Kegiatan budidaya tanaman air dan produksi asesoris aquascape di Gunung Bunder, Bogor, Jawa Barat.
Muhamad Yamin, Media fitri, Subandiah, Tuti Kadarini dan Darti Setyani
Balai Riset Budidaya Ikan Hias, DepokEmail: [email protected]
Abstrak
Desa Gunung Bunder merupakan salah satu sentra penghasil tanaman hias air untuk aquarium di Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk melihat aktivitas budidaya tanaman air dan pembuatan beberapa jenis asesoris akuarium di Desa Gunung Bunder, Kabupaten Bogor. Metode yang digunakan adalah survey lapangan, wawancara dan penelusuran data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan budidaya tanaman air dilakukan pada petakan sawah dengan dasar tanah lempung dan petakan dengan dasar berpasir. Kedalaman air untuk budidaya tanaman air terdiri dari kedalaman air dangkal (kurang dari 10 cm) dan sedang dengan kedalaman 10-30 cm tergantung dari jenis tanamannya. Air untuk budidaya tanaman air sangat jernih dan bersumber dari mata air pegunungan.. Selain tanaman air, masyarakat Desa Gunung Bunder juga memproduksi pot tanaman air akuarium dari tanah liat yang dibakar dan hiasan akar tanaman sebagai asesoris akuarium. Pot tanaman air dan akar tanaman di jual ke berbagai daerah di Jakarta dan sekitarnya.
Kata kunci: budidaya, tanaman air, pot tanah liat, akar tanaman.
1
Pendahuluan
Keberadaan Indonesia yang membentang di bawah garis katulistiwa dan berada di
antara dua samudra menyebabkan Indonesia hanya terdapat dua musim dan sepanjang
tahun mendapat sinar mata hari yang cukup. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai
tempat yang cocok bagi pertumbuhan sebagian besar tanaman di dunia. Sebagai
gambaran keragaman jenis tanaman di Indonesia mencapai kurang lebih 38.000 jenis
(KLH 2002; KLH, 2008). Sayangnya dibeberapa bidang potensi ini belum dimanfaatkan
secara maksimal. Salah satu potensi yang masih kurang mendapat perhatian adalah
tanaman hias air seperti untuk hiasan aquarium (aquascaping) (BI, 2008).
Walaupun kegiatan budidaya tanaman air telah dilakukan masyarakat sejak 30an
tahun yang lalu, namun kegiatan tersebut hanya dilakukan secara terbatas dan lebih untuk
merespon permintaan luar negeri. Hal ini juga dapat dilihat dari jenis tanaman yang
dibudidayakan masyarakat dimana sebagian besar berasal dari luar negeri (BI, 2008).
Sampai saat ini pun, Pasar tanaman hias air Indonesia didominasi pasar internasional,
sedangkan di pasar domestik belum banyak diperjualbelikan (BI, 2008). Paling tidak ada
28 negara yang menjadi tujuan ekspor tanaman air hias Indonesia dengan nilai kumulatif
ekspor mencapai 1.054.229 US$ pada tahun 2000 – 2004. Walaupun jumlah dan volume
ekspor tanaman air tawar masih relatif kecil dibandingkan tanaman air asin, namun
terdapat kecenderungan yang terus meningkat dari waktu ke waktu..
Manfaat tanaman hias air selain untuk memperindah aquarium juga dapat
membantu meningkatkan keindahan dan kesehatan ikan hias karena dapat mengurangi
stress ikan dan menjadi media perkembangan berbagai organisme air yang dapat
memberikan manfaat bagi ikan hias. Tanaman air hias juga dapat menjadi sarana yang
baik sebagai tempat pemijahan ikan, membantu meningkatkan kadar oksigen di air dan
menekan pertumbuhan lumut dan kelebihan kadar nitrat di bak seperti Hygrophyla sp.
(Suryanata, 2007). Selain itu masih banyak kemungkinan manfaat tanaman air yang
belum tereksplorasi seperti potensinya sebagai obat, bahan kosmetik dan bahan industri.
Sampai saat ini, studi tanaman hias air di Indonesia belum banyak dilakukan.
