Modul 5- 1
MODUL 5
ETIKA/AHKLAK TERHADAP PROFESI KEILMUAN
TUJUAN
Umum:
1. Memberikan pemahaman bahwa ilmu dan menuntut ilmu adalah sangat penting untuk
meningkatkan kualitas dan kesejahteraan hidup manusia serta mengajarkan etika, adab
atau akhlak dalam menuntut ilmu serta mampu menjaga etika profesi keilmuan yang
ditekuni yang didasarkan kepada nilai-nilai akhlak yang luhur.
Khusus:
1. Meningkatkan kecintaan menuntut ilmu
2. Meningkatkan prioritas untuk kebutuhan memiliki buku-buku ilmu pengetahuan (bukan
hanya sekedar dalam soft file)
3. Meningkatkan pemahaman mengenai adab / etika menuntut ilmu dan menerapkan dalam
kehidupan sehari-hari.
Kompetensi Capaian Pembelajaran (Learning Outcome)
1. Mahasiswa mencintai ilmu dan menuntut ilmu
2. Mahasiswa menerapkan adab yang benar dalam menuntut ilmu
3. Mahasiswa bersikap profesional dalam menjaga dan mengembangkan keilmuan dalam
rangka ketaatan kepada Allah swt.
A. DASAR HUKUM MENUNTUT ILMU
Sebagian di antara kita mungkin menganggap bahwa hukum menuntut ilmu agama
sekedar sunnah saja, yang diberi pahala bagi yang melakukannya dan tidak berdosa bagi siapa
saja yang meninggalkannya. Padahal, terdapat beberapa kondisi di mana hukum menuntut ilmu
agama adalah wajib atas setiap muslim (fardhu ‘ain) sehingga berdosalah setiap orang yang
meninggalkannya. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
طلب العلم فريضة على كل مسلم
”Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim”. (HR. Ibnu Majah. Dinilai shahih oleh Syaikh
Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Ibnu Majah no. 224)
Dalam hadits ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tegas menyatakan bahwa
menuntut ilmu itu hukumnya wajib atas setiap muslim, bukan bagi sebagian orang muslim saja.
Yang dimaksud ilmu adalah ilmu syar’i (ilmu agama) dan ilmu lainnya untuk kebaikan hidup
manusia.
Sebagai contoh, berkaitan dengan firman Allah Ta’ala,
“Dan katakanlah,‘Wahai Rabb-ku, tambahkanlah kepadaku ilmu’“. (QS. Thaaha [20] : 114)
لما دني ع ز وقل رب
Modul 5- 2
maka Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah berkata,
“Firman Allah Ta’ala (yang artinya),’Wahai Rabb-ku, tambahkanlah kepadaku ilmu’
mengandung dalil yang tegas tentang keutamaan ilmu. Karena sesungguhnya Allah Ta’ala
tidaklah memerintahkan Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta tambahan
sesuatu kecuali (tambahan) ilmu. Adapun yang dimaksud dengan (kata) ilmu di sini adalah
ilmu syar’i (sebagai fondasi untuk ilmu-ilmu yang lain). Yaitu ilmu yang akan menjadikan
seorang mukallaf mengetahui kewajibannya berupa masalah-masalah ibadah dan muamalah,
juga ilmu tentang Allah dan sifat-sifatNya, hak apa saja yang harus dia tunaikan dalam
beribadah kepada-Nya, dan mensucikan-Nya dari berbagai kekurangan”. (Fathul Baari, 1/92)
Dengan ilmu pula, ia dapat menyelami hakikat alam, mengambil pelajaran dari
pengalaman yang didapati oleh umat terdahulu, baik yang berhubungan dengan masalah-masalah
akidah, ibadah, ataupun yang berhubungan dengan persoalan keduniaan. Nabi Muhammad saw.
bersabda:
،فعلي ه الدن ياارادمن ل م رةارادومن ب ال ع خ ،فعلي ه ال ل م .فعلي ه هماارادومن ب ال ع ل م عليه()متفق ب ال ع
"Barang siapa menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki
ilmunya; dan barang siapa yang ingin (selamat dan berbahagia) di akhirat, wajiblah ia memiliki
ilmunya pula; dan barang siapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu
kedua-keduanya pula."(HR.Bukhari dan Muslim)
Islam mewajibkan kita untuk menuntut berbagai macam ilmu dunia yang memberi
manfaat dan dapat menuntun kita mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan dunia.
Hal tersebut dimaksudkan agar tiap-tiap muslim dapat mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan yang dapat membawa kemajuan bagi segenap manusia yang ada di dunia ini dalam
batasan yang diridhai oleh Allah swt.
Demikian pula Islam mewajibkan kita menuntut ilmu akhirat, karena dengan
mengetahuinya kita dapat mengambil dan menghasilkan suatu natijah, yakni ilmu yang dapat
diamalkan sesuai dengan perintah syara'.
B. HUKUM MENGAJARKAN ILMU
Seseorang yang telah mempelajari dan memiliki ilmu, maka yang menjadi kewajibannya
adalah mengamalkan segala ilmu yang dimilikinya, sehinggailmunya menjadi ilmu yang
manfaat; baik manfaat bagi dirinya sendiri ataupun manfaat bagi orang lain.
Agar ilmu yang kita miliki bermanfaat bagi orang lain, maka hendaklah kita
mengajarkannya kepada mereka. Mengajarkan ilmu-ilmu kepada orang lain berarti memberi
penerangan kepada mereka, baik dengan uraian lisan, atau dengan melaksanakan sesuatu amal
dan memberi contoh langsung di hadapan mereka atau dengan jalan menyusun dan mengarang
buku-buku untuk dapat diambil manfaatnya.
Modul 5- 3
Mengajarkan ilmu memang diperintah oleh agama, karena tidak bisa disangkal lagi,
bahwa mengajarkan ilmu adalah suatu pekerjaan yang ssangat mulia. Nabi diutus ke dunia ini
pun dengan tugas mengajar, sebagaimana sabdanya:
ث ت نبع كو البيهقى()رواهمعل ما.ل
" Aku diutus ini, untuk menjadi pengajar". (HR. Baihaqi)
Sekiranya Allah tidak mengutus rasul untuk menjadiguru bagi manusia, guru
dunia, tentulah manusia tinggal dalam kebodohan sepanjang masa.
