Download - OKI_bagi-bagi buat kalian
KERJASAMA MULTILATERAL ORGANISASI KONFERENSI ISLAM (OKI)
BAB IPENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Organisasi Konferensi Islam (OKI) merupakan organisasi internasional non militer yang didirikan di Rabat,Maroko pada tanggal 25 September 1969. Dipicu oleh peristiwa pembakaran Mesjid Al Aqsha yang terletak di kota Al Quds (Jerusalem) pada tanggal 21 Agustus 1969 telah menimbulkan reaksi keras dunia, terutama dari kalangan umat Islam. Saat itu dirasakan adanya kebutuhan yang mendesak untuk mengorganisir dan menggalang kekuatan dunia Islam serta mematangkan sikap dalam rangka mengusahakan pembebasan Al Quds.
Atas prakarsa Raja Faisal dari Arab Saudi dan Raja Hassan II dari Maroko, dengan Panitia Persiapan yang terdiri dari Iran, Malaysia, Niger, Pakistan, Somalia, Arab Saudi dan Maroko, terselenggara Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) Islam yang pertama pada tanggal 22-25 September 1969 di Rabat, Maroko. Konferensi ini merupakan titik awal bagi pembentukan Organisasi Konferensi Islam (OKI).
Secara umum latar belakang terbentuknya OKI sebagai berikut :
Tahun 1964 : Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Arab di Mogadishu timbul suatu ide untuk menghimpun kekuatan Islam dalam suatu wadah internasional.
Tahun 1965 : Diselenggarakan Sidang Liga Arab sedunia di Jeddah Saudi Arabia yang mencetuskan ide untuk menjadikan umat Islam sebagai suatu kekuatan yang
menonjol dan untuk menggalang solidaritas Islamiyah dalam usaha melindungi umat Islam dari zionisme khususnya.
Tahun 1967 : Pecah Perang Timur Tengah melawan Israel. Oleh karenanya solidaritas Islam di negara-negara Timur Tengah meningkat.
Tahun 1968 : Raja Faisal dari Saudi Arabia mengadakan kunjungan ke beberapa negara Islam dalam rangka penjajagan lebih lanjut untuk membentuk suatu Organisasi Islam Internasional.
Tahun 1969 : Tanggal 21 Agustus 1969 Israel merusak Mesjid Al Agsha. Peristiwa tersebut menyebabkan memuncaknya kemarahan umat Islam terhadap Zionis Israel.
Seperti telah disebutkan diatas, Tanggal 22-25 September 1969 diselenggarakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) negara-negara Islam di Rabat, Maroko untuk membicarakan pembebasan kota Jerusalem dan Mesjid Al Aqsa dari cengkeraman Israel. Dari KTT inilah OKI berdiri.
B. TUJUAN dan PRINSIP ORGANISASI
1. TUJUAN ORGANISASI
Secara umum tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk mengumpulkan bersama sumber daya dunia Islam dalam mempromosikan kepentingan mereka dan mengkonsolidasikan segenap upaya negara tersebut untuk
2
berbicara dalam satu bahasa yang sama guna memajukan perdamaian dan keamanan dunia muslim. Secara khusus, OKI bertujuan pula untuk memperkokoh solidaritas Islam diantara negara anggotanya, memperkuat kerjasama dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan iptek.
Pada Konferensi Tingkat Menteri (KTM) III OKI bulan February 1972, telah diadopsi piagam organisasi yang berisi tujuan OKI secara lebih lengkap, yaitu :
a. Memperkuat/memperkokoh :
1). solidaritas diantara negara anggota;
2). kerjasama dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan iptek.
3). perjuangan umat muslim untuk melindungi kehormatan kemerdekaan dan hak-haknya.
b. Aksi bersama untuk :
1). melindungi tempat-tempat suci umat Islam;
2). memberi semangat dan dukungan kepada rakyat Palestina dalam memperjuangkan haknya dan kebebasan mendiami daerahnya.
c. Bekerjasama untuk :
1). menentang diskriminasi rasial dan segala bentuk penjajahan;
2). menciptakan suasana yang menguntungkan dan saling pengertian diantara negara anggota dan negara-negara lain.
2. PRINSIP ORGANISASI
Untuk mencapai tujuan diatas, negara-negara anggota menetapkan 5 prinsip, yaitu :a. Persamaan mutlak antara negara-negara anggotab. Menghormati hak menentukan nasib sendiri, tidak campur tangan
atas urusan dalam negeri negara lain.
3
c. Menghormati kemerdekaan, kedaulatan dan integritas wilayah setiap negara.
d. Penyelesaian setiap sengketa yang mungkin timbul melalui cara-cara damai seperti perundingan, mediasi, rekonsiliasi atau arbitrasi.
e. Abstein dari ancaman atau penggunaan kekerasan terhadap integritas wilayah, kesatuan nasional atau kemerdekaan politik sesuatu negara.
C. NEGARA ANGGOTA
Kini OKI memiliki 57 negara anggota serta sejumlah negara pengamat, antara lain Bosnia Herzegovina, Republik Afrika Tengah, Pantai Gading dan Thailand. Daftar selengkapnya negara anggota OKI dan tahun bergabungnya dapat dilihat pada lampiran 2.
BAB II
STRUKTUR ORGANISASI OKI
A. BADAN-BADAN UTAMA (PRINCIPAL ORGANS)
1. Konferensi Para Raja dan Kepala Negara/ Pemerintah (The Conference of Kings of State and Government).
Konferensi para Raja dan Kepala Negara/Pemerintahan merupakan badan otoritas tertinggi dalam organisasi. Semula badan tersebut mengadakan sidangnya apabila kepentingan umat Islam memandang perlu untuk mengkaji dan mengkoordinasikan kebijaksanaan mengenai masalah-masalah yang menyangkut kepentingan
4
dunia Islam. Tetapi pada KTT III OKI di Mekkah, bulan Januari 1981, ditetapkan bahwa KTT diadakan sekali dalam tiga tahun untuk menetapkan kebijakan-kebijakan yang akan diambil OKI.
