OPTIMASI PROSES DAN MODIFIKASI DESAIN
BAK PASTEURISASI DAN BAK PENDINGIN
PRODUK MINUMAN DI PT. TRITEGUH MANUNGGAL SEJATI,
TANGERANG
OLEH
DWINATA APRIALDI
F14051849
2010
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Judul Skripsi : Optimasi Proses dan Modifikasi Desain Bak Pasteurisasi
dan Bak Pendingin Produk Minuman di PT. Triteguh
Manunggal Sejati, Tangerang
Nama : Dwinata Aprialdi
NIM : F14051849
Menyetujui
Pembimbing I Pembimbing II
Dr.Ir. Lilik Pujantoro, M.Agr Prof. Dr. Ir. Hadi K. Purwadaria, M.Sc NIP. 19621130 198703 1 003 NIP. 19460821 197106 1 001
Pembimbing III
Iwan Surjawan, Ph.D NIP. 24.671.182.4-412.000
Mengetahui : Ketua Departemen
Dr. Ir. Desrial, M.Eng
NIP. 19661201 199103 1 004
Tanggal Lulus :
OPTIMASI PROSES DAN MODIFIKASI DESAIN
BAK PASTEURISASI DAN BAK PENDINGIN
PRODUK MINUMAN DI PT. TRITEGUH MANUNGGAL SEJATI,
TANGERANG
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
OLEH DWINATA APRIALDI
F14051849
2010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Dwinata Aprialdi. F14051849. Optimasi Proses dan Modifikasi Desain Bak Pasteurisasi dan Bak Pendingin Produk Minuman di PT. Triteguh Manunggal Sejati, Tangerang. Dibawah Bimbingan Dr.Ir. Lilik Pujantoro, M.Agr, Prof.Dr.Ir. Hadi K. Purwadaria, M.Sc, dan Iwan Surjawan Ph.D. 2010
RINGKASAN
Penggunaan panas untuk tujuan pengawetan baru diawali pada tahun 1800-an,
yaitu ketika Napoleon Bonaparte menghadapi masalah untuk mensuplai makanan bagi tentaranya di medan perang. Nicolas Appert yang berhasil menciptakan metode pengawetan makanan tersebut, yaitu dengan cara memanaskan makanan di dalam wadah botol gelas. Cara yang dilakukannya sangat sederhana, yaitu ke dalam wadah gelas dimasukkan makanan, kemudian ditutup rapat. Setelah itu, wadah gelas berisi makanan tersebut direbus dalam air mendidih beberapa saat, lalu didinginkan. Dengan proses pemasakan seperti ini, ternyata makanan dalam wadah gelas tersebut tidak membusuk dan dapat awet beberapa bulan. Proses pemanasan makanan dalam gelas atau kaleng ini kemudian sering disebut sebagai proses Appertisasi (Apperti-zation), sebagai penghargaan kepada Nicolas Appert sebagai penemunya. Sepuluh tahun kemudian, Peter Durand berhasil mengawetkan makanan dalam wadah kaleng. Pada tahun 1813, pabrik pengalengan makanan pertama berdiri di Inggris. Selanjutnya, dengan banyaknya permintaan terhadap makanan kaleng, industri pengalengan terus berkembang. Teknologi pengalengan makanan terus berkembang dan menjadi salah satu teknologi pengawetan pangan yang penting. Hal ini karena teknologi pengalengan mampu memperpanjang masa simpan produk pangan hingga beberapa bulan sampai beberapa tahun. Teknologi pengalengan telah diterapkan untuk pengawetan aneka ragam produk pangan, seperti daging olahan, buah-buahan, sayuran, susu, dan sebagainya. Demikian juga, jenis kemasan yang digunakan pun bervariasi, baik dari jenis (seperti kaleng, gelas, dan kantung rebus), ukuran maupun bentuk.
Salah satu proses dalam penggunaan panas ialah proses pasteurisasi. Secara umum proses pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan yang relatif cukup rendah (umumnya dilakukan pada suhu di bawah 100
oC) dengan tujuan untuk mengurangi
populasi mikroorganisme pembusuk, sehingga bahan pangan yang mengalami proses pasteurisasi tersebut akan mempunyai daya awet beberapa hari (seperti produk susu pasteurisasi) sampai beberapa bulan (seperti produk sari buah pasteurisasi). Sedangkan pendinginan bertujuan untuk menurunkan suhu produk setelah melewati proses pasteurisasi. Proses pasteurisasi di PT. Triteguh Manunggal Sejati, Banten, saat ini menggunakan tipe bak, sedangkan proses pendingin menggunakan tipe bak dengan dua tingkatan (pra-pendingin dan pendingin). Proses pasteurisasi dan pendingin di PT. Triteguh Manunggal Sejati, Banten yang akan diteliti untuk produk koko drink, dan jelly drink.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kesesuaian suhu dan lama pasteurisasi dengan SOP industri. Kemudian menghitung energi dan pindah panas
sehingga didapat waktu dan suhu proses yang tepat pada bak pasterurisasi dan bak pendingin, dan moodifikasi desain dari bak pasteurisasi dan bak pendingin. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober sampai November 2009, bertempat di PT. Triteguh Manunggal Sejati (TRMS), Keroncong, Tangerang.
Penelitian dilakukan dengan dua tahapan percobaan. Tahapan percobaan pertama digunakan saat bak pasteurisasi, bak pra-pendingin dan pendingin belum dimasukkan oleh produk (pra-produksi). Sedangkan tahapan percobaan kedua digunakan saat proses produksi sedang berjalan, artinya produk berada di bak pasteurisasi, bak pra-pendingin, dan bak pendingin.
Hasil penelitian didapat bahwa titik terdingin pada bak pasteurisasi berada di titik 4 dan perbedaan suhu dengan titik terpanas sebesar 2.6 0C. Diperlukan waktu pemanasan selama 117 menit dari pemanasan suhu air 31.5 0C dan 86 0C dan energi pemanasan sebesar 324.26 MJ.
Konsumsi energi selama proses pasteurisasi sebesar 262.254 MJ untuk jumlah produk sebanyak 24240 cup. Waktu proses pasteurisasi minimal 7 menit agar target suhu output produk 82.0 0C dapat tercapai, dengan suhu media sebesar 84.2 0C. Efisiensi Pemanasan sebesar 86.5% dan efisiensi pemakaian energi sebesar 80.8%.
Coefficient Of Performance (COP) untuk pendinginan di bak pra-pendingin sebesar 6.2 dan suhu rata – rata output produk sebesar 43.8 0C. Coefficient Of Performance (COP) untuk produk jelly drink sebesar 12.3. Suhu rata – rata output produk sebesar 33.9 0C (berada dalam batas suhu target suhu output produk sebesar 37 0C), sehingga tidak dilakukan perhitungan optimasi suhu output produk. Coefficient Of Performance (COP) untuk produk koko drink sebesar 12.3. Suhu minimal media sebesar 26.0 0C agar target suhu output produk 27 0C dapat tercapai, dengan suhu input sebesar 43.7 0C dan waktu proses 3 menit.
Perbaikan desain bak pasteurisasi berupa penambahan pipa steam menjadi 5 pipa (2.5 kali lebih banyak dari semula) menghasilkan waktu pemanasan menjadi lebih cepat, yaitu 46.79 menit dari 117 menit dengan dua pipa steam dan energi pemanasan naik menjadi 810.64 MJ.
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur penulis ucapkan
kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, karunia dan kasih sayang-
NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul Optimasi
Proses dan Modifikasi Desain Bak Pasteurisasi dan Bak Pendingin Produk
Minuman di PT. Triteguh Manunggal Sejati, Tangerang
Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga
kepada :
1. Ayah dan Ibu tercinta yang selalu mengalirkan doa demi kesuksesan
penulis.
2. Dr.Ir. Lilik Pujantoro, M.Agr sebagai dosen pembimbing akademik
pertama atas bimbingan dan arahannya dalam penyusunan Proposal
Penelitian ini.
3. Prof. Dr. Ir. Hadi K. Purwadaria, M.Sc sebagai dosen pembimbing
akademik kedua atas bimbingan dan arahannya dalam penyusunan
Proposal Penelitian ini.
4. Teman-teman TEP 42 yang selalu memberi motivasi dan semangat bagi
penulis.
Penulis menyadari dalam penulisan penelitian ini masih terdapat
kekurangan. Saran dan kritik dari pembaca sangat penulis harapkan sebagai
masukan yang sangat berharga untuk perbaikan di masa mendatang. Harapan
penulis, semoga hasil penelitian ini dapat berguna dan memberi manfaat bagi
semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, Maret 2010
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. vi
I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Tujuan ............................................................................................ 2
II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 3
A. Pasteurisasi dan Pendinginan .......................................................... 3
B. Titik Terdingin ................................................................................. 7
C. Proses Pembuatan Minuman di PT. Triteguh Manunggal Sejati ....... 11
III. METODE PENDEKATAN .............................................................. 13
A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan ....................................................... 13
B. Bak Pasteurisasi dan Bak Pendingin ................................................ 13
C. Alat dan Bahan ............................................................................... 15
D. Diagram Alir Penelitian ................................................................... 16
E. Metode Penelitian ............................................................................ 16
1. Pengambilan Data di Bak Pasteurisasi dan Bak Pendingin ........ 18
2. Pengambilan Data Produk di Bak Pasteurisasi dan Bak Pendingin 19
3. Penghitungan Energi dan Pindah Panas ...................................... 22
4. Modifikasi Desain dari Bak Pasteurisasi dan Bak Pendingin ...... 23
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 24
A. Bak Pasteurisasi .................................................................................. 24
1. Pola Sebaran Suhu Medium dalam Bak Pasteurisasi ................... 24
2. Energi Pemanasan Air Pra-Produksi di Bak Pasteurisasi ............. 27
3. Energi Pemanasan Proses Pasteurisasi ......................................... 28
a. Pola Sebaran Suhu selama Pasteurisasi .................................... 28
b. Panas yang Diterima Produk per Cup ....................................... 29
c. Efisiensi Pemanasan .................................................................. 30
iii
d) Efisiensi Pemakaian Energi ...................................................... 30
e) Optimasi Lama Waktu Proses Pasteurisasi .............................. 32
B. Bak Pra-Pendingin ............................................................................... 35
1. Energi Panas yang Diserap selama Pendinginan .......................... 35
2. Koefisien Kinerja Pendinginan (COP) ......................................... 36
C. Bak Pendingin ..................................................................................... 40
1. Energi Panas yang Diserap selama Pendinginan untuk Produk Jelly
....................................................................................................... 41
2. Koefisien Kinerja Pendinginan (COP) untuk Produk Jelly ........... 43
3. Suhu Output Produk Jelly selama Pendinginan ............................ 45
4. Energi Panas yang Diserap selama Pendinginan untuk Produk koko
....................................................................................................... 45
5. Koefisien Kinerja Pendinginan (COP) untuk Produk Koko ......... 47
6. Optimasi Suhu Medium Bak untuk Produk Koko di Bak Pendingin 49
7. Kebutuhan Massa Es Balok (M es) untuk Pendinginan Produk Koko
................................................................................................... 50
V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 53
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 55
LAMPIRAN ............................................................................. 56
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Bak Pasteurizer untuk Proses Pasteurisasi Sistem Bak ................... 6
Gambar 2. Terowongan Pasteurisasi .................................................................. 6
Gambar 3. Perubahan Suhu Retort Terhadap Waktu Selama Proses Termal ..... 7
Gambar 4. Perubahan Suhu Badan (Kaleng) Terhadap Suhu Retort .................. 8
Gambar 5. Profil Data Penetrasi Panas ............................................................... 9
Gambar 6. Titik Terdingin dari Produk............................................................... 10
Gambar 7. Bagan Alir Pembuatan Minuman ...................................................... 11
