, keseragaman, kelarutan,
dan viskositas tidak berubah.
e. Stabilitas kimia
Stabilitas kimia adalah secara kimia inert sehingga tidak menimbulkan
perubahan warna, pH, dan bentuk sediaan.
f. Stabilitas mikrobiologi
Stabilitas mikroba berarti tidak ditemukan pertumbuhan mikroorganisme
selama waktu edar.
g. Stabilitas farmakologi
Stabilitas farmakologi berarti selama penyimpanan dan pemakaian efek
terapeutiknya harus tetap sama.
h. Stabilitas toksikologi
Stabilitas toksikologi berarti pada penyimpanan dan pemakaian tidak boleh
ada kenaikan toksisitas.
2.5.2 Karakteristik Bahan
2.5.2.1 Klotrimazol (Zat Aktif)
a. BM : 344,84
b. Titik lebur : 147 – 149oC
c. Kelarutan: Praktis tidak larut dalam air, mudah larut dalam metanol, dalam aseton, dalam kloroform dan dalam etanol.
d. Susut pengeringan: Zat dipanaskan dalam suhu 105oC selama 2 jam maka tidak boleh hilang >0,5% dari beratnya.
e. Pemerian: Serbuk hablur, putih sampai kuning pucat.
2.5.2.2 Acid Salicyl (Pembantu Zat Aktif)
a. Rumus melekul: C7H6O3
b. Massa molar: 138,12 g/mol
c. Densitas: 1,44 g/cm3
d. Titik Lebur: 159 °C
e. Titik didih: 211 °C (2666 Pa)
f. Titik nyala: 76o C
g. Berat molekul: 138,12
h. Pemerian: Hablur putih; biasanya berbentuk jarum halus atau serbuk hablur
halusputih; rasa agak manis, tajam dan stabil di udara.
i. Alasan pemilihan: Acid salicyl dapat melarutkan lapisan tanduk kulit sehingga zat
aktif dapat di serap dengan baik oleh kulit. Selain itu, acid salicyl juga memberikan
khasiat sebagai antifungsi sehingga akan membantu kerja dari zat aktif untuk
melawan jamur. Kadar acid salicyl sebagai antifungsi yatu 2%
2.5.2.3 Zinci Oxyd / Zn0 (Pembantu zat aktif)
a. Massa molar / berat molekul: 81,408 g/mol
b. Massa jenis: 5.606 g/cm3
c. Gravitasi spesifik: 5.67
d. Menguap pada suhu: 2360oC
e. Titik lebur: 1975oC (terurai)
f. Titik didih: 2360oC
g. Titik nyala: 1436oC
g. Pemerian: Serbuk amorf, sangat halus, putih atau putih kekuningan, tidak berbau,
tidak berasa, lambat laun menyerap CO2 dalam udara
h. Alasan pemilihan: Zinc oxyd berguna untuk membunuh mikroorganisme yang ada
di lapisan terluar dari kulit yang di sebabkan oleh debu, keringat dan lain. Sehingga
obat atau zat aktif dapat dengan mudah melalui kulit dan tidak lagi terhambat oleh
bakteri-bakteri yang ada di permukaan kulit. Dan untuk membersihkan luka
pada tempat infeksi. Konsentrasi yang biasa di gunakan 25% tiap 10g.
2.5.2.4 Amy Triciti / Pati Gandum (zat tambahan, zat pemadat)
a. Pemerian: serbuk sangat halus, putih
b. Kelarutan: Praktis tidak larut dalam air dingin dan etanol
c. Susut pengeringan: Tidak lebih dari 15,0%
d. Alasan pemilihan: Amylum tritici berguna untuk mengabsorbsi atau menyerap
dasar salep yang telah di leburkan sebelumnya dan untuk kestabilan pasta agar tidak
terlalu cair dan tidak terlalu padat. Kadar atau konsentrasi yang biasa di gunakan
adalah 25% tiap 10 gram.
2.5.2.5 Vaselin Vlava, Vaselin Kuning (zat tambahan, basis)
a. Titik lebur: 36oC – 38oC
b.Pemerian: Massa lembek, lengket, bening, kuning muda sampai kuning sifat ini
tetap setelah zat dileburkan dan dibiarkan hingga dingin tanpa diaduk berfloresensi
juga tidak di cairkan tidak berbau hampir tidak berasa.
c. Alasan pemilihan: Vaselin flava berfungsi sebagai dasar salep untuk melumatkan atau
mengikat zat padat dengan dasar yang telah dileburkan konsentrasi yang biasa digunakan
adalah 50% dari jumlah zat padat.