Semenjak kelahirannya, OKI telah menyelenggarakan 10 (sepuluh) kali KTT, yaitu :1. KTT I : Rabat, Maroko, 22-25 September
19692. KTT II : Lahore, Pakistan, 22-24 February
19743. KTT III : Mekkah, Saudi Arabia, 25-28 January
19814. KTT IV : Casablanca, Maroko, 16-19 January
19845. KTT V : Kuwait, 26-29 January 19876. KTT VI : Dakar, Senegal, 9-11 Desember
1991.7. KTT VII : Casablanca, Maroko, 13-15
Desember 19948. KTT VIII : Teheran, Iran, 9-11 Desember 1997.9. KTT IX : Doha, Qatar, 12-13 November 200010. KTT X : Kuala Lumpur, Malaysia, 16-17
Oktober 2003
2. Konferensi Para Menteri Luar Negeri (The Islamic Conference of Ministers of Foreign Affairs)
Dalam Article V Piagam OKI disebutkan bahwa Konferensi Para Menteri Luar Negeri (KTM) diadakan sekali dalam setahun bertempat disalah satu negara anggota. Pertemuan yang dihadiri oleh para Menteri Luar Negeri tersebut akan memeriksa dan menguji "progress report" dari implementasi atas keputusan-keputusan dari kebijakan yang diambil pada pertemuan puncak. KTM Luar Biasa dapat diadakan atas permintaan satu atau beberapa negara anggota atau diminta oleh Sekretaris Jenderal dengan persetujuan mayoritas dua per tiga negara anggota. KTM berhak pula meminta disidangkannya Konferensi Tingkat Tinggi.
5
Sampai saat ini telah dilangsungkan 30 kali KTM dengan negara penyelenggara (tuan rumah) sebagai berikut :1. KTM I : Jeddah, Saudi Arabia, Maret
19702. KTM II : Karachi, Pakistan, Desember
19713. KTM III : Jeddah, Saudi Arabia,
February – Maret 19724. KTM IV : Bengazi, Libya, 24-26 Maret
19735. KTM V : Kuala Lumpur, Malaysia, 21-
25 Juni 19746. KTM VI : Jeddah, Saudi Arabia, 12-17
Juli 19757. KTM VII : Istanbul, Turki, 12-15 Mei
19768. KTM VIII : Tripoli, Libya, 16-22 Mei 19779. KTM IX : Dakar, Senegal, 24-28 April
197810. KTM X : Fez, Maroko, Mei 8-12 Mei
197911. KTM XI : Islamabad, Pakistan, 17-22
Mei 198012. KTM XII : Baghdad, Irak, 1-5 Juni 198113. KTM XIII : Niamey, Nigeria, 22-26
Agustus 198214. KTM XIV : Dhaka, Bangladesh, 6-11
Desember 198315. KTM XV : Sana'a, Yaman Utara, 18-22
Desember 198416. KTM XVI : Fez, Maroko, 6-10 Januari
198617. KTM XVII : Amman, Jordania, 21-25
Maret 198818. KTM XVIII : Riyadh, Saudi Arabia, 13-16
Maret 198919. KTM XIX : Kairo, Mesir, 31 Juli – 5
Agustus 1990
6
20. KTM XX : Istanbul, Turki, 4-8 Agustus 1991
21. KTM XXI : Karachi, Pakistan, 25-29 April 1993
22. KTM XXII : Casablanca, Maroko, 10-12 Desember 1994
23. KTM XXIII : Conakry, Guinea, 9-12 Desember 1995
24. KTM XXIV : Jakarta, Indonesia, 9-13 Desember 1996
25. KTM XXV : Doha, Qatar, 15-17 Maret 1998
26. KTM XXVI : Ouagadougou, Burkina Faso, 28 Juni – 1 Juli 1999
27. KTM XXVII : Kuala Lumpur, Malaysia, 27-30 Juni 2000
28. KTM XXVIII : Bamako, Mali, 25-29 Juni 2001
29. KTM XXIX : Khartoum, Sudan, 25-27 Juni 2002
30. KTM XXX : Teheran, Iran, 28-30 Mei 2003
Sebagaimana telah menjadi kebiasaan maka para Menteri Luar Negeri negara anggota OKI juga mengadakan Sidang Konsultasi Tingkat Menteri di New York dalam rangka Persidangan Majelis Umum PBB. Disamping itu ada pula Sidang-sidang KTM Luar Biasa.
3. Sekretariat Jenderal (The General Secretariat)
Sekretariat Jenderal merupakan organ eksekutif OKI dan dipimpin oleh seorang Sekretaris Jenderal (Sekjen) dengan 4 (empat) orang Asisten Sekjen. Sekjen dipilih oleh KTM untuk masa jabatan 4 (empat) tahun dan tidak dapat dipilih kembali. Perubahan jabatan menjadi empat tahun tersebut ditetapkan dalam KTT III di Mekkah tahun 1981 sedangkan sebelumnya masa jabatan tersebut hanya untuk dua tahun saja tetapi dapat diperpanjang untuk masa tidak lebih dari dua tahun. Sekretariat Jenderal dipercayakan
7
mengimplementasikan keputusan-keputusan yang diambil oleh KTT dan KTM.
Secara berturut-turut, Sekretaris Jenderal yang telah melaksanakan tugasnya sejak OKI berdiri, adalah :
1.Tengku Abdul Rahman, Malaysia (1970 – 1973)2.Hassan Tuhami, Mesir (1974 – 1975)3.Amadou Karim Gaye, Senegal (1975 – 1979)4.Habib Chatty, Tunisia (1979 – 1984)5.S.S. Przada, Pakistan (1985 – 1988)6.Hamid Al Gabid, Mesir (1989 – 1996)7.Azeddine Laraki, Maroko (1997 – 2000).8.Abdelouahed Belkeziz, Maroko (2001 – sekarang)
Sekretariat Jenderal yang juga merupakan Markas Besar OKI berkedudukan di Jeddah, Saudi Arabia.
4. Mahkamah Islam Internasional (The International Islamic Court of Justice).
Mahkamah dimaksudkan akan mempunyai fungsi dan peranan penting sebagai badan peradilan untuk menyelesaikan sengketa antar negara anggota secara damai. Ide pembentukan Mahkamah ini berasal dari KTT III di Mekkah. KTT XIII di Niamey telah pula menetapkan Kuwait sebagai tempat kedudukan Mahkamah Islam Internasional tersebut.
B. KOMITE KHUSUS
1. Komite Al Quds (Al Quds / Jerusalem Committee)Komite ini dikenal juga sebagai Komite Jerusalem, didirikan berdasarkan Resolusi KTM VI di Jeddah tahun 1975. Tujuan didirikan komite ini adalah Mengkaji situasi di Al Quds dan menindaklanjuti serta mengimplementasikan resolusi-resolusi yang diambil OKI ataupun organisasi/forum internasional lainnya menyangkut Al Quds.
