-
7/24/2019 Modul 1 - Sengketa Dan Permasalahan Hukum Kontr
1/32
Permasalahan hukum pada kontrak tidaklah muncul secara tiba-tiba, melainkan karena
ada penyebabnya. Penyebab permasalahan hukum pada kontrak bisa berasal dari ketentuan-
ketentuan yang ada dalam dokumen kontrak atau akibat dari kejadian saat dilaksanakan-
nya kontrak. Namun demikian kombinasi penyebab permasalahan dari ketentuan dalam
kontrak dan kondisi saat pelaksanaan kontrak juga sering terjadi dalam sengketa kontrak.
Permasalahan yang berasal dari ketentuan-ketentuan dalam kontrak dapat ditelusuri
mulai dari penyusunan anggaran yang mengalokasikan paket kegiatan, besaran anggaran, lokasi
kegiatan, dan waktu pelaksanaan. Peranan Pengguna Anggaran (PA) dan Kuasa Pengguna
Anggaran (KPA) atau Kepala Daerah serta Badan Legislatif dalam memutuskan alokasi
anggaran sangat menentukan keberhasilan proses pengadaan barang dan jasa serta meminimalisir
terjadinya permasalahan dalam pengelolaan kontrak.
Tahapan berikutnya yang sering menjadi penyebab timbulnya permasalahan hukum pada
kontrak adalah terkait dengan pelaksanaan tugas Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam
menyusun spesikasi teknis pekerjaan, Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dan konsep atau
rancangan kontrak. Ketidakcermatan dalam meracik dan menyusun ketiga dokumen tersebut
menjadi cikal bakal menc ln a pe masalahan pada p oses be ik tn a ait p oses pemilihan
BAB 1 Pendahuluan
-
7/24/2019 Modul 1 - Sengketa Dan Permasalahan Hukum Kontr
2/32
menjadi cikal bakal menculnya permasalahan pada proses berikutnya yaitu proses pemilihan
2 3
Permasalahan hukum pada kontrak yang paling sering muncul ke permukaan adalah
kejadian-kejadian saat pengelolaan kontrak. Ketidaksesuaian ketentuan dalam kontrak dengan
tuntutan pelaksanaan kontrak menjadi masalah yang sering tidak bisa diselesaikan oleh
Pejabat Pembuat Komitmen dan Penyedia. Penyelesaian teknis yang sebenarnya bisa menyelesaikan
masalah di lapangan seing terkendala dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak.
Akan tetapi, ada juga permasalahan pengelolaan kontrak yang bahkan secara teknis tidak
bisa diselesaikan.
Bagaimanapun permasalahan hukum yang dihadapi oleh para pihak tetap harus
diupayakan. Perangkat-perangkat penyelesaian sengketa hukum harus diketahui oleh para pihak.
Opsi perangkat musyawarah, arbitrase, dan pengadilan dapat dipilih oleh para pihak. Penetapan
perangkat penyelesaian permasalahan hukum harus sudah mempertimbangkan konsekuensi yang
timbul dari masing-masing perangkat tersebut.
Permasalahan terakhir, tapi bukan yang paling sederhana, adalah kemampuan para
pihak dalam merumuskan dan mengelola kontrak. Kemampuan yang dituntut untuk
mencegah terjadinya permasalahan hukum kontrak adalah kompetensi para pihak yang
menyusun, mengelola, dan melaksanakan kontrak. Ketidakmampuan atau kompetensi yangtidak dimiliki sering menimbulkan permasalahan. Permasalahan disebabkan bukan hanya
karena ketidaktahuan tapi karena sikap yang tidak sesuai dalam menyusun dan mengelola kontrak.
Berdasarkan uraian di atas, maka beberapa penyebab permasalahan hukum pada
kontrak untuk setiap tahapan dalam pengadaan barang/jasa dapat digambarkan sebagai berikut :
Permasalahan hukum pada kontrak yang paling sering muncul ke permukaan adalah
kejadian-kejadian saat pengelolaan kontrak. Ketidaksesuaian ketentuan dalam kontrak dengan
tuntutan pelaksanaan kontrak menjadi masalah yang sering tidak bisa diselesaikan oleh
Pejabat Pembuat Komitmen dan Penyedia. Penyelesaian teknis yang sebenarnya bisa menyelesaikan
masalah di lapangan seing terkendala dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak.
Akan tetapi, ada juga permasalahan pengelolaan kontrak yang bahkan secara teknis tidak
bisa diselesaikan.
Bagaimanapun permasalahan hukum yang dihadapi oleh para pihak tetap harus
diupayakan. Perangkat-perangkat penyelesaian sengketa hukum harus diketahui oleh para pihak.
Opsi perangkat musyawarah, arbitrase, dan pengadilan dapat dipilih oleh para pihak. Penetapan
perangkat penyelesaian permasalahan hukum harus sudah mempertimbangkan konsekuensi yang
timbul dari masing-masing perangkat tersebut.
Permasalahan terakhir, tapi bukan yang paling sederhana, adalah kemampuan para
pihak dalam merumuskan dan mengelola kontrak. Kemampuan yang dituntut untuk
mencegah terjadinya permasalahan hukum kontrak adalah kompetensi para pihak yang
menyusun, mengelola, dan melaksanakan kontrak. Ketidakmampuan atau kompetensi yangtidak dimiliki sering menimbulkan permasalahan. Permasalahan disebabkan bukan hanya
karena ketidaktahuan tapi karena sikap yang tidak sesuai dalam menyusun dan mengelola kontrak.
Berdasarkan uraian di atas, maka beberapa penyebab permasalahan hukum pada
kontrak untuk setiap tahapan dalam pengadaan barang/jasa dapat digambarkan sebagai berikut :
Perencanaan
Umum
Perencanaan
Pemilihan
Penyedia
Pelaksanaan
Kontrak
Penyusunan &
Penandatanganan
Kontrak
Pemilihan
penyedia
Barang/Jasa
Masalah :* Alokasi Paket Kegiatan
* BesaranAnggaran
* LokasiPekerjaan
* Waktupelaksanaan.
Masalah :* Spesikasi
Pekerjaan* Harga Perkiraan Sendiri (HPS)* Konsep atau
rancangan kontrak
Masalah :
* Kemampuan
pengelolaan kontrak.
Masalah :
* Konsistensi
dokumenkontrak.
Masalah :
* Pemahaman
yang parsial* Menitik beratkan
asas formalitas
BAB 2 PENGERTIAN DASAR HUKUM
2.1. Pengertian Hukum
Belum ada kesepakatan dari para ahli hukum tentang denisi dari kata hukum. Namun
demikian ada benang merah yang dapat diambil dari beberapa denisi yang dikembangkan oleh
para pakar hukum. Sebagai titik awal kita gunakan pengertian hukum yang dibuat oleh pakar
hukum ternama Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja. Hukum ialah keseluruhan kaidah-kaidah serta asas-asas yang mengatur pergaulan hidup
dalam masyarakat dan bertujuan memelihara ketertiban serta meliputi lembaga-lembaga dan
proses guna mewujudkan berlakunya kaidah sebagai kenyataan dalam masyarakat.
Dengan demikian hukum adalah kumpulan dari kaidah, peraturan (perintah dan larangan),
norma (benar dan salah), dan syarat tertulis maupun tidak tertulis yang dibutuhkkan oleh
masyarakat dan diakui oleh pemerintah yang mengatur pergaulan hidup (harus ditaati) seseorang
atau kelompok orang terhadap orang atau kelompok orang dalam masyarakat dan bertujuan
untuk memelihara ketertiban serta meliputi lembaga-lembaga dan proses guna mewujudkan
berlakunya kaidah, peraturan, norma dan syarat dalam masyarakat disertai sanksi bagi yang
melanggar.
Dari uraian di atas pengertian hukum dapat disimpulkan bahwa hukum memiliki beberapa
unsur sebagai berikut: Peraturan tentang perilaku manusia dalam pergaulan di lingkungan masyarakat.
Peraturan tersebut dibuat oleh lembaga resmi yang berwenang.
Peraturan tersebut memiliki sifat memaksa.
Sanksi atau hukuman pelanggaran bersifat tegas.
Secara ringks Prof. Dr. Van Kan mendeniskan hukum adalah keseluruhan peraturan hidup
yang bersifat memaksa untuk melindungi kepentingan manusia di dalam masyarakat.
2.2. Tujuan Hukum
Terdapat dua teori tentang tujuan hukum, yaitu teori etis dan utilities. Teori etis mendasar-
kan pada etika dimana isi hukum ditentukan oleh keyakinan pembuat hukum terhadap etika ten-
tang yang adil dan tidak. Menurut teori ini, hukum bertujuan untuk semata-mata mencapai
keadilan yang dalam penerapannya dengan memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi
haknya.
Sedangkan teori utilities melihat pada manfaat dari suatu hukum terhadap masyarakat.
Hukum bertujuan untuk memberikan manfaat bagi sebanyak-banyaknya orang dalam masyarakat.
Pada hakikatnya, tujuan hukum adalah manfaat dalam memberikan kebahagiaan atau
kenikmatan besar bagi kelompok masyarakat yang terbesar.
Sehingga Prof.Subekti, S.H. memiliki pendapat bahwa tujuan hukum adalah
menyelenggarakan keadilan dan ketertiban sebagai syarat untuk mendatangkan kemakmuran
dan kebahagiaan (Subekti : 1977).
-
7/24/2019 Modul 1 - Sengketa Dan Permasalahan Hukum Kontr
3/32
4 5
2.3. Dasar-dasar Hukum
Dasar hukum adalah ketentuan atau norma hukum dalam peraturan perundang-undangan
yang menjadi landasan atau dasar bagi setiap penyelenggaraan atau tindakan hukum subjek
hukum baik orang perorangan atau badan hukum. Dasar hukum juga dapat berupa ketentuan atau
norma hukum dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan atau dasar bagi
pembentukan peraturan perundang-undangan yang lain dan atau yang lebih rendah derajatnya
dalam hierarki atau tata urutan peraturan perundang-undangan. Bentuk yang disebut terakhir inijuga biasanya disebut sebagai landasan yuridis yang biasanya tercantum dalam konsiderans
peraturan hukum atau surat keputusan yang diterbitkan oleh lembaga-lembaga tertentu.
Setiap aparatur atau lembaga negara dalam melaksanakan penyelenggaraan tugas, fungsi,
dan wewenang harus memiliki dasar hukum, atau paling tidak tindakan atau penyelenggaraan
tersebut tidak bertentangan dengan nilai-nilai moral dan etika serta ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
2.4. Perbedaan Dasar Hukum dan Hukum Dasar
Hukum dasar adalah ketentuan yang menjadi dasar bagi pembentukan peraturan
perundang-undangan lainnya. Sedangkan dasar hukum adalah ketentuan atau norma hukum
dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan atau dasar bagi setiap
penyelenggaraan atau tindakan hukum. Dasar hukum dan hukum dasar merupakan sesuatu yang
memiliki pengertian yang berbeda satu sama lain.
Penggunaan dasar hukum dilakukan dengan mengambil ketentuan dari peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang isinya menyuratkan perintah atau larangan untuk
melakukan sesuatu tindakan hukum. Sementara yang dimaksud dengan hukum dasar hanya ada
satu peraturan, yang biasanya disebut sebagai konstitusi negara.
