NILAI DAN NORMA
☻HAK DAN KEWAJIBAN
Meity Arianty.,Psikolog
Meity Arianty1
Pembahasan tentang nilai pada
dasarnya merupakan kajian filsafat,
khususnya bidang filsafat yang disebut
aksiologi. Pertanyaan atau pemikirankefilsafatan yang cirinya antara lain kritis
dan mendalam, di sini dimulai dengan
pertanyaan : apakah hakikat nilai itu ?.
Dalam berbahasa sehari-hari sering kali
kita mendengar atau membaca kata
penilaian, yang kata-asalnya adalah
nilai. Nilai yang dalam bahasa Inggrisnya
adalah value biasa diartikan sebagaiharga, penghargaan, atau taksiran.
Maksudnya adalah harga yang melekat
pada sesuatu atau penghargaan
terhadap sesuatu.
Meity Arianty
2
Bambang Daroeso (1986) mengemukakan bahwa nilaiadalah suatu kualitas atau penghargaan terhadap sesuatu, yang dapat menjadi dasar penentu tingkah laku seseorang.
Darji Darmodiharjo (1995) mengatakan bahwa nilai adalahkualitas atau keadaan sesuatu yang bermanfat bagimanusia, baik lahir maupun batin.
Sementara itu Widjaja (1985) mengemukakan bahwamenilai berati menimbang, yaitu kegiatan menghubungkansesuatu dengan sesuatu yang lain (sebagai standar), untukselanjutnya mengambil keputusan. Keputusan itu dapatmenyatakan : berguna atau tidak berguna, benar atau tidakbenar, indah atau tidak indah, baik atau tidak baik danseterusnya.
Menurut Fraenkel, sebagaimana dikutip oleh SoenarjatiMoehadjir dan Cholisin (1989), nilai pada dasarnya disebutsebagai standar penuntun dalam menentukan sesuatu itubaik, indah, berharga atau tidak.
Meity Arianty
3
Beberapa ahli punya perbedaan pendapat tentang sifatnilai dari sesuatu, yaitu pendapat yang mengatakan bahwanilai itu bersifat subyektif dan nilai itu bersifat obyektif.
Pengertian nilai itu bersifat subyektif artinya bahwa nilai darisuatu obyek itu tergantung pada subyek yang menilainya. Sebagai ilustrasi, pohon-pohon kelapa yang batangnya bengkokdi suatu pantai sangat mungkin memiliki nilai bagi seorangseniman, tapi tidak bernilai bagi seorang pedagang kayubangunan. Sebuah bangunan tua warisan zaman Belanda yang sudah keropos sangat mungkin memiliki nilai bagi sejarawan, tapitidak demikian halnya bagi orang lain
Meity Arianty
4
Pandangan bahwa nilai itu subyektif sifatnya antara lain dianut olehBertens (1993), yang mengatakan bahwa nilai berperanan dalamsuasana apresiasi atau penilaian dan akibatnya suatu obyek akan dinilaisecara berbeda oleh berbagai orang. Untuk memahami tentang nilai, ia membandingkannya dengan fakta.
Ia mengilustrasikan dengan obyek peristiwa letusan sebuah gunung padasuatu saat tertentu. Hal itu dapat dipandang sebagai suatu fakta, yang oleh para ahli dapat digambarkan secara obyektif. Misalnya para ahlidapat mengukur tingginya awan panas yang keluar dari kawah, kekuatangempa yang menyertai letusan itu, jangka waktu antara setiap letusandan sebagainya. Selanjutnya bersamaan dengan itu, obyek peristiwatersebut dapat dipandang sebagai nilai. Bagi wartawan foto, peristiwaletusan gunung tersebut merupakan kesempatan emas untukmengabadikan kejadian yang langka dan tidak mudah disaksikan olehsetiap orang. Sementara itu bagi petani di sekitarnya, letusan gunungyang debu panasnya menerjang tanaman petani yang hasilnya hampirdipanen, peristiwa itu dipandang sebagai musibah (catatan : ilustrasiyang dicontohkan oleh Bertens tersebut sesungguhnya masih dapatdikritisi, sebab di situ tidak dibedakan antara peristiwa letusan gunungitu sendiri dengan akibat dari letusan gunung).
Meity Arianty
5
Berdasarkan ilustrasi tersebut, Bertensmenyimpulkan bahwa nilai memiliki sekurang-kurangnya tiga ciri.,
Pertama nilai berkaitan dengan subyek. Kalau tidakada subyek yang menilai, maka juga tidak ada nilai.
