Download - OSPEK (Penyakit)
Tuberkulosis
Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah penyakit infeksi pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh bakteri. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-paru (90%) dibandingkan bagian lain tubuh manusia.
Tuberculosis (TBC) merupakan penyakit menular yang masih menjadi perhatian dunia. Hingga saat ini, belum ada satu negara pun yang bebas TBC. Angka kematian dan kesakitan akibat kuman mycobacterium tuberculosis ini pun tinggi.
Tingkat prevalensi penderita TBC di Indonesia diperkirakan sebesar 289 per 100 ribu penduduk dan insidensi sebesar 189 per 100 ribu penduduk. Bahkan 27 dari 1.000 penduduk terancam meninggal seperti yang dilaporkan Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia yang dihimpun sepanjang 2011 mengenai tuberkulosis (TBC) di Indonesia.
Laporan tersebut juga meliris bahwa angka penjaringan penderita baru TBC meningkat 8,46 persen dari 744 penderita TBC di 2010 menjadi 807 per 100.000 penduduk di 2011. Namun, kabar baiknya angka kesembuhan pada 2011 mencapai target sebesar 83,7 persen dan angka keberhasilan pengobatan pada 2011 mencapai target sebesar 90,3 persen.
Gejala Penyakit TBC
Penderita yang terserang basil tersebut biasanya akan mengalami demam tapi tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul. Gejala lain, penurunan nafsu makan dan berat badan, batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah), perasaan tidak enak (malaise), dan lemah.
Agar bisa mengantisipasi penyakit ini sejak dini, berikut gejala-gejala penyakit tuberculosis yang perlu Anda ketahui.
Gejala utama
Batuk terus-menerus dan berdahak selama tiga pekan atau lebih.
Gejala tambahan yang sering dijumpai
Dahak bercampur darah/batuk darah Sesak nafas dan rasa nyeri pada dada Demam/meriang lebih dari sebulan
Berkeringat pada malam hari tanpa penyebab yang jelas Badan lemah dan lesu Nafsu makan menurun dan terjadi penurunan berat badan
"Paling mudah untuk mengetahui seseorang terkena tuberkulosis jika dia berkeringat pada malam hari tanpa penyebab yang jelas. Walaupun tidak bisa langsung ditetapkan tuberkulosis karena harus didiagnosis, tapi itu salah satu pertanda. Jika Anda lemas, batuk tak berhenti, nyeri pada dada, dan keringat pada malam hari, langsung segera periksa," tambah dr Arifin Nawas Sp(P), salah seorang tenaga ahli klinis tuberkulosis di RSUP Persahabatan di tempat sama.
Menurutnya, untuk memastikan seseorang terkena TB atau tidak, tim medis melakukan diagnosis dengan mengadakan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung (BTA) dan gambaran radio logis (foto rontgen).
Penyebab Infeksi TBC
Penyakit ini diakibatkan infeksi kuman mikobakterium tuberkulosis yang dapat menyerang paru, ataupun organ-organ tubuh lainnya seperti kelenjar getah bening, usus, ginjal, kandungan, tulang, sampai otak. TBC dapat mengakibatkan kematian dan merupakan salah satu penyakit infeksi yang menyebabkan kematian tertinggi di negeri ini.
Kali ini yang dibahas adalah TBC paru. TBC sangat mudah menular, yaitu lewat cairan di saluran napas yang keluar ke udara lewat batuk/bersin & dihirup oleh orang-orang di sekitarnya. Tidak semua orang yang menghirup udara yang mengandung kuman TBC akan sakit.
Pada orang-orang yang memiliki tubuh yang sehat karena daya tahan tubuh yang tinggi dan gizi yang baik, penyakit ini tidak akan muncul dan kuman TBC akan "tertidur". Namun,pada mereka yang mengalami kekurangan gizi, daya tahan tubuh menurun/ buruk, atau terus-menerus menghirup udara yang mengandung kuman TBC akibat lingkungan yang buruk, akan lebih mudah terinfeksi TBC (menjadi 'TBC aktif') atau dapat juga mengakibatkan kuman TBC yang "tertidur" di dalam tubuh dapat aktif kembali (reaktivasi).
Infeksi TBC yang paling sering, yaitu pada paru, sering kali muncul tanpa gejala apa pun yang khas, misalnya hanya batuk-batuk ringan sehingga sering diabaikan dan tidak diobati. Padahal, penderita TBC paru dapat dengan mudah menularkan kuman TBC ke orang lain dan kuman TBC terus merusak jaringan paru sampai menimbulkan gejala-gejala yang khas saat penyakitnya telah cukup parah.
Pengobatan Penyakit TBC
Untuk mendiagnosis TBC, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik, terutama di daerah paru/dada, lalu dapat meminta pemeriksaan tambahan berupa foto rontgen dada, tes laboratorium untuk dahak dan darah, juga tes tuberkulin (mantoux/PPD). Pengobatan TBC adalah pengobatan
jangka panjang, biasanya selama 6-9 bulan dengan paling sedikit 3 macam obat.