2.6 Tinjauan Produksi
2.6.1 Definisi ProduksiProduksi adalah proses dan metode yang digunakan dalam transformasi yang nyata
input ( bahan baku , setengah jadi barang , atau subassemblies ) dan tidak berwujud masukan
( ide ,informasi , tahu bagaimana ) menjadi barang atau jasa, merupakan suatu kegiatan yang
dikerjakan untuk menambah nilai guna suatu benda atau menciptakan benda baru sehingga
lebih bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan. Kegiatan menambah daya guna suatu benda
tanpa mengubah bentuknya dinamakan produksi jasa. Sedangkan kegiatan menambah daya
guna suatu benda dengan mengubah sifat dan bentuknya dinamakan produksi barang.
Produksi bertujuan untuk memenuhi kebutuhanmanusia untuk mencapai kemakmuran.
Kemakmuran dapat tercapai jika tersedia barang dan jasa dalam jumlah yang mencukupi.
2.6.2 Tujuan Produksi
Tujuan dilakukannya produksi adalah sebagai berikut:
a. Kebutuhan pasien
Adanya produksi sediaan farmasi tentu untuk menjawab kebutuhan masyarakat
mengenai obat-obatan. Tanpa adanya minat dan permintaan dari masyarakat, tentu
saja produksi sediaan farmasi tidak akan dilakukan.
b. Aplikasi gagasan baru
Dengan adanya produksi diharapkan bahwa akan muncul pengaplikasian dari
gagasan-gagasan yang ada. Dengan dilakukannya produksi maka akan terlihat
pengaplikasiaan dari suatu formula dan akan menambah beraneka ragam
alternative pilihan masyarakat terhadap sediaan farmasi.
c. Upgrade sediaan
Dengan adanya produksi, tentu akan ada pengembangan-pengembangan baru
terhadap sediaan farmasi. Setiap diadakan produksi pasti juga akan dibarengi
dengan praformulasi baru atau membuat pembaharuan terhadap sediaan yang
sudah ada.
d. Upgrade teknologi farmasi
Saat melakukan produksi tentu saja kita membutuhkan alat untuk mempermudah
kita melakukan proses produksi. Dengan adanya produksi, maka kita akan lebih
tau tentang perkembangan teknologi farmasi.
e. Sarana evaluasi langsung
Sarana evaluasi langsung maksudnya, kita dapat langsung menguji atau
mengevaluasi sediaan kita. Dengan adanya produksi kita bisa langsung
mengetahui bentuk jadi sediaan kita, setelah proses produksi selesai kita bisa
langsung mengevaluasi sediaan yang kita buat secara real atau langsung, bukan
hanya secara teori ataupun perkiraan. Dengan demikian, jika kita melakukan
kesalahan atau ada kekurangan pada sediaan kita, bisa kita pahami letak
kesalahannya dan bisa melakukan perbaikan di lain waktu.
2.6.3 Komponen Produksi
2.6.3.1 Ruang Produksi
Ruang produksi adalah suatu ruang yang dirancang dengan khusus sebagai tempat
dilaksanakan kegiatan produksi dimana di dalamnya mengakomodasi berbagai macam
kebutuhan produksi ( alat, bahan, personal, manajemen ) dengan spesifikasi khusus.
Ruang produksi untuk pembuatan sediaan farmasi memiliki beberapa karakteristik
yaitu sebagai berikut:
a. Kontruksi bangunan tahan terencana
Maksudnya adalah sejak awal sudah ditentukan konsep awal untuk pembuatan
bangunan yang akan digunakan untuk pembuatan sediaan farmasi. Kontruksi untuk
bangunan ini harus bisa tahan gempa dan ditempatkan ditempat yang aman, sehingga
tidak akan mengganggu produksi. Jadi kontruksi bangunan harus di rencanakan sejak
awal secara matang dan juga terencana sehingga tidak akan mengganggu proses
produksi kelak.
