TUGAS PERIODONSI I
OBESITAS DAN KAITANNYA DENGAN PENYAKIT PERIODONTAL
Oleh :
ANNISA AMALIA
NIM. 04081004043
Dosen Pengajar :
drg. Asti Rosmala Dewi, M.M.
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2010
0 | P a g e
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit periodontal umumnya berupa inflamasi dengan penyebab utamanya bakteri dan
plak. Di samping bakteri dan plak sebagai penyebab utama, berperan juga faktor-faktor lain
sebagai faktor resiko. Salah satu faktor yang dalam beberapa tahun belakangan ini dikaitkan
dengan penyakit periodontal adalah obesitas (kegemukan). Obesitas merupakan penyakit
sistemik yang memicu timbulnya berbagai komplikasi yang dapat mempengaruhi kesehatan
secara keseluruhan. Prevalensi obesitas telah meningkat secara drastis pada sebagian negara-
negara industri. Banyak studi-studi yang telah dilakukan memperlihatkan bahwa obesitas juga
berhubungan dengan penyakit rongga mulut,terutama penyakit periodontal.1
Penyakit periodontal merupakan penyakit yang disebabkan adanya infeksi pada jaringan
periodontal. Bakteri plak merupakan penyebab utama terjadinya penyakit periodontal berupa
inflamasi seperti periodontitis kronis. Beberapa faktor lain turut berperan secara tidak langsung
dengan cara memfasilitsasi penumpukan dan perkembangbiakan bakteri plak. Sebagai contoh
adalah kalkulus, gigi yang berjejal (crowded), karies gigi yang berada dekat tepi gingiva,
tambalan yang overhanging, dan tepi restorasi yang tidak baik. Di samping itu, berperan pula
faktor-faktor lain sebagai faktor resiko, seperti faktor lingkungan, tingkah laku, dan biologis,
yang keberadaannya dapat meningkatkan kemungkinan sesorang menderita suatu penyakit. Dua
faktor resiko penyakit periodontal yang dikenal selama ini adalah kebiasaan merokok dan
diabetes mellitus.
Obesitas atau kegemukan berperan menjadi faktor resiko yang besar dari penyakit kronis,
termasuk hipertensi dan stroke, penyakit-penyakit kronis mulut dan berbagai bentuk kanker. Para
1 | P a g e
peneliti menemukan bahwa prevalensi penyakit periodontal pada individu dengan obesitas yang
berumur 18-34 tahun adalah 76% lebih tinggi daripada individu dengan berat normal pada
kelompok umur yang sama.2
Definisi operasional obesitas dievaluasi secara khas dengan menggunakan perhitungan
mutlak dengan cara mengukur BMI (Body Mass Index), tetapi dapat juga dengan pengukuran
distribusi lingkar pinggang, atau rasio lingkar pinggang dan pinggul. Penting untuk mengetahui
etiologi, faktor risiko, dan komplikasi dari obesitas. Pasien dengan obesitas memiliki sepuluh
kali lipat risiko yang tinggi dalam peningkatan diabetes tipe 2 dan tiga kali lipat risiko yang
tinggi dalam peningkatan periodontitis. Untuk mengurangi prevalensi dari kelebihan berat badan
dan obesitas, pekerja kesehatan oral sangat dibutuhkan untuk bekerjasama antar sektor dan
disiplin ilmu. Dokter gigi sebagai tenaga kesehatan harus mengingatkan pola makan yang sehat
kepada pasien yang obesitas. Pasien dengan komplikasi obesitas memerlukan penanganan yang
harus dipertimbangkan, karena obesitas merupakan faktor risiko dari penyakit-penyakit
periodontal sehingga langkah-langkah pencegahan penyakit periodontal untuk pasien obesitas
perlu dilakukan oleh profesi kedokteran gigi.
2 | P a g e
BAB II
ISI
2.1 OBESITAS
2.1.1 Definisi Obesitas
Obesitas adalah kelebihan berat badan sebagai akibat dari penimbunan lemak tubuh yang
berlebihan. Setiap orang memerlukan sejumlah lemak tubuh untuk menyimpan energi,
sebagai penyekat panas, penyerap guncangan dan fungsi lainnya. Rata-rata wanita memiliki
lemak tubuh yang lebih banyak dibandingkan pria. Perbandingan yang normal antara lemak
tubuh dengan berat badan adalah sekitar 25-30% pada wanita dan 18-23% pada pria. Wanita
dengan lemak tubuh lebih dari 30% dan pria dengan lemak tubuh lebih dari 25% dianggap
mengalami obesitas.
