Transcript
  • OPTIMALISASI PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

    DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DESA

    (Studi kasus di Desa Tridayasakti Kecamatan Tambun Selatan

    Kabupaten Bekasi)

    Oleh:

    Prayoza Saputra

    NIM: 109048000069

    KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA

    P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M

    FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

    SYARIF HIDAYATULLAH

    J A K A R T A

    1435 H/2014 M

  • OPTIMALISASI PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

    DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DESA

    (Studi kasus di Desa Tridayasakti Kecamatan Tambun Selatan Kabupaten

    Bekasi)

    SKRIPSI

    Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi

    Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH)

    Oleh:

    Prayoza Saputra

    NIM: 109048000069

    KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA

    P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M

    FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

    SYARIF HIDAYATULLAH

    J A K A R T A

    1435 H/2014 M

    i

  • iv

    LEMBAR PERNYATAAN

    Dengan ini saya menyatakan bahwa:

    1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

    salahbsatu syarat memperoleh gelar strata 1 (S1) di Universitas Islam Negeri

    Syarif Hidayatullah Jakarta (UIN Jakarta).

    2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisn ini telah saya cantumkan sesuai

    dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

    3. Jika dikemudian hari terbukti hasil karya ini bukqan hasil karya asli saya atau

    merupakan hasil dari jiplakan orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi

    yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

    Jakarta, Mei 2014

    Prayoza Saputra

  • v

    OPTIMALISASI PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DALAM

    MEMBENTUK PERATURAN DESA

    (Studi Kasus di Desa Tridayasakti Kecamatan Tambun Selatan Kabupaten

    Bekasi)

    Abstrak

    Badan Permusyawarat an Desa merupakan wujud dari Demokrasi di tingkat

    Pemerintahan desa. BPD berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala Desa,

    menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa. Dalam hal ini peran Badan

    Permusyawaratan Desa yang meciptakan peraturan desa bersama Kepala Desa dalam

    membangun peradaban Desa yang baik secara sosial, ekonomi dan budaya.

    Adanya aturan hukum mengenai pemerintahan desa yang belum membuahkan

    hasil atas apa yang semestinya diharapkan dari Peraturan Hukum dan undang-undang.

    Sistem pemerintahan desa yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan

    sering kali terabaiakan oleh perangkat-perangkat desa yang terkait didalamnya,

    khususnya Badan Permusyawaratan Desa. Maka, penyusun mengkaji data dan fakta

    yang terjadi terhadap proses BPD dalam pembentukan PerDes dan kendala-kendala

    BPD dalam membentuk Peraturan Desa.

    Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yang

    didalamnya dikombinasikan dengan metode komparatif, pengamatan dan studi kasus.

    Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui peran Badan Permusayawaratan

    Desa di Desa Tridayasakti dalam menjalankan fungsi legislasi desa dan optimalisasi

    perannya dalam pembentukan peraturan desa yang dapat menjadi acuan terlaksananya

    penyelenggaraan pemerintahan desa yang sesuai menurut peraturan perundang-

    undangan khususnya Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi Nomor 2 tahun 2008

    tentang Pemerintahan Desa.

    Dari hasil penelitian penulis mengambil kesimpulan bahwa Peran BPD di

    desa Tridayasakti belum cukup optimal dalam implementasi fungsinya sebagai

    legislator dan tidak sesuai dengan PerDa Kabupaten Bekasi No. 2 tahun 2008 dalam

    proses pembentukan peraturan desa serta banyak kendala-kendala yang dihadapi

    dalam proses pembentukan peraturan desa seperti komunikasi, sumber daya, disposisi

    dan struktur birokrasi. Adapun faktor-faktor yang menjadi kendala BPD dalam

    penyususnan dan penetapan PerDes ialah kesadaran masyarakat terhadap peraturan

    desa, kualitas kinerja aparatur desa dan BPD kurang baik, kurangnya anggaran dalam

    setiap menjalankan proses legislasi, dan kurangnya kualitas internal Badan

    Permusyawaratan itu sendiri.

    Kata Kunci: Badan Permusyawaratan Desa, Peraturan Desa.

  • vi

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat, nikmat serta

    anugrah-Nya penulis dapat menyelesaikan skrispi ini. Sholawat serta salam penulis

    sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW.

    Setulus hati penulis menyadari bahwa skripsi ini masih teramat jauh dari kata

    sempurna. Namun demikian, skripsi ini merupakan hasil usaha dan upaya maksimal

    dari penulis. Tidak sedikit hambatan, cobaan dan kesulitan yang ditemui. Banyak hal

    yang belum dapat penulis hadirkan dalam skripsi ini kerena keterbatasan pengetahuan

    dan waktu. Namun patut disyukuri kerena banyak pengalaman didapat dalam

    penulisan skripsi ini.

    Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih

    yang teramat dalam dan tak terhingga kepada:

    1. Dr. JM Muslimin, MA selaku Dekan fakultas Syariah dan Hukum Universitas

    Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

    2. Terima kasih kepada Dr. Djawahir Hejazziey, S.H., M.A. selaku ketua program

    studi ilmu hukum serta Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. selaku sekretaris

    program studi Ilmu Hukum atas segala petunjuk dalam penyusunan skripsi ini.

    3. Terima kasih kepada Drs. Abu Tamrin, S.H., M. Hum dan H. Syafrudin Makmur,

    S.H., M.H. Yang telah bersedia menjadi pembimbing penulisan skripsi ini dengan

  • vii

    penuh kesabaran dan ketelitian memberikan masukan sehingga skripsi ini dapat

    diselesaikan

    4. Terima kasih kepada Abdurauf, Lc. Selaku dosen pembimbing akademik, yang

    telah membimbing dan mengarahkan, baik dalam perkuliahan maupun dalam hal

    akademik lainnya.

    5. Terima kasih kepada Dosen Nur Rohim Yunus, L.L.M yang bersedia meluangkan

    waktu dan memberikan masukan serta saran untuk penulis.

    6. Terima kasih kepada segenap dosen serta staf karyawan fakultas Syariah dan

    Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

    7. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua dan keluarga,

    ayahanda Drs. Pathurrozi Zainul dan ibunda Yeyet Suryati serta adik-adik, yang

    selalu menjadi motivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yang selalu

    berusaha dan berdoa memberikan yang terbaik untuk penulis, semoga Allah SWT

    senantiasa memberikan nikmat iman, islam, dan sehat kepada mereka.

    8. Terima kasih untuk semangat Deviani Chici yang tak berhenti membuat penulis

    mampu menyelesaikan skripsi ini.

    9. Terima kasih kepada keluarga penulis di Ciputat Heru, Andre, Sulthan dan Omlet

    yang selalu memberi motivasi dalam menjalani kerasnya atmosfer kehidupan di

    Ciputat, God bless you all bray.

    10. Kepada sahabat Angkatan 34 Vzeh, Fares, Humaedullah, Qidsi dkk yang sudah

    sekarela menemani suka maupun duka penulis selama berkuliah dan mengukir

    cerita bersama, menciptalah kawan dari semua proses ini, jangan lupa nyusul yaa.

  • viii

    11. Keluarga besar KM UIN Jakarta, GM-I terimakasih semuanya. Khususnya Bang

    Riki, Syifak, Alan, Anday, Surya, Panden, Adit, Ncek dkk yang telah banyak

    mengajarkan akan pentingnya sebuah perlawanan, Victoria La Siempre.

    12. Kawan KMS, GM-I Basis Fakultas Syariah dan Hukum, Teguh, Hilal, Bayu,

    Buya dkk dan semuanya yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu, terima

    kasih sudah menemani penulis selama berorganisasi.

    13. Keluarga besar Lintasan Kalam dari angkatan 1-39 terima kasih sudah menjadi

    lebih sekedar teman penulis di Ciputat, Hidup memang keras tapi lebih keras

    Ciputat.

    14. Terima kasih kepada sahabat Ilmu Hukum dan Fakultas Syariah dan Hukum

    2009 menemani penulis selama menjalankan perkuliahan dan kawan-kawan yang

    tidak dapat disebutkan satu persatu terima kasih atas dukungan moral yang telah

    kalian berikan.

    Semua yang telah dan akan terjadi kedepan tidaklah lepas dari kehendak Allah

    SWT, harapan atau pun cita-cita tidak akan diraih tanpa kerja keras dan doa. Semoga

    skripsi ini bermanfaat bagi kita semua terutama Desa Tridayasakti dan seluruh Desa-

    desa di seluruh penjuru Indonesia dalam menjalankan amanat rakyat. Semoga setiap

    dukungan, doa, nasehat dan semangat yang telah membantu penulis dalam

    menyelesaikan skripsi ini diberikan ganjaran oleh Allah SWT, amin.

    Wassalamualaikum. Wr. Wb.

    Jakarta, 28 April 2014

    Prayoza Saputra

  • ix

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL............................................................................. .............. i

    LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING........................................... ......... ii

    LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI................................................. ............. iii

    LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ iv

    ABSTRAK............................................................................................. .............. v

    KATA PENGANTAR................................................................................. ........ vi

    DAFTAR ISI.......................................................................................... .............. iv

    BAB I PENDAHULUAN.............................................................. ............... 1

    A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1

    B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ............................................ 7

    C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 8

    D. Review Studi Terdahulu ..................................................... ........ 9

    E. Kerangka Konsepsional............................................. ................. 12

    F. Metode Penelitian........................................................................ 13

    G. Sistematika Penulisan ................................................................. 17

    BAB III TINJAUAN UMUM BPD ................................................................... 19

    A. Penyelenggaraan Pemerintahan Desa............................... .......... 19

    B. Kedudukan Badan Permusyawaratan Desa................. ................ 29

    C. Hak dan Kewajiban badan Permusyawaratan Desa .................... 33

    D. Landasan Pembentukan Peraturan Desa ..................................... 35

  • x

    BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG DESA TRIDAYASAKTI,

    KECAMATAN TAMBUN SELATAN, KABUPATEN

    BEKASI, PROVINSI JAWA BARAT ......................................... 42

    A. Letak Geografis dan Profil Desa ........................................ ........ 42

    B. Struktur Pemerintahan Desa ........................................................ 44

    C. Alat Kelengkapan Pemerintahan Desa ........................................ 47

    BAB IV ANALISA TERHADAP PERAN BPD DALAM

    PEMBENTUKAN PERDES DI DESA

    TRIDAYASAKTI......................................... .................................... 52

    A. Fungsi dan Peran Badan Permusyawaratan Desa.......... .............. 52

    B. Pembentukan Peraturan Desa................................. ..................... 54

    C. Proses BPD Desa Tridayasakti Dalam Pembentukan DAN

    Penetapan Peraturan Desa....... .................................................... 57

    D. Kendala-Kendala Yang Terjadi Dalam Proses Pembentukan

    dan Penetapan Peraturan Desa............................................ ........ 65

    E. Perspektif Islam Terhadap kedudukan badan Permusyawaratan

    Desa ............................................................................................. 71

    BAB V PENUTUP............................................................................ ............ 74

    A. Kesimpulan ........................................................................ ........ 74

    B. Saran................................................................................... ......... 76

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Desa merupakan hirarki terendah Pemerintahan dari Negara Kesatuan

    Republik Indonesia,menurut pasal 1 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1979 bahwa

    Desa ialah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai

    kesatuan masyarakat, termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang

    mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah Camat dan

    berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara

    Kesatuan Republik Indonesia.1 Dalam penyelenggaraannya Desa memerlukan

    sebuah lembaga yaitu Badan Permusyawaratan Desa (BPD) selaku mitra

    Pemerintah Desa dalam membangun dan mensejahterakan Desa. Pemerintah Desa

    dan Badan permusyawaratan Desa (BPD) diharapkan mampu membawa

    kemajuan dengan memberikan pengarahan, masukan dalam membangun

    pemerintahan desa menjadi baik terutama dalam penyusunan dan penetapan

    peraturan pemerintah desa.