2. Komite Tetap Keuangan (Permanent Finance Committee).
8
Komite ini bertugas mempersiapkan, melakukan dan melaksanakan pengawasan atas penggunaan anggaran Sekretariat Jenderal. Oleh karenanya anggota Komite Tetap Keuangan adalah semua negara anggota OKI.
3. Komite Tetap mengenai soal-soal Penerangan dan Kebudayaan (The Standing Committee on Information and Cultural Affairs/COMIAC).
4. Komite Tetap untuk Ekonomi dan Kerjasama Perdagangan (The Standing Committee for Economic and Commercial Cooperation/COMCEC).Komite ini akan dibahas lebih lanjut pada Bab berikutnya.
5. Komite Tetap untuk Kerjasama Pengetahuan dan Teknologi (The Standing Committee for Scientific and Technolgical Cooperation/COMSTECH)
6. Komite Perdamaian Islam (Islamic Peace Committee)
7. Komite Tetap untuk Bidang Informasi dan Kebudayaan (The Standing Committee for Information and Cultural Affairs/COMIAC) .
8. Badan Pengawas Keuangan (Financial Control Organ)
9. Selain Komite yang disebut diatas terdapat pula Komite khusus seperti Komite mengenai Afghanistan; Komite untuk Afrika Selatan dan Namibia; Komite Solidaritas Islam dengan Rakyat Sahel; Komite mengenai Situasi Muslim di Philipina serta Komite mengenai Palestina.
C. BADAN-BADAN SUBSIDER (SUBSIDIARY ORGANS)
1. Ankara Centre (The Statistical Economic and Social, Researh and Training Center for Islamic Countries – SESRTCIC)Merupakan pusat latihan dan riset statistik, ekonomi dan sosial. Badan ini berpusat di Ankara, Turki.
9
2. Dhaka Centre (The Islamic Centre for Technical and Vocational Training and Research - ICTVTR)Merupakan pusat riset dan latihan teknik serta kejuruan Islam dan berpusat di Dhaka, Bangladesh.
3. Casablanca Centre (The Islamic Centre for Trade and the Development – ICDT)Merupakan pusat pengembangan perdagangan Islam dan berpusat di Casablanca, Maroko.
4. The Al Quds (Jerusalem) Fund and its Waqf, Jeddah
5. The Islamic Solidarity Fund and its Wagq, Jeddah.
6. The Researh Centre for Islamic History Art and Culture, Istanbul.
7. The Islamic Foundation of Science, Technology and Development, Jeddah.
8. The Islamic Fiqh Academy
9. The International Commission for the Preservation of Islamic Haritage, Istanbul.
D. ORGAN-ORGAN KHUSUS (SPECIALIZED ORGANS)
1. Bank Pembangunan Islam (Islamic Development Bank-IDB)Bank ini berdiri pada tahun 1975 dan berpusat di Jeddah, Saudi Arabia. Dibentuk dengan tujuan utama memberikan sumbangan untuk pembangunan ekonomi dan kemajuan sosial negara-negara anggota, meningkatkan kerjasama ekonomi, membantu mendirikan lembaga keuangan dan perbankan Islam serta mendorong usaha-usaha kemajuan minoritas Islam di negara-negara bukan anggota.
2. Kamar Dagang, Industri dan Komoditi Islam (Islamic Chamber of Commerce, Industry and Commodity Exchange – ICCICE)Kegiatan KADIN Islam antara lain mengkoordinasikan Islamic Fair secara teratur dan juga meneliti proyek-proyek industri patungan antar negara-negara anggota bekerjasama dengan IDB ataupun pusat-pusat lainnya.
10
3. Islamic International News Agency (IINA), Jeddah.
4. Islamic State Broadcasting Organization (ISBO), Jeddah
5. Islamic Shipowners Association, Jeddah.
6. Islamic Education, Scientific and Cultural Organization, Casablanca.
BAB III
KERJASAMA MULTILATERAL OKI
A. PERANAN OKI
Melihat latar belakang terbentuknya OKI, terdapat kesan bahwa organisasi ini bersifat dan bersikap lebih melayani kepentingan Arab dan Timur Tengah.
Kesan tersebut tidak dapat dipungkiri sepenuhnya, karena :
Pertama, salah satu persoalan dan kemelut dunia yang menjadi perhatian masyarakat internasional terjadi di kawasan Arab dan Timur Tengah.
11
Kedua, dalam OKI persoalan Timur Tengah dan Palestina terlihat lebih menonjol karena terkait didalamnya pembicaraan dan desakan yang bernafaskan kepentingan agama dan umat Islam seluruh dunia. Perlu diingat bahwa hampir separuh dari negara anggota OKI adalah negara-negara Arab.
Meskipun demikian, masalah-masalah internasional lainnya semakin mendapat perhatian yang proporsional. Dalam masalah politik, OKI memberi perhatian dalam konflik India – Pakistan, masalah Afrika Selatan, Philipina Selatan, Afghanistan, dll.
Dalam bidang ekonomi telah dikumpulkan "Dana Konsolidasi Program Pembangunan Dunia Islam". Hal ini untuk menunjang progaram-program pembangunan negara anggota OKI. Pengumpulan dana tersebut telah melahirkan "Rencana Aksi untuk memperkuat kerjasama ekonomi diantara negara-negara anggota OKI".
Selain itu, dalam pengembangan sosial – budaya, OKI telah membentuk banyak Badan-Badan Subsider seperti misalnya yang menangani masalah pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, hukum, kebudayaan, yang tugasnya hampir menyerupai badan-badan khusus PBB. Diantara badan-badan subsider ini antara lain adalah : Komisi Internasional Peninggalan Kebudayaan Islam yang menangani masalah-masalah yang menyangkut pemeliharaan hasil-hasil budaya Islam yang ada di negara-negara Islam; Akademi Fikih Islam yang bertujuan mempelajari masalah-masalah yang menyangkut kehidupan "ijtihad" yang berasal dari tradisi Islam; Komisi Hukum Islam Internasional guna menyumbangkan kemajuan prinsip-prinsip Hukum Islam beserta kodifikasinya; dll.
B. KEANGGOTAAN INDONESIA DIDALAM OKI
1. Peranan Indonesia
Sesuai dengan Artikel VIII Piagam OKI yang menyangkut keanggotaan dijelaskan bahwa organisasi terdiri dari negara-negara Islam yang turut serta dalam KTT yang
12
diadakan di Rabat dan KTM-KTM yang diselenggarakan di Jeddah, Karachi serta yang menandatangani Piagam.