Seseorang yang memiliki berat badan 20% lebih tinggi dari nilai tengah kisaran berat
badannya yang normal dianggap mengalami obesitas.
Obesitas digolongkan menjadi 3 kelompok:
Obesitas ringan : kelebihan berat badan 20-40%
Obesitas sedang : kelebihan berat badan 41-100%
Obesitas berat : kelebihan berat badan >100% (Obesitas berat ditemukan sebanyak 5%
dari antara orang-orang yang gemuk).
3 | P a g e
2.1.2 Penyebab Obesitas
Secara ilmiah, obesitas terjadi akibat mengkonsumsi kalori lebih banyak dari yang
diperlukan oleh tubuh. Penyebab terjadinya ketidakseimbangan antara asupan dan
pembakaran kalori ini masih belum jelas.
Terjadinya obesitas melibatkan beberapa faktor:
Faktor genetik. Obesitas cenderung diturunkan, sehingga diduga memiliki penyebab
genetik. Tetapi anggota keluarga tidak hanya berbagi gen, tetapi juga makanan dan
kebiasaan gaya hidup, yang bisa mendorong terjadinya obesitas. Seringkali sulit untuk
memisahkan faktor gaya hidup dengan faktor genetik. Penelitian terbaru menunjukkan
bahwa rata-rata faktor genetik memberikan pengaruh sebesar 33% terhadap berat badan
seseorang.
Faktor lingkungan. Gen merupakan faktor yang penting dalam berbagai kasus obesitas,
tetapi lingkungan seseorang juga memegang peranan yang cukup berarti. Lingkungan ini
termasuk perilaku/pola gaya hidup (misalnya apa yang dimakan dan berapa kali
seseorang makan serta bagaimana aktivitasnya). Seseorang tentu saja tidak dapat
mengubah pola genetiknya, tetapi dia dapat mengubah pola makan dan aktivitasnya.
Faktor psikis. Apa yang ada di dalam pikiran seseorang bisa mempengaruhi kebiasaan
makannya. Banyak orang yang memberikan reaksi terhadap emosinya dengan makan.
Salah satu bentuk gangguan emosi adalah persepsi diri yang negatif. Gangguan ini
merupakan masalah yang serius pada banyak wanita muda yang menderita obesitas, dan bisa
4 | P a g e
menimbulkan kesadaran yang berlebihan tentang kegemukannya serta rasa tidak nyaman
dalam pergaulan sosial.
Ada dua pola makan abnormal yang bisa menjadi penyebab obesitas yaitu makan dalam
jumlah sangat banyak (binge) dan makan di malam hari (sindroma makan pada malam hari).
Kedua pola makan ini biasanya dipicu oleh stres dan kekecewaan. Binge mirip dengan
bulimia nervosa, dimana seseorang makan dalam jumlah sangat banyak, bedanya pada binge
hal ini tidak diikuti dengan memuntahkan kembali apa yang telah dimakan. Sebagai
akibatnya kalori yang dikonsumsi sangat banyak. Pada sindroma makan pada malam hari,
adalah berkurangnya nafsu makan di pagi hari dan diikuti dengan makan yang berlebihan,
agitasi dan insomnia pada malam hari.
Faktor kesehatan. Beberapa penyakit bisa menyebabkan obesitas, diantaranya:
o Hipotiroidisme
o Sindroma Cushing
o Sindroma Prader-Willi
o Beberapa kelainan saraf yang bisa menyebabkan seseorang banyak makan.
Obat-obatan. Obat-obat tertentu (misalnya steroid dan beberapa anti-depresi) bisa
menyebabkan penambahan berat badan.
Faktor perkembangan. Penambahan ukuran atau jumlah sel-sel lemak (atau keduanya)
menyebabkan bertambahnya jumlah lemak yang disimpan dalam tubuh. Penderita
obesitas, terutama yang menjadi gemuk pada masa kanak-kanak, bisa memiliki sel lemak
5 | P a g e
sampai 5 kali lebih banyak dibandingkan dengan orang yang berat badannya normal.
Jumlah sel-sel lemak tidak dapat dikurangi, karena itu penurunan berat badan hanya
dapat dilakukan dengan cara mengurangi jumlah lemak di dalam setiap sel.