Kedua, nilai tampil dalam suatu konteks praktis, dimana subyek ingin membuat sesuatu. Dalampendekatan yang semata-mata teoritis, tidak akanada nilai. Dalam hal ini ia mengajukan pertanyaankepada pandangan idealis, apakah pendekatan yang murni teoritis dapat diwujudkan ?
Ketiga, nilai menyangkut sifat-sifat yang “ditambah” oleh subyek pada sifat-sifat yang dimiliki oleh obyek. Nilai tidak dimiliki oleh obyek pada dirinya
Meity Arianty
6
Sementara itu menurut para filsuf pada zamanYunaniKuno, seperti
Plato dan Aristoles, nilai itu bersifat obyektif. Artinya, nilai suatu obyek itu melekat pada obyeknya dan tidaktergantung pada subyek yang menilainya. MenurutPlato, dunia konsep, dunia ide, dan dunia nilaimerupakan dunia yang senyatanya dan tetap.
Menurut Brandt, sebagaimana dikutip oleh T. Sulistyono (1995), sifat kekekalan itu melekat padanilai. Demikian pula pandangan tokoh-tokoh aliranRealisme Modern, seperti Spoulding, hakikat nilai lebihutama dari pada pemahaman psikologis. Pemahamanmanusia terhadap suatu obyek hanyalah merupakanbagian dari dunia pengalamannya, yang tidak jarangsaling bertentangan serta tidak konsisten. Berbedadengan manusia yang sifatnya “tergantung “, makasubsistensi nilai itu bebas dari pemahaman maupuninteres manusia
Meity Arianty
7
Menghadapi kontroversi pemahaman tentang nilai ini, makadipihak lain dikenal adanya penggolongan nilai intrinsik dannilai intrumental.
Pertanyaan, adakah sesuatu yang bernilai, meskipun tidak ada orang yang memberi nilai kepadanya ? Ini berarti, apakah nilai itu terkandungdi dalam obyeknya ? Sementara pertanyaan lain, apakah nilai itumerupakan kualitas obyek yang diberikan oleh subyek yang memberinya nilai ? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut,
Kattsoff (1996) memberikan ilustrasi tentang nilai sebuah pisau. Apakah suatu pisau dikatakan baik, karena memiliki kualitaspengirisan atau kualitas ketajaman di dalam dirinya? Atau, apakah suatu pisau saya katakan baik, karena dapat sayagunakan untuk mengiris? Terhadap pertanyaan pertama, jikajawabannya “ya”, maka inilah yang disebut nilai instrinsik. Terhadap pertanyaan kedua, jika jawabannya “ya”, maka inilahyang disebut nilai instrumental
Meity Arianty
8
Pendapat yang lebih komprehensif dan sekaligusmengambil jalan tengah dikemukakan olehDucasse, yang menyatakan bahwa nilai ituditentukan oleh subyek yang menilai dan obyekyang dinilai. Sebagai contoh, emas dan permata itumerupakan barang-barang yang bernilai, akantetapi nilai dari emas dan permata itu baru akanmenjadi nyata (riil) apabila ada subyek yang menilainya. Dengan demikian nilai itu merupakanhasil interaksi antara subyek yang menilai dan danobyek yang dinilai.
Meity Arianty
9
Ciri-Ciri Nilai
Menurut K. Bertens ( 2002: 141), nilai
memiliki tiga ciri-ciri sebagai berikut.a. Nilai berkaitan dengan subyek. Kalau tidakada subyek yang dinilai, maka tidak ada nilai juga. Entah manusia hadir/tdk, gunung tetap meletus, tp u/ dpt dinilai “ indah” atau “merugikan” letusagunung itu memerlukan kehadiaran subjeku/menilainya.b. Nilai tampil dalam suatu konteks praktis, dimana subyek ingin membuat sesuatu. Dlmpendekatan yg semata-mata teoritis, tdk akn adanilai ( hy akan menjadi pertanyaan apakah suatupedekatan yg murni teoritis bisa diwujudkan )c. Nilai-nilai menyangkut sifat-sifat yang “ditambah” oleh subyek pada sifat-sifat yang dimiliki olek obyek. Nilai tdk dmilikioleh objek ygsama bagi berbagai subjek dpt menimbulkan nilaiyg berbeda-beda.