Kondisi ini diperlukan ketekunan dan kedisiplinan dari pasien untuk meminum obat dan kontrol ke dokter agar dapat sembuh total. Apalagi biasanya setelah 2-3 pekan meminum obat, gejala-gejala TBC akan hilang sehingga pasien menjadi malas meminum obat dan kontrol ke dokter.
Jika pengobatan TBC tidak tuntas, maka ini dapat menjadi berbahaya karena sering kali obat-obatan yang biasa digunakan untuk TBC tidak mempan pada kuman TBC (resisten). Akibatnya, harus diobati dengan obat-obat lain yang lebih mahal dan "keras". Hal ini harus dihindari dengan pengobatan TBC sampai tuntas.
Pengobatan jangka panjang untuk TBC dengan banyak obat tentunya akan menimbulkan dampak efek samping bagi pasien. Efek samping yang biasanya terjadi pada pengobatan TBC adalah nyeri perut, penglihatan/pendengaran terganggu, kencing seperti air kopi, demam tinggi, muntah, gatal-gatal dan kemerahan kulit, rasa panas di kaki/tangan, lemas, sampai mata/kulit kuning.
Itu sebabnya penting untuk selalu menyampaikan efek samping yang timbul pada dokter setiap kali kontrol sehingga dokter dapat menyesuaikan dosis, mengganti obat dengan yang lain, atau melakukan pemeriksaan laboratorium jika diperlukan.
Pengobatan untuk penyakit-penyakit lain selama pengobatan TBC pun sebaiknya harus diatur dokter untuk mencegah efek samping yang lebih serius/berbahaya. Penyakit TBC dapat dicegah dengan cara:
Mengurangi kontak dengan penderita penyakit TBC aktif. Menjaga standar hidup yang baik, dengan makanan bergizi, lingkungan yang sehat, dan
berolahraga. Pemberian vaksin BCG (untuk mencegah kasus TBC yang lebih berat). Vaksin ini secara
rutin diberikan pada semua balita. Perlu diingat bahwa mereka yang sudah pernah terkena TBC dan diobati, dapat kembali
terkena penyakit yang sama jika tidak mencegahnya dan menjaga kesehatan tubuhnya.
HIV
Virus imunodifisiensi manusia bahasa Inggris: human immunodeficiency virus; HIV ) adalah suatu virus yang
dapat menyebabkan penyakit AIDS. virus ini menyerang manusia dan menyerang sistem kekebalan (imunitas) tubuh, sehingga tubuh menjadi lemah dalam melawan infeksi. Dengan kata lain, kehadiran virus ini dalam tubuh akan menyebabkan defisiensi (kekurangan) sistem imun
Klasifikasi
Kedua spesies HIV yang menginfeksi manusia (HIV-1 dan -2) pada mulanya berasal dari Afrika barat dan tengah,
berpindah dariprimata ke manusia dalam sebuah proses yang dikenal sebagai zoonosis. HIV-1 merupakan hasil
evolusi dari simian immunodeficiency virus (SIVcpz) yang ditemukan dalam subspesies simpanse, Pan troglodyte
troglodyte. Sedangkan, HIV-2 merupakan spesies virus hasil evolusi strain SIV yang berbeda (SIVsmm), ditemukan
pada Sooty mangabey, monyet dunia lama Guinea-Bissau . Sebagian besar infeksi HIV di dunia disebabkan oleh HIV-
1 karena spesies virus ini lebih virulen dan lebih mudah menular dibandingkan HIV-2. Sedangkan, HIV-2 kebanyakan
masih terkurung di Afrika barat.
Berdasarkan susuanan genetiknya, HIV-1 dibagi menjadi tiga kelompok utama, yaitu M, N, dan O.[8] Kelompok HIV-1
M terdiri dari 16 subtipe yang berbeda.[8] Sementara pada kelompok N dan O belum diketahui secara jelas jumlah
subtipe virus yang tergabung di dalamnya.[8] Namun, kedua kelompok tersebut memiliki kekerabatan dengan SIV dari
simpanse.[8] HIV-2 memiliki 8 jenis subtipe yang diduga berasal dari Sooty mangabey yang berbeda-beda.[8]
Apabila beberapa virus HIV dengan subtipe yang berbeda menginfeksi satu individu yang sama, maka akan terjadi
bentuk rekombinan sirkulasi (circulating recombinant forms - CRF)[9] (bahasa Inggris: circulating recombinant form,
CRF). Bagian dari genom beberapa subtipe HIV yang berbeda akan bergabung dan membentuk satu genom utuh
yang baru.[10] Bentuk rekombinan yang pertama kali ditemukan adalah rekombinan AG dari Afrika tengah dan barat,
kemudian rekombinan AGI dari Yunani danSiprus, kemudian rekombinan AB dari Rusia dan AE dari Asia tenggara.[10] Dari seluruh infeksi HIV yang terjadi di dunia, sebanyak 47% kasus disebabkan oleh subtipe C, 27% berupa
CRF02_AG, 12,3% berupa subtipe B, 5.3% adalah subtipe D dan 3.2% merupakan CRF AE, sedangkan sisanya
berasal dari subtipe dan CRF lain.
