Disampaikan pada Orasi Ilmiah Dies Natalis STTNAS ke 44 Tahun, 23 Pebruari 2017 1
PALEOVOLKANO:
PRINSIP DASAR, CARA MENGENALI, DAN KEGUNAANNYA
Oleh:
DR. Hill. Gendoet Hartono, S.T., M.T.
Staf Dosen Jurusan Teknik Geologi STTNAS Yogyakarta
PENDAHULUAN
Negara Indonesia yang kita cintai ini terdiri atas ribuan pulau yang berukuran besar
maupun kecil, tanah subur, mengandung banyak mineral bernilai ekonomi, minyak
dan gas bumi, gunung api dan panas bumi, namun di sisi lain juga banyak bencana
alam. Pertanyaan mendasar yang selalu muncul dan tidak selalu dapat dijelaskan
secara sederhana dalam waktu yang singkat adalah mengapa dan bagaimana kondisi
tersebut dapat terjadi. Keberadaan sumber energi yang bernilai ekonomi dan strategis,
dan potensi bencana yang sangat ritmik dapat didekati dengan geologi, di sisi lain
penelitian berbasis geologi gunung api kurang giat dilakukan dibandingkan dengan
penelitian yang berhubungan dengan kebencanaan. Lebih jauh lagi, keberadaan
gunungapi berumur Kuarter (gunung api aktif) di Indonesia dan batuan gunung api
yang berumur Tersier (gunung api purba) sangat melimpah, namun lokasi sumber
gunung api sebagai penghasil batuan gunung api belum diketahui secara pasti. Oleh
sebab itu, penelitian geologi berbasis gunung api sangat perlu dilakukan ke depan.
Gunung api adalah tempat atau lokasi bukaan keluarnya material pijar, panas,
membara dan umumnya bersama – sama dengan gas ke permukaan bumi, dan
mengendap di sekitar bukaan (kawah) membentuk tubuh gunung api. Istilah
paleovolkano (paleovolcano) merujuk pada sisa tubuh gunung api yang telah berumur
sangat tua, sudah tidak aktif atau mati, fosil gunung api atau gunung api purba.
Pembelajaran geologi gunung api merupakan ilmu dasar yang perlu dipahami terkait
dengan pencarian lokasi baru keberadaan sumber daya geologi (mineral, energi,
Disampaikan pada Orasi Ilmiah Dies Natalis STTNAS ke 44 Tahun, 23 Pebruari 2017 2
lingkungan) dan potensi kemunculan bencana geologi (gempa bumi, letusan gunung
api, tanah longsor, tsunami).
Pembelajaran geologi secara umum untuk mengetahui bentuk bentang alam
(geomorphology), material penyusun (composing materials), proses terjadinya
(occurrence), dan sejarah geologi (geological history). Pemahaman kondisi geologi
suatu daerah lebih optimum dilakukan pembelajaran secara komprehensif atau
terpadu. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh lingkup ilmu geologi yang mempelajari
lapisan permukaan planet bumi (lithosphere), selimut bumi (mantle), dan inti bumi
(core). Lapisan permukaan bumi dapat mencapai ketebalan hingga 40 kilometer di
bawah permukaan bumi, sehingga jelas pembelajarannya perlu melibatkan ilmu
kebumian yang lain (misal: geofisika). Sebagai contoh riil terkait dengan judul adalah
geologi gunung api purba dapat diidentifikasi di permukaan bumi walaupun sangat
sulit, sedangkan material penyusun gunung api di bawah permukaan dapat didekati
atau diidentifikasi dengan ilmu geofisika. Hal yang relatif mirip dijumpai pada
permasalahan kebencanaan yang secara statistik geologi akan berulang terjadi seperti
bencana gempa bumi, erupsi gunung api, banjir, tanah longsor dan tsunami. Terkait
dengan bencana asal gunung api berupa bencana primer (explosive, effusive) dan
bencana sekunder (aliran lahar hujan) yang lebih sektoral.
Pembelajaran dan penelitian geologi gunung api di dalam pelaksanaannya tidak dapat
berdiri sendiri, sehingga membutuhkan teman kolaborasi dengan disiplin ilmu – ilmu
kebumian yang lain (misal: geofisika, seismologi, dll.) dan departemen kebumian
yang serumpun atau berkaitan (misal: Badan Geologi, LEMIGAS, PERTAMINA,
Geoservice, dll.), maupun laboratorium. Hal tersebut penting agar proses
pengkoleksian data, analisis data dan hasil yang didapat secara utuh atau
komprehensif dan berkelanjutan. Di Indonesia pelaksanaan penelitian yang
berterkaitan dengan kegunungapian dilaksanakan oleh Direktorat Vulkanologi dan
secara khusus melakukan monitoring status terkini terhadap 127 gunung api aktif
yang ada di Busur Sunda, Busur Banda, Busur Sangihe, dan Busur Halmahera
(Gambar 1). Di sisi lain, kepulauan Indonesia dibangun oleh batuan gunung api
berumur tua atau purba (Pra-Tersier), namun kegiatan penelitian terhadap keberadaan
Disampaikan pada Orasi Ilmiah Dies Natalis STTNAS ke 44 Tahun, 23 Pebruari 2017 3
gunung api purba belum secara penuh dilakukan atau malah belum tersentuh oleh
Direktorat Vulkanologi. Hal ini perlu menjadi perhatian khusus pemerintah dan
perguruan tinggi, dan mungkin industri, karena banyak atau bahkan melimpah
keberadaan sumber daya alam berasosiasi dengan gunung api dan di Indonesia sangat
terkenal dengan kekayaan gunung api aktif dan purba di dunia. Gambaran atau
kesempatan di atas inilah yang diambil oleh Prodi Teknik Geologi STTNAS untuk
dijadikan tantangan maupun keunggulan dalam menyambut kurikulum yang mengacu
KKNI (Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia) yaitu GEOLOGI GUNUNG API
atau KAMPUS GUNUNG API.
Gambar 1. Keberadaan gunung api di kepulauan Indonesia yang dikelompokkan ke
dalam Busur Sunda, Banda, Sulawesi Utara – Sangihe, dan Maluku – Halmahera.
Perhatikan garis bergigi (jalur tekukan) yang berhubungan dengan pembentukan
gunung api masa kini (jajaran lingkaran).
Secara umum, kegiatan orasi ilmiah ini dimaksudkan untuk menyongsong hari ulang
tahun institusi STTNAS yang ke 44 tahun, dan khususnya untuk memberikan atau
berbagi ilmu pengetahuan yang dipelajari atau dicapai selama sekolah lanjut di bidang
ilmu gunung api purba, sedangkan tujuannya untuk mengetahui tentang ilmu
kegunungapian secara umum dan secara khusus yang meliputi genesis atau asal usul
Disampaikan pada Orasi Ilmiah Dies Natalis STTNAS ke 44 Tahun, 23 Pebruari 2017 4
gunung api, perilaku erupsi gunung api, siklus gunung api, berbagai macam batuan
gunung api yang dihasilkan dan kegunaannya.
Studi pascasarjana gunung api dan penelitian kebumian berbasis gunung api di
Indonesia masih terbuka lebar, baik penelitian dasar atau fisik dan terapannya. Selain
itu, orang yang ahli bidang gunung api di Indonesia sangat terbatas. Hal ini mungkin
dapat dikatakan “sangat ironis”, kaya akan gunung api namun sedikit ahli gunung api
asal Indonesia. Oleh sebab itu, peluang untuk menjadi pakar atau peneliti gunung api
diharapkan menjadi urutan prioritas bagi lulusan – lulusan yang menggeluti ilmu
kebumian. Ajakan ini didasarkan pada kelimpahan gunung api dan produknya, dan
selayak sepantasnya menjalani peribahasa “Jadilah tuan di negeri sendiri”.