Gambar 8. Bak Pasteurisasi ................................................................................ 13
Gambar 9. Bak Pendingin ................................................................................... 14
Gambar 10. Ilustrasi Dimensi Bak Pasteurisasi, Pra-Pendingin, dan Pendingin 14
Gambar 11. Alur Proses Penelitian Utama ........................................................ 16
Gambar 12. Piktorial dari Bak Pasteurisasi ....................................................... 17
Gambar 13. Distribusi Titik Pengukuran Suhu Air Medium Pemanas sebelum
Proses Pasteurisasi ............................................................................................. 19
Gambar 14. Distribusi Titik Pengukuran Suhu Air selama Proses Pasteurisasi 19
Gambar 15. Titik Termokopel dalam Cup Produk ............................................. 21
Gambar 16. Pola Sebaran Suhu di Bak Pasteurisasi tanpa Produk ................... 25
Gambar 17. Piktorial dari Penambahan Pipa Steam di Bak Pasteurisasi ........... 26
Gambar 18. Pola Sebaran Suhu Produk Jelly di Bak Pasteurisasi ..................... 31
Gambar 19. Pengambilan Produk di Bak Pasteurisasi ....................................... 34
Gambar 20. Bak Pra-Pendingin........................................................................... 37
Gambar 21. Pola Sebaran Suhu Produk Koko di Bak Pra-Pendingin ................. 38
Gambar 22. Pengambilan Produk di Bak Pra-Pendingin .................................... 40
Gambar 23. Pengukuran di Bak Pendingin ......................................................... 41
Gambar 24. Pola Sebaran Suhu Produk Jelly di Bak Pendingin ......................... 43
Gambar 25. Pola Sebaran Suhu Produk Koko di Bak Pendingin ....................... 47
Gambar 26. Gambar 26. Perubahan Suhu Produk Terhadap Suhu Medium ...... 52
v
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Kondisi dan Tujuan Pasteurisasi dari Beberapa Produk Pangan ......... 4
Tabel 2. Dimensi Bak Pasteurisasi, Pra-Pendingin,dan Pendingin .................... 15
Tabel 3. SOP Proses Pasteurisasi di Industri ..................................................... 15
Tabel 4. Plot Suhu Terhadap Waktu ................................................................... 22
Tabel 5. Sebaran Suhu Produk di Bak Pasteurisasi ............................................ 28
Tabel 6. Sebaran Suhu Produk di Bak Pra-Pendingin ........................................ 35
Tabel 7. Sebaran Suhu Produk Jelly di Bak Pendingin ....................................... 41
Tabel 8. Sebaran Suhu Produk Koko di Bak Pendingin .................................... 45
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Gambar Piktorial Bak Pasteurisasi ................................................ 56
Lampiran 2. Gambar Tampak Atas Bak Pasteurisasi ......................................... 57
Lampiran 3. Gambar Tampak Samping Bak Pasteurisasi .................................. 58
Lampiran 4. Gambar Piktorial Pipa Steam Existing............................................ 59
Lampiran 5. Gambar Tampak Atas Pipa Steam Existing .................................... 60
Lampiran 6. Gambar Tampak Samping Pipa Steam Existing ............................. 61
Lampiran 7. Gambar Piktorial Pipa Steam Modifikasi ....................................... 62
Lampiran 8. Gambar Tampak Atas Pipa Steam Modifikasi ............................... 63
Lampiran 9. Gambar Tampak Samping Pipa Steam Modifikasi......................... 64
Lampiran 10. Tabel Entahphi Steam ................................................................... 65
Lampiran 11. Tabel Nilai k,μ, dan Pr dari Air .................................................... 66
Lampiran 12. Tabel Rumus Nusselt Number untuk Geometri Silinder .............. 67
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penggunaan panas untuk tujuan pengawetan baru diawali pada tahun
1800-an, yaitu ketika Napoleon Bonaparte menghadapi masalah untuk
mensuplai makanan bagi tentaranya di medan perang. Nicolas Appert yang
berhasil menciptakan metode pengawetan makanan tersebut, yaitu dengan
cara memanaskan makanan di dalam wadah botol gelas. Cara yang
dilakukannya sangat sederhana, yaitu ke dalam wadah gelas dimasukkan
makanan, kemudian ditutup rapat. Setelah itu, wadah gelas berisi makanan
tersebut direbus dalam air mendidih beberapa saat, lalu didinginkan. Dengan
proses pemasakan seperti ini, ternyata makanan dalam wadah gelas tersebut
tidak membusuk dan dapat awet beberapa bulan. Proses pemanasan makanan
dalam gelas atau kaleng ini kemudian sering disebut sebagai proses
Appertisasi (Apperti-zation), sebagai penghargaan kepada Nicolas Appert
sebagai penemunya. Sepuluh tahun kemudian, Peter Durand berhasil
mengawetkan makanan dalam wadah kaleng. Pada tahun 1813, pabrik
pengalengan makanan pertama berdiri di Inggris. Selanjutnya, dengan
banyaknya permintaan terhadap makanan kaleng, industri pengalengan terus
berkembang.
Meskipun Nicolas Appert dapat mengaitkan makanan dengan proses
pemanasan, tetapi pada saat itu dia belum mampu menjelaskan bagaimana
mekanisme pengawetan yang terjadi yang menyebabkan makanan dalam
gelas tersebut dapat menjadi awet dalam jangka waktu lama. Baru lima puluh
tahun kemudian, Louis Pasteur -seorang ahli mikrobiologi- yang dapat
memberikan jawaban tentang mekanisme pembusukan dalam makanan
kaleng. Ia menunjukkan bahwa mikroorganisme-lah yang bertanggung jawab
terhadap kebusukan makanan dan proses pemanasan dapat membunuh atau
memusnahkan mikroba pembusuk yang ada di dalam makanan tersebut.
Penelitian yang dilakukan di Massachusets Institute of Technology yang
dimulai tahun 1895 menyimpulkan bahwa kebusukan makanan kaleng
disebabkan oleh kurangnya pemanasan untuk membunuh mikroorganisme.
2
Teknologi pengalengan makanan terus berkembang dan menjadi salah satu
teknologi pengawetan pangan yang penting. Hal ini karena teknologi
pengalengan mampu memperpanjang masa simpan produk pangan hingga
beberapa bulan sampai beberapa tahun. Teknologi pengalengan telah
diterapkan untuk pengawetan aneka ragam produk pangan, seperti daging
olahan, buah-buahan, sayuran, susu, dsb. Demikian juga, jenis kemasan yang
digunakan pun bervariasi, baik dari jenis (seperti kaleng, gelas, dan kantung
rebus), ukuran maupun bentuk.
Salah satu proses dalam penggunaan panas ialah proses pendingin dan
pasteurisasi. Secara umum proses pasteurisasi adalah suatu proses
pemanasan yang relatif cukup rendah (umumnya dilakukan pada suhu di
bawah 100oC) dengan tujuan untuk mengurangi populasi mikroorganisme
pembusuk, sehingga bahan pangan yang mengalami proses pasteurisasi
tersebut akan mempunyai daya awet beberapa hari (seperti produk susu
pasteurisasi) sampai beberapa bulan (seperti produk sari buah pasteurisasi)..
Proses pasteurisasi di PT. Triteguh Manunggal Sejati, Banten, saat ini
menggunakan tipe bak, sedangkan proses pendingin menggunakan tipe bak
dengan dua tingkatan (pra-pendingin dan pendingin). Proses pasteurisasi dan
pendingin di PT. Triteguh Manunggal Sejati, Banten yang akan diteliti untuk
produk koko drink, dan jelly drink.
B. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menentukan kesesuaian suhu dan lama pasteurisasi dengan SOP
industri.
2. Menghitung energi dan pindah panas sehingga didapat waktu dan suhu
proses yang tepat pada bak pasterurisasi dan bak pendingin.
3. Modifikasi desain dari bak pasteurisasi dan bak pendingin.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pasteurisasi dan Pendinginan
Secara umum proses pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan yang relatif
cukup rendah (umumnya dilakukan pada suhu di bawah 100oC) dengan tujuan
untuk mengurangi populasi mikroorganisme pembusuk, sehingga bahan pangan
yang di-pasteurisasi tersebut akan mempunyai daya awet beberapa hari (seperti
produk susu pasteurisasi) sampai beberapa bulan (seperti produk sari buah
pasteurisasi) (Bejan dan Alan, 2003).
Walaupun proses ini hanya mampu membunuh sebagian populasi
mikroorganisme, namun pasteurisasi ini sering diaplikasikan terutama jika:
(1) Dikhawatirkan bahwa penggunaan panas yang lebih tinggi akan menyebab-
kan terjadinya kerusakan mutu (misalnya pada susu).
(2) Tujuan utama proses pemanasan hanyalah untuk membunuh mikroorganisme
patogen (penyebab penyakit, misalnya pada susu) atau inaktivasi enzim-
enzim yang dapat merusak mutu (misalnya pada sari buah).
(3) Diketahui bahwa mikroorganisme penyebab kebusukan yang utama adalah
mikroorganisme yang sensitif terhadap panas (misalnya khamir/ragi pada sari
buah).
(4) Akan digunakan cara atau metode pengawetan lainnya yang dikombinasikan
dengan proses pasteurisasi, sehingga sisa mikroorganisme yang masih ada
setelah proses pasteurisasi dapat dikendalikan dengan metode pengawetan
tersebut (misalnya pasteurisasi dikombinasikan dengan pendinginan,
penambahan gula dan/atau asam, dan lain-lain). Proses kombinasi
pasteurisasi dan pengawetan lain ini di antaranya diaplikasikan dalam proses
hot filling, seperti dalam proses pengolahan saus dan jem.
Proses pasteurisasi secara umum dapat mengawetkan produk pangan dengan
adanya inaktivasi enzim dan pembunuhan mikroorganisme yang sensitif terhadap
panas (terutama khamir, kapang dan beberapa bakteri yang tidak membentuk
spora), tetapi hanya sedikit menyebabkan perubahan/penurunan mutu gizi dan
organoleptik. Keampuhan proses pemanasan dan peningkatan daya awet yang
dihasilkan dari proses pasteurisasi ini dipengaruhi oleh karakteristik bahan
4
pangan, terutama nilai pH. Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1, kondisi dan
tujuan pasteurisasi dari beberapa produk pangan dapat berbeda-beda, tergantung
dari pH produk.
Tabel 1. Kondisi dan Tujuan Pasteurisasi dari Beberapa Produk Pangan
Jenis Produk
Pangan
Tujuan Utama
Pasteurisasi
Tujuan
Sampingan/Ikutan
Kondisi Minimum
Proses Pasteurisasi
pH < 4,5
Sari Buah Inaktivasi enzim
(pektinesterase
dan
poligalakturonas
e)
Membunuh
mikroorganisme
pembusuk (kapang
dan khamir)
65oC selama 30
menit; 77oC selama
1 menit, 88oC
selama 15 detik
Bir Membunuh
mikroorganisme
pembusuk (kha-
mir,
Lactobacillus
sp.) dan sisa
khamir/ragi
yang
ditambahkan
pada proses
fermentasi
(Saccharomyces
sp.)
- 65-68oC selama 20
menit (dalam botol);
72-75oC selama 1-4
menit pada tekanan
900-1000 kPa
pH>4,5
Susu Membunuh
mikroorganisme
patogen
(Brucella
abortis,
Membunuh
mikroorganisme
pembusuk dan
beberapa enzim
63oC selama 30
menit;
71,5oC selama 15
detik
5
Mycobacterium
tuberculosis
(Coxiella
burnettii)
Telur cair Membunuh
mikroorganisme
pathogen
Salmonella sp.
Membunuh
mikroorganisme
pembusuk
64,4oC selama 2,5
menit;
60oC selama 3,5
menit
Es Krim Membunuh
mikroorganisme
patogen
Membunuh
mikroorganisme
pembusuk
65oC selama 30
menit; 71 oC selama
10 menit; 80oC
selama 15 detik
Sumber : Hariyadi dan Feri (2008)
Peralatan pasteurisasi yang digunakan dapat berupa sistem batch atau
sinambung. Dalam sistem batch, pasteurisasi menggunakan bak air panas pada
suhu yang telah ditentukan, dimana bahan pangan yang akan di-pasteurisasi
dicelupkan ke dalam air panas tersebut selama selang waktu yang telah ditentukan
(Gambar 1). Jika pemanasan telah tercapai, maka produk tersebut diangkat dan
kemudian dicelupkan ke dalam bak lain yang berisi air dingin.
Proses pasteurisasi dalam sistem sinambung menggunakan konveyor yang
secara sinambung akan mentransportasikan produk masuk melalui bak air panas
dan akhirnya melalui bak air pendingin (Gambar 2). Waktu pemanasan dapat
dikendalikan dengan mengendalikan kecepatan konveyor. Disain alat pasteurisasi
kontinyu adalah berupa suatu terowongan yang dapat dibagi menjadi 3 bagian
utama, dimana pada masing-masing bagian dilengkapi dengan penyemprot
(sprayer ataupun atomizer) yang akan menyemprotkan air panas atau air dingin.