Struktur dan Materi Genetik
HIV memiliki diameter 100-150 nm dan berbentuk sferis (spherical) hingga oval karena bentuk selubung yang
menyelimuti partikel virus (virion).[11] Selubung virus berasal dari membran sel inang yang sebagian besar tersusun
dari lipida.[11] Di dalam selubung terdapat bagian yang disebut protein matriks.[11]
Bagian internal dari HIV terdiri dari dua komponen utama, yaitu genom dan kapsid.[12] Genom adalah materi genetik
pada bagian inti virus yang berupa dua kopi utas tunggal RNA.[12] Sedangkan, kapsid adalah protein yang
membungkus dan melindungi genom.[12]
Berbeda dengan sebagian besar retrovirus yang hanya memiliki tiga gen (gag, pol, dan env), HIV memiliki enam gen
tambahan (vif, vpu, vpr, tat, ref, dan nef).[11] Gen-gen tersebut disandikan oleh RNA virus yang berukuran 9 kb.[11] Kesembilan gen tersebut dikelompokkan menjadi tiga kategori berdasarkan fungsinya, yaitu gen penyandi protein
struktural (Gag, Pol, Env), protein regulator (Tat, Rev), dan gen aksesoris (Vpu hanya pada HIV-1, Vpx hanya pada
HIV-2; Vpr, Vif, Nef).[12]
Nama Gen
dan Protein
yang
disandikan
Ukuran Lokalisasi Fungsi
Tat (trans-
aktivator
transkripsi)
86 asam amino
(AA), 2 ekson,
14 kDalton
nukleus, nukleolus, protein awal
Penting untuk replikasi; Trans-aktivasi
ekspresi mRNA virus, mengatur ekspresi
sitokin dan reseptor. [13]
Rev (regulator
ekspresi
protein virus)
116 AA, 2 ekson,
19 kDalton
nukleus, di
antara sitoplasma dan nukleolus
Penting untuk replikasi;
mengatur transkripsi dan ekspresi
protein Gag, Pol, Env, Vif, Vpu, dan Vpr.[13]
Vif (faktor
infektivitas
virus)
192 AA, 23
kDalton
sitoplasma, beberapa molekul yang
terbungkus dalam virion dewasa
Penting untuk infektivitas dan replikasi pada
sel primer; berperan dalam tahap awal
replikasi HIV[13]
Vpr (Protein R
virus)
96-106 AA, 10-
15 kDalton
komponen dari inti virus dan
kompleks membran
Mediasi replikasi di sel yang tidak
membelah[13]
Vpx (Protein X
virus)
112 AA, 12-16
kDaltonkomponen virion Berfungsi seperti Vpr[13]
Vpu (Protein
U virus)
81 AA
(terfosforilasi),
9,2 & 16 kDalton
retikulum endoplasma, protein
transmembran
Degradasi CD4; meningkatkan pelepasan
HIV; pembentukan membran protein
integral; regulasi ekpresi permukaan sel
terhadap MHC I[13]
Nef (Faktor
Negatif)
206 AA, 27
kDaltonvirion, sitoplasma, nukleus
Meningkatkan produksi HIV di tahap akhir;
mengatur ekspresi MHC I dan CD4[13]
Siklus Hidup
Seperti virus lain pada umumnya, HIV hanya dapat bereplikasi dengan memanfaatkan sel inang. Siklus hidup HIV
diawali dengan penempelan partikel virus (virion) dengan reseptor pada permukaan sel inang, di antaranya adalah
CD4, CXCR5, dan CXCR5. Sel-sel yang menjadi target HIV adalah sel dendritik, sel T, dan makrofaga.[12] Sel-sel
tersebut terdapat pada permukaan lapisan kulit dalam (mukosa) penis, vagina, dan oral yang biasanya menjadi
tempat awal infeksi HIV.[12] Selain itu, HIV juga dapat langsung masuk ke aliran darah dan masuk serta bereplikasi
di noda limpa.[12]
Setelah menempel, selubung virus akan melebur (fusi) dengan membran sel sehingga isi partikel virus akan terlepas
di dalam sel.[14] Selanjutnya, enzim transkriptase balik yang dimiliki HIV akan mengubah genom virus yang berupa
RNA menjadi DNA.[14] Kemudian, DNA virus akan dibawa ke inti sel manusia sehingga dapat menyisip atau
terintegrasi dengan DNA manusia.[14] DNA virus yang menyisip di DNA manusia disebut sebagai provirus dan dapat
bertahan cukup lama di dalam sel.[14] Saat sel teraktivasi, enzim-enzim tertentu yang dimiliki sel inang akan
memproses provirus sama dengan DNA manusia, yaitu diubah menjadi mRNA.[14] Kemudian, mRNA akan dibawa
keluar dari inti sel dan menjadi cetakan untuk membuat protein dan enzim HIV.[14] Sebagian RNA dari provirus yang
merupakan genom RNA virus.[14]Bagian genom RNA tersebut akan dirakit dengan protein dan enzim hingga menjadi
virus utuh.[14] Pada tahap perakitan ini, enzim protease virus berperan penting untuk memotong protein panjang
menjadi bagian pendek yang menyusun inti virus. Apabila HIV utuh telah matang, maka virus tersebut dapat keluar
dari sel inang dan menginfeksi sel berikutnya. Proses pengeluaran virus tersebut melalui pertunasan (budding), di
mana virus akan mendapatkan selubung darimembran permukaan sel inang.
