Download - p4 Kel.5 Agri d 2012 Indeks Williamsons
TUGAS KELOMPOK
MATA KULIAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAAN (PENDEKATAN EKONOMI DAN SPASIAL)
Semester Genap 2014/2015Judul Tugas:Analisis Indeks Williamson Provinsi Nusa Tenggara Timur
Kelas:Agribisnis D
Dosen:Dr. Ir. Tuti Karyani, MS.
Nur Syamsiyah, SP., MP.
Disusun Oleh :
Kelompok 5
NoNamaNPM
1.Chairun Nisa Asnawi150610120127
2.Gelda Amalia Hasanah150610120136
3.Luthfiyah150610120140
4.Devina Sela Almadia150610120144
5.Anita Cicilia Harimurti150610120154
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERTANIAN
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
JATINANGOR
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini dengan tepat pada waktunya dan tanpa hambatan yang berarti. Tidak lupa pula kami ucapkan terimakasih kepada Ibu Dr. Ir. Tuti Karyani, MS. dan Ibu Nur Syamsiyah, SP., MP. yang senantiasa mengajari dan membimbing kami hingga selesainya makalah kami ini dengan tepat waktu.
Makalah ini dibuat dengan tujuan menyelesaikan tugas mata kuliah Perencanaan Pembangunan Pertanian dan Perdesaan (Pendekatan Ekonomi dan Spasial). Makalah ini memberikan pengetahuan mengenai analisis ketimpangan berdasarkan analisis Williamson di Provinsi Nusa Tenggara Timur.Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah selalu memberkati apa yang kita kerjakan. Amin.
Jatinangor, 30 April 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTARi
DAFTAR ISIii
BAB I PENDAHULUAN1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA3 2.1 Provinsi Nusa Tenggara Timur3
2.2 Produk Domestik Bruto...3 2.3 Disparitas Spasial5 2.4 Indeks Williamson6BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN8 3.1 Analisis Indeks Williamson8 3.2 Upaya Menekan Ketimpangan11BAB IV KESIMPULAN 14DAFTAR PUSTAKA 15LAMPIRAN 16BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangPerencanaan wilayah dan kota merupakan suatu cara merencanakan pemanfaatan sumber daya yang ada di suatu wilayah dengan tujuan tertentu dan berorientasi di masa depan, dimana pemanfaatan tersebut tidak terlepas dari aspek-aspek yang ada di dalam masyarakat, seperti sosial budaya serta yang kebi pening ialah ekonomi. Keberlanjutan kesejahteraan manusia merupakan salah satu tujuan utama dari serangkaian proses perencanaan. Aspek kesejahteraan manusia sebagai salah satu objek perencanaan wilayah dan kota dapat dilihat dari kondisi perekonomian di wilayah atau kota. Salah satu aspek pendukung di dalam Perencanaan yaitu pada aspek ekonomi. Aspek ekonomi merupakan aspek utama yang mendukung proses perencanaan wilayah dan kota. Pada dasarnya suatu wilayah atau kota yang terencana dengan baik akan memiliki perekonomian yang baik, karena perekonomian yang baik mampu memberikan kesejahteraan bagi penduduk di dalamnya. Adapun indikator pertumbuhan dan perkembangan perekonomian suatu kota dapat dilihat dari data PDRB dan APBD. Pertumbuhan perekonomian suatu kota dapat dilihat dari trend PDRB (Produk Domestik Regional Bruto), di mana apabila PDRB kota meningkat hal tersebut berarti pula perekonomian di kota tersebut tumbuh. Selain PDRB, pertumbuhan perekonomian suatu kota dapat dilihat dari data APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah), di mana apabila pendapatannya lebih besar dari pengeluaran memiliki arti bahwa perekonomian di kota tersebut mengalami pertumbuhan Dalam kenyataannya