PRINSIP DAN PEMIKIRAN DASAR
Secara umum, ilmu kebumian geologi di dalam proses memahami sejarah
terbentuknya planet bumi setidaknya menerapkan konsep yang sudah berumur sangat
tua yaitu The Present is the Key to the Past (Hutton, 1795). Konsep ini menjelaskan
tentang proses – proses geologi yang berlangsung pada masa kini dapat digunakan
untuk menjelaskan proses – proses yang berlangsung pada masa lalu. Di pihak lain,
secara khusus beberapa disiplin ilmu yang dipelajari di dalam geologi menerapkan
konsep atau hukum yang mengikuti dan mendasarinya (misal: stratigrafi selalu atau
sering menerapkan hukum Super Posisi dan Horisontalitas).
Konsep dan pengukuran waktu geologi di atas sangat erat hubungannya dengan
prinsip dasar dalam pembelajaran gunung api purba. Gunung api modern (Gambar 2)
masih memperlihatkan bentuk yang ideal atau utuh (sering penulis sebut sweet
seventeen volcano), identifikasi pusat erupsi atau posisi kawah utama jelas dapat
ditentukan dan berbagai jenis batuan yang dihasilkan dapat diketahui. Lebih dekat
lagi, semua proses alami yang menyertai gunung api dapat dipahami secara
komprehensif. Sebaliknya, pembelajaran gunung api purba atau fosil gunung api
(sering penulis sebut seventy five volcano) menghadapi banyak kendala, karena
Disampaikan pada Orasi Ilmiah Dies Natalis STTNAS ke 44 Tahun, 23 Pebruari 2017 5
bentang alamnya tidak utuh lagi (Gambar 3), sehingga posisi kawah utama sulit
ditentukan. Pemahaman magmatisme, volkanisme dan sedimentasi yang terjadi pada
masa kini (Holocene) menjadi awal yang sangat penting karena merupakan prinsip
dasar untuk mengidentifikasi gunung api purba.
Gambar 2. Kenampakan gunung api moderen yang memperlihatkan bentuk tubuhnya
yang masih utuh (misal: G. Merapi).
Gambar 3. Kenampakan gunung api purba yang memperlihatkan bentuk tubuhnya
yang tidak jelas karena pelapukan, tererosi atau rusak akibat proses erupsinya
(misal: G. Nglanggeran).
Disampaikan pada Orasi Ilmiah Dies Natalis STTNAS ke 44 Tahun, 23 Pebruari 2017 6
Prinsip dasar yang digunakan untuk mengidentifikasi dan menentukan bahwa
onggokan batuan tersebut sebagai sisa tubuh gunung api purba adalah: (1) The
Present is the Key to the Past (Hutton, 1795); (2) Magma yang keluar ke permukaan
bumi adalah gunung api (Magmatic eruption is a volcano) (Bronto, 2006); dan (3)
Lava adalah gunung api (Hartono, 2010a).
Magma adalah cairan silikat pijar, batuan panas membara, bersuhu mencapai 1200oC,
bersifat mobile, mengandung gas bersifat volatile, dan terbentuk secara alami di
dalam bumi pada kedalaman sekitar 70 Km, sedangkan lava adalah cairan silikat yang
berkarakter sama dengan magma namun dapat mencapai permukaan bumi melalui
mekanisme lelehan dan bersuhu mencapai 900oC (Hartono, 2010b). Magma yang
dalam perjalanannya dapat membeku di dalam tubuh gunung api membentuk batuan
intrusi dangkal dengan berbagai bentuk, sedangkan yang keluar melalui mekanisme
letusan membentuk tefra (Gambar 4). Pecahan material tefra berdiameter abu (2 mm),
lapili (2-64 mm), dan bom/ blok gunung api (>64 mm).
Gambar 4. Magma yang membentuk batuan intrusi, magma yang keluar ke
permukaan bumi sebagai lava, dan magma yang dilontarkan ke udara sebagai tefra
membentuk endapan piroklastika (Hartono, 2000; 2010a, b).
Disampaikan pada Orasi Ilmiah Dies Natalis STTNAS ke 44 Tahun, 23 Pebruari 2017 7
CARA MENGENAL GUNUNG API PURBA
Peribahasa “Tak kenal maka tak sayang” yang sudah sangat populer dalam kehidupan
sehari – hari ini tampaknya cukup tepat untuk menggambarkan topik bahasan orasi
ilmiah ini. Kendala utama yang dihadapi untuk mengenal dan menentukan lokasi
sumber yang menghasilkan batuan gunung api atau kawah purba adalah morfologi
gunung api sudah tidak kelihatan lagi seperti gunung api masa kini. Artinya bentuk
ideal atau utuh tubuh gunung apinya telah tererosi lanjut, lapuk atau teralterasi,
bahkan sudah rusak, sehingga sulit untuk diidentifikasi. Peribahasa di atas setidaknya
memberi peringatan untuk mengenal lebih dulu sebelum menyatakan sayang, dan
bilamana dikaitkan dengan topik bahasan menyiratkan kuasailah dasar volkanologi
moderen dan purba sebelum melakukan eksplorasi dan tentunya ke arah eksploitasi
sumber daya alam yang berasosiasi dengan gunung api, serta bernilai ekonomi tinggi.
Pengenalan ilmu gunung api pada masa anak dan remaja, umumnya kurang tepat,
sangat sederhana atau tidak mendidik secara benar. Gunung api selalu diterjemahkan
dengan gambar dua bentuk bangun kerucut yang relatif kembar dan di tengahnya
muncul matahari yang bersinar, kemudian di depannya tampak ada jalan melengkung
yang di kanan kirinya ada sawah atau tegalan. Penggambaran tersebut kurang tepat
karena terdapat berbagai bentuk atau jenis gunung api dengan segala proses yang
menyertainya. Hal inilah yang kemungkinan menjadikan pendidikan tentang ilmu
gunung api di Indonesia terlambat perkembangannya dibanding ilmu – ilmu kebumian
yang lain. Di sisi lain, Indonesia kaya akan gunung api yang keberadaannya
merupakan bagian dari lingkaran atau cincin api (ring of fire), atau awal kejadiannya
berhubungan dengan gerak – gerak lempeng benua Eropa – Asia yang relatif diam di
utara, lempeng samudera Hindia Australia yang bergerak relatif ke utara dengan
kecepatan 5 – 7 cm/ tahun di selatan, dan lempeng samudera Pasifik yang bergerak
relatif ke arah baratlaut dengan kecepatan 12 – 15 cm/ tahun.
