METODE PEMBELAJARANPENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
BAGI ANAK TUNAGRAHITADI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI (SLBN)
SEMARANG
SKRIPSIDiajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat
Guna Memperoleh Gelar SarjanaDalam Ilmu Pendidikan Agama Islam
Oleh :
RANTININIM: 053111213
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2010
ii
iii
iv
MOTTO
ãA$yJ ø9$#tbq ãZt6 ø9$#urèp uZƒ ΗÍo 4q uŠysø9$#$u‹ ÷R‘‰9$#(àM» uŠÉ)» t7 ø9$#uràM» ysÎ=» ¢Á9$#îŽö•yzy‰ZÏãy7În/ u‘$\/#uq rO
îŽö•yz urWx tBr&ÇÍÏÈ
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalanyang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik
untuk menjadi harapan”.1
(QS. Al-Kahfi: 46)
Depag RI, Mushaf al-Qur an Terjemah, (Jakarta; Pena Pundi Aksara, 2002), hlm.146
v
PERSEMBAHAN
KARYA SEDERHANA INI PENULIS PERSEMBAHKAN
KEPADA:
Kedua orangtuaku tercinta yang telah mencurahkan kasih sayang
dan pengorbanannya
Para guru PLB (Pendidikan Luar Biasa) yang telah mengajarkan
makna kehidupan kepada siswa ABK (Anak Berkebutuhan Khusus)
Ikhwah KAMMI Komisariat Walisongo, QOLBUN SALIM, FSMI,
dan FLP yang memberikan kontribusi untuk Dakwah Islam
vi
DEKLARASI
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi
ini tidak berisi materi yang telah pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan.
Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali
informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.
Semarang, 10 Juni 2010
Deklarator
RANTININIM. 053111213
vii
ABSTRAKSI
Rantini (053111213). Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagianak Tunagrahita di Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN ) Semarang. Skripsi.Semarang: Program Strata 1 Jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN WalisongoSemarang, 2010.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Apakah metode yangdigunakan dalam pembelajaran PAI bagi anak tunagrahita. (2) bagaimanakahpenerapan metode pembelajaran PAI (Pendidikan Agama Islam) bagi anaktunagrahita.
Jenis penelitian ini adalah kualitatif deskriptif, yaitu penelitian kualitatifdengan menghadirkan format fakta-fakta faktual dan sifat populasi tertentu secarasistematis. Data-data penelitian ini menggunakan metode observasi, interview,dan dokumentasi. Selanjutnya, data dianalisis dengan menggunakan metodedeskriptif analisis yaitu dengan mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadianatau memusatkan perhatian pada masalah-masalah aktual dalam suatu obyek padasaat penelitian dilaksanakan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode yang digunakan dalampembelajaran PAI bagi anak tunagrahita adalah metode ceramah, demonstrasi,diskusi, tanya jawab, pemberian tugas, dan latihan/drill. Penerapan masing-masing metode pembelajaran PAI bagi siswa tunagrahita dilaksanakan dengancara diulang-ulang, baik mengulang penjelasan materi maupun mengulang teknikyang diajarkan. Siswa sering berbicara sendiri, oleh karena itu guru harus aktifberkomunikasi dengan siswa. Metode pembelajaran PAI digunakan dengan caraberselang-seling untuk menghindari kebosanan siswa dalam pembelajaran.Interaksi yang dijalin antara siswa dan guru cukup baik. Dengan demikian, prosespembelajaranpun berjalan dengan baik pula.
Hasil penelitian ini diharapkan proses pembelajaran PAI bagi siswatunagrahita tidak hanya menggunakan metode konvensional saja, tetapi jugamenggunakan inkonvensional, misalnya dengan menggunakan media visualseperti VCD untuk menunjukkan kepada siswa tata cara shalat dan wudhu.
viii
KATA PENGANTAR
ÉO ó¡ Î0«!$#Ç`» uH÷q§•9$#ÉOŠÏm§•9$#
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat
serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat
serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga,
sahabat, dan para pengikut yang telah berjuang menunjukkan jalan kebenaran
kepada seluruh umat manusia.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini adalah berkat bantuan dan
dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Prof. Dr. H. Abdul Djamil, selaku Rektor IAIN Walisongo Semarang.
2. Prof. Dr. H. Ibnu Hadjar, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo
Semarang.
3. Syamsul Ma'arif, M. Ag, selaku Wali Studi yang mempunyai peran besar
membimbing penulis selama menuntut ilmu di IAIN Walisongo Semarang.
4. Drs. Ahmad Sudja'i, M.Ag dan Ahwan Fanani, M.Ag yang telah bersedia
meluangkan waktu, tenaga, dan fikiran dalam memberikan bimbingan dan
pengarahan penulis dalam penyusunan skripsi ini.
5. Dosen pengajar Fakultas Tarbiyah yang telah membekali para mahasiswa ilmu
pengetahuan.
6. Kepala perpustakaan IAIN Walisongo Semarang yang telah memberikan
pelayanan dengan baik.
7. Kedua orangtuaku tercinta, ananda ucapkan terimakasih atas do'a dan
pengorbanannya. Semoga Allah membalas segala jerih payah dan kebaikan
bapak dan ibu kepada ananda.
8. Drs. Ciptono, selaku kepala SLBN Semarang, Umar S.HI selaku guru PAI dan
Waka. Kesiswaan SLBN Semarang, Aris Wibowo, S.Pd selaku guru SLBN
ix
Semarang, Kuntjoro Hadi W, S.Pd selaku Waka. Kurikulum. Penulis ucapkan
terimakasih telah memberikan izin dan mengarahkan penulis selama penelitian
di SLBN Semarang.
9. Ikhwah Jaisyul Harokah, ukti Rina, ukhti Ulya, ukhti Anis, ukhti Septa, ukhti
Rizka, ukhti Rus, ukhti Toti, ukhti Laila, ukhti Rofiq, ukhti Indah, akh Ari,
akh Agus, akh Fahmi, akh Musta'in, akh Fauzan, akh Fauzan, akh Dibyo, dan
akh Kholis…syukron telah mengajarkan penulis arti pengorbanan,
persaudaraan, dan mendorong penulis supaya menjadi orang yang senantiasa
memperbaiki diri.
10. Ikhwah KAMMI Komisariat Walisongo: Al-Faruq ('03), Smart of Generation
Club (SGC '04), Jaisyul Harokah (05), Revolution of Islam (ROIS '06), Darul
Mukhoribin ('07), Jauharul Bilad ('08), Ruhul Jihad ('09). Semoga Allah
memudahkan dan melindungi antum dalam menggapai Ridho-Nya. Amiin.
11. Ikwah Qolbun Salim di asrama: al-Kautsar, al-Izzah, al-Qudwah, Isybillah, as-
Syaja'ah, al-Husna, al-Firdaus, ar-Rayyan, dan Darussalam, semoga dapat
mewujudkan Baiti Jannati. Amiin.
12. Ikhwah FLP (Forum Lingkar Pena) khususnya Zona Ngaliyan, semoga dapat
menggoreskan pena mulia untuk dakwah Islam.
13. Ustadz dan Ustadzah TPQ Baitussalam, Bu Latifah, bu Fifah, Bu Yuli, Bu
Tolhah, Bu Taslim, Bu Sattar, Bu Wid, Bu Sarwo, dan Pak Gholan,
terimakasih telah mengajarkan penulis arti kesabaran dan kesungguhan.
Parasantri Baitussalam semoga menjadi anak yang sholikh dan sholikhah,
berguuna bagi agama dan masyarakat.
14. Saudaraku di Green House, mbak Jay, mbak Sholihah, mbak Dewi, mbak
Aya, dik Sari, dik Iif, dan dik Anis. Terimakasih telah menerima kekurangan
yang penulis miliki dan telah memberikan dukungan kepada penulis selama
penyusunan skripsi. Semoga persaudaraan yang kita jalin Barokah. Amiin.
15. Para Sahabatku PAI B angkatan 2005, Alyah, mbak ida, mbak Fitri, ulis, eitik,
Sundari, Umas, Nasekha, dan para sahabat yang tidak bisa penulis sebutkan
satu persatu, terimakasih atas nasihat dan dukungannya selama penulis kuliah
x
di IAIN Walisongo Semarang. Semoga kita semua dapat mewujudkan cita-cita
yang diharapkan. Amiin.
16. Tim PPL Nurul Islami: Iin aina, Mbak Nisa', Atin, Mukhlisin, Nasuka, Nur
Hadi, Naji'ullah, dan Subhan. Tim KKN Kaliputih 2009: Afri, Mbak Dewi,
Hani', Bp. Mahmudi, Bp. Ali Masyhar, Bu Ngesti, dan Bu Wati. Crew DPU
DT (Dompet Peduli Umat Daarut Tauhiid) dan Mahakarya DPU DT Periode
2008/2009 (Ukhti Rina, ukhti Rizka, Ukhti Sari, ukhti Nining, ukhti Titis, akh
Wahid, akh Samaji, dan akh Taufiq. Terimakasih telah membantu penulis
dalam menjalankan amanah, semoga kita dapat memanfaatkan ilmu yang telah
kita dapat dengan baik.
17. Terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam
penyelesaian skripsi ini.
Semoga segala kebaikan saudara-saudaraku semua mendapat balasan yang
lebih baik dari Allah SWT. Amiiin.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu
penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya konstruktif dari
semua pihak agar skripsi ini lebih baik. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita
semua terutama dapat memberikan kontribusi yang positif dalam mengajar siswa
ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) dan lingkup pendidikan umum. Amiiin.
Semarang, 10 Juni 2010Penulis,
RANTININIM.053111213
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................ i
ABSTRAK ............................................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................. iii
PENGESAHAN PENGUJI ....................................................................... iv
MOTTO .................................................................................................... v
PERSEMBAHAN ..................................................................................... vi
DEKLARASI ........................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .............................................................................. viii
DAFTAR ISI ............................................................................................ xi
DAFTAR TABEL ..................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xviii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................ 3
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................... 4
D. Penegasan Istilah ............................................................. 4
E. Kajian Pustaka ................................................................. 6
F. Metode Penelitian ............................................................ 7
G. Sistematika Penulisan ...................................................... 9
BAB II METODE PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
(PAI) BAGI ANAKTUNA GRAHITA
A. Kajian Tentang Anak Tunagrahita .................................... 11
1. Pengertian .................................................................. 12
2. Karakteristik Anak Tunagrahita .................................. 14
3. Faktor Penyebab Tunagrahita ..................................... 16
4. Klasifikasi Anak Tunagrahita ..................................... 16
xii
5. Pendidikan bagi Anak Tunagrahita ............................. 18
B. Kajian Tentang Metode Pembelajaran PAI Bagi Anak
Tunagrahita ...................................................................... 22
1. Pengertian Metode Pembelajaran bagi Anak Tunagrahita 22
2. Prinsip-prinsip Pembelajaran PAI bagi Anak Tunagrahita 23
3. Model Pembelajaran PAI bagi Anak Tunagrahita ........ 27
4. Metode Pembelajaran PAI bagi Anak Tunagrahita ..... 33
BAB III PELAKSANAAN METODE PEMBELAJARAN PAI BAGI
ANAK TUNAGRAHITA DI SEKOLAH LUAR BIASA
NEGERI (SLBN) SEMARANG
A. Profil Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) Semarang ........ 38
1. Selayang Pandang SLBN Semarang ........................... 38
2. Layanan Pendidikan SLBN Semarang ........................ 39
3. Visi dan Misi SLBN Semarang ................................. 39
4. Struktur Organisasi SLBN Semarang ......................... 40
5. Data Guru dan Karyawan ........................................... 42
6. Data Siswa SMP LB (Sekolah Menengah Luar Biasa)
Bagian C .................................................................... 42
7. Sarana dan Prasarana SLBN Semarang ...................... 44
8. Kurikulum .................................................................. 44
B. Metode Pembelajaran PAI Bagi Anak Tunagrahita di
Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) Semarang ................. 45
1. Demontrasi ................................................................. 46
2. Diskusi ....................................................................... 47
3. Tanya Jawab .............................................................. 48
4. Ceramah ..................................................................... 49
5. Pemberian Tugas ........................................................ 50
6. Metode Drill atau Latihan .......................................... 51
xiii
BAB IV ANALISIS PEMBELAJARAN PAI BAGI ANAK
TUNAGRAHITA DI SLBN SEMARANG
A. Kurikulum PAI bagi Anak Tunagrahita ............................ 55
B. Proses Penerapan Metode Pembelajaran PAI bagi Anak
Tunagrahita ...................................................................... 57
BAB V KESIMPULAN
A. Kesimpulan ...................................................................... 66
B. Saran ................................................................................ 67
C. Penutup ............................................................................ 68
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
xiv
DAFTAR TABEL
1. Tabel 1 Model pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus ................... 33
2. Tabel 2 Struktur Organisasi SLB Negeri Semarang ............................. 41
3. Tabel 3 Data Siswa SMPLB SLBN Semarang………………………… 43
xv
DAFTAR GAMBAR
1. Bapak Umar, S.HI mengajar siswa tunagraita SMPLB
2. Bapak Umar, S.HI mengajari siswa tunagrahita dalam membaca dan
menulis
3. siswa tunagrahita SMPLB menulis di papan tulis
4. Hasil tulisan siswa tunagrahita SMPLB di papan tulis
5. Siswa tunagrahita SMPLB mengikuti pembelajaran
6. Wawancara penulis dengan Bapak Umar, S.HI
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
1. Kurikulum PAI SMP LB-C SLB Negeri Semarang
2. Standar Isi SMPLB-C SLB Negeri Semarang
3. Silabus PAI SMPLB-C SLB Negeri Semarang
4. Data Guru dan Karyawan SMPLB-C SLB Negeri Semarang
5. Sarana dan Prasarana SLBN Semarang
6. Tata Tertib Siswa SLB Negeri Semarang
7. Tata Tertib Guru SLB Negeri Semarang
8. Denah SLB Negeri Semarang
9. Surat Riset dari Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang
10. SK Riset dari SLB Negeri Semarang
11. Penunjukan Pembimbing Skripsi
12. SK Kegiatan KO Kurikuler
13. Transkip Keterangan KO Kurikuler
14. Surat Keterangan Bebas Kuliah
15. Piagam PASSKA 2005 IAIN Walisongo Semarang
16. Piagam PASSKA 2005 Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang
17. Piagam KKN
18. Daftar Riwayat Hidup
38
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan dilakukan agar seseorang memperoleh pemahaman tentang
suatu ilmu. Pendidikan juga mempermudah seseorang menyesuaikan diri
dengan lingkungan sekitar. Selain sebagai kebutuhan, pendidikan
diselenggarakan dalam rangka menjalankan amanat pasal 31 ayat 1 yang
berbunyi “Tiap-tiap warga Negara berhak mendapat pengajaran”.2
Pada pasal di atas, ditegaskan bahwa pengajaran diberikan kepada
setiap warga negara. Pengajaran yang diberikan selain ilmu umum juga ilmu
agama. Ilmu pengetahuan umum misalnya science, ilmu moral, ilmu ecsact,
dan lain-lain. Ilmu pengetahuan umum diajarkan kepada anak supaya
memiliki pengetahuan tentang lingkungan sekitarnya. Ilmu agama diberikan
supaya anak memiliki akhlak mulia dan bertaqwa kepada Allah SWT.
Pendidikan agama Islam bertujuan untuk meningkatkan keyakinan,
pemahaman, penghayatan, dan pengamalan siswa tentang agama Islam
sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah
SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara juga untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang
yang lebih tinggi.3 Tujuan pendidikan ini ditujukan kepada semua manusia,
tidak memandang orang tersebut normal maupun abnormal. Hal ini sesuai
dengan firman Allah dalam QS An-Nuur ayat 61.
}§øŠ©9 ’n? tã 4‘yJ ôã F{ $# Ól t• ym Ÿwur ’n? tã Æl t• ôã F{ $# Ól t• ym Ÿwur ’n? tã ÇÙƒ Ì• yJ ø9$# Ól t• ym Ÿwur
#’n? tã öN à6 Å¡ àÿRr& b r& (#q è=ä. ù' s? .Ï... (61)
2Tim Srikandi, UUD 45 dan Amandenmennya, (Surabaya: Tim Srikandi, 2010), hlm.39.3 Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), hlm.22.
39
39
“Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orangpincang,tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi dirimusendiri, makan (bersama-sama mereka)......4.
Atas dasar pandangan tersebut maka semua orang, baik normal
maupun tidak normal mempunyai hak yang sama dalam memperoleh
pendidikan. Bagi orang yang tidak normal, karena kelainan dan
kekurangannya maka mereka memerlukan bantuan yang lebih banyak dalam
menjalani kehidupan khususnya di bidang pendidikan. Sehingga mereka dapat
menunaikan kewajiban terhadap Allah SWT, masyarakat, dan dirinya sendiri.
Istilah berkelainan dalam percakapan sehari-hari dikonotasikan sebagai
sesuatu yang menyimpang dari rata-rata pada umumnya. Penyimpangan
tersebut mempunyai nilai lebih atau kurang.
Pendidikan bagi anak berkelainan atau luar biasa merupakan bagian
dari ilmu Pendidikan Luar Biasa (PLB) atau sering disebut ortopedagogik.5
Pendidikan luar biasa (PLB) bukan merupakan pendidikan yang secara
keseluruhan berbeda dari pendidikan pada umumnya. Jika kadang-kadang
diperlukan pelayanan yang terpaksa memisahkan anak luar biasa dari anak
lain pada umumnya, hendaknya dipandang untuk keperluan pembelajaran
(instruction). Hal ini berarti bahwa pemisahan anak luar biasa dari anak lain
pada umumnya hendaklah dipandang untuk meningkatkan efektivitas dan
efisiensi pencapaian tujuan belajar yang terprogram, terkontrol, dan terukur
atau yang secara ringkas disebut tujuan instruksional khusus (Instructional
objectives).
Penelitian ini akan membahas tentang anak yang mempunyai kelainan
mental rendah atau tunagrahita. Klasifikasi tunagrahita ada tiga macam, yaitu
ringan, sedang, dan berat. Fokus penelitian ini adalah anak tunagrahita ringan.
Pendidikan bagi penyandang kelainan atau ketunaan ditetapkan dalam
Undang-undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal
4 Depag RI, Mushaf al-Qur an Terjemah, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2002), hlm 139.5 Mulyono Abdurrahman, Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar , (Jakarta: Rineka
Cipta, 2003), cet.2, hlm.19.
40
40
32 di sebutkan bahwa: “Pendidikan khusus (pendidikan luar biasa) merupakan
pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam
mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental,
sosial ”.6 Ketetapan dalam undang-undang tersebut sangat berarti bagi anak
berkelainan, karena memberi landasan yang kuat bahwa anak berkelainan
perlu memperoleh kesempatan yang sama sebagaimana yang diberikan kepada
anak normal lainnya dalam hal pendidikan dan pembelajaran.