Kurangnya informasi dan keterbatasan pengetahuan menyebab kegiatan tanaman hias air
baru berkembang di kalangan pehobi (hobbis). Sementara masyarakat yang baru ingin
mencoba memelihara tanaman air dan membuat aguascaping menjadi kecewa karena
2
tanaman yang ditanam tidak tumbuh dengan baik. Padahal jumlah penduduk Indonesia
yang mencapai lebih dari dua ratus lima puluh juta jiwa merupakan pasar yang besar bagi
usaha tanaman air. Bahkan tidak menutup kemungkinan menjadikan Indonesia sebagai
produsen utama tanaman air di dunia.
Melihat potensi alam Indonesia dan peluang menjadikan tanaman air sebagai
sumber ekonomi alternatif masyarakat, maka penyebaran informasi tentang tanaman air
perlu banyak dilakukan. Penyebar luasan teknologi budidaya tanaman air yang sudah
berkembang di masyarakat dapat menjadi salah satu langkah awal untuk memotifasi
sekaligus memberi contoh kepada masyarakat lainnya tentang teknologi budidaya
tanaman air serta usaha-usaha lainnya yang berkaitan dengan tanaman air dan
aquascaping.
Makalah ini akan membahas tentang usaha budidaya tanaman hias air di Desa
Gunung Bunder 2 serta usaha masyarakat menghasilkan asesoris akuarium dan tanaman
air.
Metode
Lokasi kegiatan adalah Desa Gunung Bunder, Bogor, Jawa Barat, sebuah desa ini
terletak berbatasan langsung dengan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. Desa ini
dipilih karena menjadi salah satu sentra penghasil tanaman hias air di Bogor, Jawa Barat.
Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari
hasil pengamatan langsung di lapangan dan wawancara dengan pelaku usaha budidaya
tanaman air dan pembuat asesoris akuarium. Data sekunder diperoleh dari laporan
pemerintah, laporan hasil riset, media masa dan lain-lain.
Hasil dan Pembahasan
Desa Gunung Bunder 2 dan Kondisi Lahan Budidaya tanaman Hias air
Desa Gunung Bunder 2 terletak di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa
Barat. Desa Gunung Bunder berada pada ketinggian antara 700-800 meter dari
permukaan laut (mdpl). Desa ini berada pada kawasan Gunung Salak Endah (GSE)-
3
Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (Rachmawati, 2010). Sementara lokasi
budidaya tanaman air umumnya berada di Kp. Cisalada, Desa Gunung Bunder 2 yang
berada pada posisi 6°40'1.9765''S 106°41'24.3571''E. Akses menuju Desa Gunung
Bunder 2 cukup baik berupa jalan raya aspal yang dapat dilalui mobil dan lokasi
budidaya berada kurang lebih 500 meter dari jalan raya utama berupa jalan desa yang
dapat dilalui dengan mobil. Jarak dari Kota Bogor ke Desa Gunung Bunder 2 berkisar 26-
30 km tergantung jalur yang ditempuh (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, 2003).
Secara umum kemiringan lapangan di Desa Gunung Bunder 2 adalah mulai dari
landai sampai sangat curam. Berdasarkan faktor kesuburannya, tanah di desa ini termasuk
dalam kelas sedang hingga sangat subur (Rachmawati, 2010). Lokasi budidaya tanaman
air terdapat pada lahan dengan kemiringan landai yang letaknya berbatasan langsung
dengan pemukiman masyarakat. Lahan ini dibuat berpetak-petak yang dikelilingi
pematang tanah.
Berdasarkan tipe iklim Schmid dan Ferguson (1951), kawasan ini memiliki tipe
iklim A dengan curah hujan rata-rata sebesar 2000-4000 mm/tahun. Suhu harian rata-rata
berkisar 22oC – 27oC (Rachmawati, 2010).
Air merupakan faktor utama penentu keberhasilan budidaya tanaman air karena
tanaman air dibudidayakan dengan kondisi tanah yang tergenang air dengan sebagian
atau sampai seluruh tanaman berada di dalam air. Ketersediaan air baik secara kualitas
dan kuantitas harus terjamin cukup sepanjang tahun karena kegiatan budidaya tanaman
air dapat berlangsung terus menerus. Secara umum, sumber air untuk budidaya tanaman
air di Gunung Bunder 2 dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu dari mata air dan
irigasi desa. Sumber air dari mata air memiliki karakteristik sangat jernih dan berbeda
dengan sumber air dari irigasi desa yang terlihat kurang jernih. Letak mata air ini
berdampingan dengan kebun budidaya tanaman air masyarakat. Air yang bersumber dari
mata air digunakan untuk budidaya tanaman air yang seluruh bagiannya terendam.