Secara umum, Kepulauan Indonesia dibangun oleh rangkaian kegiatan tektonisme,
magmatisme, volkanisme dan sedimentasi sejak Jaman Kapur atau berumur lebih dari
60 juta tahun lalu (jtl.) sampai masa kini (Gambar 5). Keberadaan gunung api purba
Disampaikan pada Orasi Ilmiah Dies Natalis STTNAS ke 44 Tahun, 23 Pebruari 2017 8
oleh para ahli geologi (misal: Asikin, 1974; Katili, 1975) hanya dikenal sebagai
batuan magma atau dikenal sebagai busur magma Kapur maupun Tersier (60 – 2 jtl.),
karena belum diketahui letak atau posisi kawah purbanya. Di pihak lain, menyatakan
bahwa onggokan batuan yang tersebar atau dijumpai secara lokal maupun luas
tersebut sebagai batuan gunung api, namun belum menyebutkan lokasi asal gunung
api yang menghasilkannya (misal: Soeroto, 1986; Yuwono, 1997; Sudradjat, 1997;
Soeria-Atmadja, dkk., 1994). Penentuan lokasi pusat erupsi purba di Indonesia
dikembangkan dan dipelopori oleh Bronto, (1994) dan penulis ikut serta di dalamnya,
dan penulis berkesempatan menekuni dan mengembangkan melalui studi lanjut
pascasarjana dengan tema utama Gunung Api Purba di Pegunungan Selatan, Daerah
Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah (Hartono, 2000; 2010a).
Gambar 5. Jalur subduksi/ tekukan, busur magma dan gunung api (Asikin, 1974 &
Katili, 1975).
Disampaikan pada Orasi Ilmiah Dies Natalis STTNAS ke 44 Tahun, 23 Pebruari 2017 9
Di depan telah diuraikan bahwa pembelajaran tentang gunung api purba dan
penentuan pusat erupsinya didasarkan pada model, perilaku, jenis, dan batuan hasil
kegiatan gunung api masa kini. Pembelajaran gunung api di lapangan sangat penting
karena dapat secara langsung melihat proses yang berlangsung ketika gunung api
aktif, seperti erupsi meletus dan erupsi meleleh, batuan berstruktur fragmental dan
pejal yang dihasilkan, berbagai unsur dan senyawa gas yang dikeluarkan melalui
kawah gunung api, dan lain – lain. Begitupun juga, pembelajaran yang dilakukan di
ruang studio dan laboratorium yang hasil analisisnya secara khusus mendukung
kemungkinan – kemungkinan keberadaan gunung api purba, membandingkan dengan
proses – proses yang menyertai kegiatan gunung api moderen.
Penguasaan dasar ilmu gunung api meliputi banyak variabel yang saling berkaitan,
sehingga pandangan tentang gunung api akan didapat secara utuh. Penguasaan yang
dimaksud adalah mampu memahami aspek geomorfologi gunung api, stratigrafi
gunung api, struktur gunung api, fasies gunung api, berbagai batuan gunung api yang
merujuk pada asal usul (pemerian megaskopis, mikroskopis dan geokimia; umur
radiometri), dan genesis volkanisme. Pemahaman dasar ilmu gunung api tersebut
sangat penting sebagai modal awal melakukan analisis keberadaan gunung api purba,
terlebih analisis lanjut atau terpadu untuk mendukung pencarian dan penentuan lokasi
sumber baru dalam eksploitasi sumber daya energi dan membantu memprediksi
potensi aspek kebencanaan.
Pengenalan awal suatu onggokan batuan di lapangan dapat dipelajari melalui analisis
peta geologi yang menggambarkan sebaran horisontal satuan batuan atau formasi,
jenis batuan, hubungan stratigrafi satu dengan yang lain, umur relatif, umur batuan,
dan sejarah geologinya. Hal yang bersamaan atau sebelumnya dapat dipelajari melalui
peta dasar atau peta topografi, foto udara, dan citra SRTM (Shuttle Radar
Tophographic Mission) yang menggambarkan rupa bumi dalam kenampakan 2D dan
3D (dimensi), sehingga dapat dibedakan bentang alam dataran, lembah sungai,
penjajaran bentang alam, bukit maupun pegunungan dan perkiraan umur relatif
bentang alamnya (Gambar 6). Perkiraan umur relatif bentang alam tersebut dapat
dikaitkan dengan proses eksogenik (pelapukan dan erosional) yang menyertai suatu
Disampaikan pada Orasi Ilmiah Dies Natalis STTNAS ke 44 Tahun, 23 Pebruari 2017 10
daerah, resistensi atau ketahanan batuan, perilaku erupsi gunung api (indek erupsi
gunung api) yang berbeda – beda, sehingga perkembangan tubuh gunung api dapat
dirujuk (Gambar 7).
Gambar 6. Citra SRTM yang memperlihatkan perbandingan bentuk bentang alam
tubuh gunung api masa kini dan gunung api purba.
Penelitian lapangan gunung api purba tentunya ditunjukkan dengan batuan
penyusunnya berupa batuan gunung api seperti batuan intrusi dangkal (sub volcanic
intrusion), aliran lava dan kubah lava lava (flows and lava domes), serta batuan
piroklastika (pyroclastic rock). Identifikasi megaskopis (seperti: warna, tekstur,
struktur, dan komposisi) di lapangan menjadi sangat penting sebelum melakukan
pendekatan posisi zona atau fasies gunung api (Fasies Pusat, Fasies Proksimal, Fasies
Medial, dan Fasies Distal). Penguasaan setiap zona atau fasies gunung api terhadap
dominasi batuan gunung api penyusun menjadi faktor utama dalam menuju fasies
pusat (Gambar 8). Penentuan fasies ini berhubungan juga dengan tujuan ekspolarasi
sumber energi alam berupa mineral, panas bumi, minyak dan gas, dengan kata lain
mendekati atau mencari fasies pusat atau sebaliknya yaitu menjauhi fasies pusat. Di
sisi lain, penentuan fasies pusat gunung api purba dapat didukung oleh aspek struktur
Disampaikan pada Orasi Ilmiah Dies Natalis STTNAS ke 44 Tahun, 23 Pebruari 2017 11
yang dibentuk oleh perilaku erupsi gunung api yang bersangkutan. Erupsi lelehan
menghasilkan aliran lava yang mengalir tidak jauh dari sumber, sedangkan erupsi
letusan menghasilkan tefra yang disusun oleh berbagai pecahan dengan ukuran butir
yang beragam. Pecahan batuan atau fragmen berukuran bom/blok gunung api
diendapkan dekat sumber, sebaliknya pecahan batuan/ fragmen berukuran abu gunung
api diendapkan jauh dari sumber erupsi gunung api. Mekanisme pengendapan yang
berhubungan dengan perilaku erupsi memungkinkan terjadinya tumpang tindih antara
fraksi abu – lapili dengan fraksi bom/blok gunung api atau sebaliknya. Struktur
pengendapan yang dibangun oleh fraksi halus di antara fraksi kasar dan perselingan
antara koheren lava dan piroklastika sering memperlihatkan bidang pengendapan.
Bidang pengendapan yang terbentuk mengikuti bentuk tubuh gunung apinya yang
melingkar/radier atau melandai menjauhi fasies pusat (Gambar 9).
Gambar 7. Sketsa model bentuk tubuh gunung api yang masih utuh, tererosi
tingkat dewasa, dan tererosi tingkat lanjut (Hartono, 2000; 2010a).
Disampaikan pada Orasi Ilmiah Dies Natalis STTNAS ke 44 Tahun, 23 Pebruari 2017 12
Gambar 8. Identifikasi paleovolkano berdasar pembagian fasies gunung api
(dalam Hartono, 2010a).
Gambar 9. Sketsa penyebaran struktur geologi gunung api dan tekstur fragmen
batuan gunung api terhadap lokasi sumber erupsi gunung api (Hartono, 2010a).