Seorang pendidik yang berkecimpung dalam dunia pembelajaran,
supaya proses pembelajaran dapat berjalan efektif dan efisien maka
penguasaan materi saja tidaklah cukup. Ia harus menguasai berbagai metode
penyampaian yang sesuai dengan materi yang diajarkan. Pendidik juga harus
memperhatikan kemampuan yang dimiliki peserta didik. Para pendidik harus
pandai memilih dan menggunakan metode yang akan digunakan.
Anak yang menyandang tunagrahita (terbelakang mental) tentu
memerlukan metode yang tepat agar materi pelajaran dapat diterima dengan
baik. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui metode dan penerapan
pembelajaran PAI bagi anak tunagrahita. Oleh karena itu penulis mengangkat
judul penelitian “METODE PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM (PAI) BAGI ANAK TUNAGRAHITA DI SEKOLAH LUAR
BIASA NEGERI (SLBN) SEMARANG”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan diatas maka penulis merumuskan masalah
sebagai berikut.
1. Metode apa saja yang digunakan dalam pembelajaran Pendidikan Agama
Islam (PAI) bagi anak tunagrahita di Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN)
Semarang?
6 Mohammad Efendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan (Jakarta: Bumi Aksara,2006), hlm.1.
41
41
2. Bagaimanakah penerapan metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam
(PAI) bagi anak tunagrahita di Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN)
Semarang?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :
1. Metode yang digunakan dalam pembelajaran PAI bagi anak tunagrahita di
SLBN Semarang.
2. Penerapan metode pembelajaran PAI bagi anak tunagrahita di SLBN
Semarang.
Sedangkan manfaat penelitian antara lain :
1. Dapat memberikan kontribusi dibidang pendidikan pada umumnya dan
pendidikan untuk siswa tunagrahita pada khususnya tentang pemberian
metode yang tepat dalam proses pembelajaran PAI.
2. Dapat memberikan pertimbangan bagi guru SLB, khususnya yang
mengajar siswa tunagrahita agar dapat menerapkan metode pembelajaran
yang tepat sehingga mata pelajaran dapat diterima oleh siswa dengan baik.
D. Penegasan Istilah
Agar mempermudah pemahaman terhadap skripsi tentang “Metode
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi Anak Tunagrahita di
Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN ) Semarang”, maka terlebih dahulu akan
dijelaskan istilah yang terdapat dalam judul skripsi, sehingga dapat
menghindari terjadinya kesalahan dalam mengartikannya.
1. Metode Pembelajaran PAI
Para ahli mendefinisikan metode sebagai berikut :
a. Hasan Langgulung, mendefinisikan bahwa metode adalah cara ataujalan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan pendidikan.
b. Ab. al–Rahman Ghunaimah mendefinisikan bahwa metode adalahcara-cara yang praktis dalam mencapai tujuan pengajaran.
42
42
c. Al-Ahrasy mendefinisikan bahwa metode adalah jalan yang kitaikuti untuk memberikan pengertian kepada peserta didik tentangsegala macam metode dalam berbagai pelajaran.7
Pembelajaran adalah setiap kegiatan yang dirancang untuk
membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan atau nilai yang
baru. Dimyati dan Mudjiono mendefinisikan pembelajaran adalah kegiatan
guru secara terprogram dalam desain instruksional untuk membuat siswa
belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar.8
Sedangkan Gagne mendefinisikan instruction is a set of event that effect
learners in such as a way that learning is facilitated.9 Jadi metode
pembelajaran adalah suatu cara yang dirancang untuk membantu siswa
dalam mempelajari suatu kemampuan atau nilai untuk mencapai tujuan
pendidikan.
Menurut Achmadi, Pendidikan Agama Islam adalah usaha yang
lebih khusus ditekankan untuk mengembangkan fitrah keberagamaan
subyek didik agar lebih mampu memahami, menghayati, dan
mengamalkan ajaran-ajaran Islam.10
Ramayulis berpendapat bahwa Pendidikan Agama Islam adalah
upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk
mengenal, memahami, menghayati, mengimani, bertaqwa, berakhlak
mulia, mengamalkan ajaran Islam, dan sumber utamanya kitab suci al-
Qur’an dan al-Hadits, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan,
serta penggunaan pengalaman.11
Jadi metode pembelajaran PAI adalah suatu cara yang dirancang
untuk membantu siswa dalam mempelajari suatu kemampuan atau nilai
agar dapat mengenal, memahami, menghayati, mengimani, bertaqwa,
berakhlak mulia, mengamalkan ajaran Islam, dan sumber utamanya kitab
7 Ramayulis, Op.Cit., hlm.3.8 Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: IKAPI, 2003), hlm.61-62.9Wina Sanjana, Kajian Kurikulum dan Pembelajaran, (Bandung: Sekolah Pascasarjana
Universitas Pendidikan Indonesia), hlm 274.10 Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm.29.11 Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia,2001), hlm.21
43
43
suci al-Qur’an dan al-Hadits, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran,
latihan, serta penggunaan pengalaman untuk mencapai tujuan pendidikan.
2. Anak Tunagrahita
Pemakaian kata "anak" dalam skripsi adalah siswa yang belajar di
suatu lembaga pendidikan. Dalam penelitian ini, pemakaian kata "anak"
dan "siswa" adalah sama maknanya, yaitu siswa yang belajar dalam suatu
lembaga pendidikan.
Sutjihati Somantri, mendefinisikan anak tunagrahita adalah anak
yang mempunyai kemampuan dibawah rata-rata.12 Nur’aeni
mendefinisikan anak tunagrahita adalah seseorang yang memiliki
kemampuan intelektual/IQ dan keterampilan penyesuaian dibawah rata-
rata teman seusianya.13 Bagian C adalah penyebutan untuk kelompok anak
terbelakang mental.14 Anak tunagrahita yang dimaksud adalah siswa
SLBN Semarang yang menyandang tunagrahita ringan atau anak
tunagrahita mampu didik.
3. Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) Semarang
Sekolah Luar Biasa adalah sekolah yang mengajar anak-anak
berkelainan, mulai dari tunarungu, tunanetra, tunawicara, tunagrahita,
tunadaksa, dan autis. Yang diteliti oleh penulis adalah anak-anak yang
menyandang tunagrahita. di SLBN Semarang yang terletak di Jl. Elang
Raya no. 2 Ketileng Semarang. Untuk selanjutnya Sekolah Luar Biasa
akan ditulis dengan SLB.
E. Kajian Pustaka
Kajian pustaka ini diperoleh dari buku pedoman yang berisi bahan
kajian yang relevan dengan permasalahan yang penulis teliti saat ini.
Penelusuran pustaka dimaksudkan untuk mempertajam metodologi,
12 Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa (Bandung: Refika Aditama, 2008),hlm.102.
13 Nur’aeni, Intervensi Dini Bagi anak Bermasalah, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hlm105.
14 Sapariadi,et.al., Mengapa Anak Berkelainan Perlu Mendapat Pendidikan, (Jakarta: BalaiPustaka, 1982), hlm.46.
44
44
memperkuat kajian teoritis dan memperoleh informasi terkait dengan
penelitian yang dilakukan.15 Berikut ini dipaparkan beberapa buku yang
dipakai sebagai buku panduan yang relevan dengan skripsi penulis.
1. Bandi Delphie, "Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus", Bandung:
Refika Aditama, 2006. Berisi tentang karakteristik ABK (Anak
Berkebutuhan Khusus), yang didalamnya adalah anak tunagrahita. Buku
ini juga membahas tentang perspektif psikopedagogi anak tunagrahita
dengan upaya iontervensi dalam pendidikan. Dalam psikopedagodis anak
tunagrahita, interaksi anak terhadap lingkungannya dihadapkan pada tiga
dimensi utama, yaitu kemampuan, lingkungan, dan kebutuhan. Buku ini
juga membahas mengenai model IEP (Individualized Educational
Program) sebagai model pembelajaran individual bagi anak tunagrahita
dengan memperhatikan kemampuan masing-masing siswa.16
2. Mohammad Efendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan.
Jakarta: Bumi Aksara, 2006. Buku ini membahas tentang seluk beluk
anak berkelainan, mulai dari tuna netra, tunarung, tunagrahita, tunadaksa,
dan tuna laras. Dalam buku ini, pembahasan tentang anak tunagrahita
adalah pengertian, klasifikasi, etiologi, dampak ketunagrahitaan,
kemampuan berbahasa, dan hambatan kognitif anak tunagrahita.17
3. Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia,
2005. Buku ini membahas tentang metode-metode pembelajaran PAI:
ceramah, tanya jawab, diskusi, pemberian tugas, demonstrasi, eksperimen,
sosiodrama, kerja kelompok, pemecahan masalah, dan simulasi. Masing-
masing metode disertai langkah-langkah penerapannya dalam proses
pembelajaran serta kelebihan dan kelemahannya.18
15 Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), hlm.105.16 Bandi Delphie, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus, (Bandung: Refika Aditama,
2006), hlm. 141-15817 Mohammad Efendi, Op.Cit, hlm. 87-110.18 Ramayulis, Op.Cit, hlm.45-77.
45
45
F. Metode Penelitian
Penelitian merupakan kegiatan untuk menemukan, mengembangkan
atau mengkaji suatu pengetahuan. Oleh Karena itu penelitian harus di
laksanakan secara sistematis dan rasional.
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kualitatif deskriptif, yaitu penelitian
kualitatif yang berusaha memberikan dengan sistematis format fakta-fakta
aktual dan sifat populasi tertentu.19 Penelitian ini untuk memperoleh fakta-
fakta atau peristiwa yang terjadi khususnya metode pembelajaran PAI
yang digunakan dalam pembelajaran PAI bagi anak tunagrahita tingkat
SMPLB C di SLBN Semarang sekaligus penerapannya.
2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SLBN Semarang yang berlokasi di
Jl. Elang Raya No.2 Ketileng Semarang. Waktu penelitian dilaksanakan
pada tanggal 16 Februari-2 April 2010.
3. Fokus Penelitian
Spradley menyatakan bahwa A focused refer to a single a
cultural domain or a view related domains .20 Maksudnya adalah fokus
itu merupakan domain tunggal atau beberapa domain yang terkait dengan
situasi sosial (lapangan). Fokus penelitian ini adalah metode pembelajaran
PAI dan penerapannya yang siswanya adalah penyandang tunagrahita
ringan tingkat SMPLB.
4. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini berasal dari informan, KBM, dan
dokumentasi. Informan dalam penelitian ini adalah guru PAI dan wakil
kepala kurikulum. Sumber data dari KBM adalah digunakan untuk
mengetahui metode pembelajaran PAI dan penerapannya bagi siswa
tunagrahita. Sumber data dari dokumentasi untuk mendapatkan data
19 S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hlm.1.20 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, di kutip dari Spradley,
(Bandung: Alfabeta, 2008), hlm. 208-209.
46
46
tentang visi misi SLBN Semarang, data siswa tunagrahita, data guru,
kurikulum, dan sarana prasarana yang tersedia di SLBN Semarang.
5. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk
mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati.21 Dalam penelitian
kualitatif, yang menjadi instrumen adalah peneliti itu sendiri. Peneliti
sebagai instrumen meliputi pemahaman tentang metode penelitian
kualitatif, penguasaan wawasan tentang anak tunagrahita, dan pemahaman
terhadap metode pembelajaran PAI.
6. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:
a. Observasi
Dalam proses pengumpulan data, salah satu metode yang
digunakan adalah observasi. Observasi adalah penelitian yang
dilakukan dengan mengadakan pengamatan terhadap obyek baik secara
langsung ataupun tidak langsung.22 Kegiatan observasi ini penulis
gunakan untuk memperoleh metode pembelajaran PAI bagi anak
tunagrahita dan penerapannya. Penulis melakukan pengamatan secara
langsung ke lokasi penelitian.
b. Wawancara
Wawancara adalah dialog yang dilakukan oleh pewawancara
untuk memperoleh informasi dari terwawancara.23 Wawancara ini
dilakukan untuk mengetahui metode pembelajaran PAI bagi anak
tunagrahita dan penerapannya, kurikulum yang digunakan dan prinsip-
prinsip pembelajaran PAI bagi siswa tunagrahita ringan. Wawancara
dilakukan dengan stake holder SLBN Semarang yang meliputi kepala
21 Ibid, hlm.34.22 Mohamad Ali, Penelitian Pendidikan, Prosedur dan Strategi (Bandung: Angkasa, 1987),
hlm. 9123 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka
Cipta), ed., VI, hlm.155.,
47
47
sekolah, guru PAI SMPLB, wakil kepala kurikulum, dan wakil kepala
kesiswaan.
c. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan sarana pembantu peneliti dalam
mengumpulkan data atau informasi dengan cara membaca surat-surat
pengumuman, pernyataan tertulis tentang kebijakan tertentu, dan
bahan-bahan tertulis lainnya.24 Metode ini digunakan untuk
memperoleh data yang berhubungan dengan SLBN Semarang, seperti
struktur organisasi, data guru dan karyawan, data siswa, kurikulum,
dan lain sebagainya.
7. Validasi Data
Validasi data kualitatif menunjukkan sejauh mana tingkat
interpretasi dan konsep-konsep yang diperoleh memiliki makna yang
sesuai antara partisipan dengan peneliti.25 Validasi data dalam penelitian
ini menggunakan strategi multi metode, dengan memadukan beberapa
teknik penelitian pengumpulan data seperti wawancara, observasi, studi
dokumentasi, dan sumber (kepala sekolah, guru PAI, siswa, dan Waka
Kurikulum) dalam pengumpulan dan analisis data (triangulasi).
8. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan
bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan dapat
diinformasikan kepada orang lain.
Dalam hal ini, penulis menggunakan analisis data kualitatif, yang
mana data dianalisis dengan metode deskriptif analisis, yaitu dengan
mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, atau kejadian yang terjadi saat
sekarang atau memusatkan perhatian pada masalah-masalah aktual
sebagaimana adanya pada saat penelitian dilaksanakan.
24 Jonathan Sarwono, Metode penelitian kuantitatif dan kualitatif, (Yogyakarta: GrahaIlmu, 2006), hlm. 225.
25 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: RemajaRosdakarya, 2007), hlm. 99.
48
48
BAB II
METODE PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
(PAI) BAGI ANAK TUNAGRAHITA
A. Kajian Tentang Anak Tunagrahita
1. Pengertian
Sebelum menuju pembahasan tentang tunagrahita, akan dijelaskan
terlebih dahulu tentang anak berkelainan. Istilah berkelainan, dalam
percakapan sehari-hari dikonotasikan sebagai sesuatu yang menyimpang
dari rata-rata umumnya. Penyimpangan tersebut mempunyai nilai lebih
atau kurang, baik dalam hal fisik, mental maupun karakteristik perilaku
sosialnya.
Anak yang dikategorikan memiliki kelainan dalam aspek fisik,
meliputi kelainan indera penglihatan (tunanetra), indera pendengaran
(tunarungu), kelainan kemampuan bicara (tunawicara), dan kelainan fungsi
anggota tubuh (tunadaksa). Kelainan dalam aspek mental meliputi
tunagrahita dan anak jenius. Anak yang memiliki kelainan dalam aspek
sosial adalah anak yang memiliki kesulitan dalam menyesuaikan
perilakunya terhadap lingkungan sekitarnya. Anak yang termasuk dalam
kelompok ini dikenal dengan sebutan tuna laras.26
Penelitian ini akan membahas siswa tunagrahita ringan. Penyebab
terjadinya kelainan pada seseorang sangat beragam jenisnya, namun secara
umum dilihat dari masa terjadinya kelainan itu sendiri dapat
diklasifikasikan menjadi: sebelum kelahiran (prenatal), pada saat
kelahiran, (neonatal), dan setelah kelahiran (postnatal).
a. PrenatalPrenatal yaitu masa dimana anak masih berada dalam
kandungan yang diketahui telah memiliki ketunaan (kelainan).Kelainan yang terjadi pada masa prenatal berdasarkanperiodisasinya dapat terjadi pada periode embrio, periode janin
26 Mohammad Efendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, (Jakarta: BumiAksara, 2008), hlm.3.
49
49
muda, dan periode janin aktini (arkanda,1984). Periode embriodimulai sejak saat pembuahan sampai kandungan berumur 3bulan, periode janin muda berlangsung antara 3-6 bulan, danperiode janin aktini berlangsung antara 6-9 bulan.
Faktor lain yang mempengaruhi kelainan anak padamasa prenatal ini antara lain penyakit kronis, diabetes, anemia,kanker, kurang gizi, obat-obatan, dan bahan kimia lain yangberinteraksi dengan ibu anak semasa hamil.
b. NeonatalNeonatal yaitu masa dimana kelainan itu terjadi pada
saat bayi dilahirkan. Ada beberapa sebab kelainan saat anakdilahirkan, antara lain anak lahir sebelum waktunya(prematurity), lahir dengan bantuan alat (tap verlossing), posisibayi tidak normal, atau karena kesehatan bayi yangbersangkutan.
c. PostnatalPostnatal yaitu masa dimana kelainan itu terjadi setelah
bayi dilahirkan, atau saat anak dalam masa perkembangan. Adabeberapa sebab kelainan setelah anak dilahirkan, antara laininfeksi, luka, bahan kimia, dan lain-lain.27
Mental dan kecerdasan bagi manusia sangat penting. Dengan bekal
mental/kecerdasan yang memadai, dinamika hidup menjadi lebih indah
dan harmonis, sebab melalui kecerdasan mental, manusia dapat
merencanakan atau memikirkan hal-hal yang bermanfaat dan
menyenangkan, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Selama
manusia beraktifitas, ia akan melibatkan mental sebagai pengendali
motoriknya. Gangguan mental terdapat pada seseorang, berarti ia telah
kehilangan sebagian besar kemampuan untuk mengabstraksi peristiwa
yang ada di lingkungannya secara akurat. Tingkat intelegensi orang
tersebut berada dibawah rata-rata dan disebut dengan anak tunagrahita.
Dalam kepustakaan bahasa asing, tunagrahita disebut dengan
istilah mental retardation, mental deficiency, mental defective dan lain-
lain. Dalam bahasa Indonesia, istilah tunagrahita disebut juga terbelakang
mental atau hendaya perkembangan.
