i
i
PENGARUH PEMBERIAN MISOPROSTOL TERHADAP LAMA INDUKSI PERSALINAN PADA IBU BERSALIN SEROTINUS
DI RUMAH SAKIT BAHTERAMAS PROPINSI SULAWESI TENGGARA
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan
Pendidikan Jurusan Kebidanan Diploma IV Politeknik Kesehatan
Kendari
OLEH
ELIZABETH GUSTI
NIM. P00312016065
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI PRODI D-IV JURUSAN KEBIDANAN
2017
ii
ii
iii
iii
Halaman Pengesahan
PENGARUH PEMBERIAN MISOPROSTOL PADA INDUKSI
PERSALINAN KEHAMILAN SEROTINUS DI KAMAR
BERSALIN RSU BAHTERAMASPROPINSI
SULAWESI TENGGARA
TAHUN 2017
Disusun dan diajukan oleh:
ELIZABETH GUSTI
P00312016065
Penelitian ini telah diperiksa dan disahkan oleh tim penguji politeknik
kesehatan kendari kementrian kesehatan republik indonesia prodi D-IV
jurusan kebidanan yang dilaksanakan tanggal 27 Desember 2017.
Tim penguji
1. Hendra Yulita, SKM, MPH (............................)
2. Sultina Sarita, SKM, M.Kes (............................)
3. Nasrawati, S.Si.T, MPH (............................)
4. Aswita, S.Si.T, MPH (............................)
5. Wahida. S, S.Si.T, M.Keb (............................)
Mengetahui
Ketua Jurusan Kebidanan
Politeknik Kesehatan Kendari
iv
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
limpahan rahmat dan karunia-Nyalah sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pemberian
Misoprostol Pada Induksi Persalinan Kehamilan Serotinus Di Kamar
Bersalin Rsu Bahteramas Propinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2017”.
Dalam proses penyusunan skripsi ini ada banyak pihak yang
membantu, oleh karena itu sudah sepantasnya penulis dengan segala
kerendahan dan keikhlasan hati mengucapkan banyak terima kasih
sebesar-besarnya terutama kepada Ibu Aswita, S.Si.T, MPH selaku
Pembimbing I dan Ibu Wahida, S.Si.T, M.Keb selaku Pembimbing II yang
telah banyak membimbing sehingga skripsi ini dapat diselesaikan tepat
pada waktunya. Pada kesempatan ini pula penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Ibu Askrening, SKM. M.Kes sebagai Direktur Poltekkes Kendari.
2. Ibu Sultina Sarita, SKM, M.Kes sebagai Ketua Jurusan Kebidanan
Poltekkes Kendari.
3. Bapak dr H. M. Yusuf Hamra selaku Direktur RSUD Bahteramas
Propinsi Sulawesi Tenggara
4. Ibu Hendra Yulita, SKM, MPH selaku penguji 1, Ibu Sultina
Sarita,SKM, M.Kes selaku penguji 2, Ibu Nasrawati, S.Si.T, MPH
selaku penguji 3 dalam skripsi ini.
v
v
5. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar Politeknik Kesehatan Kendari
Jurusan Kebidanan yang telah mengarahkan dan memberikan ilmu
pengetahuan selama mengikuti pendidikan yang telah memberikan
arahan dan bimbingan.
6. Suamiku ( Andi Abdul Gafur, S.Si ) dan Putraku ( Andi Ahmad
Cakrawala Ramadhan )
7. Seluruh teman-teman D-IV Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan
Kendari, yang senantiasa memberikan bimbingan, dorongan,
pengorbanan, motivasi, kasih sayang serta doa yang tulus dan ikhlas
selama penulis menempuh pendidikan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan dalam penyempurnaan skripsi ini serta sebagai bahan
pembelajaran dalam penyusunan skripsi selanjutnya.
Kendari, Desember 2017
Penulis
vi
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN............................................................. ii
KATA PENGANTAR......................................................................... iii
DAFTAR ISI...................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN................................................................... 1
A. Latar Belakang.......................................................................... 1
B. Perumusan Masalah.................................................................. 4
C. Tujuan Penelitian....................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian..................................................................... 5
E. Keaslian Penelitian.................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................... 6
A. Telaah Pustaka.......................................................................... 6
B. Landasan Teori.......................................................................... 30
C. Kerangka Teori.......................................................................... 34
D. Kerangka Konsep...................................................................... 35
E. Hipotesis Penelitian................................................................... 35
BAB III METODE PENELITIAN........................................................ 36
A. Jenis Penelitian......................................................................... 36
B. Waktu dan Tempat Penelitian................................................... 36
C. Populasi dan Sampel Penelitian................................................ 36
vii
vii
D. Variabel Penelitian..................................................................... 37
E. Definisi Operasional.................................................................. 37
F. Jenis dan Sumber Data Penelitian............................................ 38
G. Instrumen Penelitian.................................................................. 38
H. Alur Penelitian........................................................................... 39
I. Pengolahan dan Analisis Data.................................................. 39
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................ 43
A. Hasil Penelitian ......................................................................... 43
B. Pembahasan ............................................................................ 48
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................... 56
A. Kesimpulan............................................................................... 56
B. Saran......................................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA......................................................................... 58
LAMPIRAN
viii
viii
ABSTRAK
PENGARUH PEMBERIAN MISOPROSTOL TERHADAP LAMA INDUKSI
PERSALINAN PADA IBU BERSALIN SEROTINUS
DI RUMAH SAKIT BAHTERAMAS PROPINSI
SULAWESI TENGGARA
Elizabeth Gusti1Aswita 2Wahida 2
Latar belakang: Kehamilan serotinus merupakan suatu keadaan patologis yang
dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas perinatal. Dari berbagai
kepustakaan dapat dilihat bahwa insidensi kehamilan serotinus adalah 3,5% -
14% atau rata–rata 10% dari kehamilan berlangsung sampai diatas 42 minggu.
Tujuan penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
pemberian misoprostol terhadap lama induksi persalinan pada ibu bersalin
serotinus di Rumah Sakit Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara.
Metode Penelitian: Desain penelitian yang digunakan ialah analitik dengan
rancangan kohor retrospektif. Sampel penelitian adalah ibu bersalin serotinus di
Rumah Sakit Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara yang berjumlah 114
orang. Instrumen pengumpulan data berupa ceklist tentang pemberian
misoprostol dan lama induksi persalinan serotinus. Data dianalisis dengan uji Chi
Square dan RR.
Hasil Penelitian: Hasil penelitian menunjukkan terdapat 57 orang ibu bersalin
serotinus di RS Bahteramas Kendari Sulawesi Tenggara yang diberikan
misoprostol. Ibu bersalin serotinus di RS Bahteramas Kendari Sulawesi
Tenggara yang diberikan misoprostol sebagian besar lama induksi persalinannya
selama 12-18 jam sedangkan pada ibu bersalin Serotinus di RS Bahteramas
Kendari Sulawesi Tenggara yang tidak diberikan misoprostol sebagian besar
lama induksi persalinannya selama 19-24 jam.Ada pengaruh pemberian
misoprostol terhadap lama induksi persalinan pada ibu bersalin serotinus di
Rumah Sakit Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara(p=0,001, X2=12,921). Ibu
bersalin serotinus yang diberikan misoprostol berisiko 2,1 kali untuk mengalami
induksi persalinan selama 12-18 jam dibandingkan yang tidak diberikan
misoprostol.
Kesimpulan: Ada pengaruh pemberian misoprostol terhadap lama induksi
persalinan pada ibu bersalin serotinus di Rumah Sakit Bahteramas Provinsi
Sulawesi Tenggara. Ibu bersalin serotinus yang diberikan misoprostol berisiko
2,1 kali untuk mengalami induksi persalinan selama 12-18 jam dibandingkan
yang tidak diberikan misoprostol.
Kata kunci :lama induksi persalinan, pemberian misoprostol 1 Mahasiswa Prodi D-IV Kebidanan Poltekkes Kendari
2 Dosen Jurusan Kebidanan Poltekkes Kendari
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehamilan serotinus adalah kehamilan yang berlangsung terus
setelah usia kehamilan 42 minggu atau lebih dihitung dari hari pertama
haid terakhir (HPHT). Kehamilan serotinus merupakan suatu keadaan
patologis yang dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas
perinatal. Dari berbagai kepustakaan dapat dilihat bahwa insidensi
kehamilan serotinus adalah 3,5% - 14% atau rata–rata 10% dari
kehamilan berlangsung sampai diatas 42 minggu (Winkjosastro, 2010).
Insiden kehamilan serotinus di beberapa negara diperkirakan sekitar
14% dengan rata – rata 10%. Tercatat angka kejadian di Denmark 8,1%
(dengan HPHT tidak jelas sebesar 26%), Islandia 18,6% (semua HPHT
jelas), dan Swedia 11,6% (HPHT tidak jelas diabaikan)(Muarif, 2012).
Berdasarkan data awal dari rekam medik RSU Bahteramas periode 1
Januari 2015 sampai dengan 30 April 2017 diperoleh angka sebesar
4,97% dari total persalinan adalah persalinan lewat waktu (serotius) (RSU
Bahteramas, 2016).
Pada kehamilan serotinus resiko morbiditas dan mortalitas perinatal
meningkat menjadi 3 kali lebih tinggi daripada kehamilan aterm.
Pengaruhnya pada bayi bermacam–macam salah satunya adalah
peningkatan berat badan janin yang terus bertambah, tidak bertambah,
kurang dari semestinya, atau bahkan meninggal dalam kandungan karena
2
kekurangan nutrisi dan oksigen. Angka kematian janin pada kehamilan
serotinus terjadi 30%pada pra persalinan, 55% pada persalinan, dan 15%
pada pasca persalinan (Winkjosastro, 2010).
Penatalaksanaan kehamilan serotinus sampai saat ini masih
terdapat perbedaan pendapat. Beberapa kontroversi dalam pengelolaan
kehamilan serotinus antara lain adalah: 1) Apakah sebaiknya dilakukan
pengelolaan secara aktif yaitu induksi setelah ditegakkan diagnosis
serotinus ataukah sebaiknya dilakukan pengelolaan secara ekspektatif
atau menunggu. 2) Bila dilakukan pengelolaan secara aktif apakah
kehamilan sebaiknya diakhiri pada usia kehamilan 41 minggu atau 42
minggu (Winkjosastro, 2010).
Induksi persalinan adalah stimulasi persalinan sebelum ada tanda
persalinan spontan. Indikasi umum untuk induksi persalinan antara lain
adalah ketuban pecah tanpa tanda spontan persalinan, hipertensi ibu,
status janin meragukan, dan gestasi pascamatur (Cunningham, dkk.
2009).Induksi merupakan usaha untuk menambah kekuatan, frekuensi
dan durasi kontraksi uterus karena dinilai terlalu lemah dan tidak efektif
untuk menyebabkan kemajuan persalinan. Induksi persalinan umumnya
terjadi antara 10% sampai dengan 20% dari seluruh persalinan dengan
berbagai indikasi, baik pada ibu maupun janin. Sedangkan keberhasilan
induksi persalinan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti paritas, umur
kehamilan, berat badanlahir, interval kehamilan dan persalinan, infeksi
3
intrauterine, pemeriksaan masa hamil, saat dilakukan induksi, selaput
ketuban dan nilai Bishop (Manuaba, 2010).
Salah satu indikasi induksi persalinan adalah kehamilan serotinus
atau kehamilan lewat waktu. Mempertahankan kehamilan pada kondisi
lewat waktu dapat membahayakan bagi ibu dan janin. Kondisi serviks
telah lama digunakan sebagai faktor penting sebelum melakukan induksi.
Dalam beberapa tahun terakhir, telah diketahui bahwa kondisi serviks
yang kurang mendukung juga kurang mendukung suksesnya persalinan
pervaginam. Penipisan dan pelebaran serviks adalah sebuah proses
dimana serviks membuka, melunak dan menipis.Pada keadaan serviks
yang belum matang dan kurang mendukung, proses pematangan tentulah
sangat perlu dipertimbangkan sebelum melakukan induksi. Salah satu
obat yang digunakan dalam induksi persalinan adalah Misoprostol.