Dasar hukum merupakan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai pendukung
sebuah tindakan hukum. Sedangkan hukum dasar memuat ketentuan peraturan hukum berupa
prinsip-prinsip hukum umum atau secara garis besarnya saja. Berdasarkan ketentuan-ketentuan
yang dimaksud dalam hukum dasar inilah kemudian dibuat penjabaran yang menguraikan
ketentuan tersebut secara lebih spesik dalam peraturan perundang-undangan.
Menurut bentuknya, hukum itu dibagi menjadi :
1. Hukum Tertulisadalah hukum yang dituliskan atau dicantumkan dalam perundang-undangan.
Contoh: hukum pidana dituliskan pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana, hukum perdata
dicantumkan pada Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
2. Hukum Tidak Tertulis adalah hukum yang tidak dituliskan atau tidak dicantumkan dalam
perundang-undangan.
Contoh: hukum adat tidak dituliskan atau tidak dicantumkan pada perundang-undangan tetapi
dipatuhi oleh daerah tertentu.
Menurut isinya, hukum itu dibagi menjadi :
1. Hukum Privat (Hukum Sipil) adalah hukum yang mengatur hubungan antara perseorangan dan
orang yang lain. Dapat dikatakan hukum yang mengatur hubungan antara warganegara dengan
warganegara.
Contoh: Hukum Perdata dan Hukum Dagang. Tetapi dalam arti sempit hukum sipil disebut juga
hukum perdata.
2. Hukum Negara (Hukum Publik) dibedakan menjadi hukum pidana, hukum tata negara danhukum administrasi negara.
2.5. Subjek dan Objek Hukum
Subjek hukum adalah apa yang dapat memiliki hak dan kewajiban, dengan demikian dia
memiliki kewenangan untuk bertindak. Hak adalah izin dan wewenang yang diberikan oleh hukum.
Sedangkan kewajiban adalah suatu beban yang ditanggung seseorang yang bersifat kontraktual.
Hak dan kewajiban ada karena hubungan antara dua pihak berdasarkan suatu perjanjian atau kon-
trak. Subjek hukum dapat berupa perorangan atau badan hukum. Subjek hukum dianggap cakap
melakukan perbuatan hukum apabila ia dapat melakukan atau bertindak dalam menjalankan hak
dan kewajibannya. Seseorang dianggap cakap bilamana (1) sudah mencapai usia 21 tahun atau
telah menikah, (2) mempunyai kewenangan untuk melaksanakan hak dan kewajiban, dan (3)
memiliki jiwa dan akal yang sehat.
Badan hukum adalah suatu badan atau wadah yang memenuhi persyaratan hukum tertentu
sehingga badan itu disebut badan hukum. Objek hukum adalah segala sesuatu yang berguna atau
bermanfaat atau sesuatu yang mempunyai nilai atau harga bagi subjek hukum (orang atau badan
hukum) dan dapat menjadi pokok suatu hubungan hukum, karena dapat dikuasai oleh subjek
hukum. Sesuatu tersebut dapat berupa benda berwujud atau tidak berwujud dan/atau benda
bergerak atau tidak bergerak.
2.6. Hukum Administrasi Negara
2.6.1. Pengertian
Menurut Kusumadi Pudjosewojo, pengertian Hukum Administrasi Negara adalah
keseluruhan aturan hukum yang menentukan cara bagaimana negara sebagai penguasa
menjalankan usaha-usaha untuk memenuhi tugas-tugasnya, atau bagaimana cara penguasa
seharusnya bertingkah laku dalam mengusahakan tugas-tugasnya. Menurut Abdoel Djamali,
Pengertian Hukum Administrasi Negara adalah peraturan hukum yang mengatur administrasi, yaitu
hubungan antara warga negara dan pemerintahan yang menjadi sebab sampai negara itu
berfungsi.
Menurut Prof. Dr.J.H.A. Logemann dalam bukunya Staatsrecht van Nederlands Indie,
memberikan denisi dari Pengertian Hukum Tata Negara adalah hukum tersebut mengatur
hubungan-hubungan hukum dengan warga masyarakat dan antara alat pemerintahan yang satu
dengan yang lainnya, serta dipertahankan dan diberi sanksi oleh pemerintah sendiri.
-
7/24/2019 Modul 1 - Sengketa Dan Permasalahan Hukum Kontr
4/32
6 7
2.6.2. Kewenangan Pemerintah
Sesuai asas legalitas bahwa pemerintah diatur oleh peraturan perundang-undangan dalam
kewenangannya. Penerapan asas ini menunjang berlakunya kepastian hukum dan kesamaan
perlakuan. Artinya asas legalitas dimaksudkan untuk memberikan jaminan kedudukan hukum
warga negara terhadap pemerintah.
Sumber dan cara memperoleh wewenang pemerintah bersumber dari Undang-undang Dasar
dan Undang-undang. Secara teoretis kewenangan yang bersumber dari peraturan perundangan-
undangan tersebut diperoleh melalui 3 (tiga) cara yaitu Atribusi (Attributie), Delegasi (Delegatie),
dan Mandat (Mandaat).
Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undang-undang kepada
organ pemerintah. Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ
pemerintah kepada organ pemerintah lainnya. Sedangkan Mandat adalah terjadi ketika organ
pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya.
2.6.3. Tindakan Pemerintah
Tindakan pemerintah (Bestuurshandeling) yang dimaksud adalah setiap tindakan atau
perbuatan yang dilakukan oleh alat perlengkapan dalam menjalankan pemerintahan (bestuurs
organ) dalam menjalankan fungsi pemerintahan (bestuurs functie).
Ada 2 (dua) bentuk tindakan pemerintah yakni:
1. Tindakan berdasarkan hukum (rechts handeling); dan
2. Tindakan berdasarkan fakta atau kenyataan dan bukan berdasarkan pada hukum (feitelijkehandeling).
2.6.4. Sengketa Tata Usaha Negara
Sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum
perdata dengan badan atau pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai
akibat dikeluarkannya keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.6.5. Objek Sengketa TUN
Sesuai dengan UU no. 5 tahun 1986 Pasal 53 ayat (1) jo Pasal 1 angka 4 jo Pasal 3 , dapat
disimpulkan yang dapat menjadi objek gugatan dalam sengketa Tata Usaha Negara adalah:
1. Keputusan Tata Usaha Negara
Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan
atau pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan
peraturan peraturan perundang-undangan berlaku. Ketetapan tersebut bersifat kongkret,
individual, dan nal serta menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
Yang dimaksud dengan penetapan tertulis adalah isi tertulis dan bukan kepada bentuk kepu-
tusan yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat Tata Usaha Negara. Keputusan itu diharuskan
tertulis, namun yang disyaratkan tertulis bukan bentuk formalnya seperti surat keputusan penga-
kuan dan sebagainya. Persyaratan tertulis tersebut dimaksudkan untuk kemudahan bagi pembuk-
tian. Dengan demikian sebuah memo atau nota dapat dianggap memenuhi syarat tertulis dan akan
merupakan suatu keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara menurut Undang-undang ini
apabila sudah jelas.
2. Penetapan Norma-Norma Hukum secara Bertingkat
Setiap perbuatan hukum badan atau Pejabat tata Usaha Negara itu selalu merupakan
penentuan norma-norma hukum. Di dalam Tata Usaha Negara Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara sering menentukan norma-norma hukum secara bertingkat. Pengaturan suatu bidang
kehidupan itu dalam kenyataannya tidak cukup dilakukan dengan penentuan normanya oleh suatu
Undang-undang tetapi sering harus dijabarkan dengan peraturan yang lebih rendah tingkatannya.
Pada kenyataannya beberapa pangaturan yang tertuang dalam aturan yang secara hierarki lebih
rendah bertentangan dengan substansi ketentuan yang lebih tinggi.
3. Penetapan tertulis (Beschikking)
Objek kompetensi dalam Peradilan TUN adalah penetapan tertulis. Penetapan yang belum
tertulis tidak dapat dijadikan objek Peradilan TUN. Penetapan tertulis dikeluarkan oleh badan atau
pejabat administrasi yang tentunya merupakan keputusan administrasi dan perbuatan hukum
administrasi bersifat sepihak.
Sengketa Tata Usaha Negara diselesaikan dengan dua macam cara yaitu upaya administrasi
dan gugatan. Upaya administrasi (vide pasal 48 jo pasal 51 ayat 3 UU no. 5 tahun 1986) dilakukan
melalui Banding Administratif dan Keberatan. Banding Administratif adalah upaya kepada atasan
dari badan atau pejabat administrasi yeng menerbitkan keputusan. Keberatan adalah upaya
administrasi yang diselesaikan oleh badan atau pejabat administrasi yang menerbitkan keputusan.
Gugatan (vide pasal 1 angka 5 jo pasal 53 UU no. 5 tahun 1986) adalah upaya seseorang atau
Badan Hukum Perdata tersebut dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara.2.6.6. Peradilan Tata Usaha Negara
Pengadilan Tata Usaha Negara (biasa disingkat: PTUN) merupakan sebuah lembaga peradilan
di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara di bawah Mahkamah Agung yang melaksanakan
kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keaadilan terhadap sengketa Tata Usaha Negara.
Pengadilan Tata Usaha Negara berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota. Sebagai Pengadilan
Tingkat Pertama, Pengadilan Tata Usaha Negara berfungsi untuk memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara.
Tujuan dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara adalah sebagai pengendali yuridis
terhadap tindakan-tindakan badan/pejabat tata usaha negara, baik secara preventif maupun secara
represif. Secara preventif dimaksudkan adalah untuk mencegah terjadinya tindakan-tindakan badan/
pejabat tata usaha negara yang melawan hukum dan merugikan masyarakat, sedangkan secara
represif ditujukan terhadap tindakan-tindakan badan/pejabat tata usaha negara yang melawan
hukum dan merugikan masyarakat harus dijatuhi sanksi. Selain itu tujuan peradilan tata usaha
negara adalah juga untuk memberikan perlindungan hukum bagi badan/pejabat tata usaha negara
itu sendiri apabila telah bertindak benar sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku.
Dengan demikian kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara mempunyai ciri-ciri:
1. Yang bersengketa adalah orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara.
2. Objek Sengketa adalah Keputusan Tata Usaha Negara berupa penetapan tertulis, termasuk yang
dipersamakan dengan Keputusan Tata Usaha Negara, yang dikeluarkan oleh Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara.
-
7/24/2019 Modul 1 - Sengketa Dan Permasalahan Hukum Kontr
5/32
8 9
3. Keputusan yang dijadikan objek sengketa bersifat kongkret, individual, nal, yang
menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
4. Bukan merupakan keputusan-keputusan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan 49 Undang-
undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
2.6.7. Hukum Acara PTUN
Hukum Acara PTUN adalah seperangkat peraturan yang memuat prosedur atau cara
bagaimana orang harus bertindak terhadap dan dimuka pengadilan, serta cara pengadilan
bertindak untuk menegakkan peraturan Hukum Administrasi Negara (Materiil). Hukum Acara
PTUN dapat pula disebut dengan Hukum Acara Peradilan Administrasi Negara. Hukum Acara
diartikan sebagai Hukum Formil yang bertujuan untuk mempertahankan Hukum Materil.
2.7. Hukum Perdata
2.7.1. Pengertian
Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara
individu-individu dalam masyarakat. Hukum Perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan
hukum yang mengatur hubungan hukum antara subjek hukum yang satu dengan subjek hukum
yang lain, perorangan atau badan, dengan menitikberatkan pada kepentingan subjek hukum,
dimana ketentuan dan peraturan dimaksud dalam kepentingan untuk mengatur dan membatasikehidupan manusia atau seseorang atau badan hukum dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan
atau kepentingannya.