27 Ibid, hlm.12-13
50
50
Pengertian tunagrahita menurut beberapa ahli antara lain :
a. Bandi Delphie mendefinisikan anak dengan hendaya perkembangan
(tunagrahita) adalah anak yang memiliki problema belajar yang
disebabkan adanya hambatan perkembangan inteligensi, mental,
emosi, sosial, dan fisik.28
b. Mohammad Effendy mendefinisikan tunagrahita adalah seseorang
yang memiliki kecerdasan mental dibawah normal.
c. Bratanata, mendefinisikan tunagrahita adalah seseorang memiliki
kecerdasan sedemikian rendahnya (dibawah normal), sehingga untuk
meniti tugas perkembangannya memerlukan bantuan atau layanan
spesifik, termasuk dalam program pendidikan.
d. AAMD (The American Association on Mental Deficiency)
mendefinisikan tunagrahita adalah seseorang yang memiliki
kecerdasan dibawah rata-rata dan mengalami kesulitan penyesuaian
sosial dalam setiap fase perkembangannya.29
e. Nur’aeni, mendefinisikan tunagrahita adalah mereka yang memiliki
kemampuan intelektual dibawah rata-rata teman seusianya.30
f. Sutjihati Somantri, berpendapat bahwa tunagrahita adalah istilah yang
digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan
intelektual dibawah rata-rata.31
Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa tunagrahita adalah
seseorang yang memiliki kemampuan intelektual dibawah rata-rata,
sehingga untuk meniti tugas perkembangannya memerlukan bantuan dari
orang lain dan layanan khusus.
Penafsiran yang salah seringkali terjadi di masyarakat awam bahwa
keadaan kelainan mental tunagrahita dianggap seperti suatu penyakit
sehingga dengan memasukkan ke lembaga pendidikan atau perawatan
28 Bandi Delphie, Pembelajaran Anak Tunagrahita (Bandung: Refika Aditama, 2006),hlm. 2.
29 Mohammad Efendi, op.cit., hlm.88-89.30 Nur’aeni, Intervensi Dini bagi Anak Bermasalah (Jakarta: Rineka Cipta), hlm. 105.31 Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, (Bandung: Refika Aditama), hlm. 102.
51
51
khusus, anak tunagrahita tidak ada hubungannya dengan penyakit atau
sama dengan penyakit.
Rendahnya kapabilitas mental pada anak tunagrahita akan
berpengaruh terhadap kemampuannya dalam menjalankan fungsi-fungsi
sosial. keterbatasan daya fikir yang dimiliki anak tunagrahita membuat
mereka kesulitan menjalani aktifitas sehari-hari dengan kemampuannya
sendiri. Mereka membutuhkan dukungan yang lebih dari orang tua dan
lingkungannya agar bisa hidup mandiri. Oleh karena itu, anak tunagrahita
membutuhkan layanan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan
mereka.
2. Karakteristik Anak Tunagrahita
Tunagrahita atau terbelakang mental merupakan kondisi dimana
perkembangan kecerdasannya mengalami hambatan sehingga tidak
mencapai tahap perkembangan yang optimal. Karakteristik anak
tunagrahita menurut Sutjihati Somantri adalah:
a. Keterbatasan Inteligensi
Inteligensi merupakan kemampuan untuk mempelajari
informasi dan ketrampilan-ketrampilan menyesuaikan diri dengan
masalah-masalah dan situasi-situasi kehidupan baru, belajar dari
pengalaman masa lalu, berfikir abstrak, kreatif, dapat menilai secara
kritis, menghindari kesalahan-kesalahan, mengatasi kesulitan-
kesulitan, dan kemampuan untuk merencanakan masa depan. Anak
tunagrahita memiliki kekurangan dalam hal tersebut. Kapasitas belajar
anak tunagrahita terutama yang bersifat abstrak seperti menulis,
berhitung, dan membaca juga sangat terbatas.
b. Keterbatasan Sosial
Disamping memiliki keterbatasan inteligensi, anak tunagrahita
juga memiliki kesulitan dalam mengurus diri sendiri dan bergaul di
masyarakat. Oleh karena itu mereka memerlukan bantuan dari orang
lain untuk membantu mereka berinteraksi dengan lingkungan.
52
52
Anak tunagrahita cenderung berteman dengan anak yang lebih
muda usianya, ketergantungan terhadap orang tua sangat besar, tidak
mampu memikul tanggung jawab sosial dengan bijaksana, sehingga
mereka harus selalu dibimbing dan diawasi. Mereka juga mudah
dipengaruhi dan cenderung melakukan sesuatu tanpa memikirkan
akibatnya.
c. Keterbatasan Fungsi Mental
Anak tunagrahita memerlukan waktu lebih lama untuk
menyelesaikan reaksi pada situasi yang baru dikenalnya. Mereka
memperlihatkan reaksi terbaiknya bila mengikuti hal-hal yang rutin
dan secara konsisten dialaminya dari hari ke hari. Anak tunagrahita
tidak dapat menghadapi suatu kegiatan atau tugas dalam jangka waktu
yang lama.32
Anak tunagrahita juga memiliki keterbatasan dalam penguasaan
bahasa. Mereka bukannya mengalami kerusakan artikulasi, akan tetapi
pusat pengolahan (perbendaharaan kata) yang kurang berfungsi
sebagaimana mestinya. Karena alasan itu mereka membutuhkan kata-kata
konkret yang sering didengarnya. Persamaan dan perbedaan harus
ditujukan secara berulang-ulang. Latihan-latihan sederhana seperti
mengajarkan konsep besar dan kecil, keras dan lemah, perlu menggunakan
pendekatan yang konkrit. Selain itu mereka juga kurang mampu untuk
mempertimbangkan sesuatu, membedakan yang baik dan yang buruk.
Nur’aeni berpendapat bahwa karakteristik anak tunagrahita antara
lain:
a. Perkembangan senantiasa tertinggal dibanding teman sebayanya
b. Tidak mampu mengubah cara hidupnya, ia cenderung rutin. Jika terjadi
hal baru di lingkungannya, ia menjadi bingung dan risau.
c. Perhatiannya tidak dapat bertahan lama, amat singkat.
d. Kemampuan berbahasa dan berkomunikasinya terbatas, umumnya
anak gagap.
32 Ibid, hlm. 106
53
53
e. Sering tidak mampu menolong diri sendiri.
f. Motif belajarnya rendah sekali.
g. Irama perkembangannya tidak rapi, suatu saat meningkat tinggi, tapi
saat yang lain menurun drastis.
h. Tidak peduli pada lingkungan.33
3. Faktor Penyebab Tunagrahita
Faktor penyebab tunagrahita dilihat dari sisi pertumbuhan dan
perkembangan, penyebab ketunagrahitaan menurut Devenport, dapat
dirinci sebagai berikut:
a. Kelainan atau ketunaan yang timbul pada benih plasma.
b. Kelainan atau ketunaan yang dihasilkan selama penyuburan plasma.
c. Dikaitkan dengan implantasi
d. Timbul dalam embrio
e. Timbul dari luka saat kelahiran
f. Timbul dalam janin
4. Klasifikasi Anak Tunagrahita
Para Psikolog dalam mengklasifikasikan anak tunagrahita
mengarah kepada indeks mental intelegensinya, indikasinya dapat dilihat
pada angka hasil tes kecerdasan, seperti IQ 0-25 di kategorikan idiot, IQ
25-50 dikategorikan imbesil, IQ 50-75 dikategorikan debil.
Bagi seorang pedagog, dalam mengklasifikasikan anak tunagrahita
didasarkan pada penilaian program pendidikan yang disajikan pada anak.
Dari penilaian tersebut, dapat dikelompokkan menjadi anak tunagrahita
mampu didik (debil), anak tunagrahita mampu latih (imbecil), dan anak
tunagrahita mampu rawat (idiot).
a. Anak tunagrahita mampu didik (debil)
Debil adalah anak tunagrahita yang tidak mampu mengikuti
program sekolah biasa, tetapi ia masih memiliki kemampuan yang
33 Nur’aeni., op.cit., hlm.108.
54
54
dapat dikembangkan melalui pendidikan walaupun hasilnya tidak
maksimal.
Kemampuan yang dapat dikembangkan pada anak tunagrahita
mampu didik antara lain :
1) Membaca, menulis, berhitung.
2) Menyesuaikan diri dan tidak menggantungkan diri pada orang lain.
3) Ketrampilan yang sederhana untuk kepentingan kerja di kemudian
hari
Jadi, debil tergolong anak tunagrahita yang dapat dididik dalam
bidang-bidang akademis, sosial dan pekerjaan walaupun hasilnya tidak
maksimal.
b. Anak tunagrahita mampu latih (Imbecil)
Imbesil adalah anak tunagrahita yang memiliki kecerdasan
sedemikian rendahnya sehingga tidak bisa mengikuti program yang
diperuntukkan bagi anak debil.
Kemampuan anak tunagrahita mampu latih yang dapat di
berdayakan antara lain :
1) Belajar mengurus diri sendiri, misalnya makan, minum,
berpakaian, tidur, dan lain-lain.
2) Belajar menyesuaikan diri dilingkungan rumah dan sekitarnya.
3) Mempelajari kegunaan ekonomi di rumah, di bengkel kerja, atau di
lembaga khusus.34
Anak imbecil disebut juga anak tunagrahita ringan, mereka
adalah penyandang down syndrome, disebut mongoloid. Ciri-cirinya
kepala kecil, mata sipit seperti orang Mongolia, gendut, pendek,
hidung pesek. Penyebabnya karena keturunan, kerusakan otak, infeksi.
Infeksi dapat terjadi pada ibu hamil, seperti rubela, herpes, sipilis.
Infeksi yang menimbulkan kerusakan otak anak dapat juga timbul
34 Efendi, op.cit., hlm.90-106.
55
55
akibat bayi yang baru lahir itu adalah meningitis, ecephalitis,
hydrocephalus, microcephalus.35
c. Anak tunagrahita mampu rawat (Idiot)
Idiot adalah anak tunagrahita yang memiliki kecerdasan sangat
rendah sehingga ia tidak mampu mengurus diri sendiri atau sosialisasi.
Patton berpendapat bahwa anak tunagrahita mampu rawat adalah anak
tunagrahita yang membutuhkan perawatan sepenuhnya sepanjang
hidupnya, karena ia tidak mampu terus hidup tanpa bantuan orang lain
(totally dependent).36
5. Pendidikan Bagi Anak Tunagrahita
Syekh Musthofa al-Ghulayani, dalam kitabnya Idhatun Nasyi in
mendefinisikan pendidikan sebagai berikut:
:
”Pendidikan adalah menanamkan akhlak yang mulia pada jiwaanak dan menyiraminya dengan bimbingan dan nasihat, sehinggamenjadi memiliki kepribadian kemudian buahnya menjadikeutamaan dan kebaikan serta senang terhadap segala tindakanuntuk manfaat tanah air”37
Pendidikan Agama Islam dilaksanakan supaya peserta didik
memiliki akhlak mulia dan kehadirannya dapat memberi manfaat terhadap
lingkungan sekitarnya. Hal ini tidak mustahil jika diterapkan kepada anak
tunagrahita, walaupun kemampuan intelektualnya terbatas.
Ruang lingkup materi PAI juga sama dengan siswa normal, yaitu:
1) al-Qur'an dan Hadits
2) Aqidah
3) Akhlak
35 Nur’aeni, op.cit., hlm. 10736 Mohammad Efendi, op.cit hlm. 90-9137 Syekh Musthofa al-Ghulayani, Idhatun Nasyi in, (Beirut: al-Maktabah al’Ashriyah,
1953), hlm.185
56
56
4) Fiqih
5) Tarikh dan Kebudayaan Islam.38
Ruang lingkup materi PAI untuk siswa tunagrahita sama dengan
siswa normal, akan tetapi kedalaman materinya berbeda. Misalnya dalam
standar kompetensi, siswa normal dapat menjelaskan bacaan nun mati atau
tanwin, maka standar kompetensi bagi siswa tunagrahita disederhanakan
dengan siswa dapat menerapkan bacaan nun mati atau tanwin. Jadi
penekanannya adalah siswa dapat menerapkan materi pelajaran.
Kemampuan berfikir siswa yang sangat terbatas, membuat siswa sulit
menjelaskan informasi yang telah diperolehnya.
Amanat hak atas pendidikan bagi penyandang kelainan ditetapkan
dalam undang-undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan
Nasional pasal 32 disebutkan bahwa: ”Pendidikan khusus menerapkan
pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam
mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental,
sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa”.39
Ketetapan dalam Undang-undang tersebut bagi anak berkelainan (tidak
terkecuali anak tunagrahita), sangat berarti karena memberi landasan yang
kuat bahwa anak berkelainan perlu memperoleh kesempatan yang sama
sebagaimana yang diberikan kepada anak normal lainnya dalam hal
pendidikan.
Dengan memberikan kesempatan yang sama kepada anak
tunagrahita untuk memperoleh pendidikan, berarti memperkecil
kesenjangan pendidikan anak normal dengan anak tunagrahita. Selain itu,
agar keberadaan anak tunagrahita di komunitas anak normal tidak semakin
terpuruk.
Oleh karena itu, pendidikan bagi anak tunagrahita pada khususnya
dan anak berkelainan pada umumnya harus diselenggarakan.
Penyelenggaraan pendidikan bagi anak berkelainan diklasifikasikan
38 Kurikulum PAI SMPLB-C, (Semarang: SLB Negeri Semarang), hlm. 639 Direktorat Jendral Pendidikan Islam, Undang-undang dan Peraturan pemerintah RI,
tentang Pendidikan (Jakarta: Departemen Agama RI, 2006), hlm. 21.
57
57
berdasarkan bentuk kelainan yang dimiliki. Klasifikasi pendidikan bagi
anak berkelainan adalah sebagai berikut:
a. SLB A untuk kelompok anak tunanetra
b. SLB B untuk kelompok anak tunarungu
c. SLB C untuk kelompok anak tunagrahita
d. SLB D untuk kelompok anak tunadaksa
e. SLB E untuk kelompok anak tunalaras
f. SLB F untuk kelompok anak dengan kemampuan di atas rata-
rata/superior
g. SLB G untuk kelompok anak tunaganda .40
Landasan yang mendasari perlunya pendidikan bagi anak
tunagrahita, yaitu landasan religius, landasan yuridis, dan landasan
paedagogis.
a. Landasan Religius
1. Kodrat Manusia
Secara kodrati manusia memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
a) Manusia dilahirkan dalam keadaan yang lemah
b) Tiada manusia yang sempurna
c) Manusia sebagai makhluk individu
2. Kewajiban Sebagai Umat Beragama
Setiap umat beragama, apapun agama yang dianut,
berkewajiban untuk saling tolong menolong dan berbuat kebaikan
terhadap sesama manusia. Dalam surat An-Nuur ayat 61 Allah
berfirman:
}§øŠ©9’n? tã4‘yJ ôã F{ $#Ól t• ymŸwur’n? tãÆl t•ôã F{ $#Ól t• ymŸwur’n? tãÇÙƒ Ì• yJ ø9$#
Ól t• ymŸwur#’n? tãöN à6 Å¡ àÿRr&b r&(#q è=ä. ù' s?...
“Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orangpincang, tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi dirimusendiri, makan (bersama-sama mereka).......”.41
40 Mohammad Efendi, op.cit., hlm 31.
58
58
Atas dasar pandangan tersebut, maka anak tunagrahita
mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk mendapatkan
sesuatu yang diperlukan. Pendidikan sangat diperlukan anak
tunagrahita. Pendidikan harus memberikan bantuan lebih banyak
bagi mereka mengingat hambatan dan kekurangan mereka miliki.
Hal ini dilakukan supaya mereka dapat mengembangkan potensi
pribadinya secara optimal sehingga mereka dapat menunaikan
kewajiban terhadap Allah SWT, masyarakat dan kepada dirinya
sendiri.
b. Landasan Yuridis
Landasan yuridis adalah landasan yang berdasarkan hukum dan
perundang-undangan yang berlaku. Landasan yuridis Pendidikan
agama di Indonesia terdapat dalam Undang-undang No.20 Tahun 2003
tentang Sisdiknas pasal 30 ayat 1 berbunyi ”Pendidikan keagamaan di
selenggarakan oleh pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari
pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.42
Dalam PP RI NO.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan pasal 7 ayat 1 berbunyi : ”Kelompok mata pelajaran agama
dan akhlak mulia pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/
Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/ MAK atau bentuk lain
yang sederajat dapat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan
agama, kewarganegaraan, kepribadian, ilmu pengetahuan, dan
teknologi, estetika, jasmani, olahraga, dan kesehatan”.43
Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha sadar untuk
mengembangkan kepribadian dan kemampuan anak didik di dalam dan
diluar sekolah. Hambatan dan gangguan secara teknik edukatif anak
berkelainan memerlukan pelayanan pendidikan secara khusus, karena
41 Depag RI, Mushaf al-Qur an Terjemah, (Jakarta; Pena Pundi Aksara, 2002), hlm. 359.42 Direktorat Jendral Pendidikan Islam, op.cit, hlm 2143 Standar Nasional Pendidikan, PPRI NO 19 Tahun 2005 Tentang Standar Pendidikan
Nasional, (Jakarta: LekDis, 2005), hlm 16
59
59
sekolah-sekolah umum tidak dapat memberikan pendidikan yang
efektif bagi mereka. Faktor pendidikan memegang peranan penting
pada anak tunagrahita untuk mengembangkan potensi dan bakat yang
mereka miliki. Pendidikan agama Islam harus di ajarkan kepada anak
tunagrahita. 44
B. Kajian Tentang Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Bagi
Anak Tunagrahita
1. Pengertian Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Bagi
Anak Tunagrahita.
Metode adalah jalan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan
pendidikan. Pembelajaran adalah setiap kegiatan yang dirancang untuk
membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan atau nilai yang
baru. Dimyati dan Mudjiono mendefinisikan pembelajaran adalah kegiatan
guru secara terprogram dalam desain instruksional untuk membuat peserta
didik belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber
belajar.45 Jadi metode pembelajaran adalah suatu cara yang dirancang
untuk membantu peserta didik mempelajari suatu kemampuan atau nilai
untuk mencapai tujuan pendidikan.
Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam
menyiapkan peserta didik dalam mengenal, memahami, menghayati,
mengimani, bertakwa, berakhlak mulia, mengamalkan ajaran agama dari
sumber utamanya al-Qur’an dan al-Hadits, melalui kegiatan bimbingan,
pembelajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman. Anak tunagrahita
adalah anak yang mempunyai kecerdasan intelektual dibawah rata-rata.
Jadi metode pembelajaran PAI bagi anak tunagrahita adalah suatu cara
menyajikan bahan pelajaran PAI (Pendidikan Agama Islam) kepada
peserta didik yang memiliki kemampuan intelektual dibawah rata-rata
44 Sapariadi, dkk, Mengapa Anak Berkelainan Perlu Mendapat Pendidikan (Jakarta: BalaiPustaka, 1982), hlm. 25-26.
45 Syaiful Sagala, Konsep dan Makna pembelajaran, (Bandung: IKAPI, 2003), hlm.61-62.
60
60
supaya mengimani dan mengamalkan ajaran Islam sehingga menjadi
manusia yang bertakwa kepada Allah SWT.