Selain menggunakan air panas, terowongan pasteurisasi dapat menggunakan uap
panas sebagai medium pemanas. Keuntungannya adalah bahwa proses pemanasan
akan berjalan lebih cepat, sehingga tidak memerlukan ruangan yang terlalu besar.
6
Proses pasteurisasi yang dilakukan sebelum dikemas dapat menerapkan
sistem sinambung. Teknologi ini terutama digunakan memproses produk cair
(susu, sari buah, telur cair, dll) ataupun produk semi padat (pasta, yoghurt, bubur,
dll), dimana proses pemanasannya dapat dilakukan dengan alat penukar panas
(heat exchanger) yang umumnya beroperasi secara sinambung/kontinyu.
Beberapa produk memerlukan perlakuan aerasi (misalnya sari buah dan produk
anggur/wine) untuk mencegah kerusakan oksidatif. Karena itu sebelum proses
pasteurisasi, produk demikian biasanya disemprotkan ke dalam ruangan vakum
sehingga udara terlarut akan terhisap oleh pompa vakum.
Gambar 1. Bak Pasteurizer untuk Proses Pasteurisasi Sistem Bak
Gambar 2. Terowongan Pasteurisasi
7
B. Titik Terdingin
Selama proses pasteurisasi atau sterilisasi berlangsung, akan terjadi peru-
bahan suhu retort terhadap waktu yang dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu (a) fase
pemanasan (heating), dimana suhu retort meningkat sehingga tercapai suhu yang
diinginkan; (b) fase holding, yaitu mempertahankan suhu retort pada suhu proses
yang diinginkan; dan (c) fase pendinginan (pendingin), yaitu menurunkan suhu
retort pada suhu tertentu. Pola perubahan suhu terhadap waktu tersebut dapat
diilustrasikan pada Gambar 3.
Pada kenyataannya, suhu bahan pangan di dalam retort akan mencapai
suhu yang lebih rendah dibandingkan suhu retortnya (TR), karena panas harus
berpenetrasi ke wadah dan mencapai titik terdinginnya. Gambar 4 menunjukkan
profil suhu retort (TR) dan suhu kaleng (T
C). Suhu retort berangsur meningkat
hingga mencapai suhu yang diinginkan, yaitu 250oF. Setelah mencapai suhu
tersebut, suhu retort dipertahankan selama beberapa waktu (holding), kemudian
didinginkan (pendingin). Suhu kaleng pun meningkat selama proses pemanasan,
tetapi selalu lebih rendah dibanding suhu retortnya (pada waktu tertentu akan
mendekati suhu retort).
Gambar 3. Perubahan Suhu Retort Terhadap Waktu Selama Proses Termal
(Richardson, 2000)
Keterangan :
t = waktu
IT = suhu awal (suhu awal produk sebelum di-pasteurisasi)
8
tc = waktu antara dimulainya pemanasan sampai mencapai suhu pasteurizer yang
diinginkan dan biasanya disebut dengan CUT
tp = waktu dari berakhirnya tc sampai dengan waktu akhir pemanasan
T = Suhu pada waktu tertentu
TC
= Suhu ditengah kontainer (kemasan) yang disebut dengan coldest point (suhu
terendah dan diberi istilah CP)
TR
= Suhu retort dalam hal ini suhu pasteurizer
Gambar 4. Perubahan Suhu Bahan (Kaleng) Terhadap Suhu Retort
(Richardson , 2000)
Data penetrasi panas diperlukan untuk menentukan kurva hubungan antara
suhu bahan terhadap waktu selama proses termal, mulai dari tahap pemanasan,
holding hingga pendinginan, sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 3. Peng-
ukuran data penetrasi panas dilakukan dengan menggunakan termokopel yang
dipasang pada titik terdingin dari kemasan dan dihubungkan dengan rekorder
9
yang akan mencatat data perubahan suhu terhadap waktu. Titik terdingin atau the
coldest point (CP) dari kemasan adalah titik dari bagian kemasan yang paling
lambat menerima panas selama proses termal.
Pengukuran penetrasi panas dilakukan pada bagian retort yang paling lambat
menerima panas, yaitu ditentukan dengan cara mengukur distribusi panas. Gambar
4 menunjukkan profil distribusi panas di titik-titik tertentu di dalam retort. Titik
terdingin dari retort adalah yang paling lambat menerima panas. Dalam grafik
tersebut, termokopel di titik no. 10 yang paling lambat menerima panas.
Gambar 5. Profil data penetrasi panas. Termokopel pada titik ke-10 (T10) adalah
yang paling lambat menerima panas (Hariyadi dan Feri, 2008)
Titik terdingin menjadi perhatian penting dalam proses termal, karena
apabila titik terdingin telah mendapat pemanasan yang mencukup, maka titik-titik
lain dalam kemasan dianggap sudah mendapat panas yang mencukupi pula.
Penentuan titik terdingin produk dapat diperkirakan dari sifat perambatan panas
yang terjadi, bentuk kemasan dan ukuran headspace. Menurut Richardson (2000)
perambatan panas dengan konduksi dengan bentuk kaleng silindris serta
headspace yang minimal maka titik terdingin akan terdapat di tengah kaleng. Jika
headspace-nya diperbesar maka titik terdingin akan mendekati permukaan (tutup
kaleng). Sedangkan perambatan konveksi pada kemasan kaleng dengan bentuk
silindris vertikal akan memberikan titik terdingin di bagian dasar kemasan. Untuk
produk yang dikemas dengan pengemas yang mempunyai bentuk dan bahan lain
10
maka posisi titik terdinginnya harus dicari dengan cara mengukur kecepatan panas
pada seluruh daerah dalam kemasan dan ada pencatatan data yang dilakukan dapat
diketahui titik mana yang merupakan titik terdingin. Gambar 5 memperlihatkan
titik terdingin dari kaleng silinder dan posisi termokopel yang dipasang pada titik
terdingin tersebut. Gambar 6 mengilustrasikan pemasangan termokopel dalam
pengumpulan data penetrasi panas di dalam sistem bak pemanas.
Dalam mengukur data penetrasi panas, terdapat faktor-faktor yang perlu
diperhatikan sebagai berikut:
(1) Formulasi, variasi berat ingredien harus konstan (termasuk didalamnya
ukuran, bentuk dan berat produk padat, viskositas produk cair, penambahan
beberapa ingredien seperti garam), perubahan formulasi akan menyebabkan
perubahan penetrasi panas.
(2) Kemasan, yaitu bahan dasar pengemas seperti kaleng, gelas jar, cup plastik dll
harus dicatat.
(3) Metode pengisian, suhu pengisian produk harus dikontrol sebab akan
mempengaruhi suhu awal.
(4) Penutupan dan sealer, penutupan harus dilakukan sebaik dan sekuat mungkin
agar kondisi hermetis dapat dijaga selama proses termal.
(5) Sistem retort (sistem pemanas) yang digunakan.
Gambar 6. Titik terdingin dari produk
Perambatan Panas Konduksi Perambatan Panas Konveksi
11
Pendingin
Pra-pendingin
Pemanasan
Filling
Mixing/Cooking
Packaging
C. Proses Pembuatan Minuman di PT. Triteguh Manunggal Sejati
Adapun bagan alir proses pembuatan minuman di PT. Triteguh Manunggal
Sejati ialah :
Gambar 7. Bagan Alir Pembuatan Minuman
1. Mixing/Cooking
Bertujuan untuk mencampur dan memanaskan bahan – bahan yang
diperlukan. Suhu output produk sekitar 850C
2. Filling
Bertujuan untuk mencampur bahan-bahan yang ada dengan komposisi
tertentu. Bahan-bahan dari mixing/cooking dialirkan ke filling secara
gravitasi. Produk sudah dalam kemasan cup setelah melalui proses filling.
Suhu output produk sekitar 600C.
3. Pemanasan
Bertujuan untuk mengurangi populasi mikroorganisme yang berada
dalam produk. Suhu output produk sekitar 820C. Pemanasan dilakukan
12
secara continius, produk dari proses filling masuk ke proses pasteurisasi
melalui konveyor. Pemanasan menggunakan steam yang dialirkan
melalui pipa yang berada di bawah konveyor ke bak pasteurisasi.
Sebelum steam dialirkan, terlebih dahulu bak pasteurisasi diisi dengan
air biasa. Panjang bak pasteurisasi 12 m, lebar 1.5 m dan lama proses 3.5
– 7 menit. Suhu output sebesar 820C.
4. Pra-pendingin.
Bertujuan untuk menurunkan suhu produk setelah melewati proses
pasteurisasi. Pendinginan dilakukan dengan menggunakan air bersuhu
ruangan (± 300C) yang dialirkan melalui pipa di atas konveyor. Panjang
bak pra-pendingin sebesar 6 m dengan lebar 1.5 m. lama proses pra-
pendingin 3 – 6 menit.
5. Pendingin
Bertujuan untuk menurunkan suhu produk setelah melewati proses pra-
pendingin. Pendinginan dilakukan dengan menggunakan air dingin (suhu
±200C) yang dialirkan melalui pipa di atas konveyor. Panjang bak
pendingin sebesar 6 m dengan lebar 1.5 m. proses pra-pendingin dan
pendingin berlangsung selama 4.5 – 8 menit.
6. Packaging
Bertujuan untuk mengemas produk yang telah melewati proses
pendingin.
13
III. METODE PENDEKATAN
A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Penelitian ini akan dilaksanakan di PT. Triteguh Manunggal Sejati,
Tangerang. Penelitian dilakukan selama 2 (dua) bulan, yaitu mulai dari bulan
Oktober sampai dengan bulan November 2009.
PT Triteguh Manunggal Sejati (TRMS) terletak di Jl. . Baru Zona Industri
Keroncong Desa Gebang Raya RT. 001 RW. 02 Pasar Kemis, Tangerang,
Indonesia.
B. Bak Pasteurisasi dan Bak Pendingin
Di dalam bak pasteurisasi terdapat konveyor yang akan membawa produk
ketika masuk ke dalam bak sampai keluar dari bak. Di bawah konveyor, di atas
permukaan bak pasteurisasi, terdapat pipa steam yang mengeluarkan steam
sehingga menjaga suhu air di dalam bak supaya stabil di suhu 860 C. Pipa steam
memiliki lubang di bagian atasnya sehingga steam yang keluar akan memanaskan
secara langsung air yang berada di dalam bak. Jadi, ada kemungkinan kontaminasi
dengan produk jika bak dimasukkan produk. Proses pasteurisasi berlangsung
selama 3.5 – 7 menit, tergantung jumlah produk yang berada di dalam bak.
Pada saat pengukuran ternyata terdapat perbedaan suhu sebesar 2 – 30 C
antara suhu input produk ke bak percobaan dengan yang proses yang berjalan
sebenarnya. Dengan kata lain, suhu input percobaan 2 – 30 C lebih rendah
dibandingkan suhu input proses yang berjalan. Hal ini disebabkan karena pada
waktu percobaan dilakukan proses filling secara manual sehingga bisa terjadi
penurun suhu, sedangkan proses yang berjalan menggunakan filling otomatis.
Sedangkan pada bak pendingin, pipa pendingin berada di atas bak sehingga
air pendingin masuk ke bak pendingin secara gravitasi. Air pendinginan akan
didinginkan oleh chiller sebelum masuk ke bak pendingin. Pabrik memiliki empat
buah chiller untuk mendinginkan air.