b. Mendukung alur produksi one way
Maksud dari alur one way adalah ruang produksi harus memiliki alur produksi
secara berurutan tanpa ada pemutaran kembali sediaan ke tahap awal. Misalnya dalam
ruang produksi pencampuran bahan dilakukan dari sebelah barat ke sebelah timur
ruangan, ruangan harus memiliki tempat yang cukup mulai dari pencampuran bahan
disebelah barat kemudian berurutan hingga proses akhir produksi berada di paling
timur ruangan.
c. Terdapat pengaturan suhu, cahaya, tekanan dan higienitas
Pengaturan suhu, cahaya, tekanan dan higienitas sangat penting untuk ruangan
produksi. Hal ini dikarenakan untuk menghindari tumbuhnya mikroorganisme dalam
ruangan tersebut. Selain itu juga ada sediaan yang dalam proses produksinya harus
dalam suhu dan tekanan tertentu. Jadi memang penting jika ruang produksi memiliki
pengatur suhu, cahaya, tekanan dan higienitas.
d. Ruang tidak bersudut
Ruang yang tidak bersudut akan lebih mudah dibersihkan sehingga tidak akan
ada debu, kotoran atau mikroorganisme yang akan bersarang disana. Dengan tidak
adanya debu, kotoran dan mikroorganisme maka proses produksi akan lebih higienis.
e. Berlapiskan epoksi
Pori-pori dinding adalah tempat yang biasanya terdapat banyak bakteri atu
mikroorganisme. Epoksi adalah sejenis cat yang digunakan untuk menutupi pori-pori
permukaan dinding. Dengan memberikan epoksi pada dinding, berarti tidak akan ada
pori-pori di lubang tembok dan tidak ada tempat lagi untuk bakteri atau
mikroorganisme.
f. Terdapat interlock door
Maksud dari interlock door adalah jika pintu masuk dibuka, maka pintu keluar
akan terkunci secara otomatis sehingga tidak bisa dibuka. Hal ini dilakukan agar
sirkulasi udara dalam ruangan dapat terjaga sehingga tidak mudah terkontaminasi oleh
bakteri yang terbawa dari luar.
2.6.3.2 Penggolongan Ruang Produksi
Macam-macam ruang produksi yang biasa digunakan untuk membuat sediaan
farmasi adalah sebagai berikut:
a. Berdasarkan Kelas
1. Ruang kelas I
Biasanya ruangan digunakan untuk pembuatan sediaan steril yang memiliki
tingkatan kelas tertinggi. Terdapat empat ruang filter yaitu prefilter, medium
filter, hipofilter dan LAF.
2. Ruang kelas II
Biasanya ruangan digunakan untuk penyiapan peralatan yang akan digunakan
di ruang kelas I.
3. Ruang kelas III
Biasanya ruangan digunakan untuk pembuatan sediaan semi solid yang mudah
terkontaminasi dengan bakteri atau mikroorganisme.
4. Ruang kelas IV
Biasanya ruangan yang digunakan untuk pembuatan sediaan serbuk dan
kapsul.
b. Berdasarkan Label Warna
1. Ruang kelas White
Ruangan kelas White biasanya diberikan untuk ruang kelas I.
2. Ruang Kelas Grey
Ruangan kelas Grey biasanya diberikan untuk ruang kelas II dan III.
3. Ruangan kelas Black
Ruangan kelas Black biasanya diberikan untuk ruang kelas IV.
c. Berdasarkan Nomor Area
1. Ruang kelas 100
Ruang kelas 100 diartikan bahwa hanya boleh ada 100 mikroorganisme non
patogen dan 10 mikroorganisme patogen dalam ruangan itu. Biasanya ruang
kelas 100 diberikan untuk ruang kelas I.
2. Ruang kelas 1.000
Ruang kelas 1.000 diartikan bahwa hanya boleh ada 1.000 mikroorganisme
non patogen dan 100 mikroorganisme patogen dalam ruangan itu. Biasanya
ruang kelas 1.000 diberikan untuk ruang kelas II.
3. Ruang kelas 10.000
Ruang kelas 10.000 diartikan bahwa hanya boleh ada 10.000 mikroorganisme
non patogen dan 1.000 mikroorganisme patogen dalam ruangan itu. Biasanya
ruangan kelas 10.000 diberikan untuk kelas III.
