Download - Naskah WEB Mikrobiologi[1]
LEMBAR PERSETUJUAN NASKAH PROGRAM MEDIA NON CETAK
(WEB SUPLEMEN)
Mata Kuliah : Mikrobiologi (PEBI4416)
Judul Program : Aplikasi mikrobiologi dalam kehidupan manusia
Penulis ; Tri Wahyuningsih
NASKAH INI TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI OLEH:
Penelaah Materi Penelaah Media
Sukiniarti (………………………)
NIP. 130 686 740 NIP.
Ketua Jurusan PMPA
Yumiati
NIP.
TIU : Setelah mempelajari matakuliah ini mahasiswa diharapkan dapat
menerapkan beberapa aplikasi mikrobiologi dalam kehidupan.
TIK : Setelah mempelajari matakuliah ini kompetensi yang diharapkan
adalah agar Anda dapat:
1. menjelaskan tentang peranan mikroba dalam bioremediasi2. menjelaskan tentang penyakit progresif dan fatal yang
berkaitan dengan virus3. menjelaskan tentang mikroba pertanian4. menjelaskan tentang penyakit resistensi
Deskripsi Matakuliah : Matakuliah Mikrobiologi membahas tentang aplikasi mikrobiologi dalam kehidupan manusia yang berkaitan dengan bioremediasi, penyakit-penyakit progresif dan fatal yang berkaitan dengan virus (kanker), mikroba pertanian, serta penyakit resistensi.
Fakultas : FKIP
Kode Matakuliah : PEBI 4416 /Mikrobiologi
Menu Utama :
Topik 1 : Peranan mikroba dalam bioremediasi
Topik 2 : Kanker adalah Kelainan Sel
Topik 3 : Mikrobiologi Pertanian.
Topik 4 : Penyakit resistensi.
Judul Materi : Aplikasi mikrobiologi dalam kehidupan manusia
Alamat e-mail : [email protected]
PENDAHULUAN
Matakuliah bioteknologi ini dirancang khusus untuk mahasiswa SI Pendidikan
Biologi yang bersifat memperkaya dan memperluas wawasan yang berkaitan dengan
mikrobiologi.
Materi yang terkandung dalam matakuliah ini merupakan dalam meningkatkan
penguasaan konsep tentang bagaimana menerapkan konsep mikrobiologi dalam
kehidupan, mulai dari aplikasi mikrobiologi dan peranan mikroba menguntungkan,
penyakit progresif dan fatal yang berkaitan dengan virus, mikrobiologi pertanian dan
penyakit resistensi.
Setelah mempelajari matakuliah ini, kompetensi yang diharapkan adalah agar
mahasiswa dapat:
1. menjelaskan tentang aplikasi mikrobiologi dalam kehidupan
2. menjelaskan pengertian bioremediasi
3. memberi contoh bioremediasi
4. menjelaskan penyakit progresif yang berkaitan dengan virus
5. menjelaskan tentang penyakit kanker
6. menjelaskan peranan mikrobiologi dalam pertanian
7. menjelaskan penyakit resistensi
Matakuliah ini berbobot 3 SKS dan disajikan dalam 9 modul antara lain:
Modul 1. Sejarah Mikrobiologi
Kegiatan Belajar 1. Perkembangan Mikrobiologi
Kegiatan Belajar 2. Perkembangan Tehnik dan Cara Kerja Laboratorium
Mikrobiologi
Kegiatan Belajar 3. Aplikasi Mikrobiologi dalam Kehidupan Manusia.
Modul 2. Tinjauan Umum Protista
Kegiatan Belajar 1. Protista Prokariotik
Kegiatan Belajar 2. Protista Eukariotik
Modul 3. Perkembangan dan Pertumbuhan Mikroorganisme
Kegiatan Belajar 1. Isolasi Mikroba
Kegiatan Belajar 2. Pertumbuhan dan Multiplikasi
Modul 4. Virus
Kegiatan Belajar 1. Virus Bakterial
Kegiatan Belajar 2. Virus Hewan dan Tumbuhan
Modul 5. Penggolongan bakteri dan metebolismenya
Kegiatan Belajar 1. Dasar-dasar Klasifikasi
Kegiatan Belajar 2. Enzim dan Metabolisme Bakteri
Modul 6. Genetika Mikroba
Kegiatan Belajar 1. Genetika Prokariot
Kegiatan Belajar 2. Dasar Molekuler Variasi
Kegiatan Belajar 3. Genetika Eukariot
Kegiatan Belajar 4. Rekayasa Genetika
Modul 7. Mikrobiologi pertanian dan Air
Kegiatan Belajar 1. Mikrobiologi Tanah dan Pertanian
Kegiatan Belajar 2. Peran Mikroba Sebagai Dekomposer
Kegiatan Belajar 3. Mikrobiologi Air
Kegiatan Belajar 4. Air Bagi Kehidupan Manusia
Modul 8. Pengendalian mikroorganisme dan Penyakit Resistensi oleh Mikroorganisme
Kegiatan Belajar 1. Dasar-dasar Pengendalian
Kegiatan Belajar 2. Mikroorganisme, Penyakit-Resistensi dan Pemindah
sebarannya
Modul 9. Mikrobiologi Pangan dan Industri
Kegiatan Belajar 1. Mikrobiologi Pangan
Kegiatan Belajar 2. Mikrobiologi Industri
Modul 1. Sejarah Mikrobiologi
Kegiatan Belajar 3. Aplikasi Mikrobiologi dalam Kehidupan Manusia
Setiap usaha manusia untuk mendalami suatu ilmu tertentu, sebenarnya secara sadar
atau tidak, terdapat dua tujuan utama, yaitu pengembangan ilmu itu sendiri dan yang
kedua kemamfaatannya bagi umat manusia. Begitu pula dengan mikrobiologi. Untuk
tujuan yang kedua berkembanglah Mikrobiologi Terapan, yang menggunakan prinsip-
prinsip mikrobiologi agar memberikan keuntungan dan manfaat bagi manusia.
Mikroba ada yang merugikan dan ada yang menguntungkan. Mikroba yang
menguntungkan dapat membantu manusia dalam hal produk dan jasa. Dalam hal produk
misalnya mikroba menghasilkan bermacam zat seperti vitamin, asam organik, melalui
fermentasi dihasilkan makanan dan minuman seperti kecap, tempe, youhart, alkohol,
anggur dan sebagainya. Dalam hal jasa mikroorganisme dapat membantu manusia untuk
menganalisis kandungan suatu bahan tertentu (bioassay), membantu manusia dalam hal
menambang logam-logam tertentu (biomoning).
Salah satu bentuk terapan mikrobiologi dalam kehidupan manusia yang bertolak dari sifat
yang menguntungkan antara lain Bioremediasi.
Bioremediasi
Bioremediasi adalah usaha yang dilakukan manusia berupa pemanfaatan jasa
mikroba/mahkluk hidup untuk mengembalikan fungsi dan kondisi lingkungan yang
tercemar karena polutan tertentu. Bioremediasi dapat didefinisikan sebagai penggunaan
organisme hidup, terutama mikroorganisme, untuk mendegradasi pencemar yang
merugikan ke tingkat atau bentuk yang lebih aman.
Proses bioremediasi ini dapat dilakukan secara bioaugmentasi, yaitu penambahan
atau introduksi satu jenis atau lebih mikroorganisme baik yang alami maupun yang sudah
mengalami perbaikan sifat (improvedigenetically engineered strains) dan biostimulasi
yaitu suatu proses yang dilakukan melalui penambahan zat gizi tertentu yang dibutuhkan
oleh mikroorganisme atau menstimulasi kondisi lingkungan sedemikian rupa (misalnya
memberi aerasi) agar mikroorganisme tumbuh dan beraktivitas lebih baik.
Penggunaan beragam spesies mikroorganisme untuk bioremediasi telah sedemikian
luas dan digunakan untuk mengatasi beragam pencemar baik organik maupun an-organik.
Proses bioremediasi seringkali diterapkan dalam bentuk interaksi tumbuhan
mikroorganisme (bioremediasi fito-mikrobial), misalnya penggunaan Pseudomonas
putida yang berasosiasi dengan gandum (Triticum aestivum) dan Mesorhizobium huakuii
dengan Astragalus sinicus untuk mengatasi pencemaran Cd.