banyak fenomena tentang pertumbuhan ekonomi wilayah seperti Kesenjangan (ketimpangan) wilayah dan pemerataan pembangunan menjadi permasalahan utama dalam pertumbuhan wilayah. Dalam upaya pertumbuhan ekonomi, perbedaan pendapatan dalam suatu wilayah timbul karena tidak meratanya pendistribusian pendapatan. Sebagai tolak ukur hasil pembangunan, perbedaan pendapat ini dalam konteks kewilayahan disebut disparitas spasial karena perbandingannya melibatkan lingkup wilayah/kawasan/ruang, bukan lagi antar perorangan. Dalam hal ini, PDRB dapat menjadi gambaran pendapatan suatu wilayah, sehingga melalui PDRB dapat diketahui tingkat kesejahteraan dan struktur perekonomian di wilayah tersebut. Kabupaten Cilacap merupakan Kabupaten yang terletak di bagian Barat dan Selatan Provinsi Jawa Tengah dan memiliki wilayah terluas di provinsi Jawa Tengah. Dalam makalah ini kelompok kami akan menganalisi mengenai tingkat disparitas spasial Provinsi Nusa Tenggara Timur melalui perhitungan Indeks Williamson pengaruhnya terhadap perkembangan Provinsi Nusa Tenggara Timur di masa yang akan datang.
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan laporan ini yaitu untuk menganalisis Indeks Williamson Provinsi Nusa Tenggara TimurBAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Provinsi Nusa Tenggara TimurGambar 1. Peta Nusa Tenggara Timur
Nusa Tenggara Timur adalah sebuah provinsi Indonesia yang terletak di bagian tenggara Indonesia. Provinsi ini terdiri dari beberapa pulau, antara lain Pulau Flores, Pulau Sumba, Pulau Timor, Pulau Alor, Pulau Lembata, Pulau Rote, Pulau Sabu, Pulau Adonara, Pulau Solor, Pulau Komodo dan Pulau Palue. Ibukotanya terletak di Kupang, di bagian barat pulau Timor.
Provinsi ini terdiri dari kurang lebih 550 pulau, tiga pulau utama di Nusa Tenggara Timur adalah Pulau Flores, Pulau Sumba dan Pulau Timor Barat (biasa dipanggil Timor). Provinsi ini menempati bagian barat pulau Timor. Sementara bagian timur pulau tersebut adalah bekas provinsi Indonesia yang ke-27, yaitu Timor Timur yang merdeka menjadi negara Timor Leste pada tahun 2002.2.2 Produk Domestik Bruto2.2.1 Pengertian PDRB
PDRB merupakan penjumlahan nilai output bersih perekonomian yang ditimbulkan oleh seluruh kegiatan ekonomi di suatu wilayah tertentu (provinsi dan kabupaten /kota), dan dalam satu kurun waktu tertentu (satu tahun kalender). Kegiatan ekonomi yang dimaksud kegiatan pertanian, pertambangan, industri pengolahan, sampai dengan jasa.
2.1.2 Pembagian PDRB
PDRB secara berkala dapat disajikan dalam 2 bentuk, yaitu atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan pada suatu tahun dasar, yang dapat di jelaskan berikut ini :
1. PDRB atas dasar harga berlaku
Merupakan nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh unit-unit produksi dalam suatu periode tertentu, biasanya satu tahun, yang dinilai dengan harga tahun yang bersangkutan. PDRB atas dasar harga berlaku yaitu mengambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada setiap tahun. PDRB atas dasar harga berlaku digunakan untuk melihat pergeseran dan struktur ekonomi. Penghitungan dengan metode langsung menggunakan pendekatan produksi, pendekatan pengeluaran dan pendekatan pendapatan. Sedangkan metode tidak langsung dengan menggunakan alokator antara lain berupa nilai produk bruto/netto setiap sektor, jumlah produk fisik, tenaga kerja, penduduk dan lainnya yang cocok/ sesuai.