Walaupun akal dan otak manusia mungkin dapat menghasilkan berbagai
ilmu pengetahuan, namundisisi lain masih ada juga hal-hal yang tidak dapat dijangkaunya, yaitu
hal-hal yang berada di luar akal manusia. Untuk itulah Rasulullah diutus di dunia ini.
Dari Abu Mas’ud Uqbah bin Amir Al Anshari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ل ه فاع ر ث لأج علىخي رفلهم دل من “Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893). Hadits di atas semakna dengan hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لب هاولين قص عم من ر ث لأج لب هابع دهكت بلهم سنةحسنةفعم س الم ف ىاإل سن من
ف سن ءومن شى م ه أجور ن م ر ز ث لو م لب هابع دهكت بعلي ه سنةسي ئةفعم س الم ىاإل
ء شى م ه زار أو ن لب هاولين قصم عم من “Barangsiapa menjadi pelopor suatu amalan kebaikan lalu diamalkan oleh orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya ganjaran semisal ganjaran orang yang mengikutinya dan sedikitpun tidak akan mengurangi ganjaran yang mereka peroleh. Sebaliknya, barangsiapa menjadi pelopor suatu amalan kejelekan lalu diamalkan oleh orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya dosa semisal dosa orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosanya sedikit pun.” (HR. Muslim no. 1017)
Sumber : https://rumaysho.com/9641-keutamaan-mengajarkan-ilmu.html
Mengingat pentingnya penyebaran ilmu pengetahuan kepada manusia secara
luas, agar mereka tidak berada dalam kebodohan dan kegelapan, maka diperlukan kesadaran bagi
para mu‘allim (guru), dan ulama untuk beringan tangan menuntun mereka menuju kebahagiaan
dunia dan akhirat. Hal tersebut dikarenakan para guru dan ulama yang suka menyembunyikan
ilmunya, maka mereka akan mendapatkan ancaman, sebagaimanasabda Nabi saw.:
ل معن سئ لمن مللاال جمهفكتمهع نب ل جامال ق يامة يو .م احمد()رواهالنار
" Barang siapa ditanya tentang sesuatu ilmu, kemudian menyembunyikan (tidak mau
memberikan jawabannya), maka Allah akan mengekangnya (mulutnya), kelak di hari kiamat
dengan kekangan (kendali) dari api neraka ". (HR. Ahmad)
Modul 5- 4
Oleh karena itu, marilah kita menuntut ilmu pengetahuan, sesempat dan
sedapat mungkin dengan tidak ada hentinya, tanpa absen sampai ke liang kubur, dengan ikhlas
dan tekad akan mengamalkan dan menyumbangkannya kepada masyarakat, agar kita semua
dapat mengenyam hasil dan buahnya.
C. KEUTAMAAN ILMU
1. Kesaksian Allah Ta’ala Kepada Orang-Orang Yang Berilmu Allah Ta’ala berfirman,
“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada ilah (yang berhak diibadahi dengan benar) melainkan Dia,
Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang
demikian itu). Tidak ada ilah (yang berhak diibadahi dengan benar) melainkan Dia, Yang Mahaperkasa
lagi Mahabijaksana.” [Ali ‘Imran: 18]
Pada ayat di atas Allah Ta’ala meminta orang yang berilmu bersaksi terhadap sesuatu yang sangat agung
untuk diberikan kesaksian, yaitu keesaan Allah Ta’ala… Ini menunjukkan keutamaan ilmu dan orang-
orang yang berilmu.
Selain itu, ayat di atas juga memuat rekomendasi Allah tentang kesucian dan keadilan orang-orang yang
berilmu. Sesungguhnya Allah hanya akan meminta orang-orang yang adil saja untuk memberikan
kesaksian. Di antara dalil yang juga menunjukkan hal ini adalah hadits yang masyhur, bahwasanya
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Ilmu ini akan dibawa oleh para ulama yang adil dari tiap-tiap generasi. Mereka akan memberantas
penyimpangan/perubahan yang dilakukan oleh orang-orang yang ghuluw (yang melampaui batas),
menolak kebohongan pelaku kebathilan (para pendusta), dan takwil orang-orang bodoh.”
2. Orang Yang Berilmu Akan Allah Angkat Derajatnya
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan secara khusus tentang diangkatnya derajat orang yang berilmu
dan beriman. Allah Ta’ala berfirman.
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu: ‘Berilah kelapangan dalam majelis’,
maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan:
‘Berdirilah kamu’, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” [Al-Mujaadilah : 11] [3]
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah mengangkat dengan Al-Qur-an beberapa kaum dan Allah pun merendahkan
beberapa kaum dengannya.”
ين آمنوا إذا قيل لكم تفسحوا في المجالس يا أيها الذ فافسحوا يفسح للاين أوتوا نكم والذ ين آمنوا م الذ لكم وإذا قيل انشزوا فانشزوا يرفع للا
بما تعملون خبي لم درجات وللا الع
Modul 5- 5
Di zaman dahulu ada seseorang yang lehernya cacat, dan ia selalu menjadi bahan ejekan dan tertawaan.
Kemudian ibunya berkata kepadanya, “Hendaklah engkau menuntut ilmu, niscaya Allah akan
mengangkat derajatmu.” Sejak itulah, orang itu belajar ilmu syar’i hingga ia menjadi orang alim, sehingga
ia diangkat menjadi Qadhi (Hakim) di Makkah selama 20 (dua puluh) tahun. Apabila ada orang yang
berperkara duduk di hadapannya, maka gemetarlah tubuhnya hingga ia berdiri.
Orang yang berilmu dan mengamalkannya, maka kedudukannya akan diangkat oleh Allah di dunia dan
akan dinaikkan derajatnya di akhirat.
Imam Sufyan bin ‘Uyainah (wafat th. 198 H) rahimahullaah mengatakan, “Orang yang paling tinggi
kedudukannya di sisi Allah di antara hamba-hamba-Nya adalah para Nabi dan ulama.”
Allah pun telah berfirman tentang Nabi Yusuf ‘alaihis salaam:
“…Kami angkat derajat orang yang Kami kehendaki, dan diatas setiap orang yang berpengetahuan itu
ada lagi yang Maha Mengetahui.” [Yusuf: 76]
Disebutkan bahwa tafsir ayat di atas adalah bahwasanya Kami (Allah) mengangkat derajat siapa saja yang
Kami kehendaki dengan sebab ilmu. Sebagaimana Kami telah mengangkat derajat Yusuf ‘alaihis salaam
di atas saudara-saudaranya dengan sebab ilmunya.