4. Ruang kelas 100.000
Ruang kelas 100.000 diartikan bahwa hanya ada boleh 10.000 mikroorganisme
non patogen dan lebih dari 100.000 mikroorganisme patogen dalam ruangan
itu. Biasanya ruangan kelas 100.000 diberikan untuk kelas IV.
2.6.3.3 Alat Produksi
Alat prosuksi adalah seperangkat instrument yang digunakan untuk membuat,
mengolah ataupun memodifikasi suatu bahan awal menjadi sediaan ruahan maupun sediaan
jadi dengan fungsi dan standar tertentu.
Alat produksi memiliki beberapa spesifikasi yaitu sebagai berikut:
a. Inert atau netral
Maksud dari inert dan netral adalah alat produksi yang digunakan tidak
memengaruhi sediaan. Misalnya alat produksi yang berasal dari plastik yang
dapat melepaskan zat-zat berbahaya penyusun plastik yang dapat bereaksi
dengan sediaan yang kita buat. Hal-hal seperti iniharus dihindari agar kualitas
sediaan yang diproduksi tetap terjaga dengan baik.
b. Fungsi tetap (stabil)
Alat denga fungsi tetap (stabil) adalah alat produksi yang walaupun digunakan
sampai 3 tahun tidak akan berubah atau berkurang dalam segi fungsi. Misalnya
alat pencetak tablet yang mampu mencetak 2000 tablet perhari, akan tetap
mampu mencetak 2000 tablet perhari dalam kurun waktu 3 tahun yang akan
datang.
c. Mudah dalam pengoperasian
Tujuan utama dari penggunaan alat-alat produksi adalah memudahkan kita
dalam pembuatan suatu sediaan. Alat yang digunakan pun harus mudah dalam
pengoperasiaan karena bukan hanya satu atau dua orang yang akan
menggunakannya melainkan beberapa orang dengan kemampuan yang berbeda-
beda. Sehingga untuk pengoperasiaanya alat produksi diusahan semudah
mungkin.
d. Terstandar dan terkalibrasi (menyertakan fungsi sesuai dengan bahan baku)
Alat produksi yang digunakan untuk memproduksi sediaan farmasi haruslah
sesuai dengan standar yang sudah ditentukan karena obat nantinya akan bereaksi
dalam tubuh. Jika dalam proses pembuatannya tidak menggunakan alat yang
terstandar maka akan menurunkan kualitas dari obat yang akan dihasilkan pula.
e. Maintenence (perawatan)
Alat produksi harus memiliki panduan perawatan karena perawatan adalah hal
yang sangat penting. Ketahanan suatu alat juga bergantung dari cara perawatan
alat itu sendiri, sehingga alat produksi pun harus dirawat dengan baik agar
fungsinya tetap terjaga.
2.6.3.4 Penggolongan Alat Produksi
Alat produksi juga memiliki macam-macam pengelompokan. Macam-macam alat
produksi yaitu sebagai berikut:
a. Berdasarkan Kinerja Alat
a) Alat manual
Alat manual yang digunakan untuk memroduksi sediaan farmasi
dalam skala kecil misalnya adalah mortir. Namun alat manual jarang
digunakan dalam produksi sediaan farmasi dalam skala industri.
Mungkin alat manual hanya digunakan untuk melakukan uji-uji pada
sediaan. (mortir)
b) Alat otomatis
Alat otomatis yang digunakan untuk memproduksi sediaan farmasi
dalam skala industri.
b. Berdasarkan Ukuran alat
a) Alat ringan
Alat ringan yang digunakan untuk memroduksi sediaan farmasi
dalam skala kecil, misalnya labu ukur. Namun alat ringan jarang
digunakan dalam produksi sediaan farmasi dalam skala industri.
Mungkin alat ringan hanya digunakan untuk melakukan uji-uji pada
sediaan.
b) Alat berat
Alat berat yang digunakan untuk memroduksi sediaan farmasi
dalam skala industri seperti mixer untuk mencampurkan bahan.
c. Berdasarkan Bahan
a) Alat kaca
Alat yang terbuat dari kaca seperti labu ukur, tabung reaksi dan pipet
tetes.
b) Alat logam
Alat yang terbuat dari logam seperti timbangan dan anak timbang.
c) Alat porselin
Alat yang terbuat dari poeselin misalnya adalah cawan porselin.