Deteksi HIV
Umumnya, ada tiga tipe deteksi HIV, yaitu tes PCR, tes antibodi HIV, dan tes antigen HIV.[16] Tes reaksi berantai
polimerase (PCR) merupakan teknik deteksi berbasis asam nukleat (DNA dan RNA) yang dapat mendeteksi
keberadaan materi genetik HIV di dalam tubuh manusia.[17] Tes ini sering pula dikenal sebagai tes beban virus atau
tes amplifikasi asam nukleat (HIV NAAT).[16] PCR DNA biasa merupakan metode kualitatif yang hanya bisa
mendeteksi ada atau tidaknya DNA virus.[18] Sedangkan, untuk deteksi RNA virus dapat dilakukan dengan
metode real-time PCR yang merupakan metode kuantitatif.[18] Deteksi asam nukleat ini dapat mendeteksi keberadaan
HIV pada 11-16 hari sejak awal infeksi terjadi.[8] Tes ini biasanya digunakan untuk mendeteksi HIV pada bayi yang
baru lahir, namun jarang digunakan pada individu dewasa karena biaya tes PCR yang mahal dan tingkat kesulitan
mengelola dan menafsirkan hasil tes ini lebih tinggi bila dibandingkan tes lainnya.[16]
Untuk mendeteksi HIV pada orang dewasa, lebih sering digunakan tes antibodi HIV yang murah dan akurat.[16] Seseorang yang terinfeksi HIV akan menghasilkan antibodi untuk melawan infeksi tersebut.[16] Tes antibodi HIV
akan mendeteksi antibodi yang terbentuk di darah, saliva (liur), dan urin.[16]Sejak tahun 2002, telah dikembangkan
suatu penguji cepat (rapid test) untuk mendeteksi antibodi HIV dari tetesan darah ataupun sampel liur (saliva)
manusia.[19] Sampel dari tubuh pasien tersebut akan dicampur dengan larutan tertentu. Kemudian, kepingan alat uji
(test strip) dimasukkan dan apabila menunjukkan hasil positif maka akan muncul dua pita berwarna ungu kemerahan.[19] Tingkat akurasi dari alat uji ini mencapai 99.6%, namun semua hasil positif harus dikonfirmasi kembali
dengan ELISA.[19] Selain ELISA, tes antibodi HIV lain yang dapat digunakan untuk pemeriksaan lanjut
adalah Western blot.[17]
Tes antigen dapat mendeteksi antigen (protein P24) pada HIV yang memicu respon antibodi.[16] Pada tahap awal
infeksi HIV, P24 diproduksi dalam jumlah tinggi dan dapat ditemukan dalam serum darah.[16] Tes antibodi dan tes
antigen digunakan secara berkesinambungan untuk memberikan hasil deteksi yang lebih akurat dan lebih awal.[16] Tes ini jarang digunakan sendiri karena sensitivitasnya yang rendah dan hanya bisa bekerja sebelum antibodi
terhadap HIV terbentuk.[16]
Penularan dan Pencegahan
HIV dapat ditularkan melalui injeksi langsung ke aliran darah, serta kontak membran mukosa atau jaringan yang
terlukan dengan cairan tubuh tertentu yang berasal dari penderita HIV.[20] Cairan tertentu itu meliputi darah, semen,
sekresi vagina, dan ASI.[20] Beberapa jalur penularan HIV yang telah diketahui adalah melalui hubungan seksual, dari
ibu ke anak (perinatal), penggunaan obat-obatan intravena, transfusi dan transplantasi, serta paparan pekerjaan.[21]
Hubungan seksual
Menurut data WHO, pada tahun 1983-1995, sebanyak 70-80% penularan HIV dilakukan melalui hubungan
heteroseksual, sedangkan 5-10% terjadi melalui hubungan homoseksual. Kontak seksual melalui vagina dan anal
memiliki resiko yang lebih besar untuk menularkan HIV dibandingkan dengan kontak seks secara oral.[22] Beberapa
faktor lain yang dapat meningkatkan resiko penularan melalui hubungan seksual adalah kehadiran penyakit menular
seksual, kuantitas beban virus, penggunaan douche. Seseorang yang menderita penyakit menular seksual lain
(contohnya: sifilis, herpes genitali, kencing nanah, dsb.) akan lebih mudah menerima dan menularkan HIV kepada
orang lain yang berhubungan seksual dengannya.[23] [24] Beban virus merupakan jumlah virus aktif yang ada di dalam
tubuh. Penularah HIV tertinggi terjadi selama masa awal dan akhir infeksi HIV karena beban virus paling tinggi pada
waku tersebut.[24] Pada rentan waktu tersebut, beberapa orang hanya menimbulkan sedikit gejala atau bahkan tidak
sama sekali.[24] Penggunaan douche dapat meningkatkan resiko penularan HIV karena menghancurkanbakteri baik di