Aktivitas fisik. Kurangnya aktivitas fisik kemungkinan merupakan salah satu penyebab
utama dari meningkatnya angka kejadian obesitas di tengah masyarakat yang makmur.
Orang-orang yang tidak aktif memerlukan lebih sedikit kalori. Seseorang yang cenderung
mengkonsumsi makanan kaya lemak dan tidak melakukan aktivitas fisik yang seimbang,
akan mengalami obesitas.
2.1.3 Gejala Obesitas
Penimbunan lemak yang berlebihan dibawah diafragma dan di dalam dinding dada bisa
menekan paru-paru, sehingga timbul gangguan pernafasan dan sesak nafas, meskipun
penderita hanya melakukan aktivitas yang ringan. Gangguan pernafasan bisa terjadi pada saat
tidur dan menyebabkan terhentinya pernafasan untuk sementara waktu (tidur apneu),
sehingga pada siang hari penderita sering merasa ngantuk.
Obesitas bisa menyebabkan berbagai masalah ortopedik, termasuk nyeri punggung bawah
dan memperburuk osteoartritis (terutama di daerah pinggul, lutut dan pergelangan kaki). Juga
kadang sering ditemukan kelainan kulit. Seseorang yang menderita obesitas memiliki
permukaan tubuh yang relatif lebih sempit dibandingkan dengan berat badannya, sehingga
panas tubuh tidak dapat dibuang secara efisien dan mengeluarkan keringat yang lebih
banyak. Sering ditemukan edema (pembengkakan akibat penimbunan sejumlah cairan) di
daerah tungkai dan pergelangan kaki.
6 | P a g e
2.1.4 Komplikasi
Obesitas bukan hanya tidak enak dipandang mata tetapi merupakan dilema kesehatan
yang mengerikan. Obesitas secara langsung berbahaya bagi kesehatan seseorang. Obesitas
meningkatkan risiko terjadinya sejumlah penyakit menahun seperti:
Diabetes tipe 2
Hipertensi
Stroke
Serangan jantung (infark miokardium)
Gagal jantung
Kanker (jenis kanker tertentu, misalnya kanker prostat dan kanker usus besar)
Batu kandung empedu dan batu kandung kemih
Gout dan artritis gout
Osteoartritis
Tidur apneu (kegagalan untuk bernafas secara normal ketika sedang tidur, menyebabkan
berkurangnya kadar oksigen dalam darah)
Sindroma Pickwickian (obesitas disertai wajah kemerahan, underventilasi dan ngantuk). 2
2.1.5 Diagnosa
7 | P a g e
Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupupakan cara yang
sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan
kekurangan dan kelebihan berat badan. Berat badan kurang dapat meningkatkan resiko
terhadap penyakit infeksi, sedangkan berat badan lebih akan meningkatkan resiko terhadap
penyakit degeneratif. Oleh karena itu, mempertahankan berat badan normal memungkinkan
seseorang dapat mencapai usia harapan hidup yang lebih panjang.
BMI merupakan suatu pengukuran yang menghubungkan (membandingkan) berat badan
dengan tinggi badan. Walaupun dinamakan "indeks", BMI sebenarnya adalah rasio yang
dinyatakan sebagai berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan kuadrat tinggi badan (dalam
meter). Seseorang dikatakan mengalami obesitas jika memiliki nilai BMI sebesar 30 atau
lebih.3 Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus berikut:
Berat Badan (Kg)
IMT = -------------------------------------------------------
Tinggi Badan (m) X Tinggi Badan (m)
Indeks Massa Tubuh (Body Mass Index, BMI)
BMI Klasifikasi
< 18.5 berat badan di bawah normal
18.5–24.9 normal
25.0–29.9 normal tinggi
30.0–34.9 Obesitas tingkat 1
35.0–39.9 Obesitas tingkat 2
8 | P a g e
≥ 40.0 Obesitas tingkat 3
2.2 PENYAKIT PERIODONTAL
Penyakit periodontal merupakan sekumpulan kondisi peradangan atau inflamasi jaringan
periodontal yang disebabkan oleh bakteri. Penyakit periodontal dapat diklasifikasikan
berdasarkan derajat keparahannya menjadi :
1. Gingivitis
Merupakan bentuk penyakit periodontal yang ringan dan reversible, dimana penyakit ini
hanya menyerang gingiva.