Metode ini selanjutnya dikenal masyarakat dengan sistem airan (lihat Gambar 1).
Kedalaman air dengan metode airan berkisar 20 – 30 cm. Penggunaan air yang
bersumber dari mata air untuk metode budidaya airan diperlukan karena air yang
digunakan harus jernih agar tanaman dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Air
yang jernih memungkinkan tanaman air dapat berfotosintesis dengan lancar di dalam air
4
sehingga tanaman yang dihasilkan bagus dan bersih. Air yang kurang jernih akan
membawa banyak partikel tanah dan kotoran yang dapat menempel di daun dan bagian
lain tanaman. Hal ini menyebabkan kegiatan fotosintesis terganggu, tanaman mudah
terserang hama dan penyakit.
Gambar 1. Foto lokasi budidaya tanaman air di Gunung Bunder 2. (A) lokasi budidaya dengan sistem airan. B) beberapa jenis tanaman yang ditanam dengan sistem airan (Lelentera/Alternanthera sp., Egeria densa, Vallisneria asiatica corkseren)
5
Air yang bersumber dari irigasi desa digunakan untuk budidaya tanaman air yang
hanya bagian bawah tanaman terendam air. Sistem ini dikenal masyarakat dengan
metode setengah basah. Walaupun air dari irigasi tidak cukup jernih namun masih
mungkin digunakan karena bagian atas tanaman khususnya daun tidak terendam air. Ini
memungkinkan fotosintesis tanaman tetap dapat berlangsung dengan normal.
Kedalaman air dengan metode setengah basah bervariasi tergantung pada jenis
tanaman budidaya. Sebagai gambaran kedalaman air untuk budidaya Glosostigma
elatinoides kurang dari 1 cm dan untuk Nymphaea sp mencapai lebih dari 10 cm.
A B
Gambar 2. Budidaya tanaman air di lahan masyarakat Gunung Bunder 2. A). Budidaya tanaman Glosostigma elatinoides; B) Budidaya tanaman terarai (Nymphaea sp.).
Letak lokasi yang berada dalam kawasan Gunung Salak Endah dan kawasan
konservasi Taman Nasional Gunung Halimun-Salak memungkinkan ketersediaan air
yang cukup dengan kualitas yang sesuai bagi budidaya tanaman air masyarakat.
Berdasarkan Berdasarkan jenis tanahnya, budidaya tanaman air dilakukan pada 2
jenis tanah yaitu tanah berpasir untuk budidaya dengan sistem airan dan tanah liat
(lumpur) untuk budidaya dengan sistem setengah basah.
Pengolahan tanah, penanaman bibit dan pemanenan
Petakan tanah untuk budidaya tanaman air di Gunung Bunder 2 umumnya
berukuran kecil-kecil atau kurang dari 100 meter persegi. Petakan ini umumnya
6
digenangi air selama kegiatan budidaya tanaman berlangsung. Sebelum dilakukan
penanaman tanaman, masyarakat melakukan pengolahan tanah terlebih dahulu. Tanah
yang telah dicangkul dicampur dengan pupuk kandang dan dibiarkan beberapa saat
sebelum ditanam. Pupuk buatan jarang digunakan karena tanaman yang dihasilkan
kurang bagus dibanding menggunakan pupuk buatan. Bibit tanaman biasanya diperoleh
dari sisa budidaya sebelumnya. Penanaman bibit dilakukan secara langsung
menggunakan tangan. Pemupukan tambahan akan diberikan bila disaat pertumbuhan
tanaman terlihat mulai kurang subur.
Hama yang menyerang tanaman air budidaya umumnya adalah keong dan ulat.
