Download - manhaj islah IM
Judul Asli:
Manhaj Ishlâh wa Al Taghyîr ‘Inda Jamâ’atil Ikhwân Al Muslimîn
Dirâsatan fi Rasâil al Imâm al Syahîd
Judul Terjemah:
Konsep Reformasi Dalam Perspektif Ikhwanul Muslimin
Studi Pembelajaran Terhadap Risalah Pergerakan
Imam Syahid Hasan Al Banna
Penerbit:
Daruttauzi’i Wa Al Nasyr al Islamy
Cetakan Pertama Tahun 2006
Penulis:
DR. Muhammad Abdurrahman Mursy Ramadan
Pengantar:
Ir. Muhammad Khairat Syatir
Kata Pengantar
Ir. Muhammad Khairat Syatir
Konsep dakwah yang dibawa oleh Imam Syahid Hasan Al Banna adalah konsep dakwah yang
komprehensif dan universal, yang mencakup seluruh sudut pemahaman Islam dan mampu
menjawab realiti kehidupan nyata.
Ia seperti sinar fajar pagi yang menyingkap tabir pekat yang menutupi kehidupan umat Islam, ia
benar-benar adalah Pembaharu Islam abad ke- 20.
1
Imam Syahid mampu mencantumkan pemahaman terhadap nilai-nilai Al Quran dan petunjuk
Rasulullah Saw, secara benar dan menyeluruh dengan pembacaan dan renungannya yang
mendalam terhadap fakta-fakta sejarah dan sunah Allah dalam menempatkan sebuah
kekuasaan atau kewujudan di muka bumi, termasuk kemampuannya untuk melihat secara
fleksibel dan saksama realiti kehidupan umat Islam, mengesan penyakit umat dan mengetahui
cara penyembuhannya serta skala keutamaannya.
Sebelum kedatangan Imam Syahid, sebenarnya telah banyak dilakukan usaha- usaha perbaikan
dan reformasi di tubuh umat, namun usaha- usaha tersebut cenderung hanya sementara dan
jangka pendek. Beberapa diantaranya belum membawa konsep pemahaman Islam yang benar-
benar menyeluruh, atau pemahaman yang mendalam terhadap realiti kehidupan, atau tidak
menjaga sunah (ketentuan) Allah dalam proses penetapan kewujudan, atau kerana terjadinya
penyelewengan seiring dengan pergantian zaman, atau kerana perpindahan ke generasi
berikutnya dan generasi itu tak mampu memikulnya, atau kerana reaksi-reaksi yang terhad atau
teori serta simbol-simbol hampa tanpa adanya bangunan dakwah yang kuat dan gerakan yang
terus menerus.
Kaedah ilmu yang dibawa Imam Syahid sangat khas, kaedah tersebut mampu mengubah teori
dan mimpi-mimpi menjadi kenyataan yang nyata, hal ini kemudian disokong dengan
kemampuannya dalam mengorganisasi dan mengatur secara baik, yang membuatnya mampu –
dengan izin Allah- memimpin dan mendirikan sebuah jamaah yang membawa panji-panji Islam,
dengan asas yang kuat yang tak mudah hilang dan dihancurkan.
Bangunan yang kuat dan berkesinambungan ini menunjukkan sebagian dari mahakarya Imam
Syahid Hasan Al Banna. Suatu hari dia pernah ditanyakan suatu hal, “Mengapa anda tidak
menulis ilmu yang luarbiasa ini dan melahirkan buku-buku? Dia menjawab, “Sesungguhnya aku
membina dan menciptakan para pejuang yang membawa kebenaran.”
Imam Syahid Hasan Al Banna adalah orang pertama yang menyedari keadaan reality kehidupan
umat, dia mengetahui kadar kerosakan yang dideritai masyarakat, serta kadar kemunduran yang
dideritanya. Kerosakan umat tidak hanya terhad pada runtuhnya kekhalifahan dan hilangnya
persatuan umat, permasalahannya tidak hanya terhad pada penjajahan tentera asing terhadap
2
negeri-negeri muslim, atau terhad pada kemunduran teknologi dalam segala bidang. Untuk
pertama kalinya keadaan kemunduran umat telah sampai pada titik sifar yang sangat
membahayakan. Umat dan tapak penyokongnya telah berada jauh di luar kawasan keberadaan
dan kewujudannya. Permasalahannya telah sampai pada titik-titik penting dan asas dasar
berdirinya sebuah masyarakat dan negara.
Masalah di tubuh umat tidak akan dapat dihilangkan dengan perbaikan yang hanya sebahagian,
atau pembinaan semula pada beberapa aspeknya sahaja, atau hanya dengan melakukan
reformasi di sebagian bidang-bidangnya dan dengan menggunakan suntikan-suntikan penenang;
masalah umat jauh lebih dalam dari semua ini. Keadaan umat telah sampai kepada lubang
pertama dalam proses pembinaan dan pembelaannya, negara Islam telah sirna sama sekali,
kekuasaannya yang hakiki telah hilang untuk pertama kalinya sejak pendirian negara Islam di
Madinah. Oleh kerana itu projek kebangkitan dan rekonstruksi harus dimulakan sesuai dengan
langkah-langkah yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. Bermula dengan pembinaan peribadi
muslim secara individu, lalu pembinaan keluarga, pembinaan komuniti muslim hingga
pembinaan sebuah masyarakat, sampai akhirnya tiba pada fasa penetapan keberadaan dan
pendirian sebuah negara dan terus berlanjutan hingga memimpin dunia seisinya.
Pengetahuan Imam Syahid terhadap keadaan realiti umat yang begitu mendalam, jelas dan
terperinci, membuatnya mampu –dengan izin Allah- menciptakan sebuah konsep praktikal
dengan beberapa fasa dan dengan tujuan dan sasaran yang saling berkaitan, serta mengarah
kepada langkah-langkah yang ditempuh Rasulullah Saw. ketika memulai dakwah Islam yang
pertama dan asas negara yang menjadi model dan teladan.
Imam Syahid memiliki kebijaksanaan berpolitik dan fleksibiliti yang luarbiasa dalam menghadapi
krisis dan rancangan- rancangan jahat, oleh kerana itu tidak ada jalan lain bagi para penyeru
kebatilan selain membunuh dan melenyapkannya. Mereka lupa bahwa bahawa dakwah yang
dipimpinnya akan terus berlanjutan, dan sesungguhnya itu adalah dakwah Allah yang akan terus
maju dan mendapat kemenangan dengan izin Allah.
3
Dia (Imam Syahid) –semoga Allah meridhainya-, sangat memelihara salafiyah dakwah, dengan
mengikuti sunah dan tidak membuat bid’ah, dengan pemahaman yang sungguh mendalam
terhadap Islam dan sunnah Rasulullah Saw.
Dia berkali-kali mengulang dan menegaskan hal ini di dalam risalahnya, dia menulis dalam
risalahnya ‘Ila Ayyi Syai-in Nad’u an Nâs’ dengan mengatakan, “Wahai kaum, sesungguhnya
kami berdakwah kepada kalian dengan Al Quran di tangan kanan dan Sunnah di tangan kiri, dan
perbuatan para Salaful Ummah dari umat ini merupakan sumber kekuatan kami, kami mengajak
kalian kepada Islam, nilai-nilai Islam, hukum dan petunjuk Islam.”
Dan diantara perkara yang sangat dijaga oleh Imam Syahid Hasan Al Banna dalam
membangunkan jemaah dan membentuk personaliti seorang al akh muslim adalah
implementasi rukun Tajarrud (menyucikan diri) dan tidak bergantung kepada seseorang tokoh
atau lembaga, namun seharusnya ikatan seorang al akh yang hakiki dan kesetiaan tertingginya
hanya kepada Allah -azza wajalla-.
Ketika Imam Syahid menghadiri sebuah majlis yang besar, salah seorang peserta yang hadir
berdiri menyambutnya dan member tabik kepada beliau –hal ini sebagaimana dilakukan kepada
setiap pembesar dan pemimpin politik – namun Hasan Al Banna menolak perlakuan tersebut
dan tidak mendiamkannya, dia berkata, “Sesungguhnya hari dimana diserukan nama Hasan Al
Banna tidak akan pernah terjadi, seharusnya seruan kita adalah, “Allah ghayatuna (Allah tujuan
kami), Al Rasul Dza’imuna (Rasulullah pemimpin kami), Al Quran Dusturuna (Al Quran pedoman
kami), Al Jihad Sabiluna (Jihad adalah jalan juang kami), Al Maut fi Sabilillah asma amanina
(Mati di jalan Allah adalah Cita-cita kami tertinggi), Allah Maha Besar dan pujian kesempurnaan
hanya milik Allah.
Dia juga menegaskan di dalam risalah ta’lim, “Setiap orang diambil dan ditolak perkataannya,
kecuali al Ma’shum Rasulllah Saw., dan setiap yang datang dari salaful Ummah –semoga Allah
meredhai mereka-, yang sesuai dengan kitabullah dan sunnah Rasulullah, maka kami akan
menerimanya.”
4
Sesungguhnya personaliti Imam Syahid merupakan contoh dalam hal ini. Sebahagian Ikhwan
mendebatkan dan memberikan pendapat terhadap idea dan pemikiran-pemikirannya,
sebahagian yang lain berbeza atau bahkan menegurnya.
Dia juga berkata, “Sesungguhnya keikhlasan adalah dasar sebuah kejayaan dan sesungguhnya
ditangan Allah-lah semua urusan. Sesungguhnya para pendahulu kalian yang mulia tidak
mencapai kemenangan kecuali dengan kekuatan iman mereka, kesucian jiwa dan kebersihan
diri, serta keikhlasan hati dan amal mereka dari ikatan apapun atau fikiran. Mereka menjadikan
segala sesuatu bersesuaian dengan nilai-nilai keikhlasan tersebut, sehingga jiwa mereka
menyatu dengan akidah, dan akidah mereka menyatu dengan jiwa-jiwa mereka. Merekalah
sesungguhnya gagasan itu, dan gagasan itulah mereka. Jika kalian demikian maka fikirkanlah,
sesungguhnya Allah mengilhamkan kepada kalian kecerdasan dan kebenaran, maka amalkanlah
dan sesungguhnya Allah membantu kalian dengan kekuatan dan kejayaan, namun jika diantara
kalian ada yang menghidap penyakit hati, yang tujuan hidupnya berpenyakit, yang kehilangan
harapan dan keinginan, yang memiliki luka masa lalu, maka keluarkanlah dia dari barisan
kalian, kerana sesungguhnya dia adalah penghalang turunnya rahmat, yang terkurung tanpa
ada taufik (petunjuk).”
Sesungguhnya Ikhwan –sebagaimana yang dibina oleh Hasan Al Banna dengan nilai-nilai Islam-,
tidak mengidolakan seseorang dan tidak menyembah mereka. Mereka mengetahui benar
kedudukan para tokoh dan menempatkan mereka pada tempatnya secara wajar, dan selalu
menjaga adab-adab Islam dan petunjuk Rasulullah Saw. dalam melakukan interaksi dengan para
pemimpin dan imam mereka.
Imam Syahid Hasan Al Banna –semoga Allah meridhai mereka-, meyakini kebenaran jalan yang
dilaluinya dan kebenaran manhaj, serta dengan pertolongan Allah –azza wajalla- terhadap
dakwahya. Dia menjelajahi buana menyerukan agama Allah, menyedarkan jutaan manusia dari
kelalaian, dan dia diikuti oleh banyak lapisan masyarakat. Dia pernah bertemu dengan seseorang
yang bertanya kepadanya, “Adakah engkau akan melihat buah kemenangan dari usaha yang
engkau lakukan? Imam Syahid menjawab dengan tenang dan penuh keyakinan, “Kemenangan
itu tidak akan terlihat di generasiku dan digenerasimu, tapi akan tampak di generasi yang akan
datang.”
5
Imam Syahid memberikan perincian yang jelas tentang tugas dan peranan seorang muslim serta
persiapan yang harus dimiliki, dia mengatakan,
(“Tugas kita adalah memimpin dunia dan memberikan petunjuk kepada manusia seluruhnya
kepada aturan Islam yang benar dan ajaran-ajarannya yang tiada ajaran lain yang dapat
membahagiakan manusia selain ajaran-ajarannya.”
Dakwah kita adalah, keimanan yang mendalam, kuat dan yang paling abadi ..
Kepada Allah, pertolongan dan kemenangan dari-Nya
Kepada pemimpin Rasulullah Saw., kejujuran dan amanahnya
Kepada manhaj, keistimewaan dan kelayakannya
Kepada persaudaraan, kewajipan dan kesuciaannya
Kepada balasan, kebesaran, dan kemuliaannya
Kepada diri mereka sendiri .. mereka adalah sebuah jamaah yang diberikan kekuatan
untuk menyelamatkan dunia seisinya.”)
Imam Syahid sangat member perhatian kepada pemuda, dan berjaya menjadikan mereka
sebagai darah segar yang mengalir di tubuh umat Islam, yang mampu membangkitkan dan
menggerakkannya.
Di akhir kehidupannya, sekitar dua minggu sebelum kesyahidannya, -keadaan pada saat itu
sangat genting-, salah seorang berkata, “Wahai Ustadz, banyak berita yang tersebar tentang
engkau, dan tentang apa yang terjadi terhadap engkau. Imam Syahid berkata, “Apa yang akan
terjadi? Adakah pembunuhan? Sesungguhnya kami mengetahui bahawa perkara itu adalah
kesyahidan, dan itu adalah cita-cita kami. Seseorang bertanya lagi, “Bagaimana dengan
dakwah? Imam menjawab, “Aku telah menyelesaikan tugasku dan aku telah meninggalkan para
rijal (pejuang) dan aku melihat mereka dengan mataku bahawa mereka benar-benar rijal, maka
aku akan mati dengan penuh ketenangan, dan yang aku inginkan adalah mati sebagai syahid.”
Cita-cita itu benar-benar terwujud, dia mendapatkan syahadah.
Setiap orang yang mempelajari pemikiran Imam Hasan Al Banna, maka dia akan mendapati
bahawa fikiran-fikiran tokoh ini mempunyai ciri khas yang sangat sepadan dengan realiti
6
kehidupan dan mengacu kepada dasar-dasar agama, yang jauh dari sikap berlebih-lebihan
(ekstrimisme) maupun sifat meremehkan. Pemikiran-pemikirannya mampu bertahan dan
berkomunikasi dengan alam fikiran manusia dan tidak dibenci oleh jiwa, pemikiran-pemikiran
yang diterima secara baik yang tidak mengenal kekerasan dan terorisme. Dasarnya berpijak
kepada Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah Saw. serta amalan para ulama terdahulu yang soleh.
Imam Al Banna adalah seorang pembaharu urusan agama ini pada masa dan generasinya, dia
dan para pembaharu lainnya. Dia menyeru manusia untuk beriman kepada Allah dan kembali
kepada ajaran Rasulullah Saw. Dia menempuh jalan yang pernah dijalani para ulama-ulama
terdahulu. Dia menyeru dakwahnya dan mengembalikan konsep berfikir Islami yang benar yang
berasaskan kepada:
Pertama, Membebaskan akidah dari tipuan-tipuan kejumudan dan yang terkandung di
dalamnya berupa khayalan dan syubhat, sebagai perbaikan penggambaran yang benar seorang
muslim terhadap kewujudan alam semesta, manusia dan kehidupan, untuk mewujudkan
keseimbangan dan keadilan, agar akidah (keyakinan) dapat memberikan pengaruh dalam
melahirkan para pejuang, agar dapat melahirkan kembali personaliti muslim yang berakhlak
yang pernah dibangun dan dibina Rasulullah Saw. di Darul Arqam bin Abi Arqam. Kemudian
membangun dengan personaliti- personality ini –baik lelaki mahupun wanita- batu bata yang
akan menyusun sebuah keluarga yang nantinya mampu melahirkan para pejuang, yang
menciptakan sebuah umat yang berdiri di atas budi pekerti dan akhlak yang mulia sebelum ia
berdiri di atas sebuah negara.
Kedua, menyucikan akal seorang muslim dari fikiran-fikiran yang terpecah-belah terhadap Islam,
kerana hal itu hanya akan memperbesarkan perbezaan dalam masalah-masalah furu’ dan
separa- separa, dan meniadakan pola berfikir yang universal terhadap Islam.
Ketiga, Menghancurkan kejumudan yang dialami oleh akal akibat ditutupnya pintu ijtihad, yang
sebenarnya mematikan kecerdasan untuk menciptakan dan member pandangan dan akhirnya
menjatuhkannya pada lubang taklid buta yang tercela. Ini juga menghalangi umat Islam
menikmati penyelesaian- penyelesaian konsep pemikiran dalam Islam terhadap problematika
7
dan permasalahan hari ini yang jauh dari alam berfikir yang banyak bertentangan dengan
ketetapan prinsip-prinsip agama.
Maka untuk mengembalikan konsep berfikir yang baik dan benar, diperlukan sebuah bingkai
pandangan yang universal terhadap Islam, -dan pandangan ini dimiliki oleh Imam Hasan Al
Banna-, dan yang dimiliki oleh para pendahulunya, iaitu para pejuang yang mengambil ajaran ini
dari konsep yang diajarkan Rasulullah Saw.. Dengan konsep tersebut, mereka kemudian
membangunkan sebuah tamadun , mendirikan sebuah pemerintahan, dan merekapun
memimpin tamadun di muka bumi.
Ia adalah sebuah konsep yang sempurna dan universal yang mengajak saudara-saudaranya ikut
bersama menjadi sebahagian untuk membangun sebuah jama’ah, yang memberikan darah dan
jiwanya untuk menegakkan kalimat Allah di muka bumi, dan membuat panji-panji kejahatan
menjadi hina dan tercela, demikian juga yang dilakukan oleh Imam Al Banna. Jama’ah Ikhwanul
Muslimin membawa konsep pemahaman ini, dan menyeru kepadanya. Ia teguh menahan
akibatnya demi mempasakkan nilai tersebut di tengah masyarakat. Telah berapa banyak
pejuang yang gugur demi memperjuangkannya? Imam Syahid Hasan Al Banna adalah yang
paling hadapan dalam Jama’ah Ikhwanul Muslimin yang membuktikan pengorbanan tersebut –
semoga Allah membalas apa yang telah dia berikan untuk Umat Islam dengan balasan yang
sebaik-baiknya-. Telah berapa banyak darah yang ditumpahkan? Sudah berapa banyak anak-
anak menjadi yatim? Telah berapa banyak wanita yang kehilangan anaknya? –Kita
menabungnya menjadi kebaikan di akhirat-, Hingga pemahaman benar-benar terpasak kuat dan
menjadi sesuatu yang lumrah yang tidak ada perbezaan di dalamnya, walau dengan banyaknya
fitnah dan ujian serta tersebarnya syubhat dan tuduhan-tuduhan palsu dan bantahan. Apa yang
dibawa oleh Imam Hasan Al Banna adalah sebuah pembaharuan, walaupun sebenarnya Imam
Syahid hanya memperbaharui sesuatu yang lama yang hampir dilupakan.
Kecelaruan yang dihadapi umat tidaklah semudah seperti yang diyakini oleh sebahagian orang.
Apa yang telah merasuki fikiran berupa kemelut, kebingungan dan pencerobohan pemikiran,
pada gilirannya akan menghalang terwujudnya tujuan yang hendak dicapai, dan menghalang
misi yang dibela. Permasalahan ini tidak mungkin disembuhkan dalam waktu sehari semalam,
atau dengan penyampaian kuliah dari seorang pakar, atau dengan pelajaran di beberapa tempat
8
dari seorang pemikir muslim, ataupun dengan nasihat-nasihat secara kerap dari salah seorang
ulama tersohor, atau dengan lembaran-lembaran yang diedarkan kemudian hilang tanpa kesan
seiring berakhirnya bacaan, atau dengan buku-buku yang dihafal teks atau naskahnya. Ia
sesungguhnya adalah penderitaan yang telah berlangsung lama, yang memerlukan tarbiyah dan
usaha yang gigih, agar kita dapat mewarisi para rijal (pejuang) bukan mewarisi buku saja, kerana
kita ingin mendirikan agama yang tegak di atasnya negara dan tamadun, serta menyedarkan
umat yang akan memimpin dunia.
Sesungguhnya manhaj yang mampu melahirkan para pejuang dan yang mampu memenuhi
ikrarnya kepada Allah, memerlukan beberapa hal berikut,
Pemahaman yang benar (Al Fahm Al Shahih), pembentukan yang sangat cermat, keimanan,
ketulusan cinta, pengorganisasian yang rapi, agar kita dapat membuat jalinan jama’ah yang di
serukan Allah dengan panggilan, “wahai orang-orang yang beriman,” iaitu orang-orang yang
sentiasa memiliki hubungan yang baik dengan Allah. Agar mereka menjadi ahli ibadah terlebih
dahulu sebelum menjadi pemimpin, maka dengan ibadah mereka akan dihantarkan untuk
memimpin dengan sebaik-sebaiknya, hal itu tentunya dilakukan dengan manhaj yang jelas,
amalan yang terus menerus, budi pekerti yang tinggi, nafas yang panjang, kesabaran dengan
sebaik-sebaiknya, nasihat kebaikan, perbincangan yang bijak, dan kesedaran, serta evaluasi yang
sangat cermat. Mengapa demikian? Kerana manhaj perbaikan apapun yang digunakan untuk
keperluan manusia, dan dakwah kebenaran apapun yang idea dasar dan pemahamannya tidak
bersandar pada nilai-nilai ini, dan tidak menurut Al Quran dan Sunnah Rasulullah Saw. maka ia
adalah dakwah yang rapuh dan akan tercabut akarnya dari permukaan bumi. Namun jika ia
bersatu dengan sumber gizi, kekuatan dan kehidupannya maka akarnya tertancap kuat dan
dahannya menjulang ke langit dan akan memberikan buah di setiap waktu dengan izin Allah.
Imam Hasan Al Banna telah menjelaskan nilai-nilai ini dengan sangat jelas tanpa ada kesamaran
dan keraguan, baik dari segi kejelasan idea, kesatuan pandangan dan etika, kesatuan target dan
tujuan dan kesatuan visi serta kesamaan prasarana yang mewujudkannya. Imam Hasan Al Banna
mengetahui bahawa masyarakat sangat memerlukan penjelasan pemahaman untuk
memperkemaskan gerakan, dan penjelasan pandangan untuk menyamakan barisan, serta
penjelasan idea agar dapat berjalan secara benar dan mewujudkan cita-cita yang diharapkan.
9
Kita sangat menghargai budaya dialog, perbincangan dan bertukar pandangan ..
Kami katakan kepada mereka yang berbeza pendapat dengan kami,
Ertinya:
“Marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan
antara kami dan kamu .. “ (Q.S Ali Imran: 65)
Kepada mereka yang mendebat kami, kami katakan,
Ertinya:
“Katakanlah: "Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar. “
(Q.S Al Baqarah: 111)
Kepada mereka yang membangkang, kami katakan:
Ertinya:
“Dan Sesungguhnya kami atau kamu (orang-orang musyrik), pasti berada dalam
kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata. “ (Q.S Saba: 24)
Kerana sesungguhnya syiar setiap da’I yang meyerukan agama Allah adalah,
Ertinya:
“Serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, ..” (Q.S Al Baqarah: 83)
Buat para penyeru dakwah Islam yang berbeza pandangan dengan kami, maka kami
katakan kepada mereka, “Mari kita saling tolong menolong dalam perkara yang kita sepakati
dan saling memberitahu dan memaafkan dalam perkara-perkara yang tidak kita sepakati.”
Namun jika mereka mengabaikan seruan itu, maka kami akan katakan, “Semoga keselamatan
selalu dilimpahkan kepada kalian dan kami tidak menginginkan apapun kecuali ikatan cinta
kerana Allah. “
10
Kajian dalam buku ini memaparkan pandangan yang jelas dan menyeluruh terhadap
manhaj perubahan dan konsep merealisasikan tujuan-tujuannya. Di dalamnya juga terdapat
jawapan terhadap pertanyaan-pertanyaan yang banyak diutarakan, serta penjelasan
permasalahan yang banyak mengandungi perbezaan, mahupun perbedaan pikiran. Ini
merupakan langkah serius yang dilakukan untuk menjelaskan pandangan dan manhaj dakwah
Ikhwanul Muslimin serta tujuan-tujuannya. Ini merupakan tambahan rujukan yang ditulis dan
diedarkan oleh aktivis dakwah Ikhwan, untuk menjelaskan dakwah mereka dan menjawab
syubhat-syubhat. penulisnya adalah salah seorang yang dibina dalam barisan dakwah,
menyandang dan teguh di atas prinsip-prinsip jama’ah. Dan kita mengagungkan seseorang yang
merupakan hak Allah.
Cairo, Ramadan 1426 H/Oktober 2005
IR. Muhammad Khairat Syathir
Wakil Mursyid ‘Am Ikhwanul Muslimin
Pendahuluan
Pendahuluan
11
Sepanjang perjalanan sejarah, kumpulan- kumpulan penyeru perbaikan lahir dan berkembang
subur. Mula-mula cahayanya terang benderang selama beberapa waktu, namun bersilih ganti
masa sinarnya meredup dan padam, atau menyimpang dari prinsip-prinsipnya, atau arusnya
berubah dan akhirnya dikendalikan oleh peristiwa dan perkembangan zaman, dan akhirnya ia
menjadi memori di halaman sejarah.
Perubahan dan kelemahan pada kumpulan- kumpulan tersebut kita saksikan terjadi setelah satu
atau dua generasi berikutnya atau setelah terjadinya rentetan peristiwa tragis yang menimpa.
Namun sekarang kita berada di hadapan dakwah Ikhwanul Muslimin yang didirikan oleh Imam
Syahid Hasan Al Banna – kita berbaik sangka dengan mengatakan beliau gugur sebagai syahid,
walaupun kita sebenarnya tidak berhak memastikan kesucian seseorang di atas ketentuan
Allah-, pada bulan Dzulqa’dah 1347 H/ Maret 1928 M, usianya waku itu sekitar 22 tahun,
kemudian gugur syahid pada usia yang masih muda tahun 1949 M ..
Kita melihat ada sesuatu yang berbeza ..
Kita melihat dakwahnya begitu kuat dan tegar, dakwahnya mengalir selama lebih kurang 77
tahun, berjalan di atas jalan dan manhaj yang sama, tidak ada perubahan dan penyimpangan,
padam apinya atau koyak layarnya, meskipun harus berhadapan dengan beragam ujian dan
konspirasi, serta pelbagai rintangan, tekanan dan penyeksaan.
Setelah berlalu beberapa generasi dan menyatu bersama dakwah ini, dia tetap berjalan di atas
prinsip-prinsip dan misi yang diperjuangkannya, dan bahkan berada di penjaga terdepan di
medan perjuangan antara Islam dan kebatilan. Dengan izin Allah dia menjadi harapan baru bagi
umat Islam di Timur dan Barat, untuk kembali mengembalikan kemuliaan Islam di persada bumi.
Kita melihat hal itu dengan penuh keyakinan, dan kitapun benar- benar mengetahui bahawa hal
itu terwujud tiada lain adalah berkat izin Allah, kurnia dan pengawalan-Nya terhadap
kelangsungan dakwah ini. Kita juga mengetahui kekuatan pembangunan yang menjadi batu asas
dakwah ini, iaitu tarbiyah, dan persiapan para rijal di dalam jama’ah melalui pembinaan yang
dilakukan Imam Syahid Hasan Al Banna dan generasi pertama dakwah ini.
Kajian ini merupakan kumpulan risalah-risalah Imam Syahid dan beberapa penyampaiannya
yang asalnya adalah sebuah usaha persendirian yang tentunya terdapat kebenaran dan
12
kekeliruan. Dengan kajian ini kita dapat mengetahui konsep Imam Syahid dalam perbaikan dan
perubahan serta target tertinggi yang ingin dicapai dengan dakwah yang diserukannya.
Dengan menitikberatkan kajian terhadap tulisan-tulisan Imam Syahid, kami juga mengambil
beberapa bagian dari muruid-murid beliau, hal ini untuk menambah penjelasan dan perincian
dari risalah-risalahnya.
Dalam pembahasan ini juga terdapat pengulangan ucapan-ucapan Imam Syahid di beberapa bab
dan fasal, saya lebih memilih mengulang ucapan-ucapannya berbanding memberikan isyarat
kepada pembaca untuk merujuk kepada perkataan-perkataannya, hal ini dimaksudkan untuk
mempermudahkan para pembaca untuk memahami makna-makna yang terkandung dalam bab
tersebut.
Selain memperbanyakkan pengulangan kata- kata Imam Syahid, kami juga berupaya untuk
mengumpulkan perkataan-perkataan Imam yang terpisah- pisah ke dalam sebuah tema atau
pembahasan, agar kita dapat memahami secara lebih dekat pemahaman Imam Syahid secara
menyeluruh, bukan untuk membatasi atau mempersempit cakerawala berfikir.
Warisan berharga yang telah ditinggalkan oleh Imam Syahid ini sangat memerlukan kajian-kajian
intensif dan pembahasan, beliau telah menulis dan menyampaikan seruan kepada para da’I
dengan pemahamannya yang mendalam terhadap Al Quran dan Sunnah Rasulullah Saw.,
terhadap sunnah perubahan di alam semesta, rentetan peristiwa dan pengalaman-pengalaman
dakwah sebelumnya.
Semoga Allah memberikan ganjaran setimpal terhadap apa yang telah dia persembahkan untuk
kita, Islam dan keluarganya.
Saya juga berharap kepada para pembaca untuk bertoleransi dan memaklumkan jika menemui
perbezaan-perbezaan dan kekeliruan di dalam buku ini, dan berkenan memberikan doa untuk
kebaikan.
Wallahu min warâ-il Qashdi wa huwa yahdi al sabîl
Manshurah, Ramadan 1426 H/ Oktober 2005
13
Penulis
Dr. Muhammad Abdurrahman al Mursy Ramadan
Bab I
Mengenal Konsep Dakwah
14
Ikhwanul Muslimin
Pertama, Dasar pemikiran
Kedua, Realiti
Ketiga, Halangan dan inisiatif kejayaan
Keempat, keistimewaan dan ciri khas Dakwah
Mengenal Konsep Dakwah Ikhwanul Muslimin
Pertama, Dasar pemikiran
Dakwah Islam adalah Projek Kebangkitan:
Imam Syahid1 berkata di dalam risalahnya ‘Dakwah kami’:
“Kami ingin berterus terang kepada semua orang tentang tujuan kami, memaparkan di hadapan
mereka kaedah kami, dan membimbing mereka menuju dakwah kami. Di sini tidak ada yang
samar dan kabur- kabur. Semuanya terang. Bahkan lebih terang dari sinar mentari, lebih jelas
dari cahaya fajar, dan lebih benderang dari putihnya siang.”
Perbezaan antara kami dan kaum kami – setelah persamaan keimanan- bahawa mereka
memiliki keimanan yang statik dan cepat tertidur, sementara keimanan yang bersemayam di
dalam jiwa Ikhwanul Muslimin adalah keimanan yang kuat membara. Kami memahami Islam
dengan pemahaman yang luas dan integral, yang sejatinya mengatur seluruh urusan dunia dan
akhirat, ia tidak terbatas untuk perkara-perkara ibadah atau kerohanian ... “2
Sesungguhnya dakwah, dan seluruh tujuannya, cadangan, kaedah, dan syiar-syiarnya sangat
jelas dan terperinci. Ia disampaikan secara terbuka dan tidak ditutup-tutupi atau dirahsiakan.
Tidak pula panjang lebar dan berbasa-basi. Tidak ada kesangsian dan keraguan. Dasar dan
rujukannya adalah Islam, celupannya Islam, dan tujuannya adalah Allah –azza wa jalla-.1kita berbaik sangka dengan mengatakan beliau gugur sebagai syahid, walaupun kita sebenarnya tidak berhak memastikan kesucian seseorang di atas ketentuan Allah. 2Kutipan ringkas dari Majmu’atu Rasa-il Imam Syahid Hasan al Banna, Dakwatuna , Hal. 13,16,17
15
Sebagaimana dakwah mampu mewujudkan dan mencakup seluruh aspeknya dengan segenap
realisasi amal dan sifat-sifat dakwah Islam, dan seluruh segmen perbaikan, ia tidak terbatas
hanya pada satu aspek tanpa aspek yang lain, atau memiliki sifat tanpa sifat yang lain, serta
sangat menjaga keaslian rujukannya kepada Islam yang suci dan jernih sebagaimana yang
dibawa oleh Rasulullah Saw., mengikuti kaedah para sahabat, dan ulama-ulama terdahulu –
semoga Allah meredhai mereka-. Dakwah ini juga sangat menguasai secara mendalam keadaan
dan realiti kehidupan umat serta bahaya dan halangan yang dihadapinya, penyakit dan
penyebabnya. Ia mengenal jalan yang dilaluinya secara jelas, fasa, usaha penyembuhan dan
kaedahnya:
“Ia adalah Dakwah salafiyah, Thariqah suniyah, hakikat sufiyah3, hai’ah siyasiyah,
Jama’ah riyadhiyah, Rabithah ‘Ilmiyah tsaqafiyah, Syarikah Iqtishadiyah, Fikrah ijtima’iyah.”4
Dengan ungkapan yang lain sesungguhnya kita membawa, “Projek dakwah Islam sesuai dengan
dengan manhaj nabawi” untuk kebangkitan umat. Ini bermakna bahawa sesungguhnya kami
bukan hanya parti politik yang dimiliki sebuah komuniti muslim yang memiliki misi memperbaiki
Islam, namun lebih dari itu kami memiliki sebuah projek perbaikan Islami yang merupakan
3 Teliti perkataan Imam Syahid, “hakikatnya adalah hakikat sufiyah”, dan tidak mengatakan, “jalannya adalah sufiyah.”4
? Risalah, Muktamar al Khamis, hal. 123Dakwah salafiyah: Kerana mereka berdakwah untuk mengajak kembali (bersama Islam) kepada sumbernya yang jernih dari kitab Allah dan sunah Rasul-Nya.
Thariqah Suniyah: kerana mereka membawa jiwa untuk beramal dengan sunah yang suci-khususnya dalam masalah akidah dan ibadah- semaksimum mungkin sesuai dengan kemampuan mereka.
Hakikat Sufiyah: kerana mereka memahami bahawa asas kebaikan adalah kesucian jiwa, kejernihan hati, amal yang berterusan, berpaling dari ketergantungan kepada makhluk, mahhabah fillah, dan keterikatan kepada kebaikan.
Hai’ah Siyasiyah: kerana mereka menuntut perbaikan dari dalam terhadap hukum pemerintahan, meluruskan persepsi yang berkaitan dengan hubungan umat Islam terhadap bangsa-bangsa lain diluar negara, mentarbiyah bangsa agar memilih izzah, dan menjaga identitinya.
Jama’ah Riyadhiyah: kerana mereka sangat memerhatikan masalah fizikal dan sangat memahami bahawa seorang mukmin yang kuat itu lebih baik daripada seorang mukmin yang lemah.Rabithah ‘Ilmiyah tsaqafiyah: kerana Islam menjadikan thalabul ‘ilmi sebagai kewajipan bagi setiap muslim dan muslimah.
Syarikah Iqtishadiyah: kerana Islam sangat memerhatikan pemerolehan harta dan pembahagiannya. Pentj.
16
bahagian yang tidak terlepas dari rekonstruksi (celupan) Islam yang menyeluruh yang
dengannya kita mendapatkan celupan serta obsesi yang kita miliki. Ia merupakan projek yang
berkaitan erat dengan peranan umat Islam di dalam kehidupan, sebagaimana yang disebutkan
dalam firman Allah,
“Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu
dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.
“Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. dia Telah
memilih kamu dan dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.
(Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. dia (Allah) Telah menamai kamu sekalian orang-orang
muslim dari dahulu[993], dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi
atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, Maka Dirikanlah
sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. dia adalah
Pelindungmu, Maka dialah sebaik-baik pelindung dan sebaik- baik penolong.” (Q.S Al Hajj: 57-
58)5
Imam Syahid berkata: “Wahai Ikhwanul Muslimin, wahai seluruh umat manusia .. kami
bukanlah parti politik, walaupun politik yang bersendikan ajaran Islam merupakan inti fikrah
kami, dan kami bukanlah lembaga sosial kemasyarakatan, walaupun amal-amal kebaikan dan
sosial merupakan target terbesar kami, dan kami bukanlah kelab sukan, walaupun bersukan
secara fizikal dan rohani menjadi salah satu bahagian terpenting dalam dakwah kami. Kami
bukanlah bentuk-bentuk yang disebutkan di atas, kerana hal itu semua dapat dipergunakan oleh
tujuan-tujuan tertentu, serta dalam waktu yang tertentu pula.. sementara kami wahai umat
5 Risalah Wudhu al Ru’yah, Al Ustadz Musthafa Masyhur, hal. 4
17
manusia adalah fikrah dan akidah, aturan dan manhaj yang tidak dibatasi oleh wilayah tertentu,
dan tidak dibatasi oleh jenis tertentu, yang tidak dihalangi oleh batas-batas geografi, ia tidak
akan berhenti pada sebuah urusan sehingga Allah mewariskan bumi dan seluruh isinya;
sesungguhnya ia adalah hukum dari Allah Yang Maha Mencipta alam semesta, serta merupakan
manhaj Rasul-Nya yang dipercayai.”6
Walaupun dakwah ini tidak terhad pada parti politik atau lembaga sosial
kemasyarakatan, atau sebuah lembaga yang memiliki tujuan-tujuan tertentu, namun dakwah
tetap memanfaatkan lembaga-lembaga ini dan halangan- halangan yang dihadapinya sebagai
usaha untuk menyebarkan dakwah serta mewujudkan misi-misi Islam dan menerjemahkan nilai-
nilai keIslaman ke dalam masyarakat. Maka sudah selayaknya ia mendirikan lembaga-lembaga
kebaikan dan sosial, kelab- kelab sukan dan parti politik (yang memiliki ideologi Islam di dalam
konsep dasarnya atau memiliki kaedah perbaikan tertentu, atau parti politik yang mampu
menyampaikan misi jama’ah dan aspirasi politiknya), serta melakukan kerjasama dengan orang
lain dalam mewujudkan target-target tersebut. Semua langkah-langkah ini merupakan usaha
yang akan membantu dakwah serta menjadi langkah untuk mengaspirasikan target tertentu dari
gerakan dakwah dan tidak bertentangan dengan konsep universaliti dakwah dan prinsip-
psinsipnya yang tetap. Dan tentunya ia tidak menjadi sesuatu yang menggantikan jama’ah,
universalitasi manhaj dan pembentukannya, atau tidak terbatas pada hal itu saja.
Dalam menghadapi rintangan-rintangan ini maka nama dan simbol tidak menjadi begitu
penting, selama tujuan dan target-targetnya jelas dan terperinci, serta batasan-batasan yang
benar dapat diwujudkan, serta tidak terdapat penyelewengan dari prinsip-prinsip Islam dan
akidah yang benar. Sebagaimana ia juga mampu berjalan dan memainkan peranan dan tugasnya
dengan usaha- usaha konsitusi dan perjuangan hukum.
“Ini adalah posisi kalian. Maka janganlah merasa kecil dengan diri kalian sendiri
sehingga kalian membandingkannya dengan orang-orang selain kalian. Atau kalian melakukan
dakwah di atas jalan kaum bukan muslim atau kalian berupaya untuk melakukan
penyeimbangan antara dakwah yang kalian ambil cahayanya dari Allah dan Rasul-nya dengan
6 Risalah Al Ikhwan tahta Rayat Al Quran (Risalah Ikhwan di bawah naungan panji Al Quran) , hal.197
18
yang dakwah-dakwah lain yang banyak dilperbolehkan oleh kondisi-kondisi darurat, dan
akhirnya lenyap bersama peredaran peristiwa dan hari.”7
Obsesi, Misi dan Tujuan
Obsesi yang sebenarnya dalam menghidupkan dakwah tercermin dalam, “(Keyakinan yang kuat
bahawasanya redha Allah Swt. serta pemenuhan kewajiban pada hari perhitungan, menjadikan
kita wajib melakukan amal-amal kolektif untuk menunaikan kewajipan-kewajipan syariah secara
umum serta untuk meninggikan kalimat Allah Swt. di muka bumi, terutama sesuai dengan
pemahaman yang benar terhadap Islam sebagaimana yang disebutkan dalam Risalah Ta’alim
secara khusus dan di dalam rukun pertama ‘Al Fahm’ secara khusus.
Dan hendaknya obsesi ini menjadi dasar yang mendorong realisasi amal-amal kolektif tumbuh
dari tapak ibadah, dan hendaknya kerja-kerja kolektif –termasuk jama’ah- tidak menjadi tujuan
atau usaha, namun ia merupakan kewajipan. Keperluan kita terhadap jama’ah akan terus
berlaku kewajipan-kewajipan yang menjadi dasar kewajipannya masih ada).”
Imam Syahid telah memberikan isyarat tentang fasa yang sedang dihadapi oleh umat
dan ini menjadi sebuah kewajipan baginya: “Telah tiba saatnya kita harus menghadapi
kekeliruan masa lalu, kita harus membaiki yang pecah, menyambung yang terputus,
menyelamatkan diri dan anak-anak kita, mengembalikan keperkasaan dan kemuliaan yang kita
miliki, membangunkan peradaban dan mengajarkan agama kita, serta kita harus
menyelamatkan umat dari bahaya yang mengancamnya.”8
Dengan demikian, kita dapat meringkaskan misi-misi jama’ah yang ingin diwujudkan
adalah, ((“Melakukan amal-amal untuk meninggikan kalimat Allah di muka bumi, agar nilai-nilai
Islam dan syariatnya menjadi hukum tertinggi dan menguasai satu perempat dunia,
Ertinya:
“Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah[611] dan supaya agama itu semata-
mata untuk Allah …” (Q.S Al Anfal: 39)
7 Risalah: Al Ikhwan tahta Rayat Al Quran (Ikhwan di bawah naungan panji Al Quran), hal.1988 Risalah: Hal Nahnu Qaumum ‘Amaliyyun? (Apakah Kita Para Aktivis)? hal. 69
19
Hal itu dilakukan dengan kebangkitan bersama umat Islam, agar ia mampu memimpin
dunia dan menjalankan peranannya sebagai saksi terhadap alam semesta,
Ertinya:
“Dan demikian (pula) kami Telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan
pilihan[95] agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad)
menjadi saksi atas (perbuatan) kamu …” (Q.S Al Baqarah: 143)
Dan saling tolong menolong sesama muslim untuk melaksanakan tugas dan kewajipan-
kewajipan syariat yang dibebankan kepada kita.”)
Target-target tersebut diatas dapat diringkaskan dalam beberapa hal berikut ini:
1. Pembentuk individu muslim
2. Rumah tangga Islami
3. Masyarakat muslim
4. Membebaskan negeri dari seluruh penguasa asing
5. Mendirikan pemerintahan Islam dan mengadakan perbaikan
6. Mengembalikan kewujudan negara Islam Antarabangsa untuk seluruh umat Islam
dengan membebaskan negeri-negeri mereka, mewujudkan persatuan dan
kesatuan, mendirikan khilafah yang hilang dan mengembalikan wilayah-wilayah
Islam yang dirampas.
7. Memimpin dunia dengan menyebarkan dakwah Islam di satu perempat dunia.
Imam Syahid menjelaskan tujuan-tujuan dakwah dan pelaksanaannya dalam kaedah-
keadah praktikal yang menerangkan tentang maksud-maksudnya, beliau berkata: “Tujuan dan
target kalian adalah target-target Islam yang hanif, adapun maksud-maksudnya adalah:
1. Memperbaiki pemahaman kaum muslimin terhadap agama mereka dan
menjelaskan tentang dakwah Al Quran, menyampaikannya kepada
masyarakat dengan cara yang baik serta sesuai dengan konteks masa kini,
20
agar kebaikan dan keindahannya dapat diungkap serta menjawab
syubhat-syubhat dan kebatilan.
2. Menghimpun kaum muslimin secara amali kedalam prinsip-prinsip Islam
dengan memperbaharui kehebatan pengaruhnya di dalam jiwa.
3. Memberikan khidmat kepada masyarakat dan membersihkannya dari
kebodohan, penyakit, dan kefakiran, serta memberikan sokongan untuk
kebaikan dan manfaat umum dalam pelbagai bentuk.
4. Seseorang tidak akan berasa memiliki kehormatan, dan kemuliaan, kecuali
jika dia dapat menikmati rasa kenyang, tidak bergantung kepada orang
lain, dan dapat mencukupkan keperluan hidupnya sehari-hari. Islam
sangat mengambil berat aspek ini, oleh kerana itu ia tidak melupakan
aspek ekonomi dan tidak meremehkan perbaikan kewangan. Islam
bahkan menempatkannya menjadi bahagian utama yang akan
mengukuhkan persatuan dan kesatuan umat, baik secara individu
mahupun secara kolektif. Sehingga dapat meningkatkan status sosial dan
merapatkan jurang kelas-kelas masyarakat serta menenangkan setiap
individu masyarakat terhadap dirinya sendiri, kerabat dan putera-puteri
mereka. Terjaminnya rasa keadilan sosial secara benar dan terpenuhinya
peluang yang sama bagi setiap individu.
5. Jika tujuan-tujuan ini tidak dapat diwujudkan kecuali dengan berdirinya
sebuah negara, maka sudah seharusnya kita meminta hak untuk
mendirikan sebuah pemerintahan Islam yang mengambil berat nilai-nilai,
hukum dan ajaran-ajarannya.
6. Syaratnya adalah kebebasan dan kemerdekaan sepenuhnya. Adalah tidak
dapat dielakkan jika sebahagian dari tujuan-tujuan kalian –sebagai
dakwah Islam yang benar dan menyeluruh- seperti membebaskan lembah
Nil, negara-negara Arab dan negara-negara Islam dengan seluruh wilayah
bahagiannya dari tangan orang asing.
7. Dakwah Islam yang hanif tidak terbatas pada satu bangsa tanpa bangsa
yang lain, atau pada satu kawasan tanpa kawasan yang lain,
sesungguhnya Allah Swt. berfirman:
21
Ertinya:
“Dan kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai
pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada
Mengetahui.” (Q.S Saba: 28)
Ertinya:
“Maha Suci Allah yang Telah menurunkan Al Furqaan (Al Quran) kepada hamba-Nya,
agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.” (Q.S Al Furqan: 1)
Ertinya:
“Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab yang kami turunkan kepadamu supaya kamu
mengeluarkan manusia dari gelap gelita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan
mereka, (iaitu) menuju jalan Tuhan yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.” (Q.S Ibrahim: 1)
Ini adalah dasar pertama aspek rohani dan amal yang diletakkan di bumi ini sebagai
medium penyatuan dunia. Dan hendaknya dakwah kalian wahai saudara-saudaraku tercinta
mengusahakan agar terciptanya perdamaian dunia dan pembinaan kehidupan baru untuk
manusia, dengan menunjukkan kepada mereka kebaikan dan keindahan agama kalian,
mengagungkan prinsip dan ajaran-ajarannya kepada mereka, serta memberikannya kepada
mereka.
Itulan tujuan dan target dakwah kalian, semuanya bersumber dari nilai-nilai Islam yang hanif,
tak selembar rambutpun yang keluar dari batasan tersebut.
22
Ertinya:
“Segala puji bagi Allah yang Telah menunjukkan kami kepada (syurga) ini. dan kami
sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk. “ (Q.S Al
A’raf: 43)9
Kedua, Realiti
Ciri Fasa Dakwah dan Hakikat Perselisihan:
Jelasnya pandangan dalam tujuan dan target dakwah tidak akan sempurna kecuali dengan
jelasnya pandangan dalam melihat cirri- ciri dakwah dan hakikat perselisihan, serta pengenalan
terhadap bentuk-bentuk tentangan agar dakwah dapat berjalan sesuai dengan petunjuk dan
pengetahuan.