2.6.3.5 Personal Produksi
Personal produksi adalah praktisi produksi yang mengerjakan segala sesuatu
yang berhubungan dengan proses produksi baik secara langsung maupun tidak
langsung, dengan tujuan akhir membuat suatu sediaan farmasi yang terstandar.
Karena tanggung jawab seorang praktisi, maka seorang praktisi harus memiliki
persyaratan sebagai berikut:
a. Sehat jasmani dan rohani
Seorang praktisi haruslah sehat secara jasmani dan rohani, hal
ini karena kebersihan dan kehigienisan ruangan saja sangat dijaga,
apalagi untuk personal yang akan terjun langsung dalm pembuatan
sediaan. Jika personal tidak memiliki kesehatan jasmani maupun
rohani itu justru akan membahayakan orang lain baik dalam lingkup
industri maupun masyarakat
b. Lebih diutamakan pria
Untuk praktisi dibidang farmasi, lebih diutamakan pria karena
mayoritas wanita memakai berbagai macam kosmetik. Pemakaian
kosmetik seperti bedak di wajah, tentu saja akan memengaruhi kualitas
obat karena bedak juga mengandung zat-zat kimia yang mampu
bereaksi dengan bahan yang digunakan untuk pembuatan obat.
Sehingga lebih di utamakan pria sebagai seorang praktisi personal
produksi.
c. Kompeten (menguasai ilmu)
Karena proses produksi sangat menentukan hasil ari sediaan
yang akan dihasilkan, maka praktisi atau personal produksi pun harus
berkompeten. Jika personal produksi tidak memiliki kompetensi yang
baik, tentu saja akan membahayakan masyarakat dan juga akan
menyebabkan banyak kerugian.
d. Menggunakan alat pelindung diri
Dalam proses produksi, tentu kita akan berhadapan dengan
berbagai bahan-bahan berbahaya dan terkena resiko kecelakaan kerja.
Untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja, tentu kita harus
menggunakan alat pelindung diri sehingga resiko untuk terkena bahan
kimia atau kecelakaan kerja bisa dinetralisir.
e. Menguasai Grade Laboratori Practice (GLP), Grade Manufactoring
Practice (GMP) dan Grade Selling Practice (GSP)
Seorang personal produksi bukan hanya harus menguasai satu
bidang, namun juga semua bidang produksi. Untuk standar industri,
minimal personal produksi memiliki 2 keterampilan yaitu GLP dan
GMP. Hal ini difungsikan agar personal produksi mampu
mengkondisionalkan diri saat mereka berada di laboratorium maupun
mengawasi secara langsung proses produksi.
f. Memiliki sikap yang baik
Sikap merupakan hal yang tidak boleh disepelekan oleh setiap
personal produksi. Rasa tanggung jawab dan disiplin tinggi harus
dimiliki oleh personal produksi. Hal ini dikarenakan mereka memiliki
tanggung jawab yang besar atas hasil dari produksi.
2.6.3.6 Metode Produksi
Metode produksi adalah serangkaian tahap dan alur kerja pembuatan sediaan
mulai dari bahan awal untuk diolah menjadi sediaan ruahan maupun sediaan jadi
dengan mengacu pada proses evaluasi setiap tahap produksi.
Metode produksi yang biasa digunakna dalam pembuatan sediaan suspensi adalah
sebagai berikut:
2.6.3.7 Metode Pencampuran
Komponen dari pasta dicampur bersama-sama dengan segala cara sampai sediaan
yang rata tercapai.
2.6.3.8 Metode Peleburan
Semua atau beberapa komponen dari pasta dicampurkan dengan melebur bersama dan
didinginkan dengan pengadukan yang konstan sampai mengental.Komponen-komponen yang
tidak dicairkan biasanya ditambahkan pada campuran yang sedang mengental setelah
didinginkan dan diaduk.
2.7 Tinjauan Evaluasi
Evaluasi adalah tahapan akhir produksi di mana menekankan pada kegiatan
pemastian dan pemeriksaan sediaan telah sesuai dengan spesifikasi mutu standar
sediaan baik secara nasional maupun internasional.