Hubungan antara subjek hukum tunduk pada suatu kesepakatan atau perjanjian yang
dibuat oleh para pihak sebagai subjek hukum. Kesepakatan atau perjanjian tersebut berisi hak
dan kewajiban berikut dengan sanksi bagi yang melanggarnya. Sanksi tersebut dapat berupa
ganti rugi yang wajib dibuktikan disertai alat bukti atas terjadinya pelanggaran pada kesepakatan
atau perjanjian.
2.7.2. Objek Hukum Perdata
Objek Hukum Perdata adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum dan
dapat menjadi objek dalam suatu hubungan hukum. Objek hukum dapat berupa benda atau
barang bergerak atau tidak bergerak ataupun hak yang dapat dimiliki serta bernilai ekonomis.
2.7.3. Sengketa PerdataSengketa Perdata adalah suatu perkara perdata yang terjadi antara para pihak yang
bersengketa yang harus diselesaikan oleh kedua belah pihak. Perkara perdata yang di dalamnya
tidak mengandung sengketa (seperti permohonan penetapan) bukanlah masuk dalam pengertian
sengketa karena permohonan penetapan suatu hak dimaksudkan untuk memperkuat adanya hak
pemohon.
2.7.4. Gugatan Perdata
Gugatan adalah tuntutan hak yang mengandung sengketa dan diajukan ke
pengadilan untuk mendapatkan putusan. Menurut Darwan Prinst, gugatan adalah
suatu permohonan yang disampaikan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang
berwenang mengenai suatu tuntutan terhadap pihak lainnya dan harus diperiksa
menurut tata cara tertentu oleh pengadilan serta kemudian diambil putusan
terhadap gugatan tersebut.
2.7.5. Hukum Acara Perdata
Hukum Acara Perdata ialah kumpulan atau himpunan peraturan hukum yang
mengatur perihal tata cara pelaksanaan hukum perdata atau penerapan
peraturan-peraturan hukum perdata sebagaimana mestinya mulai sejak gugatan
diajukan sampai pelaksanaan putusan hakim.
2.8. Hukum Pidana
2.8.1. Pengertian
Hukum Pidana secara umum adalah keseluruhan aturan hukum yang memuat peraturan
- peraturan yang mengandung keharusan, yang tidak boleh dilakukan dan/atau larangan-
larangan dengan disertai ancaman atau sanksi berupa penjatuhan pidana bagi barang siapa yang
melanggar atau melaksanakan larangan atau ketentuan hukum dimaksud. Sanksi bagi yangmelanggar sudah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan dimaksud.
2.8.2. Sumber Hukum
Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Undang-undang Korupsi, Undang-undang HAM, dan
Undang-undang lainnya yang mengatur kepentingan umum dan mengandung sanksi apabila
dilanggar merupakan sumber hukum dalam hukum pidana.
2.8.3. Jenis Hukuman
Dalam hukum pidana dikenal dua jenis perbuatan yaitu kejahatan dan pelanggaran.
Kejahatan ialah perbuatan yang tidak hanya bertentangan dengan undang-undang tetapi juga
bertentangan dengan nilai moral, nilai agama dan rasa keadilan masyarakat. Pelanggaran ialah
perbuatan yang hanya dilarang oleh undang-undang tapi tidak bertentangan dengan nilai moral,
nilai agama atau rasa keadilan masyarakat.
2.8.4. Hukum Acara PidanaHukum Acara Pidana adalah salah satu bagian dari keseluruhan hukum sebagai dasar dan
aturan yang menentukan dengan cara apa dan prosedur seperti apa sehingga ancaman pidana
pada suatu perbuatan pidana dapat dilaksanakan ketika seseorang telah disangkakan melakukan
perbuatan pidana (Prof Mulyatno).
Hukum Acara Pidana adalah seluruh ketentuan yang terkait dengan penyelenggaraan
peradilan pidana serta prosedur penyelesaian suatu perkara pidana, yang meliputi proses
pelaporan dan pengaduan hingga penyelidikan dan penyidikan serta penuntutan dan
pemeriksaan di sidang pengadilan hingga lahirnya putusan pengadilan dan pelaksanaan suatu
putusan pidana terhadap suatu kasus pidana.
-
7/24/2019 Modul 1 - Sengketa Dan Permasalahan Hukum Kontr
6/32
10 11
2.9. Hukum Kontrak
2.9.1. Pengertian
Hukum kontrak adalah keseluruhan kaidah atau aturan hukum yang mengatur hubungan
hukum antara dua pihak atau lebih dalam membuat dan melaksanakan kesepakatan yang
menimbulkan akibat hukum.
Hukum kontrak merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu Contract of Law,
sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah overeenscomstrecht. Lawrence M.
Friedman mengartikan hukum kontrak adalah :
Perangkat hukum yang hanya mengatur aspek tertentu dari pasar dan mengatur jenis perjanjian
tertentu. (Lawrence M. Friedman, 2001:196)
Charles L. Knapp and Nathan M. Crystal mengartikan Law of Contract yang artinya hukum
kontrak adalah mekanisme hukum dalam masyarakat untuk melindungi harapan-harapan yang
timbul dalam pembuatan persetujuan demi perubahan masa datang yang bervariasi kinerja,
seperti pengangkutan kekayaan (yang nyata maupun yang tidak nyata), kinerja pelayanan, dan
pembayaran dengan uang.
Pendapat ini mengkaji hukum kontrak dari aspek mekanisme atau prosedur hukum. Tujuan
mekanisme ini adalah untuk melindungi keinginan/harapan yang timbul dalam pembuatan
konsensus di antara para pihak, seperti dalam kontrak perjanjian pengadaan barang/jasa.
Denisi ini didasarkan pada pendapat Van Dunne, yang tidak hanya mengkaji kontrak pada tahap
kontraktual semata-mata, tetapi juga harus diperhatikan perbuatan yang mencakup tahap pracontractual dan post contractual. Pra contractual merupakan tahap penawaran dan penerimaan,
sedangkan Post Contractual adalah pelaksanaan perjanjian. Hubungan hukum adalah hubungan
yang menimbulkan akibat hukum berupa timbulnya hak dan kewajiban. Hak dapat dilihat sebagai
sebuah kenikmatan, sedangkan kewajiban dilihat sebagai beban.
Unsur-unsur yang tercantum dalam hukum kontrak minimal mencakup:
1. Adanya kaidah hukum baik tertulis maupun tidak tertulis;
2. Subjek hukum yang memiliki hak dan kewajiban;
3. Adanya prestasi; 4. Kata sepakat; dan 5. Akibat hukum.
2.9.2. Dasar Hukum
Peraturan-peraturan yang menjadi dasar hukum kontrak diantaranya adalah Kitab
Undang-undang Hukum Perdata, Kitab Undang-undang Hukum Acara Perdata, dan Undang-
undang lainnya yang mengatur hubungan perikatan atau hak perdata. Acuan hukum kontrak
diatur dalam Buku III Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang terdiri atas 18 bab dan 759
pasal khususnya mengacu mulai pasal 1233 sampai pasal 1992 Kitab Undang-undang Hukum
Perdata.
2.9.3. Jenis Sengketa
Dalam pengadaan barang/jasa pemerintah, sengketa kontrak meliputi masalah yang
terkait hukum administrasi negara dan/atau hukum perdata. Tindakan PPK sebagai pejabat
negara atau pejabat lainnya yang terkait dengan pelaksanaan kontrak selalu berhubungan
dengan hukum administrasi negara.
Pejabat yang melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku dapat menjadi pelanggaran atas hukum administrasi negara. Selain
itu, tindakan para pihak dalam kontrak yang dapat merugikan pihak lain yang ada dalam kontrak
akan berdampak pada sengketa perdata.
-
7/24/2019 Modul 1 - Sengketa Dan Permasalahan Hukum Kontr
7/32
12 13
BAB 3PERAN DAN TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK
3.1. Para Pihak
Dalam suatu perikatan perjanjian, salah satu syarat sahnya suatu perjanjian menurut
pasal 1320 UU Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) adalah bahwa orang atau
subjek yang melakukan persetujuan perjanjian harus cakap untuk membuat suatu perikatan.
Kebebasan perikatan diperkuat dengan pasal 1329 yang menyebutkan bahwa tiap orang
berwenang untuk membuat perikatan kecuali ia dinyatakan tidak cakap untuk itu.
Dalam pasal 1330 KUH Perdata, ketidakcakapan untuk membuat persetujuan adalah:
a. Anak yang belum dewasa;
b. Orang yang ditaruh di bawah pengampuan;
c. Perempuan telah kawin dalam hal-hal yang ditentukan undang-undang, dan pada
umumnya semua orang yang oleh undang-undang dilarang untuk membuat persetujuan tertentu.
Ketidakcakapan tersebut pada pasal 1330 KUH Perdata akan berdampak pada tidak sahn-
ya suatu persetujuan atau perjanjian. Di samping itu, ada ketidakcakapan sebagai subjek hukum
yang akan berdampak pada permasalahan hukum tetapi tidak berdampak pada pembatalan sahn-
ya perjanjian. Kecakapan seseorang dalam membuat persetujuan harus dilihat dari kompetensi
orang tersebut sebelum melakukan persetujuan atas suatu perjanjian. Kompetensi terdiri dari
aspek legal dalam kewenangan dan tanggung jawab, serta pengetahuan dan keterampilan atas
apa yang terantum dalam persetujuan. Bab ini membahas kecakapan atau kompetensi para pihak
yang terlibat dalam perjanjian pengadaan barang/jasa pemerintah.
3.2. Pengguna Anggaran (PA)
Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara pada
pasal 1 angka 12, Pengguna Anggaran adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan
anggaran kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah.
Pada tingkat Kementerian atau Lembaga Pemerintah Pusat, Pengguna Anggaran adalah
Menteri atau Kepala Lembaga sebagaimana ketentuan dalam UU No 1 Tahun 2004 pasal 4 ayat
(1) yang berbunyi : Menteri/Pimpinan Lembaga adalah Pengguna Anggaran/ Pengguna Barang
bagi Kementerian Negara/Lembaga yang dipimpinnya.Kewenangan Pengguna Anggaran pada Pemerintah Pusat:
a. menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;
b. menunjuk Kuasa Pengguna Anggaran/Pengguna Barang;
c. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan negara;
d. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan utang dan piutang;
e. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja;
f. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian dan perintah pembayaran;
g. menggunakan barang milik negara;
h. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan barang milik negara;
i. mengawasi pelaksanaan anggaran;
j. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan.
Pada tingkat Pemerintah Daerah, Pengguna Anggaran adalah Kepala Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) sebagaimana ketentuan dalam UU No 1 Tahun 2004 pasal 6 ayat (1)
yang berbunyi:
Kepala SKPD adalah Pengguna Anggaran/Pengguna Barang bagi satuan kerja perangkat daerah
yang dipimpinnya.
Kewenangan Pengguna Anggaran pada Pemerintah Daerah tertuang pada ayat (2) yang
berbunyi:
Kepala SKPD dalam melaksanakan tugasnya selaku pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna
Barang satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya berwenang:
a. menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;
b. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja;
c. melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran;
d. melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak;
e. mengelola utang dan piutang;
f. menggunakan barang milik daerah;
g. mengawasi pelaksanaan anggaran;
h. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan.