    Penyelenggaraan Pemerintah Desa di era Reformasi pada hakekatnya

    adalah proses demokratisasi yang selama Orde Baru berproses dari atas ke bawah,

    sebaliknya saat ini proses dari bawah yakni desa. Perubahan paradigma baru

    tersebut, dari keterangan di atas maka mengakibatkan desa sebagai kualitas

    1 Taliziduhu Ndraha, Dimensi-Dimensi Pemerintahan Desa, (Jakarta: PT Bumi Aksara,

    1991), h. 4.

  • 2

    kesatuan hukum yang otonom dan memiliki hak serta wewenang untuk mengatur

    rumah tangga sendiri sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Undang-Undang Dasar

    1945 antara lain menyatakan bahwa pembagian daerah Indonesia atas daerah

    besar dan kecil dengan bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan dengan

    Undang-Undang.2 Berdasarkan Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang

    Pemerintahan Daerah juncto Undang-Undang No 12 Tahun 2008 tentang

    pemerintahan Daerah perubahan atas Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang

    Pemerintahan Daerah, Desa tidak lagi merupakan tingkat administrasi, dengan

    tidak lagi menjadi bawahan Daerah melainkan menjadi Daerah Mandiri, dimana

    masyarakatnya berhak berbicara atas kepentingan sendiri dan bukan ditentukan

    dari atas ke bawah. Desa yang selama ini diperankan sebagai peran pembantu dan

    objek, bukan menjadi aktor pembantu. Untuk mendukung perubahan mendasar

    tentang Pemerintahan Desa, maka dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 72

    Tahun 2005 tentang Desa dan Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi No 2 Tahun

    2008 tentang Pemerintahan Desa dimana Pemerintahan Desa dan BPD yang

    menjadi struktur Pemerintah terbawah yang secara langsung berinteraksi dengan

    masyarakat.

    Keberadaan sebuah desa memiliki keanekaragaman yang disesuaikan

    dengan asal usul budaya yaitu: (1) Keanekaragaman, disesuaikan dengan asal usul

    dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat, (2) partisipasi, bahwa

    2 HAW. Widjaja, Otonomi Desa Merupakan Otonomi Yang Asli, Bulat Dan Utuh, (Jakarta:

    PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h.1.

  • 3

    penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa harus mampu

    mewujudkan peran aktif masyarakat agar masyarakat senantiasa memiliki dan

    turut serta bertanggung jawab terhadap perkembangan kehidupan bersama

    sebagai sesama warga desa, (3) otonomi asli, bahwa kewenangan pemerintah desa

    dalam mengatur dan mengurus masyarakat setempat didasarkan pada hak asal

    usul dan nilai-nilai sosial budaya yang terdapat pada masyarakat setempat namun

    harus diselenggarakan dalam perspektif administrasi desa, (4) Demokrasi, artinya

    penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di desa harus

    menampung aspirasi-aspirasi masyarakat yang di musyawarahkan dan kemudian

    dipilih untuk dilaksanakan melalui BPD dan Lembaga Kemasyarakatan sebagai

    mitra Pemerintah Desa, (5) Pemberdayaan Masyarakat, artinya penyelenggaraan

    dan pembangunan di desa ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup dan

    kesejahteraan masyarakat melalui penetapan kebijakan, program dan kegiatan

    yang sesuai dengan pokok masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat. Dapt

    disimpulkan bahwa landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai Pemerintah

    Desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi, dan

    pemberdayaan masyarakat.3

    Pemerintah desa harus melaksanakan peraturan perundang-undangan yang

    berkaitan dengan desa akan tetapi peraturan perundang-undangan itu tidak bisa

    langsung dilaksanakan. Hal ini karena desa berbeda kondisi sosial, politik dan

    3 Sarundajang, Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,

    2002), h.181.

  • 4

    budayanya. Salah satu contohnya yaitu dalam pengambilan keputusan yang diatur

    dalam pasal 59 ayat (1) Peraturan Pemerintah No 72 tahun 2005 bahwa untuk

    melaksanakan Peraturan Desa, Kepala Desa menetapkan Peraturan Kepala Desa

    dan/atau Keputusan Kepala Desa. Namun pada prakteknya pengambilan

    keputusan juga dilakukan melalui proses musyawarah karena pada dasarnya sifat

    masyarakat desa yang statis, apabila menemukan suatu masalah mereka

    menyelesaikannya dengan cara musyawarah karena mereka masih memiliki rasa

    kekeluargaan yang kuat.

    Dalam proses pengambilan keputusan di desa dilakukan dengan dua

    macam keputusan.4 Pertama, keputusan-keputusan yang beraspek sosial, yang

    mengikat masyarakat secara sukarela, tanpa sanksi yang jelas. Kedua, keputusan-

    keputusan yang dibuat oleh lembaga-lembaga formal desa yang dibentuk untuk

    melakukan fungsi pengambilan keputusan. Bentuk keputusan pertama, banyak

    dijumpai dalam kehidupan sosial masyarakat desa, proses pengambilan keputusan

    dilakukan melalui proses persetujuan bersama, dimana sebelumnya alasan-alasan

    untuk pemilihan alternatif diuraikan terlebih dahulu oleh para tetua desa ataupun

    orang yang dianggap memiliki kewibawaan tertentu.

    Adapun pada bentuk kedua, keputusan-keputusan didasarkan pada prosedur

    yang telah disepakati bersama, seperti proses Musyawarah Pembangunan Desa

    (MUSBANGDES) yang dilakukan setiap setahun sekali di balai desa. Proses

    4 Kushandjani, Otonomi Desa Berbasis Modal Sosial Dalam Perspektif Socio-Legal.

    (Semarang: Jurusan Ilmu Pemerintahan Fisip UNDIP, 2008), h. 70-71.

  • 5

    pengambilan keputusan tersebut dilakukan pihak-pihak secara hukum memang

    diberi fungsi untuk itu,5 yang kemudian disebut dengan Peraturan Desa (Perdes).

    Peraturan desa adalah produk hukum tingkat desa yang ditetapkan oleh kepala

    desa bersama Badan Permusyawaratan Desa dalam rangka penyelenggaraan

    pemerintah desa. Peraturan desa merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan

    undang-undang yang lebih tinggi dengan memperhatikan kondisi sosial budaya

    masyarkat setempat.

    Badan Permusyawaratan Desa yang kemudian disebut BPD berfungsi

    menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan

    aspirasi masyarakat, oleh karenanya BPD sebagai badan permusyawaratan yang

    berasal dari masyarakat desa, disamping menjalankan fungsinya sebagai jembatan

    penghubung antara kepala desa dengan masyarakat desa, juga harus menjalankan

    fungsi utamanya, yakni fungsi representasi (Perwakilan).6

    Badan Perwakilan Desa yang ada selama ini berubah namanya menjadi

    Badan Permusyawaratan Desa, perubahan ini didasarkan pada kondisi faktual

    bahwa budaya politik lokal yang berbasis pada filosofi musyawarah untuk

    mufakat. Musyawarah berbicara tentang proses, sedangkan mufakat berbicara

    tentang hasil. Hasil yang baik diharapkan diperoleh dari proses yang baik. Melalui

    musyawarah untuk mufakat meminimalisir berbagai konflik antara para elit

    politik, sehingga tidak sampai menimbulkan perpecahan yang berarti.

    5 Ibid., h. 33

    6 Sadu Wasistiono, MS. M.Irawan Tahir, Si., Prospek Pengembangan Desa, (Bandung: CV

    Fokus Media, 2007), h. 35.

  • 6

    Namun dengan demikian terkadang apa yang telah disepakati oleh

    Pemerintah Desa dengan Badan Permusyawaratan Desa tidak sesuai apa yang

    diinginkan masyarakat sehingga pembentukan peraturan desa hanya menjadi

    sebuah agenda Pemerintah Desa yang tidak substantif dan kooperatif atas

    kepentingan Rakyat, yang seharusnya BPD (Badan Permusyawaratan Desa)

    menjadi wadah penyaluran aspirasi masyarakat. Kurangnya sosialisasi peraturan

    yang dibuat oleh Perangkat Desa dengan Badan Permusyawaratan Desa yang

    menjadi permasalahan yang dalam proses penyusunan dan penetapan peraturan

    tidak sesuai apa yang diinginkan masyarakat sehingga masih banyak yang

    melanggar peraturan desa.

    Dalam menjalankan perannya Badan Permusyawaratan Desa belum

    mampu bermitra dengan pemerintah desa dalam menciptakan kesejahteraan pada

    tingkat dasar yakni Desa. Penyusun merasa tertarik untuk meneliti proses serta

    kendala Badan Permusyawaratan Desa di Desa Tridayasakti Kecamatan Tambun

    Selatan Kabupaten Bekasi Provinsi Jawa Barat dalam pembentukan Peraturan

    Desa (Perdes), maka seyogyanya penyusun memandang penelitian ini harus

    dilakukan agar bisa melakukan identifikasi proses BPD dalam pembentukan dan

    penetapan peraturan desa di desa Tridayasakti secara komprehensif yang akan

    dituangkan dalam skripsi yang berjudul:

    OPTIMALISASI PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN

    DESA(BPD) DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DESA (Studi Kasus

    Desa Tridayasakti Kecamatan Tambun Selatan Kabupaten Bekasi).

  • 7

    B. Pembatasan dan Rumusan Masalah

    1. Pembatasan Masalah

    Agar pembahasan ini tidak meluas, maka dalam penelitian ini penyusun

    terfokus pada peran Badan Permusyawaratan Desa dalam pembentukan

    peraturan desa dan kendala-kendalanya dalam proses pembentukan peraturan

    desa (PerDes) di desa Tridayasakti Kecamatan Tambun Selatan Kabupaten

    dalam kurun waktu 2 (dua) tahun yaitu tahun 2012 dan 2013 semenjak

    ditetapkan sebagai Badan Permusyawaratan Desa periode 2012-2018, sesuai

    dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004 tentang pembentukan

    peraturan perundang-undangan dan Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi

    Nomor 2 tahun 2008 tentang Pemerintahan Desa.