2.7.1 Tujuan Evaluasi
Tujuan dilakukannya evaluasi pada sediaan adalah sebagai berikut:
a. Pemastian mutu sediaan
Evaluasi bertujuan untuk memastikan mutu dari sediaan yang
diproduksi, baik itu dimulai dari pemilihan bahan sampai dengan hasil jadi
sediaan tersebut. Dengan melakukan evaluasi kita dapat mengetahui
kualitas mutu dari sediaan yang kita buat. Jika kita memiliki sediaan yang
memiliki kualitas baik, maka kita kemungkinan besar sediaan kita akan
diterima dengan baik dipasaran.
b. Estimasi efek terapi bisa diketahui
Dengan melakukan evaluasi, biasanya ddengan melakukan evaluasi
sediaan yang sudah diprosuksi, kita akan mengetahui seberapa besar efek
terapi yang akan dihasilkan oleh sediaan kita terhadap tubuh pasien. Kita
akan mengetahui bahwa sediaan kita sudah memenuhi dosis yang tepat
atau belum. Jika kita tidak melakukan evaluasi terhadap sediaan,
dikhawatirkan obat akan memberikan efek samping yang berbahaya akibat
ketidaktahuan akan efek terapi yang diberikan.
c. Dasar tindakan reformulasi
Dengan dilakukan evaluasi, kita akn mengetahui kekurangan-
kekurangan sediaan yang kita buat. Sehingga kita akan bisa melakuka
reformulasi untuk memperbaiki sediaan kita. Jika kita tidak melakukan
evaluasi, kita tidak akan tahu letak kesalahan kita dan kita tidak tahu solusi
untuk memperbaiki sediaan kita.
d. Dasar pengembangan produk
Bukan hanya kekrangan yang akan kita ketahui saat melakukan
evaluasi, kelebihan dari suatu sediaan pun akan kita ketahui. Dengan
mengetahui kelebihan dari sediaan kita, misalnya saat pemilihan bahan,
kita bisa mengaplikasikan kelebihan itu kepada sediaan lainnya, sehingga
kita dapat melakukan pengembangan produk farmasi menjadi lebih baik
lagi.
2.7.2 Penggolongan Evaluasi
2.7.2.1 Berdasarkan tahapan produksi
Evaluasi yang dilakukan berdasarkan tahapan produksi adalah evaluasi yang
menekankan pada tahapan atau proses yang dilakukan sebelum produksi, saat produksi dan
setelah produksi.
a. Pre produksi
Evaluasi pada tahap pre produksi adalah evaluasi yang dilakukan pada bahan yang
akan dibuat. Biasanya meliputi identifikasi bahan, interaksi bahan terhadapa bahan lain dan
stabilitas fisik dari bahan. Misalnya pada tahap praformulasi terdapat kendala-kendala untuk
pemilihan bahan sehingga kita harus mengevaluasi karakteristik bahan.
b. In Process Control
Evaluasi pada saat proses produksi adalah evaluasi yang lebih menekankan pada saat
pembuatan sediaan. Jadi kita mengevaluasi dari cara-cara atau prosedur saat melakukan
produksi. Misalnya keakuratan penimbangan bahan dan kinerja alat produksi.
c. Post produksi
Evaluasi ini adalah evaluasi yang menekankan evaluasi pada sediaan yang sudah
jadi. Misalnya pada uji organolepttis, keseragaman bobot dan kekentalan.
2.7.2.2 Berdasarkan objek sediaan
Berdasarkan pada objek sediaan, maka evaluasi dibagi menjadi tiga yaitu sebagai
berikut:
a. Bahan awal
Evaluasi yang dilakukan pada bahan awal adalah evaluasi yang menekankan
pada objek bahan yang digunakan, mulai dari karakteristik bahan sampai
dengan tingkat kelarutan dan titik didih bahan yang akan digunakan. Hal ini
untuk mencegah adanya bahan yang rusak karena memiliki karakteristik yang
tidak sesuai dengan sediaan yang akan dibuat.
b. Ruahan
Evaluasi pada objek sediaan ruahan adalah evaluasi bahan saat sedang dibuat
menjadi bentuk sediaan setengah jadi. Untuk sediaan suspensi, evaluasi pada
tahap ruahan atau sediaan setengah jadi adalah saat bahan-bahan obat
bercampur membentuk mucilago. Saat dalam fase mucilago inilah dilakukan
evaluasi terhadap kesesuaian terhadap syarat-syarat mucilago yang baik.
c. Sediaan jadi
Evaluasi pada tahap ini adalah evaluasi yang ditekankan pada bentuk sediaan
jadinya, seperti pada suspensi evaluasi sediaan jadi yang dilakukan adalah
homogenitas, viskositas dan juga kecepatan terdispersi kembali.