Misoprostol akhir–akhir ini menjadi salah satu alternatif pilihan
karena merupakan analog prostaglandin yang memiliki keunggulan dalam
hal efektifitasnya, harga yang relatif murah, stabil dalam kondisi panas,
mudah dalam penggunaan, namun terdapat efek samping cukup besar
yaitu ruptura uteri sehingga perlu pengawasan dalam penggunaannya
sebagai induksi persalinan (Astuti M, 2011). Hasil studi awal di Rumah
Sakit Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara bahwa terjadi peningkatan
jumlah persalinan serotinus. Pada tahun 2015sebanyak 35 ibu bersalin
serotinus (3,8%) dari 922 persalinan yang diberikan misoprostol sebanyak
10 ibu. Pada tahun 2016 sebanyak 41 ibu bersalin serotinus (4,81%) dari
4
895 persalinan yang diberikan misoprostol sebanyak 12 ibu.Pada tahun
2017 bulan Januari hingga Oktober 2017 sebanyak 45 ibu bersalin
serotinus (9,76%) dari 856 persalinan yang diberikan misoprostol
sebanyak 35 ibu.Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti ingin
meneliti pengaruh pemberian misoprostol terhadap lama induksi
persalinan pada ibu bersalin serotinus di Rumah Sakit Bahteramas
Provinsi Sulawesi Tenggara.
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah pengaruh pemberian misoprostol terhadap lama
induksi persalinan pada ibu bersalin serotinus di Rumah Sakit Bahteramas
Provinsi Sulawesi TenggaraJanuari 2015 hingga Oktober tahun 2017 ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui pengaruh pemberian misoprostol terhadap
lama induksi persalinan pada ibu bersalin serotinus di Rumah
Sakit Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Januari 2015
hingga Oktober tahun 2017.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengidentifikasi pemberian misoprostol di Rumah
Sakit Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Januari
2015 hingga Oktober tahun 2017.
b. Untuk mengidentifikasi lama induksi persalinan pada ibu
bersalin serotinus di Rumah Sakit Bahteramas Provinsi
5
Sulawesi Tenggara Januari 2015 hingga Oktober tahun
2017.
c. Untuk menganalisis pengaruh pemberian misoprostol
terhadap lama induksi persalinan pada ibu bersalin
serotinus di Rumah Sakit Bahteramas Provinsi Sulawesi
Tenggara Januari 2015 hingga Oktober tahun 2017.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Diharapkan dapat memberikan bukti empiris tentang dugaan
bahwa dengan pemberian misoprostol akan didapatkan
pengaruh yang lebih baik dalam induksi persalinan kehamilan
serotinus.
2. Manfaat praktis
Sebagai bahan pertimbangan dalam pemilihan metode induksi
persalinan kehamilan serotinus di RSU Bahteramas.
E. Keaslian penelitian
Penelitian Phitra (2010) yang berjudul pengaruh misoprostol
terhadap induksi persalinan pada kehamilan serotinus di RSU
PKU Muhammadiyah Delanggu Klaten. Perbedaan penelitian ini
dengan penelitian Phitra adalah jenis penelitian. Pada penelitian
Phitra jenis penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen,
sedangkan pada penelitian ini adalah kohor retrospektif.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Kehamilan Serotinus
1.1 Definisi
Kehamilan umumnya berlangsung 40 minggu atau 280 hari dihitung
dari hari pertama haid terakhir. Namun sekitar 3,4% - 14% atau rata – rata
10% kehamilan berlangsung 42 minggu atau lebih. Angka ini bervariasi
dari beberapa peneliti bergantung pada kriteria yang dipakai
(Winkjosastro, 2010). Kehamilan postterm disebut juga kehamilan
serotinus, kehamilan lewat waktu, kehamilan lewat bulan, prolonged
pregnancy, extended pregnancy, postdate atau pascamaturita adalah
kehamilan yang berlangsung sampai 42 minggu (294 hari) atau lebih,
dihitung dari hari pertama haid terakhir menurut rumus Naegele dengan
siklus haid rata – rata 28 hari (Winkjosastro, 2010).
Definisi baku yang dianjurkan secara internasional tentang
kehamilan serotinus yang didukung oleh American College Of
Obstetricians And Gynecologist (1997) adalah 42 minggu lengkap (294
hari) atau lebih. Definisi ini menganggap bahwa awal haid diikuti ovulasi 2
minggu kemudian. Penggunaan tanggal haid menyebabkan sekitar 10
persen dari semua kehamilan dianggap sebagai serotinus dan besar
kemungkinan merupakan perkiraan berlebihan insidensi kehamilan
serotinus karena besarnya variasi siklus haid. Karena tidak ada metode
7
pasti untuk mengidentifikasi kehamilan yang benar – benar lama, semua
kehamilan yang telah berlangsung 42 minggu atau lebih harus ditangani
segera sebagai kehamilan lama. Pada keadaan ini, resiko perinatal
meningkat terutama jika terdapat mekonium (Cunningham, 2009).
Kejadian kehamilan serotinus sulit ditentukan karena hanya sebagian
kecil pasien yang mengingat tanggal hari pertama haid terakhirnya
dengan baik. Sehingga ketepatan diagnosis kehamilan serotinus sangat
tergantung dari ketepatan penghitungan usia kehamilan atau menetapkan
permulaan kehamilan berdasarkan HPHT dengan asumsi menstruasi
teratur yaitu siklus 28 hari sehingga dapat diperhitungkan kemungkinan
waktu persalinan dengan menggunakan rumus Neagele (Sinclair, 2010).
Kejadian kehamilan serotinus dapat juga diketahui melalui hasil
pemeriksaan perawatan antenatal secara berkala dan pemeriksaan
ultrasonografi untuk memperkirakan berat janin, waktu persalinandan
kesejahteraan janin intra uteri (Manuaba, 2010).
1.2 Epidemiologi
Insiden kehamilan serotinus di beberapa negara diperkirakan
sekitar 14% dengan rata – rata 10%. Tercatat angka kejadian di Denmark
8,1% (dengan HPHT tidak jelas sebesar 26%), Islandia 18,6% (semua
HPHT jelas), dab Swedia 11,6% (HPHT tidak jelas diabaikan)(Muarif,
2012).
8
1.3 Etiologi dan patofisiologi
Penyebab pasti kehamilan serotinus belum diketahui, tetapi
beberapa kejadian yang dianggap berhubungan dengan peristiwa ini
adalah hipoplasia adrenal janin, defisiensi sulfatase plasenta,
anensephalus, dan tidak adanya hipofise pada janin. Keadaan klinis ini
menggambarkan bahwa kehamilan serotinus berhubungan dengan
hipoestrogen atau penurunan kadar estrogen yang seharusnya tinggi
pada kehamilan normal (Cunningham, 2009).
Beberapa teori yang diajukan pada umumnya menyatakan bahwa
terjadinya kehamilan serotinus sebagai gangguan terhadap timbulnya
persalinan. Beberapa teori yang diajukan antara lain sebagai berikut:
a. Pengaruh progesteron
Penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya
merupakan kejadian perubahan endokrin dalam memacu proses
biomolekuler pada persalinan dan meningkatkan sensitivitas uterus
terhadap oksitosin, sehingga beberapa penulis menduga bahwa
terjadinya kehamilan serotinus adalah karena masih berlangsungnya
proses progesteron.
b. Teori oksitosin
Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan
serotinus memberi kesan atau dipercaya bahwa oksitosin secara
fisiologis memegang peranan penting dalam menimbulkan
9
persalinan dan pelepasan oksitosin dari neurohipofisis ibu hamil
yang kurang pada kehamilan lajut diduga sebagai salah satu faktor
penyebab kehamilan serotinus.
c. Teori kortisol/ACTH janin
Dalam teori ini diajukan bahwa sebagai “pemberi tanda” untuk
dimulainya persalinan adalah janin. Kortisol janin akan
mempengaruhi plasenta sehingga produksi progesteron berkurang
dan memperbesar sekresi estrogen, selanjutnya berpengaruh
terhadap meningkatnya produksi prostaglandin. Pada cacat bawaan
janin seperti anensefalus, hipoplasia adrenal janin, dan tidak adanya
kelenjar hipofisis pada janin akan menyebabkan kortisol janin tidak
diproduksi dengan baik sehingga kehamilan dapat berlangsung lewat
bulan.
d. Saraf uterus
Tekanan pada gangglion serviks dari plesus Frankenhauser
akan membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaan dimana tidak
ada tekanan pada pleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali pusat
pendek dan bagian bawah masih tinggi kesemuanya diduga sebagai
penyebab terjadinya kehamilan postterm.
e. Heriditer
Beberapa penulis menyatakan bahwaseorang ibu yang
mengalami kehamilan postterm kecenderungan untuk melahirkan
lewat bulan pada kehamilan berikutnya. Mogren (1999) seperti
10
dikutip Cunningham, menyatakan bahwa bilamana seorang ibu
mengalami kehamilan postterm saat melahirkan anaka perempuan,
maka besar kemungkinan anak perempuannya akan mengalami
kehamilan postterm.
Umumnya bayi yang dilahirkan dari kehamilan serotinus memiliki
karakteristik ukuran tengkorak yang normal namun karena tubuh yang
berukuran lebih kecil membuat tengkorak bayi tampk lebih besar, kulit
kering dan pecah – pecah, kuku meluas melebihi ukuran ujung jari,
tampak rambut lebih banyak. Lapisan lemak subkutan berkurang sehingga
mengakibatkan kulit tampak longgar dan memberikan penampakan bayi
seperti “orang tua” (Rukiyah, 2009).
1.4 Permasalahan Kehamilan Serotinus
Kehamilan serotinus mempunyai resiko lebih tinggi daripada
kehamilan aterm, terutama terhadapa kematian perinatal (antepartum,
intrapartum, dan post partum). Berkaitan dengan aspirasi mekonium dan
asfiksia. Pengaruh kehamilan serotinus antara lain sebagai berikut:
a. Perubahan pada plasenta
Disfungsi plasenta merupakan faktor penyebab terjadinya
komplikasi pada kehamilan serotinus dan meningkatnya resiko pada janin.
Penurunan fungsi plasenta dapat dibuktikan dengan penurunan kadar
estriol dan plasental lactogen (Winkjosastro, 2010).
b. Pengaruh pada janin
11
Pengaruh kehamilan serotinus terhadap janin sampai saat ini masih
diperdebatkan. Beberapa ahli menyatakan bahwa kehamilan serotinus
menambah bahya pada janin, sedangkan beberapa ahli lainnya
menyatakan bahwa bahaya kehamilan serotinus pada janin terlalu
dilebihkan. Fungsi plaseta mencapai puncak pada kehamilan 38 minggu
dan kemudian mulai menurun terutama setelah 42 minggu. Hal ini dapat
dibuktikan dengan penurunan kadar estriol dan plasental lactoghen.
Rendahnya fungsi plasenta berkaitan degan kejadian gawat janin dengan
resiko 3 kali. Akibat dari proses penuan plasenta, pemasukan makanan
dan oksigen akan menurun disamping adanya spasme arteri spiralis.
Sirkulasi uteroplasenter akan berkurang dengan 50% menjadi hanya
250ml/m. Beberapa pengaruh kehamilan serotinus terhadap janin antara
lain berat janin, sindroma postmaturitas, gawat janin atau kematian
perinatal (Winkjosastro, 2010)
c. Oligohidramnion dan gawat janin
Air ketuban normal pada kehamilan 34-37 minggu adalah 1000cc,
aterm 800cc, dan lebih dari 42 minggu 400cc. Akibat oligihidramnion
adalah amnion menjadi kental karena mekonium dan asfiksia intra uterin
(Manuaba, 2010). Bahaya pada janin antepartum dan gawat janin
intrapartum merupakan konsekuensi kompresi tali pusat yang menyertai
oligohidramnion. Penelitian oleh Silver dkk (1987) juga melaporkan bahwa
diameter tali pusat pada serotinus mengecil dan menjadi penyebab
12
prediktif terhadap gawat janin intrapartum, terutama bila disertai
oligohidramnion (Cunningham, dkk. 2006).
d. Pengaruh pada ibu
Morbiditas/mortalitas ibu dapat meningkat sebagai akibat dari
makrosomia janin dan tulang tengkorak menjadi lebih keras yang
menyebabkan terjadi distosia pada persalinan, incoordinate uterina action,
partus lama, meningkatkan tindakan obstetrik dan persalinan traumatis /
perdarahan post partum akibat bayi besar.Aspek emosi ibu dan keluarga
menjadi cemas bilamana kehamilan terus berlangsung melewati taksiran
persalinan (Winkjosastro, 2010).