Lihatlah apa yang diperoleh oleh Nabi ‘Isa ‘alaihis salaam berupa pengetahuan (ilmu) terhadap Al-Kitab,
Hikmah, Taurat dan Injil. Dengannyalah Allah Ta’ala mengangkatnya kepada-Nya, mengutamakannya
serta memuliakannya. Demikian juga apa yang diperoleh pemimpin anak Adam (yaitu Nabi Muhammad)
shallallaahu ‘alaihi wa sallam berupa ilmu yang Allah sebutkan sebagai suatu nikmat dan karunia.
Allah Ta’ala berfirman:
“… Dan (juga karena) Allah telah menurunkan Kitab (Al-Qur-an) dan hikmah (As-Sunnah) kepadamu
dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum engkau ketahui. Karunia Allah yang dilimpahkan
kepadamu sangat besar.” [An-Nisaa’: 113]
3. Orang Yang Berilmu Adalah Orang-Orang Yang Takut Kepada Allah
Allah mengabarkan bahwa mereka adalah orang-orang yang takut kepada Allah Ta’ala, bahkan Allah
mengkhususkan mereka di antara manusia dengan rasa takut tersebut. Allah berfirman:
“… Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya hanyalah para ulama.” [Faathir: 28]
Ibnu Mas’ud Radhiyallaahu ‘anhu berkata, “Cukuplah rasa takut kepada Allah itu disebut sebagai ilmu.
Dan cukuplah tertipu dengan tidak mengingat Allah disebut sebagai suatu kebodohan.”
Imam Ahmad rahimahullaah berkata, “Pokok ilmu adalah rasa takut kepada Allah.” Apabila seseorang
bertambah ilmunya, maka akan bertambah rasa takut-nya kepada Allah.
4. Ilmu Adalah Nikmat Yang Paling Agung
لم عليم ي ع نرفع درجات من نشاء وفوق كل ذ
كمة وعلمك ما لم تكن تعلم تاب والح عليك الك وأنزل للايما عليك عظ وكان فضل للا
Modul 5- 6
Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan beberapa nikmat dan karunia-Nya atas Rasul-Nya (Nabi
Muhammad) shallallaahu ‘alaihi wa sallam, dan menjadikan nikmat yang paling agung adalah
diberikannya Al-Kitab dan Al-Hikmah, dan Allah mengajarkan beliau apa yang belum diketahuinya.
Allah berfirman:
“… Dan (juga karena) Allah telah menurunkan Kitab (Al-Qur-an) dan hikmah (As-Sunnah) kepadamu
dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum engkau ketahui. Karunia Allah yang dilimpahkan
kepadamu sangat besar.” [An-Nisaa’: 113]
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Ketahuilah, sesungguhnya aku diberikan Al-Kitab (Al-Qur-an) dan yang sepertinya (As-Sunnah)
bersamanya…”
5. Faham Dalam Masalah Agama Termasuk Tanda-Tanda Kebaikan
Dalam ash-Shahiihain dari hadits Mu’awiyah bin Abi Sufyan (wafat th. 78 H) radhiyallaahu ‘anhu, ia
berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ه ف ي الد ي ن د للا ب ه خي را يفق ه من ير
“Barangsiapa dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Dia akan memberikan pemahaman agama
kepadanya.”
Imam an-Nawawi (wafat th. 676 H) rahimahullaah mengatakan, “Di dalam hadits ini terdapat keutamaan
ilmu, mendalami agama, dan dorongan kepadanya. Sebabnya adalah karena ilmu akan menuntunnya
kepada ketaqwaan kepada Allah Ta’ala.”
6. Orang Yang Berilmu Dikecualikan Dari Laknat Allah
Imam at-Tirmidzi (wafat th. 249 H) rahimahullaah meriwayatkan dari Abu Hurairah (wafat th. 57 H)
radhi-yallaahu ‘anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Ketahuilah, sesungguhnya dunia itu dilaknat dan dilaknat apa yang ada di dalamnya, kecuali dzikir
kepada Allah dan ketaatan kepada-Nya, orang berilmu, dan orang yang mempelajari ilmu.’”
7. Menuntut Ilmu Dan Mengajarkannya Lebih Utama Daripada Ibadah Sunnah Dan Wajib
Kifayah
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Keutamaan ilmu lebih baik daripada keutamaan ibadah, dan agama kalian yang paling baik adalah al-
wara’ (ketakwaan )”
كمة وعلمك ما لم تكن تعلم تاب والح عليك الك وأنزل للايما عليك عظ وكان فضل للا
Modul 5- 7
‘Ali bin Abi Thalib (wafat th. 40 H) Radhiyallaahu ‘anhu berkata, “Orang yang berilmu lebih besar
ganjaran pahalanya daripada orang yang puasa, shalat, dan berjihad di jalan Allah.”
Abu Hurairah Radhiyallaahu ‘anhu berkata, “Sungguh, aku mengetahui satu bab ilmu tentang perintah
dan larangan lebih aku sukai daripada tujuh puluh kali melakukan jihad di jalan Allah.”
Aku (Ibnul Qayyim) katakan, “Ini -jika shahih- maknanya adalah: lebih aku sukai daripada jihad tanpa
ilmu, karena amal tanpa ilmu kerusakannya lebih banyak daripada baiknya.”
Al-Hasan rahimahullaah berkata, “Orang yang berilmu lebih baik daripada orang yang zuhud terhadap
dunia dan orang yang bersungguh-sungguh dalam beribadah.”
Imam asy-Syafi’i (wafat th. 204 H) rahimahullaah mengatakan, “Tidak ada sesuatu pun yang lebih baik
setelah berbagai kewajiban syari’at daripada menuntut ilmu syar’i.”
8. Ilmu Adalah Kebaikan Di Dunia dan akhirat
Mengenai firman Allah Ta’ala,
“Wahai Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia”
Al-Hasan (wafat th. 110 H) rahimahullaah berkata, “Yang dimaksud kebaikan dunia adalah ilmu dan
ibadah.” Dan firman Allah,
“Dan kebaikan di akhirat.” [Al-Baqarah: 201]
Al-Hasan rahimahullaah berkata, “Maksudnya adalah Surga.”
Sesungguhnya kebaikan dunia yang paling agung adalah ilmu yang bermanfaat dan amal yang shalih, dan
ini adalah sebaik-baik tafsir ayat di atas.
