26/09/2015
1
MEMBANDINGKAN HUKUM
PERJANJIAN MENURUT :
BW, Hukum Adat, & Hukum Islam
Avisena Aulia Anita 125010100111169 (7)
Atika Sari 125010101111122 (12)
Miftakhurrokhmah Apriliah 145010109111006 (26)
Nur Wahyu Wulandari 145010109111002 (25)
Jafar Fendi Hidayat 145010109111010 (27)
BW HUKUM ISLAM HUKUM ADAT
Definisi Perjanjian Pasal 1313 BW
“suatu persetujuan
adalah suatu
perbuatan dengan
mana satu orang /
lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu
orang / lebih”
Secara etimologi
perjanjian dalam
bahasa arab sering
disebut dengan istilah
al-mu’ahadah (janji) ,
al-ittifa (kesepakatan),
dan al-qadu (ikatan).
Dan dari segi
terminologi
perjanjian atau akad
secara umum adalah
suatu janji setia kepada
Allah Swt, atau suatu
perjanjian yang dibuat
oleh manusia dengan
manusia lainnya dalam
pergaulan hidupnya
sehari-hari.
Perjanjian menurut
hukum adat adalah
perjanjian dimana
pemilik rumah
memberikan ijin
kepada orang lain
untuk mempergunakan
rumahnya sebagai
tempat kediaman
dengan pembayaran
sewa dibelakang (atau
juga dapat terjadi
pembayaran dimuka.
BW HUKUM ISLAM HUKUM ADAT
Unsur Perjanjian • Unsur Essensialia :
Bagian ini merupakan
sifat yang harus ada di
dalam perjanjian, sifat
yang penting &
menentukan
menyebabkan
perjanjian itu tercipta
Contoh :
1. Jual beli : barang &
harga
2. Sewa Menyewa :
barang & uang
3. Tukar Menukar :
barang & barang
• Unsur Naturalia :
Bagian ini merupakan
sifat bawaan sehingga
secara diam-diam &
alami melekat pada
1. Hubungan ijab
dan Qabul :
• Ijab adalah
pernyataan
kehendak oleh satu
pihak (mujib)
untuk melakukan
sesuatu atau tidak
melakukan sesuatu.
• Qabul adalah
pernyataan
menerima atau
menyetujui
kehendak mujib
tersebut pihak
lainnya (qaabil).
Unsur Ijab dan
Qabul selalu ada
dalam perikatan.
• Harus ada
musyawarah
terlebih
dahulu,kepercayaan
• Diadakan batas
waktu
pengembalian
barang, dan kalau
barang tersebut
tidak diambil, maka
barang itu dijual
atas dasar mufakat.
BW HUKUM ISLAM HUKUM ADAT
perjanjian, peraturan yang
bersifat mengikat,
kesepakatan para pihak
Contoh :
1. Penanggungan (pasal
1491 BW) &
pembayaran (pasal 1514
BW)
2. Biaya penyerahan
benda ditanggung
penjual (pasal 1467)
• Unsur Aksidentalia :
Bagian ini mrupakan sifat
yang melekat pada
perjanjian dalam hal
secara tegas diperjanjikan
oleh para pihak atau
bagian yang ditambahkan
oleh para pihak dalam
suatu perjanjian
2. Dibenarkan oleh
Syara’ :
• Aqad yang
dilakukan tidak
boleh bertentangan
dengan syara (Al-
Qur’an dan Sunnah
Rasululllah).
Demikian juga
objek akad tidak
boleh bertentangan
dengan syara bila
bertentangan maka
akad itu tidak sah.
• Dalam surat
perjanjian itu
ditentukan jumlah
harga pengembalian
barang tersebut.
• Apabila barang
yang dititipkan itu
hilang maka harus
ada penggantian dan
apabila barang
tersebut telah dijual
orang yang dititipi
barang tersebut
harus diberi upah
untuk jerih
payahnya.
26/09/2015
2
BW HUKUM ISLAM HUKUM ADAT
Contoh :
1. Cara pembayaran
2. Pilihan hukum
yang berlaku
3. Pemilihan
domisili
3. Mempunyai akibat
hukum terhadap
objeknya :
• Aqad merupakan
tindakan hukum
(tasharruf),
menimbulkan
akibat hukum
terhadap objek
hukum yang
diperjanjikan.
BW HUKUM ISLAM HUKUM ADAT
Syarat Perjanjian Pasal 1320 BW
Syarat sah nya
perjanjian :
1. Sepakat mereka
yang
mengikatkan
dirinya
2. Kecakapan untuk
membuat suatu
perjanjian
3. Obyek tertentu
4. Causa yang halal
Sahnya akad
terpenuhinya :
1. Rukun adalah unsur
yang mutlak harus
dipenuhi dalam suatu
hal, peristiwa dan
tindakan
2. syarat adalah unsur
yang harus ada untuk
sesuatu hal, peristiwa
dan tindakan
tersebut.
Rukun akad yang
utama :
1. Ijab
2. Qabul
Rukun aqad
tambahan:
syarat perjanjian
dalam hukum adat :
1. Titik tolak pada
dasar kejiwaan.
Pada hukum adat
bertitik tolak pada
dasar kejiwaan,
kekeluargaan,
kerukunan &
bersifat tolong
menolong.
2. Pada hukum adat
tidak hanya ada
kata sepakat maka
lazimnya juga
disertai dengan
tanda ikatan, sesuai
dengan sifat
hukum adat yang
nyata (konkrit)
BW HUKUM ISLAM HUKUM ADAT
• Shighat al-aqad
(pernyataan untuk
mengikatkan diri),
harus disampaikan
secara lisan/tertulis
sehingga dapat
menimbulkan akibat
hukum.
• Al-Ma’qud
alaih/mahal a-aqad
(objek akad), harus
memenuhi
persyaratan berupa
telah ada pada waktu
akad diadakan,
dibenarkan oleh
syara’, dapat
ditentukan dan
diketahui, serta dapat
diserahkan pada
waktu akad terjadi.
3. Perjanjian pada
hukum adat selain
dalam ruang
lingkup harta
kekayaan juga
menyangkut yang
tidak bersifat
kebendaan.
Ciri-ciri perjanjian
bagi hasil menurut
hukum adat ,
dimana hukum adat
mengenal adanya
perjanjian bagi
hasil, ciri-cirinya
diklsifikasikan
sebagai berikut :
1. Tidak dilakukan
secara tertulis pada
umumnya
perjanjian bagi
hasil ini dilakukan
BW HUKUM ISLAM HUKUM ADAT
• Al-Muta’aqidain/al-
‘aqidain (pihak-
pihak yang
berakad), harus
mempunyai
kecakapan melakukan
tindakan hukum
dalam pengertian
telah dewasa dan
sehat akalnya, apabila
melibatkan anak-anak
maka harus diwakili
oleh seorang wali
yang harus memenuhi
persyaratan berupa
kecakapan,
persamaan agama
antara wali dengan
yang diwakili, adil,
amanah, dan mampu
menjaga kepentingan
orang yang berada
dalam perwaliannya.
& tanpa mengenal
semacam akta
perjanjian.
2. Penyaksian atau
pengesahan
maupun bantuan
dari kepala desa
atau kepala
persekutuan adat
tidak diperlukan.
Hal ini berlainan
dgn transaksi tanah
seperti jual lepas,
jual gadai yg
dimana bantuan
kepala desa amat
dibutuhkan oleh
karena itu
diketahui bahwa
transaksi bagi hasil
adalah transaksi yg
berhubungan
26/09/2015
3
BW HUKUM ISLAM HUKUM ADAT
• Maudhu’ al-aqad
(tujuan akad), harus
ada pada saat akad
akan diadakan, dapat
berlangsung hingga
berakhirnya akad dan
dibenarkan secara
syariah, dan apabila
bertentangan akan
berakibat pada
ketidakabsahan dari
perjanjian yang
dibuat.
Syarat perjanjian
terbagi 2 macam :
1. Syarat yg bersifat
umum yaitu yg wajib
sempurna wujudnya
dlm setiap perjanjian
2. Syarat yg bersifat
khusus
dgn tanah, maka
tdklah terjadi
penyerahan tanah
dalam arti
peralihan
kepemilikan tanah,
sehingga bantuan
kepala desa tdklah
diperlukan.
3. Hak ulayat tdk
menjadi obyek
suatu perjanjian
bagi hasil
4. Pada umumnya
jangka waktunya
relatif singkat jadi
dapat berakhir
setelah melewati
satu masa panen
BW HUKUM ISLAM HUKUM ADAT
Adapun syarat yang
harus dipenuhi
seseorang dalam suatu
akad adalah :
1. aqil (berakal/dewasa)
2. tamyiz (dapat
membedakan) sebagai
tanda kesadaran
3. mukhtar (bebas
melakukan
transaksi/bebas
memilih)
5. Terjadinya suatu transaksi
dengan pihak ketiga seperti
misalnya peralihan dari
pemilik
Dalam masyarakat adat Jawa
Barat terutama di desa Leuwi
Liang dan Citeureup, suatu
hibah (perjanjian sepihak)
dapat ditarik kembali apabila
bertentangan dengan ketentuan
– ketentuan Hukum Adat dan
Hukum Islam. Sebaliknya di
daerah Cianjur, banjar, Ciamis,
dan Cikenong, suatu hibah
tidak dapat ditarik kembali
meskipun utang pewaris tidak
dapat terlunasi dari kekayaan
yang ditinggalkannya.
Demikian pula di daerah
Batujaya, Teluk Buyung,
Pisang Sambo, Kecamatan
Karawang dan Indramayu
BW HUKUM ISLAM HUKUM ADAT
Akibat
perjanjian
1. Semua perjanjian
yang dibuat secara sah
berlaku sebagai
undang-undang bagi
mereka yang
membuatnya. Suatu
perjanjian tidak dapat
ditarik kembali selain
dengan sepakat kedua
belah pihak, atau
karena alasan-alasan
yang oleh undang-
undang dinyatakan
cukup untuk itu.
Suatu perjanjian harus
dilaksanakan dengan
itikad baik.(1338 BW)
2. Suatu perjanjian tidak
hanya mengikat untuk
hal-hal yang dengan
tegas dinyatakan di
dalamnya, tetapi juga
Tujuan akad adalah
untuk melahirkan
suatu akibat hukum.
Lebih tegas lagi,
tujuan akad adalah
maksud bersama yang
dituju dan yang
hendak diwujudkan
oleh
para pihak melalui
pembuatan akad.
Akibat hukum akad
dalam hukum Islam di
sebut
“hukum akad” (hukm
al-‘aqad).
1. Perjanjian menjadi
syari’ah bagi
pihak-pihak yang
berperikatan
2. Perjanjian tidak
hanya mengikat
obyek
Akibat Perjanjian
dalam Hukum Adat:
1. Akibat Hukum
dan Tujuan
Pengangkatan
Anak
Dari akibat hukum
pengangkatan anak itu
mengakibatkan
kedudukan anak
angkat menjadi sama
dengan kedudukan
anak kandung. Ia akan
menjadi penerus dan
pewaris orang tua
kandungnya dan orang
tua angkatnya.
Adapun untuk anak
pupon itu bukan
sebagai waris karena
BW HUKUM ISLAM HUKUM ADAT
untuk segala sesuatu
yang menurut sifat
perjanjian, diharuskan
oleh kepatutan,
kebiasaan atau undang-
undang.(1339 BW)
3. Persetujuan hanya
berlaku antara pihak-
pihak yang
membuatnya.
Obyek yg di
perikatkan tetapi
juga segala sesuatu
yang menurut
sifatnya yang
diharuskan oleh
kepatutan,
kebiasaan dan nash-
nash syariah
3. Perjanjian hanya
berlaku bagi pihak-
pihak yang
mengadakan
perikatan
4. Perjanjian dapat
dibatalkan oleh
pihak yang
berpiutang jika
pihak berrutang
terbukti melakukan
.
pada dasarnya
pengakuan anak itu
tidak mengubah
hubungan hukum
antara si anak dengan
orang tua kandungnya
kecuali apabila
kedudukan si anak
dirubah dari anak
akuan menjadi anak
angkat. Tujuan
penitipan dan
pengangkatan ini
tentunya bukan
semata-mata untuk
memperoleh
keuntungan material,
tetapi sifatnya lebih
tertuju kepada tujuan
kemanusiaan belaka.
26/09/2015
4
BW HUKUM ISLAM HUKUM ADAT
Bentuk perjanjian • Perjanjian obligatoir :
1. Perjanjian sepihak &
timbal balik
2. Perjanjian cuma-cuma
& atas beban
3. Perjanjian konsensuil,
riil, & formil
4. Perjanjian bernama &
tidak bernama
Bahwa setiap
perjanjian hendaknya
dibuat secara tertulis,
lebih berkaitan demi
kepentingan
pembuktian jika
dikemudian hari
terjadi sengketa.
Dalam Al-Qur’an
surat Al-Baqaroh ayat
282-283
mengisyaratkan
agar akad yang
dilakukan benar-benar
berada dalam
kebaikan bagi semua
pihak. Bahkan juga
dalam pembuatan
perjanjian hendaknya
juga disertai dengan
adanya saksi-saksi
(syahadah).