Keadaan dakwah Islam di abad kontemporari sebagaimana dakwah-dakwah penyeru perbaikan
lainnya yang dipimpin oleh para Nabi –semoga selawat dan salam tercurahkan kepada mereka
semua- tidak mendapat ruang yang dapat membantu mempermudahkan realisasi amal-
amalnya, ia bahkan harus menghadapi kesulitan dan tentangan- tentangan. Seorang da’i sudah
semestinya mengetahui cirri- ciri jalan dakwah yang panjang dan sulit yang senantiasa
memerlukan kesungguhan dan perjuangan, jalan-jalannya dipenuhi duri, peluh dan darah, yang
menuntut ketegaran, dan keikhlasan semata-mata hanya kepada Allah.
Begitupula halnya dengan dakwah Ikhwanul Muslimin, -ia harus berhadapan dengan realiti
kehidupan umat yang sangat sukar; yang adal;ah tidak mengejutkan merupakan akumulasi
masalah yang selama ini bersarang di tengah masyarakat, berupa keruntuhan dan jauhnya umat
dari tuntunan Allah dan pelaksanaan syariat Allah, kekacauan dan dominasi musuh terhadap
umat-, ia mengenal benar keadaan ini, kadar beban yang akan dipikulnya, rintangan yang berada
di jalannya serta perwatakan musuh yang akan dihadapinya. Diantara halangan- halangan
tersebut:
9 Risalah: Ijtima Ru'asa al Manatiq (Pertemua Ketua-ketua Wilayah), hal. 249
23
a. Penyelewengan dan kejumudan;
Bentuk-bentuknya sebagai berikut:
1. Keterbatasan pemahaman masyarakat terhadap Islam serta ketidak tahuan mereka
terhadap dakwah Ikhwanul Muslimin.
2. Keterasingan Para ulama tradisional dan orang-orang selain mereka terhadap nilai-
nilai ajaran Islam, dan memenjarakan pemahaman keIslaman hanya sebatas ibadah
dan rutin spiritual sahaja serta beberapa akhlak dan budi pekerti.
3. Disibukkan dengan perkara-perkara yang furu’ (cabang) dalam Islam dan hal-hal
yang memecahkan persatuan umat, fikiran yang jumud dan berlembut di hadapan
kemodenan.
4. Keberadaan kelompok-kelompok dan pemikiran menyimpang dari pemahaman
Islam dan akidah yang sesungguhnya, yang menyerang nilai-nilai dasar Islam, dan
memberikan alternatif baru berupa konsep dan nilai-nilai dari luar masyarakat
muslim, yang kemudian mendapat sambutan dan sokongan dari dalam mahupun
dari luar kawasan.
5. Kepelbagaian kaedah dan gagasan para penyeru dakwah Islam, serta adanya
permusuhan dan kebencian di antara mereka.
b. Kemerosotan keadaan masyarakat dan lembaga-lembaga perbaikannya, seperti:
1. Hilangnya refleksi ibadah dari akhlak dan budi pekerti. Dimana kita menemui ramai
orang yang sangat menjaga dan memelihara ibadah solat lima waktu, puasa, dan solat
berjemaah di masjid serta ibadah-ibadah yang lain, namun rutin spiritual tersebut tidak
memberikan pengaruh yang ketara terhadap akhlak, dan budi pekerti mereka.
2. Melekatnya adat dan kebiasaan buruk yang diwarisi dari generasi ke generasi, yang
menyimpang dari dasar dan prinsip-prinsip ajaran Islam.
3. Hilangnya obsesi dan tujuan-tujuan nasionalisme serta kemerosotan semangat.
4. Leburnya keperibadian muslim di tengah masyarakat dan lemahnya aset-aset
kemanusiaan dari unsur-unsur yang mencetuskan kejayaan, berupa kesungguhan, keberanian,
kemajuan, cita-cita untuk mengalahkan egoisme, perpecahan, saling mencela, statik serta
lemahnya keperibadian yang baik dan produktif.
5. Tersebarnya kerosakan dan para perosak serta pencuri yang melahap harta rakyat
tanpa pengawasan dan perhitungan.
24
6. Kemerosotan peranan lembaga-lembaga kemasyarakatan, baik dalam bidang
pendidikan, ekonomi, hukum, media dan lain sebagainya, termasuk kemunduran keilmuan dan
peradaban sehingga membuat kita cenderung mengikuti (apa saja) tanpa mengenal kebebasan.
c. Rosaknya hukum dan lenyapnya iklim politik yang sihat
Gambarannya antara lain:
1. Lenyapnya kebebasan politik dan sirnanya perasaan dan aspirasi rakyat, serta
tersebarnya iklim diktatorisme politik di dalam pemerintahan.
2. Masyarakat terpedaya oleh para Dajjal dan penipu dari para panglima dan
pemimpin, dan memberikan kepercayaan mereka kepada para pemimpin tersebut,
lalu merekapun bertindak sewenang- wenangnya. Reaksi yang muncul dari
keterpedayaan ini adalah lahirnya rasa curiga dan kebencian masyarakat terhadap
para da’i.
3. Rosaknya Undang-undang, keterbatasan, kontradiksi dan tumpang-tindih satu sama
lain, serta tidak adanya penghormatan terhadap undang-undang.
4. Dominasi organisasi-organisasi perosak terhadap aset-aset kerajaan yang
bekerjasama dengan kekuatan tertentu dari luar, yang bekerja memanfaatkan
kekuatan-kekuatan ini untuk mengukuhkan kedudukannya di tengah rakyat, yang
kemudian menjadikannya sebagai alat dan usaha untuk melumpuhkan kebangkitan
Islam dan umat, serta mengalahkan kekuatan dan pengaruh apapun yang
membahayakan posisinya di kerusi pemerintahan.
5. Perpecahan dan perseteruan antara negara-negara Islam, dan konflik dalam negeri
setiap kawasan, serta masalah- masalah lainnya yang sengaja diciptakan oleh para
penjajah.
6. Hilangnya penerapan yang benar dan menyeluruh terhadap syariat Islam, serta
adanya usaha untuk menjauhkan nilai-nilainya dari kehidupan masyarakat dan
umat manusia.
d. Konspirasi dari dalam dan luar negeri terhadap dakwah Islam dan umat.
Bentuk-bentuknya antara lain;
1. Kewujudan para pendengki, penghasut, orang-orang yang bercita- cita tinggi
serta kaum munafik di dalam setiap segi kehidupan yang berupaya melumpuhkan
25
dakwah, menghulurkan tangannya untuk menyakiti serta melakukan pendekatan
dan bekerjasama dengan para penguasa.
2. Kekuatan atheisme dan konspirasi terhadap Islam yang berasal dari kelompok-
kelompok tertentu di masyarakat yang berupaya melakukan penghancuran dan
menjauhkan masyarakat dari nilai-nilai keIslaman.
3. Konspirasi luar yang berasal dari pelbagai kekuatan penjajah asing terhadap Islam
dan kaum muslimin, bagi mewujudkan cita- cita dan keinginan mereka
mendapatkan keuntungan dari negara-negara Islam di dunia. Pendirian negara
Israel di jantung negara Arab merupakan sebahagian dari rantai konspirasi
tersebut.
4. Situasi masyarakat bahkan telah sampai pada tahap hilangnya pusat dan unsur-
unsur pembangun masyarakat dan umat serta lenyapnya kepemimpinan yang
hakiki terhadap agama Allah di muka bumi. Hal ini menjadikan kerosakannya
semakin kritikal dan tidak mungkin diperbaiki secara sebahagiannya saja.
Perubahan dan perbaikan harus dilakukan secara menyeluruh dan melakukan
langkah-langkah bertahap sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah Saw.
Siapa saja yang meneliti perseteruan antara umat Islam dan musuh-musuhnya yang
berasal dari luar, maka akan menyangka bahawa perseteruan yang terjadi berjalan tidak
seimbang. Jika melihat kemajuan pembangunan fizikal yang dimiliki musuh-musuh Islam
terhadap kaum muslimin:
Terdapat kesempatan besar untuk menguasai sebab-sebab kekuatan ketenteraan
antara kaum muslimin dan musuh-musuhnya.
Di pentas politik, kewujudan politik yang menghimpun kaum muslimin –di seluruh
hamparan muka bumi- ternyata tidak memiliki kebebasan dan kekuatan untuk
menetapkan keputusan sendiri.
Di bidang ekonomi, walaupun umat Islam telah menikmati kekayaan alam negerinya
yang melimpah ruah, namun sesungguhnya mereka tidak memiliki autonomi dalam
ekonomi dan sebenarnya mereka tidak menguasai dan memiliki kekayaan negerinya
dengan kepemilikan yang sebenar- benarnya. Sebenarnya kita sedang didera oleh
ekonomi yang tidak autonomi.
26
Di bidang keilmuan (konsep) dan praktikal, sesungguhnya untuk melihat jarak besar
antara kita (umat Islam) dengan musuh-musuh agama ini bukanlah sesuatu yang sukar.
Walaupun demikian, potensi dan kekuatan umat Islam tetap diperhitungkan, musuh-
musuh Islam bahkan menganggap Islam sebagai musuh pertama yang ditakuti, kerana mereka
mengetahui benar bahwa mereka belum menemui pertempuran dan perseteruan yang sebenar-
benarnya sampai sekarang dan belum mampu melumpuhkannya. Kerana itu mereka akan terus
menggempur umat Islam hingga dapat menaklukkannya.
Dalam kadar tertentu, musuh-musuh Islam telah mampu menyingkirkan refleksi
keIslaman individu dan masyarakat muslim, namun ia kerap berhadapan dengan rintangan jika
wujudnya seorang muslim yang benar-benar memegang komitmen keIslaman di waktu yang
lain, dengan hanya mendapatkan kesempatan.
Musuh-musuh Islam benar-benar mengetahui bahawa setiap muslim masih berpotensi
dan berpeluang membawa Islam secara sempurna pada suatu hari.
Oleh kerana itu, tempat pertempuran sebenaryang dijadikan musuh sebagai medan
melakukan gempuran terhadap Islam adalah medan kewujudan muslim, baik secara individu,
keluarga dan masyarakat, dengan akhlak dan kebiasaan-kebiasaannya.
Sesungguhnya musuh senantiasa berupaya melakukan kerosakan terhadap kewujudan
muslim dan melenyapkan dari dirinya sendi-sendi rukun Islam dan menggantikannya dengan
nilai-nilai yang lain. Namun ketika mereka merasakan kegagalan dalam usahanya mengeluarkan
muslim dari agamanya, maka kemudian mereka membuat lubang pada wadah (keperibadian
muslim) agar tidak dapat digunakan untuk memelihara nilai-nilai keIslaman dan tidak mampu
bergerak ke masa depan. Musuh-musuh Islam tidak puas hanya dengan ruang peradaban di
bidang ketenteraan, politik, kelimuan, ekonomi dan lain-lain, namun mereka juga memasukkan
rasa takut ke dalam jiwa umat Islam. Dengan demikian, maka pertempuran yang sesungguhnya
adalah terhadap: Pembentukan individu dan masyarakat muslim.
27
Sesungguhnya medan pertempuran antara kita dengan mereka adalah perwatakan, ciri
khas, pembinaan dan pembentukan (sibghah) Islami.
Imam Syahid menjelaskan tentang keadaan umat dan masyarakat, “Dari sini tampaklah
refleksi keIslaman yang kuat, yang penuh, cemerlang dan deras di pelbagai segmen kehidupan
Mesir. Nama-nama yang digunakan menggunakan bahasa Arab, bahasanya Arab, masjid-masjid
yang besar ini disebutkan di dalamnya nama Allah, darinya terdengar seruan kebenaran setiap
pagi dan petang, kita memiliki perasaan yang tidak bergetar seperti getarnya terhadap Islam
dan apa yang berhubungan dengan Islam, seluruhnya merupakan kebenaran.”
Namun ketamadunan Barat telah menggempur kita dengan gempuran yang kuat dan
luar biasa melalui ilmu pengetahuan, harta, politik, kemewahan dan kesenangan, permainan
dan pelbagai kenikmatan yang melenakan, yang tak pernah kita kenal sebelumnya, sehingga kita
kagum dan tunduk di hadapannya. Gempuran ini telah memberikan pengaruh yang sangat
besar, dan merobohkan naungan pemikiran Islam tentang kehidupan sosial masyarakat Mesir
dalam pelbagai bidang, yang akhirnya membuatkan kita berusaha mengubah keadaan kita dan
mencelupnya dengan celupan Eropah. Kita kemudian memenjarakan kekuasaan Islam di dalam
hati dan tempat-tempat ibadah, dan memisahkannya dari urusan-urusan kehidupan duniawi,
serta menjauhkannya satu sama lain dengan jarak yang sangat jauh. Dengan begitu, kita hidup
dengan kehidupan yang bergoncang dan saling berselisihan.
Kehidupan Barat dengan segala gemerlap dan fitnahnya serta dengan segala tampilan
kekuatan fizikal berupaya menguasai dan mendominasi di seluruh sudut kehidupan kita..”10
Imam Syahid menggambarkan penyakit yang semakin kritikal dalam tubuh umat, beliau
mengatakan, “Lemahnya akhlak dan kehilangan teladan tertinggi, merebaknya budaya
mementingkan diri sendiri berbanding kepentingan umum, tidak berani menghadapi kebenaran
dan lari ketika menjalani terapi penyembuhan, serta perpecahan –semoga Allah
memusnahkannya-. Inilah sebenarnya penyakit umat.”11
10 Risalah: Dakwatuna fi Thaur Jadid (Dakwah kami di zaman baru) , Hal. 23811 Risalah: Al Mu’tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal. 152
28
Sesungguhnya permusuhan Barat dan Zionis terhadap dunia Islam –atau dengan projek
kebangkitan Islam-, tidak hanya matlamat ekonomi atau perdagangan –walaupun ini
merupakan bagian dari matlamat mereka- target utama mereka adalah perlawanan
terhadap nilai-nilai keIslaman yang lengkap dan peradabannya yang sempurna.
Moro Berger mengatakan di dalam bukunya ‘Quwaa al Syar al Mutahâlifah’, “Rasa takut
terhadap Arab dan perhatian kami terhadap bangsa Arab bukan kerana minyak dan gas yang
dimiliki Arab, namun disebabkan Islam. Untuk itu Islam harus diperangi; Untuk dihancurkan
tanpa persatuan bangsa Arab yang merupakan kunci kekuatan Arab, kerana kekuatan Arab
bertaut erat dengan kekuatan Islam, keperkasaan dan penyebarannya.”12
Namun bahaya luar ini tidak berbentuk titik yang sangat berbahaya atau ancaman yang
luarbiasa terhadap Islam. Asas utamanya adalah sebesar mana kekuatan kita berpegang teguh
terhadap manhaj dan tujuan-tujuan Islam, sekuat mana kekuatan barisan kita serta ketegaran di
atas visi dan misinya.
Maka jangan jadikan ancaman musuh dari luar ini sebagai lilin untuk menutupi
kesalahan dan kekurangan kita, atau sebagai alasan ketika kita gagal melaksanakan tugas,
dengan tetap meyakini adanya musuh dan peranan mereka. Sesungguhnya dakwah yang kita
serukan adalah dakwah rabbani yang mempunyai sumber dan mendapat pertolongan dari Allah
Sang Pemilik semesta, yang diatur oleh keseimbangan dan sunnah Allah di dalam perubahan dan
penempatan. Untuk itu, kita harus mengambil jalan pertengahan, iaitu tidak berlebihan
menghadapi pengaruh dan marabahaya ancaman musuh dari luar ini, dan tidak pula
meremehkan permasalahannya.
Musuh-musuh Islam berkerjasama bersama orang-orang bodoh dan mereka yang
tertipu dari kaum muslimin, seperti alat dan para hakim yang menjual akhirat mereka dengan
dunia, untuk melenyapkan jati diri dan identiti muslim dan penghancuran terhadap proses
pembentukan peribadi-peribadi muslim. Dan mereka menggunakan segala macam cara dan
kemudahan, baik secara teori mahupun praktikal untuk mewujudkan kebatilan mereka dengan
melalui media, pendidikan, krisis ekonomi dan sosial.
12 Dikutip dari Akhbar Afaq Arabiyyah, yang terbit pada 30 Juni 2005 M, hal. 16
29
Mereka juga menggunakan kaki tangannya dari beberapa kawasan dan daerah untuk
memerangi kita. Kaki tangan mereka ini tiada lain adalah tali-tali yang mereka miliki yang
dikhayalkan di hadapan kita seolah-olah benda hidup.. adapun tangan-tangan keji yang
digunakan musuh untuk melawan kita yang merupakan perpanjangan dari kekuatan mereka,
telah sampai pada tahap menjual akhirat secara fizikal dengan dunia, iaitu dunia orang-orang
bodoh dan para pemimpin.
Untuk itu, maka pandangan yang kami miliki sangat jelas ketika kami bertekad untuk
melakukan jihad dan perjuangan di medan pertempuran yang sebenarnya, medan tarbiyah,
pembentukan diri dan pemeliharaan identiti muslim.
Tentang Kewajipan Dakwah
Walaupun kita dikepung oleh usaha- usaha penyempitan gerakan atau semakin
besarnya jarak antara cita-cita dan realiti yang kita hadapi, tidak seharusnya kita lemah dan
putus asa, atau menjadikan hal ini sebagai alasan untuk meninggalkan dakwah. Tentang
kewajiban dakwah dan dengan hasil apapun, Imam Syahid mengatakan:
1. Sesungguhnya dakwah adalah sebuah kewajipan yang berada di bahu kita. Jika kita
mendapatkan kemenangan sebagaimana yang kita harapkan untuk umat berupa
kebaikan dan hidayah maka itulah yang kita peroleh, dan hal itu berkat kekuatan dan
pertolongan Allah.
2. Jika tidak, maka cukuplah bagi kita menjadi jambatan yang akan menghubungkan
dakwah dan petunjuk ini kepada mereka yang memiliki kekuatan yang lebih besar
untuk melakukan misi dakwah ini. Atau dengan ungkapan yang lain, cukuplah bagi kita
menjadi rantai antara penyeru dakwah yang telah mendahului kita dengan generasi
yang akan datang berikutnya.
3. Jika hal itupun tidak mampu kita lakukan, maka cukuplah bagi kita meminta maaf
kepada Allah, lalu menunaikan amanah dan melakukan apa yang menjadi kewajipan.
Renungkanglah firman Allah dalam Al Quran:
Ertinya:
30
“Mereka menjawab: "Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu,
dan supaya mereka bertakwa.” (Q.S Al A’raf: 164)
Demikianlah tiga tingkatan yang menjadi tujuan dakwah, yang tertinggi adalah yang
pertama; untuk menjelaskan kepada kita tentang kewajipan dakwah yang tak mungkin
ditinggalkan kecuali memenuhinya, dan tidak menerima alasan ataupun belas kasihan.13
Imam Syahid juga mengatakan kepada Ikhwan, “Ingatlah nikmat Allah yang telah
diberikan-Nya kepada kalian, persiapkanlah diri kalian, persiapkan dakwah, dan sampaikan
berita gembira, sesungguhnya masa depan adalah milik kalian, dan sesungguhnya Allah selalu
bersama kalian, dan Dia tak akan meninggalkan usaha kalian.”14
Beliau berkata, “Sesungguhnya seorang da’I bekerja untuk menunaikan kewajipannya
merupakan hal yang pertama, yang kedua adalah untuk mendapatkan pahala di akhirat, dan
yang ketiga untuk memberikan sumbangan. Seorang da’i, jika dia melakukan dakwah maka dia
telah menunaikan kewajipannya dan akan mendapat pahala dari Allah, dan tidak ada keraguan
dalam hal itu jika syarat-syaratnya telah dipenuhi. Sementara untuk manfaat, maka urusannya
kembali kepada Allah. Suatu waktu kesempatan datang dan tak diperhitungkan yang membuat
pekerjaannya membuahkan hasil yang lebih berkat, berbeza jika dia memilih berhenti
meninggalkan pekerjaan, maka dia akan menerima dosa atas kelalaian tersebut dan dia
kehilangan kesempatan mendapatkan pahala jihad dan tentu tidak dapat memberikan
sumbangan.”15
Beliau juga berkata, “Telah tiba waktunya, dimana seorang muslim harus mengetahui
tujuannya, dan menentukan targetnya, dan hendaknya dia berupaya untuk mewujudkan target-
targetnya tersebut hingga dia sampai kepada tujuan yang diinginkan. Adapun mereka yang
dilanda kelalaian dan kebingungan, permainan dan gurauan, hati-hati yang lengah, maka
bukanlah termasuk jalan orang-orang mukmin.”16
13 Dari Makalah: Al Dakwah Ila Allah, Imam Syahid, Majalah Dakwah, Vol.82 Februari 1999. Dikutip dari buku, Al Imam Syahid Hasan Al Banna, karya Fuad Al Hajarsi. 14 Risalah Ijtima Ru'asa al Manatiq (Pertemuan Ketua-ketua Wilayah), hal. 24615 Risalah: Ila Ayyi Syai'in Nad'unnas (Kepada Apa Kita Menyeru Manusia), hal.5416 Risalah: Da'watuna (Dakwah kami), hal.15
31
Ketiga: Halangan dan Faktor-Faktor Kejayaan
Halangan dan rintangan yang dihadapi dakwah:
Realiti di lapangan dakwah, karakteristik setiap fasa, dan hakikat perselisihan –
sebagaimana yang kita sebutkan sebelumnya- merupakan halangan terbesar yang akan kita
hadapi.
Pada fasa ini, dakwah menghadapi pelbagai rintangan di setiap tahap, baik dalam proses
pembentukan individu mahupun masyarakat muslim. Rintangan-rintangan tersebut tergambar
dalam tiga usaha berikut17:
1. Usaha- usaha memasukkan projek Barat dan Zionis untuk mewujudkan kebiasaan dan
menguasai aset-aset umat, serta melakukan projek-projek perubahan secara
keseluruhan dalam bidang ekonomi, politik dan sosial kemasyarakatan.
2. Sejumlah usaha untuk melemahkan peranan kepemimpinan gerakan Islam
antarabangsa.
3. Usaha untuk menyingkirkan kita dari penyebaran pengaruh dalam masyarakat serta
menghapuskan peranan umat Islam dari seluruh sektor awam di kawasan masing-
masing.
Penyingkiran ini sama seperti sebagaimana yang dikatakan oleh Waraqah bin Naufal
ketika peristiwa turunnya wahyu kepada Rasulullah Saw. Waraqah berkata kepada Rasulullah
Saw.,”Dia adalah malaikat yang turun kepada Nabi Musa, duhai seandainya aku dapat bersama
mendampingimu ketika engkau diusir oleh kaummu.” Nabi Muhammad Saw. berkata, “Apakah
mereka akan mengeluarkannya? Warawah menjawab, “Tiada seorangpun yang membawa
risalah sepertimana yang engkau bawa, melainkan akan diusir oleh kaumnya.”18
Imam Syahid menjelaskan halangan dan rintangan yang akan dihadapi oleh para da’i,
Rintangan yang ada di jalan dakwah kita: “Aku ingin berterus terang kepada kalian,
bahawasanya dakwah yang kalian serukan masih sangat asing di kebanyakan masyarakat. Dan
pada hari di mana mereka mengetahui dan mengenal tujuan, serta target-target dakwah, maka
17 Risalah: Wudhuh Ru'yah , Musthafa Masyhur, Hal.19, 20 (rangkuman)18 Dikutip dari sirah nabawiyah, karya Ibnu Hisyam
32
kalian akan menerima dendam dan permusuhan. Kalian akan menemui di hadapan kalian
pelbagai beban berat, kalian akan berhadapan dengan bermacam halangan, maka pada saat
itulah sebenarnya kalian telah menempuh perjalanan para da’i.”
“Kalian masih belum dikenali, dan kalian masih mudah menyerukan dakwah, dan kalian
akan bersiap-siap memenuhi tuntutan dakwah untuk berjihad dan berjuang.”
“Kebodohan penduduk negeri terhadap hakikat Islam akan menjadi halangan di
hadapan dakwah yang kalian serukan..
Dan kalian akan menemui bagaimana para ulama dan orang-orang yang tampak
berkomitmen tinggi memegang nilai-nilai Islam masih berasa asing dan takjub terhadap
pemahaman Islam yang kalian bawa dan mereka akan mengingkari jihad kalian..
Para pemimpin, pembesar negeri dan para pemilik kekuasaan akan mendengki kalian..
Seluruh pemerintah akan berdiri di hadapan kalian dengan sikap yang sama.. dan setiap
pemerintah tersebut akan berupaya melumpuhkan kegiatan kalian dan akan meletakkan
rintangan di jalan kalian..
Orang-orang tersebut akan berupaya menutup setiap peluang kebangkitan kalian dan
mematikan cahaya dakwah kalian..
Untuk melakukan hal itu mereka memanfaatkan pemerintahan yang lemah, akhlak yang
semakin runtuh, dan tangan-tangan yang terjulur kepada mereka dengan permintaan, serta
kepada kalian dengan penganiyaan dan permusuhan..
Orang-orang akan menunjukkan jarinya kepada kalian di sekitar dakwah yang kalian
bawa dengan debu-debu syubhat dan tuduhan-tuduhan yang keji..
33
Mereka akan berupaya mencari celah-celah kekurangan, dan menunjukkannya kepada
manusia dalam bentuk yang sangat buruk, dengan menggunakan kekuatan yang mereka miliki
serta harta dan kekayaan yang mereka miliki..
Ertinya:
“Mereka berkemahuan memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-
ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahayanya, walaupun
orang-orang yang kafir tidak menyukai.” (Q.S Al Taubah:32)
Maka kalian akan masuk ke wilayah fitnah dan ujian, kalian akan ditangkap dan
dijerumuskan ke dalam penjara, kalian akan dibuang negeri dan terusir, kalian akan
mendapatkan kesukaran dan kehilangan pekerjaan, dan rumah-rumah kalian akan digeledah..
Masa ujian yang menimpa kalian ini kadang- kala akan berjalan cukup lama, firman
Allah:
Ertinya:
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami Telah
beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? (Q.S AL Ankabut:2)
Akan tetapi setelah ujian dan fitnah itu, Allah menjanjikan kepada kalian kemenangan
untuk para pejuang serta ganjaran yang berlipat ganda untuk mereka yang berbuat kebaikan..
Apakah kalian tetap bertahan untuk menjadi para penolong agama Allah?” 19
Yang mulia, Imam Syahid Hasan Al Banna menjelaskan bahawa jalan dakwah adalah
jalan panjang yang dipenuhi perjuangan dan pengorbanan, kesabaran dan ketegaran. Walaupun
demikian, jalan ini merupakan jalan yang satu-satunya dan tidak ada jalan lain:
19 Risalah: Baina l-Amsi wal Yaum (Antara Kemaren dan Hari ini), hal. 109
34
“Jalan dakwah ini adalah jalan panjang, namun tidak ada jalan lain yang menjadi
pilihan..”
Siapa saja yang ingin cepat menikmati buah sebelum masanya, atau ingin memetik
kembang sebelum waktunya, maka aku tidak menjadi sebahagian darinya dan sebaiknya dia
keluar dari dakwah ini dan memilih jalan dakwah yang lain.” 20
Bekal Kita Menghadapi rintangan:
Ikhwanul Muslimin menghadapi rintangan-rintangan ini dengan perspektif yang
menyeluruh dan kaedah yang komprehensif untuk perbaikan, menjaga keseimbangan di
seluruh fasa-fasanya, dan tidak akan meremehkan langkah-langkah dan fasa-fasa
tersebut, ia akan menempuh kaedah membangunkan bukan menghancurkan, serta
melakukan hubungan dan kerjasama dengan orang-orang ikhlas yang lain untuk
menciptakan kemaslahatan dakwah dan mendorong perpaduan kalimat dan persatuan
barisan masyarakat.
Imam Syahid telah menegaskan bahawa asas dasar dakwah dalam menghadapi
rintangan, yang akan melindunginya dari serangan musuh-musuh, dan yang akan
menjadi sandaran dalam mewujudkan tujuan-tujuan dakwah, diantaranya adalah
keimanan yang mendalam, pembinaan yang teliti, dan tugas yang berkesinambungan,
dengan menguatkan komitmen terhadap rukun-rukun baiat pada setiap individu dalam
barisan dakwah, senantiasa berbaik sangka kepada Allah, keyakinan dan harapan
terhadap pertolongan Allah Swt. untuk kemenangan dakwah.
Kaedah Ikhwanul Muslimin dalam menciptakan perbaikan dalam masyarakat adalah
memusatkan perhatiannya terhadap kesedaran setiap individu, pembinaan dan
menghidupkan umat dan memaksimumkan potensi-potensi yang dimilikinya.
Titik tolak untuk mewujudkan hal ini adalah, keimanan kepada Allah, ikatan dengan
kitab-Nya yang mulia, dan dengan melakukan tarbiyah yang tepat dan benar, sehingga
akan terwujudlah kesatuan barisan dan manhaj.
20 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal. 127
35
Imam Syahid berkata, “Jika ada seorang muslim yang benar, maka padanya terdapat
punca- punca kejayaan.”
Beliau berkata, “Tidak ada bekal apapun yang dimiliki umat dalam perjalanan berbahaya ini
kecuali jiwa seorang mukmin, azam yang kuat dan benar, kedermawanan untuk melakukan
pengorbanan, serta tetap maju walaupun di saat-saat lemah. Namun jika menggunakan selain
itu, maka dia akan kalah dalam urusannya, dan kegagalan akan menyertai generasinya.”21
Imam Syahid menunjukkan beberapa sudut penting yang menjadi langkah kejayaan di
hadapan tentangan-tentangan ini:
1. Segala puji bagi Allah, sesungguhnya kami bebas dari cita- cita peribadi, dan jauh dari
egoisme, kami tidak menginginkan apapun selain keredaan Allah dan kebaikan untuk
manusia, dan kami tidak bekerja kecuali untuk mendapatkan reda Allah Swt.
2. Kekuatan keyakinan dan cita-cita. Sesungguhnya kami menunggu-nunggu pertolongan
dari Allah dan kemenangan dari-Nya. Barangsiapa yang dimenangkan oleh Allah, maka
tidak ada yang mampu mengalahkannya.
3. Kekuatan dakwah kita, dan perlunya manusia terhadapnya, kemurnian tujuan kita dan
pertolongan dari Allah. Hal ini merupakan langkah kejayaan yang tak mampu dihalangi
oleh akibat dan rintangan.
4. Berimanlah kepada Allah dan banggalah dengan pengetahuan tentang-Nya serta
bersandarlah kepada-Nya, maka janganlah engkau takut pada selain Allah dan merasa
gentar pada selain-Nya. Tunaikanlah kewajipan dan jauhi larangan-larangannya.
5. Hiasi diri dengan sifat-sifat mulia dan sopan santun serta berpegang teguhlah dengan
ketinggian akhlak. Jadilah orang-orang yang kuat dengan budi pekerti mereka, dan
bangga terhadap apa yang telah diberikan Allah kepadanya berupa keperkasaan dan
kemuliaan orang-orang yang bertakwa.
6. Bacalah Al Quran dan tadaburi makna-maknanya, serta ingatlah selalu sirah perjalanan
Rasulullah Saw.
7. Jadilah orang-orang yang bekerja dan bukan orang-orang yang banyak berdebat.
Sesungguhnya jika Allah menginginkan kebaikan untuk suatu kaum maka Dia akan
memberikan mereka anugerah amalan (kesempatan untuk melakukan), namun jika
21 Risalah: Hal Nahnu Qoumun 'Amaliyun (Apakah Kita Para Aktivis)?, hal. 69
36
ada suatu kaum yang tersesat setelah mereka mendapatkan petunjuk, maka tiada lain
kerana mereka banyak berdebat.
8. Berilah hadiah sesama kalian dan peliharalah ikatan di antara kalian, kerana itu
merupakan rahsia kekuatan dan kejayaan kalian.
9. Tetaplah tegar hingga Allah memberikan kemenangan antara kalian dengan kaum, dan
sesungguhnya Dia adalah sebaik-baik pemberi kemenangan.
10. Dengar dan taatlah kepada pemimpin kalian dalam waktu senang dan sukar, dalam hal
yang disukai mahupun yang tidak disukai, kerana hal itu adalah simbol fikrah kalian
dan menjadi usaha penghubung antara kalian.
11. Nantikan pertolongan dan kemenangan dari Allah, sesungguhnya kesempatan
tersebut akan datang tanpa ada keraguan.22
Imam Syahid berkata, “Kami telah mempersiapkan diri untuk itu, keimanan yang tak
tergoncang, amal yang tak berhenti, keyakinan kepada Allah yang tak lemah, serta jiwa-jiwa
yang bergembira pada hari pertemuannya dengan Allah sebagai syahid di jalan-Nya.”23
Beliau berkata, “Sesungguhnya dakwah kalian ini tidak akan mencapai kemenangan
kecuali dengan jihad, pengorbanan, usaha, pengorbanan jiwa dan harta, maka berikanlah jiwa-
jiwa kalian, serahkan roh-roh kalian, dan berjihadlah di jalan Allah dengan jihad yang sebenar-
benarnya.”24
Beliau berkata, “..dan jihad adalah menjadi sebahagian dari persiapan kami..”25
Imam Syahid juga mengatakan, “Saya telah dan masih selalu mengatakan hal ini kepada
Ikhwan dalam setiap kesempatan bahawa sesungguhnya kalian tidak akan dikalahkan
selamanya dengan sedikitnya jumlah kalian, tidak pula kerana lemahnya kelengkapan yang
kalian miliki, dan tidak pula dengan besarnya jumlah musuh kalian, dan bukan pula kerana
konspirasi musuh terhadap kalian, walaupun seluruh penduduk bumi bersatu, sesungguhnya
mereka tidak akan dapat melumpuhkan kalian, kecuali sesuatu yang telah ditetapkan Allah.
22 Risalah: Baina l-Amsi wal Yaum (Antara Semalam dan Hari ini), hal. 109-11123 Risalah: Ila al Syabab (Kepada Para Pemuda), hal. 17924 Risalah: Al Ikhwan tahta rayatil Quran (Ikhwan di bawah naungan panji Al Quran), hal. 19425 Ibid
37
Namun kalian akan dikalahkan dengan kekalahan yang sangat dahsyat dan kalian akan
kehilangan semua kemudahan untuk mewujudkan kemenangan dengan sebab,
“Jika kalian merosakkan hati kalian, dan Allah tidak memperbaiki urusan kalian, atau
jika kalian tercerai- berai dan pendapat kalian berbeza.”
Namun jika kalian berpadu dalam satu hati menuju Allah Swt. dan dalam ketaatan
kepada-Nya, serta berjalan di atas jalan keredaan-Nya, Allah firman:
Ertinya:
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal
kamulah orang-orang yang paling Tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.”
(Q.S Ali Imran: 135)
Ertinya:
“Sesungguhnya orang-orang kafir dan (yang) menghalangi manusia dari jalan Allah
Kemudian mereka mati dalam keadaan kafir, Maka sekali-kali Allah tidak akan memberi ampun
kepada mereka.” (Q.S Muhammad: 35)
Kita menghadapi keadaan, peristiwa dan perubahan-perubahan ini dengan: “Kemahuan
yang kuat yang tak tersentuh oleh kelemahan, kesetiaan yang kuat yang tak dikotori oleh
kepura-puraan dan pengkhianatan, pengorbanan besar yang tak dihalangi oleh ketamakan dan
kebakhilan, dengan pengetahuan terhadap dasar perjuangan, keyakinan dan penghormatan
terhadap dasar tersebut yang akan menjaga dari kesalahan dan penyelewengan, atau tertipu
dengan yang lain.”26
26 Risalah: Ila Ayyi Syai'in Nad'unnas (Kepada Apa Kita Menyeru Manusia), hal. 45
38
Begitupula halnya terhadap permasalahan bangsa dan usaha untuk mendapatkan
kemerdekaan serta membebaskan diri dari penjajahan dan mampu mendapatkan kebebasan
rakyat dan hak-hak mereka. Imam Syahid berkata, “Diperlukan sebuah perjuangan yang
panjang, pahit, berat dan berkesinambungan, dan hal ini tak mungkin dilakukan kecuali dengan
persatuan, ukhuwah yang menyeluruh, perasaan yang mengumpulkan hati-hati kita, perjuangan
dengan perjuangan, begitupula istiqamah terhadap manhaj kebenaran, arah yang benar
menuju petunjuk kebaikan. Pada hari dimana hal ini dapat dipenuhi maka tidak akan ada
satupun rintangan di hadapan kita, dan –dengan izin Allah- kita harus mendapatkan hak-hak
kita dalam waktu yang singkat. Keimanan dan cinta menyatu menjadi satu kesatuan yang
hakiki, dan itu adalah sesuatu yang sangat kita perlukan sekarang, adakah mungkin ada jalan
untuk mewujudkannya..”
Imam Syahid juga berkata, “Sesungguhnya medan kata-kata bukanlah medan khayalan,
dan medan amal bukanlah medan kata-kata, dan medan jihad bukanlah medan amal, dan
medan jihad yang sebenar bukanlah medan jihad yang keliru.”27
“Kendalikan gejolak perasaan dengan pertimbangan- pertimbangan akal..”
“Jangan melanggar ketentuan alam, kerana hal itu adalah sebuah kekalahan, namun
tundukkanlah, gunakan, alihkan arusnya, dan mintalah pertolongan sebahagiannya dengan
sebahagian yang lain.”
“Dan nantikanlah saat kemenangan, sesungguhnya waktu kemenangan sudah semakin
dekat..”28
Beliau juga menjelaskan, “Sesungguhnya Ikhwanul Muslimin tidak bakhil terhadap
dakwah yang mereka pikul, walau dengan makanan putera-puteri mereka, cucuran darah dan
harga kepentingan mereka, serta yang melimpah dari perbelanjaan mereka ..”
27 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal. 12828 Ibid, hal. 186
39
Sesungguhnya sejak hari mereka memikul beban dakwah ini mereka mengetahui
sungguh bahawa dakwah tersebut paling tidak akan mengorbankan darah dan harta. Oleh
kerana itu mereka mengorbankan semua yang miliki untuk Allah, dan mereka memahami
sungguh makna firman Allah dalam Al Quran:
Ertinya:
“Sesungguhnya Allah Telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka
dengan memberikan surga untuk mereka. mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka
membunuh atau terbunuh. (Itu Telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil
dan Al Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka
bergembiralah dengan jual beli yang Telah kamu lakukan itu, dan Itulah kemenangan yang
besar.” (Q.S Al Taubah: 111)
Mereka menerima jual beli tersebut dan memberikan dagangannya dengan penuh
kerelaan jiwa, dan meyakini bahawa sesungguhnya seluruh keutamaan hanya milik Allah.”
Mereka mencukupkan diri dengan yang mereka miliki atas apa yang dimiliki orang lain,
kemudian Allah menganugerahkan kepada mereka berkat bagi yang sedikit, dan kemudian
menghasilkan hasil yang banyak.”29
Beliau berkata pada kesukaran- kesukaran yang kita hadapi: “Wahai Ikhwan, sikap yang
sebetulnya di hadapan rintang-rintangan ini adalah kita harus ingat bahawasanya kita
berdakwah dengan dakwah Allah, dan ia adalah sebaik-sebaiknya dakwah, Kita menyerukan
fikrah Islam, dan ia merupakan sebaik-sebaik fikrah, dan kita memberikan kepada manusia
syariat Al Quran dan ia merupakan syariat yang paling adil:
29 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal. 187
40
Ertinya:
“Sibghah Allah. Dan siapakah yang lebih baik sibghahnya dari pada Allah? dan Hanya
kepada-Nya-lah kami menyembah.” (Q.S Al Baqarah:138)
Seluruh alam sangat memerlukan dakwah ini, dan seluruh yang ada di dalamnya
memudahkan dan mempersiapkan jalannya.”30
Faktor-faktor Kejayaan Dakwah:
Imam Syahid menyampaikan tentang langkah- langkah kejayaan dakwah dan tiang- tiang
penyokong dakwah yang benar yang tidak akan berjaya tanpa tiang- tiang tersebut. Beliau
menyebutkan kewajipan-kewajipan di jalan dakwah, persenjataan dan perbekalan yang harus
disiapkan, ditambah dengan apa yang telah beliau sebutkan di dalam karakteristik dakwah, dan
itu merupakan manhaj yang mendidik, yang kita yakini dan yang akan membimbing kita menuju
kejayaan dan kemenangan dengan izin Allah. Imam Syahid mengarahkan Ikhwan kepada rukun-
rukun ini, memahami serta menjaganya, dan meminta mereka untuk:
a. Menjaga rukun-rukun tersebut dengan tidak menguranginya
b. Bahawa rukun-rukun tersebut tidak berhenti pada satu fasa, namun ia tetap
berkesinambungan dan tumbuh bersama mereka, serta bertambah
kekuatan dan pengaruhnya.
c. Terbinanya diri di setiap fasa pembinaan, hingga benar-benar kuat dan
tegar, diuji dan dipilih hingga menambah keteguhan mereka.
d. Hendaknya rukun-rukun tersebut memberikan pengaruh yang kuat di jiwa-
jiwa mereka serta pengaruh-pengaruh praktikal dan spiritual.
e. Bersikap tawadhu dan menghindarkan diri dari sikap sombong dan ujub,
serta mengembalikan seluruh keutamaan dan anugerah hanya kepada Allah
dalam setiap urusan dan kejayaan, dan hal ini tidak bertentangan dengan
sikap bangga terhadap rukun-rukun tersebut dan senantiasa mengingatnya.
30 Risalah: Baina l-Amsi wal Yaum (Antara Kemaren dan Hari ini), hal.109
41
Imam Syahid mengingatkan tentang tiang- tiang penyokong tersebut dengan
mengatakan, “Ingatlah hal ini baik-baik wahai Ikhwan, bukan untuk kesombongan dan bukan
pula untuk berbangga diri, akan tetapi agar kalian mengetahui bahawa sesungguhnya Allah telah
menuliskan kepada dakwah kalian keimanan dan keikhlasan, pemahaman, perpaduan,
pertolongan dan pengorbanan, dan ini tidak Dia tuliskan pada dakwah-dakwah lain yang diuar-
uarkan di pasar-pasar, yang memiliki semboyan yang tinggi dan memiliki penampilan yang
mewah..
Sifat-sifat tersebut merupakan tiang- tiang penyokong dakwah yang sebenar- benarnya,
oleh kerana itu berusahalah menjaganya secara optimum, dan hendaklah kalian selalu
menambah kekuatan dan keteguhannya di dalam jiwa-jiwa kalian, serta ingatlah bahawa kalian
tidak memiliki keutamaan dan anugerah apapun dalam hal itu:
Ertinya:
“Mereka merasa Telah memberi nikmat kepadamu dengan keIslaman mereka.
Katakanlah: "Janganlah kamu merasa Telah memberi nikmat kepadaku dengan keIslamanmu,
Sebenarnya Allah, dialah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjukkan kamu
kepada keimanan jika kamu adalah orang-orang yang benar." (Q.S Al Hujurat: 17)31
Kita dapat menyimpulkan usaha dan tiang- tiang dasar tersebut di atas dengan beberapa
isi berikut:
1. Keikhlasan dan penyucian diri (tajarud) hanya untuk Allah
2. Membina kekuatan iman dan kebesaran jiwa
3. Kefahaman yang benar dan menyeluruh, serta jelasnya pandangan dan tujuan.
4. Pembangunan dan pembinaan individu yang baik
5. Kekuatan ikatan dan pengorganisasian serta ketahanan bangunan internal.
6. Amal yang berkesinambungan, jihad yang terus menerus, pengorbanan dan
kesabaran.
31 Risalah: Mu'tamar Sadis (Muktamar ke VI), hal. 204
42
7. Pemahaman yang nyata terhadap sunah-sunah Allah dalam proses kemenangan di
muka bumi, hukum-hukum perubahan, aturan-aturan semesta serta pemanfaatan
yang baik terhadap sunah-sunah tersebut.
Keempat, Keistimewaan dan ciri khas dakwah
Dakwah Kami adalah Islam yang kukuh
Dakwah Ikhwanul Muslimin adalah dakwah Islamiyah yang berkesinambungan dalam
segala sesuatu, baik syiarnya, prinsip-prinsipnya, manhaj dan tujuan-tujuannya, ia tidak
menerima alternatif lain selain Islam. Konsep dan muatan dakwah yang digunakan merupakan
refleksi dari pemahaman Islam yang benar dan menyeluruh, “Ia tidak dinodai oleh warna lain
selain Islam.”32
Sebagai dakwah yang universal, ia tentu tidak hanya menjadi seruan-seruan politik yang
mengambil berat urusan-urusan keadilan, persamaan, pembanterasan kerosakan serta norma-
norma lain –unsich- yang tidaklah mengejutkan merupakan sebahagian dari ajaran Islam. Akan
tetapi ia adalah seruan dakwah Islam yang mencakup urusan agama dan dunia yang bertujuan
untuk menegakkan syariat Islam secara praktikal dan sempurna serta mewujudkan nilai-nilai
keIslaman dan tujuan-tujuannya secara menyeluruh –dan tidak mengapa ia mengadaptasi
projek-projek perbaikan tersebut, namun sebagai sebahagian dari projek dan tujuan-tujuan
Islam yang dideklarasikan dan diserukannya, serta tidak ditinggalkan dengan alasan kerana
kekuatan atau situasi yang tidak kondusif.
Jika dakwah memiliki institusi yang berbeza dan usaha- usaha yang pelbagai yang bergerak
dalam masyarakat, seperti yayasan-yayasan dalam pelbagai bidang, parti politik, kelab dan
asosiasi-asosiasi tertentu, maka setiap bidang-bidang tersebut memiliki segmen-segmen dakwah
tersendiri serta bidang-bidang garapan tertentu, dengan tetap menjadikan Islam sebagai
rujukan. Namun tentunya seruan jama’ah yang melekat dengan nama dan kewujudannya
haruslah merupakan seruan Islam yang menyeluruh, baik dalam tujuan, target-targetnya,
garapan dan batasan-batasannya.