2. PDRB atas dasar harga konstan
Menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai tahun dasar.Penghitungan atas dasar konstan berguna untuk melihat pertumbuhan ekonomi secara kesuluruhan atau sektoral. Juga untuk melihat perubahan struktur perekonomian suatu daerah dari tahun ke tahun.
2.1.3 Ukuran-ukuran PDRB
Ukuran-ukuran penting lainnya dari penurunan PDRB, yaitu:
1. Produk Regional Bruto merupakan produk domestik regional bruto ditambah dengan pendapatan neto dari luar propinsi. Pendapatan neto ini sendiri merupakan pendapatan atas faktor produksi (tenaga kerja dan modal) milik penduduk suatu propinsi yang diterima dari luar propinsi dikurangi pendapatan propinsi lain/asing yang diperolah di propinsi tersebut.
2. Produk Regional Netto merupakan produk regional bruto dikurangi dengan seluruh penyusutan atas barang-barang modal tetap selama setahun.
3. Produk Regional Bruto atas dasar biaya faktor produksi (pendapatan regional) Adalah produk regional netto atas dasar harga pasar dikurangi dengan pajak tidak langsung netto. Pajak tidak langsung netto merupakan pajak tidak langsung yang dipungut pemerintah dikurangi subsidi pemerintah. Pajak tidak langsung maupun subsidi, keduanya dikenakan pada barang dan jasa yang diproduksi atau dijual. Pajak tidak langsung bersifat menaikkan harga jual. Sedangkan subsidi adalah kebalikkannya.
4. Angka-angka perkapita Adalah ukuran-ukuran indikator ekonomi seperti pada butir-butir diatas dibagi jumlah penduduk pertengahan tahun.
2.3 Disparitas Spasial
Menururt Thee Kian Wie, (1981) ketidakmerataan distribusi pendapatan dari sudut pandangan ekonomi dibagi menjadi :
1. Ketimpangan pembangian pendapatan antar golongan penerima pendapatan (size distribution income);
2. Ketimpangan pembagian pendapatan antar daerah perkotaan dan daerah pedesaan (urban-rural income disparities);
3. Ketimpangan pembagian pendapatan antar daerah (regional income disparities);
Ketimpangan pembangunan antar daerah dengan pusat dan antar daerah dengan daerah lain adalah merupakan suatu yang wajar, karena adanya perbedaan dalam sumber daya dan awal pelaksanaan pembangunan antar daerah (Williamson, 1965). Analisis yang menghubungkan tahap pembangunan ekonomi dan distribusi pendapatan serta ungkapan pertumbuhan versus pemerataan sebenarnya dipicu oleh sebuah penemuan yang dimulai oleh Simon Kuznet (1955). Simon Kuznet menghubungkan laju pertumbuhan berbagai negara maju dan negara sedang berkembang dengan mengamati data time series untuk Amerika, Inggris dan Jerman serta data cross section yang mencakup tiga negara tersebut ditambah India, Srilangka serta Puerto Rico dan pada hasil pengamatan tersebut Kuznet menemukan sebuah pola yang berbentu U terbalik. Pola tersebut mensyaratkan bahwa pada tahap awal perkembangan (diwakili oleh PDB per kapita yang masih rendah), maka proses pertumbuhan diikuti oleh semakin memburuknya distribusi pendapatan dan setelah mencapai titik tertentu, pembangunan akan diikuti oleh membaiknya pemerataan. Pembangunan dengan hasil seperti yang digambarkan oleh hipotesisi U terbalik, sebagian besar didasarkan pada model pembangunan Dualistik (Munawar Ismail, 1995). Faktor-faktor penyebab ketimpangan:
1. Migrasi penduduk produktif yang memiliki skill/terdidik ke daerah-daerah yang telah berkembang, karena disana mereka dapat memperoleh upah/gaji yang lebih besar
2. Investasi cenderung berlaku di daerah yg telah berkembang karena faktor market, dll, dimana keuntungan relatif lebih besar demikian pula risiko kerugian relatif lebih kecil pada umumnya
3. Kebijakan pemerintah cenderung mengakibatkan terkonsentrasinya social dan ekonomi kapital di daerah yang telah berkembang karena kebutuhan yg lebih besar Disparitas spasial ini juga dapat digunakan untuk ukuran hasil pembangunan suatu wilayah. Alat ukur dari disparitas spasial ada 3, yaitu: Kurva Lorenz, Koefisien Gini, dan Indeks Williamson.