sekitar vagina dan anus yang memiliki fungsi proteksi.[24] Selain itu, penggunaan douche setelah berhubungan
seksual dapat menekan bakteri penyebab penyakit masuk ke dalam tubuh dan mengakibatkan infeksi.[24]
Pencegahan HIV melalui hubungan seksual dapat dilakukan dengan tidak berganti-ganti pasangan dan
menggunakan kondom.[21] Cara pencegahan lainnya adalah dengan melakukan hubungan seks tanpa menimbulkan
paparan cairan tubuh.[23] Untuk menurunkan beban virus di dalam saluran kelamin dan darah, dapat digunakan terapi
anti-retroviral.[24]
Ibu ke anak (transmisi perinatal)
Penularan HIV dari ibu ke anak dapat terjadi melalui infeksi in utero, saat proses persalinan, dan melalui pemberian
ASI.[21] Beberapa faktor maternal dan eksternal lainnya dapat mempengaruhi transmisi HIV ke bayi, di antaranya
banyaknya virus dan sel imun pada trisemester pertama, kelahiran prematur, dan lain-lain.[21] Penurunan sel imun
(CD4+) pada ibu dan tingginya RNA virus dapat meningkatkan resiko penularan HIV dari ibu ke anak. Selain itu,
sebuah studi pada wanita hamil di Malawi dan AS juga menyebutkan bahwa kekurangan vitamin A dapat
meningkatkan risiko infeksi HIV. Risiko penularan perinatal dapat dilakukan dengan persalinan secara caesar, tidak
memberikan ASI, dan pemberian AZT pada masa akhir kehamilan dan setelah kelahiran bayi.[21] Di sebagian negara
berkembang, pencegahan pemberian ASI dari penderita HIV/AIDS kepada bayi menghadapi kesulitan karena harga
susu formula sebagai pengganti relatif mahal.[25] Selain itu, para ibu juga harus memiliki akses ke air bersih dan
memahami cara mempersiapan susu formula yang tepat.[25]
Lain-lain
Cara efektif lain untuk penyebaran virus ini adalah melalui penggunaan jarum atau alat suntik yang terkontaminasi,
terutama di negara-negara yang kesulitan dalam sterilisasi alat kesehatan.[21]Bagi pengguna obat intravena
(dimasukkan melalui pembuluh darah), HIV dapat dicegah dengan menggunakan jarum dan alat suntik yang bersih.[21] Penularan HIV melalui transplantasi dantransfusi hanya menjadi penyebab sebagian kecil kasus HIV di dunia (3-
5%).[21] Hal ini pun dapat dicegah dengan melakukan pemeriksaan produk darah dan transplan sebelum didonorkan
dan menghindari donor yang memiliki resiko tinggi terinfeksi HIV.[21]
Penularan dari pasien ke petugas kesehatan yang merawatnya juga sangat jarang terjadi (< 0.0001% dari
keseluruhan kasus di dunia).[21] Hal ini dicegah dengan memeberikan pengajaran atau edukasi kepada petugas
kesehatan, pemakaian pakaian pelindung, sarung tangan, dan pembuangan alat dan bahan yang telah
terkontaminasi sesuai dengan prosedur.[21] Pada tahun 2005, sempat diusulkan untuk melakukan sunat dalam rangka
pencegahan HIV. Namun menurut WHO, tindakan pencegahan tersebut masih terlalu awal untuk direkomendasikan.[26]
Ada beberapa jalur penularan yang ditakutkan dapat menyebarkan HIV, yaitu melalui ludah, gigitan nyamuk, dan
kontak sehari-hari (berjabat tangan, terekspos batuk dan bersin dari penderita HIV, menggunakan toilet dan alat
makan bersama, berpelukan).[20] Namun, CDC (Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit) menyatakan bahwa
aktivitas tersebut tidak mengakibatkan penularan HIV.[20] Beberapa aktivitas lain yang sangat jarang menyebabkan
penularan HIV adalah melalui gigitan manusia dan beberapa tipe ciuman tertentu.[20]
Sub-Sahara Afrika tetap merupakan daerah yang paling parah terkena HIV di antara kaum perempuan hamil pada
usia 15-24 tahun di sejumlah negara di sana. Ini diduga disebabkan oleh banyaknya penyakit kelamin, praktik
menoreh tubuh, transfusi darah, dan buruknya tingkat kesehatan dan gizi di sana.
DIare
Diare (atau dalam bahasa kasar disebut menceret) (BM = diarea; Inggris = diarrhea) adalah sebuah penyakit di mana tinja atau feses berubah menjadi lembek atau cair yang biasanya terjadi paling sedikit tiga kali dalam 24
jam [1] . Di negara berkembang, diare adalah penyebab kematian paling umum kematian balita, dan juga membunuh lebih dari 2,6 juta orang setiap tahunnya.