32 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal.213
43
Untuk menjelaskan hal ini, Imam Syahid mengatakan, “Ketahuilah, -semoga Allah memberikan
pemahaman kepadamu- yang pertama bahawa sesungguhnya dakwah Ikhwanul Muslimin
merupakan dakwah yang umum yang tidak bersangkutan kepada sebuah kelompok tertentu,
dan tidak condong ke salah satu corak pemikiran yang dikenali manusia, ia justeru mengarah
kepada keteguhan agama dan dasar ajarannya.”33
Dengarlah wahai saudaraku, Dakwah kita adalah dakwah yang mencakup seluruh
karakteristik Islam yang disifatkan padanya, makna yang lebih luas dari makna yang
dipahami oleh kebanyakan manusia. Kami meyakini bahawa makna Islam yang
sesungguhnya mencakup dan mengatur seluruh urusan kehidupan, yang menjawab
seluruh urusan-urusannya, dan ia juga menetapkan aturan-aturan yang sangat cermat
dan teliti, dan tidak diam berpangku tangan di hadapan masalah kehidupan yang
senantiasa berganti serta badan- badan keadilan yang diperlukan untuk perbaikan
manusia.”34
Kami memahami Islam dengan pemahaman yang luas dan menyeluruh sebagai aturan
yang mengatur seluruh aspek kehidupan dunia dan akhirat, dan kami tidak mendakwa
hal ini atau memperbesar-besarkannya, namun hal ini adalah sesuatu yang kami fahami
dari kitab Allah dan sunnah Rasulullah Saw. serta sirah kaum muslimin terdahulu.”35
Benar, dakwah kami adalah dakwah Islam dengan seluruh muatan makna yang
dikandung kalimat ini, maka selanjutnya fahamilah bersesuaian dengan keinginanmu,
dan ketahuilah bahawa pemahamanmu dibatasi oleh kitab Allah dan sunnah Rasulullah
Saw. serta sirah orang-orang soleh dari kaum muslimin.”36
Sesungguhnya dakwah Ikhwanul Muslimin adalah dakwah nilai (prinsip).”37
Sesungguhnya dakwah ini tidak sesuai kecuali bagi mereka yang telah menguasai
seluruh aspek- aspeknya dan menunaikan seluruh tuntutan dakwah berupa jiwa, harta,
waktu dan kesihatan.”38
33 Risalah: Da'watuna (Dakwah Kami), hal. 2534 Ibid, hal. 1835 Ibid36 Ibid37 Ibid, hal. 1738 Ibid
44
Dakwah ini tidak menerima persekutuan. Kerana diantara karakteristik dakwah adalah
persatuan. Barangsiapa yang telah bersedia menerima hal tersebut, maka
sesungguhnya dia telah hidup bersama dakwah, dan dakwah hidup bersamanya.”39
Wahai kaum kami, sesungguhnya kami berdakwah kepada kalian dengan AlQuran di
tangan kanan, dan sunnah Rasulullah di tangan kiri, amal perbuatan orang-orang soleh
dari umat ini adalah teladan kami. Kami mengajak kalian kepada Islam, nilai-nilai Islam,
hukum-hukum Islam, petunjuk Islam. Jika seandainya hal ini merupakan siasah (politik)
maka sesungguhnya hal ini adalah politik kami.”40
Wahai kaum muslimin, peribadatan kepada Allah, jihad di jalan serta memperkuatkan
syariat agama Allah di muka bumi merupakan tugas kalian dalam kehidupan.”41
Jika Ikhwanul Muslimin meyakini hal tersebut, maka mereka meminta manusia untuk
menjadi tunjang- tunjang kebangkitan Islam, sebagai asas kebangkitan dunia Timur di
setiap barisan kehidupan, dan mereka meyakini bahawa setiap tampilan kebangkitan
yang bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar Islam atau bertentangan dengan
hukum-hukum Al Quran maka hal itu merupakan percubaan yang rosak dan gagal.”42
Ikhwanul Muslimin tidak mengkhususkan dakwah pada sebuah kawasan Islam tanpa
kawasan yang lain, namun mereka mengumandangkan seruan dakwah hingga sampai
ke telinga para pemimpin dan panglima di setiap kutub bumi yang para penduduk
negerinya memeluk agama Islam.”43
Kalian telah mendeklarasikan sejak hari pertama bahawa dakwah yang kalian serukan
adalah dakwah Islam yang murni yang bersandarkan kepada Islam ..
Kalian memahami Islam dengan pemahaman yang menyeluruh, dan kalian meyakininya
sebagai sebuah sistem kehidupan sosial yang sempurna yang memperbaiki keadaan
masyarakat di setiap aspeknya..
Kalian juga meyakini bahawa di antara kewajipan muslim adalah berjuang untuk Islam;
hingga ia mampu menguasai komponen masyarakat seluruhnya dan mengambil
39 Ibid, hal 1640 Risalah: Ila Ayyi Syai'in Nad'unnas (Kepada Apa Kita Menyeru Manusia), hal. 3741 Ibid, hal. 4342 Ibid, hal. 4743 Risalah: Ijtima Ru'asa al Manatiq (Pertemua Ketua-ketua Wilayah), hal. 247
45
posisinya di tengah masyarakat sebagaimana yang telah Allah sediakan baginya untuk
kehidupan manusia..
Kalian juga meyakini bahawa hal itu merupakan sesuatu yang mungkin dan mudah jika
kaum muslimin menginginkannya, bersatu dan berusaha untuk mewujudkannya.”44
Dalam tiga hal ini, boleh jadi ada perbezaan pandangan di antara kalian atau di antara
kelompok kaum muslimin, di antara mereka masih banyak yang memahami bahawa
Islam tidak lebih dari akidah atau sebuah keyakinan yang benar atau yang salah, ibadah
yang sempurna ataupun yang tidak sempurna. Dan masih banyak yang memahami
bahawa jihad untuk memperjuangkan Islam adalah sesuatu yang akan berakhir dan
berlalu waktunya, dan masih banyak yang memahami bahawa rintangan yang berada
di hadapan para mujahid untuk mewujudkan cita-cita Islam terlalu besar untuk
disingkirkan.
Dengan keterbatasan pemahaman ini, kecilnya perasaan optimis serta rasa putus asa
yang melanda jiwa, banyak manusia yang menyerah dan berguguran di hadapan
kenyataan ini, dan mereka berfikir bahawa perkara itu akan membebaskan mereka dari
kehinaan di dunia dan seksaan di akhirat.
Kemudian kalian bangkit wahai Ikhwanul Muslimin untuk membebaskan diri kalian dan
manusia dari kesempitan pemikiran, sifat lemah dan keputusasaan, serta menantikan
kemenangan yang telah dijanjikan Allah kepada kalian,
44 Risalah: Ila Ayyi Syai'in Nad'unnas (Kepada Apa Kita Menyeru Manusia), hal. 47
46
Ertinya:
“(iaitu) orang-orang yang Telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang
benar, kecuali Kerana mereka berkata: "Tuhan kami hanyalah Allah". dan sekiranya Allah tiada
menolak (keganasan) sebahagian manusia dengan sebahagian yang lain, tentulah Telah
dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-
masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong
orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha
Perkasa.
(iaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi nescaya mereka
mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari
perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.” (Q.S Al Hajj: 40-41)45
Siapakah kalian? Apa sifat kalian?
Dan manusia akan berkata, “Apakah maksud perkara ini, dan siapakah kalian wahai
Ikhwanul Muslimin?
Apakah kalian adalah penganut Tarikat Sufi? Atau lembaga sosial? Atau lembaga
kemasyarakatan? Atau parti politik?
Maka jawapan kita kepada yang bertanya itu adalah, “Kami adalah para pendakwah Al
Quran dan kebenaran yang mencakupi:
Thariqah Shufiyah naqiyyah, untuk memperbaiki jiwa dan menyucikan hati serta
menghimpun hati-hati manusia kepada Allah yang Maha Besar dan Maha Tinggi..
45 Risalah Ijtima Ru'asa al Manatiq (Pertemuan Ketua-ketua Wilayah), hal. 247
47
Jam’iyyah Khairiyyah Nafi’ah, yang mengajak kepada kebaikan dan mencegah
kemungkaran, membantu yang tertimpa musibah, berlaku baik kepada orang-orang fakir dan
miskin, serta mendamaikan orang-orang yang bermusuhan..
Mu’assasah Ijtima’iyyah Qa’imah, yang memerangi kebodohan, kemiskinan, penyakit
dan kehinaan dalam pelbagai bentuk ..
Hizb Siyasi nazhif, menjadi wadah aspirasi dan terbebas dari cita- cita dan kepentingan,
yang memiliki target tertentu serta menguasai kemahiran memimpin dan mengarahkan ..
Kami adalah Islam itu sendiri wahai manusia, barangsiapa yang memahaminya, maka
akan mengenal kami.”46
Diantara identiti Jama’ah Ikhwanul Muslimin adalah, “Dakwah, tarbiyah dan jihad
dengan segenap makna yang mencakupnya tiga hal tersebut.”47
Imam Syahid juga mengatakan, “Sesungguhnya Ikhwanul Muslimin memiliki kaedah
tertentu yang diikuti sebagai petunjuk jalan, yang mereka gunakan sebagai timbangan diri dan
mereka akan mengetahui dimana mereka berada berdasarkan timbangan tersebut.”48
Jika anda bertanya kepada mereka tentang prinsip dasar ini secara teori? Maka saya
akan menjawabnya secara jelas, bahawa prinsip dasarnya adalah prinsip dasar yang dibawa Al
Quran. Jika anda mengatakan, “Apakah usaha dan langkah-langkah nyata yang dilakukan? Maka
sayapun akan menjawabnya dengan sangat jelas, “Usaha dan langkah-langkah yang ditempuh
adalah sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah Saw., sesungguhnya urusan umat terakhir
ini tidak akan baik kecuali jika mengikuti contoh kebaikan yang dilakukan oleh para
pendahulunya.”49
46 Ibid, hal. 252 47 Lihat, Al La-Ihah Al ‘Alamiyah lil Ikhwan Al Muslimin48 Risalah: Hal Nahnu Qoumun 'Amaliyun (Adakah Kita Para Aktivis)?, hal. 38849 Ibid
48
Ikhwanul Muslimin tidak menyibukkan diri dalam masalah-masalah furu’. Tidak
mengapa jika mereka melakukan kaijan dan penelitian ilmiah dalam masalah-masalah
furu’, tanpa menyibukkan dirinya hanya pada masalah furu’ tersebut atau justeru
mempengaruhi perbezaan tersebut hingga menjadi taufan kebencian terhadap orang
lain hingga menerima pandangannya.
Mereka juga tidak melemparkan celaan kepada orang-orang yang tidak sepandangan
dengan mereka, dan tidak menyibukkan diri untuk membantah orang-orang yang
mengkritik mereka.
Tidak terobsesi terhadap kecetekan amal dan menyelam di belakang segala sesuatu dan
peristiwa untuk mengetahui tujuan dan kemana arahnya. Mereka juga tidak bereaksi
berlebihan dan tidak terpancing oleh pengaruh-pengaruh tertentu, tidak menakutkan
dan tidak pula ditakuti. Langkah-langkah mereka seimbang dan dengan izin Allah
mampu mengalahkan usaha- usaha konspirasi dan pelumpuhan.
Tidak bergantung kepada tokoh tertentu, atau terhadap lembaga-lembaga, kedudukan
dan obsesi tertentu. Mereka justeru bertumpu kepada dakwah dan sangat menjaganya.
Ciri khas mereka adalah komitmen terhadap prinsip-prinsip dasar yang mereka yakini,
berkesinambungan dan mendarah daging antara generasi, sesuatu yang tidak pernah
wujud dalam sejarah kelompok manapun di abad ini.
Ikhwanul Muslimin adalah sebuah jama’ah yang setiap individunya memiliki cara
pandang dan aspirasi yang pelbagai, yang memperkaya dan membantu jaemaah dalam
membuat keputusan, namun tidak terdapat aliran pemikiran, gagasan yang saling
berseteru, pemikiran kanan mahupun pemikiran kiri, serta perbezaan-perbezaan lain
sebagaimana lazim terjadi di setiap parti, komuniti dan perkumpulan yang lain. Nasihat
dan musyawarah merupakan perkara yang selalu dilakukan terus menerus serta tidak
terputus, dan hal itu menjadi sebahagian dari proses pembentukan dan tarbiyah yang
dilakukan.
Mereka tidak percaya dengan lompatan-lompatan di atas kebenaran, atau pandangan
yang sempit, namun justeru sangat menjaga pembangunan amal dan proses
pembentukan secara cermat dan teliti, kepastian terhadap hakikat segala sesuatu serta
penerimaan hasil dengan tanpa tergesa-gesa memetik buahnya.
Memahami secara sedar dan penuh perhitungan terhadap jalan dan cabaran yang akan
dihadapinya, ketinggian tujuan dan cakupannya. Menguasai realiti medan dan rintangan
49
di sekitarnya, mampu berpegang teguh terhadap prinsip-prinsip dakwah dengan penuh
komitmen, kesabaran dan kesungguhan, yang tidak dihinggapi oleh perubahan,
kelemahan dan rasa putus asa, dengan keyakinan bahawa kemenangan dan tujuannya
tidak akan terwujud dalam satu generasi, namun merupakan suatu usaha yang
berlanjutan dan terus menerus, sebuah panji yang diwariskan dari satu generasi ke
generasi berikutnya, hingga terwujudnya target dan cita-cita yang diharapkan dengan
izin Allah.
Imam Syahid berkata, “Ikwanul Muslimin tiada lain adalah anak-anak dakwah yang
meyakini dakwah, berlaku ikhlas dan terdidik di dalam pangkuan dakwah, oleh kerana
itu tidak sukar bagi mereka mengorbankan makanan anak-anak dan keperluan mereka
sendiri demi memperjuangkan dakwah dan jihad mereka.”50
Mereka menganggap bahwa sesungguhnya dakwah seluruhnya adalah
kewajipan, seluruhnya adalah pengorbanan dan taruhan, mereka tidak menantikan
kedudukan, pangkat dan kekayaan, kerana sesungguhnya pahala dan ganjaran hanya
dari Allah di akhirat. Dan tak seorangpun dari mereka yang mengatakan, “Mana
bahagianku? Mana hakku?
Dalam beberapa waktu, sebahagian mereka tertinggal di belakang rombongan dakwah
atau keluar dari gerabak disebabkan kelemahan individu atau berkurangnya rasa sabar
atau kerana penyimpangan pemahaman dan kelemahan komitmen, namun hal itu tidak
menggoyahkan dan tidak memberikan pengaruh yang besar bagi bangunan dakwah
mereka.
Mereka tidak dilemahkan oleh rasa putus asa, kebosanan atau kelesuan, namun
optimisme terpancar terhadap kemenangan Allah. Apa yang mereka lakukan berupa
usaha untuk menggerakkan dan menyedarkan umat Islam dengan izin Allah menjadi
menara terhadap kesungguhan usaha dan peranan mereka, yang terlebih dahulu
diketahui musuh sebelum teman.
Dalam melakukan gerakan dan strategi- strategi dakwah mereka sangat mengambil
berat hukum realiti dan keadaan yang berlaku dengan ilmu dan pengetahuan, dengan 50 Muzakkirat Da'wah wa Da'iyah Lil Imam al Syahid Hasan (Memoar Hasan Al Banna), hal. 272
50
tetap bercermin kepada prinsip-prinsip syariat dan tujuan-tujuannya, yang tidak hanya
memenuhi keadilan syar’i dalam urusan-urusan harakah yang membuatnya mengambil
tindakan tanpa memperhitungkan hokum realiti, peluang dan fasa-fasa yang akan dilalui
dakwah serta konsekuensi apa saja yang berlaku baik berupa kebaikan maupun
kerosakan.
Maka strategi- strategi tersebut sepatutnya harus memenuhi keadilan syar’i dan
keadilan harakah yang adalah tidak mengejutkan merupakan sebahagian dari
keseimbangan syariat ketika berhadapan dengan realiti. Berapa banyak tindakan-
tindakan dan gerakan yang mempergunakan nama ‘syariat’ memberikan implikasi buruk
terhadap dakwah kerana tidak didasari oleh pengetahuan dan pemahaman terhadap
kenyataan dan realiti.
Rentetan peristiwa dan badai yang melanda umat Islam adalah sebagai langkah untuk
menguji kebenaran manhaj, kekuatan dan kekukuhan bangunan dakwah, dan dengan
izin Allah mereka menjadi harapan umat Islam untuk mengembalikan kemuliaan dan
keagungannya.
Ikhwanul Muslimin adalah gerakan Islam yang integral menyeluruh, yang mencurahkan
perhatiannya pada perbaikan dan pembengan:51
1. Sumber rujukannya adalah syariat Islam
2. Yang meyakini kepentingan kesatuan umat dan menjauhkannya dari pertentangan
demi mewujudkan kemaslahatan umum.
3. Yang mendorong bersikap baik, dan memberikan nasihat dengan santun kepada
siapa yang berbuat buruk.
4. Usaha untuk meraih kekuasaan bukan semata-mata menjadi tujuan.
5. Namun lebih kepada kerjasama untuk mendirikan Negara Islam yang urusannya
dikembalikan kepada Allah, perbaikan individu muslim, keluarga dan masyarakat;
menuju kepada yang Allah sebutkan dalam Al Quran:
51 Diambil perkataan Al Ustadz Musthafa Masyhur pada acara peringatan kesyahidan Imam Hasan Al Banna.
51
Ertinya:
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.
sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada
yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (Q.S Ali Imran:
110)
Imam Syahid berkata di dalam memoarnnya, “Wahai generasi umat yang kami
banggakan dan yang kami cintai, Kami adalah kaum muslimin dan cukuplah demikian,
manhaj kami adalah manhaj Rasulullah Saw. dan cukuplah demikian, akidah kami
bersumber dari kitab Allah dan sunnah Rasulullah Saw, dan cukuplah demikian.”52
Diantara Karakteristik Dakwah Ikhwanul Muslimin
Diantara ciri khas dakwah Ikhwanul Muslimin dan yang membezakannya dari dakwah-
dakwah yang lain adalah:
1. Menjauhi Titik-titik khilafiyah
Ikhwan meyakini tentang kebolehan berbeza pandangan dalam masalah-masalah
furu’iyyah, bahkan hal itu merupakan sebuah kemestian dan tidak selayaknya kita
menghalanginya dan menjadikan perbezaan sebagai titik yang memisahkan dan
membezakan.
Imam Syahid berkata, “Bukanlah termasuk aib dan cela, apabila kita berbeza pendapat.
Namun yang merupakan aib dan cela adalah sifat ta’ashshub (fanatik) dengan satu
pendapat dan membatasi ruang lingkup berfikir manusia.”
Beliau juga berkata, “Cukuplah manusia itu berhimpun atas sesuatu yang menjadikan
seorang muslim itu muslim, sebagaimana dikatakan oleh Zaid r.a.”
52 Muzakkirat Da'wah wa Da'iyah Lil Imam al Syahid Hasan (Memoar Hasan Al Banna), hal.199
52
Beliau menambahkan, “Persepsi demikian ini penting bagi sebuah jemaah yang ingin
menebarkan fikrahnya di suatu negeri yang tidak pernah reda gelora khilafiyah atas hal-
hal yang sebenarnya tidak beguna untuk diperdebatkan dan diperselisihkan.”53
2. Menjauhi Dominasi Tokoh dan Pembesar
Ini juga merupakan prinsip dasar sejak awal pertumbuhan dakwah. Imam Syahid
berkata, “Kami telah membiasakan hal ini sejak permulaan dakwah, agar warnanya
yang jernih tidak bercampur dengan warna-warna dakwah lain yang diusung dan
digembar-gemburkan oleh para tokoh dan pembesar, hingga tak seorangpun dari
mereka dapat memanfaatkan dakwah untuk kepentingan lain yang bukan merupakan
tujuan dakwah.”54
Namun setelah dakwah tumbuh kuat, dan prinsip-prinsip dasarnya semakin kukuh, ia
akhirnya mampu menguasai kelompok tersebut dan mengarahkan mereka untuk
memperjuangkan dakwah, mempengaruhi dan menjadikan mereka bekerja untuk
kepentingan dakwah.
3. Menjauhi hubungan dengan parti-parti dan golongan-golongan.
Hal ini juga merupakan karakteristik dakwah sejak awal, agar ia terhindar dari cita- citaa
dan konflik antara parti. Imam Syahid berkata, “Oleh kerana itu kami lebih
mengutamakan menjauhi semuanya dan bersabar atas segala kekurangan kerana
mempertahankan unsur-unsur yang soleh, sehingga tabir itu akan terkuak dan manusia
akan mengetahui segala hakikat yang tersembunyi. Pada akhirnya mereka akan kembali
kepada khitah utama dan hati mereka dipenuhi oleh oleh rasa yakin dan percaya..”
“Sekarang, ketika alat dakwah semakin kuat, tiang penyangganya semakin kukuh,
sehingga mampu mengarahkan dan bukan diarahkan, mempengaruhi dan bukan
dipengaruhi, maka kita persilakan dengan penuh hormat kepada para tokoh, pembesar,
golongan, dan organisasi untuk bergabung, meniti jalan dan beraktiviti bersama kami.
Pada saat yang sama mereka harus mahu meninggalkan kebanggaan-kebanggaan
53 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal.12454 Ibid
53
kosong yang tidak bermakna, bersatu di bawah panji Al Quran yang agung dan
bernaung di bawah naungan Rasulullah yang teduh, serta berjalan di atas manhaj Islam
yang lurus.
Imam juga berkata, “Namun jika mereka menolak, tak menjadi masalah bagi kami untuk
menunggu sejenak sementara memohon pertolongan ke hadrat Allah, sehingga pada
saatnya mereka akan terkepung dan hilanglah apa saja yang ada di tangan mereka.
Pada akhirnya mahu tidak mahu mereka harus beramal demi dakwah dengan penuh
kerendahan hati, walau mereka dahulunya menjadi tokoh penentang utamanya.”55
4. Tadaruj (Bertahap dalam melangkah)
Tadaruj (bertahap dalam melangkah) dan bertumpu pada tarbiyah, kejelasan langkah
dakwah Ikhwanul Muslimin dan penetapan tiga fasa dakwah; Fase Ta’rif, (fase
penyampaian, pengenalan dan penyebaran fikrah), Fasa Takwin (fase pembentukan dan
pembinaan), fasa Tanfidz (fase pelaksanaan) merupakan ciri-ciri istimewa yang dimiliki
dakwah.56
5. Mengutamakan kerja daripada seruan dan propaganda
6. Sambutan pemuda kepada dakwah
7. Cepat berkembang di desa dan bandar
Imam Syahid berkata, “Dahulu kami berusaha kuat memacu laju dakwah dan
memaksimumkan penyebarannya, namun kini laju dakwah tersebut justeru bergerak
lebih cepat dan mendahului kami. Ia menembus segenap penjuru bandar dan
perkampungan dan memaksa kami menanganinya dengan serius serta memenuhi
tuntutannya, meskipun untuk itu kami harus menghadapi pelbagai persoalan berat yang
sangat memenatkan.”57
55 Ibid, hal.12556 Ibid, hal. 125-12657 Ibid, hal. 123
54
8. Rabbaniyah (berprinsip ketuhanan), Insaniyah (kemanusiaan), dan ‘Alamiyah (universal).
Diantara karakteristik dakwah Ikhwanul Muslimin adalah, Rabbaniyah (berprinsip
ketuhahan), insaniyah (kemanusiaan), dan ‘alamiyah (universal), yang menyatukan
aspek spiritual dan akal manusia. Imam Syahid berkata, “Di antara karakteristik dakwah
kami adalah rabbaniyah dan ‘alamiyah.”58
Inilah sebabnya, dakwah Ikhwan dikatakan bercirikan rabbaniyah (berorientasi
ketuhanan) sekaligus insaniyah (peduli terhadap aspek-aspek kemanusiaan). Allah
berfirman dalam Al Quran:
Ertinya:
“Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang lelaki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara
kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S Al Hujurat: 13)
Rasulullah Saw. bersabda:
عصبية على مات من منا وليس .. عصبية دعاالى من منا ليس
Ertinya:
“Bukan termasuk golonganku orang yang menyeru kepada ashabiyah (fanatisme
golongan), dan bukan termasuk dalam golonganku orang yang mati kerana membela
fanatisme golongan.” (HR. Ahmad)59
58 Risalah: Da'watuna Fi Thaurin Jadid (Dakwah Kami di Zaman Baru), hal. 22659 Ibid, hal. 227
55
Imam Syahid juga berkata, “Bahawa sebuah masyarakat manusia tidak akan menjadi
baik kecuali jika ada keyakinan hati yang bangkit dari dalam jiwa hingga merasa selalu
diawasi oleh Allah Swt. dan merasa terhormat dengan ma’rifah kepada-Nya. Oleh
kerana itu, wajib bagi manusia untuk kembali beriman kepada Allah, kenabian,
kehidupan akhirat, dan kepada hari pembalasan. Yakni dimana pada saat itu Allah akan
membalas seluruh perbuatan manusia selama kehidupannya di dunia.
Ertinya:
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarahpun, nescaya dia akan
melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar zarahpun,
nescaya dia akan melihat (balasan)nya pula. (Q.S Al Zalzalah:7-8)
Di saat inilah, di saat seluruh manusia dituntut untuk pantas bangkit dengan
potensi akal fikirannya untuk belajar, mengetahui, berkarya serta melakukan berbagai
eksplorasi atas sumber daya alam demi mendapatkan manfaat yang sebanyak-
banyaknya,
Ertinya:
“Dan Katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan."
(Q.S Thaha:114)
Oleh sebab itu kami menyeru umat manusia kepada warna pemikiran yang
memadukan antara keimanan pada yang ghaib dan optimalisasi fungsi akal.”60
9. Diantara karakteristik dakwah Ikhwan adalah, Pemahaman Islam yang komprehensif,
dan kefahaman amal serta mencakup seluruh aspek-aspeknya.
60 Ibid
56
Imam Syahid berkata, “Demikianlah kita dapat melihat bahawa kesempurnaan makna
kandungan Islam telah menyatu dengan fikrah kami. Kesempurnaan yang menyentuh
semua aspek pembaharuan, dan aktiviti Ikhwan mengarah kepada pemenuhan semua
aspek ini. Pada saat orang-orang selain mereka hanya menggarap satu sisi dengan
mengabaikan sisi-sisi yang lainnya, maka Ikhwan berusaha menuju sisi-sisi itu
semuanya. IKhwan memahami bahawa Islam memang menuntut mereka memberikan
perhatian kepada semua sisi tersebut.”61
Walaupun demikian, dengan kesempurnaan keIslamannya Ikhwan berusaha sekuat
tenaga untuk menghindari dan menjauhi setiap sisi kekurangan dan kelemahan yang
mengundang fitnah.”62
10. “Ikhwan juga sangat menghindari fanatisme terhadap nama atau sebutan, kerana
mereka telah disatukan oleh Islam yang integral, tercermin dalam namanya, Al Ikhwan
al Muslimun.”63
61 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), Hal.12362 ibid63 ibid
57
Dakwah Ikhwan adalah dakwah salafiyah64, thariqah sunniyah65, Hakikat shufiyah66, Hai’ah
siyasiyah67, jama’ah riyadhiyah68, rabithah ‘ilmiyah tsaqafiyah69, syirkah iqtishadiyah70 dan
fikrah ijtima’iyah71.”72
11. Peka dan berlemah lembut
Imam Syahid berkata, “Setiap dakwah memiliki karakteristik73, karakteristik dakwah
Ikhwan yang saya yakini ada beberapa hal, diantaranya adalah, Konstruksi (pembangunan).
Dakwah kami adalah dakwah yang membangun dan bukan menghancurkan, dan ia
melakukannya dengan penuh kepekaan, maka kami adalah orang yang harus melakukannya
sebelum segala yang lain.”
Dalam mengikuti manhaj konstruktif dan bukan destruktif, Imam Syahid mengatakan,
“Selagi kalian selalu mempersiapkan diri kalian untuk berkontribusi terhadap amal-amal
Islam di segenap lapangan, maka aku wasiatkan kepada kalian untuk selalu bersikap 64 Maksudnya adalah mereka berdakwah untuk mengajak kembali (bersama Islam) kepada sumbernya yang jernih dari Kitab Allah dan Sunah Rasul-Nya. (Pentj: Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin, Jilid I, hal.227. Era Intermedia, tahun 1998)65 Maksudnya mereka membawa jiwa untuk beramal dengan sunah yang suci -khususnya dalam masalah akidah dan ibadah- semaksimum mungkin sesuai dengan kemampuan mereka(Pentj: Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin, Jilid I, hal.227. Era Intermedia, tahun 1998)66 Maksudnya mereka memahami bahawa asas kebaikan adalah kesucian jiwa, kejernihan hati, amal yang berterusan, berpaling dari ketergantungan kepada makhluk, kecintaan karena Allah dan keterikatan kepada kebaikan. (Pentj: Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin, Jilid I, hal.227. Era Intermedia, tahun 1998)67 Maksudnya mereka menuntut perbaikan dari dalam terhadap hukum pemerintahan, meluruskan persepsi yang terkait dengan hubungan umat Islam terhadap bangsa-bangsa lain di luar negeri, mendidik bangsa agar memiliki ‘izzah dan menjaga identitinya. (Pentj: Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin, Jilid I, hal.228. Era Intermedia, tahun 1998)68 Maksudnya mereka sangat mengambil berat masalah fizikal dan memahami benar bahawa seorang mukmin yang kuat itu lebih baik daripada seorang mukmin yang lemah. (Pentj: Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin, Jilid I, hal.228. Era Intermedia, tahun 1998)69 Maksudnya mereka memahami bahawa Islam menjadikan thalabul ‘Ilmi (menuntut ilmu) sebagai kewajiban bagi setiap muslim dan muslimah. (Pentj: Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin, Jilid I, hal.228. Era Intermedia, tahun 1998)70 Mereka memahami bahawa Islam sangat memandang berat pemerolehan harta dan pembahagiannya. (Pentj: Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin, Jilid I, hal.228. Era Intermedia, tahun 1998)71 Maksudnya mereka sangat menaruh perhatian pada segala penyakit yang ada dalam masyarakat Islam dan berusaha mengubati dan menyembuhkannya. (Pentj: Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin, Jilid I, hal.228. Era Intermedia, tahun 1998)72 Risalah Pergerakan: Muktamar ke V, hal. 12373 Memoar Dakwah dan Para Da’i
58
konstruktif dan bukan destruktif, dan pada saat itu kalian harus berfikir bagaimana
menciptakan lapangan kerja sosial dan merealisasikan layanan terhadap Islam,
tinggalkanlah dahulu permusuhan dan kebencian; kerana sesungguhnya melakukan usaha-
usaha pembangunan jauh lebih baik dan berharga seribu kali daripada tindakan
penghancuran.”74
Diantara karakteristiknya yang lain adalah:
Kesepadanan antara perkataan dan perbuatan
Maka kita harus mempelajari undang-undang (hukum)75 yang kita miliki, cukuplah apa
yang terdapat di dalamnya, dan kami mengikuti apa yang kami katakan.
Rabbaniyah (berprinsip ketuhanan)
Kami senantiasa menjalin hubungan dengan Allah dengan segenap kemampuan yang
kami miliki, iaitu dengan senantiasa berzikir dan berdoa dengan doa-doa yang ma’tsur –
terdapat banyak doa ma’tsur di dalam Risalah Ikhwan.
Senantiasa berkumpul (berjama’ah)
Kami selalu berkumpul dan merindukan pertemuan serta merasakan hak-hak
berukhuwah.
12. Semangat perjuangan
Kami menggadaikan diri untuk dakwah dan melapangkan hati untuk melakukan segala
sesuatu untuk dakwah.
Imam Syahid berkata, “Wahai al Ikhwan al Muslimun, janganlah kalian berputus asa,
kerana berputus asa tidak termasuk akhlak kaum muslimin.”76
74 Hasan Al Banna, Kisah-kisah Dakwah dan Tarbiyah, Abbas Asisi, hal.14775 Maksud beliau adalah Al Quran Dusturuna (Al Quran sebagai pedoman kami) 76 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal. 125
59
Perkara-perkara umum ini telah kalian ketahui perinciannya secara keseluruhan, yang
ringkasannya adalah, Pembangunan dan pekerjaan, maka bekerjalah.”77
12. Ia adalah dakwah yang boleh kita sifatkan dengan beberapa sifat berikut ini:78
Rabbaniyah al Mashdar
Rabbaniyah al Mashdar (berprinsip ketuhanan)
Sumber rujukannya adalah wahyu Allah Swt.
Wasatiyah (sifat pertengahan)
Sifat peka dan positif terhadap alam, manusia dan kehidupan
Realistik ketika berinteraksi dengan individu dan masyarakat serta dengan orang lain.
Mengutamakan akhlak dan kesantunan dalam tujuan-tujuannya, misi dan langkah yang
digunakan.
Manhajnya integral dan menyeluruh
Dakwah universal
Mengutamakan musyawarah mufakat dalam mengambil keputusan
Memberikan perlawanan terhadap orang-orang yang menzalimi dan memeranginya.
Salafiyah dalam pemikiran, paradigma dan akidah
Dakwah yang logik dan diterima masyarakat, serta tidak membenci siapa saja yang ingin
mengikutinya.
Jamaah ini bukan merupakan parti politik yang usaha politiknya nya mendapat bias dari
golongan dan aliran pemikiran tertentu. Namun ia merupakan mainstream yang memberikan
kebebasan berfikir dalam kerangka umum dakwah Islam, ideologi Ikhwan dan prinsip-
prinsipnya, yang membiarkannya berjalan sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang
berlaku, serta sesuai dengan hasil musyawarah dalam meluruskan dan mengembangkan.
Oleh sebab itu, hal itu merupakan aturan untuk mewujudkan persatuan pemahaman,
persatuan nilai dan keseimbangan. Adapun pendapat peribadi, selagi hal itu tidak
bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar jamaah maka hal itu tetap menjadi pendapat
77 Muzakkirat Da'wah wa Da'iyah Lil Imam al Syahid Hasan (Memoar Hasan Al Banna), hal.262 (Dikutip dari perkataan Imam Syahid di majalah Ikhwanul Muslimin, awal tahun ke 5)78 Manhaj Imam Al Banna, Al Tsawabit wa al Mutgayyirat, Dr. Jum’ah Amin, hal.124
60
peribadi dan jamaah tidak menjadikannya sebagai pandangan. Dalam banyak situasi, Jamaah
tidak mengambil pemahaman fikih tertentu dalam masalah-masalah furu’ yang diperdebatkan
para ulama.
Jamaah ini bergerak sesuai dengan tonggak dasar dan prinsip-prinsip dakwah, dan tidak
berjalan sesuai dengan kemasalahatan sementara atau matlamat sesaat dan pandangan yang
sempit.
Karakteristik Manhaj Tarbiyah di Masyarakat:
Diantara karakteristik manhaj Ikhwan dalam mentarbiyah masyarakat dan
mengarahkannya, serta dalam komunikasi-komunikasi dakwah adalah bahawa manhaj
tersebut lahir dari:
1. Dari kesamaran menuju terang
2. Dari ucapan dan perdebatan menuju amal dan perbuatan
3. Dari sifat berlemah lembut dan berterabur menuju program kerja yang
terencana (Dari mimpi menuju dunia nyata).
4. Dari permasalahan-permasalahan furu’ dan separa- separa menuju
permasalahan mendasar dan universal (Dari ibadah-ibadah sunah menuju
ibadah-ibadah wajib dengan tetap memelihara keduanya).
5. Dari perbezaan menuju kesepakatan
6. Dari perpecahan dan perseteruan menuju persatuan dan perpaduan.
7. Dari sifat ekstrim dan berlebih-lebihan menuju sifat sederhana dan seimbang.
8. Dari kesukaran dan ancaman menuju kemudahan dan khabar gembira.
9. Dari fanatisme golongan dan insklusif menuju toleransi dan keterbukaan.
Imam Syahid berkata tentang tonggak- tonggak yang menopang berdirinya agama ini di
bumi, “Wahai Al Ikhwan al Muslimun, Agama ini telah dimenangkan oleh perjuangan pedang-
pedang kalian yang bersandar terhadap tonggak- tonggak berikut ini:
Keimanan kepada Allah
Zuhud terhadap harta kekayaan dunia dan mengutamakan kenikmatan akhirat.
Pengorbanan dengan jiwa, raga dan harta untuk memenangkan kebenaran.
Cinta terhadap kematian di jalan Allah
61
Berada di atas perjuangan tersebut dengan berpedoman kepada Al Quran yang mulia.79
Beliau juga berkata, “Sesungguhnya keikhlasan adalah dasar kejayaan, dan di tangan
Allah-lah segala urusan, sesungguhnya pedang-pedang kalian yang kuat tak akan meraih
kemenangan kecuali dengan keimanan yang dibawanya, kesucian jiwa, kebersihan hati dan
keikhlasan serta amal dari keyakinan dan ketenangan, dan hal itu yang akan membuat segala
sesuatu senantiasa sesuai dengannya, hingga jiwa-jiwa mereka bersatu dengan keyakinan
mereka, dan keyakinan mereka dengan jiwa-jiwa mereka, dan pada saat itu mereka adalah
ideologi dan ideologi adalah mereka. Jika kalian telah menjadi seperti itu maka fikirkanlah:
Sesungguhnya Allah telah mengilhamkan kepada kalian kecerdasan dan kebenaran, maka
kerjakanlah, sesungguhnya Allah membantu kalian dengan kekuatan dan kemenangan. JIka
diantara barisan kalian ada seseorang yang berpenyakit hatinya, yang kehilangan orientasi,
tidak memiliki obsesi dan terluka masa lalunya, maka keluarkan dia dari barisan kalian, kerana
dia akan menjadi penghalang turunnya rahmat, yang menutup turunnya pertolongan dan taufik
dari Allah.”80
Imam Syahid menjelaskan tentang kepentingan kekuatan jiwa dalam membina umat
dan para penyeru dakwah serta pemusatan kekuatan dalam keimanan yang sempurna dan
pengorbanan dalam perjuangan, beliau berkata, “Sesungguhnya dalam pembinaan umat dan
tarbiyah bangsa-bangsa, umat ini memerlukan kekuatan jiwa yang besar yang tergambar dalam
beberapa hal berikut:
Keinginan yang kuat yang tidak dihinggapi kelemahan
Kesetiaan yang tinggi yang tidak diwarnai oleh pengkhianatan dan kepura-puraan.
Pengorbanan besar yang tidak dihalangi oleh ketamakan dan kebakhilan.
Pengetahuan terhadap tonggak- tonggak dasar dan keyakinan terhadapnya serta
penghargaan terhadap tonggak- tonggak tersebut yang akan menjaganya dari
kesalahan dan penyimpangan atau tertipu dengan yang lain.
79 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), Hal. 15280 Lihat buku Imam Syahid, Fuad Al Hajarsy, hal. 136
62
Setiap bangsa telah kehilangan keempat sifat ini, atau paling tidak para pemimpin dan
para pembawa perbaikannya, ia adalah bangsa yang kecundang dan membimbangkan yang
tidak akan sampai kepadanya kebaikan dan tak mampu mewujudkan cita-cita.”81
Beliau berkata, “Dengan tiga keyakinan; keimanan terhadap kebesaran risalah dakwah
ini, bangga kerana meyakininya serta optimis terhadap pertolongan Allah adalah tiga hal yang
dihidupkan Rasulullah Saw. di dalam hati para sahabatnya dengan izin Allah.”82
Untuk menjamin kebenaran dan ketepatan setiap individu dalam menjalankan manhaj
Islam, dakwah menaruh perhatian besar terhadap perkembangan jiwa dan pembersihannya,
serta membangun pengawasan peribadi dan hati yang hidup, ketakwaan, rendah hati dan rasa
takut kepada Allah.
Imam Syahid berkata, “Guna menjamin kebenaran dan ketepatan dalam
pelaksanaannya –atau minimum mendekati tepat- Islam sangat menaruh perhatian untuk
memberikan terapi kejiwaan kepada manusia, yakni sumber aturan, bahan pemikiran, persepsi
dan pembentukan. Islam kemudian memberikan pengenalan bagi jiwa manusia tentang ubat-
ubat mujarab yang mampu menyucikan hawa nafsu, membersihkannya dari noda-noda
kepentingan Peribadi, menunjukkannya kearah kesempurnaan dan keutamaan, serta
membentenginya dari penyimpangan, penyelewengan dan permusuhan.“83
Beliau juga berkata, “Sesungguhnya kita memiliki senjata yang tak lekang dimakan
malam dan perjalanan hari iaitu kebenaran, dan setelah itu kita juga memiliki senjata keimanan
dan cita-cita, selain ketiga senjata tersebut kita masih memiliki senjata lain, iaitu bahawa kita
tidak berputus asa dan tidak tergesa-gesa, kita tidak mendahului peristiwa dan tidak
dilemahkan oleh panjangnya perjuangan.”84
81 Risalah: Ila Ayyi Syai'in Nad'unnas (Kepada Apa Kita Menyeru Manusia), hal. 4582 Risalah: Da'watuna Fi Thaurin Jadid (Dakwah Kami di Zaman Baru), hal. 234, 23583 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal. 12184 Risalah: Ijtima Ru'asa al Manatiq (Pertemua Ketua-ketua Wilayah), hal. 269
63
“dan kami akan bekerja dengan keyakinan-keyakinan ini, dan kami akan melakukannya
dengan kebenaran, yang didorong oleh keimanan dan dikuatkan oleh cita-cita.”85
Beliau juga mengatakan, “Lalu apakah persiapan kita untuk mewujudkan manhaj ini?!
Jawapan terhadap pertanyaan tersebut adalah, Keimanan, jihad dan pengorbanan, serta
keyakinan terhadap pertolongan Allah.
a. Keimanan:
Mereka telah meyakini dengan sedalam-dalamnya keimanan, yang kuat, suci dan abadi
terhadap Allah, kemenangan dan pertolongan-Nya.
Terhadap manhaj, kelebihan dan kebenarannya
Persaudaraan, hak-hak dan kesuciaannya
Terhadap pembalasan, keagungan, keperkasaan dan ganjaran-Nya.
Dan terhadap diri mereka sendiri. Mereka adalah sebuah jamaah yang dipilih untuk
menyelamatkan alam semesta, dan mereka adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk
manusia.”
b. JIhad
* Mereka telah mengetahui dengan sebenar-benarnya dan seyakin-yakinnya bahawa
dakwah yang mereka serukan tidak akan meraih kemenangan kecuali dengan jihad,
pengorbanan dan kerja keras. Sebagaimana yang dilakukan para sahabat Rasulullah Saw. yang
meyakini kebenaran jihad, besarnya pengorbanan dan kerja keras, maka kami juga berupaya
untuk melakukannya.
c. “Kami pun meyakini pertolongan dan kemenangan dari Allah.”86
Imam Syahid memusatkan perhatian terhadap makna-makna keimanan ini iaitu asas
amal dan jihad, kepentingan kerja keras dan pengorbanan, serta kewajipan-kewajipan yang
harus dipenuhi, beliau berkata:
“Sesungguhnya, sebuah pemikiran itu akan berjaya diwujudkan jika..:
85 Ibid, hal. 27086 Risalah Pergerakan: Ikhwan di bawah panji Al Quran, hal. 193, 194.
64
1. Kuat rasa keyakinan kepadanya
2. Ikhlas dalam berjuang di jalannya
3. Semakin bersemangat dalam merealisasikannya
4. Kesediaan untuk beramal dan berkorban untuk mewujudkannya.
5. Beramal untuk mewujudkannya.”87
“Dalam menempuh perjalanan yang penuh marabahaya ini Umat tidak memiliki apapun
kecuali jiwa yang beriman, perkasa dan kuat, jujur dan dermawan dalam melakukan
pengorbanan dan perjuangan di tengah kemelut, jika tidak maka ia akan dikalahkan dan
kegagalanlah yang akan dirasakan oleh generasi mudanya.”88
“Tanpa kekuatan roh dan pembaharuan jiwa, maka kita tidak akan mampu memberikan
langkah apapun terhadap umat.”89
Tentang langkah- langkah utama yang menopang dakwah, maka Imam Syahid
mengatakan, “langkah- langkah umum yang dimiliki dakwah tidak akan berubah dan berganti
serta tidak keluar dari tiga hal berikut;
1. Keimanan yang mendalam
2. Pembinaan yang sangat teliti
3. Amal yang berkesinambungan.”90
Sesungguhnya langkah untuk penanaman nilai dalam setiap seruan dakwah –kiranya
sudah dimaklumi, difahami, dan terbaca bagi siapa saja yang punya perhatian kepada sejarah
jama’ah-jamaah– secara global terangkum dalam empat kata; Iman, amal, mahabbah dan
ukhuwah.”91
Beliau juga menegaskan tentang kepentingan pemusatan perhatian setiap individu
terhadap dakwah dan menguasai seluruh aspek-aspeknya, “Sesungguhnya dakwah ini tidak
akan mampu dipikul kecuali oleh orang-orang melebur dan memberikan apa saja yang kelak
87 Risalah: Ila al Syabab (Kepada Para Pemuda), hal.17488 Risalah: Hal Nahnu Qoumun 'Amaliyun (Apakah Kita Para Aktivis)?, hal.6989 Ibid, hal. 70 90 Risalah: Baina l-Amsi wal Yaum (Antara Kemaren dan Hari ini), hal.10891 Risalah: Da'watuna Fi Thaurin Jadid (Dakwah Kami di Zaman Baru), hal. 240
65
dituntut olehnya, baik waktu, kesihatan, harta bahkan jiwa. Sesungguhnya ini adalah dakwah
yang tak menerima penyekutuan, kerana diantara cirinya adalah persatuan.”92
Imam Syahid berkata, “Wahai Al Ikhwan al Muslimun, Agama ini berdiri tegak dengan
perjuangan pedang-pedang kalian yang bersandar terhadap tiang- tiang keimanan yang kuat
kepada Allah, Zuhud terhadap harta kekayaan dunia yang fana dan mengutamakan kenikmatan
kehidupan akhirat, pengorbanan dengan jiwa, raga dan harta untuk memenangkan kebenaran,
cinta terhadap kematian di jalan Allah, serta berjalan di atas pentas perjuangan dengan
berpedoman kepada Al Quran yang mulia. Maka dengan tiang- tiang ini, bangunlah kebangkitan
kalian, baiki diri dan pusatkan perhatian terhadap dakwah kalian, serta bimbinglah umat ini
menuju kebaikan.”93
Beliau berkata, “Beban dakwah tidak akan mampu dipikul kecuali oleh mereka yang
telah menggadaikan dirinya untuk dakwah, dan merelakan dirinya untuk memikul beban
perjalanan, yang senantiasa cepat menjemput kebaikan, selalu memberikan apa yang diberikan
kepada mereka dengan hati yang senantiasa merasa takut kepada Allah, dan mereka selalu
kembali kepada Tuhan-Nya, yang mengoptimumkan kerja mereka dengan harapan amalan
tersebut diterima.”
Imam Syahid berkata, “Untuk melakukan misi dakwah, kami telah mempersiapkan
keimanan yang tidak tergoncang, amalan yang tidak berhenti, keyakinan kepada Allah yang tak
lemah, serta jiwa yang senantiasa bahagia jika suatu hari ia menemui Allah dalam keadaan
syahid.”94
Beliau kemudian meringkaskan hal itu dalam sebuah kalimat. Beliau berkata, “JIka
didapatkan seorang muslim yang baik, maka akan terdapat cirri- cirri kejayaan dalam dirinya.”95
Imam berkata di dalam rujukan utama manhaj ini, “tonggak utama dalam menjalankan
langkah-langkah ini adalah Al Quran yang tidak dicampuri oleh kebatilan apapun baik dari
92 Risalah: Da'watuna (Dakwah Kami), hal.16 93 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal.15294 Risalah: Ila al Syabab (Kepada Para Pemuda), hal.17995 Risalah: Ila Ayyi Syai'in Nad'unnas (Kepada Apa Kita Menyeru Manusia), hal. 37
66
kedua tangannya mahupun dari belakang, kemudian sunnah yang benar dan terjamin dari
Rasulullah Saw., serta sirah yang mulia para ulama-ulama terdahulu. Kita tidak mengharapkan
balasan apapun dari usaha- usaha tersebut, melainkan untuk mendapatkan keredaan Allah dan
memenuhi kewajipan serta memberikan petunjuk dan pembinaan terhadap manusia.”96
Tentang kadar kekuatan komitmen Ikhwan terhadap dakwah dan syiar-syiar yang
diperjuangkannya, Imam Syahid berkata, “Kami akan berjihad untuk mewujudkan fikrah kami,
dan kami akan bekerja keras selama kami hidup, kami akan mengajak manusia semua untuk
menyambut seruan dakwah, dan kami akan mengorbankan apa saja untuk mewujudkannya,
hingga kami hidup mulia atau mati sebagai syuhada. Syiar-syiar yang senantiasa kami serukan
adalah: Allah tujuan kami, Muhammad pemimpin dan tauladan kami, Al Quran adalah pedoman
kami, jihad adalah jalan juang kami, dan mati di jalan adalah cita-cita kami tertinggi.”97
Bab II
Mekanisme Perubahan
Pengantar
Agama Islam sebagai suatu manhaj yang memiliki perbezaan asas dengan manhaj-manhaj
konvensional lainnya. Ia adalah sebuah manhaj yang diturunkan Allah dari langit untuk
meninggikan darjatnya yang kemudian dilaksanakan demi mendapatkan kebaikan di dunia
dan kenikmatan di akhirat. Ia tidak terikat dengan suatu masa tertentu atau suatu kawasan
tertentu, namun merupakan risalah penutup kenabian untuk seluruh umat manusia. Islam
adalah manhaj yang sempurna dan menyeluruh serta sesuai dengan setiap zaman dan
tempat yang mampu mengendalikan seluruh syariat yang diturunkan sebelumnya, yang
mencakup seluruh sisi kehidupan dan pelbagai aspek-aspeknya.