1.5 Penatalaksanaan
Penatalaksanaaan kehamilan serotinus biasanya komplikasi
maternal tidak ada sehingga keputusan pemberian tindakan optimal
dipertimbangkan pada keselamatan janin. Permasalahan yang harus
dipertimbangkan adalah 1) Usia gestasional yang tidak selalu diketahui
dengan tepat. 2) Sangat sulit menentukan dengan tepat janin dengan
resiko morbiditas dan mortalitas bila terus dibiarkan di dalam uterus. 3)
induksi persalinan yang tidak selalu berhasil. 4) seksio sesarea yang
secara nyata meningktakan morbiditas maternal (Gant, 2010).
Intervensi – intervensi antepartum yang diindikasikan pada
kehamilan serotinus telah diterima secara umum. Jenis intervensi dan
kapan pelaksanaannya masih agak kontroversial. Masalah yang paling
13
umum harus dipertimbangkan adalah apakah dibenarkan untuk dilakukan
induksi persalinan ataukah menunggu persalinan spontan.
2. Persalinan
2.1 Definisi
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban
keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi
pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37minggu). Persalinan dimulai
(inpartu) sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada
serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta
secara lengkap. Ibu belum dikategorikan inpartu bila kontraksi uterus tidak
mengakibatkan perubahan dan pembukaan serviks (JNPK-KR, 2012).
Tanda dan gejala inpartu adalah:
a. Kontraksi uterus yang menyebabkan pembukaan dan penipisan
serviks (frekuensi minimal 2 kali dalam10 menit)
b. Penipisan dan pembukaan serviks
c. Pelepasan cairan lendir bercampur darah (“show”) dari vagina
Pencegahan komplikasi selama persalinan dan setelah bayi lahir
akan mengurangi kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir.
Penyesuaian ini sangat penting dalam upaya menurunkan angka
kematian ibu dan bayi. Hal ini dikarenakan sebagian besar persalinan di
Indonesia masih terjadi di tingkat pelayanan kesehatan primer dengan
14
penguasaan keterampilan dan pengetahuan petugas kesehatan di fasilitas
tersebut masih belum memadai (Winkjosastro, 2010).
Beberapa jam terakhir kehamilan manusia ditandai dengan kontraksi
nuterus yang menyebabkan dilatasi serviks dan mendorong janin melalui
jalan lahir. Banyak energi yang dikeluarkan pada waktu ini sehubungan
dengan kontraksi miometrium yang kuat dan terasa nyeri.
Namun sebelum kontraksi ini dimulai, uterus harus dipersiapkan
untuk persalinan. Pada usia 36 sampai 38 minggu kehamilan, miometrium
tidak responsif, setelah itu akan ada fase transisi dimana miometrium
mulai peka dan serviks melunak dan mendatar.
Persalinan aktif dibagi menjadi empat kala yang berbeda. Kala satu
persalinan dimulai ketika telah terjadi kontraksi uterus dengan frekuensi,
intensitas, dan durasi yang cukup untuk menghasilkan pendataran dan
dilatasi serviks yang progresif.kala satu persalinan selasai ketika sudah
membuka lengkap sekitar 10 cm sehingga memungkinkan kepala janin
lewat. Oleh karena itu, kala satu persalinan disebut stadium pendataran
dan dilatasi serviks.
Kala dua persalinan dimulai ketika dilatasi serviks sudah lengkap dan
berakhir ketika janin sudah lahir. Kala dua persalinan adalah stadium
pengeluaran janin. Kala tiga persalinan dimulai segera setelah janin lahir
dan berakhir dengan lahirnya plasentadan selaput ketuban janin. Kala tiga
persalinan adalah stadium pemisahan dan pengeluaran plasenta. Kala
15
empat persalinan merupakan fase pemantauan keadaan ibu dan keadaan
bayi. (Cunningham, dkk. 2006)
Sebuah tanda yang dapat diandalkan akan dimulainya masa
persalinan aktif sebelum dilakukan pemeriksaan dalam vagina dalam 48
jam sebelumnya adalah keluarnya sedikit lendir bercampur darah dari
vagina yang disebut sebagai show. Ini merupakan tanda lanjut sebab
persalinan mungkin sudah berjalan dalam beberapa jam atau bahkan
dalam beberapa hari sebelumnya dan akan berlangsung selama beberapa
jam atau bahkan dalam beberapa hari selanjutnya. Normalnya darah
lendir yang keluar hanya sedikit saja. Jumlah yang lebih banyak
menandakan suatu keadaan abnormal.
Kontraksi otot polos pada saat persalinan terasa sangat nyeri namun
merupakan suatu keadaan yang unik dan fisiologis. Penyebab nyeri tidak
diketahui secara pasti namun ada beberapa kemungkinan yang dapat
diterima:
1. Hipoksia pada miometrium yang berkontraksi
2. Penekanan ganglia pada saraf serviks dan uterus bagian bawah
oleh otot – otot yang saling bertautan
3. Peregangan serviks sewaktu dilatasi
4. Peregangan peritonium yang terletak diatas fundus
2.2 Anatomi Alat Reproduksi
16
Organ reproduksi wanita terdiri atas organ genitalia eksterna dan
organ genitalia interna. Organ genitalia eksterna dan vagina adalahbagian
untuk senggama. Sedangkan organ genitalia interna adalah bagian untuk
ovulasi, pembuahan sel telur, transportasi blastokis, implantasi, dan
tumbuh kembang janin (Winkjosastro, 2010).
1.3 Organ Genitalia Eksterna
a. Vulva atau pudenda meliputi seluruh wilayah eksternal yang dapat
dilihat mulai dari pubis sampai perineum.
b. Mons Veneris
Bagian yang menonjol meliputi simfisis yang terdiri dari jaringan dan
lemak, area ini mulai ditumbuhi bulu (pubis hair) pada masa
pubertas. Bagian yang dilapisi lemak, terletak di atas simfisis pubis
c. Labia mayora
Merupakan kelanjutan dari mons veneris, berbentuk lonjong. Kedua
bibir ini bertemu di bagian bawah dan membentuk perineum. Labia
mayora bagian luar tertutp rambut, yang merupakan kelanjutan dari
rambut pada mons veneris. Labia mayora bagian dalam tanpa
rambut, merupakan selaput yang mengandung kelenjar sebasea
(lemak). Ukuran labia mayora pada wanita dewasa à panjang 7- 8
cm, lebar 2 – 3 cm, tebal 1 – 1,5 cm. Pada anak-anak dan nullipara
kedua labia mayora sangat berdekatan.
d. Labia Minora
17
Bibir kecil yang merupakan lipatan bagian dalam bibir besar (labia
mayora), tanpa rambut. Setiap labia minora terdiri dari suatu jaringan
tipis yang lembab dan berwarna kemerahan. Bagian atas labia
minora akan bersatu membentuk preputium dan frenulum clitoridis,
sementara bagian.
e. Klitoris
Merupakan bagian penting alat reproduksi luar yang bersifat erektil.
Glans clitoridis mengandung banyak pembuluh darah dan serat saraf
sensoris sehingga sangat sensitif. Analog dengan penis pada laki-
laki. Terdiri dari glans, corpus dan 2 buah crura, dengan panjang
rata-rata tidak melebihi 2 cm.
f. Vestibulum
Berbentuk lonjong dengan ukuran panjang dari depan ke belakang
dan dibatasi di depan dengan klitoris, kanan dan kiri oleh kedua bibir
kecil dan di belakang oleh perineum.
g. Himen (selaput dara)
Terdiri dari jaringan ikat kolagen dan elastic. Lapisan tipis ini yang
menutupi sabagian besar dari liang senggama, di tengahnya
berlubang supaya kotoran menstruasi dapat mengalir keluar. Bentuk
dari himen dari masing-masing wanita berbeda-beda, ada yang
berbentuk seperti bulan sabit, konsistensi ada yang kaku dan ada
lunak, lubangnya ada yang seujung jari, ada yang dapat dilalui satu
18
jari. Saat melakukan koitus pertama sekali dapat terjadi robekan,
biasanya pada bagian posterior.
h. Perineum
Terletak di antara vulva dan anus, panjangnya kurang lebih 4 cm.
Dibatasi oleh otot-otot muskulus levator ani dan muskulus
coccygeus. Otot-otot tersenut berfungsi untuk menjaga kerja dari
sphincter ani.
1.4 Organ Genitalia Interna
a. Vagina
Merupakan saluran muskulo-membraneus yang menghubungkan
rahim dengan vulva. Jaringan muskulusnya merupakan kelanjutan
dari muskulus sfingter ani dan muskulus levator ani, oleh karena itu
dapat dikendalikan.Vagina terletak antara kandung kemih dan
rektum. Panjang bagian depannya sekitar 9 cm dan dinding
belakangnya sekitar 11 cm.Bagian serviks yang menonjol ke dalam
vagina disebut portio.
b. Uterus
Merupakan Jaringan otot yang kuat, terletak di pelvis minor diantara
kandung kemih dan rektum.Dinding belakang dan depan dan bagian
atas tertutup peritonium, sedangkan bagian bawah berhubungan
dengan kandung kemih.Vaskularisasi uterus berasal dari arteri
uterina yang merupakan cabang utama dari arteri illiaka interna.
19
c. Endometrium
Pada endometrium terdapat lubang kecil yang merupakan muara
dari kelenjar endometrium. Variasi tebal, tipisnya, dan fase
pengeluaran lendir endometrium ditentukan oleh perubahan
hormonal dalam siklus menstruasi. Pada saat konsepsi endometrium
mengalami perubahan menjadi desidua, sehingga memungkinkan
terjadi implantasi (nidasi).Lapisan epitel serviks berbentuk silindris,
dan bersifat mengeluarakan cairan secara terus-menerus, sehingga
dapat membasahi vagina. Kedudukan uterus dalam tulang panggul
ditentukan oleh tonus otot rahim sendiri, tonus ligamentum yang
menyangga, dan tonus otot-otot panggul.
d. Tuba Fallopii
Tuba fallopii merupakan tubulo-muskuler, dengan panjang 12 cm
dan diameternya antara 3 sampai 8 mm. fungsi tubae sangat
penting, yaiu untuk menangkap ovum yang di lepaskan saat ovulasi,
sebagai saluran dari spermatozoa ovum dan hasil konsepsi, tempat
terjadinya konsepsi, dan tempat pertumbuhan dan perkembangan
hasil konsepsi sampai mencapai bentuk blastula yang siap
melakukan implantasi.
e. Ovarium
Merupakan kelenjar berbentuk buah kenari terletak kiri dan kanan
uterus di bawah tuba uterina dan terikat di sebelah belakang oleh
ligamentum latum uterus. Setiap bulan sebuah folikel berkembang
20
dan sebuah ovum dilepaskan pada saat kira-kira pertengahan (hari
ke-14) siklus menstruasi. Ovulasi adalah pematangan folikel de graaf
dan mengeluarkan ovum.
1.5 Perubahan bentuk uterus
Setiap kontraksi menghasilkan pemanjangan uterus berbentuk ovoid
disertai pengurangan diameter horizontal. Dengan perubahan bentuk ini,
ada efek – efek penting dalam proses persalinan. Pertama, pengurangan
diameter horizontal menimbulkan pelurusan kolumna vertebralis janin,
dengan menekankan kutub atasnya rapat – rapat pada fundus uteri,
sementara kutub bawah didoronglebih jauh kebawah menuju panggul.
Tekanan yang diberikan dengan cara ini dikenal sebagai ntekanan sumbu
janin. Kedua, dengan memanjangnya uterus serabut longitudinal ditarik
tegang dan karena segmen bawah dan serviks merupakan satu – satunya
bagian uterus yang fleksibel bagian ini ditarik ke atas pada kutub bawah
janin. Efek – efek ini merupakan faktor yang penting untuk dilatasi serviks
pada otot – otot segmen bawah dan serviks.
1.6 Perubahan pada serviks
Tenaga yang efektif pada kala satu persalinan adalah kontraksi
uterus, yang selanjutnya akan menghasilkan tekanan hidrostatik ke
seluruh selaput ketuban terhadap serviks dan segmen bawah uterus. Bila
selaput ketuban sudah pecah, bagian terbawah janin dipaksa langsung
mendesak serviks dan segmen bawah uterus. Untuk lewatnya janin aterm
21
rata – rata melalui serviks, saluran serviks harus dilebarkan sampai
berdiameter sekitar 10 cmdikatakan membuka lengkap.