Penyebab
Kondisi ini dapat merupakan gejala dari luka, penyakit, alergi (fructose, lactose), kelebihan vitamin C, dan
mengonsumsi Buah-buahan tertentu. Biasanya disertai sakit perut dan seringkali mual danmuntah. Ada beberapa
kondisi lain yang melibatkan tapi tidak semua gejala diare, dan definisi resmi medis dari diare adalah defekasi yang
melebihi 200 gram per hari.
Memakan makanan yang asam, pedas, atau bersantan sekaligus secara berlebihan dapat menyebabkan diare juga
karena membuat usus kaget.
Hal ini terjadi ketika cairan yang tidak mencukupi diserap oleh usus besar. Sebagai bagian dari prosesdigestasi, atau
karena masukan cairan, makanan tercampur dengan sejumlah besar air. Oleh karena itu makanan yang dicerna
terdiri dari cairan sebelum mencapai usus besar. Usus besar menyerap air, meninggalkan material yang lain sebagai
kotoran yang setengah padat. Bila usus besar rusak / radang, penyerapan tidak terjadi dan hasilnya adalah kotoran
yang berair.
Diare kebanyakan disebabkan oleh beberapa infeksi virus tetapi juga seringkali akibat dari racun bakteria. Dalam
kondisi hidup yang bersih dan dengan makanan mencukupi dan air tersedia, pasien yang sehat biasanya sembuh
dari infeksi virus umum dalam beberapa hari dan paling lama satu minggu. Namun untuk individu yang sakit atau
kurang gizi, diare dapat menyebabkan dehidrasi yang parah dan dapat mengancam-jiwa bila tanpa perawatan.
Diare dapat menjadi gejala penyakit yang lebih serius, seperti disentri, kolera atau botulisme, dan juga dapat menjadi
indikasi sindrom kronis seperti penyakit Crohn. Meskipun penderitaapendisitis umumnya tidak mengalami diare, diare
menjadi gejala umum radang usus buntu.
Diare juga dapat disebabkan oleh konsumsi alkohol yang berlebihan, terutama dalam seseorang yang tidak cukup
makan. jadi apabila mau mengkonsumsi alkohol lebih baik makan terlebih dahulu.
Kondisi cuaca yang tidak stabil, sanitasi tempat pengungsian yang buruk serta kondisi rumah yang masih kotor
terkena genangan air, juga sulitnya mendapat air bersih menyebabkan mudahnya terjadi wabah diare setelah banjir.
Penyakit diare yang terlihat ringan justru bisa membahayakan jiwa, karena saat tubuh kekurangan cairan, maka
semua organ akan mengalami gangguan. Diare akan semakin berbahaya jika terjadi pada anak-anak.
Gejala
Gejala yang biasanya ditemukan adalah buang air besar terus menerus disertai dengan rasa mulas yang
berkepanjangan, dehidrasi, mual dan muntah. Tetapi gejala lainnya yang dapat timbul antara
lain pegal pada punggung,dan perut sering berbunyi.
Perawatan
Perawatan untuk diare melibatkan pasien mengonsumsi sejumlah air yang mencukupi untuk menggantikan yang
hilang, lebih baik bila dicampur dengan elektrolit untuk menyediakan garam yang dibutuhkan dan
sejumlah nutrisi. Oralit dan tablet zinc adalah pengobatan pilihan utama dan telah diperkirakan telah menyelamatkan
50 juta anak dalam 25 tahun terakhir [1] . Untuk banyak orang, perawatan lebih lanjut dan medikasi resmi tidak
dibutuhkan.
Jika tidak tersedia oralit bubuk, oralit dapat dibuat dengan bahan-bahan berikut ini:[2]
200 ml atau segelas seukuran belimbing air matang
2 sendok teh gula pasir
1/2 sendok teh garam halus
Campur semua bahan hingga larut lalu minumkan pada penderita diare. Minum oralit dengan ketentuan sebagai
berikut:[2]
UsiaPemberian Setelah 3 Jam Diketahui
DiarePemberian Setelah BAB
Kurang dari 1
tahun1 1/2 gelas 1/2 gelas
1 - 4 tahun 3 gelas 1 gelas
5 - 12 tahun 6 gelas 1 1/2 gelas
Dewasa 12 gelas 5 gelas
Diare di bawah ini biasanya diperlukan pengawasan medis:
Diare pada balita
Diare menengah atau berat pada anak-anak
Diare yang bercampur dengan darah.
Diare yang terus terjadi lebih dari 2 minggu.
Diare yang disertai dengan penyakit umum lainnya seperti sakit perut, demam, kehilangan berat badan, dan
lain-lain.
Diare pada orang yang bepergian (kemungkinan terjadi infeksi yang eksotis seperti parasit)
Diare dalam institusi seperti rumah sakit, perawatan anak, institut kesehatan mental
Sanitasi Lingkungan
Sanitasi adalah perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud
mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya dengan harapan
usaha ini akan menjaga dan meningkatkan kesehatanmanusia.
Bahaya ini mungkin bisa terjadi secara fisik, mikrobiologi dan agen-agen kimia atau biologis dari penyakit terkait.