Agama yang membuat manusia menghadapkan seluruh wajahnya kepada Allah dengan
berserah diri sepenuhnya dan semata-mata untuk beribadah kepada-Nya dengan penuh
rasa takut dan kecintaan pada zat-Nya serta harapan untuk mendapat pahala dari-Nya.
96 Risalah: Ila al Syabab (Kepada Para Pemuda), hal.17697 Ibid
67
Adapun manhaj konvensional buatan manusia, adalah suatu manhaj yang diciptakan oleh
kelompok manusia tertentu dan di sebuah komuniti tertentu; untuk menyelesaikan masalah
yang mereka hadapi dan menghadapi urusan-urusan mereka, sesuai dengan pandangan,
keadaan, zaman dan tabiat mereka secara khusus. Ia bersifat terbatas dan terikat dengan
zaman dan jenis tertentu, terikat dengan tempat dan tabiat tertentu, yang didominasi oleh
nafsu dan kecenderungan manusia, serta oleh keterbatasan dan kelemahan manusia.
Di dalam agama Islam terdapat seluruh unsur yang mendukung kehidupan dan tonggak-
tonggak mendasar yang membuatnya mampu beradaptasi dalam menghadapi segala bentuk
perubahan, serta keanjalan dalam menerima segala bentuk ijtihad manusia dengan
mainstream yang telah ditetapkan untuk hak itu. Hal ini yang membuat para pemeluknya
dapat memanfaatkan dan menggunakan percubaan-percubaan dan ijtihad manusia dalam
setiap sisi kehidupan sesuai dengan perspektif Islam dan epistemiologi keIslaman.
Realiti dan manhaj perubahan
Berbicara tentang manhaj perubahan pada saat dan realiti kehidupan terkini terhadap umat
dan manhaj apapun, maka sepatutnya harus menentukan keadaan realiti dan penyakitnya
secara teliti98, menetukan target dan tujuan-tujuan tertentu, kemudian menetapkan koridor
yang akan dilalui, tahap-tahap serta langkah untuk mewujudkan target-target tersebut.
Walaupun konsep dakwah telah sangat jelas dan mencakup segala hal sejak awal
penyebarannya, namun dalam pelaksanaannya dakwah memiliki beberapa fasa dan tahapan
yang akan dilalui. Imam Syahid berkata, “Dengan demikian, dakwah ini memiliki fasa dan
tahapan tertentu yang kami harapkan dapat diikuti dan ditempuh bersama-sama, hingga
kami sampai ke tujuan yang hendak dicapai.”99
Dan hal ini didahului sebelumnya oleh: Dasar pegangan dan sibghah (celupan) yang akan
mengarahkan perspektif dan manhaj tersebut.100
98 Coba lihat kembali bab sebelumnya untuk menambah penjelasan dalam pembahasan ini 99 Risalah: Da'watuna Fi Thaurin Jadid (Dakwah Kami di Zaman Baru), hal. 232100 Lihat kembali karakteristik dakwah pada bab sebelumnya
68
Imam Syahid telah menemukan secara jelas dan terperinci tanda- tanda kelemahan dan
penyebab kerosakan yang dideritai umat Islam di dalam beberapa risalahnya.101
Imam Syahid berkata tentang kerosakan yang tersebar di tubuh umat dengan mengatakan,
“Sesungguhnya ia sedang menderita, pada aspek politik oleh penjajahan musuh-musuhnya,
perpecahan, permusuhan, fanatisme kelompok dan kehancuran pada generasi mudanya.
Dalam aspek ekonomi, dengan penyebaran amalan riba di setiap kelas masyarakat serta
hegemoni perusahaan-perusahaan asing atas aset dan kekayaan negerinya.
Ia juga menderita pada aspek pemikiran iaitu dengan kehampaan dan kerosakan, serta
atheisme yang menghancurkan keyakinan dan memusnahkan teladan utama di dalam jiwa
generasi mudanya.
Dalam aspek sosial kemasyarakatan, dengan melenyapkan akhlak dan budi pekerti serta
sifat-sifat luhur kemanusiaan yang diwarisi dari orang-orang soleh terdahulu dengan
mengikuti budaya Barat, yang akhirnya mengalir dalam dirinya seperti aliran racun ular
berbisa yang meracuni darah dan mengotori kesucian jiwa dengan hukum-hukum
konvensional buatan Barat yang tidak akan mencegah para pelaku kejahatan, tidak akan
mampu membetulkan orang-orang yang melampaui batas serta tidak akan mampu
menolak kezaliman.
Begitupula kehampaan dalam pendidikan dan tarbiyah masyarakat yang kemudian
menghalangi pengarahan yang benar terhadap pertumbuhan dan masa depan generasi
mudanya serta para pembawa amanah kebangkitan umat.
Dalam aspek kejiwaan, iaitu dengan keputusasaan yang sangat membimbangkan,
kemalasan yang sangat kritikal, serta sifat pengecut yang memalukan, kehinaan, kebakhilan
dan egoisme yang menghalangi diri dari kerja keras, dan menjadi dinding dari pengorbanan, 101 Lihat risalah-risalah sebelumnya; Dakwah kami, Kepada Apa Kita Mengajak Manusia, Antara kemaren dan hari ini, Muktamar ke V, Menuju Cahaya, risalah dalam muktamar para ketua kawasan, serta risalahnya dalam muktamar para pelajar Ikhwan.
69
yang akhirnya mengeluarkan umat ini dari barisan para pejuang ke barisan orang-orang
lalai dan para kecundang.”102
Imam Syahid telah menentukan pegangan dan tujuan dakwahnya iaitu Islam, baik sebagai
dasar pegangan, visi dan tujuan, serta manhaj, beliau berkata, “Manhaj kami adalah Islam,
tiang- tiangnya sebagaimana tertera dalam Al Quran, langkah dan strategi kami adalah
panduan yang kami dapatkan dari Rasulullah Saw.”103
“Kami meyakini bahwa di dalam manhaj Islam terkandung seluruh konsep yang diperlukan
umat dan kebangkitannya.”
“Oleh sebab itu, kami harus membangunkan kebangkitan dunia Timur sesuai dengan
tonggak dan prinsip-prinsip dasar Islam dalam setiap aspek kehidupan.”104
Kami juga meyakini bahwa semua bentuk kebangkitan yang bertentangan dengan prinsip-
prinsip dasar Islam dan berlanggaran dengan hukum-hukum Al Quran adalah sebuah usaha
yang rosak dan akan menemui kegagalan.”105
Wahai kaum kami, sungguh ketika kami menyeru kalian, ada Al Quran di tangan kanan kami
dan sunah di tangan kiri kami, serta jejak kaum salaf yang soleh dari putera-puteri terbaik
umat ini adalah teladan kami. Kami menyeru kalian kepada Islam, kepada ajaran-ajarannya,
kepada hukum-hukum dan kepada petunjuknya.”106
Sumber yang menentukan tujuan-tujuan ini adalah Islam, dan ia sebagaimana tertuang jelas
di dalam Al Quran dan sunah Rasulullah Saw.”107
“Oleh sebab itu, fikarh kami adalah Islam semata, di atas Islam fikrah itu tegak, kepada
Islam fikrah itu bersandar, demi Islam fikrah itu berjihad, dan demi meninggikan kalimatnya
102 Risalah: Da'watuna (Dakwah Kami), hal. 82103 Risalah: Hal Nahnu Qoumun 'Amaliyun (Apakah Kita Para Aktivis)? Hal. 90104 Risalah: Ila Ayyi Syai'in Nad'unnas (Kepada Apa Kita Menyeru Manusia), hal.47105 Ibid106 Ibid107 Ibid
70
fikrah itu berbuat dan beramal. Kita tidak mungkin mengganti Islam dengan sistem yang
lain, tidak rela menjadikan yang selain Islam sebagai imam, dan tidak akan taat kepada
yang lain sebagai landasan hukum.
Ertinya:
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan
diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (Q.S
Ali Imran: 85)108
“Seungguhnya tujuan Ikhwan terletak pada pembinaan generasi baru dari kaum
muslimin dengan ajaran-ajaran Islam yang benar, yang bertindak untuk mencelup umat
dengan celupan Islam yang sempurna dalam setiap aspek kehidupannya.”109
Imam Syahid merangkumkan garis perjuangan Rasulullah Saw. dalam berdakwah, beliau
berkata, “Langkah-langkah tersebut sangat jelas dalam langkah perjuangan yang ditempuh
dakwah Islam generasi pertama, dan Allah telah meletakkan sebuah manhaj tertentu yang
mesti dilalui generasi pertama kaum muslimin –semoga keredaan Allah tercurah kepada
mereka semua-, iaitu:
1. Dakwah secara sembunyi-sembunyi
2. Kemudian dakwah secara terbuka serta upaya memperjuangkannya tanpa rasa
bosan.
3. Lalu hijrah menuju hati-hati yang subur dan jiwa-jiwa yang sedia menerima hidayah,
kemudian mempersaudarakan antara jiwa-jiwa tersebut dan menempatkan
singgahsana keimanan di hati-hati mereka.
4. Kemudian melakukan perjuangan dan berpaling dari kebatilan menuju kebenaran.
Dengan demikian, selesai sudah langkah pertama dalam manhaj dakwah, yang
merupakan gambaran yang diberikan oleh Rasulullah Saw., baik syariat maupun
penerapannya.
108 Risalah, Ila al Syabab (Kepada Para Pemuda), hal. 99109 Risalah, Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal. 88
71
5. Sepeninggalan Rasulullah Saw., para sahabat dan tabi’in kemudian meneruskan
model dakwah ini secara lengkap di tanah Arab dan hingga tersebar ke negeri-negeri
yang lain.110
Tentang jauhnya target perubahan yang hendak dicapai serta peranan yang ingin
diwujudkan, Imam Syahid berkata, “Sesungguhnya kalian adalah para da’i tarbiyah, tonggak-
tonggak kemenangan kalian adalah, Memahamkan bangsa ini, meyakinkan dan
membangkitkan kesedarannya dari segala aspek terhadap prinsip-prinsip agama Islam,
ajaran dan nilai-nilai dasarnya. Dan hal ini merupakan tujuan yang tak mungkin dicapai
dalam hitungan hari dan tahun, namun ia adalah jihad yang terus menerus, amal yang
berkesinambungan, ia akan berhadapan dengan barisan pasukan kebodohan, buta huruf,
penyakit, kemiskinan, kedengkian dan kebencian, kecilnya cita-cita dan pemutusan
silaturahim, serta bertahun lamanya umat tenggelam dalam genangan kerosakan yang
merebak ke setiap tempat. Adakah kalian berfikir atau manusia menyangka hal ini adalah
masalah yang ringan?
Bahkan tujuan kalian lebih luas dari ini; kalian menginginkan umat ini menjadi model
umat muslim masa depan yang akan menjadi teladan semua negara-negara Timur, dan
kalian menginginkan dari bangsa-bangsa ini sebuah persatuan Islam yang akan membawa
misi kemanusiaan menuju ajaran Islam.
Ini adalah tugas dan peranan kalian yang oleh manusia dilihat masih sangat jauh, namun
dalam pandangan kalian dan Islam yang telah mewajibkannya sebagai sebuah kewajipan
sebagai sesuatu yang dekat ataupun jauh?
Ertinya:
110 Risalah: Hal Nahnu Qoumun 'Amaliyun (Apakah Kita Para Aktivis)?, hal. 88, 89.
72
“Jika mereka berpaling, Maka Katakanlah: "Aku Telah menyampaikan kepada kamu
sekalian (ajaran) yang sama (antara kita) dan Aku tidak mengetahui apakah yang
diancamkan kepadamu itu sudah dekat atau masih jauh?.” (Q.S Al Anbiya: 109)111
Imam Syahid menggambarkan permasalahan umat sebagaimana permasalahan individu
muslim dengan mengatakan, “Hingga dengan rahmat Allah yang mampu menghadirkan
seorang doktor yang mahir dan seorang pakar yang sangat pandai yang mengetahui tempat
luka dan mampu mengidentifikasi, mengenal tempat penyakit dan mampu
menyembuhkannya.
Pengubatannya terdiri dari tiga perkara, mengetahui tempat penyakit, sabar terhadap
rasa sakit ketika pengobatan berlangsung, dan seorang pakar yang mahir mengubatinya
hingga melalui tangannya Allah memberikan kesembuhan dan kemenangan.”112
Dalam terapi pengubatan yang kami gunakan terdapat tiga perkara yang merupakan
bahagian dari fikrah Ikhwan;
Yang pertama, Manhaj yang benar; Ikhwan mendapatkannya di dalam kitab Allah dan
sunah Rasul-Nya Saw..
Yang kedua, Para pekerja yang mukmin; untuk itu Ikhwan membuat diri mereka
melaksanakan apa yang mereka fahami dari agama Allah dalam bentuk amal dan tanpa
melibatkan perasaan dan kelembutan.
Yang ketiga, Kepemimpinan yang kuat dan dipercayai. Ikhwan juga telah
menemukainya, dan mereka sangat mematuhi dan taat bekerja di bawah panjinya.”113
Imam Syahid menjelaskan bahawa kekuatan dakwah bergantung kepada:
“Kekuatan seruan-seruan dakwah itu sendiri, kemudian di hati orang-orang yang
meyakininya, lalu pada keperluan alam terhadap dakwah tersebut, kemudian pertolongan
dari Allah bila- bila sahaja yang Dia kehendaki dan menampakkan kekuatan-Nya.”114
111 Muzakkirat Da'wah wa Da'iyah Lil Imam al Syahid Hasan (Memoar Hasan Al Banna), hal.267, 268112 Risalah: Da'watuna (Dakwah Kami), hal.34113 Ibid, hal. 37114 Ibid
73
Tabiat Perubahan dan Karakteristiknya:
Sebelum membicarakan tentang tabiat perubahan, karakteristik dan sifat-sifatnya, maka
pertama-tama yang harus dipenuhi adalah:
a. Kejelasan terhadap manhaj perubahan
b. Keyakinan terhadap kemampuan manhaj pilihan tersebut.
c. Membatasinya dengan koridor dan tuntutan-tuntutan syariat yang dibawa
Islam.
Ia adalah:
1. Perubahan yang menyeluruh dan mendalam terhadap individu dan masyarakat.
Penyebaran nilai-nilai keIslaman dan syariat mesti menjadi hakikat yang terlihat,
dan tidak terbatas pada penampilan dan simbol semata-mata. Untuk mengawal
peranan-peranan tersebut tidak hanya dilakukan oleh beberapa individu
masyarakat atau lembaga keadilan tertentu, namun ia memerlukan perjuangan
dan keseriusan semua lembaga-lembaga khusus dan umum yang ada.
2. Perubahan ini adalah persoalan agama, oleh sebab itu tidak semestinya dilakukan
secara paksa dan kekerasan, namun harus dilakukan dengan keinginan, pilihan
dan keimanan. Ia tidak hanya dianggap sebagai usaha mengganti pemerintah
dengan pemerintah yang lain yang akan meninggikan syiar-syiarnya atau
menetapkan sebuah keputusan, namun ia bersandar kepada keyakinan dan
keimanan manusia dan permintaan mereka terhadap perubahan tersebut.
3. Perubahan dari bawah
Hal ini menuntut sebuah perubahan dari bawah sesuai dengan manhaj
perubahan yang dipilih. Perubahan dari bawah berbeza halnya dengan
perubahan dari atas; kerana sejatinya ia dilakukan dengan cara melahirkan
keyakinan pada setiap komponen masyarakat untuk berpegang teguh terhadap
syariat Islam. Sebuah perubahan mendalam dan bukan perubahan pada tingkat
atas; kerana ia bermula dari lingkup individu masyarakat dan institusi-institusinya
yang kemudian bertitik- tolak dari dalam institusi-institusi tersebut dan bukan
sebaliknya. Ia bermula dari individu-individu masyarakat yang kemudian
dilakukan ke institusi-institusi, dan tidak dimulai dengan penguasaan pemerintah
74
untuk melakukan perubahan. Imam Al Hudaibi berkata, “Dirikanlah Negara Islam
di hati kalian, maka ia akan tegak di bumi kalian.” Ia adalah perubahan tingkat
bawah yang memiliki pintu masuk masyarakat dan pintu institusi.
Ertinya:
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
mengubah keadaan[768] yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah
menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat
menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (Q.S Al Ra’d: 11)
4. Perubahan yang bertahap
‘Sesungguhnya orang yang bercita- cita yang ingin menguasai sesuatu akan
kehilangan kesempatan untuk mendapatkannya.’ Maka proses perubahan ini
bersandar kepada tahapan dan perpindahan dari satu fasa ke fasa berikutnya,
dari satu tangga ke tangga berikutnya, atas asas kematangan dan kesempurnaan
serta kemampuan menghadapi persoalan, krisis dan permasalahan.
Imam Syahid berkata, “Barangsiapa yang tergesa-gesa ingin menikmati buahnya
sebelum matang atau hendak memetik kembang sebelum waktunya maka
sebaiknya dia keluar dari barisan dakwah ini ke dakwah yang lain.”
Oleh sebab itu, kami mengikat gelora perasaan dengan kecerdasan akal, dan
menjadikan khayalan sepadan dengan hakikat dan kenyataan.”
Dan kami tidak akan melanggar undang-undang alam semesta kerana hal itu
adalah kekalahan, namun kami akan menundukkan, mengendalikan dan
mengalihkan arusnya serta menjadikannya sebagai penolong satu sama lain.”
75
Kerana ia adalah perubahan bertahap dan bukan perubahan radikal, maka
langkahnya bukan kekuatan dan kekerasan; sesungguhnya dakwah yang benar
adalah yang mampu berkomunikasi dengan jiwa, kemudian ia mampu mengetuk
pintu-pintu hati yang tertutup, sesuatu yang mustahil dapat dibuka oleh pukulan
tongkat, atau dengan kilatan mata pedang dan tombak.
5. Perubahan Universal
Isyarat-isyarat ini sebagaimana telah ditetapkan sejak fajar pertama dakwah,
firman Allah:
Ertinya:
“Dan kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya
sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi
kebanyakan manusia tiada Mengetahui.” (Q.S Saba:28)
Dakwah ini adalah dakwah universal sejak ia dilahirkan, yang tidak dibatasi oleh
kawasan tertentu dan tidak pula dibatasi oleh daerah tertentu; untuk itu “Kami
telah menggambungkan semua elemen dalam setiap ceruk negeri kami yang
telah dipisah-pisahkan oleh politik Barat, yang telah dimusnahkan oleh
kepentingan Negara-negara Eropah; untuk itu kami tidak akan pernah mengakui
perkongsian politik apapun dan kami tidak akan menerima kesepakatan-
kesepakatan tersebut, yang telah menjadikan dunia Islam berubah menjadi
negeri-negeri kecil yang lemah dan tercarik- carik serta mudah ditelan oleh para
penceroboh- penceroboh itu.”
6. Perubahan yang kami inginkan adalah perubahan yang tenang dan
berkesinambungan, yang tidak tergugat dan tidak bersifat sementara; untuk itu
kita wajib melakukan tarbiyah, memimpin dan memberikan peranan pada
kekuatan-kekuatan perubahan secara keseluruhan serta mengkoordinasikan
kerjasamanya demi mewujudkan keyakinan dan penerimaannya terhadap
halangan- halangan perubahan.
76
7. Perubahan memiliki kekuatan kawalan terdepan yang memegang kepemimpinan,
dan ia memiliki kekuatan politik yang handal iaitu rakyat negara, yang memiliki
kekuatan yang menyokongnya iaitu, institusi-institusi masyarakat, dan institusi ini
memiliki kekuatan yang mendukungnya, iaitu umat Islam di dunia secara
keseluruhan.
Ia adalah perubahan yang sangat dalam dan tidak dangkal, perubahan di tingkat
bawah dan bukan di tingkat atas, yang bersifat beransur- ansur dan tidak
tergesa-gesa, perubahan universal dan tidak di kawasan tertentu, yang
berkesinambungan dan tidak sementara, kami akan memimpin umat ke arah ini
dan tidak akan mewakilkan mereka dengan yang lain.”115
Sesungguhnya pelaksanaan manhaj Islam secara sempurna dan menyeluruh serta
projek pembangunannya di tengah masyarakat tidak hanya terbatas pada
perspektif yang benar atau pemahaman yang universal, namun juga memerlukan
proses tarbiyah dan persiapan orang-orang yang akan memikul amanah
pelaksanaannya dan memimpin setiap individu bangsa. Dan persiapan di dalam
kelompok ini berdasarkan pada proses tarbiyah Islamiyah yang sempurna agar
Islam dapat dikenali dari keperibadiannya, pemahaman dan akhlaknya, dalam
amal dan setiap gerakannya. Proses tarbiyah tidak berjalan dalam waktu yang
ringkas atau hanya dengan pelajaran beberapa saat, namun ia merupakan proses
pembentukan yang sangat cermat dan teliti serta merupakan perbaikan individu
yang lengkap. Lalu akan datang ujian, cubaan dan rintangan untuk menyaring dan
memilih, yang pada akhirnya akan memperlihatkan daya tahannya menanggung
tekanan untuk tetap tegar dan tidak menyimpang.
Hilangnya titik-titik konsentrasi ini atau kelemahannya dalam pelbagai lapangan
kehidupan masayarakat akan menyebabkan melemahnya tarbiyah masyarakat
dan pelaksanaan yang benar terhadap manhaj Islam.
115 Risalah: Wudhuh Ru'yah, Al Ustadz Musthafa Masyhur, hal.31
77
Sesungguhnya Ikhwan tidak pernah bermaksud menghancurkan sistem atau
merubah kebatilan semata lalu menggantikannya dengan sistem yang lain atau
merubah kebatilan dengan kebatilan yang lebih kecil penyimpangannya. Ia
justeru bermaksud untuk menyusun dan merancang bangunan Islam yang
sempurna dan integral di tengah masyarakat dan umat dengan segenap asasnya
secara keseluruhan, sebuah bangunan yang kukuh dan kuat yang akan memikul
tekanan-tekanan dan berhadapan dengan segala rintangan.
Bangunan yang kukuh ini dengan tapak dan bebannya tidak hanya berada di
tempat terbatas dan kawasan tertentu saja, namun ia adalah bangunan yang
disediakan mampu memikul tanggungjawab bangsa Arab, umat Islam dan dunia
antarabangsa. Sesungguhnya kita berniat untuk mendirikan dan menghidupkan
umat Islam serta pembinaan negaranya secara universal.
Dan tujuan ini lebih besar dan lebih jauh dibanding perubahan sistem semata.
Konstruksi ini mencakup bangsa dan masyarakat, yang merupakan pendukung
dan batu batanya, dan sudah semestinya ia mendapatkan tarbiyah, persiapan
dan kesedaran; untuk kemudian diwarnai dengan Islam, baik pemahaman,
akhlak, budi pekerti, nilai dan adat istiadat. Ia juga harus mengetahui hak-haknya
dan bagaimana menjaga hak-hak tersebut serta bagaimana berkorban untuk
memeliharanya. Ia juga harus benar-benar sedar dan penuh perhitungan, serta
tidak tertipu dengan para penjual simbol dan syiar-syiar para penyeru perbaikan,
memberikan toleransi terhadap manhaj dan dakwahnya atau berpaling darinya.
Tanpa persiapan dan tarbiyah terhadap suatu bangsa maka bangunan
masyarakatnya akan rapuh dan lemah serta terjadinya perlanggaran antara satu
sama lain di dalam satu komuniti masyarakat. Bahkan dengan keadaan tersebut
komponen masyarakatnya tidak akan bersedia menerima beban fasa tersebut,
iaitu pendirian sebuah Negara Islam, kerana pada fasa tersebut ia dituntut untuk
mampu menghadapi halangan dan tentangan serta tekanan-tekanan baik
78
internal mahupun eksternal, memberikan pengorbanan, semakin setia dan
komited terhadap jama’ah.
Imam Syahid Sayyid Quthb berkata, “Maka sudah semestinya sebuah gerakan
Islam dimulakan dari tapak dasarnya, iaitu membangunkan bimbingan akidah
Islam di hati dan fikiran, serta tarbiyah terhadap orang-orang yang menerima
dakwah dan pemahaman ini dengan tarbiyah Islam yang benar, serta dengan
tidak memaksa sebuah sistem Islam dengan cara menguasai pemerintahan
sebelum kukuhnya tiang- tiang keIslaman di tengah masyarakat, sebab
masyarakat tersebutlah yang akan meminta sistem pemerintahan Islam kerana
mereka mengetahui hakikatnya dan menginginkan.”116
Sesungguhnya bangunan (masyarakat) yang dicita-citakan oleh Ikhwan bukan
bangunan masyarakat biasa sebagaimana Negara-negara di dunia, namun ia
merupakan bangunan akidah Islam sejak mula berdiri, semenjak hari pertama
pembangunannya, yang akar dan pembinaannya bersumber dari manhaj Allah
dan Sunah Rasul-Nya Saw. dan ia bukan deklarasi moral dan akhlak semata, atau
hanya seruan-seruan reformasi yang diserukan banyak pihak, walaupun ini
merupakan komponen ringkas dari bangunan yang dimaksudkan. Namun ia
justeru merupakan sebuah bangunan yang memiliki pelan konstruksi yang jelas
dan tiang- tiang yang sempurna, iaitu Islam secara keseluruhan, baik umat,
masyarakat, Negara dan pemerintah, misi dan peradabannya.
Di sana juga terdapat ruang universal yang merupakan aset umat, iaitu lapangan
dakwah dan harakah yang merupakan kekuatan penyokong.
Kemudian juga tersedia ruang universal dengan segenap arus, perseteruan dan
langkah-langkah yang ingin menguasai kawasan Arab dan dunia Islam.
116 Lihat Koran Al Muslimun, perkataan yang disampaikan Imam Syahid Sayyid Quthb, yang dipublikasikan lewat Koran dengan tema, Mengapa mereka mengeksekusiku? Komentar ini beliau tulis sebelum proses eksekusi pada pagi Senin, 29 Agustus 1966.
79
Disamping itu juga terdapat sunah alam dalam proses perubahan, serta waktu-
waktu yang memerlukan kesedaran, kewaspadaan dan kemampuan untuk
memanfaatkan, cara memenangkan dan bersiap menanti keadaan yang akan
dihadapi.
Semuanya memerlukan perhitungan
Sesungguhnya Negara Islam sejak awal berdiri –dengan izin Allah- akan
berhadapan dengan tentangan dalam setiap apsek, baik sosial kemasyarakatan,
akademik, peradaban dan ketenteraan. Ia akan lahir di tengah badai dan
gelombang, hal ini tentu memerlukan kekuatan dan kekukuhan bangunan untuk
membentengi dan mewujudkan projek-projek besar Islam.
Dalam proses rekonstruksi ini kami tidak terpisah dari masyarakat, dan kami tidak
bermaksud untuk mengumpulkan seluruh kekuatan perbaikan dan
perjalanannya, namun peranan kami yang menjadi dasarnya adalah sebagai
penyeru dakwah dan kesedaran umat, saling membantu dan bekerjasama
dengan segenap warga masyarakat yang mencintai dan ikhlas berjuang untuk
negaranya, sehingga pada akhirnya kami sampai kepada kesamaan manhaj, visi
dan tujuan.
Sesungguhnya tarbiyah masyarakat dan pengetahuan mereka terhadap hak-
haknya serta komitmen merupakan elemen dasar dan pengawasan yang sangat
efektif pada setiap sistem yang akan memimpinnya, sehingga ia tidak akan
menyimpang dan tertipu dengan slogan-slogan dan simbol-simbol yang tidak
sesuai dengannya.
Sebuah bangsa yang proses tarbiyahnya telah berjalan dengan sempurna dan
baik adalah jaminan dan yang mengawal bangunan ini, ia mampu meneliti,
mengawasi dan mengubah jika terjadi penyimpangan. Oleh sebab itu maka
tarbiyah dan pembinaan masyarakat sangat penting dan mentarbiyahnya sesuai
dengan manhaj Ikhwan.
80
Pilihan raya politik, parlimen, profesionalisme, dewan perwakilan dan yang lain
merupakan sebahagian dari perjuangan konstitusi, yang merupakan alat
pembantu untuk mewujudkan manhaj jamaah dan pembangunan tonggak-
tonggak masyarakat muslim.
Akan tetapi kotak-kotak suara pilihan raya hanyalah alat untuk menyampaikan
aspirasi masyarakat dan bungkusan bagi dakwah serta menjadi alat untuk
menghubungkannya ke lembaga dan yayasan-yayasan tertentu, namun ia tidak
mendidik sebuah masyarakat dan tidak membangunkan sebuah tapak yang
kukuh, sementara hal ini merupakan hal yang mendasari proses perubahan dan
perbaikan. Bahkan kemajuan dalam proses tarbiyah yang sempurna akan
memberikan buah dan hasil dalam pelaksaan pilihan raya.
Sesungguhnya pembangunan tapak dasar yang kuat dan tiang- tiang yang kukuh
dan tersebar di semua tempat adalah yang mewujudkan akidah dan persatuan,
sedangkan tarbiyah masyarakat, pembinaan dan pencelupannya dengan celupan
Islam adalah asas utama yang tak dapat digantikan. Setelah itu terwujud,
kemudian dilanjutkan dengan usaha- usaha dan kemudahan lain yang akan
membantu, menyempurnakan dan mendukung terwujudnya target-target
tersebut.
Juga terdapat peranan lain dalam mengupayakan kepemilikan umat terhadap
usaha- usaha kekuatan di tengah masyarakat yang memberikan peluang baginya
untuk mewujudkan visi dan misinya. Iaitu dengan melakukan perubahan
terhadap keadaan realiti lembaga-lembaga kemasyarakatan dan individualnya
(baik lelaki mahupun wanita), agar sesuai dengan perspektif pembangunan
sempurna yang mampu menciptakan penyelesaian konkrit terhadap masalah-
masalah terkini dan masa depan yang menyatu dalam satu syiar, Al Islam huwa al
Hall (Islam adalah penyelesaian) sesuai dengan program-program yang terperinci
yang mampu memberikan penyelesaian terhadap permasalahan dan kegundahan
manusia.
81
Kita menginginkan pengubatan tersebut berlangsung dengan jelas dan
meyakinkan bahawa tidak ada alternatif lain selain penyelesaian yang diberikan
Islam, sebuah penyelesaian yang menjadi kemestian, kerana penyelesaian
tersebut merupakan pemberian Allah, zat yang menciptakan manusia dan yang
Maha Mengetahui kebaikan dan manfaat untuk manusia.117
Had minimumnya adalah paling tidak kami memiliki perspektif yang jelas dan
integral dalam permasalahan tersebut, lalu kita meluruskan kerosakan yang
terjadi dan mengubati sebab-sebab kelemahan, kemudian melakukan perbaikan
di semua institusi dan tahap kehidupan menuju titik berpijak yang sebenarnya,
serta dengan menguasai alat- alat kekuatan untuk kemudian mengoptimumkan
usaha- usaha tersebut dalam sebuah payung pemerintahan Islam yang mampu
menyempurnakan proses perbaikan, menguatkan bangunan serta mewujudkan
tujuan-tujuannya secara sempurna. Sebuah kerajaan muslim akan berdiri kukuh
setelah terpenuhinya tonggak dasar perbaikan dan pembangunan di masyarakat
serta keyakinan masyarakat yang kuat terhadap kepentingan solusi Islam dalam
kehidupan dan perkembangannya.
Panjangnya perjalanan, kuatnya perjuangan serta pengorbanan yang harus
diberikan tidak akan menggoyahkan kami dari manhaj kami; kerana bangunan
yang dicita-citakan sangat besar dan agung. Kejayaan yang hakiki dan
kemenangan yang sebenarnya adalah ketegaran di atas manhaj ini serta dengan
mewujudkan bangunan ini dengan pertolongan Allah Swt.
Kepemimpinan yang bijak dan mengarahkan Semangat
Perubahan ini dinakhodai oleh kepemimpinan yang bijak dan tidak bertentangan
dengan undang-undang semesta dalam perubahan serta tidak tertipu dengan
semangat yang membara; kerana ia mengetahui bahawa orang yang sangat
bersemangat, reaktif dan emosional kadang-kadang menjadi orang yang paling
117 Risalah: Wudhuh Ru'yah, Al Ustadz Musthafa Masyhur, hal. 38
82
mudah tergoncang, larut dan kalah ketika berhadapan dengan kesulitan dan
realiti di lapangan.
Motivasi, dorongan dan semangat yang luar biasa secara umum berasal dari
beberapa hal berikut:
1. Tidak mengetahui hakikat beban
2. Kadang- kala berasal dari kecilnya kemungkinan untuk bertemu kesukaran
dan kekalahan, yang kemudian mendorongnya untuk melakukan gerakan,
perlawanan dan kemenangan dengan segala bentuk tanpa mengukur beban
gerakan, perlawanan dan kemenangan tersebut. Sehingga ketika ia
berhadapan dengan beban-beban tersebut yang ternyata lebih berat dari
perhitungan mereka, serta-merta mereka menjadi orang-orang di barisan
pertama yang mengalami kegoncangan dan kegentaran. Firman Allah:
Ertinya:
“Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka[317]:
"Tahanlah tanganmu (dari berperang), Dirikanlah sembahyang dan tunaikanlah zakat!"
setelah diwajibkan kepada mereka berperang, tiba-tiba sebahagian dari mereka
(golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah,
bahkan lebih sangat dari itu takutnya. mereka berkata: "Ya Tuhan kami, Mengapa
Engkau wajibkan berperang kepada Kami? Mengapa tidak Engkau tangguhkan
(kewajipan berperang) kepada kami sampai kepada beberapa waktu lagi?" Katakanlah:
"Kesenangan di dunia Ini Hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang
yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun.” (Q.S An Nisa:77)118
118 Ibid, hal. 33
83
Imam Syahid berkata, “Aku berharap kalian bijak dalam mengambil langkah, dan
hendaknya kalian meluruskan jalan kalian dengan akal dan perasaan secara bersamaan,
jangan biarkan bara semangat memandu kalian menuju jalan yang tidak bermanfaat
untuk kepentingan dakwah.”119
Dalam hal ini beliau juga mengatakan, “Mereka (Ikhwan) lebih memilih sikap perlahan-
lahan namun bijak demi meraih kemenangan yang gemilang.”120
Adapun dalam menolak marabahaya atau berpegang teguh dengan dakwah, maka
sesungguhnya, “sikap perlahan-lahan dan tenang akan menghentikan gerak maju dan
merenggut kemenangan mereka, dan pada saat itu merekapun mengetahui bagaimana
mempertahankan dakwah mereka..”121
Ringkasan Prasarana Perubahan
Prasarana Perubahan dalam manhaj Ikhwan mempunyai titik berat pada tiga rukun:
1. Komitmen terhadap Islam dengan pemahaman yang benar, baik ilmu dan
pengamalan serta jihad.
2. Kepentingan jama’ah dan kemestian adanya barisan kaum muslimin yang
tersusun rapi di bawah satu kepemimpinan.
3. Tarbiyah dan pembentukan dalam menyediakan individu muslim dan
membangunkan generasi baru muslim, memberikan perhatian terhadap
bangsa dan masyarakat dan mengoptimumkan peranan-peranannya serta
mencelupkannya dengan celupan Islam.
Dan hal tersebut di atas diringkaskan dalam langkah-langkah berikut:
1. Pembangunan dan pembinaan generasi baru
Dan ini mengalir dan menyebar di tengah masyarakat dan di tubuh umat, yang akan
memberikan pengaruh dalam menyedarkan umat dan memperbaiki keadaannya.
119 Hasan Al Banna, momen-momen dakwah dan tarbiyah, Abbas Asisi, hal.147120 Muzakkirat Da'wah wa Da'iyah Lil Imam al Syahid Hasan (Memoar Hasan Al Banna), hal. 266121 Ibid
84
Generasi ini akan menjadi tiang dasar berdirinya sebuah pemerintah dan Negara
Islam.
Imam Syahid berkata, “Sesungguhnya dakwah Ikhwan secara khusus ditujukan
untuk membentuk generasi baru kaum muslimin dengan nilai-nilai ajaran Islam
yang benar, yang bekerja dengan celupan Islam yang sempurna dalam segala tahap
kehidupan.”122
Generasi baru ini adalah tapak kukuh dan inti yang akan mendukung berdirinya
kerajaan Islam dan yang akan memikul beban dan serta memimpin umat di atas
manhajnya.
Imam berkata, “Dan dengan urgensi kelahiran generasi baru ini, maka perbaikilah
dakwah dan maksimumkan proses pembentukannya, ajarkan kepadanya
kebebasan jiwa dan hati, serta kebebasan pemikiran dan akal, kebebasan jihad dan
amal. Penuhilah jiwa yang liar dengan keagungan Islam dan keindahan Al Quran,
serta latihlah ia menjadi perajurit di bawah bendera dan panji Nabi Muhammad.”123
2. Tonggak- tonggak generasi mukmin ini harus memenuhi beberapa hal berikut:
a. Hendaknya jumlahnya memadai dan sesuai dengan target serta beban
yang akan dipikul tatkala mendirikan sebuah Negara dan menghadapi
pelbagai tentangan. Hal ini tentunya adalah sesuatu yang selalu berubah
sesuai dengan situasi dan kenyataan yang berlaku. Pada tahun 1935 M,
saat penduduk Mesir masih berjumlah 16 juta, Imam Syahid berkata, “Dan
di saat jumlah kalian -wahai Ihkwanul Muslimin- telah mencapai 300
katibah (yaitu 12 ribu), dan setiap katibah telah mempersiapkan dirinya
secara spiritual dengan iman dan akidah, secara intelektual dengan ilmu
dan tsaqafah, dan secara fizikal dengan aneka latihan dan rekreasi, maka
pada saat itu ajaklah aku mengharungi kedalaman samudera, menembus
ketinggian langit dan berperang bersama kalian melawan tirani dan
122 Risalah: P Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal. 188123 Risalah: Al Ikhwan tahta rayatil Quran (Ikhwan di bawah naungan panji Al Quran), hal. 197
85
penguasa zalim, maka aku benar-benar akan melakukannya insya
Allah.”124
b. Dan hendaknya tonggak- tonggak ini tersebar di seluruh kawasan, daerah,
perkampungan, yayasan, dan lembaga-lembaga sosial dengan jumlah yang
memungkinnya memberikan pengaruh dan warna serta mengarahkan
komunititersebut kepada syariat Allah.
Tempat yang tidak ditempati oleh tonggak- tonggak mukmin ini, atau
hanya ditempati oleh komuniti mukmin yang lemah, maka ia akan menjadi
kawasan lemah yang memberikan implikasi buruk terhadap kekuasaan
dan ikatan kepemimpinan umat Islam serta model penerapan syariat Islam
dan tarbiyah masyarakat. Sesungguhnya semangat, sambutan baik dan
penerimaan ketika kemenangan Islam tidak menjadi ukuran atau
pengganti proses pembentukan yang mendalam terhadap tonggak-
tonggak mukmin ini.
c. Dan hendaknya kekuatan utama ini sampai pada taraf keimanan dan
tarbiyah yang sesuai dengan beban yang ada, kemudian melalui ujian dan
proses penyaringan, serta menjalani cubaan, bencana yang beraneka
ragam hingga terbebas dan membersihkan dirinya dari batu bata yang
lembik serta menambah kekuatan dan keteguhan.
d. Dan hendaknya kekuatan utama ini berada dalam satu saf yang kuat dan
di bawah satu kepemimpinan, serta memiliki langkah kemenangan iman
dan menjauhkannya dari kekalahan dan kehinaan.
Asas kekuatan barisan terdapat dalam kekuatan akidah, kekuatan
persatuan dan kekuatan ikatan sebelum kekuatan otot dan senjata.
124 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal. 181
86
e. Perhimpunan atau pembentukan kekuatan inti tidak berdasarkan
propaganda yang membabi buta atau hanya dengan propaganda umum,
perasaan yang membara atau dengan gerakan tambahan dan penyebaran
yang sangat cepat, namun ia dilakukan dengan kepiawaian menyucikan
alat- alat yang baik dan sesuai (Manusia ibarat seratus unta yang tak
memiliki pengembala), tarbiyahnya, pembentukan dan penanaman rukun-
rukun baiat, serta pembaharuan iman dengan agama dan dakwah.
3. Menyebarkan dakwah, pengenalan dan tarbiyah masyarakat:
Seiring dengan penyucian dan pembentukan tonggak- tonggak utama ini, juga
pada masa yang sama dilakukan usaha- usaha penyebaran dakwah, pengenalan
(sosialisasi dakwah) dan tarbiyah masyarakat sesuai dengan pemahaman Islam,
mencelupkannya dengan celupan Islam dan menghadapi sisi-sisi kerosakan yang ada
serta mewujudkan sifat-sifat yang diinginkan seperti kepekaan, kesedaran dan
pengorbanan dll. Sehingga para pendukung dan dan yang bersimpati terhadap
dakwah semakin bertambah banyak, dan nilai-nilai dakwah menjadi pegangan
umum di tengah masyarakat, serta didukung dan ditopang oleh tokoh-tokoh
masyarakat.
Imam Syahid berkata, “Sesungguhnya khutbah dan perkataan, tulisan dan
pelajaran, seminar, identifikasi penyakit dan ubatnya, semuanya tidak akan
memberikan manfaat apapun dan tidak akan mewujudkan tujuan apapun serta
tidak akan menghubungkan da’i kepada target yang diharapkan..”125
“Tidak demikian wahai Ikhwan, bukan ini yang kita inginkan. Di antara yang kita
inginkan adalah keredaan Allah, adapun tujuan Ikhwan yang paling utama, target
Ikhwan yang paling tinggi, perbaikan yang diinginkan oleh Ikhwan dan yang
disiapkannya adalah perbaikan yang integral dan menyeluruh yang didukung oleh
kekuatan umat secara keseluruhan.126
125 Risalah: Baina l-Amsi wal Yaum (Antara Kemaren dan Hari ini), hal.108 126 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal.205
87
Maka hal ini menuntut:
1. Iman Yang mendalam
2. Pembentukan yang teliti
3. Amal yang berkesinambungan
“Maka yakinlah terhadap fikrah kalian dan berkumpullah di sekelilingnya, bekerjalah
untuknya dan teguhlah.”127
“Akan tiba masanya prinsip-prinsip Ikhwan akan menyebar dan mendominasi, dan
rakyat akan belajar bagaimana mereka mengutamakan kemaslahatan umum
berbanding kemaslahatan Peribadi.”128
Tentang penyebaran dakwah di pelbagai tempat, kawasan dan komuniti masyarakat,
Imam Syahid menegaskan tentang wujudnya tujuan ini, “Untuk itu kami berusaha agar
dakwah kami sampai ke setiap rumah dan agar suara kami terdengar ke segenap
penjuru.”129
Yang mana hal ini kemudian memerlukan inovasi dan langkah yang bervariasi dalam
menggunakan medium- medium dakwah kontemporari, keterbukaan terhadap
masyarakat, ramah dan komunikatif, serta sosialisasi dakwah, gagasan dan sikap-
sikapnya dalam setiap majlis, muktamar, peristiwa dan krisis.
Jamaah juga menggunakan segala medium dakwah serta ditambah dengan pengaruh
positif dari para tokoh dakwah di masyarakat. Dakwah tidak hanya terbatas pada satu
alat tertentu namun dikembangkan dalam bentuk lembaga-lembaga sosial, yayasan,
asosiasi, yang merupakan sebahagian dari lembaga-lembaga dakwah dan yang mampu
berinteraksi dengan masyarakat dalam setiap segmen serta bekerja untuk menyedarkan
umat dan menyatukannya di bawah naungan Islam.
127 Risalah: Baina l-Amsi wal Yaum (Antara Kemaren dan Hari ini), hal.108128 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal.137 129 Risalah: Ila al Syabab (Kepada Para Pemuda), hal.177
88
4. Jamaah juga menempuh cara perjuangan konstitusi sebagai sebahagian dari projek
perbaikan dan gerakan di tengah masyarakat. Kerana jamaah kerap harus
berhadapan dengan situasi yang sempit dan sukar yang menghalanginya dari
medium- medium yang layak untuk dakwah, serta dari perjuangan konstitusi
sebagai sebahagian dari hak asasinya, namun kemudian ia menghadapinya dengan
penuh kesabaran, dan sikap positif, perhatian terhadap dakwah fardiyah dan
pengaruh dalam masyarakat dengan kerja dan teladan yang baik, menggunakan
medium- medium yang sesuai untuk menyampaikan dakwah dan tarbiyah individu,
tidak melepaskannya dari manhaj, cara, dan prinsip-prinsip dakwah serta tidak
bersandar kepada kekerasan dan tetap bertahan menghadapi tekanan tersebut
walaupun ujian datang menghadang.
5. Sampainya jamaah dakwah ini ke fasa kepemimpinan masyarakat, hingga dakwah
dan jamaah itu benar-benar menjadi harapan umat dan mampu memenuhi
tuntutan masyarakat, menanamkan prinsip-prinsip Islam dan tujuan-tujuannya,
menyerukan Islam kepada umat dan berpegang teguh padanya, serta munculnya
para aktivis dakwah sebagai tokoh-tokoh masyarakat di pelbagai bidang, dan
menjadi perhatian dan ikutan umum.
Kemudian terjalinnya kerjasama dengan setiap orang yang menyerukan perbaikan
serta melakukan penyatuan antara para pejuang-pejuang yang ikhlas dan para
penyeru reformasi baik personal maupun kolektif dengan tetap menyampaikan
dakwah kepada mereka untuk. Lalu kita tunggu bagaimana kemudian putaran
waktu akan membuat mereka meyakini bahawa dakwah ini adalah dakwah yang
sangat integral dan sempurna, hingga mereka mengikuti dan bernaung di bawah
panjinya jika mereka menginginkan, dan akhirnya dakwah Ikhwan menjadi jantung
umat, akal dan cita-citanya.
6. Ketika hal ini dapat diwujudkan sesuai dengan yang direncanakan, dan bersama
terwujudnya jarak internasional terhadap dakwah berupa bantuan moral dari umat
Islam dan kekuatan perbaikan di dalamnya, maka pada saat itu dakwah melakukan
89
langkah penting dan membuat pemerintah eksekutif130 condong kepadanya dalam
situasi rakyat dan institusi pemerintahan yang memerlukan Islam dan yang
mendukung jamaah. Kecondongan pemerintah kepada manhaj Islam dan aspirasi
masyarakat yang diarahkan oleh dakwah dengan izin Allah akan terwujud, baik
dengan pilihannya sendiri atau kerana kecondongan amal nyata terhadap
pemerintah tanpa kekerasan.
Sesungguhnya kerja politik, intelektual, sosial, pelayanan, tarbiyah dan dakwah di
setiap komuniti masyarakat dan institusi-institusinya akan membuat pandangan
masyarakat umum menjurus kepada jamaah dan dakwah, dan kemudian jamaah
akan mendapatkan kepercayaan dan sokongan majoriti. Yang pada akhirnya secara
praktikal membuat cenderung pula orang-orang di jalan, daerah, perkampungan,
yayasan-yayasan, lembaga, asosiasi, lembaga profesion dan politik, dan akan
membuat pemerintah setempat akan juga cenderung kepada pandangan
masyarakat umum, sehingga urusannya akan diserahkan kepada jamaah yang
didukung oleh masyarakat. Jamaah dakwah kemudian menjadi corong yang akan
mengarahkan, berpengaruh dan menjadi pelaku, bersatu dan bekerjasama dengan
seluruh kelompok dan kalangan masyarakat.