Kriteria yang dirancang oleh Panitia Persiapan KTT I adalah bahwa "Negara Islam" adalah negara yang konstitusional Islam atau mayoritas penduduknya Islam. Semua negara muslim dapat bergabung dalam OKI.
Keanggotaan Indonesia di dalam OKI adalah unik. Pada tahun-tahun pertama, kedudukan Indonesia dalam OKI menjadi sorotan baik di kalangan OKI sendiri maupun di dalam negeri. Indonesia menjelaskan kepada OKI bahwa Indonesia bukanlah negara Islam secara konstitusional dan tidak dapat turut sebagai penandatangan Piagam. Tetapi Indonesia telah turut sejak awal dan juga salah satu negara pertama dan yang turut berkecimpung dalam kegiatan OKI. Kedudukan Indonesia disebut sebagai "partisipan aktif". Status, hak dan kewajiban Indonesia sama seperti negara-negara anggota lainnya.
Sebagai negara yang berfalsafah Pancasila dan sebagai negara yang sebagian besar penduduknya beragama Islam, maka Indonesia patut menyambut positif setiap usaha untuk meningkatkan derajat, status sosial dan kesejahteraan serta kemakmuran umat Islam seperti yang menjadi tujuan Konferensi, terutama dalam hal-hal yang bermanfaat bagi usaha-usaha pembangunan dalam segala bidang yang merupakan program utama Pemerintah Indonesia.
Selain untuk memperoleh manfaat langsung bagi kepentingan nasional Indonesia, keikutsertaan Indonesia diharapkan dapat menggalang dukungan bagi kepentingan Indonesia di forum-forum internasional lainnya, baik yang menyangkut bidang politik maupun bidang ekonomi dan sosial budaya.
Tujuan-tujuan dan prinsip-prinsip yang tertera dalam Piagam OKI menunjukkan semangat yang sejalan dengan prinsip Bandung dan Non Blok, khususnya dalam rangka
13
pengembangan solidaritas dan tekad menghapuskan segala bentuk kolonialisme serta sikap tidak campur tangan di dalam urusan dalam negeri masing-masing negara anggota.
Peranan Indonesia selama ini dinilai oleh negara-negara anggota lainnya sangat positif dan konstruktif. Hal ini tidak berlebihan jika dilihat bahwa banyak pertentangan kepentingan antara kelompok-kelompok "progresif revolusioner" dengan kelompok "konservatif/moderat" dapat dijembatani oleh Indonesia. Hal ini dimungkinkan antara lain oleh sikap tidak memihak RI terhadap sengketa regional Arab.
Sebagai peserta, Indonesia telah berperan secara aktif dalam OKI, baik dalam kegiatannya maupun dengan sumbangan yang diberikan kepada organisasi ini dalam rangka meningkatkan kesetiakawanan diantara anggota OKI, disamping untuk membina kerjasama di bidang ekonomi, sosial budaya dan bidang-bidang lainnya yang semuanya dilakukan dalam rangka menunjang pembangunan nasional Indonesia di segala bidang.
2. Alasan masuknya Indonesia di dalam OKI
Pada KTT III tahun 1972 di Jeddah, Saudi Arabia, Indonesia secara resmi menjadi anggota OKI dan turut menandatangani piagam OKI. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Indonesia termasuk salah satu negara anggota OKI pemula. Bahkan didalam pertemuan-pertemuan resmi, Indonesia dianggap telah menjadi anggota OKI sejak tahun 1969.
Bagi Indonesia keterlibatannya didalam OKI merupakan kesempatan yang baik dalam rangka pengembangan ekonomi/ perdagangan diantara sesama negara-negara OKI terutama dalam kaitannya dengan kepentingan pembangunan yang sedang berlangsung di Indonesia, khususnya dalam peningkatan ekspor non migas.
Beberapa alasan masuknya Indonesia di dalam OKI, antara lain :
14
a. Secara obyektif, Indonesia ingin mendapatkan hasil yang positif bagi kepentingan nasional Indonesia.
b. Indonesia merupakan negara yang sebagian besar penduduknya beragama Islam meskipun secara konstitusional tidak merupakan negara Islam.
c. Dari segi jumlah penduduk yang beragama Islam, maka jumlahnya merupakan jumlah penduduk beragama Islam terbesar di dunia.
d. Indonesia menganut politik luar negeri yang bebas dan aktif sehingga dapat diterapkan dalam organisasi-organisasi internasional termasuk OKI sejauh tidak menyimpang dari kepentingan nasional Indonesia. Terdapat kesamaan pandangan antara OKI dan Indonesia, yaitu sama-sama memperjuangkan perdamaian dunia berdasarkan kemanusiaan yang adil dan beradab, disamping kepentingan dalam bidang perekonomian dan perdagangan.
3. Kepentingan Indonesia didalam OKI
a. Menyangkut masalah politis dimana Indonesia sebagai salah satu negara berkembang berpijak pada politik luar negeri yang bebas dan aktif.
b. Sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, ikut menggalang solidaritas Islamiyah.
c. Menarik manfaat bagi kepentingan pembangunan Indonesia, khususnya dalam kerjasama ekonomi dan perdagangan di antara negara-negara anggota OKI.
4. Perdagangan Indonesia dengan Negara Anggota OKI.
Perdagangan Indonesia dengan Negara-negara anggota OKI masih relative kecil. Pada tahun 2002 total nilai ekspor non migas sebesar US$ 45,046.07 juta hanya US$ 5,323.38 juta atau 11,82% yang merupakan ekspor ke Negara OKI. Sedangkan pada tahun yang sama impor
15
Indonesia dari Negara OKI sebesar US$1,355.12 juta yang berarti surplus sebesar US$ 3,968.26 juta.
Sampai dengan bulan Oktober 2003 total nilai ekspor non migas Indonesia sebesar US$ 39,442.53 juta, dan untuk ekspor non migas ke Negara OKI hanya sebesar US$ 4,697.22 juta. Dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu maka terjadi peningkatan sebesar 4,26%.