2. Periodontitis
Merupakan bentuk penyakit periodontal yang desruktif, biasanya merupakan kelanjutan dari
gingivitis yang tidak diterapi dengan baik.
Terdapat beberapa gejala dan tanda penyakit periodontal, dintaranya :
- Penyusutan atau pembengkakan gusi
- Nyeri pada gusi dan gigi menjadi sensitive saat mengunyah
- Perdarahan gusi ketika menyikat gigi
9 | P a g e
- Gigi mobile atau tanggal
- Halitosis
- Terbentuk poket periodontal
2.2.1 Jaringan Periodontal
Jaringan periodonsium memiliki empat komponen, yaitu : 4
1. Gingiva
Merupakan bagian mukosa rongga mulut yang mengelilingi gigi dan mnutupi
linggir (ridge) alveolar. Berfungsi melindungi jaringan di bawah perlekatan gigi
terhadap pengaruh lingkungan rongga mulut. Gingiva tergantung dari adanya gigi-
geligi, bilagigi-geliginya ada maka gingiva ada, begitupun sebaliknya. Gingiva sehat
berwarna merah muda dengan tepi seperti scallop agar sesuai degn kontur gigi-geligi.
2. Ligamentum Periodontal
Merupakan suatu ikatan, biasanya menghubungkan dua buah tulang. Ligament
periodontal tidak hanya menghubungkan gigi ke tulang rahang tetapi juga menopang
gigi pada soketnya dan menyerp beban yang mengenai gigi. Ligament terdiri dari
serabut jaringan ikat yang tersusun teratur pada matriks substansi dasar yang dilalui
syaraf dan pembuluh darah.
3. Sementum
10 | P a g e
Merupakan jaringan ikat kalsifikasi yang menyelubungi dentin akar dan tempat
berinsersinya bundle serabut kolagen. Ketebalan sementum terbesar terjadi pada
apeks dan daerah furkasi.
4. Tulang Alveolar
Prosesus alveolaris adalah bagian tulang rahang yang menopang gigi-geligi.
Prosesus ini sebagian bergantung pada gigi dan setelah tanggalnya gigi akan terjadi
resorpsi tulang. Seperti tulang lainnya, tulang alveolar terus-menerus mengalai
remodeling sebagai respons terhadap stress mekanis dan kebutuhan
metabolismeterhadap ion fosfor dan kalsium. Pada keadaan sehat, remodeling
prosesus berfungsi untuk mempertahankan volume keseluruhan dari tulang dan
anatomi keseluruha relative stabil.
2.2.2 Macam-macam deposit pada gigi
Deposit pada gigi terdiri dari :
1. Pelikel saliva
Beberapa detik setelah penyikatan gigi akan terbentuk deposit selapis tipis dari
protein saliva yang terutama terdiri dari glikoprotein pada permukaan gigi, pada
11 | P a g e
restorasi, dan gigi tiruan. Lapisan ini disebut sebagai pelikel.fugsipelikel adalah
untuk perlindungan.
2. Plak gigi
Dalam beberapa menit setelah erdepositnya pelikel, pelikel kan berpopulasi
dengan bakteri. Bakteri dapat terdeposit langsung pada email, tetapi biasanya
bakteri melekat dulu dengan pelikel. Pembentukan plak akan terjadi dalam beberapa
jam karena adanya perlekatan antara spesies bakteri streptococcus dan actinomyses
denagn pelikel. Secara klinis plak merupakan lapisan bakteri lunak yang tidak
terkalsifikasi, menumpuk, dan melekat erat pada gigi dan objek lain di dalam mulut,
misalnya restorasi.
3. Materi alba
Merupakan deposit lunak berwarna kekuningan atau keputihan, dapat
ditemukan pada rongga mulut yang kurang terjaga kebersihannya. Terdiri dari
masa mikroorganisme, sel-sel epitel yang terdeskuamasi, sisa makanan, leukosit,
dan deposit saliva. Strukturnya berbeda dengan plak dan dapa dengan mudah
dibersihkan dengan semprotan air.
4. Kalkulus
Merupakan plak yang terkalsifikasi. Terdapat dua macam kalkulus :
- Kalkulus Supragingiva
12 | P a g e
Dapat ditemukan di sebalh koronal tepi gingiva. Warnanya agak kekuningan
kecuali sudah terpapar faktor lain (misalnya tembakau, anggur,pinang),
cukup keras, rapuh, dan mudah dilepas dari gigi dengan alat tertentu.