Jika pemerintah eksekutif menolak dan menekan keinginan masyarakat, lalu
menyakiti dan melakukan tekanan-tekanan dan bantahan, maka hal itu merupakan
bentuk kezaliman dan penindasan terhadap kehendak rakyat. Saat itulah jamaah
berkewajipan melakukan penolakan terhadap tindak kezaliman tersebut –yang
bukannya tindak kezaliman pertama, namun ia akan tetap bersabar-, ia akan
melakukan pembelaan masyarakat dan pilihannya terhadap manhaj Islam.
Imam Syahid berkata, “AKu berkata kepada orang-orang yang bertanya, bahawa
sesungguhnya Ikhwan akan menggunakan kekuatan dimana tidak ada yang lain
yang bermanfaat, dimana mereka meyakini bahwa mereka telah menyempurnakan
persiapan iman dan persatuan. Dan ketika mereka menggunakan kekuatan ini,
130 Untuk menambah keterangan tentang hal ini, silakan lihat: Bab IX, Pemerintahan Islam, yang merupakan bagian dari buku yang berjudul: Bagaimana keberpihakan dengan pemerintah eksekutif.
90
maka mereka menjadi orang-orang mulia dan bebas serta akan memberi
memberikan peringatan lebih dulu, lalu menunggu untuk kemudian datang dengan
penuh kehormatan dan keperkasaan, dan akan memikul seluruh akibat sikap-sikap
mereka dengan penuh keredaan dan kelapangan hati.”131
Beliau juga mengatakan, “Kami adalah penyeru kebenaran dan kedamaian, kami
meyakini dan bangga dengannya, jika kalian menghadang dan menghalangi jalan
dakwah kami, maka sesungguhnya Allah telah mengizinkan kami untuk membela
diri. Sesungguhnya kalian adalah orang-orang yang jahat dan zalim.”132
Imam berkata, “Kami tidak akan berputus asa, dan sesungguhnya kami memiliki
cita-cita yang lebih agung di sisi Allah.”
Ertinya:
“Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada
mengetahuinya. (Q.S Yusuf;21)133
Prasarana pembentukan, tarbiyah untuk individu dan masyarakat:
1. Proses persiapan untuk barisan ini serta tonggak- tonggak yang disebut di atas
tidak mungkin dapat diwujudkan dalam waktu sehari semalam, namun
memerlukan tarbiyah yang mendalam, dan ia wajib mendapatkan tarbiyah yang
mendalam, pembentukan yang teliti agar sampai ke tahap keimanan yang berhak
mendapatkan kemenangan dari Allah, dan hendaknya mampu mengembang
beban berat dan tekanan-tekanan setelah kemenangan.
2. Pembentukan ini tidak terpisah dari kenyataan dan gerakan –hingga salah seorang
mengaku bahawasanya hal itu dilakukan dengan memencilkan diri-, padahal
gerakan dakwah, interaksi dan sikap positif dengan realiti merupakan bahagian
asasi dari dakwah. Bersama reality dan perjalanan gerakan ini maka akan 131 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal.136 132 Risalah: Ta'alim (Risalah Ta'alim), hal.136133 Risalah: P Baina l-Amsi wal Yaum (Antara Semalam dan Hari ini), hal.110
91
menciptakan kematangan Peribadi dan kedewasaan akhlak, “Gerakan kami terikat
dengan keyakinan kami, dan keyakinan kami terikat dengan gerakan kami.”134
3. Penyucian dan pembentukan tonggak- tonggak ini adalah tugas yang
berkesinambungan. Ia tidak terhenti pada fasa tertentu atau hingga berdirinya
sebuah Negara –namun ia akan terus berlanjutan selama keberlanjutan jamaah
demi mewujudkan tujuan yang lebih besar, hingga seluruh dunia dapat dikuasai,
dan hal itu merupakan target penting yang harus dipelihara.
4. Diperlukan interaksi dan kesinambungan antara tonggak- tonggak yang baru lahir
dengan tonggak- tonggak lama demi mewujudkan kesinambungan, kesatuan dan
persatuan. Dengan demikian maka kesinambungan generasi akan tetap terpelihara
dan terlaksananya pewarisan dakwah secara terus menerus dan istiqamah sesuai
manhaj tanpa ada penyimpangan. Pertumbuhan saf dan interaksi antara tonggak-
tonggak ini merupakan tugas yang terus menerus dan tidak terputus, baik sebelum
mahupun setelah kemenangan.
5. Bahawa manhaj tarbiyah dan pembentukan dalam barisan dakwah tidak dapat
digantikan dengan yang lain, termasuk tonggak- tonggak tersebut, hingga ia
sampai pada tahap keimanan yang diinginkan yang sedia menerima kemenangan,
serta terlaksanannya penyediaan umat menghadapi fasa ini. Maka pada saat itu,
Allah akan memberikan faktor-faktor yang akan memberkati dalam setiap
langkahnya sehingga berdirinya Negara.
Al Ustadz Musthafa Masyhur –semoga Allah merahmatinya- berkata, “Perjalanan
waktu dan hari telah membuktikan bahawa perhatian terhadap tarbiyah akan
mengekalkan keaslian gerakan Islam, kesinambungan dan pertumbuhannya,
hingga menyatunya antara individu dan kesatuan saf, kerjasama dan produktiviti
yang diberkati. Sesungguhnya tarbiyah adalah peranan dasar yang diinginkan dari
kita dan untuk kita.”135
6. Permasalahan tidak hanya terhenti pada pembentukan individu, namun harus pula
dilakukan tarbiyah masyarakat dan mencelupnya dengan celupan Islam serta
134 Dari perkataan Imam Syahid Sayyid Quthb. Kami menyangkanya demikian dan kami tidak mengganggap suci seseorang di atas kewenangan Allah.135 Risalah: Wudhuh Ru'yah, Al Ustadz Musthafa Masyhur, hal.39
92
menyatukannya dengan pemikiran Islam, menjadikannya sebagai medium
kemenangan dakwah dan membuatnya bersedia mendirikan pemerintah Islam,
berkomunikasi dan berinteraksi dengannya, menjaga dan melindunginya. Tanpa
melakukan persiapan masyarakat dan komunitinya yang beraneka ragam serta
tanpa penyebaran dakwah dan tiang- tiangnya di segenap tempat, jalan-jalan dan
perkampungan, maka sebenarnya urusan tersebut belum selesai.
Sesungguhnya Ikhwan bersabar dan menahan dirinya dari hanya mengambil tugas
dalam pemerintahan sementara jiwa-jiwa masyarakat masih dalam keadaan
demikian. Maka diperlukan waktu untuk penyebaran dan mendominasinya prinsip-
prinsip Ikhwan, lalu masyarakat akan belajar bagaimana ia akhirnya lebih
mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan Peribadi.”136
“Wahai Ikhwan, janganlah kalian tergesa-gesa, di hadapan kalian masih terdapat
waktu yang luas.”137
“Pencukupan dan penyebaran dakwah dengan menggunakan pelbagai medium
hingga ia difahami oleh masyarakat umum, lalu memenangkannya dengan
keyakinan dan keimanan.”138
“Sebarkanlah dakwah di setiap lokasi engkau berada, di kedai- kedai, jalan-jalan,
rumah-rumah, masjid-masjid, warung- warung, tempat-tempat umum dan khusus,
di perkampungan, dusun-dusun, perkotaan, ibu kota, perusahaan-perusahaan,
tempat kerja, taman-taman, sekolah dan lain-lain.”139
“Buatlah kelompok-kelompok Ikhwan di setiap jalan, kelab- kelab Al Quran di
setiap pedalaman, panji-panji Muhammad di bandar, dan di setiap penjuru bumi
seorang Al Akh yang akan menyerukan prinsip-prinsip dakwah dan ajaran-ajaran
136 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal. 138137 Muzakkirat Da'wah wa Da'iyah Lil Imam al Syahid Hasan (Memoar Hasan Al Banna), hal. 263138 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal. 212139 Diantara nasehat Imam Syahid Hasan Al Banna kepada Ikhwan. Diambil dari buku Imam Syahid, Fuad Al Hajarsy, Hal. 111.
93
kalian, yang memberikan kalimat-kalimat kalian dan berbaiat dengan baiat
kalian.”140
7. Oleh sebab itu bangsa ini harus berusaha mewujudkan persatuan dan
kesatuannya, menjaga sumber-sumber kekuatan serta membantu dakwah dengan
penuh pemahaman dan keyakinan. Dan hendaknya ia disokong oleh individu-
individu dan tokoh-tokoh yang memiliki rasa cinta dan kesetiaan yang tinggi.
Dilakukannya pengubatan terhadap petanda- petanda negatif dan kelemahan,
membangunkan keinginan yang kuat, kesetiaan, pengorbanan yang mulia,
pengetahuan yang benar terhadap prinsip dan meyakininya, berpegang teguh dan
tegar di atasnya, serta mewarnai diri dengan akhlak-akhlak yang mulia dan sifat-
sifat keberanian.”141
8. Dengan demikian maka proses pembinaan terhadap tonggak- tonggak ini berjalan
seimbang dengan amal dan aktiviti umum, tarbiyah masyarakat, penyampaian
dakwah, memperoleh pendukung dari pelbagai lapangan. Lalu fasa-fasa ini akan
berjalan dengan proses pengenalan dan perkumpulan, pembinaan dan persiapan,
dengan amal dan pelaksanaan yang bersandarkan pada garis dan petunjuk yang
jelas.
Imam Syahid berkata, “Setiap dakwah harus memiliki tiga fasa:
Pertama, Fasa Ta’rif
Yakni fasa pengenalan dan penyebaran fikrah sehingga dia mampu sampai kepada
khalayak dari segala tingkat sosial.
Kedua, fasa Takwin (Pembentukan)
Pada fasa ini dilakukan pemiliha terhadap aktivis yang sudah direkrut,
mengkoordinasikan, dan mengumpulkan untuk berinteraksi dengan objek dakwah.
Ketiga, Fasa tanfidz
Merupakan tahap pelaksanan amal menuju produktiviti kerja dakwah yang
optimum.
140 Ibid141 Risalah: Ila Ayyi Syai'in Nad'unnas (Kepada Apa Kita Menyeru Manusia), Hal. 45
94
Kadang-kadang ketiga faae ini berjalan secara bersamaan, kerana melihat
pentingnya kesatuan dakwah dan saling keterkaitan antara ketiga fasa tersebut.
Sering kali kita menjumpai seorang da’I berdakwah, pada saat yang sama dia juga
seorang murabbi yang menyaring para aktivis yang ada di bawahnya, dan pada
saat yang bersamaan dia melakukan amal dan tanfidz sekaligus.”142
9. “Namun tidak diragukan lagi bahawa tujuan akhir atau hasil sempurna yang kita
inginkan takkan terwujud kecuali setelah melakukan perkumpulan umum,
banyaknya pendukung dan kukuhnya pembinaan.”
Namun, tidak dapat disangkal bahawa hasil akhir yang sempurna itu tidak
mungkin dirasakan kecuali setelah tersebarnya pengenalan fikrah, banyaknya
aktivis, dan kemapanan Takwiniyah.”143
10. Dan hendaknya kalian tidak disibukkan oleh orang lain tentang tanggapan
terhadap diri kalian, baik pujian mahupun celaan. Imam Syahid berkata, “Kalian
akan mendengar beberapa pihak akan memperkatakan kalian. Jika pembicaraan
tersebut menyebut-nyebut kebaikan kalian maka bersyukur terhadap hal itu dan
jangan sampai kalian terpedaya dengan hakikat kalian, namun jika mereka
menyebut sebaliknya maka maafkanlah mereka. tunggu hingga zaman
mengungkap hakikat semuanya, dan jangan membalas dosa dengan dosa yang
serupa, serta jangan menyibukkan diri untuk memikirkan komentar-komentar
tersebut sehingga memalingkan kalian dari pekerjaan yang telah menjadi tugas
kalian.”144
“Yakinlah bahawa tak seorangpun yang dapat memalingkan kalian dan takkan
mencelakai kalian. Sabar dan bertakwalah kerana sesungguhnya hal itu
merupakan kewajipan.”145
142 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal. 126143 Ibid144 Muzakkirat Da'wah wa Da'iyah Lil Imam al Syahid Hasan (Memoar Hasan Al Banna), hal. 263145 Ibid
95
Sebaik-baiknya jalan yang kita jalani adalah tidak membuat diri kita sibuk
memperhatikan orang lain dan tidak memperhatikan diri kita. Kita sangat
memerlukan persiapan yang banyak dan penyatuan, banyak umat dan lapangan-
lapangan dakwah yang masih kosong yang sangat memerlukan jundi-jundi
dakwah dan perjuangan. Kita tidak memiliki banyak waktu untuk melihat dan
sibuk menguruskan orang lain.”146
Beliau juga berkata, “Sesungguhnya jalan ini walaupun panjang namun tidak ada
jalan yang lain dalam membangunkan kebangkitan dengan bangunan yang benar.
Dan pengalaman telah membuktikan teori ini.”147
Imam Syahid berkata, “Aku sampaikan kepada orang-orang yang bersemangat di
antara kalian agar bersabar menunggu putaran zaman, dan aku sampaikan
kepada orang-orang yang duduk di antara kalian untuk bangkit dan bekerja,
kerana sesungguhnya jihad tidak mengenal istirahat.
Ertinya:
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keredhaan) kami, benar- benar
akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah
benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. (Q.S Al Ankabut: 69)
Dan aku mengajak untuk selalu maju ke depan.”148
Mursyid Am Ikwanul Muslimin, Al Ustadz Mahdi Akif berkata kepada pemerintah
dan organisasi-organisasi yang banyak menghambat gerakan dakwah, “Dengan izin
Allah tak seorang pun yang mampu melumpuhkan dakwah Ikhwanul Muslimin,
kerana kami sangat memandang berat kemaslahatan negeri, senantiasa
146 Ibid147 Risalah: Ila Ayyi Syai'in Nad'unnas (Kepada Apa Kita Menyeru Manusia), hal. 54148 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal. 153
96
menggunakan cara-cara hikmah dan prinsip perdamaian dalam setiap aktivitinya,
kami menjaga ibadah kepada Allah di dalam umat dan di tengah kalian. Tidakkah
kalian berhenti dan menarik tangan kalian demi keinginan rakyat dan berhenti
demi keinginan mereka untuk perbaikan. Namun jika kalian mengabaikannya,
maka sesungguhnya Allah Swt. berada di atas semuanya Yang Maha Mendengar
dan Maha Melihat, dan kami akan tetap berjalan di atas jalan kami dan kalian
akan menunggu hingga Allah membukakan kebenaran di antara kita dan
sesungguhnya Allah adalah Sebaik-baiknya pembuka. Waspadalah terhadap fitnah
besar yang akan menimpa, dan demi Allah kalian akan dipertanggungjawabkan
semuanya di hadapan Allah. Semoga Allah memberikan hidayah-Nya kepada kami
dan kepada kalian. Ya Allah, sesungguhnya kami telah menyampaikannya maka
saksikanlah!”149
Beliau juga memberikan nasihat kepada Ikhwan dalam menghadapi rintangan
tersebut, “Hendaknya kalian bersabar di atas jalan jihad dan pengorbanan,
memikul tanggung jawab ini di hadapan Allah dan di hadapan umat. Tidak ada
lagi rasa malas, takut, lemah dan goncang, namun harus diganti dengan
kesedaran, semangat, optimis dan keinginan yang kuat terhadap kebenaran,
pemerintah yang baik dan perbaikan yang dicita-citakan.”150
Target-target Tarbiyah Masyarakat Sebagai Prasyarat Mendirikan Negara:
Kami ingin menegaskan dan menyusun kembali hal ini dalam beberapa perkara:
- Bahawa Persiapan dan tarbiyah yang diinginkan harus mencakup beberapa hal berikut:
1. Tarbiyah dan pendidikan yang merupakan haknya, bagaimana dia meminta,
mendapatkan dan memeliharanya.
2. DIa mampu membezakan antara tokoh dan personality- personaliti yang ikhlas
dengan personality- personality yang buruk dan para pemikul obsesi Peribadi, sehingga
dia tidak terpedaya dengan slogan dan simbol-simbol palsu.
149 Dari risalah Mursyid Am ‘Ikhwanul Muslimin; dakwah dan risalah, April 2005150 Ibid
97
3. Mendapat sibghah Islam dalam akhlak, ibadah, budi pekerti dan muamalahnya, serta
semakin bertambah kedekatannya dengan Al Quran dan masjid.
4. Pemikiran yang cenderung terhadap syariat Islam
5. Belajar berkorban dan bersabar dalam memperjuangkan prinsip yang diyakininya.
6. Selalu berada di sekeliling jamaah dan tokoh-tokohnya serta membantunya dengan
sepenuh pemahaman, keyakinan dan cinta, interaktif dengan target-target jamaah dan
mampu bekerjasama dalam setiap projek perbaikan di masyarakat.
7. Ia yakin menjadi bagian dari umat Islam sehingga dia turut merasakan masalahnya
dan berupaya membantunya.
Sesungguhnya jamaah ini tidak terbatas gerakannya pada jumlah komunitas muslim
yang mayoritas, namun pengaruh dakwahnya membentang ke seluruh lapisan
masyarakat dan kelompok-kelompok minoritas. Hal ini tiada lain adalah demi
mewujudkan perdamaian social dan persatuan nasional yang merupakan bagian dari
prinsip dasar ajaran Islam.
Persiapan dan tarbiyah yang diinginkan untuk masyarakat inilah yang akan menjadi
jaminan utama yang dapat mencegah terjadi penyimpangan penguasa atau kelompok
manapun yang menguasai pemerintahan yang berupaya melakukan penipuan dengan
simbol-simbol atau berusaha melenyapkan hak-hak, prinsip dan mendustai keinginan
masyarakat. Ia juga merupakan jaminan untuk keteguhan pemerintah dan
ketenangannya.
Sesungguhnya pendirian sebuah pemerintahan Islam di tengah umat –dengan
supremasi hukum yang sebenar-benarnya- tidak akan mendapatkan sambutan baik dari
kekuatan intelegen dan penjajah Barat di dunia internasional, karena cepat atau lambat
tujuan-tujuan Islam akan berbenturan dengan ambisi dan obsesi-obsesi mereka, yang
takkan pernah bertemu dengan tujuan-tujuan Islam dan kemaslahatan umat.
Pemerintah Islam akan berhadapan dengan tekanan luarbiasa, seperti embargo
ekonomi dan politik, pembunuhan karakter dan penciptaan keragu-raguan terhadap
Islam, bahkan sampai pada tahap tekanan dan perang fisik yang keras.
98
Dan hal ini akan memberikan implikasi kepada setiap individu masyarakat, untuk itu
mereka diminta untuk bersabar dan memberikan pengorbanan serta ketegaran dalam
menghadapi pelbagai bentuk kesulitan. Mereka juga harus memiliki kewaspadaan dan
pengetahuan serta semakin meningkatkan perkumpulan dengan pemerintah Islam,
tokoh dan para pemimpinnya dengan penuh keyakinan dan rasa cinta serta
membelanya dalam menghadapi konspirasi dalam dan luar negeri, memberikan
pengorbanan dengan sepenuh dirinya -sebagaimana seharusnya-. Seperti yang
dikatakan oleh Imam Syahid, “Terpenuhinya keinginan dan kemauan yang kuat
terhadap apa yang diyakini, tegar dan loyal terhadap janjinya, serta pengorbanan dan
kesabaran untuk memperjuangkannya walaupun berat, terpenuhinya ilmu, kesadaran
dan pengetahuan terhadap prinsip dan jalan yang akan dilalui, maka ia takkan
terpedaya dan dipengaruhi oleh mobilisasi yang memiliki kepentingan tertentu,
menerima tawaran atau menyimpang dari prinsip dan keyakinannya. Tanpa proses
persiapan, tarbiyah masyarakat dan umat maka ketentraman pemerintah Islam dan
jaminan ketentramannya hanya akan menjadi sesuatu yang diragukan terwujudnya
ketika berhadapan dengan musuh dan mendapat ancaman sejak hari pertama.
Imam Syahid menegaskan –di dalam beberapa tempat- tentang kekuatan dakwah yang
harus dimiliki demi mewujudkan target-target dakwah di masyarakat, diantaranya:
1. Takaran keimanan terhadap dakwah dan target-targetnya
2. Beramal untuk menyebarkan dakwah dan menjelaskannya dengan menggunakan
pelbagai sarana serta prasarana untuk menyampaikannya ke seluruh tempat dan
pelosok, serta interaksi yang baik terhadapnya.
3. Hendaknya kita menjadi model dan teladan yang baik terhadap nilai-nilai yang kita
serukan kepada manusia, serta berpegang teguh kepada kitab Allah dan berusaha
mengamalkannya.
4. Hendaknya kita berada dalam satu barisan yang saling bertaut, dalam satu
kesatuan, satu hati, satu tujuan, serta menjaga kesatuan hati di masyarakat,
kesatuan kalimat dan kesatuan umat.
5. Berkorban dan bersabar terhadap kendala dan rintangan yang dihadapi serta
meniatkannya sebagai perjuangan di jalan Allah, mengikhlaskan diri hanya kepada
Allah dan melepaskan diri dari segala bentuk kesombongan dan keangkuhan.
99
Imam Syahid tidak menunggu fase pertama ini berakhir kemudian memulai fase
berikutnya, yaitu mendirikan pemerintah, khilafah dan penguasaan dunia, namun sejak
awal mula ketika melakukan pembinaan individu dan masyarakat muslim, beliau telah
berupaya memuluskan terwujudnya tujuan-tujuan dakwah yang tinggi, ia telah
menanamkan benih-benih dan pilar-pilar dasar untuk tujuan-tujuan tersebut sebagai
prasarana dalam mewujudkan individu dan masyarakat muslim, hingga akar-akarnya
menyebar dan tumbuh bersama dengan gerakan dakwah. Maka ketika tiba waktu untuk
mewujudkannya, pada saat itu ia telah mendirikan pilar-pilar dan pondasi dasar dalam
setiap individu dan masyarakat, dan secara bertahap ia telah melakukan proses
pembangunan dengan langkah-langkah yang berkesinambungan dan dengan sarana-
sarana yang gradual.
Urgensi Strategi dan Evaluasi:
Imam Syahid menjelaskan tentang urgensi melakukan perhitungan diri, mengevaluasi
diri dan gerakan, baik secara personal maupun kolektif, serta menyusun strategi yang baik untuk
masa depan, mengambil langkah-langkah praktis untuk menyelesaikan beberapa kekeliruan,
menyingkirkan kendala-kendala dan memperbaiki apa yang telah berlalu, segera melakukan
amal dan penyusunan strategi, dengan mempertimbangkan kondisi dan perkembangan yang
berlaku.
Imam Syahid juga menegaskan tentang urgensi miliu dalam menyempurnakan amal-amal
dakwah yakni, rasa cinta dan ukhuwah (persaudaraan), ruh kepercayaan terhadap pemimpin,
terhadap manhaj dan tujuan, ruh keyakinan dan cita-cita terhadap bantuan dan kemenangan
dari Allah. Termasuk urgensi persiapan diri dan mental di dalam melakukan evaluasi atau
perhituangan terhadap strategi, baik berupa kejernihan hati, toleransi, miliu saling menasehati
dan saling memaafkan, niat yang benar, keinginan yang kuat yang tak lemah di hadapan
rintangan, yang tak goyah menghadapi tekanan, dan yang tak gentar menghadapi rintangan dan
kesalahan.
Dan hendaknya seorang Al Akh tetap berpegang teguh kepada Allah –azza wajalla-,
menyandarkan diri hanya kepada-Nya dan meminta pertongan kepada-Nya.
100
Imam Syahid berkata, “Hendaknya kita senantiasa mengevaluasi diri kita terhadap masa lalu
dan yang akan datang, sebelum datang masa perhitungan, sesungguhnya ia benar-benar akan
datang.
Terhadap masa lalu: maka hendaknya kita menyesali kesalahan diri, menyingkirkan rintangan,
meluruskan yang masih bengkok dan memperbaiki yang telah berlalu. Masih ada peluang yang
tersisa dan waktu yang lapang untuk melakukan perbaikan.
Terhadap masa depan: Maka kita harus mempersiapkan bekal berupa, Hati yang jernih, niat
yang tulus, amal shalih, dan keinginan yang kuat untuk berlomba-lomba melakukan kebaikan.
Sesungguhnya seorang mukmin –selamanya- selalu berada dalam dua rasa takut; antara
sesuatu yang berlalu, sementara ia tidak mengetahui apa yang dilakukan Allah untuknya, antara
sesuatu yang akan terjadi dan masih tersisa, sementara ia tidak mengetahui apa yang
ditakdirkan Allah untuknya.”151
Al Ustadz Musthafa Masyhur –semoga Allah merahmatinya- berkata, “Secara alami upaya untuk
mewujudkan kekuasaan agama Allah di muka bumi akan berjalan dengan pendirian khilafah
Islamiyah sesuai dengan strategi yang sangat cermat, dan tidak terjadi secara kebetulan atau
secara reaksioner. Target-target besar diurai dalam beberapa target-target secara bertahap,
dan dibuatnya langkah-langkah strategis pada setiap target pencapaian dengan sarana-sarana
yang dibutuhkan kemudian langkah-langkah untuk merealisasikannya.
Dan untuk mewujudkan hal ini dibutuhkan pencermatan terhadap kondisi dan mengenal
kemungkinan dan peluang-peluag yang ada serta menentukan figur-figur yang akan
melaksanakannya, menentukan waktu yang tepat untuk melaksanakan dan melakukan
spekulasi terhadap kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi dan bagaimana cara
menghadapinya,
يتقنه أن عمال أحدكم عمل إذا يحب الله إن
Artinya:
151 Dikutip dari buku Al Masar, Al Ustdaz Ahmad Rasyid
101
“Sesungguhnya Allah sangat menyukai seorang yang melakukan suatu pekerjaan dan
melakukannya dengan baik.”
Inovasi dan pembaharuan adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan dan dianjurkan oleh
Islam demi meningkatkan metode kerja dan sarana kehidupan.
شيء كل على اإلحسان كتب الله إن
Artinya:
“Sesungguhnya Allah mewajibkan ihsan di dalam setiap urusan.”
Islam juga membuka pintu yang selebar-lebarnya untuk optimalisasi amal:
بها أحق فهو وجدها أنى المؤمن ضالة الحكمة
Artinya:
“Hikmah adalah barang yang hilang seorang mukmin, dimanapun ia mendapatkannya
maka ia adalah orang yang paling berhak mengambilnya.”
Selama hal itu masih berada dalam koridor ajaran Islam dan adab-adabnya,
رد فهو أمرنا عليه ليس عمال عمل من
Artinya:
“Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak kami perintahkan, maka
amalan tersebut ditolak.”
Dan hendaknya kita memahami ketika menjalankan peran dalam merancang dan
melakukan inovasi managerial di medan-medan dakwah bahwasanya kita sedang berinteraksi
dengan hati dan jiwa-jiwa manusia, dan sesungguhnya urusan hati berada di tangan Allah. Sekali
waktu kita mendapatkan hati-hati yang mudah terbuka dan dan sebagiannya sulit, ini semua
bergantung dengan taufik dan pertolongan dari Allah. Terkadang Allah menjadikan kebaikan
yang melimpah di tangan seseorang dan terkadang tidak bisa diwujudkan di tangan orang lain.
Sesungguhnya segala urusan berada di tangan Allah. Maka janganlah seseorang mengira bahwa
rancangan dan strategi kerja bertentangan dengan keyakinan bahwa segala urusan berada di
tangan Allah. Karena sesungguhnya Allah memerintahkan kita untuk bekerja dan menggunakan
segenap sebab-sebab, adapun hasilnya diserahkan sepenuhnya kepada Allah. Strategi dan
perencanaan adalah upaya menggunakan sebab-sebab, dan kita melakukannya dengan
102
bertawakkal kepada Allah. Dan tawakkal adalah kita menggunakan segenap usaha dan tidak
menggantungkan diri pada upaya semata dan menyerahkan seluruh urusan hanya kepada
Allah.”152
Ikhwan dan Manhaj-manhaj yang lain:
Dengan manhaj yang paripurna Ikhwan menolak dan bangkit dari indikasi-indikasi
kerusakan yang terdapat di beberapa individu dan gagasan sejumlah tokoh dalam kebangkitan
Islam:
a. Mereka menolak manhaj keputusasaan dan kegagalan yang diangkat oleh sejumlah
orang dengan alasan bahwa tidak terwujudnya keberhasilan dan bertambahnya
fenomena kebatilan.
b. Atau manhaj para pemimpin yang bodoh dan idealis dalam bekerja dan berdakwah,
mereka ingin memulai pekerjaan dengan sempurna (perfect).
Dr. Yusuf Al Qaradlawy menggambarkan tipikal kelompok dengan mengatakan, “Semua
yang mereka miliki adalah lisan yang panjang sementara lengan mereka pendek, kecerdasan
dalam mengkritik namun gagal dalam bekerja, memiliki semangat tinggi untuk menghancurkan
namun tak memiliki kemampuan membangun.”
Obsesi terbesar mereka adalah mencari-cari kesalahan dan kealpaan para aktivis
dakwah serta mengumpulkannya dari pelbagai arah, kemudian melakukan sorotan dengan
menggunakan kaca pembesar, sehingga sebiji benih tampak seperti kubah dan semut tampak
seperti gajah.
Kelompok dengan tipikal seperti ini tidak memberikan sedikitpun kata maaf untuk para
aktivis dan mereka biasanya tidak memiliki prasangka baik dan tidak memaklumi kondisi-kondisi
tertentu yang dihadapi para aktivis, mereka tidak pernah menganggap bahwa dalam kondisi
darurat tertentu terdapat beberapa pengecualian hukum, hal itu karena mereka tidak
melakukan apa-apa. Kalian mendapatkan mereka seolah-olah tidak pernah melakukan
kesalahan, karena kesalahan sebenarnya adalah hasil dari sebuah ijtihad. Mereka adalah
152 Risalah, Wudhuh Ru'yah, Musthafa Masyhur, hal.40,41
103
saudara-saudara kita yang baik yang terpedaya. Mereka terpedaya oleh angan-angan dan
berharap kepada Allah dengan angan-angan.”153
c. Ikhwan juga menolak manhaj Al Isti’jal (terburu-buru), Karena hal itu bertentang
dengan manhaj tarbiyah dan pembinaan. Bagi kelompok ini yang terpenting adalah
bekerja dan berjihad dengan segala bentuk pekerjaan dan jihad tanpa ada koridor dan
persiapan.
“Padahal lapangan perkataan bukanlah lapangan kerja”, tidak penting apakah kita
harus bekerja, yang paling utama adalah bagaimana kita bekerja dengan baik dan
berupaya untuk melakukan pekerjaan yang paling baik. Adapun diantara bentuk ihsan
dalam amal adalah kita melakukan sesuatu dengan ilmu dan sesuai dengan tempatnya.
Kita tidak bekerja sebelum tiba waktunya dan kita tidak menunda pekerjaan dari waktu
yang telah ditetapkan. Dari hal ini kita mengetahui hikmah mengapa Islam sangat
memperhatikan pengaturan waktu dalam shalat dan puasa.
Diantara bentuk ihsan dalam amal adalah mendahulukan suatu pekerjaan yang harus
didahulukan dan menunda pekerjaan yang harus ditunda, serta menempatkan setiap
pekerjaan sesuai dengan kedudukan yang telah ditetapkan oleh syariat Islam.
Maka menjadi kewajiban bagi kita memahami bahwa bekerja untuk dunia dengan
menggunakan segala upaya dan kekuatan untuk mewujudkannya merupakan bagian
dari pengamalan agama. Jika kita kehilangan dunia, maka kita takkan mendapatkan
agama.
d. Dan diantara kelompok-kelompok ini adalah mereka yang hanya melakukan aktivitas
politik praktis dengan penuh ambisi dan melupakan sisi-sisi lain yang jauh lebih penting,
yakni memulai dengan pembinaan, tarbiyah, serta aktivitas-aktivitas pemikiran dan
sosial. Padahal hal ini tak dapat dipisahkan dari aktivitas politik, bahkan merupakan
prasyarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu.
153 Makalah Tentang Kebangkitan Islam, Dr. Yusuf Al Qaradlawy, Majalah Al Risalah, Ramadan 1422 H/Desember 2001, Vol. I
104
Oleh karena itu maka dibutuhkan proses pembinaan mendasar secara massif dan serius
yang akan menyokong aktivitas politik Islam dan mendorong lahirnya keinginan
terhadap sebuah pemerintahan sesuai dengan hukum Allah.
Sebagaimana dibutuhkannya pilar-pilar tarbiyah dan barisan yang kokoh yang akan
memimpin masyarakat untuk terjun ke dalam kancah politik, dibutuhkan pula tarbiyah
dan proses pembentukan sebuah generasi muslim yang memiliki kesadaran terhadap
agama dan memahami dunianya, berakidah yang benar, ibadahnya sesuai tuntunan,
memiliki akhlak dan budi pekerti luhur, mampu membangun dan memberi, memiliki
kesholehan Pribadi dan masyarakat, seluruh tipe-tipe tersebut merupakan prasyarat
untuk menyukseskan aktivitas politik.
e. Adapula kelompok yang hanya melihat kekuatan-kekuatan militer sebagai obsesi yang
paling besar untuk melenyapkan kebatilan. Padahal ajaran Islam yang benar atau
pembentukan pemerintahan Islam di tengah masyarakat takkan dapat dilakukan
dengan aksi-aksi kekerasan.
f. Terdapat juga kelompok al Muntadzirun al Qa’idun (Yang menunggu dan hanya duduk).
Kelompok ini tidak melakukan apapun, tidak ada dakwah dan gerakan. Dalam
pandangan mereka tak perlu ada upaya-upaya perbaikan di masyarakat kecuali setelah
berdirinya Negara Islam. Mereka menghentikan setiap aliran dan membekukan setiap
gerakan hingga berdirinya Negara Islam.154
Dr. Yusuf Al qaradlawy berkata tentang Imam Syahid Hasan Al Banna ketika
menggambarkan dakwahnya, “Beliau sangat memperhatikan dengan sangat serius agar
kader dan para pendukung dakwahnya tidak hidup di dalam teori-teori semata, agar
mereka tidak digilas oleh perdebatan dalam gagasan, masalah-masalah furu’ (masalah-
masalah cabang), dan permasalahan khilaf yang tidak akan habis. Beliau sering
mengulang-ulang haidts Rasulullah Saw,
الجدل أوتوا إال عليه كانوا هدى بعد قوم ضل ما
154 Makalah Tentang Kebangkitan Islam, Dr. Yusuf Al Qaradlawy, Majalah Al Risalah, Ramadan 1422 H/Desember 2001, Vol. I
105
Artinya:
“Tidaklah tersesat suatu kaum setelah mereka mendapatkan petunjuk dariku,
kecuali jika mereka melakukan perdebatan.”155
Oleh karena itu ia menjadikan al ‘Amal (bekerja) merupakan salah satu rukun
baiat, dan menjadikannya terbagi dalam beberapa segmen, yang sebagian dilakukan
oleh seorang Al Akh Muslim secara pribadi dan sebagiannya dilakukan dalam
kapasitasnya sebagai anggota di jamaah, hingga beliau menamakan shaf-shaf kader dan
para pengusung dakwahnya dengan sebutan Al Ikhwan Al ‘Amilin (Aktivis Ikhwan; atau
ikhwan yang bekerja). Beliau memilih menggunakan kalimat Al Amal dari kalimat-
kalimat yang lain.”156
Ikhwan menolak manhaj kudeta dan revolusi serta model manhaj memberontak
terhadap pemerintah. Hal ini bukan manhaj Ikhwan dan tidak sesuai dengan tipikal
tarbiyah yang mereka lakukan terhadap umat dan masyarakat. Imam Syahid berkata,
“Adapun revolusi, maka Ikhwan Muslimin tidak pernah memikirkannya, tidak bersandar
padanya dan tidak meyakini manfaat dan hasilnya.”157
Sesungguhnya metode revolusi yang dilakukan dengan aksi penggulingan pemerintah
oleh sekelompok orang, walaupun dikuatkan dengan propaganda besar namun tak
mampu melakukan pembinaan dan tarbiyah terhadap rakyat. Adapun klaim yang
mengatakan bahwa hal itu dapat dilakukan setelah revolusi, sebenarnya merupakan
klaim yang tidak realistis. Dasar yang mana yang akan diletakkan yang akan dijadikan
tempat pembinaan rakyat?
Karena sesungguhnya sebagaimana keberhasilan suatu kelompok menguasai
kursi pemerintahan maka suatu saat ia akan digulingkan oleh kelompok yang lain.
Bahkan hal ini akan mengarah kepada kekuasan semu dan ambisi yang tinggi terhadap
kursi kekuasaan, dekonstruksi dan kekerasan. Dan pada akhirnya yang terjadi adalah
155 HR. Tarmidzi dari Abu Umamah, dan ia berkata Hadist Hasan.156 Makalah Tentang Kebangkitan Islam, Dr. Yusuf Al Qaradlawy, Majalah Al Risalah, Ramadan 1422 H/Desember 2001, Vol. I157 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal. 136.
106
pergantian pemerintah dan individu-individunya tanpa ada pembangunan yang nyata
dan perbaikan yang signifikan. Upaya-upaya revolusi walaupun diperkuat dengan slogan
dan propagandanya, tiada lain hanyalah usaha perbaikan parsial semata, namun
sesungguhnya realita membuktikan bahwa tidak ada perbedaan antara kelompok
revolusi dalam menguasai rakyat dengan obsesi mereka merebut kekuasaan.
Cara-cara revolusi dan kekerasan terhadap masyarakat, dekonstruksi dan
meledaknya titik-titik tekanan, tersulutnya permusuhan dan pemberontakan antar
kelompok, semua ini hanya akan melumpuhkan potensi umat dan masyarakat serta
tidak membangun apapun dan tidak menegakkan dakwah. Dan pada gilirannya yang
akan menggulingkan pemerintah dan menguasainya adalah orang-orang yang memiliki
kecenderungan dan kekuatan paling besar dalam menghadapi ombak dan persaingan.
Sesungguhnya pengalaman masa lalu dan sekarang yang pahit telah
menegaskan kebenaran perspektif dan kedalaman pandangan Ikhwan. Ikhwan juga
menolak aksi-aksi kekerasan dan penumpahan darah terhadap penduduk negeri apapun
alasannya. Sejarah Ikhwan membuktikan hal itu, adapun peristiwa dan krisis yang
terjadi, hal itu adalah persoalan-persoalan individu tertentu yang dengan hal itu jamaah
telah mengambil sikap yang tegas sebagai pengingkaran terhadap hal tersebut; karena
hal itu merupakan tindakan yang telah keluar dari khitah dan manhaj Ikhwan, dan
orang-orang yang melakukan aksi-aksi tersebut bukan bagian dari Ikhwan dan bukan
termasuk kaum muslimin. Demikian sebagaimana penjelasan Imam Syahid Hasan Al
Banna.
Pemahaman Seputar Sarana-sarana Dakwah:
Target-target besar terbagi dalam beberapa target-target kecil, yang kemudian
menjadi sarana-sarana untuk mewujudkan target-target besar. Demikian hingga kami
sampai pada susunan target-target dan tujuan yang paripurna serta sarana-sarana yang
saling terkait.
Jika menyebutkan beberapa sarana umum yang paling mendasar, maka yang
paling penting adalah sebagai berikut:
107
a. Menghidupkan simpati dan perasaan, menggerakkan hati dan mengikatnya dengan
Allah –azza wajalla- dan dengan Al Quran.
b. Tarbiyah yang serius terhadap individu muslim dan lingkungan yang ada di sekitar
kita.
c. Menyebarkan dakwah dengan hikmah dan dengan nasehat kebaikan, memberikan
pemahaman yang mendalam terhadap Islam dan akhlak-akhlak Islami, serta
mencari simpatisan dan individu-individu yang akan mendukung dakwah di setiap
tempat dan organisasi.
d. Perjuangan konstitusi dan kegiatan-kegiatan di kelembagaan sosial dengan pelbagai
bentuk dan segmentasi.
e. Kegiatan-kegiatan perbaikan terhadap lembaga-lembaga sosial, pembenahan dan
pemilikan asset-aset kekuatan.
Sarana-sarana umum ini kemudian ditopang dengan sarana-sarana lain dalam
pelbagai corak serta dengan perangkat-perangkat yang beraneka ragam yang
membantu mewujudkan target-target umum dan target-target tertentu. Hal ini
sebagaimana yang dilakukan dengan menggunakan program dan cara-cara yang
beragam dan terus dikembangkan sesuai dengan perkembangan kondisi dan kebutuhan
serta sesuai dengan perkembangan zaman dan kemajuan dakwah.
Perangkat dan sarana-sarana ini bekerja dalam satu susunan, yang tidak
berbeda dan tidak bertentangan, yang berjalan dalam langkah dan strategi dari satu
tubuh dan satu kerangka –walaupun ia memiliki banyak cabang dan satuan-, yang saling
berhubungan dan terkait satu sama lain dan berada di bawah satu kepemimpinan. Yang
di dalam setiap satuan-satuannya yang beraneka ragam, terwujudnya sendi-sendi
Ta’aruf (saling mengenal), Tafahum (saling memahami), dan takaful (saling menanggung
beban), dalam koridor dan batas-batas yang tertentu, serta spesialisasi dan tujuan-
tujuan amal praktis.
Yang notabenenya menghimpun antara tugas personalia dakwah dengan tugas-
tugas kolektif, serta sangat memperhatikan proses pembentukan dan tarbiyah individu
108
kader dakwah. Jika terdapat seorang Pribadi mukmin yang benar maka bersamanya
terdapat sebab-sebab kesuksesan.
Begitupula perhatian yang mendalam terhadap keberlangsungan generasi dan
penanaman nilai-nilai dakwah di dalam jiwa. Sesungguhnya syariat Islam adalah
pedoman, manhaj dan rujukan dalam setiap urusan kita, dan untuk setiap sarana yang
kita miliki, yang kita dapatkan dari sirah para nabi dan Rasulullah Saw, salaf Sholeh
dalam perjuangan dan gerakan dakwah.
Kami menolak cara-cara kekerasan, dan penggunaan kekuatan dan cara-cara
teroris terhadap orang lain. Kami meyakini keharaman darah, kehormatan dan harta,
sebagaimana wasiat Rasulullah Saw. kepada umat Islam, dan kami menolak segala
bentuk upaya pelecehan terhadap kehormatan tersebut dengan alasan dan hujjah
apapun.
Imam Syahid berkata tentang penyebaran dakwah dan pengumpulangan
dukungan, “Adapun sarana untuk mewujudkan cita-cita ini tidak dilakukan dengan
uang, dan tidak pula menggunakan kekuatan fisik. Dakwah yang benar adalah yang
dilakukan dengan mengetuk jiwa terlebih dahulu, membisikkan hati-hati manusia, dan
membuka tabir-tabir penutup jiawa. Mustahil dakwah ini akan eksis jika mendahulukan
pukulan cemeti atau lemparan anak panah. Sesungguhnya, sarana untuk penanaman
nilai dalam setiap seruan dakwah –kiranya sudah dimaklumi dan dipahami, yang
terangkum dalam empat kata; Iman, amal, mahabbah dan ukhuwah.
Bukankah yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. dalam menanamkan nilai-nilai
dakwah kepada generasi pertama dari sahabat beliau tidak lebih dari ajakan kepada
keimanan dan amal? Kemudian beliau Saw. berupaya menghimpun hati-hati mereka
dalam naungan mahabbah dan ukhuwah, sehingga menjelmalah kekuatan akidah
menjadi kekuatan wihdah. Jadilah jamaah mereka sebagai jamaah percontohan, yang
dengannya sudah pasti akan tegak agama Allah dan dakwahnya menggema ke seluruh
penjuru, meski ditentang oleh seluruh penduduk bumi.”158
158 Risalah: Da'watuna Fi Thaurin Jadid (Dakwah Kami di Zaman Baru), hal. 240
109
Kami juga menolak mengkafirkan manusia, dan berlaku ekstrim terhadap
mereka dengan pengingkaran dan ancaman, sehingga mereka putus asa dan semakin
terpuruk. Namun kami berupaya menjadi qudwah, berbuat baik kepada mereka, dan
melakukan perbaikan secara bertahap, kami selalu berusaha menyatukan hati dan
persatuan umat, serta tidak menyulut kebencian dan permusuhan di antara mereka.
Kami juga memanfaatkan setiap kesempatan dan peluang yang ada serta
bantuan orang lain, bekerjasama dan melakukan koordinasi dengan mereka, serta
dengan setiap sukarelawan yang ikhlas yang berjuang untuk kemaslahatan negeri.
Kami tidak tergesa-gesa mengharapkan hasil usaha, bersabar dan tegar di
hadapan setiap rintangan, serta elastis menggunakan sarana-sarana yang ada.
Sesungguhnya lembaga dan wadah-wadah yang didirikan oleh jamaah, seperti
yayasan, club-club sosial dan olah raga, lembaga sosial kemasyarakatan (LSM), yayasan
ekonomi, partai politik dll, adalah organisasi yang memiliki tatanan sarana yang tersusun
rapi dan perjuangan konstitusi, yang bekerja untuk kemaslahatan jamaah atau
merupakan bagian darinya, yang merupakan penyempurna dari aktivitas dakwah. Tak
peduli apapun nama dan gelarnya, dan tidak disyaratkan pencantumam nama jamaah
atau kalimat-kalimat Islami di lembaga tersebut, karena intinya adalah kandungan
program. Lembaga-lembaga ini juga didirikan sesuai dengan undang-undang dan aturan
sosial yang berlaku di masyarakat, yang memiliki tujuan dan sarana-sarana yang jelas,
dan program-program yang tersosialisasikan. Siapapun yang ingin bergabung, bekerja
dan membantu aktivitas tersebut sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku,
maka dakwah menyambut baik tawaran tersebut.
Termasuk tidak ada pertentangan antara posisi aktivis dakwah dengan ikatan
mereka terhadap jamaah, rujukan mereka terhadap jamaah serta usaha-usaha mereka
untuk mewujudkan tujuan-tujuan dakwah secara keseluruhan. Rujukan ini harus jelas
dan terperinci serta tidak boleh keluar dari target dakwah atau melenceng dalam prilaku
dan aktivitasnya, atau terdapat pelanggaran undang-undang di dalamnya.
110
Adapun lembaga-lembaga yang didirikan di masyarakat, dan jamaah ikut
berperan di dalamnya baik melalui para aktivis maupun melalui proyek dan program-
program yang mendukung jamaah, maka hal itu merupakan salah satu sarana kerja-
kerja sosial dakwah dalam koridor dan lingkup perjuangan konstitusi yang terbuka untuk
setiap individu dan civitas di tengah masyarakat. Jamaah memiliki metode tersendiri
dalam memainkan peran ini, yaitu:
1. Tidak menimbun (harta atau kekayaan)
Jamaah justru melakukan kerjasama dan saling bantu dengan orang lain, walaupun
jumlah mereka mayoritas. Lembaga-lembaga sosial dengan skala nasional bukan
barang timbunan yang dimiliki perseorangan. Diantara prinsip jamaah adalah saling
membantu dan bekerjasama dengan orang lain dalam setiap sesuatu yang baik dan
bermanfaat.
2. Keikutsertaan dan partisifasi dakwah dalam wadah-wadah dan lembaga ini semata-
mata hanya mengharap keridhaan Allah Swt., dan tidak bermaksud mengambil
keuntungan materi. Ia juga senantiasa menjungjung tinggi ketentuan finansial dan
undang-undang yang berlaku.
