-
117
LIMA
KONFLIK DAYAK VS TAMBANG
Pengantar
Sepanjang pemerintahan Orde Baru, hasil sumber daya alam di
Kalimantan Tengah tidak habis-habisnya dieksploitasi, sehingga ada
banyak kelompok-kelompok masyarakat asli atau masyarakat adat
Dayak Kalimantan Tengah “harus” bangkit melakukan perlawanan
terhadap para pengusaha tambang karena hutan, tanah dan air yang
menjadi identitasnya terus diambil alih. Karenanya benar apabila Usop
(2008) menyatakan bahwa orang Dayak memiliki sejarah panjang
tentang berbagai konflik dengan para investor yang datang untuk
mengambil keuntungan.
Pada awalnya konflik yang terjadi di Kalimantan merupakan
konflik antar suku di mana orang Dayak harus menjalankan ritual adat
habunu (bunuh-membunuh), dan hajipen (saling memperbudak). Dari konflik antar suku kemudian berkembang menjadi konflik antar etnis
seiring dengan masuknya para transmigrasi dan puncaknya terjadi pada
tahun 1991 yang kemudian dikenal dengan peristiwa “sampit
berdarah” (Usop, Sidik, 2011). Konflik yang sekarang berkembang
adalah konflik dengan para pengusaha yang datang untuk mengambil
alih tanah-tanah yang diklaim orang Dayak sebagai tanah adatnya atau
sebagai tempat mempertahankan hidupnya untuk berkebun dan
berladang. Konflik ini terjadi karena orang Dayak tidak ingin hidupnya
terus tersingkir dari ruang kehidupannya yang kemudian dalam bahasa
Dayak disebut sebagai Ji Tempun Petak Manana Sare.
-
ORANG DAYAK MELAWAN TAMBANG Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual
118
Bagaimana situasi konflik berikut peran dan kepentingan dari para
aktor di dalamnya serta isu-isu yang menjadi pemicu konflik menjadi
pokok bahasan dalam bab ini. Dimulai dengan penggambaran sumber
konflik antara orang Dayak vs PT IMK, kemudian diteruskan dengan
menjelaskan peran aktor dengan berbagai kepentingan sebagai pemicu
munculnya konflik antara orang Dayak dengan PT IMK.
PT Indo Muro Kencana sebagai Sumber Konflik
Perlawanan terhadap kegiatan usaha penambangan di Indonesia
terus menguat, seperti perlawanan terhadap PT Newmont Minahasa
Raya (NMR), anak perusahaan Newmont Mining Corp yang berbasis di Denver, AS, di Sulawesi Utara; dan PT Kelian Equatorial Mining
dimana 90 persen sahamnya dimiliki Rio Tinto, adalah pemegang
Kontrak Karya penambangan emas terbesar di Kalimantan Timur.
Rio Tinto, merupakan perusahaan tambang raksasa yang
berkantor pusat di London dan Melbourne, memiliki saham di Freeport McMoran, pemilik mayoritas saham PT Freeport Indonesia. Perlawanan ini terjadi karena ada kesadaran masyarakat bahwa
hadirnya perusahaan pertambangan ternyata tidak membawa berkah
tetapi membawa bencana. Hal ini ditunjukkan dari sejumlah seruan
yang disampaikan oleh kelompok masyarakat termasuk LSM untuk
menghentikan sementara seluruh kegiatan pertambangan mengingat
banyak permasalahan yang muncul dan tidak terselesaikan. Tuare
Natkime tetua adat Amungme menyesalkan adanya tambang di
wilayah adatnya: “sungguh, saya benar-benar marah kepada Tuhan.
Mengapa Dia harus menempatkan segala gunung-gunung yang indah
dan barang tambang itu di sini" (Paharizal dan Yuwono, 2016).
Catatan yang sama juga dialami masyarakat Oreng Kambang
ketika mereka harus berhadapan dengan Perusahaan Tambang Asing
dari Australia (PT IMK) yang telah memperoleh Kontrak Karya
Penambangan Emas sejak tahun 1985. Ungkapan salah seorang warga
Oreng Kambang; “Dua Puluh Enam Tahun, kami mengharap kehadiran
perusahaan mineral pertambangan emas PT IMK di desa kami bisa
-
Konflik Dayak vs Tambang
119
memberikan kesejahteraan dan memakmurkan masyarakat kami
khususnya desa-desa di Tanah Siang di mana tempat perusahaan yang
memiliki izin Kontrak Karya Generasi III Bahan Galian Emas.
Kenyataan yang terjadi justru bukan memberikan kedamaian malah
melecehkan warga. 15
Masyarakat Oreng Kambang kemudian bertekad untuk terus
melakukan perlawanan terhadap PT IMK guna mencari keadilan
terutama pengakuan terhadap hak-hak komunalnya yang selama ini
telah dirampas tanah, sungai-sungai dipenuhi limbah beracun, tempat-
tempat berusaha dirobahkan menjadi lobang-lobang mematikan, situs
budaya juga dijarah, kepercayaan kepada leluhur dan keyakinan
kepada Tuhan Yang Maha Esa dinodai oleh PT IMK yang hanya
bermodalkan selembar kertas yang bernama izin kontrak karya.
Awal konflik, ketika PT IMK datang ke Oreng Kambang dengan
membawa Kontrak Karya yang diberikan pemerintah langsung
menggeser dan mengambil alih seluruh tambang milik masyarakat
Oreng Kambang dan masyarakat sekitarnya. Dengan dukungan aparat
negara dalam hal aparat Pemerintah Daerah Kabupaten Dati II Barito
Utara (sekarang menjadi Kabupaten Murung Raya) dan pihak
kepolisian (pasukan Brimob), datang ke tambang milik masyarakat
Oreng Kambang menggusur dan mengusir mereka. Kekejian ini terus
berlangsung dari tahun 1987, di mana dalam proses penggusuran semua
sisa-sisa lobang mesin tumbuk batu, rumah-rumah penduduk diratakan
dengan traktor dan alat chainsaw. Lebih menyakitkan lagi bahwa dalam proses penggusuran; “tidak ada ganti rugi dengan jalan apapun”
tertanda Bupati seperti tertulis di papan setelah proses penggusuran. 16
Selain melakukan penggusuran terhadap tambang rakyat milik
masyarakat Oreng Kambang, dalam rangka perluasan wilayah
tambangnya, PT IMK juga melakukan eksploitasi di Kaki Gunung
Puruk Kambang yang bagi orang Dayak Siang Murung dan umat agama 15 Megapos. 31 Januari 2013, Permasalahan Puruk Kambang, Tokoh Desa Adukan PT IMK ke LMMDDKT. 16 Dokumen yang dipersiapkan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) untuk memberikan advokasi kepada masyarakat Adat Dayak dengan judul IMK Merampas, Dayak Terhempas (1999).
-
ORANG DAYAK MELAWAN TAMBANG Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual
120
Kaharingan merupakan kawasan yang sangat suci dan sakral. Kawasan
Gunung Puruk Kambang sejak tahun 1990 diberi status oleh negara 17
sebagai Situs Budaya yang keberadaaanya harus dilindungi. Walaupun
kawasan ini sudah dilindungi, namun pihak PT IMK tetap
menginginkan untuk mengeksploitasi kawasan ini.
Selain kedua permasalahan di atas, dampak negatif akibat
hadirnya PT IMK juga menjadi salah sumber konfik, seperti
pencemaran lingkungan yang dilaporkan oleh Tim Ekpedisi
Kathulistiwa (2012) di mana ada banyak sungai telah tercemar (sungai
Pute, Manawing, dan Mangkahui); juga ada penghilangan sungai di pit
Sarujan (sungai Sarujan, sungai Salampong, sungai Lahing, sungai
Kalang Tantatarai, sungai Takukui, sungai Sangiran Lika, Sangiran
Ma‟lu, sungai Tino, sungai Hanjung, sungai Mahaloe, dan sungai
Nangor) yang juga digunakan sebagai tempat pembuangan limbah
pembangkit listrik dari pabrik dan reklaming tambang, ada sekitar 33
lobang tambang yang tidak ditutup. Disamping itu ada 3 (tiga) sungai
yang sudah tercemari zat asam tambang (sianida) dan juga mercury,
yaitu; sungai Mangkahui, sungai Manawing dan sungai Babuat.
Jelasnya dapat dilihat pada gambar 5.1. di bawah ini.
Dampak yang lain adalah terjadinya perubahan bentang lahan
yang diakibatkan pola penambangan ovenvit area, dan gejolak sosial. Sebelum masuknya PT IMK, di beberapa kawasan terutama yang
menuju ke Situs Puruk Kambang masih hutan dan menjadi
supermarket dan apotik hidup bagi masyarakat Oreng Kambang.
Kawasan tersebut sudah hancur, ikan dan binatang buruan, burung-
burung, sayur-sayuran serta obat-obatan (fauna dan flora) sampai
untuk memenuhi kebutuhan peralatan rumah tangga serta
perlengkapan ritual adat sudah punah. Hal ini menambah panjang
17 Situs Budaya Puruk Kambang terdaftar di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalimantan Tengah dengan nomor daftar Inventarisasi 301 tahun 1993 sebagai benda Cagar Budaya; Surat Gubernur Provinsi Kalimantan Tengah kepada Bupati KDH Tk II Barito Utara bernomor 522.5/1916/Ek, tertanggal 7 November 1994 juga surat Direktorat Jenderal Pertambangan Umum Departemen Pertambangan dan Energi kepada direksi PT Indo Muro Kencana bernomor 1809 A/20/DJP/1994 tertanggal 30 September 1994 perihal Pelestarian Puruk Kambang.
-
Konflik Dayak vs Tambang
121
permasalah terkait dengan hilangnya memori sosial masyarakat atau
perampasan nilai-nilai sosial budaya masyarakat yang hidup dan
berkembang sejak zaman dahulu sebelum masuknya kolonialisasi dan
imperialisasi baru berbentuk penguasaan invetasi (PT IMK) untuk
pengerukan sumber daya alam di bumi Kalimantan. 18
Sumber : Hasil Penelitian, 2013
Gambar 5.1. Pembuangan Tailing, Lobang Penampungan Tailing,
Sungai yang Dialiri Mercuri, dan Penambangan di Kaki Puruk Kambang
Gambaran Konflik Masyarakat Oreng Kambang vs PT IMK
Di Indonesia, pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam
seperti dimandatkan dalam UUD 1945 versi amandemen, digunakan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat terutama di pasal 33.19
18 Memori social yang dirasakan sudah tidak ada lagi adalah aturan pemamfaatan terbatas yang penuh dengan kearifan dan kebijaksanaan dalam memanfaatkan sumber daya alam. (Wawancara dengan warga masyarakat, Palangkaraya, 2012) 19 Pasal 33 UUH 1945 menegaskan bahwa: ”cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Kemudian dikatakan pula bahwa: ”bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara”.
-
ORANG DAYAK MELAWAN TAMBANG Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual
122
Sesuai dengan isi dari pasal 33, maka dapat dimaknai bahwa konsep
kemakmuran rakyat hanya bersifat populis di mana masyarakat
ditempatkan sebagai kelompok utama dan diajak untuk terlibat baik
pada saat pengambilan keputusan hingga dapat menikmati hasil
pengolahan sumber-sumber tersebut itu.
Keterlibatan masyarakat mutlak diperlukan dalam setiap
pemanfaatan sumber daya alam, tidak saja bagi penentuan arah tujuan
suatu kegiatan tetapi juga sebagai sarana pengawasan terhadap kegiatan
pengolahan sumberdaya alam tersebut. Peran serta rakyat penting
terutama menjaga keseimbangan hak negara yang dimandatkan pasal
33 UUD 1945 untuk mengatur, menyelenggarakan, menggunakan,
persediaan dan pemeliharaan sumberdaya alam serta pengaturan
hukumnya dengan hak rakyat untuk mendapatkan keuntungan
sebanyak-banyaknya dari pengolahan sumberdaya alam. Tidak hanya
itu, masyarakat juga diberikan kesempatan untuk mengelola sendiri
sumber daya alam yang dimilikinya.