Pada umumnya,
masyarakat hukum
adat membuat
perjanjian dalam
bentuk lisan. Sikap
percaya satu sama lain
menjadi salah satu
dasar masyarakat
untuk membuat
perjanjian dalam
bentuk lisan, karena
masyarakat hukum
adat tidak mengenal
adanya pembuktian
tertulis.
BW HUKUM ISLAM HUKUM ADAT
Asas-asas
perjanjian
1. Asas kebebasan
berkontrak
(keterbukaan)
2. Asas konsensuil
3. Asas kepercayaan
4. Asas kekuatan
mengikat
5. Asas persamaan
hukum
6. Asas keseimbangan
1. Al-Hurriyah
(Kebebasan)
2. Al-Musawah
(Persamaan atau
Kesetaraan)
3. Al-Adalah
(Keadilan)
4. Al-Ridha
(Kerelaan)
5. Ash-Shidq
(Kebenaran dan
Kejujuran)
Asas-asas perjanjian
menurut hukum adat :
1. Tunai (Kontan)
adalah “suatu
bentuk prestasi yang
dilakukan sekaligus
bersama-sama pada
waktu itu juga”,
sehingga walaupun
sudah terucap kata
sepakat antara kedua
belah pihak itu
belum terjadi
perjanjian jual beli.
2. Percaya yang kuat
yaitu saling percaya
satu sama lain,
antara pembeli dan
penjual dalam proses
jual beli, sehingga
didalam proses
BW HUKUM ISLAM HUKUM ADAT
6. Al-kitabah
(Tertulis)
7. Al Amanah
(Asas
Kepercayaan)
8. Iktiyati
(kehati-hatian)
9. Kemampuan
10.Transparasi
Taisir/Kemudahan
11. Iktikad baik
12. Sebab yang Halal
tersebut mereka
tidak membuat
bukti tertulis karena
mereka sudah saling
percaya
BW HUKUM ISLAM HUKUM ADAT
Batalnya
Perjanjian
Pembatalan (dapat di
batalkan)
1. perjanjian yang tidak
memenuhi syarat
subyektif yaitu tidak
terpenuhinya
kesepakatan &
kecakapan. Sehingga
meskipun perjanjiannya
ada & mengikat namun
tetap saja tidak
sempurna.
2. Salah satu pihak
melakukan wanprestasi
3. Perjanjian yang
bertimbal balik
(sifatnya)
4. Pembatalan dimintakan
kepada hakim
5. Batas waktu
pembatalan 5 tahun
(1454 BW)
1. Jangka waktu
perjanjian
berakhir
Dalam surah At-
Taubah ayat 4
“…maka terhadap
mereka itu penuhilah
janjinya sampai batas
waktunya.
Sesungguhnya allah
menyukai orang-orang
yang bertaqwa”.
2. Salah satu pihak
menyimpang atau
pengkhianatan
atas perjanjian
Dalam surah At-
Taubah ayat 7 “maka
selama mereka berlaku
jujur padamu
hendaklah kamu
berlaku lurus kepada
mereka. Sesungguhnya
Perjanjian menurut adat
disini adalah perjanjian
dimana pemilik rumah
memberikan ijin kepada
orang lain untuk
mempergunakan
rumahnya sebagai
tempat kediaman dengan
pembayaran sewa
dibelakang (juga dapat
terjadi pembayaran
dimuka).
26/09/2015
5
BW HUKUM ISLAM HUKUM ADAT
Berakhirnya
Perjanjian
Hapusnya perikatan
(Buku III BW, 1381 BW)
1. Pembayaran
2. Consignatie (penitipan
barang)
3. Novasi (pembaharuan
hutang)
4. Kompensasi
(perjumpaan hutang)
5. Confutio (percampuran
hutang)
6. Pembebasan hutang
7. Musnahnya barang
8. Pembatalan
9. Berlakunya syarat
batal
10. Lewat waktu
(daluwarsa)
Berakhirnya suatu
perjanjian (akad) :
• Berakhirnya masa
berlaku akad
tersebut, apabila
akad tersebut
memiliki tenggang
waktu.
• Dibatalkan oleh
pihak-pihak yang
berakad, apabila
akad itu sifatnya
tidak mengikat.
• Dalam akad yang
bersifat mengikat,
suatu akad
dianggap berakhir
jika :
Berakhirnya perjanjian
bagi hasil di Desa
Sedah anatra pemilik
tanah dan penggarap
tanah dapat terjadi
karena telah
berakhirnya jangka
waktu dan dapat
juga terjadi sebelum
berakhirnya jangka
waktu.
ada 25 responden
menyatakan alasan
berakhirnya
perjanjian bagi hasil
karena telah
berakhir jangka
waktu (62,5%),
sebelum waktunya
dibagi menjadi 3
alasan :
BW HUKUM ISLAM HUKUM ADAT
1. jual beli itu
fasad, seperti
terdapat unsur-
unsur tipuan,
salah satu rukun
atau syarat tidak
terpenuhi.
2. Berlakunya khiyar
3. Akad itu tidak
dilaksanakan
oleh salah satu
pihak
4. Tercapainya
tujuan akad itu
secara sempurna
• 10 responden
menyatakan alasanya
atas persetujuan
kedua belah pihak
(25%)
• 3 responden
menyatakan
alasannya karena
berasal dari pemilik
tanah (7,5%)
• 2 responden
menyatakan
alasannya karena
berasal dari
penggarap (5%).
BW HUKUM ISLAM HUKUM ADAT
Waktu terjadi
“Wanprestasi”
1. Terlambat
berprestasi
2. Tidak berprestasi
3. Salah berprestasi
4. Berprestasi tetapi
tidak sempurna
Mirip dengan BW
Tdk melaksanakan
akad & adanya
kelalaian dlm
pelaksanaan akad
Tidak adanya
kesepakatan atau
persetujuan dari salah
satu pihak dianggap
melakukan
wanprestasi
Akibat hukum dari
“Wanprestasi”
Bagi Debitur :
1. Pemenuhan
perjanjian (1267
BW)
2. Pemenuhan
perjanjian + ganti
rugi (1267 BW)
3. Pembatalan
perjanjian + ganti
rugi (1267 BW)
4. Pembatalan
perjanjian (1266
BW)
5. Pembayaran ganti
rugi (1243 BW)
• (Adh-dhaman)
Ganti rugi dari
pihak yang lalai.
Apabila barang
bukan milik
penjual, maka ia
harus membayar
ganti rugi terhadap
harga yang telah
diterima
Sgala kerugian baik
terjadi sebelum /
sesudah akad maka
ditanggung resiko oleh
Membayar ganti rugi
baik keseluruhan
ataupun sebagian.
Kecuali salah satu
pihak menghendaki
lain (tdk perlu
mengganti)
BW HUKUM ISLAM HUKUM ADAT
Bagi Kreditur :
1. Bunga (Interessen) =
untung yang harusnya
didapatkan
2. Rugi (Schaden) =
kerugian yang diderita
3. Biaya (cost) = ongkos
yang telah dikeluarkan
Akibat wanprestasi
bentuk khusus :
1. Actio Redhibitoria =
barang & uang
kembali
2. Actio Quantiminoris
= barang tetap dibeli
tetapi ada pengurangan
harga
Pihak yang
menimbulkan
kerugian. Akan tetapi
dalam keadaan
memaksa fiqih islam
tidak menghukum
orang berbuat tanpa
disengaja & tidak
menghendaki
perbuatan lalai
tersebut asalkan orang
tersebut telah berbuat
maksimal untuk
memenuhi prestasinya
26/09/2015
6
BW HUKUM ISLAM HUKUM ADAT
Keadaan memaksa
(Overmacht /
Force Majeur)
Salah satu tangkisan /
perlawanan debitur
(1244 BW)
Ada 2 jenis overmacht :
1. Overmacht absolute
(1444 BW)
2. Overmacht Relatif
(1245 BW)
Dalam hukum islam
disebut ganti rugi.
Ada beberapa faktor
yg dpt dijadikan
sebab terjadinya
ganti rugi (dhamn) :
1. Tdk melaksanakan
akad
2. Alfa dlm
melaksanakan
akad yakni apabila
akad yg sdh
tercipta secara sah
menurut ketentuan
hukum itu tdk
dilaksanakan oleh
debitur /
dilaksanakan tp
tdk sebagaimana
mestinya /
kesalahan karna
-
BW HUKUM ISLAM HUKUM ADAT
kelalaian disebut
At-Ta’addi yaitu
suatu sikap yg
bertentangan dgn
hak & kewajiban
& tdk diizinkan
oleh syarak
TAMBAHAN :
Syarat-Syarat Perjanjian Hukum Adat
Persyaratan jual beli menurut hukum adat tersebut yaitu : (a) Tunai dan (b)
Terang. Hal tersebut karena Hukum Tanah di negara kita bersumber pada
Hukum Tanah Adat. Secara sederhana “tunai” diartikan bahwa pelaksanaan
jual beli dan peralihan hak khususnya hak atas tanah dari penjual kepada
pembeli dianggap telah terjadi pada saat para pihak menyatakan
kesepakatan. Meskipun jual beli itu pembayarannya tidak tunai dalam arti
seharihari, hal tersebut bukan merupakan suatu yang pokok dan dianggap
sebagai suatu utang-piutang antara penjual dan pembeli.
Selanjutnya secara sederhana “terang” diartikan bahwa pelaksanaan jual
beli hak atas tanah harus dibuat dihadapan pejabat yang berwenang dan
dihadiri oleh para saksi. Tambahan dua persyaratan itu merupakan unsur-
unsur yang diambil dari unsur-unsur sistem hukum tanah adat yang telah
diadopsi menjadi unsur-unsur dalam sistem hukum tanah nasional.
TAMBAHAN :
Akibat perjanjian hukum adat
Dengan adanya perjanjian, maka suatu pihak berhak untuk menuntut prestasi
dan lain pihak berkewajiban untuk memenuhi prestasi. Prestasi tersebut
adalah mungkin menyerahkan benda, atau melakukan suatu perbuatan, atau
tidak melakukan suatu perbuatan.Apabila dilihat dari Hukum Adat Indonesia
pengertian peralihan hak khususnya hak atas tanah bukan saja bersifat
mengikat tetapi juga harus diikuti dengan penyerahan nyata dari penjual
kepada pembeli yang diikuti dengan penyerahan uang dari pembeli kepada
penjual. Oleh karena itu, meskipun perjanjian peralihan hak atas tanah
menggunakan syarat-syarat yang diatur dalam Pasal 1320 KUH-Perdata
tetapi perlu juga ditambahkan syarat tunai dan terang sehingga peralihan hak
tersebut tidak hanya bersifat mengikat saja melainkan juga mencakup
penyerahan hak nyata atas tanah yang diperjual belikan.
26/09/2015
7
TAMBAHAN :
BU DHIANA :
KONSEP TANGGUNG GUGAT BW :
Apabila seseorang dirugikan karena perbuatan seseorang sedang diantara
mereka itu tdk terdpt sesuatu perjanjian (hubungan hukum perjanjian), maka
berdasarkan undang-undang jg timbul / terjd hubungan hkm antara orang tsb
yg menimbulkan kerugian itu. Hal tsb diatur dlm psl 1365 BW “Tiap
perbuatan melanggar hukum yg membawa kerugian kpd orang lain,
mewajibkan orang yg karna salahnya menerbitkan kerugian itu mengganti
kerugian tersebut” (yg melawan hukum / onrechtmatigedaad)
ada 3 jenis perbuatan melawan hukum :
1. PMH karena kesengajaan
2. PMH karena kelalaian
3. PMH tanpa kesalahan
Ada 3 jenis tanggung jwb hkm sbg berikut :
1. Tanggung jwb dgn unsur kesalahan (1365 BW)
2. Tanggung jwb dgn unsur kesalahan khususnya (1366 BW)
3. Tanggung jwb mutlak (tanpa kelalaian) (1367 BW)
TAMBAHAN :
Yang termasuk PMH :
1. Bertentangan dgn hak orang lain
2. Bertentangan dgn kewajiban hukumnya sendiri
3. Bertentangan dgn kesusilaan
4. Bertentangan dgn keharusan yg hrs di indahkan dlm pergaulan
masyarakat mengenai orang lain / benda
TAMBAHAN :
Faiz Dimas :
1. Akibat hukum dalam islam (surah Al-Maidah)
2. Terkait Overmacht
Inez Diva :
Apakah usia 16 tahun meskipun telah balig (hukum islam) bs cakap &
berwenang dalam membuat & melaksanakan perjanjian ????
