LAPORAN
PENELITIAN PENGEMBANGAN IPTEKS
MODEL PERAN SERTA KADER POSYANDU DALAM MELAKUKAN
PENDAMPINGAN PMBA USIA 6-24 BULAN DI DESA PAGELARAN
KECAMATAN PAGELARAN PANDEGLANG, BANTEN
TIM PENGUSUL
Ketua Peneliti : AHMAD FARIDI, SP, MKM NIDN. 0307077101
Anggota Peneliti : MOHAMMAD FURQAN, MKM NIDN. 0315097906
ARIF SETYAWAN, SKM, MKM NIDN. 0313127002
Surat Kontrak Nomor : 770/F.03.07/2019
Nilai Kontrak : Rp. 15.000.000,-
PROGRAM STUDI GIZI
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF DR HAMKA
2020
ABSTRAK
Prevalensi balita pendek menurut laporan Riskesdas 2013 yaitu stunting sebesar 37,2% dan
menurun menjadi 30,8% pada Riskesdas 2018. Angka prevalensi di Banten untuk gizi
kurang masih di atas 15% dan angka stunting di atas 27,8%. Salah satu determinan
terjadinya stunting adalah pemberian makanan bayi dan anak yang tidakmemenuhi
kecukupan gizi, hal ini dapat terkait dengan pola pengasuhan, keragaman dalam pemberian
pangan, pengetahuan ibu atau pengasuh mengenai makanan dengan gizi seimbang dan juga
peran kader posyandu untuk memotivasi dan mendukung ibu untuk melakukan praktek
pemberian makanan bayi dan anak dengan benar. Tujuan dalam penelitian ini
mengidentifikasi peran kader dalam mendukung ibu untuk mempraktekkan PMBA. Desain
dalam penelitian ini menggunakan pendekatan crossectional Study untuk melihat tingkat
keberhasilan PMBA. Data keberhasilan dan peran kader dilakukan dengan mengggunakan
uji khai-kuadrat. Hasil pada penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar kader
berpendidikan rendah ( SD, SMP) sebesar 73% dan tinggi (SMA dan PT) sebesar 27%,
pekerjaan kader sebagian sebasar tidak bekerja (IRT) sebesar 80% dan bekerja (guru)
sebesar 20%, untuk lama menjadi kader posyandu rata-rata kader > 5 tahun sebesar 83% dan
< 5 tahun sebesar 17%, sebagian besar kader posyandu pernah mengikuti pelatihan kader
sebesar 93% dan 7% tidak mengikuti pelatihan kader dikarenakan baru aktif sebagai kader,
100% kader posyandu mendapatkan insentif dari puskesmas setiap bulannya sebesar Rp.
100.000,- yang dibayarkan setiap 3 bulan sekali, untuk kegiatan lain yang dilakukan oleh
kader sebagian besar hanya mengikuti kegiatan kader sebesar 83% dan sisa merangkap
kegiatan selain sebagai kader sebesar 17%. Tingkat pengetahuan kader tentang PMBA
sebagian besar pengetahuan baik yakni 63% dan kurang sebesar 37%, untuk peran serta
kader dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada bayi atau balita baik sebesar 90% dan
kurang sebesar 10%, dalam memberikan penyuluhan sebagian besar memberikan
penyuluhan kesehatan yakni 77% memberikan dan 23% tidak memberikan penyuluhan saat
di posyandu, untuk peran kader dalam memberikan pergerakan dan pemberdayaan
masyarakat didapatkan bahwa sebagian besar melaksanakan pemberdayaan sebesar 70%
dan 30% tidak melaksanakan pemberdayaan masyarakat, untuk peran kader dalam
memantau kehadiran bayi/balita ke posyandu dipantau kader yakni sebesar 53% dan yang
tidak dipantau sebesar 47% sedangkan peran kader dalam melakukan pendampingan PMBA
sebagian besar 93% melaksanakan pendampingan dan 7% tidak melaksanakan
pendampingan PMBA.
Kata Kunci : Model peran serta, Kader Posyandu, PMBA, Status Gizi
iii
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN PENGESAHAN i
SURAT KONTRAK PENELITIAN ii
ABSTRAK iii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR TABEL v
DAFTAR GAMBAR vi
BAB 1. PENDAHULUAN 1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 7
BAB 3. METODE PENELITIAN 30
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 31
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN 35
BAB 6 LUARAN YANG DICAPAI 36
BAB 7 RENCANA TINDAK LANJUT DAN PROYEKSI HILIRISASI 37
DAFTAR PUSTAKA 38
LAMPIRAN (buktiluaran yang didapatkan) 40
- Artikelilmiah (draft, status submission atau reprint)
- HKI, publikasi dan produkpenelitianlainnya
iv
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 1. Pola Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA)………………… 10
Tabel 2. Karakteristik Kader Posyandu………………………………………. 31
Tabel 3. Lama Menjadi Kader, Mengikuti Pelatihan Kader, Pemberian
Insentif………………………………………………………………. 32
Tabel 4. Pengetahuan Kader Posyandu Tentang PMBA, Peran Serta Kader
Pemberian Penyuluhan Kesehatan………………………………….. 32
Tabel 5. Peran Kader Memantau Kesehatan Balita, Melakukan Pendampingan
PMBA ………………………………………………………………. 33
v
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 1. Bagan Kerangka Konsep Penelitian Peran Serta Kader Posyandu…… 30
vi
5
BAB 1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stunting merupakan gangguan pertumbuhan linier ditandai dengan Panjang atau
tinggi badan tidaksesuai dengan umurnya. Stunting dapat mengakibatkan anak tidak
mampu mencapai potensi genetik,mengindikasikan kejadian jangka panjang dan
dampak kumulatif dari ketidakcukupan konsumsi zat gizi, kondisi kesehatan dan
pengasuhan yang tidak memadai.
Prevalensi balita pendek menurut laporan Riskesdas 2013 yaitu stunting sebesar
37,2% dan menurun menjadi 30,8% pada Riskesdas 2018. Angka prevalensi di Banten
untuk gizi kurang di wilayah Banten masih di atas 15% dan angka stunting di atas
27,8%. Salah satu determinan terjadinya stunting adalah pemberian makanan bayi dan
anak yang tidakmemenuhi kecukupan gizi, hal ini dapat terkait dengan pola
pengasuhan, keragaman dalam pemberian pangan, pengetahuan ibu atau pengasuh
mengenai makanan dengan gizi seimbang dan juga peran kader posyandu untuk
memotivasi dan mendukung ibu untuk melakukan praktek pemberian makanan bayi dan
anak dengan benar.
Berdasarkan hasil penelitian Lina Nurbaiti (2017), pelaksanaan program PMBA
dan pelatihan kader masih belum maksimal. Hal tersebut terjadi karena petugas gizi
yang sudah mendapatkan pelatihan lengkap PMBA hanya 1 orang dari tiap puskesmas.
Di tingkat desa, dari masing-masing desa hanya 1 kader yang telah mengikuti pelatihan
PMBA. Kelima informan menyatakan kurangnya SDM ini menyebabkan petugas tidak
bisa mencakup seluruh balita di wilayah kerja Puskesmas masing-masing.
Upaya untuk meningkatkan kesehatan dan gizi anak sebagaimana diamanatkan
oleh Undang Undang Dasar Tahun 1945 dan Perjanjian Internasional seperti
KonvensiHak Anak (Komisi Hak Azasi Anak PBB, 1989,Pasal 24), yakni memberikan
makanan yang terbaik bagianak usia di bawah 2 tahun. Untuk mencapai hal
tersebut,Strategi Nasional Peningkatan Pemberian ASI dan MP-ASI merekomendasikan
pemberian makanan yangbaik dan tepat bagi bayi dan anak 0-24 bulan adalah:
(1)inisiasi menyusu dini segera setelah lahir minimal selama1 jam; (2) pemberian ASI
eksklusif sampai usia 6bulan; (3) memberikan Makanan Pendamping ASI
(MPASI)mulai usia 6 bulan; (4) meneruskan pemberian ASIsampai usia 2 tahun atau
lebih (Liman, 2014)
6
Dalam upaya mendukung keberhasilan program pembangunan kesehatan maka
telah ditetapkan arah dan strategi pembangunan dalam upaya peningkatan status pangan
dan gizi masyarakat seperti yang tercantum dalam Peraturan Presiden no. 43 tentang
Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2015. Kebijakan dan strategi itu diantaranya melalui
peningkatan pembinaan dan pendidikan gizi masyarakat. Kegiatan yang dilakukan
diantaranya adalah peningkatan pemantauan pertumbuhan balita secara rutin di
posyandu, peningkatan integrasi pesan pendidikan tentang perbaikan gizi dalam
gerakan 1000 hari pertama kehidupan seperti Pemberian Makan Bayi dan Anak (
Noviati, Susanto JC, Selina H, Mexitalia M, 2006)
B. Perumusan Masalah
Program PMBA kepanjangan dari Pemberian Makanan pada Bayi dan Anak.
Dalam praktik PMBA, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu: Usia anak,
Frekuensi pemberian makanan dalam sehari, Jumlah pemberian makanan atau porsi
untuk sekali makan, Tekstur makanan, Variasi makanan, Selalu menjaga kebersihan.
PMBA berfokus pada dua tahun pertama kehidupan seorang anak karena: gangguan
terhadap tumbuh kembang dan perkembangan anak tidak dapat diperbaiki setelah usia
dua tahun, efek kurang gizi (termasuk pendek/stunting) tidak dapat diperbaiki setelah
usia dua tahun, memberikan makanan secara aktif kepada anak (WVI, 2013). Desa
Pagelaran kader posyandunya sebagian besar aktif namun masih belum menjalankan
program PMBA walaupun telah mendapatkan pelatihan.
C. Tujuan Penelitian
Mengetahui Model Peran Serta Kader Posyandu Dalam Melakukan Pendampingan
PMBA Usia 6-24 Bulan Di Desa Pagelaran Kecamatan Pagelaran Pandeglang, Banten
D. Manfaat Penelitian
Program PMBA yang telah disosialisasikan oleh Puskesmas Pagelaran dapat
dimanfaatkan oleh para kader posyandu dan masyarakat terutama ibu-ibu dapat
diterapkan dalam pemberian makan sesuai dengan usia anak.
7
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA)
1. Pengertian PMBA
PMBA merupakan kepanjangan dari Pemberian Makanan pada Bayi dan Anak.
Dalam praktik PMBA, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu: Usia anak,
Frekuensi pemberian makanan dalam sehari, Jumlah pemberian makanan atau porsi
untuk sekali makan, Tekstur makanan, Variasi makanan, Selalu menjaga kebersihan
dan Memberikan makanan secara aktif kepada anak (Wijaya, dkk, 2013).
Pemberian Makanan Bayi dan Anak mengacu kepada beberapa aspek, yaitu
Melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD), Memberikan ASI Eksklusif, Memberikan
Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) mulai usia 6 bulan dan Melanjutkan menyusui
sampai dua tahun atau lebih, menjaga kesehatan anak, Berinteraksi dengan anak
dengan penuh kasih sayang lewat berbagai kegiatan yang sesuai dengan anak, orang
tua dapat memberikan belaian, senyuman, dekapan, penghargaan dan bermain,
mendongeng, menyenyi serta memberikan contoh-contoh tingkah laku sehari-hari
yang baik dan benar kepada anak.
2. Ruang Lingkup PMBA
Ruang lingkup PMBA yang telah disepakati secara nasional maupun global
meliputi:
a. Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
IMD adalah memberikan kesempatan pada bayi untuk menyusu sendiri
segera setelah lahir dengan cara bayi di tengkurapkan pada perut ibu dan
dibiarkan selama kurang lebih 1 jam agar menemukan sendiri puting susu ibunya.
Cara ini akan memberikan kehangatan pada bayi karena adanya kontak kulit ibu
dan bayi (skin to skin contact).Dengan IMD bayi mendapat kolostrum pertama.
Pemberian kolostrum yaitu ASI yang keluar pada minggu pertama sangat penting
karena kolostrum mengandung zat kekebalan dan menjadi makanan bayi yang
utama.
8
Kolostrum tersebut meskipun jumlahnya sedikit namun telah dapat memenuhi
kebutuhan gizi bayi untuk hari-hari pertama kelahirannya. IMD tidak dilakukan
hanya pada keadaan dimana ibu dan anak dalam kondisi umum yang buruk dan
tidak stabil
b. ASI Ekslusif
ASI eksklusif adalah pemberianASI saja tanpa ditambah apapun. ASI
diberikan sesering mungkin tanpa dijadwal sampai bayi usia 6 bulan. Telah
terbukti bahwa ASI saja tanpa ditambah apapun, telah memenuhi kebutuhan bayi
sampai usia 6 bulan. Bagi ibu yang harus segera kembali bekerja bayi harus tetap
mendapat ASI. Bayi tetap dapat menyusu ketika ibu dirumah.Ibu bekerja dapat
memerah ASI nya kemudian disimpan dalam kulkas dan diberikan kepada bayinya
dengan gelas ketika ibu sedang bekerja, setelah ASI tersebut lebih dulu
dihangatkan. Ibu juga dapat menyusui atau memerah ASI di tempat kerja. Untuk
itu perusahaan/kantor perlu menyediakan fasilitas untuk memerah, menyimpan ASI
atau tempat menyusui. ASI eksklusif akan memberikan perlindungan pada bayi dan
memperkecil risiko terhadap berbagai penyakit antara lain diare, ISPA dan
penyakit alergi. Dengan ASI eksklusif perkembangan fisik, mental dan emosional
bayi akan lebih optimal. Pemberian ASI eksklusif pada masa bayi juga terbukti
memiliki dampak jangka panjang, contohnya penurunan resiko obesitas
(kegemukan), diabetes, dan penyakit jantung pada masa dewasa.
c. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
MP-ASI mulai diberikan setelah bayi berusia 6 bulan. Setelah 6 bulan ASI
saja tidak cukup memenuhi kebutuhan bayi, sehingga perlu ditambah makanan
lumat (bubur) sebagai makanan pendamping ASI. MP-ASI selain harus diberikan
tepat waktu juga harus adekuat yakni cukup energi, protein, lemak, vitamin dan
mineral. Untuk usia 6–8 bulan diberikan 2–3 kali makan perhari ditambah 1–2 kali
camilan. Setiap kali makan diberikan dengan takaran 2 atau 3 sendok makan.