Tugas dan kewenangan PA menurut Perpres 54/2010 diantaranya:
a. Menetapkan Rencana Umum Pengadaan;
b. Mengumumkan secara luas Rencana Umum Pengadaan paling kurang di website K/L/D/I;
c. Menetapkan PPK;
d. Menetapkan Pejabat Pengadaan;
e. Menetapkan Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan;
f. Menetapkan:
1) Pemenang pada Pelelangan atau penyedia pada Penunjukkan Langsung untuk paket
Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai diatas
Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); atau
2) Pemenang pada Seleksi atau penyedia pada Penunjukan Langsung untuk paket
Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai diatas Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah).
g. Mengawasi pelaksanaan anggaran;
h. Menyampaikan laporan keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
i. Menyelesaikan perselisihan antara PPK dengan ULP/Pejabat Pengadaan, dalam hal terjadi
perbedaan pendapat; dan
j. Mengawasi penyimpanan dan pemeliharaan seluruh Dokumen Pengadaan Barang/Jasa.
-
7/24/2019 Modul 1 - Sengketa Dan Permasalahan Hukum Kontr
8/3214 15
Meskipun tidak ada peraturan yang secara rinci mengatur tugas dan kewenangan
Pengguna Anggaran di masing-masing sektor yang ditangani, tetapi secara umum seorang
Pengguna Anggaran harus memiliki kemampuan manajerial dan teknis yang memadai dalam
sektor yang ditangani.
Kemampuan manajerial terdiri dari kemampuan mengelola seluruh komponen yang
menjadi tanggungjawabnya, termasuk kemampuan memimpin, dan memiliki pengetahuan umum
tentang organisasi yang yang dipimpinnya.
Seorang pemimpin (leader) berbeda dengan seorang pengelola (manager). Pemimpin
harus memiliki beberapa karakter yang lebih strategis. Menurut Montgomery leadership
(kepemimpinan) adalahKemampuan dan kemauan untuk menggerakkan laki-laki dan
perempuan agar sama-sama berusaha mencapai suatu tujuan bersama. Kemampuan
untuk mempengaruhi dan menggerakan orang yang dipimpin menjadi kunci keberhasilan dari
seorang pemimpin.
Pengguna Anggaran juga harus memiliki pengetahuan peraturan yang berlaku atas
penggunaan anggaran pada organisasinya. Pengetahuan tentang tata cara penyusunan,
pelaksanaan, dan pengendalian anggaran harus menjadi pengetahuan dasar yang dimiliki
oleh Pengguna Anggaran. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara dan
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara menjadi dua sumber
peraturan yang harus dirujuk. Disamping itu Peraturan-peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden
dan Peraturan Menteri yang menjabarkan kedua Undang-undang tersebut juga harus dipelajari,dipahami, dan dipatuhi. Untuk Pengguna Anggaran di daerah, Peraturan Kepala Daerah yang
merinci peraturan tentang keuangan dan perbendaharaan juga harus menjadi pedoman dalam
pelaksanaan tugas sebagai Pengguna Anggaran.
Pengguna Anggaran memiliki tanggung jawab yang sangat besar atas pelaksanaan
anggaran belanja. Salah satu ketentuan dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 pasal 18
berbunyi:
Ayat (1)
Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran berhak untuk menguji, membebankan
pada mata anggaran yang telah disediakan, dan memerintahkan pembayaran tagihan-tagihan
atas beban APBN/APBD.
Ayat (2)
Untuk melaksanakan ketentuan tersebut pada ayat (1), Pengguna Anggaran/Kuasa
Pengguna Anggaran berwenang:
a. menguji kebenaran material surat-surat bukti mengenai hak pihak penagih;
b. meneliti kebenaran dokumen yang menjadi per-syaratan/kelengkapan sehubungan dengan
ikatan/ perjanjian pengadaan barang/jasa;
c. meneliti tersedianya dana yang bersangkutan;
d. membebankan pengeluaran sesuai dengan mata anggaran pengeluaran yang bersangkutan;
dan
e. memerintahkan pembayaran atas beban APBN/APBD.
Ayat (3)
Pejabat yang menandatangani dan/atau mengesahkan dokumen yang berkaitan dengan
surat bukti yang menjadi dasar pengeluaran atas beban APBN/APBD bertanggung jawab atas
kebenaran material dan akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti dimaksud.
Dengan ketentuan tersebut, apapun yang terjadi pada penggunaan anggaran dalam
organisasinya maka Pengguna Anggaran harus bertanggung jawab. Demikian pula bilamana
terjadi kerugian atas penggunaan anggaran tersebut maka Pengguna Anggaran harus
bertanggung jawab. Dengan demikian, Pengguna Anggaran berkewajiban bukan hanya
mengetahui tentang peraturan-peraturan yang terkait dengan penggunaan anggaran tetapi
Pengguna Anggaran juga harus bertanggung jawab atas pengangkatan para pejabat
bawahannya yang membantu atau mendapat delegasi dalam penggunaan anggaran
di organisasinya.
3.3. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
Istilah Kuasa Pengguna Anggaran tercantum dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004
Tentang Perbendaharaan Negara. Kata-kata Kuasa Pengguna Anggaran selalu disandingkan
dengan kata-kata Pengguna Anggaran. Hal ini tercantum dalam banyak pasal diantaranya pasal
18 yang berbunyi:
Ayat (1)
Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran melaksanakan kegiatan sebagaimana tersebutdalam dokumen pelaksanaan anggaran yang telah disahkan.
Ayat (2)
Untuk keperluan pelaksanaan kegiatan sebagaimana tersebut dalam dokumen pelaksanaan
anggaran, Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran berwenang mengadakan ikatan/
perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah ditetapkan.
Sepintas lalu, kewenangan Kuasa Pengguna Anggaran seolah-olah sama dengan
kewenangan Pengguna Anggaran. Bilamana Kuasa Pengguna Anggaran diangkat oleh Pengguna
Anggaran, akan muncul pertanyaan : Apakah kewenangan pejabat yang diangkat sebagai Kuasa
Pengguna Anggaran akan sama dengan kewenangan pejabat yang mengangkat sebagai
Pengguna Anggaran?.
Secara umum, kewenangan seorang pejabat tegantung pada Surat Keputusan atas
pengangkatan jabatan tersebut atau berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Hal ini
sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan
Barang dan Jasa Pemerintah pasal 10 ayat (4) yang berbunyi:
Kuasa Pengguna Anggaran memiliki kewenangan sesuai pelimpahan oleh Pengguna Anggaran.
3.4. Pejabat Pembuat Komitmen
Secara umum, pengertian Pejabat Pembuat Komitmen adalah seseorang yang ditugaskan
untuk melakukan komitmen (menandatangani suat perjanjian) dan melaksanakan komitmen
(isi dari surat perjanjian) tersebut.
-
7/24/2019 Modul 1 - Sengketa Dan Permasalahan Hukum Kontr
9/3216 17
Ketentuan tentang Pejabat Pembuat Komitmen tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor
54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah angka 7 yang berbunyi:
Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disebut PPK adalah pejabat yang bertanggung-
jawab atas pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.
Amanat yang tercantum dalam Peraturan Presiden tersebut merupakan penjabaran dari
kewenangan Pengguna Anggaran yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004
Tentang Perbendaharaan Negara pasal 17 ayat (2) yang berbunyi:
Untuk keperluan pelaksanaan kegiatan sebagaimana tersebut dalam dokumen pelaksanaan
anggaran, Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran berwenang mengadakan ikatan/
perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah ditetapkan.
Kewenangan Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran tersebut dapat dilimpahkan
keapada pejabat lain yaitu Pejabat Pembuat Komitmen. Pelimpahan sebagian kewenangan Kuasa
Pengguna Anggaran/Pengguna Anggaran kepada Pejabat Pembuat Komitmen tercantum dalam
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah
pasal 8 ayat (1) huruf c dan pasal 12 ayat (1) dengan tugas kewenangan tercantum dalam
pasal 11.
Pejabat Pembuat Komitmen sebagai subjek hukum harus memiliki syarat yang memenuhi
ketentuan hukum yang berlaku dan juga harus memiliki kompetensi sesuai dengan dengan tugas
dan kewenangan yang diembannya. Pemenuhan persyaratan sebagai subjek hukum
sebagaimana yang tercantum pasal 1320 UU KUH Perdata mudah dipenuhi oleh setiap Pegawai
Negeri Sipil yang diangkat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen. Demikian juga kekhawatiran
pelanggaran pasal 1328 KUH Pedata dapat diabaikan. Namun permasalahan akan muncul
bilamana Pejabat Pembuat Komitmen tidak memiliki kompetensi yang dibutuhkan untuk
menjalankan tugas dan menggunakan kewenangan yang diberikan oleh pejabat yang
mengangkatnya yaitu Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran. Pejabat Pembuat
Komitmen yang tidak memiliki kompetensi yang lengkap masih tetap dianggap cakap untuk
membuat suatu persetujuan perjanjian (sebagaimana ketentuan KUH Perdata pasal 1320),
namun Pejabat Pembuat Komitmen tersebut akan memiliki resiko yang tinggi dalam mejalankan
ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam perjanjian tersebut. .
Tingkat kerumitan tugas Pejabat Pembuat Komitmen paling tidak dapat dibagi kedalam 3
(tiga) tingkatan. Tingkatan pertama adalah Pejabat Pembuat Komitmen yang membuat dan
melaksanakan perjanjian untuk pekerjaan yang sederhana atau untuk belanja rutin kebutuhan
kantor. Lingkup tanggung jawab yang dihadapi pada tingkatan ini hanya untuk membeli barang
atau jasa yang sederhana, bernilai kecil, dan sering atau berulang diadakan serta melibatkan para
pihak yang sedikit jumlahnya. Tingkatan kedua adalah Pejabat Pembuat Komitmen yang
membuat dan melaksanakan perjanjian untuk pekerjaan yang bernilai cukup besar, dengantingkat kompleksitas menengah, dan melibatkan banyak pihak. Lingkup tanggung jawab yang
dihadapi pada tingkatan ini yaiut untuk mengadakan barang atau jasa yang besar nilainya bagi
instansi tersebut tetapi sudah menjadi hal yang banyak dilakukan oleh berbagai instansi lainnya.
Pengadaan barang modal atau pembangunan gedung kantor masuk dalam tingkat kesulitan ini.
Tingkatan ketiga atau yang paling rumit adalah Pejabat Pembuat Komitmen yang membuat dan
melaksanakan perjanjian yang bernilai sangat besar, tingkat kompleksitas pekerjaan yang tinggi,
jarang dilakukan dalam dunia pengadaan atau bahkan melibatkan para pihak dari dunia
internasional.
3.5. Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan
Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan merupakan tim atau orang yang diangkat oleh
PA/KPA. Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 pasal 18 Panitia/Pejabat
Penerima Hasil Pekerjaan wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Memiliki integritas, disiplin dan tanggung jawab dalam melaksanakan tugas;
b. Memahami isi Kontrak;
c. Memiliki kualikasi teknis;
d. Menandatangani Pakta Integritas; dan
e. Tidak menjabat sebagai pengelola keuangan.
Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah pasal 11 tugas kewenangan Pejabat Pembuat Komitmen:
(1) PPK memiliki tugas pokok dan kewenangan sebagai berikut:
a. Menetapkan rencana pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa yang meliputi: 1) Spesikasi teknis Barang/Jasa;
2) Harga Perkiraan Sendiri (HPS); dan
3) rancangan Kontrak.
b. Menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa;
c. Menandatangani Kontrak;
d. Melaksanakan Kontrak dengan Penyedia Barang/Jasa;
e. Mengendalikan pelaksanaan Kontrak;
f. Melaporkan pelaksanaan/penyelesaian Pengadaan Barang/Jasa kepada PA/KPA;
g. Menyerahkan hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa kepada PA/KPA dengan Berita
Acara Penyerahan;
h. Melaporkan kemajuan pekerjaan termasuk penyerapan anggaran dan hambatan
pelaksanaan pekerjaan kepada PA/KPA setiap triwulan; dan
i. Menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.
(2) Selain tugas pokok dan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dalam hal diperlukan, PPK dapat:
a. Mengusulkan kepada PA/KPA:
1) perubahan paket pekerjaan; dan/atau
2) perubahan jadwal kegiatan pengadaan;
b. Menetapkan tim pendukung;
c. Menetapkan tim atau tenaga ahli pemberi penjelasan teknis (aanwijzer) untuk
membantu pelaksanaan tugas ULP; dan
d. Menetapkan besaran Uang Muka yang akan dibayarkan kepada Penyedia Barang/Jasa.
-
7/24/2019 Modul 1 - Sengketa Dan Permasalahan Hukum Kontr
10/3218 19
Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan mempunyai tugas pokok dan kewenangan untuk :
a. melakukan pemeriksaan hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa sesuai dengan ketentuan
yang tercantum dalam Kontrak;
b. menerima hasil Pengadaan Barang/Jasa setelah melalui pemeriksaan/pengujian; dan
c. membuat dan menandatangani Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan.
Tujuan utama dibentuknya PPHP adalah sebagai fungsi penyeimbang bagi PPK dalam
menjalankan tugasnya. Dengan adanya pembagian tugas oleh PA/KPA kepada PPHP dan PPK,
maka kedudukan PPHP dalam organisasi pengadaan barang/jasa pemerintaha adalah setara
dengan PPK. PPHP bukan merupakan bagian atau bawahan dari PPK, demikian juga PPK bukan
merupakan bagian atau bawahan PPHP. Kesetaraan derajat atau tingkatan antara PPHP dan PPK
ditujukan agar PPHP dapat mengontrol hasil pekerjaan dari PPK. Sehingga PPHP dapat menolak
hasil pengendalian kontrak oleh PPK bila tidak sesuai dengan kontrak. Demikian juga PPHP harus
menerima pekerjaan PPK bila hasil pekerjaannya telah sesuai dengan kontrak.
3.6. Penyedia Barang/Jasa
Salah satu dari para pihak dalam pengadaan barang/jasa pemerintah adalah
penyedia barang/jasa. Sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010
pasal 1 angka 12, penyedia barang/jasa adalah badan usaha atau orang perseorangan yang
menyediakan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Konsultansi/Jasa Lainnya.
Seseorang atau badan usaha dapat menjadi penyedia barang/jasa pemerintah bilamanamemenuhi persyaratan yang tercantum dalam pasal 19 yaitu:
a. Memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjalankan kegiatan/usaha;
b. Memiliki keahlian, pengalaman, kemampuan teknis dan manajerial untuk menyediakan
Barang/Jasa;
c. Memperoleh paling kurang 1 (satu) pekerjaan sebagai Penyedia Barang/Jasa dalam kurun
waktu 4 (empat) tahun terakhir baik dilingkungan pemerintah maupun swasta, termasuk
pengalaman subkontrak;
d. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf c dikecualikan bagi Penyedia Barang/Jasa
yang baru berdiri kurang dari 3 (tiga) tahun;
e. Memiliki sumber daya manusia, modal, peralatan dan fasilitas lain yang diperlukan dalam
Pengadaan Barang/Jasa;
f. Dalam hal Penyedia Barang/Jasa akan melakukankemitraan, Penyedia Barang/Jasa harus
mempunyai perjanjian kerja sama operasi/kemitraan yang memuat persentase kemitraan dan
perusahaan yang mewakili kemitraan tersebut;
g. Memiliki kemampuan pada bidang pekerjaan yang sesuai untuk Usaha Mikro, Usaha
Kecil dan koperasi kecil serta kemampuan pada subbidang pekerjaan yang sesuai untuk
usaha non-kecil;
h. Memiliki Kemampuan Dasar (KD) untuk usaha non-kecil, kecuali untuk Pengadaan Barang
dan Jasa Konsultansi;
i. Khusus untuk Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Lainnya, harus memperhitungkan
Sisa Kemampuan Paket;
j. Tidak dalam pengawasan pengadilan, tidak pailit, kegiatan usahanya tidak sedang dihentikan
dan/atau direksi yang bertindak untuk dan atas nama perusahaan tidak sedang dalam
menjalani sanksi pidana, yang dibuktikan dengan surat pernyataan yang ditandatangani
Penyedia Barang/Jasa;
k. Sebagai wajib pajak sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan telah memenuhi
kewajiban perpajakan tahun terakhir (SPT Tahunan);
l. Secara hukum mempunyai kapasitas untuk mengikatkan diri pada Kontrak;
m. Tidak masuk dalam Daftar Hitam;
n. Memiliki alamat tetap dan jelas serta dapat dijangkau dengan jasa pengiriman; dan
o. Menandatangani Pakta Integritas.
Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, huruf h dan
huruf i, dikecualikan bagi Penyedia Barang/Jasa orang perorangan.
Secara umum, persyaratan penyedia dalam pasal tersebut diatas terdiri dari 2 (dua) ba-
gian besar yaitu (1) persyaratan legal dan administrasi dan (2) persyaratan kemampuan teknis.
Persyaratan teknis lebih lanjut diukur dengan kualikasi dan klasikasi penyedia.
3.7. Saksi dan Ahli Pengadaan
Sebenarnya saksi dan ahli tidak termasuk dalam kategori para pihak baik dalam sengketamaupun pada permasalahan hukum dalam pengadaan barang/jasa pemerintah pada umumnya.
Saksi dan ahli dalam permasalahan hukum pidana berperan sebagai pihak yang memberatkan
atau meringankan. Seorang tersangka atau terdakwa memiliki hak untuk menghadirkan saksi
atau ahli yang menguntungkan dirinya dalam permasalahan hukum. Menurut Undang-undang
KUHAP pasal 65 berbunyi:
Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan diri mengajukan saksi dan atau
seseorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan
bagi dirinya.
Demikian juga penyidik dapat menghadirkan saksi atau ahli yang memperkuat dugaan
dalam proses penyidikan atau persidangan. Pemanggilan saksi ini tertuang dalam Udang-undang
KUHP pasal 112 ayat (1) yang berbunyi:
Penyidik yang melakukan pemeriksaan, dengan menyebutkan alasan pemanggilan secara
jelas, berwenang memanggil tersangka dan saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa dengan
surat panggilan yang sah dengan memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara diterimanya
panggilan dan hari seorang itu diharuskan memenuhi panggilan tersebut.
Dalam hal diperlukan dan dianggap akan memperkuat dugaan tindakan pidana yang
dilakukan tersangka atau terdakwa, penyidik juga dapat menghadirkan ahli sesuai dengan
permasalahan yang sedang disidiknya. Hal ini tertuang dalam Undang-undang KUHAP pasal 120
KUHAP ayat (1) yang berbunyi:
Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang yang
memiliki keahlian khusus.
-
7/24/2019 Modul 1 - Sengketa Dan Permasalahan Hukum Kontr
11/3220 21
3.8. Penasehat Hukum
Penasehat hukum berperan dalam membantu para pihak yang sedang bersengketa atau
tersangka atau terdakwa dalam menghadapi penyelidikan atau penyidikan dalam dugaan tindak
pidana. Penasehat hukum akan sangat membantu bilamana pihak yang perlu mendapat bantuan
penasehat hukum tidak memiliki pengetahuan tentang hukum yang menjadi dasar sengketa atau
tuduhan tindak pidana. Dalam Undang-undang KUHAP pasal 114, tersangka memiliki hak untuk
didampingi penasehat hukum sejak tahap awal peneyelidikan.
Dalam hal seorang disangka melakukan suatu tindak pidana sebelum dimulainya
pemeriksaan oleh penyidik, penyidik wajib memberitahukan kepadanya tentang haknya
untuk mendapatkan bantuan hukum atau bahwa ia dalam perkaranya itu wajib didampingi oleh
penasihat hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56.
Permasalahan hukum pada kontrak meliputi sengketa kontrak dan permasalahan hukum
pidana. Sengketa kontrak meliputi permasalahan yang dihadapi oleh para pihak dalam kontrak
sehingga merupakan bagian dari permasalahan hukum pada kontrak. Sedangkan permasalahan
hukum pada kontrak yang tidak terkait sengketa kontrak merupakan wilayah permasalahan
hukum pidana.
1.1. Pengertian Sengketa
Sengketa dalam kamus Bahasa Indonesia berarti pertentangan atau konik. Konik berarti
adanya pertentangan atau oposisi antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-
organisasi terhadap satu objek permasalahan.
Sengketa adalah masalah antara dua orang atau lebih dimana para pihak saling
mempermasalahkan suatu objek tertentu, hal ini terjadi dikarenakan kesalahpahaman atau
perbedaan pendapat atau persepsi antara para pihak yang kemudian menimbulkan akibat hukum
bagi mereka. Dengan demikian subjeknya bisa lebih dari satu, baik itu antar individu, kelompok,
organisasi, bahkan lembaga besar sekalipun.
Sengketa Perdata adalah suatu perkara perdata yang terjadi antara para pihak yang
bersengketa dimana didalamnya mengandung sengketa yang harus diselesaikan oleh kedua
belah pihak baik melalui musyawarah atau cara lain yang disepakati.
Sebuah sengketa disebut sebagai sengketa hukum apabila dimungkinkan diselesaikan
melalui lembaga peradilan atau arbitrase. Meskipun penyelesaian sengketa tersebut dilakukan
di luar jalur hukum seperti musyawarah, namun karakter sengketa tersebut tetap merupakan
sengketa hukum.
1.2. Sumber Sengketa
Sumber sengketa dalam pengadaan barang/jasa sangat bervariasi. Sengketa biasanya
merupakan kombinasi langsung maupun tidak langsung lebih dari satu sebab. Kombinasi langsung
merupakan kumpulan dua atau lebih sebab yang berasal dari pokok suatu urusan. Kombinasi
tidak langsung merupakan kombinasi antara sebab sengketa dan kelemahan-kelemahan lainnyayang memunculkan terjadinya sebab dari sengketa. Namun intinya adalah sengketa tersebut
mengganggu hubungan dua pihak yang bisa rumit gangguannya atau bisa menjadi sengketa
terbuka.
Apapun atau bagaimanapun rumitnya sebuah sengketa, para pihak yang terlibat dalam
sengketa maupun pihak ketiga harus mampu mendapatkan sebab dari sengketa serta
mendenisikan pusat situasi kritisnya atau permasalahan pokok yang menjadi penyebab
terjadinya sengketa.