Williams & McBirney, 1979
Vessel & Davies, 1981
Disampaikan pada Orasi Ilmiah Dies Natalis STTNAS ke 44 Tahun, 23 Pebruari 2017 13
KEGUNAAN KEBERADAAN GUNUNG API
Secara sederhana, keberadaan gunung api di sekitar kita dapat dinikmati setiap hari
sebagai tempat wisata karena pemandangannya yang indah, udara terasa bersih dan
sejuk, kelimpahan air yang bening dan sehat, mata air panas, tidak berpolusi suara,
lokasi pendakian dan olah raga, dan tingkat kesuburan tanahnya yang tinggi sehingga
banyak didapat berbagai jenis sayuran, buah – buahan, tanaman bunga dan tumbuhan.
Hal yang sederhana tersebut dapat dinikmati bilamana gunung api aktif tersebut harus
dalam kondisi normal tidak berbahaya. Di sisi lain, material hasil kegiatan gunung api
yang berukuran halus hingga berukuran bongkah dapat dimanfaatkan untuk bahan
bangunan atau dikenal sebagai sirtu (pasir batu) atau bahan galian c. Daerah gunung
api sebagian besar merupakan daerah konservasi yang harus selalu dijaga
kelesatariannya karena berhubungan dengan areal tangkapan atau penyimpanan air
secara alami dan kesetimbangan ekosistim bumi.
Secara geologi, kemunculan gunung api di permukaan bumi baik di darat maupun di
bawah permukaan air laut dapat dijelaskan, sehingga pemanfaatannyapun untuk
kesejahteraan umat manusia dapat dilakukan melalui pembelajaran geologi gunung
api. Pemanfaatan tersebut membutuhkan dana investasi yang sangat tinggi dan
beresiko tinggi pula terhadap keselamatan dan kegagalan proyek. Di Indonesia,
keberadaan gunung api yang berumur setengah tua sudah dimanfaatkan sebagai
tempat produksi energi panas bumi berupa energi listrik (misal: di Pegunungan Dieng,
Jawa Tengah; di Kamojang; Darajat; G. Salak, Jawa Barat, dll.), namun sebaliknya
lokasi yang jauh dari keberadaan gunung api aktif merupakan lokasi penghasil gas
bumi atau gas alam yang umumnya ditemukan di lokasi pertambangan minyak bumi
(misal: di Cepu, Cilacap, Jawa Tengah; Delta Sungai Berantas, Wonokromo, Jawa
Timur). Selain itu, kekayaan alam yang berkaitan dengan proses – proses asal gunung
api (Volcanogenic) seperti alterasi hidrotermal – mineralisasi menghasilkan mineral
logam dan non logam yang bernilai ekonomi tinggi dan strategis bagi keamanan
negara.
Disampaikan pada Orasi Ilmiah Dies Natalis STTNAS ke 44 Tahun, 23 Pebruari 2017 14
Indonesia terdiri atas banyak pulau yang dibangun oleh tubuh gunung api aktif, tua
dan sangat tua/ purba, sehingga sumber energi asal gunung api harus dikembangkan
dan penelitian terkait terus digiatkan. Energi panas bumi merupakan energi asal
gunung api yang dapat dihandalkan, karena kelimpahan sumber panas, merupakan
bagian dari energi yang terbarukan dan diharapkan dapat mencukupi kebutuhan
energy sejalan dengan pertumbuhan manusia.
PENUTUP
Pengenalan, pembelajaran dan penelitian tentang gunung api yang berumur Holosen/
masa kini dan gunung api purba mendesak ditingkatkan terkait dengan pemenuhan
kebutuhan strategis, pencarian dan penemuan lokasi baru sumber daya energi yang
berbasis ilmu gunung api, dan tentunya juga terkait dengan kebencanaan asal gunung
api. Tidak mudah memang, karena sifat penelitiannya yang komprehensif dan
berkelanjutan, selain membutuhkan dana yang tidak sedikit dan laboratorium yang
mengikuti perkembangan analisis data.
Pembelajaran gunung api purba dan moderen dapat ditempuh di Sekolah Tinggi
Teknologi Nasional Yogyakarta, sehingga diharapkan institusi dapat mempersiapkan
diri secara internal dan menjadi pelopor pencetak lulusan – lulusan handal geologi
gunung api di Indonesia. Pengembangan internal meliputi ketersediaanya
laboratorium fisika dan kimia gunung api, buku – buku referensi dan jurnal tentang
kegunungapian, penggiatan penelitian berbasis gunung api, studi lanjut S3 dosen
dengan konsentrasi khusus gunung api (misal: panas bumi, petrologi klastika gunung
api), dan mengembangkan kerjasama dengan instansi – instansi terkait, organisasi –
organisasi profesi ilmu kebumian, serta menggandeng industri – industri yang berhulu
gunung api.
Tidak terlepas dari kekurangan dan kelemahan secara pribadi, kegiatan orasi ilmiah
ini sangat penting untuk menggugah pikiran, berbagi ilmu pengetahuan, dan
mengembangkan kepakaran yang digeluti, serta perkembangan atmosfera ilmiah di
Disampaikan pada Orasi Ilmiah Dies Natalis STTNAS ke 44 Tahun, 23 Pebruari 2017 15
STTNAS. Penulis mengucapkan terima kasih atas ketersediaan ruang media ini
kepada Bapak Ir. H. Otto Santjoko, MT selaku Ketua Pengurus YPTN dan kepada
Bapak Ir. H. Ircham, MT selaku Ketua STTNAS Yogyakarta, kepada rekan – rekan
dosen senior maupun junior dan kepada panitia Dies Natalis STTNAS ke 44 tahun,
serta kepada pihak – pihak baik perorangan maupun kelompok yang tidak dapat
disebutkan satu persatu. Tak lupa dan tak akan pernah lupa diucapkan rasa terima
kasih yang setinggi tingginya kepada Prof. Dr. Ir. H. Adjat Sudradjat, M.Sc., Prof. Dr.
Ir. H. R. Febri Hirnawan, Dr. Ir. Ildrem Syafri, DEA, Dr. Ir. Y. Suyatno Yuwono dan
Prof. Dr. Ir. Sutikno Bronto atas ajaran ilmu geologi gunung apinya, dan terkhusus
kepada Dr. Ir. Evaristus Budiadi, MS. atas segala inspirasinya bagi penulis.
Selamat ulang tahun STTNAS ke 44 tahun, semoga YPTN – STTNAS terus maju,
berjaya dan sejahtera di masa depan.
PUSTAKA
Asikin, 1974. Evolusi Geologi Jawa Tengah dan Sekitarnya Ditinjau dari Segi Teori
Tektonik Dunia yang Baru, Disertasi Doktor, ITB, 103 hal., (tidak diterbitkan).
Bronto, 2006. Fasies Gunung Api dan Aplikasinya, Jurnal Geologi Indonesia, v. 1, n.
2,. Hal. 59-71.
Bronto, S., Misdiyanta, P., Hartono, G. dan Sayudi, S., 1994, Penyelidikan Awal Lava
Bantal Watuadeg, Bayat dan Karangsambung, Jawa Tengah, Kumpulan
Makalah Seminar: Geologi dan Geotektonik Pulau Jawa, Sejak Akhir Mesozoik
Hingga Kuarter, Jur. Tek. Geologi, F. Teknik, UGM, Yogyakarta, h. 123-130.
Hartono, 2000. Studi Gunung api Tersier: Sebaran Pusat erupsi dan Petrologi di
Pegunungan Selatan Yogyakarta. Tesis S2, ITB, 168 hal., (tidak diterbitkan).
Hartono, G., 2010a, Peran Paleovolkanisme Dalam Tataan Produk Batuan Gunung
Api Tersier Di Daerah Gunung Gajahmungkur, Wonogiri, Jawa Tengah. Tesis
S3, UNPAD, 338 hal., (tidak diterbitkan).