Usaha menjaga kualitas air oleh pembudidaya dapat dilakukan dengan tetap mengacu
bioremediasi. Proses ini dapat dilakukan dengan mengkombinasikan sistem penyaringan-
penyaringan pasir lambat dan biofilter. Biofilter pada skala yang besar dapat diwujudkan
dalam bentuk lahan basah (wetland) alami, semi alami dan buatan (contructed wetland).
Bioaugmentasi mikroorganisme seperti Bacillus sp dapat membantu mengurai materi
organik dan/atau optimasi biofilter melalui pembentukan biofilm atau asosiasi dengan
akar tumbuhan air.
Lahan basah alami, misalnya mangrove, telah dibuktikan peranannya dalam pengendalian
cemaran dari tambak seluas 286 ha melalui resirkulasi ke lahan mangrove seluas 120 ha
mampu mengurangi padatan terlarut secara signifikan. Menurut Pillay (1990) untuk
keperluan akuakultur yang berkelanjutan, setiap 1 ha hutan mangrove yang menjadi
tambak, sekurang-kurangnya 3 ha tetap dibiarkan sebagai hutan. Lingkungan mangrove
diketahui memiliki komponen biotik yang beragam dan khas, termasuk di dalamnya
mikroorganisme.
Adapun pada saringan pasir lambat, peran biofilter dilakukan oleh mikroorganisme
yang membutuhkan biofilm pada permukaan substrat dan mengurai materi-materi
organik terlarut yang mengalir bersama air dan menurunkan kadar ammonia secara cepat
sehingga memperbaiki kualitas air. Optimasi biofilter dapat dilakukan dengan kultivasi
tumbuhan air (makrofit) seperti Typha latifolia (ekor kucing), Eichornia crassifass (eceng
gondok), Lemna sp (duckwet) dan Scirpus valiaus untuk air tawar dan penggunaan
makrofit seperti Gracillaria dan Ulva untuk air laut.
Sejumlah penelitian mengemukakan optimasi penggunaan air limbah akuakultur
menggunakan kombinasi antara grazer animals misalnya tiram (Saccostrea
comnurcialis), ciliata dan alga makrofit, misalnya Gracillaria edulis, secara signifikan
memperbaiki kualitas air limbah, baik pada system resirkulasi maupun non-resirkulasi
ditunjukkan oleh penurunan populasi bakteri, fitoplanton dan bahan padat tersuspensi.
Tumbuhan air mampu meningkatkan penguraian materi limbah 2 – 3 kali lebih banyak,
karena perakaran tanaman menjadi tempat yang ideal bagi mikroorganisme yang
berperan dalam dekomposisi atau biodegradasi absorpsi mineral oleh tanaman, dan
mineralisasi. Kehadiran mikroorganisme dalam jumlah tinggi di sekitar perakaran tidak
terlepas dari mekanisme pompa oksigen yang dilakukan tanaman yang mampu
mentransfer oksigen ke rhizosfer.
( Sumber: Di atas Langit ada Langit, Orasi ilmiah oleh Prof.Drs. Agus Irianto, M.Sc,
Ph.D Guru Besar Unsoed, 12 Mei 2007)
Mencuci Lahan Tercemar dengan Kuman
Ke mana tumpahan minyak dan oli dari bengkel mobil atau motor, pom bensin, dan
stasiun kereta api mengalir? Fakta menunjukkan tumpahan tersebut merembes ke dalam
tanah dan mencemari tanah. Hal yang sama terjadi pada limbah pengeboran minyak bumi
yang dialirkan ke kolam lumpur sisa pengeboran (drilling mud). Akibat tak ada proteksi
memadai, cairan hidrokarbon sering bocor dan merembes ke dalam tanah.
Untuk mencegah dampak yang lebih parah, para pengelola lokasi tersebut sedang
mencari teknik pemuliaan lokasi (remediasi) lahan tercemar. Salah satu yang dilirik
adalah bioremediasi , yang banyak digunakan memulihkan tanah yang tercemar senyawa
hidrokarbon.
Bioremediasi mengandalkan reaksi mikrobiologis dalam tanah. Tehnik ini
mengkondisikan mikroba sedemikian rupa sehingga mampu mengurai senyawa
hidrokarbon yang terperangkap dalam tanah.
Bioremediasi dapat dilakukan langsung di lokasi tanah tercemar (in-situ). Kita tidak perlu
repot menggali tanah dan memindahkannya ke lokasi khusus. Di Amerika Serikat (AS),
teknik ini banyak diadopsi sebab biaya penggalian dan pemindahan tanah tergolong
mahal. Sementara pada bioremediasi ex-situ, tanah yang tercemar digali dan dipindahkan
ke dalam penampungan yang lebih terkontrol, lalu diberi perlakuan khusus dengan
memakai mikroba. Bioremediasi ex-situ bisa lebih cepat dan mudah terkontrol, dibanding
in-situ, karena mampu meremediasi jenis kontaminan dan jenis tanah yang beragam.
Kunci sukses bioremediasi adalah dilakukannya karakterisasi lahan (site
characterization) dan treatability study. Menurut Idrus Maxdoni Kamil, ahli teknik
lingkungan dari Institut Tehnologi Bandung (ITB), karakterisasi lahan tercemar, bukan
hal yang rumit. Memang data yang diperlukan cukup banyak, seperti sifat dan struktur
geologis lapisan tanah, lokasi sumber pencemar dan perkiraan banyaknya hidrokarbon
yang terlepas dalam tanah . Sifat-sifat lingkungan tanah juga harus diketahui, mulai dari
derajat keasaman (pH), kelembaban hingga kandungan kimia yang sudah ada.
Karakterisasi lahan berfungsi pula mengetahui keberadaan dan jenis mikroba yang ada
dalam tanah. Setelah data terkumpul, kita bisa melakukan modeling untuk menduga pola
distribusi dan tingkat pencemarannya. Salah satu tehnik modeling yang kini banyak
dipakai adalah bioplume modeling dari US-EPA. Di sini diperhitungkan juga faktor
perubahan karakteristik pencemar akibat reaksi biologi, fisika, kimia yang dialami dalam
tanah. Dalam riset doktornya di Utah State University, Amerika Serikat, Maxdoni
melakukan tehnik bioventing. Cara ini merupakan salah satu tehnik in-situ untuk
memulihkan lahan yang tercemar bahan bakar jet JP-4 , di Pangkalan Udara Meliter Hill,
tempat Angkatan Udara AS merawat mesin pesawat tempur utamanya F-16 Figting
Falcon. “ Tanpa modeling yang baik, jutaan dolar akan sia-sia karena melakukan
bioremediasi di bagian yang salah. Dan jangan lupa untuk mempelajari betul karakteristik
bahan pencemar.” Tegas Maxdowi.
Soal treatability studi, Sri Harjati, peneliti laboratorium Mikrobiologi Lingkungan, Pusat
Antar Universitas ITB menerangkan, di Laboratorium kami mencoba membiakkan
mikroba yang cocok dengan senyawa hirokarbon pencemar, dimulai dari mikroba dalam
tanah tercemar sendiri.”ujarnya. Pengkondisian paling sederhana adalah dengan
menambahkan senyawa nutrient agar reaksi mikroorganismenya optimal. Jika gagal,
dicoba dengan mikroba lain akan sangat membantu.
Rekayasa genetika terkadang juga perlu jika mikroba alamiah tak memuaskan
hasilnya. Treatability studi juga akan menyimpulkan apakah reaksi dapat berlangsung
secara aerob atau anaerob.
Dalam pilot project bioremediasi di stasiun kereta api Bandung, Sri Harjati dan
kawan-kawan berhasil mengkondisikan mikroba aerobic asli (indigeneous) agar mampu
mengurai oli, solar, dan senyawa hidrokarbon berat lainnya yang sudah terperangkap di
dalam tanah stasiun. Semua yang berhasil dilakukan di pilot project dilaksanakan
langsung di lokasi-lokasi yang ditentukan oleh karakteristik lahan. Namun karena
dasarnya adalah hasil laboratorium dan pendugaan matematis, tidak heran jika ada
beberapa hambatan pada awalnya “mikroba yang berhasil dibiakkan di laboratorium
sering terhambat perkembangannya akibat kalah bersaing dengan mikroba lain, jamur
atau protozoa yang sudah ada dalam tanah. Dalam pilot project di stasiun Bandung
dengan tehnik ex-situ, yaitu landfarming dan bioaugmentation, kandungan senyawa
hidrokarbon dalam tanah diturunkan sampai 70 hingga 90 persen setelah lima bulan .