1.7 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Persalinan
a. Tenaga (Power)
Adalah kekuatan yang mendorong janin keluar. Kekuatan his,
kontraksi otot – otot perut, kontraksi diafragmadan aksi dari ligamen
yang bekerja sama dengan sempurna.
b. Janin (Passenger)
Yaitu yang meliputi sikap janin, letak, presentasi, bagian terbawah
dan posisi janin.
c. Jalan lahir (Passage)
Yaitu panggul, yang meliputi tulang – tulang panggul (rangka
panggul), otot- otot, jaringan – jaringan dan ligamen – ligamen yang
terdapat di panggul.
d. Psikologis ibu
Keadaan psikologis ibu mempengaruhi jalannya persalinan. Ibu yang
bersalin didampingi oleh orang – orang yang menyayanginya
terutama suami akan cenderung mengalami proses persalinan yang
lebih lancar daripada sebaliknya. Ini menunjukkan bahwa dukungan
mental berdampak positif bagi keadaan psikis ibu yang juga
berpengaruh pada kelancaran proses persalinan.
22
e. Penolong
Kompetensi yang dimiliki seorang penolong sangat bermanfaat untuk
memperlancar proses persalinan dan mencegah kematian maternal
dan neonatal. Dengan pengetahuan dan kompetensi yang baik
diharapkan kesalahan dan malpraktek dalam memberikan asuhan
tidak terjadi (Rukiyah AY, 2009).
3. Induksi persalinan
3.1 Definisi
Induksi persalinan adalah upaya untuk melahirkan janin dalam
keadaaan belum terdapat tanda – tanda persalinan atau belum inpartu
dengan kemungkinan janin dapat hidup di luar kandungan. Untuk
terjadinya proses persalinan diperlukan dua faktor yaitu kematangan
serviks dan kontraksi uterus yang efektif. Kedua faktor tersebut harus
dipenuhi agar induksi persalinan berhasil (Manuaba, 2010).
Serviks sendiri terdiri dari jaringan ikat longgar dan padat. Komponen
utama dari jaringan ikat ini adalah kolagen dengan sejumlah jaringan
elastis. Kolagen terdiri dari serat padat regular yang tersusun dalam
kesatuan paralel yang terkait satu sama lain dengan tautan silang.
Substansi dasar jaringan ikat ini adalah proteoglikan kompleks yang terdiri
dari rantai glikosaminoglikan sebagai protein inti dan bertaut dengan kuat
pada rantai asam hyaluronik. Dengan bertambahnya usia kehamilan,
vaskularisasi bertambah dan menyebabkan leukosit dan makrofag
bermigrasi keluar pembuluh darah ke dalam stroma serviks. Pemecahan
23
enzimatik dari serat kolagen ini oleh kolagenase dan matriks
metalproteinase oleh fibroblast dan lekosit menyebabkan pelunakan
serviks (Cunningham, 2009).
Indikasi utama dari induksi persalinan harus memperhatikan kondisi
ibu dan janin. Induksi harus dipertimbangkan ketika keuntungan melebihi
resiko yang dapat ditimbulkan. Sebelum induksi beberapa hal sebaiknya
dinilai dan diperhatikan adalah indikasi dan kontraindikasi, usia kehamilan,
kondisi serviks, kondisi amnion, dan kesejahteraan janin.
Resiko potensial dari induksi persalinan adalah peningkatan
kemungkinan seksio sesaria, hiperstimulasi, kegawatan janin, ruptur uteri,
aspirasi meconium dan prolapsus tali pusat (Manuaba, 2010).
Beberapa ahli obstetri menganggap kondisi serviks dapat
memperkirakan waktu terjadinya kelahiran. Metode yang paling sering
digunakan untuk menilai kondisi serviks adalah skor Bishop karena simple
dan memiliki nilai prediktif yang paling baik. Sistem skor ini menggunakan
dilatasi serviks, penipisan konsistensi, posisi dan penurunan kepala
janin.Kondisi atau kelayakan (favorability) serviks sangat penting bagi
induksi persalinan. Pada banyak kasus, teknik induksi yang dipilih
bergantung pada perkiraan kemungkinan keberhasilan. Karakteristik fisik
servik dan segmen bawah uterus merupakan faktor yang sangat penting.
24
3.2 Cara induksi
Induksi persalinan dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik
operatif maupun non operatif dengan menggunakan obat – obatan /
medisinalis. Untuk menentukan cara induksi persalinan yang dipilih,
beberapa faktor yang harus dipertimbangkan yaitu paritas, kondisi serviks,
keadaan kulit ketuban, dan kesejahtereraan janin (Muarif, 2012).
3.3 Indikasi
Induksi persalinan umumnya dilakukan dengan bermacam –
macam indikasi.induksi persalinan mungkin perlu dilakukan untuk
menyelamatkan janin dari lingkungan intra uteri berbahaya pada
kehamilan lanjut untuk berbagai alasan atau karena kelanjutan kehamilan
membahayakan ibu. Adapun indikasi induksi persalinan yaitu ketuban
pecah dini, kehamilan lewat waktu, oligohidramnion, korioamnionitis,
preeklampsi berat, hipertensi akibat kehamilan, intrauterine fetal death
(IUFD) dan pertumbuhan janin terhambat (PJT), insufisiensi plasenta,
perdarahan antepartum, dan umbilical abnormal arteri doppler (Repository
USU, 2015).
3.4 Kontra Indikasi
Sejumlah kondisi di uterus, janin, atau ibu merupakan kontra
indikasi induksi persalinan. Kontra indikasi pada uterus terutama berkaitan
dengan riwayat cedera pada uterus seperti insisi seksio sesarea atau
bedah uterus lainnya. Plasenta previa juga tidak memungkiinkan
25
terjadinya persalian spontan. Kontra indikasi pada janin antara lain
makrosomia yang cukup besar, beberapa anomali janin misalnya
hidrosefalus, malpresentasi, atau status janin yang kurang meyakinkan.
Kontra indikasi pada ibu berkaitan dengan ukuran ibu, anatomi panggul,
dan beberapa penyakit medis tertentu. (Cunningham, 2009).
3.5 Komplikasi atau Resiko Melakukan Induksi Persalinan
Komplikasi dapat ditemukan selama pelaksanaan induksi
persalinan maupun setelah bayi lahir. Komplikasi yang dapat ditemukan
antara lain: atonia uteri, hiperstimulasi, fetal distress, prolaps tali pusat,
rupture uteri, solusio plasenta, hiperbilirubinemia, hiponatremia, infeksi
intra uterin, perdarahan post partum, kelelahan ibu dan krisis emosional,
serta dapat meningkatkan pelahiran caesar pada induksi elektif
(Winkjosastro, 2010).
3.6 Persyaratan
Untuk dapat melaksanakan induksi persalinan perlu dipenuhi
beberapa kondisi/persyaratan yaitu 1) tidak ada disproporsi sefalopelvik
(CPD). 2) Sebaiknya serviks uteri sudah matang, yakni serviks sudah
mendatar dan menipis, hal ini dapat dinilai menggunakan tabel skor
Bishop. Jika kondisi tersebut belum terpenuhi maka kita dapat melakukan
26
pematangan serviks dengan menggunakan metode farmakologis atau
dengan metode mekanis. 3) Presentasi harus kepala, atau tidak terdapat
kelainan letak janin. 4) Sebaiknya kepala janin sudah mulai turun kedalam
rongga panggul (Repository USU, 2015).Apabila kondisi-kondisi tersebut
tidak terpenuhi maka induksi persalinan mungkin tidak memberikan hasil
yang diharapkan.
Untuk menilai keadaan serviks dapat dipakai skor Bishop. Jika
kondisi serviks baik (skor 5 atau lebih), persalinan biasanya berhasil
diinduksi dengan hanya menggunakan induksi. Jika kondisi serviks tidak
baik (skor <5), matangkan serviks terlebih dahulu sebelum melakukan
induksi (Cunningham, 2009).
Penilaian serviks dengan skor Bishop dapat dilihat pada tabel:
skor
Faktor
Dilatasi (cm)
Pendataran (%)
Stasiun -3 sampai+3
Konsistensi Posisi
0 Tertutup 0 – 30 -3 Kaku Posterior
1 1-2 40 – 50 -2 Medium Pertengahan
2 3-4 60 – 70 -1 Lunak Anterior
3 ≥ 5 ˃80 +1, +2 - -
Tabel penilaian serviks dengan skor Bishop ( Cunningham. 2009)
4. Misoprostol
4.1 Definisi
Misoprostol adalah suatu prostaglandin E1 sintetik yang saat ini
tersedia dalam sediaan tablet 100µg untuk mencegah ulkus peptikum.
Sebagai induksi obat ini digunakan “off label” untuk mematangkan serviks.
27
4.2 Struktur / susunan kimia misoprostol
Misoprostol mempunyai susunan kimiawi C22H38O5 dengan nama
kimiawi methyl 11 alpha, 16 dihydroksi 16 methyl 9, oxoprost 13. Tersedia
dalam 3 kemasan yaitu 100 mikrogram, 200 mikrogram, dan 400
mikrogram (Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK-UI, 2011).
Pada uterus misoprostol menimbulkan kontraksi miometrium dan
pematangan serviks. Seperti pada prostaglandin, misoprostol bekerja
dengan jalan meningkatkan Ca2+ bebas intrasekuler. Proses ini
menghasilakan interaksi miosin terfosforilasi dan aktin. Pada saat yang
sama terjadi kontraksi terkoordinasi pada uterus. Pembukaan serviks
terjadi sebagai akibat kenaikan asam hialuronidase dan cairan serta
penurunan dematan sulfat dan kandroitin sulfat yang merupakan bahan
dasara pembentukan kolagen. Pada vagina prostaglandin dapat
diabsorbsi dengan mudah dan cepat sehingga dapat diberikan dalam
bentuk tablet (Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK-UI, 2011).
Pada keadaan serviks yang belum matang dan kurang mendukung,
proses pematangan tentulah sangat perlu dipertimbangkan sebelum
melakukaninduksi. Misoprostol selain memiliki efek uterotoniknya juga
memiliki efekpada serviks yang sangat berguna pada serviks denga skor
bishop kurang dari 5.Meta analisis dari database Cochrane menyimpulkan
bahwa misoprostolvagina lebih efektif untuk menginduksi persalinan
dibandingkan dengan metodekonvensional menggunakan oksitosin.
Namun efek samping yang palingditakuti adalah hiperstimulasi sehingga
28
perlu pengawasan ketat dan dibutuhkanstudi-studi lanjutan. Juga
didapatkan angka kegagalan induksi yang lebihrendah sehingga
didapatkan pula angka seksio sesaria yang rendah (Permana, 2014).
4.3 Cara Kerja Misoprostol
Misoprostol memiliki sifat sitoprotektif yang merupakan indikasi
terapi dan memiliki 3 efek samping yaitu : diare, nyeri perut dan uterotonik.
Efek – efek ini terjadi berdasarkan kontak dari zat aktif dengan reseptor
secara topikal dan sistemik pada organ – organ yang terkait. Obat ini
dipasarkan dalam bentuk ikatan kovalen yang dapat terhidrosila, sehingga
pelepasannya terkontrol hanya pada suasana asam.
Misoprostol bersifat agonis, antagonis atau keduanya terhadap
prostaglandin endogen, dimana kerjanya mencegah pelepasan sitokin
perusak jaringan dan mediator peradangan serta menjaga homeostasis.
Dimana misoprostol dalam kadar rendah (10-5M) menekan stimulai
interleukin (IL-1, IL-6, IL-8).
Sampai sekarang literatur mengenai cara kerja misoprostol untuk
pematangaan serviks dan induksi masih terbatas. Pada pemakaian
pervagina efek akan didapatkan secra topikal. Metabolit aktif dari
misoprostol diduga berperan memacu terjadinya perubahan pada jaringan
penghubung dan kolagenase serviks. Karena perubahan tersebut terjadi
peningkatan hubungan kesenjangan dan peningkatan kadar Ca++sehingga
terjadi kontraksi miometrium (Muarif, 2012).
29
5. Oksitosin
5.1 Definisi
Oksitosin adalah hormon polipeptida. Oksitosin merupakan
uterotonin yang paten dalam plasma, meningkat selama kehamilan
meskipun tidak menyolok. Sensitivitas uterus terhadap oksitosin juga
meningkat pada kehamilan aterm. Oksitosin tidak terlibat dalam fase
pertama persalinan sehingga infus oksitosin relatif tidak efektif dalam
menginduksi persalinan pada kehamilan dengan serviks yang belum
matang (Dianggara, 2009).
5.2 Fisiologi
Oksitosin merangsang otot polos uterus dan kelenjar mamma.