Salah satu jenis keong yang banyak menyerang tanaman air adalah keong emas
(Pomacea canaliculata). Keong ini memakan tanaman mulai dari batang sampai daun
yang terendam air. Menurut Hamidy dkk, keong emas berkembang pesat pada areal yang
tergenang air. Pada tanaman padi, keong ini merupakan salah satu hama yang paling
merusak dan sulit diberantas pada tanaman padi. Perkembangan populasinya sangat
cepat dimana seekor keong emas betina mampu menghasilkan15 kelompok telur yang
masing-masing berisi 300-500 butir selama satu siklus hidup (60-80 hari), (Anonymous,
1993). Atau 1000–1200 telur setiap bulannya (Anonymous, 1995). Menurut Direktorat
Perlindungan Tanaman Pangan (2008), pada tahun 2007 luas pertanaman padi yang
dirusak keong emas mencapai 22.000 ha. Beberapa daerah yang mengalami kerusakan
akibat serangan hama keong emas diantaranya Cirebon (Pikiran Rakyat online, 2010),
Banjar, Kalimantan Selatan (Surya online, 2011), Aceh (Fakhrizal, 2011, Serambi
Indonesia, 2011).
Pengendalian hama dilakukan secara mekanik dan kimia. Pengendalian secara
mekanik dilakukan dengan cara mengambil hama tersebut secara langsung dan
membersihkan tanaman inang pengganggu. Sedangkan penanggulangan secara kimia
dilakukan menggunakan obat pembasmi hama.
7
Umur panen tiap tanaman berbeda. Beberapa tanaman sudah dapat dipanen
setelah satu atau dua bulan seperti Egeria densa, namun beberapa tanaman memerlukan
waktu yang lebih lama seperti Anubias sp. Pemanenan dilakukan dengan cara
mengambil seluruh bagian tanaman (akar, batang dan daun) atau hanya bagian atas
tanaman (batang dan daun) tergantung jenis tanaman. Tanaman V. asiatica corkseren,
Ponte (Nuphar japonica), Cryptocorine sp, Nympaea sp, dipanen secara keseluruhan
tanaman. Sedangkan tanaman Kelepen (Limnophila hippuroides), Lentera
(Alternanthera reineckii), Lobelia cardinalis dipanen dengan cara memotong bagian atas
tanaman. Tanaman Glosostigma elatinoides, Windelov (Microsorium windelov) dan
Rumput air (Lilaeopsis brasiliensis) dipanen dengan cara mengambil sekumpulan
tanaman sekaligus.
Kegiatan usaha pembuatan asesoris aquarium
Aquascaping adalah keahlian dalam mengatur tanaman air dan berbagai asesoris
seperti batu, karang, sisa bongkaran, kayu dan lain-lain di dalam sebuah akuarium
menjadi sesuatu yang memiliki nilai estetika yang hasilnya seperti kebun didalam air.
Aquascaping bertujuan untuk membuat landscape di bawah air yang bernilai seni.
Selain budidaya tanaman air, beberapa anggota masyarakat Kp. Cisalada, Desa
Gunung Bunder 2 melakukan usaha pembuatan asesoris akuarium seperti akar kayu
kering dan pot tanaman air. Dalam pembuatan akar kayu, masyarakat umumnya
menggunakan akar tanaman Bakau dan Santigi Bogor. Tanaman ini diperoleh dari kaki
Gunung Salak. Usaha ini dilakukan dalam skala rumah tangga mulai dari pengambilan
akar sampai menjadi akar kayu siap dipasarkan. Mula-mula akar tanaman dikeluarkan
kulitnya dengan pisau atau parang. Selanjutnya akar tanpa kulit dipendam dalam tanah
berlumpur selama seminggu (Gambar 3). Pemendaman dimaksudkan untuk
mempersiapkan akar agar ketika diletakkan di dalam akuarium akar tidak memberikan
efek yang buruk ke air atau ikan. Akar yang dipendam di dalam tanah akan mengalami
dekomposisi baik oleh bakteri, jamur maupun organisme lain di dalam tanah. Ini akan
membuat warna dan bentuk akar menjadi lebih artistik. Pemendaman ke dalam lumpur
juga dimaksudkan untuk menghilangkan zat-zat tertentu yang dilepaskan akar ketika
terrendam di dalam air seperti senyawa tanin dan senyawa alkaloid, flavonoid dan
8
triterpenoid lainnya. Secara umum tanin (C14H14011) banyak terdapat di tanaman tanaman
(Risnasari, 2002) seperti pada kulit kayu (Roux and Evelyn, 1958; Syafii, 2000;
Risnasari, 2002), daun, akar, biji, xylem dan floem (http://en.wikipedia.org/wiki/Tannin).