Di pihak lain, dikatakan bahwa pertambangan itu sendiri tidak
diperkenankan beroperasi di tempat-tempat umum, seperti tempat-
tempat suci, perkuburan, pekerjaan-pekerjaan umum (jalan, saluran
air, listrik dan lain-lain), pemukiman, tanah-tanah pekarangan serta
tempat-tempat pekerjaan usaha pertambangan yang lain (pasal 16 ayat
2 UU No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pertambangan). Hal ini didasarkan pada pemahaman bahwa
kepentingan umum atau bersama adalah yang utama dan merupakan
kewajiban dari setiap pengelola pertambangan. Makna yang bisa
dijelaskan dari pasal ini adalah penghormatan terhadap tradisi dan
kehidupan masyarakat lokal (adat) yang tinggal di wilayah dan sekitar
pertambangan sudah diperkenankan.
Dalam banyak hal interpretasi pasal 16 ayat 2 UU No. 11 Tahun
1967 lebih menguntungkan perusahaan pertambang dalam skala besar
karena dapat masuk ke areal pertambangan rakyat. Pertambangan
rakyat yang sudah eksis sebelumnya digusur oleh pemegang kuasa
pertambangan (pengusaha nasional) dan pemegang kontrak karya
(pengusaha multinasional). Penggusuran tersebut terjadi karena para
-
Konflik Dayak vs Tambang
123
ahli profesional pemerintah dan pihak swasta selalu menilai bahwa
proses usaha pertambangan rakyat tidak diciptakan melalui prosedur
perijinan sebagaimana yang ditetapkan oleh pemerintah dan kemudian
mereka dikategorikan sebagai Pertambangan Emas yang Tidak
Memiliki Ijin atau disingkat PETI. 20 Dampaknya pertambangan rakyat
mudah digusur seperti yang dilakukan PT IMK terhadap penambang
rakyat di Oreng Kambang.
Atas dasar interpretasi terhadap pasal 16 ayat 2 UU No. 11 Tahun
1967 tersebut, setelah PT IMK resmi mengantongi ijin Kontrak Karya
dari pemerintah pada tahun 1985, di mana lokasi penambangan emas
berada di 3 (tiga) Kecamatan di Kabupaten Murung Raya, yaitu;
Kecamatan Permata Intan, Kecamatan Murung dan Kecamatan Tanah
Dayak, tentunya akan berdampak pada penggusuran aktifitas tambang
rakyat yang selama ini sudah ada dan dikelola oleh masyarakat Oreng
Kambang serta masyarakat sekitarnya. Sampai pertengahan tahun
1987, PT IMK masih memberikan kesempatan kepada para penambang
untuk tetap menambang.
Walaupun diberi keseempatan namun para penambang tetap
resah terutama para penambang di desa tetangga Oreng Kambang yaitu
desa Marindu di mana wilayah desa ini menjadi salah satu areal paling
awal yang dijadikan sebagai wilayah penambangan PT IMK (Haridison,
2006). Meskipun menghadapi kekecewaan, mereka tidak putus asa
tetapi terus melakukan upaya untuk memperoleh ijin sehingga dapat
memperoleh kekuatan secara hukum untuk terus menambang.
Didampingi LSM Yayasan Bina Sumber Daya atau disingkat YBSD,
mereka kemudian mengajukan perijinan dengan cara melayangkan
berbagai surat permohonan ijin 21 kepada pemerintah Desa, Kabupaten
20 Hasil wawancara dengan Prof Usop, 23 Nopember 2013 di Palangkaraya 21 Surat pemohonan yang dimaksud antara lain; 1) Surat permohonan masyarakat Desa Konut kepada Gubernur KDH TK. I Propinsi Kalimantan Tengah nomor: 72/Urpem/DK/KTS/1987, tanggal 15 Oktober 1987; (2) Surat permohonan/lanjutan dari Camat Tanah Siang, nomor: 166/RM/Bang/KTS/1987, tanggal 30 Oktober 1987; (3) Surat permohonan masyarakat Desa Konut tanggal 1 November 1987 yang kemudian direkomendasi oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional Daerah TK. II Kabupaten Barito Utara tanggal 5 Desember 1987; (4) Surat Rekomendasi Bupati KDH. Tingkat II Barito Utara nomor: 540/10/BK, tanggal 27 Januari 1988 kepada Gubernur KDH TK. I
-
ORANG DAYAK MELAWAN TAMBANG Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual
124
hingga Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dan Kementerian
terkait (Haridison, 2006). Upaya yang dilakukan para penambang
untuk memperoleh ijin nampaknya gagal karena tidak mendapat
tanggapan serius dari pihak pemerintah. Dengan kata lain, para
penambang siap untuk digusur karena dikategorikan sebagai
penambang ilegal atau PETI.
Tepatnya bulan September 1987 ujar seorang warga masyarakat 22,
PT IMK didukung aparat satuan tugas Pemerintah Daerah Tingkat II
Barito Utara dan pihak keamanan (Brimob) melakukan pengusuran dan
penutupan tambang emas milik rakyat dengan dalih bahwa aktivitas
tambang rakyat tidak sah secara hukum karena tidak memiliki ijin
(Peti). Wilayah penambangan yang sudah diserahkan pemerintah hak
pengelolaannya kepada PT IMK adalah seluas 47.962 hektar, maka
proses penggusuran dan penutupan tambang rakyat mulai dilakukan
tepatnya di wilayah kirikil I, kirikil II, dan kirikil III wilayah
Kecamatan Siang. Kegiatan pengusuran dan penutupan ini kemudian
dilanjutkan pada bulan Oktober 1987 dengan melibatkan tidak saja
personil kepolisian tetapi personil dari Angkatan Darat (YBSD, 1998).
Puncak penggusuran dan penutupan tambang rakyat terjadi pada
bulan Januari 1988 terutama di Luit Raya di pit tambang Serujan.
Petugas dari Pemerintah Daerah Tingkat II didukung aparat keamanan
menggusur semua sisa-sisa lobang mesin tumbuk batu, rumah-rumah
penduduk dengan traktor dan alat chainsaw sehingga rata dengan tanah. 23 Selain itu mereka juga menyita dan merampas barang-barang
milik masyarakat serta melakukan penangkapan terhadap 5 (lima)
orang warga masyarakat Oreng Kambang. Meskipun terjadi
Propinsi Kalimantan Tengah; dan (5) Surat permohonan masyarakat Desa Konut kepada nomor: 01/Urpem/DK/KTS/1991, kepada Gubernur KDH TK. I Propinsi Kalimantan Tengah, Menteri Pertambangan dan Energi, Menteri Dalam Negeri. 22 Wawancara dilakukan dengan seorang warga masyarakat Dayak Siang yang sedang melakukan pembicaraan dengan LMDDKT di Palangkaraya pada tanggal 14 Maret 2013. 23 Hasil wawancara dengan seorang warga yang juga penambang menceritakan bahwa pada saat terjadinya penggusuran dan penutupan tambang miliknya mesin tumbuk untuk pemurnian emas miliknya diporak-porandakan dan dipotong dengan chainsaw oleh aparat Brimob (Palangkaraya, Maret 2012).
-
Konflik Dayak vs Tambang
125
penggusuran, tetapi masih ada sekelompok penambang (rakyat) yang
terus melakukan aktifitas penambangannya hingga akhir tahun 1990.
Dampak dari penggusuran adalah terjadinya penghentian dan
pengungsian seluruh aktifitas pertambangan yang dikelola oleh rakyat.
Mengenai peta konflik dapat dilihat pada gambar 5.2. dan 5.3 di bawah
ini.
Sumber : GIS LMMDD-KT, 2017
Gambar 5.2.
Peta Desa Oreng Kambang Menjadi Daerah Konflik
-
ORANG DAYAK MELAWAN TAMBANG Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual
126
Sumber : ASX Release, 2012
Gambar 5.3.
Peta Konflik PT IMK dan Para Penambang
Disamping melakukan penggusuran terhadap tambang rakyat di
lokasi penambangan, kegiatan lain yang dilakukan PT IMK adalah
melakukan eksplorasi areal dengan cara mengebor tanah hingga
mencapai lapisan bebatuan untuk melihat dan meneliti seberapa besar
kandungan emas di dalamnya. Hasilnya disimpulkan bahwa tidak
semua wilayah Kontrak Karya Tambang yang diberikan pemerintah
(secara administrasi berada di wilayah di Kecamatan Siang, Kecamatan
Permata Intan, dan Kecamatan Murung) mempunyai kandungan
deposit emas yang menurut ukuran PT IMK apabila ditambang akan
habis dalam jangka pendek. Wilayah yang mempunyai kandungan
deposit emas yang tidak memenuhi syarat untuk ditambang adalah
tambang emas di Marindu yang berada di wilayah DAS Desa Konut,
kecamatan Siang. Kesempatan ini kemudian dimanfaatkan oleh
beberapa penambang emas di Marindu meskipun secara diam-diam
karena kuatir akan digusur lain. 24
24 Hasil wawancara dengan dengan tokoh masyarakat Oreng Kambang di Palangkara, 20 Desember 2015.
-
Konflik Dayak vs Tambang
127
Aktivitas penambangan dan pengolahan emas oleh PT IMK terus
berjalan meskipun pada tahun 1993 terjadi pengambilalihan
pengelolaan PT IMK dari Duval Cooperation of Indonesia (Amerika), Pelsart Muro Pty Limited (Australia) dan Jason Mining (Australia) ke perusahaan Aurora Gold Limeted dari Autralia. Pergantian pengelola PT IMK pada dasarnya bertujuan menata kembali sistem manajemen
menuju ke arah yang lebih baik. 25 Bersamaan dengan pengambil-alihan
pengelolaan oleh perusahaan Aurora Gold Limited, masyarakat Oreng Kambang bersama dengan para tokoh adat mendiskusikan kembali
upaya-upaya untuk tetap mempertahankan Gunung Kambang atau
Puruk Kambang yang berada di wilayah penambangan PT IMK
sebagai situs budaya yang sudah mereka rintis sejak tahun 1990.
Mereka kemudian membuat surat dan memohon kepada pemerintah
dan pemerintah daerah agar Gunung Kambang atau Puruk Kambang
tetap diakui sebagai situs budaya. Surat ini mendapatkan tanggapan
positif baik dari pemerintah maupun dari pemerintah daerah. 26
Pengakuan pertama datang dari Kantor Wilayah Departeman
Pertambangan dan Energi Propinsi Kalimantan Tengah yang kemudian
dikuatkan oleh Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Kalimantan Tengah bahwa Puruk Kambang beserta
lingkungan di sekitarnya harus dilindungi dan dipertahankan
kelestariannya demi kepentingan masyarakat, ilmu pengetahuan,
bangsa dan negara. 27 Menindak lanjuti pengakuan tersebut, Direktor
Jenderal Pertambangan Umum Departemen Pertambangan dan Energi
Republik Indonesia mengeluarkan surat kepada PT IMK yang
menyatakan bahwa Puruk Kambang adalah bukit yang diyakini sebagai
25 Hasil wawancara dengan dengan mantan pegawai PT IMK di Oreng Kambang, 13 Juli 2016. 26 Hasil wawancara dengan dengan Ketua Adat Oreng Kambang di Oreng Kambang, 12 Juli 2016. 27 Surat dari Kantor Wilayah Departeman Pertambangan dan Energi Propinsi Kalimantan Tengah tertanggal 09 Juni 1994 No. 146/0057/PKY/1994 tentang Kelestarian Puruk Kambang. Untuk surat Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kalimantan Tengah tertanggal 27 Juni 1994 No. 2647/125.D2/J/1994 tentang Status Puruk Kambang di desa Orang, Kecamatan Tanah Siang, Kabupaten Barito Utara.
-
ORANG DAYAK MELAWAN TAMBANG Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual
128
tempat suci oleh masyarakat setempat. 28 Selanjutnya Gubernur
Kalimantan Tengah mengeluarkan surat kepada Bupati Kepala Daerah
Tingkat II Barito Utara memerintahkan mengambil langkah-langkah
yang diperlukan dalam rangka pengamanan, pembinaan, dan
pelestarian Puruk Kambang di Kawasan Desa Oreng Kambang,
Kecamatan Tanah Siang yang oleh masyarakat setempat diyakini
sebagai tempat suci atau keramat dan sebagai Situs Cagar Budaya.