Meity Arianty
10
Secara aksiologis, nilai itu dibagi macamnya menurut kualitasnilainya, yaitu ke dalam nilai baik dan buruk yang dipelajari olehetika, dan nilai indah dan tidak indah yang dipelajari oleh estetika
Akan tetapi macam-macam nilai kemudian berkembang menjadiberaneka ragam, tergantung pada kategori penggolongannya. Sebagaicontoh, dikenal adanya nilai kemanusiaan, nilai sosial, nilai budaya, nilai ekonmis, nilai praktis, nilai teorits, dan sebagainya. Nilai sosial, nilai budaya dan sebagainya termasuk macam nilai yang didasarkanpada kategori bidang dari obyek nilai. Sedangkan nilai praktis, nilaiteoritis dan sebagainya termasuk macam nilai yang didasarkan padakategori kegunaan obyek nilai itu.
Dengan demikian ragam nilai dapat menjadi sangatbanyak, bahkan semua yang ada ini mengandung nilai. Dengan kata lain, nilai itu dapat melekat pada apa saja, baik benda, keadaan, peristiwa dan sebagainya.
Meity Arianty
11
Robert W. Richey sebagaimana dikutip oleh T. Sulistyono (1991) membagi nilai menjadi tujuh macam, yaitu(1) Nilai intelektual, (2) Nilai personal dan fisik, (3) Nilai kerja, (4) Nilai penyesuaian, (5) Nilai sosial, (6) Nilai keindahan, dan (7) nilai rekreasi.
Sementara itu Notonagoro membagai nilai menjadi tiga
macam, yaitu : 1. nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagiunsur jasmani manusia2. nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk mengadakankegiatan atau aktivitas3. nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia, yang meliputi : a. Nilai kebenaran atau kenyataan-kenyataan yang bersumber pada unsur akal
manusia (rasio, budi, cipta) b. Nilai keindahan yang bersumber pada rasa manusia (perasaan, estetis) c. Nilai kebaikan atau moral yang bersumber pada kehendak atau kemauan
manusia (karsa, etis) d. nilai relegius yang merupakan nilai Ketuhanan, nilaikerohanian yang tertinggi dan mutlak
Meity Arianty
12
Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan
kualitas, dan berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti
sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia. Nilai
bersifat abstrak, seperti penilaian baik atau buruknya sesuatu,
penting atau kurang penting, apa yang lebih baik atau kurang
baik, dan apa yang lebih benar atau kurang benar yang dapat
mempengaruhi perilaku manusia dalam bertindak atau berbuat
sesuatu hal dalam kehidupan sosial. Makna dari sebuah nilai
tergantung pada penilaian seseorang.
Setiap manusia memiliki prinsip dalam bertindak. Prinsip
semacam tolak ukur dan rujukan yang membentuk warna
sebuah tindakan. Epistemolgi nilai artinya sumber nilai yang
dirujuk. Secara filosofis, sumber nilai berawal dari akal manusia
sendiri, karena manusia bertindak dengan pertimbangan
akalnya. Membicarakan tiga hal , yaitu objek nilai, cara
memeproleh nilai dan ukuran keberanan nilai.
Meity Arianty
13
Norma adalah petunjuk tingkah laku yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukandalam hidup sehari-hari, berdasarkansuatu alasan (motivasi) tertentu dengandisertai sanksi. Sanksi adalahancaman/akibat yang akan diterima apabilanorma tidak dilakukan (Widjaja, 1985)
Moral berasal dari bahasa Latin yaitu mos jamaknya
adalah more , yang memiliki pengertian kebiasaan, adat.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tahun 1988,
kata mores masih dipakai dalam arti yang sama, yaitu secara
etimologi kata etika sama dengan etimologi kata moral, yang
berarti adat kebiasaan. ( K. Bertens, 2004)
Meity Arianty
14
Al Rasyidin (2011), menuliskan pengertian moral
yaitu :
“ Secara etimologi, term moral berasal dari
kata mores (Latin) yang maknanya selalu mengacu
pada idea of custom. Dari asal kata ini, Pojman
kemudian memaknai moral sebagai… prinsip-prinsip
tentang perilaku ideal dan aktual.
Sedangkan Piaget, sebagaimana dikutip Djahiri,
membatasi moral sebagai pandangan tentang baik
buruk dan benar salah suatu perilaku atau perbuatan
yang ditampilkan seseorang.