Untuk usia 9–11 bulan diberikan 3–4 kali sehari dengan takaran setiap kali makan
½ gelas (250 ml), ditambah 1–2 kali camilan. MP-ASI harus pula dipersiapkan
secara higienis dan menggunakan alat serta tangan yang bersih.Disamping tepat
waktu, adekuat dan aman, MP-ASI juga harus diberikan sesuai selera dan tingkat
kekenyangan bayi. Cara penyiapan dan pemberian harus mendorong secara aktif
agar anak mau makan meskipun anak sedang sakit. Selanjutnya setelah usia 1
tahun anak mulai diberi makan makanan keluarga. ASI dapat terus diberikan
9
sampai anak usia 2 tahun atau lebih. Meskipun telah ada MP-ASI produk pabrik,
disarankan menggunakan bahan makanan lokal/alami yang tersedia di masing-
masing daerah dengan menambahkan zat gizi mikro.
3. Tujuan dan Manfaat PMBA
PMBA di Indonesia dilakukan bertujuan untuk meningkatkan status gizi dan
kesehatan anak, dan meningkatkan tumbuh kembang serta kelangsungan hidup anak
di Indonesia, khususnya untuk meningkatkan cakupan pemberian MP-ASI pada anak
usia 6-24 bulan (Kemenkes RI, 2010). PMBA merupakan salah satu program
pemerintah untuk menurunkan angka kematian anak dan meningkatkan kualitas hidup
ibu sesuai dengan Suitanable Developments Goals yang ke empat dan ke lima. Selain
itu, program PMBA juga bertujuan meningkatkan status gizi dan kesehatan, tumbuh
kembang dan kelangsungan hidup anak di Indonesia (Depkes, 2010).
Hal-hal yang harus diperhatikan terkait pemberian makanan bayi yaitu ketepatan
waktu pemberian, frekuensi, jenis, jumlah bahan makanan, dan cara pembuatannya.
Kebiasaan pemberian makanan bayi yang tidak tepat, seperti pemberian makanan
yang terlalu cepat atau terlambat, makanan yang diberikan tidak cukup dan frekuensi
yang kurang berdampak terhadap pertumbuhan bayi (Sakti, 2013).
Pemberian variasi makanan pada anak sangat dibutuhkan karena anak
memerlukan asupan zat gizi yang berbeda-beda. Selain praktek yang kurang tepat
dalam pemberian makanan, kebiasaan masyarakat juga sangat berpengaruh. Adapun
hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemberian makan pada bayi dan anak yang
meliputi usia anak, frekuensi pemberian makanan dalam sehari, jumlah pemberian
makanan atau porsi untuk sekali makan, tekstur makanan, variasi makanan,
memberikan makanan secara
aktif/responsive pada anak dan selalu menjaga kebersihan (Sakti, 2013).
10
4. Pola Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA)
Tabel 1. Pola Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA)
Usia
6-9 bulan 9-12 bulan 12-24 bulan
Jenis ASI,sumber
karbohidrat, protein
hewani, protein
nabati, sayuran,
buah dan taburia
ASI,sumber
karbohidrat,
protein hewani,
protein nabati,
sayuran, buah dan
taburia
ASI,sumber
karbohidrat, protein
hewani, protein
nabati, sayuran,
buah dan taburia.
Frekuensi 2 - 3 kali makan
ditambah ASI
1-2 kali makanan
selingan
3 - 4 kali makan
ditambah ASI
1-2 kali makanan
selingan
3 - 4 kali makan
ditambah ASI
1-2 kali makanan
selingan
Jumlah 2-3 sendok makan
penuh setiap kali
makan
Tingkatkan secara
perlahan smapai ½
(setengah) mangkuk
berukuran 250 ml
½ (setengah)
smapai ¾ (tiga
perempat)
mangkuk
berukuran 250 ml
¾ (tiga perempat)
sampai 1 (satu)
mangkuk ukuran
259 ml
Tekstur Bubur
kental/makanan
keluarga yang
dilumatkan
Makanan keluarga
yang dicincang
/dicacah. Makanan
dengan potongan
kecil yang dapat
dipegang.
Makanan yang
diiris-iris
Makanan keluarga
yang diiris-iris
Makanan keluarga
Variasi
ASI (bayi disusui
sesering yang
diinginkan) +
makanan hewani
(makanan lokal) +
makanan pokok
(beras, makanan
lokal lainnya) +
kacang (makanan
lokal) + buah-
buahan/sayuran
(makanan lokal) +
bubuk tabur
gizi/Taburia
ASI (bayi disusui
sesering yang
diinginkan) +
makanan hewani
(makanan lokal) +
makanan pokok
(beras, makanan
lokal lainnya) +
kacang (makanan
lokal) + buah-
buahan/sayuran
(makanan lokal) +
bubuk tabur
gizi/Taburia
ASI (bayi disusui
sesering yang
diinginkan) +
makanan hewani
(makanan lokal) +
makanan pokok
(beras, makanan
lokal lainnya) +
kacang (makanan
lokal) + buah-
buahan/sayuran
(makanan lokal) +
bubuk tabur
gizi/Taburia + 1
sampai 2 gelas susu
per hari
Pemberian
makanan
aktif/responsif
• Bersabarlah dan dorong terus bayi anda untuk makan lebih
banyak
• Jika bayi anda menolak untuk makan, terus dorong untuk
makan; pangkuhlah bayi anda sewaktu ia diberi makan atau
menghadap ke dia kalau ia dipangku orang lain
• Tawarkan makanan baru berkali-kali, anak-anak mungkin tidak
suka (tidak mau menerima) makanan baru pada awalnya
• Waktu pemberian makan adalah masa-masa bagi anak untuk
11
belajar dan mencintai. Berinteraksilah dengannya dan kurangi
gangguan waktu ia diberi makan
• Jangan paksa anak untuk makan
• Bantu anak yang lebih tua untuk makan
Kebersihan • Berikan makan kepada bayi dalam mangkuk/piring yang
bersih; jangan gunakan botol karena susah dibersihkan dan
dapat menyebabkan bayi mengalami diare
• Cuci tangan anda dengan sabun sebelum menyiapkan makanan
• Cuci tangan anak anda dengan sabun sebelum ia makan Sumber: (Buku Panduan Konseling: Modul Pelatihan Konseling: Pemberian Makan dan Bayi, 2017)
5. Strategi PMBA
Untuk mencapai tujuan yang ditetapkan dan mempertimbangkan perkembangan
situasi dan kondisi berkaitan dengan PMBA, maka Strategi PMBA ditetapkan
menurut (Kemenkes RI, 2010) adalah sebagai berikut:
a. Menciptakan lingkungan yang kondusif terhadap perilaku menyusui peraturan
perundang-undangan dan kebijakan.
b. Penguatan fasilitas pelayanan kesehatan dalam menerapkan 10 langkah menuju
keberhasilan menyusui.
c. Peningkatan komitmen dan kapasitas stakeholder dalam meningkatkan, melindungi
dan mendukung PMBA.
d. Pemberdayaan ibu, keluarga, dan masyarakat dalam praktek PMBA.
6. Keberhasilan PMBA
Keberhasilan PMBA menurut (WHO dan UNICEF, 2003) dalam Global Strategy
for Infant and Young Child Feeding, merekomendasikan empat hal penting yang
harus dilakukan dalam praktik PMBA yaitu memberikan Air Susu Ibu (ASI) kepada
bayi segera dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir, memberikan ASI saja atau
pemberian ASI secara eksklusif sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan, memberikan
makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) sejak bayi berusia 6 bulan sampai 24
bulan serta meneruskan pemberian ASI sampai anak berusia 24 bulan atau lebih.
Sedangkan indikator keberhasilan pelaksanaan Strategi PMBA, menurut (Kemenkes
RI, 2010) meliputi:
a. Peningkatan cakupan bayi yang mendapat ASI dalam 1 jam pertama (IMD).
b. Peningkatan cakupan menyusui ASI eksklusif pada bayi sampai usia 6 bulan.
c. Peningkatan cakupan anak usia 6–24 bulan yang mengkonsumsi lebih dari 4
kelompok bahan makanan 24 jam sebelumnya.
12
d. Peningkatan cakupan anak usia 6–8 bulan yang mengkonsumsi makanan lumat dan
lembek 24 jam sebelumnya.
e. Peningkatan cakupan bayi yang diberi MP-ASI sesuai frekuensi yang dianjurkan.
f. Rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya melaksanakan 10 langkah
menuju keberhasilan menyusui.
g. Menurunnya angka kematian bayi dan balita.
h. Menurunnya angka prevalensi gizi kurang.
B. Kader
1. Pengertian Kader
Kader adalah tenaga masyarakat yang dianggap paling dekat dengan masyarakat.
Departemen kesehatan membuat kebijakan mengenai pelatihan untuk kader yang
dimaksud untuk meningkatkan pengetahuan, menurunkan angka kematian ibu dan
angka kematian bayi. Para kader kesehatan masyarakat itu memiliki latar belakang
pendidikan yang cukup sehingga memungkinkan mereka untuk membaca, menulis, dan
menghitung secara sederhana (Meilani dkk, 2009).
Kader Posyandu adalah anggota masyarakarat yang dipilih dari dan oleh
masyarakat, mau dan mampu bekerja bersama dalam kegiatan kemasyarakatan secara
sukarela (Kemenkes, 2017). Kegiatan bulanan di Posyandu merupakan kegiatan rutin
yang bertujuan antara lain untuk memantau pertumbuhan berat badan balita dengan
menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS), memberikan konseling gizi, serta
memberikan pelayanan gizi dan kesehatan dasar terdapat beberapa syarat menjadi
Kader, antara lain :
a. Dipilih dari dan oleh masyarakat setempat
b. Bersedia dan mampu bekerja bersama masyarakat secara suka
c. Bisa membaca dan menulis huruf latin
d. Sabar dan memahami usia lanjut
2. Karakteristik kader
Karakteristik adalah ciri khusus yang mempunyai perwatakan tertentu. Ciri khusus
ini dapat berupa fisik seperti pekerjaan, pemilikan serta pendapatan maupun non fisik
seperti pengalaman dan kebutuhan yang beraneka ragam. Variabel-variabel yang
termasuk dalam karakteristik biografik ini cukup banyak dan bisa berisikan sejumlah
konsep yang kompleks. Data karakteristik biografik dapat diperoleh melalui responden
13
sendiri mulai dari usia, pendidikan, pekerjaan, lama menjadi kader, dan pelatihan
(wahyutomo, 2010).
a) Umur
Umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun.
Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih
matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang
yang lebih dewasa akan lebih dipercaya dari orang pada orang yang belum cukup
tinggi kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan
jiwanya. Produktivitas menurun dengan bertambahnya umur, hal ini disebabkan
karena keterampilan-keterampilan fisik seperti kecepatan, kelenturan, kekuatan dan
koordinasi akan menurun dengan bertambahnya usia. Dalam suatu lembaga,
karyawan yang sudah lama bekerja disebuah sistem artinya sudah bertambah tua,
bisa mengalami peningkatan karena pengalaman dan lebih bijaksana dalam
pengambilan keputusan.
b) Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang terhadap
perkembangan orang lain menuju ke arah suatu cita-cita tertentu. Pendidikan dapat
menuntun manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupannya untuk mencapai
keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi
misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan, sehingga dapat meningkatkan kualitas
hidup.
Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang
akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk siap berperan serta dalam
pembangunan kesehatan. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin mudah
menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki,
sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangannya sikap
seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan. Tingkat pendidikan
seseorang akan berpengaruh dalam memberi respon yang datang dari luar. Orang
yang berpendidikan tinggi akan memberi respon yang lebih rasional terhadap
informasi yang datang dan akan berfikir sejauhmana keuntungan yang mungkin
mereka peroleh dari gagasan tersebut (Kuncoroningrat, 1997)
c) Pekerjaan
Pekerjaan adalah suatu kegiatan hal yang harus dilakukan terutama untuk
menunjang kehidupanya dan kehidupan keluarganya. Pakerjaan bukanlah sumber
14
kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cari nafkah yang membosankan,
berulang, dan banyak tantangan (Wahit iqbal, 2006). Bekerja umumnya merupakan
kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh
terhadap kehidupan keluarga. Semakin banyak waktu yang tersita untuk melakukan
pekerjaan maka semakin sempit untuk menjadi kader.
d) Lama menjadi kader
Banyak studi tentang hubungan antara senioritas karyawan dan produktivitas.
Meskipun prestasi kerja seseorang itu bisa ditelusuri dari prestasi kerja sebelumnya.
Tetapi sampai saat ini belum dapat diambil kesimpulan yang meyakinkan antara
kedua variabel tersebut. Yang jelas yaitu, karyawan-karyawan senior ini lebih kecil
angka absen kerjanya dan angka pindah kerja.