2.4 Indeks Williamson
Salah satu model yang cukup representatif untuk mengukur tingkat ketimpangan pembangunan antar wilayah adalah indeks williamson yang dikemukakan oleh Williamson (1965). Williamson mengemukakan model Vw (indeks tertimbang atau weighted index terhadap jumlah penduduk) dan Vuw (tidak tertimbang atau un-weighted index) untuk mengukur tingkat ketimpangan pendapatan per kapita suatu negara pada waktu tertentu. Walaupun indeks ini mempunyai beberapa kelemahan, yaitu antara lain sensitive terhadap definisi wilayah yang digunakan dalam perhitungan, namun demikian indeks ini lazim digunakan dalam mengukur ketimpangan pembangunan antar wilayah. Terdapat faktor-faktor yang menyebabkan ketimpangan pembangunan ekonomi, yaitu:1. Konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah
2. Alokasi investasi
3. Tingkat mobilitas faktor produksi yang rendah antar daerah
4. Perbedaan sumber daya alam antar wilayah
5. Perbedaan kondisi demografis antar wilayah
6. Kurang lancaranya perdagangan antar wilayah Ukuran ketimpangan pendapatan yang lebih penting lagi untuk menganalisis seberapa besarnya kesenjangan antarwilayah/daerah adalah dengan melalui perhitungan indeks Williamson. Dasar perhitungannya adalah dengan menggunakan PDRB per kapita dalam kaitannya dengan jumlah penduduk per daerah. Kesenjangan pendapatan antar kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur dilakukan dengan menggunakan Indeks Williamson. Rumus dari Indeks Williamson adalah sebagai berikut:
Vw = Indeks Williamson
yi = PDRB per kapita daerah i
y = PDRB per kapita rata-rata seluruh daerah
fi = Jumlah penduduk daerah i
n = Jumlah penduduk seluruh daerah
0 < Vw < 1 Pengertian indeks tersebut adalah bila mendekati 1 berarti sangat timpang dan bila mendekati nol berarti sangat merata.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Analisis Indeks Williamsons Provinsi Nusa Tenggara TimurTahun 2010
KabupatenYi (Yi-)(Yi-)2fifi/n(Yi-)2 fi/n
Sumba Barat6,4601440630,8593130,7384191109930,0224050,01654418
Sumba Timur6,4709638080,8701330,7571312277320,045970,034805028
kKupang6,9225481041,3217171,7469363045480,0614760,107393903
Timor Tengah Selatan5,063570604-0,537260,2886494411550,0890510,025704422
Timor Tengah Utara4,064348768-1,536482,3607782298030,0463880,109510989
Belu5,260233553-0,34060,1160073522970,0711140,008249711
Alor4,398976508-1,201851,4444541900260,0383580,055406886
Lembata3,476095953-2,124744,5144991178290,0237850,107376358
Flores Timur6,0675325120,4667010,217812326050,0469530,010226906
Sikka5,541616499-0,059210,0035063003280,0606240,000212569
Ende6,5560287020,9551980,9124032606050,0526050,047997224
Ngada6,6960366031,0952061,1994751423930,0287430,034476788
Manggarai4,219810498-1,381021,9072182924510,0590340,112590122
Rote Ndao4,982386913-0,618440,3824731199080,0242040,009257549
Manggarai Barat4,581081943-1,019751,0398882217030,0447530,046537723
Sumba Tengah4,806132032-0,79470,631547624850,0126130,007965775
Sumba Barat Daya3,266795927-2,334045,447722849030,057510,31329877