3. Menghormati aturan dan undang-undang kerja yang berlaku di setiap lembaga-
lembaga tersebut serta tidak ikut campur dalam urusan-urusan privasi lembaga –
atau dalam satuan-satuan jamaah yang lain-, kecuali hanya berupa nasehat
kebaikan dan mempersiapkan tenaga-tenaga profesional.
4. Terbuka dengan keberadaan dan gerakan kita, dalam dakwah dan dan kalimat kita.
5. Prinsip partisipasi dalam sebuah lembaga adalah untuk melakukan perbaikan;
dimana diantara tujuan kami adalah melakukan perbaikan di setiap lini kehidupan
masyarakat, termasuk menyampaikan dakwah kepada setiap kelompok masyarakat
dan institusinya. Yang tentunya tidak hanya menyampaikan teori-teori melalui
perkataan semata, namun dengan perbaikan, qudwah dan pelaksanaan program-
program Islami, sehingga masyarakat memberikan kepercayaannya kepada para
da’I dan penyeru perbaikan. Hingga mereka mengenal dan mengetahui bahwa
manhaj Islam sangat komprehensif dan mencakup segala sesuatu, serta cocok
untuk setiap lini kehidupan.
111
6. Menerima kritikan dan selalu intropeksi diri, mengakui kesalahan dan melakukan
evaluasi, serta meminta kepada masyarakat untuk membantu dan membenahi
kesalahan-kesalahan kami. Kami juga menghormati pandangan mereka dan
mengalah untuk beberapa keinginan mereka.
Aktivitas-aktivitas yang dilakukan jamaah di beberapa lembaga dan civitas
merupakan bukti nyata kemajuan dan perbaikan yang dilakukan Ikhwan, begitupula
dengan proyek-proyek yang dihasilkannya, penghormatan mereka terhadap undang-
undang dan ketentuan masyarakat. Kami bahkan mendapatkan bahwa pemerintah yang
berwenang dan orang-orang yang memiliki jiwa-jiwa yang sakitlah yang melakukan
pelanggaran terhadap undang-undang dan menghalang-halangi aktivitas lembaga-
lembaga ini, menghentikan, menguasai dan membekukannya.
Dalam beberapa waktu, dakwah terkadang harus menghadapi tekanan,
embargo dan penyiksaan di balik jeruji-jeruji penjara. Sebagian mereka mungkin mengira
bahwa hal itu akan melemahkan jamaah sebagai akibat dari embargo terhadap aktivitas
dan kegiatan-kegiatannya, namun dakwah tetap berkembang pada masa-masa tersebut
dengan perkembangan yang luarbiasa yang semakin menguatkan ruh dan semangat jihad,
ketegaran, pengorbanan, keterikatan dan kesatuan, yang kemudian menjadi titik tolak
yang kuat. Sesungguhnya kewajiban dakwah dalam fase ini adalah ketegaran dan
keteguhan. Jika suatu masa dakwah menghadapi tekanan dan embargo, maka pada saat
itulah ia akan berkembang, tumbuh dan menyebar ke pelbagai penjuru.
Kotak Pemilu
Tentang kotak pemilu, kekuatan mayoritas di parlemen adalah merupakan salah satu
langkah-langkah penyempurna dan peran untuk mendapatkan kecenderungan dan
perlindungan pemerintah terhadap masyarakat. Hal ini merupakan konsekueksi logis dari
kekuatan dakwah dan penyebarannya di setiap lini kehidupan, di setiap perkampungan,
kawasan dan jalan-jalan, namun bukan merupakan langkah satu-satunya atau yang paling
utama dalam melakukan proses perubahan di masyarakat dan pemerintah Islam, dimana
pondasi dasarnya adalah:
112
1. Pembangunan pilar dasar yang beriman dan memiliki kekokohan dan kekuatan akidah,
yang setiap komponennya saling bertautan satu sama lain dengan jumlah dan kualitas
yang sama, yang mampu memenuhi setiap lapangan dan lembaga, setiap tempat dan
kawasan, perkampungan dan perkotaan, yang memiliki kekayaan kemampuan dan
sejumlah figur yang dibutuhkan.
2. Ia juga berdiri di atas pembinaan dan tarbiyah masyarakat, sehingga tershibghah
dengan nilai-nilai Islam dalam prilaku dan kebiasaannya sehar-hari, dan condongnya
opini publik terhadap, dan berkumpul di sekitar jamaah dan figur-figurnya, serta
mendukungnya dengan penuh keyakinan dan rasa cinta.
3. Secara alami, jamaah akan menjadi kekuatan mayoritas dan diperhitungkan di setiap
lembaga pemilihan, diantaranya parlemen, sehingga lembaga dan institusi-institusi
masyarakat akan condong kepada jamaah.
Namun jika semata-mata hanya mewujudkan suara mayoritas di parlemen tanpa
memenuhi sisi-sisi penting yang disebut di atas, maka tidak akan mengarah kepada
berdirinya pemerintahan Islam sebagaimana yang diinginkan Ikhwan, hal itu justru
semata hanya mengantar kepada kursi kekuasaan di kementerian, yang hanya
mewujudkan beberapa langkah-langkah perbaikan yang parsial.
Sebagaimana mayoritas parlemen dapat diwujudkan dengan baiknya pengaturan
strategi dalam pemilu, atau besarnya kekuatan dukungan dan kekuatan lobi, maka hal
itupun tidak selamanya merupakan indikasi terpenuhinya pembinaan dan penahapan
yang diinginkan di dalam jamaah dan masyarakat.
Oleh karena itu, jangan sampai kita terpedaya dengan hasil pemilu, atau membuat
kita tergesa-gesa melangkah, atau melakukan lompatan-lompatan di atas fase-fase
dakwah yang telah ditetapkan, atau kita menjadikan kotak suara dalam pemilu adalah
tujuan utama dalam setiap langkah dan target-target kita.
Tentang Waktu yang diperlukan:
Sebuah target yang besar untuk mewujudkan kemenangan dakwah,
membutuhkan kebersinambungan generasi yang terus menerus, serta masa yang
113
tidak sedikit. Hal itu karena agungnya tujuan dan besarnya bangunan dakwah yang
kita inginkan, serta dengan masih lemahnya capaian-capaian yang mampu kita
laksanakan dalam kurun waktu yang sangat panjang dikarenakan kekeliruan dan
penyimpangan hingga penyakit tersebut semakin akut.
Maka besarnya tantangan dan tanggungjawab yang dihadapi dakwah, hadir
bersama keyakinan yang kuat terhadap pertolongan dan kemenangan dari Allah.
Imam Syahid berkata, “Harus ada manhaj tertentu yang kita inginkan, kemudian
sekelompok orang yang bekerja dalam manhaj tersebut, hingga terciptanya
kesinambungan antar generasi dalam menempuh jalan ini untuk sampai pada
tujuannya.”159
Imam Syahid pernah ditanya oleh seorang pemuda pada akhir tahun 40-an,
“Kapankah tiba waktu kemenangan yang dicita-citakan?, beliau menjawab,
“Kemenangan itu tidak terwujud pada generasiku dan generasimu, namun akan
terwujud pada generasi yang akan datang –dengan izin Allah-.”
Imam Syahid menolak cara-cara yang gegabah atau lompatan-lompatan di atas
fase-fase dakwah yang telah ditetapkan, ia berkata, “Wahai Ikhwanul Muslimin,
terutama orang-orang yang bersemangat dan tergesa-gesa diantara kalian,
dengarkanlah seruan dariku yang tinggi dan menggema dari atas mimbar ini di
muktamar kalian yang besar ini, bahwa sesungguhnya khitah perjalanan kalian telah
tergambar langkah-langkahnya dan telah jelas batas-batasnya. Saya tidak ingin
melanggar batas-batas yang telah saya yakini dengan sepenuh keyakinan, bahwa ia
adalah jalan yang paling aman dan selamat untuk sampai ke tujuan. Ya, jalan ini
mungkin terasa panjang, namun tidak ada jalan alternatif lain untuk sampai ke
tujuan. Sesungguhnya kejantanan dan keberanian akan teruji dengan dengan
kesabaran, ketabahan, kesungguhan dan kontiunitas amal. Barangsiapa yang tergesa-
gesa mendapatkan buahnya sebelum matang atau memetik kembang sebelum
waktunya maka saya tidak mendukungnya sedikitpun.”160
159 Risalah: Hal Nahnu Qoumun 'Amaliyun (Apakah Kita Para Aktivis)?160 Risalah Pergerakan, Muktamar Ke V, hal.127
114
Beliau juga berkata, “Dan kalian –wahai para wakil Ikhwan- mungkin saja mampu
mempersingkar masa itu, jika kalian benar-benar membulatkan tekad dan
mengerahkan semua potensi. Atau mungkin kalian lengah, sehingga salah dalam
perhitungan dan tidak sesuai dengan hasil yang diprediksikan (diperkirakan). Oleh
karena itu, yakinlah pada diri kalian akan beratnya tugas, bentuklah segera katibah
dan kelompok-kelompok, pertajam kepahaman mereka dengan materi-materi,
bersegeralah untuk berkiprah (di lapangan), sebarkah dakwah kalian ke medan-
medan yang belum pernah tersentuh oleh dakwah, dan jangan sesekali kalian sia-
siakan waktu meski hanya semenit tanpa diisi dengan amal.”161
Maka hal ini sangat tergantung kepada, kesungguhan dalam beramal, pendirian
bangunan, peningkatan marhalah, terpenuhinya syarat-syarat, batasan-batasan, dan
pengaruh yang tergantung dengan segenap tujuan dan optimalisasi peluang.
Imam Syahid berkata, “Bahwa hasil akhir yang sempurna itu tidak mungkin
dirasakan kecuali setelah tersebarnya pengenalan fikrah, banyaknya aktivis, dan
soliditas Takwiniyah.”162
Ia juga berkata, “Sesungguhnya Ikhwanul Muslimin memiliki metode tertentu
yang diikuti sebagai petunjuk jalan, yang mereka gunakan sebagai timbangan diri dan
mereka akan mengetahui dimana mereka dari timbangan tersebut.”163
Imam Syahid berkata, “Setiap langkah ditempatkan pada waktu yang tepat.”164
Ikhwan Setelah Berdirinya Negara
Sesungguhnya jamaah ini berdiri dan tetap eksis hingga tercapainya seluruh
target-targetnya yang besar, dan akan terus menjaganya, namun pada saat itu ia tidak
hanya berupa kelompok tertentu saja. Setelah berdirinya Negara, maka tarbiyah
161 Ibid162 Ibid, hal. 127163 Risalah: Hal Nahnu Qoumun 'Amaliyun (Apakah Kita Para Aktivis)?, Hal. 36164 Ibid
115
Ikhwan akan semakin luas dan membentang hingga mencakup seluruh lapisan
masyarakat dan umat Islam secara keseluruhan. Sehingga terjadi pembaharuan dalam
darahnya dan meluasnya pilar-pilar dasar serta berkesinambungannya generasi,
dengan kedalaman tarbiyah dan keluasannya, serta ikatan pertautan antar
individunya, yang kemudian terwujudnya kekuatan bangunan dan kemampuan untuk
mewujudkan tujuan-tujuannya yang tinggi dan memeliharanya.
- Dakwah Ikhwan menerima keberadaan orang lain walaupun memiliki
perbedaan dengannya, dan menjaga hak-hak mereka sebagaimana yang
dianugerahkan Allah berupa kebebasan yang mereka yakini.
- Dakwah Ikhwan tidak memonopoli ladang dakwah dan tarbiyah di
masyarakat, atau mengkhususkan hal itu pada diri mereka. Medan
dakwah terbuka luas untuk setiap kekuatan dan golongan, baik muslim
maupun nonmuslim tanpa ada tekanan atau permusuhan. Mereka
memiliki hak yang sama, selama mereka masih berada dalam norma
yang diyakini masyarakat serta tidak bertentangan dengan prinsip-
prinsip Islam. Penyimpangan yang dilakukan tidak diputuskan kecuali
oleh peradilan yang adil dan independent yang tidak tunduk kepada
kekuatan pemerintah yang berkuasa.
- Dakwah Ikhwan menghormati aspirasi umat dengan sebenar-benarnya,
dan itu merupakan salah satu rukun pemerintahan Islam, yang menolak
segala bentuk pelecehan terhadap keinginan mereka, pemalsuan dan
penipuan.
- Dakwah Ikhwan menjunjung tinggi keinginan umat walaupun berbeda
dengan pandangan Ikhwan, maka Ikhwan memilih mengalah dan
berjalan beriring bersama umat dengan cara yang bijak dan nasehat
kepada kebaikan.
- Pengalaman pahit yang telah dirasakan oleh negeri kami yang tercinta
dikarenakan oleh segelintir orang atau kekuatan yang berupaya
merusak pemerintah yang sah hingga terjadi kehancuran, maka ini
menguatkan bahwa Islam dan tarbiyah umat merupakan jaminan yang
hakiki yang akan mencegah terjadinya kehancuran tersebut, yang akan
116
melindungi hak-hak umat, dan yang akan mengawasi para pemimpin
negeri. Hal ini sebagaimana yang dilakukan umat Islam dalam
mengawasi pemimpin mereka Umar Bin Khattab –semoga Allah
meridhainya-,
بسيوفنا لقومناه اعوجاجا فيك رأينا لو والله
Artinya:
“Demi Allah, kalau seandainya kami melihat engkau
melaksanakan kesalahan, maka kami akan meluruskanmu dengan
pedang-pedang kami.”165
Jihad adalah Jalan Dakwah
Imam Syahid menjelaskan makna jihad yang merupakan salah rukun bai’at:
“Yang dimaksud dengan jihad adalah sebuah kewajiban yang tetap hukumnya
hingga hari kiamat. Ini merupakan kandungan dari apa yang disabdakan oleh Rasulullah
Saw:
جاهلية ميتة مات: الغزو ينو ولم يغزو ولم مات من
Artinya:
“Barangsiapa mati, sementara ia belum pernah berperang atau belum pernah
berniat untuk berperang, ia mati dalam keadaan jahiliyah.”
Peringkat pertama jihad adalah pengingkaran dengan hati, dan peringkat terakhirnya
adalah pernang di jalan Allah. Sedangkan antara keduanya terdapat jihad dengan lisan,
pena, tangan dan kata-kata yang benar di hadapan penguasa yang zhalim.
“Tidaklah dakwah menjadi hidup, kecuali dengan jihad. Kadar ketinggian dakwah dan
keluasan bentangan ufuknya adalah penentu bagi sejauhmana keagungan jihad di
jalan-Nya dan sejauhmana pula harga yang harus ditebus untuk mendukungnya.
Sedangkan keagungan pahalanya diberikan kepada para mujahid.
165 Lihat kembali pembahasan ini dalam bab, Pemerintah Muslim.
117
Artinya:
“Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya.”
(Q.S Al Hajj:78)166
Jihad membutuhkan totalitas keikhlasan dan pengorbanan tanpa batas:
Imam Syahid berkata, “Kami ingin mengatakan kepada kaum kami, bahwa
beban dakwah ini hanya bisa dipikul oleh mereka yang telah memahami dan bersedia
memberikan apa saja yang kelak dituntut olehnya; baik waktu, kesehatan, harta bahkan
darah.
Artinya:
“Katakanlah: "Jika bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum
keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu
khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu
cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah
sampai Allah mendatangkan Keputusan NYA". dan Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang fasik.” (Q.S Al Taubah: 24)
“Dakwah ini tidak mengenal sikap ganda. Ia hanya mengenal satu sikap
totalitas. Siapa yang bersedia untuk itu, maka ia harus hidup bersama dakwah
dan dakwahpun akan melebur dalam dirinya. Sebaliknya, barangsiapa yang
166 Risalah: Ta'alim (Risalah Ta'alim), hal.361
118
lemah dalam memikul beban ini, ia terhalang dari pahala besar mujahid dan
tertinggal bersama orang-orang yang duduk-duduk.”167
Imam Syahid menjelaskan tentang tingkatan jihad bahwa hendaknya seorang
muslim mengambil bagian dari perjuangan suci ini. Beliau berkata dalam Risalah
Pergerakan, Apakah Kita Para Aktivis?:
“Apa yang mereka inginkan –dari diri mereka dan orang lain- dari jihad di jalan
Allah:
- Sebagian dari jihad dalam Islam wahai saudaraku tercinta,
adalah munculnya emosi yang dinamis dan kuat, yang mengaliri
gelora cinta untuk meraih kembali kehormatan dan kejayaan
Islam; yang membisikkan gejolak rindu untuk menggapai
kekuasaan dan kekuatannya; yang menangisi duka lara dan
meratapi nasib kaum muslimin yang lemah.
- Sabagian dari makna jihad dalam Islam wahai saudaraku
tercinta, adalah menjadikan duka cita atas kondisi yang
mengitari itu sebagai pemicu dalam berpikir secara sungguh-
sungguh bagaimana mendapatkan jalan keluar; dalam
merenung panjang dan mendalam bagaimana memilih jalan-
jalan amal dan cara-cara penyelesaian.
- Sebagian dari makna jihad dalam Islam wahai saudaraku
tercinta, adalah anda menyisihkan dari sebagian waktu,
sebagian harta, sebagian tuntutan pribadimu untuk kebaikan
Islam dan putra-putri kaum muslimin.
- Sebagian dari jihad dalam Islam wahai saudaraku tercinta,
adalah anda memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah yang
mungkar, menaati Allah, mengikuti Rasul-Nya, mengamalkan
kitab-Nya, serta memberikan nasehat kepada para pemimpin
167 Risalah: Da'watuna (Dakwah Kami), hal.16
119
Islam dan masyarakatnya, dan engkau mengajak kepada agama
Allah dengan hikmah dan nesehat kebaikan.
- Sebagian dari jihad dalam Islam wahai saudaraku tercinta,
adalah anda mengingkari siapa saja yang mengingkari agama-
Nya, dan memutuskan siapa saja yang memusuhi Allah dan
Rasul-Nya. Hendaknya anda tidak menjalin hubungan apapun
dengan mereka, tidak ada interaksi, jamuan makan maupun
jamuan minum.
- Sebagian dari jihad dalam Islam wahai saudaraku tercinta,
adalah anda menjadi prajurit Allah; anda melindungi agama-Nya
dengan jiwa dan harta anda. Untuk-Nya jangan sisakan milik
anda sedikitpun. Jika kejayaan dan kehormatan Islam terancam
dan gema kebangkitan diserukan, anda harus menjadi orang
pertama kali menyambut seruan itu dan menjadi orang yang
pertama yang maju ke medan jihad.
- Sebagian dari jihad dalam Islam wahai saudaraku tercinta,
adalah anda bekerja demi menegakkan timbangan keadilan,
melakukan perbaikan urusan seluruh makhluk, meluruskan
tindak kezaliman, dan mencegah tangan pelakunya
seberapapun kekuatan dan kekuasaannya.
- Sebagian dari jihad dalam Islam wahai saudaraku tercinta,
adalah –jika anda tidak dapat melakukan itu semua- hendaklah
anda memberikan cinta anda kepada para mujahid dari relung
hati yang paling dalam dan memberikan masukan nasehat
kepada mereka dengan buah pikiran anda yang jernih. Dengan
begitu, Allah Swt. telah mencatat untuk anda pahala dan telah
melepaskan anda dari tanggung jawab. Janganlah sekali-kali
anda menjadi orang selainnya, sehingga hati anda akan dikunci
dan dituntut dengan sepedih-pedihnya siksa.
120
Demikian inilah sebagian dari tingkatan-tingkatan jihad dalam
Islam. lalu dimanakah posisi Ikhwanul Muslimin di antara
tingkatan-tingkatan ini?168
Imam Syahid menyimpulkan hal itu dengan mengatakan,
“Wahai kaum muslimin, beribadah kepada tuhan, berjihad
menegakkan agama dan meninggikan-Nya adalah misi kalian
dalam kehidupan ini. Jika kalian melaksanakannya dengan baik,
niscaya kalian akan memperoleh kemenangan. Tapi jika kalian
hanya melaksanakan sebagiannya atau bahkan melalaikan
semuanya, maka biarkahlah ku baca ayat berikut ini,
Artinya:
“Maka apakah kamu mengira, bahwa Sesungguhnya kami menciptakan kamu
secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada
Kami?
Maka Maha Tinggi Allah, raja yang Sebenarnya; tidak ada Tuhan selain Dia,
Tuhan (yang mempunyai) 'Arsy yang mulia.” (Q.S Al Mukminun: 115-116)169
Sebagai wujud dari kepahaman terhadap makna yang
diisyaratkan oleh ayat di atas, para sahabat Rasulullah Saw. –sebagai
generasi pilihan Allah- tampil dengan julukan, “layaknya rahib-rahib di
malam hari, dan penunggang kuda di siang hari.”
Imam Syahid menggambarkan jihad mereka sebagai upaya untuk
menguasai dunia dan melakukan perbaikan, beliau berkata, “Wahai kaum
168 Risalah: Hal Nahnu Qoumun 'Amaliyun (Apakah Kita Para Aktivis)?, hal. 83169 Risalah: Ila Ayyi Syai'in Nad'unnas (Kepada Apa Kita Menyeru Manusia), hal. 43
121
muslimin, untuk itulah –setelah Rasulullah Saw. kembali ke haribaan Allah-
kaum muslimin segera bertebaran di segenap penjuru bumi. Al Quran ada
dalam dada mereka, rumah-rumah mereka ibarat pelana-pelana kuda, dan
pedang-pedang mereka senantiasa terhunus dalam genggaman. Dari lisan
mereka mengalir deras hujjah-hujjah yang terang, menyeru manusia kepada
salah satu dari tiga pilihan; Islam, Jizyah, atau perang. Siapa yang memilih
Islam, maka ia akan menjadi saudara kaum muslimin dengan menyandang hak
dan kewajiban yang sama. Siapa yang membayar jizyah –sementara ia tetap
dalam kekafirannya-, maka ia berada di bawah perlindungan dan perjanjian
dengan kaum muslimin, dimana kaum muslimin akan memenuhi janji dan
melaksanakan semua kewajibannya. Tapi bila ia tetap enggan, maka kaum
muslimin akan memerangi mereka sampai Allah Swt. berkenan memenangkan
hamba-hamba-Nya.”
Jadi mereka keluar dari rumah-rumah mereka bukan karena ambisi kekuasaan,
bukan pula untuk memburu harta dan popularitas, apalagi karena nafsu
imperialisme. Mereka keluar semata-mata untuk menunaikan satu misi suci
sebagaimana telah diwasiatkan nabi mereka, Muhammad Saw. Sebuah amanat
yang mengharuskan mereka berjihad di jalan Allah Swt;
Artinya:
“Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah[611] dan supaya
agama itu semata-mata untuk Allah[612]. jika mereka berhenti (dari kekafiran),
Maka Sesungguhnya Allah Maha melihat apa yang mereka kerjakan.” (Q.S Al
Anfal: 39)170
Sesunguhnya ekspansi Islam merupakan upaya untuk membangkitkan
keimanan di dalam hati manusia dan untuk meninggikan kalimat kebenaran di
muka bumi, menghapus kezhaliman. Jadi sebenarnya tidak ada panglima yang
menang dan musuh yang kalah, yang ada justru orang-orang yang beriman dan
170 Ibid, hal. 43, 44
122
menerima seruan agama Allah, sehingga semuanya benar-benar menjadi
saudara yang Saling mencintai satu sama lain. Dengan demikian cairlah sudah
fikrah kesukuan dan kelompok di hadapan fikrah ukhuwah Islamiyah.171
Mereka berjuang dengan dakwah mereka untuk melenyapkan seluruh
bentuk penindasan, kerusakan dan fitnah di muka bumi, agar manusia terbebas
dan memilih –jika mereka menginginkannya- masuk kedalam agama Allah, atau
hidup bernaung di bawah panjinya dengan penuh rasa aman dan terlindungi
dari setiap kezhaliman dan kesewenang-wenangan.
Imam Syahid berkata, “Dengan demikian seorang pejuang muslim
adalah juga seorang guru yang memiliki semua sifat yang semestinya ada pada
seorang guru; cahaya, hidayah, rahmat dan kelembutan. Sehingga pembebasan
Islam berarti juga pembebasan peradaban, kemajuan, pengajaran dan
bimbingan kepada seluruh umat manusia. Samakah ini dengan dominasi Barat
sekarang, yang terwujud dalam bentuk imperialisme dan penindasan?172
Imam Syahid menjawab orang-orang yang mencela kewajiban jihad. Ia berkata,
“Akan datang suatu masa dimana terdapat sekelompok manusia yang mencela
Islam karena kewajiban jihad dan kewajiban berperang.”
Beliau menjelaskan dengan perkataannya, “Allah Swt telah mewajibkan jihad
kepada kaum muslimin bukan sebagai alat permusuhan atau sarana bagi
kepentingan Pribadi, tetapi sebagai perlindungan bagi dakwah dan jaminan
bagi perdamaian, selain sebagai sarana untuk menunaikan misi (risalah) agung
yang dipikulkan di pundak kaum muslimin; misi hidayah bagi manusia untuk
menegakkan kebenaran dan keadilan.173
171 Diantara kalimat Imam Syahid, dikutip dari buku Al Imam Syahih Hasan Al Banna Pengusung Panji dakwah Abad 20, Al Ustad Fuad Al Hajarsy, hal. 176.Lihat juga, Harian Afaq Arabiyah, 19 Nopember 1998 M, Edisi 284.172 Risalah Pergerakan, Kepada Apa Kita Menyeru Manusia, hal. 35173 Risalah Pergerakan, Jihad, hal. 424
123
Tentang makna jihad yang sempurna, urgensi mempersiapkannya dan upaya
untuk membangun rukun-rukunnya di dalam jiwa serta patuh terhadap batasan
dan hukum-hukumnya, Mursyid ‘Am sebelumnya Musthafa Masyhur
menegaskan tentang kebutuhan umat terhadap persiapan jihad. Beliau
mengatakan,
“Kondisi alam hari ini –setelah seluruh kekuatan kejahatan bersatu di
bawah satu kepemimpinan, dan semakin meningkatnya aksi-aksi kekerasan,
ancaman, kezhaliman, penangkapan, pembunuhan, dan pembantaian-
menegaskan kepada kita tentang urgensi untuk membangkitkan ruh jihad Islam
sebagai solusi tanpa harus mematikan eksistensi umat dan peradaban Islam.”
Agar kita sampai ke tingkatan jihad dan perjuangan, maka kita harus
melakukan tarbiyah jiwa dengan tarbiyah yang mendalam, mempersiapkannya
agar tidak mengalami kegoncangan ketika menghadapi musibah, agar ia tidak
gentar di hadapan kesulitan, itulah keteguhan dan ketabahan sehingga hilang
semua cobaan dan musibah dan Allah mengganti kesulitan dengan kemudahan.
Ia adalah harapan kepada Allah, keyakinan dan menyandarkan diri kepada-Nya.
Oleh karena itu maka kaum muslimin harus dipersiapkan untuk sabar dalam
kondisi berat dan sulit dan ketika menghadapi cobaan, kesabaran menghadapi
tipudaya musuh-musuh Allah, kesabaran dalam jihad dan kepungan, ia adalah
kesabaran yang akan membuat umat Islam bangkit menjalankan kewajiban dan
tanggungjawabnya dengan penuh ketabahan, keyakinan dan ketenangan yang
stabil.
Imam Syahid Hasan Al Banna berkata, “Wahai Ikhwan, berjuang
menundukkan jiwa adalah kewajiban kita yang pertama, maka berjihadlah
menundukkan jiwa-jiwa kalian dan giringlah ia menuju ajaran Islam dan hukum-
hukumnya, serta janganlah meremehkan apapun bentuknya. Penuhilah
kewajiban, lakukanlah ketaatan dan jauhilah dosa, bersihkan diri kalian dari
kemaksiatan, jadikan hati dan perasaan kalian senantiasa berhubungan dengan
Allah, Yang mempunyai kekuasaan di langit dan di bumi, lawanlah kemalasan
124
dan kelemahan, arahkanlah keremajaan, emosi dan perasaan kalian kepada
kemuliaan, kesucian dan kejernihan, lawanlah bisikan nafsu yang menyesatkan,
jagalah waktu dan jangan membuangnya pada sesuatu yang tidak bermanfaat,
evaluasi dirimu dengan evaluasi yang cermat, jangan sampai ada satu detik
waktu yang berlalu tanpa diisi dengan amalan yang baik dan usaha yang
berkah.”174
Imam Syahid berkata, “Kewajiban ini menunut adanya jiwa yang
dipenuhi keimanan dan hati yang luhur. Berusahalah untuk senantiasa
meneguhkan komitmen kalian dan memurnikan hati kalian. Kewajiban ini
menuntut –dan akan selalu menuntut- kalian untuk terus berkorban dengan
harta dan kesungguhan. Bersiaplah dan singsingkanlah lengan baju kalian.
Sesungguhnya apa yang ada pada kalian akan pupus habis, dan apa yang ada
pada Allah akan kekal selamanya. Sesungguhnya Allah telah membeli dari kaum
muslimin jiwa dan harta benda mereka, dengan memberikan balasan berupa
surga, yang luasnya seluas langit dan bumi.”175
Imam Syahid berkata tentang perdamaian, “Sesungguhnya Islam
sebagaimana ia mewajibkan perang, ia juga sangat memperhatikan masalah
perdamaian. Allah Swt. berfirman:
Artinya:
“Dan jika mereka condong kepada perdamaian, Maka condonglah
kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya dialah yang Maha
mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S Al Anfal:61)
Seorang muslim, tatkala ia keluar untuk berjihad, dibenaknya hanya ada
satu pikiran; berjihad agar kalimat Allah menjadi yang tertinggi. Agamanya pun
melarang ia mencampuri niat yang suci ini dengan maksud-maksud lain; demi
174 Dari perkataan Musthafa Masyhur, Dimana Hati Kaum Muslimin Terhadap Penumpahan Darah Umat Islam?175 Risalah: Ila Ayyi Syai'in Nad'unnas (Kepada Apa Kita Menyeru Manusia), hal. 45
125
pangkat, demi ketenaran, demi harta, demi meraup ghanimah, atau demi
memenangkan peperangan tanpa peduli dengan kebenaran. Semua itu haram
baginya. Yang halal hanyalah satu urusan; mempersembahkan darah dan
nyawanya sebagai tebusan bagi akidahnya dan demi menegakkan hidayah bagi
seluruh umat manusia.”176
Jika jihad dalam Islam memiliki tujuan yang sangat mulia, maka
sarananya pun adalah sarana yang paling utama. Allah Swt. mengharamkan
permusuhan. Dia berfirman:
Artinya:
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu,
(tetapi) janganlah kamu melampaui batas, Karena Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang melampaui batas. (Q.S Al Baqarah: 190)
Allah Swt. juga memerintahkan untuk berlaku adil, meskipun kepada
musuh. Firman-Nya:
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan
176 Risalah: Al Jihad (Risalah Jihad), hal. 261
126
janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu
untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, Karena adil itu lebih dekat kepada
takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
apa yang kamu kerjakan.” (Q.S Al Maidah: 8)
Allah Swt. membimbing kaum muslimin mennuju kasih saying yang
paripurna. Mereka ketika berperang tidak melampaui batas, tidak bertindak
aniaya, tidak menyiksa tubuh manusia, tidak mencuri, tidak merampok harta,
tidak melukai kehormatan, dan tidak membuat derita. Di kala perang, mereka
adalah sebaik-baiknya pasukan perang, dan di kala damai, mereka adalah
sebaik-baiknya pelaku perdamaian.177
Jihad Islam dengan makna dan batasan-batasannya tidak terpisah dari
prinsip-prinsip perdamaian dalam agama Islam. Mursyid ‘Am sebelumnya,
Musthafa Masyhur mengatakan, “Perdamaian merupakan salah satu prinsip
dasar dalam Islam, asas dan salah satu kewajiban dalam Islam. Hal ini sangat
jelas dan lebih jelas dari cahaya matahari, ia juga merupakan salah satu bagian
dari eksistensi kaum muslimin dan akidah mereka. Umat Islam mencintai
kehidupan dan mengajak manusia kepadanya, memimpin mereka menuju satu
tujuan yang dengannya mereka diciptakan; hingga mereka mendapatkan
ketenangan dalam hidup dan berbahagia dengan menaati Rabbnya.”
Kalimat perdamaian dan beberapa derivasi kalimatnya disebutkan
dalam Al Quran tidak kurang di 133 tempat, sementara kalimat perang hanya
disebut dalam Al Quran di 6 ayat saja.
Dan salah satu nama yang dimiliki Allah Swt. adalah As Salam
(Perdamaian), dan ucapan salam yang digunakan kaum muslimin sebagai
pemersatu hati dan pengikat hati individu-individu masyarakatnya satu sama
lain adalah As Salam. Rasulullah Saw. bersabda:
177 Ibid. hal. 261
127
ربكم جنة تدخلوا الكالم وألينوا الطعام وأطعموا السالم أفشوا
بسالم
Artinya:
“Sebarkanlah salam dan berikan makanan, lembutkanlah perkataan,
maka kalian akan masuk surga Rabb kalian dengan penuh kedamaian.”
Dalam hadits lain Rasulullah Saw. mengatakan:
ذمتنا ألهل وأمانا ألمنتا تحية السالم جعل الله إن
Artinya:
“Sesungguhnya Allah menjadikan As Salam sebagai ucapan salam untuk
umat kami dan menjadi rasa aman bagi ahli dzimmah kami (nonmuslim).”178
Seorang muslim juga diwajibkan –sewaktu berdoa kepada Rabbnya-
untuk menyampaikan salam (doa keselamatan) kepada Rasulullah Saw., kepada
dirinya dan kepada hamba-hamba Allah yang shalih.
Seorang muslim tidak menjadikan perang sebagai obsesi yang
sebenarnya, ia bahkan tidak diizinkan berperang kecuali dengan tujuan yang
sangat mulia dari perdamaian dan ketenangan. Perdamaian adalah tujuan mulia
dalam Islam, namun perdamaian tanpa ada penindasan di dalamnya, tanpa
kezhaliman, kelaliman dan persengketaan. Adapun ketika terjadi kelaliman dan
permusuhan terhadap sendi-sendi kemanusiaan, seperti kebebasan memeluk
agama dan beribadah, atau kelaliman terhadap hak dan kewajiban-kewajiban
umum, maka pada saat itu Islam tidak meridai perdamaian yang berdiri di atas
permusuhan.
Allah Swt berfirman:
178 HR. Thabrani
128
Artinya:
“(yaitu) orang-orang yang Telah diusir dari kampung halaman mereka
tanpa alasan yang benar, kecuali Karena mereka berkata: "Tuhan kami
hanyalah Allah". dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian
manusia dengan sebagian yang lain, tentulah Telah dirobohkan biara-biara
Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid,
yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti
menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar
Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (Q.S Al Hajj: 40)
Perang dalam Islam bukan hawa nafsu kaum muslimin, bukan pula
kemuliaan perang yang menjadi obsesi umat Islam, bukan upaya untuk
mengalahkan orang lain dengan tujuan dan target tertentu. Justru terwujudnya
kebaikan dan keadilan itulah tujuan perang yang sesungguhnya dalam Islam.
Firman Allah:
Artinya:
“(yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di
muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat,
menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan
kepada Allah-lah kembali segala urusan.” (Q.S Al Hajj: 41)
Agama Islam adalah rahmat yang luas hingga kepada hewan. Islam telah
lebih dahulu memberikan kasih terhadap hewan sejak 14 abad yang lalu. Ia
menjadikan perlakukan baik terhadap hewan adalah sebagian dari sendi
keimanan, dan mengancam perlakukan buruk terhadapnya dengan siksaan dan
balasan yang pedih.
129
Inilah Islam yang menganugerahkan kepada umatnya sumber dan
sebab-sebab kekuatan, kemampuan menghadapi tantangan, jaminan keadilan,
persamaan, kedamaian dan kebebasan, kemampuan mencipta, kesiapan
berkorban dan perhatian terhadap upaya-upaya kebaikan untuk
kemanusiaan.”179
Makna Al Nashr (Kemenangan) dan Bentuknya yang Variatif
Tentang makna Al Nashr (Kemenangan) dengan bentuk-bentuknya yang
variatif, Al Ustadz Musthafa Masyhur berkata, “Ketika kalimat Allah meninggi
dimuka bumi dan musuh-musuh Allah gagal memalingkan kita dari tugas atau
membelokkan kita dari keyakinan kita, ketika orang-orang bathil merasa bosan
menyerukan kebatilannya, maka ketika itulah kita mengingat kemenangan,
kemenangan yang diberikan kepada Rasulullah Saw. dan sahabatnya sewaktu
mereka berada di goa Tsaur, ketika beliau Saw. keluar tanpa teman seorangpun
selain As Shiddiq (Abu Bakar As Shiddiq), tanpa ada bala tentara dan tanpa
perbekalan, sementara musuh-musuhnya banyak, kekuatan mereka jauh berada
di atas kekuatannya, ia tidak memiliki kekuatan materi apapun, bersama
sahabatnya Rasulullah Saw. benar-benar tidak memiliki kekuatan, kendati
demikian kemenangan itu akhirnya terwujud.
Allah Swt. berfirman:
179 Dari perkataan Al Ustadz Musthafa Masyhur, Tipuan dan celaan terhadap Islam dan pemeluknya
130
Artinya:
“Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) Maka Sesungguhnya
Allah Telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah)
mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika
keduanya berada dalam gua, di waktu dia Berkata kepada temannya: "Janganlah
kamu berduka cita, Sesungguhnya Allah beserta kita." Maka Allah menurunkan
keterangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang
kamu tidak melihatnya, dan Al-Quran menjadikan orang-orang kafir Itulah yang
rendah. dan kalimat Allah Itulah yang Tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana[643]. (Q.S Al Taubah:40)
Ia adalah kemenangan yang diberikan Allah kepada seorang Ghulam
Abdullah bin Tsamir ketika suatu hari ia meminta kepada penguasa zhalim untuk
dipanah di hadapan manusia dengan syarat menyebut nama yang sangat
dibenci oleh penguasa zhalim tersebut agar ia dapat membunuhnya; Penguasa
tersebut akhirnya dapat membunuh ghulam tersebut setelah menyebut nama
Tuhannya sementara ia sangat membenci nama itu. Walaupun ghulam itu mati,
namun manusia yang menyaksikan pemandangan itu serta merta mengimani
Tuhan yang diyakini ghulam dan mereka menyerukan bahwa kalimat Allah
adalah yang tertinggi.
Kemudian kemenangan itu kembali terulang kepada Ashabul Ukhdud,
ketika api keimanan melawan fitnah, ketika keyakinan mengalahkan kehidupan,
ketika para penguasa lalim kelelahan menghadapi jiwa-jiwa yang beriman
sementara mereka menguasai jasad-jasad mereka. sesungguhnya itu adalah
kemenangan tanpa kekuasaan. Namun kemudian Allah memberikan
kemenangan dengan kekuasaan.
Firman Allah:
131
Artinya:
“Dan Allah Telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara
kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa dia sungguh- sungguh
akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana dia Telah
menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh dia akan
meneguhkan bagi mereka agama yang Telah diridhai-Nya untuk mereka, dan dia
benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam
ketakutan menjadi aman sentausa. mereka tetap menyembahku-Ku dengan
tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. dan barangsiapa yang
(tetap) kafir sesudah (janji) itu, Maka mereka Itulah orang-orang yang fasik.”
(Q.S Al Nur: 55)
Artinya:
“(yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di
muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat,
menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan
kepada Allah-lah kembali segala urusan.” (Q.S Al Hajj: 41)
132
Akan datang suatu hari di mana khilafah Islam berdiri, saat itu panji-
panji kebenaran ditinggikan dan keadilan merata ke seluruh negeri, dan
kedamaian tersebar di bumi.”180
Bab III
Pemahaman Tarbiyah
Dalam Proses Pembinaan
Pemahaman Tarbiyah Dalam Proses Pembinaan
Gambaran-gambaran Pembinaan Tarbawi dan Ciri-cirinya:
Pembinaan tarbawi dilakukan dengan dua rukun yang mendasar, yaitu:
a. Melaksanakan Tarbiyah terhadap setiap individu, “Melakukan pembinaan
diri adalah kewajiban kita yang pertama.”
b. Komitmen terhadap tarbiyah kolektif yang diberikan jamaah, manhaj dan
dari ikatan yang menyatukannya dengan asas Ta’aruf (saling mengenal),
Tafahum (saling memahami), Takaful (Saling melengkapi).
Imam Syahid menyebut orang-orang yang komitmen terhadap Kewajiban seorang
Aktivis dan melaksakannya dengan sebutan, Al Ikhwan Al Shadiqin (Ikhwan Yang Benar).
Beliau berkata, “Wahai umat Islam sekarang adalah masa pembinaan, maka binalah diri
kalian dengan demikian kalian telah membina umat. Sesungguhnya kewajiban ini
membutuhkan jiwa-jiwa yang mukmin dan hati-hati yang selamat.”181
180 Risalah: Wudhuh Ru'yah, Ustadz Musthafa Masyhur, hal. 46181 Risalah: Ila Ayyi Syai'in Nad'unnas (Kepada Apa Kita Menyeru Manusia), hal. 44
133
Dalam proses pembinaan personal, Imam Syahid sangat memperhatikan beberapa sisi
berikut:
1. Urgensi membangkitkan keimanan, memperbaharui jiwa, kekuatan hati dan
perasaan sebagai dasar untuk maju dan eksis:
Beliau berkata, “Maka yang pertama yang kami inginkan adalah terbangunnya
jiwa-jiwa yang hidup, kuat, dan tangguh. Kami menginginkan hati-hati yang
segar, dan memiliki semangat yang berkobar, jiwa-jiwa yang optimis, membara,
yang penuh cita-cita dan bervitalitas tinggi.”182
Ia juga berkata, “Penuhilah jiwa yang liar dengan keagungan Islam dan keindahan
Al Quran, serta latihlah ia menjadi prajurit di bawah bendera dan panji Nabi
Muhammad.”183
2. Urgensi Pemahaman Yang Komprehensif Terhadap Dakwah:
Maka Imam Syahid menetapkan 20 prinsip dasar, diantara adalah Al Fahm (Paham
atau pemahaman) sebagai salah satu rukun dasar dari rukun baiat.184
Dengan demikian sangat jelas bahwa Imam Syahid memberikan perhatian yang
sangat besar terhadap rukun Al Fahm bagi seorang al Akh. Beliau juga
menjelaskan tentang batasan-batasan dan prinsip-prinsip dasar yang menjadi
pijakan dalam rukun ini di dalam Al Ushul Al Isyrin yang bersumber dari dari Al
Quran dan Al Sunnah.185
Imam Syahid juga menjelaskan hal ini dengan mengatakan, “Dakwah kami adalah
dakwah Islamiyah dengan segala makna yang tercakup dalam kata itu. Pahamilah
apa saja yang anda ingin anda pahami dari kata itu dengan tetap berpedoman
pada kitab Allah, Sunnah Rasulullah Saw. dan salafus soleh (jalan hidup
182 Risalah: Da'watuna Fi Thaurin Jadid (Dakwah Kami di Zaman Baru), Hal. 233183 Risalah, Al Ikhwan tahta rayatil Quran (Ikhwan di bawah naungan panji Al Quran), Hal. 197184 Lihat Risalah: Ta'alim (Risalah Ta'alim), hal. 356:359185 Imam Syahid mengkhususkan rukun Al Fahm sebagai salah satu dari 20 Prinsip Dasar Ikhwan. Sebenarnya ia bukan ushul dalam Islam, ia hanya merupakan pembatasan makna pemahaman yang benar bagi seorang muslim, yang merupakan bagian dari manhaj dan makna Islam itu sendiri.
134
pendahulu yang shalih) dari kaum muslimin. Kitab Allah adalah adalah sumber
dasar ajaran Islam, sunnah Rasulullah Saw. adalah penjelas dari kitab tersebut,
sedang sirah kaum salaf adalah contoh aplikatif dari perintah Allah dan ajaran
Islam.”186
3. Urgensi Loyalitas yang paripurna terhadap dakwah dan keikhlasan.
“Dakwah ini tidak menerima perserikatan.”
4. Kewajiban bekerja untuk kepentingan dakwah dan berkorban di jalannya.
Dan hal ini tentunya tidak hanya sebatas perkataan dan slogan. Imam Syahid
berkata, “Bahwa beban dakwah ini hanya bisa dipikul oleh mereka yang telah
memahami dan bersedia memberikan apa saja yang kelak dituntut olehnya; baik
waktu, kesehatan, harta bahkan darah.”187
Kemudian beliau menjadikan al ‘Amal terdiri dari 7 tingkatan, yang dimulai
dengan memperbaiki diri sendiri hingga kepemimpinan dunia.
5. Urgensi Pemusatan dan Tidak melakukan lompatan
“Oleh karena itu maka perlu dilakukan pembatasan, dan hendaknya seluruh jiwa
dan perasaan dikumpulkan, harus ada pemusatan hingga ia benar-benar menjadi
keyakinan yang kokoh yang tidak goyak oleh keraguan dan kebimbangan. Tanpa
pemusatan perhatian dan pembatasan sasaran, nasib kebangkitan umat hanya
akan seperti lilin kecil di tengah gulita sahara. Nyalanya akan terasa redup, lemah
dan tidak bertenaga.”188
Proses pembinaan ini sangat memperhatian gradualitas dan prioritas dalam
pembentukan. Ia mempersiapkan lingkungan dan iklim yang cocok untuk
pembinaan ini, dan akan menggunakan pelbagai sarana tarbawi untuk
mewujudkan target-target tarbiyah, serta melihat seseorang dengan pandangan
yang menyeluruh.
186 Risalah: Da'watuna (Dakwah Kami), hal. 17187 Ibid. hal. 16 188 Risalah, Da'watuna Fi Thaurin Jadid (Dakwah Kami di Zaman Baru), hal. 233
135
6. Urgensi Kesatuan Barisan dan Ikatan
Imam Syahid berkata, “Yakinlah kepada fikrah kalian, dan berkumpullah di
sekelilingnya, bekerjalah untuknya dan teguhlah di atas jalannya.”189
“Wahai Ikhwan, Persatuan dan ikatan kalian adalah senjata utama, ia adalah
senjata yang paling ampuh yang kalian miliki, maka jagalah persatuan itu,
senantiasalah berada dalam barisan jamaah, jangan kalian berselisih dengan
saudara-saudara kalian dalam sebuah permasalahan, jangan sampai kalian
terpisah dikarenakan urusan-urusan yang sepele dan oleh kebimbangan yang
mematikan.”190
Termasuk urgensi kondisi yang mendukung di dalam shaf jamaah di setiap
jenjangnya, baik berupa iklim cinta, interaksi, saling nasehat-menasehati, saling
memaafkan, kelapangan hati, kebersihan jiwa, iklim saling percaya dengan
seluruh maknanya, keterbukaan dan keterusterangan antar individu. Jika iklim ini
dinodai oleh sebuah kerusakan, maka hal itu akan memberikan dampak langsung
kepada jamaah, dan setiap program dan sarana yang digunakan tidak akan
memberikan hasil apapun, bahkan semua pengarahan tidak akan bermanfaat apa-
apa, sehingga tumbuh di dalamnya celah-celah keretakan, perseteruan dan
permasalahan. Semoga Allah melindungi kita dari semua itu.
7. Urgensi Membangkitkan Ruh Optimis dan Keyakinan kepada Pertolongan dan
Kemenangan dari Allah untuk dakwah.