Hartono, G., 2010b, Petrologi Batuan Beku dan Gunung Api, UNPAD Press.
Bandung, ISBN: 978-602-8743-07-5. 116 hal.
Disampaikan pada Orasi Ilmiah Dies Natalis STTNAS ke 44 Tahun, 23 Pebruari 2017 16
Hutton, J. 1795. Theory of The Earth With Proofs and Illustrations. Edinburgh, 2 vols.
Katili, 1975. Volcanism and Plate Tectonics in the Indonesian Island Arcs,
Tectonophysics, 26, hal. 165-188.
Soeria-Atmadja, R., Maury, R. C., Bellon, H., Pringgoprawiro, H., Polve, M. &
Priadi, B., 1994, The Tertiary Magmatic Belts in Java, Journal of SE-Asian
Earth Sci., vol.9, no.1/2,. Hal. 13-27.
Soeroto, R.B., 1986, Identifikasi Fosil Gunung Api Strato Bawah Muka Laut,
Wimaya, No.1,2 dan 3, UPN”Veteran” Yogyakarta.
Sudradjat, 1997. Aplikasi Ilmu Pengentahuan Kegunungapian Dalam Eksplorasi
Sumberdaya Mineral Di Indonesia, Pidato Pengukuhan/Orasi Ilmiah Jabatan
Guru Besar Dalam Ilmu Vulkanologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Padjadjaran, (tidak diterbitkan). 44 hal.
Yuwono, Y.S., 1997, The Occurrence of Submarine Arc-Volcanism in the
Accretionary Complex of The Luk Ulo Area, Central Java, Buletin Geologi,
Vol. 27, No. 1/3, ITB, Bandung, h.15-25.
Disampaikan pada Orasi Ilmiah Dies Natalis STTNAS ke 44 Tahun, 23 Pebruari 2017 17
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap: DR. Hiltrudis Gendoet Hartono, S.T., M.T.
Tempat/tanggal lahir: Sragen, 09 Agustus 1965
Jenis Kelamin: Laki-Laki
Pekerjaan: Dosen Jurusan Teknik Geologi, STTNAS Yogyakarta
Pangkat/Golongan: Pembina/IV-a
Jabatan Akademik: Lektor
Bidang Keilmuan: Teknik Geologi
Keahlian: Geologi dan Volkanologi
Alamat : a. Rumah: Perum. Cepoko Griya Indah, Blok D-05, RT 11, Jl. Wonosari Km. 8,5 Cepokosari, Sitimulyo, Piyungan, Bantul, DIY 55792
b. Kantor: Jurusan Teknik Geologi, STTNAS Yogyakarta, Jl. Babarsari, Caturtunggal, Depok, Sleman, Telp. (0274) 487249, 561390
c. e-mail: [email protected]
d. No. HP. 08164222011
Keluarga : Isteri Melania Dyah Prita Sukismo
Anak 1. Raphael Ragan Rayputera
Anak 2. Claudia Cintan Chrysantaputeri
Pendidikan Formal:
1991: Lulus Sarjana Teknik Geologi (S1), STTNAS, Yogyakarta
Judul: Geologi dan Studi Arus Purba Berdasarkan Struktur Sedimen Di Daerah Geyer, Kecamatan Geyer, Kabupaten Purwodadi, Provinsi Jawa Tengah.
2000: Lulus Pascasarjana Teknik Geologi (S2), ITB, Bandung
Judul: Studi Gunung Api Tersier: Sebaran Pusat Erupsi dan Petrologi Di Pegunungan Selatan Yogyakarta.
2010: Lulus Pascasarjana Teknik Geologi (S3), UNPAD, Bandung
Judul: Peran Paleovolkanisme Dalam Tataan Produk Batuan Gunung Api Tersier Di Daerah Gunung Gajahmungkur, Wonogiri, Jawa Tengah.
Riwayat Pekerjaan:
1993 – sekarang, Staf Pengajar Pada Jurusan Teknik Geologi, Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta.
2001 – 2005, Sebagai Sekretaris I, Pengurus Daerah Ikatan Ahli Geologi Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta – Jawa Tengah.
Disampaikan pada Orasi Ilmiah Dies Natalis STTNAS ke 44 Tahun, 23 Pebruari 2017 18
2002 – 2005, Sebagai Pemimpin Redaksi Majalah Geologi Indonesia, Ikatan Ahli Geologi Indonesia.
2010 – sekarang, Sebagai Seksi Bidang Riset dan Publikasi, Pengurus Daerah Ikatan Ahli Geologi Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta – Jawa Tengah.
2010 – 2015, Sebagai Kepala Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (P3M) STTNAS Yogyakarta.
2015 – sekarang, Sebagai Pembantu Ketua III, Bidang Kemahasiswaan STTNAS Yogyakarta
Karya Buku Ajar:
Petrologi Batuan Beku dan Gunung Api, 2010, Buku untuk umum dan mahasiswa S1.
Asal Usul Batuan Pijar: Pendekatan Tektonik Global. Terjemahan dari buku asli yang ditulis oleh Wilson, M., 1989, Igneous Petrogenesis: A Global Tectonic Approach, Unwin Hyman, London, 1st. Pub., p. 465. (In progress).
Riset yang ditekuni:
Petrologi dan Geologi Gunung Api Purba
Organisasi Profesi:
Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) sejak 1995, NPA 2053
Penghargaan yang diperoleh:
Best Poster In Joint Convention Bali 2007 (HAGI-IAGI-IATMI)
Mitra Bestari:
Majalah Geologi Indonesia, Ikatan Ahli Geologi Indonesia (2010 – sekarang)
Eksplorium Buletin Pusat Teknologi Bahan Galian Nuklir, BATAN, Pasar Jumat, Jakarta Selatan (2011 – sekarang)
Jurnal Pengembangan Energi Nuklir, BATAN, Mampang Prapatan, Jakarta (2012 – sekarang)
Jurnal Sumber Daya Mineral, Pusat Survei Geologi, Badan Geologi, Bandung (2017 – sekarang)
Jurnal online: Kurvatek, STTNAS, Yogyakarta (2015 – sekarang)
Jurnal Teknologi Nasional, STTNAS, Yogyakarta (2010 – 2015)
Disampaikan pada Orasi Ilmiah Dies Natalis STTNAS ke 44 Tahun, 23 Pebruari 2017 19
Karya Ilmiah (Penulis Utama)
Hartono, G. & Syafri, I., 2007, Peranan Merapi Untuk Mengidentifikasi Fosil Gunung Api Pada “Formasi Andesit Tua”: Studi Kasus Di Daerah Wonogiri, Jurnal Sumberdaya Geologi. Geologi Indonesia: Dinamika & Produknya, Spesial Ed., No.33 Vol.2,. Hal 63-80.
Hartono, G. H., Nursanto, I., Suryono, Wibowo, B., dan Suntoko, H., 2012. Pelacakan Jejak Keberadaan Gunung Api Di Pulau Bangka, Provinsi Bangka Belitung: Studi Kasus Terkait Tapak PLTN Bangka. Seminar Nasional, ReTII ke 7 STTNAS Yogyakarta. Hal.
Hartono, G., & Mulyono, 2007, Pumis Penunjuk Letusan Dahsyat Gunung Api: Studi Kasus Pada Formasi Semilir Di Pegunungan Selatan, Yogyakarta, Jurnal Ilmu Kebumian, vol. 20, No. 1, UPN”Veteran” Yogyakarta, h1-10.