    2. Perumusan Masalah

    Dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, ada hal yang

    menarik untuk dikaji dan diteliti lebih lanjut, yang kemudian dapat

    dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

    a. Apa peran Badan Permusyawaratan Desa dalam proses pembentukan

    Peraturan Desa (Perdes)?

    b. Apa saja kendala Badan Permusyawaratan Desa dalam pembentukan

    Perdes?

  • 8

    C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

    1. Tujuan Penelitian

    Penelitian ini dimaksudkan untuk mengungkap faktor mendasar mitra

    Pemerintah Desa yakni BPD yang kurang optimal dalam proses legislasi di

    Desa Tridayasakti. Secara lebih rinci penelitian ini bertujuan untuk:

    a. Untuk mengetahui dan memahami peran Badan Permusyawaratan Desa

    dalam proses pembentukan Peraturan Desa.

    b. Untuk mengetahui kendala-kendala Badan Permusyawaratan Desa dalam

    pembentukan peraturan desa di desa Tridayasakti.

    2. Manfaat Penelitian

    Adapun manfaat penelitian ini :

    a. Secara Teoritis

    Penelitian ini mampu menjadi acuan bagi seluruh Badan

    Permusyawaratan Desa seluruh penjuru tanah air khususnya BPD di desa

    Tridayasakti Kecamatan Tambun Selatan Kabupaten Bekasi dalam

    mengoptimalkan perannya sebagai penampung dan penyalur aspirasi

    masyarakat sehingga mampu membangun tatanan Desa yang beraturan

    dan mapan dalam hal ekonomi, sosial, politik dan budaya.

    b. Secara Praktis

    Secara praktis manfaat dari penelitian ini adalah:

    1) Bermanfaat bagi Civitas Akademis dalam memperkaya referensi

    mengenai peran Badan Permusyawaratan Desa dalam pembentukan

    peraturan desa.

  • 9

    2) Penelitian ini juga diharapkan menjadi tolak ukur betapa pentingnya

    peran BPD dalam meningkatkat kesejahteraan sosial dan ekonomi

    dalam bermasyarakat.

    3) Penelitian ini diharapkan mampu memperluas khazanah keilmuan

    tatanegara dalam hal Pemerintahan Desa bagi pembaca.

    4) Penelitian ini juga menjadi syarat untuk mendapatkan gelar sarjana S1

    di Prodi Ilmu Hukum konsentrasi Kelembagaan Negara Fakultas

    Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

    Jakarta.

    D. Review Studi Terdahulu

    Hasil yang penyusun pahami atas berbagai karya tulis baik berupa buku-

    buku ilmiah, skripsi, jurnal ataupun yang lain, telah banyak ditemukan karya-

    karya yang membahas persoalan Badan Permusyawaratan Desa atau juga yang

    dulu disebut Badan Perwakilan Desa sebagai mitra pemerintah desa dalam

    penyusunan dan penetapan peraturan desa, hal ini tentu saja karena tema tersebut

    sendiri termasuk dalam kategori persoalan klasik. Namun dalam mencari referensi

    yang membicarakan tentang peran BPD dalam proses pembentukan peraturan

    desa (Perdes) dan ke ndala-kendala yang dialami BPD, penyusun belum

    menemukan yang menjelaskan hal itu, namun hanya sebuah karya-karya yang

    dapat disebutkan disini yang menjadi acuan penyusun dalam mereview materi

    yang akan diteliti adalah sebagai berikut.

  • 10

    Sebuah skripsi hasil penelitian lapangan Ahmad Nuralif mahasiswa

    Siyasah Syariyyah berjudul Kajian Hukum Islam Tentang Peranan Pemerintah

    Desa dan BPD dalam Pelaksanaan Pembangunan dan Kesejahteraan Umum

    (Studi Kasus Desa Permagsari Kecamatan Parung Kabupaten Bogor).dalam

    kesimpulannya hanya sedikit menyinggung peran BPD selaku legislatif desa yang

    mampu menciptakan check and balance dalam penyelenggaraan pemerintah desa,

    tidak menjabarkan sesuai yang Penyususn teliti di skripsi ini bagaimana proses

    pembentukan peraturan desa dari mulai penyerapan aspirasi masyarakat, membuat

    rapat untuk membawa aspirasi masyarakat dalam pembentukan peraturan desa

    sampai penetapan dan kendala-kendalanya, sehingga peran anggota Badan

    Permusyawaratan Desa dapat efektif dalam menciptakan peraturan desa yang

    sesuai kepentingan masyarakatnya.7

    Dimensi-dimensi pemerintahan desa. Buku yang ditulis pada tahun 1991

    oleh Dr. Taliziduhu Ndraha bahwa sebelum berganti nama BPD sebelumnya

    adalah Lembaga Musyawarah Desa (LMD) yang terdapat dalam Peraturan

    Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 1978, dalam buku ini di bab 12 sudah

    menjelaskan beberapa pokok mengenai tugas, bentuk, kedudukan, keanggotaan,

    organisasi, kewajiban, kewenangan dan hak saampai ke tata hubungan akan tetapi

    tidak menjelaskan mengenai peran BPD sebagai mitra pemerintah desa dalam

    7 Ahmad Nuralif, Kajian Hukum Islam Tentang Peranan Pemerintah desa dan BPD Dalam

    Pelaksanaan Pembangunan dan Kesejahteraan Umum(studi kasus Desa Permagsari Kecamatan

    Parung Kabupaten Bogor), Jurusan Syiyasah Syariyah Fakultas Syariah & Hukum UIN Syarif

    Hidayatullah, Jakarta, 2010.

  • 11

    pembentukan peraturan desa dan itu tidak dijabarkan sama sekali dalam buku ini

    sesuai yang Penyususn teliti tentang peran anggota BPD dalam pembentukan

    peraturan desa.8

    Otonomi desa merupakan otonomi yang asli, bulat dan utuh. Buku yang

    ditulis Haw Widjaja dalam bab III pemerintahan desa di jelaskan bahwa sebelum

    nama Badan Perwakilan Desa menjad Badan Permusyawaratan Desa. Dalam

    Undang-undang No 22 Tahun 1999 terdapat Badan Perwakilan Desa sebagai

    lembaga legislatif desa yang berfungsi mengayomi adat istiadat. Bersama-sama

    pemerintah desa membuat dan menetapkan peraturan desa(Perdes), menampung

    dan menyalurkan aspirasi masyarakat kepada pejabat atau instansi yang

    berwenang serta melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan Perdes,

    APBD serta keputusan kepala desa. Pelaksanaan fungsi BPD di tetapkan dalam

    tata tertib BPD sendiri dalam pasal 1 huruf b Kepmendagri No. 64 Tahun 1999

    dinyatakan secara tegas bahwa pemerintah desa adalah kegiatan pemerintah yang

    dilaksanakan oleh pemerintah desa dan BPD. Dari ketentuan ini tampak jelas

    bahwa antara lembaga pemerintah desa dan BPD merupakan lembaga yang

    terpisah yang mempunyai tugas dan kewenangan sendiri.9

    Membangun Good Governance di Desa. Buku yang ditulis pada tahun

    2003 oleh AAGN Ari Dwipayana dalam bab III dijelaskan bahwa dalam konteks

    pembangunan institusi demokrasi desa, kehadiran Badan Permusyawaratan Desa

    telah memberikan intrumen kelembagaan bagi masyarakat desa untuk

    8 Taliziduhu Ndraha, Dimensi-Dimensi Pemerintahan Desa, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 1991), h.50.

    9 HAW. Widjaja, Otonomi Desa Merupakan Otonomi Asli, Bulat dan Utuh.......,h.27-28.

  • 12

    berpartisipasi dalam politik desa. Ruang bagi masyarakat untuk menyuarakan

    kepentingannya (voice), terlibat dalam proses politik (access), dan turut

    mengontrol jalannya proses politik di level desa terakomodasi dengan keberadaan

    BPD, akan tetapi tidak menjelaskan mengenai fungsi BPD sebagai mitra

    pemerintah desa dalam penyusunan dan penetapan peraturan desa, itu tidak

    dijabarkan dalam buku ini.10

    E. Kerangka Konsepsional

    Untuk mengupayakan agar tidak terjadi kesimpangsiuran dan

    kesalahpahaman dalam hal mengartikan konsep-konsep pokok dalam penelitian

    ini, maka penelitian ini ditentukan bahwa:

    1. Yang dimaksud dengan Pemerintah Desa adalah organisasi dalam

    pemerintahan desa yang melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan desa,

    pejabat/aparatur desa tersebut yaitu Kepala Desa, Sekretaris Desa dan Staf

    Desa lainnya.

    2. Yang dimaksud dengan Badan Permusyawaratan Desa" selanjutnya disebut

    BPD adalah suatu badan selaku mitra Kepala Desa dalam menyelenggarakan

    Pemerintah Desa, BPD yang sebelumnya disebut Badan Perwakilan Desa

    memiliki fungsi menetapkan peraturan desa, bersama Kepala Desa

    menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat serta menjadi fungsi

    kontrol dalam penyelenggaran pemerintahan desa

    10

    AAGN Ari Dwipayana, Membangun Good Governance di Desa, (Yogyakarta: IRE Press,

    2003), h.25.

  • 13

    3. Yang dimaksud dengan Peraturan Desa yang selanjutnya disebut PerDes

    adalah produk hukum yang diciptakan oleh pemerintah desa dalam

    menjalankan pembangunan desa demi tercapainya kesejahteraan masyarakat

    desa secara menyeluruh. Peraturan desa adalah bentuk regulasi yang

    dikeluarkan pemerintah desa sebagaimana kabupaten membuat peraturan

    daerah. Peraturan desa ditetapkan oleh kepala desa bersama Badan

    Permusyawaratan Desa, peraturan desa dibentuk dalam rangka

    penyelenggaraan pemerintahan desa yang merupakan penjabaran lebih lanjut

    dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan

    kondisi sosial budaya masyarakat desa setempat.11

    F. Metode Penelitian

    1. Pendekatan Penelitian

    Dalam penelitian ini yang menjadi objek kajian adalah Pemerintahan

    Desa khususnya Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai mitra Kepala

    Desa dalam menetapkan Peraturan Desa. Melihat begitu pentingnya

    kedalaman empiris yang harus dapat dijangkau dengan sejumlah data yuridis

    maka penulis akan menggunakan metode penelitian hukum normatif

    didalamnya akan dikombinasikan dengan metode komparatif, pengamatan,

    serta studi kasus.

    11

    Hanif Nurcholis, Pertumbuhan & Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, (Jakarta:

    Erlangga, 2011), h. 113.

  • 14

    Metode komparatif menjelaskan lebih pada perbandingan berbagai

    macam hal dengan tujuan mendapatkan petunjuk-petunjuk mengenai apa yang

    dilakukan BPD di desa Tridayasakti dalam proses pembentukan Peraturan

    Desa.

    Pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

    pendekatan normatif dan juga pendekatan secara empiris, yakni menekankan

    pada sumber hukum mengenai peran BPD dalam pemerintahan desa serta

    implementasi undang-undang oleh Badan Permusyawaratan Desa dalam

    proses pembentukan Peraturan Desa. Pendekatan ini dimaksudkan untuk

    mengetahui lebih dalam mengenai kinerja BPD selaku penampung dan

    penyalur aspirasi masyarakat dalam pembentukan perdes demi terciptanya

    tatanan sosial, ekonomi dan budaya desa yang mapan.

    2. Jenis Data

    Dalam penelitian ini akan digunakan data primer dan data sekunder. Dibawah

    ini akan dirincikan satu persatu apa saja yang termasuk ke dalam data primer

    dan sekunder yang menunjang penelitian ini terlaksana.

    a. Data Primer

    Didapatkan dari Kantor Pemerintahan Desa Tridayasakti Kecamatan

    Tambun Selatan Kabupaten Bekasi terkait dengan peran Badan

    Permusyawaratan Rakyat dalam proses pembentukan Perdes.

    Selain itu juga data primer diperoleh lewat interview (wawancara) kepada

    anggota BPD selaku mitra Pemerintah desa dalam pembentukan Perdes

  • 15

    yang Penyusun susun dalam lembaran lampiran, adapun pertanyaan-

    pertanyaan yang Penyusun buat dalam penelitian ini sebagai berikut :

    1) Bagaimana peran anggota BPD selaku mitra Kepala Desa dalam

    proses pembentukan Peraturan Desa ?

    2) Selaku anggota BPD, materi apa saja yang dipersiapkan menuju rapat

    penyusunan Peraturan Desa ?

    3) Proses apa saja yang telah dilakukan dengan anggota BPD lainnya

    dalam pembentukan Peraturan Desa ?

    4) Seberapa banyak intensitas pertemuan yang BPD lakukan dengan

    anggota lainnya ataupun Pemerintah Desa dalam proses pemebentukan

    Peraturan Desa ?

    5) Apa kendala yang dialami anggota BPD dalam proses pembentukan

    Peraturan Desa ?

    6) Apa upaya yang dilalui dalam menyelesaikan kendala-kendala dalam

    proses pembentukan Peraturan Desa ?

    Data hasil wawancara yang Penyusun dapat kemudian dianalisis dengan

    cara menguraikan dan menghubungkan dengan masalah yang dikaji.

    b. Data Sekunder

    Dalam penelitian ini yang juga menggunakan pendekatan normatif serta

    dikomparasi dengan bahan-bahan hukum maka bahan hukum yang

    digunakan menjadi data sekunder dalam melaksanakan penelitian ini

    adalah Undang-Undang Dasar 1945, Undang-undang, peraturan

  • 16

    pemerintah, peraturan daerah serta literatur-literatur ilmiah dibidang

    hukum berupa buku-buku dan jurnal penelitian.12

    3. Teknik Pengumpulan data

    Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode literasi

    yaitu pengumpulan data melalui penelusuran dan penelaahan sumber-sumber

    kepustakaan yang ada ddan relevan dengan masalah yang diteliti, seperti

    buku, jurnal, peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen atau data

    tertulis lainnya yang terkait dengan pembahasan sesudah/sebelum proposal

    ini. Selain itu pengumpulan data dengan metode wawancara, penggunaan

    metode wawancara yang diajukan kepada pejabat pemerintah desa, Badan

    Permusyawaratan Desa dan tokoh masyarakat setempat seperti : Kepala Desa,

    Sekretaris Desa, Ketua Badan Permusyawaratan Desa dan lain-lain.

    Wawancara tersebut dimaksudkan untuk mengetahui proses Badan

    Permusyawaran Desa dalam penyususunan dan penetapan Peraturan Desa

    (studi kasus di desa Tridayasakti Kecamatan Tambun Selatan Kabupaten

    Bekasi).

    4. Teknik Analisa Data

    Data yang terkumpul dianalisis secara kualitatif dengan cara

    menguraikan kenyataan-kenyataan yang ada berdasarkan hasil penelitian, lalu

    diinterpretasikan secara sistematis dengan persoalan yang ada terutama yang

    12

    Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, edisi Pertama, Cetakan ke-4, (Jakarta: Predana

    Media Group, 2008), h.141.

  • 17

    mengatur tentang penegakan hukum atau implementasi undang-undang dan

    peraturan daerah. Teknik analisis dan interpretasi data yang diperoleh

    disajikan secara kualitatif untuk selanjutnya dilakukan analisis deskriptif dan

    preskriptif dengan yuridis normatif. Karena data yang dikumpulkan adalah

    data kualitatif dengan model interaktif. Prosesnya melalui tiga tahap yaitu

    mereduksi data, menyajikan data dan menarik kesimpulan. Kegiatan tersebut

    terus menerus dilakukan sehingga memmbentuk siklus yang memungkinkan

    hasil kesimpulan yang memadai, sehingga proses siklus dapat saling

    berhubungan secara sistematis.13

    G. Sistematika Penulisan

    Teknik penulisan mengikuti pedoman penulisan skripsi yang diterbitkan

    oleh Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

    Jakarta 2012. Adapun sistematika penulisan dalam skripsi ini terdiri dari Lima

    Bab, antara lain:

    Bab I Penulis membahas Pendahuluan yang terdiri dari (a) latar belakang

    masalah, (b) pembatasan dan rumusan masalah, (c) tujuan dan manfaat penelitian,

    (d) review studi terdahulu, (e) kerangka konsepsional, (f) metode penelitian, dan

    (g) sistematika penulisan.

    Bab II berisi gambaran umum desa Tridayasakti kecamatan Tambun Selatan

    Kabupaten Bekasi meliputi (a) letak geografis dan profil desa, (b) struktur

    pemerintahan desa dan (c) alat kelengkapan pemerintahan desa Tridayasakti.

    13

    Lexy. J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Rosda Karya, 2000), h. 2.

  • 18

    Bab III berisi tinjauan umum BPD yang menyangkut tentang (a) penyelenggaraan

    pemerintahan desa, (b) pengertian Badan Permusyawaratan Desa, (c) fungsi dan

    peran Badan Permusyawaratan Desa, dan (d) hak dan kewajiban Badan

    Permusyawaratan Desa.

    Bab IV yaitu berisi data dan analisa data penelitian yang berkaitan dengan pokok

    permasalahan penelitian ini, yaitu tentang pembentukan peraturan desa sesuai

    Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004 tentang pemebentukan peraturan

    perundang-undangan. Kemudian proses Badan Permusyawaratan Desa

    Tridayasakti dalam pembentukan dan penetapan peraturan desa. Kemudian

    menganalisa data tentang kendala-kendala yang terjadi dalam proses

    pembentukan dan penetapan Peraturan Desa(PerDes).

    Bab V yaitu berisi penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran dalam

    mengoptimalkan peran Badan Permusyawaratan Desa dalam pembentukan

    Peraturan Desa di desa Tridayasakti kecamatan Tambun Selatan Kabupaten

    Bekasi Provinsi Jawa Barat.

  • 19

    BAB II

    BPD DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA

    A. Penyelenggaraan Pemerintahan Desa

    Pemerintahan desa merupakan lembaga perpanjangan pemerintah pusat

    memiliki peran yang strategis dalam pengaturan masyarakat desa/ kelurahan dan

    keberhasilan pembangunan nasional. Karena perannya yang besar, maka perlu

    adanya peraturan-peraturan atau Undang-Undang yang berkaitan dengan

    pemerintahan desa yang mengatur tentang pemerintahan desa, sehingga roda

    pemerintahan berjalan dengan optimal.

    Sejak tahun 1906 hingga 1 Desember 1979 Pemerintahan Desa di

    Indonesia di atur oleh Undang-Undang yang di buat oleh pemerintahan penjajah

    Belanda. Sebenarnya pada tahun 1965 tentang Desapraja yang menggantikan

    perundang-undangan yang dibuat oleh Belanda yang disebut Inlandsche

    Gementee Ordonantie (IGO) dan Inlandsche Gementee Ordonantie

    Buitengewesten (IGOB). Tetapi dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 5

    tahun 1979 yang menyatakan tidak berlaku lagi dan peraturan pemerintah

    pengganti undang-undang maka Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965 dalam

    prakteknya tidak berlaku walaupun secara yuridids undang-undang tersebut masih

    berlaku hingga terbentuknya undang-undang yang baru yang mengatur

    Pemerintahan Desa.1

    1 HAW. Widjaja, Pemerintahan Desa dan Administrasi Desa Menurut Undang-Undang

    Nomor 5 tahun 1979, (Jakarta: Rajawali Pres, 1993) h. 11

  • 20

    Sebelum lahirnya Undang-undang nomor 5 tahun 1979 Pemerintah Desa

    diatur dengan:

    1. Inlandsche Gemeente Ordonantie yang berlaku untuk Jawa dan Madura

    (Staatblad 1936 No. 83), Inlandsche Gemeente Ordonantie Buitengewesten

    yang berlaku untuk luar Jaawa dan Madura (Staatblad 1938 No.490 juncto

    Staarblad 1938 No. 81).

    2. Indische Statsregeling (IS) pasal 128 ialah landasan peraturan yang

    menyatakan tentang wewenang warga masyarakat desa untuk memilih sendiri

    Kepala Desa yang disukai sesuai masing-masing adat kebiasaan setempat.

    3. Herzein Indonesisch Reglement (HIR) dan Reglemen Indonesia Baru (RIB)

    isinya mengenai Peraturan tentang Hukum Acara Perdata dan Pidana pada

    pengadilan-pengadilan negeri di Jawa dan Madura.

    4. Sesudah kemerdekaan peraturan-peraturan tersebut pelaksananya harus

    berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

    1945 yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah,

    Keputusan Rembuk Desa dan sebagainya.2

    Memang sebelum dikeluarkan Undang-undang nomor 5 tahun 1979 tidak

    ada Peraturan Pemerintah Desa yang seragam di seluruh Indonesia, misalnya ada

    yang berlaku di Pulau Jawa dan Madura dan ada pula yang berlaku di luar Jawa

    dan Madura. Hal ini kurang memberikan dorongan kepada masyarakat untuk

    dapat tumbuh dan berkembang ke arah kemajuan yang dinamis. Sulit memelihara

    2 Ibid. h. 11.

  • 21

    persatuan dan kesatuan nasional, sulit memelihara integritas nasional dan sulit

    untuk pembinaan masyarakat yang bersifat terbuka terhadap pembangunan.

    Adapun dasar Hukum dalam Pemerintahan Desa yaitu subsistem dari pada

    Sistem Pemerintahan Daerah.

    1. Pasal 18 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945

    Pasal 18: Pembagian Daerah Indonesia atas Daerah besar dan kecil, dengan

    bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang

    memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem

    pemerintahan Negara, dan hak-hak usul dalam daerah yang bersifat istimewa.