Adanya surat tersebut menjadikan Puruk Kambang sebagai situs
budaya yang harus dipelihara dan dilestarikan keberadaaanya. Lebih
jelasnya lihat gambar 5.4. di bawah ini.
Meskipun penambangan dan pengolahan emas terus dilakukan
oleh PT IMK, masalah demi masalah kembali muncul terkait dengan
munculnya dampak negatif yang dirasakan oleh 15 desa yang berada di
sekitar tambang, 29 seperti yang ditunjukkan dari berbagai pelaporan
hasil pendampingan oleh YBSD Murung Raya, Walhi, dan Jatam.
Permasalahan yang dimaksud selain terjadinya penggusuran tambang
rakyat, khususnya wilayah perkampungan, di desa-desa resmi yang
diakui pemerintah; penggusuran tanah adat masyarakat berupa wilayah
perkebunan, perumahan, pertanian, ladang, tanah keramat, tanah
perkuburan tanpa ganti rugi, masalah lainnya terkait dengan
terjadinya pencemaran lingkungan akibat tailing (limbah) perusahaan, yaitu di DAS Muro Menawing, DAS Mangkahui, DAS Konut.
28 Surat dari Departeman Pertambangan dan Energi Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pertambangan Umum tertanggal 30 September 1994 kepada PT IMK No. 1809.A/20/DJP/1994 tentang Pelestarian Puruk Kambang dan Surat Guburner Propinsi Kalimantan Tengah tertanggal 07 Nopember 1994 kepada Bupati Kepala Daerah Tingkat II Barito Utara No. 522.5/1916/Ek. Tentang Pelestarian Puruk Kambang. 29 Catatan Walhi (2000), ada 15 Desa di 3 Kecamatan yang terkena dampak langsung terkait dengan Kehadiran PT IMK, yaitu; Desa Malasan (270 KK); (2) Desa Dirung Lingkin (60 KK); (3) Desa Hanangan (100 KK); (4) Desa Oreng Kambang (100 KK); (5) Desa Balawan (75 KK); (6) Desa Mongkulisoi (50 KK); (7) Desa Kahujan Unto (92 KK); (8) Desa Kerali (100 KK); (9) Desa Konut (100 KK); (10) Desa Datah Kuto (94 KK); (11) Desa Dirung (122 KK); (12) Desa Tumbang Bantian (83 KK); (13) Desa Muro (83 KK); (14) Desa Kambelum (86 KK), dan (15) Desa Batu Mirau (94 KK).
-
Konflik Dayak vs Tambang
129
Sumber : LMMDDKT, 2014
Gambar 5.4.
Lokasi Puruk Kambang, Penjaga Puruk Kambang, Lobang Suci dan
Sakral, Kubur Para Leluhur
Menghadapi berbagai dampak yang muncul, akhirnya masyarakat
Oreng Kambang memutuskan untuk melakukan perlawanan kepada
PT IMK di wilayah mereka melalui berbagai aksi protes dan
melaporkan berbagai permasalahan kepada instansi pemerintah, militer
maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Dimulai dengan
menayangkan surat kepada Camat, Bupati, Gubernur, hingga Pangdam
VI Tanjung Pura. Dalam perkembangannya, surat yang ditayangkan
tidak mendapatkan respon. Aksi selanjutnya adalah mengutus delegasi
ke Jakarta bertemu dengan Kementerian Dalam Negeri; Kementerian
Lungkungan Hidup; Kedutaan Australia di Jakarta; DPR RI khususnya
komisi VIII dan Komisi HAM. Kemudian pada tahun 1998 dengan
difasilitasi oleh koalisi ornop yang ada di Jakarta (Jatam, Walhi, dan
Elsam) mereka mendatangi secara khusus kantor pusat Aurora Gold Limited di Perth, Australia untuk menyampaikan aspirasi.
Misi delegasi masyarakat Oreng Kambang didampingi para ornop
untuk bertemu secara langsung dengan para pengambil keputusan di
tingkat pusat hingga di Australia nampaknya belum membuahkan
-
ORANG DAYAK MELAWAN TAMBANG Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual
130
hasil. Untuk itu mereka bersepakat untuk mengajukan gugatan PT
IMK secara hukum ke pengadikan negeri Jakarta. Menindak-lanjuti
kesepakatan ini dibentuklah Tim Advokasi Tambang Rakyat (TATR)
yang anggotanya terdiri dari perwakilan Walhi, Jatam, Alperudi,
YLBHI, PBHI, Elsam, dan LBH Jakarta) dan dari kelompok penambang
diwakili Anderas Udang. 30 Selain mempersiapkan gugutan hukum,
TATR juga diberi tugas untuk; (1) mengirimkan surat protes keras
kepada PT IMK dan Kapolri; (2) melakukan konferensi pers untuk
pernyataan sikap; (3) investigasi langsung ke lokasi; (4) dialog/hearing
dengan DPR RI Komisi VIII untuk mendesakkan agar memanggil
pimpinan PT IMK; dan (5) melakukan audiensi dengan Menteri
Pertambangan dan Energi untuk meminta penjelasan atas kasus ini.
Di tingkat lokal, juga dilakukan aksi damai dengan cara menutup
areal desa mereka yang digunakan sebagai jalan dari lokasi tambang
menuju pabrik. Aksi lain melakukan pendudukan lobang-lobang
tambang di lokasi penambangan PT IMK hingga melakukan pencurian
batu emas hasil pengembonan yang dilakukan PT IMK yang belum
sempat diambil untuk diolah. Dampak dari adanya gerakan perlawanan
masyarakat Oreng Kambang “memaksa” pihak PT IMK kembali duduk
bersama dengan masyarakat walaupun pada akhirnya juga tidak
menemukan kesepakatan untuk menyelesaikan permasalahan di atas.
Hal yang kemudian dilakukan masyarakat adalah tetap melakukan
pendudukan kembali (reklaiming) wilayah pertambangan yang telah
diambil alih oleh PT IMK tepatnya pada akhirnya pada tahun 1999.
Perlawanan yang dilakukan oleh kelompok masyarakat Oreng
Kambang kemudian mendapat tanggapan dari PT IMK dengan
membentuk Pam Swakarsa di mana anggotanya direkrut dari warga
masing-masing desa sebanyak 10 orang. Kemudian pada bulan Maret
2000, PT IMK dengan didukung pasukan Brimob (30 orang) dan Pam
Swakarsa kembali melakukan sweeping untuk memaksa penduduk yang menguasai tambang untuk meninggalkan lokasi tambang. Dengan
todongan senjata laras panjang yang dilakukan pasukan Brimob serta
melakukan penangkapan terhadap 9 (sembilan) orang termasuk
30 Hasil wawancara dengan Anderas Udang di Murung Raya, 13 Juli 2016.
-
Konflik Dayak vs Tambang
131
perempuan yang dianggap sebagai “provokator” yang berasal dari
masyarakat Oreng Kambang. 31 Akibat penangkapan ini, muncul
kegelisahan dan putusnya tali darah keluarga antara yang pro dan
kontra terhadap kehadiran PT IMK. Beberapa kasus diangkat oleh
Peneliti Jatam (2002), salah satunya kasus Pak Bia yang sangat anti
dengan hadirnya PT IMK. Sikap permusuhan muncul karena adik
kandungnya sendiri sangat berpihak dengan PT IMK. Akhirnya
hubungan persaudaran menjadi terputus. Hal yang sama juga terjadi
dengan Ibu Setiawati harus putus hubungan dengan anaknya walaupun
dia bekerja sebagai potong rumput di PT IMK. Kasus Ibu Rustiyati
(dikenal dengan Itar), merupakan salah seorang dari sembilan orang
yang ditangkap Brimob di mana keluarganya merupakan barisan yang
kuat melawan kehadiran PT IMK selalu berhadapan dengan keluarga
dekatnya yang lain pendukung PT IMK. Pada akhirnya tindakan yang
dilakukan PT IMK mendapat tanggapan keras dari TATR dan
mendesak Kapolri untuk menarik pasukan Brimob dari lokasi serta
membebaskan masyarakat yang ditangkap.
Kutukan keras ini nampaknya tidak mendapatkan respon dari
pihak kepolisian menyebabkan kelompok masyarakat Oreng Kambang
bersama dengan Walhi kembali mempersiapkan demontrasi tepatnya
tanggal 13 April 2000 bertemu Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda)
untuk menyampaikan surat protes atas tindakan anggotanya di
lapangan. Hasil yang sama juga terjadi karena demontrasi yang
dirancang justru tidak berjalan karena tidak memperoleh ijin dari
pihak kepolisian.
Di sisi lain, upaya PT IMK untuk terus menggusur para
penambang juga belum berakhir. Seiring dengan keluarnya Intruksi
Presiden No. 3 Tahun 2000 tentang Penambangan Liar, PT IMK
didukung aparat Pemerintah Daerah dan pihak keamanan serta Pam
Swakarsa memperoleh legitimasi untuk kembali melakukan
penggusuran terhadap para penambang tradisional yang sejak lama
31 Hasil wawancara dengan Mira aktifitas gerakan perlawanan kelompok Oreng Kambang di Oreng Kambang, 13 Juli 2016.
-
ORANG DAYAK MELAWAN TAMBANG Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual
132
melawan PT IMK. Walhi dan Jatam kembali mengeluarkan protes yang
pada akhirnya juga tidak memperoleh tanggapan.
Aksi teror, intimidasi, dan rekayasa terus terjadi dikarenakan PT
IMK tidak mau bertanggungjawab atas tuntutan masyarakat, serta
selalu melibatkan aparat keamanan dalam menyelesaikan sengketa
perusahaan dengan masyarakat. Disamping itu juga bukan rahasia
umum bahwa PT IMK dalam menjalankan praktek-praktek negatif
untuk mengelola konflik dengan masyarakat juga menggunakan politik
uang di mana warga lokal dijadikan sebagai petugas keamanan serta
membentuk kelompok masyarakat lokal (Pam Swakarsa) yang
mendapat imbalan untuk merendam perlawanan rakyat yang pada
akhirnya melahirkan berbagai kekecewaan dan kemarahan serta
konflik horisontalnya. Puncaknya pada akhir bulan Juni 2000,
masyarakat kembali melakukan aksi turun kejalan dengan cara
melakukan aksi pemblokiran kegiatan PT IMK terutama pada pabrik
pengolahan dan jalan-jalan yang menuju lokasi tambang PT IMK.
Dalam aksi tersebut, masyarakat mengeluarkan 5 (lima) tuntutan
kepada PT IMK, yaitu: (1) Meminta pihak PT IMK untuk
menyelesaikan serta bertanggungjawab atas segala permasalahan
dengan masyarakat yang menjadi korban akibat terjadinya
penembakan oleh aparat keamanan dalam hal ini oleh Brimob. Untuk
itu PT IMK harus menghentikan aktifitasnya sampai permasalahan
tuntas; (2) Meminta kepada petugas (Brimob) supaya tidak lagi berada
di areal tambang PT IMK karena dianggap bertindak brutal; (3) Petugas
polisi (Brimob) harus bertanggungjawab atas terjadinya penembakan
tersebut dan diproses secara hukum; (4) Menuntut agar PT IMK tidak
lagi melakukan operasi di wilayah Murung Raya; dan (5) Meminta
aparat penegak hukum atau yang berwenang untuk membongkar
kasus-kasus kekerasan dari awal beroperasinya PT IMK dan
keterlibatan Brimob sebagai petugas keamanannya hingga terjadinya
penembakan berulangkali menyebabkan jatuhnya korban bahkan
meninggal dunia.