Hartono, G., & Sudradjat, A., 2007. The Geological Analyses of The Recent Yogyakarta Earth Quake, SKIM, Univ. Kebangsaan Malaysia.
Hartono, G., 1999, Penelitian Jenis Erupsi Gunung api yang Menghasilkan Batuan Gunung Api Tersier di Daerah Gunung Baturagung, Kab. Gunungkidul, Yogyakarta, Dep. P & K, KOPERTIS Wil. V, Yogyakarta, 54p. tidak diterbitkan.
Hartono, G., 2000, Studi Gunung api Tersier: Sebaran Pusat erupsi dan Petrologi di Pegunungan Selatan Yogyakarta. Tesis S2, ITB, 168 p, tidak diterbitkan.
Hartono, G., 2007, Studi Batuan Gunung Api Pumis: Mengungkap Asal Mula Bregada Gunung Api Purba Di Pegunungan Selatan, Yogyakarta, Abstrak, Seminar dan Workshop “Potensi Geologi Pegunungan Selatan dalam Pengembangan Wilayah”, Kerjasama PSG, UGM, UPN “Veteran”, STTNAS dan ISTA, Yogyakarta.
Hartono, G., 2008. Magmatisme dan Stratigrafi Gunung Api Pegunungan Selatan Jawa Timur, Kumpulan Makalah “Potensi Endapan Mineral Logam Daerah Jawa Timur”, PT. ANTAM, Unit Geomin, Pacitan.
Hartono, G., 2008. Peranan Volkanologi Dalam Pencarian Sumber Daya Mineral Primer Di Daerah Wonogiri, Jawa Tengah, Prosiding Seminar nasional Kebumian: Eksplorasi, Eksploitasi Sumber Daya Alam Serta Aspek Lingkungan Bumi Untuk Kesejahteraan Masyarakat, UPN ‘Veteran’ Yogyakarta, pp 2.1-2.11.
Hartono, G., and Sudradjat, A., 2017. Nanggulan Formation and Its Problem as A Basement In Kulonprogo Basin, Yogyakarta. (In progress: paper for IJOG).
Hartono, G., Azhar, Martino, S., Arsyad, M., & Mulyono, 2008. Bentang Alam Gumuk Gunung Api Purba Berarah Baratlaut-Tenggara Di Daerah Karangdowo-Tawangsari, Jawa Tengah, Prosiding Seminar Nasional Ilmu Kebumian: Tantangan dan Strategi Pendidikan Geologi Dalam Pembangunan Nasional, UGM, Yogyakarta, D8.1 – D5.12.
Hartono, G., Bronto, S., & Pambudi, S., 2005. Penelitian Awal Terjadinya Khuluk Gunung Api Purba Wukirharjo, Prambanan, Yogyakarta, Abstrak, Prosiding JCS, HAGI XXX-IAGI XXXIV-PERHAPI XIV, Surabaya.
Hartono, G., dan Bronto, S. 2009, Lapangan Gunung Api Tersier Daerah Berbah Sleman – Imogiri Bantul, Yogyakarta, Dalam Setijadji, L.D., Wilopo, W., dan Hendratno, A.,
Disampaikan pada Orasi Ilmiah Dies Natalis STTNAS ke 44 Tahun, 23 Pebruari 2017 20
Prosiding International Conference on Earth Science & Technology, UGM, Yogyakarta, hal. 113-120.
Hartono, G., dan Bronto, S., 2007, Asal-Usul Pembentukan Gunung Batur di Daerah
Wediombo, Gunungkidul, Yogyakarta, Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 2 No. 3, Badan
Geologi, Bandung, hal. 143-158.
Hartono, G., dan Bronto, S., 2008, Analisis Stratigrafi Awal Kegiatan Gunung Api Gajah
Dangak di Daerah Bulu, Sukoharjo, dan Implikasinya Terhadap Stratigrafi Batuan
Gunung Api di Pegunungan Selatan, Jawa Tengah, Prosiding Seminar Nasional Ilmu
Kebumian, Tantangan dan Strategi Pendidikan Geologi Dalam Pembangunan Nasional,
UGM, hal. D5.1-10.
Hartono, G., S. Bronto & S. Yuwono, 2000, Tertiary Volcanism in the Southern Mountains of Yogyakarta-Central Java, Indonesia, abstr., IAVCEI General Assembly, Exploring Volcanoes: Utilization of Their Resources and Mitigation of Their Hazards, July, 18-22, 2000, Bali-Indonesia, 255.
Hartono, G., Sudradjat, A., and Verdiansyah, O. 2017. Caldera of Godean, Yogyakarta: An Volcanic Geological Review. (In progress: paper for Indonesian Journal of Spatial and Regional Analysis).
Hartono, G., Sudradjat, A., dan Syafri, I., 2007, Gumuk Gunung Api Purba Bawah Laut Di Tawangsari-Jomboran, Sukoharjo-Wonogiri, Jawa Tengah, Joint Con. Bali, HAGI 32rd-IAGI 36th-IATMI 29th, 13-16 Nov.
Hartono, H. G., 2008. Bentang Alam Gumuk Gunung Api Purba Berarah Baratlaut – Tenggara di Daerah Karangdowo-Tawangsari, Jawa Tengah. Majalah Geologi Indonesia, Ikatan Ahli Geologi Indonesia, Jakarta, Vol. 23 No. 1. Hal. 11-22.
Hartono, H. G., 2010. Penelitian Awal Gunung Api Purba Di Daerah Manggarai Barat, Flores, Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Jurnal Ilmiah MTG, Vol.2 No.5, UPNV, Yogyakarta. Hal. 11-24.
Hartono, H. G., dan Pambudi, S., 2015, Gunung Api Purba Mudjil, Kulonprogo: Suatu Bukti dan Pemikiran, Seminar Nasional, ReTII ke 10 STTNAS Yogyakarta. Hal.
Hartono, H. G., Pambudi, S., Arifai, M., Yusliandi, A., dan Putranto, S. A., 2014. Volkanisme dan Sebaran Sumber Daya Non Hayati di Pegunungan Selatan Yogyakarta dan Wonogiri Jawa Tengah, Majalah Geologi Indonesia, Vol. 29, No. 1. Hal. 37-47.
Hartono, H. G., Pambudi, S., Bronto, S., dan Rahardjo, W., 2015, Gunung Api Purba Mudjil, Kulonprogo: Suatu Bukti dan Pemikiran, Poster, Seminar Nasional, Dies Natalis ke 42 STTNAS Yogyakarta.
Hartono, H. H., Wibowo, B., Hamzah, I., dan Suntoko, H., 2011. Kajian Geologi Gunung Api Terhadap Inisiasi Gunung Api Purba Genuk, Jepara, Jawa Tengah. Seminar Nasional, ReTII ke 6 STTNAS Yogyakarta. Hal.
Disampaikan pada Orasi Ilmiah Dies Natalis STTNAS ke 44 Tahun, 23 Pebruari 2017 21
Karya Ilmiah (Penulis Anggota)
Bronto, S., Bijaksana, S., Sanyoto, P., Ngkoimani, L.O., Hartono, G., dan Mulyaningsih, S.
2005. Tinjauan Volkanisme Paleogen Jawa, Majalah Geologi Indonesia, Ikatan Ahli
Geologi Indonesia, Jakarta, Vol. 20, No. 4.