Karenanya, moral merupakan salah satu domainpenting yang menjadi ukuran dalam menilai danmempertimbangkan suatu perilaku, apakah iabaik atau buruk, benar atau salah, lurus ataubengkok. “
Meity Arianty
15
Norma memiliki pengertian suatu ukuran, garis pengarah,
atau aturan, kaidah bagi pertimbangan dan penilaian. Dengan
maksud bahwa jika ada suatu nilai yang sudah tertanam secara
emosional dan mendalam serta sadar bahwa nilai itu menjadi
milik bersama, maka nilai itu akan menjadi suatu norma yang
disepakati dalam satu masyarakat, sehingga kedudukannya
menjadi kuat. Kekuatan norma akan melahirkan sanksi bagi
orang yang melanggarnya, yaitu :
a. Jika anggota masyarakat melaksanakan sesuai
dengan norma yang berlaku, maka akan
diberikan pujian, balas jasa, dsb, sebagai bentuk
imbalan.
b. Jika anggota masyarakat tidak melaksanakan
sesuai dengan norma yang berlaku, maka
hukuman yang diterima dalam bentuk celaan dan
sejenisnya. ( K. Bertens )
Meity Arianty
16
Macam-Macam Norma Dalam kehidupan umat manusia terdapat bermacam-macam norma, yaitu :1. Norma agama, adalah aturan-aturan hidup yang berupa perintah-perintah danlarangan-larangan, yang oleh pemeluknya diyakini bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa. Aturan-aturan itu tidak saja mengatur hubungan vertikal, antaramanusia dengan Tuhan (ibadah), tapi juga hubungan horisontal, antara manusiadengan sesama manusia2. Norma kesusilaan, aturan-aturan hidup tentang tingkah laku yang baik danburuk, yang berupa “bisikan-bisikan” atau suara batin yang berasal dari hatinurani manusia. 3. Norma kesopanan, aturan hidup bermasyarakat tentang tingkah laku yang baikdan tidak baik baik, patut dan tidak patut dilakukan, yang berlaku dalam suatulingkungan masyarakat atau komunitas tertentu. Norma ini biasanya bersumberdari adat istiadat, budaya, atau nilai-nilai masyarakat. 4. Norma hukum adalah aturan-aturan yang dibuat oleh lembaga negara yang berwenang, yang mengikat dan bersifat memaksa, demi terwujudnya ketertibanmasyarakatNorma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, dan norma hukumdigolongkan sebagai norma umum. Selain itu dikenal juga adanya norma khusus, seperti aturan permainan, tata tertib sekolah, tata tertib pengunjung tempatbersejarah dan lain-lain.Meity Arianty
17
Hubungan antara Nilai, Norma, dan MoralKetiganya mempunyai hubungan yang erat, terutama dalamwacana pendidikan moral, pembentukan sikap-sikap, pembangunan watak bangsa (the character building) dansebagainya.
Moral adalah dalam pengertian sikap/tingkah laku, bukan dalampengertian nilai moral maupun norma moral (kesusilaan). Kemudian, bagaimana hubungan antara nilai, norma, dan moral ? Menurut Kaelan, agar suatu nilai lebih berguna dalam menuntun sikap dan tingkah laku, maka perlu lebih dikongkritkan serta diformulasikan menjadi lebihobyektif, sehingga memudahkan manusia untuk menjabarkannya dalamtingkah laku kongkrit. Wujud yang lebih kongkrit dari nilai adalahmerupakan suatu norma (Kaelan, 2000). Dengan demikian, hubungan antara nilai, norma, dan moral dapatdinyatakan bahwa norma pada dasarnya merupakan nilai yang dibakukan, dijadikan standar atau ukuran bagi kualitas suatu tingkahlaku..
Meity Arianty
18
Defenisi HakBahasa Latin menggunakan kata ius-iuris untuk hak yang
pada awalnya menunjukkan hukum objektif (keseluruhan
undang-undang, aturan-aturan, dan lembaga-lembaga
untuk mengatur kehidupan masyarakat demi kepentingan
umum), tetapi kata ini hanya untuk menunjukkan hak
atas kepemilikan. Di dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), hak atau hukum adalah wewenang
menurut hukum.
Menurut (K.Bertens), hak bisa diartikan sebagai
tuntutan seseorang dan kelompok yang sah dan dapat
dibenarkan menurut hukum. Jadi, hak adalah
wewenang yang dimiliki individu atau kelompok untuk
menuntut sesuatu yang dikehendakinya sesuai dengan
kebenaran menurut hukum yang sah. Defenisi hak bisa
dilihat dari contoh berikut; A adalah seorang
mahasiswa yang berusia 21 tahun, maka pada Pemilu
2009 ini ia berhak untuk memilih calon presiden yang
sesuai dengan keinginannya.