Menanggapi aksi pemblokiran, maka pada tanggal 05 Juni 2001,
sebanyak 17 orang dari Oreng Kambang yang bekerja di bekas areal
-
Konflik Dayak vs Tambang
133
tambang yang diakui punya IMK, dikejar pihak keamanan PT IMK dan
Brimob. 6 (enam) orang diantara mereka dipaksa meninggalkan
wilayah tambang dengan kekerasan. Mereka terpaksa lari ke lubang
tambang (pit) yang cukup dalam, kemudian aparat melempari mereka dengan batu-batu dari atas lubang tambang. 32 Satu orang diantara
mereka mati tertembak, dan satu lagi mati karena menderita luka-luka
yang diduga karena kena lemparan atau terbentur benda keras saat lari
menghindar serbuan aparat. Peristiwa pengejaran dan penembakan
tersebut merupakan bukti nyata bahwa pelanggaran yang dilakukan
oleh PT IMK dengan menggunakan aparat keamanan terjadi setiap
saat. Alat negara (Brimob) yang seharusnya menjadi pelayan
masyarakat malah menjadi alat yang efektif bagi perusahaan untuk
melakukan pelanggaran HAM di wilayah kontrak karya mereka
sendiri. Mengapa demikian karena aparat Brimob telah nyata-nyata
telah melanggar Resolusi Majelis Umum 34/169 tanggal 1979 pasal 1
dan pasal 3 serta amademen UUD Republik Indonesia Tahun 2000.
Bagi Walhi dan Jatam, tindakan yang dilakukan aparat keamanan
merupakan pelanggaran HAM karena instrumen-instrumen hukum
nasional maupun internasional telah dilanggar, seperti pada pasal 1
Resolusi Majelis Umum 34/169 tanggal 1979 menyebutkan "Aparatur
penegak hukum setiap waktu memenuhi tugas yang ditetapkan kepada
mereka oleh hukum, dengan melayani masyarakat dan melindungi
semua orang terhadap tindakan-tindakan tidak sah, sesuai dengan
tingkat tanggung jawab tinggi yang dituntut oleh profesi mereka".
Selain itu, pasal 2 Resolusi PBB di atas menyebutkan "Dalam
melaksanakan tugasnya, para pejabat penegak hukum akan
menghormati dan melindungi martabat manusia dan mempertahankan
serta menjunjung tinggi hak asasi manusia dari semua orang." Pasal 3
Deklarasi Universal HAM menyebutkan "Setiap orang berhak atas
kehidupan, kebebasan dankeselamatan sebagai Individu" dan pasal 5
menyatakan: "Tidak seorangpun boleh disiksa atau diperlakukan secara
kejam, diperlakukan atau dihukum secara tidak manusiawi.” Bahkan
dalam Amandemen kedua UUD Republik Indonesia Tahun 2000,
32 Cerita ini diungkapkan Ipong pada tanggal 11 Juli 2016 di Murung Raya.
-
ORANG DAYAK MELAWAN TAMBANG Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual
134
secara tegas menyebutkan (pasal 28G ayat 1) bahwa: "Setiap orang
berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat,
dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa
aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau
tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
Setelah mengalami dinamika yang berkepanjangan dan banyaknya
tuntutan dan perlawanan dari masyarakat Oreng Kambang, memaksa
Aurora Gold Limited sebagai pemilik saham PT IMK ingin menjual sahamnya kepada investor lain. Berdasarkan hasil analisis potensi
tambang diketahui bahwa sisa cadangan yang dihitung hanya 1,482
juta ton terdiri dari 3,74 gram per ton Au dan 99 gram per ton Ag dan
diperkirkan akan habis sampai September 2002. 33 Rencana penjualan
saham ini tentunya mendapatkan protes keras dari Walhi karena
Aurora Gold Limited; (1) belum melakukan restorasi areal-areal bekas tambang; karena dengan sistem tambang “strip mining” (pengikisan
muka bumi), maka harus dikembalikan sebagian lapisan pucuk (top soil) sehingga sebagian tanaman/tumbuhan dapat hidup kembali; dan (2) Membayar ganti rugi atau rekognisi secara rasional atas hancurnya
lahan usaha, tempat keramat dan tanah adat suku-suku Dayak di mana
mereka beroperasi. Pernyataan sikap ini dikeluarkan Walhi pada
tangga 13 April 2000.
Terkait dengan belum terselesaikan persoalan ganti rugi tanah
termasuk kasus kelompok Ipong L. Pambuk dengan kelompok Herry S.
Penyang dikarenakan tiga hal: (1) Besarnya jumlah nilai uang yang
diminta oleh masyarakat tidak rasional. Sebaliknya nilai yang
diberikan oleh PT IMK sangat kecil atau sangat murah; dan (2) Data
penyelesaian ganti rugi tanah dalam dokumen PT IMK tidak sesuai
dengan kenyataan lapangan, akibatnya ada beberapa nama warga
“pemilik tanah” tidak masuk dalam daftar tersebut; dan (3) ketidak
sepakatan terkait dengan luas tanah yang hendak diganti rugikan
(Dokumen LMMDDKT, 2013). Bagi PT IMK persoalan ganti rugi tanah
33 Sisa cadangan yang dihitung hanya 1,482 juta ton terdiri dari 3,74 gram per ton Au dan 99 gram per ton Ag dapat diartikan bahwa dalam 1,482 juta ton biji terdapat 3,74 gram per ton Au (emas) dan 99 gram per ton Ag (perak). Biji yang dimaksudkan adalah batuan yang mengandung logam dan bernilai ekonomis.
-
Konflik Dayak vs Tambang
135
dilihat sebagai uang sewa sehingga harga sewanya sangat murah. Hal
ini ditunjukan dari hasil perjanjian PT IMK dengan Purkan, pemilik
tanah seluas 70.497 meter (7,497 Ha) yang tinggal di desa Juking Sopan.
PT IMK hanya menawarkan uang sewa sebesar Rp. 3.947.854,- diluar
pembebasan terhadap tanam tumbuh atau bangunan yang ada di atas
tanah. Nilai ini sangat kecil (Mengacu pada Surat Kesepakatan dan
Syarat-syarat dalam Perjanjian Sewa Tanah PT Indo Muro Kencana).
Menjawab belum terselesaikannya persoalan ganti rugi tanah,
memaksa pihak pemerintah daerah untuk turun tangan
Dari berbagai aksi yang sudah dilakukan nampaknya belum juga
membawa hasil sehingga masyarakat Oreng Kambang menjadi kecewa
terhadap koalisi LSM (TATR) ternyata belum mampu memperjuangkan
hak-hak mereka. Karenanya pada proses negosiasi selanjutnya dengan
PT IMK mereka tidak lagi dilibatkan.
Di kelompok masyarakat yang lain seperti kelompok masyarakat
Marindu, desa Konut, Kecamatan Tanah Siang juga muncul aksi
perlawanan dengan bentuk yang berbeda. Berdasarkan pemahaman
bahwa para penambang khususnya tambang rakyat, hak wilayah dan
hak tanah muncul di luar perhitungan karena posisi mereka lemah
yaitu hanya sebagai pemakai atau pengguna lokasi penambangan.
Munculnya hak-hak ini juga ketika lubang kena atau boom emas, akibatnya sejumlah aparat desa, tokoh-tokoh adat, unsur Musyawarah
Pemerintah Kecamatan (Muspika), polisi berdatangan untuk meminta
jatah kepada para penambang dan pemilik mesin. Hasil wawancara
Haridison (2006) terhadap seorang penambang senior menyatakan
bahwa: “Saya pernah memberikan jatah sebesar Rp. 15.000.000,- (lima
belas juta rupiah) kepada aparat desa dan kecamatan. Memberi jatah ini
sudah menjadi semacam tradisi bagi penambang rakyat. Untuk
membantah dan menolak juga tidak mungkin karena suatu saat kami
membutuhkan mereka sebagai jaminan melangsungkan usaha. Kami
tidak mau dipersulit ketika nanti kami berurusan dengan pihak
mereka.
Selain memberi jatah kepada para penguasa wilayah, masyarakat
di Marindu juga berusaha untuk mendirikan koperasi (Haridison,
-
ORANG DAYAK MELAWAN TAMBANG Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual
136
2006). Mendirikan lembaga koperasi tercetus pada saat para penam-
bang di Marindu sudah memiliki Surat Izin Pertambangan Rakyat
Daerah (SIPRD). Realisasi dari ide tersebut baru terbentuk pada tahun
2004 dengan nama Koperasi “Harapan Bersama” dengan ijin No.
412.32/BH/178/2004 tanggal 5 Januari 2004. Sebagaimana tujuan
koperasi pada umumnya, tujuan didirikannya Koperasi Harapan
Bersama adalah: (1) Melegalkan usaha; (2) Mempermudah masuknya
investor. Hal ini dikarenakan para investor tidak mau berspekulasi
mendukung Koperasi di Marindu bila tidak ada satu lembaga yang
menangani atau memiliki sistem yang jelas dan dapat menjamin
investasinya; (3) Mensejahterakan anggota; (4) Membina masyarakat
penambang, khususnya dari segi peraturan, hukum dan aturan main;
dan (5) Meminimalisir PETI yang cukup banyak di Kabupaten Murung
Raya.
Awalnya, untuk terlaksananya pendirian koperasi ini, masyarakat
diminta mengumpulkan uang sebesar Rp. 50.000,- (lima puluh ribu
rupiah). Uang hasil kumpulan tersebut dipergunakan untuk
pengurusan dan biaya administrasi. Jumlah anggota masyarakat yang
ikut serta dalam pengumpulan uang tersebut berjumlah 70 orang, yang
otomatis menjadi anggota koperasi. Pengurus koperasi ini juga
merupakan warga masyarakat setempat yang sekaligus sebagai
pemegang izin dari SIPRD.
Patut disayangkan bahwa Koperasi Harapan Bersama ini tidak
berjalan sebagaimana yang diharapkan semula. Semangat masyarakat
dalam mendukung pendirian koperasi ini tidak dibarengi dengan
komitmen dan keseriusan para pengurus untuk mengelolanya. Alasan
para pengurus Koperasi adalah belum ada investor yang berani
menanamkan modalnya kepada koperasi. Di satu sisi, pengurus
beranggapan bahwa masyarakat memiliki persepsi yang salah tentang
modal. Masyarakat penambang menginginkan modal atau hibah dari
pengusaha kepada pribadi saja untuk kemudian oknum ini juga yang
mengelolanya. Di sisi yang lain, masyarakat masih mempertahankan
sistem bagi hasil yang bersifat tradisional sehingga apabila ini
diterapkan ke koperasi maka tidak akan terjadi peningkatan usaha.
-
Konflik Dayak vs Tambang
137
Faktor-faktor inilah yang ditakuti oleh para investor untuk
berspekulasi bekerjasama dengan koperasi. Pada dasarnya harapan
semua investor dalam suatu usaha adalah memperoleh keuntungan
maksimal dari investasi yang dilakukannya. 34
Tidak berjalannya fungsi lembaga koperasi membuat pengelolaan
tambang emas rakyat tidak mengalami peningkatan yang berarti
terutama dalam konteks pengembangan inovasi teknologi yang
digunakan dalam usaha penambangan dan profesionalitas dalam
mengusahakan tambang. Padahal dengan koperasi, masyarakat akan
dipermudah dalam memperoleh modal: alat, bahan dan perlengkapan
dasar yang dibutuhkan dalam proses pengelolaan serta kemudahan
dalam penjualan yang tidak perlu jauh-jauh ke Puruk Cahu atau
Mangkahui karena sudah ada koperasi yang menampung emasnya.
Bentuk perlawanan dengan mendirikan koperasi mengalami kegagalan
dan masyarakat kembali kecewa.
Meskipun ada banyak persoalan yang belum disesaikan, tetapi PT
IMK terus memperluas wilayah penambangannya. Masalah kemudian
muncul, wilayah-wilayah tambang baru PT IMK kebanyakan belum
memenuhi Izin Pelepasan Kawasan Hutan (IPPKH) yang dikeluarkan
oleh Menteri Kehutanan. Sejumlah LSM terutama Walhi melontarkan
protes kepada pemerintah, karena PT IMK melakukan penambangan
khususnya di lokasi Tasat, Desa Junking Sopan, Kabupaten Murung
Raya. Hal yang sama juga diprotes oleh anggota DPR-RI (Andi Hasyim,
SH) yang dimuat di Koran Pelita tertanggal 25 April 2007 dengan judul
Komisi III Tanggapi Tambang Emas PT IMK Tanpa Izin. PT IMK
seharusnya tidak dapat membuka hutan untuk penambangan sebelum
dikeluarkannya IPPKH dari Menteri Kehutanan. Nampaknya
persyaratan ini tidak dipatuhi karena mulai awal tahun 2004 PT IMK
terus memperluas wilayah tambangnya dengan membabat hutan.