3. Fungsi Kader
Menurut Depkes RI (2010), fungsi kader adalah :
a. Melakukan pencatatan, memantau dan evaluasi kegiatan Poskesdes bersama Bidan.
b. Mengembangkan dan mengelola UKBM (PHBS, Kesling, KIBB, Balita, Kadarzi,
Dana Sehat, TOGA, dll).
c. Mengidentifikasi dan melaporkan kejadian masyarakat yang berdampak terhadap
kesehatan masyarakat (surveilance ber-basis masyarakat).
C. Pengetahuan Kader tentang PMBA
1.Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan (knowledge) adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu
seseorang terhadap obyek melalui indra yang dimiliki (mata, hidung, telinga, dan
sebagainya). Pada waktu pengindraan sampai hasil pengetahuan tersebut sangat
dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap obyek (Notoatmodjo,
2014). Sedangkan menurut (Mahmud, 2011)Pengetahuan merupakan sesuatu yang
tertinggal dari hasil pengindraan manusia terhadap dunia luar. Selain itu, pengetahuan
merupakan deskripsi arsip informasi konsep dan kenyataan tentang alam semesta, baik
yang ada dalam memori perseorangan maupun tertulis.
Tingkat Pengetahuan Kader menurut (Notoatmodjo, 2014), dalam domain kognitif
berkaitan dengan pengetahuan yang bersifat intelektual (cara berpikir berintraksi,
analisa, memecahkan masalah dan lain-lain) yang berjenjang sebagai berikut :
a. Tahu (Knowledge)
15
Menunjukkan keberhasilan mengumpulkan keterangan apa adanya. Termasuk
dalam kategori ini adalah kemampuan mengenali atau mengingat kembali hal-hal
atau keterangan yang pernah berhasil dihimpun atau dikenali (recall of facts).
b. Memahami (Comprehension)
Pemahaman diartikan dicapainya pengertian (understanding) tentang hal yang
sudah kita kenali. Karena sudah memahami hal yang bersangkutan maka juga sudah
mampu mengenali hal tadi meskipun diberi bentuk lain. Termasuk dalam jenjang
kognitif ini misalnya menterjemahkan, menginterpretasikan, dan eksplorasikan.
c. Menerapkan (Aplication)
Penerapan diartikan sebagai kemampuan menerapkan hal yang sudah dipahami
ke dalam situasi dan kondisi yang sesuai.
d. Analisa (Analysis)
Analisis adalah kemampuan untuk menguraikan hal tadi menjadi rincian yang
terdiri unsur-unsur atau komponen-komponen yang berhubungan antara yang satu
dengan lainnya dalam suatu bentuk susunan berarti.
e. Sintesis (Syntesis)
Sintesis adalah kemampuan untuk menyusun kembali bagian-bagian atau unsur-
unsur tadi menjadi suatu keseluruhan yang mengandung arti tertentu.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk membandingkan hal yang
bersangkutan dengan hal-hal serupa ataupun setara lainnya, sehingga diperoleh
kesan yang lengkap dan menyeluruh tentang hal yang sedang dinilainya.
g. Pentingnya pengetahuan gizi terhadap konsumsi terhadap konsumsi
didasari atas tiga kenyataan:
1) Status gizi yang cukup adalah berkaitan penting bagi kesehatan dan
kesejahteraan.
2) Setiap orang hanya akan cukup gizi yang diperlukan jika makanan yang dimakan
mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang
optimal, pemeliharaan, dan energi.
3) Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar
menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan gizi.
16
2. Cara Memperoleh Pengetahuan
Menurut (Notoadmojo, 2010), ada beberapa cara untuk memperoleh pengetahuan,
yaitu sebagai berikut:
a. Cara Coba-Salah (Trial and Error)
Cara coba-salah ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam
memecahkan masalah dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba
kemungkinan yang lain. Apabila kemungkinan kedua ini gagal pula, maka dicoba
dengan kemungkinan ketiga dan seterusnya, dan apabila kemungkinan ketiga gagal
dicoba kemungkinan keempat dan seterusnya, sampai masalah tersebut dapat
dipecahkan. Itulah sebabnya maka cara ini disebut metode trial (coba) and error
(gagal atau salah) atau metode coba salah coba-coba.
b. Secara Kebetulan
Penemuan kebenaran secara kebetulan terjadi karena tidak sengaja oleh orang
yang bersangkutan.
c. Cara Kekuasaan atau Otoritas
Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali kebiasaan-kebiasaan dan
tradisi-tradisi yang dilakukan oleh orang, tanpa melalui penalaran apakah yang
dilakukan tersebut baik atau tidak. Kebiasaan-kebiasaan ini biasanya diwariskan
turun temurun dari generasi ke generasi berikutnya.
d. Berdasarkan Pengalaman Pribadi
Pengalaman adalah guru yang baik, demikian bunyi pepatah. Pepatah ini
mengandung maksud bahwa pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan, atau
pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh pengetahuan.
e. Cara Akal Sehat (Common Sense)
Akal sehat atau common sense kadang-kadang dapat menemukan teori atau
kebenaran. Sebelum ilmu pendidikan ini berkembang, para orang tua zaman dahulu
agar anaknya mau menuruti nasehat orang tuanya, atau agar anak disiplin
menggunakan cara hukuman fisik bila anaknya berbuat salah, misalnya dijewer
telinganya atau dicubit.
Ternyata cara menghukum anak ini sampai sekarang berkembang menjadi teori
kebenaran bahwa hukuman merupakan metode (meskipun bukan yang paling baik)
bagi pendidikan anak.
17
f. Kebenaran Melalui Wahyu
Ajaran dan digma agama adalah suatu kebenaran yang diwahyukan dari Tuhan
melalui para Nabi. Kebenaran ini harus diterima dan diyakini oleh pengikut-
pengikut agama yang bersangkutan.
g. Kebenaran Secara Intuitif
Kebenaran secara intuitif diperoleh manusia secara cepat sekali melalui proses
diluar kesadaran dan tanpa melalui proses penalaran atau berpikir. Kebenaran yang
diperoleh melalui intuitif sukar dipercaya karena kebenaran ini tidak menggunakan
cara-cara yang rasional dan yang sistematis.
h. Melalui Jalan Pikiran
Sejalan dengan perkembnagan umat manusia, crara berpikir manusia pun ikut
berkembang. Dari sini manusia mampu menggunakan penalarannya dalam
memperoleh pengetahuannya. Dengan kata lain, dalam memperoleh kebenaran
pengetahuan manusia telah menggunakan jalan pikiranya, baik melalui induksi
maupun deduksi.
1) Induksi
Induksi adalah proses penarikan kesimpulan yang dimulai dari pernyataan-
pernyataan khusus ke pernyataan yang bersifat umum. Hal ini berarti dalam
berfikir induksi pembuatan kesimpulan tersebut berdasarkan pengalaman
empiris yang ditangkap oleh indra.
2) Deduksi
Deduksi adalah pembuatan kesimpulan dari pernyatan umum ke khusus.
Silogisme yaitu suatu bentuk deduksi yang memungkinkan seseorang untuk
dapat mencapai kesimpulan yang lebih baik.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan
a. Faktor internal
1) Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap
perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita tertentu yang menentukan
manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan
kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi misalnya
hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup.
Menurut Notoatmodjo (2014), pendidikan dapat mempengaruhi seseorang
18
termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi
untuk berperan serta dalam pembangunan, pada umumnya makin tinggi
pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi.
2) Pekerjaan
Pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk
menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber
kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang
membosankan, berulang dan banyak tantangan. Sedangkan bekerja umumnya
merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai
pengaruh terhadap kehidupan keluarga.
3) Umur
Umur didefinisikan umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan
sampai berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan
masyarakat seseorang yang lebih dewasa dipercaya dari orang yang belum
tinggi kedewasaannya. Hal ini akan sebagai dari pengalaman dan kematangan
jiwa.
b. Faktor eksternal
1) Lingkungan
Lingkunganmerupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan
pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau
kelompok.
2) Sosial budaya
Sistem sosial yang ada pada masyarakat yang mempengaruhi dari sikap
dalam menerima informasi.
4. Pengukuran Pengetahuan
Menurut Arikunto (2010), pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan
wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari
subyek penelitian atau responden ke dalam pengetahuan yang ingin kita ukur atau kita
ketahui dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatannya. Adapun pertanyaan yang
dapat digunakan utuk pengukuran pengetahuan secara umum dapat dikelompokkan
menjadi dua jenis yaitu :
19
a. Pertanyaan subyektif, misalnya jenis pertanyaan essay.
Pertanyaan essay disebut pertanyaan subyektif karena penilaian untuk
pertanyaan ini melibatkan faktor subyektif dari penilai, sehingga nilainya akan
berbeda dari seseorang penilai satu dibandingkan dengan yang lain dari satu waktu
ke waktu yang lainnya.
b. Pertanyaan obyektif, misalnya pertanyaan pilihan ganda (multiple choise), betul
salah dan pertanyaan menjodohkan.
Disini peneliti melakukan pengukuran pengetahuan menggunakan kuesioner
dengan skala Guttman. Skala pengukuran dengan tipe ini, akan di dapat jawaban yang
tegas, yaitu ya atau tidak, benar atau salah, pernah atau tidak, positif atau negatif, dan
lainlain. Bila pertanyaan dalam bentuk positif maka jawaban benar diberi nilai 1 dan
salah diberi nilai 0, sedangkan bila pertanyaan dalam bentuk negatif maka jawaban
benar diberi nilai 0 dan salah diberi nilai 1
Menurut (Budiman dan Riyanto, 2013) tingkat pengetahuan dikelompokkan
menjadi dua kelompok apabila respondennya adalah
masyarakat umum, yaitu :
a. Kurang, jika subjek mampu menjawab dengan benar ≤ 50 %
b. Baik, jika subjek mampu memjawab dengan benar > 50%
D. Peran Serta Kader tentang PMBA
1. Pengertian Peran Serta
Peran adalah serangkaian rumusan yang membatasi perilaku-perilaku yang di
harapkan dari pemegang kedudukan tertentu. Misalnya dalam keluarga, perilaku ibu
dalam keluarga di harap bisa memberi anjuran, memberi penilaian, memberi sangsi
dan lain-lain.
Unsur-unsur dalam peran merupakan pola prilaku yang dikatakan dengan status
atau kedudukan peran ini dapat di ibaratkan dengan yang ada di dalam sandiwara
yang pemainnya mendapatkan peranan dalam suatu cerita, yaitu:
1. Peranan ideal yang di harapkan oleh masyarakat terhadap status tertentu, peranan
yang ideal merumuskan hak-hak dan kewjiban yang terkait dalam status tertentu.
2. Peranan yang di anggap diri sendiri ialah merupakan hal yang oleh individu pada
saat tertentu, artinya situasi tertentu seorang individu harus melaksanakan hal
tertentu.
20
3. Peranan yang harus di kerjakan ialah peran yang sesungguhnya harus
dilaksanakan oleh individu dalam kenyataan. (Sagita, 2017).
Peran tidak lepas hubungannya dengan tugas yang diemban seseorang. Dengan
demikian peran adalah bagian utama yang harus dijalankan. Manusia sebagai
makhluk sosial memiliki kecenderungan untuk hidup berkelompok. Dalam
kehidupan berkelompok terjadi interaksi antara anggota masyarakat yang satu
dengan anggota masyarakat yang lainnya. Tumbuhnya interaksi diantara mereka
menciptakan hubungan saling ketergantungan.
Dalam kehidupan bermasyarakat itu munculah apa yang dinamakan peran
(role). Peran merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan seseorang, apabila
seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya
maka orang yang bersangkutan menjalankan suatu peranan (Purikasari, 2010).
2. Peran kader Posyandu
a. Pelayanan kesehatan
Pelayanan di posyandu meliputi kegiatan pemantauan tumbuh kembang balita,
pelayanan kesehatan ibu dan anak seperti imunisasi untuk pencegahan penyakit,
penanggulangan diare, penyuluhan dan konseling/rujukan konseling bila diperlukan
(Paridah, 2013).
Sebelum pelaksanaan posyandu, kader memastikan sasaran seperti jumlah bayi
baru lahir, anak, ibu hamil, ibu menyusui, dan ibu nifas. Selan itu menurut (Pusat
Promosi Kesehatan, 2012) peran serta kader, meliputi:
1) Sebelum Hari Buka Posyandu.
a) Melakukan persiapan penyelenggaraan kegiatan posyandu.
b) Menyebarluaskan informasi tentang hari buka posyandu melalui pertemuan
warga setempat atau surat edaran. Kader dapat mengajak sasaran untuk datang
ke posyandu dengan bantuan tokoh masyarakat.
c) Melakukan pembagian tugas antar kader, meliputi pendaftaran, penimbangan,
pencatatan, penyuluhan, pemberian makanan tambahan, serta pelayanan yang
dapat dilakukan oleh kader.
d) Melakukan koordinasi dengan petugas kesehatan dan petugas lainnya terkait
dengan jenis layanan yang akan diselenggarakan. Jenis kegiatan ini merupakan
tindak lanjut dari kegiatan posyandu sebelumnya atau rencana kegiatan yang
telah ditetapkan berikutnya.
21
e) Menyiapkan bahan penyuluhan dan pemberian makanan tambahan. Bahan-
bahan penyuluhan sesuai permasalahan yang di dihadapi para orang tua serta
disesuaikan dengan metode penyuluhan, misalnya: menyiapkan bahan-bahan
makanan apabila ingin melakukan demo masak, lembar balik untuk kegiatan
konseling, kaset atau CD, buku KIA, sarana stimulasi balita.
f) Menyiapkan buku-buku catatan kegiatan posyandu.