14
Gambar 8. Bak Pasteurisasi
Gambar 9. Bak Pendingin
15
Adapun dimensi dari bak pasteurisasi, pra-pendingin, dan pendingin sebagai
berikut:
Gambar 10. Ilustrasi Dimensi Bak Pasteurisasi, Pra-pendingin, dan Pendingin
Tabel 2. Dimensi Bak Pasteurisasi, Pra-pendingin, Pendingin
Parameter PasteurisasiPra-
pendingin Pendingin PA 10.7 m 6.7 m 10.36 m PB 11.7 m 7.3 m 11.42 m PC 0.54 m 0.43 m 0.5 m Lebar 1 m 1.4 m 1 m Tinggi air dari dasar permukaan bak 0.31 m 0.38 m 0.33 m
Tabel 3. SOP Proses Pasteurisasi di Industri
Suhu center point produk (cpp) : Awal pasteurisasi 75 – 850 C 1 menit sebelum keluar pasteurisasi Minimal 800 C Akhir pasteurisasi 82 – 840 C Akhir pendinginan produk Koko Maksimal 270 C Akhir pendinginan produk Jelly Maksimal 370 C Waktu pasteurisasi 3.5 - 8 menit Waktu pendinginan 4.5 - 7 menit
C. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Alat
1. Termokopel tipe CC.
2. Temperature recorder (data logging system).
3. Velometer.
4. Sealer semi-otomatis.
Tampak Samping dari Bak
Tampak Atas dari Bak
16
5. Seal silikon.
6. Mur.
7. Obeng.
8. Kunci pas.
9. Cutter.
10. Meteran.
Bahan
1. Cup plastik minuman untuk produk jelly drink dan koko drink.
2. Seal plastik.
D. Diagram Alir Penelitian
Berikut alur dari penelitian yang akan dilaksanakan:
Gambar 11. Alur Proses Penelitian Utama
3. Perhitungan energi dan pindah panas
4. Modifikasi desain dari bak pasteurisasi dan bak pendingin
2. Pengambilan data produk di bak pasteurisasi dan bak pendingin
1. Pengambilan data di bak pasteurisasi dan bak pendingin 1. Penentuan
rancangan
percobaan
2. Persiapan bahan
3. Pemasangan
termokopel
4. Pengukuran suhu
5 Pencatatan data
1. Perhitungan pindah
panas
2. Perhitungan energi
1. Pengamatan
aliran fluida
2.Pemasangan
termokpel
3.Pencatatan data
suhu vs waktu
4. Pencatatan suhu
awal bak dan selang
pemanasan/pendingi
nan
5. Pengukuran laju
steam
17
Gambar 12. Piktorial dari Bak Pasteurisasi
Pipa Steam
18
E. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam lima tahap. Tahap pertama ialah pengukuran
suhu dan waktu dari bak pasteurisasi bak pendingin. Tahap kedua adalah
pengambilan data produk yaitu pengukuran suhu dan waktu produk di bak
pasteurisasi dan bak pendingin. Tahap ketiga ialah pengukuran dimensi dari bak
pasteurisasi dan bak pendingin. Tahap keempat ialah perhitungan energi dan
pindah panas, dan tahap kelima akan dilakukan modifikasi desain dari bak
pasteurisasi dan bak pendingin (lihat Gambar 11).
1. Pengambilan Data di Bak Pasteurisasi dan Bak Pendingin
1. Pengamatan dari arah aliran steam yang diberikan.
2. Pemasangan termokopel di bak pasteurisasi sesuai arah aliran steam.
3. Lakukan pencatatan data dan pembuatan plot suhu vs waktu. Pada
waktu yang bersamaan dengan dialirkannya steam atau pendingin,
recorder dinyalakan. Pemanasan suhu 820 C tersebut dipertahankan
selama 15 menit.
4. Lakukan pencatatan data mengenai : (a) suhu awal bak (initial
temperature) dan jam (waktu) mengalirkan steam ke dalam
pasteurisasi; (b) suhu setiap waktu pemasakan (misalkan dicatat
selama 1 menit).
5. Perlakuan yang sama dilakukan pada bak pra-pendingin dan pendingin
dengan rancangan percobaan yang sama.
6. Lakukan pengukuran laju steam tepat pada lubang pipa steam dengan
menggunakan velometer.
Penentuan titik – titik pemasangan probe di bak pasteurisasi, pra-
pendingin dan pendingin:
19
Gambar 13. Distribusi Titik Pengukuran Suhu Air Medium Pemanas sebelum
Proses Pasteurisasi
Keterangan :
1. No 1 s.d. 4 merupakan titik-titik tempat penempatan sensor termokopel.
2. Pengukuran dilakukan saat tidak ada produk di dalam bak.
3. Pipa pendingin digunakan di bak pendingin dan bak pra-pendingin
sedangkan pipa pemanas (steam) digunakan di bak pasteurisasi.
4. Pipa steam mempunyai lubang di bagian atasnya sehingga memanaskan
langsung air yang berada di dalam bak (posisi pipa steam berada di
dasar bak di bawah konveyor). Sedangkan pipa pendingin mempunyai
lubang di bagian bawahnya sehingga mendinginkan langsung air yang
berada di dalam bak (posisi pipa pendingin berada di atas bak).
2. Pengambilan Data Produk di Bak Pasteurisasi dan Bak Pendingin
a. Penentuan Rancangan Percobaan
Gambar 14. Distribusi Titik Pengukuran Suhu Air selama Proses Pasteurisasi
Pipa steam atau pendingin
Air
Pipa pendingan atau pemanas
Air
20
Keterangan :
a. No 1 s.d 9 merupakan titik-titik pemasangan termokopel di bak.
b. Pipa pendingin digunakan di bak pendingin dan bak pra-pendingin
sedangkan pipa pemanas (steam) digunakan di bak pasteurisasi.
c. Pengukuran di produk mengikuti titik 1, titik 2, dan titik 3 mulai dari
produk masuk sampai keluar bak sedangkan titik pengukuran suhu air di
bak di kesembilan titik tersebut. Sehingga data – data yang diperoleh
adalah data suhu produk di titik 1, titik 2, titik 3, dan rata – rata suhu air
dari kesembilan titik pengukuran.
b. Persiapan bahan
1. Ambil cup yang akan digunakan kemudian periksa kondisi cup
dalam keadaan baik (tidak berlubang) atau tidak.
2. Lubangi cup. Letak lubang sesuai dengan pindah panas yang akan
terjadi (konveksi, konduksi, atau gabungan dari keduanya). Di dalam
cup akan dimasukkan cairan dan butiran-butiran nata, sehingga
pindah panas yang terjadi merupakan gabungan dari konveksi dan
konduksi. Jadi posisi lubang dari cup diantara di bagian tengah dan
1/3 dari ketinggian cup dari bawah.
c. Pemasangan termokopel
1. Pasang sensor termokopel pada cup yang sudah dilubangi, kemudian
tutup dengan seal silikon agar tidak bocor.
2. Pasang mur di bagian dalam cup dan menempel dengan termokopel
kemudian kencangkan mur dengan kunci pas agar tidak bocor.
3. Isi cup dengan cairan dan nata. Kemudian cup ditutup dengan di-seal
menggunakan sealer semi otomatis.
4. Hubungkan termokopel yang terpasang dalam cup tersebut pada
temperature recorder.
d. Pengukuran suhu
1. Letakkan tiga sensor termokopel di dalam bak sesuai dengan
rancangan percobaan. Data logger system hanya mempunyai empat
probe sehingga peletakkan termokopel di bak berjumlah tiga sensor
21
termokopel dan satu sensor termokopel di cup. Jadi satu termokopel
dipasang di dalam cup dijalankan mengikuti titik 1, 2, dan 3 (tiga
sensor termokopel yang berada di dalam bak). Begitu seterusnya
sampai titik ke-9.
2. Letakkan cup tersebut dalam bak dan biarkan berjalan sesuai
pergerakan konveyor di dalam bak sesuai titik – titik dalam
rancangan percobaan.
e. Pencatatan data
1. Lakukan pencatatan data dan pembuatan plot suhu vs waktu. Pada
waktu yang bersamaan dengan dimasukkannya cup, recorder
dinyalakan. Pemanasan suhu 820 C tersebut dipertahankan selama
3.5 menit.
2. Lakukan pencatatan data mengenai : (a) suhu awal produk (initial
temperature) dan jam (waktu) memasukkan cup ke dalam bak
pasteurisasi; (b) suhu setiap waktu pemasakan (misalkan dicatat
selama 10 detik).
3. Setelah periode pemasakan dilakukan, angkat cup tersebut kemudian
lepaskan sensor termokopel dari cup.
4. Lakukan metode pengukuran yang sama untuk proses pra-pendingin
dan pendingin dengan rancangan percobaan yang sama.
Gambar 15. Titik Termokopel dalam Cup Produk
22
Tabel 4. Plot Suhu Terhadap Waktu
Waktu (10
detik) T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8
10 20 30
120 150 180 210
..... Dst
3. Perhitungan Energi dan Pindah Panas
1. Perhitungan dari laju pindah panas yang digunakan untuk proses
pasteurisasi, pra-pendingin dan pendingin.
2. Perhitungan konsumsi energi yang digunakan selama proses pindah
panas yang terjadi di bak pasteurisasi, bak pra-pendingin dan bak
pendingin sehingga dapat diketahui besarnya energi yang diperlukan
per siklus dari tiga proses.
Analisis laju pindah panas dan energi dengan menggunakan rumus:
A. Perhitungan panas jenis produk
Cp = 0.0837 + 0.034 x KA
Dimana : Cp = Panas jenis produk (KJ/KgK)
KA = Kadar air produk (%)
B. Pendugaan suhu output produk
Dimana : T = suhu output produk (0C)
Tm = suhu medium (0C)
To = suhu input produk (0C)
U = overall heat transfer coefficient (W/m2K)
A = luas permukaan (m2)
t = lama waktu proses (detik)
23
W = Berat produk (Kg)
Cp = Panas jenis produk (KJ/KgK)
C. Jumlah pindah panas dari medium ke produk
q = m x Cp x (Tout – Tin)
Dimana : q = Laju pindah panas (W/m2)
m = massa produk (Kg)
Cp = Panas jenis produk (Kg/KJ)
Tout = Suhu keluar produk (0C)
Tin = Suhu masuk produk (0C)
D. Bilangan Reynold (Re)
Re = V∞ x d/ν
Dimana : Re = Bilangan Reynold
V∞ = Kecepatan aliran (m/s)
d = diamater penampang (m)
ν = Viskositas kinematik aliran (m2/s)
E. Perhitungan Nilai Koefisien Pindah Panas Konveksi (h) dari Air
h = k x Nu/d
Dimana : h = Koefisien pindah panas konveksi (W/m2 C)
k = Konduktivitas panas (W/m C)
Nu = Nusselt number
d = diameter penampang (d)
4. Modifikasi Desain dari Bak Pasteurisasi dan bak pendingin
1. Dari data profil sebaran suhu vs waktu dan sebaran laju aliran fluida
dari produk, dilakukan modifikasi desain dari bak pasteurisasi dan bak
pendingin yang baru. Desain hanya sebatas berupa gambar teknik
dengan menggunakan program Autocad atau sejenisnya.
24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Secara umum di pabrik untuk produk minuman cup diproduksi hanya dua
jenis produk yaitu jelly drink dan koko drink. Untuk produk jelly drink memiliki
beberapa rasa yaitu apel, jambu, jeruk, dan anggur. Sedangkan untuk produk koko
drink hanya memiliki dua rasa yaitu leci dan strawberry. Di dalam produk koko
dan jelly terdapat nata yang berbentuk bongkahan – bongkahan kecil. Pada proses
filling, pasteurisasi, pra-pendinginan, baik untuk produk jelly atau koko,
keduanya berbentuk cair. Sedangkan sampai proses pendinginan untuk produk
koko berbentuk cair dan untuk produk jelly sebagian kecil dari tiap-tiap cup
produk sedikit terbentuk gel (padatan). Di dalam pembahasan ini bak pendingin
dibedakan menjadi bak pra-pendingin dan bak pendingin.
Di proses pasteurisasi dan pra-pendingin baik produk koko ataupun jelly
mengalami perlakuan yang sama, yaitu memiliki kesamaan di sisi suhu output
produk yang keluar dari kedua proses itu. Tetapi ketika sampai diproses
pendinginan kedua produk ini mengalami perlakuan yang berbeda dari sisi suhu di
media bak pendingin.
A. Bak Pasteurisasi
a. Pola Sebaran Suhu Medium dalam Bak Pasteurisasi
Pengukuran dilakukan menggunakan rancangan percobaan II (Gambar 13).
Pengukuran dilakukan saat produk tidak masuk ke dalam bak pasteurisasi. Suhu
mula-mula produk yang diambil pada saat air sudah di dalam bak (steam belum
masuk). Kemudian steam dimasukkan dan pengukuran dihentikan pada saat titik –
titik pengukuran sudah mencapai suhu 860 C. Steam yang digunakan keluar dari
lubang – lubang pipa dan memanaskan air secara langsung. Jadi pindah panas
yang terjadi secara konveksi (dari steam ke air). Suhu steam pada waktu
memanaskan air ialah 1210 C.