Nagekeo5,355360821-0,245470,0602561301200,0262660,001582664
Manggarai Timur3,427526311-2,17334,7232542527440,0510190,240973343
Sabu Raijua4,485245751-1,115591,244531729600,0147280,018328937
Malaka0-5,6008331,36931000
Kota Kupang13,926612928,32578269,318643362390,0678734,70484188
5,600831057n=4953967 =6,013281726
Indeks Williamsons Tahun 2010
Indeks ketimpangan Williamson (VW) yang diperoleh terletak antara 0 (nol) sampai 1 (satu). Jika VW mendekati 0 maka ketimpangan distribusi pendapatan antar kabupaten/kota di provinsi Nusa Tenggara Timur adalah rendah atau pertumbahan antar daerah merata. Jika VW mendekati 1 maka ketimpangan distribusi pendapatan antardaerah (kabupaten) di provinsi Nusa Tenggara Timur adalah tinggi atau atau pertumbuhan ekonomi antar daerah tidak merata. Berdasarkan hasil analisis Indeks ketimpangan Williamson (VW).
Berikut indikator Williamson (VW), dengan warna biru menyatakan ketimpangan yang rendah (< 0,35), warna hijau menyatakan ketimpangan yang sedang (0,35-0,5), sedangkan warna merah menyatakan ketimpangan yang tinggi yakni > 0,5.
< 0,35
0,35 0,5
> 0,5
Dapat dilihat bahwa hasil Indeks Williamson pada tahun 2010 sebesar , dengan kata lain masih dibawah 0,5 dan mengindikasikan berdasarkan ketentuan ketimpangan Williamson, pada tahun 2010 di Provinsi Nusa Tenggara Timur terjadi ketimpangan distribusi yang sedang yaitu terjadinya pertumbuhan ekonomi antara daerah memang tidak merata namun ketimpangannya tidak terlalu tinggi.Tahun 2013
KabupatenYi(Yi-)(Yi-)2fifi/n(Yi-)2 fi/n
Sumba Barat8,9451704350,7769090,6035871177870,0237760,014351073
Sumba Timur8,7506964490,5824350,339232401900,0484840,016447372
Kupang9,0914323010,9231710,8522443286880,0663480,056545073
Timor Tengah Selatan7,197912228-0,970350,9415784519220,0912240,085894752
Timor Tengah Utara5,335459138-2,83288,024772395030,0483460,387963109
Belu7,094417221-1,073841,1531421999900,040370,046551949
Alor6,013165101-2,15514,6444411966130,0396880,184328531
Lembata4,874894794-3,2933710,846261267040,0255760,277407005
Flores Timur8,0529334-0,115330,0133012415900,0487670,00064863
Sikka7,487270232-0,680990,4637493090080,0623760,028926762
Ende9,3254337251,1571721,3390472669090,0538780,072144967
Ngada8,889051310,720790,5195381501860,0303160,015750469
Manggarai5,704176911-2,464086,0717133096140,0624980,37947113
Rote Ndao5,892561633-2,27575,178811371820,0276910,143408214
Manggarai Barat5,687343517-2,480926,1549552409050,0486290,299307468
Sumba Tengah6,635019302-1,533242,350832663140,0133860,03146833
Sumba Barat Daya4,634373422-3,5338912,488373061950,0618080,771881427
Nagekeo7,221024882-0,947240,8972571362010,0274930,024668585
Manggarai Timur4,927007838-3,2412510,505732649790,0534880,561932842
Sabu Raijua6,445879946-1,722382,966599808970,016330,048443787
Malaka6,070213945-2,098054,4018041743910,0352020,154953595
Kota Kupang19,7295799811,56132133,66413681990,0743249,934458907
8,168261599n=4953967 =13,53695398
Indeks Williamsons Tahun 2013