2. Prinsip-prinsip Pembelajaran PAI bagi Anak Tunagrahita
Siswa tunagrahita mempunyai permasalahan yang majemuk dan
komplek dalam proses pembelajaran. Pembelajaran PAI hendaknya
menyesuaikan dengan karakteristik dan spesifikasi kemampuan siswa.
Penyesuaian tersebut baik dari segi mental, sosial, fisik, intelegensi
kemampuan motorik dan psikososialnya. Adapun prinsip-prinsip
pembelajaran bagi siswa tunagrahita dibagi menjadi prinsip-prinsip umum
dan prinsip-prinsip khusus.
a. Prinsip-Prinsip Umum
1) Prinsip Kasih Sayang.
Setiap proses pembelajaran hendaknya dilakukan dengan
dasar kasih sayang, sifat kasih sayang merupakan prinsip dasar.
Prinsip kasih sayang ini diartikan sebagai pemberian perhatian
secara tulus-ikhlas oleh guru kepada para siswanya, yaitu
menyangkut kesediaan pendidik untuk berbahasa lemah lembut,
berperangai sabar dan tidak mudah marah, suka memaafkan, rela
berkorban, bertindak sportif, memberi contoh prilaku yang positif,
ramah, supel terhadap para siswanya.
Pemberian kasih sayang kepada siswa tunagrahita
merupakan salah satu cara untuk menarik perhatian siswa dalam
proses pembelajaran. Dengan sikap tersebut diharapkan siswa
tertarik dan memperhatikan apa yang diajarkan oleh guru, sehingga
akan menumbuhkan rasa percaya diri. Misalnya ketika siswa yang
memiliki perilaku malas, cengeng, usil, suka mengganggu teman,
kurang percaya diri, sulit bersosialisasi, mudah putus asa dan lain-
lain, maka tindakan guru adalah dengan memberikan perhatian dan
kasih sayang. Guru hendaknya memberikan permainan edukatif
yang bisa menghentikan perilaku negatif tersebut.
61
61
2) Prinsip Keperagaan
Peragaan adalah penggunaan alat peraga untuk membantu
memudahkan penyerapan informasi dari suatu komunikasi timbal-
balik. Dalam proses pembelajaran pada hakekatnya terdapat unsur
komunikasi timbal-balik antara guru dengan siswa.
Siswa tunagrahita akan lebih mudah tertarik perhatiannya,
apabila dalam proses pembelajaran menggunakan berbagai media,
alat dan metode. Dengan prinsip keperagaan akan memudahkan
siswa dalam menyampaikan materi pelajaran dan membantu
memudahkan siswa dalam menerima materi pelajaran tersebut.
Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran hendaknya guru lebih
banyak menggunakan alat peraga yang disesuaikan dengan kondisi
dan karakteristik siswa tunagrahita. Misalnya ketika siswa belajar
praktek sholat, maka guru harus menyediakan alat peraga misalnya
VCD tentang sholat. Kemudian pendidik memperagakan satu
demi satu, mulai bacaan maupun gerakannya. Siswa juga harus
ditanamkan kebiasaan sholat sejak dini, yaitu mengajak dan
membiasakan sholat berjamaah di sekolahnya. Guru tidak hanya
mengajar di kelas saja, tetapi juga ada tindakan langsung untuk
membiasakan sholat di sekolah dan di rumah bersama orang tuanya
mustahil peserta didik tunagrahita akan memiliki kemampuan dan
kebiasaan untuk sholat dengan baik.
3) Prinsip Pelayanan Individual
Pelayanan individual adalah pemberian bantuan, bimbingan
dan pengarahan kepada seorang siswa, secara perseorangan sesuai
dengan kemampuannya dalam mengikuti proses pembelajaran.
Pendekatan individual ini lebih tepat diterapkan untuk menangani
siswa tuna grahita dari pada pendekatan klasikal.
Pembelajaran bagi siswa tunagrahita menggunakan prinsip
pelayanan individual karena siswa tunagrahita sangat heterogen;
62
62
memiliki keunikan dalam cara belajar, tempo belajar, stabilitas
emosi, perkembangan sensori-motorik dan lain-lain.
4) Prinsip Kesiapan
Prinsip kesiapan adalah ketika guru akan melaksanakan
proses pembelajaran harus memperhatikan tahap kematangan,
perkembangan dan pertumbuhan siswa. Setiap siswa mengalami
masa kematangan, perkembangan dan pertumbuhan berbeda-beda.
Hal ini yang memungkinkan siswa dapat mengerjakan atau siap
menerima materi pelajaran.
Kematangan psikis dan fisik sangat diperlukan oleh siswa
saat akan belajar. Misalnya, supaya siswa dapat belajar membaca
al-Qur’an dengan baik, maka harus sudah mempunyai kemampuan
mengenal huruf hijaiyyah, membaca dan melafalkan huruf
hijaiyyah serta menulis huruf hijaiyah.
5) Prinsip Habilitasi dan Rehabilitasi
Usaha habilitasi adalah usaha agar siswa tunagrahita
menyadari bahwa mereka masih memiliki kemampuan atau potensi
yang dapat dikembangkan. Usaha tersebut juga menyangkut
bagaimana cara memupuk dan mengembangkan kemampuan yang
mereka miliki. Siswa tunagrahita masih memiliki kemampuan,
tetapi terbatas dan bahkan ada yang sangat terbatas. Karena itu
diperlukan usaha untuk mengaktualisasikan kemampuan yang
terbatas tersebut dengan berbagai cara supaya dapat
mengembangkan rasa percaya diri dan memiliki harga diri. Guru
memberikan tugas kepada siswa tunagrahita sesuai dengan
kemampuan siswa.
Usaha rehabilitasi pada siswa tuna grahita menuntut
keterlibatan beberapa ahli, misalnya siswa, dokter spesialis, pekerja
sosial, psikiater, ahli terapi bicara dll. Penanganan rehabilitasi
harus dilakukan secara bertahap, sistematis, berkelanjutan, serta
berjangka dan dikoordinasikan dalam bentuk tim atau kelompok
63
63
kerja. Dengan demikian pendidik agama Islam dalam
melaksanakan rehabilitasinya hendaknya berpegang pada prinsip
rehabilitasi, yaitu menjalin kerja sama yang harmonis dengan para
ahli.
6) Prinsip Penanaman dan Penyempurnaan Sikap.
Sikap dan penampilan seseorang dalam pergaulan sangat
menentukan. Kesan pertama mengenai seseorang didapat dari
penampilannya. Ada seseorang yang cepat dikenal dan diterima
dalam pergaulan, dan ada pula yang sebaliknya. Siswa tunagrahita
dikenal sebagai pribadi yang mengalami kesulitan mengenal
konsep diri, maka pelajaran bina diri merupakan kebutuhan khusus
yang harus diajarkan kepada siswa tunagrahita. Siswa tunagrahita
sering menunjukkan sikap fisik kurang sempurna, sulit konsentrasi
atau khusyu’ dalam sholat, badan bungkuk kedepan, jalan
terhuyung-huyung dengan tumit agak diangkat dan suka melamun.
Oleh karena itu, guru harus sabar membetulkan dan membenahi
jika ada sikap dan perbuatan yang salah atau tidak tepat tersebut.
b. Prinsip-Prinsip Khusus
Problema mendasar bagi siswa tunagrahita ringan adalah
memiliki Intelegensi dibawah rata-rata. Oleh sebab itu guru
hendaknya selalu memperhatikan prinsip-prinsip khusus agar materi
PAI lebih fungsional, aplikatif dan bermanfaat bagi siswa.
Adapun prinsip-prinsip tersebut antara lain :
1) Menyederhanakan materi bila terdapat materi yang sulit diterima
oleh siswa.
2) Menghindari penyampaian materi PAI secara abstrak, teoritis dan
verbal.
3) Penyampaian materi PAI secara kontekstual, praktis, mudah,
visual, bertahap, berkesinambungan dan berulang-ulang, agar
siswa dapat menerima dan memahami.
64
64
4) Mengoptimalkan potensi afektif dan psikomotor dari pada
kognitifnya.
5) Menggunakan media dan metode yang sesuai dengan kebutuhan
siswa.46
3. Model Pembelajaran PAI bagi Anak Tunagrahita
IEP (Individualized Educational Program) atau program
pembelajaran individual adalah program pembelajaran yang dibuat oleh
guru kelas dengan memperhatikan "keberadaan" dan "kebutuhan" setiap
peserta didik. Faktor keberhasilan dalam menanamkan pemahaman siswa
salah satunya adalah ketrampilan yang dimiliki oleh guru dalam
menyajikan pembelajaran yang efektif. Pembelajaran yang efektif adalah
pembelajaran yang mampu memanfaatkan kemampuan, minat, dan
kesiapan menerima pelajaran dari setiap peserta didik. Pembelajaran
semacam ini lebih memfokuskan pada kemampuan dan kelemahan siswa.
Model IEP atau Program pembelajaran individual bukanlah model
pembelajaran yang ditujukan kepada seorang saja, melainkan ditujukan
kepada sekelompok siswa atau kelas, namun dengan mengakui dan
melayani perbedaan-perbedaan siswa sehingga potensi masing-masing
siswa dapat dikembangkan secara optimal.47
Model pembelajaran akan menjelaskan makna kegiatan yang
dilakukan oleh pendidik selama pembelajaran berlangsung. Model dapat di
pahami sebagai:
1) Suatu tipe atau desain
2) Suatu deskripsi atau analogi yang digunakan untuk membantu suatu
proses visualisasi sesuatu yang tidak dapat dengan langsung di amati
3) Suatu sistem asumsi-asumsi dan data-data yang dipakai untuk
menggambarkan secara sistematis suatu obyek atau peristiwa.48
46 Kurikulum PAI SMPLB-C, (Semarang: SLB Negeri Semarang), hlm. 2-647 Moch. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009),
hlm.30-31.48 Syaiful Sagala, op.,cit., hlm.175-176
65
65
Model pembelajaran individual (IEP) memfokuskan pada proses
dimana individu membangun dan mengorganisasikan dirinya secara
realitas bersifat unik. Secara singkat pembelajaran ini menekankan pada
pengembangan pribadi, yaitu upaya membantu siswa untuk
mengembangkan hubungan yang produktif dengan lingkungannya dan
membantu mereka untuk dapat memandang dirinya sebagai pribadi yang
mampu/berguna.49
Model pembelajaran PAI bagi anak tunagrahita dirancang
berdasarkan kebutuhan nyata siswa agar dapat mengembangkan ranah
pendidikan sebagai sasaran pembelajaran. Tujuannya berupa pencapaian
siswa terhadap pengetahuan, keterampilan, dan sikap tertentu yang sesuai
dengan ajaran agama Islam.
Clifford T. Morgan berpendapat bahwa learning may be defined as
any relatively permanent change in behavior which occurs as a result of
experience or practice (pembelajaran diartikan sebagai perubahan tingkah
laku yang relatif permanen yang diukur dari hasil pengalaman atau
ketrampilan)50. Pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram
dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif yang
menekankan pada penyediaan sumber belajar. Pendidikan Agama Islam
adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik dalam
mengenal, memahami, menghayati, mengimani, bertakwa, berakhlak
mulia, mengamalkan ajaran agama dari sumber utamanya al-Qur’an dan
al-Hadits, melalui kegiatan bimbingan, pembelajaran, latihan, serta
penggunaan pengalaman. Anak tunagrahita adalah anak yang mempunyai
kecerdasan intelektual dibawah rata-rata. Jadi model pembelajaran PAI
bagi anak tunagrahita adalah suatu kegiatan pembelajaran untuk membuat
siswa tunagrahita belajar secara aktif sehingga dapat memahami dan
mengamalkan ajaran agama Islam sesuai dengan al-Qur'an dan al-Hadits.
49 Hamzah B.Uno, Model Pembelajaran: Menciptakan Proses Belajar Mengajar yangKreatif dan Efektif, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), Cet. 3, hlm.17-18.
50 Clifford T. Morgan, Instroduction to Psychology, (Tokyo: Mc Graw-HillbookCompany), hlm.62.
66
66
Pembelajaran menaruh perhatian pada upaya untuk meningkatkan
pemahaman dan memperbaiki proses pengajaran. Upaya memperbaiki
proses pembelajaran tersebut diperlukan berbagai model pembelajaran
yang sesuai dengan kondisi pembelajaran. Kondisi pembelajaran yang
dimaksud disini adalah tujuan pembelajaran, kendala dan karakteristik
bidang studi, dan karakteristik siswa.
Tujuan pembelajaran adalah pernyataan tentang hasil
pembelajaran. Kendala bidang studi adalah keterbatasan sumber-sumber
seperti waktu, media, biaya, dan lain-lain. Karakteristik bidang studi
adalah aspek-aspek suatu bidang studi yang dapat memberikan landasan
dalam mendeskripsikan strategi pembelajaran. Sedangkan karakteristik
siswa adalah aspek-aspek yang dimiliki siswa seperti bakat, motivasi, dan
hasil belajar yang telah dimiliki siswa.51
IEP atau program pembelajaran individual meliputi enam elemen,
yaitu: elicitors, behaviors, reinforces, entering behavior, terminal
objective, dan enroute. Keenam elemen tersebut sangat berperan dalam
proses pembelajaran. Pembelajaran diartikan sebagai berikut:
1) Elicitors (E), yakni peristiwa atau kejadian yang dapat menimbulkan
atau menyebabkan perilaku. Elicitors dapat terjadi melalui:
a) Peralatan pembelajaran (bentuk permainan edukatif, gambar-
gambar),
b) Bentuk-bentuk arahan, permintaan, demonstrasi atau petunjuk
tertentu.
c) Dapat melalui orang dengan perilaku seperti senyuman sebagai
tanda persetujuan, kerutan di dahi tanda tidak setuju.
Elemen elitor dalam pembelajaran PAI misalnya guru
menyediakan gambar alam ketika menjelaskan materi tentang bukti
ke-Esaan Allah. Dalam mengajari siswa wudhu dan shalat, guru bisa
51 Hamzah B.Uno, Perencanaan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), Cet.4,hlm. 19-20.
67
67
menggunakan metode demonstrasi supaya siswa dapat mengetahui
secara langsung praktek wudhu dan shalat.
2) Behaviors atau perilaku (B), merupakan kegiatan peserta didik
terhadap sesuatu yang dapat ia lakukan, antara lain: berjalan, berlari,
berbicara, membaca, dan lain-lain.
Siswa tidak hanya diajari membaca huruf alphabet saja, tetapi
juga diajari membaca huruf Arab agar kedepannya mereka bisa
membaca al-Qur'an. Siswa yang bisa membaca al-Qur'an akan lebih
mudah menjadikan al-Qur'an sebagai pedoman hidup dari siswa yang
tidak bisa membaca al-Qur'an.
3) A Reinforces atau penguatan (R) adalah suatu kejadian atau peristiwa
yang muncul sebagai akibat dari perilaku dan dapat menguatkan
perilaku tertentu yang dianggap baik.
4) Entering Behaviors atau kesiapan menerima pelajaran. Sebelum guru
memulai kegiatan pembelajaran, sangat esensial bila guru kelas
mengetahui kesiapan peserta didik. Kesiapan tersebut berupa kesiapan
peserta didik untuk melakukan tugas-tugas kegiatan akademik dan
kegiatan belajar berkaitan dengan perilaku-perilaku yang sesuai situasi
pembelajaran khusus.
5) Terminal Objective. Program pembelajaran seharusnya dapat
menghasilkan perubahan sebagai hasil akhir atau keluaran. Tujuan
diselenggarakannya Pendidikan Agama Islam adalah menghasilkan
siswa yang mampu mengenal, memahami, menghayati, mengimani,
bertakwa, berakhlak mulia, mengamalkan ajaran agama dari sumber
utamanya al-Qur’an dan al-Hadits.
6) Enroute Objective, merupakan langkah dari entering behaviors menuju
ke terminal objective.
Model pembelajaran bagi anak tunagrahita yang merupakan bagian
dari Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) meliputi beberapa komponen
yang harus diperhatikan:
68
68
a. Rasionalitas
Layanan pendidikan dan pembelajaran di Indonesia, khususnya
sekolah luar biasa atau sekolah yang menerapkan pendidikan inklusif
seyogyanya sejalan dan tidak terlepas dari prinsip-prinsip umum dan
prinsip-prinsip khusus. Layanan pendidikan bagi ABK memberikan
hak anak guna mendapatkan kesempatan atau opportunity right, hak
sebagai makhluk Tuhan yang perlu mendapatkan kesejahteraan sosial
atau human right.
b. Visi dan Misi
Bertitik tolak dari hasil pengamatan dan harapan kebutuhan di
lapangan, maka model pembelajaran ABK mengarah kepada visi dan
misi sebagai sumber pengertian bagi perumusan tujuan dan sasaran
yang harus ditetapkan. Visi pembelajaran bagi Anak Berkebutuhan
Khusus (ABK) adalah membantu setiap peserta didik berkebutuhan
khusus untuk dapat memiliki sikap dan wawasan serta akhlak tinggi,
menjunjung hak asasi manusia, saling pengertian, dan berwawasan
global. Misi pembelajaran bagi ABK adalah suatu upaya guru dalam
memberikan layanan pendidikan agar setiap peserta didik menjadi
individu yang mandiri, beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, berbudi luhur, terampil, dan mampu berperan sosial.52
c. Tujuan Pembelajaran Berdasarkan KTSP
Tujuan pembelajaran berdasarkan KTSP antara lain sebagai
berikut:
a. Pendidikan dasar yang meliputi SD/MI/SDLB/Paket A dan
SMP/MTs/SMPLB/ Paket B bertujuan meletakkan dasar
kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta
ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih
lanjut.
b. Pendidikan menengah yang terdiri atas SMA/MA/SMALB/Paket C
52 Bandi Delphie, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus, (Bandung:Refika Aditama,2006), hlm.155-156
69
69
bertujuan meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian,
akhlak mulia, serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut.53
d. Pendukung Sistem Model Pembelajaran
Komponen pendukung sistem adalah kegiatan-kegiatan
manajemen yang bertujuan untuk memantapkan, memelihara, dan
meningkatkan program pembelajaran. Kegiatan-kegiatannya diarahkan
pada hal-hal berikut:
1) Pengembangan dan manajemen program. Manajemen program
dilakukan upaya-upaya perencanaan, pelaksanaan, penilaian,
analisis, dan tindak lanjut.
2) Pengembangan staf pengajar. Dalam pengembangan ini tertuju
pada penguasaan guru terhadap aspek-aspek kompetensi yang
meliputi pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan
minat.