25
Gambar 16. Pola Sebaran Suhu di Bak Pasteurisasi tanpa Produk
Dari pengukuran didapat waktu pemanasan yang diperlukan untuk
memanaskan air dari suhu 31.50 C ke suhu 860 C selama 5310 detik atau 88.5
menit. Gambar 16 menunjukkan bahwa titik keempat merupakan titik terlama
menerima panas atau titik terlama yang mencapai suhu 860 C. Sedangkan titik
tercepat menerima panas ialah titik kedua. Pada saat titik keempat mencapai suhu
860 C maka titik kedua sudah mencapai suhu 88.60 C. Sehingga selisih suhu yang
terjadi sebesar 2.60 C.
Karena selisih suhu yang di bak yang relatif berbeda (2.60 C) dan waktu
pemanasan yang relatif lama (88.5 menit) maka akan dilakukan perbaikan desain
dari bak pasteurisasi. Perbaikan diharapakan dapat memperkecil perbedaan suhu
di dalam bak dan mempercepat waktu pemanasan. Diharapkan waktu pemanasan
setelah modifikasi bisa di bawah 60 menit. Langkah modifikasi atau perbaikan
yang akan dilakukan ialah dengan menambah jumlah pipa steam. Pipa steam yang
ada saat ini berjumlah dua, dan akan dimodifikasi dengan menambah jumlah pipa
menjadi lima (Gambar 17, gambar lengkapnya di Lampiran 1 – 9). Perhitungan
kebutuhan energi yang akan masuk ke air di dalam bak pasteurisasi dan akan
meningkatkan suhu air seperti berikut ini :
26
Gambar 17. Piktorial dari Penambahan Pipa Steam di Bak Pasteurisasi
Sekarang
Rencana Modifikasi
27
b. Energi Pemanasan Air Pra-Produksi di Bak Pasteurisasi
Kecepatan steam = 47 m/s
Diameter lubang steam = 0.005 m
Debit steam (Q) = 0.00049 m3/s
Massa jenis steam (ρ) = 943.23 Kg/m3
Laju massa steam (m) = Q x ρ
= 0.00049 x 943.23 = 0.463 Kg/s
= 3132.05 Kg/jam
Suhu awal steam = 1200 C
Suhu akhir steam = 860 C
h awal steam = 2706.5 KJ/Kg (Lampiran 10)
h akhir steam = 2653.4 KJ/Kg (Lampiran 10)
Suhu awal air (To) = 31.50 C
Suhu akhir air (Ta) = 860 C
massa air (mair) = 3419.83 Kg
Cp air = 2.79 KJ/KgK
Massa steam (S) = mair x Cp air x (Ta – To) / (h awal – h akhir)
= 3419.83 x 2.79 x (86 – 31.5) / (2706.5 – 2653.4)
= 6106.52 Kg
Waktu pemanasan (t) = S/m = 6106.52/3132.05
= 1.95 jam = 117 menit
Perhitungan pipa steam existing
Waktu pemanasan secara teori dari perhitungan = 117 menit
Energi Pemanasan Steam (Q) = S x (h awal – h akhir)
= 6106.52 x (2706.5 – 2653.4)
= 324256 KJ
= 324.26 MJ
Perhitungan pipa steam modifikasi
Pertambahan jumlah pipa = 2.5 kali dengan yang existing sehingga laju massa
steam bertambah 2.5 kali dengan semula
Massa steam (S) = mair x Cp air x (Ta – To) / (h awal – h akhir)
= 3419.83 x 2.5x2.79x(86 – 31.5)/(2706.5 – 2653.4)
28
= 15266.3 Kg
Waktu pemanasan (t) = S/m = 15266.3/(3132.05*2.5)
= 0.78 jam = 46.8 menit
Energi Pemanasan Steam (Q) = S x (h awal – h akhir)
= 15266.3 x (2706.5 – 2653.4)
= 810640.5 KJ
= 810.64 MJ
Suhu medium setelah modifikasi
Ta = (Qsteam /mair x Cp air) + To
= (810.64/3419.83 x 2.79) + 31.5
= 116.5 0C
Dapat dilihat bahwa dengan penambahan pipa steam dapat mempercepat
waktu pemanasan tapi penggunaan energi steam menjadi lebih boros. Akan tetapi
hal ini bisa berguna karena pada waktu pengukuran di lapangan sempat terjadi
penundaan produksi, salah satunya karena waktu pemanasan yang relatif lebih
lama. Dengan penambahan pipa steam juga membuat suhu media air di bak
pasteurisasi menjadi relatif lebih seragam, hanya seberapa seragam harus
dilakukan pergantian di pipa steam sesuai modifikasi dan dilakukan pengukuran.
Perkiraan suhu medium setelah modifikasi sebesar 116.5 0C.
3. Energi Pemanasan Proses Pasteurisasi
a. Pola Sebaran Suhu Selama Pasteurisasi
Tabel 5. Sebaran Suhu Produk di Bak Pasteurisasi
Waktu (detik)
Titik 1 (0C)
Titik 2 (0C)
Titik 3 (0C)
Trata-rata (0C)
Trata-rata medium (0C)
0 62.1 61.4 64.27 62.6 84.4 10 63.2 63.3 65.80 64.1 84.3 20 64.5 63.0 67.43 65.0 84.8 30 65.2 65.1 69.90 66.7 84.4 40 65.1 65.6 71.17 67.3 84.3 50 64.4 66.1 72.13 67.6 84.0 60 68.4 68.6 73.13 70.0 84.2 70 67.1 68.1 73.87 69.7 84.5 80 70.7 69.0 74.30 71.3 84.0 90 72.5 70.0 75.23 72.6 84.1
29
100 74.1 69.8 75.60 73.2 84.1 110 72.3 70.2 76.63 73.1 83.6 120 75.0 70.2 77.33 74.2 84.2 130 75.4 73.6 77.30 75.4 83.6 140 74.2 73.5 77.37 75.0 84.2 150 75.5 73.7 79.27 76.1 83.9 160 75.3 75.1 78.47 76.3 83.8 170 74.6 76.4 79.00 76.7 83.9 180 76.4 76.8 79.93 77.7 84.4 190 74.8 77.1 80.27 77.4 84.7 200 76.2 79.6 80.47 78.8 84.5 210 76.8 79.5 81.83 79.4 84.5
T rata-rata medium (0C) 84.2
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa rata – rata suhu produk masuk ke bak
pasteurisasi sebesar 62.60 C. Pada kenyataannya sewaktu kegiatan produksi yang
biasanya suhu produk masuk ke dalam bak pasteurisasi kira – kira 700 C. Suhu
produk pada waktu percobaan lebih rendah daripada biasanya karena pada waktu
percobaan terjadi kerusakan di mesin cooking sehingga suhu produk keluar dari
mesin cooking tidak terlalu panas. Sedangkan suhu media rata – rata didapat
sebesar 72.30 C.
Karena suhu produk masuk ke bak pasteurisasi yang lebih rendah
sehingga untuk memanaskan suhu di dalam bak pasteurisasi akan memerlukan
beban pemanasan yang relatif besar. Rata – rata suhu produk keluar dari bak
pasteurisasi sebesar 79.40 C, yang berarti suhu rata – rata produk keluar tidak
sesuai dengan yang ditargetkan, yaitu suhu output produk sebesar 820 C.
Sedangkan dari ke – 9 titik percobaan hanya pada titik 6 tercapai suhu output
produk lebih besar dari 820 C. Hal ini bisa terjadi karena suhu pada titik 6
merupakan suhu input produk tertinggi dari ke – 9 titik percobaan.
b. Panas yang Diterima oleh Produk per Cup
Massa produk (m) = 0.195 Kg
KA = 94.8 %
Cp = 0.0837 + 0.034*94.8
= 3.3069 KJ/KgK
30
T rata – rata medium = 84.20 C
T rata – rata awal (To) = 79.40 C (Tabel 4)
T rata – rata akhir (Ta) = 62.60 C (Tabel 4)
q = m*Cp* (Ta – To)
= 0.195*3.3069*(79.4 – 62.6)
= 10.8 KJ
Qtotal = q x kapasitas produksi/siklus
= 10.82 x 24240 cup/jam
= 262254.4 KJ
= 262.3 MJ
c. Efisiensi Pemanasan
Cp air = a0 + a1T + a2T2 (Maroulis, 2003)
= 9.97 x 102 + (-1.35) x 10-3 x 84.32 + 1.38 x 10-5 x 84.322
= 3.2 KJ/KgK
Efisiensi Pemanasan = Qtotal
Qair
= Berat produk/jam x Cp produk x ΔT
Berat air/jam x Cp air x (Tawal – Takhir)
= 262254.4
56906.4 x 3.2 x (86 – 84.2)
= 86.5%
d. Efisiensi Pemakaian Energi
Efisiensi Pemakaian Energi = Qtotal
Qsteam
= 262254.4
S x (h awal – h akhir)
= 262254.4
324256
= 80.8%
31
Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rancangan percobaan I (Gambar
14). Sensor termokopel dipasang di tiga titik di bak pasteurisasi kemudian satu
sensor termokopel dipasang di produk mengikuti ketiga titik di bak pasteurisasi.
Karena pasteurisasi terjadi pada suhu 860 C sehingga baik untuk produk koko
dan jelly sama – sama berbentuk cair. Jadi data yang diambil hanya untuk produk
jelly, karena diasumsikan pindah panas selama proses pasteurisasi untuk kedua
produk dianggap sama.
Gambar 18. Pola Sebaran Suhu Produk Jelly di Bak Pasteurisasi
Dari pengukuran didapat suhu rata-rata produk masuk ke bak pasteurisasi
sebesar 62.60C dan suhu rata-rata produk keluar dari bak pasteurisasi sebesar
79.40C dengan suhu rata – rata air di dalam bak sebesar 84.20 C. Suhu terendah
produk masuk ke bak pasteurisasi sebesar 61.40C (pada titik 1) dan suhu tertinggi
produk masuk ke bak pasteurisasi sebesar 64.70C (pada titik 3). Sedangkan suhu
terendah produk keluar dari bak pasteurisasi sebesar 76.80C (pada titik 1) dan
suhu tertinggi produk keluar dari bak pasteurisasi sebesar 81.80C (pada titik 3).
Sehingga dari pengukuran, produk masuk dengan suhu terendah akan menjadi
produk dengan suhu terendah ketika keluar dari bak pasteurisasi. Adanya
perbedaan suhu produk keluar dapat disebabkan perbedaan suhu produk masuk.
Atau mungkin terjadi karena produk yang jumlahnya tidak selalu tetap ketika
32
masuk ke bak sehingga perpindahan panasnya pun tidak tetap. Penyebab lainnya
mungkin posisi produk lain yang berada di dekat produk yang diambil titik
pengukurannya. Semakin banyak produk yang berada di dekat produk yang
diambil sebagai data pengukuran maka panas yang seharusnya diterima produk
yang diambil sebagai pengukuran jadi diterima oleh produk yang berada di
sebelahnya.
Dari pengukuran juga didapat rata-rata peningkatan suhu selama di dalam
bak pasteurisasi (produk masuk hingga keluar dari bak) sebesar 16.80C. Dengan
peningkatan suhu terkecil sebesar 14.60C (pada titik 1) dan peningkatan suhu
terbesar sebesar 18.10C (pada titik 2). Bervariasinya peningkatan suhu ini juga
dikarenakan jumlah produk di dalam bak pasteurisasi dalam satu siklus/batch
yang tidak tetap.
Setelah dilakukan pengkuran produk selanjutnya dilakukan perhitungan
pindah panas dan konsumsi energi yang terjadi selama proses pasteurisasi. Dari
perhitungan didapat rata-rata konsumsi energi per titik yang dibutuhkan dari mulai
produk masuk ke bak pasteurisasi sampai keluar bak sebesar 10.8 KJ. Selanjutnya
dilakukan perhitungan konsumsi energi per siklus pasteurisasi. Dari perhitungan
didapat kapasitas produksi bak pasteurisasi per siklus sebesar 2464 cup. Sehingga
didapat konsumsi energi per siklus pasteurisasi sebesar 262.3 MJ untuk 2464 cup
produk.
Dari perhitungan efisiensi pemanasan didapat efisiensi sebesar 86.5%.