2) Saat Hari Buka Posyandu
a) Melakukan pendaftaran, meliputi pendaftaran balita, ibu hamil, ibu nifas, ibu
menyusui, dan sasaran lainnya.
b) Pelayanan kesehatan ibu dan anak. Untuk pelayanan kesehatan anak pada
posyandu, dilakukan penimbangan, pengukuran tinggi badan, pengukuran
lingkar kepala anak, pemantauan aktifitas anak, pemantauan status imunisasi
anak, pemantauan terhadap tindakan orangtua tentang pola asuh yang
dilakukan pada anak, pemantauan tentang permasalahan anak balita, dan lain
sebagainya.
c) Membimbing orangtua melakukan pencatatan terhadap berbagai hasil
pengukuran dan pemantauan kondisi anak balita.
d) Melakukan penyuluhan tentang pola asuh anak balita. Dalam kegiatan ini,
kader bisa memberikan layanan konsultasi, diskusi kelompok dan demonstrasi
dengan orangtua/keluarga anak balita.
e) Memotivasi orang tua balita agar terus melakukan pola asuh yang baik pada
anaknya, dengan menerapkan prinsip asih-asah-asuh.
f) Menyampaikan penghargaan kepada orang tua yang telah datang ke posyandu
dan minta mereka untuk kembali pada hari posyandu berikutnya.
g) Menyampaikan informasi pada orangtua agar menghubungi kader apabila ada
permasalahan terkait dengan anak balitanya.
h) Melakukan pencatatan kegiatan yang telah dilakukan pada hari buka posyandu.
3) Sesudah Hari Buka Posyandu
a) Melakukan kunjungan rumah pada balita yang tidak hadir pada hari buka
posyandu, anak yang kurang gizi, atau anak yang mengalami gizi buruk rawat
jalan, dan lain-lain.
b) Memotivasi masyarakat, misalnya untuk memanfaatkan pekarangan dalam
rangka meningkatkan gizi keluarga, menanam tanaman obat keluarga,
22
membuat tempat bermain anak yang aman dan nyaman. Selain itu, memberikan
penyuluhan tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
c) Melakukan pertemuan dengan tokoh masyarakat, pimpinan wilayah untuk
menyampaikan hasil kegiatan posyandu serta mengusulkan dukungan agar
posyandu terus berjalan dengan baik.
d) Menyelenggarakan pertemuan, diskusi dengan masyarakat, untuk membahas
kegiatan posyandu. Usulan dari masyarakat digunakan sebagai bahan
menyusun rencana tindak lanjut kegiatan berikutnya.
e) Mempelajari sistem informasi posyandu (SIP). SIP adalah sistem pencatatan
data atau informasi tentang pelayanan yang diselenggarakan di posyandu.
Manfaat SIP adalah sebagai panduan bagi kader untuk memahami
permasalahan yang ada, sehingga dapat mengembangkan jenis kegiatan yang
tepat dan sesuai dengan kebutuhan sasaran.
Sedangkan peran kader dalam kesehatan ibu dan anak adalah kader melakukan
deteksi dini masalah kesehatan ibu dan anak dengan menggunakan buku KIA, kader
harus selalu siap mengantar dan menjaga apabila ada ibu atau anak yang
memerlukan pertolongan dan perawatan tenaga kesehatan (akan dirujuk). Selain itu
juga, kader diharapkan mampu membantu keluarga ibu atau anak yang akan dirujuk
dalam hal apa saja yang harus dibawa. Tahapan peran kader posyandu menganut
sistem 5 meja, yaitu:
1) Meja 1: pendaftaran balita dan pendaftaran ibu hamil serta ibu nifas.
2) Meja 2: penimbangan balita.
3) Meja 3: pencatatan hasil penimbangan.
4) Meja 4: penyuluhan perorangan seperti menyuluh ibu berdasarkan hasil
penimbangan anaknya. Memberikan pelayanan gizi kepada ibu balita serta ibu
hamil.
5) Meja 5: pelayanan kesehatan.
b. Penyuluhan Kesehatan
Penyuluhan adalah penyampaian informasi dari sumber informasi kepada
seseorang atau sekelompok ornag mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan
suatu program. Posyandu, penyuluhan yang diberikan biasanya berkaitan dengan
kesehatan ibu dan anak.
Penyuluhan dapat dilakukan secara perorangan atau kelompok, seperti:
23
1) Penyuluhan perorangan atau tatap muka, yaitu dapat dilakukan di posyandu
ataupun pada saat kunjungan rumah, serta dapat juga menggunakan buku KIA,
contoh makanan dan lain-lain.
2) Penyuluhan kelompok, yaitu penyuluhan yang dilakukan kader ke sekelompok
masyarakat, dan kader menjelaskan materi, dilanjutkan dengan tanya jawab.
3) Penyuluhan disertai peragaan, yaitu kader membantu petugas
untukmengadakan penyuluhan disertai peragaan seperti demo masak resep
makanan sendiri, atau demo mempersiapkan MP -ASI.
Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan penyuluhan, yaitu informasi
yang diberikan sesuai dengan keadaan atau permasalahan peserta yang datang ke
posyandu, dapat menggunakan berbagai jenis media, penjelasan diberikan dengan
bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh masyarakat, saran yang
diberikan harus praktis sengga bisa langsung dilaksanakan oleh sasaran dan beri
kesempatan untuk bertanya. Berdasarkan hal tersebut kader harus memiliki sikap
sabar, mendengarkan dan tidak mendominasi, menghargai pendapat, bersikap
sederajat, ramah dan akrab, tidak memihak, menilai dan mengkritik serta bersikap
terbuka.
Materi penyuluhan, meliputi:
a) Cara mengetahui tumbuh dan kembang anak.
Pertumbuhan dan perkembangan anak dapat dipantau dengan menimbang
berat badan anak setiap bulan. Hasil penimbangan balita diterjemahkan kedalam
KMS/buku KIA yang menghasilkan status pertumbuhan balita (naik/tidak naik).
Bagi kader KMS digunakan untuk mencatat berat badan anak dan pemberian
kapsul vitamin A serta hasil penimbangan. Hasil penentuan status pertumbuhan
anak dalam KMS dapat digunakan oleh kader sebagai dasar untuk melakukan
rujukan bila anak diketahui mengalami gangguan pertumbuhan. KMS juga dapat
digunakan kader untuk memberikan pujian pada ibu yang berat badannya naik,
serta untuk mengingatkan ibu agar menimbangkan anaknya di posyandu pada
bulan berikutnya.
b) Makanan yang sehat untuk pertumbuhan dan perkembanga anak.
c) Penjelasan mengenai peran posyandu dalam memenuhi kesehatan dasar ibu dan
anak.
24
c. Penggerakan dan pemberdayaan masyarakat
Penggerakan dan pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses
pengorganisasian masyarakat yang dimulai dari mengidentifikasi masalah yang
dihadapi di masyarakat, kemudian menyusun urutan prioritas masalah. Setelah
prioritas masalah diperoleh, lalu masyarakat mencari sumber daya baik yang ada di
masyarakat itu sendiri maupun di luar lingkungan masyarakat yang bersangkutan.
Sumber daya tersebut diharapakn dapat dimanfaatkan untuk mengatasi masalah
yang ada melalui tindakan-tindakan yang dengan cara kerjasama dengan anggota
masyarakat lainnya.
Jadi pada dasarnya penggerakan dan pemberdayaan masyarakat adalah suatu
proses kegiatan masyarakat yang bersifat setempat yang ditujukan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemberian pengalaman belajar dan
secara bertahap dikembangkan pendekatan yang besifat partisipatif dalam bentuk
pendelegasian wewenang dan pemberian peran yang semakin besar kepada
masyarakat.
Dilakukan program pendampimgan pada masyarakat. Pelaksanaan program
pemberdayaan masyarakat adalah pembangunan yang bertumpu pada masyarakat,
dimana pola pendekatan yang akan digunakan adalah bot tom up, dari masyarakat,
oleh masyarakat dan untuk masyarakat itu sendiri. Tim pendamping bertugas untuk
melakukan pengamatan terhadap kesehatan ibu dan anak, memfasilitasi pelaksanaan
posyandu, memberikan teknis pelatihan terkait program kerja posyandu serta
mendampingi masyarakat jika ada anak atau ibu yang kesehatannya terganggu dan
harus dirujuk ke puskesmas atau rumah sakit.
Fungsi dan peran kader dalam melakukan penggerakan dan pemberdayaan
masyarakat:
1) Peran sebagai pelaku penggerakan masyarakat
a) Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
b) Pengamatan terhadap masalah kesehatan di desa
c) Upaya penyehatan limgkungan
d) Peningkatan kesehatan ibu dan anak
2) Peran tambahan dalam hal:
a) Membantu petugas kesehatan dalam penanggulangan kedaruratan kesehatan
sehari-hari.
25
b) Membantu petugas kesehatan dalam penyiapan masyarakat dalam menghadapi
bencana.
Untuk menjalankan peranannya sebagai pengembang desa, maka fungsi kader
yaitu:
1) Membantu tenaga kesehatan dalam pengelola desa melalui kegiatan upaya
kesehatan bersumberdaya manusia (UKBM).
2) Membantu memantau kegiatan dan evaluasi desa, seperti mengisi register ibu
dan anak, mengisi kartu menuju sehat (KMS) dan lain-lain.
3) Membantu mengembangkan dan mengelola UKBM serta hal-hal yang terkait
lainnya, seperti PHBS, pengamatan kesehatan berbasis masyarakat, penyehatan
lingkungan, kesehatan ibu dan anak serta keluarga sadar gizi.
d. Pemantauan
Adapun bentuk kegiatan yang dilakukan melalui proses pemantauan antara lain:
1) Kunjungan rumah
Setelah kegiatan di dalam posyandu selesai, maka rumah ibu-ibu yang akan
dikunjungi ditentukan bersama. Mereka yang dikunjungi, yaitu ibu yang selama
2 bulan tidak hadir berturut-turut tidak hadir ke posyandu, ibu yang anak
balitanya belum mendapatkan vitamin A serta ibu yang anak balitanya pada
bulan lalu di kirim ke puskesmas karena 2 bulan berturut-turut berta badannya
tidak naik, berat badannya di bawah garis merah, sakit dan anak kegemukan.
2) Pemeriksaan jentik
Pemeriksaan jentik dilakukan oleh kader dengan mengunjungi rumah ke
rumah.
E. Posyandu
1. Pengertian Posyandu
Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya
Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan
bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna
memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam
memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan angka
kematian ibu dan bayi (Kemenkes RI, 2011).
Posyandu adalah kegiatam kesehatan dasar yang diselenggarakan dari oleh, dan
untuk masyarakat yang dibantu oleh petugas kesehatan di suatu wilayah kerja
26
puskesmas, dimana program ini dapat dilaksanakan dibalai dusun, balai kelurahan
dan tempat lainnya yang mudah diakses oleh masyarakat (Sulistyorini dkk, 2010).
Jadi Posyandu merupakan suatu wadah untuk membangun derajat kesehatan yang
lebih baik dan mempercepat penurunan angka kematian ibu dan anak yang dikelola
dan diselenggarakan dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat melalui bimbingan
petugas kesehatan. dengan mengembangkan sumber daya yang dimiliki.
2. Tujuan Posyandu
Tujuan dari menyelenggarakan posyandu yaitu:
a. Menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB), dan Angka Kematian Ibu (ibu hamil,
melahirkan, dan nifas). Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi
(AKB) masih cukup tinggi meskipun dari tahun ketahun sudah dapat diturunkan.
b. Membudayakan NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera).
c. Meningkatkan kemampuan dan peran serta masyarakat untuk mengembangkan
kegiatan kesehatan dan Keluarga Berencana (KB) serta kegiatan lainnya yang
menunjang untuk tercapainya masyarakat sehat sejahtera.
d. Menghimpun potensi masyarakat untuk berperan serta secara aktif meningkatkan
kesehatan dan kesejahteraan ibu, bayi, balita dan keluarga serta mempercepat
penurunan angka kematian ibu, bayi dan balita.
3. Sasaran Posyandu
Sasaran Posyandu adalah seluruh masyarakat, utamanya:
a. Bayi
b. Anak balita
c. Ibu hamil, ibu nifas dan ibu menyusui
d. Pasangan Usia Subur (PUS) (Kemenkes RI, 2011).
4. Fungsi Posyandu
a. Sebagai wadah pemberdayaan masyarakat dalam alih informasi a. dan
keterampilan dari petugas kepada masyarakat dan antar sesama masyarakat
dalam rangka mempercepat penurunan AKI, AKB, dan AKBA.
b. Sebagai wadah untuk mendekatkan pelayanan kesehatan dasar, terutama
berkaitan dengan penurunan AKI, AKB, dan AKBA.
27
5. Manfaat Posyandu
a. Bagi Masyarakat
1) Memperoleh kemudahan untuk men dapatkan informasi dan pelayanan
kesehatan dasar, terutama berkaitan dengan pe nurunan AKI, AKB, dan
AKBA.
2) Memperoleh layanan secara profesional dalam pemecahan masalah kesehatan
terutama terkait kesehatan ibu, bayi, dan balita.
3) Efisiensi dalam mendapatkan pelayanan kesehatan dasar terpadu dan
pelayanan sosial dasar sektor lain terkait.
b. Bagi kader dan tokoh masyarakat
1) Mendapatkan informasi terlebih dahulu tentang upaya kesehatan yang terkait
dengan penurunan AKI, AKB, dan AKBA.
2) Dapat mewujudkan aktualisasi dirinya dalam membantu masyarakat
menyelesaikan masalah kesehatan terkait dengan pe nurunan AKI, AKB, dan
AKBA.
c. Bagi Puskesmas
1) Optimalisasi fungsi Puskesmas sebagai pusat penggerak pembangunan
berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, pusat pelayanan
kesehatan perorangan primer, dan pusat pelayanan kesehatan masyarakat
primer.
2) Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan
masalah kesehatan sesuai kondisi setempat.
3) Mendekatkan akses pelayanan kesehatan dasar pada masyarakat. d.
d. Bagi sektor lain
1) Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam memecahkan masalah
kesehatan dan sosial dasar lainnya, terutama yang terkait dengan upaya
penurunan AKI, AKB, dan AKBA sesuai kondisi setempat.
2) Meningkatkan efisiensi melalui pemberian pelayana secara terpadu sesuai
dengan tugas, pokok dan fungsi (tupoksi) masing-masing sektor
6. Pengorganisasian
a. Struktur organisasi
Struktur organisasi Posyandu ditetapkan oleh musyawarah masyarakat pada saat
pembentukan Posyandu. Struktur organisasi minimal terdiri dari ketua, sekretaris,
28
dan bendahara serta kader Posyandu yang me rangkap sebagai anggota. Struktur
organisasi bersifat fleksibel sehingga dapat dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan, kondisi, permasalahan, dan kemampuan sumber daya.
b. Pengelola Posyandu
Pengelola Posyandu adalah unsur masyarakat, lembaga kemasyarakatan,
organisasi ke masyarakatan, lembaga swadaya masya rakat, lembaga mitra
pemerintah, dan dunia usaha yang dipilih, bersedia, mampu, dan memiliki waktu
dan kepedulian terhadap pelayanan sosial dasar masyarakat di Posyandu. Kriteria
pengelola Posyandu antara lain:
1) sukarelawan dan tokoh masyarakat setempat,
2) memiliki semangat pengabdian, ber inisiatif tinggi dan mampu memotivasi
masyarakat,
3) bersedia bekerja secara sukarela bersama masyarakat.
c. Kader Posyandu
Kader Posyandu adalah anggota masyarakat yang bersedia, mampu, memiliki
waktu untuk menyelenggarakan kegiatan Posyandu secara sukarela.
7. Pembentukan
Pembentukan Posyandu bersifat fleksibel, dikembangkan sesuai dengan kebutuhan,
permasalahan dan kemampuan sumber daya. Langkah-langkah pembentukan
Posyandu dapat dilakukan dengan tahapan berikut.
a. Pendekatan internal
Tujuannya adalah mempersiapkan para petugas sehingga bersedia dan
memiliki kemampuan mengelola Posyandu melalui berbagai orientasi dan
pelatihan dengan melibatkan seluruh petugas Puskesmas.
b. Pendekatan eksternal
Tujuannya adalah mempersiapkan masyarakat, khususnya tokoh masyarakat
sehingga ber sedia mendukung penyelenggaraan Posyandu melalui berbagai
pendekatan dengan tokoh masyarakat setempat.
c. Survei mawas diri (SMD)
Tujuannya adalah menimbulkan rasa memiliki masyarakat (sense of
belonging) melalui penemuan sendiri masalah yang dihadapi serta potensi yang
dimiliki dengan bimbingan petugas Puskesmas, aparat pemerintahan desa
kelurahan dan forum peduli Kesehatan Kecamatan (jika sudah terbentuk).
29
d. Musyawarah masyarakat desa (MMD)
Inisiatif penyelenggaraan MMD adalah para tokoh masyarakat yang
mendukung pembentukan Posyandu atau forum peduli ke sehatan kecamatan.
8. Tingkat Perkembangan Posyandu
Tingkat perkembangan Posyandu dibedakan atas 4 tingkat sebagai berikut:
a. Posyandu pratama, adalah Posyandu yang belum mantap, yang ditandai oleh
kegiatan bulanan Posyandu belum terlaksana secara rutin serta jumlah kader
sangat terbatas yakni kurang dari 5 (lima) orang.
b. Posyandu madya, adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih
dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak lima orang atau
lebih, tetapi cakupan kelima kegiatan utamanya masih rendah, yaitu kurang dari
50%.
c. Posyandu purnama, adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan
lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak lima orang
atau lebih, cakupan kelima kegiatan utamanya lebih dari 50%, mampu
menyelenggarakan program tambahan, serta telah memperoleh sumber
pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh masyarakat yang pesertanya masih
terbatas yakni kurang dari 50% KK di wilayah kerja Posyandu.
d. Posyandu mandiri, adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan
lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak lima orang
atau lebih, cakupan kelima kegiatan utamanya lebih dari 50%, mampu
menyelenggarakan program tambahan, serta telah memperoleh sumber
pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh masyarakat yang pesertanya lebih
dari 50% KK yang bertempat tinggal di wilayah kerja Posyandu (Kemenkes RI,
2011).
30
BAB 3. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan observasional analitik dengan desain cross sectional yang
dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Pagelaran dengan pertimbangan puskesmas tersebut
telah mendapatkan pelatihan tentang PMBA. Sampel dalam penelitian ini adalah kader
posyandu yang telah mendapatkan pelatihan PMBA atau telah mendapatkan pelatihan
pengelolaan posyandu serta cara pemberian makanan tambahan pada anak dengan jumlah
sampel sebanyak 30 kader posyandu.
Variabel yang diteliti adalah karakteristik kader, pengetahuan kader , pendidikan, lama
menjadi kader, pemberdayaan masyarakat dan melaksanakan kegiatan pendampingan PMBA.
Data yang dikumpulkan kemudian di analisis univariat dan bivariat. Analisis univariat
untuk mendeskripsikan data kategorik semua variabel yang diteliti dan analisis bivariat untuk
mengetahui Hubungan model peran serta kader posyandu dengan karakteristik, pengetahuan
kader, pendidikan, lama menjadi kader serta kegiatan pendampingan PMBA menggunakan
uji Khai-Kuadrat (p<0,05) (Riyanto, 2011). Pengolahan data dengan software SPSS 16.0.
Untuk memberikan gambaran yang dilakukan oleh peneliti dapat dilihat pada gambar
bagan kerangka konsep di bawah ini
Gambar 1. Bagan Kerangka Konsep Penelitian Peran Serta Kader Posyandu
31
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Kader
Karakteristik kader yang diteliti adalah usia dan pendidikan kader. Berdasarkan
hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar kader berpendidikan rendah ( SD, SMP)
sebesar 73% dan tinggi (SMA dan PT) sebesar 27%, sedangkan usia berkisar antara 24 – 55
tahun. Pendidikan kader yang rendah seperti pendidikan dasar dapat mempengaruhi
tingkat pemahaman tentang pengetahuan. Hal tersebut disebabkan karena pendidikan dan
pengetahuan gizi ibu yang rendah, dimana pendidikan ibu yang tinggi dapat
meningkatkan pengetahuan gizi menjadi lebih baik. Perhatian kader posyandu yang
kurang pada saat melaksanakan pendampingan akan mempunyai efek terhadap ibu balita
yang tidak memahami dalam hal pemberian makan anak sesuai dengan usia (PMBA).
Hal-hal tersebut berawal dari rendahnya pendidikan dan pengetahuan gizi kader
(Octadiana, 2014).
Tabel 2. Karakteristik Kader Posyandu
Variabel N %
Usia
< 28 tahun
> 28 tahun
5
25
16,7
83,3
Pendidikan
Rendah (SD-SMP)
Tinggi ( SMA-PT)
22
8
73,3
26,7
Pekerjaan kader
Bekerja
Tidak Bekerja (IRT)
24
6
80
20
Untuk pekerjaan kader posyandu terlihat sebagian besar kader tidak bekerja yani
80% sedangkan yang bekerja sebesar 20%, hal ini menunjukkan bahwa kader
berkonsentrasi membantu Puskesmas untuk dapat menjalankan pelayanan kesehatan di
posyandu dimana sebagian masyarakat berpartisipasi dalam rangka melakukan
penimbangan dan pemeriksaan anak dan bayi.
32
Tabel 3.
Lama Menjadi Kader , Mengikuti Pelatihan Kader dan Pemberian Insentif Kader
Variabel n %
Lama Menjadi Kader
< 5 tahun
> 5 tahun
5
25
17
83
Mengikuti Pelatihan Kader
Ya
Tidak
28
3
93
7
Pemberian Insentif Kader
Ya
Tidak
30
0
100
0
Dalam penelitian didapatkan bahwa lama menjadi kader posyandu di wilayah pagelaran
sebagian besar lebih dari 5 tahun yakni 83%, hal ini menunjukkan bahwa kader telah
menjalankan tugas dengan baik dan penuh tanggungjawab sehingga kader merasakan bahwa
memberikan pelayanan kesehatan memerlukan waktu yang lama agar didapatkan hasil kerja
yang maksimal. Jika dilihat dari pelatihan yang diikuti oleh kader sebagian besar telah
mengikuti pelatihan kader yakni 93% berarti kader telah mendapatkan keterampilan sesuai
dengan standar yang ada di pelayanan kesehatan (Puskesmas) selain itu juga pemberian
insentif kader juga dapat meningkatkan kehadiran kader di kegiatan posyandu walaupun
pemberian insentif masih dilakukan 3 bulan sekali.
Tabel 4
Pengetahuan Kader Tentang PMBA, Peran Serta Kader Memberikan Pelayanan
Kesehatan , Memberikan Penyuluhan Kesehatan
Variabel n %
Pengetahuan Kader
Baik
Kurang
Peran Serta Kader
Baik
Kurang
Kader Memberikan Penyuluhan
Ya
Tidak
19
11
27
3
23
7
63
37
90
10
77
23
Pengetahuan kader tentang PMBA menunjukkan bahwa sebagian besar memahami
PMBA yakni 63%, sehingga peran kader dalam pemberian pelayanan kesehatan secara tidak
langsung juga menjadi tinggi yakni 90% dengan demikian dalam setiap kegiatan posyandu
kader sebagian besar memberikan penyuluhan tentang kesehatan yakni 77%. Ibu menilai
33
praktek pendampingan yang dilakukan oleh kader bermanfaat untuk menambah pengetahuan
ibu. Kader menggunakan media buku catatan pada saat melakukan tindakan dan memberikan
catatan kepada ibu di akhir saat berkunjung. Pada akhir kunjungan, kader kembali
menanyakan pemahaman ibu dan mendorong ibu untuk melakukan tindakan perbaikan
praktik pemberian makan pada bayi dan anaknya. Seharusnya kegiatan pendampingan tidak
cukup dilakukan hanya sekali, perubahan praktik PMBA yang terjadi mungkin masih sebatas
mencoba perilaku baru, perlu konseling lebih lanjut sampai ibu dapat melestarikan perilaku
baru dalam hidupnya (Kemenkes, 2014)
Tabel 5.
Peran Kader Memantau Kehadiran Balita dan Melakukan Pendampingan PMBA
Variabel n %
Peran Kader Memantau
Dipantau
Tidak dipantau
Pendampingan PMBA
Ya
Tidak
16
14
28
2
53
47
93%
7%
Peran kader dalam memantau kegiatan posyandu terutama balita yang harus datang saat
diadakannya kegiatan posyandu atau sering disebut partisipasi dari ibu balita (D/S) dilakukan
oleh kader sebesar 53%, masih belum tingginya masyarakat memahami tentang pentingnya
kesehatan terutama pada balita terlihat dari kehadiran di posyandu saat penimbangan. Namun
demikian model peran serta kader posyandu terlihat saat kader melakukan pendampingan
PMBA, sebagian besar kader di desa pagelaran melakukan pendampingan PMBA yakni
sebesar 93% dengan melakukan kunjungan ke rumah saat balita atau bayi diberikan makan
sejak pagi, siang dan sore, hal ini menunjukkan bahwa peran serta kader membantu
mengingatkan ibu untuk memberikan makan sesuai dengan usia dan jenis makanan yang
harus diberikan.
Pada saat memberikan makan pendamping ASI, ada beberapa faktor yang harus
diperhatikan oleh ibu, yaitu usia bayi /anak, frekuensi pemberian, jumlah porsi,
bentuk/kekentalan/tekstur, variasi, respon aktif dan kebersihan.10 Semakin bertambah usia
maka kebutuhan gizi bayi dan anak semakin meningkat sehingga jumlah makan pun harus
bertambah sesuai usia. Hampir separuh ibu bayi dan anak memberikan jumlah makanan yang
tidak sesuai dengan usia dan pemberian konseling belum bisa meningkatkan praktik PMBA
khususnya jumlah porsi. Jika jumlah porsi makanan kurang dari kebutuhan maka dapat
34
berdampak pada pertumbuhan bayi dan anak yaitu berat badan tidak naik. Masalah tersebut
dikemukakan oleh Patil et al. (2016) bahwa frekuensi, jumlah dan konsistensi/bentuk
makanan masih bermasalah sehingga penting diberikan edukasi kepada ibu yang memiliki
bayi diatas 6 bulan tentang pengetahuan pemberian makan bayi dan anak (Patil, 2016)
Pelatihan PMBA untuk kader merupakan pelatihan pertama kali yang diterima oleh
kader yang telah dilakukan oleh mahasiswa praktek kerja lapangan yang didampingi oleh
puskesmas Pagelaran. Kegiatan pelathan yang diberikan oleh puskesmas dan mahasiswa
kepada kader posyandu kemudian kader mengkomunikasikan dua arah secara interpersonal
dengan suasana tenang, sehingga Ibu menjadi lebih terbuka untuk menceritakan
permasalahan gizi dan kesehatan anaknya. Konsep pelatihan melalui komunikasi dua arah
juga dapat meningkatkan pengetahuan ibu sebagai dasar proses perubahan perilaku. Proses
dalam pembeian pelatihan menggunakan 3 langkah yaitu 1) kader sebagai pendamping
berusaha menggali informasi sebanyak mungkin dari ibu 2) kader menganalisa informasi
yang disampaikan ibu dan menyimpulkan sehingga diketahui permasalahannya,3) kader
melakukan tindakan dengan memberikan informasi/pengetahuan dan saran sesuai dengan
permasalahan ibu (PERSAGI, 2013)
Berdasarkan uji statistik chi square diketahui bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan pengetahuan kader (p=0,218), lama menjadi kader (p=0,522) dan peran kader saat
pendampingan (p=0,571) pada ibu balita yang memberikan makan pada anaknnya. Walaupun
tidak terdapat hubungan, tetapi masih terlihat sebagian besar ibu memberikan makan pada
bayi tidak sesuai usianya baik dari jenis maupun bentuknya.