Ibnu Wahb (wafat th. 197 H) rahimahullaah berkata, “Aku mendengar Sufyan ats-Tsauri rahimahullaah
berkata, ‘Kebaikan di dunia adalah rizki yang baik dan ilmu, sedangkan kebaikan di akhirat adalah
Surga.’
9. Ilmu Adalah Jalan Menuju Kebahagiaan
Imam Ahmad dan at-Tirmidzi meriwayatkan hadits dari Shahabat Abu Kabasyah al-Anmari (wafat th. 13
H) radhiyallaahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“…Sesungguhnya dunia diberikan untuk empat orang: (1) seorang hamba yang Allah berikan ilmu dan
harta, kemudian dia bertaqwa kepada Allah dalam hartanya, dengannya ia menyambung sila-turahmi,
dan mengetahui hak Allah di dalamnya. Orang tersebut kedudukannya paling baik (di sisi Allah). (2)
Seorang hamba yang Allah berikan ilmu namun tidak diberikan harta, dengan niatnya yang jujur ia
berkata, ‘Seandainya aku memiliki harta, aku pasti mengerjakan seperti apa yang dikerjakan si fulan.’ Ia
dengan niatnya itu, maka pahala keduanya sama. (3) Seorang hamba yang Allah berikan harta namun
tidak diberikan ilmu. Lalu ia tidak dapat mengatur hartanya, tidak bertaqwa kepada Allah dalam
حسنة ربنا آتنا في الدنيا
رة حسنة وفي الخ
Modul 5- 8
hartanya, tidak menyambung silaturahmi dengannya, dan tidak mengetahui hak Allah di dalamnya.
Kedudukan orang tersebut adalah yang paling jelek (di sisi Allah). Dan (4) seorang hamba yang tidak
Allah berikan harta tidak juga ilmu, ia berkata, ‘Seandainya aku memiliki harta, aku pasti mengerjakan
seperti apa yang dikerjakan si fulan.’ Ia berniat seperti itu dan keduanya sama dalam mendapatkan
dosa.”
10. Menuntut Ilmu Akan Membawa Kepada Kebersihan Hati, Kemuliaannya, Kehidupannya, Dan
Cahayanya
Sesungguhnya hati manusia akan menjadi lebih bersih dan mulia dengan mendapatkan ilmu syar’i dan
itulah kesempurnaan diri dan kemuliaannya. Orang yang menuntut ilmu akan bertambah rasa takut dan
taqwanya kepada Allah. Hal ini berbeda dengan orang yang disibukkan oleh harta dan dunia, padahal
harta tidak membersihkan dirinya, tidak menambah sifat kesempurnaan dirinya, yang ada hatinya akan
menjadi tamak, rakus, dan kikir.
Sesungguhnya mencintai ilmu dan mencarinya adalah akar segala ketaatan, sedangkan mencintai harta
dan dunia adalah akar berbagai kesalahan yang menjerumuskan ke Neraka.
Setiap Muslim dan Muslimah harus mengetahui bahwa orang yang menuntut ilmu adalah orang yang
bahagia karena ia mendengarkan ayat-ayat Al-Qur-an, hadits-hadits Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam,
dan perkataan para Shahabat. Dengannya hati terasa nikmat dan akan membawa kepada kebersihan hati
dan kemuliaan.
11. Orang Yang Menuntut Ilmu Akan Dido’akan Oleh Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wa Sallam
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam mendo’akan orang-orang yang mendengarkan sabda beliau dan
memahaminya dengan keindahan dan berserinya wajah. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Semoga Allah memberikan cahaya pada wajah orang yang mendengarkan sebuah hadits dari kami, lalu
menghafalkannya dan menyampaikannya kepada orang lain. Banyak orang yang membawa fiqih namun
ia tidak memahami. Dan banyak orang yang menerangkan fiqih kepada orang yang lebih faham darinya.
Ada tiga hal yang dengannya hati seorang muslim akan bersih (dari khianat, dengki dan keberkahan),
yaitu melakukan sesuatu dengan ikhlas karena Allah, menasihati ulil amri (penguasa), dan berpegang
teguh pada jama’ah kaum Muslimin, karena do’a mereka meliputi orang-orang yang berada di belakang
mereka.” Beliau bersabda, “Barangsiapa yang keinginannya adalah negeri akhirat, Allah akan
mengumpulkan kekuatannya, menjadikan kekayaan di hatinya, dan dunia akan mendatanginya dalam
keadaan hina. Namun barangsiapa yang niatnya mencari dunia, Allah akan mencerai-beraikan urusan
dunianya, menjadikan kefakiran di kedua pelupuk matanya, dan ia mendapat dunia menurut apa yang
telah ditetapkan baginya.”
Seandainya keutamaan ilmu hanyalah ini saja, tentu sudah cukuplah hal itu untuk menunjukkan
kemuliaannya. Sebab, Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam berdo’a bagi orang yang mendengar sabda
beliau, lalu memahaminya, menghafalnya, dan menyampaikannya. Maka, inilah empat tingkatan ilmu:
Tingkatan pertama dan kedua, yaitu mendengar dan memahaminya. Apabila ia mendengarnya, maka ia
pun memahami dengan hatinya. Maksudnya, memikirkan-nya dan menetapkannya di dalam hatinya
sebagaimana ditempatkannya sesuatu di dalam wadah yang tidak mungkin bisa keluar darinya. Demikian
juga akalnya yang laksana tali kekang unta, sehingga ia tidak lari kesana-kemari. Wadah dan akal itu
tidak mempunyai fungsi lain selain untuk menyimpan sesuatu.
Tingkatan ketiga, yaitu komitmen untuk menghafal ilmu agar ilmu tidak hilang.
Tingkatan keempat, yaitu menyampaikan ilmu dan menyebarkannya kepada ummat agar ilmu
membuahkan hasilnya, yaitu tersebar luas di tengah-tengah masyarakat.
Modul 5- 9
Barangsiapa melakukan keempat tingkatan di atas, maka ia masuk dalam do’a Nabi shallallaahu ‘alaihi
wa sallam yang mencakup keindahan fisik dan psikis. Sesungguhnya kecerahan adalah hasil dari
pengaruh iman, kebahagiaan batin, kegembiraan hati dan kesenangannya, kemudian hal itu menampakkan
kecerahan, kebahagiaan, dan berseri-serinya wajah. Allah Ta’ala berfirman:
“Kamu dapat mengetahui dari wajah mereka kesenangan hidup mereka yang penuh kenikmatan.” [Al-
Muthaffifiin:24]
Jadi, kecerahan dan berseri-serinya wajah seseorang yang mendengar Sunnah Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam, lalu memahami, menghafal, dan menyampaikannya adalah hasil dari kemanisan,
kecerahan, dan kebahagiaan di dalam hati dan jiwanya.