BAB 4 Permasalahan Hukum
-
7/24/2019 Modul 1 - Sengketa Dan Permasalahan Hukum Kontr
12/3222 23
Sumber sengketa dapat dikelompokkan menjadi beberapa sebab, yaitu:
a. Syarat Subjektif yang tidak terpenuhi
Syarat subjektif dinyatakan tidak terpenuhi apabila subjek dalam kontrak tidak memiliki
kecakapan yang dipersyaratkan dalam peraturan perundangan. Misalnya Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK) yang tidak memiliki sertikat ahli pengadaan telah melanggar
Peraturan Presiden tentang Pengadaan Barang/Jasa, atau subjek kontrak tidak memiliki
kewenangan menandatangani kontrak karena tidak ada surat keputusan pengangkatan
sebagai PPK, atau surat keputusan pengangkatan PPK tidak ditandatangani oleh pejabat yangmemiliki kewenangan anggaran (Pengguna Anggaran atau Kuasa Pengguna Anggaran).
Sedangkan dari sisi Penyedia barang/jasa sebagai subjek dari kontrak, dianggap
tidak memiliki kecakapan yang dipersyaratkan peraturan perundangan bilamana
Penyedia sudah terkena hukuman daftar hitam sebelum tanggal penandatanganan
kontrak, berarti penyedia tersebut cacat secara hukum atau cacat sebagai subjek dari
kontrak. Selain itu, Penyedia yang masih dibawah umur, tidak waras, atau dibawah tekanan
termasuk dalam subjek yang tidak cakap dalam kontrak. Pelanggaran integritas dalam proses
pengadaan termasuk juga dalam kategori subjek yang tidak cakap dalam kontrak.
Secara umum suatu kontrak tidak memenuhi syarat objektif bilamana kontrak tersebut
mengandung suatu sebab yang tidak halal atau sesuatu yang tidak legal. Kontrak tersebut
memuat kausa yang dilarang oleh peraturan perundangan, kausa yang bertentangan dengan
kesusilaan, atau kausa yang bertentangan dengan ketertiban umum. Namun dalam kontrak
pengadaan barang/jasa pemerintah, persyaratan objektif dapat tidak terpenuhi akibat dari
suatu kausa yang dilarang oleh peraturan perundangan. Misalnya dalam proses pemilihan
penyedia barang/jasa yang melanggar peraturan pengadaan, seperti penunjukan langsung
bukan untuk keadaan khusus atau keadaan tertentu, merupakan kontrak yang memiliki kausa
yang dilarang karena hasil dari proses pemilihan penyedia barang/jasa tersebut menjadi tidak
sah menurut peraturan yang berlaku.
Permasalahan sengketa yang muncul dalam pelaksanaan kontrak pada prinsipnya mer-
upakan sengketa perdata. Namun mengingat dalam beberapa kasus sengketa kontrak dimulai
dengan adanya keputusan dari pejabat publik, maka putusan pejabat publik tersebut mer-
upakan putusan administrasi publik. Keputusan atau tindakan pejabat pemerintah selain PPK
sering dibawa ke ranah pengadilan Tata Usaha Negara.
b. Syarat Objektif yang tidak terpenuhi
4.3. Jenis Sengketa
Secara umum, sengketa yang terjadi dalam pelaksanaan kontrak adalah sengketa hukum
yaitu perselisihan antara para pihak yang dapat diselesaikan dengan menerapkan aturan-aturan
hukum yang ada atau yang sudah pasti. Sengketa hukum dalam suatu kontrak merupakan bagian
dari permasalahan hukum yang penyelesaiannya dapat dilakukan melalui jalur di luar pengadilan
atau di pengadilan. Sengketa hukum dalam pelaksanaan kontrak dibagi menjadi 2 jenis yaitu:
a. Sengketa Hukum Administrasi
Kaidah umum administrasi negara mengamanatkan bahwa Pemerintah sebagai badan
hukum publik dapat membuat suatu tindakan perdata. Pejabat pemerintah khususnya
Pejabat Pembuat Komitmen secara eksplisit membuat suatu keputusan yang akan berdampak
pada hak perdata. Hal ini tertuang dalam ketentuan pasal 1654 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, Semua badan hukum yang berdiri dengan sah, begitu pula orang-orang swasta,
berkuasa untuk melakukan perbuatan-perbuatan perdata, tanpa mengurangi perundang-
undangan yang mengubah kekuasaan itu, membatasinya atau menundukkannya kepada tata
cara tertentu.
Meskipun tindakan pejabat pemerintah tersebut disamakan dengan tindakan perdata,
namun karena jabatan sebagai pejabat pada instansi publik maka tindakan perdata tersebut
menyangkut juga sebagai tindakan administrasi publik. Kekeliruan dalam mengambil
keputusan oleh seorang pejabat publik menjadi ranah sengketa administrasi negara. Karena
posisi dan keputusan pejabat publik tersebut, banyak putusan pejabat terkait dengan kontrak
dipermasalahkan dan dibawa kasusnya ke Pengadilan Negeri untuk masalah sengketa
perdata atau Pengadilan Tata Usaha Negara untuk pelanggaran administrasi negara.
Keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang membatalkan keputusan pejabat publik atas
kontrak dapat memulihkan hak perdata penyedia dalam berkontrak atau bahkan memiliki hak
perdata lain di luar ketentuan yang ada dalam kontrak.
Pejabat Pembuat Komitmen sebagai pejabat publik dapat memutus kontrak
berdasarkan peraturan yang berlaku dan ketentuan yang ada dalam Syarat-syarat KhususKontrak (SSUK). Jadi tidak harus melalui pengadilan sebagaimana ketentuan pasal 1266 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata. Berdasarkan Peraturan Presiden No 54 Tahun 2010 pasal 93
pemutusan kontrak oleh Pejabat Pembuat Komitmen karena:
1) denda keterlambatan pelaksanaan pekerjaan akibat kesalahan Penyedia Barang/Jasa
sudah melampaui 5% (lima perseratus) dari nilai Kontrak;
2) penyedia Barang/Jasa lalai/cidera janji dalam melaksanakan kewajibannya dan tidak
memperbaiki kelalaiannya dalam jangka waktu yang telah ditetapkan;
3) penyedia Barang/Jasa terbukti melakukan KKN, kecurangan dan/atau pemalsuan dalam
proses Pengadaan yang diputuskan oleh instansi yang berwenang; dan/atau
4) pengaduan tentang penyimpangan prosedur, dugaan KKN dan/atau pelanggararan
persaingan sehat dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa dinyatakan benar oleh
instansi yang berwenang.
Sedangkan bila dikembangkan dan disetujui oleh para pihak dan dimasukkan dalam
Syarat-syarat Umum Kontrak (SSUK) maka pemutusan kontrak oleh PPK dapat disebabkan
oleh:
1) Penyedia lalai/cidera janji dalam melaksanakan kewajibannya dan tidak memperbaiki
kelalaiannya dalam jangka waktu yang telah ditetapkan;
2) Penyedia tanpa persetujuan Pengawas Pekerjaan, tidak memulai pelaksanaan pekerjaan;
3) Penyedia menghentikan pekerjaan selama 28 (duapuluh delapan) hari dan penghentian ini
tidak tercantum dalam program mutu serta tanpa persetujuan Pengawas Pekerjaan;
-
7/24/2019 Modul 1 - Sengketa Dan Permasalahan Hukum Kontr
13/3224 25
4) Penyedia berada dalam keadaan pailit;
5) Penyedia selama masa kontrak gagal memperbaiki cacat mutu dalam jangka waktu yang
ditetapkan oleh PPK;
6) Penyedia tidak mempertahankan keberlakuan jaminan pelaksanaan;
7) Denda keterlambatan pelaksanaan pekerjaan akibat kesalahan penyedia sudah melampaui
5% (lima perseratus) dari nilai kontrak dan PPK menilai bahwa Penyedia tidak akan sanggup
menyelesaikan sisa pekerjaan;
8) Penyedia terbukti melakukan KKN, kecurangan dan/atau pemalsuan dalam proses
pengadaan yang diputuskan oleh instansi yang berwenang; dan/atau
9) Pengaduan tentang penyimpangan prosedur dugaan KKN dan/atau pelanggaran persaingan
sehat dalam pelaksanaan pengadaan dinyatakan benar oleh instansi yang berwenang.
Dampak keputusan pejabat publik atas pemutusan kontrak dapat berdampak pada hak
perdata berupa:
1) jaminan Pelaksanaan dicairkan;
2) sisa uang muka harus dikembalikan oleh penyedia atau jaminan uang muka dicairkan;
dan/atau
3) penyedia membayar denda.
Sengketa perdata dalam pelaksanaan kontrak adalah suatu perkara perdata yang terjadi
di antara para pihak dalam pelaksanaan kontrak dan harus diselesaikan oleh kedua belah pihak
tersebut. Salah satu pihak merasa ada hak perdata yang dirugikan oleh pihak lain atau menjadi
tanggung jawab atau kewajiban pihak lain. Pihak yang merasa dirugikan menuntut pihak lain
untuk mengkompensasi kerugian yang dialami sedangkan pihak yang dituntut merasa tidak
berkewajiban memberi kompensasi sebagian atau keseluruhan yang dituntut oleh pihak yang
dirugikan.
Pengertian perkara perdata memiliki arti yang lebih luas dari sengketa perdata. Perkara
perdata mencakup masalah perdata baik yang mengandung sengketa maupun yang tidak
mengandung sengketa. Namun demikian, dalam arti sempit perkara perdata dapat memiliki
arti perkara perdata yang di dalamnya dipastikan mengandung sengketa.
Sengketa perdata dalam kontrak pengadaan barang/jasa bermula dari tidakdipenuhinya kewajiban oleh salah satu pihak. Penyedia tidak memenuhi ketentuan atau
keharusan yang ada dalam kontrak sehingga PPK tidak mau menerima atau tidak mau
membayar barang/jasa. Tidak jarang juga penyedia sudah memenuhi ketentuan atau
keharusan dalam kontrak tetapi PPK menganggap barang/jasa tidak memenuhi persyaratan
yang sebenarnya tidak tercantum dalam kontrak. Gabungan dari berbagai hal yang tidak
dipenuhi oleh para pihak menjadikan sengketa perdata merupakan kombinasi langsung
perkara perdata.
b. Sengketa Perdata
Dalam berbagai kasus, sengketa perdata merupakan kombinasi tidak langsung dari
perkara perdata yang disebabkan kerancuan dalam kontrak. PPK tidak mau membayar
eskalasi karena kontrak yang ditandatanganinya adalah kontrak lumpsum dimana menurut
peraturan yang berlaku kontrak lumpsum dilarang mendapatkan penyesuaian harga.
Sedangkan penyedia merasa punya hak mendapatkan kompensasi eskalasi penyesuaian harga
karena di dalam kontrak lumpsum tersebut terdapat rumusan penyesuaian harga. Secara
sepintas penyebab sengketa adalah hal yang langsung terlihat yaitu adanya pihak yang tidak
memenuhi kewajiban. Namun bila melihat pada lapis kedua dari penyebab sengketa perdata
adalah adanya persyaratan atau ketentuan yang tidak memungkinkan para pihak yang
sengketa untuk menyelesaikan sengketa hanya berdasarkan sebab di lapis pertama.
4.4. Permasalahan Pidana
Secara umum tindak pidana atau peristiwa pidana atau kejahatan adalah perbuatan
seseorang atau beberapa orang yang merugikan pihak lain dimana inisiatif untuk mengajukan
perkara diambil oleh pihak negara.
Tindak pidana terjadi dari salah satu atau gabungan dari empat kemungkinan yaitu:
a. Kedapatan tertangkap tangan (pasal 1 butir 19 KUHAP)
b. Karena laporan (pasal 1 butir 24 KUHAP)
c. Karena pengaduan (pasal 1 butir 25 KUHAP)
d. Diketahui sendiri atau pemberitahuan atau cara lain sehingga penyidik mengetahui terjadinya
delik, seperti dengar di radio, baca di surat kabar, dengar orang bercerita dan lain-lain.