Ira Dwi :
1. Asas perjanjian dalam hukum adat : asas riil & tunai
2. Unsur perjanjian dalam hukum islam : Syara
3. Akibat hukum perjanjian dalam hukum adat
DAFTAR PUSTAKA• BUKU :
Chairuman Pasaribu – Suhrawadi K.Lubis, 1994, Hukum Perjanjian Dalam Islam, Sinar Grafika : Jakarta
Ahmad Azhar Basyir, 1990, Asas-Asas Hukum Muamalah Hukum Perdata Islam, UII Press : Yogyakarta
Soerojo Wignjodipoero SH, 1967, Pengantar & Asas-Asas Hukum Adat, PT Toko GunungAgung : Jakarta
Prof Subekti, 2003, Pokok-Pokok Hukum Perdata , PT Intermasa : Jakarta
Munir Fuady, 2002, Perbuatan Melawan Hukum, cetakan pertama, Citra Aditya Bhakti : Bandung, Hlm 3
• UNDANG-UNDANG :
KUHPerdata (BW)
UU No 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-PokokAgraria
19/10/2015
1
Perbandingan Hukum Perdata
Hukum Perjanjian
Kelompok 2
Ira Dwi Arini 125010101111099 (09)
Nungky Kardyana S125010101111101 (10)
Elisa Carolina 125010101111108 (11)
Navisah Aulina Zain125010101111126 (13)
A. Pengertian
1. Hukum Islam
a. hukum perikatan islam adalah bagian dari Hukum Islam
bidang muamalah yang mengatur perilaku manusia di
dalam menjalankan hubungan ekonominya. Menurut Prof.
Dr. H. M. Tahir Azhary, SH. Hukum perikatan islam adalah
seperangkat kaidah hukum yang bersumber dari Al Qur’an,
Hadist dan Ijtihad yang mengatur tentang hubungan antara
dua orang atau lebih mengenai suatu benda yang
dihalalkan menjadi objek suatu transaksi
b. Wahbah Zuhaili mengartikan lafal akad sebagai berikut:
Akad dalam bahasa Arab artinya ikatan (atau penguat dan
ikatan) antara ujung-ujung sesuatu, baik ikatan nyata
maupun maknawi, dari satu segi maupun dua segi
2. Hukum Adat Hukum adat yang meliputi uraian tentang hukum
perhutangan (schuldenrecht) termasuk soal transaksi-
transaksi tanah (grondtransakties) termasuk dan transaksi-
transaksi yang menyangkut tanah (transakties
waarbijgrond betrokken is), sepanjang hal itu ada
berhubungannya dengan masalah perjanjian menurut
hukum adat.
3. KUHPerdata (BW)Pasal 1313 KUH Perdata, Perjanjian adalah Perbuatan
dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang lain atau lebih. Dari peristiwa ini,
timbullah suatu hubungan hukum antara dua orang atau
lebih yang disebut Perikatan yang di dalamya terdapat hak
dan kewajiban masing-masing pihak. Perjanjian adalah
sumber perikatan.
19/10/2015
2
B. Unsur-Unsur
1. Hukum Islam
• Pertalian ijab dan Kabul
• Tidak bertentangan dengan Al Quran dan Hadits (tidak mengandung riba, perjudian)
• Mempunyai akibat hukum terhadap objeknya
• Sepakat
2. Hukum Adat
• Karya budi
• Tolong menolong
• Gotong royong
2. KUHPerdata (BW)
• Unsur Esensialia
• Unsur Naturalia
• Unsur Aksidentalia
Revisi
unsur-unsur hukum islam
• Pertalian ijab dan Kabul
• Ijab adalah pernyataan kehendak oleh satu pihak (mujib) untuk
melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Kabul adalah
pernyataan menerima atau menyetujui kehendak mujib tersebut oleh
pihak lainnya (qaabil). Ijab dan Kabul ini harus ada dalam
melaksanakan perikatan.
• Dibenarkan oleh syara’
• Perjanjian yang dilakukan tidak boleh bertentangan dengan syariah
atau hal-hal yang diatur oleh Allah SWT dalam Al Qur’an dan Hadist.
Jika bertentangan akan mengakibatkan perjanjian tidak sah.
• Mempunyai akibat hukum terhadap objeknya
• Dengan adanya perjanjian akan menimbulkan akibat hukum terhadap
objek hukum yang diperjanjikan oleh para pihak dan juga
memberikan konsekuensi hak dan kewajiban yang mengikat para
pihak.
C. Syarat Perjanjian1. Hukum Islam
a. Subyek perjanjian
• Manusia (mukallaf dan rasyid) dan Badan hukum
• Tidak ada paksaan (QS. An-Nisaa’: 29)
b. Objek perjanjian
• Barang yang suci dan bermanfaat, bukan barang najis atau barang yang haram, karena barang yang secara dzatnya haram terlarang untuk diperjanjikan.
• Harus jelas dan dikenali
• Dapat diserahterimakan
• Pembayarannya diketahui secara jelas oleh kedua belah pihak
c. Tujuan PerjanjianTujuan akad tidak merupakan kewajiban yang telah ada atas pihak-pihak yang bersangkutan tanpa akad yang diadakanTujuan harus berlangsung adanya hingga berakhirnya pelaksanaan akadTujuan akad harus dibenarkan syariah
d. Ijab Kabul
Ijab Kabul dapat dilakukan dengan 4 cara yaitu dengan secara lisan, tulisan, isyarat dan perbuatan.
19/10/2015
3
2. Hukum Adat
Dalam hukum adat suatu perjanjian dapat terjadi antara dua
pihak yang saling berjanji atau dikarenakan sifatnya dianggap
ada perjanjian. Agar suatu perjanjian yang disepakati dapat
mengikat harus ada tanda ikatan.
Tanda-tanda ikatan :
a. Tanda Mau
b. Tanda Mata
c. Tanda Rasan
d. Tanda Jadi
e. Tanda Larangan
f. Tanda Pengakuan
g. Tanda Kesaksian
Dalam buku Hukum Perikatan Islam Indonesia yang
ditulis oleh Gemala Dewi, dkk menjelaskan tentang hukum
perikatan adat harus memiliki syarat sah suatu perikatan
apabila ada kata terang dan tunai
3. KUHPerdata (BW)
Menurut ketentuan Pasal 1320 KUHPdt, syarat-
syarat sah perjanjian adalah sebagai berikut :
1. Adanya persetujuan kehendak antara pihak-
pihak yang membuat perjanjian (consensus)
2. Ada kecakapan pihak- pihak untuk membuat
perjanjian (capacity)
3. Ada suatu hal tertentu (object)
4. Ada suatu sebab yang halal (legal cause)
D. Akibat Hukum Perjanjian
1. Hukum Islam
akibat adanya akad atau perjanjian adalah
pelaksanaan suatu akad seperti pemindahan
kepemilikan, upah dan lain-lain.
2. Hukum Adat
Akibat adanya perjanjian hukum adat adalah
mengikat antara para pihak karena sudah
adanya tanda ikatan diantara para pihak.
3. KUHPerdata (BW)
Akibat hukum dari perjanjian yang sah
adalah berlakunya perjanjian sebagai
undang-undang bagi mereka yang
membuatnya. Yang dimaksud dengan
berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya, adalah bahwa
kesepakatan yang dicapai oleh para pihak
dalam perjanjian mengikat para pihak
sebagaimana mengikatnya suatu undang-
undang.
19/10/2015
4
E. Asas Perjanjian
1. Hukum Islam
a. Asas Ilahiah
b. Asas Kebebasan
c. Asas Persamaan atau Kesetaraan
d. Asas Keadilan
e. Asas kerelaan
f. Asas Kejujuran dan Kebenaran
g. Asas Tertulis
• Asas Ilahiah
Setiap tingkah laku dan perbuatan manusia tidak akan luput dari
ketentuan Allah SWT. Manusia tidak dapat berbuat sekehendak hatinya,
Karena segala perbuatannya akan mendapatkan balasan dari Allah
SWT.
• Asas Kebebasan
Islam memberikan kebebasan kepada para pihak untuk melakukan suatu
perikatan namun tidak boleh bertentangan dengan syariah agama Islam.
• Asas Persamaan atau Kesetaraan
Setiap manusia memiliki kekurangan dan kelebihan, maka hendaknya
saling melengkapi atas kekurangan dan kelebihan yang dimiliki. Oleh
karena itu, setiap manusia memiliki kesempatan yang sama untuk
melakukan suatu perjanjian.
• Asas Keadilan
Para pihak yang melakukan perikatan dituntut untuk berlaku benar dalam
pengungkapan kehendak dan keadaan memenuhi perjanjian yang telah
mereka buat dan memenuhi semua kewajibannya.
• Asas kerelaan
Dalam melakukan suatu perikatan hendaklah atas dasar suka sama suka atau
sukarela. Jika terjadi paksaan akan menimbulkan pembatalan perjanjian
tersebut. Unsur sukarela menunjukkan keikhlasan dan itikad baik dari para
pihak.
• Asas Kejujuran dan Kebenaran
Kejujuaran merupakan hal yang harus dilakukan oleh manusia dalam segala
bidang kehidupan termasuk pelaksanaan muamalat. Jika kejujuran tidak
diterapkan dalam perikatan, maka akan merusak legalitas perikatan dan akan
menimbulkan perselisihan antara para pihak.
• Asas Tertulis
Dalam QS Al Baqarah ayat 282-283 disebutkan bahwa Allah SWT menganjurkan
kepada manusia hendaknya suatu perikatan dilakukan secara tertulis, dihadiri
para saksi-saks dan diberikan tanggung jawab individu yang melakukan
perikatan dan yang menjadi saksi. Selain itu, dianjurkan pula bahwa apabila
suatu perikatan dilaksanakan tidak secara tunai, maka dapat dipegang suatu
benda jaminannya. Adanya tulisan, saksi, dan benda jaminan ini menjadi bukti
adanya perikatan tersebut.
2. Hukum Adat
Asas umum hukum adalah kekeluargaan dan
gotong royong.
3. KUHPerdata (BW)
a. Azas Konsensualitas
b. Azas Kebebasan Berkontrak
c. Azas Kepribadian
d. Azas Konsensualisme
e. Asas Kepercayaan
f. Asas kekuatan mengikat
g. Asas Keseimbangan
i. Asas Persamaan Hukum
19/10/2015
5
Asas KUH Perdata (BW)
• Azas Konsensualitas, yaitu bahwa suatu perjanjian dan
perikatan yang timbul telah lahir sejak detik tercapainya
kesepakatan, selama para pihak dalam perjanjian tidak
menentukan lain.(Pasal 1320 BW).
• Azas Kebebasan Berkontrak, yaitu bahwa para pihak
dalam suatu perjanjian bebas untuk menentukan materi/isi
dari perjanjian sepanjang tidak bertentangan dengan
ketertiban umum, kesusilaan dan kepatutan. (pasal 1338
BW).
F. Bentuk Perjanjian1. Hukum Islam
a. Perikatan Utang
b. Perikatan Benda
c. Perikatan Kerja/ Melakukan Sesuatu
d. Perikatan menjamin
2. Hukum Adat
a. Perjanjian tanah
b. Perjanjian Menyangkut Tanah
1. Perjanjian bagi hasil
2. Perjanjian sewa
3. Perjanjian berganda
4. Perjanjian pinjaman dengan jaminan tanah
5. Perjanjian Semu (simulasi).
• Perjanjian tanah
Perjanjian tanah atau disebut juga transaksi tanah, maka yang akan diuraikan
adalah mengenai perbuatan pemilik tanah dan peralihan hak-hak atas tanah.
Pemilikan tanah merupakan perjanjian sepihak yang menyebabkan timbulnya hak
milik tanah sedangkan peralihan hak-hak tanah merupakan perjanjian antara dua
pihak, sebagaimana disebut dalam bahasa hukum adat seperti jual lepas, jual
gadai, jual tahunan, pemberian tanah, pertukaran tanah, yang menyebabkan
timbulnya hak milik tanah atau hak penguasaaan tanah.
• Perjanjian Menyangkut Tanah
Perjanjian menyangkut tanah dimaksudkan semua perjanjian dimana bukan
tanah yang menjadi objek perjanjian, melainkan tanah sebagai tempat atau
sesuatu yang terlibat oleh perjanjian itu. Jadi bukan hak tanah yang beralih dari
pemilik kepada pembeli, melainkan pemilik tanah atau pemegang hak tanah
member kesempatan kepada orang lain untuk bekerja, menanam, memungut
hasil, menikmati tanah atau sebagai benda jaminan atas pemakaian uang.
– Perjanjian bagi hasil
Latar belakang terjadinya perjanjian bagi hasil antara lain:
• bagi pemilik tanah:
– mempunyai tanah tidak mampu atau tidak berkesempatan untuk
mengerjakan tanah sendiri.
– Keinginan mendapatkan hasil tanpa susah payah dengan
member kesempatan pada orang lain mengerjakan tanah
miliknya.
• Bagi penggarap atau pemaro:
– Tidak atau belum mempunyai tanah garapan dan atau tidak
mempunyai pekerjaan tetap.
– Kelebihan waktu bekerja karena milik tanah terbatas luasnya,
tanah sendiri tidak cukup.
– Keinginan mendapatkan tambahan hasil garapan.
hubungan hukum antara pemilik tanah dan penggarap berlaku atas dasar rasa
kekeluargaan dan tolong menolong.
19/10/2015
6
• Perjanjian sewa
perjanjian sewa tanah adalah perjanjian dimana pemilik
tanah atau penguasa tanah memberikan izin kepada orang
lain untuk mempergunakan tanahnya sebagai tempat
usaha atau tempat kediaman dengan pembayaran sewa
dibelakan(atau juga dapat terjadi pembayaran dimuka).