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam mendo’akan perawi hadits dengan kebaikan dan keelokan wajah, baik
di dunia maupun di akhirat. Dikatakan bahwa maknanya adalah Allah Ta’ala menyampaikannya pada
kenikmatan Surga.
Perawi hadits yang dido’akan oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dengan keelokan wajah adalah
perawi lafazh hadits, meskipun ia belum memahami semua makna hadits. Betapa banyak orang yang
membawa fiqih kepada orang yang lebih faham daripadanya. Meskipun selamanya ia tidak memiliki
pemahaman terhadap hadits. Banyak pembawa fiqih yang tidak memiliki pemahaman (yang memadai).
Ini menunjukkan tentang disyari’atkannya meriwayatkan hadits tanpa (harus) memahaminya (terlebih
dahulu). Bahkan hal ini menunjukkan disukainya hal tersebut. Juga menunjukkan bahwa meriwayatkan
hadits tanpa pengetahuannya terhadap pemahaman hadits tersebut adalah perbuatan terpuji, tidak tercela.
Dengan perbuatan itu, ia berhak mendapatkan do’a Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
12. Menuntut Ilmu Adalah Jihad Di Jalan Allah Dan Orang Yang Menuntut Ilmu Laksana
Mujahid Di Jalan Allah Ta’ala
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
“Barangsiapa yang memasuki masjid kami ini (masjid Nabawi) dengan tujuan mempelajari kebaikan
atau mengajarkannya, maka ia laksana orang yang berjihad di jalan Allah Ta’ala. Dan barangsiapa
yang memasukinya dengan tujuan selain itu, maka ia laksana orang yang sedang melihat sesuatu yang
bukan miliknya.”
Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullaah mengatakan, “Jihad melawan hawa nafsu memiliki empat
tingkatan:
Pertama: berjihad untuk mempelajari petunjuk (ilmu yang bermanfaat) dan agama yang benar (amal
shalih). Seseorang tidak akan mencapai kesuksesan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat kecuali
dengannya.
Kedua: berjihad untuk mengamalkan ilmu setelah mengetahuinya.
Ketiga: berjihad untuk mendakwahkan ilmu dan mengajarkannya kepada orang yang belum
mengetahuinya.
Keempat: berjihad untuk sabar dalam berdakwah kepada Allah Ta’ala dan sabar terhadap gangguan
manusia. Dia menanggung kesulitan-kesulitan dakwah itu semata-mata karena Allah.
Apabila keempat tingkatan ini telah terpenuhi pada dirinya, maka ia termasuk orang-orang yang Rabbani.
Abu Darda Radhiyallaahu ‘anhu mengatakan, “Barangsiapa berpendapat bahwa pergi mencari ilmu tidak
termasuk jihad, sungguh, ia kurang akalnya.”
يم م نضرة النع ه ف فى وجوه تعر
Modul 5- 10
Berjihad dengan hujjah (dalil) dan keterangan didahulukan atas jihad dengan pedang dan tombak. Allah
berfirman kepada Rasul-Nya shallallaahu ‘alaihi wa sallam agar berjihad dengan Al-Qur-an melawan
orang-orang kafir.
“Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al-Qur-
an dengan jihad yang besar.” [Al-Furqaan: 52]
Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam diperintahkan berjihad melawan orang-orang kafir dan munafik
dengan cara menyampaikan hujjah (dalil dan keterangan).
Imam Ibnul Qayyim rahimahullaah berkata, “Jihad dengan hujjah (dalil) dan keterangan didahulukan atas
jihad dengan pedang dan tombak.”
12. Pahala Ilmu Yang Diajarkan Akan Tetap Mengalir Meskipun Pemiliknya Telah Meninggal
Dunia
Disebutkan dalam Shahiih Muslim, dari Shahabat Abu Hurairah Radhiyallaahu ‘anhu, dari Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
“Jika seorang manusia meninggal dunia, maka pahala amalnya terputus, kecuali tiga hal: shadaqah
jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendo’akannya.”
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam hanya mengkhususkan ketiga hal di atas yang pahalanya tetap
diterima oleh si mayit karena ia (si mayit) adalah penyebab keberadaan ketiga hal tersebut. Karena ia
menjadi sebab terbentuknya anak shalih, shadaqah jariyah, dan ilmu yang bermanfaat, maka pahalanya
tetap mengalir kepadanya. Seorang hamba mendapatkan pahala karena tindakannya langsung atau
tindakan yang dilahirkan (tindakan tidak langsung) darinya. Kedua prinsip ini disebutkan oleh Allah
Ta’ala dalam firman-Nya.
“Yang demikian itu ialah karena mereka (para Mujahidin) tidak ditimpa kehausan, kepayahan dan
kelaparan pada jalan Allah. Dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah
orang-orang kafir, dan tidak menimpakan suatu bencana kepada musuh, kecuali (semua) itu akan
dituliskan bagi mereka sebagai suatu amal shalih. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala
orang-orang yang berbuat baik.” [At-Taubah: 120]
Kesemua hal di atas lahir dari tindakan mereka dan tidak ditakdirkan bagi mereka. Yang ditakdirkan bagi
mereka ialah sebab-sebabnya yang mereka lakukan secara langsung. Maksudnya, bahwa haus, payah,
lapar, dan membangkitkan amarah musuh bukanlah karena (sengaja) mereka lakukan demikian, lalu
ditulis jadi amal shalih. Akan tetapi, hal ini timbul dari perbuatan mereka (yaitu jihad fi sabilillaah)
karena itu ditulis bagi mereka sebagai amal shalih.
13. Dengan Menuntut Ilmu, Kita Akan Berfikir Yang Baik, Benar, Mendapatkan Pemahaman
Yang Benar, Dan Dapat Mentadabburi Ayat-Ayat Allah
‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz rahimahullaah mengatakan, “Memikirkan nikmat-nikmat Allah termasuk ibadah
yang paling utama.”