Fungsi perangsangan ini selektif dan cukup kuat. Stimulus pada serviks,
vagina dan payudara secara refleks melepaskan oksitosin dari hipofisis
posterior. Walaupun kadar oksitosin dalam plasma dan jumlah reseptor
oksitosin di miometrium meningkat selama kehamilan, kadar oksitosin
dalam plasma pada saat persalinan sulit ditentukan karena sekresi
oksitosin yang pulsatil dan adanya aktivitas oksitosinase di sirkulasi darah.
Sensitivitas uterus terhadap oksitosin meningkat bersamaan dengan
bertambahnya umur kehamilan (Departemen Farmakologi dan Terapeutik
FK-UI, 2011).
Pada kehamilan tua dan persalinan spontan, pemberian oksitosin
meningkatkan kontraksi findus uteri meliputi peningkatan frekuensi, durasi,
dan kekuatan kontraksi. Partus dan laktasi masih tetap berlangsung
30
meskipun tidak ada oksitosin, tetapi persalinan menjadi lebih lama dan
ejeksi susu menghilang. Oksitosin dianggap memberikan kemudahan
dalam persalinan serta memegang peranan penting dalam refleks ejeksi
susu (Departemen Framakologi dan Terapeutik, 2011).
5.3 Farmakodinamik
Pada uterus oksitosin merangsang frekuensi dan kekuatan kontraksi
otot polos uterus. Efek ini bergantung pada konsentrasi estrogen. Pada
konsentrasi estrogen yang rendah, efek oksitosin juga berkurang. Uterus
imatur juga kurang peka terhadap oksitosin. Oksitosin juga meningkatkan
produksi lokal prostaglandin yang juga merangsang kontraksi uterus
(Departemen Farmakologi dan terapeutik FK-UI, 2011).
B. Landasan Teori
Kehamilan serotinus adalah kehamilan yang berlangsung terus
setelah usia kehamilan 42 minggu atau lebih dihitung dari hari pertama
haid terakhir (HPHT). Kehamilan serotinus merupakan suatu keadaan
patologis yang dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas
perinatal. Dari berbagai kepustakaan dapat dilihat bahwa insidensi
kehamilan serotinus adalah 3,5% - 14% atau rata – rata 10% dari
kehamilan berlangsung sampai diatas 42 minggu (Winkjosastro, 2010).
Penyebab pasti kehamilan serotinus belum diketahui, tetapi
beberapa kejadian yang dianggap berhubungan dengan peristiwa ini
adalah hipoplasia adrenal janin, defisiensi sulfatase plasenta,
anensephalus, dan tidak adanya hipofise pada janin. Keadaan klinis ini
31
menggambarkan bahwa kehamilan serotinus berhubungan dengan
hipoestrogen atau penurunan kadar estrogen yang seharusnya tinggi
pada kehamilan normal (Cunningham, 2009).
Beberapa teori yang diajukan pada umumnya menyatakan bahwa
terjadinya kehamilan serotinus sebagai akibat gangguan terhadap
timbulnya persalinan. Beberapa teori yang diajukan antara lain sebagai
berikut (Winkjosastro, 2010).
1. Pengaruh progesteron
Penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya
merupakan kejadian perubahan endokrin dalam memacu proses
biomolekuler pada persalinan dan meningkatkan sensitivitas uterus
terhadap oksitosin, sehingga beberapa penulis menduga bahwa terjadinya
kehamilan serotinus adalah karena masih berlangsungnya proses
progesteron.
2. Teori oksitosin
Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan
serotinus memberi kesan atau dipercaya bahwa oksitosin secara fisiologis
memegang peranan pebting dalam menimbulkan persalinan dan
pelepasan oksitosin dari neurohipofisis ibu hamil yang kurang pada
kehamilan lajut diduga sebagai salah satu faktor penyebab kehamilan
serotinus.
3. Teori kortisol / ACTH janin
32
Dalam teori ini diajukan bahwa sebagai “pemberi tanda” untuk
dimulainya persalinan adalah janin. Kortisol janin akan mempengaruhi
plasenta sehingga produksi progesteron berkurang dan memperbesar
sekresi estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya
produksi prostaglandin. Pada cacat bawaan janin seperti anensefalus,
hipoplasia adrenal janin, dan tidak adanya kelenjar hipofisis pada janin
akan menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik sehingga
kehamilan dapat berlangsung lewat bulan.
4. Saraf uterus
Tekanan pada gangglion serviks dari plesus Frankenhauser akan
membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaan dimana tidak ada
tekanan pada pleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali pusat pendek
dan bagian bawah masih tinggi kesemuanya diduga sebagai penyebab
terjadinya kehamilan postterm.
5. Herediter
Beberapa penulis menyatakan bahwaseorang ibu yang mengalami
kehamilan postterm kecenderungan untuk melahirkan lewat bulan pada
kehamilan berikutnya. Mogren (1999) seperti dikutip Cunningham,
menyatakan bahwa bilamana seorang ibu mengalami kehamilan postterm
saat melahirkan anak perempuan, maka besar kemungkinan anak
perempuannya akan mengalami kehamilan postterm.
33
Induksi persalinan adalah proses dimana kontraksi uterus dimulai
dengan bantuan farmakologi medis atau tindakan medis sebelum ada
tanda persalnan normal. Induksi persalinan sebaiknya dipertimbangkan
ketika keuntungan bagi ibu dan bayi lebih banyak daripada resiko
kerugian yang mungkin terjadi. Salah satu indikasi induksi persalinan
adalah kehamilan serotinus atau kehamilan lewat waktu. Mempertahankan
kehamilan pada kondisi lewat waktu dapat membahayakan bagi ibu dan
janin.
Kondisi serviks telah lama digunakan sebagai faktor penting
sebelum melakukan induksi. Dalam beberapa tahun terakhir, telah
diketahui bahwa kondisi serviks yang kurang mendukung juga kurang
mendukung suksesnya persalinan pervaginam. Penipisan dan pelebaran
serviks adalah sebuah proses dimana serviks membuka, melunak dan
menipis.Pada keadaan serviks yang belum matang dan kurang
mendukung, proses pematangan tentulah sangat perlu dipertimbangkan
sebelum melakukan induksi. Misoprostol memiliki efek uterotonika dan
juga sangat berguna pada proses pematangan serviks dengan skor
bishop kurang dari 5.
Misoprostol juga lebih murah, stabil pada suhu ruangan,
penyimpanan mudah dan pengguanaannya juga mudah. Pada kasus
dimana serviks masih kaku misoprostol mampu memberikan keuntungan
dari efek pematangan serviks.
34
C. Kerangka Teori
Gamber 1. Kerangka teori dimodifikasi dari Winkjosastro (2010); Cunningham (2006);
Manuaba (2013)
D. Kerangka Konsep
Gambar 2. Kerangka Konsep Kehamilan serotinus
Induksimisoprosto
l Lama Induksi
Persalinan Serotinus
Kehamilan
Kehamilan Serotinus
Penurunan kadar estrogen
- Anesefalus - Hipoplasia adrenal - Defisiensi sulfatase - Gangguan reseptor
oksitosin - Miometrium rentan - Defisiensi asam
arakhidonat
- HPHT tak jelas - Variasi wakti ovulasi - Kehamilan
ekstrauterin - Riwayat KLB
- Paritas - Kondisi serviks - Keadaan kulit ketuban - Adanya parut uterus
Jeinis induksi - Operatif - Medisinal: - Misoprostol - Oksitosin
Induksi persalinan
Keluaran
- Ibu - bayi
Lama persalinan
35
Keterangan
Variabel bebas : Induksi misoprostol
Variabel terikat: lama induksi persalinan
E. Hipotesis Penelitian
Ada pengaruh pemberian misoprostol terhadap lama induksi
persalinan pada ibu bersalin serotinus.
36
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik dengan rancangan
kohor retrospektif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
pemberian misoprostol terhadap lama induksi persalinan pada ibu bersalin
serotinus di Rumah Sakit Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara
(Nursalam, 2013).
Gambar3.Skema rancangan penelitian
B. Waktudan Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan di di Rumah Sakit Bahteramas
Provinsi Sulawesi Tenggara pada bulan November tahun 2017.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu bersalin serotinus di
Rumah Sakit Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara pada bulan Januari
2015 hingga Oktober tahun 2017yang berjumlah 121 ibu.
Ibu bersalin
serotinus (121 ibu) Pemberian
oksitosin (57 ibu)
Lama induksi persalinan 6-18 jam
Lama induksi persalinan 19-24 jam
Pemberian misoprostol
(57 ibu)
Pemberian misprostol
(57 ibu)
Lama induksi persalinan 6-18 jam
Lama induksi persalinan 19-24 jam
37
Sampel dalam penelitian adalah ibu bersalin serotinus yang
diberikan misoprostol dan tidak diberikan misoprostol yang berjumlah 114
ibu.Perbandingan sampel kasus kontrol1:1 (57:57).
a. Kasus: ibu bersalin serotinus yang diberikan misoprostol pada
bulan Januari 2015 hingga Oktober tahun 2017yang berjumlah
57 orang.Tehnik pengambilan sampel kasus secara total
sampling, dimana seluruh ibu bersalin serotinus yang diberikan
misoprostol diambil sebagai kasus.
b. Kontrol: ibu bersalin serotinus yang tidak diberikan misoprostol
pada bulan Januari 2015 hingga Oktober tahun 2017 yang
berjumlah 57 orang. Tehnik pengambilan sampel control secara
sistematik random sampling, dimana seluruh ibu bersalin
serotinus yang tidak diberikan misoprostol diurut memakai
nomor, lalu dari 64 orang ibu bersalin serotinus yang tidak
diberikan misoprostol dibagi jumlah kontrol yang diambil
64:57=1,1sehingga sampeluntuk control adalah kelipatan1.
Adapun criteria inklusi, eksklusi dan drop out sebagai berikut:
1. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah
a. Terdapat lembar persetujuan tindakan yang ditadatagani
oleh pasien, saksi pasien, dan saksi petugas
b. Ibu hamil serotinus.
c. Tidak ada CPD dan panggul sempit ibu
d. Berat bayi normal 2500-4000 gr
38
e. Tidak ada penyakit sistemik pada ibu
2. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah
a. Ibu hamil normal.
b. Ibu dengan CPD dan panggul sempit
c. Perkiraan berat bayi diatas 4000gr
D. Variabel Penelitian
1. Variabel terikat (dependent) yaitu lama induksi persalinan.
2. Variabel bebas (independent) yaitu pemberian misoprostol.
E. DefinisiOperasional
1. Lama induksi persalinan adalah waktu antara dimulainya induksi
hingga saat bayi lahir yang dinyatakan dalam jam. Skala ukur
adalah nominal. Kriteriaobjektif:
a. 6-18 jam
b. 19-24 jam
2. Pemberian misoprostol adalah penggunaan suatu prostaglandin E1
sintetiksebagai obat induksi persalinan yang berguna untuk
mematangkan serviks hingga pembukaan 10 cm pada ibu bersalin
serotinus.Skala ukur adalah nominal.
Kriteria objektif
a. Diberikan misoprostol
b. Tidak diberikan misoprostol
39
F. JenisdanSumber Data Penelitian
Jenis data adalah data sekunder.Data yang dikumpulkan adalah
data tentang pemberian misoprostol dan lama induksi persalinan.
G. InstrumenPenelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelelitian ini adalah lembar
checklist tentang pemberian misoprostol, lama indusksi persalinan sesuai
dengan yang tercatat pada status ibu bersalin serotinus di Rumah Sakit
Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara.
H. Alur Penelitian
Alur penelitian dijelaskan sebagai berikut:
Populasipenelitian
(seluruh pasien hamil serotinus )
Subjekpenelitian
Pasien serotinus dengan induksi
di RSU Bahteramas Prop Sultra
Analisis
Kelompok terpapar
(Induksi Misoprostol)
Kesimpulan
Lama Persalinan
40
I. Pengolahan dan Analisis Data
a. Pengolahan Data
Data yang telah dikumpul, diolah dengan cara manual dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
1. Editing
Dilakukan pemeriksaan/pengecekan kelengkapan data yang
telah terkumpul, bila terdapat kesalahan atau berkurang dalam
pengumpulan data tersebut diperiksa kembali.
2. Coding
Hasil jawaban dari setiap pertanyaan diberi kode angka sesuai
dengan petunjuk.