Ekspor Non Migas Indonesia ke Negara OKI
Tahun 2003 (s/d Agustus)
3,765.88
31,517.37
Ekspor OKI
Total Ekspor
16
Ekspor/Impor Non Migas Indonesiadengan Negara Anggota OKI
4,976.98 4,926.205,323.38
4,697.22
1,339.81 1,331.56 1,355.12 1,185.03
0.00
1,000.00
2,000.00
3,000.00
4,000.00
5,000.00
6,000.00
2000 2001 2002 2003*)
Tahun
Nil
ai
(US
$ J
uta
)Ekspor
Impor
*) Tahun 2003 s.d bulan Agustus
Impor Indonesia dari Negara OKI selama periode Januari – Oktober 2003 sebesar US$ 1,185.03 juta atau meningkat 8,8% dibandingkan periode yang sama tahun 2002.
Impor Non Migas Indonesia ke Negara OKI
Tahun 2003 (s/d Agustus)
965.41
16,314.93
Impor OKI
Total Impor
17
Dibandingkan dengan total ekspor non migas Indonesia tahun 2003 (s/d bulan Oktober) sebesar US$ 39,442.53 juta, maka ekspor ke Negara-negara OKI relative kecil. Kecilnya volume perdagangan diantara Negara OKI antara lain disebabkan Negara-negara tersebut kurang memperoleh informasi mengenai potensi sesama Negara anggota OKI. Selain itu, tidak semua anggota OKI mempunyai kemampuan daya beli tunai, jadi ketika mereka terlibat dalam transaksi perdagangan, mereka tidak mempunyai posisi tawar yang baik dan tidak punya kesempatan memberi jangka waktu tenggang pembayaran. Di lain pihak, pihak ketiga akan dengan mudah memperoleh modal dan membeli secara tunai dari Negara OKI sebagai produsen kemudian menjual kembali kepada Negara OKI lain dengan harga yang tinggi. Oleh karenanya, perlu peningkatan hubungan bilateral antara Indonesia dengan Negara-negara OKI sebagai optimalisasi pelaksanaan Joint Economic Commission serta peningkatan kerjasama multilateral dengan meningkatkan keikutsertaan pemerintah pada lembaga-lembaga lainnya.
Dalam rangka mempromosikan potensi yang dimiliki, Indonesia melalui Badan Pengembangan Ekspor Nasional, Depperindag telah menyelenggarakan berbagai pameran di luar negeri antara lain di Sharjah pada bulan September 2003 dan di Libya pada bulan November 2003.
18
Total Ekspor/Impor Non Migas Indonesia
47,757.4343,684.57 45,046.07
39,442.53
27,495.33 25,490.22 24,763.1220,514.92
0.00
10,000.00
20,000.00
30,000.00
40,000.00
50,000.00
60,000.00
2000 2001 2002 2003 *)
Tahun
Nil
ai (
US
$ ju
ta)
Ekspor
Impor
*) Tahun 2003 s/d bulan Agustus
BAB IV
19
KTT OKI X DAN SIDANG KE-19 COMCEC
A. KTT OKI X, MALAYSIA
KTT X OKI telah berlangsung pada tanggal 16-17 Oktober 2003 di Kuala Lumpur, Malaysia. KTT tersebut merupakan yang pertama kalinya dilangsungkan di Negara Asia Tenggara. Sebelum ini, pertemuan di Asia pernah diselenggarakan di Lahore, Pakistan pada tahun1974.
Hal-hal penting yang dibahas dalam KTT tersebut antara lain masalah serangan AS ke Irak, pendudukan Israel atas wilayah Palestina serta serangan Israel terhadap Suriah.
Dalam masalah serangan AS ke Irak, meskipun menolak pengiriman pasukan dibawah payung OKI, Negara-negara anggota OKI menuntut “pengusiran semua pasukan asing dari Irak”. Tuntutan tersebut dikemukakan oleh Sekretaris JEnderal OKI Abdelouahed Belkeziz.
Resolusi yang terkait dengan isu Palestina mendapat dukungan luas dari segenap anggota OKI. Para Pemimpin OKI, termasuk Presiden RI, memberi dukungan bagi penyelesaian Palestina secara damai dibawah koordinasi badan internasional yang didukung secara internasional.
Secara umum KTT X OKI berlangsung sukses dan menghasilkan suatu kesepakatan yang tertuang dalam “Deklarasi Putrajaya”. Deklarasi tersebut berisi tujuh butir kesepakatan yang akan memberikan kontribusi nilai lebih terhadap pembangunan masyarakat muslim.
Ketujuh butir “Kesepakatan Putrajaya” tersebut adalah :
1. Ilmu pengetahuan dan moralitas;2. Persatuan dan kejayaan;3. Revitalisasi OKI;
20
4. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;5. Pengembangan teknologi informasi dan telekomunikasi
untuk pengembangan umat;6. Meningkatkan kerjasama ekonomi;7. Meningkatkan perdagangan antara sesama Negara
anggota.
“Deklarasi Putrajaya” juga dilengkapi dengan plan of action yang akan menjadi acuan bagi pelaksanaan deklarasi tersebut. Di bidang pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi misalnya, Negara anggota OKI akan melakukan konferensi rutin para ilmuan muslim dan menunjang aktivitas mereka dengan membentuk yayasan khusus OKI.
Sementara itu, di bidang perbankan, OKI sedang mempertimbangkan usulan system perdagangan yang didasarkan pada satu mata uang emas (the Gold-based Trade Payment Arrangements – GTPA).
B. SIDANG KE-19 KOMITE TETAP KERJASAMA EKONOMI DAN PERDAGANGAN ORGANISASI KONFERENSI ISLAM (COMCEC)
Komisi Tetap Kerjasama Ekonomi dan Perdagangan OKI (The Standing Committee for Economic and Trade Cooperation / COMCEC OIC) merupakan salah satu komisi khusus dalam struktur OKI yang menangani masalah ekonomi dan perdagangan. Komisi ini berfungsi menindaklanjuti pelaksanaan resolusi yang disepakati pada Konferensi Islam dalam bidang ekonomi dan perdagangan; meneliti semua kemungkinan sarana untuk memperkuat kerjasama
21
di bidang tersebut serta menetapkan program dan usulan di masa depan guna meningkatkan kemampuan Negara-negara anggota di bidang ekonomi dan perdagangan.
Terbentuknya Komisi tersebut bermula pada tahun 1977 negara OKI sepakat menandatangani “General Agreement for Economic, Technical and Commercial Cooperation among Member States”. Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) III tahun 1981 telah disetujui peluncuran “Rencana Aksi untuk memperkuat kerjasama ekonomi dan perdagangan diantara Negara-negra anggota OKI”. Dan akhirnya pada “The Third Islamic Summit” yang diselenggarakan pada Januari 1981 di Mekkah, telah diadopsi Resolusi No. 13/3-P(IS) mengenai didirikannya Komisi tersebut.