3) Pemanfaatan sumber daya masyarakat dan penataan terhadap
kebijakan teknis.
e. Komponen Dasar Model Pembelajaran
Berdasarkan pada visi dan misi, kebutuhan peserta didik dan
tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran, maka isi layanan
pembelajaran dikelompokkan kedalam bagian-bagian sebagai berikut:
1) Masukan, terdiri atas:
a) Masukan mentah berupa: elicitors, behaviors, reinforcers,
b) Masukan instrumen berupa: program, guru kelas dan sarana.
c) Masukan lingkungan berupa: norma, tujuan, lingkungan dan
tuntutan.
2) Proses terdiri atas Program Pembelajaran individual, pelaksanaan
intervensi, refleksi hasil pembelajaran, dan KTSP
3) Keluaran berupa perubahan kompetensi setiap peserta didik yang
53 E.Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: RemajaRosdakarya, 2006), hlm. 178-179.
70
70
mempunyai kesulitan atau hambatan perkembangan diri.
Tabel 1 Model Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus
4. Metode Pembelajaran PAI Bagi Anak Tunagrahita
Untuk mendorong keberhasilan proses belajar mengajar, guru
harus pandai memilih metode pembelajaran yang tepat. Perlu di sadari,
bahwa tidak ada satu metode pembelajaran yang unggul untuk semua
MASUKAN MENTAHEnam elemen konseptual modeyang menghasilkan kebutuhan dankarakteristik spesifik siswa.
MASUKANINSTRUMENTASI
Program Guru Kelas
Sarana Tanggapan
MASUKAN LINGKUNGAN
Norma Tujuan
Tuntutan Lingkungan
PROSES
ProgramPembelajaran
Individual
PelaksanaanIntervensi
KurikulumTingkatSatuan
Pendidikan
Refleksi hasilKegiatanBelajar
Mengajar
KELUARAN
KOMPETENSIPESERTA
DIDIK
BALIKAN
Monitoring &Evaluasi
71
71
tujuan dalam semua kondisi.54 Oleh karena itu, dalam memilih metode
pembelajaran, harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a. Keadaan murid yang mencakup pertimbangan tentang kecerdasan,
kematangan pribadi, dan perbedaan individu lainnya.
b. Tujuan yang hendak dicapai
c. Situasi yang mencakup hal yang umum, seperti situasi kelas dan
lingkungan.
d. Alat-alat yang tersedia akan mempengaruhi pemilihan metode yang
digunakan
e. Kemampuan pengajar yang mencakup kemampuan fisik dan keahlian.
f. Sifat bahan pengajaran.55
Metode pembelajaran PAI bagi anak tunagrahita adalah:
a. Metode Ceramah
Metode ceramah ialah cara menyajikan pelajaran melalui
penuturan secara lisan atau penjelasan secara langsung kepada
sekelompok siswa. oleh guru terhadap kelas. Dengan kata lain dapat
pula diartikan, bahwa metode ceramah atau lecturing adalah suatu cara
penyajian atau penyampaian informasi melalui penerangan dan
penuturan secara lisan oleh guru terhadap peserta didiknya.
Metode ceramah banyak dipakai, karena mudah dilaksanakan.
Nabi Muhammad dalam memberikan pelajaran terhadap umatnya
banyak mempergunakan metode ceramah disamping metode yang lain.
b. Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab ialah suatu cara mengajar dimana seorang
guru mengajukan beberapa pertanyaan kepada murid tentang pelajaran
yang telah di ajarkan atau bacaan yang telah mereka baca sambil
memperhatikan proses berpikir diantara murid-murid.
54 Hamzah B. Uno, op.cit, hlm.655 Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2003), hlm.33-34.
72
72
Guru mengharapkan jawaban yang tepat dan berdasarkan fakta.
Dalam tanya jawab, pertanyaan ada kalanya dari pihak murid (dalam
hal ini guru atau murid yang menjawab). Apabila murid-murid tidak
menjawabnya barulah guru memberikan jawabannya.
Metode Pemberian Tugas Belajar Dan Resitasi
Metode pemberian tugas dan resitasi adalah suatu cara mengajar
dimana seorang guru memberikan tugas-tugas tertentu kepada murid-
murid, sedangkan hasil tersebut di periksa oleh guru dan murid
mempertanggungjawabkannya.
Pertanggung jawab itu dapat dilaksanakan dengan cara:
1) Dengan menjawab test yang di berikan guru
2) Dengan menyampaikan ke depan secara lisan
3) Dengan cara tertulis
Dalam metode ini, kita menemukan tiga istilah penting:
c. Tugas
Tugas adalah suatu pekerjaan yang harus dilakukan baik tugas
datangnya dari orang lain maupun dari dalam diri kita sendiri. Di
sekolah biasanya itu datang dari pihak guru atau kepala sekolah. Tugas
ini biasanya bersifat edukatif dan bukan bersifat atau berunsur
pekerjaan.
d. Belajar
Menurut S. Nasution ada beberapa batasan istilah belajar :
1) Belajar adalah perubahan dalam sistem urat syaraf
2) Belajar adalah penambahan pengetahuan
3) Belajar adalah perubahan kelakuan berkat pengalaman dan
pengertian
Perubahan tingkah laku seseorang dipengaruhi oleh apa yang di
miliki seseorang itu, seperti: sifat, pengalaman, pengetahuan,
keterampilan, keadaan jasmaniah, dan lain sebagainya, dan juga
dipengaruhi pula oleh lingkungan. Hasil belajar dipengaruhi pula oleh
73
73
motif bahan yang di pelajari dengan mempergunakan alat-alat, waktu,
cara belajar dan sebagainya.
e. Resitasi
Resitasi adalah penyajian kembali sesuatu yang sudah di miliki,
diketahui atau dipelajari. Metode ini sering di sebut metode pekerjaan
rumah.
Prinsip yang mendasari metode ini ada dalam al-Qur’an. Allah
memberikan suatu tugas yang berat terhadap Nabi Muhammad
sebelum Nabi melaksanakan tugas ke-Rasulannya. Tugas yang di
instruksikan itu ialah berupa sifat-sifat kepemimpinan yang harus di
miliki.
Allah memberikan tugas lima macam, antara lain:
1) Taat beragama (membesarkan Tuhan)
2) Giat dan rajin berda’wah
3) Membersihkan diri dan jiwa
4) Percaya pada diri sendiri dan tidak mengharapkan sesuatu pada
orang lain
5) Tabah dan ulet dalam melaksanakan tugas.56
f. Metode Demonstrasi
Istilah demonstrasi dalam pengajaran dipakai untuk
menggambarkan suatu cara mengajar yang pada umumnya penjelasan
verbal dengan suatu kerja fisik atau pengoperasian peralatan barang
atau benda. Kerja fisik itu telah dilakukan atau peralatan itu telah
dicoba lebih dahulu sebelum didemonstrasikan. Orang yang
mendemonstrasikan (guru, peserta didik atau orang luar)
mempertunjukkan sambil menjelaskan tentang sesuatu yang di
demonstrasikan.
56 Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2001),hlm.133-134
74
74
Dalam mengajarkan praktek-praktek agama, Nabi Muhammad
sebagai pendidik agung banyak mempergunakan metode ini, seperti
mengajarkan cara berwudhu, shalat, haji, dan sebagainya. Seluruh
cara-cara ini di praktikan oleh Nabi ketika menerangkan sesuatu hal
kepada umatnya.
g. Mengajar Beregu (Team Teaching)
Team teaching ialah suatu sistem mengajar yang dilakukan
oleh dua orang atau lebih dalam mengajar sejumlah peserta didik yang
mempunyai perbedaan minat, kemampuan atau tingkat kelas.57
h. Metode Drill (Latihan)
Metode drill (latihan) dimaksudkan untuk memperoleh
ketangkasan atau ketrampilan latihan terhadap apa yang dipelajari,
karena hanya dengan melakukan secara praktis suatu pengetahuan
dapat di sempurnakan..
i. Metode Karya Wisata
Metode karyawisata adalah metode pengajaran yang dilakukan
dengan mengajak para siswa keluar kelas untuk mengunjungi suatu
tempat yang ada kaitannya dengan pokok bahasan. Sebelum keluar,
guru memberitahu aspek-aspek yang harus diperhatikan siswa.58
57 Ramayulis, Metode Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia,2005), hlm. 245-285
58 Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Pers,2002), hlm.53-55
75
75
BAB III
PELAKSANAAN METODE PEMBELAJARAN PAI BAGI
ANAK TUNAGRAHITA DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI
(SLBN) SEMARANG
A. Profil Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) Semarang
SLBN Semarang adalah pusat Sekolah Luar Biasa (SLB) di Jawa
Tengah mulai dari TKLB sampai SMALB. Sebagai pusat SLB Jawa Tengah,
SLBN semarang melayani pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus
(ABK), tunanetra, tunarungu, tunawicara, tunagrahita ringan (C) atau sedang
(C1), tuna daksa, tuna laras, dan autis. Fokus penelitian ini adalah metode
pembelajaran PAI bagi siswa tuna grahita ringan (C) tingkat SMPLB.
1. Selayang Pandang SLBN Semarang
Dalam upaya peningkatan pelayanan pendidikan bagi Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK), Pemerintah Provinsi Jawa Tengah melalui
Dinas P dan K mendirikan 1 (satu) SLB Negeri yang berlokasi di Jl. Elang
Raya No.2 Semarang. Pendirian sekolah ini berdasarkan Surat Keputusan
Gubernur Jawa Tengah No.420.8/72/2004, dan mulai beroperasi tahun
pelajaran 2004-2005.
Berdasarkan peraturan Gubernur Jawa Tengah No.6 tahun 2005
tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Sekolah Luar Biasa
Negeri Semarang menjadi satuan kerja unit Pendidikan Luar Biasa Jawa
Tengah. SLB Negeri Semarang ditunjuk oleh Direktorat Pendidikan Luar
Biasa Depdiknas sebagai SLB Center di Jawa Tengah untuk mendidik
anak tunanetra, tunarungu, tuna wicara, tunagrahita, tunadaksa, dan autis
dari TKLB sampai SMALB. SLB Negeri Semarang juga sebagai Lab
School Balai Pengembangan Pendidikan Khusus Jawa Tengah dan
menjadi pusat pelatihan para alumni SMALB dan para siswa drop out
SDLB, SMPLB, maupun SMALB untuk dididik dalam bidang
ketrampilan.
76
76
Sebagai Sekolah Center SLB di Jawa Tengah, SLB Negeri
Semarang dalam pengajaran menggunakan system Full Day School
yaitu penerapan pembelajaran dari pukul 07.30 s/d 16.00 WIB.
Diadakannya sistem Full Day School agar para siswa terbiasa berlatih
mandiri dibawah bimbingan para guru yang profesional dan berdedikasi
tinggi. Sistem full day school dapat meningkatkan potensi siswa dalam
pembelajaran.
2. Layanan Pendidikan SLBN Semarang
Layanan Pendidikan yang terdapat di SLBN Semarang antara lain:
a. Assessment dan intervensi dini (usia balita)
b. Pendidikan tingkat play group, TKLB, SDLB, SMPLB, dan SMALB
c. Bimbingan belajar siswa yang berkesulitan belajar
d. Layanan terapi pendidikan luar biasa, antara lain Fisio Terapi, Speech
terapy, Terapi perilaku, konsultasi psikologi, dan Okupasi Terapy
e. Bengkel kerja/Sheltered Workshop meliputi: boga, pertukangan,
otomotif, tata kecantikan, tata busana, pertanian, dan perikanan.
f. ICT/Warnet
g. Bimbingan belajar: membaca, menulis, bahasa Inggris, matematika,
IPA, IPS.
h. Full Day School
3. Visi dan Misi SLBN Semarang
Untuk mewujudkan tujuan yang hendak dicapai, visi dan misi
SLBN Semarang adalah:
Visi SLBN Semarang: ”Terwujudnya pelayanan anak
berkebutuhan khusus yang berbudi luhur, terampil, dan mandiri”. Tujuan
diselenggarakannya pendidikan anak berkebutuhan khusus adalah
mewujudkan peserta didik yang terampil dan mandiri. Kemandirian dan
ketrampilan yang dimiliki anak berkebutuhan khusus akan lebih
memudahkan mereka menyesuaikan diri di masyarakat.
Misi SLBN Semarang: ”Memberikan pelayanan yang prima dan
memberi kesempatan seluas-luasnya kepada anak berkebutuhan khusus
77
77
secara maksimal, agar mampu hidup mandiri dan berguna bagi
masyarakat”. Anak berkebutuhan khusus memerlukan pendidikan seperti
anak normal lainnya. Oleh karena itu pendidikan yang diberikan kepada
mereka harus dilaksanakan secara maksimal. Sehingga mereka bisa hidup
mandiri dan dapat memanfaatkan potensinya dalam menjalani
kehidupan.59
4. Struktur Organisasi
Struktur organisasi adalah seluruh petugas yang berkecimpung
dalam pengelolaan dan pengembangan program pendidikan dan
pengajaran. SLBN Semarang mempunyai struktur organisasi dengan
koordinatornya adalah kepala sekolah yang dibantu oleh para wakil kepala
sekolah. Masing-masing bagian ketunaan dikoordinatori oleh tim ahli
dalam bidangnya. Misalnya bagian tunagrahita koodinatornya adalah guru
alumni PLB tunagrahita. Struktur organisasi SLBN Semarang adalah:
59 Brosur SLBN Semarang pada tanggal 16 Februari 2010
78
78
TABEL 2STRUKTUR ORGANISASISLB NEGERI SEMARANG
KEPALA SEKOLAHDrs. CIPTONO
Waka KURIKULUMKUNTJORO HADI, SP.d
Waka BENGKElARI MURSITA NURAHA
Waka KESISWAANUMAR, SHI
Waka HUMASARIS WIBOWO, S.Pd
Waka SARPRASEKO SULISTYANTO, S.E
Koordinator ‘ B’ARENA PERISTIWANI, S.Pd
Koordinator ‘C’DWI HARYANTI, S.Pd
Koordinator ‘ Pengebangan’HIMAWAN .T, S.Pd
Koordinator TU
Koordinator ‘A’SITI RAHMAWATI, S.Pd
Koordinator ‘ C1’YANA EKAWATY, S.Pd
Koordinator ‘ Autis’RICHA SRI M, S.Pd
S I S W A
Komite Sekolah
G U R U
41
79
79
5. Data Guru Dan Karyawan
SLBN Semarang dikelola dan diasuh oleh guru dan karyawan yang
mempunyai kompetensi dalam bidang PLB (Pendidikan Luar Biasa).
Pendidik SLBN Semarang, selain para sarjana PLB (Pendidikan Luar
Biasa), Sarjana MIPA (Matematika dan IPA), dan sarjana agama. Di
SLBN Semarang juga diajarkan tentang ketrampilan, pendidik ketrampilan
antara lain guru dari jurusan tata boga, tata busana, seni tari, seni musik,
elektro, dan akuntansi. Guru dan karyawan yang ada di SLBN Semarang
mengajar sesuai dengan bidangnya masing-masing, sehingga siswa yang
merupakan bagian dari Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dapat
menerima pendidikan secara efektif dan efisien. Data guru dan karyawan
SLBN Semarang dapat dilihat di lampiran.60
6. Data Siswa (SMPLB)
Fokus penelitian penulis adalah metode pembelajaran PAI bagi
anak tunagrahita bagian C (Tunagrahita ringan) tingkat SMPLB yang
beragama Islam. Jumlah siswa tunagrahita ringan tingkat SMPLB ada 21
siswa, 8 siswa kelas VII, 7 siswa kelas VIII, dan 8 siswa kelas IX.
Pembelajaran siswa tunagrahita ringan mulai dari kelas VII, kelas VIII,
dan kelas IX tingkat SMPLB dijadikan satu kelas. Hal ini dilakukan
karena terbatasnya gedung sekolah dan guru pengajar. Data siswa SMPLB
tunagrahita ringan adalah sebagai berikut:
60 Dokumen SLBN Semarang pada tanggal 19 Maret 2010
80
80
TABEL 3
DATA SISWA SMPLBN SEMARANG
Kelas Nama L/P TTL Alamat AgamaVII
VIII
IX
Andre ArdiyanLasella Sinta WanastutiAgung DesyantoroDamar Septadi WWinanto MahardikaTegas Bayutirta WijayaZahra KusumawatiJelita Taurina HutabaratGuntur Prima Ade PDewi Michiko BudiyanaM. Bahrn AmiqKalistus Pinow AnantyaLidia Nuri KtistiyaniKamila Imka RahimaRengga Eko IrwantoReno amanullah NSubhi Nur FadhilahCatur Novi AryaniKamila Sari HermantoAgus Puji Rahmat
LPLLLLPPLPLLPPLLLPPL
Semarang, 18-09-1996Semarang, 15-07-1994Semarang, 17-12-1994Yogyakarta, 17-09-1995Semarang, 09-05-1993Semarang, 22-04-1995Solo, 21-10-1995Semarang, 10-05-1995Manukwari, 07—05-1994Semarang, 08-12-1991Demak, 23-01-1994Semarang, 14-10-1994Semarang, 27-01-1993Semarang, 10-01-1993Kendal, 28-03-1994Semarang, 13-03-1995Semarang, 19-11-1992Semarang15-11-1991Semarang, 03-06-1994Tegal, 13-08-1992
Jl. Taman Cani Mas II/224Jl. Sawung Galing Sltn 28 ABumi wanamukti B3/14Jl. Bukit Kemuning VI/506Jl. Kumudasworo Selatan VJl. Lembayung III/108Bulu Seteran 3 B No.328Perum Graha WahidBandung Rejo 259Argo Timur IV/655DemakJl. Mahisa Selatan IV/54Halmahera Buntu 7Taman Kukilomukti 200Jl. Banteng III/8 Rt 6/4Jl. Pucang Permai IV No. 54Jl. Wismasari Raya No.2Jl. TM Sekar Jagat No. 4 MranggenTambak Aji Ngaliyan
KristenIslamIslamKristenIslamKatolikIslamKristenIslamIslamIslamKristenKristenKristenKristenIslamIslamIslamKatolikIslam
43
1
7. Sarana dan Prasarana SLBN Semarang
Sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor yang
mendukung kegiatan belajar mengajar. Salah satu keberhasilan belajar
siswa adalah tersedianya sarana dan prasarana yang memadai dan sesuai
dengan kebutuhan siswa. Oleh karena itu, sekolah harus mengupayakan
sarana dan prasarana agar proses belajar mengajar dapat berjalan efektif
dan efisien.
Ketunaan yang dimiliki siswa membutuhkan sarana yang khusus
dibandingkan siswa umum. SLBN Semarang sudah menyediakan sarana
dan prasarana yang sesuai dengan kebutuhan siswa mulai dari siswa tuna
netra, tuna wicara, tuna rungu, tuna grahita, tuna daksa, dan autis. Sarana
dan prasarana yang ada di SLBN Semarang sudah cukup lengkap.