3. Tabulating
Untuk mempermudah analisa data dan pengolahan data serta
pengambilan kesimpulan data dimasukkan kedalam bentuk
table distribusi.
b. Analisis data
1. Univariat
Data diolah dan disajikan kemudian dipresentasikan dan
uraikan dalam bentuk table dengan menggunakan rumus:
Keterangan :
f : variabel yang diteliti
Kxn
fX
41
n : jumlah sampel penelitian
K: konstanta (100%)
X : Persentase hasil yang dicapai
2. Bivariat
Untuk mendeskripsikan hubungan antara independent
variabledandependent variable. Ujistatistik yang digunakan
adalahChi-Square. Adapun rumus yang digunakan untuk
Chi-Square adalah :
X2 =
fe
fefo 2
Keterangan :
Σ : Jumlah
X2 : Statistik Shi-Square hitung
fo : Nilai frekuensi yang diobservasi
fe : Nilai frekuensi yang diharapkan
Pengambilan kesimpulan dari pengujian hipotesa adalah ada
hubungan jika p value < 0,05 dan tidak ada hubungan jika pvalue > 0,05
atau X2hitung≥ X2tabel maka H0 ditolak dan H1 diterima yang berarti ada
hubungan dan X2hitung< X2tabel maka H0 diterima dan H1 ditolak yang
berarti tidak ada hubungan.
Untuk mendeskripsikan risiko independent variable pada
dependent variable. Ujistatistik yang digunakan adalah perhitungan Risk
42
Ratio (RR). Mengetahui besarnyaRR dapat diestimasi factor risiko yang
diteliti. Perhitungan RR menggunakan tabel 2x2 sebagai berikut:
Tabel1
Tabel Kontegensi 2 x 2 Risk Ratio Pada Penelitian Cohor Retropektif
Pemberian
misoprostol
Lama induksi persalinan Jumlah
6-18 jam 19-24 jam
Diberikan A b a+b
Tidak diberikan C d c+d
Keterangan :
a :jumlah kasus dengan risiko positif
b :jumlah control dengan risiko positif
c :jumlah kasus dengan risiko negatif
d :jumlah control dengan risiko negatif
Estimasi Confidence Interval (CI) ditetapkan pada tingkat
kepercayaan 95% dengan interpretasi:
Jika OR > 1 : faktor yang diteliti merupakan factor risiko
Jika OR = 1 :faktor yang diteliti bukan merupakan factor risiko (tidak ada
hubungan)
Jika OR < 1 : faktor yang diteliti merupakan factor protektif
43
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
Penelitian tentang pengaruh pemberian misoprostol dalam induksi
persalinan pada kehamilan serotinus di Rumah Sakit Bahteramas Provinsi
Sulawesi Tenggara pada bulan November tahun 2017.Sampel penelitian
adalah ibu bersalin dengan serotinus yang berjumlah 114 ibu.Setelah data
terkumpul, maka data diolah dan dianalisis.Data disajikan dalam bentuk
distribusi frekuensi dan beserta keterangan penjelasan dari isi tabel.Hasil
penelitian terdiri dari gambaran umum lokasi penelitian, analisis
univariabel dan bivariabel.
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
a. Letak Geografis
Sejak bulan oktober 2012 RSU Provinsi Sulawesi Tenggara telah
menempati lokasi baru di jalan Kapten Piere Tendean kecamatan Baruga
Kendari luas lahan 170.000 m2. Di RSU Bahteramas terdapat bangunan
baru kelas 3 yang bernama Laika Waraka. Ruangan laika Waraka terdiri 2
lantai ruangan perawatan.Lantai atas adalah perawatan untuk penyakit
interna infeksius dan non infeksius.Lantai bawah terdiri dari ruangan
perawatan bedah dan obsgyn.Ruangan laika waraka obsgyn memiliki bed
pasien sebanyak 21 yang merawat kasus kebidanan pasca melahirkan
normal, operasi sectio cesaria dan kasus ginekologi. RSU bahteramas
memiliki batas – batas wilayah :
44
a. Sebelah utara : BTN Beringin
b. Sebelah timur : Kantor Laboratorium Pertanian
c. Sebelah selatan : Jalan Piere Tendean
d. Sebelah barat : Polsek Baruga.
Pada tanggal 21 Desember 1998, RSU Provinsi Sulawesi Tenggara
meningkat menjadi Type B ( non pendidikan ) sesuai dengan SK Menkes
No 1482/Menkes/SK/XII/1998 dan di tetapkan dengan perda No .3 tahun
1999 tanggal 8 mei 1999. Kedudukan Rumah Sakit secara teknis berada
di bawah Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara dan secara taktis
berada di bawah dan tanggung jawab kepada Gubernur.
2. Visi, Misi dan Dasar Pelaksanaan Kerja
a. Visi
Visi Rumah sakit Umum Bahteramas Provinsi Sulawesi
Tenggara yaitu “Menjadikan Rumah Sakit Umum Bahteramas
Provinsi Sulawesi Tenggara sebagai Rumah Sakit berkualitas di
Provinsi Sulawesi Tenggara dan sekitarnya dengan mewujudkan
pelyanan prima yang professional sesuai kemampuan sumber daya
manusia serta ilmu pengetahuan dan teknologi”.
b. Misi
1) Menyelanggarakan pelayanan Kesehatan prima, dan
terjangkau oleh masyarakat.
2) Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia
danprofesionalisme petugas melalui pendidikan dan pelatihan.
45
3) Menyelenggarakan pembangunan fisik provinsi Sulawesi
Tenggara.
c. Dasar Pelaksanaan Kerja
1) PP Nomor 40 tahun 2001 tentang Pengelolaan Rumah Sakit.
2) Peratuaran daerah Nomor 3 tahun 1999 tentang organisasi
dan tata kerja RSUD Provinsi.
3) Keputusan Mentri Kesehatan No. 436 tahun 1996 tentang
Akreditasi Rumah Sakit.
2.Analisis Univariabel
Analisis univariabel adalah analisis setiap variabel untuk
memperoleh gambaran setiap variabel dalam bentuk distribusi
frekuensi.Variabel yang dianalisis adalah pemberian misoprostol dan lama
induksi persalinan.Hasil analisis univariabel sebagai berikut:
a. Pemberian Misoprostol Pada Ibu Bersalin Serotinus di Rumah
Sakit Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara
Pemberian misoprostol pada ibu bersalin serotinusadalah
penggunaan suatu prostaglandin E1 sintetik sebagai obat induksi
persalinanyang berguna untuk mematangkan serviks hingga pembukaan
10 cm pada ibu bersalin serotinus. Pemberian misoprostol dalam
penelitian ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu diberikan dan tidak
diberikan. Hasil penelitian tentang pemberian misoprostoldapat dilihat
tabel 1.
46
Tabel 1 Distribusi PemberianMisoprostolPada Ibu Bersalin Serotinus
di Rumah Sakit Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Pada bulan Januari 2015 hingga Oktober tahun 2017
PemberianMisoprostol n %
Diberikan 57 50,0 Tidakdiberikan 57 50,0
Total 114 100 Sumber: Data Primer
Kesimpulan pada tabel 1 adalah dari 114 responden terdapat 57
orang ibu bersalin serotinus (50,0%) yang diberikan misoprostol dan
terdapat 57 orang ibu bersalin serotinus (50,0%) yang tidak diberikan
misoprostol.
b. Lama Induksi Persalinan Pada Ibu Bersalin Serotinus di Rumah
Sakit Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara
Lama induksi persalinan pada ibu bersalin serotinusadalah waktu
antara dimulainya induksi hingga saat bayi lahir yang dinyatakan dalam
jam. Lama induksi persalinan dalam penelitian ini dibagi menjadi 2
kategori yaitu 6-18 jam, 19-24 jam. Lama induksi persalinandapat dilihat
tabel 2.
Tabel 2 Distribusi Lama Induksi Persalinan Pada Ibu Bersalin Serotinus di Rumah Sakit Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Pada bulan Januari 2015
hingga Oktober tahun 2017
Lama Induksi Persalinan (Jam)
N %
6-18 jam 65 57,0 19-24 jam 49 43,0
Total 114 100
Sumber: Data Primer
47
Kesimpulan pada tabel 2 adalah dari 114 responden sebagian
besar lama induksi persalinan pada ibu bersalin serotinus pada 6-18 jam
sebanyak 65 orang (57,0%).
2. Analisis Bivariabel
Analisis bivariabel adalah analisis yang dilakukan untuk
menganalisis hubungan dua variabel.Analisis bivariabel bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel bebas dengan
variabel terikat dapat. Uji yang digunakan adalah Uji Kai Kuadrat atau Chi
Square. Untuk melihat besarnya risiko, uji yang digunakan adalah Risk
Ratio (RR).Analisis bivariabel pada penelitian ini yaitu analisispengaruh
pemberian misoprostol terhadap lama induksi persalinan pada ibu bersalin
serotinus.
Hasil penelitian tentang pengaruh pemberian misoprostol terhadap
lama induksi persalinan pada ibu bersalin serotinus di Rumah Sakit
Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3 Pengaruh Pemberian Misoprostol Terhadap Lama Induksi PersalinanPada
Ibu Bersalin Serotinus Di Rumah Sakit Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara Pada bulan Januari 2015 hingga
Oktober tahun 2017
Lama Induksi Persalinan
Kelompok Intervensi
Kelompok Kontrol
X2
(pvalue) RR (95%CI)
n % n %
6-18 jam 42 73,7 23 40,4 12,921 (0,000)
2,111 (1,335-3,338) 19-24 jam 15 26,3 34 59,6
Total 57 100 57 100 P < 0,05
48
Kesimpulan pada tabel 3 adalah dari 57 responden yang diberikan
misoprostol sebagian besar lama induksi persalinan dalam 6-18 jam yaitu
42 orang responden (73,7%) sedangkan dari 57 responden yang tidak
diberikan misoprostol sebagian besar lama induksi persalinan dalam 19-
24 jam yaitu 34 orang responden (59,6%). Ada pengaruh pemberian
misoprostol terhadap lama induksi persalinanpada ibu bersalin serotinus di
Rumah Sakit Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara (p=0,001,
X2=12,921). Ibu bersalin serotinus yang diberikan misoprostol berisiko 2,1
kali untuk mengalami induksi persalinan selama 12-18 jam dibandingkan
yang tidak diberikan misoprostol.
C. Pembahasan
Hasil penelitian menyatakan bahwa ada pengaruh pemberian
misoprostol terhadap lama induksi persalinanpada ibu bersalin serotinus di
Rumah Sakit Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara (p=0,001,
X2=12,921). Ibu bersalin serotinus yang menggunakan misoprostol
berisiko 2,1 kali untuk mengalami induksi persalinan selama 12-18 jam
dibandingkan yang tidak menggunakan misoprostol. Hasil penelitian ini
sesuai dengan hasil penelitian Phitra (2010) yang menunjukkan ada
pengaruh misoprostol terhadap induksi persalinan pada kehamilan
serotinus di RSU PKU Muhammadiyah Delanggu Klaten. Demikian pula
hasil penelitian Yanis (2002) yang menyatakan bahwa ada pengaruh
misoprostol untuk induksi persalinan pada kehamilan lewat bulan.
49
Kehamilan postterm disebut juga kehamilan serotinus, kehamilan
lewat waktu, kehamilan lewat bulan, prolonged pregnancy, extended
pregnancy, postdate atau pascamaturita adalah kehamilan yang
berlangsung sampai 42 minggu (294 hari) atau lebih, dihitung dari hari
pertama haid terakhir menurut rumus Naegele dengan siklus haid rata –
rata 28 hari (Winkjosastro, 2010). Kejadian kehamilan serotinus sulit
ditentukan karena hanya sebagian kecil pasien yang mengingat tanggal
hari pertama haid terakhirnya dengan baik. Sehingga ketepatan diagnosis
kehamilan serotinus sangat tergantung dari ketepatan penghitungan usia
kehamilan atau menetapkan permulaan kehamilan berdasarkan HPHT
dengan asumsi menstruasi teratur yaitu siklus 28 hari sehingga dapat
diperhitungkan kemungkinan waktu persalinan dengan menggunakan
rumus Neagele (Sinclair, 2010).
Kejadian kehamilan serotinus dapat juga diketahui melalui hasil
pemeriksaan perawatan antenatal secara berkala dan pemeriksaan
ultrasonografi untuk memperkirakan berat janin, waktu persalinandan
kesejahteraan janin intra uteri (Manuaba, 2010).Penyebab pasti kehamilan
serotinus belum diketahui, tetapi beberapa kejadian yang dianggap
berhubungan dengan peristiwa ini adalah hipoplasia adrenal janin,
defisiensi sulfatase plasenta, anensephalus, dan tidak adanya hipofise
pada janin. Keadaan klinis ini menggambarkan bahwa kehamilan
serotinus berhubungan dengan hipoestrogen atau penurunan
50
kadarestrogen yang seharusnya tinggi pada kehamilan normal
(Cunningham, 2009).