35
BAB. 5 KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara pendampingan ibu
dengan prilaku ibu dalam memberikan makan pada bayi. Namun demikian dalam
penelitian ini disimpulkan bahwa peran serta kader posyandu dalam melakukan
pendampingan menunjukkan adanya perubahan prilaku ibu yang mempunyai bayi dan
anak untuk dapat memberikan makanan utama sesuai dengan usianya dan pola
pemberian makan bayi dan anak.
B. SARAN
Perlu dilakukan pelatihan dan penyuluhan ulang terkait pemahaman kader
posyandu tentang PMBA dengan metode konseling (face to face) agar didapatkan
kedekatan secara personal sehingga kader dapat mentransfer ulang ke ibu balita dengan
lebih baik. Hal ini perlu dilakukan untuk mendapatkan peningkatan perubahan prilaku
makan pada anak terutama bayi sesuai dengan usianya.
36
BAB 6. LUARAN YANG DICAPAI
Jurnal
IDENTITAS JURNAL
1 Nama Jurnal Media Gizi Indonesia
2 Website Jurnal https://e-journal.unair.ac.id/MGI/index
3 Status Makalah Submitted/Review/Accepted
4 Jenis Jurnal Jurnal Nasional Terakreditasi Sinta-2
4 Tanggal Submit 13-04-2020
5 Bukti Screenshot submit
LUARAN TAMBAHAN
IDENTITAS HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL 1 Nama Karya Monografi Buku Panduan PMBA
2 Jenis HKI Hak Cipta/ Hak Paten.
3 Status HKI Draft/Submitted/Granted
37
BAB 7. RENCANA TINDAK LANJUT DAN PROYEKSI HILIRISASI
Hasil Penelitian Bahwa peran serta kader posyandu dalam melakukan
pendampingan menunjukkan adanya perubahan prilaku ibu
yang mempunyai bayi dan anak untuk dapat memberikan
makanan utama sesuai dengan usianya dan pola pemberian
makan bayi dan anak. Ibu menilai praktek pendampingan
yang dilakukan oleh kader bermanfaat untuk menambah
pengetahuan ibu. Kader menggunakan media buku catatan
pada saat melakukan tindakan dan memberikan catatan
kepada ibu di akhir saat berkunjung. Pada akhir kunjungan,
kader kembali menanyakan pemahaman ibu dan mendorong
ibu untuk melakukan tindakan perbaikan praktik pemberian
makan pada bayi dan anaknya. Seharusnya kegiatan
pendampingan tidak cukup dilakukan hanya sekali,
perubahan praktik PMBA yang terjadi mungkin masih
sebatas mencoba perilaku baru, perlu konseling lebih lanjut
sampai ibu dapat melestarikan perilaku baru dalam hidupnya
Rencana Tindak Lanjut Rencana hasil penelitian ini akan dikembangkan oleh
peneliti untuk memberikan pelatihan konseling PMBA
dengan cara melaksanakan pengabdian masyarakat
memanfaatkan hasil penelitian yang telah ditemukan, yakni
masih rendahnya pengetahuan ibu tentang PMBA, masih
banyaknya ibu yang memberikan asupan makan yang tidak
sesuai dengan usianya, dengan melihat kondisi seperti ini
rencana tindak lanjutnya adalah dilaksanakannya pelatihan
konseling PMBA tentang cara membuat makanan anak/bayi
sesuai dengan usia serta memberikan penambahan
pengetahuan gizi terkait dengan PMBA. Melakukan
kerjasama dengan puskesmas Pagelaran untuk
mengembangkan program yang telah diluncurkan
Pemerintah agar kader posyandu di desa pagelaran dapat
meningkatkan pendampingan PMBA kepada para ibu,
sehingga ibu dapat memberikan asupan makannya sesuai
dengan usia anaknya.
38
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad A. (2018), Efektifitas model edukasi gizi dengan kartu monitoring makanan dan
biscuit MP-ASI terhadap pertumbuhan dan status anemia pada anak gizi kurang usia 6-23
bulan di Aceh. [Disertasi]. Bogor (ID); Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Ambarwati R, Muis SF, Susantini P. (2013). Pengaruh konseling laktasi intensif terhadap
pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif sampai 3 bulan. Gizi Indo.; 2(1): 15-23.
Anis, Choiriah. 2013. Pengaruh Kecerdasan Emosional, Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan
Spiritual, dan Etika Profesi Terhadap Kinerja Auditor Dalam Kantor Akuntan Publik. Skripsi
: Fakultas ekonomi Universitas Padang
Arfah Sagita (2017). Peran Kader Posyandu Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Ibu dan
Anak di Dusun Lamasariang Kelurahan Balanipa Kecamatan Balanipa Kabupaten Poliwali
Mandar. Skripsi. Fakultas Dawah dan Komuniasi UIN Alaudin Makasar
Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. 2014. Panduan Fasilitator Modul Pelatihan
Konseling Pemberian Makan Bayi dan Anak. Jakarta Dikertur Jenderal Bina Gizi dan
Kesehatan Ibu dan Anak
Fatmawati. 2012. Hubungan Motivasi Kader dengan Pelaksanaan Peran Kader Posyandu di
Kelurahan Sumbersari Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember. Skripsi: S1 Keperawatan
Universitas Jember.
Hardyta C. 2013. Tingkat Pengetahuan Kader tentang Peran dan Fungsi Kader di Kelurahan
Kadipiro Surakarta Tahun 2013. Surakarta: Karya Tulis Ilmiah D-III Kebidanan STIKes
Kusuma Husada Surakarta.
Hidayat AA. 2010. Metode Penelitian Kesehatan Pradigma. Kuantitatif, Jakarta: Health
Books.
Limawan (2014), Inisiasi Menyusui Dini dan Pemberian ASI Secara Eksklusif. Klaten: Kabid
Kesmas Dinkes Klaten.
Lina Nurbaiti (2017), Studi Kasus Kualitatif Pelaksanaan Program Pemberian Makan Bayi
dan Anak Lima Puskesmas di Lombok Tengah, Jurnal Kedokteran Unram 2017, 6 (4): 1-6
ISSN 2301-5977, e-ISSN 2527-7154
Nurwulansari F, Sunjaya D, Gurnida DA (2018). Analisis hasil jangka pendek pelaksanaan
konseling pemberian makan bayi dan anak menggunakan pemodelan RASCH. Gizi
Indon.;41(2):85-96
Kementerian Kesehatan RI (2014), Modul Pelatihan Pemberian Makan Bayi dan Anak untuk
Petugas Kesehatan dan Kader.Jakarta (ID): Direktorat Bina Gizi, Direktorat Jenderal Bina
Gizi dan KIA
Patil N, Bawa R, Patil RR. (2016) Study of complementary feeding practices in mothers of
infants age 6-12 months. International Journal of Pediatric Research.;3. ISSN 2349-5499.
39
Persatuan Ahli Gizi (PERSAGI), (2013) Konseling Gizi.Jakarta(ID): Penebar plus
Septiana, R. (2010). Hubungan Antara Pola Asuh Pemberian Makanan Pendamping ASI
dengan Status Gizi Balita Usia 6-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Gedongtengen
Yogyakarta. jurnal kesehatan masyarakat vol 4 no 2.
Setyowati, H.,Sofiyanti, I.,Widayanti,H. (2018). Penyusunan Media Informasi Tentang
Praktek Pemberian Maklan Untuk Mencegah Stunting Pada Anak Baduta. Indinesian Jurnal
Of Midwivery. Vol 1. No 2 september 2018. Hal 112. Diakses pada tangga 4 november 2018.
Wardani, Y. (2017). Hubungan Antara Asupan Makanan dengan Status Gizi Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Sewo I Bantul. Diakses pada tanggal 4 oktober 2019.
Zulaikha, Siti (2012). Efektivitas Gizi Dengan Media Booklat Terhadap Pengetahuan Gizi.
Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol 7. No 2 Januari 2012. Hal 121-128. Diakses pada tanggal
7 November 2018.
40
LAMPIRAN
Jurnal Media Gizi Indonesia (Submission)
MODEL PERAN SERTA KADER POSYANDU DALAM MELAKUKAN
PENDAMPINGAN PMBA USIA 6-24 BULAN DI DESA PAGELARAN
KECAMATAN PAGELARAN PANDEGLANG, BANTEN
Role Model As Well as Posyandu cadre in Conducting PMBA 6-24 Months in pagelaran
village, Pageleran Pandeglang, Banten
Ahmad Faridi1, Mohammad Furqan1, Arif Setyawan2, Falah Indriawati Barokah3
1 Prodi Gizi Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka 2 Prodi Kesmas Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka 3 Prodi Gizi STIKes Pertamedika Jakarta
Email: [email protected]
ABSTRAK
Prevalensi balita pendek menurut laporan Riskesdas 2013 yaitu stunting sebesar 37,2% dan
menurun menjadi 30,8% pada Riskesdas 2018. Angka prevalensi di Banten untuk gizi kurang masih
di atas 15% dan angka stunting di atas 27,8%. Salah satu determinan terjadinya stunting adalah
pemberian makanan bayi dan anak yang tidakmemenuhi kecukupan gizi, hal ini dapat terkait dengan
pola pengasuhan, keragaman dalam pemberian pangan, pengetahuan ibu atau pengasuh mengenai
makanan dengan gizi seimbang dan juga peran kader posyandu untuk memotivasi dan mendukung ibu
untuk melakukan praktek pemberian makanan bayi dan anak dengan benar. Tujuan dalam penelitian
ini mengidentifikasi peran kader dalam mendukung ibu untuk mempraktekkan PMBA. Desain dalam
penelitian ini menggunakan pendekatan crossectional Study untuk melihat tingkat keberhasilan
PMBA. Data keberhasilan dan peran kader dilakukan dengan mengggunakan uji khai-kuadrat.
Namun demikian dalam penelitian ini disimpulkan bahwa peran serta kader posyandu dalam
melakukan pendampingan menunjukkan adanya perubahan prilaku ibu yang mempunyai bayi
dan anak untuk dapat memberikan makanan utama sesuai dengan usianya dan pola pemberian
makan bayi dan anak.
Kata Kunci : Model peran serta, Kader Posyandu, PMBA, Status Gizi
ABSTRACT
Prevalence of short toddlers according to the 2013 Riskesdas report is stunting by 37.2% and
decreased to 30.8% in Riskesdas 2018. The prevalence rate in Banten for undernutrition is
still above 15% and the stunting rate is above 27.8%. One of the determinants of stunting is
infant and child feeding which does not meet nutritional adequacy, this can be related to
parenting patterns, diversity in feeding, maternal or caregiver knowledge about food with
balanced nutrition and also the role of posyandu cadres to motivate and support mothers to
carry out practice feeding your baby and child properly. Purpose of this study is to identify
the role of cadres in supporting mothers to practice PMBA. The design in this study uses a
cross-sectional study approach to see the level of PMBA success. Data on the success and
role of cadres is done by using the khai-squared test. However, in this study it was concluded
41
that the role of posyandu cadres in providing assistance showed a change in the behavior of
mothers who have babies and children to be able to provide main food according to their age
and feeding patterns of infants and children. Keywords: Participatory models, Posyandu cadres, PMBA, Nutrition Status
PENDAHULUAN
Stunting merupakan gangguan pertumbuhan linier ditandai dengan Panjang atau tinggi
badan tidaksesuai dengan umurnya. Stunting dapat mengakibatkan anak tidak mampu
mencapai potensi genetik,mengindikasikan kejadian jangka panjang dan dampak kumulatif
dari ketidakcukupan konsumsi zat gizi, kondisi kesehatan dan pengasuhan yang tidak
memadai.
Prevalensi balita pendek menurut laporan Riskesdas 2013 yaitu stunting sebesar 37,2%
dan menurun menjadi 30,8% pada Riskesdas 2018. Angka prevalensi di Banten untuk gizi
kurang di wilayah Banten masih di atas 15% dan angka stunting di atas 27,8%. Salah satu
determinan terjadinya stunting adalah pemberian makanan bayi dan anak yang
tidakmemenuhi kecukupan gizi, hal ini dapat terkait dengan pola pengasuhan, keragaman
dalam pemberian pangan, pengetahuan ibu atau pengasuh mengenai makanan dengan gizi
seimbang dan juga peran kader posyandu untuk memotivasi dan mendukung ibu untuk
melakukan praktek pemberian makanan bayi dan anak dengan benar.
Berdasarkan hasil penelitian Lina Nurbaiti (2017), pelaksanaan program PMBA dan
pelatihan kader masih belum maksimal. Hal tersebut terjadi karena petugas gizi yang sudah
mendapatkan pelatihan lengkap PMBA hanya 1 orang dari tiap puskesmas. Di tingkat desa,
dari masing-masing desa hanya 1 kader yang telah mengikuti pelatihan PMBA. Kelima
informan menyatakan kurangnya SDM ini menyebabkan petugas tidak bisa mencakup
seluruh balita di wilayah kerja Puskesmas masing-masing.