- Kalkulus Subgingiva
Melekat pada permukaan akar gigi, distribusinya tidak berhubungan dengan
glndula saliva tetapi dengan adanya inflamasi gingival dan pembetukn
poket. Warnanya hijau tua atau hitam. Lebih keras daripada kalkulus
supragingiva.
2.2.3 Etiologi Penyakit Periodontal
Penyakit inflamasi periodontal merupakan keseimbangan antara faktor etiologi
primer, plak gigi, dan host pada dentogingival junction. Penyebab primer dari penyakit
periodontal adalah iritasi bakteri. Ada beberapa faktor lain (faktor sekunder) bai faktor
lokal maupun sistemis yang merupakan predisposisi dari akumulasi plak atau
perubahan respin gigiva terhadap plak.
1. Faktor lokal
Kalkulus, restorasi yang keliru, kavitas karies, food impaction, GTSL dengan
desain yang buruk, pesawat ortho, crowded, kebiasaan bernafas melalui mulut,
dan merokok.
2. Fakror sistemis
Faktor yang mempengaruhi tubuh secara keseluruhan, yaitu faktor genetik,
nutrisional, hormonal, obat-obatan, stress, dan hematologi. Dahulu ada anggapan
13 | P a g e
bahwa defisiensi system-sistem ini merupakan penyebab utama dari penyakit
periodontal. Banyak bukti yang menunjukkan bahwa faktor-faktor sistemik dapat
memodifikasi respon jarigan terhadap iritasi bakteri dan mempengaruhi
perkembangan serta keparahan penyakit periodontal.4
2.3 OBESITAS SEBAGAI FAKTOR RESIKO PEYAKIT PERIODONTAL
Bertitik tolak dari adanya kaitan antara obesitas dengan diabetes mellitus, khususnya
tipe2, yang dapat menjadi faktor resiko penyakit periodontal. Muncul kemungkinan adanya
keterkaitan antara obesitas juga dapat menjadi faktor resiko penyakit periodontal. Telah
banyak studi-studi yang melaporkan bahwa terdapat kaitan yang bermakna antara obesitas
(diukur dengan body mass index / BMI) dengan peningkatan resiko menderita periodontitis.5
14 | P a g e
BAB III
PEMBAHASAN
Meknisme berperannya obesitas sebagai faktor resiko bagi periodontitis adalah melalui
TNF-α (tumor necrosis factor – alpha). TNF-α adalah salah satu sitokin yang berperan dalam
terjadinya penyakit periodontal melalui aktivitasnya, yang antara lain memicu proliferasi,
diferensiasi, dan aktivitas osteoklas yang berakibat terjadinya resorpsi tulang, dan mengiduksi
produksi proteinase di dalam sel-sel mesenkim yang ikut bertanggung jawab dalam destruksi
jaringan ikat. 5 Sitokin ini telah diteliti pada binatang dan manusia yang gemuk kadarnya
meningkat.6 Pada penderita periodontitis terjadi peningkatan level TNF- α, yang akan menurun
setelah dilakukan perawatan periodontal.
15 | P a g e
Terdapat hubungan antara obesitas dengan TNF- α, dimana peningkatan level TNF- α
akan menjurus ke keadaan hiperinflamatori yang selanjutnya meningkatkan resiko bagi penyakit
periodontal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa level TNF- α dalam plasma berkaitan secara
bermakna dengan BMI dan glukosa darah. 5 Peningkatan level TNF- α tersebut tampaknya ada
kaitan dengan lokasi obesitasnya. Level TNF- α yang meningkat lebih dijumpai pada individu
dengan obesitas abdominal disbanding dengan obesitas perifer.
Jaringan adipose yang banyak terdapat pada orang yang obese merupakan tempat dimana
TNF- α disintesis. Hal ini berarti obesitas berperan sebagai faktor resiko periodontitis melalui
TNF- α. Terjadinya obesitas berkaitan dengan adanya penimbunan asam lemak bebas, yang juga
dapat menimbulkan diabetes mellitus. Hal ini menunjukkan adanya saling keterkaitan antara
obesitas, diabetes mellitus, dan penyakit periodontal. Hubungan tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut : adiposit pada orang obese akan melepas TNF- α ke dalam plasma, dengan akibat
terhambatnya pensinyalan insulin yang akan menjurus ke insulin resistance. Keadaan insulin
resistence tersebut menyebabkan diabetes mellitus disertai keadaan hiperinflamatori, yang
menjadi faktor terjadinya penyakit periodontal. Beberapa hal yang terjadi pada pasien diabetes
sehingga cenderung memperparah penyakit periodontal adalah7 :
1. Bacterial Pathogens
Kandungan glukosa yang terdapat di dalam cairan gusi dan darah pada pasien diabetes
dapat mengubah lingkungan mikroflora, meliputi perubahan kualitatif bakteri yang
berpengaruh terhadap keparahan penyakit periodontal.