2.7.2.3 Berdasarkan tujuan evaluasi
Berdasarkan tujuan evaluasinya, evaluasi dibagi menjadi 4 yaitu sebagai berikut:
a. Efektivitas
Evaluasi yang bertujuan untuk mengetahui efektivitas adalah evaluasi yang
dilakukan dengan berfokus pada efektivitas atau kemampuan obat untuk
memberikan efek terapi terhadap tubuh.
b. Mutu fisik
Mutu fisik menjadi penggolongan evaluasi karena dalam evaluasi mutu fisik
kita bisa mengetahui kualitas sediaan kita secara langsung, mulai dari
homogenitas sampai kekentalan sediaan.
c. Sterilitas
Evaluasi terhadap sterilitas berguna untuk mengetahui tingkat sterilitas sediaan
yang sudah dibuat. Hal ini untuk mengetahui sampai berapa lama obat mampu
bertahan tanpa ditumbuhi oleh mikroorganisme.
d. Kimia
Evaluasi kimia meliputi interaksi antara satu bahan dengan bahan. Dengan
melakukan evaluasi kimia, kita dapat mengertahui rencana kerja obat dalam
tubuh manusia nantinya. Dengan mengetahui evaluasi ini juga kita bisa
menghindari reaksi-reaksi kimia antara obat satu dengan obat yang lain.
2.7.3 Evaluasi untuk Sediaan Pasta
Untuk mengetahui kestabilan sediaan pasta, perlu dilakukan beberapa pengujian, yakni:
2.7.3.1 Uji Organoleptik
Merupakan pengujian sediaan dengan menggunakan panca indra untuk
mendiskripsikan bentuk atau konsistensi (misalnya padat, serbuk, kental, cair), warna
(misalnya kuning, coklat) dan bau (misalnya aromatik, tidak berbau). (Anonim, 2000)
2.7.3.2 Uji pH
Prinsip uji derajat keasaman (pH) yakni berdasarkan pengukuran aktivitas ion
hidrogen secara potensiometri/ elektrometri dengan menggunakan pH meter (Anonim,
2004). Caranya pengujian klik.
2.7.3.3 Viskositas
Viskositas adalah suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir,
makin tinggi viskositas, akan makin besar tahanannya (Martin et al., 1993). Caranya
pengujian klik.
2.7.3.4 Penghamburan/daya sebar
Uji penghamburan diartikan sebagai kemampuan untuk disebarkan pada kulit.
Penentuannya dilakukan dengan Extensometer. Caranya yakni salep dengan volume
tertentu dibawa ke pusat antara dua lempeng gelas, lempeng sebelah atas dalam
interval waktu tertentu dibebani oleh peletakan dari anak timbang. Permukaan
penyebaran yang dihasilkan dengan menaiknya pembebanan menggambarkan suatu
karakteristik untuk daya hambur (Voigt, 1994).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Rancangan Formula
Clotrimazole 1%
Acid salicyl 0,2 g
Zinci oxyd 0,25 g
Amylum tritici 2,5 g
Vaselin flava ad 10 g
3.2 Perhitungan Bahan
Clotrimazole 1% 1 / 100 x 10 g = 0.1 g = 100 mg
Acid salicyl 0,2 g
Zinci oxyd 0,25 g
Amylum manihot 2,5 g
Vaselin flava ad 10 g
3.3 Perincian Alat dan Bahan
3.3.1 Alat yang digunakan
Alat yang digunakan dalam proses pembuatan sediaan pasta:
a. Mortir
b. Stamper
c. Sudip
d. Sendok tanduk
e. Timbangan & anak timbang
f. Lap
g. Kaca arloji
h. Cawan porselen
i. Kasa asbes
j. Pipet tetes
k. Perkamen
l. Tube pasta
m. Batang pengaduk
3.3.5 Bahan yang digunakan
a. Clotrimazole
b. Acid salicyl
c. Zinci oxyd
d. Amylum tritici
e. Vaselin flava
3.4 Prosedur Pembuatan
a. Siapkan alat dan bahan dalam keadaan bersih dan kering
b. Siap Tube 10 g
c. ZnO diayak terlebih dahulu sebelum ditimbang
d. Timbang semua bahan yang dibutuhkan
e. Leburkan vasselin flava sebanyak 9.4 g di dalam cawan porselin di atas
penangas air biarkan hingga melebur. ( M1 )
f. Masukkan acid salicyl ke dalam lumpang tetesi dengan 1-2 tetesi dengan eter
kemudian serap dengan sebagian amylum tritici kedalam lumpang gerus
hingga homongen.