Tujuan pendirian COMCEC sesuai dengan Resolusi No. 13/03-P(IS) adalah :
1. Untuk mengkoordinasikan dan menindaklanjuti pelaksanaan resolusi yang dihasilkan oleh konferensi-konferensi OKI yang berkaitan dengan masalah ekonomi dan perdagangan, khususnya ketentuan-ketentuan dan rekomendasi-rekomendasi yang berhubungan dengan rencana aksi.
2. Untuk mengkaji seluruh cara-cara yang mungkin untuk memperkuat kerjasama di bidang ekonomi dan perdagangan antar Negara-negara OKI.
3. Mempersiapkan program-program dan menyampaikan usulan-usulan yang dibuat untuk meningkatkan kemampuan Negara-negara anggota OKI di bidang ekonomi dan perdagangan.
Sidang COMCEC yang terakhir adalah Sidang ke-19 yang telah diselenggarakan pada tanggal 20-23 Oktober 2003 di Istanbul, Turki.
Hasil dari sidang tersebut adalah disahkannya dua resolusi, yaitu Resolusi mengenai Kesepakatan Sidang ke-19 COMCEC dan Resolusi mengenai Bantuan Ekonomi kepada Negara-negara anggota OKI termasuk Irak.
22
Kesepakatan Sidang ke-19 COMCEC, antara lain :
1. Mendesak Negara-negara anggota OKI supaya segera menandatangani dan meratifikasi Trade Preferential System of the Organisation of the Islamic Conferences (TPS-OIC) agar dapat berpartisipasi dalam Putaran Pertama Perundingan Perdagangan dalam kerangka pelaksanaan TPS-OIC.
2. Membentuk Komite Negosiasi Perdagangan dan menyelenggarakan Putaran Pertama Negosiasi Perdagangan OKI di Antalya Turki, bulan April 2004.
3. Menyambut kesediaan IDB untuk menyelenggarakan pertemuan di Jenewa guna mengevaluasi hasil Pertemuan Tingkat Menteri ke-5 WTO serta mempelajari upaya yang dapat dilakukan untuk merumuskan visi bersama Negara anggota OKI dalam General council WTO tanggal 15 Desember 2003.
4. Menyambut tawaran kesediaan Negara anggota untuk menyelenggarakan pertemuan Kelompok Ahli OKI.
5. Meminta Negara anggota untuk mendorong badan nasionalnya yang terkait dengan skema pembayaran ekspor (EFS) agar terus berperan aktif dengan mengadakan koordinasi dengan IDB guna meningkatkan fasilitasi pembiayaan perdagangan.
6. Meminta badan-badan subsider OKI yang terkait dengan ekonomi dan perdagangan agar memberikan bantuan kepada Negara anggota melalui koordinasi dengan Kantor Koordinasi COMCEC.
7. Meminta Pemerintah Malaysia dan IDB untuk melaporkan hasil pengoperasioan proyek electronic banking OIC-Network.
8. Mengadakan lokakarya mengenai Fasilitasi Perdagangan dan Transportasi Negara-negara OKI di Pakistan 2004.
23
9. Menghimbau Negara-negara anggota agar berpartisipasi dalam lokakarya, seminar, pameran maupun setiap forum yang diadakan oleh anggota.
10. Menyepakati Sidang ke-20 COMCEC diselenggarakan tanggal 23-26 Nopember 2004 dan Sidang Komite Tindak Lanjut COMCEC tanggal 11-13 Mei 2004 di Istanbul.
Sidang yang dihadiri oleh wakil dari 43 negara dan wakil dari badan subsider dan afiliasi OKI ini berlangsung dengan sukses. Secara khusus sidang mendesak agar Negara anggota yang belum meratifikasi TPS-OIC agar segera meratifikasi. Desakan tersebut sejalan dengan akan diselenggarakannya Putaran Pertama Negosiasi Perdagangan OKI di Antalya, Turki pada bulan April 2004. Negara-negara yang sudah meratifikasi dapat mengikuti perundingan tersebut sedangkan yang belum hanya boleh menjadi peninjau (observer).
Saat ini telah ada Agreement on Trade Preferential System of the Organization of the Islamic Conferences. Dari 57 negara anggota OKI tercatat 23 negara telah menandatangani Perjanjian TPS-OIC dan 12 diantaranya sudah meratifikasi. Indonesia merupakan Negara pertama yang sudah menandatangani Statuta TPS-OIC yaitu pada tanggal 4 February 1992 namun sampai saat ini belum melakukan ratifikasi.
24
BAB V
PENUTUP
Kerjasama antara Negara-negara OKI yang selama ini telah terjalin perlu lebih dipererat. Hal ini perlu ditegaskan mengingat persepsi sebagian kalangan barat yang mengidentikkan citra islam dengan kekerasan dan terorisme. Persepsi tersebut harus dihilangkan. Oleh sebab itu berbagai kalangan berharap agar diantara sesama Negara anggota OKI terdapat solidaritas yang tinggi dalam menyikapi berbagai permasalahan yang terjadi dan menimpa Negara-negara OKI khususnya dunia Islam.
Dalam bidang ekonomi dan perdagangan telah ditandatangani Agreement on Trade Preferential System of the Organization of the Islamic Conferences (TPS-OIC). Meskipin termasuk Negara yang pertama kali menandatangani Agreement tersebut, tetapi sampai saat ini Indonesia belum meratifikasi TPS-OIC dimaksud. Pada Putaran Pertama Perundingan TPS-OIC yang diselenggarakan pada bulan April 2004 di Turki, Indonesia hanya sebagai peninjau dan diharapkan segera dapat meratifikasi agreement TPS-OIC. Untuk itu Indonesia perlu secara serius mempertimbangkan kemungkinan ratifikasi perjanjian tersebut dalam waktu dekat.
Perdagangan Indonesia dengan Negara-negara OKI sampai dengan tahun 2003 masih relative kecil padahal OKI merupakan salah satu pasar potensial untuk produk-produk Indonesia. Berbagai usaha perlu dilaksanakan dalam rangka mempromosikan produk Indonesia di Negara-negara OKI diantaranya dengan mengadakan pameran sebagai tindak lanjut pameran di Sharjah dan Libya. Disamping itu upaya-upaya peningkatan perdagangan perlu dilaksanakan secara optimal melalui fora multilateral.