Meity Arianty
19
Defenisi kewajibanMenurut tata bahasa Indonesia, kewajiban berasal
dari kata dasar wajib yang artinya, harus; sudah
semestinya.
Kewajiban menurut KBBI adalah sesuatu yang
diwajibkan, sesuatu yang harus dilaksankan,
keharusan, sesuatu yang harus dilaksanakan, atau
juga tugas, dan hak tugas menurut hukum.
Contohnya, jika A adalah seorang yang kaya, ia
memiliki kewajiban untuk menolong orang yang
miskin. Contoh kewajiban diatas adalah kewajiban
moral.
Meity Arianty
20
Jenis-jenis Hak dan kewajiban
• Hak legal
Hak yang didasarkan atas hukum dalam
salah satu bentuk. Hak-hak legal berasal
dari undang-undang,peraturan,hukum-
hukum, atau dokumen legal lainnya.
Contoh : Jika Negara,misalnya
mengeluarkan peraturan bahwa para
veteran perang memperoleh tunjangan
setiap bulan, maka setiap veteran yang
memenuhi syarat-syarat yang telah
ditentukan, berhak untuk mendapat
tunjangan tersebut.
Meity Arianty
21
• Hak Moral
Hak yang berfungsi dalam sistem moral. Hak moral
didasarkan atas prinsip atau peraturan etis saja.
Contoh : Seorang suami atau istri berhak bahwa
pasangannya akan setia padanya.
• Hak khusus
Hak yang timbul dalam suatu suatu relasi khusus antara
beberapa manusia atau karena fungsi khusus yang dimiliki
oleh satu orang terhadap orang lain. Jadi, hak ini hanya
dimiliki oleh satu atau beberapa manusia.
Contoh : Jika Ali meminjam Rp.10.000 dari Bambang
dengan janji akan mengembalikannya dalam dua bulan,
maka Bambang di sini mendapat hak yang tidak dimiliki
oleh orang lain.
Meity Arianty
22
• Hak Umum
Hak yang dimiliki oleh semua manusia tanpa
terkecuali bukan karena hubungan atau fungsi
tertentu, melainkan semata-mata karena ia manusia.
Dalam bahasa Inggris hak umum ini disebut natural
right atau juga human right ( Hak Asasi Manusia ).
• Hak Positif
Suatu hak bersifat positif, jika saya berhak bahwa
orang lain berbuat sesuatu untuk saya.
Contoh : Anak kecil yang terjatuh dalam kolam air
berhak untuk diselamatkan dan orang lain harus
membantu dia, jika kebetulan menyaksikan kejadian
itu.
Contoh hak positif lainnya adalah hak atas makanan,
pendidikan, pelayanan, kesehatan, pekerjaan yang
layak, dan lain-lain.
Meity Arianty
23
• Hak Negatif
Suatu hak bersifat negatif, jika saya bebas untuk melakukan
sesuatu atau memiliki sesuatu, dalam arti : orang lain tidak boleh
menghindari saya untuk melakukan atau memiliki hal itu.
Contoh : hak atas kehidupan, kesehatan, milik atau keamanan, dan
lain-lain.
Hak negatif terbagi menjadi 2, yaitu :
Hak aktif ( Hak Kebebasan).
Hak untuk berbuat atau tidak berbuat seperti orang kehendaki.
Orang lain tidak boleh menghindari saya untuk melakukan seuatu.
Contoh : saya mempunyai hak untuk pergi ke mana saja saya mau
atau mengatakan apa yang saya inginkan.
Hak Pasif ( Hak Keamanan ).
Hak untuk tidak diperlakukan orang lain dengan cara tertentu.
Contoh : saya mempunyai hak bahwa orang lain tidak ikut campur
dalam urusan pribadi saya, bahwa rahasia saya tidak dibongkar,
bahwa nama baik saya tidak dicemarkan, bahwa keutuhan tubuh
saya tidak diganggu, dan lain-lain.
Meity Arianty
24
• Hak Individual
Hak yang dimiliki oleh setiap individu.
Contoh : Hak beragama, hak berserikat, hak
mengemukakan pendapat, dan lain-lain.
• Hak Sosial
Hak yang dimiliki oleh anggota
masyarakat bersama dengan anggota-
anggota lain.
Contoh : Hak atas pekerjaan, hak atas
pendidikan, hak atas pelayanan kesehatan,
dan lain-lain.