Upaya untuk meningkatkan kesehatan dan gizi anak sebagaimana diamanatkan oleh
Undang Undang Dasar Tahun 1945 dan Perjanjian Internasional seperti KonvensiHak Anak
(Komisi Hak Azasi Anak PBB, 1989,Pasal 24), yakni memberikan makanan yang terbaik
bagianak usia di bawah 2 tahun. Untuk mencapai hal tersebut,Strategi Nasional Peningkatan
Pemberian ASI dan MP-ASI merekomendasikan pemberian makanan yangbaik dan tepat bagi
bayi dan anak 0-24 bulan adalah: (1)inisiasi menyusu dini segera setelah lahir minimal
selama1 jam; (2) pemberian ASI eksklusif sampai usia 6bulan; (3) memberikan Makanan
Pendamping ASI (MPASI)mulai usia 6 bulan; (4) meneruskan pemberian ASIsampai usia 2
tahun atau lebih (Liman, 2014)
42
Dalam upaya mendukung keberhasilan program pembangunan kesehatan maka telah
ditetapkan arah dan strategi pembangunan dalam upaya peningkatan status pangan dan gizi
masyarakat seperti yang tercantum dalam Peraturan Presiden no. 43 tentang Rencana Kerja
Pemerintah Tahun 2015. Kebijakan dan strategi itu diantaranya melalui peningkatan
pembinaan dan pendidikan gizi masyarakat. Kegiatan yang dilakukan diantaranya adalah
peningkatan pemantauan pertumbuhan balita secara rutin di posyandu, peningkatan integrasi
pesan pendidikan tentang perbaikan gizi dalam gerakan 1000 hari pertama kehidupan seperti
Pemberian Makan Bayi dan Anak ( Noviati, Susanto JC, Selina H, Mexitalia M, 2006)
METODE
Penelitian ini merupakan observasional analitik dengan desain cross sectional yang
dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Pagelaran dengan pertimbangan puskesmas tersebut
telah mendapatkan pelatihan tentang PMBA. Sampel dalam penelitian ini adalah kader
posyandu yang telah mendapatkan pelatihan PMBA atau telah mendapatkan pelatihan
pengelolaan posyandu serta cara pemberian makanan tambahan pada anak dengan jumlah
sampel sebanyak 30 kader posyandu.
Variabel yang diteliti adalah karakteristik kader, pengetahuan kader , pendidikan, lama
menjadi kader, pemberdayaan masyarakat dan melaksanakan kegiatan pendampingan PMBA.
Data yang dikumpulkan kemudian di analisis univariat dan bivariat. Analisis univariat untuk
mendeskripsikan data kategorik semua variabel yang diteliti dan analisis bivariat untuk mengetahui
Hubungan model peran serta kader posyandu dengan karakteristik, pengetahuan kader, pendidikan,
lama menjadi kader serta kegiatan pendampingan PMBA menggunakan uji Khai-Kuadrat (p<0,05)
(Riyanto, 2011). Pengolahan data dengan software SPSS 16.0.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik kader
Karakteristik kader yang diteliti adalah usia dan pendidikan kader. Berdasarkan hasil
penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar kader berpendidikan rendah ( SD, SMP) sebesar
73% dan tinggi (SMA dan PT) sebesar 27%, sedangkan usia berkisar antara 24 – 55 tahun.
Pendidikan kader yang rendah seperti pendidikan dasar dapat mempengaruhi tingkat
pemahaman tentang pengetahuan. Hal tersebut disebabkan karena pendidikan dan
pengetahuan gizi ibu yang rendah, dimana pendidikan ibu yang tinggi dapat meningkatkan
pengetahuan gizi menjadi lebih baik. Perhatian kader posyandu yang kurang pada saat
43
melaksanakan pendampingan akan mempunyai efek terhadap ibu balita yang tidak
memahami dalam hal pemberian makan anak sesuai dengan usia (PMBA).
Tabel 1. Karakteristik Kader Posyandu
Variabel n %
Usia
< 28 tahun
> 28 tahun
5
25
16,7
83,3
Pendidikan
Rendah (SD-SMP)
Tinggi ( SMA-PT)
22
8
73,3
26,7
Pekerjaan kader
Bekerja
Tidak Bekerja (IRT)
24
6
80
20
Untuk pekerjaan kader posyandu terlihat sebagian besar kader tidak bekerja yani 80%
sedangkan yang bekerja sebesar 20%, hal ini menunjukkan bahwa kader berkonsentrasi
membantu Puskesmas untuk dapat menjalankan pelayanan kesehatan di posyandu dimana
sebagian masyarakat berpartisipasi dalam rangka melakukan penimbangan dan pemeriksaan
anak dan bayi.
Tabel 2.
Lama Menjadi Kader , Mengikuti Pelatihan Kader dan Pemberian Insentif Kader
Variabel n %
Lama Menjadi Kader
< 5 tahun
> 5 tahun
5
25
17
83
Mengikuti Pelatihan Kader
Ya
Tidak
28
3
93
7
Pemberian Insentif Kader
Ya
Tidak
30
0
100
0
Dalam penelitian didapatkan bahwa lama menjadi kader posyandu di wilayah pagelaran
sebagian besar lebih dari 5 tahun yakni 83%, hal ini menunjukkan bahwa kader telah
menjalankan tugas dengan baik dan penuh tanggungjawab sehingga kader merasakan bahwa
memberikan pelayanan kesehatan memerlukan waktu yang lama agar didapatkan hasil kerja
yang maksimal. Jika dilihat dari pelatihan yang diikuti oleh kader sebagian besar telah
mengikuti pelatihan kader yakni 93% berarti kader telah mendapatkan keterampilan sesuai
dengan standar yang ada di pelayanan kesehatan (Puskesmas) selain itu juga pemberian
44
insentif kader juga dapat meningkatkan kehadiran kader di kegiatan posyandu walaupun
pemberian insentif masih dilakukan 3 bulan sekali. Peran kader posyandu merupakan bagian
vital dalam meningkatkan partisipasi ibu dan anak balita untuk ikut imunisasi di posyandu
seperti, peran kader posyandu ada 3 (tiga) yakni peran kader posyandu pertama, sosialisasi,
kedua, penyuluhan, ketiga, pendampingan yang menjelaskan secara terinci peran kader
posyandu (Arfah S, 2017)
Tabel 3
Pengetahuan Kader Tentang PMBA, Peran Serta Kader Memberikan Pelayanan
Kesehatan , Memberikan Penyuluhan Kesehatan
Variabel n %
Pengetahuan Kader
Baik
Kurang
Peran Serta Kader
Baik
Kurang
Kader Memberikan Penyuluhan
Ya
Tidak
19
11
27
3
23
7
63
37
90
10
77
23
Pengetahuan kader tentang PMBA menunjukkan bahwa sebagian besar memahami
PMBA yakni 63%, sehingga peran kader dalam pemberian pelayanan kesehatan secara tidak
langsung juga menjadi tinggi yakni 90% dengan demikian dalam setiap kegiatan posyandu
kader sebagian besar memberikan penyuluhan tentang kesehatan yakni 77%. Ibu menilai
praktek pendampingan yang dilakukan oleh kader bermanfaat untuk menambah pengetahuan
ibu. Kader menggunakan media buku catatan pada saat melakukan tindakan dan memberikan
catatan kepada ibu di akhir saat berkunjung. Pada akhir kunjungan, kader kembali
menanyakan pemahaman ibu dan mendorong ibu untuk melakukan tindakan perbaikan
praktik pemberian makan pada bayi dan anaknya. Seharusnya kegiatan pendampingan tidak
cukup dilakukan hanya sekali, perubahan praktik PMBA yang terjadi mungkin masih sebatas
mencoba perilaku baru, perlu konseling lebih lanjut sampai ibu dapat melestarikan perilaku
baru dalam hidupnya (Kemenkes, 2014)
45
Tabel 4.
Peran Kader Memantau Kehadiran Balita dan Melakukan Pendampingan PMBA
Variabel n %
Peran Kader Memantau
Dipantau
Tidak dipantau
Pendampingan PMBA
Ya
Tidak
16
14
28
2
53
47
93%
7%
Peran kader dalam memantau kegiatan posyandu terutama balita yang harus datang saat
diadakannya kegiatan posyandu atau sering disebut partisipasi dari ibu balita (D/S) dilakukan
oleh kader sebesar 53%, masih belum tingginya masyarakat memahami tentang pentingnya
kesehatan terutama pada balita terlihat dari kehadiran di posyandu saat penimbangan. Namun
demikian model peran serta kader posyandu terlihat saat kader melakukan pendampingan
PMBA, sebagian besar kader di desa pagelaran melakukan pendampingan PMBA yakni
sebesar 93% dengan melakukan kunjungan ke rumah saat balita atau bayi diberikan makan
sejak pagi, siang dan sore, hal ini menunjukkan bahwa peran serta kader membantu
mengingatkan ibu untuk memberikan makan sesuai dengan usia dan jenis makanan yang
harus diberikan.
Pada saat memberikan makan pendamping ASI, ada beberapa faktor yang harus
diperhatikan oleh ibu, yaitu usia bayi /anak, frekuensi pemberian, jumlah porsi,
bentuk/kekentalan/tekstur, variasi, respon aktif dan kebersihan.10 Semakin bertambah usia
maka kebutuhan gizi bayi dan anak semakin meningkat sehingga jumlah makan pun harus
bertambah sesuai usia. Hampir separuh ibu bayi dan anak memberikan jumlah makanan yang
tidak sesuai dengan usia dan pemberian konseling belum bisa meningkatkan praktik PMBA
khususnya jumlah porsi. Jika jumlah porsi makanan kurang dari kebutuhan maka dapat
berdampak pada pertumbuhan bayi dan anak yaitu berat badan tidak naik. Masalah tersebut
dikemukakan oleh Patil et al. (2016) bahwa frekuensi, jumlah dan konsistensi/bentuk
makanan masih bermasalah sehingga penting diberikan edukasi kepada ibu yang memiliki
bayi diatas 6 bulan tentang pengetahuan pemberian makan bayi dan anak (Patil, 2016)
Pelatihan PMBA untuk kader merupakan pelatihan pertama kali yang diterima oleh
kader yang telah dilakukan oleh mahasiswa praktek kerja lapangan yang didampingi oleh
puskesmas Pagelaran. Kegiatan pelathan yang diberikan oleh puskesmas dan mahasiswa
kepada kader posyandu kemudian kader mengkomunikasikan dua arah secara interpersonal
dengan suasana tenang, sehingga Ibu menjadi lebih terbuka untuk menceritakan
46
permasalahan gizi dan kesehatan anaknya. Konsep pelatihan melalui komunikasi dua arah
juga dapat meningkatkan pengetahuan ibu sebagai dasar proses perubahan perilaku. Proses
dalam pembeian pelatihan menggunakan 3 langkah yaitu 1) kader sebagai pendamping
berusaha menggali informasi sebanyak mungkin dari ibu 2) kader menganalisa informasi
yang disampaikan ibu dan menyimpulkan sehingga diketahui permasalahannya,3) kader
melakukan tindakan dengan memberikan informasi/pengetahuan dan saran sesuai dengan
permasalahan ibu (PERSAGI, 2013)
Berdasarkan uji statistik chi square diketahui bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan pengetahuan kader (p=0,218), lama menjadi kader (p=0,522) dan peran kader saat
pendampingan (p=0,571) pada ibu balita yang memberikan makan pada anaknnya. Walaupun
tidak terdapat hubungan, tetapi masih terlihat sebagian besar ibu memberikan makan pada
bayi tidak sesuai usianya baik dari jenis maupun bentuknya.
KESIMPULAN DAN SARAN
Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara pendampingan ibu dengan
prilaku ibu dalam memberikan makan pada bayi. Namun demikian dalam penelitian ini
disimpulkan bahwa peran serta kader posyandu dalam melakukan pendampingan
menunjukkan adanya perubahan prilaku ibu yang mempunyai bayi dan anak untuk dapat
memberikan makanan utama sesuai dengan usianya dan pola pemberian makan bayi dan
anak.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad A. (2018), Efektifitas model edukasi gizi dengan kartu monitoring makanan dan
biscuit MP-ASI terhadap pertumbuhan dan status anemia pada anak gizi kurang usia 6-23
bulan di Aceh. [Disertasi]. Bogor (ID); Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Ambarwati R, Muis SF, Susantini P. (2013). Pengaruh konseling laktasi intensif terhadap
pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif sampai 3 bulan. Gizi Indo.; 2(1): 15-23.
Arfah Sagita (2017). Peran Kader Posyandu Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Ibu dan
Anak di Dusun Lamasariang Kelurahan Balanipa Kecamatan Balanipa Kabupaten Poliwali
Mandar. Skripsi. Fakultas Dawah dan Komuniasi UIN Alaudin Makasar
Limawan (2014), Inisiasi Menyusui Dini dan Pemberian ASI Secara Eksklusif. Klaten: Kabid
Kesmas Dinkes Klaten.
Lina Nurbaiti (2017), Studi Kasus Kualitatif Pelaksanaan Program Pemberian Makan Bayi
dan Anak Lima Puskesmas di Lombok Tengah, Jurnal Kedokteran Unram 2017, 6 (4): 1-6
ISSN 2301-5977, e-ISSN 2527-7154
47
Nurwulansari F, Sunjaya D, Gurnida DA (2018). Analisis hasil jangka pendek pelaksanaan
konseling pemberian makan bayi dan anak menggunakan pemodelan RASCH. Gizi
Indon.;41(2):85-96
Kementerian Kesehatan RI (2014), Modul Pelatihan Pemberian Makan Bayi dan Anak untuk
Petugas Kesehatan dan Kader.Jakarta (ID): Direktorat Bina Gizi, Direktorat Jenderal Bina
Gizi dan KIA
Patil N, Bawa R, Patil RR. (2016) Study of complementary feeding practices in mothers of
infants age 6-12 months. International Journal of Pediatric Research.;3. ISSN 2349-5499.