25
Reff laen----------
Organisasi Konferensi Islam (OKI)
Juli 15, 2008 pada 7:09 am (Uncategorized)
I. Latar Belakang Didirikannya OKI
Organisasi Konferensi Islam
(OKI) merupakan organisasi internasional non militer yang
didirikan di Rabat,Maroko pada tanggal 25 September
1969. Dipicu oleh peristiwa pembakaran Mesjid Al Aqsha
yang terletak di kota Al Quds (Jerusalem) pada tanggal 21
Agustus 1969 telah menimbulkan reaksi keras dunia,
terutama dari kalangan umat Islam. Saat itu dirasakan
26
adanya kebutuhan yang mendesak untuk mengorganisir dan
menggalang kekuatan dunia Islam serta mematangkan
sikap dalam rangka mengusahakan pembebasan Al Quds.
Atas prakarsa Raja Faisal dari Arab Saudi dan Raja Hassan
II dari Maroko, dengan Panitia Persiapan yang terdiri dari
Iran, Malaysia, Niger, Pakistan, Somalia, Arab Saudi dan
Maroko, terselenggara Konperensi Tingkat Tinggi (KTT)
Islam yang pertama pada tanggal 22-25 September 1969 di
Rabat, Maroko. Konferensi ini merupakan titik awal bagi
pembentukan Organisasi Konferensi Islam (OKI).
Secara umum latar belakang terbentuknya OKI sebagai
berikut :
1) Tahun 1964 : Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT)
Arab di Mogadishu timbul suatu ide untuk
menghimpun kekuatan Islam dalam suatu wadah
internasional.
2) Tahun 1965 : Diselenggarakan Sidang Liga Arab
sedunia di Jeddah Saudi Arabia yang mencetuskan ide
27
untuk menjadikan umat Islam sebagai suatu kekuatan
yang menonjol dan untuk menggalang solidaritas
Islamiyah dalam usaha melindungi umat Islam dari
zionisme khususnya.
3) Tahun 1967 : Pecah Perang Timur Tengah melawan
Israel. Oleh karenanya solidaritas Islam di negara-
negara Timur Tengah meningkat.
4) Tahun 1968 : Raja Faisal dari Saudi Arabia
mengadakan kunjungan ke beberapa negara Islam
dalam rangka penjajagan lebih lanjut untuk membentuk
suatu Organisasi Islam Internasional.
5) Tahun 1969 : Tanggal 21 Agustus 1969 Israel merusak
Mesjid Al Agsha. Peristiwa tersebut menyebabkan
memuncaknya kemarahan umat Islam terhadap Zionis
Israel.
Seperti telah disebutkan diatas, Tanggal 22-25 September
1969 diselenggarakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT)
negara-negara Islam di Rabat, Maroko untuk
28
membicarakan pembebasan kota Jerusalem dan Mesjid Al
Aqsa dari cengkeraman Israel. Dari KTT inilah OKI
berdiri.
II. Tujuan Didirikannya OKI
Secara umum tujuan didirikannya organisasi
tersebut adalah untuk mengumpulkan bersama sumber daya
dunia Islam dalam mempromosikan kepentingan mereka
dan mengkonsolidasikan segenap upaya negara tersebut
untuk berbicara dalam satu bahasa yang sama guna
memajukan perdamaian dan keamanan dunia muslim.
Secara khusus, OKI bertujuan pula untuk memperkokoh
solidaritas Islam diantara negara anggotanya, memperkuat
kerjasama dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya
dan iptek.
Pada Konferensi Tingkat Menteri (KTM) III OKI
bulan February 1972, telah diadopsi piagam organisasi
yang berisi tujuan OKI secara lebih lengkap, yaitu :
A. Memperkuat/memperkokoh :
29
1) Solidaritas diantara negara anggota;
2) Kerjasama dalam bidang politik, ekonomi, sosial,
budaya dan iptek.
3) Perjuangan umat muslim untuk melindungi
kehormatan kemerdekaan dan hak- haknya.
B. Aksi bersama untuk :
1) Melindungi tempat-tempat suci umat Islam;
2) Memberi semangat dan dukungan kepada rakyat
Palestina dalam memperjuangkan haknya dan
kebebasan mendiami daerahnya.
C. Bekerjasama untuk :
1) menentang diskriminasi rasial dan segala bentuk
penjajahan;
30
2) menciptakan suasana yang menguntungkan dan saling
pengertian diantara negara anggota dan negara-negara
lain.
III. Prinsip OKI
Untuk mencapai tujuan diatas, negara-negara
anggota menetapkan 5 prinsip, yaitu:
1) Persamaan mutlak antara negara-negara anggota
2) Menghormati hak menentukan nasib sendiri, tidak
campur tangan atas urusan dalam negeri negara lain.
3) Menghormati kemerdekaan, kedaulatan dan integritas
wilayah setiap negara.
4) Penyelesaian setiap sengketa yang mungkin timbul
melalui cara-cara damai seperti perundingan, mediasi,
rekonsiliasi atau arbitrasi.
31
5) Abstein dari ancaman atau penggunaan kekerasan
terhadap integritas wilayah, kesatuan nasional atau
kemerdekaan politik sesuatu negara.
IV. Kiprah OKI dalam Dunia Internasional
Perdana Menteri Malaysia Abdullah Badawi yang
juga menjabat sebagai Ketua Organisasi Konferensi Islam
berpendapat, kekuatan ekonomi negara-negara anggota
OKI, menjadi salah faktor utama yang akan menentukan
posisi OKI di dunia internasional. Kekuatan ekonomi
negara-negara anggotanya yang akan menambah kekuatan
OKI dan membuat suara OKI lebih berpengaruh dalam
pergaulan dunia internasional Berbagai permasalahn terus
Ada satu hal yang menjadi perhatian serius para pakar.
Yaitu reformasi OKI. Di hadapan problema umat yang
sedemikian kompleks ini, OKI sebagai organisasi
keislaman terbesar sedunia harus mereformasi diri hingga
problem-problem itu mendapatkan penyelesaian yang
kontekstual.
32
Reformasi OKI tersebut setidaknya menyangkut dua hal
mendasar, yaitu visi dan keanggotaan. Dari segi visi, OKI
sebenarnya “berwajah” Islam politik. Sebab, OKI (secara
historis) lahir (25/1969 di Rabat, Maroko) untuk merespons
peristiwa politik, yakni pembakaran Masjid Al-Aqsha
(21/8/1969) oleh ekstremis Yahudi.