• Perjanjian berganda
perjanjian berganda ialah perjanjian menyangkut tanah
dimana terdapat perpaduan (kombinasi) perjanjian, antara
perjanjian pokok dengan perjanjian tambahan yang
berjalan bersama, misalnya terjadi sebagai berikut:
�perjanjian bagi hasil atau perjanjian sewa berjalan
bersama (berpadu) dengan perjanjian, jual gadai.
�perjanjian bagi hasil atau perjanjian sewa berjalan
bersama (berpadu) dengan perjanjian, jual taunan.
– Perjanjian pinjaman dengan jaminan tanah
perjanjian pinjaman uang dengan menunjuk tanah sebagai jaminan.
Dasar pinjaman ini ialah selama pinjaman belum dapat dibayar lunas
maka selama itu tanah milik siberhutang tidak boleh dibuat perjanjian
terkecuali dengan pihak perpiutang sendiri atau dengan orang lain untuk
kepentingan dan dengan persetujuan siberpiutang.
– Perjanjian Semu (simulasi).
Suatu perjanjian dikatakan perjanjian semu atau simulasi
apabila perjanjian yang dibuat berbeda dengan
pelaksanaannya.
Dalam Soerjono Soekanto menjelaskan bahwa
bentuk-bentuk dari perjanjian dalam masyarakat
hukum adat adalah:
1.Perjanjian Kredit
2.Perjanjian Kempitan
3.Perjanjian Tebasan
4.Perjanjian Perburuhan
5.Perjanjian Pemegangkan
6.Perjanjian Pemeliharaan
7.Perjanjian Pertanggungan Kerabat
8.Perjanjian Serikat
3. KUHPerdata (BW)Perjanjian menurut sumbernya;
a. Perjanjian yang bersumber dari hukum
keluarga, contoh perkawinan;
b. Perjanjian yang bersumber dari kebendaan,
contoh Peralihan Hak Milik;
c. Perjanjian obligatoir, yaitu perjanjian yang
menimbulkan kewajiban;
d. Perjanjian yang bersumber dari Hukum Acara
(bewijs overeenskomst);
e. Perjanjian yang bersumber dari Hukum Publik
(publiekerchtelicke overeenskomst).
19/10/2015
7
Perjanjian Menurut Namanya
a. Kontrak Nominaat (bernama)
Kontrak Nominaat merupakan kontrak yang
di kenal dalam KUH Perdata, contoh : jual
beli, tukar menukar, sewa menyewa, pinjam
pakai, dan lain-lain;
b. Kontrak Innominaat (tidak bernama)
Kontrak Innominaat adalah kontrak yang
timbul, tumbuh dan berkembang dalam
masyarakat, contoh : Leasing, Franchise,
Production Sharing, dan lain-lain.
Perjanjian menurut bentuknya dalam
Pasal 1320 dan Pasal 1682 KUH Perdata,
yaitu :
a. Perjanjian tertulis;
b. Perjanjian tidak tertulis.
G. Batalnya Perjanjian
1. Hukum Islam
• Keterpaksaan ( Al-Ikrah )
• Kekeliruan ( ghalath )
• Penyamaran Cacat Obyek ( Tadlis dan Taghrir)
• Tidak adanya KeseimbanganObyek dan harga
( Ghaban + Taghrir )
• Salah satu pihak menyimpang atau
penghianatan atas perjanjian
2. Hukum Adat
19/10/2015
8
3. KUHPerdata (BW)
• Menurut pasal 1446 KUH Perdata adalah,pembatalan atas perjanjian yang telahdibuat antara kedua belah pihak yangmelakukan perjanjian, dapat dimintakanpembatalannya kepada Hakim, bila salahsatu pihak yang melakukan perjanjian itutidak memenuhi syarat subyektif yangtercantum pada syarat sahnya perjanjian.
Menurut Prof. Subekti permintaanpembatalan perjanjian yang tidakmemenuhi syarat subyektif dapatdilakukan dengan dua cara, yaitu:
• Secara aktif menuntut pembatalanperjanjian tersebut di depan hakim;
• Secara pembelaan maksudnya adalahmenunggu sampai digugat di depan hakimuntuk memenuhi perjanjian dan barumengajukan kekurangan dari perjanjianitu.
H. Berakhirnya Perjanjian
1. Hukum Islam
• Di fasakh (dibatalkan), karena adanya hal-hal yang tidak
dibenarkan syariah
• Dengan sebab adanya khiyar, baik khiyar rukyat, cacat, syarat atau
majelis
• Salah satu pihak dengan persetujuan pihak lain membatalkan
karena merasa menyesal atas akad yang baru saja dilakukan.
Fasakh dengan cara ini disebut iqalah.
• Karena kewajiban yang ditimbulkan oleh adanya akad tidak
dipenuhi oleh pihak-pihak bersangkutan.
• Karena habis waktunya seperti dalam akad sewa menyewa
berjangka waktu tertentu dan tidak dapat diperpanjang
• Karena tidak mendapat izin pihak yang berwenang
• Karena kematian
2. Hukum Adat
19/10/2015
9
3. BW
Berakhirnya perjanjian diatur di dalam Bab XII Buku III KUH Perdata. Di dalam Pasal 1381 KUH Perdata disebutkan beberapa cara hapusnya suatu perjanjian yaitu :
• Pembayaran
• Penawaran tunai disertai dengan penitipan
• Pembaharuan hutang
• Perjumpaan hutang
• Percampuran hutang
• Pembebasan hutang
• Musnahnya benda yang terhutang
• Kebatalan/pembatalan
• Berlakunya syarat batal
• Kadaluarsa atau lewat waktu
Kapan Terjadi "Wanprestasi"
1. BW
•Debitur sama sekali tidak berprestasi, dalam hal ini kreditur tidak perlu menyatakan peringatan atau teguran karena hal ini percuma sebab debitur memang tidak mampu berprestasi;
•Debitur berprestasi tidak sebagaimana mestinya, dalam hal ini debitur sudah beritikad baik untuk melakukan prestasi, tetapi ia salah dalam melakukan pemenuhannya;
•Debitur terlambat berprestasi, dalam hal ini debitur masih mampu memenuhi prestasi namun terlambat dalam memenuhi prestasi tersebut.
2. Hukum Islam
• Bilamana akad yang sudah terciptasecara sah menurut ketentuan hukum itutidak dilaksanakan isinya oleh deitur, ataudilaksanakan tetapi tidak sebagaimanamestinya (ada kealpaan), maka terjadilahkesalahan di pihak debitur. Kesalahandalam fikih disebut at-ta’addi, yaitu suatusikap (berbuat atau tidak berbuat) yangtidak diizinkan oleh syarak. Artinya suatusikap yang bertentangan dengan hak dankewajiban.
Akibat Hukum dari Wanprestasi1. BW
Yang dapat dilakukan oleh kreditur dalam menghadapi
debitur yang wanprestasi adalah:
1. Dapat menuntut pemenuhan perjanjian, walaupun
pelaksanaannya terlambat;
2. Dapat menuntut penggantian kerugian, berdasarkan
Pasal 1243 KUHPerdata, ganti rugi tersebut dapat
berupa biaya, rugi atau bunga;
3. Dapat menuntut pemenuhan dan penggantian kerugian;
4. Dapat menuntut pembatalan atau pemutusan perjanjian;
dan
5. Dapat menuntut pembatalan dan penggantian kerugian.
19/10/2015
10
2. Hukum Islam
1. Daman akad (daman al’akd), yaitutanggung jawab perdata untukmemberikan ganti rugi yang bersumberkepada ingkar akad.
2. Daman udwan (daman al’udwan), yaitutanggung jawab perdata untukmemberikan ganti rugi yang bersumberkepada perbuatan merugikan (al-fi’l adh-dharr) atau dalam istilah hukum perdataindonesia disebut dengan perbuatanmelawan hukum.
Keadaan Memaksa/ Overmacht1. BW
•Menurut Prof. Dr. R. Wirjono Prodjodikoro S.H. keadaanmemaksa dalam hukum adalah keadaan yangmenyebabkan bahwa suatu hak atau suatu kewajibandalam suatu perhubungan hukum tidak dapatdilaksanakan.
•Pasal 1244 KUH Perdata berbunyi: “Jika ada alasan untukitu, si berutang harus dihukum mengganti biaya, rugi danbunga apabila ia tak dapat membuktikan, bahwa hal tidakatau tidak pada waktu yang tepat dilaksanakannyaperikatan itu, disebabkan suatu hal yang tak terduga, puntak dapat dipertanggungjawabkan padanya, kesemaunyaitu pun jika itikad buruk tidaklah ada pada pihaknya”.
• Pasal 1245 KUH Perdata berbunyi:
“Tidaklah biaya rugi dan bunga, harus
digantinya, apalagi lantaran keadaan
memaksa atau lantaran suatu kejadian tak
disengaja si berutang beralangan
memberikan atau berbuat sesuatu yang
diwajibkan, atau lantaran hal-hal yang
sama telah melakukan perbuatanyang
terlarang.
2. Hukum islam
keadaan overmach relatif di dalam hukum
islam diatur di dalam Surat Al-Baqarah ayat
280
“Dan Jika (orang berutang itu)dalam kesulitan
maka berilah tenggang waktu sampai dia
memperoleh kelapangan. Dan jika kamu
menyedahkan, itu leih baik bagimu, jika kamu
mengetahui.
19/10/2015
11
Daftar Pustaka
• Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW)
• Achmad Wardi Muslich.2013.Fiqh Muamalat.Jakarta:Amzah
• J.Satrio.1993.Hukum Perikatan.Bandung:Alumni
• R. Soeroso.2010.Perbandingan Hukum Perdata.Jakarta:Sinar
Grafika
• Hilman Hadikusuma.1979.Hukum Perjanjian Adat.Bandung: Citra
Aditya Bakti
• Gemala Dewi, Wirdyaningsih, dan Yeni Salma Barlinti. 2006. Hukum
Perikatan Islam Indonesia. Jakarta. Prenada Media Group.
• Soejono soekanto. 2013. Hukum Adat Indonesia. Jakarta. PT Raja
Grafindo Persada.
Internet:
•Fatzia Hijatsu. http://www.slideshare.net/immzz/konsep-
perjanjiandlmislam. Diakses pada tanggal 13 September 2015
•Wibowo Turnadi. http://www.jurnalhukum.com/syarat-syarat-sahnya-
perjanjian/. Diakses pada tanggal 13 September 2015
Revisi Materi
Khiyar adalah Hak untuk membatalkan transaksi tetap
dibolehkan selama masih dalam satu mejelis (belum
terpisah, kecuali ada kesepakatan bahwa tidak boleh batal)
Pertanyaan dari:
• Nur Mutia (125010107111015) absen:
• Zenny N Lianto (125010100111003) absen: 1
• Rifky Dika Pantra (125010107111063) absen: 18
Manambahkan :
• Nur Mutia (125010107111015) absen
19/10/2015
1
Perbandingan Hukum Perjanjian
Ditinjau dari BW, hukum Adat, dan
hukum Islam
Nama Kelompok
• Zenny N Lianto 125010100111003 (1)
• Indraresta O M 125010100111006 (2)
• Inez Diva A 125010100111050 (3)
• Maria Cordella F 125010102111014 (14)
• Rifky Dikapantra 125010107111063 (18)
A. Pengertian
• Menurut Hukum Barat/BW
Pasal 1313 KUH Perdata Perjanjian adalahPerbuatan dengan mana satu orang atau lebihmengikatkan dirinya terhadap satu orang lainatau lebih. Dari peristiwa ini, timbullah suatuhubungan hukum antara dua orang atau lebihyang disebut Perikatan yang di dalamya terdapathak dan kewajiban masing-masingpihak. Perjanjian adalah sumber perikatan.
• Menurut Hukum Adat
Hukum Perjanjian pada dasarnya mencakuphukum hutang piutang. Dengan adanyaperjanjian, maka suatu fihak berhak untukmenuntut prestasi dan lain fihak berkewajibanuntuk memenuhi prestasi. Prestasi tersebutadalah mungkin menyerahkan benda, ataumelakukan suatu perbuatan, atau tidakmelakukan suatu perbuatan.
19/10/2015
2
• Menurut Hukum Islam
Istilah perjanjian dalam hukum Indonesia disebut“akad” dalam hukum Islam. Kata akad berasal darial-a’qd, yang berarti mengikat, menyambung ataumenghubungkan (ar-rabt). Sebagaimana menurutsegi etimologi lain, akad berarti:
بط ◌ئ اطراف بين الر ر اآان سواء الش بطا ام حسيا جانب من معنوياجانبين من او Artinya: “ikatan antara dua perkara, baik
ikatan secara nyata maupun ikatan secara maknawi,dari satu segi maupun dari dua segi”.