Bioremediasi in-situ memang belum banyak dipraktekkan di Indonesia. Padahal
potensinya sangat tinggi mengingat tanah kita sangat kaya akan berbagai jenis mikroba.
Apalagi tanah di Indonesia sangat lembab. Peralatan canggih sudah tersedia di beberapa
laboratorium. Ahlinya sudah tersebar di berbagai institusi, seperti ITB, UNPAD, IPB,
LIPI, Lemigas, BPPT dan beberapa perusahaan perusahaan swasta lainnya. ( Mencuci
Lahan Tercemar dengan Kuman. http://www.sinar harapan.co.id/berita/0205/22/ipt.html.
Modul 4. Virus
Kegiatan Belajar 2. Virus Hewan dan Tumbuhan
Penyakit-penyakit progresif atau yang secara lambat laun memburuk dan biasanya
berakhir dengan kematian namun kurang sekali dimengerti dan membutuhkan banyak
riset. Beberapa diantaranya disebabkan oleh virus, seperti penyakit kanker.
Kanker adalah kelainan Sel
Sel yang berukuran kecil tapi selalu sibuk didalamnya terdapat benda-benda yang
disebut organel . Salah satu organel atau benda yang ada dalam sel adalah inti sel yang
berisi Gen atau DNA atau materi genetika, yang dikenal sebagai pembawa sifat
keturunan. Kanker merupakan penyakit yang berawal dari kerusakan gen, materi genetika
atau DNA sel. Satu sel saja mengalami kerusakan genetika sudah cukup untuk
menghasilkan sel kanker atau neoplasma. Sel yang gennya rusak itu dapat menjadi liar
dan berkembang biak atau tumbuh terus menerus tanpa henti dari satu sel menjadi beribu-
ribu bahkan jutaan sel sehingga membentuk jaringan baru. Akhirnya terbentuklah
jaringan tumor atau kanker.
Sel normal bisa menjadi sel kanker bila materi genetiknya rusak atau berubah.
Kerusakan pada materi genetika, atau disebut juga mutasi gen, dapat terjadi melalui
berbagai cara;
Pertama: disebabkan karena oleh kesalahan pertumbuhan atau replikasi yang terjadi
pada saat sel-sel yang mati atau rusak digantikan oleh sel yang baru. Pada saat
penggantian satu sel, terjadi penggandaan sel induk agar dihasilkan sel baru yang sama
persis seperti induknya, hkususnya gen. Dalam proses pembuatan sel baru ini bisa terjadi
gen sel yang baru salah digandakan lalu menghasilkan sel baru yang tidak sama dengan
induknya sehingga dihasilkan sel termutasi. Sel seperti ini berpotensi menjadi sel. Oleh
karena itu, kanker banyak ditemukan pada organ yang sering mengalami pergantian sel,
seperti sumsum tulang yang membuat sel-sel darah, jaringan epidermis pada saluran
pencernaan, paru-paru, rahim dan sebagainya.
Kedua: mutasi atau kesalahan pada gen sel yang merupakan kesalahan genetika yang
diturunkan dari gen orang tua. Kesalahan genetika ini umumnya menghasilkan kanker
pada usia dini atau anak-anak.
Ketiga: faktor luar (faktor eksternal) meliputi virus, infeksi berkelanjutan, polusi udara,
makanan, radiasi dan bahan-bahan kimia asing yang tidak diperlukan tubuh. Bahan-bahan
kimia asing ini dapat berasal dari pencemaran makanan, polusi udara dan air, ataupun
bahan kimia yang ditambahkan pada makanan. Penyebab dari luar tubuh ini umumnya
merusak gen, khususnya pada sel organ yang sering mengalami pergantian sel atau
berfungsi mensekresi, seperti : payudara, sumsum tulang, saluran pencernaan dan rahim.
Penyebab pertama dan kedua di atas disebut faktor internal atau faktor dari dalam
tubuh yang memang harus diterima dan tidak dapat dicegah. Untungnya menurut
kesimpulan yang dikeluarkan oleh WHO (World Health organization), penyakit kanker
yang disebabkan oleh keturunan dan faktor dalam hanya sekitar 10-15%. Sebagian besar
(sekitar 85-90%) disebabkan oleh faktor luar. Kesimpulan ini merupakan hasil
rangkuman dari sepuluh ribu lebih hasil penelitian mengenai kanker, pangan dan gizi
yang diadakan di berbagai Negara lebih dari sepuluh tahun. Hasilnya tentu saja sangat
memuaskan, karena jika penyebabnya berasal dari luar tubuh, dengan sendirinya
penyebab ini dapat dicegah.
Kanker mempunyai tiga cirri utama: hyperplasia, anaplasia dan metastasis.
Hyperplasia adalah perbanyakan sel-sel yang tak terkendali. Anaplasia adalah tidak
normalnya struktur sel (sel-sel fungsinya berkurang atau hilang). Metastasis adalah
kemampuan sel yang ganas untuk memisahkan dirinya dari tumor dan membentuk tumor
baru pada situs di dalam inang.
Lama sekali para mikrobiologiwan berpendapat bahwa kanker mungkin disebabkan
oleh virus. Namun tahun-tahun belakangan ini telah terhimpun bukti-bukti yang cukup
memperlihatkan bahwa beberapa virus memang menyebabkan kanker pada hewan.
Penemuan-penemuan ini menghidupkan kembali pendapat bahwa kanker pada manusia
mungkin disebabkan oleh virus, karena masuk akal untuk memperkirakan bahwa bila
virus dapat menyebabkan kanker pada hewan, maka tentulah dapat melakukan hal yang
sama pada manusia. Selain disebabkan oleh virus, kanker dapat terjadi karena bahan-
bahan yang dapat memicu terjadinya kanker.
Bahan Pemicu Kanker
Pemicu kanker dapat beragam bentuknya, mulai dari kebiasaan makan yang tidak
seimbang, hidup dengan tingkat stress tinggi, kebiasaan merokok, kontak dengan paparan
sinar matahari berlebihan, dan juga dari makanan yang kita konsumsi. Senyawa pemicu
kanker yang terdapat dalam bahan makanan dapat berupa zat racun yang terdapat dalam
bahan makanan itu sendiri ataupun hasil kontaminasi mikroorganisme, hasil proses
olahan pangan, bahan tambahan makanan yang sering digunakan dalam proses olahan
industri makanan, serta residu pestisida yang mengkontaminasi bahan pangan. Apabila
senyawa pemicu ini terdapat dalam bahan pangan dikonsumsi, dikhawatirkan sedikit
demi sedikit akan terakumulasi dalam tubuh, sehingga dosis sekecil apapun dalam waktu
cukup lama akan berbahya bagi kesehatan.
Karsinogenik Dalam Bahan Makanan.
Bahan pangan yang mengandung zat beracun merupakan pemicu kanker seperti
hydrazine (zat aktif) terdapat pada jamur champignon, solanin, dan chaconin senyawa
glikoalkaloid (zat aktif) pada kentang yang berwarna hijau juga bersifat karsinogen dan
beracun. Pohon pakis juga mengandung senyawa aquilide-A (zat aktif) punya potensi
sebagai mutagen.
Senyawa beracun juga diperoleh dari toksin (zat racun) yang dihasilkan oleh
mikroorganisme yang tumbuh pada bahan pangan seperti mikotoksin, yaitu racun yang
dihasilkan oleh jenis kapang yang umum berasal dari Aspergillus, Penicillium, dan
fusarium sp. Kapang banyak tumbuh pada kacang-kacangan dan biji-bijian.
Aflatoksin terutama ditemukan pada kacang tanah, jagung, dan biji kapas yang
ditumbuhi oleh Aspergillus flavus. Toksin ini telah terbukti merupakan karsinogen kuat
yang dapat menyerang hati. Jamur yang banyak dikonsumsi seperti jamur Agarius
bisporus dan jamur shiitake dari Jepang mengandung racun yang bernama hydrazine
(agaritene).