Imam Syahid berkata, “Dengan berbekal tiga keyakinan; yakni beriman kepada
kebenaran risalah, bangga dalam memeluknya, dan optimis dengan akan
datangnya pertolongan Allah, -maka Rasulullah Saw. telah berhasil
menghidupkan –dengan izin Allah- iman dalam hati dan jiwa kaum muslimin dari
generasi pertama para sahabat. Maka kepada tiga keyakinan ini kami mengajak
manusia.”191
189 Risalah: Baina l-Amsi wal Yaum (Antara Kemaren dan Hari ini), Hal. 108190 Nasehat Imam Syahid Hasan Al Banna kepada Ikhwan, dari buku Al Imam Syahid, Fuad Al Hajarsy, hal. 111191 Risalah: Da'watuna Fi Thaurin Jadid (Dakwah Kami di Zaman Baru), hal. 235
136
8. Teguh Di atas Jalan Dakwah
Imam Syahid menegaskan, “Kemauan yang keras yang tak tersentuh oleh
kelemahan, kesetiaan yang kuat yang tak dikotori oleh kepura-puraan dan
pengkhianatan, pengorbanan besar yang tak dihalangi oleh ketamakan dan
kebakhilan, dengan pengetahuan terhadap dasar perjuangan, keyakinan dan
penghormatan terhadap dasar tersebut yang akan menjaga dari kesalahan dan
penyimpangan, atau tertipu dengan yang lain.”192
Ujian, cobaan dan kesabaran dalam mengarungi pahit getir jalan dakwah
merupakan wadah yang akan menyaring, menyepuh dan mengokohkan
pembinaan ini.
Hendaknya ia seorang kader dakwah tabah menjalani ujian ini, bertahan
menghadapi proses tarbiyah dan pembinaannya dengan penuh kesabaran dan
keridhaan, sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Syahid di dalam Risalah
Ta’alim. Menjalaninya dengan penuh keyakinan dan selalu ingat target besar yang
hendak diwujudkan.
9. Urgensi Ikhlas
Imam Syahid berkata, “Ia berbuat dengan seluruh perkataan dan perbuatan
hanya mengharap keridaan Allah, tidak melihat pada ghanimah yang akan
didapatkan, popularitas, dan gelar, hendaknya ia benar-benar menjadi jundi
dakwah baik akidah maupun fikrah.
Imam Syahid juga berkata, “Dan kita -al hamdulillah- berlepas diri dari ambisi-
ambisi dan jauh dari kepentingan Pribadi. Kita tidak menginginkan kecuali
keridhaan Allah dan kemaslahatan manusia. Kita tidak akan beramal kecuali hanya
ingin meraih ridha-Nya. Kita menantikan pertolongan dan kemenangan hanya dari
Allah. Barangsiapa yang dimenangkan oleh-Nya, maka tak seorangpun yang bisa
mengalahkannya.
192 Risalah Pergerakan, Kepada Apa Kami Menyeru Manusia, hal. 45
137
Artinya:
“Yang demikian itu Karena Sesungguhnya Allah adalah pelindung
orang-orang yang beriman dan Karena Sesungguhnya orang-orang
kafir itu tidak mempunyai Pelindung.” (Q.S Muhammad: 11)193
“Jika seandainya diantara kalian ada seseorang yang memiliki hati
yang sakit, kehilangan orientasi hidup, kehilangan obsesi, dan
luka masa lalu maka keluarkanlah ia dari sisi kalian, karena ia
menjadi penghalang turunnya rahmat dan menjadi hijab turunnya
pertolongan Allah.”
10. Urgensi Akidah dan Aktivitas Hati
Imam Syahid berkata, “Akidah adalah pondasi aktivitas, dan
aktivitas hati lebih penting daripada aktivitas fisik, namun usaha
untuk menyempurnakan keduanya merupakan tuntutan syariat,
meskipun dengan kadar tuntutan masing-masing berbeda.”194
11. Urgensi Rukun-rukun Bai’at
10 rukun baiat yang ditetapkan oleh Imam Syahid merupakan
prinsip dasar dalam proses pembinaan peserta tarbiyah, serta yang
akan menangkalnya dari penyimpangan, perubahan dan
kelemahan, yaitu; Fahm (pemahaman), Ikhlas, Amal (aktivitas),
Jihad, Tadhiyah (pengorbanan, Taat (kepatuhan), Tsabat
(keteguhan), Tajarrud (kemurnian), Ukhuwah dan Tsiqah
(kepercayaan).”195
12. Ia adalah perubahan yang mendalam, paripurna dan integral.
Perubahan dan pembinaan individu ini tidak hanya berupa
perubahan bentuk atau reaksi perasaan semata, atau keahlian dan 193 Risalah: Baina l-Amsi wal Yaum (Antara Kemaren dan Hari ini), hal. 109194 Risalah: Ta'alim (Risalah Ta'alim), hal. 393195 Ibid
138
semangat dalam gerak dan pelaksanaan, namun ia adalah
perubahan yang mendalam dan integral terhadap diri seseorang,
baik pemahaman dan keyakinan, prilaku dan amal, dalam dakwah
dan ibadah, begitupula di dalam penampilan, gerakan dan tindakan.
13. Realitas pengalaman
Bahwa dalam mewujudkan kesuksesan, ia tidak bergantung semata-
semata hanya kepada pengetahuan, membaca, atau perubahan
yang bersifat fisik, namun merupakan perubahan berdasarkan
realitas pengalaman. Dr. Yusuf Al qaradlway menjelaskan hal ini
dengan mengatakan, “Kita harus mengubah perhatian kita menuju
anasir inti dan ruh sebagai ganti perhatian kita terhadap sisi fisik
semata. Barangsiapa yang kehilangan tauhid dan keyakinan, ikhlas
dalam beribadah, jujur dalam mu’amalah, sifat kasih, adil, itqan
dalam bekerja, ketinggian cita rasa dalam sastra, ukhuwah dalam
hubungan, maka sesungguhnya ia telah kehilangan inti ajaran
Islam, walaupun ia berpegang teguh dengan bentuk dan fisik.
Beliau juga berkata, “Kebanyakan orang merasa bangga bahwa
mereka menjaga dan memperhatikan sunnah Rasulullah Saw.,
namun sesungguhnya mereka lebih menjaga sunnah secara
simbiolis ketimbang menjaganya secara esensial. Memang baik
menjaga sunnah secara simbiolis dan penampilan fisik seperti
memanjangkan jenggot dan meninggikan pakaianmu di atas mata
kaki dll, namun tidak baik jika menjadikan hal ini segalanya dalam
agama, seolah-olah hal itu merupakan bagian dari rukun iman atau
prinsip-prinsip dasar Islam dan Ihsan. Dan juga tidak baik jika anda
mengklaim setiap orang yang tidak memelihara sunnah secara
simbiolis dengan iman yang rapuh, iman yang lemah, atau
mengikuti jalan orang-orang nonmuslim.”
139
Padahal hal ini merupakan (tahsinat) kebaikan yang sangat
dianjurkan namun bukan merupakan (daruriyat) kewajiban, dan
bukan merupakan (hajiyat) kebutuhan sebagaimana yang
dijelaskan oleh para ahli fiqih dan ushul.”196
14. Keseimbangan dan Integralitas antara Harakah dan Pembinaan.
Pembinaan tarbawi tidak terbentuk jauh dari realitas kehidupan
atau terkurung dalam bilik-bilik penyepian, namun ia senantiasa
diwarnai dengan harakah (gerakan), aktivitas dan interaksi dengan
masyarakat, serta gerakan dengan target-target dakwah yang
merupakan sarana pertumbuhan dan perkembangan dalam proses
tarbiyah.
Pembagian amal dan pembinaan dalam dua tahap; tahapan gerakan
di masyarakat dan tahapan tarbiyah individu tiada lain merupakan
pembagian secara normatif saja, adapun secara praktek pembagian
ini sebenarnya tidak ada. Sebagaimana keimanan; yakni sesuatu
yang tertanam dalam hati dan dibenarkan dengan amalan, demikian
halnya dengan tarbiyah yang mencakup dua sisi individu dan
masyarakat dalam sebuah kesatuan yang paripurna dan
keseimbangan yang mendalam. Kita tidak mungkin memisahkan
kedua sisi tersebut, sebagaimana kita tidak mungkin memisahkan
tubuh manusia dari unsur-unsur esensialnya.
Maka pelbagai sisi seperti, pemahaman, keyakinan, perasaan, spirit,
akhlak, prilaku, keinginan dan gerakan, merupakan sisi-sisi yang
saling terpaut dan interaktif, sulit untuk memisahkan sisi-sisi
tersebut, karena semuanya berada dalam makna pemahaman
tarbiyah. Tidak ada tarbiyah tanpa gerakan, aktivitas, dan keinginan
di seluruh aspek kehidupan.
196 Tulisan Dr. Yusuf Al Qaradlawy, Al Shahwah al Islamiyah, Majalah Risalah, Edisi I
140
Dengan semakin banyaknya kegiatan dan beragamnya segmentasi
amal, terkadang kita kehilangan konsentrasi dan pemusatan
perhatian, atau lemahnya perhatian terhadap pembinaan internal.
Untuk itu dibutuhkan perspektif yang jelas dan penguasaan yang
komprehensif terhadap target-target dakwah dalam setiap fase,
serta keseimbangan antara gerakan dengan aspek-aspek amal. Dan
memberikan perhatian –dengan tetap maju dan melakukan
gerakan- terhadap proses pembinaan individu, pembangunan pilar-
pilar yang menopangnya, dan terwujudnya kepemimpian tertinggi:
sebagai timbangannya adalah, kecermatan, hal ini akan
menciptakan strategi dan mencermati setiap fenomena yang
tampak, meneliti keseimbangan, mendorong aktivitas dan
memberikan penyembuhan.
15. Pembinaan Tarbawi adalah Dasar Tanggungjawab dalam barisan.197
Imam Syahid berkata, “Kepemimpinan -dakwah Ikhwan- menduduki
posisi orang tua dalam ikatan hati, posisi seorang guru dalam
memberikan pengajaran ilmu, dan posisi seorang syaikh dalam
aspek pendidikan rohani, dan posisi seorang pemimpin dalam
menentukan kebijakan-kebijakan politik secara umum dalam
dakwah.”
16. Ijtihad seorang kader, penguasaan dan pengamalannya terhadap
manhaj tarbiyah.
Imam Syahid menitik beratkan pembinaan seorang Al Akh dalam
hal, perbaikan diri dan dakwah kepada orang lain. Beliau
mengarahkan tentang aspek-aspek amal yang dibutuhkan dalam
pembinaan seorang Al Akh hingga ia memiliki sifat-sifat berikut:
Salimul Akidah (bersih akidahnya), shahihul Ibadah (benar
ibadahnya), Matinul Khulq (Kokoh akhlaknya), Qawiyyul Jismi
(memiliki fisik yang kuat), Mutsaqqaful Fikr (berwawasan
197 Risalah: Ta'alim (Risalah Ta'alim), hal. 399
141
pemikirannya), Qadirun Alal Kasbi (mampu berekonomi),
Munazhamun fi Syu’unihi (terorganisir seluruh urusannya), Harishun
Ala waqtihi (Cermat mengatur waktunya), Mujahidun Linasihi (kuat
kesungguhan jiwanya), Nafi’un Li Ghairihi (Bermanfaat bagi
selainnya).198
Imam Syahid berkata, “Cengkeramlah dengan sungguh-sungguh
bimbingan-bimbingan ini. Jika tidak maka dalam barisan orang-
orang yang duduk dan para pemalas masih terdapat kursi-kursi
yang kosong.”
“Saya yakin, jika engkau mengetahuinya dengan baik dan engkau
menjadikannya cita-cita dan orientasi hidupmu, maka balasanmu
adalah kehormatan hidup di dunia dan kebajikan serta ridha di
akhirat. Engkau bagian dari kami dan kami bagian dari dirimu. Jika
engkau berpaling darinya lalu duduk-duduk santai saja, maka tiada
lagi hubungan antara kita. Jika engkau seseorang yang biasa
berada di depan majelis kita, di pundakmu tertempel gelar-gelar
mentereng, dan kau tampak begitu menonjol di antara kita, maka
dudukmu akan dihisab Allah dengan seberat-beratnya hisab.”199
17. Bentuk Pembinaan ini Terhimpun dalam 5 (lima) kata berikut:
1. Kesederhanaan
2. Tilawah
3. Shalat
4. Keprajuritan
5. Akhlak
Kemudian hal ini disimpulkan dalam 5 (lima) point berikut:
1. Iman yang kuat
2. Pemahaman yang benar
198 Ibid. Rukun Amal, hal. 394199 Ibid. Hal. 369
142
3. Pembinaan yang cermat
4. Cinta yang dipercaya
5. Amal yang berkesinambungan
Slogan prinsip-prinsip ini termaktub dalam 5 (lima) kata:
1. Allah Ghayatuna (Allah adalah tujuan kami)
2. Ar Rasul Qudqatuna (Rasul adalah teladan kami)
3. Al Qur’an Syir’atuna (Al Quran adalah Undang-undang kami).
4. Al Jihad Sabiluna (Jihad adalah jalan juang kami).
5. As Syahadah Umniyyatuna (Mati syahid adalah cita-cita kami).200
Manhaj Imam Hasan Al Banna dalam Tarbiyah Akidah
Adapun manhaj Imam Syahid Hasan Al Banna dalam pemahaman akidah sangat
jauh dari Ilmu Kalam dan istilah-istilah yang dibuat oleh para ulama yang pakar di bidang ini.
pemahamannya juga jauh dari teori-teori ilmu filsafat dan bentuk-bentuk perbedaan yang
dilahirkan oleh para ahli kalam. Imam Syahid memiliki manhaj baru yang disimpulkan dalam 2
(dua) hal mendasar:
Pertama, berpegang teguh dengan Al Kitab dan As Sunnah dalam menyampaikan pemahaman
akidah kedalam hati dan penanamannya di dalam jiwa dan perasaan. Hal ini sebagaimana jalan
yang dilakukan oleh para ulama salaf.
Kedua, Memanfaatkan penjelasan lewat tanda-tanda akidah tersebut di dalam diri dan
memberikan muslim standar ukuran untuk mengetahui kadar realisasi dan pelaksanaannya.
Imam Syahid berkata, “Ketauhilah bahwa dalam perkara akidah manusia terbagi dalam
beberapa kelompok:
- Sebagian mereka mendapatkannya melalui pengajaran dan meyakininya
sebagai sebuah adapt. Kelompok ini sangat mudah terpengaruh jika
berhadapan dengan beberapa syubhat dalam akidah.
200 Ibid. hal. 369
143
- Sebagian mereka ada yang melihat dan mencermati sehingga
keimanannya bertambah dan keyakinannya semakin kuat.
- Sebagian mereka ada yang masih terus mencermati, menggunakan
pikiran, dan meminta pertolongan kepada Allah dengan ibadah,
menjalankan perintah-perintah-Nya dan beramal dengan sebaik-
baiknya, sehingga cahaya hidayah menyinari hati-hati mereka, dan
mereka bisa melihat dengan mata hati kesempurnaan iman dan
keyakinannya, serta ketetapan jiwanya.
Firman Allah:
Artinya:
“Dan oraang-orang yang mau menerima petunjuk, Allah menambah
petunjuk kepada mereka dan memberikan balasan ketaqwaannya.” (Q.S
Muhammad: 17)201
Dalam menerapkan proses perbaikan diri dan penanaman keyakinan akidah dalam hati,
Imam Syahid menyimpulkan beberapa kewajiban, rukun-rukun dasar dalam sebuah model
praktis dengan tema “Aku meyakini dan aku berjanji”, yang disimpulkan dari Al Quran dan
sunnah Rasulullah Saw., yang tidak melenceng seujung rambutpun dari kedua sumber tersebut.
Beliau meminta Ikhwan untuk menghapal konsep tersebut, mematuhi batasan-batasannya,
melaksanakan nash-nashnya, dan mematuhi perjanjian-perjanjiannya.”202
Beliau berkata tentang manhaj ini, “Saya meyakini bahwa manhaj ini adalah sarana
praktis dalam melaksanakan tarbiyah diri dan memperbaiki akhlak.”203
Tentang sifat rabbani (berorientasi ketuhanan) dan pemusatannya pada individu
muslim, Imam Syahid tidak menggunakan pembagian-pembagian teoritis dan studi akademis,
beliau justru memberikan metode praktis yang membekas, sederhana, jelas dan mudah untuk
dilaksanakan. Beliau berkata, “Dan di antara sifat-sifat khas seorang muslim adalah rabbaniyah,
201 Risalah Al Aqa-‘id hal. 416. Lihat juga tulisan Al Ustadz Musthafa Masyhur –dalam rangka memperingati kesyahidan Imam Hasan Al Banna. 202 Risalah: Hal Nahnu Qoumun 'Amaliyun (Apakah Kita Para Aktivis)?, Hal. 73203 Ibid
144
maka kita harus senantiasa menjaga hubungan kita dengan Allah semampunya, yaitu dengan
cara melakukan zikir dan doa. Di dalam Risalah Al Ma’tsurat banyak sekali zikir dan doa-doa.”204
Beliau juga menunjukkan agar kita memulai proses perbaikan tersebut dengan memperbaki
shalat dan ibadah-ibadah kita, dan hendaknya kita menjadi qudwah dalam melaksanakan amar
ma’ruf nahi munkar. Imam Syahid berkata, “Wahai saudaraku muslim, anda paham sekarang,
untuk itu jadilah teladan ihsan dalam shalatmu, serta yakinlah bahwa langkah pertama sebelum
segela aktivitas kita adalah memperbaiki shalat.”205
Beliau juga berkata, “Mereka juga melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar, dan sudah
memulainya dari diri mereka sendiri, kemudian kepada keluarga, rumah-rumah mereka, kerabat
dekat dan teman-teman mereka. Mereka menyampaikan hal itu dengan penuh kesabaran,
perlahan, dengan hikmah dan nasehat-nasehat kebaikan.”206
Ujian dan Cobaan adalah Sebuah Kemestian dalam Dakwah
Dalam proses pembinaan dan di dalam shaf dakwah ini pasti terjadi ujian dan
penyeleksian. –baik Ujian-ujian yang berasal dari dalam dan dari luar- akan didera oleh setiap
individu maupun jamaah ini dalam pelbagai bentuk, dan di setiap fase-fase dakwah akan
menyaring barisan dakwah ini dan membersihkannya dari batu-batu bangunan yang rapuh dan
lemah, sehingga ia semakin kuat dan kokoh. Firman Allah:
Artinya:
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami Telah
beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? (Q.S Al Ankabut:2)
204 Muzakkirat Da'wah wa Da'iyah Lil Imam al Syahid Hasan (Memoar Hasan Al Banna), hal. 262205 Risalah: Hal Nahnu Qoumun 'Amaliyun (Apakah Kita Para Aktivis)?, Hal. 76206 Ibid
145
Kami berdoa kepada Allah kesehatan dan kekuatan. Sesungguhnya demikianlah tabiat
jalan dakwah ini, ini adalah sunnah Allah Swt. terhadap dakwah-dakwah kebenaran, dan ini akan
menjadi ukuran ketegaran, kebenaran, kemajuan dan keberhasilannya.
Imam Syahid berkata, “Tidak ada dakwah tanpa jihad, dan tidak ada jihad tanpa
tekanan.”207
Ia berkata, “Saya ingin berterus terang kepada kalian bahwa dakwah yang kita emban
ini belum banyak diketahui orang. Nanti, di saat mereka telah mengetahui dan memahami
tujuan dan sasarannya, niscaya akan terjadi permusuhan dan penentangan dari mereka. Di
depan kalian akan terbentang berbagai kesulitan dan kalian akan menemui banyak kendala.
Saat itu berarti kalian telah memulai meniti jalan para aktivis dakwah yang sesungguhnya.
Para penguasa, pemimpin dan pengambil kebijakan akan menaruh kebencian terhadap
kalian. Setiap rezim (penguasa) akan berusaha melumpuhkan aktivitas kalian dan menebar duri-
duri penghalang di jalan kalian.
Kalian akan dipenjara dan ditahan, diusir dan dideportasi. Kepentingan-kepentingan
kalian akan dikebiri, kalian akan diberhentikan dari pekerjaan, dan rumah-rumah kalian akan
digeledah, dan diawasi. Ujian dan cobaan ini kemungkinan akan sangat panjang waktunya.”208
Beliau juga berkata dalam menghadapi ujian-ujian ini, “Wahai Ikhwanul Muslimin,
Sesungguhnya kemenangan ada bersama kesabaran, keberhasilan ada bersama ketegaran, dan
sesungguhnya pahala kebajikan hanya untuk orang-orang yang bertakwa.”209
Al Usar Tarbawiyah (Usrah-usrah Tarbiyah/Pembinaan)
207 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal. 213208 Risalah: Baina l-Amsi wal Yaum (Antara Kemaren dan Hari ini), hal. 109209 Muzakkirat Da'wah wa Da'iyah Lil Imam al Syahid Hasan (Memoar Hasan Al Banna), hal. 201
146
Usrah-usrah tarbiyah dan katibah-katibah Ikhwan merupakan salah satu sarana tarbiyah
dan termasuk hal yang tsawabit (prinsipil) dalam jamaah, yang membantu proses pembentukan
bangunan jamaah sehingga terwujudnya, Ta’aruf (saling mengenal), Tafahum (saling
memahami), dan Takaful (saling melengkapi) antara kader dakwah. Ia juga merupakan sarana
untuk membentuk sebuah wadah pembinaan iman dan program-program tarbiyah,
pengorganisasian aktivitas dan gerakan, dimana hal ini berlangsung di lingkungan yang penuh
rasa cinta, kasih, kelapangan hati, saling nasehat-menasehati, saling memaafkan, keterbukaan
dan keterusterangan.
Usrah adalah wadah utama dalam proses tarbiyah, kandungan dan programnya tidak
terbatas pada rutinitas pertemuan berkala semata, ia adalah ikatan yang kokoh dan interaksi
yang serius, dimana terlaksananya proses pembinaan dan pengarahan.
Imam Syahid berkata, “Islam menekankan perlunya pembentukan usar (usrah-usrah)
dari pengikut-pengikutnya, yang dapat membimbing mereka kepada puncak keteladanan,
mengokohkan ikatan hatinya, dan mengangkat derajat ukhuwahnya; dari kata-kata dan teori
menuju realita dan amal nyata. Karena itu –wahai saudaraku- usahakan agar dirimu menjadi
batu bata yang baik bagi bangunan (Islam) ini.
Sedangkan pilar-pilar ikatan ini ada tiga; hafalkan dan usahakan untuk mewujudkannya,
sehingga ia tidak hanya menjadi beban berat yang kering tanpa ruh:
1. Ta’aruf (Saling mengenal)
Ia adalah awal dari pilar-pilar ini. karenannya saling mengenallah dan saling
berkasih sayanglah kalian dengan ruhullah. Hayatilah makna ukhuwah yang benar
dan utuh di antara kalian, berusahalah agar tidak ada sesuatupun yang menodai
ikatan kalian, hadirkanlah selalu bayangan ayat-ayat Al Quran dan hadits-hadits
yang mulia di benakmu. Letakkan di pelupuk matamu kandungan ayat-ayat berikut:
Artinya:
“Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. (Q.S Al
Hujurat:10)
147
2. Tafahum (Saling memahami)
Ia adalah pilar kedua dari pilar-pilar sistem ini. karenanya, istiqamahlah
kalian dalam manhaj yang benar, tunaikan apa-apa yang diperintahkan
Allah kepadamu, dan tinggalkan apa-apa yang dilarang. Evaluasilah
dirimu dengan evaluasi yang cermat dalam hal ketaatan dan
kemaksiatan.
3. Takaful (Saling menanggung bebang)
Ia adalah pilar ketiga. Hendaklah sebagian dari kalian memikul beban
sebagian yang lain. Demikian itulah fenomena iman dan intisari
ukhuwah. Hendaklah sebagian dari kalian senantiasa bertanya kepada
sebagian yang lain (tentang kondisi kehidupannya). Jika didapatkan
padanya kesulitan, segeralah memberikan pertolongan selama ada
jalan untuk itu.”210
Imam Syahid menjelaskan bahwa ta’aruf, tafahum dan takaful, tidak
semata pengetahuan dangkal terhadap nama dan kepribadian
seseorang. Ia justru merupakan pengenalan yang mendalam, interaksi
dan koordinasi antara kader dakwah satu sama lain. Bahwa sifat
ekstrim dan keras hanya akan menjadi kerikil terhadap ukhuwah dan
hendaknya upaya untuk saling memahami ini berjalan terus menerus di
setiap waktu dan kondisi, serta hendaknya ia memiliki batas-batas
tertentu demi terwujudnya pertautan dan kesatuan.
Imam Syahid berkata, “Setelah itu hendaknylah setiap kalian bersedia
menasehati saudaranya yang lain begitu aib tampak padanya.
Hendaklah seorang Al Akh menerima nasehat saudaranya denan penuh
rasa suka cita dan ucapkan terima kasih padanya. Untuk Al Akh yang
menasehati, hendaknya berhati-hati, jangan sampai hatimu –yang
secara ikhlas ingin memberi nasehat kepada saudaramu- itu berubah
niat, meski hanya sepotong rambut. Jangan sampai ia merasakan
210 Risalah: Nizamul Usar, Hal. 373, 374
148
adanya kekuarangan pada sasaran nasehat, lalu menganggap bahwa
dirinya lebih utama darinya. Kalau ia merasa tidak mampu
memperbaikinya, biarkanlah selama kurang lebih sebulan penuh, lalu
janganlah diceritakan aib yang ia lihat itu, kecuali kepada pemimpin
usrah saja. Setelah itu, tetaplah dalam keadaan mencintai dan
menghargainya, sehingga Allah Swt. menetapkan keputusan-Nya.
Sedangkan untuk Al Akh yang dinasehati, waspadalah jangan sampai
engkau berubah sikap, menjadi keras hati kepada Al Akh yang
menasehati, meski seujung rambut apapun. Kenapa demikian? Karena
mahabbah fillah (cinta karena Allah) adalah setinggi-tinggi martabat
dalam agama, sedangkan nasehat adalah pilar agama itu.
“Sesungguhnya agama adalah nasehat.” Allah Swt. melindungi sebagian
kalian dari (kejahatan) sebagian yang lain, memuliakanmu dengan
ketaatan kepada-Nya, dan memalingkan tipu daya setan dari kami dan
kalian semua.211
Islam juga sangat memperhatikan prinsip-prinsip interaksi antara
individu, sebagai penjelasan Imam Syahid, “Tidak ada tempat di majelis
usrah bagi perdebatan, perang mulut, atau pelampiasan emosi dengan
mengangkat suara tinggi-tinggi. Itu semua haram hukumnya menurut
fiqih usrah. Yang dibenarkan adalah penjelasan dan minta penjelasan,
itu pun harus dengan memperhatikan batas-batas etika dengan
keutuhan sikap saling menghargai dari seluruh anggota. Jika ada suatu
usulan atau complain, Naqib (pembimbing usrah) hendaklah
menampungnya untuk kemudian menyampaikannya kepada
pemimpin.212
Ruh ukhuwah dan mahabbah inilah yang berusaha kita upayakan agar
tersebar di masyarakat dan terpadukannya hati-hati umat. Imam Syahid
211 Ibid, Hal. 374212 ibid
149
berkata, “Perintah-perintah Allah dan taujih-taujih Nabi ini –setelah
berlalu generasi pertama umat Islam- telah (hanya) menjadi kata-kata
yang menghias bibir kaum muslimin semata dan khayalan belaka di
benak mereka, sampai kalian datang wahai Ikhwan yang saling
mengenal. Kalian telah berusaha untuk menerapkannya di masyarakat
kalian, dan kalian inginkan kembalinya ikatan umat yang saling
bersaudara dengan jiwa ukhuwah Islamiyah.”213
Imam Syahid menyebut pembimbing usrah sebagai Naqib, hal ini tiada
lain adalah untuk menjelaskan kepada kita bahwa hubungan antara
naqib dan anggota usrah bukan hubungan kekuasaan, namun lebih
kepada hubungan tarbiyah dan pengarahan. Mereka menduduki
posisi orang tua dalam ikatan hati, posisi seorang guru dalam
memberikan pengajaran ilmu, dan posisi seorang syaikh dalam aspek
pendidikan rohani, dan posisi seorang pemimpin dalam menentukan
kebijakan-kebijakan politik secara umum dalam dakwah.
Seorang Naqib selayaknya memiliki kemampuan dan pengaruh yang
kuat untuk memainkan perannya sesuai yang diinginkan, ia tidak
hanya menjalankan program-program usrah dan perintah-perintah
tertentu. Ia juga harus berperan dalam meningkatkan semangat
anggota usrah dan mentransfer ketinggian semangatnya kepada
anggota usrah, menggali potensi dan kemampuan mereka,
memberikan solusi terhadap permasalahan-permasalahan mereka,
serta mengikat mereka untuk senantiasa bersama jamaah.
Imam Syahid memberikan perhatian yang sangat besar terhadap
program-program usrah, beliau tidak hanya membatasinya dengan
kegiatan belajar sebagai rutinitas pertemuan, namun juga mencakup
10 sifat, serta tahapan-tahapan pembinaan lain dalam proses
pembentukan kader dakwah.
213 ibid
150
Adapun agenda-agenda usrah, maka Imam Syahid menyebutkan
beberapa hal berikut:
1. Setiap al Akh menyampaikan persoalannya, sementara yang
lain ikut terlibat membahas dan mencari penyelesaiannya.
Semua itu dalam suasana ukhuwah yang tulus dan orientasi
yang jernih hanya bagi Allah Swt. Pada yang demikian itu
ada proses peneguhan tsiqah dan pengokohan ikatan hati.
2. Telaah seputar persoalan Islam dan membaca risalah dan
taujihat yang ditelorkan oleh pemimpin umum yang
ditujukan untuk usar.
3. Studi terhadap berbagai buku yang berguna.214
Dengan metode Imam Syahid menginginkan terwujudnya
perhatian yang serius terhadap kondisi para kader dakwah,
gerakan dan aktivitas mereka, mengevaluasi beberapa tugas yang
diberikan kepada mereka, serta mengikutsertakan mereka dalam
memberikan solusi, masukan, dan kerjasama dalam melakukan
gerakan dan aktivitas dakwah. Begitupula halnya dengan sisi
belajar, maka hal inipun termasuk salah satu dari tiga rukun
penting dalam usar, namun metode dan takarannya diserahkan
sesuai dengan kebutuhan dan ketentuan yang telah ditetapkan
oleh jamaah; demi mewujudkan pembinaan kader yang paripurna
dari pelbagai sisi, baik politik, sosial kemasyarakatan, wawasan
keilmuan, profesi, pengetahuan fiqih, dll.
Proses belajar di dalam usar sangat berkaitan dengan seluruh
individu dalam sebuah usar. Pada setiap pertemuan, dilakukan
pencermatan pada setiap materi yang dipelajari, didiskusikan
sesuai dengan pengetahuan setiap individu di usar dan
kemanfaatannya bagi semua anggota, saling mengingatkan dan
214 Ibid. hal. 374, 375
151
saling memberikan nasehat. Pertemuan usar juga memberikan
perhatian yang besar terhadap perenungan ayat-ayat Al Quran,
zikir, doa, saling menasehati untuk melakukan shalat malam dan
shalat berjamaah di mesjid, terutama shalat Shubuh dan shalat
Isya.
Imam Syahid juga memberikan perhatian terhadap proses
pembinaan di dalam usrah dari sisi praktek amali, yang akan
menambah ikatan dan kekuatan usar, berupa kegiatan rihlah,
puasa, ifthor jama’i, mabit, serta beberapa aktivitas lain dari
bentuk-bentuk kehidupan berjamaah. Begitupula dalam
mewujudkan makna ukhuwah dalam keadaan-keadaan darurat
tertentu, menanyakan ketidak hadiran seseorang, dan
memperhatikan yang terputus (kehadirannya).
Indikasi keberhasilan sebuah usrah dalam mewujudkan target-
targetnya dapat dilihat dari hal-hal berikut:
1. Sejauhmana antusias anggota di dalam usrah.
2. Sejauhmana kesehatan suasana usrah dari rasa cinta dan
kasih antar anggotanya.
3. Sejauhmana terpenuhinya ruh yang kuat dan semangat yang
tinggi.
4. Sejauhmana percepatan aktivitas dan gerakan dalam dakwah.
5. Sejauhmana tersalurnya kebutuhan dan potensi anggota
usrah, serta peningkatan kemampuan mereka.
6. Sejauhmana tingkat perhatian terhadap kondisi dan
problematika anggota usrah, serta upaya untuk
menyelesaikannya.
7. Optimalisasi peran dan tugas naqib terhadap anggota usrah.
Dasar hubungan antara naqib dan anggota usrah adalah
tsiqah (kepercayaan), insijam (keharmonisan), ulfah
(kecintaan), dan Mahabbah mutabadalah (saling berkasih
152
sayang). Dengan demikian, maka teratasilah semua kesulitan,
hilanglah seluruh beban, dan terbukalah hati.
Makna kekuatan Yang diinginkan Barisan Dakwah
Melalui pembinaan yang cermat dan mendalam, serta dengan ujian dan cobaan, maka
barisan dakwah akan sampai pada tahap kekuatan yang diinginkan, yang dapat terlihat dari hal-
hal berikut:
a. Kekuatan akidah dengan keparipurnaannya
b. Kekuatan persatuan dan pengorganisasian dalam barisan dakwah.
c. Kekuatan para pemimpin dalam kuantitas tertentu yang memiliki kemampuan dan
keahlian praktis, serta kemampuan dalam jihad dan persiapannya.
Jadi yang pertama adalah terwujudnya kekuatan akidah dalam kadar yang memadai,
kekuatan ikatan dan persatuan, dan hendaknya hal itu mencakup barisan dakwah dan dengan
kuantitas yang sesuai dengan realita yang ada. Dan hal ini harus terpenuhi sebelum barisan
dakwah melakukan langkah selanjutnya untuk berjihad dan menghadapi problematika dakwah
yang lain.
Sesungguhnya kekokohan barisan dakwah dan kekuatannya akan terwujud dengan
ukhuwah dan ikatan antara personal-personal dakwah, serta keberhimpunan mereka di sekitar
para pemimpinnya dengan penuh kepercayaan, dan dengan semangat syura (musyawarah) yang
merupakan manhaj yang mereka pelajari di dalam shaf dakwah. Hal ini kemudian yang akan
memproteksi mereka dari segala upaya penyusupan dan konspirasi yang merongrong mereka
dari dalam.
Imam Syahid berkata, “Wahai Ikhwan, Persatuan dan ikatan kalian adalah senjata
utama, ia adalah senjata yang paling ampuh yang kalian miliki, maka jagalah persatuan itu,
senantiasalah berada dalam barisan jamaah, jangan kalian berselisih dengan saudara-saudara
153
kalian dalam sebuah permasalahan, jangan sampai kalian terpisah dikarenakan urusan-urusan
yang sepele dan oleh kebimbangan yang mematikan.”215
Beliau juga berkata, “Hendaklah kalian saling mencintai satu sama lain. Jagalah selalu
persaudaraan dan kesatuan, karena ia merupakan rahasia kekuatan dan penentu keberhasilan
kalian. Teguhlah dalam prinsip, sampai Allah membukakan Al Haq di antara kalian dan di
tengah kalian. Dia-lah sebaik-baiknya pembuka (pemberi kemenangan).
Dengar dan taatilah qiyadah (pemimpin) kalian dalam kondisi sulit maupun mudah,
dalam keadaan giat ataupun malas. Itulah syiar dan simbol fikrah kalian dan mata rantai
hubungan di antara kalian.”216
Sesungguhnya ketergesa-gesaan dalam berperang atau menghadapi musuh secara
totalitas tanpa persiapan tarbawi, selektifitas dakwah, dan penyebaran yang seimbang,
merupakan penyimpangan dari batasa-batasan yang benar, yang tidak akan mendatangkan
apapun kecuali kekalahan, kehancuran dan kegoncangan.
Imam Syahid berkata, “Sebelum kekuatan fisik, yang lebih penting dan krusial adalah
kekuatan rohani, yang berupa: akhlak yang mulia, keimanan dan pengenalan terhadap hak,
keinginan yang kuat, pengorbanan untuk sebuah kewajiban, kesetiaan yang lahir dari
kepercayaan dan kesolidan, dari dua hal kemudian akan terwujud persatuan. Untuk itu kami
berupaya untuk menyucikan ruh-ruh kami, menguatkan jiwa dan meluruskan budi pekerti, kami
berdakwah dan kami berjihad dengan dakwah kami, kami meminta umat untuk melakukan
penyucian jiwa dan perbaikan akhlak yang berlandaskan Al Quran. Firman Allah:
Artinya:
“Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
merobah keadaan[768] yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah
215 Nasehat Imam Syahid Hasan Al Banna kepada Ikhwan, dari buku Al Imam Syahid, Fuad Al Hajarsy, hal. 111. Yang kemudian dipublikasikan kembali lewat Majalah Dakwah, Edisi 82, Syawal 1419 H/ Januari dan Februari 1999 M.216
154
menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat
menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (Q.S Al Ra’d:
11)217
Kerapian Shaf dan Hubungan Antara Komponennya
Permasalahannya kemudian tidak hanya terhenti pada proses pembinaan pilar-pilar
dakwah dan perekrutan dukungan, namun juga harus dilanjutkan dengan pengaturan shaf dan
pengorganisasian dakwah, ‘Tidak ada dakwah tanpa ada qiyadah (kepemimpinan)’, serta
membuat beberapa norma dan batasan-batasan yang mengikatnya, dengan tetap
mengoptimalkan penyebaran institusi-institusi dan figur-figur Ikhwan di kota dan perkampungan
yang saling bertautan dan saling menyokong selayaknya seperti bangunan yang saling
menopang satu sama lain.
Imam Syahid berkata, “Ikatan yang ada antara cabang-cabang Ikhwan bukan sekedar
ikatan nama atau tujuan secara global. Namun, ia adalah ikatan total dalam segala aspeknya;
ikatan kasih saying, ikatan kerjasama, ikatan kesucian amal, dan ikatan kesetiaan persaudaraan
di atas jalan dakwah. Disamping itu juga ikatan kesatuan total untuk bersama-sama
menanggung beban derita perjuangan, dalam memaknai hakikat tujuan, sistem, dan langkah-
langkah kerja yang nyata.”218
Ikatan terhadap qiyadah (kepemimpinan) dari setiap komponen-komponen dakwah dan
diantara mereka, menegaskan tentang hakikat tarbiyah dalam jamaah Ikhwan. Dimana di dalam
dakwah Ikhwan senantiasa patuh mendengarkan qiyadah-qiyadah mereka dengan hati-hati
mereka, sebelum mereka mendengarkannya dengan teling-telinga mereka.
Imam Syahid juga menjelaskan tentang urgensi organisasi-organisasi umum (wajihah
‘ammah), “Yaitu organisasi-organisasi yang bekerja dan memberikan pelayanan terhadap
217 Risalah: Ila Ayyi Syai'in Nad'unnas (Kepada Apa Kita Menyeru Manusia), hal. 46218 Risalah, Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal. 132
155
kebutuhan masyarakat umum, dan merupakan aktivitas yang berkesinambungan dengan hasil
yang nyata.
Dan aktivitasnya tidak melulu melaksanakan program yang diinstruksikan dari Kantor
Pusat Jamaah yang ada di Kairo saja.
Selain itu hubungan antara kantor pusat dengan cabang-cabang dan organisasi-
organisasi yang ada di bawahnya bukanlah hubungan atasan dan bawahan, bukan pula
hubungan administrative antara pekerja dengan pengawas semata, tetapi ia adalah ikatan yang
lebih dari itu. Disini berlaku ikatan rohani sebagai pondasinya, lalu ikatan kekeluargaan, dimana
terjadi saling kunjung-mengunjungi di antara mereka. Para Da’I Ikhwan saling mengunjungi
antar sesamanya dan berinteraksi secara kental sehingga saling mengetahui apa-apa yang
mendesak mereka butuhkan, baik urusan Pribadi, keluarga, maupun urusan yang lain.”219
Keberlangsungan Tarbiyah
Proses pembinaan dan tarbiyah demi mewujudkan kekuatan akidah, kekuatan
persatuan, perbaikan diri dan pembentukannya sesuai dengan manhaj yang lurus, tidak berarti
akan berhenti atau lemah pada satu fase tertentu setelah diraihnya kekuasaan, namun justru ia
merupakan sebuah kemestian yang akan terus berlanjut hingga terealisinya 7 (tujuh) target dan
sehingga Allah mewariskan bumi dan seluruh isinya kepada orang-orang beriman.
Proses pembinaan akan terus berlanjut sepanjang perjalanan jamaah dan kehidupan
kader dakwah, dan akan terus tumbuh bersama realita dan kendala yang dihadapi, dan kita akan
mengetahui bahwa ujian dan cobaan juga berjalan seiring dengan perjalanan hidupnya, ia akan
menggoncang shaf dari dalam, yang demikian itu akan semakin memperkuat jiwa dan
mengokohkan iman.
Dengan semakin luasnya lapangan amal dan aktivitas dakwah, maka akan semakin
meningkat pula rintanga yang dihadapi, sehingga sampai pada tahap dimana beberapa peristiwa
219 ibid
156
dan problematika dakwah turut menyingkap beberapa celah dan kelemahan tarbiyah pada
beberapa individu kader dan para masul (penanggungjawab) dakwah, sesuatu yang sebelumnya
tidak terlihat. Jika hal ini ditemukan, maka hal ini merupakan sebuah kewajaran; karena
sesungguhnya sebuah gerakan dakwah dengan pelbagai tekanan yang menderanya secara tidak
langsung akan menjadi medan penyeleksian dan pemilahan. Hal ini kemudian menuntut jamaah
dakwah untuk terus melakukan evalusi yang terus-menerus terhadap kondisi tarbiyah individual
kader dakwah, serta semakin meningkatkan pemusatan pembinaan, persiapan dan
pembentukan, serta tidak tergesa-gesa dalam proses pemindahan jenjang tarbiyah dari satu
fase ke fase berikutnya, atau tergesa-gesa memasuki medan tantangan. Hal ini juga dilakukan
dengan tetap memperhatikan keseimbangan kuantitas dan kualitas antar kader dakwah di
setiap jenjang tarbiyah dengan lapangan gerakan dan aktivitas, serta dengan tidak sampai
menjauhkan jamaah dari pengaruh dan kontribusinya di masyarakat.
Imam Syahid menjelaskan tentang hal ini –terutama ketika ia mendapatkan beberapa
titik kelemahan tarbiyah di beberapa mas’ul dakwah, di tengah semakin padatnya aktivitas
dakwah dan tantangan-, “Jika aku telah melangkah maju maka aku pantang surut kembali,
namun aku akan kembali kepada dakwah sebagaimana mulanya, menguatkan tarbiyah dan
pembinaan serta membaca Ma’tsurat.”
Sebesar apa upaya yang dikerahkan oleh setiap orang dalam menerapkan ajaran Islam,
tarbiyah dan pembinaan, dan penyebaran dakwah, maka sebesar itupula ia akan menghabiskan
dan menggunakan waktu. Namun hendaknya mereka mengetahui bahwa perjalanan dakwah
sangat panjang dan membutuhkan banyak generasi (untuk memperjuangkannya). Karena
sesungguhnya tujuan dan cita-cita yang besar memerlukan kekokohan dan kekuatan dasar
pijakan serta persiapan yang matang, sehingga bangunan benar-benar sempurna dan kuat.
Sewaktu-waktu datang masa-masa penuh berkah atas izin Allah, dimana dakwah
semakin diterima di tengah masyarakat, sehingga terjadi percepatan dan peningkatan
persentase pertumbuhan kader-kader dakwah dan penyebarannya, dan akan terbuka
kesempatan untuk yang bangun dan bersiap-siap untuk mengambil manfaat darinya, namun
tetap ada standarisasi yang sangat bergantung dengan jenjang pembinaan dan tarbiyah.
157
Tentang Realitas Kader Dakwah
Tidak berarti dengan tingginya manhaj dan nilai-nilai tarbiyah, maka setiap individu
kader dakwah menjadi malaikat sepanjang siang dan malam, namun mereka justru
tetap menjadi bagian dari komunitas masyarakat yang menerima seruan dakwah dan
bersemayamnya iman di hati-hati mereka, yang memikul beban dakwah, dan di waktu
yang sama mereka juga memperbaiki dirinya sendiri, ‘Perbaiki dirimu dan berdakwahlah
kepada orang lain’.
Mereka tidak melakukan dosa besar dan tidak melakukan maksiat secara terang-
terangan. Walaupun mereka mampu melakukan maksiat, namun mereka segera
menyesali perbuatannya dan bertobat kepada Allah, dan tidak ada yang tersisa di
barisan mereka orang-orang yang kehilangan orientasi dan keinginan.
Imam Syahid berkata, “Kami sesungguhnya tidak berputus asa dengan diri kami.”
Beliau juga menasehatkan, “Agar kami senantiasa mengukur kadar diri kami apa
adanya.”
Di dalam buku “Memoar Imam Syahid Hasan Al Banna, beliau menyampaikan nasehat
yang diberikan oleh Syaikh Muhsin Sa’id Al Urfy, salang seorang ulama dari Suriah. Saat
itu bertepatan dengan acara peresmian Ma’had Hurra Al Islamy di Ismailiyah pada era
pertama dakwah. Beliau selalu mengatakan kepada saya, “Dengarlah baik-baik,
janganlah engkau merasa resah dengan bergabungnya kedalam dakwah orang-orang
yang banyak melakukan kekurangan dalam ketaatan dan melakukan kemaksiatan,
selama masih takut kepada Allah, menghormati undang-undang, dan berusaha
melakukan ketaatan dengan baik, karena mereka akan bertobat dalam waktu dekat.
Sesungguhnya bahtera dakwah ini laksana rumah sakit yang di dalamnya terdapat
dokter yang memberikan obat dan pasien yang membutuhkan pengobatan, maka
janganlah anda tutup pintu dakwah di hadapan wajah mereka.
158
Namun hendaknya engkau waspada dengan dua kelompok dengan kewaspadaan yang
tinggi, dan jangan sekali-kali mengikutkan mereka dalam gerbong dakwah; pertama
adalah mulhid (atheis), yaitu orang yang tidak memiliki keyakinan agama, walaupun
mereka tampak seperti orang-orang yang baik. Karena ia tidak mempunyai harapan lagi
untuk diperbaiki, dan ia sangat jauh dari kalian dengan dasar ideologi, sampai ia benar-
benar bertobat dan kembali kepada agama. Yang kedua, yaitu orang baik yang tidak
menghormati undang-undang dan peraturan serta tidak mengenal makna ketaatan.