Tanah-tanah masyarakat yang tidak mau dijual atau disewa juga turut
dibabat habis oleh PT IMK, seperti tanah milik Ipong tanpa ijin dan
34 Hasil wawancara dengan salah seorang pengusaha tambang pada tanggal 22 Nopember 2015 di Palangkaraya.
-
ORANG DAYAK MELAWAN TAMBANG Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual
138
musyawarah. 35 Ipong kemudian melawan menggunakan pendekatan
adat melalui ritual hinting pali. Tujuannya adalah agar tanah yang dimilikinya dapat dijaga dan dipertahankan. Mengenai gambaran
upacara ritual hinting pali diperlihatkan oleh gambar 5.5. di bawah ini.
Sumber : Hasil Penelitian, 2013
Gambar 5.5.
Masyarakat Adat Dayak Saat Melakukan Ritual Hinting Pali,
Palang Adat Melarang Pihak Perusahaan Membuka Hutan Lahan Warga
Terkait dengan pelaksanaan ritual hinting pali adalah memasang tanda larangan atau melarang masuk di areal tanahnya. PT IMK
kemudian melaporkan Ipong ke pihak Polres Murung Raya dengan
sangkaan terkait dengan pemasangan plang larangan memasuki tanah
yang menjadi miliknya, dan diputuskan bersalah dengan hukuman
penjara selama 4 bulan 15 hari. Ipong dan keluarga merasa tidak puas
dengan perlakuan pihak Kepolisian dan mengadukan kasus ini kepada
Kepala Adat Oreng Kambang yang kemudian mendukung Ipong untuk
kembali melakukan ritual adat Dayak, hinting pali.
Pemasangan tanda yang dimaksud adalah tali rotan dan daun
sawang yang dipercaya bisa menolak roh jahat yang membawa petaka
(bala) bagi warga dayak. Pemasangan ini dilakukan dengan; (1) upacara
35 Wawancara dengan Ipong tertanggal 13 Januari 2013 di Palangkaraya.
-
Konflik Dayak vs Tambang
139
pesta adat potong hewan besar (babi, sapi atau kerbau) dihadapan
orang banyak; (2) melalui behas tawur, mengundang unsur taloh/roh gaib, dan liau tertentu, diundang atau dijemput pula unsur ilah-ilah
penguasa lingkungan langit, bumi dan air, diminta ikut serta
menghakimi atau menyaksikan sumpah/janji; (3) dalam pesta adat
makan bersama ini dilaksanakan acara khusus yang disebut sapa sumpah pasak teguh malentup awang baluh, hatatek uei, malabuh batu, marapak ijang pahera, hatawur uyah kawu, hatindik sawang-bungai, mamapak baji/paku hai intu batang kayu bagita hai dengan hakekat bersama pihak yang pernah bermusuhan saling tidak akan dendam,
saling berbasuh rasa bermusuhan; (4) dari pihak-pihak yang berani
melanggar sumpah atau janji ini, pihaknya akan dimakan atau terjadi
sasaran oleh sumpah sebanyak tersebut di atas.
Aksi perlawanan dengan menggunakan simbol ritual adat hinting pali nampaknya dapat menjadi alternatif untuk menetralkan suatu wilayah atau kawasan yang sedang berkonflik antara dua belah pihak,
dalam hal ini antara kelompok Ipong L. Pambuk dengan PT IMK.
Melalui cara ini Ipong mengajak PT IMK yang sedang bersengketa
untuk mencari jalan damai guna mencapai kesepatan. Apabila ada yang
melanggar/melintasi dan atau melanggar hinting pali akan kena singer atau sanksi adat berupa denda, seperti yang diatur dalam perjanjian
Tumbang Anoi, terutama Pasal 27 tentang Singer Tetes Hinting Bunu (Denda adat menghentikan permusuhan) dan pasal 58 tentang Singer Pali Karusak Hinting (denda adat kerusakan hinting pali).
Masalah Ipong kemudiaan diselesaikan melalui pertemuan yang
difasilitasi oleh pihak Kepolisian dan dihadiri para wakil adat
tertanggal 03 Februari 2007 di Kantor Kepolisian Resort Kabupaten
Murung Raya. Kesepakatan yang kemudian diambil adalah PT IMK
bersedia membayar denda adat (“Muntam Hinting Tali Tana Danum”
atau memasuki tanah larangan pada Tahun 2004) dan terikat pada
keputusan Damang Kepada Adat tertanggal 15 Maret 2005. Denda adat
yang dimaksud adalah membayar dendanya sebesar Rp. 13.000.000,-
berikut dengan “Saki atau Palas” (membersihkan tanah/tempat
suci/sakral) tambahan sebesar Rp. 50.000.000,- dan ditanda tangani
-
ORANG DAYAK MELAWAN TAMBANG Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual
140
oleh Ipong L. Pambuk kemudian pihak PT IMK, Allen Silvester serta
para saksi; Kapores, Dinas Kehutanan, Sekretaris Daerah, Para Damang
Kepala Adat, Camat dan Kepala Desa Junking Sopan.
Kasus yang lain adalah konflik antara Herly dan keluarganya
dengan PT IMK terkait dengan penggusuran juga belum terselesaikan.
Atas dasar pengalaman penangani kasus Ipong dan keluarga,
Pemerintah Daerah melalui Sekretaris Daerah Kabupaten Murung
Raya turun tangan untuk memfasilitasi penyelesaian kasus ini. Pada
tanggal 14 April 2009 di Kantor Sekretaris Daerah diadakan pertemuan
dengan pihak Herly dan keluarganya guna melakukan pembahasan
terkait dengan sengketa tanah dengan PT IMK. Hasil pembahasan
disimpulkan bahwa pihak perusahaan (PT IMK) merasa telah
membayar biaya tali asih atas tanah kepada Herly dan keluarganya.
Namun dari pihak Herly dan keluarga merasa tidak pernah menerima
kompensasi. Karena tidak ada titik temu, maka pihak pemerintah
daerah yang memfasilitasi pertemuan mencari jalan tengah di mana
pihak Herly dan keluarganya dapat kembali mengajukan permintaan
pembayaran tali asih yang rasional kepada PT IMK. Penyelesaian kasus
ini selanjutnya tidak diketahui karena tidak diperoleh data.
Perluasan wilayah penambangan yang belum memperoleh IPPHK
dari Kementerian Kehutanan tentunya tidak dapat membuat Analisis
Dampak Lingkungan (Amdal) seperti yang diisyaratkan untuk
memperoleh Ijin Usaha Pertambangan (IUP). Khusus untuk Benda
Cagar Budaya Gunung Puruk Kambang yang teregistrasi dengan nomer
urut 301 tentunya tidak bisa ditambang tetapi dijaga kelesariannya.
Pada kenyataannya PT IMK justru melakukan penambangan di
kawasan tersebut. Masyarakat Oreng Kambang bersama Kepala Adat
kemudian mengenakan sangsi adat kepada PT IMK. Selanjutnya dari
pihak pemerintah membentuk Tim Pengukuran Batas Buffer Zone Puruk Cahu atau Puruk Kambang dengan pihak PT IMK tertanggal 25
Mei 2010. Sedangkan dari pihak PT IMK juga berusaha melakukan aksi
melalui suratnya ke Kementrian Pendidikan Nasional tertanggal 26
Mei 2010 tentang pencabutan status Puruk Kambang sebagai Situs
Budaya.
-
Konflik Dayak vs Tambang
141
Terkait dengan pelanggaran adat, Damang Tanah Adat Siang
mengeluarkan keputusan adat tertanggal 16 Juli 2010 karena PT IMK
bersalah memasuki kawasan Buffer Zone Puruk Kambang yang disakralkan. Oleh karenanya sidang adat memutuskan dan
menjatuhkan hukuman “Kaouh Dusa Muntam Tana Pali” (tanah
larangan) dan hukuman “Kouh Dusa Nyongkohaan” (menghina)
kepada PT IMK. Hukuman adat yang diberikan adalah; (1)
menyediakan 2 (dua) ekor kerbau jantan dan 2 ekor kerbau betina
sebagai “Saki Palas” untuk “Nyarongin Tana Danum” (membersihkan
tanah/tempat suci/sakral); (2) membayar denda adat berupa 10 ekor
babi ukuran 50 kg/ekor sebagai “Saki Palas” untuk “Nyarongin Tana
Danum”; (3) membuat pagar sekeliling Puruk Kambang dalam batas
minimal 100 meter dari kaki bukit; (4) membuat 1 (satu) buah rumah
Betang ukuran 8 x 15 meter di sekitar wilayah Puruk Kambang sebagai
tanda peringatan bagi semua orang agar tidak lagi merusak wilayah
tersebut; (5) membuat jalan menuju situs Cagar Budaya Puruk
Kambang dengan lebar 3 meter sebagai jalan bagi kegiatan pariwisata
dan budaya bagi masyarakat dan turis mancanegara; (6) membayar
denda Kouh Dusa Nyongkohaan” (menghina) dengan nilai Rp.
100.000.000,- sebagai denda inmaterial; (7) Tidak lagi menambah
luasan kegiatan kearah kaki Puruk Kambang dan terkecuali melakukan
kegiatan kearah perluasan wilayah yang sudah sudah dieksploitasi (Pit Serujan East) serta merehabilitasi atau mereklamasi kawasan yang sudah dieksploitasi setelah kegiatan dinyatakan selesai (lihat gambar
5.5. dan gambar 5.6.); dan (8) menyampaikan permohonan maaf
kepada masyarakat adat atas pelanggaran tersebut.
Menindak-lanjuti sangsi adat tersebut, maka tanggal 19 Mei 2011,
Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) yang juga Bupati Murung Raya
membuat Nota Kesepahaman dengan PT IMK – Strait Resources
tentang Pembangunan di Bidang Sosial, Ekonomi, Budaya dan
Pariwisata, Pendidikan, Lingkungan Hidup, Penegakan Hukum Positif
dan Hukum Adat dalam peran serta semua pihak untuk ikut
membangun Kabupaten Murung Raya. Dalam nota kesepahaman ini,
PT IMK akan membantu Rp. 50.000.000,- per bulan sesuai dengan
-
ORANG DAYAK MELAWAN TAMBANG Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual
142
periode waktu nota kesepahaman ini guna mendukung DAD
melaksanakan pembangunan dibidang yang dimaksudkan di atas.
Sumber : Hasil Penelitian, 2014
Gambar 5.6.
Lokasi Penambangan PT IMK di Serujan Pit
Sumber : Hasil Penelitian, 2014
Gambar 5.7.
Tailing Dam di lokasi Penambangan Serujan Pit PT IMK
Meskipun sudah diberikan sangsi adat serta penentuan batas
Kawasan Situs Cagar Budaya Puruk Kambang yang dilakukan Damang
Kepala Adat Siang didukung dengan nota kesepahaman antara PT IMK
-
Konflik Dayak vs Tambang
143
dengan ketua Dewan Adat Dayak Murung Raya, namun bagi
masyarakat Oreng Kambang apa yang dilakukan oleh Damang Kepala
Adat Siang dengan DAD patut dipertanyakan. Didukung dengan
seluruh warga masyarakat, kemudian Kepala Adat Oreng Kambang
mengadukan kasus ini kepada Lembaga Musyawarah Masyarakat
Dayak Daerah Kalimantan Tengah atau disingkat LMMDDKT, seperti
yang diberitakan harian Megapos (Kamis, 31 Januari 2013) dan surat
tanpa nomer yang dikirimkan oleh masyarakat wilayah Desa Oreng
Kambang tertanggal 29 Januari 2013 kepada LMMDDKT. Dalam
pernyataannya, Diter Dua, perwakilan tokoh dan adat bahwa; “kami
masyarakat Desa Oreng Kambang memohon LMMDDKT untuk
mendampingi kami dalam menghadapi PT IMK yang telah melakukan
pelanggaran”, salah satunya adalah mengancam kelestarian situs
budaya Puruk Kambang.