Bahan makanan yang diawetkan dengan pengasapan,seperti sate, ikan bakar, ikan
asap mengandung zat karsinogenik yang disebut benzo(a)pyrene. Zat ini merupakan
produk dari pembakaran kayu atau arang yang masuk ke dalam daging, ayam, ikan
melalui asap. Zat ini berasal dari reaksi radikal bebas yang terbentuk melalui proses
pembakaran tidak sempurna pada bahan organik seperti gula, asam amino, lemak.
Benzo(a)pyrene merupakan komponen polisiklik aromatic hidrokarbon (PAH). PAH
juga dapat diperoleh akibat asap rokok, polusi udara dan air, komponen batubara, dan
petroleum yang mencemari lingkungan. Senyawa ini dalam tubuh dapat berikatan dengan
DNA sel yang kemudian dapat menyebabkan mutasi sel yang selanjutnya dapat berubah
menjadi sel kanker. Kopi juga mengandung senyawa mutagenik yaitu acrylamide yang
terbentuk pada saat kopi disangrai, yang dapat memacu terbentuknya sel kanker.
Acrylamide juga terdapat pada bahan pangan yang mengandung karbohidrat tinggi
seperti beras, kentang dan sereal yang dibakar atau dipanggang. Namun zat tersebut tidak
muncul bila makanan direbus.
Proses penggorengan dengan menggunakan minyak goreng yang sama secara
berulang akan menghasilkan produk oksidasi yang akan membentuk radikal bebas dan
bila dikonsumsi dapat menimbulkan kerusakan sel. Minyak goreng yang berwarna coklat
kehitaman bersifat karsinogenik.
Food Additives Penyebab Kanker
Food additive adalah bahan yang ditambahkan ke dalam makanan selama produksi,
pengolahan, pengemasan, atau penyimpanan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas
bahan pangan, memperthankan nilai gizi, dan sifat organoleptik (sifat bau, rasa, dan
warna). Beberapa bahan tambahan makanan yang digunakan adalah antioksidan,
pewarna, pemanis buatan, penstabil, pemutih, emulsifier, pengembang dan sebagainya.
Hasil penelitian Zakaria dkk (1996) terhadap jajanan tercemar food additives yang
dikonsumsi remaja menunjukkan bahwa makanan jajanan tersebut merupakan penyebab
terbentuknya radikal bebas dalam tubuh. Penambahan garam NaCL (garam dapur) yang
berlebihan juga dapat memicu terjadinya kanker lambung.
Nitrit dan nitrat merupakan zat pengawet makanan yang sering terdapat dalam
produk olahan daging seperti kornet, sosis, ham, salami, baso dan ikan asin. Penggunaan
nitrat selain untuk penghambat pertumbuahan bakteri Clostridium botulinum (pathogen)
juga digunakan sebagai bahan pewarna merah pada produk daging. Dalam saluran
pencernaan, nitrit akan bereaksi dengan amine hasil dari pemecahan protein,
menghasilkan nitrosamine. Nitrosamine adalah senyawa karsinogenik yang berpotensi
menimbulkan kanker. Vitamin C dapat menetralisir efek nitrosamine, sehingga dalam
produk olahan daging selalu ditambahkan Vit C atau dianjurkan bagi orang yang
mengkonsumsi makanan olahan tersebut harus banyak mengkonsumsi Vit C.
Pemanis buatan seperti sakarin dan siklamat merupakan pemicu kanker. Sakarin
dapat menyebabkan kanker kandung kemih, kanker ginjal dan kanker rahim.
Bahan pewarna amaranth yang memberikan warna merah dan tartrazine yang
memberikan warna kuning pada produk makanan juga mengindikasikan karsinogenik.
Pemberian 3% amaranth dan tartrazine pada diet tikus dapat menyebabkan perkembangan
tumor.
Antioksidan yang sering digunakan dalam industri pangan yang berfungsi
menghambat proses ketengikan pada produk pangan berminyak, seperti BHA (Butylated
hydroxyanisole) dan BHT (butylated hydroxytoluene) juga bersifat karsinogenik.
Karsinogenik dari Non Pangan.
Merokok yang berlebihan pemicu kanker paru-paru, kanker perut, saluran
pernapasan, mulut, bibir dan hati. Rokok mengandung senyawa amin aromatic
heterosiklis yang mempunyai aktivitas sebagai mutagen tinggi dibanding benzo(a)pyrene
yang mencapai 200 kali lipat. Kondisi ini dapat diperparah apabila selain merokok juga
mengkonsumsi alkohol. Wanita yang banyak mengkonsumsi alkohol dapat memicu
kanker payudara, karena alkohol dapat meningkatkan estrogen, yang merupakan pemicu
terjadinya kanker tersebut.
Sinar ultraviolet, sinar x dan sinar gamma merupakan unsur mutagenik dan
karsinogenik dan dapat merusak DNA sel.
Hexachlorophene (bahan kimia yang digunakan sebagai bahan pelarut) yang banyak
digunakan pada produk kosmetika, sabun, dan bahan pewangi merupakan karsinogenik
yang dapat menyerang otak.
Bahan pembungkus makanan terbuat dari vinyl klorida (untuk pembuat PVC) dan
styrene adalah bahan pembungkus plastik diidentifikasikan sebagai karsinogen pada hati
tikus percobaan. Pemberian berlanjut bahkan menyebabkan penurunan sistem saraf pusat
dan kerusakan hati, paru dan jantung.
Polisiklik (rantai karbon dengan banyak cabang) yang banyak ditemukan pada asap
knalpot motor, mesin pemanas, rokok, pembakaran tanaman, dan industri emisi (besi,
alumunium,baja) merupakan pemicu kanker dari polusi udara.
Modul 7. Mikrobiologi Pertanian dan Air
Kegiatan Belajar 1. Mikrobiologi Tanah/pertanian
Mikrobiologi Pertanian
Tanah merupakan tempat menyediakan substrat bagi pertumbuhan tanaman.
Tanaman selanjutnya dapat dimanfaatkan oleh manusia dan hewan sebagai salah satu
sumber energi. Dalam penyediaan substrat tumbuh bagi tumbuhan, tanah harus memiliki
kandungan hara yang memadai. Penyediaan zat hara tersebut tidak terlepas dari peran
mikroba tanah, seperti bakteri, kapang, alga dan berbagai macam protozoa.
Nitrogen adalah unsur yang diperlukan untuk membentuk senyawa penting di dalam
sel, termasuk protein, DNA, dan RNA. Hewan memperoleh nitrogen yang diperlukan
dengan makan tumbuhan atau hewan lain, sedangkan tumbuhan harus mengekstrasi dari
tanah. Sumber nitrogen yang terdapat dalam tanah, makin lama makin tidak mencukupi
kebutuhan tumbuhan, sehingga perlu diberi pupuk yang merupakan sumber nitrogen
untuk mempertinggi produksi. Berkurangnya luas lahan pertanian di samping keinginan
petani untuk menaikkan produksi agar dapat mencukupi kebutuhan pangan, berakibat
diperlukannya pupuk dalam jumlah besar. Industri pupuk yang didirikan, biaya
pembuatannya tinggi, sehingga harga pupuk cenderung selalu naik. Salah satu penyebab
kenaikan harga minyak bumi yang merupakan bahan baku utama dalam industri pupuk.
Kenaikan harga minyak bumi dan perkiraan menyusutnya cadangan minyak bumi,
mendorong orang untuk mencari pupuk nitrogen alternatif, dan rekayasa “gen hijau”
tampaknya dapat memberi harapan untuk memenuhi kebutuhan pupuk di masa datang.
Daur nitrogen adalah arus nitrogen yang bergerak antara tumbuhan, hewan,
mikroba, lahan dan atmosfer. Udara yang menyelubungi bumi mengandung gas nitrogen
sebanyak 80%, tetapi sebagian besar dalam bentuk N2 yang tidak dapat dimanfaatkan.