Dapat dilihat bahwa hasil Indeks Williamson pada tahun 2013 sebesar , dengan kata lain masih dibawah 0,5 dan mengindikasikan berdasarkan ketentuan ketimpangan Williamson, pada tahun 2013 di Provinsi Nusa Tenggara Timur terajadi ketimpangan distribusi yang sedang yaitu terjadinya pertumbuhan ekonomi antara daerah memang tidak merata namun ketimpangannya tidak terlalu tinggi Jika dibandingkan, ketimpangan pembangunan ekonomi provinsi NTT mengalami kenaikan pada tahun 2010 yakni sebesar dan pada tahun 2013 sebesar Kenaikan Indeks williamson bisa disebabkan oleh beberapa hal. Ada beberapa faktor-faktor yang menyebabkan ketimpangan pembangunan ekonomi, yaitu:
1. Konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah
2. Alokasi investasi
3. Tingkat mobilitas faktor produksi yang rendah antar daerah
4. Perbedaan sumber daya alam antar wilayah
5. Perbedaan kondisi demografis antar wilayah
6. Kurang lancaranya perdagangan antar wilayahUntuk Konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah, Ekonomi dari daerah (kabupaten) dengan konsentrasi tinggi cenderung tumbuh pesat dibandingkan daerah dengan tingkat konsentrasi ekonominya rendah.
Untuk Alokasi investasi, Berdasarkan teori pertumbuhan ekonomi dari Harrord Domar bahwa adanya korelasi positif antara tingkat investasi dan laju pertumbuhan ekonomi. Artinya rendahnya investasi di suatu wilayah (kabupaten) membuat pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan per kapita masyarakat di wilayah (kabupaten) tersebut rendah karena tidak ada kegitan kegiatan ekonomi yang produktif.
Faktor lain yang menyebabkan ketimpangan yakni tingkat mobilitas faktor produksi yang rendah antar wilayah, hubungan antar faktor produksi dan kesejangan pembangunan atau pertumbuhan antar propinsi dapat dijelaskan dengan pendekatan mekanisme pasar. Perbedaan laju pertumbuhan ekonomi akan menyebabkan perbedaan pendapatan perkapita antar wilayah dengan asumsi bahwa mekanisme pasar output atau input bebas. (tanpa distorsi atau rekayasa).
Selain itu untuk faktor perbedaan sumber daya alam antar wilayah yakni jika perpindahan faktor produksi (sumber daya alam) antar daerah tidak ada hambatan, maka pada akhirnya pembangunan ekonomi yang optimal antar daerah akan tercapai dan semua daerah akan lebih baik (Pareto Optimum atau better off). Mobilitas tenaga kerja cenderung bergerak dari daerah yang tingkat upahnya rendah ke daerah yang tingkat upahnya lebih tinggi. Dengan asumsi ada lowongan kerja.
Faktor keempat yaitu adanya perbedaan sumber daya alam (SDA) antar wilayah, Menurut kaum klassik pembangunan ekonomi di daerah yang kaya SDA akan lebih maju dan masyarakatnya lebih makmur dibandingkan di daerah yang miskin SDA. Dalam arti SDA dilihat sebagai modal awal untuk pembanggunan yang selanjutnya harus dikembangkan selain itu diperlukan faktor-faktor lain yang sangat penting yaitu teknologi dan SDM. Semakin pentingnya penguasaan teknologi dan peningkatan SDM, faktor endowment lambat laun akan tidak relevan.