Menurut Diter Dua; “selama ini perusahaan tersebut (maksudnya
PT IMK) dalam kegiatan tambangnya tidak mampu menciptakan
sistem pertambangan pengelolaan alam secara arif dan benar serta tidak
dapat memberikan kesejahteraan”. “Bahkan perusahaan itu tidak
mampu melindungi dan mempertahankan eksistensi budaya lokal,
termasuk sistem hukum yang hidup dan berkembang dalam
masyarakat adat”. Selanjutnya perusahaan tersebut juga telah
melecehkan warga sekitar dengan menjadikan warga sebagai korban
pidana sehingga tidak pernah memberikan kedamaian, malahan
perusahaan melecehkan warga yang memasang “hinting pali” dituntut
30 milyar. Perusahaan tidak menghargai makna “hinting pali” yang
sebenarnya. Karena dengan menggandeng LMMDDKT untuk
mendampingi mereka agar dapat menghentikan seluruh kegiatan
penambangan PT IMK di wilayah Situs Puruk Kambang.
Sebagai lembaga yang tumbuh dari masyarakat adat Dayak dan
didirikan pada saat memperingati 10 tahun perjanjian Tumbang Anoi
tepatnya pada tahun 1994, maka keberadaan LMDDKT tentunya harus
membela dan mendukung upaya-upaya untuk mempertahankan dan
memperjuangkan kembali hak-hak masyarakat adat Dayak. Dalam
perjalanannya LMMDDK telah banyak mendampingi kelompok
masyarakat adat Dayak. Puncaknya ketika konflik antar etnis tahun
-
ORANG DAYAK MELAWAN TAMBANG Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual
144
1991, LMMDDKT mampu memfasilitasi penyelesaiannya dengan baik
meskipun dalam banyak hal keberadaannya mendapat kritik. 36 Sebagai
wadah bagi orang Dayak, LMMDDKT memfasilitasi dengan
menyelenggarakan Kongres Rakyat Kalimantan Tengah (KRKT).
Hingga tahun 2014, LMMDDKT telah menyelenggarakan 5 (lima) kali
KRKT yang secara khusus diselenggarakan untuk menjawab berbagai
permasalahan yang dihadapi orang Dayak di Kalimantan Tengah.
Hingga akhir tahun 2013, LMMDDKT telah banyak mendampingi
kelompok masyarakat adat Dayak yang ruang kehidupan terancam
karena hutan, tanah dan air diambil alih seiring dengan banyaknya
serangan investor yang masuk di Kalimantan Tengah (Diambil dari
berbagai dokumen pelaporan kegiatan pendampingan LMMDDKT dari
tahun 2005 sampai 2013). Orang Dayak umumnya menjadi “terkejut”
terutama bagi mereka yang tinggal di desa-desa di daerah pedalaman
yang menjadi sasaran proyek investasi. LMMDDKT melakukan
pendampingan agar orang Dayak dapat mempertahankan wilayah-
wilayah adatnya yang diambil alih negara untuk kepentingan para
investor. Beberapa model perlawanan yang didampingi LMMDDKT,
seperti: melakukan demontrasi, melakukan pola ancaman, pelaporan
terkait dengan konflik antara masyarakat adat dengan perusahaan
kepada Pemerintah Daerah, Polisi, Pengadilan dan NGO-NGO lokal,
regional dan internasional, judicial review ke Mahkamah Konstitusi terhadap UU Perkebunan dan UU Pertambangan yang dirasa
merugikan orang Dayak. Model perlawanan terakhir yang didampingi
adalah dengan menggunakan cara adat, melalui pemasangan “hinting
pali” (police line secara adat). 37
Menanggapi permintaan pendampingan dari masyarakat Desa
Oreng Kambang, maka pihak LMMDDKT bersepakat untuk
mendukung gerakan perlawanan mereka. Dimulai dengan pertemuan-
pertemuan yang dilakukan antara pihak LMMDDKT dengan warga
36 Kritik terkait dengan keterlibatan LMMDDKT dalam konflik etnis (Dayak vs Madura) oleh Van Klinken (2007). Menurut Klinken, posisi LMMDDKT terutama para tokohnya lebih kepada kepentigan politik semata (pemilihan Gubernur). 37 Hasil wawancara dengan tokoh pemuda penggerak dan ketua LMMDDKT Tabela, Palangkaraya, 15 Juli 2016.
-
Konflik Dayak vs Tambang
145
masyarakat adat Puruk Kambang baik di Kota Palangkarya maupun di
Puruk Kambang. Dari hasil wawancara diketahui ada beberapa kali
pertemuan tetapi yang utama pertemuan pada tanggal 03 Februari 2013
di kantor LMMDDKT di Palangkaraya. Dalam pertemuan ini dilakukan
pemetaan terkait dengan klaim tanah Situs Puruk Kambang dan data-
data administrasi terkait dengan pengakuan pemerintah dan
pemerintah daerah untuk menjadikan Puruk Kambang sebagai situs
budaya. Kesesokan harinya tanggal 04 Februari 2013. Tim LMMDD-KT
melakukan kunjungan lapangan ke Puruk Kambang. Pertemuan
penting yang kedua terjadi pada tanggal 05 Februari 2013
membicarakan rencana pemasangan patok batas tanah adat 1000 meter
dari Puruk Kambang dengan memasang “hinting pali”.
Menindak lanjuti pertemuan tersebut, LMMDD-KT mendampingi
warga masyarakat Oreng Kambang untuk mengirim surat kepada PT
IMK guna melakukan konfirmasi penyelesaian permasalahan mereka.
Surat yang dikeluarkan kepada PT IMK mempunyai No.
018/P/LMMDD-KT/II/2013 tertanggal 27 Februari 2013 perihal
konfirmasi dan penyelesaian permasalahan Masyarakat Oreng
Kambang. Dalam surat tersebut dinyatakan apabila PT IMK tidak
menanggapi secara serius maka dengan ini LMMMDD-KT akan
mengambil sikap dan hak sesuai dengan Undang-undang Nomor 9
Tahun 1998 tentang kebebasan menyampaikan pendapat di muka
umum dengan sikap sebagai berikut: (1) akan melakukan
pemberitahuan kepada media masa baik nasional dan intemasional
berkaitan dengan pelanggaran hak asasi manusia; (2) akan melakukan
upaya petisi kepada PT. IMK melalui Kedutaan besar Australia atas
fakta-fakta hukum yang ada untuk menyampaikan bukti-bukti atas
persoalan yang tidak pernah diselesaikan. Juga meminta bantuan
terhadap Kedutaan Republik lndonesia di Australia untuk dapat
memberikan bantuan hukum sebagai upaya gugatan di wilayah Negara
Australia; (3) Menyampaikan surat kepada Pemerintah Republik
lndonesia Up. Presiden Rl, Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral (ESDM) Republik lndonesia, Kementrian Hukum dan HAM,
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal
Kebudayaan; (4) membuat pelaporan kepada pihak Kepolisian Republik
-
ORANG DAYAK MELAWAN TAMBANG Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual
146
lndonesia; (5) membuat pelaporan kepada Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) Republik lndonesia; (6) mengirimkan Surat Kepada
NGO Nasional dan lnternasional mohon dukungan dalam
memperjuangkan hak-hak asasi; (7) meminta kepada DPR-RI untuk
dapat memanggil PT lMK untuk dapat mengklarifikasi persoalan yang
menyangkut hak-hak masyarakat adat sesuai dengan ketentuan hukum
yang berlaku di Republik lndonesia; (8) akan melakukan demonstrasi
di setiap kantor Perwakilan PT. IMK di Balikpapan, Murung Raya,
Jakarta dan juga gedung bursa efek Jakarta sebagai bentuk kampanye
negatif (black compain) terhadap PT IMK yang diduga melakukan tindakan manipulasi sehingga merugikan negara Republik lndonesia;
(9) membuat laporan bukti data-data dan data tentang kolong lubang
bekas galian oleh PT. IMK tahun 2007-2013 tidak pernah di reklamasi;
(10) memberitahukan kepada pihak Auditors Pricewaterhouse Coopers Chartered Accountants QVr, 250 St George's Terrace PERTH WA 6000. Berkaitan dengan kejadian yang telah terkumpul, dan dapat diduga PT. IMK telah melakukan kegiatan yang merugikan Negara
Republik lndonesia dengan lampiran-lampiran bukti yang ada; dan (11)
upaya terakhir adalah akan melakukan gugatan kepada Mahkamah
Konstitusi (MK) untuk mengajukan gugatan pencabutan Kontrak Karya
PT. IMK dengan Negara Republik lndonesia sama seperti kasus BPH
Migas.
Meskipun ada ancaman yang dinyatakan melalui surat tersebut,
namun PT IMK tidak merespon karena mereka sudah mengantongi
surat dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat
Jenderal Kebudayaan kepada PT IMK No.
247/srt/Dir.PCBM/bud/I/2013 tentang informasi tentang Situs Gunung
Kambang tertanggal 29 Januari 2013 yang menyatakan bahwa sesuai
dengan kesepakatan masyarakat adat 38, maka untuk zone penyangga
yaitu dalam radius 100 meter dari Kaki Gunung Kambang.
38 Kesepakatan masyarakat adat yang dimaksud dibuat dalam bentuk surat pernyataan yang ditandatangani di atas materai oleh Damang Kepada Adat Kabupaten Murung Raya; Damang Kepala Adat Kecamatan Siang Selatan, Kerukunan Keluarga Pulo Basan Kabupaten Murung Raya dan Dewan Adat Dayak Kabupaten Murung Raya tertanggal 27 Agustus 2012.
-
Konflik Dayak vs Tambang
147
Atas dasar surat tersebut, pihak PT IMK tidak memiliki persoalan
lagi dengan masyarakat adat Dayak Oreng Kambang sehingga tidak
perlu ditanggapi. Dengan kata lain, gerakan yang dilakukan pada aras
lokal dianggap gagal mengingat zone batas Puruk Kambang sudah
diputuskan sebelumnya. Tindak lanjutnya adalah LMMDD-KT kembali
memfasilitasi pertemuan-pertemuan dengan masyarakat Oreng
Kambang. Hasil pertemuan memutuskan akan melakukan aksi ke pusat
kekuasaan di Jakarta untuk menemui DPR RI, Kemetrian Energi dan
Sumber Daya Alam (ESDM), Kementrian Lingkungan Hidup, dan
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Hal ini didasarkan pada
kesimpulan bahwa gerakan perlawanan di aras lokal dianggap gagal
dan tidak membuahkan hasil sehingga harus dibawa ke aras yang lebih
tinggi lagi yaitu ke pemerintah pusat di Jakarta.
Di Jakarta, aksi dimulai dengan melakukan audiensi dengan PT
IMK dan langsung diterima perwakilan PT IMK di gedung Menara
Sampoerna Strategic Square Jakarta, tertanggal 25 Februari 2013. Hasil
audiensi disepakati bahwa PT IMK bersedia melakukan pertemuan
dengan masyarakat Oreng Kambang tetapi tempat pertemuannya di
lokasi tambang (SITE) dalam hal ini di Puruk Kambang. Tawaran
tempat pertemuan ditolak karena delegasi dari masyarakat Oreng
Kambang justru berada di Jakarta.39 Melalui surat No.
018/P/LMMDDKT/II/2013, yang ditanda tangani oleh Sekretaris
Jenderal LMMDDKT, Kepala Adat dan perwakilan masyarakat Oreng
Kambang perihal konfirmasi dan penolakan masyarakat Desa Oreng
Kambang pertemuan di Puruk Kambang. Melalui surat tersebut juga
diusulkan agar pertemuan dilakukan di Jakarta mengingat utusan
sedang berada di Jakarta.