Bronto, S., Budiadi, Ev., dan Hartono, G.H., (2006). A New Perspective of Java Cenozoic
Volcanic Arcs, Proceedings International Geosciences Conference and Exhibition,
Jakarta.
Bronto, S., G. Hartono dan B. Astuti, 2004, Hubungan genesa antara batuan beku intrusi dan
batuan beku ekstrusi di Perbukitan Jiwo, Kecamatan Bayat, Klaten Jawa Tengah,
Majalah Geologi Indonesia, v. 19, no. 3, Des. 2004, 147-163.
Bronto, S., H. G. Hartono dan S. Pambudi, 2005, Stratigrafi Batuan Gunung Api Di Daerah
Wukirharjo, Kecamatan Prambanan, Sleman Yogyakarta, Majalah Geologi Indonesia, v.
20, no. 1, Apr., 27-40.
Bronto, S., Hartono, G. dan Purwanto, D., 1998, Batuan Longsoran Gunungapi Tersier di
Pegunungan Selatan: Studi kasus di Kali Ngalang, Kali Putat dan Jentir, Kabupaten
Gunungkidul, Yogyakarta, PIT XXVII IAGI, Yogyakarta, 8-9 Agustus, h.344-349.
Bronto, S., Hartono, G., Astuti, B.S. dan Mulyaningsih S., 2008a, Formasi Wonolelo: Usulan
Nama Satuan Litostratigrafi Baru Untuk Batuan Gunung Api Tersier di Daerah Bantul,
Yogyakarta, Seminar Nasional Ilmu Kebumian “Tantangan dan Strategi Pendidikan
Geologi dalam Pembangunan Nasional” Jur. Tek. Geologi FT UGM, D4.1 – D4.23.
Bronto, S., Hartono, G., Astuti, B.S. dan Mulyaningsih S., 2008b, Formasi Sindet dan Formasi
Wonolelo: Usulan Satuan Litostratigrafi Baru di Pegunungan Selatan, Bantul-
Yogyakarta, Seminar Nasional Ke 3, Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi (RETII),
STTNAS.
Bronto, S., Misdiyanta, P., Hartono, G. dan Sayudi, S., 1994, Penyelidikan Awal Lava Bantal
Watuadeg, Bayat dan Karangsambung, Jawa Tengah, Kumpulan Makalah Seminar:
Geologi dan Geotektonik Pulau Jawa, Sejak Akhir Mesozoik Hingga Kuarter, Jur. Tek.
Geologi, F. Teknik, UGM, Yogyakarta, h. 123-130.
Bronto, S., Mulyaningsih, S., Hartono, G. dan Astuti, B., 2009, Waduk Parangjoho dan
Songputri: Alternatif sumber erupsi Formasi Semilir di daerah Eromoko, Kabupaten
Wonogiri, Jawa Tengah, Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 4, No. 2, hal. 77-92.
Bronto, S., Rahardjo, W., dan Hartono, G., 1999, Penelitian Gunung Api Purba di Kawasan
Kali Ngalang, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta serta Implikasinya
Terhadap Pengembangan Sumber Daya Geologi, Pros. Sem. Nasional Sumberdaya
Geologi, 40 tahun (Panca Windu) Jurusan Teknik Geologi, FT-UGM, Yogyakarta, hal.
222-227.
Disampaikan pada Orasi Ilmiah Dies Natalis STTNAS ke 44 Tahun, 23 Pebruari 2017 22
Idrus, A., Prihatmoko, S., Hartono, H. G., Idrus, F., Ernowo, Franklin, Moetamar, Setiawan, I.,
2014. Some Key Features and Possible Origin of the Metamorphic Rock-Hosted Gold
Mineralization in Buru Island, Indonesia, IJOG., Vol. 1 No. 1. Hal. 9-19.
Prayoga, O., A., Hartono, H. G., dan Taslim, M. 2016. Karakterisasi Reservoir Batuan Volkanik
Rekah Alami Berdasarkan Integrasi Data Sumur dan Atribut Seismik Pada Lapangan
Jawa, Cekungan Jawa Barat Utara, Indonesia. Seminar Nasional ReTII ke 11, STTNAS,
Yogyakarta.
Sugarbo, A., Hartono, H. G., dan Astuti, B. S., 2013. Identifikasi Awal Keberadaan Gunung Api
Purba Gemawang, Gadirojo, Wonogiri, Jawa Tengah. Seminar Nasional ReTII ke 9,
STTNAS, Yogyakarta, Hal. 671-680.
Verdiansyah, O. dan Hartono, H. G., 2016. Alterasi Hidrotermal dan Mineralisasi Logam
Berharga di Cekungan Yogyakarta: Sebuah Pemikiran Dari Kehadiran Sistem
Hidrotermal Daerah Godean. Prosiding Seminar Nasional Ke 3, Fakultas Teknik Geologi
UNPAD, Bandung. Hal. 2-16 – 30.
Winarti dan Hartono, H. G,. 2015. Identification of Volcanic Rocks in Imogiri, Yogyakarta
Based on Subsurface Geologic Data. Proceeding of 2nd International Conference on
engineering of Tarumanegara (ICET), pp. CE-02/1-9.
Winarti dan Hartono, H. G,. 2015. Identifikasi Batuan Gunung Api Purba di Pegunungan
Selatan Yogyakarta bagian Barat Berdasarkan Pengukuran Geolistrik. Eksplorium,
Buletin Teknologi Bahan Galian Nuklir, Vol. 36, No. 1. Pusat Teknologi Bahan Galian
Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional. Jakarta Selatan. Hal. 57-70.
Winarti dan Hartono, H. G. 2014. Identifikasi Gunung Api Purba di Daerah Watuadeg dan
Pilang, Kecamatan Berbah Kabupaten sleman, Yogyakarta Berdasarkan pada Data
Geolistrik. Prosiding Seminar nasional Teknik Industri UK. Petra, Surabaya. Hal.
Yusliandi, A., Hartono, H. G., dan Astuti, B. S., 2014. Studi Genesis Co-Ignimbrite Daerah
Pasekan dan Sekitarnya, Kecamatan Eromoko, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa
Tengah. Seminar Nasional ReTII ke 8, STTNAS, Yogyakarta, Hal. G32-37.
Penelitian
Hartono, G. 2007. Kaitan Pembelajaran Gunung Api Purba dan Mineralisasi di Wediombo,
Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Dibiayai melalui DIPA Kopertis Wilayah V
Yogyakarta. Nomor: 0169.0/023-04.0/XIV/2007.
Hartono, G. 2008. Kaitan Rekahan Berarah Baratlaut – Tenggara dan Terbentuknya Gumuk –
Gumuk Gunung Api Purba di Karangdowo – Tawangsari, Klaten – Sukoharjo, Jawa
Tengah. Dibiayai melalui DIPA Kopertis Wilayah V Yogyakarta. Nomor: 0169.0/023-
04.0/XIV/2008.
Disampaikan pada Orasi Ilmiah Dies Natalis STTNAS ke 44 Tahun, 23 Pebruari 2017 23
Hartono, G. 2009. Peran Studi Geomorfologi dan Petrologi Dalam Penentuan Lokasi Sumber
Erupsi Gunung Api Purba di Pegunungan Selatan, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dibiayai melalui DIPA Kopertis Wilayah V Yogyakarta. Nomor: 0169.0/023-
04.2/XIV/2009.
Hartono, G. 2010. Hubungan Genesis Kemunculan Gunung Api Purba Dengan Sesar Kali Opak
di Sepanjang Zona Sesar Berbah Sleman – Imogiri Bantul, Yogyakarta. Dibiayai melalui
DIPA Kopertis Wilayah V Yogyakarta. Nomor: 0103/023-04.2/XIV/2010.