Lengkapnya sarana dan prasarana pembelajaran mencerminkan kondisi
pembelajaran yang baik. Sehingga kebutuhan siswa akan pendidikan bisa
tercukupi. Peranan guru dalam memanfaatkan sarana dan prasarana antara
lain
a. Memelihara dan mengatur prasarana untuk menciptakan suasana yang
menggembirakan.
b. Memelihara dan mengatur sasaran pembelajaran yang berorientasi
pada keberhasilan belajar siswa.
c. Mengorganisasikan belajar siswa sesuai dengan sarana dan prasarana
yang dimiliki secara tepat guna.61 Data sarana dan prasarana dapat
dilihat pada lampiran.
8. Kurikulum
Kurikulum yang digunakan di SLBN Semarang adalah KTSP.
KTSP adalah kurikulum yang disusun, dilaksanakan, dan dikembangkan
oleh satuan pendidikan yang sudah siap dan mampu mengembangkannya.
Bagi satuan pendidikan yang belum siap mengembangkan kurikulum,
dapat menggunakan model kurikulum yang dikembangkan oleh BSNP.
BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan) adalah badan mandiri dan
61 Dokumen SLBN Semarang pada tanggal 24 Maret 2010
2
independen yang bertugas mengembangkan, memantau pelaksanaan, dan
mengevaluasi Standar Nasional Pendidikan.
“Kurikulum dari BSNP untuk para siswa berkebutuhan khususkurang sesuai dengan realita keadaan siswa, karena kurikulumyang diberikan hampir sama dengan kurikulum untuk siswanormal. Sehingga siswa sulit mengikuti kurikulum tersebut.Kurikulum yang dibutuhkan siswa hendaknya disesuaikan dengankemampuan siswa. Langkah SLBN Semarang dalam menanganihal ini dengan mengubah (menurunkan) Kompetensi Dasar (KD)dari kurikulum yang berasal dari BSNP. Misalnya KD dari BSNPadalah menjelaskan hukum bacaan "Al" Qamariyah, makaditurunkan menjadi menerapkan hukum bacaan "Al" Qamariyah.Jadi, penekanannya adalah siswa dapat menerapakan hukumbacaan "Al" Qamariyah bukan siswa dapat menjelaskan hukumbacaan "Al" Qamariyah. “ Penerapan bacaan “Al” Qamariyah lebihmudah dilakukan siswa daripada menjelaskan bacaan “Al”Qamariyah. 62
Kurikulum yang dibutuhkan oleh siswa tunagrahita meliputi cara
berkomunikasi, cara bersosialisasi, keterampilan gerak, kematangan diri
dan tanggung jawab sosial. Kurikulum PAI bagi siswa tunagrahita ringan
dari BSNP dan kurikulum yang dikembangkan oleh SLBN Semarang
dapat dilihat di lampiran.
B. Metode Pembelajaran PAI bagi Anak Tunagrahita di Sekolah Luar Biasa
Negeri (SLBN) Semarang
Penggunaan metode dalam pendidikan tidak terfokus pada satu metode
saja, hal ini akan membuat suasana belajar menjadi membosankan dan siswa
menjadi kurang aktif. Metode pembelajaran PAI yang diterapkan di SLBN
Semarang adalah ceramah, demonstrasi, tanya jawab, pemberian tugas, dan
latihan/drill. Guru harus fokus memperhatikan siswa ketika menyampaikan
materi pelajaran.
62 Hasil wawancara dengan Bapak Kuntjoro Hadi, S.Pd selaku Wakil Kepala Kurikulumpada tanggal 24 Maret 2010 di Ruang Wakil Kepala Sekolah.
3
“ Kemampuan intelektual siswa yang rendah menyebabkan siswakurang cepat menangkap materi pelajaran yang diberikan. Oleh karenaitu, materi yang disampaikan senantiasa diulang-ulang supaya merekamemahami materi dan bisa mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Sebelum menggunakan metode, guru harus memahamikarakteristik, kondisi, dan kemampuan siswa. Hal ini memudahkanguru dalam memilih metode yang akan digunakan.”63
Metode pembelajaran PAI bagi anak tuna grahita yaitu:
1. Demonstrasi
Metode demonstrasi digunakan untuk menunjukkan pelajaran yang
membutuhkan gerakan dengan suatu proses dengan prosedur yang benar.
Metode demonstrasi digunakan dalam pelajaran fiqih. Pelajaran fiqih
tingkat SMPLB adalah praktek wudhu dan shalat. Siswa diberikan materi
wudhu dan shalat terlebih dahulu sebelum praktek, agar siswa memahami
teorinya.
Pelaksanaan metode demonstrasi bagi anak tunagrahita ringan
dimulai dengan penjelasan materi dari guru. Guru memberikan landasan
teori tentang materi yang didemonstrasikan. Mengingat intelegensi siswa
dibawah rata-rata, maka guru memberikan penjelasan kepada siswa
dengan pelan dan mengulang kata yang menjadi poin penting materi.
Dalam menyampaikan materi, guru tidak hanya transfer of
knowledge tetapi juga transfer of value. Dengan demikian, siswa tidak
hanya paham dan dapat melaksanakan suatu ilmu, tetapi juga memahami
makna ilmu yang diberikan. Walaupun mereka lemah mental, pendidikan
tentang kewajiban beribadah kepada Allah tetap harus diberikan.
Pemahaman siswa tentang kewajiban beribadah kepada Allah, akan
memberikan mereka sandaran saat mengalami kesulitan menjalani
kehidupan.
Langkah guru agar siswa lebih memahami pelajaran dengan
melempar pertanyaan terkait dengan materi. Jawaban yang diberikan siswa
63 Hasil Wawancara Dengan Bapak Umar, S.HI, selaku Guru PAI SLBN Semarang pada 24Maret 2010 di ruang Wakil Kepala Kesiswaan
4
ada yang benar dan ada yang melenceng dari yang seharusnya. Hal ini
wajar, karena daya tangkap masing-masing siswa berbeda-beda.
Guru memulai demonstrasi setelah materi yang diberikan sudah
diterima siswa dengan baik. Proses pembelajaran dilaksanakan di mushola
sekolah, jadi siswa lebih santai mengikuti pelajaran. Posisi duduk siswa
seperti shaf shalat, siswa putra di shaf depan, dan siswa putri dibelakang.
Suasana santai yang dihadirkan guru membuat siswa tidak bosan sehingga
aktif mengikuti pelajaran.
Pelaksanaan praktek shalat diampu oleh dua orang guru. Guru yang
satu mengarahkan tata caranya dan guru yang lain membenarkan gerakan.
Beberapa siswa yang tidak bisa menirukan gerakan shalat, mereka dibantu
oleh guru dengan menggerakkan anggota tubuh mereka. Misalnya saat
gerakan takbir, siswa yang tidak bisa menirukan gerakan dibantu oleh guru
dengan menggerakkan tangan siswa dalam posisi takbir. Guru sangat sabar
dalam mengarahkan siswa, walaupun mereka sering lupa urutan gerakan
shalat. Hafalan bacaan shalat siswa sudah cukup baik, surat-surat pendek
yang dihafalkan siswa adalah surat an-Nas, al-Falaq, al-Ikhlash, al-Lahab,
An-Nashr. Setelah demonstrasi selesai dilakukan, proses pembelajaran
dilakukan dengan memberikan tugas kepada siswa supaya melaksanakan
shalat lima waktu dengan tertib.64
2. Diskusi
Metode diskusi digunakan untuk mengetahui pendapat siswa
tentang suatu masalah yang memerlukan pemecahan. Selain itu, metode
diskusi juga dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman siswa
terhadap materi pelajaran yang sudah diberikan.
Pelaksanaan metode diskusi bagi siswa tunagrahita ringan, guru
menempatkan siswa satu kelas sebagai satu tim, jadi tidak dibagi kedalam
beberapa kelompok. Keterbelakangan mental yang dimiliki siswa,
membuat mereka tidak bisa mengkonsep suatu masalah dengan baik.
Sehingga guru tidak memberi tugas siswa sebagai moderator, penulis, dan
64 Hasil Observasi Tanggal 24 Februari 2010
5
pelapor hasil diskusi seperti konsep diskusi yang diterapkan kepada siswa
normal. Siswa berperan sebagai peserta dan guru berperan sebagai
pemimpin diskusi.
Diskusi yang diterapkan untuk siswa normal dilakukan dengan
guru memberikan suatu kasus kepada siswa, kemudian memberi
kesempatan siswa untuk berpendapat tentang pemecahan masalahnya.
Sedangkan diskusi yang diterapkan untuk siswa tunagrahita dilaksanakan
dengan guru memberi pertanyaan dan meminta siswa untuk menjawabnya.
Siswa tunagrahita tidak dapat memecahkan suatu masalah yang
membutuhkan analisis yang tajam, oleh karena itu pertanyaan dari guru
seputar kehidupan sehari-hari siswa dan seputar materi pelajaran.
Pertanyaan dari guru ditujukan kepada semua siswa di kelas. Jika
tidak ada yang menjawab, maka guru memanggil salah satu nama siswa
dan meminta siswa tersebut untuk menjawabnya. Setelah itu guru meminta
siswa yang lain untuk menanggapi jawaban temannya. Para siswa antusias
menanggapi pertanyaan dari guru, tetapi mereka kurang peduli dengan
kebenaran jawaban yang diberikan.
Beberapa siswa sudah bisa menanggapi pendapat siswa lain.
Dengan demikian siswa termotivasi untuk berfikir dan belajar menanggapi
pendapat orang lain. Metode diskusi bagi siswa tunagrahita juga
membantu mereka memperlancar komunikasi, karena pada umumnya
komunikasi siswa tunagrahita kurang lancar.
Materi yang menggunakan metode diskusi adalah materi akhlak.
Permasalahan yang didiskusikan mengenai kehidupan sehari-hari siswa.
Misalnya mendiskusikan tentang ciri-ciri orang munafik, pergaulan siswa,
cara berbakti kepada orang tua, bagaimana menghormati guru, santun
kepada orang lain, dan lain sebagainya.
3. Tanya Jawab
Metode tanya jawab dilaksanakan dengan guru mengajukan
beberapa pertanyaan kepada siswa tentang pelajaran yang telah diajarkan.
6
Metode tanya jawab hanya dapat memberi gambaran kasar dan untuk
mengingatkan kembali sesuatu yang telah dipelajari siswa.
Metode tanya jawab bagi siswa tunagrahita digunakan pada semua
materi pelajaran. Pelaksanaannya dilakukan saat pelajaran dimulai, saat
pelajaran berlangsung, dan ketika pelajaran selesai. Tanya jawab yang
dilaksanakan saat pelajaran dimulai agar siswa mengingat pelajaran
sebelumnya. Siswa tunagrahita sangat lemah dalam mengingat sesuatu
oleh karena itu materi yang disampaikan kepada mereka senantiasa
diulang-ulang sampai mereka paham. Saat pembelajaran berlangsung,
tanya jawab berfungsi untuk mengetahui pemahaman siswa dan
memancing konsentrasi siswa terhadap pelajaran. Begitu pula dengan
siswa yang kurang memperhatikan pelajaran, maka dinasihati dan diberi
pertanyaan agar lebih memperhatikan pertanyaan dari guru. Metode Tanya
jawab yang dilaksanakan saat pelajaran selesai untuk mengetahui
pemahaman terhadap materi yang telah disampaikan.
Pertanyaan dari guru sangat sederhana dan tidak membutuhkan
jawaban yang harus menjelaskan atau menganalisis sesuatu secara
mendalam. Misalnya, "sebutkan nama-nama 10 malaikat Allah!".
Walaupun terkadang guru memberikan pertanyaan yang meminta
penjelasan dari mereka, pertanyaan yang diajukan seputar kegiatan sehari-
hari yang mereka lakukan.
Guru juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya
sesuatu yang tidak mereka pahami. Masalah yang ditanyakan siswa
mengenai benar atau salah perbuatan yang mereka lakukan. Guru
menjawab pertanyaan siswa dengan sabar dan menggunakan bahasa yang
dipahami oleh mereka.65
4. Ceramah
Metode ceramah digunakan untuk menyampaikan semua materi
pelajaran. Guru menyampaikan materi dengan menggunakan bahasa yang
sederhana agar bahan pelajaran yang disampaikan dapat diterima dengan
65 Hasil observasi pada tanggal 19 Maret 2010
7
mudah oleh siswa. Kata-kata yang diucapkan oleh guru senantiasa
diulang-ulang agar siswa lebih memahami maksud yang disampaikan
guru. Metode ini mengandalkan kepiawaian guru dalam berkomunikasi
dan mengkondisikan siswa agar tetap fokus terhadap pelajaran.
Pelaksanaan metode ceramah bagi siswa tunagrahita, guru terlebih
dahulu menjelaskan tujuan materi yang akan disampaikan. Penjelasan
tujuan materi ini agar siswa mengetahui kegiatannya dalam belajar. Tujuan
tersebut juga dapat membangkitkan motivasi belajar siswa.
Metode ceramah bagi siswa tunagrahita digunakan untuk
menyampaikan semua materi pelajaran. Walaupun suatu materi
menggunakan metode demonstrasi, tetap diawali dengan ceramah dari
guru.
Guru sangat memahami kondisi siswa, oleh karena itu materi
disampaikan dengan jelas dan pelan agar siswa lebih paham maksud yang
disampaikan. Apabila terdapat poin penting dari materi, materi tersebut
disampaikan dengan cara mengulang kalimat dan menanyakan kepada
siswa apakah sudah paham materi yang disampaikan guru.
Guru menulis kata atau kalimat yang perlu mendapat penjelasan di
papan tulis. Hal ini membantu siswa dalam belajar membaca dan menulis.
Metode ceramah sering digunakan oleh guru, karena metode ini mudah
untuk dilakukan. Selain itu, metode ini dapat merangsang peserta didik
untuk belajar mandiri.66
5. Metode Pemberian Tugas
Metode pemberian tugas adalah cara penyajian bahan pelajaran
dimana guru memberikan tugas tertentu agar murid melakukan kegiatan
belajar. Tugas diberikan kepada siswa untuk memperdalam bahan
pelajaran dan merangsang siswa untuk aktif belajar.
Pemberian tugas kepada siswa tunagrahita supaya mereka tidak
hanya menerima ilmu saja tetapi juga ilmu tersebut dilaksanakan dalam
kehidupan sehari-hari siswa. Guru memberikan tugas yang berhubungan
66 Hasil observasi pada tanggal 26 Maret 2010
8
dengan kehidupan mereka, misalnya memberi tugas siswa untuk
melaksanakan shalat lima waktu secara rutin, menjaga diri dalam
pergaulan, dan lain-lain. Tugas ini untuk memperdalam dan memperluas
wawasan siswa terhadap apa yang telah mereka pelajari.
Pemberian tugas kepada siswa tunagrahita merupakan PR
(Pekerjaan Rumah) bagi mereka. Mereka tidak diberi tugas seperti
merangkum bahan pelajaran, menjawab pertanyaan secara tertulis seperti
yang diberikan kepada siswa normal. Tugas yang diberikan kepada siswa
normal sulit dilaksanakan oleh siswa tunagrahita. Siswa tunagrahita ringan
tidak bisa menghadapi suatu tugas yang membutuhkan pemahaman yang
mendalam. Oleh karena itu, guru memberikan tugas kepada mereka
seputar kehidupan sehari-hari siswa.
Siswa melaksanakan tugas dengan cukup baik, hal ini diketahui
guru dari hasil laporan siswa terhadap tugas yang telah mereka laksanakan.
Guru memberi pujian kepada siswa yang telah melaksanakan tugas dengan
baik. Hal ini dapat membangkitkan motivasi belajar mereka dan
memberikan rasa bangga terhadap dirinya sendiri bahwa ternyata dia bisa
melaksanakan tugas dari guru.
6. Metode Drill atau Latihan
Penerapan metode drill atau latihan kepada siswa tunagrahita
ringan digunakan untuk mengajari siswa membaca dan menulis. Dalam
membaca, siswa tidak diberikan buku bacaan secara langsung. Siswa
tunagrahita ringan tingkat SMPLB sudah bisa membaca dengan cukup
lancar. namun mereka belum lancar dalam menulis. Teknis mengajari
siswa menulis alphabet dan huruf Arab ada tiga, yaitu:
1. Guru menuliskan satu kalimat di papan tulis, kemudian para siswa
diminta menyalin tulisan tersebut di buku masing-masing. Sebagian
besar siswa masih menyalin perkataannya, mereka belum bisa
membaca satu kalimat sempurna yang akan mereka salin pada buku
tanpa melihat tulisan yang ada di papan tulis lagi.
9
2. Guru menulis satu baris kalimat pada buku masing-masing siswa.
Kalimat tersebut berisi mata pelajaran yang sedang dipelajarinya.
Siswa menirukan tulisan dibawah baris yang di tulis guru. Siswa lebih
cepat dalam menyalin tulisan yang ditulis pada buku mereka daripada
harus menyalin tulisan yang ada di papan tulis.
3. Guru meminta siswa untuk menulis kalimat supaya ditulis di papan
tulis atau di buku siswa. Siswa kurang berani untuk tampil di depan
kelas, oleh karena itu guru meminta kepada siswa yang ingin menjadi
sukarelawan untuk menulis kalimat ditulis di papan tulis. Ada
beberapa siswa yang enggan maju kedepan kelas, guru selalu memberi
motivasi kepada siswa supaya siswa lebih berani dan percaya diri
tampil di depan orang banyak. Hal ini juga membantu siswa
menyesuaikan diri terhadap lingkungannya.
Dalam mengajari siswa membaca dan menulis huruf Arab, guru
memakai buku Iqro’. Ada dua siswa yang sudah bisa membaca huruf Arab
yang dirangkai dan hal ini dapat memotivasi teman yang lain untuk selalu
meningkatkan kualitas belajarnya. Dalam mengajari siswa menulis huruf
Arab, teknisnya sama dengan mengajari siswa menulis huruf alfabet.67
Guru PAI yang mengajar siswa tunagrahita ringan harus
memahami kemampuan siswa. Gurupun mengajari siswa dalam membaca
sesuai dengan kemampuan mereka. Dengan demikian, guru dapat
meningkatkan kemampuan siswa dan mengetahui perkembangan
kemampuan membacanya. Daya fikir anak sangat lemah, sehingga
informasi yang diberikan kepada sulit untuk mereka tangkap.
Pelaksanaan pembelajaran PAI bagi siswa tunagrahita ringan
menggunakan metode konvensional, yaitu demonstrasi, diskusi, tanya
jawab, ceramah, pemberian tugas, dan latihan/drill. Dalam menerapkan
metode, guru memperhatikan kondisi siswa yang lemah dalam berfikir.