Bahan buangan yang dapat menyebabkan masalah kesehatan terdiri dari tinja manusia atau binatang, sisa bahan
buangan padat, air bahan buangan domestik (cucian, air seni, bahan buangan mandi atau cucian), bahan buangan
industri dan bahan buangan pertanian. Cara pencegahan bersih dapat dilakukan dengan menggunakan solusi teknis
(contohnya perawatan cucian dan sisa cairan buangan), teknologi sederhana (contohnya kakus, tangki septik), atau
praktik kebersihan pribadi (contohnya membasuh tangan dengan sabun).
Definisi lain dari sanitasi adalah segala upaya yang dilakukan untuk menjamin terwujudnya kondisi yang memenuhi
persyaratan kesehatan.[1] Sementara beberapa definisi lainnya menitik beratkan pada pemutusan mata rantai kuman
dari sumber penularannya dan pengendalian lingkungan.
Sanitasi lingkungan adalah Status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih dan sebaginya (Notoadmojo, 2003).
Sanitasi dan air
Terdapat hubungan yang erat antara masalah sanitasi dan penyediaan air, dimana sanitasi berhubungan langsung
dengan [4]:
1. Kesehatan. Semua penyakit yang berhubungan dengan air sebenarnya berkaitan dengan pengumpulan
dan pembuangan limbah manusia yang tidak benar. Memperbaiki yang satu tanpa memperhatikan yang
lainnya sangatlah tidak efektif.[4]
2. Penggunaan air. Toilet siram desain lama membutuhkan 19 liter air dan bisa memakan hingga 40% dari
penggunaan air untuk kebutuhan rumah tangga. Dengan jumlah penggunaan 190 liter air per kepala per
hari, mengganti toilet ini dengan unit baru yang menggunakan hanya 0,7 liter per siraman bisa menghemat
25% dari penggunaan air untuk rumah tangga tanpa mengorbankan kenyamanan dan kesehatan.
Sebaliknya, memasang unit penyiraman yang memakai 19 liter air di sebuah rumah tanpa WC bisa
meningkatkan pemakaian air hingga 70%. Jelas, hal ini tidak diharapkan di daerah yang penyediaan airnya
tidak mencukupi, dan hal tersebut juga bisa menambah jumlah limbah yang akhirnya harus dibuang dengan
benar.[4]
3. Biaya dan pemulihan biaya.[4]
a. Biaya pengumpulan, pengolahan dan pembuangan limbah meningkat dengan cepat begitu konsumsi
meningkat. Merencanakan hanya satu sisi penyediaan air tanpa memperhitungkan biaya sanitasi akan
menyebabkan kota berhadapan dengan masalah lingkungan dan biaya tinggi yang tak terantisipasi. Pada
tahun 1980, Bank Dunia melaporkan bahwa dengan menggunakan praktik-praktik konvesional, untuk
membuang air dibutuhkan biaya lima sampai enam kali sebanyak biaya penyediaan. Ini adalah untuk
konsumsi sekitar 150 hingga 190 liter air per kepala per hari. Informasi lebih baru dari Indonesia, Jepang,
Malaysia dan A. S. menunjukkan bahwa rasio meningkat tajam dengan meningkatnya konsumsi; dari 1,3
berbanding 1 untuk 19 liter per kepala per hari menjadi 7 berbanding 1 untuk konsumsi 190 liter dan 18
berbanding 1 untuk konsumsi 760 liter.[4]
b. Penggunaan ulang air. Jika sumber daya air tidak mencukupi, air limbah merupakan sumber penyediaan
yang menarik, dan akan dipakai baik resmi disetujui atau tidak. Karena itu peningkatan penyediaan air
cenderung mengakibatkan peningkataan penggunaan air limbah, diolah atau tidak dengan memperhatikan
sumber-sumber daya tersebut supaya penggunaan ulang ini tidak merusak kesehatan masyarakat.
Dengue Hemoragic Fever (DHF)
DEFENISI
Dengue Haemorragic Fever adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus
yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypti ( betina )
dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama. Uji
tourniket akan positif dengan/tanpa ruam disertai beberapa atau semua gejala perdarahan (Soeparman, 1999).
ETIOLOGIPenyebab penyakit demam berdarah dengue adalah virus dengue yang ditularkan kemanusia melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypty. Yaitu virus yang tergolong arbovirus, berbentuk batang bersifat termolabil, stabil pada suhu 70 º C.
PATOFISIOLOGI
Fenomena patofisiologis yang utama pada penderita DHF adalah meningkatnya permeabilitas dinding kapiler
yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma ke ruang extra seluler. Hal pertama yang terjadi setelah
virus masuk kedalam tubuh penderita adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit
kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie),
hiperemi tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjer getah bening,
pembesaran hati (hepatomegali), dan pembesaran limpa (splenomegali).
Peningkatan permeabilitas dinding kapiler terjadi karena penglepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotonin
serta aktivasi sistem kalikren yang berakibat ekstravisasi cairan intravaskuler. Hal ini berakibat berkurangnya
volume plasma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia serta renjatan/shock.
Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20 %) menunjukkan adanya kebocoran / prembesan plasma
sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intra vena. Jika pemberian cairan
tidak adekuat, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk
bahkan bisa mengalami renjatan. Jika hipovolemik atau renjatan berlangsung lama akan timbul anoksia
jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik.
Terjadinya trombositipenia, menurunnya fungsi trombosit dan faktor koagulasi (protombin, faktor V, VII, IX, X,
dan fibrinogen) merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan hebat, terutama perdarahan saluran
gastrointestinal.
MANIFESTASI KLINIKGambaran klinis yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF dengan masa inkubasi antara 13 – 15 hari, rata – rata 2 – 8 hari. Penderita biasanya mengalami ;- Demam akut / suhu meningkat tiba-tiba (selama 2 – 7 hari).- Sering disertai menggigil- Perdarahan pada kulit ( petekie, ekimosis, hematoma ) serta perdarahan lain seperti epitaksis, hematemesis, hematuria dan malena- Keluhan pada saluran pernapasan ; batuk, pilek, sakit waktu menelan
- Keluhan pada saluran cerna ; mual, muntah, tak nafsu makan, diare, konstipasi- Keluhan sistem tubuh yang lain ; nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot, tulang dan sendi, nyero otot abdomen, nyeri ulu hati, pegal-pegal pada seluruh tubuh, kemerahan pada kulit, kemerahan pada muka, pembengkakan sekitar mata, lakrimasi dan fotopobia, otot-otot sekitar mata sakit bila disentuh.- Hepatomegali, splenomegali
KLASIFIKASI
DHF diklasifikasikan berdasarkan derajat beratnya penyakit, secara klinis dibagi menjadi ;
1. Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan, uji tourniquet (+), trombositopenia, dan
hemakonsentrasi
2. Derajat II
Derajat I dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain
3. Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah rendah, gelisah, sianosis sekitar
mulut, hidung dan ujung jari ( tanda-tanda dini renjatan )
4. Derajat IV
Renjatan berat ( DSS ) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur
Kriteria klinis demam berdarah ( DHF ) menurut WHO, 1986 ;
1. Demam akut, yang tetap tinggi selama 2-7 hari, kemudian turun secara lisis. Demam disertai gejala tidak
spesifik, seperti anoreksia, lemah, nyeri pada punggung, tulang, persendian dan kepala
2. Manifestasi perdarahan ; uji tourniquet positif, petekie, purpura, ekimosis, epitaksis, perdarahan gusi,
hematemesis, malena.
3. Pembesaran hati yang nyeri tekan, tanpa ikterus
4. Dengan / tanpa renjatan
Renjatan biasanya terjadi pada saat demam menurun ( hari ke 3 dan ke 7 sakit ). Renjatan yang terjadi pada
saat demam biasanya mempunyai prognosis buruk.
5. Kenaikan nilai hematokrit / hemokonsentrasi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah ; Leukopenia terjadi pada hari ke 2 atau 3, karena berkuarangnya limfosit pada saat peningkatan
suhu pertama kali. Trombositopenia dan hemokonsentrasi. Uji tourniquet positif merupakan pemeriksaan yang
penting. Masa pembekuan normal tapi masa perdarahan memanjang.
2. Urine ; Mungkin ditemukan albuminuria ringan
3. Sum – sum tulang ; Pada awal sakit biasanya hiposeluler, kemudian menjadi hiperseluler pada hari ke-5
dengan gangguan maturasi
4. Serologi ; Dengan mengukur titer antibodi dengan cara haemaglutination inhibition test ( HI Test ) atau
dengan uji pengikatan komplemen untuk mengetahui tipe virus yang mungkin timbul kembali dari 4 serotipe
yang ada.
KOMPLIKASI
1. DHF mengakibatkan perdarahan pada semua organ tubuh seperti; perdarahan ginjal, otak, jantung, patu-
paru, limfa dan hati karena pembuluh darah mudah rusak dan bocor. Sehingga tubuh kehabisan darah dan
cairan, serta menyebabkan kematian.
2. Enselopati
3. Gangguan kesadaran dan disertai kejang
4. Disorientasi
PENCEGAHAN
Vaksin pencegahan DBD hingga saat ini belum tersedia, oleh sebab itu pencegahan dititik beratkan pada
pemberantasan nyamuk dengan penyemprotan insektisida dan upaya membasmi jentik nyamuk yang
dilakukan dengan 3 M.
1. Gerakan 3 M
a. Menguras tempat – tempat penampungan air secara teratur sekurang – kurangnya sekali seminggu atau
penaburan bubuk abate ke dalamnya.
b. Menutup rapat tempat penampungan air.
c. Mengubur atau menyingkirkan barang – barang bekas yang dapat menampung air
2. Pemberantasan vektor :
a. Fogging ( penyemprotan )
Kegiatan ini dilakukan bila hasil penyelidikan epidemiologis memenuhi kriteria
b. Abatisasi
Semua tempat penampungan air di rumah dan bangunan yang ditemukan jentik Aedes aegypti ditaburi
bubuk abate dengan dosis 1 sendok makan peres (10 gram) abate untuk 100 liter air