Adapun kehilangan panas kemungkinan terjadi karena panas lepas ke udara luar
sehingga tidak dimanfaatkan untuk menaikkan suhu produk. Sedangkan untuk
perhitungan efisiensi pemakaian energi didapat efisiensi sebesar 80.8%, ini artinya
bahwa pemakaian energi yang digunakan untuk proses pasteurisasi masih baik.
e. Optimasi Lama Waktu Proses Pasteurisasi
Diketahui :
Tout produk (target) = 820 C
KA = 94.8 %
T medium (T air) = 84.20 C
T∞ (T awal produk) = 62.60 C
33
Massa produk = 0.195 Kg
Diameter cup (d) = 0.06 m
Tinggi cup (l) = 0.085 m
A = π x d x l = 3.14 x 0.06 x 0.085
= 0.016 m2
Tf = (T∞ + Tair)/2 = (62.59 + 84.32)/2
= 73.470 C
V∞ (kecepatan konveyor) = 0.056 m/s
μ = 0.386 x 10-3 Kg/m s (Lampiran 11)
ρ = 975.6 Kg/m3 (Lampiran 11)
ν = μ/ρ = 0.38 x 10-3/975.56
= 3.95 x 10-7 m2/s
k = 0.665 W/m. 0 C (Lampiran 11)
Pr = 2.43 (Lampiran 11)
Re = V∞ x d/ν
= (0.05 x 0.06)/(3.95 x 10-7)
= 8449
Nu = 0.193 x Re0.618 x Pr1/3 (Lampiran 12)
= 0.193 x 84490.618 x 2.171/3
= 69.4
h = Nu x d/k
= 69.34 x 0.06/0.671
=769.4 W/m2K
Cp = 0.0837 + 0.034*94.8 = 3.3069 KJ/KgK
Dicari : lama waktu proses pasteurisasi (t) = ?
Jawab :
t = 7 menit
34
Target suhu output produk ialah 820 C. Dari pengukuran dapat dilihat bahwa
dari ketiga titik pengukuran tidak ada titik pengukuran yang suhu output
produknya sesuai target. Sehingga perlu dilakukan perhitungan secara teori untuk
mencapai target suhu 820 C berapa suhu input yang harus dicapai. Dari
perhitungan didapat bahwa minimal suhu input produk sebesar 62.60 C. Dengan
suhu media sebesar 84.20 C dan proses pasteurisasi selama 7 menit.
Gambar 19. Pengambilan Produk di Bak Pasteurisasi
35
B. Bak Pra-pendingin
1. Energi Panas yang Diserap selama Pendinginan
Tabel 6. Sebaran Suhu Produk di Bak Pra-pendingin
Waktu (detik)
Titik 1 (0C)
Titik 2 (0C)
Titik 3 (0C)
Trata - rata (0C)
Trata - rata medium (0C)
0 80.7 80.6 80.6 80.6 40.0 10 74.5 77.3 78.9 76.9 39.6 20 72.6 73.5 74.3 73.5 39.5 30 69.9 70.1 71.6 70.5 39.7 40 67.5 67.5 68.0 67.7 40.1 50 64.7 64.2 65.4 64.7 40.2 60 61.6 61.2 63.5 62.1 40.2 70 57.0 59.6 61.9 59.5 40.4 80 55.7 58.0 60.3 58.0 40.4 90 54.3 56.6 59.7 56.9 40.3 100 53.2 55.2 57.0 55.1 40.7 110 53.1 54.0 55.0 54.0 40.6 120 52.6 52.7 54.4 53.2 40.6 130 52.1 51.6 53.9 52.5 40.6 140 51.5 49.8 53.9 51.7 40.6 150 51.0 49.3 53.2 51.2 40.8 160 49.7 47.8 52.9 50.1 40.8 170 49.5 46.7 51.5 49.2 40.7 180 48.4 45.8 49.7 48.0 40.5 190 47.7 45.1 48.2 47.0 40.4 200 47.0 44.9 48.5 46.8 40.5 210 46.4 45.0 47.9 46.4 40.1 220 45.2 44.4 47.2 45.6 40.4 230 45.6 44.6 47.2 45.8 40.4 240 45.4 44.1 47.1 45.5 40.5 250 44.2 43.8 46.8 44.9 40.2 260 44.0 44.9 46.8 45.2 40.0 270 43.2 43.3 46.1 44.2 39.6 280 43.3 42.8 45.3 43.8 39.3 290 42.4 43.2 44.2 43.3 39.3 300 42.3 43.3 42.8 39.4 310 42.1 42.7 42.4 39.3 320 42.3 43.0 42.7 39.2 330 42.8 42.6 42.7 39.2
36
340 42.0 42.3 42.2 39.3 350 42.3 41.1 41.7 39.3 360 41.8 42.0 41.9 39.3 370 41.4 42.6 42.0 39.4
Trata - rata medium (0C) 40.2
Massa produk (m) = 0.195 Kg
KA = 94.8 %
Cp = 0.0837 + 0.034*94.8
= 3.3069 KJ/KgK
T rata – rata medium = 40.20 C
T rata – rata produk = 51.90 C (tabel 5)
q = m*Cp* (Tp – Tm)
= 0.195*3.3069*(51.9 – 40.2)
= 7.5 KJ
Qtotal = q x kapasitas produksi
= 7.5 x 24240 cup/jam
= 182894.5 KJ = 182.9 MJ
2. Koefisien Kinerja Pendinginan (COP)
Tc (Suhu air keluar dari pendingin) = 31.50 C = 304.5 K
Th = 80.60 C = 353.6 K
COP = Tc
Th – Tc
= 304.5
(353.6 – 304.5)
= 6.2
Setelah melewati proses pasteurisasi selanjutnya produk akan masuk ke bak
pra-pendingin. Bak pra-pendingin dibuat agar tidak terjadi penurunan suhu yang
terlalu besar jika produk langsung masuk ke bak pendingin sehingga tidak terjadi
kerusakan fisik pada produk akibat penurunan suhu yang drastis. Pendinginan di
bak precooling menggunakan air biasa dengan rata – rata suhu media air di bak
sebesar 40.20C. Untuk menjaga agar suhu media stabil maka media air langsung
mengalami sirkulasi. Air yang berada di media dikeluarkan melalui pipa ke bak
37
pendingin di pendingin tower kemudian dimasukkan lagi ke bak pra-pendingin.
Proses pra-pendingin akan berlangsung 3 – 7 menit tergantung jumlah produk
yang berada di dalam bak. Di dalam bak pra-pendingin tidak ada target suhu
output produk yang akan dicapai, sehingga tidak dilakukan perhitungan optimasi
suhu output produk. Pada bak pra-pendingin juga tidak dilakukan pengukuran bak
tanpa produk sehingga perbaikan ke arah desain bak belum bisa dilakukan.
Gambar 20. Bak Pra-Pendingin
38
Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rancangan percobaan I (Gambar
14). Sensor termokopel dipasang di tiga titik di bak pra-pendingin kemudian satu
sensor termokopel dipasang di produk mengikuti ketiga titik di bak pra-pendingin.
Gambar 21. Pola Sebaran Suhu Produk Jelly di Bak Pra-pendingin
Karena pra-pendingin terjadi pada suhu 40.20 C sehingga baik untuk produk
koko dan jelly sama – sama berbentuk cair. Jadi data yang diambil hanya untuk
produk jelly, karena diasumsikan pindah panas selama proses pra-pendingin untuk
kedua produk dianggap sama.
Suhu input produk diatur supaya berada di suhu 800 C, penentuan suhu 800 C
sesuai dengan pengukuran di bak pasteurisasi yaitu suhu rata-rata output produk
sebesar 79.40 C. Caranya dengan mencelupkan produk yang telah terpasang
sensor termokopel terlebih dahulu ke bak pasteurisasi kemudian jika suhu input
sudah tercapai, produk langsung dimasukkan ke bak pra-pendingin. Tentunya
sewaktu pengambilan data di lapangan suhu input produk tidak tepat 800 C.
Dari pengukuran didapat suhu rata-rata produk keluar dari bak pra-pendingin
sebesar 420C. Suhu terendah produk keluar dari bak pra-pendingin sebesar 41.40C
(pada titik 1) dan suhu tertinggi produk keluar dari bak pra-pendingin sebesar
42.60C (pada titik 3). Sehingga dari pengukuran, produk masuk dengan suhu
terendah belum tentu akan menjadi produk dengan suhu terendah ketika keluar
39
dari bak pra-pendingin. Hal ini mungkin terjadi karena produk yang jumlahnya
tidak selalu tetap ketika masuk ke bak yang berakibat lama produk di dalam bak
belum tentu sama untuk setiap produk sehingga perpindahan panasnya pun tidak
tetap. Atau mungkin posisi produk lain yang berada di dekat produk yang diambil
titik pengukurannya. Semakin banyak produk yang berada di dekat produk yang
diambil sebagai data pengukuran maka panas yang seharusnya diterima produk
yang diambil sebagai pengukuran jadi diterima oleh produk yang berada di
sebelahnya. Misalnya pada titik 1 (suhu keluaran produk sebesar 41.40 C) yang
tercapai setelah pendinginan selama 370 detik atau 6 menit yang lebih lama
dibandingkan pada titik 2 (suhu keluaran produk sebesar 43.20 C) yang tercapai
dengan pendinginan selama 290 detik atau 4.8 menit.
Dari pengukuran juga didapat rata-rata penurunan suhu selama di dalam bak
pra-pendingin (produk masuk hingga keluar dari bak) sebesar 38.60C. Dengan
penurunan suhu terkecil sebesar 37.40C (pada titik 2) dan penurunan suhu terbesar
sebesar 39.30C (pada titik 1). Bervariasinya penurunan suhu ini juga dikarenakan
jumlah produk di dalam bak pra-pendingin dalam satu siklus/batch yang tidak
tetap sehingga lama waktu produk di dalam bak juga tidak sama.
Setelah dilakukan pengukuran produk selanjutnya dilakukan perhitungan
pindah panas dan energi yang dilepas selama proses pra-pendingin. Dari
perhitungan didapat rata-rata energi lepas per titik yang dibutuhkan dari mulai
produk masuk ke bak pra-pendingin sampai keluar bak sebesar 10.8 KJ.
Selanjutnya dilakukan perhitungan energi lepas per siklus pra-pendingin. Dari
perhitungan didapat kapasitas produksi bak pra-pendingin per siklus sebesar 2464
cup (kapasitas dianggap sama dengan kapasitas bak pasteurisasi, karena yang
diambil kapasitas produksi per siklus). Sehingga didapat energi lepas per siklus
pra-pendingin sebesar 658.7 MJ untuk 2464 cup produk.
Dari perhitungan COP (Coefficient Of Performance) didapat nilainya sebesar
6.2. Artinya bak pra-pendingin mampu memindahkan 6.2 unit panas dari tiap unit
energi yang dikonsumsi (sebagai contoh, misalnya pendingin ruangan
mengkonsumsi 1KWh akan memindahkan panas dari ruangan sebesar 6.2 KWh).
40
Gambar 22. Pengambilan Produk di Bak Pra-Pendingin
C. Bak Pendingin
Setelah produk keluar dari bak pra-pendingin selanjutnya produk akan masuk
ke bak pendingin. Produk akan berada di bak pendingin selama 4.5 – 8 menit,
tergantung jumlah produk yang berada di dalam bak. Proses pendingin
menggunakan air yang didinginkan dari empat buah chiller tower. Ketika produk
jelly masuk digunakan satu atau dua chiller tower untuk mengontrol suhu media,
tapi ketika produk koko masuk semua chiller tower digunakan. Suhu media di bak
pendingin dibuat berbeda tergantung produk yang masuk. Suhu media akan diatur
stabil di suhu 310 C untuk produk jelly dan 190 C untuk koko. Hal ini dilakukan
karena target suhu output produk jelly maksimal 370 C dan maksimal 270 C untuk
produk koko. Suhu output koko dibuat lebih rendah agar nata yang berada di
dalam produk melayang sehingga kelihatan bagus secara visual. Pada bak
Pendingin perkiraan awal untuk produk jelly, sebagian besar jelly sudah berbentuk
jelly sehingga terjadi pindah panas secara konduksi di dalam cup. Jadi, karena
target suhu dan asumsi bentuk produk keluar dari bak yang berbeda untuk kedua
produk maka dilakukan pengambilan data untuk kedua produk. Pengukuran untuk
41
sebaran suhu di bak pendingin tanpa produk belum dilakukan sehingga modifikasi
untuk bak pendingin belum bisa dilakukan.