2. Polymorphonuclear Leucocyte Function
16 | P a g e
Penderita diabetes rentan terhadap terjadinya infeksi. Hal ini dihipotesiskan sebagai
akibat dari Polymorphonuclear Leucocyte defeciencies yang menyebabkan gangguan
khemotaksis, adheren, dan defek fagositosis.
3. Altered Collagen Metabolism
Pada pasien diabetes yang tidak terkontrol yang megalami hiperglikemi kronis terjadi
pula perubahan metabolism kolagen, dimana terjadi peningkatan aktivitas collagenase
dan penurunan collagen synthesis. Kolagen yang terdapat di dalam jaringan cenderung
lebih mudh mengalami kerusakan akibat infeksi periodontal yang mempengaruhi
integritas jaringan tersebut.
Keterkaitan antara obesitas, diabetes mellitus, dan penyakit periodontal sudah banyak
dibahas. Dengan demikian, masalah obesitas bukan merupakan masalah kesehatan umum saja,
tetapi juga merupakan masalah kesehatan mulut, khususnya kesehatan periodonsium.
Dokter gigi harus lebih jeli dalam mengevaluasi kesehatan periodonsium pasien dengan
obesitas. Dengan cara demikian kemungkinan dampak obesitas terhadap periodonsium dapat
dicegah. Disamping itu, profesi dokter gigi dapat pula berperan dalam penyuluhan terhadap
orang tua untuk mencegah timbulnya obesitas pada anak-anak dan remaja. Masyarakat perlu
diberi pemahaman bahwa obesitas tidak hanya berdampak pada kesehatan umum saja seperti
diabetes mellitus dan hipertensi, tetapi juga kesehatan periodonsiumnya.
Perlunya keterlibatan dokter gigi dalam penanganan masalah obesitas ini didasarkan pada
asusmsi bahwa terjadinya obesitas adalah lebih disebabkan pengabaian akan masalah kesehatan,
17 | P a g e
demikian juga penyakit periodontal adalah pengabaian kebersihan mulut. Asumsi ini didukung
dengan adanya korelasi antara obesitas dan periodonitis.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
Obesitas dapat menjadi faktor resiko potensial timbulnya penyakit periodontal terutama
pada individu dewasa muda. TNF- α yang meningkat pada penderita obesitas memiliki peranan
dalam meningkatkan hiperinflamatori sehingga akan memicu dan memperparah penyakit
periodontal. Promosi kesehatan oleh dokter gigi merupakan faktor tambahan yang penting untuk
mencegah dan menghentikan progresifitas penyakit periodontal terutama terhadap pasien obese.
Masih diperlukan studi literatur dan penelitian lebih lanjut terhadap hubugan obesitas dan
penyakit periodontal agar prevalensi periodontitis pada pasien obese dapat berkurang.
18 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.kalbe.co.id , diunduh pada tanggal 28 Oktober 2010.
2. http://id.wikipedia.org/wiki/Obesitas , diunduh pada tanggal 28 Oktober 2010.
3. http://gizi.net/pedoman-gizi/ , diunduh pada tanggal 28 Oktober 2010.
4. Madson, J.D. dan Eley, B.M.1993.Buku Ajar Periodonti. Alih bahasa : drg.Anastasia S.
Ed.2. Jakarta : Hipokrates.
5. Daliemunthe, Saidina Hamzah. 2006. Obesitas Sebagai Faktor Resiko Penyakit
Periodontal. Dentika Dental Jurnal, Volume 11 no.2. Hal 184-7.
6. Fidianingsih, Ika. 2007. Sel Lemak Dan Peranannya Dalam Penyakit. Jurnal UII, Volume
386. Hal 129-137.
19 | P a g e
7. FA, Carranza. 2002. Carranza’s Clinical Periodontology. Ed,9th. Philadelphia:WB
Saunders Co.
20 | P a g e