Hartono, G. 2011. Geologi Gunung Api Monogenesis di Dusun Pilang, Sitimulyo, Piyungan,
Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Dibiayai melalui DIPA Kopertis Wilayah V
Yogyakarta. Nomor: 0600/023.04.01/14/2011.
Hartono, H. G., 2012. Geologi Gunung Api dan Petrologi Daerah Taworaya, Barabai,
Hulusungai Tengah, Kalimantan Selatan. Dilaksanakan Atas Bantuan Dana Dari STTNAS
Yogyakarta Tahun Anggaran 2012.
Hartono, H. G. dan Pambudi, S., 2013. Penelitian Geologi Gunung Api Untuk Mendukung
Penemuan Lokasi Sumber Daya Alam Nonhayati di Pegunungan Selatan Yogyakarta.
Penelitian Hibah Fundamental, Dibiayai oleh DIKTI Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan, Perjanjian Pelaksanaan Hibah Penelitian Nomor: 1141.3/K5/KL/2013.
Winarti dan Hartono, H. G,. 2014. Aplikasi Geolistrik Resistivitas Untuk Menentukan
Geometri Gunung Api Purba dan Asosiasi Mineral Primer di Daerah Berbah – Imogiri
Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian Hibah Bersaing (Tahun 1), Dibiayai oleh DIKTI
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Perjanjian Pelaksanaan Hibah Penelitian
Nomor: SP DIPA-032.04.2.189971/2014.
Winarti dan Hartono, H. G,. 2015. Aplikasi Geolistrik Resistivitas Untuk Menentukan
Geometri Gunung Api Purba dan Asosiasi Mineral Primer di Daerah Berbah – Imogiri
Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian Hibah Bersaing (Tahun 2), Dibiayai oleh DIKTI
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Perjanjian Pelaksanaan Hibah Penelitian
Nomor: 020/HB-LIT/III/2015.
Winarti dan Hartono, H. G,. 2016. Aplikasi Geofisika Dalam menentukan Batuan Alas Formasi
Nanggulan Untuk Mengidentifikasi Gunung Api Purba Sebagai Upaya Pengembangan
Sumber Daya Alam Di Sisi Timur Dome Kulonprogo, Yogyakarta. Penelitian Hibah
Bersaing (Tahun 1), Dibiayai oleh DIKTI Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan,
Perjanjian Pelaksanaan Hibah Penelitian Nomor: 021/HB-LIT/III/2016.
Pengabdian Kepada Masyarakat
Hartono, H. G., 2010. Mineralogi – Petrologi dan Terapannya. Disampaikan Kepada Mahasiswa Jurusan Teknik Geologi Seluruh Jawa. Didanai STTNAS.
Disampaikan pada Orasi Ilmiah Dies Natalis STTNAS ke 44 Tahun, 23 Pebruari 2017 24
Hartono, H. G., 2010. Pengenalan Ilmu Bumi dan Gunung Api. Disampaikan Kepada Para Siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Pakem, Daerah Istimewa Yogyakarta. Didanai STTNAS.
Hartono, H. G., 2011. Mengenal Lebih Dekat Gunung Api Merapi. Disampaikan Kepada Para Warga Dusun Nglarang, Tlogoadi, Mlati, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Didanai STTNAS. Didanai STTNAS.
Hartono, H. G., 2011. Mengenal Lebih Dekat Bencana Geologi: Gempa Tektonik dan Gunung Api. Disampaikan Kepada Para Warga Potorono Asri 2 Blok F, Banguntapan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Didanai STTNAS.
Hartono, H. G., 2012. Bencana Geologi: Bagaimana Proses Terjadinya dan Mitigasinya, Disampaikan Kepada Para Warga Cepoko Griya Indah, Piyungan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Didanai STTNAS.
Hartono, H. G., 2013. Peran Geologi Dalam Konservasi Sumber Daya Energi. Disampaikan Kepada Para Mahasiswa STTNAS dan Dosen Non Geologi, Daerah Istimewa Yogyakarta. Didanai STTNAS.
Hartono, H. G., 2014. Ancaman Bahaya Letusan Gunung Api Terkini, Mendatang dan Mitigasinya. Disampaikan Kepada Para Warga Potorono Kidul, Potorono, Banguntapan, Daerah Istimewa Yogyakarta. Didanai STTNAS.
Hartono, H. G., 2014. Pembahasan Teknik Koleksi, Preparasi dan Analisis Laboratorium. Disampaikan Kepada Para Teknisi Laboratorium, Penyelia Laboratorium dan Karyawan Laboratorium Pusat Survei Geologi, Bandung. Didanai STTNAS.
Hartono, H. G., 2015. Metode Pemetaan Geologi Permukaan. Disampaiakan Kepada Para Siswa Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1, Sale, Kabupaten Rembang. Didanai STTNAS.
Hartono, H. G., 2016. Geologi Pegunungan Kulonprogo. Disampaikan Kepada Para Mahasiswa Pascasarjana Geologi Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat. Didanai STTNAS.
Pengalaman Pekerjaan
Hartono, H. G., 2011, Sebagai Tenaga Ahli Geologi dan Gunung Api. Pekerjaan Province Wide
Multi Hazard Risk Assessment (Formulation of Disaster Risk Map of West Sumatera
Province). PT. Waido Specterra, Jakarta. Januari – Juni 2011.
Hartono, H. G., 2011, Sebagai Tenaga Ahli Geologi dan Gunung Api. Kelompok Kerja Survei
Geodinamika Selat Sunda dan Penyusunan Atlas Sesar Aktif: Penelitian Gunung Api
Kuarter di daerah Lampung dsk. Provinsi Lampung dan Banten. Pusat Survei Geologi
(PSG), Bandung. Juni – November 2011.
Disampaikan pada Orasi Ilmiah Dies Natalis STTNAS ke 44 Tahun, 23 Pebruari 2017 25
Hartono, H. G., 2011, Sebagai Tenaga Ahli Geologi dan Gunung Api. Survei Calon Tapak PLTN
Muria Jawa Tengah, Lokasi Jepara dan Kudus. PPEN-BATAN. April – November 2011.
Hartono, H. G., 2011-2012, Sebagai Tenaga Ahli Geologi dan Gunung Api. Proyek Penentuan
Tapak Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir di Pulau Bangka Provinsi Bangka Belitung. PT.
Surveyor Indonesia, Jakarta. PPEN-BATAN. Agustus – Desember 2011 dan 2012.
Hartono, H. G., 2013, Sebagai Tenaga Ahli Geologi dan Gunung Api. Pemetaan Daerah
Gunung Api dan Alterasi G. Geuredong, Aceh Tengah, Provinsi Nangro Aceh
Darusalam: Inisiasi Eksplorasi Panas Bumi. PT. Chevron – UGM.
Hartono, H. G., 2014-2015, Sebagai Tenaga Ahli Geologi dan Gunung Api. Proyek Pra Survei
Penentuan Tapak Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir di Pulau Kalimantan, Provinsi
Kalimantan Barat. PPEN-BATAN. April – Agustus 2014 dan 2015.
Hartono, H. G., 2015, Sebagai Tenaga Ahli Geologi dan Gunung Api. Studi G & G Cekungan di
Atambua, Provinsi Nusa Tenggara Timur. PT. Geosain Delta Andalan (GDA) – LEMIGAS.
Agustus – November 2015.