Pertemuan kedua dengan PT IMK gagal karena PT IMK di Jakarta
tetap menghendaki penyelesaian masalah di lokasi tambang Puruk
Kambang. Dengan gagalnya pertemuan ini, tindakan selanjutnya yang
dilakukan oleh utusan adalah bertemu dengan DPR RI, Badan
Pemeriksaaan Keuangan (BPK) RI, Kedutaan Besar Australia di Jakarta,
39 Delegasi dari masyarakat Oreng berjumlah 8 orang, terdiri dari; wakil dari LMMDDKT (Sekretaris Jenderal), Kepada Adat Oreng orang, dan 6 (enam) orang perwakilan masyarakat adat Oreng Kambang.
-
ORANG DAYAK MELAWAN TAMBANG Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual
148
Media Elektronik (TV One, dan Metro TV) dan Cetak (Kompas dan
Jakarta Pos di Jakarta), serta ke Komnas HAM.
Audiensi dimulai dengan Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan khususnya Direktorat Jenderal Kebudayaan pada tanggal
28 Februari 2013. Harapan hasil audiensi adalah Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan dapat mencabut Surat dengan No.
247/srt/Dir.PCBM/bud/I/2013 tentang Situs Gunung Kambang
tertanggal 29 Januari 2013 kepada PT IMK. Pencabutan yang dimaksud
adalah tentang kesepakatan penentuan zone penyangga dalam radius
100 meter dari Kaki Gunung Kambang. Menurut utusan, seharusnya
bukan pada radius 100 meter tetapi 1000 meter dari kaki bukit
sekeliling Puruk Kambang mengacu pada batas kawasan cagar budaya
Puruk Kambang seperti yang tertuang dalam dokumen surat pernyatan
sikap Kerukunan Pulau Basan tanggal 27 Desember 1993. Dokumen
lainnya yang mempertegas adalah surat pernyataan Yohanes Atak Lidi
selaku Damang Kepala Adat Tanah Siang Selatan tertanggal 27 Agustus
2010 yang mana dalam surat pernyataan itu juga di tanda tangani oleh
Odong Klerek selaku Damang Kepala Adat Kordinator Kabupaten
Murung Raya dan Drs Herianson D. Silam, MT yang juga wakil ketua
Dewan Adat Dayak Kabupaten Murung Raya
Permintaan ini kemudian diterima oleh Direktorat Jenderal
Kebudayaan untuk ditindak-lanjuti. Pada tanggal yang sama, utusan
kembali membuat surat kepada Kemetrian Pendidikan dan
Kebudayaan up. Direktorat Jenderal Kebudayaan No. 03/II/2013
perihal Mohon Pencabutan Surat No. 247/srt/Dir.PCBM/bud/I/2013.
Sambil menunggu jawaban dari Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan, utusan kembali melakukan audiensi ke DPR RI. Di DPR
RI, tim bertemu dengan salah satu anggota DPR dari fraksi Demokrat.
Dalam pertemuan ini utusan melaporkan bahwa PT IMK dalam
menjalankan usaha tambangnya justru memunculkan berbagai
permasalahan terkait dengan aspek lingkungan, sosial ekonomi dan
sosial budaya secara khusus penodaan terhadap Situs Budaya Orang
Dayak Siang. Dalam pertemuan, pihak anggota DPR RI hanya
mendengarkan saja, dan akan menyampaikannya melalui fraksi. Bagi
-
Konflik Dayak vs Tambang
149
utusan pertemuan dengan anggota DPR RI dianggap gagal karena
mereka tidak memberikan respon yang positif dan mengusahakan jalan
ke luar atas penyelesaian permasalahan (seluruh proses pertemuan
yang dilakukan dapat dilihat pada gambar 5.8. di bawah ini).
Sumber : Hasil Penelitian, 2014
Gambar 5.8.
Dari Pertemuan Kampung, Palangkara Raya hingga Pertemuan dengan
Wakil Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta
Selanjutnya, pada tanggal 01 Maret 2013, utusan melayangkan
surat ke Kementrian ESDM khususnya Direktur Jenderal Mineral dan
Batu Bara perihal pengaduan dan minta audiensi sehubungan dengan
kegiatan operasi penambangan PT IMK di areal situs cagar budaya
Puruk Kambang. Surat ini tidak mendapat tanggapan dari pihak
kementrian seperti yang diharapkan. Kemudian pada tanggal 07 Maret
2013, utusan melayangkan surat kepada Kementrian Lingkungan
Hidup RI up. Seluruh Deputi Lingkungan Hidup dan Biro juga Staf
Ahli. Dengan No. 05/II/MLH/2013 tertanggal 07 Maret 2013, utusan
menyampaikan pelaporan dampak lingkungan hidup di Desa Oreng
Kambang di areal Kontrak Karya PT IMK.
Sulitnya untuk bertemu dengan berbagai lembaga negara baik
dengan eksekutif maupun dengan legislatif termasuk dengan media
massa menjadi kendala utama utusan dalam upaya memperjuangkan
pengakuan dan batas zona adat 1000 meter dari situs Puruk Kambang.
-
ORANG DAYAK MELAWAN TAMBANG Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual
150
Utusan membuat press release untuk disampaikan ke berbagai media. Isi dari press release terkait dengan kegiatan penambangan yang dilakukan PT IMK yang dinilai; (1) melakukan penambangan secara
ilegal serta kejahatan terhadap lingkungan (enviroment crime). Mitra Lingkungan Hidup (LH) Kalimantan Tengah dalam siaran pressnya
(Tambangnews.com, Selasa 5 Februari 2012) menyatakan : PT. Indo
Muro Kencana telah melakukan exploitasi Tambang Emas 2 (dua)
tahun belum memiliki dokumen Lingkungan, (pembahasan dokumen
Amdal di lakukan pada bulan Desember 2012). Hal ini melanggar UU
32 Tahun 2009 dan PP 27 Tahun 2012, dan diketahui oleh semua unsur
pemerintah setempat akan tetapi tidak ada tindakan konkrit, dapat di
katagorikan sebagai upaya pembiaran; (2) PT IMK mengingkari
tanggungjawab sosial yang harus dijalankannya; (3) PT IMK
melakukan penjarahan dan penodaan terhadap situs budaya suku
Dayak dan Agama Umat Keharingan yang dlindungi oleh negara
melalui UU No. 5 Tahun 1995 yang di perbaharui dengan UU No. 11
Tahun 2011 tentang Cagar Budaya khususnya penjelasannya Bab X
(pengawasan dan Penyidikan) – Bab XI (Ketentuan Pidana); dan (4)
PT IMK Menambang Tanpa Izin Lingkungan.
Keseluruhan kerja utusan dianggap tidak membuahkan hasil yang
memuaskan. Hanya satu yang dikatakan berhasil adalah kesediaan
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan cq Direktur Jenderal
Kebudayaan mencabut suratnya No. 247/srt/Dir.PCBM/bud/I/2012
tentang Situs Gunung Kambang tertanggal 29 Januari 2013 kepada PT
IMK. Selanjutnya Direktur Jenderal Kebudayaan mengeluarkan surat
kepada PT IMK tembusan masyarakat Adat Desa Oreng Kambang
bahwa; (1) Penentuan radius 100 meter adalah untuk zona penyangga
yang dibutuhkan untuk melindungi Gunung Kambang sebagai kawasan
yang didaftar sebagai cagar budaya; dan (2) Untuk penentuan batas
Adat Gunung Puruk Kambang tetap mengacu pada kesepakatan
masyarat adat sebagai pemilik kawasan.
Bersamaan dengan gerakan yang dilakukan dari masyarakat Oreng
Kambang di Jakarta, di Puruk Kambang terjadi serangan dari para
“berunak” ke lokasi tambang PT IMK dan aksi brutal di lokasi
-
Konflik Dayak vs Tambang
151
pertambangan, tepatnya pada tanggal 24 Februari 2013. 40 Peristiwanya
berawal ketika 17 orang berunak meminta menggunakan areal
tambang blok Serujan agar mereka dapat menambang. Namun
permintaan ini justru dihadapkan pada pihak keamanan dalam hal ini
pasukan Brimob yang diperbantukan menjadi tenaga keamananan di
PT IMK dengan cara mengamankan mereka. Kontan ketika terjadi
penangkapan, datanglah ratusan berunak menyerbu dan menuntut 17
orang teman mereka dilepaskan. Karena emosi yang tidak terkontrol,
kantor PBU (Pramanindo Boga Utama, kontraktor penyedia makan dan
minum karyawan) yang berlokasi di kawasan pemukiman karyawan
PT IMK –biasanya digunakan sebagai tempat makan dan minum
karyawan- porak-poranda, bahkan pos jaga Mura-3 tidak luput dari
sasaran amuk massa yang kemudian diangkat dan dibakar. Karyawan
PT IMK dibuat kocar-kacir, termasuk aparat keamanan yang
jumlahnya lebih sedikit dari pada kelompok massa.
Serangan berunak ke PT IMK kurang mendapatkan respon yang
berarti dari pihak pemerintah daerah khusus pemerintah daerah
Kabupaten Murung Raya, salah satunya dikarenakan Ketua Dewan
Adat Dayak (DAD) yang juga Bupati Kabupaten Murung Raya telah
menanda-tangani Nota Kesepahaman dengan PT IMK untuk saling
membantu dalam hal pembangunan di bidang sosial, ekonomi, budaya,
dan pariwisata, pendidikan, lingkungan hidup, penegakkan hukum
positif dan hukum adat dalam peran serta semua pihak untuk ikut
membangun Kabupaten Murung Raya.
Belajar dari pengalaman Jakarta dan kasus yang terjadi di
lapangan, masyarakat Oreng Kambang didampingi LMMDKT mulai
menyusun formasi baru untuk melawan pihak PT IMK dengan cara
membangun konflik dengan pihak masyarakat. Mereka kemudian
mengundang masyarakat dari berbagai desa di sekitar wilayah tambang
40 Lebih jelasnya dapat dibaca dari media Tambengan, Minggu 24 Februari 2013 dengan judul Aksi Brutal di PT IMK, Jadi Presiden Buruk Dunia Usaha, dan juga di media Kalteng Pos, 24 Februari 2013 dengan judul IMK Diserang Berunak. Media lain adalah Radar Sampit tertanggal 29 Juni 2013 dengan tema: Rusuh di Tambang Emas Puruk Cahu, Kalimantan Tengah 6 Anggota Brimob Tewas, 5 Warga Tertembak Ribuan Berunak Mengamuk Serang Markas PT Indomuro Kencana.
http://www.jpnn.com/read/2013/06/29/179362/6-Anggota-Brimob-Tewas,-5-Warga-Tertembak-http://www.jpnn.com/read/2013/06/29/179362/6-Anggota-Brimob-Tewas,-5-Warga-Tertembak-http://www.jpnn.com/read/2013/06/29/179362/6-Anggota-Brimob-Tewas,-5-Warga-Tertembak-
-
ORANG DAYAK MELAWAN TAMBANG Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual
152
PT IMK untuk berkumpul di Desa Oreng Kambang pada tanggal 23
Mei 2013. Dalam pertemuan tersebut ditegaskan bahwa masyarakat
adat Oreng Kambang berhak mengambil buangan blasting (buangan hasil ledakan) yang dilakukan IMK di lahan dari Situs Puruk Kambang
yang merupakan milik masyarakat Adat Oreng Kambang.
Saran aksi ini mendapat dukungan dari hampir semua masyarakat
untuk mengambil buangan blasting yang kemudian dikenal dengan aksi para “berunak”, yang pada saat itu kembali berlomba untuk
mengambil hasil blasting. Aksi ini dirancang dan terus mengundang ribuan “berunak” untuk terus mengambil hasil blasting (lihat gambar 5.8. di bawah ini). Menanggapi aksi ini, akhir pihak PT IMK
menyetujui pihak masyarakat mengambil buangan blasting tersebut pada jam yang telah ditentukan. Meskipun demikian, persetujuan yang
diberikan PT IMK kepada para berunak bukan tanpa batas.