Dan faktor terakir ketimpangan ini disebabkan adanya perbedaan kondisi demografi antar wilayah (kabupaten), Terutama dalam hal jumlah dan pertumbuhan penduduk, tingkat kepadatan penduduk, pendidikan, kesehatan, disiplin masyarakat dan etos kerja. Dilihat dari sisi permintaan, jumlah penduduk yang besar merupakan potensi besar bagi pertumbuhan kegiatan ekonomi. Dari sisi penawaran jumlah populasi yang besar dengan pendidikan dan kesehatan yang baik, disiplin yang tinggi, etos kerja tinggi merupakan aset penting bagi produksi.
3.2 Upaya Menekan Ketimpangan
Diperlukan upaya pemerintah, baik pusat maupun daerah, yang dapat dilakukan dalam rangka penanggulangan ketimpangan pembangunan antar daerah dalam Provinsi NTT, diantaranya yaitu:a. Penyebaran Pembangunan Prasarana PerhubunganMobilitas faktor produksi antar daerah juga turut mendorong terjadinya ketimpangan wilayah tersebut. Karena itu, kebijakan dan upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi ketimpangan tersebut adalah dengan mempelancar mobilitas barang dan faktor produksi antar daerah.
Upaya utuk mendorong kelancaran mobilitas barangdan faktor produksi antar daerah dapat dilakukan melalui penyebaran pembangunan prasarana dan sarana perhubungan keseluruh pelosok wilayah. Prasarana perhubungan yang dimaksudkan disini adalah fasilitas jalan, terminal dan pelabuhan laut guna mendorong proses perdagangan antar daerah. Sejalan dengan hal tersebut jaringan dan fasilitas telokomunikasi juga sangat penting untuk dikembangkan agar tidak ada daerah yang terisolir dan tidak dapat berkomunikasi dengan daerah lainnya. Disamping itu pemerintah perlu pula mendorong berkembangnya sarana perhubungan seperti perusahaan angkutan antar daerah dan fasilitas telekomunikasi. Bila hal ini dapat dilakukan, maka ketimpangan pembangunan antar wilayah akan dapat dikurangi karena usaha perdagangan dan mobilitas faktor produksi, khususnya investasi akan dapat lebih diperlancar. Dengan cara demikian, daerah yang kurang maju akan dapat pula meningkatkan kegiatan perdagangan dan investasi didaerahnya, sehingga kegiatan produksi dan penyediaan lapangan kerja akan dapat pula ditingkatkan. Semua ini akan mendorong proses pembangunan pada daerah yang kurang maju.
b. Mendorong Transmigrasi dan Migrasi SpontanUntuk mengurangi kepentingan pembangun antar wilayah, kebijakan dan upaya lain yang dapat dilakukan adalah mendorong pelaksanaan transmigrasi dan migrasi spontan. Transmigrasi adalah pemindahan penduduk ke daerah kurang berkembang dengan menggunakan fasilitas dan dukungan pemerintah. Sedangkan migrasi spontan adalah perpindahan penduduk yang dilakukan secara sukarela menggunakan biaya sendiri. Melalui proses transmigrasi dan migrasi spontan ini, kekurangan tenaga kerja yang dialami oleh daerah terbelakang akan dapat pula diatasi sehingga prosees pembangunan daerah bersangutan akan dapat pula digerakan.