Karena itu, bisa dipahami bahwa permasalahan Palestina
selalu menjadi agenda utama pada setiap pelaksanaan
konferensi OKI. Baik yang berbentuk konferensi tingkat
tinggi (KTT), konferensi tingkat Menlu (KTM), maupun
konferensi luar biasa.
Pada titik itu, di satu sisi, OKI tidak berbeda dari lembaga-
lembaga politik berkelas dunia seperti Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB) atau Liga Arab. Perbedaannya, OKI
membatasi diri untuk negara-negara berpenduduk Islam. Di
sisi lain, OKI telah menjadikan Islam sebagai kekuatan
seperti gerakan Islamis lainnya selama ini.
Perbedaannya, OKI menjadikan Islam sebagai kekuatan
untuk membentengi dan membela umat Islam di mana pun.
33
Sementara itu, gerakan Islamis bertujuan menerapkan
syariat Islam atau negara Islam. kesalahan paling fatal yang
pernah dilakukan manusia adalah pemaknaan agama
dengan kekuatan. Dan, diakui atau tidak, pemaknaan agama
sebagai kekuatan terjadi hampir merata di semua agama.
Sehingga, suatu agama menjadi ancaman bagi agama yang
lain. Relasi antarumat beragama pun terjebak dalam
kecurigaan, ketegangan, bahkan kekerasan.
Pada perkembangan berikutnya, pemaknaan tersebut
melahirkan terma politik yang “diagamakan”. Misalnya,
istilah mayoritas dan minoritas, kemudian disebut “agama
mayoritas” dan “agama minoritas’. Karena pemaknaan
tersebut, Yahudi menjadi Zionis, Kristen menjadi asosial,
dan Islam menjadi tak terpisahkan dari kekerasan.
Keanggotaan OKI juga menjadi permasalahan tersendiri.
Sebagaimana dimaklumi, OKI menetapkan negara-negara
berpenduduk muslim sebagai syarat utama menjadi anggota
tetapnya. Bukan aliran atau sekte. Hingga saat ini, sudah 59
negara berpenduduk muslim yang bergabung dengan OKI.
34
OKI pun menjadi elitis dan eksklusif. Menjadi elitis karena
OKI hanya melibatkan pihak-pihak pengambil kebijakan
seperti kepala negara dan menteri. Hal tersebut terlihat jelas
dalam setiap konferensi OKI, baik yang bersifat reguler
(tiga tahun sekali) maupun darurat. Kalaupun melibatkan
pihak lain seperti Sekjen PBB, kalangan intelektual, dan
lainnya, itu tak lebih sekadar “tamu kehormatan”. Mereka
tidak mempunyai hak untuk masuk lebih jauh ke dalam
pembahasan konferensi dalam bentuk kebijakan.
Bahkan, OKI juga menjadi eksklusif. Tak hanya bagi
“sosok lain” yang tidak “islami”, melainkan juga terhadap
umat Islam. Tokoh-tokoh muslim pada tingkat lokal (darah)
-apalagi umat Islam- tidak bisa ambil bagian dalam
perumusan masalah serta pengambilan kebijakan. Padahal,
bila mau jujur, para intelektual muslim secara umum dan
yang di daerah secara khusus, maaf, jauh lebih penting
daripada para pengambil kebijakan itu. Alasannya
sederhana. Secara akademis, mereka cukup merasakan
“asam garam” kehidupan umat Islam dalam menghadapi
berbagai problema. Di sisi lain, mereka lebih dekat dengan
35
masyarakat. Karena itu, mereka cukup memahami problem
keumatan yang selama ini bergulir di masyarakat.
Dalam kondisi seperti itu, OKI tak hanya gagal
menyatukan umat Islam, tapi telah menjadi “serpihan”,
bahkan penyebab perpecahan tersebut. OKI gagal menjadi
“payung besar” yang bisa menaungi umat Islam di ragam
sekte, aliran, negara, suku, dan budayanya. Sebaliknya,
OKI justru memperbanyak angka sekte dalam Islam.
V. Langkah-langkah OKI ke Depan
Ada tiga hal yang mendesak untuk dilakukan ke depan.
Pertama, reformasi sistem keanggotaan OKI. Dari sekadar
melibatkan negara dan para pengambil kebijakan menuju
tokoh-tokoh lokal yang tersebar di ragam aliran yang ada.
Dengan kata lain, OKI semestinya mengembangkan
“kepak” sayap hingga mencakup sekte-sekte Islam, selain
negara-negara Islam. Ibarat payung besar, OKI harus bisa
menaungi umat Islam di semua aliran dan negaranya.
36
Diakui atau tidak, ketegangan, kecurigaan, bahkan
kekerasan antarsekte Islam sudah merupakan fakta historis
yang cukup ironis. Ketegangan antara kelompok Syiah dan
Sunni di Iraq, Ikhwan Muslimin dan kalangan Islam
moderat di Mesir, serta Islam mayoritas dan Ahmadiyah di
tanah air merupakan permasalahan serius yang tak
gampang diselesaikan.
Kedua, inklusivitas OKI, terutama di ranah teologis.
Diakui atau tidak, OKI selama ini hanya mencerminkan
dua aliran besar dalam Islam. Yakni, Syiah dan
Ahlussunnah. Aliran lain seperti Ahmadiyah tidak
mempunyai ruang dalam diri OKI. Padahal, baik secara
kualitas maupun kuantitas, Ahmadiyah tak kalah besar dari
dua aliran Syiah dan Ahlussunnah.
Ketiga, konsensus (ijma’) keumatan. Selama ini,
umat Islam -kalangan agamawan khususnya- sering
“berpapasan” dengan ijma’ tersebut. Sebab, ijma’
menempati posisi yang sangat strategis dalam hukum
Islam. Yaitu, dasar kedua setelah Alquran dan sunah.
37
Namun, harus jujur diakui, ijma’ pada masa sekarang ibarat
“makhluk langka”.
Ijma’ tidak tampak dalam kehidupan sehari-hari
masyarakat, kecuali dalam bentuk cerita masa lalu. Dalam
kitab-kitab klasik, misalnya, ditengarai bahwa ulama ini,
sahabat ini, pernah mencapai ijma’ seperti ini
*Ditulis Oleh: Misbahus Surur (Mahasiswa STAI Ma’had
Aly Al-Hikam Malang).
Reff laen #2
38