Tanin biasa diekstrak dengan pelarut air (Syafii, 2000; Risnasari, 2002) karena senyawa
ini yang dapat larut dalam air (Risnasari, 2002).
A. B.
Gambar 3. Proses pembuatan akar kayu untuk hiasan akuarium. A. Pemendaman akar kayu di lumpur. B. Akar kayu siap digunakan di akuarium.
Akar kayu tidak dipendam dalam lumpur, ketika diletakkan dalam akuarium akan
melepaskan zat-zat tersebut dan menyebabkan warna air menjadi berubah. Tanin
berwarna putih kekuning-kuningan sampai coklat terang, tergantung dari sumber tanin
tersebut. Warna ini akan menjadi gelap apabila terkena cahaya langsung atau dibiarkan
di udara terbuka (Risnasari, 2002). Walaupun mungkin tidak membahayakan bagi ikan
maupun tanaman di akuarium, namun perubahan warna ini menyebabkan keindahan
akuarium menjadi berkurang. Sebaliknya akar yang telah dipendam sebelumnya di dalam
lumpur, ketika diletakkan di akuarium sudah tidak lagi melepaskan zat-zat tersebut.
Pembuatan pot tanaman air
Saat berada di air umumnya tanaman air akan mengambang naik kepermukaan.
Agar dapat tenggelam ke dasar akuarium, bagian bawah tanaman diberi pemberat atau
ditanam ke dalam tanah. Biasanya tanaman air yang dijual telah diletakkan di dalam pot-
pot berukuran kecil agar pembeli dapat dengan mudah meletakkannya di dalam
akuarium. Olehnya itu pot tersebut harus dapat tenggelam ketika berada di air dan
membantu menahan tanaman agar tidak melayang kepermukaan air. Pot tanaman air
9
biasanya terbuat dari tanah liat bakar, berukuran kecil-kecil (diameter 3 cm) dan memiliki
lubang-lubang di sisi-sisinya. Lubang-lubang berfungsi agar akar tanaman dapat tumbuh
dan berkembang dengan mudah serta terjadi pergantian air di dalam pot.
Tanah liat yang digunakan dalam pembuatan pot oleh masyarkat di Gunung
Bunder berasal dari Kecamatan Plered, Purwakarta, Jawa Barat. Setelah di proses, tanah
liat dari Plered akan menghasilkan pot yang berkualitas baik, sedangkan tanah dari
Gunung Bunder kurang cocok untuk dibuat pot. Proses ini diawali dengan mengolah
tanah liat agar dapat dicetak dan dibentuk. Selanjutnya tanah liat dicetak dalam cetakkan
sederhana menggunakan tenaga manusia. Selanjutnya dibuat lubang-lubang di sisi
samping dan bawah pot secara manual (Gambar 4). Selanjutnya pot dikering anginkan
dengan lama pengeringan bervariasi tergantung cuaca. Pada saat tidak hujan, waktu
pengeringan selama 2-3 hari. Setelah benar-benar kering, pot di bakar dalam tungku
selama 2-3 jam sampai berwarna merah. Setelah itu pot dibiarkan agar menjadi dingin
dan siap untuk dipasarkan. Pemasaran umumnya dilakukan ke pedagang pengumpul.
A. B.
C. D.
10
Gambar 4. Proses pembuatan pot tanaman air. A, pencetakkan pot; B pembuatan lubang-lubang disisi pot; C. Pot-pot yang telah siap untuk dibakar; D. Pot yang telah diisi dengan tanaman air.
Kesimpulan dan Saran
Budidaya tanaman hias air di Desa Gunung Bunder 2 cukup menjanjikan karena
kondisi tanah yang subur dan ketersediaan air yang cukup dengan kualitas yang cocok
untuk budidaya tanaman air. Secara umum masyarakat menerapkan dua sistem cara
budidaya tanaman air yaitu sistem airan atau seluruh bagian tanaman terendam air dan
sistem setengah basah atau hanya bagian bawah tanaman yang terendam air tergantung
jenis tanaman yang dibudidayakan.