Beberapa teori yang diajukan pada umumnya menyatakan bahwa
terjadinya kehamilan serotinus sebagai akibat gangguan terhadap
timbulnya persalinan.Beberapa penulis menyatakan bahwaseorang ibu
yang mengalami kehamilan postterm kecenderungan untuk melahirkan
lewat bulan pada kehamilan berikutnya. Mogren (1999) seperti dikutip
Cunningham, menyatakan bahwa bilamana seorang ibu mengalami
kehamilan postterm saat melahirkan anak perempuan, maka besar
kemungkinan anak perempuannya akan mengalami kehamilan postterm.
Pada kehamilan serotinus resiko morbiditas dan mortalitas perinatal
meningkat menjadi 3 kali lebih tinggi daripada kehamilan aterm.
Pengaruhnya pada bayi bermacam–macam salah satunya adalah
peningkatan berat badan janin yang terus bertambah, tidak bertambah,
kurang dari semestinya, atau bahkan meninggal dalam kandungan karena
kekurangan nutrisi dan oksigen. Angka kematian janin pada kehamilan
serotinus terjadi 30%pada pra persalinan, 55% pada persalinan, dan 15%
pada pasca persalinan (Winkjosastro, 2010).
Penatalaksanaan kehamilan serotinus sampai saat ini masih
terdapat perbedaan pendapat. Beberapa kontroversi dalam pengelolaan
kehamilan serotinus antara lain adalah apakah sebaiknya dilakukan
pengelolaan secara aktif yaitu induksi setelah ditegakkan diagnosis
serotinus ataukah sebaiknya dilakukan pengelolaan secara ekspektatif
51
atau menunggu. Bila dilakukan pengelolaan secara aktif apakah
kehamilan sebaiknya diakhiri pada usia kehamilan 41 minggu atau 42
minggu dengan melakukan induksi persalinan (Winkjosastro, 2010).
Induksi persalinan adalah stimulasi persalinan sebelum ada tanda
persalinan spontan. Indikasi umum untuk induksi persalinan antara lain
adalah ketuban pecah tanpa tanda spontan persalinan, hipertensi ibu,
status janin meragukan, dan gestasi pascamatur (Cunningham, dkk.
2009).
Induksi merupakan usaha untuk menambah kekuatan, frekuensi dan
durasi kontraksi uterus karena dinilai terlalu lemah dan tidak efektif untuk
menyebabkan kemajuan persalinan. Induksi persalinan umumnya terjadi
antara 10% sampai dengan 20% dari seluruh persalinan dengan berbagai
indikasi, baik pada ibu maupun janin. Sedangkan keberhasilan induksi
persalinan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti paritas, umur
kehamilan, berat badanlahir, interval kehamilan dan persalinan, infeksi
intrauterine, pemeriksaan masa hamil, saat dilakukan induksi, selaput
ketuban dan nilai Bishop (Manuaba, 2010).
Induksi persalinan adalah proses dimana kontraksi uterus dimulai
dengan bantuan farmakologi medis atau tindakan medis sebelum ada
tanda persalnan normal. Induksi persalinan sebaiknya dipertimbangkan
ketika keuntungan bagi ibu dan bayi lebih banyak daripada resiko
kerugian yang mungkin terjadi.Induksi persalinan adalah upaya untuk
melahirkan janin dalam keadaaan belum terdapat tanda – tanda
52
persalinan atau belum inpartu dengan kemungkinan janin dapat hidup di
luar kandungan. Untuk terjadinya proses persalinan diperlukan dua faktor
yaitu kematangan serviks dan kontraksi uterus yang efektif. Kedua faktor
tersebut harus dipenuhi agar induksi persalinan berhasil (Manuaba, 2010).
Serviks sendiri terdiri dari jaringan ikat longgar dan padat.Komponen
utama dari jaringan ikat ini adalah kolagen dengan sejumlah jaringan
elastis. Kolagen terdiri dari serat padat regular yang tersusun dalam
kesatuan paralel yang terkait satu sama lain dengan tautan silang.
Substansi dasar jaringan ikat ini adalah proteoglikan kompleks yang terdiri
dari rantai glikosaminoglikan sebagai protein inti dan bertaut dengan kuat
pada rantai asam hyaluronik. Dengan bertambahnya usia kehamilan,
vaskularisasi bertambah dan menyebabkan leukosit dan makrofag
bermigrasi keluar pembuluh darah ke dalam stroma serviks. Pemecahan
enzimatik dari serat kolagen ini oleh kolagenase dan matriks
metalproteinase oleh fibroblast dan lekosit menyebabkan pelunakan
serviks (Cunningham, 2009).
Indikasi utama dari induksi persalinan harus memperhatikan kondisi
ibu dan janin.Induksi harus dipertimbangkan ketika keuntungan melebihi
resiko yang dapat ditimbulkan. Sebelum induksi beberapa hal sebaiknya
dinilai dan diperhatikan adalah indikasi dan kontraindikasi, usia kehamilan,
kondisi serviks, kondisi amnion, dan kesejahteraan janin.
Resiko potensial dari induksi persalinan adalah peningkatan
kemungkinan seksio sesaria, hiperstimulasi, kegawatan janin, ruptur uteri,
53
aspirasi meconium dan prolapsus tali pusat (Manuaba, 2010).Beberapa
ahli obstetri menganggap kondisi serviks dapat memperkirakan waktu
terjadinya kelahiran. Metode yang paling sering digunakan untuk menilai
kondisi serviks adalah skor Bishop karena simple dan memiliki nilai
prediktif yang paling baik. Sistem skor ini menggunakan dilatasi serviks,
penipisan konsistensi, posisi dan penurunan kepala janin.Kondisi atau
kelayakan (favorability) serviks sangat penting bagi induksi
persalinan.Pada banyak kasus, teknik induksi yang dipilih bergantung
pada perkiraan kemungkinan keberhasilan.Karakteristik fisik servik dan
segmen bawah uterus merupakan faktor yang sangat penting.
Salah satu indikasi induksi persalinan adalah kehamilan serotinus
atau kehamilan lewat waktu.Mempertahankan kehamilan pada kondisi
lewat waktu dapat membahayakan bagi ibu dan janin.Kondisi serviks telah
lama digunakan sebagai faktor penting sebelum melakukan induksi.Dalam
beberapa tahun terakhir, telah diketahui bahwa kondisi serviks yang
kurang mendukung juga kurang mendukung suksesnya persalinan
pervaginam. Penipisan dan pelebaran serviks adalah sebuah proses
dimana serviks membuka, melunak dan menipis.
Pada keadaan serviks yang belum matang dan kurang mendukung,
proses pematangan tentulah sangat perlu dipertimbangkan sebelum
melakukan induksi.Salah satu obat yang digunakan dalam induksi
persalinan adalah Misoprostol. Hasil penelitian menyatakan bahwa Ibu
bersalin serotinus yang menggunakan misoprostol berisiko 2,1 kali untuk
54
mengalami induksi persalinan selama 12-18 jam dibandingkan yang tidak
menggunakan misoprostol.
Misoprostol adalah suatu prostaglandin E1 sintetik yang saat ini
tersedia dalam sediaan tablet 100µg untuk mencegah ulkus peptikum.
Sebagai induksi obat ini digunakan “off label” untuk mematangkan
serviks.Misoprostol mempunyai susunan kimiawi C22H38O5 dengan nama
kimiawi methyl 11 alpha, 16 dihydroksi 16 methyl 9, oxoprost 13. Tersedia
dalam 3 kemasan yaitu 100 mikrogram, 200 mikrogram, dan 400
mikrogram (Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK-UI, 2011).Pada
uterus misoprostol menimbulkan kontraksi miometrium dan pematangan
serviks. Seperti pada prostaglandin, misoprostol bekerja dengan jalan
meningkatkan Ca2+ bebas intrasekuler. Proses ini menghasilakan
interaksi miosin terfosforilasi dan aktin. Pada saat yang sama terjadi
kontraksi terkoordinasi pada uterus. Pembukaan serviks terjadi sebagai
akibat kenaikan asam hialuronidase dan cairan serta penurunan dematan
sulfat dan kandroitin sulfat yang merupakan bahan dasara pembentukan
kolagen. Pada vagina prostaglandin dapat diabsorbsi dengan mudah dan
cepat sehingga dapat diberikan dalam bentuk tablet (Departemen
Farmakologi dan Terapeutik FK-UI, 2011).
Pada keadaan serviks yang belum matang dan kurang mendukung,
proses pematangan tentulah sangat perlu dipertimbangkan sebelum
melakukaninduksi.Misoprostol selain memiliki efek uterotoniknya juga
memiliki efekpada serviks yang sangat berguna pada serviks denga skor
55
bishop kurang dari 5.Meta analisis dari database Cochrane menyimpulkan
bahwa misoprostolvagina lebih efektif untuk menginduksi persalinan
dibandingkan dengan metodekonvensional menggunakan
oksitosin.Namun efek samping yang palingditakuti adalah hiperstimulasi
sehingga perlu pengawasan ketat dan dibutuhkanstudi-studi lanjutan.Juga
didapatkan angka kegagalan induksi yang lebihrendah sehingga
didapatkan pula angka seksio sesaria yang rendah (Permana, 2014).
Misoprostol memiliki sifat sitoprotektif yang merupakan indikasi terapi
dan memiliki 3 efek samping yaitu : diare, nyeri perut dan uterotonik. Efek
– efek ini terjadi berdasarkan kontak dari zat aktif dengan reseptor secara
topikal dan sistemik pada organ – organ yang terkait.Obat ini dipasarkan
dalam bentuk ikatan kovalen yang dapat terhidrosila, sehingga
pelepasannya terkontrol hanya pada suasana asam.
Misoprostol bersifat agonis, antagonis atau keduanya terhadap
prostaglandin endogen, dimana kerjanya mencegah pelepasan sitokin
perusak jaringan dan mediator peradangan serta menjaga homeostasis.
Dimana misoprostol dalam kadar rendah (10-5M) menekan stimulai
interleukin (IL-1, IL-6, IL-8).Sampai sekarang literatur mengenai cara kerja
misoprostol untuk pematangaan serviks dan induksi masih terbatas. Pada
pemakaian pervagina efek akan didapatkan secra topikal. Metabolit aktif
dari misoprostol diduga berperan memacu terjadinya perubahan pada
jaringan penghubung dan kolagenase serviks. Karena perubahan tersebut
56
terjadi peningkatan hubungan kesenjangan dan peningkatan kadar
Ca++sehingga terjadi kontraksi miometrium (Muarif, 2012).
57
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Terdapat 57 orang ibu bersalin serotinus di RS Bahteramas
Kendari Sulawesi Tenggara yang diberikan misoprostol.
2. Ibu bersalin serotinus di RS Bahteramas Kendari Sulawesi
Tenggara yang diberikan misoprostol sebagian besar lama induksi
persalinannya selama 12-18 jam sedangkan pada ibu bersalin
Serotinus di RS Bahteramas Kendari Sulawesi Tenggara yang
tidak diberikan misoprostol sebagian besar lama induksi
persalinannya selama 19-24 jam.
3. Ada pengaruh pemberian misoprostol terhadap lama induksi
persalinan pada ibu bersalin serotinus di Rumah Sakit
Bahteramas Provinsi Sulawesi Tenggara. Ibu bersalin serotinus
yang diberikan misoprostol berisiko 2,1 kali untuk mengalami
induksi persalinan selama 12-18 jam dibandingkan yang tidak
diberikan misoprostol.
B. Saran
1. Misoprostol sangat bermanfaat bagi induksi persalinan pada ibu
bersalin serotinus maka diharapkan dapat dijadikan salah satu
pilihan dalam tindakan induksi persalinan.
58
2. Sebaiknya penggunaan misoprostol untuk induksi persalinan
dibatasi pada rumah sakit pendidikan dengan pengawasan ketat
dan tidak untuk digunakan secara bebas.
59
DAFTAR PUSTAKA
Astuti M. (2011). Buku Pintar Kehamilan. Jakarta: EGC.
Cunningham,dkk. (2009). Obstetri williams. Jakarta: EGC.
Departemen Farmakologi Dan Terapeutik FK - UI. (2011). Farmakologi dan Terapeutik. Jakarta: Badan penerbit FKUI (11th ed).
Dianggara PS. (2009). Perbandingan Induksi Misoprostol Dengan Induksi Oksitosin Terhadap lama Persalinan. Semarang: Bagian Obstetri dan ginekologi FK Sebelas Maret Surakarta.