    Menurut Benyamin Hoessein (2005), daerah besar dan kecil yang dimaksud

    Pasal 18 tersebut merujuk pada daerah besar dan daerah kecil dalam sistem

    pemerintahan zaman Hindia Belanda, yaitu provintie sebagai daerah besar dan

    regenschap/gemeente sebagai daerah kecil, masing-masing merupakan daerah

    otonom sekaligus wilayah administrasi.3

    Dalam penjelasan pasal 18 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945

    disebutkan:

    a. Oleh karena Negara Indonesia itu suatu eendheisstaat maka Indonesia tak

    akan mempunyai daerah dalam lingkungannya yang bersifat staat juga,

    Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah Provinsi, kemudian dibagi

    pula dalam daerah besar dan kecil.

    3 Hanif Nurcholis, Pertumbuhan & Penyelenggaraan Pemerintahan Desa,(Jakarta: Erlangga.

    2011) h. 211.

  • 22

    Di daerah-daerah yang brsifat otonom (Streek dan locale

    rechtsgemeenschappen) atau bersifat daerah administrasi belaka,

    semuanya menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang.

    Di daerah-daerah yang bersifat otonom akan diadakan badan perwakilan

    daerah oleh karena di daerah pun pemerintahan akan bersendi atas dasar

    permusyawaratan.

    b. Dalam territoir Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 zelfbesturende

    landschappen dan volkgemenschappen ( daerah dan kelompok masyarakat

    adat) seperti desa di Jawa, Nagari di Minangkabau, Dusun dan Marga di

    Palembang dan sebagainya. Daerah-daerah itu mempunyai susunan asli

    dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa.

    Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah

    istimewa tersebut dan segala peraturan Negara yang mengenai daerah-

    daerah itu akan mengingati hak-hak asal-usul daerah tersebut.

    2. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974

    Dari isi dan jiwa pasal 18 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

    1945 beserta penjelannya sebagaimana tersebut di atas maka jelaslah bahwa

    pemerintah diwajibkan untuk melaksanakan politik desentralisasi dan

    dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan. Sebagai konsekuensi dari prinsip

    tersebut di atas maka dalam undang-undang ini dengan tegas dinyatakan

    adanya Daerah Otonom dan Wilayah Administratif.4 Dalam model ini jelas

    4 M.R. Khairul Muluk, Menggugat Partisipasi Publik Dalam Pemerintahan Daerah (Sebuah

    Kajian Dengan Pendekatan Berpikir Sistem ). (Malang: Bayu Media Publishing, 2007). h. 3.

  • 23

    terlihat bahwa kebijakan desentralisasi di Indonesia menghendaki

    penyelenggaraan pemerintahan daerah yang berbasis pada partisipasi

    masyarakat. Partisipasi menjadi konsep penting karena masyarakat

    ditempatkan sebagai subjek utama dalam penyelenggaraan otonomi daerah.5

    Daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi disebut Daerah

    Otonom yang selanjutnya disebut Daerah yang dalam undang-undang ini

    dikenal adanya Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II. Sedangkan wilayah

    yang dibentuk berdasarkan asas dekosentrasi disebut wilayah Administratif

    yang dalam undang-undang ini disebut Wilayah. Wilayah-wilayah disusun

    secara vertikal yang merupakan lingkungan kerja perangkat pemerintah

    menyelenggarakan urusan pemerintah umum di daerah. Pembentukan

    wilayah-wilayah dalam susunan vertikal adalah meningkatkan pengendalian

    dalam rangka menjamin kelancaran penyelenggaraan pemerintah.6

    Asas-asas Penyelenggaraan Pemerintah

    a. Umum

    Dimuka telah dijelaskan bahwa sebagai konsekuensi dari pasal 18

    Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 yang kemudian

    diperjelas dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), Pemerintah

    diwajibkan melaksanakan asas desentralisasi dan dekonsentrasi dalam

    menyelenggarakan pemerintah di daerah. Tetapi disamping asas

    dekonsentrasi undang-undang ini juga memberikan dasar-dasar

    5 Ibid. hal.3

    6 Taliziduhu Ndraha, Dimensi-Dimensi Pemerintahan Desa, h. 11

  • 24

    penyelenggaraan berbagai urusan pemerintahan di daerah menurut asas

    tugas pembantuan.7

    b. Desentralisasi

    Urusan-urusan pemerintahan yang telah diserahkan kepada Daerah dalam

    rangka pelaksanaan asas desentralisasi pada dasarnya menjadi wewenang

    dan tanggungjawab Daerah sepenuhnya. Dalam hal ini prakarsa

    sepenuhnya diserahkan kepada Daerah baik yang menyangkut penentuan

    kebijaksanaan, perencanaan, pelaksanaan, maupun yang menyangkut segi-

    segi pembiayaannya. Demikian pula perangkap pelaksanaannya adalah

    perangkat daerah desa itu sendiri yaitu terutama Dinas-Dinas Daerah.8

    c. Dekosentrasi

    Semua urusan pemerintahan dapat diserahkan kepada Daerah menurut

    asas desentralisasi, maka penyelenggaraan berbagai urusan pemerintahan

    di daerah berdasarkan asas dekosentrasi. Urusan-urusan yang dilimpahkan

    Pemerintah kepada pejabat-pejabatnya di daerah menurut asas

    dekosentrasi ini tetap menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat baik

    mengenai perencanaan, pelaksanaan maupun pembiayaan. Unsur

    pelaksanaannya adalah terutama instansi-instansi vertikal yang

    dikoordinasikan oleh Kepala Daerah dalam kedudukannya selaku

    perangkat Pemerintah Pusat, tetapi kebijaksanaan urusan dekonsentrasi

    7 Inu Kencana Syafiie, Ilmu Pemerintahan Dalam Al-Quran, (Jakarta: Bumi Aksara,).h. 287.

    8 Moh. Kusnardi & Bintan R Saragih, Ilmu Negara,( Jakarta: Penerbit Gaya Media Pratama,.

    2005), h. 207.

  • 25

    tersebut sepenuhnya ditentukan oleh Pemerintah Pusat.9

    d. Tugas Pembantuan

    Di muka telah disebutkan bahwa tidak semua urusan pemerintah dapat

    diserahkan kepada Daerah menjadi urusan rumah tangganya. Jadi

    beberapa urusan Pemerintahan masih tetap merupakan urusan Pemerintah

    Pusat. Akan tetapi berat sekali bagi Pemerintah Pusat untuk

    menyelenggaraan seluruh urusan pemerintah di daerah yang masih

    menjadi wewenang dan tanggungjawabnya itu atas dasar dekosentrasi,

    mengingat terbatasnya kemampuan perangkat Pemerintah Pusat di daerah.

    Dan juga ditinjau dari segi dayaguna dan hasilguna adalah kurang dapat

    dipertanggungjawabkan apabila semua urusan pemerintah pusat di Daerah

    harus dilaksanakan sendiri oleh perangkatnya di daerah karena hal itu

    akan memerlukan tenaga dan biaya yang sangat besar jumlahnya. Lagi

    pula mengingat sifatnya sebagai urusan sulit untuk dapat dilaksanakan

    dengan baik tanpa ikut sertanya Pemerintah Daerah yang bersangkutan.

    Atas dasar pertimbangan tersebut maka undang-undang ini memberikan

    kemungkinan untuk dilaksanakan berbagai urusan pemerintahan di daerah

    menurut asas tugas pembantuannya.

    Dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan

    Desa juga menjelaskan dalam penyelenggaraan Pemerintah Desa, salah

    satunya yang tertera dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 yaitu dalam

    penyelenggaraan Pemerintahan Desa yang didampingi oleh lembaga sejajar

    9 Ibid. h. 207

  • 26

    dengan posisi Kepala Desa yaitu lembaga atau badan perwakilan atau

    musyawarah yang sepanjang penyelenggaraan rumah tangga desa mempunyai

    fungsi mengatur.10

    Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

    tentang Pemerintahan Daerah, desa atau yang disebut dengan nama lain,

    selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki

    batas-batas wilayah yurisdiksi, berwenang untuk mengatur dan mengurus

    kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat

    setempat yang diakui dan atau dibentuk dalam sistem Pemerintahan Nasional

    dan berada di Kabupaten atau Kota. Landasan pemikiran dalam pengaturan

    mengenai desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli,

    demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat.11

    Pemerintahan desa sebagai penyelenggara pemerintahan terendah dan

    langsung terhadap rakyat mempunyai beban tugas yang cukup berat karena

    selain harus melaksanakan segala urusan yang datangnya dari pihak atasan

    juga harus mengurus berbagai urusan rumah tangga desa yang

    pertanggungjawabannya langsung kepada rakyat.12

    Melihat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

    10

    Nurcholis. Hanif, Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, h.34 11

    Sarundajang, Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,

    2002), h.181

    12

    Misdiyanti, Fungsi Pemerintahan Daerah dalam Pembuatan Peraturan Daerah,(Jakarta:

    Bumi Aksara, 1993) h.47

  • 27

    menjelaskan dalam pasal 14 Bab V bahwa penyelenggaraan pemerintah desa

    berdasarkan asas :

    a. Kepastian hukum;

    b. Tertib penyelenggaraan pemerintahan;

    c. Tertib kepentingan umum;

    d. Keterbukaan;

    e. Proporsionalitas;

    f. Profesionalitas;

    g. Akuntabilitas;

    h. Evisiensi dan efektivitas;

    i. Kearifan lokal;

    j. Keberagaman; dan

    k. Partisipatif.

    Sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa, pemerintah desa

    mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan,

    dan kemasyarakatan. Maka apabila dilihat dari segi fungsinya pemerintahan

    desa memiliki fungsi sebagai berikut :

    a. Menyelenggarakan urusan rumah tangga;

    b. Melaksanakan pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan;

    c. Melaksanakan perekonomian desa;

    d. Melaksanakan pembinaan partisipasi dan swadaya gotong royong

  • 28

    masyarakat;

    e. Melaksanakan pembinaan ketentraman dan ketertiban masyarakat

    f. Melaksanakan musyawarah penyelesaian perselisihan.13

    Menurut Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan

    Daerah pasal 209, urusan pemerintah yang menjadi kewenangan desa.

    Kewenangan desa tersebut :

    a. Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa.

    b. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten atau kota yang

    diserahkan pengaturannya kepada desa.

    c. Tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan atau

    pemerintah kabupaten/kota.

    d. Urusan pemerintah lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan

    diserahkan kepada desa.

    Penyelenggaraan pemerintah di tingkat desa, dengan pendekatan

    sentralistik dan keseragaman dalam pembangunan sebagaimana yang diatur

    dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang pengaturan pemerintah

    desa telah mengakibatkan keanekaaragaman karaktristik dan kekayaan

    masyarakat lokal menjadi sangat terabaikan, baik dalam proses perencanaan,

    pelaksanaan maupun evaluasi pembangunan.