Tidak ada sesuatu yang lebih bermanfaat bagi hati daripada membaca Al-Qur-an dengan tadabbur dan
tafakkur. Karena hal itu mengumpulkan semua kedudukan orang yang berjalan kepada Allah, keadaan
orang-orang yang mengamalkan ilmunya, dan kedudukan orang-orang yang bijaksana. Hal inilah yang
mewariskan rasa cinta, rindu, takut, harap, kembali kepada Allah, tawakkal, ridha, penyerahan diri,
syukur, sabar dan segala keadaan yang dengannya hati menjadi hidup dan sempurna.
Modul 5- 11
Seandainya manusia mengetahui apa yang terdapat dalam membaca Al-Qur-an dengan tadabbur, maka ia
akan lebih menyibukkan diri dengannya daripada selainnya. Apabila ia melewati ayat yang
dibutuhkannya untuk mengobati hatinya, maka ia akan mengulang-ulangnya meskipun sampai seratus
kali, walaupun ia menghabiskan satu malam. Membaca Al-Qur-an dengan memikirkan dan
memahaminya lebih baik daripada membacanya sampai khatam tanpa mentadabburi dan memahaminya,
lebih bermanfaat bagi hati dan lebih membantu untuk memperoleh keimanan dan merasakan manisnya
Al-Qur-an. Membaca Al-Qur-an dengan memikirkannya adalah pokok kebaikan hati.
Al-Hasan al-Bashri rahimahullaah mengatakan, “Al-Qur-an diturunkan untuk diamalkan, maka jadikanlah
membacanya sebagai salah satu pengamalannya.”
14. Ilmu Lebih Baik Daripada Harta
Keutamaan ilmu atas harta dapat diketahui dari beberapa segi:
1. Ilmu adalah warisan para Nabi, sedangkan harta adalah warisan para raja dan orang-orang kaya.
2. Ilmu akan menjaga pemiliknya, sedangkan pemilik harta menjaga hartanya.
3. Ilmu adalah penguasa atas harta, sedangkan harta tidak berkuasa atas ilmu.
4. Harta akan habis dengan dibelanjakan, sedangkan ilmu akan bertambah jika diajarkan.
5. Apabila meninggal dunia, pemilik harta akan berpisah dengan hartanya, sedangkan ilmu akan
masuk bersamanya ke dalam kubur.
6. Harta dapat diperoleh orang-orang mukmin maupun kafir, orang baik maupun orang jahat.
Sedangkan ilmu yang bermanfaat hanya dapat diperoleh orang-orang yang beriman.
7. Orang yang berilmu dibutuhkan oleh para raja dan selain mereka, sedangkan pemilik harta hanya
dibutuhkan oleh orang-orang miskin.
8. Jiwa akan mulia dan bersih dengan mengumpulkan ilmu dan berusaha memperolehnya -hal itu
termasuk kesempurnaan dan kemuliaannya- sedangkan harta tidak membersihkannya, tidak
menyempurnakannya bahkan tidak menambah sifat kemuliaan.
9. Harta itu mengajak jiwa kepada bertindak sewenang-wenang dan sombong, sedangkan ilmu
mengajaknya untuk rendah hati dan melaksanakan ibadah.
10. Ilmu membawa dan menarik jiwa kepada kebahagiaan yang Allah ciptakan untuknya, sedangkan
harta adalah penghalang antara jiwa dengan kebahagiaan tersebut.
11. Kekayaan ilmu lebih mulia daripada kekayaan harta karena kekayaan harta berada di luar hakikat
manusia, seandainya harta itu musnah dalam satu malam saja, jadilah ia orang yang miskin,
sedangkan kekayaan ilmu tidak dikhawatirkan kefakirannya, bahkan ia akan terus bertambah
selamanya, pada hakikatnya ia adalah kekayaan yang paling tinggi.
12. Mencintai ilmu dan mencarinya adalah pokok segala ketaatan, sedangkan cinta dunia dan harta
dan mencarinya adalah pokok segala kesalahan.
13. Nilai orang kaya ada pada hartanya dan nilai orang yang berilmu ada pada ilmunya. Apabila
hartanya lenyap, lenyaplah nilainya dan tidak tersisa tanpa nilai, sedangkan orang yang berilmu
nilai dirinya tetap langgeng, bahkan nilainya akan terus bertambah.
14. Tidaklah satu orang melakukan ketaatan kepada Allah Ta’ala, melainkan dengan ilmu, sedangkan
sebagian besar manusia berbuat maksiat kepada Allah lantaran harta mereka.
15. Orang yang kaya harta selalu ditemani dengan ketakutan dan kesedihan, ia sedih sebelum
mendapatkannya dan merasa takut setelah memperoleh harta, setiap kali hartanya bertambah
banyak, bertambah kuat pula rasa takutnya. Sedangkan orang yang kaya ilmu selalu ditemani rasa
aman, kebahagiaan, dan kegembiraan.
Sumber: https://almanhaj.or.id/2311-keutamaan-ilmu-syari-dan-mempelajarinya.html. Akses
tanggal 10 april 2018.
Modul 5- 12
D. ADAB MENUNTUT ILMU
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menerangkan tentang Islam, termasuk di
dalamnya masalah adab. Seorang penuntut ilmu harus menghiasi dirinya dengan adab dan akhlak
mulia. Dia harus mengamalkan ilmunya dengan menerapkan akhlak yang mulia, baik terhadap
dirinya maupun kepada orang lain.
Berikut diantara adab-adab yang selayaknya diperhatikan ketika seseorang menuntut ilmu syar’i,
Pertama, Mengikhlaskan niat dalam menuntut ilmu
Dalam menuntut ilmu kita harus ikhlas karena Allah Ta’ala dan seseorang tidak akan mendapat
ilmu yang bermanfaat jika ia tidak ikhlas karena Allah. “Padahal mereka tidak disuruh kecuali
agar beribadah hanya kepada Allah dengan memurnikan ketaatan hanya kepadaNya dalam
(menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan memurnikan zakat;
dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah:5)
Orang yang menuntut ilmu bukan karena mengharap wajah Allah termasuk orang yang pertama
kali dipanaskan api neraka untuknya. Rasulallah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
“Barangsiapa yang menuntut ilmu syar’i yang semestinya ia lakukan untuk mencari wajah Allah
dengan ikhlas, namun ia tidak melakukannya melainkan untuk mencari keuntungan duniawi,
maka ia tidak akan mendapat harumnya aroma surga pada hari kiamat.” (HR. Ahmad)
Kedua, Rajin berdoa kepada Allah Ta’ala, memohon ilmu yang bermanfaat
Hendaknya setiap penuntut ilmu senantiasa memohon ilmu yang bermanfaat kepada
Allah Ta’ala dan memohon pertolongan kepadaNya dalam mencari ilmu serta selalu merasa
butuh kepadaNya.