Penerapan Metode pembelajaran PAI bagi siswa tunagrahita ringan
di SLBN Semarang digunakan dengan cara berselang-seling sesuai dengan
67 Hasil observasi tanggal 2 April 2010 di Ruang Kelas SMPLB
10
kemampuan siswa dan materi yang diajarkan. Penggunaan metode di
sesuaikan dengan kemampuan siswa dan materi pelajaran. Dengan
demikian, akan menciptakan suasana belajar yang tidak monoton dan
membosankan. Dibawah ini akan dijelaskan tentang proses penerapan
metode pembelajaran PAI bagi siswa tunagrahita ringan di SLBN
Semarang.
Dalam mengawali pelajaran, guru mengucapkan salam dan
meminta siswa membaca surat al-Faatihah bersama-sama. Guru
menanyakan pelajaran sebelumnya untuk mengembalikan pemahaman
siswa terhadap materi yang telah diterimanya. Dengan demikian, guru
telah menerapkan metode tanya jawab pada awal pelajaran. Setelah tanya
jawab, guru mulai menyampaikan materi dengan pelan, jelas dan diulang-
ulang pelajaran baru sampai mereka paham. Dalam menyampaikan materi,
guru telah menggunakan metode ceramah. Pada saat penyampaian materi
berlangsung, guru menayakan sesuatu yang baru saja disampaikannya.
Pertanyaan ditujukan kepada siswa yang kurang memperhatikan pelajaran
dan kepada semua siswa.
Materi pelajaran yang memerlukan praktek dari guru, digunakan
metode demonstrasi. Pelaksanan demonstrasi juga diawali dengan ceramah
dari guru untuk menjelaskan materi yang didemonstrasikan. Gurupun
memberi kesempatan kepada siswa untuk menanyakan sesuatu yang belum
mereka pahami.
Komunikasi siswa tunagrahita pada umumnya kurang lancar, oleh
karena itu guru menggunakan metode diskusi. Guru melaksanakan metode
diskusi dengan menanyakan pendapat siswa tentang sesuatu hal yang
berhubungan dengan kehidupan sehari-hari mereka. Pada akhir pelajaran,
guru memberi tugas kepada siswa terkait materi yang diajarkan. Tugas
diberikan secara lisan, misalnya memberi tugas siswa untuk melaksanakan
shalat lima waktu, berbuat baik kepada orang lain, dan lain sebagainya.
11
Proses kegiatan belajar mengajar (KBM) mata pelajaran PAI kelas
VII, VIII, dan IX dijadikan satu ruang dan dalam waktu yang bersamaan.
Hal ini dilakukan karena keterbatasan guru PAI dan penga
Para siswa tunagrahita ringan bersemangat mengikuti kegiatan
pembelajaran di sekolah. Hal ini dikarenakan keadaan sekolah yang sudah
dikondisikan sedemikian rupa untuk membuat nyaman mereka belajar di
sekolah. Sarana dan prasarana yang dimiliki SLB Negeri Semarang juga
cukup lengkap. Hubungan siswa dan guru juga sangat akrab sehingga
membantu siswa dalam meningkatkan semangat belajar.
12
BAB IV
ANALISIS PEMBELAJARAN PAI BAGI ANAK
TUNAGRAHITA DI SLBN SEMARANG
A. Kurikulum PAI Bagi Anak Tunagrahita
Kurikulum yang digunakan di SLBN Semarang adalah KTSP.
Kurikulum dari BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan) untuk para siswa
berkebutuhan khusus kurang sesuai dengan realita keadaan siswa. Kurikulum
tersebut sangat sulit dilaksanakan oleh siswa berkebutuhan khusus, karena
kurikulum yang diberikan seperti kurikulum untuk siswa normal. Kurikulum
yang dibutuhkan siswa hendaknya disesuaikan dengan kemampuan siswa.
Kurikulum yang dibutuhkan oleh siswa tunagrahita khususnya, harus meliputi
cara berkomunikasi, cara bersosialisasi, keterampilan gerak, kematangan diri
dan tanggung jawab sosial.
Langkah SLBN Semarang dalam menurunkan KD (Kompetensi Dasar)
dari BSNP berpedoman pada prinsip khusus pembelajaran bagi siswa
tunagrahita. Prinsip tersebut adalah menyederhanakan materi bila terdapat
materi yang sulit diterima oleh siswa.
KTSP adalah kurikulum yang dikembangkan sesuai dengan satuan
pendidikan, potensi sekolah/daerah, karakteristik sekolah/daerah, sosial
budaya masyarakat setempat, dan karakteristik peserta didik. Berdasarkan
Peraturan Pemerintah (PP) No. 19 tahun 2005 dan panduan penyusunan
kurikulum yang dibuat oleh BSNP, setiap satuan pendidikan diharapkan dapat
mengembangkan kurikulum yang diimplementasikan pada satuan pendidikan
masing-masing. Bagi satuan pendidikan yang belum siap mengembangkan
kurikulum, dapat menggunakan model kurikulum yang dikembangkan oleh
BSNP.
Jika SLBN Semarang ingin mengembangkan kurikulum yang
disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik siswa, maka harus
13
memperhatikan Undang-undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pasal 36:
a. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada Standar
Nasional Pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional
b. Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan
dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi
daerah, dan peserta didik.
c. Kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah dikembangkan
oleh sekolah dan berpedoman pada standar kompetensi lulusan dan standar
isi serta panduan penyusunan kurikulum yang dibuat oleh BSNP.68
68 E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Sebuah Panduan Praktis, (Bandung:RemajaR
14
BAB II
METODE PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
(PAI) BAGI ANAK TUNAGRAHITA
A. Kajian Tentang Anak Tunagrahita
1. Pengertian
Sebelum menuju pembahasan tentang tunagrahita, akan dijelaskan
terlebih dahulu tentang anak berkelainan. Istilah berkelainan, dalam
percakapan sehari-hari dikonotasikan sebagai sesuatu yang menyimpang
dari rata-rata umumnya. Penyimpangan tersebut mempunyai nilai lebih
atau kurang, baik dalam hal fisik, mental maupun karakteristik perilaku
sosialnya.
Anak yang dikategorikan memiliki kelainan dalam aspek fisik,
meliputi kelainan indera penglihatan (tunanetra), indera pendengaran
(tunarungu), kelainan kemampuan bicara (tunawicara), dan kelainan fungsi
anggota tubuh (tunadaksa). Kelainan dalam aspek mental meliputi
tunagrahita dan anak jenius. Anak yang memiliki kelainan dalam aspek
sosial adalah anak yang memiliki kesulitan dalam menyesuaikan
perilakunya terhadap lingkungan sekitarnya. Anak yang termasuk dalam
kelompok ini dikenal dengan sebutan tuna laras.1
Penelitian ini akan membahas siswa tunagrahita ringan. Penyebab
terjadinya kelainan pada seseorang sangat beragam jenisnya, namun secara
umum dilihat dari masa terjadinya kelainan itu sendiri dapat
diklasifikasikan menjadi: sebelum kelahiran (prenatal), pada saat
kelahiran, (neonatal), dan setelah kelahiran (postnatal).
a. PrenatalPrenatal yaitu masa dimana anak masih berada dalam
kandungan yang diketahui telah memiliki ketunaan (kelainan).Kelainan yang terjadi pada masa prenatal berdasarkanperiodisasinya dapat terjadi pada periode embrio, periode janin
1 Mohammad Efendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, (Jakarta: BumiAksara, 2008), h lm.3.
15
Dalam proses pengembangan kurikulum, agar dapat berfungsi sebagai
pedoman, ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan. SLBN Semarang
harus memperhatikan prinsip-prinsip dibawah ini:
a. Prinsip Relevansi
Kurikulum disusun untuk membekali siswa baik dalam bidang
pengetahuan, sikap, maupun keterampilan yang sesuai dengan tuntutan
dan harapan masyarakat.
b. Prinsip Fleksibilitas
Kurikulum harus bersifat lentur atau fleksibel. Prinsip fleksibilitas
mempunyai dua sisi. Pertama, fleksibel bagi guru, artinya kurikulum harus
memberikan ruang gerak bagi guru untuk mengembangkan program
pengajarannya sesuai dengan kondisi yang ada. Kedua, fleksibel bagi
siswa, artinya kurikulum harus menyediakan berbagai kemungkinan
program pilihan sesuai dengan bakat dan minat siswa.
c. Prinsip Kontinuitas
Prinsip ini mengandung pengertian bahwa perlu dijaga saling
keterkaitan dan kesinambungan antara materi pelajaran pada berbagai
jenjang dan jenis program pendidikan. Prinsip ini sangat penting bukan
hanya untuk menjaga agar tidak terjadi pengulangan-pengulangan materi
pelajaran, akan tetapi juga untuk keberhasilan siswa dalam menguasai
materi pelajaran pada jenjang pendidikan tertentu.
d. Efektifitas
Prinsip efektifitas berkenaan rencana dalam suatu kurikulum dapat
dilaksanakan dan dapat dicapai dalam kegiatan belajar mengajar. Ada dua
sisi efektifitas dalam suatu pengembangan kurikulum. Pertama, efektifitas
berhubungan dengan kegiatan guru dalam melaksanakan tugas
mengimplementasikan kurikulum di dalam kelas. Kedua, efektifitas
kegiatan siswa dalam kegiatan belajar.
e. Efisiensi
osdakarya, 2007), hlm.11-12.
16
Prinsip efisiensi berhubungan dengan perbandingan antara tenaga,
waktu, dan biaya yang dikeluarkan dengan hasil yang diperoleh.
Kurikulum dikatakan memiliki tingkat efektifitas yang tinggi apabila
dengan sarana, biaya yang minimal, dan waktu yang terbatas dapat
memperoleh hasil yang maksimal.69
B. Proses Penerapan Metode Pembelajaran PAI Bagi Anak Tunagrahita
Metode pembelajaran PAI bagi anak tunagrahita ringan tingkat
SMPLB adalah demonstrasi, diskusi, ceramah, dan tanya jawab, pemberian
tugas, dan latihan/drill. Penerapan metode ini dibutuhkan kesabaran dan
ketekunan dari guru. Guru senantiasa mengulang-ulang suatu instruksi kepada
siswa karena rendahnya tingkat masing-masing intelegensi mereka.
Sebelum menggunakan metode, guru harus mengetahui karakteristik,
kondisi, dan kemampuan siswa. Hal ini memudahkan guru dalam memilih
metode yang akan digunakan. Pemahaman terhadap karakteristik, kondisi, dan
kemampuan siswa juga akan mewujudkan interaksi edukatif dan keakraban
antara siswa dengan guru. Pemahaman terhadap karakteristik siswa senada
dengan pendapat Linda Campbell yang menyatakan bahwa guru harus
memahami masing-masing anak didik dari kondisi fisik sampai psikis agar
mampu melaksanakan tugas belajar dengan sebaik-baiknya.70
Proses penerapan metode pembelajaran PAI dapat dilihat pada
pelaksanaan metode mengajar yang digunakan. Pelaksanaan demonstrasi yang
dilaksanakan dalam pembelajaran PAI bagi siswa tunagrahita ringan dimulai
dengan mengemukakan materi pokok terlebih dahulu, untuk mengukur
pemahaman siswa, guru melempar pertanyaan. Guru mengatur tempat duduk
siswa supaya semua siswa dapat melihat gerakan guru saat melakukan
demonstrasi. Keakraban yang terjalin antara guru dan siswa, membuat siswa
tidak segan bertanya tentang hal yang tidak mereka ketahui. Setelah
69 Wina Sanjaya, Kurikulum Dan Pembelajaran: Teori Dan Praktik PengembanganKurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Predana Media Group, 2009), hlm. 39-42
70 Sugiyono, Proses Belajar Mengajar, hlm.47
17
demonstrasi selesai, guru memberi tugas siswa agar melaksanakan shalat lima
waktu dengan tertib.
Metode demonstrasi yang dilaksanakan dalam pembelajaran PAI
kepada siswa tunagrahita sesuai dengan prosedur demonstrasi yang
dikemukakan oleh Wina Sanjaya. Beliau berpendapat bahwa, sebelum
demonstrasi dilakukan ada beberapa hal yang harus diperhatikan, diantaranya:
1. Aturlah tempat duduk yang memungkinkan semua siswa dapat
memperhatikan dengan jelas apa yang didemonstrasikan.
2. Kemukakan apa yang harus dicapai oleh siswa.
3. Mulailah demonstrasi dengan kegiatan-kegiatan yang merangsang siswa
untuk berfikir, misalnya melalui pertanyaan-pertanyaan, sehingga
mendorong siswa untuk tertarik memperhatikan demonstrasi.
4. Ciptakan suasana yang menyejukkan dengan menghindari suasana yang
menegangkan.
5. Apabila demonstrasi selesai dilakukan, proses pembelajaran diakhiri
dengan memberikan tugas-tugas tertentu yang ada kaitannya dengan
pelaksanaan dan proses pencapaian tujuan pembelajaran.71
Metode diskusi yang diterapkan untuk siswa tunagrahita ringan,
dengan guru memberi pertanyaan dan meminta siswa untuk menjawabnya.
Siswa tunagrahita tidak dapat memecahkan suatu masalah yang membutuhkan
analisis yang tajam, oleh karena itu pertanyaan dari guru hanya seputar
kehidupan sehari-hari siswa. Pelaksanaan metode diskusi bagi siswa
tunagrahita lebih mengarah pada konsep metode tanya jawab. Walaupun para
siswa memiliki keterbelakangan mental, namun mereka bisa diarahkan untuk
melaksanakan diskusi dengan langkah sederhana dan bias dilaksanakan oleh
siswa.
Langkah-langkah pelaksanaan diskusi bagi siswa tunagrahita ringan
menggunakan jenis diskusi kelas. Diskusi kelas atau disebut juga diskusi
kelompok adalah proses pemecahan masalah yang dilakukan oleh seluruh
71 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta:Prenadamedia Group, 2007), cet.3, hlm 154
18
anggota kelas sebagai peserta diskusi. Jadi siswa tidak dibagi kedalam
beberapa kelompok. Dengan demikian, akan lebih mudah bagi guru dalam
memberikan pengarahan kepada siswa. Jika pelaksanaan metode diskusi
menggunakan diskusi kelompok, siswa akan gaduh dan peluang untuk
berbicara dengan temannya semakin besar karena siswa saling berhadapan.
Langkah-langkah pelaksanaan diskusi bagi siswa tunagrahita adalah:
1. Langkah persiapan
a. Guru merumuskan tujuan yang hendak dicapai. Tujuan tersebut
misalnya penambahan wawasan siswa tentang suatu persoalan,
meningkatkan kemampuan siswa dalam mengembangkan gagasan, dan
lain-lain. Tujuan suatu permasalahan yang akan didiskusikan harus
jelas agar pelaksanaan diskusi dapat terarah dan bermanfaat bagi
siswa.
b. Menetapkan masalah yang akan dibahas. Masalah bisa ditentukan dari
isi materi pembelajaran atau masalah-masalah yang terjadi di
lingkungan masyarakat yang dihubungkan dengan pelajaran PAI.
Permasalahan diskusi bagi siswa tunagrahita ringan bukan masalah
yang membutuhkan analisis yang tajam, melainkan masalah seputar
kehidupan sehari-hari mereka atau pelajaran yang telah mereka
peroleh. misalnya cara berbakti kepada orangtua, menjaga pergaulan
dengan teman, dan lain-lain.
c. Guru menunjuk salah satu siswa yang sudah bisa menulis sebagai
penulis. Penulis bertugas mencatat pendapat para siswa. Siswa tidak
diberi tugas sebagai moderator, karena mereka tidak bisa mengkonsep
suatu tugas dengan baik. Guru bertindak selaku moderator dan
pemimpin diskusi.
2. Pelaksanaan Diskusi
a. Guru memberikan pengarahan sebelum dilaksanakan diskusi, misalnya
menyajikan tujuan yang ingin dicapai serta aturan-aturan.
19
b. Memberikan suatu permasalahan, misalnya guru meminta siswa untuk
memberikan pendapat mengenai cara yang bisa dilakukan siswa dalam
berbakti kepada orang tua.
c. Memberikan kesempatan yang sama kepada setiap peserta diskusi
untuk mengeluarkan gagasan dan ide-idenya.
d. Guru selalu memotivasi siswa agar memberikan pendapatnya
3. Penutup diskusi
Akhir dari proses pembelajaran dengan menggunakan metode
diskusi hendaklah dilakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Penulis diskusi melaporkan hasil diskusi (pendapat para siswa).
b. Guru memberikan penjelasan terkait masalah yang didiskusikan.
c. Siswa diberi kesempatan untuk bertanya tentang sesuatu yang belum
mereka ketahui.
Keterbelakangan mental yang dimiliki siswa bukan berarti mereka
tidak bisa diarahkan untuk melakukan hal yang ada diluar kebiasaan mereka.
Guru hendaknya membimbing siswa dengan sabar dan memperhatikan
kemampuan mereka. Dalam mengarahkan siswa, guru tidak memaksa siswa
untuk bisa melakukan sesuatu diluar kemampuan mereka.
Metode diskusi yang dilaksanakan untuk siswa tunagrahita ringan
mempunyai manfaat sebagai berikut:
a. Dapat merangsang siswa untuk lebih kreatif khususnya dalam memberikan
ide-ide.
b. Dapat melatih siswa untuk membiasakan diri bertukar fikiran dalam
mengatasi setiap permasalahan.
c. Dapat melatih siswa untuk dapat mengemukakan pendapat atau gagasan.
Disamping itu, diskusi juga bisa melatih siswa untuk menghargai pendapat
orang lain.72
Pelaksanaan metode diskusi dilakukan saat pelajaran dimulai, saat
pelajaran berlangsung, dan ketika pelajaran selesai. Tanya jawab yang
dilaksanakan saat pelajaran dimulai agar siswa mengingat pelajaran
72 Ibid, hlm. 168.
20
sebelumnya. Siswa tunagrahita sangat lemah dalam mengingat sesuatu oleh
karena itu materi yang disampaikan kepada mereka senantiasa diulang-ulang
sampai mereka paham. Saat pembelajaran berlangsung, tanya jawab berfungsi
untuk mengetahui pemahaman siswa dan memancing konsentrasi siswa
terhadap pelajaran. Begitu pula dengan siswa yang kurang memperhatikan
pelajaran, maka dinasihati dan diberi pertanyaan agar lebih memperhatikan.
Metode Tanya jawab yang dilaksanakan saat pelajaran selesai untuk
mengetahui pemahaman siswa terhadap materi yang telah disampaikan.