    Dalam pelaksanaan pemerintahan desa dua struktur penting yang

    menentukan pembangunan dan perkembangan desanya yaitu kepala desa dan

    13

    Solehkan, Penyelenggaraan Pemerintah Desa,( Jakarta: Setara Pres, 2012). h.63

  • 29

    Badan Permusyawaratan Desa. Menurut Peraturan Pemerintah Republik

    Indonesia Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, Tugas, Wewenang,

    Kewajiban dan Hak Kepala Desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa.

    B. Kedudukan Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

    Sebelum diberlakukannya Undang-undang tentang otonomi daerah (UU

    No. 22 Tahun 1999), sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974

    tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang

    Pemerintahan Desa, kedudukan Badan Perwakilan Desa yang saat itu disebut

    Lembaga Musyawarah Desa, yang kemudian disebut LMD sebagai unsur penting

    dalam menjalankan demokrasi ditingkat Desa.

    Untuk keanggotaan Lembaga Musyawarah Desa yang kemudian disebut

    LMD dalam ketentuan ini terdiri dari Kepala Desa sebagai Ketua Lembaga

    Musyawarah Desa dan Sekretaris Desa karena jabatannya menjadi Sekretaris

    Lembaga Musyawarah Desa yang merupakan wadah dan penyalur pendapat

    masyarakat desa dalam mengambil keputusan dalam bagian pembangunan desa

    yang keputusan-keputusannya ditetapkan berdasarkan musyawarah dan mufakat

    dengan memperhatikan kenyataan hidup dan berkembang dalam masyarakat yang

    bersangkutan.

    Setelah diberlakukan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

    Otonomi Daerah, nama Lembaga Musyawarah Desa ditiadakan dan diganti

    dengan nama Badan Perwakilan Desa, selanjutnya dengan dikeluarkannya

  • 30

    Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah

    menggantikan UU No. 22 Tahun 1999 istilah Badan Perwakilan Desa digantikan

    dengan Badan Permusyawaratan Desa

    Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1978 pasal 1

    menjelaskan bahwa Lembaga Musyawarah Desa adalah suatu wadah

    permusyawaratan yang keanggotaannya terdiri terdiri dari Kepala-kepala sub

    wilayah desa, pimpinan lembaga-lembaga kemasyarkatan dan pemuka-pemuka

    masyarakat didesa yang bersangkutan serta pemuka-pemuka berbagai lapangan

    kekaryaan. Kemudian dalam suratnya tanggal 31 Mei 1978 Nomor Pem 24/4/43

    tentang Pembinaan LMD sebagai lembaga pemerintahan desa kepada para

    Gubernur Kepala Daerah seluruh Indonesia, Mentri dalam Negri menjelaskan

    sebagai berikut :

    1. Hakekat LMD yaitu sebagai perwujudan dari Demokrasi Pancasila

    2. Fungsi LMD sebagai wadah dan penyalur pendapat masyarakat di desa

    dengan harapan membawakan aspirasi yang komprehensip

    3. Tugas pokoknya LMD melakukan pembahasan atas berbagai hal dan

    mengeluarkan hasil rapat LMD yang baru dinyatakan sah setelah

    mendapatkan persetujuan dari Bupati/ Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat

    II yang bersangkutan (Pasal 5 Ayat 2 Peraturan Mentri Dalam Negri Nomor 1

    Tahun 1978. Dalam ayat ini tidak disebut Keputusan Rapat LMD, melainkan

    hasil rapat). dalam penjelasan Pasal 5 dinyatakan lebih lanjut, bahwa

    keputusan yang diambil alih oleh Kepala Desa yang bersifat mengatur dan

  • 31

    mempunyai akibat pembebanan terhadap masyarakat, harus dimusyawarahkan

    dengan LMD.14

    Ketuntuan di atas memberi gambaran tentang tugas LMD :

    1. Tugas Legislatif, yang hasilnya ialah hasil rapat LMD yang baru dinyatakan

    sah apabila sudah mendapat persetujuan pihak atas, yaitu kepala daerah

    tingkat II yang bersangkutan, dalam rangka membuat keputusan desa.

    2. Tugas Konsultatif, yaitu memberi pertimbangan atau saran kepada Kepala

    Desa dalam rangka menetapkan suatu keputusan Kepala Desa.15

    Dalam proses perkembangan pemerintah dan undang-undang Desa

    mendapat perubahan yang lebih rapih sampai pengaturan APBN untuk

    mengembangkan sistem pemerintah terkecil yaitu Desa. Badan Perwakilan Desa

    yang tertera dalam pasal 94 dan pasal 104 Undang-Undang Nomor 22 Tahun

    1999 yaitu pemerintahan desa terdiri atas Kepala Desa dan Badan Perwakilan

    Desa. Badan Perwakilan Desa berfungsi mengayomi adat istiadat, membuat

    peraturan Desa, menampung aspirasi masyarakat dan melakukan pengawasan

    terhadap penyelenggaraan pemerintah desa. Dengan demikian, Badan Perwakilan

    Desa merupakan lembaga Pengayom adat sekaligus sebagai badan perwakilan

    yang mempunyai fungsi regulasi dan pengawasan.

    Sesuai aturan yang tertulis dalam Peraturan Pemerintah Republik

    Indonesia Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa disebutkan pada bagian ketiga

    14

    Taliziduhu Ndraha, Dimensi-Dimensi Pemerintah Desa, h. 119-120. 15

    Ibid., h. 120.

  • 32

    pasal 29 bahwa BPD berkedudukan sebagai unsur penelenggaraan pemerintah

    desa, yang dalam pasal 30 bagian pertama berisi bahwa anggota BPD adalah

    wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah yang

    ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat.

    Setiap pemerintahan memiliki kebijakan baru atau melanjutkan program

    pemerintahan yang lama sehingga pengaturan tentang desa pada masa presiden

    Soekarno dibawah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 merupakan urusan

    dekonsentratif dan urusan Partisipatif.16

    Pada rezim Orde Baru penyelenggaraan

    pemerintah desa diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

    Pemerintahan Daerah Pasal 94 dan Pasal 104 yang menjelaskan Badan

    Perwakilan Desa merupakan lembaga pengayom adat sekaligus sebagai badan

    perwakilan yang mempunyai fungsi regulasi dan pengawasan. Pasca reformasi

    pemerintahan desa memiliki lembaga kontrol terhadap penyelenggaraan

    pemerintahan desa demi terlaksananya check and balance dalam kebijakan

    ataupun aturan yang dibuat oleh Kepala Desa bersama BPD. Sebagai lembaga

    perwujudan Demokrasi BPD juga mengawasi pelaksanaan Peraturan Desa,

    Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, dan keputusan Kepala Desa.17

    Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah

    sebagai revisi atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tidak mengubah

    secara substansial ketentuan mengenai Badan Permusyawaratan Desa yang

    16

    Taliziduhu Ndraha. Pemerintahan Desa dan Administrasi Desa Menurut Undang-Undang

    Nomor 5 Tahun 1979, (Jakarta: Rajawali Pers, 2002), h.65.

    17

    Sarundajang. Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah, h.182.

  • 33

    dulunya disebut Badan Perwakilan Desa namun fungsinya yang hanya regulasi

    dan pengawasan ditambah dengan fungsi fundamen yaitu sebagai

    perpanjangtangan aspirasi rakyat dengan cara menampung dan menyalurkannya

    dalam bentuk peraturan maupun kebijakan desa yang tertera dalam Pasal 209 UU

    No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah bahwa Badan Permusyawaratan

    Desa Berfungsi menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung

    dan menyalurkan aspirasi masyarakat.

    Anggota BPD terdiri dari Ketua Rukun Warga, pemangku adat, golongan

    profesi, pemuka agama, dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. Pimpinan

    BPD dipilih dari dan oleh anggota BPD. Masa jabatan anggota BPD adalah

    6(enam) tahun dan dapat dipilih lagi untuk 1(satu) kalin masa jabatan berikutnya,

    jumlah anggota BPD ditetapkan dengan jumlah ganjil, paling sedikit 5(lima)

    orang dan paling banyak 11 (sebelas) orang, dengan memperhatikan luas wilayah,

    jumlah penduduk dan kemampuan keuangan desa.

    Pimpinan BPD terdiri dari 1 orang ketua , 1 orang wakil ketua, dan 1

    orang sekretaris. Pimpinan BPD dipilih dari dan oleh anggota BPD secara

    langsung dalam rapat BPD yang diadakan secara khusus. Rapat pemilihan

    pimpinan BPD untuk perttama kali dipimpin oleh anggota tertua dan dibantu oleh

    anggota termuda.

    C. Hak dan Kewajiban Badan Permusyawaratan Desa

    BPD berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahandesa. Jadi,

  • 34

    dalam menyelenggarakan pemerintahan desa terdapat dua lembaga: pemerintah

    desa dan BPD. Pemerintah berfungsi menyelenggarakan kebijakan pemerintah

    atasnya dan kebijakan desa, sedangkan BPD berfungsi menetapkan peraturan desa

    bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.18

    Atas

    fungsi tersebut BPD memili hak atas wewenang yang harus dilaksanakan.

    Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi Nomor 2 Tahun 2008

    tentang pemerintahan desa pasal 10 dan 11 menjelaskan BPD memiliki Hak yaitu:

    1. Meminta keterangan kepada pemerintah desa dan

    2. Menyatakan pendapat.

    Sedangkan Anggota BPD memiliki hak yaitu :

    1. Mengajukan rancangan peraturan desa

    2. Mengajukan pertanyaan

    3. Menyampaikan usul dan pendapat

    4. Memilih dan dipilih dan

    5. Memperoleh tunjangan.

    Dalam pasal 12 menjelaskan Anggota BPD mempunyai kewajiban :

    1. Mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara

    Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati segala peraturan perundang-

    undangan;

    2. Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintah desa;

    3. Mempertahankan dan memelihara hukum nasional serta keutuhan Negara

    Kesatuan Republik Indonesia

    18

    Hanif Nurcholis, Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, h. 77.

  • 35

    4. Meyerap, menampung, menghimpun, dan meninjaklanjuti aspirasi

    masyarakat;

    5. Memproses pemilihan kepala desa;

    6. Mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi,kelompok dan

    golongan;

    7. Menghormati nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat masyarakat setempat;

    dan

    8. Menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga

    kemasyarakatan.