Rasulallah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan kita untuk selalu memohon ilmu yang
bermanfaat kepada Allah Ta’ala dan berlindung kepadaNya dari ilmu yang tidak bermanfaat,
karena banyak kaum Muslimin yang justru mempelajari ilmu yang tidak bermanfaat, seperti
mempelajari ilmu filsafat, ilmu kalam ilmu hukum sekuler, dan lainnya.
Ketiga, Bersungguh-sungguh dalam belajar dan selalu merasa haus ilmu
Dalam menuntut ilmu syar’i diperlukan kesungguhan. Tidak layak para penuntut ilmu bermalas-
malasan dalam mencarinya. Kita akan mendapatkan ilmu yang bermanfaat dengan izin Allah
apabila kita bersungguh-sungguh dalam menuntutnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam barsabda, “ Dua orang yang rakus yang tidak pernah
kenyang: yaitu (1) orang yang rakus terhdap ilmu dan tidak pernah kenyang dengannya dan (2)
orang yang rakus terhadap dunia dan tidak pernah kenyang dengannya.” (HR. Al-Baihaqi)
Modul 5- 13
Keempat, Menjauhkan diri dari dosa dan maksiat dengan bertaqwa kepada Allah Ta’ala
Seseorang terhalang dari ilmu yang bermanfaat disebabkan banyak melakukan dosa dan maksiat.
Sesungguhnya dosa dan maksiat dapat menghalangi ilmu yang bermanfaat, bahkan dapat
mematikan hati, merusak kehidupan dan mendatangkan siksa Allah Ta’ala.
Kelima, Tidak boleh sombong dan tidak boleh malu dalam menuntut ilmu
Sombong dan malu menyebabkan pelakunya tidak akan mendapatkan ilmu selama kedua sifat itu
masih ada dalam dirinya.
Imam Mujahid mengatakan,
ب ر تك ىولمس تح ل ممس ليتعلمال ع
“Dua orang yang tidak belajar ilmu: orang pemalu dan orang yang sombong” (HR. Bukhari
secara muallaq)
Keenam, Mendengarkan baik-baik pelajaran yang disampaikan ustadz, syaikh atau guru
Allah Ta’ala berfirman, “… sebab itu sampaikanlah berita gembira itu kepada hamba-
hambaKu, (yaitu) mereka yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik
diantaranya. Mereka itulah orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan merekalah orang-
orang yang mempunyai akal sehat.” (QS. Az-Zumar: 17-18)
Ketujuh, Diam ketika pelajaran disampaikan
Ketika belajar dan mengkaji ilmu syar’i tidak boleh berbicara yang tidak bermanfaat, tanpa ada
keperluan, dan tidak ada hubungannya dengan ilmu syar’i yang disampaikan, tidak boleh
ngobrol. Allah Ta’ala berfirman, “dan apabila dibacakan Al-Quran, maka dengarkanlah dan
diamlah agar kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-A’raaf: 204)
Kedelapan, Berusaha memahami ilmu syar’i yang disampaikan
Kiat memahami pelajaran yang disampaikan: mencari tempat duduk yang tepat di hadaapan
guru, memperhatikan penjelasan guru dan bacaan murid yang berpengalama. Bersungguh-
sungguh untuk mengikat (mencatat) faedah-faedah pelajaran, tidak banyak bertanya saat
pelajaran disampaikan, tidak membaca satu kitab kepada banyak guru pada waktu yang sama,
mengulang pelajaran setelah kajian selesai dan bersungguh-sungguh mengamalkan ilmu yang
telah dipelajari.
Kesembilan, Menghafalkan ilmu syar’i yang disampaikan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Modul 5- 14
“Semoga Allah memberikan cahaya kepada wajah orang yang mendengar perkataanku,
kemudian ia memahaminya, menghafalkannya, dan menyampaikannya. Banyak orang yang
membawa fiqih kepada orang yang lebih faham daripadanya…” (HR. At-Tirmidzi).
Dalam hadits tersebut Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa kepada Allah Ta’ala agar Dia
memberikan cahaya pada wajah orang-orang yang mendengar, memahami, menghafal, dan
mengamalkan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka kita pun diperintahkan untuk
menghafal pelajaran-pelajaran yang bersumber dari Al-Quran dan hadits-hadits Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam.
Kesepuluh, Mengikat ilmu atau pelajaran dengan tulisan
Ketika belajar, seorang penuntut ilmu harus mencatat pelajaran, poin-poin penting, fawaa-
id(faedah dan manfaat) dari ayat, hadits dan perkataan para sahabat serta ulama, atau berbagai
dalil bagi suatu permasalahan yang dibawa kan oleh syaikh atau gurunya. Agar ilmu yang
disampaikannya tidak hilang dan terus tertancap dalam ingatannya setiap kali ia mengulangi
pelajarannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ikatlah ilmu dengan
tulisan” (HR. Ibnu ‘Abdil Barr)
Kesebelas, Mengamalkan ilmu syar’i yang telah dipelajari
Menuntut ilmu syar’i bukanlah tujuan akhir, tetapi sebagai pengantar kepada tujuan yang agung,
yaitu adanya rasa takut kepada Allah, merasa diawasi oleh-Nya, taqwa kepada-Nya, dan
mengamalkan tuntutan dari ilmu tersebut. Dengan demikian, barang siapa saja yang menuntut
ilmu bukan untuk diamalkan, niscaya ia diharamkan dari keberkahan ilmu, kemuliaan, dan
ganjaran pahalanya yang besar.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perumpamaan seorang alim yang mengajarkan
kebaikan kepada manusia, kemudian ia melupakan dirinya (tidak mengamalkan ilmunya) adalah
seperti lampu (lilin) yang menerangi manusia, namun membakar dirinya sendiri.” (HR Ath-
Thabrani)
Kedua belas, Berusaha mendakwahkan/ Menyebarkan ilmu
Objek dakwah yang paling utama adalah keluarga dan kerabat kita, Allah Ta’ala berfirman,
“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang
bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras,
yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahriim: 6).