Gambar 23. Pengukuran di Bak Pendingin
1. Energi Panas yang Diserap selama Pendinginan untuk Produk Jelly
Tabel 7. Sebaran Suhu Produk Jelly di Bak Pendingin
Waktu (detik)
Titik 1 (0C)
Titik 2 (0C)
Titik 3 (0C)
T rata-rata (0C)
Trata-rata medium (0C)
0 43.3 43.7 43.2 43.4 31.3 10 42.4 42.2 42.6 42.4 31.2 20 41.7 41.9 40.4 41.3 31.3 30 40.9 41.4 37.5 39.9 31.3 40 41.1 40.2 36.7 39.4 31.3 50 40.7 39.5 36.4 38.9 31.3 60 39.8 39.1 36.1 38.3 31.3 70 39.5 38.5 35.7 37.9 31.3 80 38.8 38.0 35.6 37.4 31.3 90 38.1 37.7 35.5 37.1 31.3
100 37.9 37.9 35.5 37.1 31.3 110 37.8 37.5 35.4 36.9 31.3
42
120 37.4 37.2 35.4 36.7 31.3 130 37.2 37.3 35.1 36.6 31.3 140 37.1 36.6 35.2 36.3 31.3 150 36.9 37.1 34.9 36.3 31.3 160 36.6 36.4 34.9 35.9 31.3 170 36.1 36.2 35.0 35.8 31.3 180 36.6 36.0 34.5 35.7 31.3 190 35.5 35.9 34.4 35.3 31.2 200 35.2 36.2 34.3 35.2 31.2 210 35.5 36.3 35.0 35.6 31.2 220 34.9 35.9 34.6 35.1 31.2 230 35.3 35.6 34.4 35.1 31.2 240 35.3 35.3 33.5 34.7 31.2 250 35.6 35.1 34.1 34.9 31.2 260 35.4 35.0 34.0 34.8 31.2 270 35.1 35.4 33.7 34.8 31.2 280 35.3 34.6 34.0 34.6 31.2 290 35.3 36.8 33.5 35.2 31.2 300 34.7 36.5 33.8 35.0 31.2 310 34.8 36.5 34.2 35.1 31.2 320 34.8 34.0 34.4 30.6 330 34.3 34.0 34.2 31.3 340 34.1 34.1 34.1 31.4 350 33.3 34.0 33.7 31.1 360 34.0 34.0 34.0 32.0 370 34.8 33.8 34.3 32.0 380 34.8 33.6 34.2 32.1 390 34.2 33.4 33.8 32.1 400 34.4 32.0 33.2 32.1 410 34.2 32.1 33.2 32.0 420 34.0 32.3 33.2 32.1
T rata-rata medium (0C) 31.4 Suhu media = 31.490 C
Massa produk = 0.195 Kg
Cp = 3.3069 KJ/KgK
Suhu rata – rata produk = 36.030 C (tabel 6)
q = m*Cp* (Tp – Tm)
= 0.195*3.3069*(36.03 – 31.49)
= 2.9 KJ
43
Qtotal = q x kapasitas produksi
= 2.9 x 24240 cup/jam
= 123809.8 KJ
= 123.8 MJ
2. Koefisien KinerjaPendinginan (COP) untuk Produk Jelly
Tc (suhu air keluar dari pendingin) = 200 C = 293 K
Th = 43.80 C = 316.38 K
COP = Tc
Th – Tc
= 299
(316.38 – 293)
= 12.31
Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rancangan percobaan I (gambar
14). Teknik pengambilan data sama seperti di bak pra-pendingin.
Gambar 24. Pola Sebaran Suhu Produk Jelly di Bak Pendingin
Suhu input produk diatur supaya berada di suhu 44 C, penentuan suhu 440 C
sesuai dengan pengukuran di bak pra-pendingin yaitu suhu rata-rata output produk
sebesar 43.80 C. Dari pengukuran didapat suhu rata-rata produk keluar dari bak
44
pendingin sebesar 33.90C dengan suhu rata – rata media sebesar 31.490 C. Suhu
terendah produk keluar dari bak pendingin sebesar 32.30C (pada titik 1) dan suhu
tertinggi produk keluar dari bak pra-pendingin sebesar 36.50C (pada titik 2).
Sehingga dari pengukuran, produk masuk dengan suhu yang relatif sama belum
tentu sama suhunya ketika keluar dari bak pendingin. Hal ini mungkin terjadi
karena produk yang jumlahnya tidak selalu tetap ketika masuk ke bak yang
berakibat lama produk di dalam bak belum tentu sama untuk setiap produk
sehingga perpindahan panasnya pun tidak tetap. Atau mungkin posisi produk lain
yang berada di dekat produk yang diambil titik pengukurannya. Semakin banyak
produk yang berada di dekat produk yang diambil sebagai data pengukuran maka
panas yang seharusnya diterima produk yang diambil sebagai pengukuran jadi
diterima oleh produk yang berada di sebelahnya. Sebagai contoh pada suhu
keluaran produk tertinggi sebesar 36.50 C ( pada titik 2) tercapai dengan
pemanasan selama 310 detik atau 5 menit yang lebih cepat jika dibandingkan
dengan suhu keluaran produk titik 7 ( 32.30 C) yang terjadi selama 420 detik atau
7 menit.
Dari pengukuran didapat rata – rata penurunan suhu selama di dalam bak
pendingin (produk masuk hingga keluar dari bak) sebesar 10.20C. Dengan
penurunan suhu terkecil sebesar 7.20C (pada titik 2) dan penurunan suhu terbesar
sebesar 10.90C (pada titik 3). Bervariasinya penurunan suhu ini juga dikarenakan
jumlah produk di dalam bak pendingin dalam satu siklus/batch yang tidak tetap
sehingga lama waktu produk di dalam bak juga tidak sama.
Setelah dilakukan pengukuran produk selanjutnya dilakukan perhitungan
pindah panas dan energi yang dibutuhkan untuk mendinginkan produk selama
proses pendingin. Pada waktu pengukuran di lapangan ternyata ketika produk
keluar di bak pendingin hanya sebagian kecil di dalam tiap produk yang berbentuk
jelly (padatan), sehingga untuk perhitungan diasumsikan produk berbentuk cair.
Sehingga pindah panas yang terjadi di dalam produk berupa konveksi. Dari
perhitungan didapat rata-rata konsumsi energi per titik yang dibutuhkan dari mulai
produk masuk ke bak pendingin sampai keluar bak sebesar 2.9 KJ. Selanjutnya
dilakukan perhitungan konsumsi energi per siklus pendingin. Dari perhitungan
didapat kapasitas produksi bak pendingin per siklus sebesar 2464 cup (kapasitas
45
dianggap sama dengan kapasitas bak pasteurisasi, karena yang diambil kapasitas
produksi per siklus). Sehingga didapat konsumsi energi per siklus pendingin
sebesar 123.8 MJ untuk 2464 cup produk/siklus.
Dari perhitungan COP (Coefficient Of Performance) didapat nilainya sebesar
12.3. Artinya bak pendingin mampu memindahkan 12.3 unit panas dari tiap unit
energi yang dikonsumsi (sebagai contoh, misalnya pendingin ruangan
mengkonsumsi 1KWh akan memindahkan panas dari ruangan sebesar 12.3 KWh).
3. Suhu Output Produk Jelly selama Pendinginan
Dari grafik pengukuran dapat dilihat bahwa semua titik – titik pengukuran
telah mencapai target suhu output produk yaitu maksimal sebesar 370 C (suhu rata
– rata output produk sebesar 33.90 C dan suhu output tertinggi sebesar 36.50 C).
Sehingga untuk produk jelly tidak perlu dilakukan optimasi suhu.
4. Energi Panas yang Diserap selama Pendinginan untuk Produk Koko
Tabel 8. Sebaran Suhu Produk Koko di Bak Pendingin
Waktu (detik)
Titik 1 (0C)
Titik 2 (0C)
Titik 3 (0C)
Trata-rata (0C)
Trata-rata medium (0C)
0 43.5 43.6 43.1 43.4 31.2 10 40.6 40.8 39.3 40.2 31.1 20 37.9 39.7 38.8 38.8 31.0 30 37.7 38.6 37.6 38.0 31.1 40 37.5 37.4 36.6 37.2 31.0 50 37.2 37.1 35.6 36.6 31.1 60 36.9 36.4 35.8 36.4 31.1 70 37.0 35.7 35.3 36.0 31.1 80 36.6 35.8 34.7 35.7 31.1 90 36.3 35.3 34.5 35.4 31.2
100 36.2 34.9 34.4 35.2 31.3 110 35.7 34.7 35.0 35.1 31.4 120 35.5 34.4 34.5 34.8 31.4 130 35.6 34.8 34.8 35.0 31.5 140 35.8 35.3 34.4 35.2 31.5 150 35.6 34.6 34.2 34.8 31.5 160 35.2 34.3 34.0 34.5 31.5 170 35.3 34.2 33.9 34.5 31.5 180 34.4 33.9 33.5 33.9 31.4
46
190 34.2 34.2 33.3 33.9 31.7 200 34.2 33.7 32.9 33.6 31.6 210 33.3 33.1 32.7 33.0 31.7 220 33.2 33.4 32.5 33.0 31.6 230 33.1 33.6 31.7 32.8 31.6 240 33.0 33.3 32.2 32.8 31.7 250 33.3 33.4 32.4 33.1 31.8 260 33.1 33.0 33.1 33.1 31.7 270 32.6 33.4 32.6 32.9 31.7 280 32.5 32.2 32.6 32.4 31.7 290 32.8 32.8 32.5 32.7 31.2 300 32.8 32.3 33.0 32.7 31.3 310 32.9 32.0 31.8 32.2 31.2 320 33.2 31.7 32.5 32.5 31.1 330 32.8 31.7 31.1 31.9 31.0 340 33.3 31.6 32.1 32.3 31.0 350 33.1 32.1 31.7 32.3 30.9 360 33.7 31.8 31.5 32.3 30.8 370 33.2 31.6 31.1 32.0 30.9 380 32.5 31.3 31.9 30.5 390 32.8 30.8 31.8 30.5 400 32.4 30.3 31.4 30.9 410 33.1 30.6 31.9 30.9 420 32.6 30.5 31.6 30.4 430 32.2 32.2 30.7 440 32.8 32.8 29.9 450 32.2 32.2 31.0 460 32.4 32.4 31.3 470 31.8 31.8 31.0 480 31.4 31.4 31.2
Trata-rata medium (0C) 31.2 Suhu media air = 31.20 C
Massa produk = 0.195 Kg
KA = 96%
Cp = 0.837 + 0.034*96
= 3.348 KJ/KgK
Suhu produk rata – rata = 33.90 C (Tabel 7)
q = m*Cp* (Tp – Tm)
= 0.195*3.348*(33.9 – 31.2)
47
= 1.6 KJ
Qtotal = q x kapasitas produksi
= 1.6 x 24240 cup/jam
= 38003.5 KJ
= 380.0 MJ
5. Koefisien KinerjaPendinginan (COP) untuk Produk Koko
Tc (suhu air keluar dari pendingin) = 200 C = 293 K
Th = 43.80 C = 316.38 K
COP = Tc
Th – Tc
= 293
(316.38 – 293)
= 12.3
Perhitungan dilakukan juga dengan menggunakan rancangan percobaan I
(Gambar 14). Teknik pengambilan data sama seperti pengambilan data untuk
produk jelly di bak pendingin. Suhu input produk juga sama seperti produk jelly
yaitu 440 C. Pola sebaran ketiga titik pengukuran suhu produk yang dihasilkan
sesuai dengan grafik di bawah ini.
Gambar 25. Pola Sebaran Suhu Produk Koko di Bak Pendingin
48
Dari pengukuran didapat suhu rata-rata produk keluar dari bak pendingin
sebesar 32.20C dengan suhu rata – rata media sebesar 31.20 C. Suhu terendah
produk keluar dari bak pendingin sebesar 30.50C (pada titik 2) dan suhu tertinggi
produk keluar dari bak pra-pendingin sebesar 31.40C (pada titik 1). Sehingga dari
pengukuran, produk masuk dengan suhu yang relatif sama belum tentu sama
suhunya ketika keluar dari bak pendingin. Hal ini mungkin terjadi karena produk
yang jumlahnya tidak selalu tetap ketika masuk ke bak yang berakibat lama
produk di dalam bak belum tentu sama untuk setiap produk sehingga perpindahan
panasnya pun tidak tetap. Atau mungkin posisi produk lain yang berada di dekat
produk yang diambil titik pengukurannya. Semakin banyak produk yang berada di
dekat produk yang diambil sebagai data pengukuran maka panas yang seharusnya
diterima produk yang diambil sebagai pengukuran jadi diterima oleh produk yang
berada di sebelahnya.