Puncaknya terjadi pada tanggal 29 Juni 2013 ketika PT IMK
didukung pasukan Brimob ingin mengambil-alih kembali wilayah
tambang mereka terjadilah bentrokan secara fisik antara pasukan
Brimob dengan para berunak di sekitar Desa Derung Linkin,
Kecamatan Tanah Siang Selatan di kawasan Cagar Budaya Puruk
Kambang yang menjadi tempat sakral bagi masyarakat Adat Dayak
Siang. Dalam bentrokan ini terdapat 11 (enam) orang korban, yaitu
dari pasukan Brimob 6 (enam) orang dan 5 (lima) orang dari “berunak”.
-
Konflik Dayak vs Tambang
153
Sumber : LMMDDKT, 2014
Gambar 5.9.
Aksi Ribuan Berunak Mengambil blasting di Lokasi Tambang PT IMK
Ujung dari konflik antara para “berunak” dengan PT IMK adalah
lokasi tambang kembali dikuasai para penambang khusus di lokasi pit
Serujan. Skenario ini memang dirancang agar terjadi “bom ledakan”
bagi PT IMK yang beritanya kemudian akan dibingkai dan disebarkan
keseluruh media cetak dan maupun media elektronik. Hal ini bisa
dilakukan karena LMMDDKT selaku pendamping masyarakat Oreng
Kambang memiliki kemampuan dalam membangun jaringan
komunikasi dan informasi dengan memanfaatkan teknologi internet
dan media sosial. Selain itu, dengan adanya internet dan media
sosialnya akan mempermudah memobilisasi massa serta menghindari
pengawasan dari pihak keamanan yang rawan penangkapan serta tanpa
harus melakukan perjuangan keras. Upaya kemudian yang dilakukan
adalah membuat website atau World Wide Web (www). 41 Dengan kata lain dengan adanya webside tentunya akan mempermudah LMMDD-KT melakukan pembingkaian dan penyebaran informasi
mengingat webside atau www. adalah suatu ruang informasi yang
41 Hasil wawancara dengan pembuat webside LMMDDKT di Palangkaraya 23 Desember 2015.
-
ORANG DAYAK MELAWAN TAMBANG Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual
154
dipakai oleh pengenal global yang disebut sebagai pengidentifikasi
sumber seragam untuk mengenal pasti sumber daya berguna.
Upaya penyebaran informasi dengan mengemas berita di seluruh
media massa dan media elektronik terkait dengan konflik antara para
“berunak” dan PT IMK dengan dukungan aparat keamanan ternyata
mendapatkan respon yang “luar biasa” dari berbagai kalangan. Salah
satunya dari Gubernur Provinsi Kalimantan Tengah (Agustin Teras
Narang). Setelah melakukan kunjungan ke perusahaan tambang emas
Indo Muro Kencana (IMK) meminta menghentikan sementara kegiatan
operasional pertambangan hingga tercapai kesepakatan batas dengan
masyarakat terkait dengan keberadaan Situs Budaya Puruk Kambang
dengan PT IMK. Himbawan Teras: "Dari beberapa masukan, saya
minta perhatian kepada perusahaan untuk menghentikan sementara
kegiatan di sini yakni menyangkut lokasi di Puruk Kambang. Karena
kami akan segera menentukan tata batas,". Selain Gubernur juga
dihadiri Ketua Gerakan Pemuda Dayak Indonesia (GPDI), Barisan
Pertahanan Masyarakat Adat Dayak (Batamad), Ketua Dewan Adat
Dayak).
Melihat perkembangan konflik dengan masyarakat, pada akhirnya
PT IMK di mana 100% sahamnya dikuasai oleh Straits Resources Limited yang berbasis di Perth, Australia menyatakan dirinya “Pailit” karena tidak mampu lagi memenuhi biaya operasional apalagi
merestrukturisasi utang-utangnya (media Kontan.co.id Rabu, 26
Februari 2014). Menindak lanjuti kondisi ini, PT IMK mengisyaratkan
akan angkat tangan dan menyerahkan kewajiban pembayaran sejumlah
utang atas krediturnya kepada calon investor yang bersedia
menyuntikkan modal (media Bisnis.com, Jakarta, 26 Agustus 2014).
Kasus PT IMK agak unik, aset yang dimiliki perusahaan sangat kecil
apabila dibandingkan dengan jumlah tagihan, tetapi masih memiliki
cadangan emas. Investor yang berminat pada tambang IMK dapat
melakukan eksploirasi dan mengolahnya untuk membayar kembali
utang. Dari data diketahui bahwa cadangan emas yang masih dimiliki
PT IMK di Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah baru
dieksplorasi sekitar 3 pit dan baru jalan 1 pit. Hasil produksi dari 1 pit
-
Konflik Dayak vs Tambang
155
bisa menghasilkan 2,5 juta ounce emas dan sudah cukup untuk
melunasi utang kepada kreditur dengan biaya operasional awal
investor untuk menambang emas sekitar US$20 juta-US$30 juta.
Walaupun PT IMK “angkat kaki” dari Kabupaten Murung Raya
tidak berarti bahwa kedepan perusahaan ini akan tutup total
mengingat masih ada beban wajib kepada kreditur yang harus dilunasi.
Dengan kata lain, kemungkinan PT IMK akan kembali beroperasi
dengan wajah yang lain mengingat cadangan potensi emasnya masih
tersedia sangat dimungkinkan dengan cara melakukan negosiasi ulang
dengan pemerintah Indonesia. Pertanyaannya adalah bagaimanakah
gerakan perlawanan orang Dayak selanjutnya?
Aktor-aktor Terlibat dalam Konflik
Munculnya gerakan perlawanan adalah sebuah kekuatan untuk
tetap dan/atau melakukan perubahan dalam kehidupan masyarakat. Di
dalamnya tentu tidak lepas dari posisi strategis dari sekelompok
kekuatan sosial yang menjadi pioner atau katalisator dari sebuah
gerakan tersebut yang kemudian sering disebut sebagai aktor atau
agent gerakan. Mengacu apa yang diungkapkan oleh Budiman dan
Tornquist (2001) dan Wahyudi (2005) bahwa gerakan perlawanan yang
muncul di berbagai daerah di Indonesia termasuk di Desa Orang
Kambang selalu dimotori oleh para aktor-aktor agen gerakan yang
selanjutnya dapat menumbuhkan demokratisasi serta membuka ruang
publik kepada masyarakat luas. Hal ini senada dengan pemikirang Van
Klinken (2007) tentang pentingnya aktor dalam setiap aktifitas gerakan
baik sebagai orang atau sekelompok orang maupun perangkat
pendukung untuk memainkan peran penting (utama) dalam sebuah
„panggung‟ ataupun insiden tersebut.
Selanjutnya, mengacu teori jaringan aktor atau yang dikenal
dengan Actor Networ Theory (ANT) dipelopori oleh Latour (2005) aktor tidak berdiri sendiri tetapi akan masuk ke dalam jaringan aktor
itu sendiri untuk melakukan translasi, dan intermediasi. Karena aktor
dalam konsep jaringan tidak hanya berfokus pada hubungan sosial
-
ORANG DAYAK MELAWAN TAMBANG Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual
156
aktor manusia, tetapi mencakup aktor-aktor non manusia-yaitu sebuah
jaringan beragam (heterogen). Oleh karenanya ada banyak predikat
tentang aktor, seperti; “aktor adat”, “aktor kerusuhan”, “aktor politik”,
“aktor intelektual”, sampai “aktor teknologi” dan lain sebagainya.
Dalam konteks aktor human dan di luar ranah non-elektoral,
biasanya wadah yang digunakan para aktor adalah berbentuk LSM
(Lembaga Swadaya Masyarakat) yang didirikan atas dasar tujuan
tertentu. Kehadiran LSM dalam sebuah masyarakat merupakan
kenyataan yang tidak dapat dinafikan. Hal ini dimungkinkan
dikarenakan keterbatasan negara dalam memenuhi semua kebutuhan
warga masyarakat dan/atau keterbatasan masyarakat dalam memenuhi
tuntutannya kepada negara. Keterbatasan inilah yang perannya
kemudian diambil-alih oleh kelompok LSM untuk menjadi aktor. Di
sisi lain fenomena pembentukan norma dan tatanan sosial yang
dilakukan oleh negara selalu menciptakan ketegangan dengan
masyarakat sehingga peran-peran dari aktor akan sering terlihat untuk
memfasilitasi kepentingan antar negara dengan masyarakat yang
kemudian disebut sebagai aktor perantara (intermediary).
Penelitian tentang peran aktor di Indonesia akhir-akhir ini
semakin berkembang. Hadir dan banyaknya aktor-aktor yang secara
terbuka memposisikan dirinya sebagai aktor untuk menjembatani atau
sebagai penghubung antara masyarakat dan negara. Dalam hal
bagaimana peran dan strategi mereka dalam memperjuangkan hak-hak
masyarakat semakin menambah daya tarik terkait dengan gerakan
perlawanan masyarakat Oreng Kambang melawan PT IMK. Untuk itu,
paling tidak ada tiga jenis peranan yang dapat dimainkan oleh berbagai
aktor, yaitu: (1) mendukung dan memberdayakan masyarakat pada
tingkat grassroots, yang sangat esensial dalam rangka menciptakan pembangunan yang berkelanjutan; (2) meningkatkan pengaruh politik
secara meluas, melalui jaringan kerjasama, baik dalam suatu negara
ataupun dengan lembaga-lembaga internasional lainnya; dan (3) ikut
mengambil bagian dalam menentukan arah dan agenda pembangunan
(Gaffar, 2006).
-
Konflik Dayak vs Tambang
157
Mengacu pada pembahasan konflik Masyarakat Dayak vs PT IMK
serta pembahasan tentang aktor di atas, maka dapat dipetakan bahwa
aktor-aktor yang terlibat tersebar di berbagai wilayah penambangan
PT IMK dan yang menjadi pusatnya adalah aktor-aktor yang ada di
dalam dan di luar wilayah tambang PT IMK . Adapun aktor-aktor yang
dimaksud terlibat dalam konflik tersebut adalah :
1. Aktor dari Masyarakat Di sekitar Tambang
Paling tidak ada 5 (lima) aktor masyarakat di sekitar tambang
PT IMK yang selalu aktif melakukan perlawanan terhadap
keberadaan PTM IMK; (1) kelompok sdr.. Ipong I Pambuk
yang berasal dari masyarakat desa Jukingsuan; (2) kelompok
sdr.. Herly S. Penyang yang berasal dari masyarakat desa
Persiapan Luit Raya; dan (3) kelompok penambang Merindu;
dan (4) kelompok masyarakat desa Oreng Kambang yang
berada di inti wilayah tambang PT IMK. Selain aktor yang
berasal dari masyarakat di sekitar tambang, ada satu kelompok
masyarakat di Serujan yang aktornya berasal dari Puruk Cahu,
yaitu sdr.. Anderas Udang.
Kelompok-kelompok ini mempunyai peran dalam mendukung
gerakan perlawanan terkait dengan keberadaan PT IMK,
dengan bentuk dan jenis perlawannya berbeda. Kelompok sdr.
Anderas Udang adalah kelompok awal yang melakukan
mobilisasi masyarakat untuk melakukan demontrasi terkait
dengan keberadaan PT IMK. Demontrasi tidak hanya
dilakukan pada tingkat lokal tetapi juga tingkat nasional
bahkan internasional. Untuk mendukung gerakannya,
kelompok sdr. Andreas membangun jaringan dengan para aktor
dari berbagai ornop di tingkat nasional, seperti Jatam, Alperudi,
YLBHI, PBHI, Elsam, dan LBH Jakarta. Isu yang dibawa
kelompok ini adalah menghentikan seluruh operasi dari PT
IMK.
Kelompok Andreas melakukan aksi perlawanan sejak tahun
1995 seiring dengan semakin masif kerusakan lingkungan yang
disebabkan oleh pembuangan limbah atau tailing ke sungai dari
-
ORANG DAYAK MELAWAN TAMBANG Studi Gerakan Sosial Baru dalam Ruang Publik Virtual
158
PT IMK karena tanggulnya “jebol”. Pada tahun 1994 pe