Hal yang harus diperhatikan oleh penuntut ilmu, apabila dakwah mengajak manusia ke jalan
Allah merupakan kedudukan yang mulia dan utama bagi seorang hamba, maka hal itu tidak akan
terlaksana kecuali dengan ilmu. Dan apabila telah mendapatkan ilmu pengetahuan dari belajar di
Modul 5- 15
kampus, maka harus diamalkan dan diajarkan kepada orang lain, karena sebaik-baik orang
adalah yang mau belajar dan mengajarkan kepada orang lain (atau yang bermanfaat bagi orang
lain).
https://muslimah.or.id/7216-adab-menuntut-ilmu.html. Akses tanggal 24 Mei 2018 jam 00.00
E. KEGIATAN NYATA
Kegiatan nyata yang diharapkan dan ingin dicapai dari kegiatan ini sehubungan dengan
profesionalisme dalam menuntut ilmu adalah:
1. Berpakaian yang rapi / sopan (bersih, tanpa najis) di saat menuntut ilmu baik selama belajar di
rumah atau ke kampus.
2. Berwudhu (setiap saat, terutama mau berangkat ke kampus), baik saat belajar di rumah atau di
kampus.
3. Berniat menuntut ilmu (niat mulai dari rumah), setiap akan belajar wajib berdo’a terlebih
dahulu
4. Yakin bahwa belajar adalah ibadah, selalu diniatkan ibadah setiap akan belajar dan menuju
kampus dan tempat ilmu lainnya, agar mendapatkan kebaikan dan pahala ganda.
5. Mempersiapkan peralatan / perlengkapan, setiap akan belajar dan ke kampus harus
mempersiapkan peralatan apa saja yang diperlukan, seperti buku teks, artikel jurnal, tugas-
tugas, alat tulis, dan sebagainya.
6. Mempersiapkan materi, setiap akan kuliah harus telah mempelajari materi kuliah yang telah
lalu dan berupaya mempelajari materi / topik bahasan yang akan dibahas.
7. Datang lebih awal dari guru / dosennya, dan keluar ruang tidak mendahului dosen, mahasiswa
sudah memiliki jadwal pasti untuk kuliah, oleha karena itu wajib meluangkan waktu sesuai
dengan jadwal yang ada (jangan sekali-kali meremehkan waktu / jadwal kuliah). Jangan
keluar ruang kuliah mendahului dosennya kecuali sudah mendapat ijin dari dosen yang
bersangkutan.
8. Duduk pada deretan tempat duduk yang terpisah antara lawan jenis (laki-laki pada deretan
laki-laki, dan perempuan duduk bersama pada deretan perempuan)
9. Memulai Kuliah dan belajar harus selalu diawali dengan berdoa (meskipun dosennya
mungkin tidak memimpin doa)
10. Apabila datang terlambat, harus meminta ijin masuk kepada dosen (jangan langsung
nyelonong masuk, bisa menyebabkan ilmunya tidak barakah)
11. Menghormati guru / dosen (memposisikan diri sebagai murid). Menentang dosen atau
menyakiti dosen bisa berakibat hilangnya barakah ilmu yang dipelajari.
12. Suka (membeli) buku. Lebih menyukai membeli buku dari pada menghabiskan uangnya
untuk hal-hal lain yang kurang berharga. Hal ini karena buku merupakan sumber ilmu dan
tidak akan bisa habis selamanya.
Modul 5- 16
13. Suka membaca buku pada setiap kesempatan. Waktu harus digunakan sebagian besarnya
untuk membaca buku, tidak bermain HP , duduk-duduk di kampus dengan hampa atau
ngobrol dengan temannya tanpa makna.
14. Meningkatkan kompetensi keilmuan. Selalu membaca kembali materi kuliah yang telah
diberikan dosen, jangan hanya belajar di saat mau ujian saja, ilmu tidak bisa membekas dan
bersahabat dengan kalian, karena ilmu akan segera meninggalkan kalian sebagaimana kalian
juga tidak akrab dengan ilmu.
15. Berupaya mencatat / merangkum kembali materi kuliah. Kewajiban mahasiswa di saat kuliah
adalam mendengarkan, mencatat, menanyakan yang belum jelas, dan mengulangi belajar lagi
selepas kuliah.
16. Berupaya menghafal dan memahami setiap materi kuliah. Semua materi kuliah wajib dihafal
dan difahami, sehingga bisa diperoleh logika yang kuat terhadap materi kuliah, dan ujungnya
akan mampu mengembangkan keilmuan dan teknologi.
17. Selalu mencari tambahan ilmu melalui berbagai media. Mesti harus ada tekad yang kuat untuk
suka membaca berbagai sumber, majalah peternakan dan diskusi-diskusi mengenai isu-isu
terkini dunia peternakan, dan juga ilmu agama yang diperlukan.
18. Mencari tambahan ilmu ketrampilan (skill) di masyarakat, instansi dan industri. Setiap
mahasiswa wajib merencanakan kerja praktek lapang baik secara terstruktur maupun mandiri
dalam bentuk kelompok dengan tujuan peternakan rakyat, perusahaan, industri atau instansi-
instansi peternakan. Fakultas sangat mendukung program kegiatan ini.
19. Menghormati buku, menempatkan pada tempat terhormat. Buku merupakan sumber ilmu
pengetahuan, pilih buku yang tepat, tidak menyesatkan (hindarkan buku yang membawa
pemikiran yang menyimpang meskipun mungkin itu menarik hatimu). Oleh karena buku telah
memberikan manfaat keilmuan yang besar bagi kalian, maka wajib kalian menghormatinya,
diantaranya dengan merawatnya dan menempatkannya di tempat-tempat yang layak dan
terhormat.
F. PENUGASAN
1. Membeli buku (sesuai dengan kemampuan). Mahasiswa wajib membeli buku teks, atau
fotokopi buku teks secara total / penuh buku (bukan sebagian bab), yang dilakukan dengan
sukarela melebihi kecintaannya membelajakan uangnya untuk kepentingan yang kurang
bermanfaat dan cenderung merugikan.
2. Merangkum isi buku. Mahasiswa diharuskan membuat rangkuman buku yang dimiliki dalam
tulis tangan (beberapa lembar)
3. Membuat perencanaan praktek lapang berkelompok kepada peternak , atau industri
peternakan atau instansi yang berkaitan dengan peternakan (setelah PKBR selesai)
4. Membuat perencanaan peningkatan belajar ilmu agama (rencana belajar baca Al Qur’an,
rencana mengikuti kajian, bercita-cita menjadi mentor PKBR, dll).
G. EVALUASI
1. Evaluasi terhadap kegiatan nyata
2. Laporan kemajuan peserta terhadap kegiatan nyata