Persatuan Ahli Gizi (PERSAGI), (2013) Konseling Gizi.Jakarta(ID): Penebar plus
Septiana, R. (2010). Hubungan Antara Pola Asuh Pemberian Makanan Pendamping ASI
dengan Status Gizi Balita Usia 6-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Gedongtengen
Yogyakarta. jurnal kesehatan masyarakat vol 4 no 2.
Setyowati, H.,Sofiyanti, I.,Widayanti,H. (2018). Penyusunan Media Informasi Tentang
Praktek Pemberian Maklan Untuk Mencegah Stunting Pada Anak Baduta. Indinesian Jurnal
Of Midwivery. Vol 1. No 2 september 2018. Hal 112. Diakses pada tangga 4 november 2018.
Wardani, Y. (2017). Hubungan Antara Asupan Makanan dengan Status Gizi Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Sewo I Bantul. Diakses pada tanggal 4 oktober 2019.
Zulaikha, Siti (2012). Efektivitas Gizi Dengan Media Booklat Terhadap Pengetahuan Gizi.
Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol 7. No 2 Januari 2012. Hal 121-128. Diakses pada tanggal
7 November 2018.
LUARAN TAMBAHAN
Monograf Buku Panduan PMBA (draft)
Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA) Dan Pendampingan Kader Posyandu
Ahmad Faridi, SP, MKM Mohammad Furqan, SKM, MKM
Daftar Isi
1. Pengertian PMBA 1
2. Tujuan PMBA 1
3. Persyaratan PMBA 2
4. Prinsip PMBA 3
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi PMBA 5
6. Faktor penghambat PMBA 6
7. Dampak masalah PMBA 7
8. Kriteria PMBA yang Baik 8
9. Macam-macam MP-ASI 9
10. Macam-macam bentuk MP-ASI 10
11. PMBA anak usia 6 bulan 11
12. PMBA anak usia 6-9 bulan 13
13. PMBA anak usia 9-12 bulan 14
14. PMBA anak usia 12-24 bulan 15
15. Contoh menu makan bayi dan anak 17
Apa Itu
PMBA?
PMBA atau Pemberian Makanan Bayi
dan Anak menurut Kamus Kesehatan yaitu Melakukan
Inisiasi Menyusui Dini (IMD), melakukan ASI
Ekslusif, memberikan MP ASI mulai usia 6 bulan dan
melanjutkan menyusui sampai 2 tahun atau lebih.
Tujuan PMBA
1. Memenuhi kebutuhan gizi bayi 2. Mengembangkan kemampuan bayi untuk menerima
berbagai macam makanan dengan berbagai rasa dan
teskstur yang pada akhirnya mampu menerima makanan
keluarga. 3. Mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah dan
menelan.
Persyaratan PMBA
1. Tepat Waktu: Mulai diberikan saat anak berusia 6
bulan. 2. Adekuat: PMBA harus mengandung cukup energi,
protein, dan vitamin & mineral. 3. Aman: Penyimpanan, penyiapan, dan pengolahan
harus diperhatikan kebersihannya. 4. Tepat cara pemberian: PMBA diberikan dengan tanda
lapar dan ada nafsu makan yang ditunjukkan bayi serta
frekuensi dan cara pemberiannya sesuai dengan umur
bayi.
1 2
Prinsip PMBA
1. Inisiasi menyusui dini
Bayi diletakkan di dada ibu lalu bayi secara
spontan akan mencari sendiri puting ibu untuk menyusui.
Dari proses IMD, bayi mendapatkan manfaat dari kontak
kulit pertama dengan ibu, yaitu terpapar bakteri baik dari
ibu.
2. ASI Eksklusif sejak lahir hingga 6 bulan (Pemberian ASI
tanpa diberikan cairan dan makanan lain).
3
3. Makanan Pendamping ASI
MP-ASI diberikan mulai usia 6 bulan. Makanan buatan
rumah yang memenuhi kebutuhan energi & nutrisi bayi,
dari bahan baku lokal & harga terjangkau.
4. ASI diteruskan sampai minimal 2 tahun.
4
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi PMBA
1. Pengetahuan ibu, Semakin baik pengetahuan gizi ibu
maka akan semakin memperhitungkan jenis dan jumlah
makanan yang dikonsumsi oleh bayinya. 2. Sikap ibu, Sikap yang baik terhadap pemberian MP-ASI
akan menyebabkan seorang ibu mampu menyusun
menu yang baik untuk dikonsumsi oleh bayinya. 3. Dukungan keluarga, dapat mempengaruhi asupan
makan anak . 4. Lingkungan.
5
Apa Saja Faktor Penghambat PMBA
1. Pemahaman, sikap dan praktek petugas kesehatan belum sepenuhnya mendukung peningkatan
pemberian ASI dan MPASI. 2. Belum adanya perlindungan atas hak-hak ibu bekerja
serta fasilitas yang mendukung pemberian ASI
eksklusif. 3. Pemahaman Ibu kurang 4. Beredarnya Iklan Susu Formula 5. Kondisi Darurat Bencana
6
Dampak masalah yang Terjadi Jika Tidak Tepat dalam Memberikan PMBA
1. Anak mengalami malnutrisi. 2. Mengalami gizi buruk. 3. Menurunkan daya tahan tubuh. 4. Menghambat pertumbuhan dan
perkembangan anak.
Kriteria PMBA yang Baik
1. Padat energi, protein, dan zat gizi mikro (Fe, Zinc,
Kalsium, Vit A, V it C, dan Folat). 2. Tidak berbumbu tajam, tidak menggunakan gula,
garam, penyedap rasa, pewarna, dan pengawet. 3. Mudah ditelan dan disukai anak. 4. Pangan lokal dan harga terjangkau.
7 8
Macam-macam makanan pendamping ASI
1. Makanan pendamping ASI dari bahan
makanan lokal yang dibuat sendiri. 2. Makanan pendamping ASI pabrikan yang
difortifikasi dalam bentuk, kaleng atau botol.
9
Macam-macam Bentuk
Makanan Pendamping ASI
1. Makanan Lumat, Diberikan mulai umur 6 bulan, seperti
bubur, biscuit yang dilumatkan, bubur kacang hijau,
pisang lumat dan tomat saring. 2. Makanan Lembik, Diberikan setelah makanan lumat
sampai usia 9 bulan seperti nasi tim bayi, bubur
campur, biscuit, bubur kacang hijau, pisang, pepaya,
jeruk dll. 3. Makanan Keluarga, Diberikan umur 12 bulan ke atas,
makanan sama dengan makanan keluarga tetapi dipilih
dari jenis makanan yang lunak dan tidak pedas.
10
Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA)
A. Mulai memberikan makanan tambahan saat bayi berusia 6 bulan
Dimulai saat usia 6 bulan, bayi memerlukan
tambahan makanan selain ASI. Berikan ASI sesering
mungkin dan berikan ASI terlebih dahulu sebelum
memberikan makanan lain. Saat memberikan makanan,
ingatlah mengenai: Frekuensi, Jumlah, Kepekatan,
Variasi, Pemberian makan secara aktif dan Kebersihan.
11
1. Frekuensi: 2-3 kali sehari. 2. Jumlah: Berikan 2 sampai 3 sendok setiap makan
(sebagai pengenal rasa). 3. Bentuk : Cukup Kental 4. Variasi: Mulai dengan makanan pokok (jagung,
gandum, nasi, padi-padian, kentang, ubi, pisang
atau kentang yang dilumatkan). 5. Pemberian makan secara aktif: 6. Bayi mungkin perlu waktu untuk terbiasa dengan
makanan lain selain ASI.
o Jangan memaksa bayi untuk makan. o Gunakan piring tersendiri untuk memberi
makan bayi untuk memastikan ia makan seluruh makanan yang diberikan.
7. Kebersihan: Kebersihan yang baik penting untuk
menghindari diare dan penyakit lain. o Cuci tangan ibu dengan sabun sebelum
menyiapkan makanan/memberikan makan bayi.
o Cuci tangan ibu dan bayi sebelum makan.
12
B. Pemberian makan bayi dan anak usia 6-9 bulan
1. Frekuensi : 2-3 kali sehari. 2. Jumlah : Meningkatkan jumlahnya secara perlahan
menjadi setengah cangkir 250 ml 3. Bentuk : Makanan lumat. 4. Variasi : makanan hewani kaya zat besi (daging,
telur dan produk-produk susu), makanan pokok,
kacang-kacangan, buah-buahan, dan sayuran. 5. Tambahkan tabur gizi diberikan 2 hari satu kali. 6. Pemberian makan secara aktif
o Bersabarlah dan terus berusaha agar bayi
mau makan. o Jangan memaksa bayi untuk makan.
7. Kebersihan : PHBS sangat penting untuk
menghindari diare dan penyakit lainnya.
13
C. Pemberian makan bayi dan anak usia 9-12 bulan
1. Frekuensi : 3-4 kali sehari. 2. Jumlah : Tingkatkan jumlahnya secara perlahan
menjadi setengah cangkir 250 ml. 3. Bentuk : Berikan makan keluarga yang dipotong-
potong, makanan yang bisa ia pegang, dan makanan
yang diiris-iris. 4. Variasi : makanan hewani kaya zat besi (daging,
telur dan produk-produk susu), makanan pokok,
kacang-kacangan, buah-buahan, dan sayuran. 5. Tambahkan tabur gizi diberikan 2 hari satu kali. 6. Pemberian makan secara aktif. 7. Kebersihan : PHBS yang baik adalah penting untuk
menghindari diare dan penyakit lainnya.
14
D. Pemberian makan bayi dan anak usia 12-24
bulan
1. Frekuensi : 3-4 kali sehari. 2. Jumlah : Tingkatkan jumlahnya secara
perlahan menjadi tiga perempat (3/4)
cangkir 250 ml. 3. Bentuk : Berikan makan keluarga yang
telah dipotong-potong, makanan yang bisa
ia pegang, dan makanan yang diiris-iris. 4. Variasi : makanan hewani kaya zat besi
(daging, telur dan produk-produk susu),
makanan pokok, kacang-kacangan, buah-
buahan, dan sayuran kaya vitamin A. 5. Tambahkan tabur gizi diberikan 2 hari satu
kali. 6. Pemberian makan secara aktif. 7. Kebersihan: Kebersihan yang baik adalah
penting untuk menghindari diare dan
penyakit lainnya.
15 16
Contoh Menu Makanan Pendamping ASI
1. Makan pendamping ASI untuk usia 6 bulan
Bubur Pisang
Bahan : Pisang Ambon 50 gr ASI 100 ml
Cara Membuat :
o Pisang ambon di kupas dan dipotong-potong
o Blender potongan pisang ambon dengan ASI yang sudah diperas.
Kandungan Gizi : Energi : 74,25 kkal Karbohidrat : 19,35 gr Protein : 0,9 gr Lemak : 0,15 gr
17
2. Makan Pendamping ASI Untuk Usia 6-9
Bulan
Bubur Kentang Daging Sapi Bahan : Kentang 50 gr Daging 30 gr Kubis 30 gr Tomat 30 gr Air : 30 ml
Cara Membuat : 1. Masukkan kentang dan daging sapi sampai hampir
matang. 2. Masukkan tomat kubis kemudian aduk sampai
matang.
Kandungan Gizi : Energi : 103,9 kkal Karbohidrat : 9,07 gr Protein : 7,27 gr Lemak : 4,43 gr
18
3. Makan Pendamping ASI Untuk Usia 9-12 Bulan
Nasi Tim Kacang Merah Nila
Bahan : Beras putih 30 gr Fillet ikan nila 35 gr Kacang merah 5 gr Lobak 25 gr Air 150 ml Cara membuat :
Beras kacang merah, dan ikan nila dimasak dengan cara di tim.
Setelah hampir matang, masukkan lobak dan aduk sampai matang.
Kandungan Gizi : Energi :150 kkal Karbohidrat : 27,53 gr Protein : 7,37 gr Lemak : 0,8 gr
19
4. Makan pendamping ASI untuk usia 12-24
bulan Nasi Tim ayam isi telur
Bahan : 20 gr beras, cuci bersih 625 cc air 25 gr hati ayam 50 gr tahu 25 gr tomat 25 gr daun kangkung yang muda, iris halus 1 sdt margarin / mentega
Cara membuat :
Rebus beras dengan air, hati ayam, dan tahu sambil terus diaduk hingga menjadi bubur.
Masukan kangkung dan tomat, masak sampai sayuran matang.
Tambahkan margarin/mentega. Angkat
20
Daftar Pustaka
1. Anonim. (2013). Makanan Pendamping ASI (MP-ASI). Dinas Pemerintah
Kabupaten Dairi. 2. Direktorat Bina Gizi. (2014). Panduan
Penyelenggaraan Pelatihan Konseling
Pemberian Makanan Pada Bayi dan Anak .
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 3. Diastiti, N. (2015). Kumpulan resep MP-
ASI. Yogyakarta. 4. Kemenkes RI. (2014). Pedoman Gizi
Seimbang. Jakarta: Bina Gizi dan KIA. 5. [WHO/FA2]. (2002). Globaly strategy for
infan and young child feeding. 6. [UNICEF]. Booklet Pesan Utama. Diakses
pada tanggal 10 November 2018.
https://www.unicef.org/indonesia/id/PaketK
onseling-3Logos.pdf.