Inisiatif penanganan perkara oleh pemerintah berasal dari:
a. Laporan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan UU kepada
pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa
pidana (pasal 1 butir 24 KUHAP). Laporan dapat dilakukan oleh siapa saja dan kapan saja
terhadap berbagai macam delik. Laporan yang sudah disampaikan kepada aparat penegak
hukum tidak dapat ditarik kembali. Konsekuensinya seseorang yang telah melaporkan orang
lain telah melakukan delik padahal tidak benar, dapat dituntut melakukan delik laporan palsu.
b. Pengaduan yaitu pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan
kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seseorang yang telah
melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya (pasal 1 butir 25 KUHAP). Pengaduan
hanya dapat dilakukan oleh orang-orang tertentu saja yang disebut dalam UU dan dalam
kejahatan tertentu saja dan mempunyai jangka waktu tertentu untuk mengajukan (pasal 74
KUHP). Pengaduan oleh seseorang dapat ditarik kembali.
Perkara pidana dalam pelaksanaan kontrak umumnya terjadi karena pengaduan oleh ses-
eorang atas suatu yang dianggap tindak pidana dan dilaporkan kepada aparat penegak hukum.
-
7/24/2019 Modul 1 - Sengketa Dan Permasalahan Hukum Kontr
14/3226 27
Mengacu pada Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi, hal yang dianggap delik pidana dalam pengadaan barang/jasa mengandung unsur-
unsur:
a. Adanya Perbuatan Melawan Hukum
Dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20
Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Dalam Pasal 2 UU
Tipikor terdapat unsur melawan hukum, sedangkan dalam Pasal 3 UU Tipikor tidak dicantumkan
unsur melawan hukum. Lebih jelas lagi dalam penjelasan Pasal 2 UU Tipikor disebutkan:Yang dimaksud dengan secara melawan hukum dalam Pasal ini mencakup perbuatan melawan
hukum dalam arti formil maupun dalam arti materiil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak
diatur dalam peraturan perudang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela
karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat,
maka perbuatan tersebut dapat dipidana
Dalam pengadaan barang/jasa pemerintah, peraturan yang menjadi acuan adalah
Undang-undang Keuangan Negara, Undang-undang Perbendaharaan, Undang-undang Jasa
Konstruksi, dan undang-undang atau peraturan yang terkait dengan proses pemilihan,
pelaksanaan kontrak dan pembayaran uang negara.
b. Adanya Kerugian Negara
Belum ada kesamaan pengertian tentang kerugian negara. Bahkan belum ada kesamaan
pengertian tentang keuangan negara. Pasal 1 angka 1 Undang-undang No. 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara mendenisikan keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban
negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang
yang dapat dijadikan milik negara berhubung pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Sedangkan
pasal 1 ayat (1) Undang-undang No. 19 tahun 2003 tentang BUMN menyatakan penyertaan negara
merupakan kekayaan negara yang dipisahkan. Secara umum pengertian awam, pada saat
kekayaan negara telah dipisahkan, maka kekayaan tersebut bukan kekayaan negara yang berada
di ranah hukum publik tetapi masuk di ranah hukum privat. Namun pada kenyataannya, kasus-
kasus yang ada pada BUMN, aparat penegak hukum berpegang pada Pasal 2 huruf g Undang-
undang Keuangan Negara yang menyatakan kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola
sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang
dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan
daerah. Demikian juga dalam penjelasan umum Undang-undang Tipikor yang menyatakan bahwa
Penyertaan Negara yang dipisahkan merupakan kekayaan negara, sifatnya tetap berada di wilayah
hukum publik.
Pengertian kerugian negara dapat diambil dari ketentuan yang tertuang dalam beberapa
undang-undang.
Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan
(UU BPK) mendenisikan Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga,
dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum
baik sengaja maupun lalai.
Pasal 1 Angka 22 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang PerbendaharaanNegara (UU Perbendaharaan Negara) mendenisikan Kerugian Negara/Daerah
adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pas-
ti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.
Penjelasan Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU 31/1999) mendenisikan Yang dimaksud dengan
secara nyata telah ada kerugian keuangan negara adalah kerugian yang sudah dapat dihitung
jumlahnya berdasarkan hasil temuan instansi yang berwenang atau akuntan publik yang ditunjuk.
c. Memperkaya Diri Sendiri atau Orang Lain
Delik pidana korupsi juga dikaitkan dengan perbuatan memperkaya diri dan/atau orang
lain atau suatu badan (korporasi) yang tentunya dapat merugikan keuangan negara dengan cara
melawan hukum, tercantum dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 jo.
Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang berbunyi :
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonornian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara
paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.
Pada sebagian besar pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), pasal inilah yang
paling sering digunakan dalam menjerat pelaku korupsi. Seorang Pejabat Pembuat Komitmen
yang dengan sengaja mengurangi kualitas atau kuantitas pekerjaan yang tercantum dalam
kontrak akan dikenai tuduhan melakukan tindak pidana dengan pasal ini.
-
7/24/2019 Modul 1 - Sengketa Dan Permasalahan Hukum Kontr
15/3228 29
BAB 5PENCEGAHAN SENGKETA
DAN PERMASALAHAN HUKUM
Dalam mengantisipasi terjadinya sengketa, perlu untuk memahami peran para pihak
sebagai subjek hukum maupun objek hukum dalam kontrak pengadaan barang/jasa.
Hal-hal yang berkaitan dengan subjek hukum dan objek hukum dalam rangka pencegahan
sengketa dan permasalahan hukum diuraikan sebagai berikut:5.1. Subjek Hukum
Hukum Perdata dan Hukum Pidana memiliki konsekuensi yang berbeda terhadap
subjek hukum. Subjek hukum dalam hukum perdata memiliki hak dan kewajiban dalam bidang
perdata dan hukumnya bersifat sanksi perdata. Subjek hukum dalam hukum pidana diposisikan
sebagai oknum pelaku yang akan menjadi fokus bagi kemungkinan pengenaan hukuman pidana.
A. Subjek Hukum Perdata
1) Orang
Munurut Subekti dalam bukunya yang berjudul Pokok-pokok Hukum Perdata (hal.
19-21), orang sebagai subjek hukum berarti pembawa hak atau subjek di dalam hukum.
Sehingga dapat disimpulkan, seseorang dikatakan sebagai subjek hukum (pembawa hak), dimulai
dari ia dilahirkan dan berakhir saat ia meninggal. Bahkan, jika diperlukan (seperti misalnya
dalam hal waris), dapat dihitung sejak ia dalam kandungan, asal ia kemudian dilahirkan dalam
keadaan hidup.
2) Badan Hukum
Subekti (Ibid, hal 21) mengatakan bahwa di samping orang, badan-badan atau
perkumpulan-perkumpulan juga memiliki hak dan melakukan perbuatan hukum seperti seorang
manusia. Badan-badan atau perkumpulan-perkumpulan itu mempunyai kekayaan sendiri, ikut
serta dalam lalu lintas hukum dengan perantara pengurusnya, dapat digugat, dan dapat juga
menggugat di muka hakim. Badan hukum mempunyai kewenangan melakukan perbuatan hukum
seperti halnya orang, akan tetapi perbuatan hukum itu hanya terbatas pada bidang hukum harta
kekayaan. Dalam pelaksanaannya badan atau lembaga diwakili oleh pengurus-pengurusnya.
B. Subjek Hukum Publik (Pidana)1) Orang
Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, S.H. dalam bukunya Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia
(hal. 59) mengatakan bahwa yang dapat menjadi subjek tindak pidana adalah seorang manusia
sebagai oknum. Ini terlihat pada perumusan-perumusan dari tindak pidana dalam KUHP yang
menampakan daya berpikir sebagai syarat bagi subjek tindak pidana itu, juga terlihat pada wujud
hukuman/pidana yang termuat dalam pasal-pasal KUHP, yaitu dalam bentuk hukuman penjara,
kurungan, dan denda.
2) Badan Hukum (Korporasi)
Tindak pidana (kejahatan) yang dilakukan oleh suatu badan hukum atau korporasi masih
sering dikaitkan dengan perbuatan yang secara sik dilakukan oleh orang sebagai pelaku.
Sebagaimana diketahui dalam suatu perekonomian, pelanggaran hukum pidana kebanyakan
tidak selalu dalam bentuk sik. Mekipun demikian pelanggaran hukum selalu menjadi tanggung
jawab manusia pengurusnya. Penerapan ini memiliki arti bahwa setiap perbuatan badan hukum
adalah wujud dari perbuatan manusia dalam hal ini direksi pada badan hukum atau korporasi.Masih sedikit hukum yang berlaku di Indonesia menerapkan hukuman bagi perusahaan
sebagai badan hukum sebagaimana hukuman yang ada dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun
1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
5.1.1. Kualifkasi Subjek Hukum
Subjek hukum dalam pelaksanaan kontrak pengadaan barang/jasa pemerintah dibagi ke
dalam dua kelompok. Kelompok pertama dari unsur pemerintah terdiri dari Pengguna Anggaran/
Kuasa Pengguna Anggaran, Pejabat Pembuat Komitmen, Pejabat/Panitia Penerima Hasil
Pekerjaan, dan Tim Teknis. Kelompok kedua dari pihak penyedia yang terdiri dari pemegang
pelaksanaan kontrak dengan pemerintah yaitu kontraktor, suplier, atau konsultan yang ditugaskan
mengawasi pelaksanaan kontrak pengadaan barang/jasa.
Subjek hukum dari pihak pemerintah sering menjadi penyebab terjadinya sengketa atau
permasalahan hukum kontrak. Kualikasi subjek hukum dalam melaksanakan kesepakatan dalam
kontrak merupakan menjadi penyebab utama dari keputusan-keputusan dalam mempersiapkan
dan melaksanakan kontrak. Subjek hukum yang menjabat jabatan tertentu harus memiliki
kualikasi yang dipersyaratkan dalam mengelola pengadaan barang/jasa termasuk mengelola
kontraknya.
Secara umum seorang pejabat yang menjadi pemimpin atau pelaksana dalam pengadaan
barang/jasa harus memiliki memiliki karakter yang diantaranya adalah:
a. Kepercayaan Diri yang Kuat
Kepercayaan diri yang kuat ditentukan oleh karakter pribadi yang terlatih. Seseorang yang
memiliki pengetahuan belum tentu akan memiliki kemampuan untuk bertindak. Namun
seseorang yang memiliki pengetahuan dan sering menerapkan pengetahuannya maka orangtersebut memiliki keyakinan untuk menerapkan pengetahuan tersebut. Dengan demikian
keberadaan seorang pemimpin bukan karena dilahirkan atau karena bakat keturunan tetapi
seorang dapat menjadi pemimpin karena pembelajaran, pemahaman, pelatihan, dan
penguasaan.
Jika seorang pemimpin tidak memiliki percaya diri maka kepada siapa lagi keputusan harus
dipercayakan. Kepercayaan diri yang tinggi merupakan suatu keyakinan atas kepandaian dan
kemampuan yang didasarkan pada pendidikan dan pengalaman.