B. Unsur – unsur Perjanjian
1. Menurut Hukum Barat/BW
a) Unsur Essensialia: adalah unsur yang mutlak harusada untuk terjadinya perjanjian, agar perjanjian itusah dan ini merupakan syarat sahnya perjanjian.
contoh: dalam perjanjian jual beli yang menjadi unsuressensialia adalah para pihak, barang, dan harga
a) Unsur Naturalia: adalah unsur yang lazim melekatpada perjanjian, yaitu unsur yang tanpa diperjanjikansecara khusus dalam perjanjian secara diam-diamdengan sendirinya dianggap ada dalam perjanjian.
Unsur narturalia secara otomatis ada dalamperjanjian. Contohnya: itikad baik / good faith
c) Unsur Aksidentalia: unsur yang harus dimuat
atau dinyatakan secara tegas di dalam perjanjian
oleh para pihak. Misalnya, jika terjadi
perselisihan, para pihak telah menentukan
tempat yang di pilih.
2. Menurut Hukum Islam
a) Shighat al-aqad (pernyataan untuk mengikatkandiri): Yaitu harus disampaikan secara lisan/tertulissehingga dapat menimbulkan akibat hukum.
b) Al-Ma’qud alaih/mahal a-aqad (objek akad): Yaitu harus memenuhi persyaratan berupa telahada pada waktu akad diadakan, dibenarkan olehsyara’, dapat ditentukan dan diketahui, serta dapatdiserahkan pada waktu akad terjadi.
19/10/2015
3
c) Al-Muta’aqidain/al-‘aqidain (pihak-pihakyang berakad : Yaitu harus mempunyaikecakapan melakukan tindakan hukum dalampengertian telah dewasa dan sehat akalnya,apabila melibatkan anak-anak maka harusdiwakili oleh seorang wali yang harus memenuhipersyaratan berupa kecakapan, persamaanagama antara wali dengan yang diwakili, adil,amanah, dan mampu menjaga kepentinganorang yang berada dalam perwaliannya.
d) Maudhu’ al-aqad (tujuan akad) : Yaitu harus
ada pada saat akad akan diadakan, dapat
berlangsung hingga berakhirnya akad dan
dibenarkan secara syariah, dan apabila
bertentangan akan berakibat pada
ketidakabsahan dari perjanjian yang dibuat.
3. Menurut Hukum Adat
Pada dasarnya belum ada suatu aturan yangmengatur tentang unsur – unsur dalam perjanjiandalam hukum adat, namun pada dasarnya,unsurhukum perjanjian dalam hukum adat sendiri adalahmencakup kata sepakat antara para pihak untukmelakukan suatu perjanjian.
Unsur dalam perjanjian menurut hukum adat: karyabudi, gotong royong, tolong menolong, sepakat,serta konkret/tunai
C. Syarat – Syarat Perjanjian
1. Menurut Hukum Barat/BW
• Diatur dalam pasal 1320 BW
• Syarat Subjektif (Syarat yang berkenaan dengan
“Subyek Perjanjian” dan berakibat dapat dibatalkan)
• Syarat objektif (Syarat yang berkenaan dengan
“Objek Perjanjian” dan berakibat batal demi hukum)
19/10/2015
4
LANJUTAN…
• Syarat Subjektif terdiri dari:
1) Adanya kesepakatan kehendak: dimaksudkanagar suatu kontrak dianggap saah oleh hukum, kedua belah pihak mesti ada kesesuaian pendapattentang apa yang diatur oleh kontrak tersebut. Olehhukum umumnya diterima teori bahwakesepakatan kehendak itu ada jika tidak terjadinyasalah satu unsur-unsur sebagai berikut.a) Paksaan (dwang, duress)b) Penipuan (bedrog, fraud)c) Kesilapan (dwaling, mistake)
2) Kecakapan berbuat menurut Hukum : bahwa
pihak yang melakukan kontrak haruslah orang
yang oleh hukum memang berwenang membuat
kontrak tersebut. Sebagaimana pada pasal 1330
KUH Perdata menentukan bahwa setiap orang
adalah cakap untuk membuat perikatan, kecuali
undang-undang menentukan bahwa ia tidak
cakap
• Syarat Objektif terdiri dari:
1) Adanya objek/perihal tertentu: Suatu
kontrak haruslah berkenaan dengan hal yang
tertentu, jelas dan dibenarkan oleh hukum.
Mengenai hal ini dapat kita temukan dalam
pasal 1332 ddan1333 KUH Perdata.
2) Kausa yang halal : Suatu kontrak haruslah dibuatdengan maksud / alasan yang sesuai hukum yang berlaku.Jadi tidak boleh dibuat kontrak untuk melakukan hal-halyang bertentangan dengan hukum. Dan isi perjanjiantidak dilarang oleh undang-undang atau tidakbertentangan dengan kesusilaan / ketertiban umum(Pasal 1337 KUH Perdata). Selain itu pasal 1335 KUHPerdata juga menentukan bahwa suatu perjanjian yangdibuat tanpa sebab atau dibuat karena suatu sebab yangpalsu atau terlarang adalah tidak mempunyai kekuatanhukum.
19/10/2015
5
2. Menurut Hukum Adat
Belum ada peraturannya
3. Menurut Hukum Islam• Tidak menyalahi hukum syariah yang disepakati
adanya, syarat ini mengandung pengertian setiaporang pada prinsipnya bebas membuat perjanjiantetapi kebebasan itu ada batasannya yaitu tidakboleh bertentangan dengan syariah Islam baik yangterdapat dalam Alquran maupun Hadist
• Harus sama ridha dan ada pilihan, syarat inimengandung pengertian perjanjian harus didasaripada kesepakatan para pihak secara bebas dansukarela, tidak boleh mengandung unsur paksaan,kekhilafan maupun penipuan
• Harus jelas dan gamblang, sebuah perjanjian harusjelas apa yang menjadi obyeknya, hak dan kewajibanpara pihak yang terlibat dalam perjanjian
D. Akibat Hukum perjanjian
1. Menurut Hukum Barat/BW
a) Batal demi Hukum, yaitu tidak terpenuhinyasyarat objektif.
b) Dapat dibatalkan, yaitu tidak terpenuhinyasyarat subjektif.
c) Kontrak tidak dapat dilaksanakan, yaitukontrak tidak begitu saja batal tetapi dapatdilaksanakan, melainkan masih mempunyaistatus hukum tertentu.
2. Menurut Hukum Islam
• Dilakukan dengan cara penyerahan, dengan berbagaicara yaitu:
1) Secara verbal (bi al-kalam), yaitu pertemuan langsung
2) Secara tertulis (bi al-khitabah)
3) Dengan mengirim pesan melalui seseorang yang dipercaya
4) Dibuat melalui tanda-tanda atau bahasa isyarat
5) Dengan perbuatan (fi’il), melalui perantara dandilakukan secara diam - diam
19/10/2015
6
3. Menurut hukum Adat
• Dalam hukum adat, akibat hukum bila
perjanjian tidak dipenuhi adalah menjadi batal
E. Asas – asas perjanjian
1. Menurut Hukum Barat/BW
• Asas kebebasan berkontrak: Terlihat di dalampasal 1338 KUH Perdata yang menyebutkanbahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuatadalah sah bagi para pihak yang membuatnyadan berlaku sebagai undang-undang bagi merekayang membuatnya. Cara ini dikatakan sistemterbuka yang artinya bahwa dalam membuatperjanjian ini para pihak diperkenankan untukmenentukan isi dari perjanjiannya dan sebagaiundang-undang bagi mereka sendiri, denganpembatasan perjanjian yang dibuat tidak bolehbertentangan dengan ketentuan undang-undang,norma kesusilaan dan ketertiban umum.
• Asas kekuatan mengikat: asas ini terdapat
dalam pasal 1338 KUHPerdata, masing-masing
pihak yang terikat dalam suatu perjanjian
harus menghormati dan melaksanakan apa
yang telah mereka perjanjikan dan tidak
diperkenankan melakukan hal yang
menyimpang atau tidak sesuai dengan
perjanjian tersebut
• Asas Konsensualisme: Perjanjian itu lahir
pada saat tercapainya kata sepakat antara
para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan
tidak memerlukan suatu formalitas. Dengan
demikian asas konsensualisme lazim
disimpulkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata.
19/10/2015
7
2. Menurut Hukum Islam• Dalam kontrak syari ’ ah, ketiga asas yang telah
disebutkan dalam KUH Perdata juga berlaku, namunjuga terdapat beberapa asas lain dalamkontrak/perjanjian syariah. Asas-asas tersebut antaralain:– Asas Ilahiah atau asas Tauhid– Asas Kebolehan– Asas Keadilan– Asas Persamaan– Asas Kejujuran dan Kebenaran– Asas Tertulis– Asas Kemanfaatan
1) Asas Islahiah/Asas Tauhid : Setiap tingkah laku danperbuatan manusia tidak akan luput dari ketentuan AllahSWT. Seperti yang disebutkan dalam QS.al-Hadid (57): 4yang artinya ”Dia bersama kamu di mana saja kamuberada. Dan Allah maha melihat apa yang kamukerjakan ” .Kegiatan mu ’ amalah termasuk perbuatanperjanjian, tidak pernah akan lepas dari nilai-nilaiketauhidan. Dengan demikian manusia memiliki tanggungjawab akan hal itu. Tanggung jawab kepada masyarakat,tanggung jawab kepada pihak kedua,tanggung jawabkepada diri sendiri, dan tanggung jawab kepada AllahSWT.
2) Asas kebolehan (Mabda al-Ibahah): Terdapatkaidah fiqhiyah yang artinya,”Pada asasnya segalasesuatu itu dibolehkan sampai terdapat dalil yang melarang”. • Kaidah fiqih tersebut bersumber pada dua hadis
berikut ini: Hadis riwayat al Bazar dan at-Thabraniyang artinya:
• “Apa-apa yang dihalalkan Allah adalah halal, danapa-apa yang diharamkan Allah adalah haram, dan apa-apa yang didiamkan adalah dimaafkan. Maka terimalah dari Allah pemaaf-Nya. SungguhAllah itu tidak melupakan sesuatupun”.
3) Asas Keadilan (Al ‘Adalah): Dalam QS. Al-Hadid (57):25 disebutkan bahwa Allah berfirman yangartinya ”Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasulKami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telahKami turunkan bersama mereka al-Kitab dan Neraca(keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan”.Selain itu disebutkan pula dalam QS.Al A’raf (7): 29 yangartinya “Tuhanku menyuruh supaya berlaku adil”.Dalam asas ini para pihak yang melakukan kontrakdituntut untuk berlaku benar dalam mengungkapkankehendak dan keadaan, memenuhi perjanjian yang telahmereka buat, dan memenuhi semua kewajibannya.
19/10/2015
8
4) Asas Persamaan/Kesetaraan:
Hubungan mu’amalah dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidupmanusia. Seringkali terjadi bahwa seseorang memiliki kelebihan dariyang lainnya.
Oleh karena itu sesama manusia masing-masing memiliki kelebihandan kekurangan. Maka antara manusia yang satu dengan yang lain, hendaknya saling melengkapi atas kekurangan yang lain dari kelebihanyang dimilikinya. Dalam melakukan kontrak para pihak menentukanhak dan kewajiban masing-masing didasarkan pada asas persamaandan kesetaraan.
Dalam QS.al-Hujurat (49): 13 disebutkan yang artinya ”Hai manusiasesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki danseorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa danbersuku-suku supaya kamu saling mengenal”
5) Asas Kejujuran dan Kebenaran (Ash Shidiq)Jika kejujuran ini tidak diterapkan dalam kontrak, makaakan merusak legalitas kontrak dan menimbulkanperselisihan diantara para pihak.QS.al-Ahzab (33): 70disebutkan yang artinya, ”Hai orang –orang yang beriman,bertaqwalah kamu kepada Allah dan katakanlahperkataan yang benar”.Suatu perjanjian dapat dikatakan benar apabila memilikimanfaat bagi para pihak yang melakukan perjanjian danbagi masyarakat dan lingkungannya. Sedangkanperjanjian yang mendatangkan madharat dilarang.
6) Asas Tertulis (Al Kitabah)
Suatu perjanjian hendaknya dilakukan secara tertulis agar dapat dijadikan sebagai alat bukti apabila di kemudianhari terjadi persengketaan.
Dalam QS.al-Baqarah (2); 282- 283 dapat dipahami bahwaAllah SWT menganjurkan kepada manusia agar suatuperjanjian dilakukan secara tertulis, dihadiri para saksidan diberikan tanggung jawab individu yang melakukanperjanjian dan yang menjadi saksi tersebut. Selain itudianjurkan pula jika suatu perjanjian dilaksanakan tidaksecara tunai maka dapat dipegang suatu benda sebagaijaminannya.
7) Asas Kemanfaatan dan Kemaslahatan
Asas ini mengandung pengertian bahwa semua bentuk perjanjian yangdilakukan harus mendatangkan kemanfaatan dan kemaslahatan baikbagi para pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian maupun bagimasyarakat sekitar meskipun tidak terdapat ketentuannya dalam alQur’an dan Al Hadis.
Asas kemanfaatan dan kemaslahatan ini sangat relevan dengan tujuanhukum Islam secara universal. Sebagaimana para filosof Islam di masalampau seperti al-Ghazali (w.505/1111) dan asy-Syatibi (w 790/1388)merumuskan tujuan hukum Islam berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an danal-Hadis sebagai mewujudkan kemaslahatan.