Tumbuhan, hewan dan kebanyakan mikroba tidak mempunyai cara untuk mengikat
nitrogen gas menjadi senyawa dalam selnya. Tumbuhan dan mikroba umumnya
mendapatkan nitrogen dari senyawa seperti amonium (NH4+) dan nitrat (NO3
-). Nitrogen
dalam senyawa ini, umumnya dikatakan dalam bentuk tertambat, yang sangat berbeda
dengan nitrogen bebas atau N2 gas. Untuk memanfaatkan nitrogen gas, para pakar
bioteknologi memusatkan perhatiannya pada hubungan antara tumbuhan dan jenis
mikroba tertentu yang dapat menambat nitrogen. Mikroba menyerap gas nitrogen dari
udara dan menyusun atom nitrogen ke dalam molekul amonium, nitrat atau senyawa lain
yang dapat digunakan oleh tumbuhan.
Sejak zaman dahulu diketahui bahwa tanaman kacang-kacangan seperti koro, buncis,
kedelai, orok-orok dapat menyuburkan ladang. Dengan perkembangan lebih lanjut
diketahui, bahwa akar kacang-kacangan tersebut ditemukan bintil-bintil berisi jutaan
bakteri yang mampu menambat nitrogen udara, sehingga nitrogen tanah yang telah
diserap oleh tanaman budidaya dapat diganti. Tidak ada contoh tentang interaksi antara
beribu-ribu jenis tumbuhan di muka bumi ini yang lebih baik daripada hubungan antara
tumbuhan kacang-kacangan dan bakteri penambat nitrogen. Simbiosis antara tumbuhan
dan bakteri ini bersifat saling menguntungkan untuk kedua pihak. Bakteri mendapatkan
zat hara yang kaya energi dari tumbuhan inang, dan sebaliknya tumbuhan inang
mendapatkan senyawa nitrogen dari bakteri untuk memelihara kehidupannya. Di alam
banyak ditemukan hubungan simbiosis seperti ini, namun sebegitu jauh hanya simbiosis
antara tumbuhan kacang-kacangan dan bakteri penambat nitrogen yang cukup besar
kemungkinannya untuk dikembangkan dan memberi keuntungan besar dibidang
pertanian.
Berbagai jenis tumbuhan kacang-kacangan merupakan tumbuhan budidaya dengan
nilai ekonomi yang tinggi, seperti kacang tanah dan kedelai. Walaupun demikian,
kebanyakan tanaman budidaya seperti jagung, padi, gandum dan tumbuhan lain yang
harus tumbuh tanpa bantuan bakteri penambat nitrogen karena tidak terdapat bintil pada
akarnya untuk hidup bakteri. Para pakar bioteknologi melihat adanya tiga kemungkinan
yang dapat membantu tanaman budidaya untuk memanfaatkan pabrik pupuk yang berupa
mikroba:
1. Untuk memodifikasikan mikroba, padi-padian, atau keduanya, sehingga dapat
mengadakan simbiosis dan masing-masing memperoleh keuntungan dari
simbiosis ini.
2. Memodifikasi jenis bakteri lain yang dapat hidup dengan subur pada jenis padi-
padian menjadi tipe yang dapat menambat nitrogen.
3. Menerapkan tehnik rekayasa genetik untuk mendapatkan jenis padi-padian yang
mampu menambat nitrogennya sendiri dari udara, dengan mentransfer gen yang
diambil dari mikroba penambat nitrogen.
Mikroba penambat nitrogen yang terdapat pada akar kacang-kacangan adalah jenis
bakteri Rhizobium. Organisme ini masuk melalui rambut-rambut akar dan bertempat
tinggal di dalam akarnya sendiri, dan membentuk bintil pada akar yang bersifat khas
untuk kacang-kacangan. Sebelum dapat mendorong Rhizobium untuk hidup ditempat
baru, misalnya dalam akar padi-padian, perlu lebih banyak dipelajari tentang syarat-
syarat hidup alami bakteri itu, sehingga kebutuhannya dapat dipenuhi sedekat mungkin.
Hal ini merupakan tantangan yang besar, yang betul-betul merangsang untuk dipecahkan.
Dalam dasawarsa terakhir, banyak sekali yang telah diketahui tentang “mesin
molekuler” yang digunakan oleh bakteri untuk menambat nitrogen. Enzim utama yang
berperan disebut nitrogenase. Enzim ini mengambil gas nitrogen dan dengan
menggunakan energi yang diambil dari kegiatan fotosintetik tumbuhan inangnya,
kemudian mengubah gas nitrogen menjadi amoniak. Lebih dari puluhan gen, yang
disebut dengan istilah nif (singkatan nitrogen-fixation) terlibat dalam penyusunan aparat
penambatan nitrogen. Mula-mula tampaknya merupakan pekerjaan raksasa untuk
mentransfer gen-gen ini ke dalam jenis mikroba lain. Seperti yang sering terjadi dengan
gen-gen yang mempunyai fungsi tunggal dalam sel, gen-gen nif ini merupakan suatu
rantai dalam jumlah DNA yang sangat besar yang menyusun kromosom bakteri, tetapi
semua terkelompok dalam satu daerah. Keadaan ini memudahkan untuk memotong
bagian untaian DNA yang sesuai dengan kromosom Rhizobium dan menyisipkan
potongan itu ke dalam organisme lain.
Rekayasa genetika telah berhasil untuk mentransfer gen nif dari bakteri penambat
nitrogen ke dalam E.coli, sehingga E.coli kemudian mampu menambat nitrogen.
Percobaan ini tidak menggunakan Rhizobium, tetapi gen nif yang diambil dari Klebsiella
pneumoniae, suatu jenis bakteri tanah yang hidup bebas dari setiap tumbuhan inang.
Bakteri ini mempunyai tidak kurang dari tujuh belas gen nif, dan fakta bahwa semua gen
itu dapat ditransfer ke dalam tempat baru (bakteri lain), memberi harapan di masa
mendatang untuk mentransfer gen-gen tadi ke dalam bakteri yang sekarang menghuni
akar gandum dan padi-padian lain, tetapi tidak dapat menambat nitrogen.
Yang lebih menarik adalah harapan untuk menyisipkan gen nif secara langsung ke
dalam tanaman budidaya, tanpa sama sekali melibatkan mikroba penambat nitrogen.
Dalam menerapkan pendekatan ini dijumpai sejumlah masalah yang rumit, terutama
untuk “mengelabui” sel tumbuhan budidaya agar dapat memperlakukan gen-gen bakteri
seperti gennya sendiri. Perbedaan yang paling nyata di antara semua bentuk kehidupan
adalah yang berinti sungguh (eukariot= DNA dikemas di dalam inti) dan yang belum
berinti sunguh (prokariot = inti belum terkumpul dalam inti). Pada aras molekuler
perbedaan ini jauh lebih penting daripada perbedaan yang lebih jelas antara dua jenis
organisme yang berinti sungguh, seperti misalnya beda antara tikus dan tanamn tomat.
Mengingat bahwa semua bakteri adalah prokariot dan semua tumbuhan adalah eukariot,
gen nif bakteri tidak akan “dimengerti” oleh tumbuhan budidaya. Khususnya, harus
dicarikan jalan untuk menjamin agar tumbuhan menghasilkan sejumlah protein yang
tepat seperti ditentukan oleh gen nif bakteri. Ini mengandung praduga bahwa gen
sebenarnya dapat ditransfer dari bakteri ke tumbuhan. Banyak contoh rekayasa genetika
yang melibatkan transfer gen dari organisme eukariot ke organisme prokariot (misalnya
gen insulin manusia ke dalam E.coli) dan dari organisme eukariot satu ke eukariot yang
lain (misalnya gen interferon ke dalam khamir). Tehnik ini telah berkembang dengan
baik jika dibandingkan dengan transfer gen dari organisme prokariot ke organisme
eukariot, misalnya dari Rhizobium ke dalam gandum. Walaupun demikian, dalam tahun
akhir-akhir ini telah tercapai kemajuan besar dalam pemahaman dan penerapan vektor
eukariotik, yaitu potongan yang dapat menjembatani masuknya DNA asing ke dalam sel
eukariotik.