Metode tanya jawab yang dilaksanakan sesuai dengan pedoman yang
disampaikan oleh Ramayulis, yaitu metode tanya jawab digunakan untuk:
a. Menyimpulkan pelajaran yang telah lalu. Setelah guru menguraikan suatu
persoalan, kemudian guru mengajukan suatu pertanyaan.
b. Melanjutkan pelajaran yang telah lalu. Dengan mengulang pelajaran yang
sudah diberikan dalam bentuk pertanyaan, guru akan dapat menarik
perhatian kepada pelajaran baru.
c. Menarik murid-murid untuk menggunakan pengetahuan dan pengalaman.
d. Memimpin pengamatan atau pemikiran murid. Ketika murid menghadapi
suatu persoalan maka pemikiran murid dapat dibimbing dengan
mengajukan pertanyaan. Saat murid tidak memperhatikan guru, diberi
pertanyaan mendadak agar perhatian murid kembali kepada guru dan
mendengarkan penjelasan guru.
e. Menyelingi pembicaraan untuk merangsang perhatian murid dalam belajar
sehingga dengan jalan demikian dapat meningkatkan semangat murid.73
Metode ceramah yang diterapkan bagi siswa tunagrahita, guru
terlebih dahulu menjelaskan tujuan materi yang akan disampaikan. Penjelasan
tujuan materi ini agar siswa mengetahui kegiatannya dalam belajar. Tujuan
tersebut juga dapat membangkitkan motivasi belajar siswa.
Guru sangat memahami kondisi siswa, oleh karena itu materi
disampaikan dengan jelas, pelan, dan penjelasan guru senantiasa diulang-
73 Ramayulis, Metodoogi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2001),hlm.140-141.
21
ulang agar siswa lebih memahami maksud yang disampaikan guru. Metode ini
mengandalkan kepiawaian guru dalam berkomunikasi dan mengkondisikan
siswa agar tetap fokus terhadap pelajaran.
Apabila terdapat poin penting dari materi, maka materi tersebut
disampaikan dengan cara mengulang kalimat dan menanyakan kepada siswa
apakah sudah paham materi yang disampaikan guru. Guru menulis kata atau
kalimat yang perlu mendapat penjelasan di papan tulis. Hal ini membantu
siswa dalam belajar membaca dan menulis.
Penerapan metode ceramah bagi siswa tunagrahita ringan diawali
dengan guru menyampaikan materi dengan jelas, pelan dan diulang-ulang agar
siswa lebih paham materi yang disampaikan. Gurupun juga memberi
kesempatan siswa untuk menanyakan hal yang belum mereka ketahui. Media
yang digunakan guru adalah papan tulis dan alat tulis.
Dalam menggunakan metode ceramah, ada beberapa hal yang harus
diperhatikan:
a. Dalam menerangkan pelajaran hendaknya digunakan kata-kata yang
sederhana, jelas, dan mudah dipahami oleh para siswa.
b. Gunakan alat visualisasi, seperti penggunaan papan tulis atau media
lainnya yang tersedia untuk menjelaskan pokok bahasan yang
disampaikan.
c. Mengulang kata atau istilah-istilah yang digunakan agar lebih jelas. Hal ini
dapat membantu siswa yang kurang atau lambat kemampuan daya
tangkapnya.
d. Perinci bahan yang disampaikan, dengan menghubungkan materi dengan
contoh-contoh yang konkrit.
e. Carilah umpan balik sebanyak mungkin sewaktu ceramah berlangsung.
Misalnya dengan menanyakan materi yang baru saja disampaikan kepada
siswa.
Untuk mengevaluasi pemahaman siswa terhadap materi yang telah
disampaikan guru, guru hendaknya memberikan pertanyaan tidak hanya secara
lisan tetapi juga secara tertulis. Selain dapat mengetahui pemahaman siswa,
22
pertanyaan secara tertulis juga bisa meningkatkan kecakapan siswa dalam
menulis.
Secara umum, penerapan metode ceramah yang dilaksanakan untuk
siswa tunagrahita ringan di SLBN Semarang dengan jelas, pelan, dan di ulang-
ulang.Belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri
atas day mengamat, menanggap, dan mengigat. Dengan mengadakan
pengulangan, maka daya-daya tersebut akan berkembang.74 Gurupun juga
memberi kesempatan siswa untuk menanyakan hal yang belum mereka
ketahui. Media yang digunakan guru adalah papan tulis dan perlengkapannya.
Pemberian tugas kepada siswa tunagrahita supaya mereka tidak
hanya menerima ilmu saja tetapi juga ilmu tersebut dilaksanakan dalam
kehidupan sehari-hari. Guru memberikan tugas yang berhubungan dengan
kehidupan mereka, misalnya memberi tugas siswa untuk melaksanakan shalat
lima waktu secara rutin, menjaga diri dalam pergaulan, dan lain-lain. Tugas ini
untuk memperdalam dan memperluas wawasan siswa terhadap apa yang telah
mereka pelajari.
Pemberian tugas kepada siswa tunagrahita merupakan PR (Pekerjaan
Rumah) bagi mereka. Mereka tidak diberi tugas seperti merangkum bahan
pelajaran maupun menyalin suatu surat dalam al-Qur'an seperti yang diberikan
kepada siswa normal. Tugas yang diberikan kepada siswa normal sulit
dilaksanakan oleh siswa tunagrahita. Siswa tunagrahita ringan tidak bisa
menghadapi suatu tugas yang membutuhkan pemahaman yang mendalam.
Tugas yang diberikan kepada siswa tunagrahita sudah disesuaikan
dengan kemampuan mereka yang hanya bisa melaksanakan tugas yang
sederhana. Dalam memberikan tugas, guru juga menanyakan kepada siswa
tentang tugas yang sudah diberikan. Jadi, tugas yang diberikan kepada siswa
tidak hanya perintah dari guru saja melainkan guru harus memantau
perkembangan siswa dan mengajarkan siswa arti tanggung jawab.
Manfaat pemberian tugas yang diberikan kepada siswa antara lain:
74 Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hlm.46.
23
a. Siswa belajar mengambil inisiatif sendiri dalam segala tugas yang
diberikan.
b. Dapat mempertebal rasa tanggung jawab, karena tugas yang dikerjakan
dipertanggungjawabkan dihadapan guru.
c. Dapat memperdalam pengertian dan kecakapan siswa.
Hal-hal yang hendaknya dilakukan guru agar pemberian tugas yang
diberikan dapat bermanfaat untuk siswa dan melatih siswa bertanggung jawab
antara lain:
a. Setiap tugas yang diberikan harus dikontrol
b. Siswa yang mengalami kegagalan harus dibimbing
c. Hargailah setiap tugas yang dikerjakan murid
d. Berikan dorongan bagi siswa untuk melaksanakan tugas dengan baik.75
Penerapan metode drill atau latihan kepada siswa tunagrahita ringan
digunakan untuk mengajari siswa membaca dan menulis. Dalam membaca,
siswa tidak diberikan buku bacaan secara langsung. Walaupun siswa sudah
tingkat SMPLB, masih ada yang belum bisa membaca dengan lancar.
Sehingga guru masih membimbing siswa dalam belajar membaca dan
menulis.
Guru menggunakan media papan tulis untuk mengajari siswa membaca
dan menulis. Teknis pengajarannya dengan menulis kalimat di papan tulis dan
menuntun siswa membaca dengan cara mengeja tulisan. Mengajari siswa
menulispun juga demikian, guru menulis di papan tulis atau di buku tulis
siswa, dan meminta siswa menyalin tulisan tersebut pada buku masing-
masing. Teknis seperti ini cukup efektif, karena memudahkan siswa agar bisa
membaca.
Teknis yang digunakan guru dalam mengajari siswa membaca dan
menulis membuat siswa mudah bosan. Siswa akan mudah menerima
pelajaran dan tidak mudah bosan jika metode pembelajaran yang digunakan
guru tidak monoton. Guru bisa melaksanakan prinsip keperagaan
pembelajaran PAI. Prinsip keperagaan tersebut dengan menggunakan alat
75 Ramayulis, op.cit, hlm.165-167
24
peraga untuk membantu siswa dalam menyerap informasi yang diberikan oleh
guru.
Alat peraga tersebut misalnya menggunakan kartu huruf untuk
membantu siswa membaca. Manfaat yang diperoleh dengan menggunakan
media kartu huruf, antara lain siswa belajar merangkai huruf, meningkatkan
kecepatan berfikir siswa, dan mempermudah siswa dalam belajar membaca.
Selain itu, guru hendaknya menyediakan buku bacaan untuk siswa, dengan
demikian siswa belajar membaca buku cetak. Buku cetak ini bisa juga
digunakan untuk mengajari siswa menulis. Dengan menggunakan buku cetak
yang berisi suatu cerita, siswa dapat belajar memahami suatu bacaan dan
belajar menjawab pertanyaan dalam buku cerita.
Pemberian materi PAI bagi siswa tunagrahita di SLBN Semarang
berpedoman pada prinsip khusus pembelajaran PAI bagi siswa tunagrahita.
Prinsip-prinsip tersebut adalah:
1) Menyederhanakan materi bila terdapat materi yang sulit diterima oleh
siswa.
2) Menghindari penyampaian materi PAI secara abstrak, teoritis dan verbal.
3) Penyampaian materi PAI secara kontekstual, praktis, mudah, visual,
bertahap, berkesinambungan dan berulang-ulang, agar siswa dapat
menerima dan memahami.
4) Menggunakan media dan metode yang sesuai dengan kebutuhan siswa.
25
BAB V
KESIMPULAN, SARAN, DAN PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang lakukan di SLBN Semarang, dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Metode yang digunakan dalam pembelajaran PAI bagi siswa tunagrahita
ringan di SLBN Semarang adalah metode konvensional, yaitu metode
yang lazim dipakai oleh guru. Metode ini sering disebut metode
tradisional. Metode tersebut adalah metode ceramah, demonstrasi, diskusi,
tanya jawab, pemberian tugas, dan latihan/drill.
2. Penerapan masing-masing metode pembelajaran PAI bagi siswa
tunagrahita dilaksanakan dengan cara diulang-ulang, baik mengulang
penjelasan materi maupun mengulang teknik yang diajarkan. Siswa sering
berbicara sendiri, oleh karena itu guru harus aktif berkomunikasi dengan
siswa. Metode pembelajaran PAI digunakan dengan cara berselang-seling
untuk menghindari kebosanan siswa dalam meembelajaran. Metode
ceramah adalah metode yang paling sering digunakan. Walaupun
menggunakan metode ceramah, guru menyelingi materi dengan metode
tanya jawab dan metode yang lain. Interaksi yang dijalin antara siswa dan
guru cukup baik. Dengan demikian, proses pembelajaranpun berjalan
dengan baik pula.
B. SARAN-SARAN
Dalam rangka memberikan sumbangan dari hasil penelitian dan ide-ide
berkenaan dengan metode pembelajaran PAI bagi siswa tunagrahita, penulis
memberikan saran-saran sebagai berikut:
1. Saran bagi guru mata pelajaran PAI:
a) Metode ceramah, guru bisa menggunakan alat peraga misalnya
menghadirkan gambar untuk menjelaskan materi yang disampaikan.
66
26
Hal ini bisa membangkitkan semangat siswa dalam belajar. dengan
menggunakan media gambar, dapat mengurangi kebosanan siswa
dalam mengikuti Kegiatan Belajar Mengajar (KBM).
b) Pelaksanaan metode pemberian tugas, hendaknya guru memberi tugas
(PR) yang berupa pertanyaan secara tertulis. Dengan demikian, bisa
meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis.
c) Guru menyediakan buku pelajaran untuk dijadikan panduan belajar
siswa. Siswa juga bisa belajar membaca dan menulis. Selain itu, buku
tersebut bisa digunakan guru untuk memberi tugas kepada siswa, jadi
siswa belajar menjawab pertanyaan dari buku cetak.
2. Saran untuk siswa
d) Siswa diharapkan bisa membaca dan menulis dengan lancar agar
menghadapi arus globalisasi yang berkembang dengan pesat.
Walaupun siswa mempunyai keterbelakangan mental, tidak mustahil
bagi mereka untuk mengetahui informasi dan teknologi yang sedang
berkembang.
e) Siswa diharapkan bisa membaca dan menulis al-Qur'an, karena sudah
menjadi kewajiban umat Islam untuk mampu membaca kitab sucinya
sendiri.
C. PENUTUP
Ucapan puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Peneliti
menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Dengan segala
kerendahan hati, penulis sangat mengharapkan saran-saran yang konstruktif
demi kemanfaatan skripsi ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis, bagi pembaca, bagi
Sekolah Luar Biasa (SLB), bagi siswa ABK (Anak Berkebutuhan Khusus),
dan dapat memberikan sumbangan yang positif untuk kemajuan pendidikan.
Semoga kita senantiasa memperoleh perlindungan dari Allah SWT dan
aktivitas yang kita lakukan bermanfaat bagi orang lain. Aamiin.
27
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Mulyono, Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar , Jakarta:
Rineka Cipta, 2003
Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005
Ali, Mohamad, Penelitian Pendidikan, Prosedur dan Strategi, Bandung:
Angkasa,1987
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta:
Rineka Cipta, ed., VI,
Danim, Sudarwan, Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung: Pustaka Setia, 2002
Delphie, Bandi, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus, Bandung: Refika
Aditama, 2006
____________, Pembelajaran anak tunagrahita, Bandung: Refika Aditama, 2006
Depag RI, Mushaf al-Qur an Terjemah, Jakarta; Pena Pundi Aksara, 2002
Mudjiono, Dimyati, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta, 2006.
Direktorat Jendral Pendidikan Islam, Undang-undang dan Peraturan pemerintah
RI, tentang Pendidikan, Jakarta: Departemen Agama RI,2006
Efendi, Mohammad, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, Jakarta: Bumi
Aksara, 2006
Kurikulum PAI SMPLB-C, .Semarang: SLB Negeri Semarang.
Margono, S., Metodologi Penelitian Pendidikan Jakarta: Rineka Cipta, 2005
Morgan, Clifford T., Instroduction to Psychology, Tokyo: Mc Graw-Hillbook
Company.
28
Mulyasa, E., Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Jakarta: Remaja
Rosdakarya, 2006.
___________., Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Jakarta: Remaja
Rosdakarya, 2006
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2007.
Nur’aeni, Intervensi Dini Bagi anak Bermasalah, Jakarta: Rineka Cipta, 2004
Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2005
________, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia,2001
Sagala, Syaiful, konsep dan makna pembelajaran, Bandung: IKAPI, 2003
Sanjana, Wina, Kajian Kurikulum dan Pembelajaran, Bandung: Sekolah
Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.
Sapariadi,et.al., Mengapa Anak Berkelaian Perlu Mendapat Pendidikan, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1982.
Sarwono, Jonathan, Metode penelitian kuantitatif dan kualitatif, Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2006.
Somantri, Sutjihati, Psikologi Anak Luar Biasa Bandung: Refika Aditama, 2008
Standar Nasional Pendidikan, PPRI NO 19 Tahun 2005 Tentang Standar
Pendidikan Nasional, Jakarta: LekDis, 2005
Sugiyono, Metode Penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta,
2008.
al-Ghulayani, Musthofa, Syekh, Idhatun Nasyi in, Beirut: al-Maktabah
al’Ashriyah, 1953
29
Tafsir, Ahmad Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2003.
Tim Srikandi, UUD 45 dan Amandenmennya, Surabaya: Tim Srikandi, 2010,.
Uno, Hamzah B . Perencanaan pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
_____________., Model Pembelajaran: Menciptakan Proses Belajar Mengajar
yang Kreatif dan Efektif, Jakarta: Bumi Aksara, 2008, Cet. 3.
Usman, Basyiruddin, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, Jakarta: Ciputat
Pers, 2002.
Usman, Moch. Uzer, Menjadi Guru Profesional, Bandung: Remaja Rosdakarya,
2009.
30
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Mulyono, Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar , Jakarta:
Rineka Cipta, 2003
Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005
Ali, Mohamad, Penelitian Pendidikan, Prosedur dan Strategi, Bandung:
Angkasa,1987
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta:
Rineka Cipta, ed., VI,
Danim, Sudarwan, Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung: Pustaka Setia, 2002
Delphie, Bandi, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus, Bandung: Refika
Aditama, 2006
____________, Pembelajaran anak tunagrahita, Bandung: Refika Aditama, 2006
Depag RI, Mushaf al-Qur an Terjemah, Jakarta; Pena Pundi Aksara, 2002
Mudjiono, Dimyati, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta, 2006.
Direktorat Jendral Pendidikan Islam, Undang-undang dan Peraturan pemerintah
RI, tentang Pendidikan, Jakarta: Departemen Agama RI,2006
Efendi, Mohammad, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, Jakarta: Bumi
Aksara, 2006
Kurikulum PAI SMPLB-C, .Semarang: SLB Negeri Semarang.
Margono, S., Metodologi Penelitian Pendidikan Jakarta: Rineka Cipta, 2005
Morgan, Clifford T., Instroduction to Psychology, Tokyo: Mc Graw-Hillbook
Company.
31
Mulyasa, E., Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Jakarta: Remaja
Rosdakarya, 2006.
___________., Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Jakarta: Remaja
Rosdakarya, 2006
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2007.
Nur’aeni, Intervensi Dini Bagi anak Bermasalah, Jakarta: Rineka Cipta, 2004
Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2005
________, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia,2001
Sagala, Syaiful, konsep dan makna pembelajaran, Bandung: IKAPI, 2003
Sanjana, Wina, Kajian Kurikulum dan Pembelajaran, Bandung: Sekolah
Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.
Sapariadi,et.al., Mengapa Anak Berkelaian Perlu Mendapat Pendidikan, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1982.
Sarwono, Jonathan, Metode penelitian kuantitatif dan kualitatif, Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2006.
Somantri, Sutjihati, Psikologi Anak Luar Biasa Bandung: Refika Aditama, 2008
Standar Nasional Pendidikan, PPRI NO 19 Tahun 2005 Tentang Standar
Pendidikan Nasional, Jakarta: LekDis, 2005
Sugiyono, Metode Penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta,
2008.
al-Ghulayani, Musthofa, Syekh, Idhatun Nasyi in, Beirut: al-Maktabah
al’Ashriyah, 1953
32
Tafsir, Ahmad Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2003.
Tim Srikandi, UUD 45 dan Amandenmennya, Surabaya: Tim Srikandi, 2010,.
Uno, Hamzah B . Perencanaan pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
_____________., Model Pembelajaran: Menciptakan Proses Belajar Mengajar
yang Kreatif dan Efektif, Jakarta: Bumi Aksara, 2008, Cet. 3.
Usman, Basyiruddin, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, Jakarta: Ciputat
Pers, 2002.
Usman, Moch. Uzer, Menjadi Guru Profesional, Bandung: Remaja Rosdakarya,
2009.
33