Meity Arianty
25
Jenis-jenis Kewajiban- Kewajiban Sempurna dan Kewajiban Tidak Sempurna
Menurut John Stuart Mill, kewajiban sempurna
berhubungan dengan hak orang lain, sedangkan kewajiban
tidak sempurna tidak ada hubungannya dengan orang lain.
Dalam kewajiban sempurna yang menjadi dasar dalamnya
ialah keadilan. Seseorang berhak atau mempunyai
kewajiban untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan
keadilan yang ada. Jika dalam kewajiban sempurna lebih
mendasar adalah keadilan, maka kewajiban tidk sempurna
memakai moral sebagai dasar seperti berbuat baik terhadap
seseorang.
- Kewajiban terhadap Diri Sendiri
Kewajiban ini adalah kewajiban dimana
seseorang memiliki hak atau kesempatan
untuk bertanggungjawab atas hidupnya,
tidak hanya pribadi tetapi juga masyarakat.
Meity Arianty
26
4. Hubungan antara hak dan kewajiban
Hubungan antara hak dan kewajiban bisa dilihat dari teori
korelasi, yang berarti hak dan kewajiban memiliki
hubungan timbal balik. Hak merupakan prasyarat yang
dimiliki seseorang untuk kewajiban dan, atau sebaliknya.
Seseorang yang berhak atas sesuatu sudah seharusnya
melakukan kewajiban, dan seseorang yang telah melakukan
kewajibannya maka ia sudah seharusnya menerima apa
yang menjadi haknya. Oleh karena itu, hak yang tidak
disertai dengan kewajiban tidak disebut sebagai hak.
Menurut sudut pandang kewajiban, kita bisa melihat bahwa
tidak selalu ada hak yang dijanjikan dari sebuah kewajiban
yang sama dan tidak selalu ada kewajiban yang sama
dengan hak orang lain. Contoh dari defenisi kewajiban,
misalnya A memiliki kewajiban untuk menolong orang
miskin, tetapi bukan merupakan hak seseorang yang miskin
kecuali pertolongan itu sudah diterimanya, maka
pertolongan tersebut sudah tentu menjadi haknya
Meity Arianty
27
Oleh karena itu, di bagian jenis-jenis kewajiban yang ada diatas ada
pembedaan antara yang disebut kewajiban sempurna dan kewajiban tidak
sempurna. Di dalam kewajiban sempurna (demi sebuah keadilan), seseorang
wajib melakukan sesuatu seperti membayar utang, dan yang meminjamkan
berhak untuk menuntut uangnya, sedangkan kewajiban tidak sempurna ada di
dalam kasus orang kaya dan miskin, bahwa orang yang miskin tidak berhak
menuntut pertolongan dari orang kaya, sekalipun orang kaya itu berkewajiban
untuk menolongnya.
Dari sudut pandang hak, hak selalu menuntut dari kewajiban. Akan tetapi
perlu ada pembedaan. Ada dua kategori untuk penentuan hak berdasar
dari sebuah kewajiban, yaitu hak-hak yang negatif dan yang positif. Hak-
hak yang negatif adalah bahwa seseorang dalam mendapatkan hak-haknya,
sudah menjadi kewajiban orang lain untuk tidak ikut campur. Hak-hak
positif menyangkut kewajiban sosisal untuk keadilan sosial, contohnya:
merupakan kewajiban Negara untuk memenuhi hak-hak warga negaranya
demi keadilan sosial dan tatanan sosial yang baik. Seperti yang tercantum
di dalam UUD’ 45 Pasal 34, yang berisi “fakir miskin dan anak-anak
terlantar dipelihara oleh negara” berarti pemiliharan atas fakir miskin dan
anak-anak terlantar termasuk pemenuhan atas hak-hak mereka adalah
kewajiban Negara.Meity Arianty
28
Kewajiban dalam KekristenanKewajiban seorang kristen adalah melakukan perintah dan
hukum Allah (hukum taurat), misalnya;
1. Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu,
kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri
(Markus 12:30-31).
2. Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus
menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku
(Markus 8: 34).
3. Buanglah dusta dan berkatalah benar seorang kepada
yang lain(Efesus 4:25).
4. Berhentilah berbuat jahat, belajarlah berbuat baik;
usahakanlah keadilan, kendalikanlah orang kejam, belalah
hak anak-anak yatim, perjuangkanlah perkara janda-
janda(Yesaya 1:16-17).
5. Manusia harus taat kepada hukum Tuhan.
Bertens, 1997.
Brownlee, Malcolm, 2000.
Douma, J. 2000
Meity Arianty
29
Meity Arianty
30