Dengan maslahat dimaksudkan memenuhi dan melindungi limakepentingan pokok manusia yaitu melindungi religiusitas, jiwa-raga,akal-pikiran, martabat, diri, dan keluarga serta harta kekayaan
19/10/2015
9
3. Menurut Hukum Adat
Dalam hukum adat juga dikenal 3 asas yang
telah diatur dalam KUH Perdata yakni asas
kebebasan berkontrak, asas kekuatan mengikat
dan asas konsensualisme. Namun, dalam hukum
adat juga dikenal asas keseimbangan
• Asas Keseimbangan
Menurut Herlien Budiono, asas keseimbangan adalahsuatu asas yang dimaksudkan untuk menyelaraskanpranata-pranata hukum dan asas-asas pokok hukumperjanjian yang dikenal dalam KUH Perdata yangberdasarkan pemikiran dan latar belakang individualismepada satu pihak dan cara pikir bangsa Indonesia pada lainpihak.
Asas keseimbangan yang dimaksud disini adalah adanyakeseimbangan antara dunia nyata dengan nilai-nilai magis(roh-roh gaib, kepercayaan) dalam melakukan setiapperjanjian
F. Bentuk – Bentuk Perjanjian
1. Menurut Hukum Barat/BW
a) Tertulis
• Otentik :
• Dibawah tangan:
b) Tidak tertulis
• Lisan: Hanya melalui ucapan sepakat antara
dua belah pihak.
2. Menurut Hukum Islam
• Jual beli
• Mudharabah
• Rahn/gadai
• Hibah
• Shodaqoh
• Asy-Syufuah
19/10/2015
10
3. Menurut Hukum Adat
• Perjanjian kredit
• Perjanjian kampitan: dikembalikan dalam bentuk uangatau barang sejenis
• Tebasan: Terjadi jika menjual hasil tanaman mendekatimusim panen
• Perburuhan
• Panjer: Melakukan sikap dan tindak hukum di kemudian hari
• Pamenggakan: diserahkan benda-benda tertentusebagai jaminan “gadai”
• Pemeliharaan: Menyerahkan benda tertentu
untuk dipelihara pada saat hari tua
• Pertanggungan kerabat: menanggung hutang
seorang kerabat
• Tolong menolong
• Serikat: Antar kelompok – kelompok tertentu
untuk mengerjakan sesuatu atau menukar
hasilnya.
G. Batalnya Perjanjian
Kebatalan / Batal demi hukum Pembatalan
Bila suatu perjanjian tidak
memenuhi syarat objektif
Bila suatu perjanjian tidak
memenuhi syarat subjektif
Perjanjian tersebut dianggap tidak
pernah ada sebelumnya
Dilakukan atas permintaan
pembatalan dari salah satu pihak
Tidak mengikat para pihak Tetap mengikat para pihak
sepanjang tidak dimintakan
pembatalan
Perjanjian yang tidak memenuhi syarat
essensialia maka berakibat batal demi
hukum
1. Menurut Hukum Barat/BW
2. Menurut Hukum Islam
• Pembatalan akad (perjanjian) dalam fiqh disebut iqalah
• Iqalah dapat dilakukan sebelum barangnya diterima
• Bila terjadi iqalah, maka para pihak berhak mengambil kembali apa yang menjadi haknya.
• Iqalah tidak sah bila barang yang dijual telah rusak, orang yang melakukan akad telah meninggal dunia, atau harga telah naik atau turun
19/10/2015
11
3. Menurut Hukum Adat
Belum ada peraturannya
H. Berakhirnya Perjanjian
1. Menurut Hukum barat/BW
– Terjadi hapusnya perikatan dalam pasal 1381
KUHPerdata
– Kesepakatan para pihak (Pasal 1338 (2)) � para
pihak sepakat untuk diakhirinya perjanjian
– Putusan hakim
– Tercapainya tujuan perjanjian
2. Menurut Hukum Islam– Berakhirnya masa berlaku akad tersebut
– Dibatalkannya oleh pihak-pihak yang berakad, bila akad memiliki sifat yang tidak mengikat. Akad yang memiliki sifat tidak mengikat dikutip dalam pengusahamuslim.com merupakan suatu perjanjian yang mana masing-masing pihak bisa membatalkan perjanjian tanpa adanya persetujuan dari pihak lain contohnya: transaksi wakalah (perjanjian mewakilkan orang lain untuk melakukan sesuatu)
– Dalam akad yang bersifat mengikat, dianggap berakhir bila adanya unsur tipuan/rukun syarat tidak terpenuhi, berlakunya khiyar, akad tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, tercapainya tujuan akad secara sempurna
– Salah satu pihak yang berakad meninggal dunia
3. Menurut Hukum Adat
Belum ada peraturannya
19/10/2015
12
I. Kapan terjadi “Wanprestasi”
Menurut Hukum
Barat/BW
Menurut Hukum Islam Menurut Hukum Adat
1. Terjadi jika debitur tidak
melaksanakan apa yang
telah dijanjikannya
1. Terjadi jika akad tidak
dilaksanakan oleh debitur.
1. Terjadi ketika melanggar
peraturan adat dan
merugikan keluarga
2. Dibuktikan dengan cara
mengeluarkan surat
peringatan yang disebut
“Somasi”
2. Kesalahan debitur bisa
terjadi jika dalam proses
pelaksanaan terdapat
kealpaan
3. Jika perjanjian tersebut
mempunyai tenggang
waktu, dan debitur
melanggarnya
J. Akibat dari “Wanprestasi”
Menurut Hukum
Barat/BW
Menurut Hukum Islam Menurut Hukum Adat
1. Membayar kerugian
yang diderita oleh kreditur.
1. Resiko ditanggung oleh
pihak yang lalai .
1. Memberi pelajaran
kepada pelanggar sesuai
dengan apa yang
dilanggarnya
2. Pembatalan perjanjian 2. Disebut sebagai akad
bay, yaitu barang yang
bukan miliknya harus
diserahkan ke rumah
pembeli dalam waktu
tertentu
3. Pengalihan risiko, yaitu
benda yang dijanjikan sejak
tidak dipenuhi kewajiban
menjadi tanggung jawab
debitur
K. Keadaan memaksa/Overmacht
1. Menurut Hukum Barat/BW
• Adalah suatu keadaan dimana debitur tidak
dapat melaksanakan prestasinya karena ada
kejadian yang terjadi di luar kekuasaannya.
• Diatur dalam pasal 1244 – 1245 KUHPerdata
• Terdiri dari keadaan memaksa absolut dan
relatif
a) Keadaan memaksa secara absolute, yaitusuatu keadaan dimana debitur sama sekalitidak dapat memenuhi prestasinya karenabencana alam.
b) Keadaan memaksa secara relatif, yaitu suatukeadaan dimana debitur masih mungkinmemenuhi prestasinya, tetapi pelaksanaanyamemiliki kemungkinan yang menyebabkandebitur tersebut sangat rugi.
19/10/2015
13
2. Menurut Hukum Islam
• Keadaan memaksa dapat disebut sebagai
keadaan darurat
• Dijelaskan dalam QS Al-Baqarah(2):73 yang
berbunyi,”Barang siapa yang dalam keadaan
terpaksa sedang ia tidak menginginkannya dan
tidak melampaui batas, maka tidak ada dosa
baginya.”
3. Menurut Hukum Adat
Belum ada aturannya
Pertanyaan saat diskusi
• Bagaimana akad yang dilakukan secara lisan?
Apa ada saksinya? (Nicky)
• Apakah yang dimaksud dengan akad yang
tidak mengikat? (Rony)
• Dalam hal apa yang dimaksud dengan asas
keseimbangan? (Navisah)
Tanggapan saat diskusi
• Menurut Faiz, akad yang tidak mengikat
merupakan hanya sebatas perjanjian untuk
melakukan suatu perbuatan saja.
• Menurut Bimo, akad yang tidak mengikat
contohnya akad dalam perkawinan (sudah
terjadi akad) tetapi ternyata ada unsur
pembatalan, atau akad belum terjadi
19/10/2015
14
Daftar pustaka
BUKU:
• Elsi Kartika Sari, Hukum dalam Ekonomi, Grasindo, Jakarta, 2007.
• Herlien Budiono, Ajaran Umum HukumPerjanjian dan Penerapannya di BidangKenotariatan, Bandung, Citra Aditya, 2010.
• Rahmani Timorita Yulianti, La Riba JurnalEkonomi Islam (Asas asas Perjanjian dalamKontrak Syariah), Vol II, No 1, Juli, 2008.
Internet
• http://alveesyukri.blogspot.co.id/2011/01/hukum-perjanjian.html
• https://oemiy.wordpress.com/2010/12/30/keadaan-memaksa-overmacht-dalam-hukum-perdata/
• http://www.scribd.com/doc/58071768/Tinjauan-Hukum-Islam-Terhadap-Overmacht#scribd
• http://sciencebooth.com/2013/05/27/konsekuensi-hukum-akibat-tidak-terpenuhinya-persyaratan-perjanjian/
• http://al-aziz-imronrosadi.blogspot.co.id/2013/07/hukum-perjanjian-dalam-prespektif-hukum.html
• https://sholawatdotcom.wordpress.com/telaah-hadist-tentang-akad-perjanjian-dalam-hukum-bisnis-islam/
• https://legalbanking.wordpress.com/materi-hukum/dasar-dasar-hukum-perjanjian/
• http://bowolampard8.blogspot.co.id/2011/12/hukum-perjanjian-adat.html
• http://digilib.uinsby.ac.id/8046/5/bab%202.pdf
• http://antikadpurie.blogspot.co.id/2013/04/syarat-syarat-sahnya-perjanjian-kontrak.html diakses pada tanggal 15 September 2015
• http://nurul-jendelabaru.blogspot.co.id/2014/09/hukum-perjanjian-islam.html diakses pada tanggal 15 September 2015
• http://sangkoeno.blogspot.co.id/2015/01/syar
at-syarat-perjanjian-dan-unsur.html
• https://shantidk.wordpress.com/2009/07/15/
perjanjian-syariah/
19/10/2015
1
Perbandingan Hukum Perdata
Rony Dio Feriansyah 125010100111149 (05)
Nicky Anggraita 125010100111166 (06)
Cyndiarnis C. Putri 125010100111170 (08)
Cokorda Gde Semara Putra 125010107111072 (19)
Dian Fitriana 125010107111237 (20)
PENGERTIAN PERJANJIAN
• Menurut KUHPerdata
Perjanjian adalah Perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkandirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dari peristiwa ini, timbulah suatuhubungan hukum antara dua orang atau lebih yang disebut Perikatan yang didalamya terdapat hak dan kewajiban masing-masing pihak. Perjanjian adalahsumber perikatan.
• Menurut Hukum Adat
Pada dasarnya hampir sama dengan perjanjian pada sistem hukum lain, akantetapi pada hukum adat dimana para pihak saling mengikatkan diri untukmelakukan suatu perbuatan dan yang membedakan dengan sistem hukum lainadalah pada hukum adat perjanjian in itidak semata menyangkut hubungan hartakekayaan saja, melainkan dapat pula berwujud perbuatan ataupun balas budi.
• Menurut Hukum Islam
Perjanjian dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah mu’ahadah ittifa’ atau akad.Akad merupakan cara yang diridhai Allah dan harus ditegakkan isinya, dan di dalamAl Quran setidaknya ada dua istilah yang berkaitan dengan perjanjian yaitu kataakad (al-aqadu) yang berarti perikatan atau perjanjian, dan kata ‘ahd (al-ahdu)yang berarti masa, pesan, penyempurnaan dan janji atau perjanjian.
واحدةكقطعةفيصبحايتصالحتىباألخراحدهمايشذ وحبلينطرفيجمعArtinya: “mengumpulkan dua ujung tali dan mengikat salah satunya dengan yang lain sehingga bersambung, kemudian keduanya menjadi sepotong benda”.
UNSUR-UNSUR PERJANJIAN (1)
Menurut KUHPerdata• Pihak-pihak yang melakukan perjanjian, pihak-pihak dimaksud adalah subjek perjanjian.
• Consensus antar para pihak.
• Objek perjanjian.
• Tujuan dilakukannya perjanjian yang bersifat kebendaan atau harta kekayaan yang dapat dinilai dengan uang.
• Bentuk perjanjian yang dapat berupa lisan maupun tulisan.
Bagian Perjanjian:
• Bagian Esensialia, merupakan suatu hal yang harus ada dalam perjanjian. Seperti parapihak, objek, harga, dll
• Bagian Naturalia, bagian perjanjian yang menurut sifatnya telah melekat meskipun tidakdiperjanjikan. Seperti dalam jual beli biaya penyerahan dipikul oleh si penjual.
• Bagian Accidentalia, merupakan bagian yang bebas diperjanjikan oleh para pihak. Seperti jangka waktu pembayaran, dll
UNSUR-UNSUR PERJANJIAN (2)
Menurut Hukum Adat
• Kesepakatan yang dikaitkan dalam suatu
bentuk persetujuan bersama.