Banyak kemajuan mutakhir ditemukan pada benjolan-benjolan yang disebut “bintil-
bintil mahkota” suatu jenis tumor yang menyerang banyak tanaman berbunga. Tumor
dengan permukaan yang kasar itu terdiri atas massa sel tumbuhan yang mengadakan
proliferasi dengan cepat karena terlepas dari mekanisme pengendali pertumbuhan normal
tumbuhan, dalam hal ini tumor itu analog dengan tumor hewan. Dalam hal bintil-bintil
mahkota ini penyebabnya adalah suatu jenis bakteri Agrobacterium tumefaciens, yang di
dalamnya terdapat potongan-potongan kecil DNA yang disebut plasmid Ti (tumor-
inducing = pengimbas tumor) “Bintil-bintil mahkota” menjadi plasmid Ti ditransfer dari
bakteri ke dalam kromosom tumbuhan yang diinfeksi, dan perubahan yang dihasilkan
dalam susunan genetika sel tumbuhan mengibas sel-sel untuk tumbuh dan membagi
dengan cepat. Jadi di sini terdapat vektor yang potensial untuk memasukkan gen bakteri
ke dalam tumbuhan. Sekali vektor didapat, semua perlengkapan untuk rekayasa genetik
dapat digunakan, dan kita dapat juga mencoba untuk menyisipkan gen dari satu tanaman
ke dalam jenis lain. Suatu hal yang menarik dari jenis penemuan in ialah kemungkinan
menghasilkan tanaman yang lengkap dari sel tunggal, paling sedikit pada beberapa jenis
tumbuhan.
Meskipun Agrobacterium tumefacien dengan plasmid Ti dapat menginfeksi berbagai
jenis tumbuhan yang tergolong dalam tumbuhan biji belah, tetapi tidak dapat menginfeksi
padi-padian atau tumbuhan biji tunggal lain. Meskipun demikian, terdapat vektor
tumbuhan yang potensial dan tidak adanya virus atau plasmida yang cocok untuk
rekayasa genetika bagi tanaman padi-padian.
Meskipun tampaknya sederhana, namun penambatan nitrogen melibatkan reaksi
kimia yang rumit. Dalam proses ini tidak hanya terjadi perubahan gas nitrogen menjadi
amonia, tetapi juga dihasilkan gas hidrogen. Ini suatu reaksi pemborosan, karena dalam
reaksi ini sejumlah besar energi tertambat dalam hidrogen, yang jika dapat dilepaskan
dapat lebih dimanfaatkan, terutama sebagai bahan bakar untuk penambatan nitrogen yang
lebih banyak. Hal ini akan menguntungkan tumbuhan inang bakteri, karena tumbuhan
inang itulah yang menyediakan sebagian besar energi yang digunakan untuk
pengoperasian seluruh mesin penambatan nitrogen.
Pengamatan terhadap Rhizobium yang berasosiasi dengan kedelai mengungkapkan,
bahwa banyak di antara bakteri itu yang mengandung gen bup (gen penyerap hidrogen).
Gen ini rupanya memberi kemampuan untuk mendaur ulangkan gas hidrogen kembali ke
dalam sistem nitrogenase yang menambat nitrogen.
Penerapan lansung penemuan ini adalah pengintroduksian gen bup ke dalam galur
Rhizobium yang sekarang tidak memiliki gen itu. Gen bup dalam lain tipe bakteri tertentu
terdapat pada plastida, dan jika pembawa bup itu terdapat pada Rhizobium, maka plastida
pembawa gen itu dapat ditransfer dari galur bakteri Rhizobium yang satu ke galur yang
lain. Tambahan kemampuan untuk menggunakan energi dalam gas hydrogen belum tentu
meningkatkan hasil tanaman budidaya secara nyata, karena setiap perubahan kemampuan
organisme dapat menimbulkan banyak kemungkinan, mungkin dapat menguntungkan,
tetapi juga mungkin tidak. Rumitnya kehidupan pada aras molekul, dengan jaring-jaring
yang kait mengkait antara fungsi yang satu dengan yang lain (dalam hal ini, pengambilan
hidrogen dan laju pertumbuhan) hampir tidak memungkinkan untuk meramalkan apakah
konsekuensinya suatu perubahan. Di sini masalahnya bertambah sulit karena hubungan
simbiotik antara Rhizobium dan kedelai, yang mempersukar pengaruhnya bagi kedua
organisme tadi. Jika tumbuhan betul-betul tumbuh lebih baik, orang akan memasukkan
gen bup langsung ke dalam tanaman budidaya yang juga mempunyai kemampuan untuk
menambat nitrogen.
Gen lain yang menjadi perhatian para pakar rekayasa genetika adalah gen osm, yang
dalam beberapa hal mempunyai kaitan dengan kemampuan tumbuhan untuk menahan
penderitaan-penderitaan (stress) tertentu, seperti tidak adanya air, panas, dingin, dan
kadar garam dalam tanah tinggi. Semua keadaan yang menyulitkan ini mempunyai
pengaruh kekuatan untuk memaksa masuk atau keluarnya air dari sel tumbuhan dengan
proses osmosis. Jutaan hektar lahan di seluruh dunia tidak dapat dimanfaatkan untuk
pertanian karena suhu yang rendah, tidak cukup tersedia air, dan kandungan garamnya
tinggi. Sasaran masa depan adalah mengintroduksi gen osm ke dalam tumbuhan budidaya
dengan tujuan membuka lahan tandus yang luas untuk pertanian.
Tumbuhan yang nilainya rendah seperti gulma, sering menunjukkan ketahanan
terhadap derita. Jika gen untuk daya tahan terhadap derita dengan rekayasa genetika
dapat ditransfer ke dalam tanaman budidaya, maka lahan yang semula tidak produktif
akan dapat diubah menjadi lahan produktif. Penelitian yang mendalam ditujukan untuk
mengetahui fisiologi, biokimia, dan dasar genetika tanggapan tumbuhan terhadap
lingkungan. Banyak jenis tumbuhan yang daya adaptasinya untuk menghadapi faktor-
faktor lingkungan tidak begitu baik, seperti terhadap kekurangan air, kadar garam tinggi,
kekurangan mineral atau adanya racun, suhu tinggi dan rendah hara, dan sebagainya.
Suatu contoh kemampuan adaptasi adalah mengurangi luas permukaan daun dan jumlah
stomata untuk menghadapi kekurangan air. Sayangnya sifat-sifat struktural untuk
menghadapi keadaan derita itu melibatkan banyak gen yang berbeda, sehingga
menyulitkan bagi para pakar genetika.( Bioteknologi, Latar Belakang dan Beberapa
Penerapannya, Sardjoko, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta).
Modul 8. Pengendalian Mikroorganisme dan Penyakit-Resistensi oleh Mikroorganisme.
Kegiatan Belajar 2. Mikroorganisme, Penyakit Resistensi dan Pemindahsebarannya.
Mikroorganisme dalam Kesehatan dan Penyakit Resistensi
Setelah perang dunia ke dua, dengan bertambahnya temuan antimikroba, vaksin dan
terbasminya penyakit cacar, terdapat harapan besar bahwa penyakit infeksi tidak akan
menjadi masalah kesehatan masyarakat lagi. Kenyataan menunjukkan bahwa dalam
kurun waktu dua darsawarsa kemudian, banyak sekali mikroba baru (mutan) penyebab
penyakit ditemukan lagi, diantaranya virus ebola, HIV, rotavirus dan pelbagai virus
hepatitis. Pada periode yang sama, beberapa penyakit telah berkurang kekerapannya.
Termasuk dalam kelompok reemerging diseases, diantaranya :dengue, difteri, demam
kuning, kolera dan meningitis meningokokus. Para ahli di Center for Disease Control
Amerika Serikat tahun 2000 telah meramalkan bahwa tidaklah mungkin melakukan
pemberantasan penyakit infeksi di manapun. Bahwa penyakit infeksi masih terus
merupakan masalah kesehatan masyarakat utama. Tahun 1996 menunjukkan bahwa
diperkirakan terdapat 17 juta penderita penyakit infeksi yang meninggal tiap tahun atau
50.000 orang meninggal setiap hari.
Disamping itu, sejak ditemukannya dan dipakainya antimikroba untuk pengobatan
penyakit infeksi, teramati adanya peningkatan kekerapan resistensi mikroba penyebab
terhadap antimikroba tersebut dan peningkatan penyebaran geografis mikroba resisten.