    Pimpinan dan anggota BPD tidak diperbolehkan merangkap jabatan

    menjadi kepala desa dan perangkat desa. Pimpinan dan Anggota BPD dilarang:

    1. Sebagai pelaksana kegiatan pembangunan desa;

    2. Merugikan kepentingan umum, meresahkan sekelompok masyarakat dan

    mendiskriminasikan warga atau golongan masyarakat lain;

    3. Melakukan korupsi, nepotisme dan menerima uang, barang dan/atau jasa dari

    pihak lain yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan

    dilakukannya;

    4. Melanggar sumpah/janji jabatan; dan

    5. Menjadi pengurus partai politik.

    D. Landasan Pembentukan Peraturan Desa

  • 36

    Peraturan desa adalah bentuk peraturan perundang-undangan yang dibuat

    Kepala Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan

    mengurus urusan masyarakat setempat sesuai dengan asal usul dan adat

    istiadatnya. Sesuai dengan prinsip desentralisasi dan otonomi daerah, desa atau

    sebutan lain diberi kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan

    masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang

    diakui.19

    Dalam rangka pengaturan kepentingan masyarakat, Badan

    Permusyawaratan Desa sebagai mitra Kepala Desa dalam membentuk peraturan

    desa perlu memahami teknik penyusunan dan asas-asas dalam membentuk suatu

    peraturan perundang-undangan. Berdasarkan pasal 5 Undang-Undang Nomor 12

    tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan bahwa dalam

    membentuk Peraturan Perundang-undangan harus berdasarkan pada asas

    Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik yang meliputi:

    1. Kejelasan tujuan

    Yang dimaksud dengan "kejelasan tujuan" adalah bahwa setiap Pembentukan

    Peraturan Perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang

    hendak dicapai;

    2. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat

    19

    Hanif Nurcholis, Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, h.115

  • 37

    Yang dimaksud dengan asas kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat

    adalah bahwa setiap jenis Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh

    lembaga/pejabat Pembentuk Peraturan Perundang-undangan yang berwenang.

    Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi

    hukum, apabila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak berwenang;

    3. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan

    Yang dimaksud dengan asas "kesesuaian antara jenis dan materi muatan"

    adalah bahwa dalam Pembentakan Peraturan Perundang-undangan harus

    benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis Peraturan.

    Perundang-undangannya;

    4. Dapat dilaksanakan

    Yang dimaksud dengan asas "dapat dilaksanakan" adalah bahwa setiap

    Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus memperhitungkan

    efektifitas Peraturan Perundang- undangan tersebut di dalam masyarakat, baik

    secara filosofis, yuridis maupun sosiologis;

    5. Kedayagunaan dan kehasilgunaan

    Yang dimaksud dengan asas "kedayagunaan dan kehasilgunaan" adalah

    bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan dibuat karena memang benar-

    benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat,

    berbangsa, dan bernegara;

    6. Kejelasan rumusan

  • 38

    Yang dimaksud dengan asas "kejelasan rumusan" adalah bahwa setiap

    Peraturan Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis

    penyusunan Peraturan Perundang-undangan, sistematika dan pilihan kata atau

    terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti, sehingga

    tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya; dan

    7. Keterbukaan

    Yang dimaksud dengan asas "keterbukaan" adalah bahwa dalam proses

    Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai dari perencanaan,

    persiapan, penyusunan, dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka.

    Dengan demikian seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang

    seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam proses pembuatan

    Peraturan Perundang-undangan.

    Peraturan desa, peraturan kepala desa, dan keputusan kepala desa harus

    disusun secara benar sesuai kaidah-kaidah hukum, teknik penyusunan dan asas

    yang terkandung dalam materi muatannya.20

    Berdasarkan pasal 6 ayat (1)

    Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 menjelaskan bahwa materi Muatan

    Peraturan Perundang-undangan mengandung asas :

    1. Pengayoman;

    20

    Hanif Nurcholis, Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, h. 115.

  • 39

    Yang dimaksud dengan "asas pengayoman" adalah bahwa setiap Materi

    Muatan Peraturan Perundang-undangan harus berfungsi memberikan

    perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman masyarakat.

    2. kemanusian;

    Yang dimaksud dengan "asas kemanusiaan" adalah bahwa setiap Materi

    Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan perlindungan

    dan penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap

    warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.

    3. Kebangsaan;

    Yang dimaksud dengan "asas kebangsaan" adalah bahwa setiap Materi

    Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan sifat dan watak

    bangsa Indonesia yang pluralistik (kebhinekaan) dengan tetap menjaga prinsip

    negara kesatuan Republik Indonesia.

    4. Kekeluargaan;

    Yang dimaksud dengan "asas kekeluargaan" adalah bahwa setiap Materi

    Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan musyawarah

    untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.

    5. Kenusantaraan;

    Yang dimaksud dengan "asas kenusantaraan" adalah bahwa setiap Materi

    Muatan Peraturan Perundang-undangan senantiasa memperhatikan

    kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan Peraturan

  • 40

    Perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem

    hukum nasional yang berdasarkan Pancasila.

    6. bhinneka tunggal ika;

    Yang dimaksud dengan "asas bhinneka tunggal ika" adalah bahwa Materi

    Muatan Peraturan Perundang-undangan harus memperhatikan keragaman

    penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah, dan budaya

    khususnya yang menyangkut masalah-masalah sensitif dalam kehidupan.

    bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

    7. keadilan;

    Yang dimaksud dengan "asas keadilan" adalah bahwa setiap Materi Muatan

    Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara

    proporsional bagi setiap warga negara tanpa kecuali.

    8. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;

    Yang dimaksud dengan "asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan

    pemerintahan" adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-

    undangan tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan

    latar belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status

    sosial.

    9. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau

    Yang dimaksud dengan "asas ketertiban dan kepastian hukum" adalah bahwa

    setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus dapat

  • 41

    menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian

    hukum.

    10. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.

    Yang dimaksud dengan "asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan"

    adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus

    mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan

    individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara.

  • 42

    BAB III

    TINJAUAN UMUM TENTANG DESA TRIDAYASAKTI, KECAMATAN

    TAMBUN SELATAN, KABUPATEN BEKASI, PROVINSI JAWA BARAT

    A. Letak Geografis dan Profil Desa

    Desa Tridayasakti merupakan salah satu desa di Kecamatan Tambun,

    Selatan, Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Dimana luas keseluruhan

    wilayahnya mencapai 325 Ha, yang terdiri dari 6 Ha lahan pertanian tanaman

    padi, 309 Ha perumahan atau pekaerangan, 10 Ha semak belukar.

    Secara Administrasi Desa Tridayasakti dibagi menjadi 3 Dusun, 16 rukun

    warga yang kemudian disebut (RW) dan 97 rumah tangga yang kemudian disebut

    (RT). Kemudian teritorial pemerintahan desa Tridayasakti di batasi dengan batas-

    batas sebagai berikut :

    1. Sebelah Utara dibatasi dengan Desa Sumber Jaya

    2. Sebelah Selatan dibatasi dengan Desa Mekarsari

    3. Sebelah Barat dibatasi dengan Desa Mangun Jaya

    4. Sebelah Timur dengan Kelurahan Wanasari

    Dilihat dari iklim yang ada di Desa Tridayasakti mempunyai iklim tropis

    yang terbagi menjadi dua bagian yaitu musim penghujan dan musim kemarau.

    Dalam kondisi normal musim kemarau terjadi pada bulan Maret sampai dengan

    bulan Agustus sedangkan untuk musim penghujan terjadi pada bulan September

    sampai dengan Februari.

  • 43

    Dilihat dari perkembangan selama 6 tahun dimulai tahun 2006 sampai

    dengan 2012, Penduduk Desa Tridayasakti mengalami peningkatan. Pada tahun

    2006 jumlah penduduk di Desa Tridayasakti sebanyak 18.554 jiwa.

    Penduduk laki-laki : 9.145 jiwa

    Penduduk perempuan : 9,409 jiwa

    Pada tahun 2007 kemudian meningkat kembali penduduk desa Tridayasakti

    menjadi 27.972 jiwa.

    Penduduk laki-laki : 13.999 jiwa

    Penduduk perempuan : 13.973 jiwa

    Pada tahun 2008 penduduk desa Tridayasakti menjadi 28.336 jiwa.

    Penduduk laki-laki : 14.091 jiwa

    Penduduk perempuan : 14.425 jiwa

    Peningkatan penduduk setiap tahunnya terus berjalan pada tahun 2009

    menjadi 28.559 jiwa, tahun 2010 mejadi 28.611 jiwa, pada tahun 2011 menjadi

    28.688, pada tahun 2012 menjadi 28.700 jiwa dan pada tahun 2013 peningkatan

    itu terus memadati perkampungan Tridayasakti menjadi 29.600 jiwa yang terdiri

    dari :

    1. Penduduk laki-laki : 14.930 jiwa

    2. Penduduk perempuan : 14.670 jiwa

    3. Usia 0 15 : 8.070 jiwa

    4. Usia 16 65 : 15.710 jiwa

    5. Usia 66 keatas : 6.819 jiwa

  • 44

    Sedangkan jika dilihat berdasarkan tingkat pendidikan masyarakat di Desa

    Tridayasakti Tahun 2013 adalah sebagai berikut:

    1. Lulusan Pendidikan Umum:

    a. Taman kanak-kanak : 621 orang

    b. Sekolah Dasar/ sederajat : 22.700 orang

    c. SMP : 13.321 orang

    d. SMA/SMU : 9.823 orang

    e. Akademi/D1-D3 : 811 orang

    f. Sarjana : 521 orang

    g. Pascasarjana : S2 (45 orang) dan S3 (20 orang)

    2. Lulusan pendidikan khusus

    a. Pondok pesantren : 370 orang

    b. Pendidikan keagamaan : 780 orang

    c. Sekolah luar biasa : 5 orang

    d. Kursus ketrampilan : 211 orang

    3. Tidak lulus dan tidak sekolah

    a. Tidak lulus : 36 orang

    b. Tidak bersekolah : 120 orang

    B. Struktur Pemerintahan Desa

    Pemerintahan desa merupakan lembaga perpanjangan pemerintah pusat

    memiliki peran yang strategis dalam pengaturan masyarakat desa/ kelurahan dan

    keberhasilan pembangunan nasional. Struktur administrasi pemerintah desa di

  • 45

    bahas dalam pasal 1dan 2 dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

    72 Tahun 2005 tentang Desa bahwa Pemerintah Desa terdiri dari Kepala Desa dan

    Perangkat Desa yang terdiri dari Sekretaris Desa dan Perangkat Desa lainnya.

    Penyelenggaraan Pemerintahan Desa tidak hanya dilaksanakan oleh

    jabatan-jabatan fungsional yang disebut di atas namun dalam prakteknya

    kebutuhan Desa dalam membangun desanya tidak hanya dibebankan kepada dua

    jabatan tersebut namun memiliki bagian-bagian urusan selaku pelaksana

    pemerintahan desa fungsional demi membangun desanya yang kemudian disebut

    jabatan minimal yaitu Kepala Urusan dan Kepala Dusun. Dalam hal Desa terdiri

    atas beberapa kampung Dusun/ Lingkungan, maka diadakan jabatan Kepala-

    Kepala Dusun Lingkungan. Disamping jabatan-jabatan struktural itu

    dimungkinkan adanya jabatan-jabatan fungsional, yaitu jabatan teknis di dalam

    lingkungan masing-masing jabatan struktural, seperti telah dikemukakan diatas.