c. Pengembangan Pusat PertumbuhanKebijakan lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi ketimpangan pembangunan antar wilayah adalah melalui pengembangan pusat pertumbuhan (Growth Poles) secara tersebar. Kebijakan ini diperkirakan akan dapat mengurangi ketimpangan pembangunan antar wilayah karena pusat pertumbuhan tersebut menganut konsep konsentrasi dan desentralisasi secara sekaligus. Aspek konsentrasi diperluka agar penyebaran kegiatan pembangunan tersebut dapat dilakukan dengan masih terus mempertahankan tingkat efesiensi usaha yang sangat diperlukan untuk mengembangkan usaha tersebut. Sedangkan aspek desentralisasi diperlukan agar penyebaran kegiatan pembangunan antar daerah dapat dilakukan sehingga ketimpangan pembangunan antar wilayah akan dapat dikurangi. Penerapan konsep pusat pertumbuhan ini untuk mendorong proses pembangunan daerah dan sekaligus untuk dapat mengurangi ketimpangan pembangunan antar wilayah dapat dilakukan melalui pembangunan pusat-pusat pertumbuhan pada kota-kota skala kecil dan menengah. Pemerintah Indonesia telah melakukan otonomi daerah dan desentralisasi pembangunan mulai tahun 2001 yang lalu. Melalui kebijakan ini, pemerintah daerah diberikan kewenangan yang lebih besar dalam mengelola kegiatan pembangunan didaerahnya masing-masing (desentralisasi pembangunan). Sejalan dengan hal tersebut, masing-masing darah juga diberikan tambahan alokasi dana yang diberikan dalam bentuk Block Grant berupa dana perimbangan yang terdiri dari Dana Bagi Hasil Pajak dan Sumberdaya Alam, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dengan cara demikian diharapkan pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi pembangunan akan dapat berjalan dengan baik sehingga proses pembangunan daerah dapat ditingkatkan dan ketimpangan pembangunan antar wilayah secara bertahap akan dapat dikurangi.
BAB IVKESIMPULAN Provinsi Nusa Tenggara Timur terdiri dari 11 pulau, antara lain Pulau Flores, Pulau Sumba, Pulau Timor, Pulau Alor, Pulau Lembata, Pulau Rote, Pulau Sabu, Pulau Adonara, Pulau Solor, Pulau Komodo dan Pulau Palue. Analisis disparitas spasial di Provinsi Nusa Tenggara Timur ini dilakukan dengan menggunakan perhitungan Indeks Williamson yaitu dengan menghitung Indeks Williamson seluruh sektor. Setelah melakukan perhitungan Indeks Williamson seluruh sektor Provinsi Nusa Tenggara Timur, didapatkan hasil Indeks Williamson pada tahun 2010 sebesar dan pada tahun 2013 sebesar Hal ini mengindikasikan bahwa pada tahun 2010 dan 2013 , Provinsi Nusa Tenggara Timur terjadi ketimpangan distribusi yang sedang yaitu terjadinya pertumbuhan ekonomi antara daerah memang tidak merata namun ketimpangannya tidak terlalu tinggi. Apabila dibandingkan, ketimpangan pembangunan ekonomi provinsi NTT mengalami kenaikan pada tahun 2010 yakni sebesar dan pada tahun 2013 sebesar Ketimpangan distribusi pendapatan di Provinsi Nusa Tenggara Barat ini bisa diiakibatkan oleh konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah, alokasi investasi, tingkat mobilitas faktor produksi yang rendah antar daerah, perbedaan sumber daya alam antar wilayah perbedaan kondisi demografis antar wilayah, kurang lancaranya perdagangan antar wilayah, dsb. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasinya adalah dengan adanya penyebaran pembangunan prasarana perhubungan, pengembangan pusat pertumbuhan, dan mendorong transmigrasi dan migrasi spontan.DAFTAR PUSTAKABPS NTT. 2013. Jumlah Penduduk NTT per Kabupaten/Kota Tahun 1980, 1990, 2000, 2008, 2009, 2010, 2011, 2012 dan 2013. Tersedia: http://ntt.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/18 [28 April 2015]BPS NTT. 2013. Produk Domestik Regional Bruto Menurut Kabupaten/Kota, 2004-2013. Tersedia: http://ntt.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/43 [ 28 April 2015 ]BPS NTT. 2013. Pendapatan Regional dan Angka per Kapita Nusa Tenggara Timur (rupiah), 20112013. Tersedia: http://ntt.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/310 [28 April 2015]Sunaryo, Broto. 2014. Analisis Disparitas Spasial Kabupaten Cilacap dengan Menggunakan Rumus Indeks Williamson. Semarang.
LAMPIRAN
iii