• Tanda ikatan sesuai dengan sifat hokum adat
yang konkrit.
19/10/2015
2
UNSUR-UNSUR PERJANJIAN (3)
Menurut Hukum Islam
• Shighat al-aqad (pernyataan untuk mengikatkan diri), harus disampaikan secaralisan/tertulis sehingga dapat menimbulkan akibat hukum.
• Al-Ma’qud alaih/mahal a-aqad (objek akad), harus memenuhi persyaratan berupatelah ada pada waktu akad diadakan, dibenarkan oleh syara’, dapat ditentukan dandiketahui, serta dapat diserahkan pada waktu akad terjadi. (syara’ adalah normaatau hukum dasar yang ditetapkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad yang wajibdiikuti umat islam berdasar ahklak dan keyakinan)
• Al-Muta’aqidain/al-‘aqidain (pihak-pihak yang berakad), harus mempunyaikecakapan melakukan tindakan hukum dalam pengertian telah dewasa dan sehatakalnya, apabila melibatkan anak-anak maka harus diwakili oleh seorang wali yangharus memenuhi persyaratan berupa kecakapan, persamaan agama antara walidengan yang diwakili, adil, amanah, dan mampu menjaga kepentingan orang yangberada dalam perwaliannya.
• Maudhu’ al-aqad (tujuan akad), harus ada pada saat akad akan diadakan, dapatberlangsung hingga berakhirnya akad dan dibenarkan secara syariah, dan apabilabertentangan akan berakibat pada ketidakabsahan dari perjanjian yang dibuat.
SYARAT PERJANJIAN (1)
Menurut KUHPerdata
Pasal 1320 Kitab Undang-Undang HukumPerdata, yang terdiri dari empat syarat yaitu:
• Adanya kata sepakat mereka yang mengikatdiri;
• Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian;
• Suatu hal tertentu;
• Suatu sebab yang halal.
SYARAT PERJANJIAN (2)
Menurut Hukum Adat
Pada dasarnya menurut hukum adat Syarat yang terpening adalah rasa kebersamaanpada masyarakat yang diwujudkan dalam Gotong Royong, Balas budi, dan TolongMenolong.
Syarat lain yang juga terdapat pada perjanjian dalam hukum adat adalah:
• Tunai
Diartikan bahwa pelaksanaan jual beli dan peralihan hak atas tanah dari penjualkepada pembeli dianggap telah terjadi pada saat para pihak menyatakankesepakatan. Meskipun jual beli itu pembayarannya tidak tunai dalam arti sehari-hari, hal tersebut bukan merupakan suatu yang pokok dan dianggap sebagai suatuutang-piutang antara penjual dan pembeli.
• Terang
Diartikan bahwa pelaksanaan jual beli hak atas tanah harus dibuat dihadapanpejabat yang berwenang dan dihadiri oleh para saksi. Tambahan dua persyaratanitu merupakan unsur-unsur yang diambil dari unsur-unsur sistem hukum tanahadat yang telah diadopsi menjadi unsur-unsur dalam sistem hukum tanah nasional
SYARAT PERJANJIAN (3)
Menurut Hukum Islam
• Tidak menyalahi hukum syariah yang disepakati adanya, syarat ini mengandungpengertian setiap orang pada prinsipnya bebas membuat perjanjian tetapi kebebasanitu ada batasannya yaitu tidak boleh bertentangan dengan syariah Islam baik yangterdapat dalam Alquran maupun Hadist. Apabila syarat ini tidak terpenuhi maka akanmempunyai konsekuensi yuridis perjanjian yang dibuat batal demi hukum. Syaratsahnya perjanjian ini menurut Hukum Perdata mengenai syarat sahnya perjanjian yangdiatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata disebut dengan kausa halal.
• Harus sama ridha dan ada pilihan, syarat ini mengandung pengertian perjanjian harusdidasari pada kesepakatan para pihak secara bebas dan sukarela, tidak bolehmengandung unsur paksaan, kekhilafan maupun penipuan. Apabila syarat ini tidakterpenuhi dan belum dilakukan tindakan pembatalan maka perjanjian yang dibuat tetapdianggap sah. Syarat sahnya perjanjian ini menurut Hukum Perdata mengenai syaratsahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata disebut dengankesepakatan (konsensualisme).
• harus jelas dan gamblang, sebuah perjanjian harus jelas apa yang menjadi obyeknya,hak dan kewajiban para pihak yang terlibat dalam perjanjian. Apabila syarat ini tidakterpenuhi maka perjanjian yang dibuat oleh para pihak batal demi hukum sebagaikonsekuensi yuridisnya. Syarat sahnya perjanjian ini menurut Hukum Perdata mengenaisyarat sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata disebut denganadanya obyek tertentu.
19/10/2015
3
AKIBAT HUKUM (1)
Menurut KUHPerdata
• Akibat dari adanya perjanjian ini diatur dalam pasal 1338 KUHPerdata, diantaranya:
• Semua perjanjian yang dibuat secara sah menurut undang-undang bagimereka yang membuatnya.
• Perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan kata sepakat ataupersetujuan kedua belah pihak.
• Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Menurut Hukum Adat
• Mengikat kedua belah pihak, namun hanya sebatas kepercayaan antarasatu sama lain. Karena dalam hukum adat, perjanjian dilakukan bukanunuk kepentingan kekayaan individu, melainkan rasa tolong menolong dankekeluargaan.
AKIBAT HUKUM (2)
Menurut Hukum Islam• Perjanjian bukanlah perikatan moral tetapi perikatan hukum yang
memiliki akibat hukum. Akibat hukum dari perjanjian yang sah
adalah berlakunya perjanjian sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya. Yang dimaksud dengan berlaku sebagai undang-
undang bagi mereka yang membuatanya, adalah bahwa
kesepakatan yang dicapai oleh para pihak dalam perjanjian
mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya suatu undang-
undang. Para pihak dalam perjajian tidak boleh keluar dari
perjanjian secara sepihak, kecuali apabila telah disepakati oleh para
pihak atau apabila berdasarkan pada alasan- alasan yang diatur oleh
undang- undang atau hal- hal yang disepakati dalam perjanjian.
ASAS-ASAS PERJANJIAN (1)
Menurut BW
• Asas Kebebasan Berkontrak
Bahwa setiap orang bebas untuk menentukan akan melakukan perjanjian dengan siapa,
dengan isi apapun dengan obyek apapun, dan dengan bagaimana pun bentuknya.
• Asas Konsensualisme
Asas bahwa perjanjian sudah sah dan mengikat pada detik tercapainya sepakat (konsensus).
• Asas Pacta Sunt Servanda
Perjanjian berlaku mengikat seperti undang-undang bagi para pihak.
Menurut Hukum Adat
• Berdasarkan hukum tanah di Indonesia, asas terang, tunai, riil.
• Yang dimaksud terang adalah dibuat dihadapan pejabat yang berwenang. Tunai adalah tunai
yang sebenar-benarnya sedangkan riil adalah dengan disaksikan oleh saksi-saksi yang dapat
dipercaya berkaitan dengan para pihak dan obyek tanah. Saksi-saksi yang dimaksud dalam
asas riil tersebut seperti Kepala Desa, Lurah dan Camat. Ketiga asas tersebut merupakan
pedoman bagi para hakim di pengadilan dalam memberi putusan terhadap kasus-kasus tanah
yang terjadi di masyarakat.
ASAS-ASAS PERJANJIAN (2)
Menurut Hukum Islam
• Al-Hurriyah (kebebasan)
Asas ini merupakan unsur dasar dalam hukum perjanjian Islam, dalam artian parapihak bebas membuat perjanjian atau akad.
• Al-Musawah (Persamaan atau Kesetaraan)
Asas ini mengandung arti bahwa para pihak mempunyai kedudukan yang sama, sehingga dalam menentukan suatu akad/perjanjian setiap pihak mempunyaikedudukan/kesetaraan yang seimbang. (Al-Quran surat Al-Hujarat ayat 13)
• Al-Adalah (Keadilan)
Pelaksanaan asas ini dalam suatu akad menurut para pihak untuk melakukan yang benar dalam pengungkapan kehendak dan keadaan memenuhi semua kewajiban.
• Al-Ridha (Kerelaan)
Asas ini menyatakan bahwa segala transaksi yang dilakukan harus atas dasarkerelaan antara masing-masing pihak,tanpa adanya tekanan, penipuan.
19/10/2015
4
BENTUK-BENTUK PERJANJIAN
Menurut BW
• Tertulis dan tidak tertulis.
• Contoh: Perjanjian Jual Beli, Perjanjian Sewa menyewa, Perjanjian sewa beli, Perjanjian pinjam pakai, dan lain-lain.
• Menurut Hukum Adat
• Tertulis dan tidak tertulis, akan tetapi kebanyakan tidak tertulis karena padahukum adat perjanjian didasari atas kepercayaan.
• Contoh: Perjanjian-perjanjian tanah dan yang berhubungan dengan tanah. Perjanjian kempitan, salah satu pihak menitipkan barang, Perjanjian tebasan, dimana seseorang menjual hasil panennya, Perjanjian pemegangkan, dimana salahsatu pihak menyerahkan barang sebagai jaminan, dll
• Menurut Hukum Islam
• Tertulis dan tidak tertulis
• Contoh: Jual beli, Pemindahan hutang, Perwakilan, Kerjasama bagi hasil, dll
BATALNYA PERJANJIAN
Menurut BW
• Perjanjian dibuat karena ada paksaan, kekhilafan, atau penipuan
• Perjanjian yang dibuat tidak sesuai dengan syarat sahnya perjanjian berdasar pasal1320 KUHPerdata. Dengan konsekuensi dapat dibatalkan jika tidak terpenuhi syaratsubjektif, dan batal demi hukum apabila syarat objekif tidak terpenuhi.
Menurut Hukum Adat
• Tidak ada pengaturan yang mengatur batalnya perjanjian dalam sistem hukum adat, akan tetapi dikarenakan batalnya perjanjian pada umumnya diakibatkan tidakterpenuhinya syarat perjanjian maka dapat pula disimpulkan bahwa perjanjiandikatakan batal bilamana tidak sesuai dengan norma yang berlaku pada masyarakatadat seperti norma hukum adat dan norma agama
Menurut Hukum Islam
Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah suatu akad dikatakan batal apabila:
• Ghalath atau khilaf, yang dimaksud disini adalah apabila kekhilafan tersebut mengenaisuatu hal yang menjadi pokok perjanjian
• Dilakukan dibawah paksaan atau ikrah
• Adanya suatu tipuan atau taghrir
• Adanya penyamaran atau ghubn, maksud dari penyamaran ini adalah dimana apabilatidak ada kesetaraan mengenai prestasi dengan imbalan dalam suatu akad
BERAKHIRNYA PERJANJIAN (1)
Menurut BW:
Berakhirnya perjanjian:
• Ditentukan dalam perjanjian oleh para pihak.
• Batas berlakunya suatu perjanjian ditentukan oleh undang-undang
• Perjanjian menjadi hapus dengan terjadinya suatu peristiwa baik yangditentukan oleh para pihak maupun undang-undang
• Pernyataan menghentikan perjanjian baik oleh kedua belah pihak maupunoleh salah satu pihak (Opzegging).
• Adanya putusan hakim
• Tujuan perjanjian telah tercapai
• Dengan adanya perjanjian para pihak (Heroping)
• Dalam KUHPerdata tidak disebutkan mengenai bagaimana berakhirnyaperjanjian, namun disebutkan mengenai bagaimana hapusnya perikatandalam Pasal 1381, antara lain: Pembayaran, Penawaran tunai disertaidengan penitipan, Pembaharuan hutang, Perjumpaan hutang,Percampuran hutang, Pembebasan hutang, Musnahnya benda yangterhutang, Kebatalan /pembatalan, Berlakunya syarat batal, Kadaluarsaatau lewat waktu
BERAKHIRNYA PERJANJIAN (2)
Menurut Hukum Adat
• Dalam Hukum Adat, berakhirnya perjanjian dianggap selesai ketika kedua belahpihak telah melaksanakan kewajibannya atau telah terjadi pemenuhan prestasi.
Menurut Hukum Islam
Para ulama menyatakan suatu akad dapat berakhir apabila:
• Berakhirnya masa berlaku akad tersebut, apabila akad tersebut memiliki tenggangwaktu.
• Dibatalkan oleh pihak-pihak yang berakad, apabila akad itu sifatnya tidakmengikat.
Dalam akad yang bersifat mengikat, suatu akad dianggap berakhir jika:
• jual beli itu fasad, seperti terdapat unsur-unsur tipuan, salah satu rukun atausyarat tidak terpenuhi.
• Berlakunya Khiyar.
• Akad itu tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak.
• Tercapainya tujuan akad itu secara sempurna.
• Salah satu pihak yang berakad meninggal dunia untuk akad-akad tertentumisalnya: sewa-menyewa, ar-rahn, al-wakalah, al-kafalah.