Beberapa faktor yang berperan dalam muncul kembalinya pelbagai infeksi, misalnya
saja: cepat dan kerapnya perjalanan, padatnya penduduk kota dengan sanitasi buruk,
perubahan penanganan dan pengolahan bahan pangan dan minuman, perubahan ekologi
yang memungkinkan manusia mudah terpapar pada vektor terinfeksi dan reservoir
mikroba, lemahnya kemampuan pengamatan dan laboratorium serta evolusi mikroba.
Kondisi-kondisi tersebut memungkinkan akumulasi infeksi yang tidak mampu dideteksi
secara dini dan baru disadari setelah terjadinya wabah seperti halnya pada kejadian
infeksi oleh HIV.
Manusia secara konstan berhubungan dengan beribu-ribu mikroorganisme.
Mikroorganisme ini tidak hanya terdapat di lingkungan, tetapi juga menghuni tubuh
manusia, mikroorganisme yang menghuni tubuh manusia disebut flora normal, atau
mikrobiota. Kebanyakan mikroba asli di dalam tubuh manusia adalah komensal, mereka
memanfaatkan inang, tetapi inangnya tidak terpengaruh. Mikroba komensal memperoleh
makanannya dari sekresi dan pruduk-produk buangan tubuh manusia.Mikroorganisme
asli yang lain mempunyai hubungan mutualistik dengan inangnya yaitu, mereka
memanfaatkan inangnya sambil juga menguntungkan inang.
Kadang-kadang mikroorganisme jenis lain dapat pula menyerang tubuh manusia.
Mikroorganisme itu parasit yang hidup bergantung dari inang dan dapat menimbulkan
bahaya terhadap inang tersebut dengan cara menimbulkan penyakit. Penyakit menular
dapat timbul atau dicegah bergantung kepada hasil interaksi antara mikroba parasitik dan
inangnya. Kemampuan organisme untuk menimbulkan penyakit disebut patogenitas. Bila
mikroorganisme menyerang inang dan berkembang biak di situ, maka terjadilah infeksi.
Respon inang terhadap infeksi ialah terganggunya fungsi tubuh yang disebut penyakit.
Jadi pathogen ialah mikroorganisme apa saja yang mampu menimbulkan penyakit.
Kemampuan suatu mikroorganisme untuk menyebabkan infeksi disebut virulensi.
Kemampuan suatu mikroorganisme patogenik untuk menyebabkan infeksi juga
dipengaruhi oleh kemampuan inang untuk menahan infeksi.
Anak-anak yang telah sembuh dari suatu penyakit seperti campak, gondong, atau cacar
air, biasanya tidak rentan terhadap serangan kedua kali untuk penyakit ini. Kita katakan
bahwa orang ini telah menjadi resisten terhadap penyakit yang disebabkan oleh suatu
pathogen khusus. Keadaan resisten seperti ini disebut kekebalan atau imunitas.
Karena imunitas ini diperoleh setelah mula-mula terkena suatu mikroorganisme
patogenik, kita menyebutnya sebagai kekebalan atau imunitas dapatan (acquired
immunity).
Kekebalan dapatan dapat terjadi melalui penggunaan vaksin disamping melalui infeksi
alamiah. Jadi vaksin maupun mikroorganisme dapat merangsang mekanisme resistensi
inang (sistem kekebalan)
Rintangan atau hambatan mekanis meliputi kulit dan selaput lendir yang utuh (tidak
sobek) yang pada umumnya mencegah masuknya mikroorganisme. Namun, cendawan
tertentu dapat dengan mudah menimbulkan infeksi kulit bila kulit menjadi lembab dan
lunak, misalnya cendawan yang menyebabkan athlete foot. Tetapi bakteri umumnya
dihambat oleh asam laktat dan asam-asam lemah lain yang dijumpai di dalam sekresi
kelenjar keringat dan pH rendah. Disamping aksi mekanis lendir, air liur dan air mata
dalam rangka menghambat bakteri, beberapa dari sekresi ini mengandung substansi
antimikrobial yang penting untuk mencegah infeksi. Salah satu contohnya adalah
Lisosom, suatu enzim yang menghidrolisis dinding sel banyak bakteri, dijumpai dalam
banyak zat alir dan sekresi tubuh, terutama air mata. Keasaman dan kebasaan beberapa
zat alir tubuh mempunyai pengaruh yang merusak terhadap banyak mikroorganisme.
Menanggulangi Penyakit Infeksi
Pada masa kini telah banyak sekali upaya yang dilakukan untuk menemukan dan
mengidentifikasi mikroba penyebab penyakit. Dengan datangnya bioteknologi hubungan
manusia dengan mikroba memasuki fase baru, beberapa mikroba telah dimanfaatkan
secara positif dalam dunia pengobatan, terutama dan salah satunya adalah dalam produksi
antibiotika dan penemuan interferon.
Antibiotika.
Sesuai dengan susunan kimianya, antibiotika digolongkan menjadi 4 kelas utama yaitu;
penisilin, tetrasiklin, sefalosporin dan eritromisin. Penisilin merupakan antibiotika
pertama yang digunakan dalam klinik dan merupakan antibiotika yang paling banyak
diteliti, baik mengenai proses seleksi maupun mutasi jamur penghasil penisilin tersebut.
Penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah berikut: (1) permintaan untuk
menggunakan penisilin sangat besar untuk memenuhinya diperlukan proses fermentasi
yang efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yang tinggi, (2) penisilin merupakan
antibiotika spectrum sempit, hanya aktif untuk bakteri Gram positif, sehingga diperlukan
antibiotika spectrum lebar yang aktif baik untuk bakteri gram positif maupun gram
negative, (3) menyebabkan reaksi alergi baik ringan ataupun berat, sehingga diperlukan
antibiotika bagi pasien yang alergi pada penisilin, (4) penisilin tidak stabil dalam kondisi
asam di dalam lambung, sehingga tidak dapat diberikan secara oral, (5) banyak bakteri
manjadi resisten terhadap penisilin, karena dapat menghasilkan enzim penisilinase yang
menyebabkan penisilin menjadi inaktif.
Pada tahun 1945 Guiseppe Brotzu seorang guru besar bakteriologi menemukan
mikroorganisme jenis cendawan Cephalosporium, yang menghasilkan senyawa yang
dapat membunuh berbagai jenis bakteri dalam kisaran yang luas, yang merupakan
penisilin baru dan dinamakan sefalosporin yang dapat membunuh bakteri yang resisten
terhadap penisilin. Memang penisilin dapat menghentikan infeksi oleh bakteri-bakteri
yang berbahaya, namun infeksi yang semula secara cepat dapat disembuhkan dengan
penisilin, kemudian dapat bertahan. Dengan kata lain bakteri penyebab penyakit infeksi
itu menjadi resisten terhadap penisilin.
Resistensi terhadap antibiotika tertentu pada populasi bakteri melalui berbagai cara,
termasuk melalui transfer plasmida resistensi terhadap antibiotika umum digunakan
menyimpang dari yang semestinya, mendorong bakteri yang resisten. Misalnya bakteri
yang mula-mula resisten terhadap penisilin ternyata memulai dengan membuat enzim
penisilinase, yang menyerang antibiotika itu sebelum dapat bekerja.
Penisilin dan sefalosporin keduanya bekerja menghambat pembentukan dinding sel
bakteri. Sefalosporin digunakan untuk melawan pneumonia yang disebabkan oleh
Staphylococcus yang resisten terhadap penisilin.
Streptomisin merupakan antibiotika yang berasal dari Steptomyces griseus yang kerjanya
mencegah pembentukan protein pada bakteri. Sekali dapat masuk ke dalam bakteri,
streptomisin merusak ribosom yang merupakan struktur globular kecil yang padanya
informasi genetik yang diemban oleh mRNA diterjemahkan menjadi protein.
Streptomisin dapat menyerang bakteri yang tidak tergangu oleh penisilin dan
sefalonosporin.
Interferon.
Interveron ialah bahan antivirus nonspesifik yang menghambat replikasi virus secara
intraseluler dan disintesis oleh sel sebagai respons terhadap infeksi virus.