g. Masukkan sisa amylum tritici kedalam lumpang gerus hingga homogen
h. Tambahkan ZnO kedalam lumpang secara sedikit demi sedikit gerus hingga
homogen.
i. Keluarkan dari lumpang jadikan (M2)
j. Masukkan klotrimazol kedalam lumpang tetesi dengan 1-2 tetes etanol,
kemudian serap dengan M2 sedikit demi sedikit sambil di gerus hingga
homogen.
k. Tambahkan sisa M2 gerus hingga homogen.
l. Tambahkan vasselin flava yang telah melebur (M1) gerus hingga homogen.
m. Keluarkan dari lumpang timbang sebanyak 10 g , masukkan kedalam tube, beri
etiket biru.
6.1 Prosedur Kerja Evaluasi
A. Menentukan Sifat Fisik
a. Homogenitas
Penentuan homogenitas dilakukan di antara dua lapisan film, secara makroskopis,
dan dengan mengalirkan diatas permukaan kaca.
a. Dioleskan pada objek glass
b. Diamati ada pertikel atau tidak untuk mengetahui homogenitasnya
b. Konsistensi
Mudah di keluarkan dari tube, mudah dioleskan, pengukuran konsistensi atau
rheologi dipengaruhi suhu, sediaan non Newton dipengaruhi waktu istirahat, oleh
karena itu harus di lakukan dalam keadaan yang identik.
c. Uji Organoleptis
Digunakan untuk mengetahui karakteristik sediaan yang meliputi bentuk, warna,
dan bau.
Sediaan Warna Bentuk Bau
d. pH
Berhubungan dengan stabilitas zat aktif, efektivitas pengawet, dan keadaan kulit.
Alat yang digunakan adalah pH meter.
a. Buat larutan dari 1 gram pasta yang dilarutkan dalam 25 mL aquades
b. Digunakan kertas pH indikator yang dicelupkan kedalam sediaan.Akan terjadi
perubahan warna
c. Cocokkan dengan standart warna pada pH tertentu.
e. Viskositas
Suatu pernyataan dari suatu cairan untuk mengalir, makin tinggi viskositas, maka
tahanannya semakin besar.
a. 10 g pasta dimasukkan kedalam cawan porselen
b. Pasangkan spindel padaviskotester
c. Pasang spindel hingga tercelup seluruhnya dalam sediaan pasta yang akan
diamati
d. Lalu catat besar viskositas yang ditunjukkan oleh skala pada viskotester
f. Penghamburan / Daya Sebar
Diartikan sebagai kemampuan untuk disebarkan pada kulit penentuan
dilakukan dengan exstensometer.
a. Pasta sebanyak 1 gram diletakkan pada lempeng kaca berskala
b. Diatasnya ditutup lempeng kaca dan diberi beban 5 gram lalu didiamkan
c. Lalu bahan ditambah dengan beban 5gram tiap 2 menit, hingga pasta tidak
dapat menyebar lagi diameter sebarnya
1. Ditimbang 0,5 gram pasta
2. Diletakkan diatas kertas grafik yang dilapisi kertas transparan
3. Dibiarkan selama 60 detik dan luas yang diberikan oleh sediaan dihitung
kemudian ditutup lagi dengan plastik yang diberi beban tertentu masing-
masing 50 gram, 100 gram, dan 150 gram
4. Dibiarkan selama 60 detik tambahan luas yang diberikan oleh sediaan dapat
dihitung
g. Uji daya lekat
a. Diletakkan sediaan pasta pada kaca objek
b. Ditekan dengan beban 1 kg selama 5 menit
c. Dipasang alat tes beban diberikan beban 80 gram dan dicatat waktu pelepasan
dari gelas objek