19/10/2015
5
KAPAN TERJADI “WANPRESTASI”
Menurut BW
Seseorang dikatakan melakukan wanprestasi bilamana:
• Tidak melaksanakan prestasi sama sekali
• Melaksanakan prestasi namun terlambat
• Melaksanakan prestasi akan tetapi tidak sesuai (salah)
• Melakukan perbuatan yang diarang dalam perjanjian
Menurut Hukum Adat
• Tidak diatur, karena perjanjian dalam Hukum Adat dilandasi asaskepercayaan.
Menurut Hukum Islam
• Wanprestasi dalam hukum islam yaitu dimana bila debitur yang telahmelakukan ijab akan tetapi tidak melakukan apa yang telah ia ijabkan, ataumelaksanakan tetapi tidak sesuai atau terlambat.
AKIBAT HUKUM WANPRESTASI
Menurut BW
• Pemenuhan prestasi
• Pemenuhan prestasi dan ganti rugi
• Pembatalan prestasi
• Pembatalan prestasi dan ganti rugi
• Ganti rugi
Menurut Hukum Adat
• Di dalam Masayarakat adat dalam hal melakukan perjanjian maupun dalam hal
adat istiadat selalu menggunakan atas dasar kepercayaan. Kepercayaan adalah
suatu value (nilai) norma yang didasarkan pada prinsip-prinsip kerohanian.
Menurut Hukum Islam
• Ganti rugi:
– Ganti rugi karena kelalaian ingkar akad (daman al’akd)
– Ganti rugi karena untuk tanggung jawab perdata (daman al’udwan)
KEADAAN MEMAKSA/OVERMACHT (1)
Menurut BW
• Keadaan memaksa dalam Hukum adalah keadaan yang menyebabkanbahwa suatu hak dan suatu kewajiban dalam suatu perhubungan hukumtidak dapat dilaksanakan.
• Keadaan memaksa ini dapat bersifat “absoluut” atau ”relatief”.– “Absoluut” � Kalau keadaan memaksa mengakibatkan, bahwa suatu hak atau
kewajiban dalam perhubungan hukum sama sekali tidak dapat dilaksanakanoleh siapapun juga dan bagaimana pun juga.
– “Relatief” � Apabila oleh karena keadaan itu pelaksanaan hak-hak dankewajiban-kewajiban pada suatu perhubungan hukum tidak dapat dibilangkansama sekali tidak dapat terjadi bagaimanapun juga, akan tetapi demikiansukarnya dan dengan pengorbanan dari yang harus melaksanakan, sedemikianrupa, sehingga patutlah, bahwa keharusan untuk melaksanakan hak-hak dankewajiban-kewajiban yang bersangkutan dianggap lenyap.
• Diatur dalam Pasal 1244 dan 1245 KUHPerdata
Menurut Hukum Adat
• Tidak dikenal adanya overmacht.
KEADAAN MEMAKSA/OVERMACHT (2)
Menurut Hukum Islam
• Dalam Islam istilah overmacht dikenal dengan istilah al-darurat dan ikrah yang
diberi arti merusak atau memberi mudharat, keadaan sangat merusak atau sangat
memaksa, kebutuhan yang amat mendesak dan amat berbahaya apabila tidak
terpenuhi.
• Pengaturan mengenai overmacht diatur dalam Surah Al Baqarah: 173.
19/10/2015
6
BW Hukum Adat Hukum Islam
Definisi
Perjanjian
Perbuatan dengan mana
satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya
terhadap satu orang lain
atau lebih.
Para pihak saling
mengikatkan diri untuk
melakukan suatu
perbuatan dan tidak
semata menyangkut
hubungan harta kekayaan
saja, melainkan dapat
berwujud perbuatan
ataupun balas budi
Perjanjian dalam
bahasa Arab dikenal
dengan istilah
mu’ahadah ittifa’
atau akad.
Unsur
Perjanjian
1. Para pihak
2. Konsensus
3. Objek perjanjian
4. Tujuan perjanjian
5. Bentuk perjanjian
1. Kesepakatan yang
dikaitkan dlm bentuk
persetujuan bersama.
2. Tanda ikatan sesuai
dengan sifat hukum
adat yang konkrit.
1. Shighat al-aqad
2. Al-Ma’qud alaih
/mahal a-aqad
3. Al-Muta’aqidain
/al-‘aqidain
4. Maudhu’ al-aqad
Syarat 1. Cakap
2. Sepakat
3. Causa yang halal
4. Hal tertentu
1. Tunai
2. Terang
3. Gotong Royong
4. Balas Budi
5. Tolong Menolong
1. Tidak menyalahi
hukum syariah
2. Ridha dan ada
pilihan
3. Jelas dan
gamblang
BW Hukum Adat Hukum Islam
Akibat
Hukum
1. Semua perjanjian
yang dibuat secara
sah megikat spt UU
bagi mereka yang
membuatnya.
2. Perjanjian tidak
dapat ditarik kembali
selain dgn kata
sepakat/persetujuan
kedua belah pihak.
3. Dilaksanakan dengan
itikad baik.
Mengikat kedua belah
pihak, namun hanya
sebatas kepercayaan
antara satu sama lain
Berlakunya perjanjian
sebagai undang-undang
bagi mereka yang
membuatnya
Asas-Asas 1. Asas Kebebasan
Berkontrak
2. Asas Konsensuil
3. Pacta Sunt Servanda
1. Terang
2. Tunai
3. Riil
1. Al-Hurriyah
2. Al-Musawah
3. Al-Adalah
4. Al-Ridha
Bentuk
Perjanjian
Tertulis dan tidak tertulis Tertulis dan tidak
tertulis, namun
kebanyakan tidak
tertulis
Tertulis dan tidak tertulis
BW Hukum Adat Hukum Islam
Batalnya
Perjanjian
1. Mengandung unsur
paksaan, kekhilafan,
atau penipuan
2. Tidak memenuhi
Pasal 1320 BW
Tidak sesuai dengan
norma, baik norma
adat maupun norma
hukum
1. Ghalath atau khilaf
2. Dilakukan dibawah
paksaan atau ikrah
3. Adanya tipuan/taghrir
4. Adanya penyamaran
atau ghubn
Berakhirnya
Perjanjian
1. Ditentukan dalam
perjanjian oleh para
pihak.
2. Batas berlakunya
suatu perjanjian
ditentukan oleh
undang-undang
3. Perjanjian menjadi
hapus dengan
terjadinya suatu
peristiwa baik yang
ditentukan oleh
para pihak maupun
undang-undang
Perjanjian dianggap
selesai ketika kedua
belah pihak telah
melaksanakan
kewajibannya atau
telah terjadi
pemenuhan prestasi
1. Berakhirnya masa
berlaku akad
tersebut, apabila akad
tersebut memiliki
tenggang waktu.
2. Dibatalkan oleh
pihak-pihak yang
berakad, apabila akad
itu sifatnya tidak
mengikat.
Dalam akad yang bersifat
mengikat:
1. Jual beli itu fasad
BW Hukum Adat Hukum Islam
4. Opzegging.
5. Adanya putusan
hakim
6. Tujuan perjanjian
telah tercapai
7. Dengan adanya
perjanjian para
pihak (Heroping)
2. Berlakunya Khiyar.
3. Akad tdk dilaksanakan
oleh salah satu pihak.
4. Tercapainya tujuan
akad itu secara
sempurna.
5. Salah satu pihak yang
berakad meninggal
dunia utk akad ttt
Kapan
Terjadi
Wanprestasi
1. Tidak melaksanakan
prestasi sama sekali
2. Melaksanakan
prestasi namun
terlambat
3. Melaksanakan
prestasi akan tetapi
tidak sesuai (salah)
4. Melakukan
perbuatan yang
diarang dalam
perjanjian
Tidak diatur, karena
perjanjian dalam
Hukum Adat dilandasi
asas kepercayaan.
Bila debitur yang telah
melakukan ijab akan
tetapi tidak melakukan
apa yang telah ia ijabkan,
atau melaksanakan tetapi
tidak sesuai atau
terlambat
19/10/2015
7
BW Hukum Adat Hukum Islam
Akibat
Hukum
Wanprestasi
1. Pemenuhan
prestasi
2. Pemenuhan
prestasi dan ganti
rugi
3. Pembatalan prestasi
4. Pembatalan prestasi
dan ganti rugi
5. Ganti rugi
Tidak diatur 1. Ganti rugi karena
kelalaian ingkar akad
(daman al’akd)
2. Ganti rugi karena
untuk tanggung
jawab perdata
(daman al’udwan)
Keadaan
Memaksa
atau
Overmacht
Keadaan memaksa
dalam Hukum adalah
keadaan yang
menyebabkan bahwa
suatu hak dan suatu
kewajiban dalam suatu
perhubungan hukum
tidak dapat
dilaksanakan.
Pasal 1244 dan 1245
KUHPerdata
Tidak diatur Dikenal dengan istilah al-
darurat dan ikrah yang
diberi arti merusak atau
memberi mudharat,
keadaan sangat merusak
atau sangat memaksa,
kebutuhan yang amat
mendesak dan amat
berbahaya apabila tidak
terpenuhi.
Surah Al-Baqarah: 173
DAFTAR PUSTAKA
• Abdul Ghofur Anshori, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Islam di Indonesia, Citra Media, Yogyakarta, 2006.
• Agus Prawoto, Hukum Asuransi dan Kesehatan Perusahaan Asuransi : Guide Line untuk Membeli Polis Asuransi yang Tepat dari Perusahaan Asuransi yang Benar, BPFE, Yogyakarta, 1995.
• Gemala Dewi, Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariahdi Indonesia, Kencana Prenada Media, Jakarta, 2006.
• Hendi Suhendi, Fiqh Mumalah: Membahas Ekonomi Islam Kedudukan Harta, HakMilik, Jual Beli, Bunga Bank dan Riba, Musyarakah, Ijarah, Mudayanah, Koperasi, Asuransi, Etika Bisnis dan lain-lain, cet. V, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007.
• Hilman Hadikusuma, Hukum Perjanjian Adat, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1990.
• Nasrun Harun, Fiqh Muamalat, Gaya Media Pratama, Jakarta, 2000.
• R. Soeroso, Perbandingan Hukum Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2005.
• R. Subekti, Perbandingan Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 1987.
• --------------, Hukum Perjanjian. Cet.19., Intermasa, Jakarta, 2002.
• R. Wirjono Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Perdata, Bale Bandung, Bandung, 1987.
DAFTAR SKRIPSI
• Hardianto Siagian, 2010, Overmacht Menurut Hukum Positif danHukum Islam, Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
DAFTAR THESIS
• Rony Fauzi, 2010, PEMBATALAN AKTA JUAL BELI YANG DIBUAT DIHADAPAN PPAT OLEH PUTUSAN PENGADILAN NEGERI PADANG (Analisis Putusan Pengadilan Negeri Padang Nomor : 03/PDT.G/2008/PN.PDG tanggal 07 Juli 2008), Magister KenotariatanFakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok.
DAFTAR JURNAL
• Binardo Sidabutar, 2015, UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM OLEH PEMILIK RUMAH DALAM MENCEGAH KERUGIAN AKIBAT WANPRESTASI PENYEWA TERHADAP KEBIASAAN MASYARAKAT ADAT BATAK (Studi Kasus di Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau), Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang.
DAFTAR WEBSITE
• Asas hukum perjanjian islam, 2013, http://mitra-usaha-stienu-
jepara.blogspot.co.id/2013/01/asas-asas-hukum-perjanjian-islam.html, (diakses 16 September
2015)
• Awaliatun Nikmah, 2012, Perbandingan Hukum Perjanjian Dalam Sistem Hukum Islam dengan
Sistem Hukum Eropa Kontinental (online),
http://nikmahmukhlisin.blogspot.co.id/2012/12/perbandinganhukum-perjanjiandalam.html,
(diakses 16 September 2015)
• Eko Setiawan, 2013, Wanprestasi Menurut Hukum Perdata dan Hukum Islam (online),
http://gudang-science.blogspot.co.id/2013/06/wanprestasi-menurut-hukum-perdata-dan.html,
(diakses 16 September 2015)
• Heri Wibowo, 2011, HUKUM PERJANJIAN (ADAT) (online),
http://bowolampard8.blogspot.co.id/2011/12/hukum-perjanjian-adat.html, (diakses 16
September 2015)
• Imron Rosadi, 2013, HUKUM PERJANJIAN DALAM PRESPEKTIF HUKUM ISLAM (QUR’AN DAN
HADIS) (online), http://al-aziz-imronrosadi.blogspot.co.id/2013/07/hukum-perjanjian-dalam-
prespektif-hukum.html, (diakses 16 September 2015)
• Muh Rofiq Nasihudin, 2010, PERJANJIAN DALAM ISLAM (online), http://pendidikan-
hukum.blogspot.co.id/2010/11/perjanjian-dalam-islam.html, (diakses 16 September 2015)
• Rahmad Hendra, 2013, Perjanjian (online),
http://rahmadhendra.staff.unri.ac.id/files/2013/04/Berakhirnya-Perjanjian.pdf, (diakses 16
September 2015)
• Yanlua Mohdar, 2010, Hukum Perikatan Islam (online),
http://yanluamohdar2010.blogspot.co.id/2014/04/hukum-prikatan-islam.html, (diakses 16
September 2015)