Sejarah perkembangan interferon dimulai tahun 1957, pada waktu Alick Isaacs dan Jean
Lindenmann meneliti tanggapan tubuh terhadap inveksi virus. Mereka menemukan
bahwa suatu substansi yang disekresikan oleh sel yang terserang dapat membantu sel lain
untuk menentang pengaruh virus penyerang. Senyawa ini dinamakan oleh mereka
interferon, karena mengganggu (interfere) penyebaran infeksi virus. Isaacs dan
Lindenmann mencoba untuk menemukan mengapa orang yang menderita infeksi suatu
jenis virus jarang terserang penyakit jenis virus lain pada waktu yang sama. Fakta ini
membangkitkan minat mereka untuk menyelidiki lebih mendalam, karena telah diketahui
bahwa infeksi bakteri biasanya membuka untuk infeksi bakteri lain, akibat melemahnya
sistem pertahanan pasien. Mengapa tidak demikian pada infeksi virus? Mereka
menemukan bahwa sebagai tanggapan terhadap serbuan virus, sel mensekresikan
interferon yang bertindak sebagai tanda bahaya, membangunkan sel sekelilingnya agar
bersiaga terhadap kehadiran penyerang dan memungkinkan sel-sel tadi untuk
menyiapkan diri terhadap serangan yang sebentar lagi akan datang. Sekarang diketahui,
bahwa paling sedikit terdapat selusin interferon yang berbeda yang dapat dihasilkan oleh
sel tubuh manusia, yang semuanya adalah protein. Selain itu, jenis hewan yang berbeda
menghasilkan interferon yang berbeda pula. Interferon mencit tidak mempunyai pengaruh
yang berarti pada manusia.
Tidak mengherankan, bahwa sampai tahun 1980 satu-satunya sumber interferon
untuk manusia adalah sel manusia, di mana sel darah putih dari donor darah dalam
jumlah yang besar kemudian sengaja diinfeksi dengan virus untuk memacu pembuatan
interferon oleh sel-sel tadi. Dari 90.000 donor hanya dapat menghasilkan 1 g interferon,
dalam bentuk yang paling baik hanya mengandung 1% interferon murni.
Kendati banyaknya kesulitan untuk mendapatkan interferon, bukti besarnya nilai
interferon dalam pengobatan beberapa penyakit virus dan barangkali dalam pengobatan
penyakit kanker telah dimulai. Charles Weissmann telah mengumumkan
keberhasilannya mengklonkan gen pengendali pembuatan satu tipe interferon manusia
dengan menyisipkan ke dalam bakteri .
Interferon adalah kerabat protein yang akhir-akhir ini telah diklarifikasikan kembali
dan dibedakan menjadi subtipe, yaitu: -interferon (semula interferon lekosit),
-interferon (semula interferon fibroblast), -interferon (semula interferon kekebalan).
-interferon dan -interferon dikembangkan sebagai anti virus untuk melawan virus
hepatitis dan cacar, sedangkan -interferon sebagai obat antikanker.
Gen interferon leukosit manusia yang mengendalikan pembuatan interferon telah
dapat disintesis, kemudian dimasukkan ke dalam plasmida, dan selanjutnya diklonkan ke
dalam E.coli untuk menghasilkan -interferon. Gen interferon manusia juga telah
diekspresikan ke dalam khamir dangan interferon fibroblast telah disisipkan ke dalam
E.coli dan ekspresi menghasilkan pruduk yang mempunyai aktivitas sebagai antivirus.
Vaksin
Dalam tahun 1067, lebih dari 10 juta penduduk terserang penyakit cacar dan penyakit
ini bersifat endemik untuk lebih dari 30 negara. Namun sekarang penderitaan yang
mengerikan ini sudah terhapus dengan dilakukannya vaksinasi. Keberhasilan ini tidak
terlepas dari keberhasilan pengembangan vaksin yang efektif untuk melawan penyakit
virus. Metode imunisasi merupakan metode terbaik dan termurah, jika dibandingkan
dengan metode lain untuk mencegah penyakit infeksi. Meskipun demikian masih banyak
tersebar penyakit virus yang membahayakan yang untuk melawannya belum tersedia
vaksin yang efektif dan murah.
Contoh penyakit yang sukar untuk mendapatkan sumber antigen yang cocok untuk
imunisasi adalah hepatitis B. Infeksi virus ini pada hepar, kecil harapannya untuk dapat
disembuhkan, terutama pada penderita usia lanjut dan lemah. Penularan terjadi melalui
transfusi darah atau plasma, penggunaan alat-alat kedokteran dan alat suntik yang kurang
steril, dan hubungan kelamin terutama bagi pria yang homoseksual.
Virus hepatitis B tidak dapat dibiakkan dalam kultur jaringan dan vaksin dibuat dari
pemanasan serum yang berasal dari orang yang menjadi pembawa hepatitis B, tetapi
tidak menunjukkan gejala penyakit tersebut. Belakangan ini vaksin dikembangkan dari
zarah antigen yang kecil dengan permukaan yang bulat (HBsAg) yang telah diinaktifkan
yang terdapat dalam serum pembawa hepatitis B. Meskipun vaksin ini aman dan efektif,
diperlukan kemudahan yang mahal untuk produksi dan penyimpanannya.
Sebagai sumber pengganti untuk antigen adalah pembuatan protein hepatitis B dalam
sel prokariotik yang telah dikembangkan oleh Edman dkk. Pendekatan lain adalah
inokulasi peptide antigen permukaan sintetik. Urutan asam amino HBsAg dideduksi dari
urutan nukleotida genom virus dan beberpa peneliti menggunakan program computer
untuk memperkirakan urutan antigenic HBsAg. Dreesman mensintesis dua peptide siklik
yang menimbulkan tanggapan antibody dalam mencit setelah diinjeksi sekali saja.
Metode baku pembuatan vaksin anti virus adalah membiakkan virus dalam binatang
yang cocok. Virus kemudian dikumpulkan dimatikan atau sangat diperlemah sebelum
diinjeksikan ke dalam tubuh manusia. Sebagai tanggapan, sistem kekebalan tubuh
membuat antibodi yang akan menyerang mereka, ini memerlukan waktu, tetapi karena
virus dalam keadaan yang tidak membahayakan, tidak menimbulkan masalah. Virus yang
telah mati atau lemah tidak akan menimbulkan kerusakan, sedang selama ini sistem
kekebalan semakin meningkat kekuatannya. Jika kemudian virus sejenis dan betul-betul
masih aktif, dan masuk ke dalam tubuh, sistem kekebalan telah siap untuk mendepak
keluar virus tadi. ( Sumber: Bioteknologi, Latar Belakang dan Beberapa Penerapannya,
Sardjoko, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta).
Evaluasi
Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar!
1. Usaha yang dilakukan manusia berupa pemanfaatan jasa mikroba untuk
mengembalikan fungsi dan kondisi lingkungan yang tercemar disebut….
A. Biodegredasi
B. Bioremediasi
C . Biomming
D. Biosensor
2. Bioremediasi yang dilakukan langsung di lokasi tanah tercemar disebut
bioremediasi….
A. ex-situ
B. in-situ
C. remediasi
D. biokontrol
3. Kemampuan sel yang ganas untuk memisahkan dirinya dari tumor dan membentuk
tumor baru pada situs lain di dalam inang, disebut….
A. anaplasia
B. hyperplasia
C. metastasis
D. karsinoma
4. Pada kacang tanah yang ditumbuhi oleh Aspergillus flavus, dapat mengandung toksin
penyebab kanker yang disebut….
A. acrylamide
B. benzopyrene
C. hydrazine
D. aflatoksin
5. Makanan yang diasap/disate dapat mengandung zat karsinogen seperti….
A. acrylamide
B. benzopyrene
C. hydrazine
D. aflatoksin
6. Mikroba tanah yang dapat membantu dalam proses siklus nitrogen adalah….
A. Rhibozium
B. Penisillium
C. Actinomycetes
D. E.coli
7. Gen yang berfungsi memberikan kemampuan untuk mendaur ulang gas hydrogen
kembali ke sistem nitrogenase yang menambat nitrogen adalah….
A. gen bup
B. gen nif
C. plasmid Ti
D. gen osm
8. Kemampuan sutu mikroorganisme untuk menyebabkan infeksi disebut….
A. infeksi
B. pathogen
C. virulensi
D. resisten
Petunjuk Jawaban
1. B
2. B
3. C
4. D
5. B
6. A
7. A
8. C