    Keterangan:

    ------: Garis Koordinasi : Garis Instruksi

  • 46

    Kepala Desa mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan,

    pembangunan, dan kemasyarakatan. Dalam melaksanakan tugasnya Kepala Desa

    untuk mempunyai wewenang :

    1. Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang

    ditetapkan bersama BPD

    2. Mengajukan rancangan peraturan desa

    3. Menetapkan peraturan desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD

    4. Menyusun dan mengajukan rancangan peraturan desa mengenai APBDesa

    untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD

    5. Membina kehidupan masyarakat desa

    6. Membina perekonomian desa

    7. Mengkoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif

    8. Mewakili desanya didalam dan diluar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa

    hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan

    9. Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

    Sesuai dengan prinsip Demokrasi, Kepala Desa mempunyai kewajiban

    untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada

    Bupati/Walikota, memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada

    BPD, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa

    kepada masyarakat. Laporan penyelenggaraan pemerintahan desa disampaikan

    kepada Bupati/Wali kota melalui Camat 1 (satu) kali dalam satu tahun.

  • 47

    Sekretaris Desa diangkat oleh sekretaris daerah kabupaten /kota atas nama

    Bupati/Wali kota. Adapun perangkat desa lainnya diangkat oleh Kepala Desa dari

    penduduk desa yang bersangkutan. Pengangkatan Perangkat Desa ditetapkan

    dengan keputusan Kepala Desa. Untuk bisa diangkat sebagai perangkat desa calon

    harus berusia paling rendah 20 tahun dan paling tinggi 60 tahun yang diatur dalam

    Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi Nomor 2 Tahun 2008 tentang Pemerintahan

    Desa.

    C. Alat Kelengkapan Pemerintahan Desa

    Dalam menjalankannya Pemerintahan Desa memiliki teamwork dalam

    membangun desanya yang kemudian disebut personalia,1 yang dimaksud

    personalia ialah tenaga-tenaga yang mengisi jabatan-jabatan yang tersedia di

    dalam organisasi pemerintahan desa. Komposisinya yaitu :

    1. Kepala Desa/ Kelurahan

    2. Sekretaris Desa/ Kelurahan

    3. Pelaksana, yang terdiri atas beberapa tenaga teknis fungsional dan Kepala

    Dusun/ Lingkungan.

    Di Desa Tridayasakti kecamatan Tambun Selatan kabupaten Bekasi

    provinsi Jawa Barat memiliki empat belas (14) orang yang mengisi struktur

    administrasi pemerintahan desa, yang diantaranya :

    1 Taliziduhu Ndraha, Dimensi-Dimensi Pemerintahan Desa, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 1991),

    h. 4

  • 48

    1. Kepala Desa

    Suwardi Wada, lahir di Bekasi 13-04-1974, berstatus pendidikan lulusan

    Sarjana (S1)

    2. Sekretaris Desa

    Siti Amaliyah, lahir di Bekasi pada 14-12-1971, berstatus pendidikan lulusan

    Sarjana(S1)

    3. Kepala Urusan Pemerintah

    Darmo Diharjo, lahir di Bekasi pada 03-06-1973, berstatus pendidikan lulusan

    Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA)

    4. Kepala Urusan Pembangunan

    Yayan Sopian, lahir di Bekasi pada 17-12-1876, berstatus pendidikan lulusan

    Sekolah Lanjutan Tingkat Atas(SLTA)

    5. Kepala Urusan Umum

    Jumidi, lahir di Bekasi pada 06-04-1976, berstatus pendidikan lulusan Sekolah

    Lanjutan Tingkat Atas(SLTA)

    6. Kepala Urusan Ekonomi

    Supandi, lahir di bekasi pada 07-04-1977, berstatus Pendidikan lulusan

    Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA)

    7. Kepala Urusan Tranib

    Haryono Said, lahir di Bekasi pada 15-06-1976, berstatus pendidikan lulusan

    Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA)

  • 49

    8. Kepala Urusan Keuangan

    Salam Herdiyanto, lahir di Bekasi pada 04-04-1873, berstatus pendidikan

    lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA)

    9. Kepala Urusan Kesejahteraan Rakyat

    Ridwan, lahir di Bekasi pada 06-07-1979, berstatus pendidikan lulusan

    Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA)

    10. Kepala Dusun Kalibaru

    Saadih Saadirja,lahir di Bekasi pada 04-04-1953, berstatus pendidikan lulusan

    Sekolah Tinggi Lanjutan Tingkat Atas(SLTA)

    11. Kepala Dusun Sasaktiga

    Hasan Bastian, lahir di Bekasi pada 18-08-1964, berstatus pendidikan lulusan

    Sekolah lanjut Tingkat Akhir (SLTA)

    12. Kepala Dusun Buwek Jaya

    Endang Sunarya, lahir di Bekasi pada 03-07-1972, berstatus pendidikan

    lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas(SLTA)

    13. Staff

    Subandi, lahir di Bekasi pada 02-03-1971, berstatus pendidikan lulusan SLTA

    Suherman, lahir di Bekasi pada 09-03-1976, berstatus pendidikan lulusan

    SLTA

    Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi Nomor 2 Tahun 2008 tentang

    pemerintahan desa pasal 7 bahwa pimpinan BPD terdiri dari 1 (satu) orang ketua,

  • 50

    1 (satu) orang wakil ketua dan 1 (satu) orang sekretaris. Sesuai luas wilayah,

    jumlah penduduk dan kemampuan uang desa Tridayasakti yang relatif tinggi,

    kebutuhan anggota BPD dalam penyelenggaraan pemerintahan desa di terapkan

    secara maksimal yaitu 11 (sebelas) orang anggota BPD dari berbagai macam

    profesi, jenis agama, ideologi dan lain-lain. Struktur keanggotaan BPD Desa

    Tridayasakti Kecamatan Tambun Selatan Kabupaten Bekasi periode 2012-2018

    diatur dalam Struktur Pemerintahan Desa Tridayasakti yaitu:

    1. Ketua BPD

    Drs. H. Didi Supendi berlatar belakang pendidikan sarjana dengan profesi

    wiraswasta

    2. Wakil ketua BPD

    Sumitra berlatar belakang pendidikan SLTA dengan profesi karyawan

    3. Sekretaris BPD

    Romli Efendi berlatar belakang pendidikan SLTA dengan profesi wiraswasta

    4. Anggota BPD :

    Abdurrahman S. Ag., berlatar belakang pendidikan sarjana dengan profesi

    Pegawai Negeri sipil.

    Muhammad Agam S.Ip., berlatar belakang pendidikan sarjana dengan

    profesi Pegawai Negeri Sipil.

    Sardin berlatar belakang pendidikan SLTA dengan profesi Karyawan

    Suwanto berlatar belakang pendidikan SLTA dengan profesi Wiraswasta.

  • 51

    Sanudin berlatar belakang pendidikan SLTA dengan profesi Karyawan

    Jayadi Said berlatar belakang pendidikan SLTA dengan profesi Karyawan

    Sukarna berlatar belakang pendidikan SLTA dengan profesi Karyawan

    Dedi Suhendi berlatar belakang pendidikan SLTA dengan profesi

    Karyawan

  • 52

    BAB IV

    ANALISA TERHADAP PERAN BPD DALAM PEMBENTUKAN PERDES DI

    DESA TRIDAYASAKTI

    A. Fungsi dan Peran Badan Permusyawaratan Desa

    Pemerintah desa desa berfungsi menyelenggarakan kebijakan-kebijakan

    yang dibuat kepala desa bersama BPD. Sesuai dengan prinsip demokrasi, BPD

    bersama Kepala desa mempunyai kewajiban untuk memberikan laporan

    penyelenggaraan pemerintahan desa kepada Bupati/Walikota.1 Sesuai pasal 8

    Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi No.2 Tahun 2008 tentagn pemerintahan desa

    menjelaskan bahwa BPD berfungsi menetapkan peraturan desa bersama Kepala

    Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Dalam menjalankan

    perannya sebagai perpanjangtangan aspirasi masyarakat BPD memiliki tugas

    dalam menggali, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat sesuai yang

    diatur dalam pasal 20 PerDa Kabupaten Bekasi No. 2 Tahun 2008 bahwa Anggota

    BPD dalam menggali, menampung, dan menyalurkan aspirasi masyarakat

    dilakukan dengan :

    1. Melakukan kunjungan ke masyarakat dalam wilayah desa;

    2. Menampung aspirasi dari maasyarakat dengan cara tatap muka baik secara

    perseorangan maupun bersama-sama;

    3. Menerima usulan baik secara lisan maupun tertulis selama usulan tersebut

    1 Hanif Nurcholis, Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, h. 76.

  • 53

    tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

    maupun secara adat istiadat

    4. Aspirasi masyarakat sebagai sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b dan

    huruf c wajib dimusyawarahkan oleh anggota untuk menjadi masukan dalam

    pembangunan masyarakat desa.

    Sesuai fungsinya BPD memiliki wewenang :

    1. Membahas rancangan peraturan desa bersama Kepala Desa

    2. Melakssanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa dan

    peraturan Kepala Desa

    3. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa

    4. Membentuk panitia pemilihan Kepala Desa

    5. Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan, dan menyalurkan

    aspirasi masyarakat dan

    6. Menyusun tata tertib BPD

    Dalam penyelenggaraan pemerintah terkecil sekalipun perlu memiliki

    lembaga yang mampu menciptakan Check and Balance dalam pembangunan

    masyarakat desa yaitu lembaga yang memiliki hak pengawasan atas

    penyelanggaraan pemerintah desa oleh kepala desa adalah BPD seperti yang

    tertera dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dalam pasal 55

    ayat (c) yaitu melakukan pengawasan kinerja kepala desa. Pengawasan yang

    dilakukan BPD bertujuan untuk mengetahui apakah pelaksanaan kinerja kepala

  • 54

    desa sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan atau tidak, dan untuk

    mengetahui kesulitan-kesulitan apa saja yang dijumpai oleh para pelaksana agar

    kemudian diambil langkah-langkah perbaikan.2

    Dengan adanya pengawasan maka tugas pelaksana atau kepala desa

    dapatlah diperingan oleh karena para pelaksana tidak mungkin dapat melihat

    kemungkinan-kemungkinan kesalahan yang diperbuatnya dalam kesibukan

    sehari- hari. Pengawasan bukanlah untuk mencari kesalahan akan tetapi untuk

    memperbaiki kesalahan,3 maka pemerintahan yang bersih dan efektif akan

    terlaksana dalam penyelenggaraannya.

    B. Pembentukan Peraturan Desa

    Dalam rangka mengatur urusan masyarakat setempat tersebut desa dapat

    membuat peraturan desa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

    tentang Pemerintahan daerah. Peraturan desa adalah bentuk regulasi yang

    dikeluarkan pemerintah desa sebagaimana kabupaten membuat peraturan daerah.

    Peraturan desa ditetapkan oleh kepala desa bersama bersama BPD. Peraturan desa

    dibentuk dalam rangka penyelenggaraan pemer


Top Related