Dari pengukuran didapat rata – rata penurunan suhu selama di dalam bak
pendingin (produk masuk hingga keluar dari bak) sebesar 120C. Dengan
penurunan suhu terkecil sebesar 120C (pada titik 3) dan penurunan suhu terbesar
sebesar 13.10C (pada titik 2). Bervariasinya penurunan suhu ini juga dikarenakan
jumlah produk di dalam bak pendingin dalam satu siklus/batch yang tidak tetap
sehingga lama waktu produk di dalam bak juga tidak sama.
Setelah dilakukan pengukuran produk selanjutnya dilakukan perhitungan
pindah panas dan energi yang dibutuhkan untuk mendinginkan produk selama
proses pendingin. Dari perhitungan didapat rata-rata konsumsi energi per titik
yang dibutuhkan dari mulai produk masuk ke bak pendingin sampai keluar bak
sebesar 1.6 KJ. Selanjutnya dilakukan perhitungan konsumsi energi per siklus
pendingin. Dari perhitungan didapat kapasitas produksi bak pendingin per siklus
sebesar 2464 cup (kapasitas dianggap sama dengan kapasitas bak pasteurisasi,
karena yang diambil kapasitas produksi per siklus). Sehingga didapat konsumsi
energi per siklus pendingin sebesar 380.0 MJ untuk 2464 cup produk/siklus.
Pada tabel perhitungan konsumsi energi dapat dilihat adanya nilai q (pindah
panas) yang tidak diisi. Hal ini dikarenakan pada waktu – waktu pengukuran
tersebut suhu produk lebih kecil dibandingkan suhu rata – rata media. Hal ini bisa
saja terjadi karena suhu media diambil suhu rata – rata sedangkan suhu produk
49
merupakan suhu aktual yang diukur tiap sepuluh detik. Sehingga untuk tidak
mengganggu perhitungan besarnya nilai q dikosongkan. Oleh karena itu pula rata
– rata konsumsi energi per titik dari produk koko lebih kecil daripada produk
jelly yang pada akhirnya berdampak kepada lebih kecilnya total konsumsi energi
per siklus dari koko dibandingkan produk jelly. Padahal seharusnya rata – rata
konsumsi energi per titik dari produk koko harus lebih besar daripada produk jelly
karena rata – rata suhu output produk koko lebih kecil daripada produk jelly.
Dari perhitungan COP (Coefficient Of Performance) didapat nilainya sebesar
12.31. Artinya bak pra-pendingin mampu memindahkan 12.31 unit panas dari tiap
unit energi yang dikonsumsi (sebagai contoh, misalnya pendingin ruangan
mengkonsumsi 1KWh akan memindahkan panas dari ruangan sebesar 12.31
KWh).
6. Optimasi Suhu Medium Bak untuk Produk Koko di Bak Pendingin
Diketahui :
T air = 31.540 C
Lama proses = 4.5 menit
T∞ (T awal produk) = 43.390 C
Massa produk = 0.195 Kg
Diameter cup (d) = 0.06 m
Tinggi cup (l) = 0.085 m
A = π x d x l = 3.14 x 0.06 x 0.085
= 0.016 m2
Tf = (T∞ + Tair)/2 = (43.39 + 31.54)/2
= 37.450 C
V∞ (kecepatan konveyor) = 0.042 m/s
μ = 0.687 x 10-3 Kg/m s (Lampiran 11)
ρ = 993.07 Kg/m3 (Lampiran 11)
ν = μ/ρ = 0.687 x 10-3/993.07
= 6.92 x 10-7 m2/s
k = 0.626 W/m. 0 C (Lampiran 11)
Pr = 3.66 (Lampiran 11)
50
Re = V∞ x d/ν
= (0.042 x 0.06)/(6.92 x 10-7)
= 3667
Nu = 0.683 x Re0.466 x Pr1/3 (Lampiran 12)
= 0.683 x 84490.466 x 2.171/3
= 48.21
h = Nu x d/k
= 48.21 x 0.06/0.626
=503.68 W/m2K
Cp = 0.0837 + 0.034*96 = 3.348 KJ/KgK
Dicari : Suhu medium (Tm) agar Tout = 270 C
Jawab :
Tm = 260 C
7. Kebutuhan Jumlah Es Balok (M es) untuk Pendinginan Produk Koko
Diketahui : M air = 3627.74 Kg
Cp air = 3.79 KJ/KgK
T awal air (T medium) = 31.50 C
T akhir air = 260 C
Cp es = 4.21 KJ/KgK
T awal es = 00 C
T akhir es = 260 C
Massa 1 es balok = 8.9 Kg
Ditanya : Jumlah es balok yang dibutuhkan (M es)
Jawab : M es = M air x Cp air x (T awal air – T akhir air)
Cp es x (T akhir es – T akhir es)
= 3627.74 x 3.79 x (31.5 – 26)
4.21 x (26 – 0)
51
= 692.28 Kg
Jumlah es balok yang dibutuhkan = 692.28/8.9
= 78 es balok.
Dari pengukuran dapat dilihat dari semua titik pengukuran tidak ada produk
yang suhu keluarannya sesuai target, yaitu suhu keluaran maksimal sebesar 270 C.
Secara logika tentu saja hal ini tidak akan terjadi karena rata – rata suhu media
bak pendingin saja di atas 270 C (yaitu sebesar 31.540 C). Secara teknis di
lapangan hal ini terjadi karena pada waktu pengambilan data ternyata 2 buah
chiller tower mengalami kerusakan sehingga tidak bisa digunakan. Sebagai
gantinya pihak pabrik memasukkan es balok ke chiller tower, tetapi mungkin
jumlah es balok yang dimasukkan tidak memenuhi sehingga suhu media bak
pendingin tetap di atas 270 C.
Karena tidak tercapainya target suhu output produk maka dilakukan
perhitungan secara teori berapa seharusnya suhu media dari bak pendingin agar
target tersebut tercapai. Dari hasil perhitungan didapat bahwa suhu media di bak
pendingin maksimal sebesar 170 C. Dengan suhu input produk sebesar 440 C dan
lama proses 4.5 menit. Kemudian untuk menggantikan chiller yang rusak
digunakan es balok sebagai pengganti untuk pendingin. Dari perhitungan didapat
bahwa es balok yang dibutuhkan sebanyak 78 buah/jam untuk membuat suhu
media berada di suhu 270 C.
Jika grafik suhu produk selama proses pasteurisasi digabungkan akan
menjadi seperti di bawah ini :
52
Gambar 26. Perubahan Suhu Produk Terhadap Suhu Medium
Dari grafik dapat dilihat bahwa proses pasteurisasi terjadi dalam waktu 1000
detik atau 16.7 menit. Proses ini terdiri dari pemanasan selama 210 detik, pra-
pendingin selama sekitar 390 detik, dan pendinginan selama 400 detik. Proses
pemanasan dilakukan pada suhu 860 C, proses pra-pendinginan dilakukan pada
suhu 400 C, dan pendinginan dilakukan pada suhu 31.50 C.
Pemanasan Pra-pendinginan
Pendinginan
53
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Titik terdingin pada bak pasteurisasi berada di ujung bak tempat keluar
produk setelah proses pasteurisasi (titik 4) dan perbedaan suhu dengan
titik terpanas sebesar 2.6 0C. Pemanasan suhu air dari 31.5 0C menjadi 86 0C memerlukan waktu pemanasan selama 117 menit dan energi
pemanasan sebesar 324.26 MJ. Sedangkan untuk bak pra-pendingin dan
pendingin belum diketahui dimana letak titik terdinginnya karena belum
dilakukan pengambilan data di kedua bak tersebut.
2. Konsumsi energi selama proses pasteurisasi sebesar 262.254 MJ. Waktu
proses pasteurisasi minimal 7 menit agar target suhu output produk 82 0C
dapat tercapai, dengan suhu media sebesar 84.2 0C. Efisiensi Pemanasan
sebesar 86.5% dan efisiensi pemakaian energi sebesar 80.8%. Dalam
kondisi seperti tersebut di atas, bak pasteurisasi dan pendingin mencapai
kinerja sebagai berikut :
a. Coefficient Of Performance (COP) untuk pendinginan di bak pra-
pendingin sebesar 6.2 dan suhu rata – rata output produk sebesar 43.8 0C.
b. Coefficient Of Performance (COP) untuk produk jelly drink sebesar
12.3. Suhu rata – rata output produk sebesar 33.9 0C (berada dalam
batas suhu target suhu output produk sebesar 37 0C), sehingga tidak
dilakukan perhitungan optimasi suhu output produk.
c. Coefficient Of Performance (COP) untuk produk koko drink sebesar
12.3. Suhu minimal media sebesar 26 0C agar target suhu output
produk 27 0C dapat tercapai, dengan suhu input sebesar 43.7 0C dan
waktu proses 3 menit.
3. Perbaikan desain bak pasteurisasi berupa penambahan pipa steam menjadi
5 pipa (2.5 kali lebih banyak dari semula). Hasilnya waktu pemanasan
menjadi lebih cepat, yaitu 46.8 menit, energi pemanasan sebesar 810.64
MJ dan suhu medium menjadi 116.5 0C. Sedangkan perbaikan desain dari
54
bak pra-pendingin dan pendingin belum dapat dilakukan karena belum
dilakukan pengukuran di kedua bak tersebut.
B. SARAN
1. Perlu dilakukan pengukuran suhu di bak pra-pendingin dan pendingin agar
dapat ditemukan suhu terdingin dan perbaikan desain di kedua bak
tersebut dapat dilakukan. Hal ini tidak dilakukan karena waktu penelitian
yang tidak mencukupi.
2. Perlu ditemukan teknik pengambilan data yang baru agar suhu input
produk ke bak pasteurisasi yang sebenarnya dengan percobaan
perbedaannya relatif kecil. Perbedaan suhu saat ini kira – kira 2 0C.
3. Sebaiknya tangki penyimpan air untuk media di bak pra-pendingin dan
bak pendingin berada di dalam tanah atau tidak terkena matahari secara
langsung. Hal ini bertujuan agar beban pendinginan di bak pra-pendingin
dan bak pendingin bisa diturunkan.
4. Sebaiknya perlu dilakukan pengukuran uji mikroorganisme terhadap
produk yang telah diukur selama proses pasteurisasi. Saat ini belum
dilakukan pengukuran tersebut karena tujuan penelitian tidak sampai ke
pengukuran tersebut.
55
DAFTAR PUSTAKA
Bejan, Adrian and Alan Kraus. 2003. Heat Transfer Handbook. Canada : John
Wiley and Sons, Inc.
Cengel, A. Yunus. Heat Transfer. 2003. North America : Mc.Graw-Hill
Companies, Inc.
Hariyadi, Purwiyatno dan Feri Kusnandar. 2008. Prinsip Teknik Pangan, Fateta.
IPB Press, Bogor.
Heldman, Dennis. Food Process Engineering. 1975. The Avi Publishing
Company, Inc.
Maroulis, B. Zacharias and George D. Saravacos. 2003. Food Process Design.
Mercel Dekker, Inc.
Richardson, Philip. 2000. Improving the Thermal Processing of Foods. New
York : CRC Press
56
Lampiran 1. Gambar Piktorial Bak Pasteurisasi
57
Lampiran 2. Gambar Tampak Atas Bak Pasteurisasi
58
Lampiran 3. Gambar Tampak Samping Bak Pasteurisasi
59
Lampiran 4. Gambar Piktorial Pipa Steam Existing
60
Lampiran 5. Gambar Tampak Atas Pipa Steam Existing
61
Lampiran 6. Gambar Tampak Samping Pipa Steam Existing
62
Lampiran 7. Gambar Pipa Steam Modifikasi
63
Lampiran 8. Gambar Tampak Atas Pipa Steam Modifikasi
64
Lampiran 9. Gambar Tampak Samping Pipa Steam Modifikasi
65
Lampiran 10. Tabel Entalphi Steam
66
Lampiran 11. Tabel Nilai k, μ, dan Pr dari Air
67
Lampiran 12. Tabel Rumus Nusselt Number untuk Geometri Silinder