-
7/24/2019 Modul 1 - Sengketa Dan Permasalahan Hukum Kontr
16/32
-
7/24/2019 Modul 1 - Sengketa Dan Permasalahan Hukum Kontr
17/32
32 33
yang akan bertanggung jawab atas penggunaan anggaran pada sektor yang ditangani akan
memiliki resiko yang tinggi bilamana Pengguna Anggaran tersebut tidak memiliki pengetahuan
yang memadai atas sektor yang ditangani. Kemampuan manajerial tidak akan mencukupi untuk
mendukung pelaksanaan tugas sebagai Pengguna Anggaran. Resiko seorang pemimpin dalam
suatu sektor akan semakin tinggi bilamana para pejabat yang dipimpinnya tidak memiliki
kompetensi yang dituntut dalam tugasnya. Kompetensi di sini tidak diartikan dalam pengetahuan
dalam sektor tersebut tetapi sikap dari pejabat-pejabat di bawahnya atas sektor yang ditangani.
Sikap para pejabat yang sekedar menjalankan formalitas anggaran akan menambah beban
berat bagi Pengguna Anggaran sebagai pemimpin organisasi. Tidak jarang Pengguna Anggaran
yang tidak memahami sektor yang ditangani akan menjadi korban dari sikap para pejabat yang
menjadi anak buahnya.
Pengetahuan yang memadai dalam hal anggaran dan sektor yang ditangani akan
mengurangi resiko terjadinya permasalahan hukum. Resiko tersebut berupa terjadinya
penyimpangan administratif, pelanggaran hukum perdata, dan terjadinya tindak pidana akibat
kerugian negara.
5.1.1.2. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
Sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden yang menyebutkan bahwa
kewenangan Kuasa Pengguna Anggaran sesuai dengan pelimpahan kewenangan oleh Pengguna
Anggaran, maka sudah seharusnya bentuk-bentuk Surat Keputusan yang tidak mencantumkanpelimpahan kewenangan dan tanggung jawab harus ditinggalkan. Kekosongan pencantuman apa
saja yang dilimpahkan dari Pengguna Anggaran kepada Kuasa Penggunaan Anggaran
menimbulkan kekosongan hukum atau multi tafsir atas kewenangan dan tanggung jawab Kuasa
Pengguna Anggaran. Saling lempar tanggung jawab menjadi fenomena yang sering terjadi
bilamana ada sengketa atau permasalahan hukum pelaksanaan pengadaan barang/jasa
pemerintah.
Pengguna Anggaran harus sudah memutuskan dan menetapkan kewenangan dan
kewajiban yang harus diberikan kepada Kuasa Pengguna Anggaran. Banyak atau sedikitnya
pelimpahan harus melihat beberapa hal sebagai berikut :
a. Kewenangan apa yang harus tetap dimiliki oleh Pengguna Anggaran bilamana terjadi masalah
yang dilakukan oleh Kuasa Pengguna Anggaran yang diangkat. Dengan kewenangan yang masih
dimiliki, Pengguna Anggaran dapat mengambil keputusan yang kewenangannya masih dipegangtanpa harus mengubah surat keputusan pengangkatan Kuasa Pengguna Anggaran.
b. Kemampuan Kuasa Pengguna Anggaran yang diangkat untuk menerima pendelegasian
kewenangan dan tanggung jawab. Kuasa Pengguna Anggaran yang akan diangkat harus
memiliki kompetensi untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab yang didelegasikan.
c. Ketentuan perundangan yang berlaku yang menetapkan kewenangan dan tanggung jawab apa
saja yang dapat didelegasikan kepada Kuasa Pengguna Anggaran dan apa saja yang harus tetap
dipegang oleh Pengguna Anggaran.
5.1.1.3. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
Dalam kontrak pengadaan barang/jasa pemerintah pemenuhan syarat sah secara hukum
bagi subjek hukum masih belum mencukupi. Subjek hukum harus menangani kontrak secara
profesional agar kontrak yang ditandatangani tidak akan bermasalah. Disamping cakap secara
hukum, seseorang yang akan menandatangani kontrak harus memiliki kompetensi tentang
peraturan yang berlaku terkait pelaksanaan kontrak, kompetensi pengelolaan kontrak dan
kompetensi teknis dari barang atau jasa yang diperjanjikan dalam kontrak.
Baik Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) maupun penyedia barang/jasa harus memiliki 3
(tiga) kecakapan atau kompetensi tersebut diatas. PPK yang sudah memiliki sertikat ahli
pengadaan harus tetap mengembangkan dirinya untuk mengetahui dan memahami lebih lanjut
peraturan perundangan yang terkait dengan pelaksanaan kontrak. PPK juga harus memiliki
kemampuan mengendalikan pelaksanaan kontrak. Terakhir PPK juga harus memahami dengan
baik substansi teknis barang/jasa yang diperjanjikan dalam kontrak. Ketiga kompetensi tersebut
harus dimiliki oleh seorang PPK sesuai dengan tingkat kualikasi yang berbeda satu dengan
lainnya sesuai dengan kompleksitas kontrak yang harus ditangani.
Penunjukan seorang staf oleh PA/KPA sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) harus
berdasarkan kecakapan atau kompetensi yang dimiliki staf tersebut. Pemberian tanggungjawab
oleh PA/KPA kepada PPK yang tidak memperhatikan kompetensi untuk menangani beban
tanggung jawab tersebut merupakan kesalahan PA/KPA. Seorang staf yang memiliki kompetensi
terbatas maka penugasan atau pemberian beban tanggungjawab kepada staf tersebut juga harusdibatasi sesuai kompetensi yang dimiliki.
Salah satu tugas PA/KPA dalam mendelegasikan pelaksanaan anggaran adalah bahwa
pendelegasian tersebut seimbang dengan kemampuan atau kompeteni pihak-pihak yang diberi
beban tanggung jawab. Bilamana suatu beban tanggung jawab tidak dapat dibebankan kepada
seorang staf yang akan diangkat sebagai PPK maka beban tanggung jawab tersebut dibagi
kedalam beberapa orang atau kelompok orang. Tingkatan-tingkatan kesulitan dalam tugas
Pejabat Pembuat Komitmen tersebut memerlukan jenis dan tingkatan kompetensi yang berbeda.
a. Untuk pengadaan pekerjaan yang sederhana kompetensi yang dipersyaratkan bagi PPK cukup
sederhana. Meskipun demikian secara peraturan PPK dituntut memiliki pengetahuan
pengadaan barang/jasa yang telah teruji dan dibuktikan dengan memiliki sertikat ahli
pengadaan barang/jasa pemerintah. PPK juga dituntut memahami peraturan-peraturan yang
terkait dengan pelaksanaan anggaran. Di samping kompetensi tentang peraturan-peraturanyang tekait tugas anggaran PPK juga sepatutnya memahami pengelolaan kontrak atau
memiliki kompetensi pengelolaan kontrak untuk jenis kontrak yang sederhana. Hal ini
diperlukan bilamana PPK sudah ditugaskan untuk menandatangani kontrak/perjanjian
meskipun dengan jumlah ketentuan yang masih terbatas. Pada pekerjaan yang sederhana ini
PPK tidak dituntut memiliki kompetensi teknis yang tinggi dari barang atau jasa yang diadakan.
b. Untuk pekerjaan yang cukup besar dan tingkat kompleksitas sedang persyaratan kompetensi
bagi PPK sudah mulai meningkat. Kompetensi peraturan yang dimiliki belum memadaai untuk
memenuhi tuntutan pekerjaan yang lebih besar. Pada tingkatan pekerjaan ini PPK dituntut
memiliki kompetensi pengelolaan kontrak dengan berbagai aspek dan konsekuensinya. PPK
-
7/24/2019 Modul 1 - Sengketa Dan Permasalahan Hukum Kontr
18/32
-
7/24/2019 Modul 1 - Sengketa Dan Permasalahan Hukum Kontr
19/32
36 37
Dalam hal pemeriksaan sik, PPHP dapat melakukan uji coba dari hasil pelaksanaan kontrak tapi
terbatas pada uji coba yang tidak menganggu hasil akhir dari pelaksanaan kontrak.
PPHP yang memiliki kesetaraan dengan PPK dapat menolak hasil pelaksanaan kontrak.
Kesalahan pelaksanaan kontrak dapat disebabkan oleh penyedia barang/jasa atau oleh PPK.
Penyimpangan proses dan hasil dari pelaksanaan kontrak yang tidak sesuai dengan ketentuan
dalam kontrak harus menjadi perhatian PPHP. PPHP dapat menolak hasil pekerjaan akibat
dokumentasi yang tidak lengkap. Ketidaklengkapan dokumentasi yang berakibat pada keraguan
dalam kualitas proses atau kualitas akhir akan menyulitkan penilaian oleh PPHP. PPHP yang
cermat dan teliti tidak akan menerima hasil akhir pekerjaan bilamana kualitas proses dan kualitasakhir barang diragukan.
5.1.1.5. Penyedia Barang/Jasa
Penyedia barang/jasa sebagai subjek dari kontrak di samping memiliki syarat-syarat
kecakapan secara hukum juga harus memiliki pemahaman yang baik atas peraturan
perundangan yang berlaku atas pelaksanaan kontrak, memiliki kemampuan mengendalikan
kontrak dan kompetensi teknis barang/jasa yang akan dikerjakannya.
Penyedia harus memiliki pemahaman peraturan perundangan karena setiap pelaksanaan
kontrak akan terikat dengan peraturan perundangan yang berlaku. Penyedia harus mampu
mencerna ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam kontrak serta konsistensi dari satu
ketentuan ke ketentuan lainnya dalam kontrak tersebut. Setiap pengertian atau pemahaman
harus selalu dilihat konsekuensinya dalam suatu lingkungan peraturan perundangan yang sedang
berlaku. Kegagalan memahami korelasi ini akan merugikan penyedia barang/jasa.
Penyedia juga harus memahami pengendalian pelaksanaan kontrak. Mengingat
pelaksanaan kontrak memiliki konsekuensi hukum maka setiap kewajiban yang tertuang dalam
kontrak harus sudah diantisipasi dan dapat dilaksanakan dengan tepat sesuai ketentuan dalam
kontrak. Demikian juga penyedia harus memahami hak-hak yang tercantum dalam kontrak
sehingga kontrak yang ditandatangani tidak mengakibat kerugian atau permasalahan di
kemudian hari. Jadwal pelaksanaan menjadi salah satu alat kendali dalam pelaksanaan kontrak.
Kontraktor yang memiliki kompetensi yang mumpuni sudah terbiasa menindaklanjuti jadwal yang
ada dalam kontrak ke dalam jadwal yang lebih rinci baik untuk alat, personil maupun bahan.
Terakhir, penyedia yang lulus dan memenangkan kompetisi pengadaan barang/jasa tentunya
penyedia yang memiliki kompetensi teknis yang memenuhi syarat minimal. Dibandingkan dengan
penyedia perdagangan umum atau kontraktor generalis, penyedia spesialis memiliki keunggulan
yang lebih tinggi dalam kompetensi teknis. Pemahaman metode kerja merupakan syarat utama
bagi penyedia yang tidak mau punya masalah di kemudian hari. Penyedia yang baik akan
memiliki berbagai metode kerja yang sesuai dengan kondisi sebenarnya di lapangan disamping
metoda kerja yang ditawarkan dalam proses pemilihan penyedia. Penyedia juga harus memiliki
kompetensi dalam menilai kualitas barang yang akan dikerjakan dan diserahkan kepada PPK.
Barang yang tidak sesuai dengan spesikasi teknis dalam kontrak akan mudah diketahui dan
ditolak oleh penyedia sebelum diserahkan kepada PPK. Penyedia juga harus mampu menilai