Fraser DM. (2009). Buku Ajar Bidan. Jakarta: EGC.
Galal M, dkk. Postterm Pregnancy. FVV in obgyn, 2012, 4 (3): 175-187. [ Cited 8 Mei 2017] Available from URL : https:// http://www.fvvo.be/assets/294/04-Galal_et_al.pdf.
Gant NF., Cunningham FG. (2010). Dasar – Dasar Ginekologi Dan Obstetri. Jakarta: EGC.
JNPK-KR. 2012. Asuhan Persalinan Normal.
Ladewig PW, London ML, Olds SB. (2009). Asuhan ibu dan bayi baru lahir. Jakarta: EGC.
Lubis DN. (2010). Kehamilan Postterm. Presentasi Kasus.Bagian / SMF Obstetri Dan Ginekologi FK Unand RS Dr M Djamil. Padang.
Manuaba IB. (2010). Patologi Obstetri. Jakarta: EGC.
Muarif YS. (2012). Perbandingan Keberhasilan Misoprostol Dan Tetes Oksitosin Untuk Induksi. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Undip. Semarang.
Ngurah AG. (2004). Statistika. Jakarta. Raja Grafindo Persada.
60
Notoadmodjo S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta. Rineka Cipta.
Rayburn WF, Carey JC. (2001). Obstetri dan Ginekologi. Widya Medika. Jakarta.
Repository USU. (2015). Induksi Persalinan. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK USU. Medan.
Riyanto A (2011), Metodologi Penelitian Kesehatan. Nuha Medika. Yogyakarta
Rukiyah AY. (2009). Asuhan kebidanan II (Persalinan). Trans Info Median. Jakarta.
Sinclair C. (2010). Buku saku kebidanan. Jakarta. EGC
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung. PT Alfabeta.
Wiknjosastro GH. (2010). Ilmu kebidanan . Jakarta. PT. Bina Pustaka.
HASIL ANALISIS
Statistics
KELOMPOK PEMBUKAAN_LE
NGKAP
LAMA_INDUKSI_
PERSALINAN
N Valid 114 114 114
Missing 0 0 0
KELOMPOK
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
INTERVENSI 57 50,0 50,0 50,0
KONTROL 57 50,0 50,0 100,0
Total 114 100,0 100,0
LAMA_INDUKSI_PERSALINAN
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
12-18 JAM 65 57,0 57,0 57,0
19-24 JAM 49 43,0 43,0 100,0
Total 114 100,0 100,0
LAMA_INDUKSI_PERSALINAN * KELOMPOK
Crosstab
KELOMPOK Total
INTERVENSI KONTROL
LAMA_INDUKSI_PERSALINA
N
12-18 JAM
Count 42 23 65
% within KELOMPOK 73,7% 40,4% 57,0%
% of Total 36,8% 20,2% 57,0%
19-24 JAM
Count 15 34 49
% within KELOMPOK 26,3% 59,6% 43,0%
% of Total 13,2% 29,8% 43,0%
Total
Count 57 57 114
% within KELOMPOK 100,0% 100,0% 100,0%
% of Total 50,0% 50,0% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 12,921a 1 ,000
Continuity Correctionb 11,597 1 ,001
Likelihood Ratio 13,200 1 ,000
Fisher's Exact Test ,001 ,000
Linear-by-Linear Association 12,808 1 ,000
N of Valid Cases 114
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 24,50.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for
LAMA_INDUKSI_PERSALINA
N (12-18 JAM / 19-24 JAM)
4,139 1,874 9,140
For cohort KELOMPOK =
INTERVENSI
2,111 1,335 3,338
For cohort KELOMPOK =
KONTROL
,510 ,350 ,744
N of Valid Cases 114
MASTER TABEL
NO NAMA UMUR G P A UK LAMA
INDUKSI MISOPROSTOL
1 Ny. S 38th II I 0 42mgg1hr 12 YA
2 Ny.R 18 th I 0 0 42-43 mgg 12 YA
3 Ny.D 32 th V II II 42-43 mgg 12 YA
4 Ny.R 27 th II I 0 42-43 mgg 12 YA
5 Ny.A 24 th II 0 I 42-43 mgg 12 YA
6 Ny.A 39 th VI V 0 42-43 mgg 12 YA
7 Ny.F 32 th III II 0 42-43 mgg 12 YA
8 Ny.L 28 th II I 0 42-43 mgg 12 YA
9 Ny.E 33 th III II 0 42-43 mgg 12 YA
10 Ny.J 18 th I 0 0 42-43 mgg 12 YA
11 Ny.R 23 th I 0 0 42-43 mgg 12 YA
12 Ny.D 28 th V III I 42-43 mgg 12 YA
13 Ny.N 28 th II I 0 42-43 mgg 12 YA
14 Ny.W 30 th I 0 0 42-43 mgg 12 YA
15 Ny.N 18 th I 0 0 42-43 mgg 12 YA
16 Ny.Y 21 th I 0 0 42-43 mgg 18 YA
17 Ny.S 26 th II I 0 42-43 mgg 12 YA
18 Ny.R 21 th I 0 0 42-43 mgg 18 YA
19 Ny.D 23 th I 0 0 42-43 mgg 12 YA
20 Ny.T 34 th II I 0 42-43 mgg 12 YA
21 Ny.S 30 th IV III 0 42-43 mgg 18 YA
22 Ny.N 35 th V III I 42-43 mgg 18 YA
23 Ny.R 33 th IV III 0 42-43 mgg 12 YA
24 Ny.F 33 th III II 0 42-43 mgg 12 YA
25 Ny.A 28 th I 0 0 42-43 mgg 18 YA
26 Ny.I 26 th II 0 I 42-43 mgg 12 YA
27 Ny.S 28 th III II 0 42-43 mgg 12 YA
28 Ny.U 40 th V IV 0 42-43 mgg 18 YA
29 Ny.W 41 th III II 0 42-43 mgg 12 YA
30 Ny.R 37 th IV III 0 42-43 mgg 18 YA
31 Ny.S 30 th V III I 42-43 mgg 12 YA
32 Ny.A 36 th IV III 0 42-43 mgg 12 YA
33 Ny.F 37 th IV III 0 42-43 mgg 12 YA
34 Ny.R 24 th II I 0 42-43 mgg 18 YA
35 Ny.Y 18 th I 0 0 42-43 mgg 18 YA
36 Ny.U 34 th IV III 0 42-43 mgg 12 YA
37 Ny.E 35 th II I 0 42-43 mgg 12 YA
38 Ny.S 32 th III II 0 42-43 mgg 18 YA
39 Ny.R 30 th II I 0 42-43 mgg 12 YA
40 Ny.M 19 th I 0 0 42-43 mgg 12 YA
41 Ny.L 19 th I 0 0 42-43 mgg 12 YA
42 Ny.W 22 th I 0 0 42-43 mgg 12 YA
43 Ny.Y 38 th IV II I 42-43 mgg 18 YA
44 Ny.R 24 th II I 0 42-43 mgg 12 YA
45 Ny.Z 26 th III II 0 42-43 mgg 12 YA
46 Ny.T 30 th III II 0 42-43 mgg 18 YA
47 Ny.S 19 th I 0 0 42-43 mgg 18 YA
48 Ny.M 19 th I 0 0 42-43 mgg 12 YA
49 Ny.A 32 th IV III 0 42-43 mgg 12 YA
50 Ny.D 20 th I 0 0 42-43 mgg 18 YA
51 Ny.F 32 th I 0 0 42-43 mgg 12 YA
52 Ny.N 28 th II I 0 42-43 mgg 12 YA
53 Ny.K 29 th IV II I 42-43 mgg 12 YA
54 Ny.P 31 th II I 0 42-43 mgg 18 YA
55 Ny.H 25 th III I I 42-43 mgg 12 YA
56 Ny.H 27 th I 0 0 42-43 mgg 12 YA
57 Ny.L 22 th I 0 0 42-43 mgg 12 YA
58 Ny.D 28 th I 0 0 42-43 mgg 24 TIDAK
59 Ny.R 19 th I 0 0 42-43 mgg 24 TIDAK
60 Ny.A 32 th III II 0 42-43 mgg 12 TIDAK
61 Ny.N 20 th I 0 0 42-43 mgg 24 TIDAK
62 Ny.K 32 th III II 0 42-43 mgg 12 TIDAK
63 Ny.P 30 th I 0 0 42-43 mgg 24 TIDAK
64 Ny.H 19 th I 0 0 42-43 mgg 24 TIDAK
65 Ny.H 32 th I 0 0 42-43 mgg 24 TIDAK
66 Ny.S 20 th IV II 0 42-43 mgg 18 TIDAK
67 Ny.R 32 th III II 0 42-43 mgg 24 TIDAK
68 Ny.D 28 th III II 0 42-43 mgg 24 TIDAK
69 Ny.R 29 th II I 0 42-43 mgg 24 TIDAK
70 Ny.A 31 th IV III 0 42-43 mgg 18 TIDAK
71 Ny.A 30 th IV III 0 42-43 mgg 24 TIDAK
72 Ny.F 36 th III II 0 42-43 mgg 24 TIDAK
73 Ny.S 37 th II I 0 42-43 mgg 18 TIDAK
74 Ny.F 24 th II I 0 42-43 mgg 24 TIDAK
75 Ny.U 18 th III II 0 42-43 mgg 12 TIDAK
76 Ny.S 24 th III II 0 42-43 mgg 24 TIDAK
77 Ny.W 39 th II I 0 42-43 mgg 18 TIDAK
78 Ny.R 32 th II I 0 42-43 mgg 24 TIDAK
79 Ny.S 28 th III 0 II 42-43 mgg 24 TIDAK
80 Ny.A 33 th II I 0 42-43 mgg 18 TIDAK
81 Ny.A 30 th IV III 0 42-43 mgg 18 TIDAK
82 Ny.S 19 th I 0 0 42-43 mgg 24 TIDAK
83 Ny.W 19 th I 0 0 42-43 mgg 24 TIDAK
84 Ny.R 22 th II I 0 42-43 mgg 18 TIDAK
85 Ny.S 38 th I 0 0 42-43 mgg 18 TIDAK
86 Ny.A 24 th II I 0 42-43 mgg 24 TIDAK
87 Ny.F 30 th III II 0 42-43 mgg 12 TIDAK
88 Ny.F 19 th I 0 0 42-43 mgg 18 TIDAK
89 Ny.H 19 th I 0 0 42-43 mgg 24 TIDAK
90 Ny.L 24 th II I 0 42-43 mgg 12 TIDAK
91 Ny.L 18 th I 0 0 42-43 mgg 18 TIDAK
92 Ny.F 34 th III II 0 42-43 mgg 12 TIDAK
93 Ny.L 35 th II I 0 42-43 mgg 24 TIDAK
94 Ny.R 32 th IV III 0 42-43 mgg 12 TIDAK
95 Ny.Y 30 th III II 0 42-43 mgg 12 TIDAK
96 Ny.U 19 th I 0 0 42-43 mgg 24 TIDAK
97 Ny.E 22 th II I 0 42-43 mgg 24 TIDAK
98 Ny.S 38 th III II 0 42-43 mgg 18 TIDAK
99 Ny.F 28 th I 0 0 42-43 mgg 18 TIDAK
100 Ny.A 40 th II 0 0 42-43 mgg 18 TIDAK
101 Ny.I 41 th II I 0 42-43 mgg 24 TIDAK
102 Ny.F 37 th IV III 0 42-43 mgg 24 TIDAK
103 Ny.R 34 th III II 0 42-43 mgg 24 TIDAK
104 Ny.Z 35 th I 0 0 42-43 mgg 18 TIDAK
105 Ny.T 39 th I 0 0 42-43 mgg 24 TIDAK
106 Ny.S 18 th I 0 0 42-43 mgg 24 TIDAK
107 Ny.M 32 th IV III 0 42-43 mgg 18 TIDAK
108 Ny.A 27 th III II 0 42-43 mgg 24 TIDAK
109 Ny.D 24 th II I 0 42-43 mgg 24 TIDAK
110 Ny.F 39 th IV III 0 42-43 mgg 24 TIDAK
111 Ny.D 32 th II I 0 42-43 mgg 24 TIDAK
112 Ny.N 28 th I 0 0 42-43 mgg 24 TIDAK
113 Ny.W 33 th I 0 0 42-43 mgg 24 TIDAK
114 Ny.N 18 th II I 0 42-43 mgg 24 TIDAK