Terdapat dua usaha pembuatan asesoris untuk akuascaping akuarium di Desa
Gunung Bunder yaitu akar kayu dan pot mini dari tanah liat bakar. Usaha ini dilakukan
secara industri rumahan menggunakan teknologi sederhana.
Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak Edi, Adang dan warga Desa
Gunung Bunder 2 atas bantuannya selama kegiatan penelitian berlangsung. Terima kasih
disampaikan kepada seluruh staf Balai Riset Budidaya Ikan Hias (BRBIH), Depok atas
bantuan yang diberikan selama persiapan dan pelaksanaan penelitian. Penelitian ini
didanai oleh APBN tahun anggaran 2010-2011
Daftar Pustaka
Anonymous, 1993. Pengendalian Siput Emas. Liptan. Balai Informasi Pertanian D.I Jokyakarta.
--------------, 1995. Pengendalian Hama Keong Mas. Liptan. Loka Pengkanjian Teknologi Pertanian (LPTP). Banda Aceh.
Astuti, R. S danWadrianto, G. K. 2011. Hama Keong Mas Serang Padi di Madiun. http://regional.kompas.com/read/2011/03/30/17245697/Hama.Keong.Mas.Serang.Padi.di.Madiun. visited 18 Juli 2011
11
Bank Indonesia, 2008. Pola Pembiayaan Usaha Kecil, Industri Tanaman Air. http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/70943DBB-FB1A-4F7C-8346-5F72FB825A2A/17758/tanamanair.pdf.
Carter, F. L., A. M. Carlo and J. B. Stanley. 1978. Termiticidal Components of Wood Extracts : 7-Methyljuglone from Diospyros virginia. Journal Agriculture Food Chemistry. 26(4): 869-873
Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya Kabupaten Bogor. 2003. Kegiatan Penyusunan Penataan Kawasan Wisata Gunung Salak Endah-Kabupaten Bogor. (Laporan Kegiatan). Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya Kabupaten Bogor.
Fakhrizal T., 2011. Puluhan Hektar Sawah Diserang Keong Mas. http://www.acehkita.com/berita/puluhan-hektar-sawah-diserang-keong-mas/. visited 18 Juli 2011
KLH, 2002. Laporan Status Lingkungan Hidup Indonesia Tahun 2002. DFBAB%20VII%20KEANEKARAGAMAN%20HAYATI%2011062003-kemen LH. (visited Oktober 2010)
KLH, 2008. Keanekaragaman Hayati, STATUS LINGKUNGAN HIDUP INDONESIA 2008. http://www.menlh.go.id/slhi/slhi2008/6_keanekaragamanHayati.pdf. (visited October 20, 2010)
Serambi Indonesia, 2011. Keong Mas Masih Hantui Petani di Langsa. http://aceh.tribunnews.com/news/view/60138/keong-mas-masih-hantui-petani-di-langsa. visited 18 Juli 2011.
Perlindungan Tanaman Pangan, 2008. Luas Serangan Siput Murbai pada Tanaman Padi Tahun 1997–2006, Rerata 10 Tahun dan Tahun 2007. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Jakarta.
Pikiran Rakyat online, 2010. Petani Kab. Cirebon Cemaskan Serangan Keong Emas. http://www.pikiran-rakyat.com/node/118818. visited 18 Juli 2011.
Rachmawati E. 2010. Sistem Sosial Pengembangan Wisata Alam di Kawasan Gunung Salak Endah. (Tesis). Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Indonesia.
Risnasari, I. 2002. Tanin. Fakultas Pertanian, Jurusan Ilmu Kehutanan, Universitas Sumatera Utara. http://library.usu.ac.id/download/fp/Hutan-Iwan6.pdf.
Roux, D. G. And S. R. Evelyn, 1958. Condensed Tannins. Biogenesis of condensed tannins based on leuco-anthocyanins. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1196676/pdf/biochemj00828-0175.pdf. visited, 6 July 2011.
12
Surya online, 2011. Serangan Keong Mas Resahkan Petani di Banjar. http://www.surya.co.id/2011/03/27/serangan-keong-mas-resahkan-petani-di-banjar. visited 18 Juli 2011
Syafii, W. 2000. Pemanfaatan tannin kulit kayu Acacia decurrens Willd. Sebagai bahan baku perekat untuk pembuatan papan serat. J.II.Pert.Indon. Vol. 9 (1): 12-18
13