Tipikal seperti ini bisa bermanfaat untuk dirinya sendiri dan menghasilkan kerja, namun
ia akan merusak kekokohan jamaah. Ia akan mendekati jamaah untuk kepentingan
pribadinya dan akan meninggalkannya jika berbeda. Andai engkau bisa mengambil
manfaat darinya sementara ia jauh dari shaf jamaah, maka lakukanlah. Namun jika
tidak, maka ia akan merusak dan menggoyahkan barisan dakwah.”220
Begitupula dari tipikal kelompok orang-orang yang suka menyebar fitnah dan
menyimpan ambisi-ambisinya. Berkata Syaikh Hamid Askariyah –semoga Allah
merahmatinya-, beliau adalah salah satu generasi pertama yang mendirikan jamaah
dakwah ini bersama dengan Imam Syahid. Ketika dakwah berhadapan dengan
sekelompok orang yang keluar dari jamaah, dan melakukan fitnah, beliau memberikan
nasehat kepada Imam Syahid, “Mereka tidak memiliki kebaikan sedikitpun, mereka telah
kehilangan kesadaran terhadap keagungan dakwah ini, mereka telah kehilangan
ketaatan terhadap qiyadah (pemimpin), sesungguhnya mereka tidak memberikan
kebaikan apapun terhadap barisan dakwah kita, maka hati-hatilah terhadap mereka
dan teruslah berjalan di atas jalanmu, dan kepada Allah tempat meminta
pertolongan.”221
Beliau juga menjelaskan tentang tidak terwujudnya manhaj dakwah secara sempurna di
beberapa personal, “Sekelompok manusia memvonis kalian terhadap dakwah yang
kalian serukan, bahwa kalian tidak menerapkan manhaj dakwah secara sempurna di
dalam diri kalian. Saya membenarkan pendapat ini, karena harus diakui kita masih
220 Muzakkirat Da'wah wa Da'iyah Lil Imam al Syahid Hasan (Memoar Hasan Al Banna), hal. 108, 109221 Ibid. hal. 137
159
lemah dalam mewujudkan manhaj dakwah secara sempurna di dalam diri kita, dan
sayapun tidak akan beralasan bahwa sebenarnya kelemahan ini lebih banyak
disebabkan oleh kondisi dibanding oleh disebabkan oleh pelaku dakwah. Karena hal ini
lebih menjadi otokritik agar kita berupaya untuk mewujudkan kesempurnaan, dan tidak
maksudkan untuk membela kelemahan. Namun saya ingin menegaskan tentang
perbedaan antara Ikhwan dengan komunitas lain adalah dalam hal; bahwa Ikhwan
merasakan kekurangan ini dan mengakuinya, sementara orang lain akan menggunakan
alasan dan bersembunyi di balik keindahan kata-kata. Ikhwan dengan pengakuan ini,
akan terus berjalan untuk melakukan penyempurnaan hingga mereka mendapatkan
bagian yang telah ditetapkan Allah untuk mereka.”222
Imam Syahid juga menolak orang-orang yang malas dan orang yang banyak bertanya
dengan mengatakan, “Maka dimanakah jamaah itu sebenarnya? Apa yang telah aku
berikan untuk jamaah? Beliau mengatakan, “Demikianlah orang banyak tertipu dalam
memahami hakikat jamaah dan individu. Mereka mengira bahwa jamaah itu sesuatu
sedangkan individu adalah sesuatu yang lain. Padahal jamaah itu, tiada lain adalah
kumpulan dari individu-individu, dan individu-individu itu adalah komponen bangunan
jamaah itu sendiri. Apabila komponen-komponen itu bercerai-berai dan setiap mereka
bertanya dengan pertanyaan, “lalu dimanakah jamaah itu? Siapa yang bertanya dan
siapa yang ditanya? Kita sering memahami hal ini secara keliru, disebabkan oleh
kebiasaan kita bersikap kurang bertanggungjawab; kita sering melimpahkan beban
tanggung jawab hanya pada pundak seseorang. Berikutnya lahirnya sifat masa bodoh,
tidak tahan uji menghadapi keadaan, dan tidak kunjung melangkah lebih maju.
Untuk itu, maka saya ingin berseru kepada putra-putri Islam yang memiliki semangat
bahwa sesungguhnya seluruh jamaah Islam di masa kini sangat membutuhkan
munculnya pribadi aktivis sekaligus pemikir dan anasir produktivitas yang pemberani.
Maka haramlah hukumnya bagi orang semacam ini untuk tertinggal dari kafilah dakwah,
meskipun sesaat.”223
222 Ibid. hal. 266, 267223 Risalah: Hal Nahnu Qoumun 'Amaliyun (Apakah Kita Para Aktivis)?, hal. 63
160
“Tidakkah seorang Al Akh memahami bahwa sesungguhnya jamaah adalah tempat
individu-individu berkumpul.”224
Setiap individu dalam shaf dakwah tidak diproduksi dalam satu cetakan, atau dalam satu
naskah yang digandakan, namun di sana terdapat perbedaan manusiawi, baik dalam
kemampuan maupun karakter. Walaupun dakwah telah menetapkan standar minimal
dan dasar yang sama, namun tentu dakwah harus beradaptasi dengan perbedaan-
perbedaan ini, mengendalikannya dengan segenap kendala yang ada, mengarahkannya
untuk beraktivitas dan memperbaiki apa saja yang bisa diperbaiki. Jamaah dakwah
menerima setiap individu dengan segala kondisi yang ada, kemudian ia akan tumbuh
bersama mereka dan memberikan apa saja yang mereka butuhkan. Pluralitas dan
keberagaman yang menjadi karakter setiap individu ini merupakan hal yang positif, ia
akan menjadi aset dan modal bagi jamaah untuk belajar mengendalikannya dan
memberikan peran yang tepat.
Pembentukan ini diupayakan agar tidak menghasilkan model produk yang teoritis dan
filosofis semata, tapi lebih bertujuan menghasilkan kepribadian yang aktif dan produktif,
dan ini adalah manhaj yang membedakan antara khayalan, slogan dan ucapan dengan
kesungguhan amal, dan jihad yang bijaksana.
“Sesungguhnya seseorang yang berbicara itu berbeda dengan orang yang beramal, dan
orang yang beramal berbeda dengan orang yang berjihad, dan orang yang berjihad
berbeda dengan orang yang berjihad dengan bijak yang produktif menghasilkan
keuntungan besar dengan pengorbanan yang sedikit.”225
Bahwa dakwah juga tidak membiarkan seseorang mengembangkan manhaj individual
yang bersemangat tapi tidak terkontrol dan terarah. Imam Syahid berkata, “Kekanglah
rasa ketergesaan kalian dengan pandangan dan pemikiran yang jernih, dan terangilah
kecemerlangan akal pikiran dengan gelora perasaan yang mengharu biru penuh
224 ibid225 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal. 129
161
semangat. Beranganlah dengan kejujuran hakikat dan kenyataan, dan singkaplah
hakikat itu dengan benderangnya angan yang rasional nan cemerlang.”226
Imam Syahid berkata, “Sebagian orang mengatakan bahwa kalian adalah orang-orang
yang tenang dan tidak agresif, orang lamban di era yang serba cepat, mereka mengklaim
kalian dengan mengatakan bahwa kalian loyo dan lemah dalam semangat. Maka
ingatkanlah mereka dengan satu kalimat yang mengatakan, “Berapa banyak ketergesa-
gesaan yang justru menghambat jalan.”
Allah Swt. ketika mengajarkan metode penyampaian dakwah kepada nabi-Nya,
berfirman:
Artinya:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang
baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (Q.S Al Nahl: 125)
Allah Swt. tidak mengatakan untuk berdakwah dengan tergesa-gesa, kasar dan keras,
dan itu adalah perintah Allah yang diturunkan kepada kalian. Dan hendaklah kalian
memahami bahwa jika Ikhwan mengetahui bahwa ketergesa-gesaan akan memberikan
keberhasilan dengan persentase 99%, dan kebijaksanaan akan memberikan persentase
keberhasilan 100%, maka mereka akan memilih untuk mengambil langkah perlahan
yang bijak demi mewujudkan kesuksesan yang sempurna.
Dan hal ini adalah ijtihad mereka. Namun mereka berpandangan bahwa jika datang
waktu untuk melakukan penyegeraan, sementara mereka mengetahui bahwa
kelambatan dan ketenangan justru akan menghambat kemajuan mereka, atau akan
merenggut kemenangan mereka, maka pada saat itu mereka tahu apa yang harus
dilakukan untuk menambah bekal dakwah dan bagaimana mewujudkan kematian yang
mulia dalam mencapai tujuan yang agung.
226 Ibid. hal 127
162
Artinya :
“Dan Bersabarlah kamu, Sesungguhnya janji Allah adalah benar dan sekali-kali janganlah
orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah) itu menggelisahkan kamu.
(Q.S Rum: 60)
Manhaj Tarbiyah sangat memperhatikan terwujudnya kebersihan hati, pikiran,
keikhlasan, dan kemurniaan diri untuk dakwah. Imam Syahid berkata dalam wasiatnya
kepada Ikhwan:
“Jika saya khususkan apa yang hendak saya sampaikan kepada kalian dalam kesempata
ini, maka hendaknya syiar kita adalah kebersihan; baik jiwa, pikiran, lisan, dalam
berjalan, pakaian, badan, makanan, minuman, penampilan, tempat tinggal, interaksi,
dalam perjalanan, perkataan dan perbuatan.”
Dan diantara wasiat Rasulullah Saw. kepada umatnya adalah:
Senantiasalah bersih hingga kalian tampak seperti tahi lalat di antara bangsa-bangsa.”
Begitu indah dan tingginya bahwa ajaran fiqih yang pertama dalam ibadah kita adalah
Thaharah (kebersihan). Dalam sebuah hadits yang shahih disebutkan:
الطهور الصالة ومفتاح, الصالة الجنة مفتاح
Artinya:
“Kunci surga adalah shalat, dan kunci shalat adalah thaharah.”
Maha benar Allah yang berfirman:
Artinya:
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang
yang mensucikan diri. (Q.S Al baqarah:222)227
227 Bagian dari risalah terakhir yang ditulis Imam Syahid untuk Ikhwan. Diterbitkan oleh Majah Al Mabahits, 16 Januari 1951 M.
163
Imam Syahid menekankan tentang urgensi keimanan dan ketakwaan, serta bagaimana
cara untuk mewujudkannya. Beliau berkata di dalam Risalah Ta’alim, “Dan hendaklah
engkau menempuh perjalan menuju Allah dengan penuh semangat dan keinginan.”
“Hendaklah engkau senantiasa merasa diawasi oleh Allah, mengingat akhirat, dan
bersiap-siap untuk menjemputnya, mengambil jalan pintas untuk menuju ridha Allah
dengan tekad yang kuat, mendekatkan diri kepada-Nya dengan ibadah sunah, seperti
shalat malam, puasa tiga hari –minimal- setiap bulan, memperbanyak zikir hati dan
lisan, dan berusaha mengamalkan doa yang diajarkan pada setiap kesempatan.”228
Imam Syahid juga mewasiatkan kepada para aktivis dakwah untuk melakukan
muhasaban rutin setiap hari dan setiap pekan. Hal ini dimaksudkan agar kita terbiasa
melakukan evaluasi diri dan pembaharuan niat yang baik serta taubat yang benar dari
segala bentuk kemaksiatan, dan agar kita dapat mengetahui permasalahan dengan
cepat.
Pentingnya Refleksi Nilai-nilai Tarbiyah
Dalam proses tarbiyah sangat dibutuhkan perhatian yang besar terhadap refleksi nilai-
nilai ibadah, ketaatan, dan sarana-saran yang beragam untuk tarbiyah, serta penjelasan
tentang pengaruh-pengaruh konkretnya terhadap individu peserta tarbiyah, yang tidak
berdasarkan jumlah yang dihasilkan semata.
Hakikat dari refleksi nilai-nilai tarbiyah tentunya tidak akan tampak kecuali pada saat-
saat sempit dan tertekan yang dialami oleh masing-masing individu. Maka melalui
kondisi-kondisi tersebut akan tampak hakikat perubahan yang terjadi. Adapun pada
kondisi-kondisi biasa dan tenang, maka tidak menjadi standar dan tidak menjadi ujian
terhadap kekokohan tarbiyah seseorang.
Proses evaluasi dan perbaikan harus dilakukan dengan berinteraksi langsung dalam
setiap kondisi, dan bersandar pada kejelasan, keterbukaan, keterus-terangan dan apa
adanya, dan harus dilakukan melalui pencermatan yang teliti, dan tidak berdasarkan
228 Risalah: Ta'alim (Risalah Ta'alim), Kewajiban Aktivis Dakwah, hal. 367
164
pada isu-isu yang tersebar, perkataan dan perkiraan, serta hendaknya memperhatikan
kondisi-kondisi tertentu masing-masing individu. Tujuannya tidak untuk klasifikasi dan
melemahkan, namun untuk proses peningkatan kualitas tarbiyah setiap kader di segala
aspek, serta untuk menutupi celah-celah kerusakan dan kelemahannya.
Proses evaluasi tarbiyah atau pembersihan hati ini merupakan hal yang tetap dan akan
terus berlangsung, yang tidak berhenti pada suatu jenjang atau fase tertentu. Maka
perubahan akan terus terjadi pada setiap individu di setiap waktu, dan pencapaiannya
terhadap satu sifat tertentu, terkadang tidak berlangsung lama, karena sewaktu-waktu
ia akan dihinggapi oleh kelemahan dan permasalahan, dengan demikian hal ini
menegaskan kepada kita tentang urgensi dilakukannya evaluasi dan penyegaran, baik di
jenjang individu peserta tarbiyah maupun mas’ul.
Terkadang kelemahan refleksi tarbiyah pada diri seseorang disebabkan oleh beberapa
sebab umum maupun khusus; yang hal ini menuntut sebuah pencermatan yang serius,
dan upaya yang keras, serta usaha untuk menghilangkan kendala-kendalanya.
Diantara sebab-sebab umum adalah:
1. Rusaknya iklim untuk mengoptimalkan fungsi sarana-sarana tarbiyah, lemahnya
hubungan antara sesama peserta tarbiyah, dan sesama murabbi dan mas’ul.
2. Tidak memahami dan menguasai sarana-sarana tarbiyah yang beraneka ragam
dengan pemahaman yang benar, baik murabbi atau individu-individu yang
melaksanakannya, yang kemudian mengakibatkan terjadinya kerusakan dalam
penerapannya.
3. Lemahnya kualitas tarbiyah murrabi dan kepiawaian mereka dalam menggunakan
sarana-sarana tarbiyah yang beraneka beragam, dan keterbatasan kemampuan
pada jumlah sarana tarbiyah yang sangat sedikit. Pengalaman dan keahlian dalam
menggunakan sarana-sarana tarbiyah diwariskan melalui interaksi langsung dari
satu jenjang ke jenjang yang lain, dan tidak melalui penjelasan-penjelasan teoritis.
4. Kurang optimalnya dorongan pada setiap peserta tarbiyah untuk berinteraksi
langsung dengan sarana-sarana tarbiyah tersebut, mengevalusi dan mengawasi
pengaruhnya terhadap diri mereka.
5. Hilangnya naluri tarbiyah dari setiap peserta tarbiyah, dan tidak jelasnya manhaj
tarbiyah yang mereka miliki.
165
6. TIdak ada evaluasi dari murabbi terhadap refleksi dan pengaruh instrumen tarbiyah
pada masing-masing peserta tarbiyah, dan tidak adanya teguran kepada mereka
ketika terjadi kelemahan dan permasalahan.
7. Lemah atau hilangnya kekuatan spirit dan semangat yang tinggi, yang bermula dari
mas’ul kemudian berpindah ke peserta tarbiyah.
8. Banyak dan melimpahnya tugas dan kewajiban tanpa keteraturan (analisa beban
dan pendelegasian tugas), yang menyebabkan kemalasan dan terbebani.
9. Sedikitnya zikir dan doa kepada Allah, baik skala personal maupun kolektif
(jamaah).
10. Kerasnya hati, serta dominasi dosa dan maksiat.
Selain itu terdapat permasalahan-permasalahan khusus yang berkaitan dengan
individu-individu tertentu, baik masalah finansial, sosial, pekerjaan (profesi), atau
penyimpangan dalam pikiran dan prilaku.
Untuk mengatasi hal ini, diperlukan evaluasi yang cermat terhadap setiap individu
kader dan melakukan upaya penyembuhan yang cocok untuk itu, dengan tetap
memahami bahwa proses penyembuhan hati bukan permasalahan yang mudah.
Istighfar, doa, zikir, memperbanyak ikatan dengan Al Quran, shalat malam dan
sedekah adalah ibadah yang dapat membersihkan dan menyucikan hati.
Tarbiyah Mas’ul Dakwah dan Struktur Kepengurusan
Sesungguhnya dakwah memberikan perhatian khusus terhadap tarbiyah para mas’ul,
mempersiapkan kemampuan dan kemahiran di bidang yang digelutinya, begitupula dengan
persiapan tarbawi. Hal ini merupakan dasar yang akan membantunya dalam menjalankan tugas
sesuai dengan kemampuannya.
Berikut beberapa sisi-sisi penting yang sangat diperhatikan dalam tarbiyah para mas’ul:
a. Yang berhubungan langsung dengan diri mas’ul
166
1. Rasa tanggung jawab yang tinggi seorang mas’ul di hadapan Allah Swt., dan ia akan
memikul amanah tersebut di hadapan-Nya.
2. Selalu ikhlas dalam setiap amal, dan menghindari sifat-sifat ujub, angkuh, riya, sum’ah
(ingin selalu dipuji), serta selalu berupaya merasakan bahwa ia sangat membutuhkan
jamaah ini, dan bukan jamaah yang membutuhkannya.
3. Tidak tergantung dengan kedudukan, sama halnya ia dikedepankan atau
dikebelakangkan, serta selalu menguatkan semangat jundiyah (militansi dan kepatuhan
terhadap pemimpin).
4. Senantiasa memuhasabah dirinya, sebagaimana yang dilakukan oleh Umar bin
Khattab –semoga Allah meridhainya-.
5. Hendaknya ia memiliki bekal khusus dari ibadah dan ketaatan, yang dengannya ia
mendapatkan bekal ruhi, dan menjadikannya sebagai sarana untuk meminta taufik dari
Allah, memperbanyak doa, meminta dan menyandarkan diri kepada Allah.
6. Dan hendaknya ia selalu memiliki kekuatan spiritual yang tinggi, semangat yang selalu
membara, dan tekad yang kuat.
b. Yang berhubungan dengan tugasnya:
1. Kemurnian yang paripurna, yaitu dengan mengikat setiap anggota tarbiyah dengan
jamaah, dan bukan dengan figuritasnya, serta tidak menghalangi siapa saja yang
bersamanya dari anggota kelompok dan jamaah.
2. Amanah dalam pengiriman dan penyampaian
3. Mengembangakan potensi dan kemampuan diri, serta berupaya untuk mendapatkan
beberapa keahlian yang dibutuhkan.
4. Lebih mengutamakan kerja, dan menjauhkan diri dari cara-cara yang gaduh dan suara
yang tinggi, senantiasa tawakkal kepada Allah, mengutamakan hal-hal yang substabsial,
sebagaimana lebih baik baginya memiliki buku tanpa judul dari pada memiliki judul
tanpa buku.
5. Selalu menggunakan cara-cara musyawarah dan prosedural kerja.
6. Menerima nasehat dari siapapun
7. Memperhatikan adab-adab muhasabah dan evaluasi, dan hendaknya tegas dan
mampu mengambil keputusan.
167
8. Hendaknya ia Menjadi teladan bagi siapa saja yang bersamanya dalam hal ketaatan,
kedisiplinan dan dalam berbagai hal.
9. Mampu mengkondisikan suasana, serta menebar iklim kasih, persaudara dan saling
memikul beban.
10. Menjaga keadilan dan kesamaan dalam hubungan sosialnya, mampu
memperhitungkan dan memutuskan sesuatu secara tepat, serta bersandar pada
kebenaran dan bukti.
11. Menerima masukan, permintaan dan evaluasi
c. Yang berhubungan dengan interaksinya dengan anggota tarbiyah
1. Lapang dada, berbaik sangka dan percaya terhadap ikhwah yang lain, karena mereka
adalah turut berperan bersamanya untuk memikul tanggungjawab.
2. Memiliki kemahiran tarbiyah dalam menyampaikan taujih (pengarahan) dan materi-
materi tarbiyah, karena ia bertanggungjawab terhadap mereka, mengembangkan
potensi yang mereka miliki dan pendelegasian yang tepat.
3. Memiliki kemampuan untuk menguasai anggota, menghadapi problematika dan
permasalahan-permasalahannya.
4. Mengenal karakter, tipikal dan kondisi setiap anggota
5. Mewujudkan makna-makna Ta’aruf, Tafahum, dan Takaful, dengan makna yang
sempurna di antara anggota.
6. Tidak menyembunyikan ilmu, mentransfer pengalaman dan kemampuan kepada
orang-orang yang bersamanya, serta bekerja keras dalam mewariskan dakwah dan
pembentukan simpatisan dakwah.
7. Saling berhubungan dengan ikhwah yang lain, berinteraksi dengan mereka, dan
berada di garda terdepan bersama mereka.
8. Menjaga hubungan dan komunikasi yang baik dengan orang yang lebih senior dan
yang junior dari mereka.
Muwashafat tarbawiyah (karakteristik kader tarbiyah) ini tentunya tidak mungkin
dilahirkan dalam waktu sehari-semalam, atau dengan mengadakan lompatan-lompatan
tertentu, namun hal ini hanya bisa terwujud dengan ketekunan, latihan, dan pengarahan yang
berkesinambungan. Kita tidak mengatakan bahwa seorang mas’ul dalam segala sisi telah
168
memiliki dan menyempurnakan karakter-karakter ini, namun paling tidak ada standar minimal
untuk kita memulai. Yang kemudian penyempurnaan, latihan dan peningkatan kualitas tarbiyah
akan dilanjutkan dengan menggunakan sarana-sarana tarbiyah yang beraneka ragam, dengan
tetap mengetahui bahwa jika seorang kader yang hendak diberikan tanggungjawab ternyata
memiliki sebuah cela yang bisa merusak, maka kita harus berhenti sejenak sebelum memberikan
tanggungjawab tersebut, dan kita tidak boleh meremehkan permasalahan itu, walaupun ia
memiliki banyak karakter positif yang lain.
Diantara permasalahan-permasalahan tersebut adalah sebagai berikut: Lemahnya
makna jundiyah (militansi dan ketaatan kepada qiyadah), lemahnya kedisiplinan terhadap
jamaah dan condong kepada figuritas dan mengikuti pandangan individu dan nafsu, tidak
memiliki loyalitas, bergantung dengan kedudukan dan posisi serta tidak siap untuk
meninggalkannya jika diminta, keras hati dan kasar terhadap orang lain, bangga terhadap diri
sendiri, tidak menerima kritikan dan masukan (terutama dalam hal penyimpangan finansial dan
akhlak), dll.
Kepengurusan dalam dakwah kami, tidak terpisah dari tarbiyah dan pembinaan, karena
keduanya adalah sebuah kemestian. Praktek kepengurusan pada dasarnya merupakan praktek
nilai-nilai tarbiyah dan ia memiliki bentuk dan sarana yang beragam, ia tidak semata mengikuti
sebuah manhaj studi atau gagasan yang disampaikan di pelatihan-pelatihan managerial, namun
lebih kepada praktek, latihan, interaksi dan pelatihan anggota tarbiyah oleh mas’ul.
Adab-adab Islam, akhlak dan batasan-batasannya dalam hubungan dan interaksi
langsung yang terjalin antara anggota tarbiyah dengan batasan-batasan kerja itu sendiri,
merupakan asas tarbiyah dan mahhaj praktis yang akan mewujudkan tujuan-tujuan yang ingin
dicapai.
Struktur kepengurusan di dalam jamaah pada dasarnya merupakan sebuah fase tarbiyah
dimana ada saling keterkaitan dan kesatuan dalam menjalankan tanggungjawab, dan bukan
struktur kelompok yang hanya melakukan kerja-kerja nisbi yang terpisah di beberapa sekat yang
berbeda-beda. Struktur-struktur itu misalnya, serikat para pekerja, petani, kalangan profesional,
pedagang, pegawai, ulama, atau persatuan para guru, pelajar dan kaum wanita. Dengan
169
pelbagai jenjang tanggungjawab yang ada di internal struktur kepengurusan tersebut, justru
mereka berada dalam satu barisan yang saling bertautan erat yang membentuk kesamaan
tanggungjawab, baik melalui pemilihan atau penetapan dari anggota tanpa melihat sekat-sekat
bidang di tempat mereka bekerja, lalu mereka menyelesaikan tugas dan kepentingan mereka
secara kolektif.
Tidak mengapa jika struktur kepengurusan tersebut berupa kepanitiaan atau tim-tim
khusus yang bekerja dan bergerak di masing-masing bidang dan divisi tertentu.
Terkadang, beberapa peristiwa menimbulkan gerakan tertentu terhadap jamaah,
sementara ia belum memiliki kesiapan yang sempurna dengan kemampuan dan ketersediaan
tenaga-tenaga ahli, baik kuantitas maupun kualitas yang mumpuni. Dalam kondisi seperti ini,
dakwah tentu tidak bisa berdiri mematung hingga sempurna seluruh potensi dan kemampuan
yang ada. Namun selayaknya pada waktu itu, ia berusaha menggali dan memusatkan perhatian
untuk menyiapkan pembinaan-pembinaan tarbawi dan keahlian untuk para tokoh di dalam
jamaah, dan hendaknya aktivitas dan peristiwa yang terjadi tidak menggangu proses pembinaan
tarbawi dan pembinaan terhadap aset dan tokoh-tokoh jamaah. Hendaknya juga dilakukan
upaya keras untuk mengobati titik-titik cela dan kelemahan yang ada. Proses penyiapan kader-
kader handal yang memiliki kemampuan paripurna dalam pelbagai sisi baik tarbawi maupun
keahlian tertentu merupakan proyek besar yang membutuhkan waktu yang relatif panjang.
Sesungguhnya pertolongan Allah akan datang setelah dikerahkannya seluruh
kemampuan manusia secara optimal, dan menyandarkan seluruh urusan dan bertawakkal
kepada-Nya.
Sesungguhnya kader-kader dakwah yang menonjol, tokoh-tokoh, dan kader-kader yang
menjadi figur-figur politik dan sosial, sangat membutuhkan perhatian tarbawi dan evaluasi yang
cermat dan terus-menerus, karena karakter gerakan dan aktivitas mereka, serta kantor-kantor
tempat mereka bekerja akan menguras banyak waktu yang mereka miliki, dan hal itu sudah
barang tentu memberikan dampak terhadap kondisi ruhi dan tarbiyah mereka.
170
Sebagaimana sorotan publik, pers, kemilau kedudukan, dan gema suara mikropon
terkadang memberikan implikasi yang cukup besar terhadap jiwa dan memberikan pengaruh
yang negatif, yang kemudian menyebabkan terjadinya fitnah dan penyimpangan, baik pikiran,
kedisiplinan, loyalitas, ketaatan dan ruh militansi. Yang kemudian menyebabkan timbulnya sifat
liar, takjub dengan pendapat sendiri, dan hanya loyal untuk kepentingan diri dan
kemaslahatannya sendiri. Hal ini bahkan sampai pada penolakan terhadap taujih (seruan atau
himbauan jamaah) dan pelanggaran terhadap rukun-rukun bai’at, baik sebagian maupun
seluruhnya.
Untuk itu, kami menegaskan tentang pentingnya persiapan tarbiyah yang baik dan
berkualitas terhadap figur-figur kader yang menonjol dan tokoh-tokoh dakwah yang beraktivitas
sebelum diterjunkan ke pelbagai lapangan, memberikan imunitas kepada mereka dari fitnah dan
penyimpangan, serta melanjutkan pembinaan tarbawi secara terus menerus dan
berkesinambungan, dan senantiasa menerapkan budaya musarahah (berterus terang) dan
taujih-taujih tarbawi, serta memberikan perhatian yang besar terhadap bentuk-bentuk
penyimpangan sejak mula, walaupun sesuatu yang kecil dan sederhana, dan hendaknya jamaah
selalu tegas dan disiplin dalam menerapkan hal ini.
Tentang Kitman (Menyembunyikan) dan Sirriyah (kerahasiaan)
Jamaah ini bukan sesuatu yang rahasia dan tertutup, namun adalah sebuah barisan yang
saling bertautan erat, bersatu dan saling mengasihi, yang setiap individunya hidup bersama yang
lain dan saling mengunjungi, dan saling memikul beban satu sama lain.
Jamaah ini bukan pula sebuah kelompok rahasia yang masing-masing individunya tidak
mengenal individu yang lain kecuali tugasnya. Prinsip jamaah ini adalah saling hidup bersama
dan saling mengenal antara labinah (batu bata) dalam barisan dakwah, yang saling bertaut, yang
komitmennya yang paling rendah adalah salamatul Shadr (lapang dada), dan yang paling tinggi
adalah al ‘Itsar (mendahulukan kepentingan saudaranya dari kepentingannya sendiri).
171
Imam Syahid berkata, “Kenalilah siapa saja yang engkau temui dari saudara-
saudaramu.”
“Hendaklah sebagian dari kalian memikul beban sebagian yang lain. Demikian itulah
fenomena iman dan intisari ukhuwah. Hendaklah sebagian dari kalian senantiasa bertanya
kepada sebagian yang lain (tentang kondisi kehidupannya). Jika didapatkan padanya kesulitan,
segeralah memberikan pertolongan selama ada jalan untuk itu.”
“Hendaklah selalu ada ikatan ruh dan amal dengan qiyadah.”
“Dan hendaklah ia mengenal dan mengetahui seluruh kondisinya, serta yakin kepada
pemimpinnya dan seluruh kemampuan dan keikhlasan yang dimilikinya, yang kemudian
melahirkan rasa cinta, penghormatan dan ketaatan.”
“Hendaklah engkau mengetahui anggota katibahmu satu persatu dengan pengetahuan
yang lengkap, juga kenalkan dirimu kepeda mereka dengan selengkapnya.”229
Hal ini tidak bertolak belakang dengan mainstream dan prinsip harakah, serta
konsentrasinya untuk mendalami pengetahuan yang khusus dan bermanfaat untuknya.
Rasulullah Saw. bersabda:
مااليعنيه تركه المرء إسالم حسن من ) (
Artinya:
“Diantara tanda baiknya keIslaman seseorang adalah meninggalkan apa saja yang tidak
bermanfaat baginya.”
Termasuk menjaga lisan dan menyimpan amanah majlis. Ini semua termasuk adab-adab
Islam dan akhlaknya, dan merupakan kewajiban jamaah dan kerapian shaf dakwah.
Terdapat perbedaan besar antara kerahasiaan gerakan dan kerahasiaan prinsip dalam
dakwah. Di dalam dakwah tidak ada rahasia atau sesuatu yang disembunyikan, atau terdapat
prinsip-prinsip yang dipublikasikan dan ada prinsip yang disembunyikan. Sesungguhnya dakwah,
229 Risalah: Ta'alim (Risalah Ta'alim), Kewajiban Aktivis Dakwah, hal. 368
172
-yang berlandaskankan manhaj Islam- prinsip-prinsipnya disampaikan secara terbuka, target-
target, visi dan misinya disampaikan, fase dan tahapan-tahapan dakwahnya telah ditetapkan
dan diketahui, risalah dan selebaran-selebarannya diumumkan, kader dan tokoh-tokohnya
hidup dan berbaur dengan masyarakat, dan mereka memiliki izzah dengan dakwah yang mereka
ikuti, kegiatan dan aktivitas mereka di tengah masyarakat terbuka dan dapat diketahui, mereka
ada di mesjid-mesjid, lembaga-lembaga sosial, bersama masyarakat di setiap tempat dan waktu,
dan mereka juga melakukan perjuangan konstitusi dan aktivitas politik.
Adapun penutupan beberapa sisi dalam strategi gerakan di barisan dakwah, maka hal
itu lebih kepada upaya memproteksi dakwah akibat tekanan dan konspirasi musuh-musuh Allah,
dan ini sesuai dengan sunnah Rasulullah Saw.:
بالكتمان حوائجكم قضاء على استعينوا ) (
Artinya:
“Jadikanlah kitman (upaya untuk menutupi sesuatu) sebagai penolong dalam memenuhi
beberapa kebutuhan kalian.”
Yang Tsabit (prinsipil) dan Mutagayyir (relatif) dalam dakwah
Sesungguhnya dakwah memiliki keistimewaan dengan prinsip-prinsipnya dan tujuannya
yang tetap, sejak awal mula kelahiran dakwah. Jadi tidak benar pendapat orang yang
mengatakan bahwa dakwah ini awal mula lahir sebagai gerakan dakwah tasawuf dan akhlak,
kemudian berubah menjadi gerakan politik.
Universalitas dakwah dan kesempurnaannya telah ditetapkan, jelas dan dideklarasikan
sejak dakwah ini diserukan. Risalah-risalah Imam Syahid; dari risalah yang pertama hingga
risalah yang terakhir yang disampaikan kepada Ikhwan memiliki manhaj dan prinsip yang sama,
dan hal ini tidak bertentangan dengan hakikat bahwa strategi dakwah dalam melaksanakan dan
menerapkan memiliki tahapan dan fase-fase tertentu sebagaimana yang dijelaskan dan
diarahkan oleh Imam Syahid.
173
Imam Syahid berkata dalam Muktamar Para Pemimpin Wilayah dakwah pada tahun
1945 M:
“Telah ditetapkan kepada kalian asas pertama dakwah sejak bulan Dzulqa’dah 1347
H/1928 M), dan kalian akan terus memegang teguh dan tegar hingga Allah mewujudkan janji-
Nya –insya Allah-.”
Sesungguhnya prinsip-prinsip jamaah adalah prinsip-prinsip Islam itu sendiri, engkau
tidak bisa menyimpangkannya. Jamaah dakwah, harus memegang teguh prinsip-prinsip yang
khusus baginya dalam gerakan dan pengorganisasian, dan ia memiliki dasar pijakan yang
berlandaskan kepada syariat Allah. Sementara sarana-sarana dakwah akan terus berubah dan
berkembang sesuai dengan kondisi dan keadaan.
“Untuk itu kami harus menegaskan lagi bahwa, sesungguhnya tarbiyah, dakwah dan
jamaah yang terorganisir, merupakan prinsip dan ketetapan yang tidak akan berubah. Meskipun
sarana-sarana dakwah dan aktivitas-aktivitas yang menyokong misi dakwah semakin
berkembang, namun dakwah tetap berada dalam prinsip dan poros yang tidak berubah.
Perubahan dan inovasi pada sarana dan kegiatan-kegiatan dakwah memiliki batasan-
batasan dan prinsip yang harus dipenuhi serta melalui institusi-institusi jamaah yang
menetapkan syura dan nota-nota kesepakatan.230
Tentang Rasa Kepemilikan Terhadap Islam
Jamaah tidak memonopoli sifat Islam untuk dirinya semata, dan menapikannya dari
kelompok-kelompok yang lain, karena ia bukan jama’atul al Muslimin (kelompok kaum
muslimin) yang siapa saja meninggalkan dan berbeda dengannya maka telah keluar dari agama
Islam, namun ia merupakan jama’atul minal muslimin (sebuah kelompok dari kaum muslimin)
yang berdiri demi mewujudkan tujuan-tujuan Islam sesuai dengan ideologi dan manhaj yang
berlandaskan Al Quran dan Sunnah, sebagaimana yang dipahami dan diyakini sebagai jalan yang
benar dan tidak ada jalan yang lain. Jamaah tidak menetapkan sebuah hukum (ketetapan) 230 Imam Syahid Hasan Al Banna, Al Ustadz Fuad Al Hajarsy, hal. 164. Lihat pula: Al Tsabit wa al Mutaghayyir, Dr. Jumah Amin.
174
terhadap orang lain, hanya Allah semata yang berhak menetapkan hukuman terhadap mereka.
“Kami adalah para da’I, dan bukan hakim yang menghukumi.”231
Jamaah tidak berdiri di atas mazhab tertentu, namun ia terbuka untuk yang lain sesuai
dengan pemahaman Islam yang komprehensif dan mengajak kepadanya, dan mengajak untuk
bekerjasama untuk mengembalikan kemulian umat Islam dan mewujudkan tujuan-tujuan Islam
seluruhnya.
Hujjah
Jamaah dan prinsip-prinsipnya merupakan hujjah bagi kader-kader dakwah, dan bukan
kader yang menjadi hujjah baginya. Sejauhmana sesesorang mengambil dan menerapkan nilai-
nilai dakwah dan tarbiyah, serta ketaatannya terhadap prinsip-prinsip dakwah, maka sebesar itu
pula ia berperan sebagai representasi dakwah ini, walaupun ia sebagai prajurit dakwah yang
berada di akhir barisan.
Imam Syahid berkata, “Ada beberapa orang yang ada di barisan kami, namun
sesungguhnya ia tidak bersama kami, dan ada beberapa orang yang tidak berada di barisan
kami, namun ia bersama kami.”
Beliau juga berkata tentang kewajiban dakwah dan ajaran-ajarannya:
“Cengkeramlah dengan sungguh-sungguh bimbingan-bimbingan ini. Jika tidak maka
dalam barisan orang-orang yang duduk dan para pemalas masih terdapat kursi-kursi yang
kosong.”
“Saya yakin, jika engkau mengetahuinya dengan baik dan engkau menjadikannya
sebagai cita-cita dan orientasi hidupmu, maka balasanmu adalah kehormatan hidup di dunia
dan kebajikan serta ridha di akhirat. Engkau bagian dari kami dan kami bagian dari dirimu. Jika
engkau berpaling darinya lalu duduk-duduk santai saja, maka tiada lagi hubungan antara kita.
Jika engkau seseorang yang biasa berada di depan majelis kita, di pundakmu tertempel gelar-
231 Kami adalah Para Da’I bukan hakim, Hasan al Hudhaibi
175
gelar mentereng, dan kau tampak begitu menonjol di antara kita, maka dudukmu akan dihisab
Allah dengan seberat-beratnya hisab.”232
Jadi yang merepresentasikan jamaah dan menyampaikan sikap-sikapnya secara
langsung, adalah qiyadah (pemimpin) tertinggi, yang disebut Mursyid ‘am, atau siapa yang
dipercayakan sebagai juru bicara atas nama jamaah dan menyampaikan pandangan-
pandangannya. Adapun individu dalam jamaah dakwah dan siapa saja yang bergabung dengan
jamaah ini, -dengan tetap berada dalam satu kesatuan dan ideologi yang sama-, maka setiap
orang berhak memiliki pandangan, ijtihad, dan interpretasi dalam pemikiran dan dakwah Islam,
selama tidak keluar dari batasa-batasan syariat, prinsip dan sikap-sikap jamaah.
Bab IV
Proses Pembentukan Personal
Kader Dakwah
(Perbaikan Diri)
Pemahaman Tarbiyah Dalam Proses Pembinaan
Imam Syahid berkata, “JIka didapatkan seorang muslim yang baik, maka akan
didapatkan sarana-sarana kesuksesan dalam dirinya.”233
“Mentalitas kita –hari-hari ini- sungguh sangat membutuhkan pengobatan yang serius
dan penyembuhan yang total. Kita memerlukan pencairan bagi perasaan yang telah keras
membeku; kita membutuhkan perbaikan bagi akhlak yang telah rusak binasa; dan kita juga
membutuhkan penyadaran atas penyakit bakhil yang telah demikian akut. Tanpa proses ulang
pembaharuan mentalitas dan pembangunan jiwa ini, kita tidak mungkin melangkah ke depan
walau hanya selangkah.”234
232 Risalah: Ta'alim (Risalah Ta'alim), Hal. 369233 Risalah: Ila Ayyi Syai'in Nad'unnas (Kepada Apa Kita Menyeru Manusia), hal. 37234 Risalah: Hal Nahnu Qoumun 'Amaliyun (Apakah Kita Para Aktivis)?, hal. 70
176
“Maka ketauhilah bahwa tujuan pertama yang digariskan oleh Ikhwanul Muslimin
adalah tarbiyah shahihah, yakni pembinaan umat yang mengantarkannya menuju kepribadian
yang utama dan mentalitas yang luhur. Pembinaan –untuk membangun jiwa yang dinamis- itu
ditegakkan dalam rangka merebut kembali kemuliaan dan kejayaan umat dan untuk memikul
beban tanggung jawab di jalan yang mengantarkan kepada tujuan.”235
Untuk mengetahui gambaran tentang sifat-sifat pembentukan pribadi di dalam jamaah,
sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Syahid di dalam risalah dan penyampaian-
penyampaiannya, adalah dengan cara mengumpulkan dan menyusun kewajiban dan sifat-sifat
tersebut, serta apa saja yang disampaikan Imam di dalam tujuan-tujuan dakwah dan klasifikasi
amal, maka kita akan mendapatkan gambaran yang lebih dekat tentang frofil muslim paripurna
yang diinginkan. Dimana ia berupa aktualisasi amal tarbawi melalui program-program amali dan
manhaj tertentu, serta sesuai dengan keberagaman sarana dan jenjang-jenjang tarbiyah yang
ditentukan jamaah, dan batasan-batasan yang diperlukan untuk mewujudkannya.
Kita dapat mengklasifikasikan sifat-sifat di atas dalam 3 (tiga) poros utama, yang
merupakan satu kesatuan yang saling terpadu:
1. Poros keimanan dan ibadah
2. Poros akhlak dan budi pekerti
3. Poros dakwah dan gerakan
Untuk merealisasikan poros-poros di atas dibutuhkan proses pembinaan secara gradual
dan membaginya ke dalam fase-fase dan jenjang yang berbeda dalam proses
pembentukan.
Ia mencakup ikhwan dan akhwat dalam dua poros yaitu, poros keimanan dan akhlak.236
Adapun dalam poros gerakan –dalam beberapa hal tertentu- terdapat perbedaan antara
ikhwan dan akhwat, yaitu dalam hal karakteristik peran dan tugas yang diberikan.
Tarbiyah ini berlandaskan pada dua titik penting, yaitu:
235 ibid236 Hal ini sebagaimana yang disebutkan Imam Syahid di dalam Risalah Pergerakan, Dakwah Kami di Zaman Baru, hal. 236
177
a. Menghidupkan tarbiyah diri di dalam setiap personal kader, “Melakukan
tarbiyah untuk diri sendiri, merupakan kewajiban kita yang pertama.”237
b. Konsisten mengikuti tarbiyah kolektif yang diberikan oleh jamaah dan manhaj-
manhajnya, serta melalui ikatan yang menghimpunnya yang berlandaskan
pada ta’aruf, tafahum dan takaful.
Aktivitas hati lebih penting daripada aktivitas fisik, namun usaha untuk
menyempurnakan keduanya merupakan tuntutan syariat, meskipun dengan kadar
tuntutan masing-masing berbeda, dan kita harus mengupayakannya.
Imam Syahid menegaskan tentang urgensi membangkitkan keimanan dan
memperbaharui ruh, jiwa dan perasaan, sebagai asas untuk bergerak dan terus eksis.
Pembentukan ini berdiri di atas asas-asas; Iman yang kuat, pemahaman yang benar,
pembinaan yang cermat, cinta yang dipercaya, dan amal yang berkesinambungan. Ini
sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Syahid di dalam risalahnya.
Dibutuhkannya pemusatan perhatian terhadap dakwah, tidak melakukan lompatam-
lompatan, serta urgensi kesatuan barisan. Imam Syahid berkata, “Yakinlah kepada fikrah
kalian, dan berkumpullah di sekelilingnya, bekerjalah untuknya dan teguhlah di atas
jalannya.”238
Sesungguhnya tujuan yang diinginkan oleh dakwah bukanlah tujuan yang sederhana dan
terbatas, namun ia adalah tujuan yang besar dan dalam. Tujuan-tujuan itu bermula dari Ishlahul
fardy (proses perbaikan diri) hingga ustaziyatul ‘alam (kepemimpinan dunia). Meskipun di
antara tujuan-tujuan tersebut dengan realita yang ada terdapat kendala yang sangat besar,
kendati demikian hal ini adalah bentuk totalitas kepercayaan kepada manhaj Allah Swt.,
pertolongan, kemenangan dan taufik dari-Nya. Hal ini tidak mungkin dapat diwujudkan kecuali
dengan melalui manhaj yang panjang dalam proses pembinaan, tarbiyah dan pembangunan,
yang berlangsung secara terus menerus dari generasi ke generasi berikutnya, dengan tetap
memberikan perhatian besar untuk proses pembinaan kader dan tarbiyahnya, karena hal ini
merupakan asas pijakan.
237 Dari petuah Imam Syahid238 Risalah: Baina l-Amsi wal Yaum (Antara Kemaren dan Hari ini), Hal. 108
178
Pembangunan yang dicita-citakan demikian besarnya, dan target-target ini tidak
mungkin dapat diwujudkan dengan melakukan penyerangan, kudeta, atau melakukan lompatan-
lompatan terhadap sunah Allah dalam perubahan, menyelesihi atau meremehkannya.
Pengalaman sejarah yang pernah dilakukan oleh gerakan-gerakan reformis klasik dan
kontemporer, menguatkan konsep ini dan Manhaj yang dipilih dan disusun oleh Imam Syahid
yang berlandaskan kepada sunah Rasulullah Saw., dan sunnah Allah dalam perubahan dan
kejayaan, yang mencakup pengalaman-pengalaman orang lain, dan menghindari kesalahan-
kesalahan yang mereka jatuh kedalamnya.
Karakteristik Pembinaan Diri
Imam Syahid sangat memperhatikan upaya pembinaan diri yang paripurna dan gradual
terhadap personal, dari sisi normatif teoritis menuju sisi praktis-realistis, dengan tetap menjaga
perbedaan tabiat alami setiap orang dan pemenuhan kebutuhan spiritual, wawasan keilmuan
dan kemahiran, yang bertujuan terciptanya bangunan Islam yang komprehensif dalam
melahirkan karakteristik mukmin sejati, yang berakhlak, berbudi pekerti dan beradab Islami
dalam bingkai pemahaman yang teliti, seimbang, dan mumpuni untuk kebutuhan zaman
sekarang, yang berpedoman kepada sunnah Rasulullah Saw. dan petunjuknya dalam perbaikan
dan pembinaan. Adapun 10 sifat mukmin sejati dan rukun-rukun baiat, tiada lain adalah
pengantar, manhaj dan pemusatan terhadap program-program amali untuk mendapatkan
akhlak-akhlak Islami dan petunjuk-petunjuknya dalam membangun dan memperbaiki manusia.
Imam Syahid menegaskan bahwa sesungguhnya titik tolak pembinaan diri seorang
mukmin sejati adalah dari dalam diri, yaitu dengan membangun keimanan,
membersihkan jiwa dan menguatkan keinginan. Kemudian beliau menambahkan untuk
proses pembinaan tersebut sebuah hadhanah (wadah pembinaan) praktis untuk
menghayati dan menerapkan proses pembinaan ini, yaitu Usrah. –Dalam kerangka
jamaah- usrah adalah labinah dasar dalam membangun jamaah. ia adalah sebuah
ladang pembinaan dan tarbiyah yang akan mewujudkan, ta’aruf, tafahum dan takaful,
diantara kader dakwah dan diantara unit-unit shaf dan labinah dakwah yang lain.
Dengan tersedianya program-program yang cocok dan sarana-sarana pembinaan yang
sesuai dengan kader-kader dakwah dan realitas yang ada –dan dengan memperhatikan
179
setiap perkembangan dan kemajuan-, Imam Syahid juga memperhatikan iklim (suasana)
yang harus memenuhi komunitas pembinaan, labinah-labinah, dan seluruh barisan
dakwah, yaitu cinta karena Allah, persaudaraan, saling memaafkan, menjadikan
tingkatan ukhuwah yang paling rendah adalah salamatu shard (berlapang dada). Ini
adalah iklim dan suasana yang di dalamnya terdapat kebersihan dengan seluruh
maknanya yang luas, kesucian dan kemuliaan. Imam Syahid menyebut
penanggungjawab unit-unit usrah ini dengan ‘Naqib’, dan menjadikan seluruh anggota
usrah untuk bersama-sama dengan naqib melakukan pembinaan tarbawi dan
meningkatkan kualitas tarbiyah dan perbaikan diri.
Menjadikan pembinaan tarbawi sebagai sesuatu yang asasi (mendasar) dalam dakwah,
baik dalam hal menetapkan mas’ul, maupun dalam melaksanakan peran
pengelolaannya, atau hubungan dengannya. Imam Syahid menjelaskan sisi pembinaan
ini dengan mengatakan, “Kepemimpinan –dalam dakwah Ikhwan- menduduki posisi
orang tua dalam ikatan hati, posisi seorang guru dalam memberikan pengajaran ilmu,
dan posisi seorang syaikh dalam aspek pendidikan rohani, dan posisi seorang pemimpin
dalam menentukan kebijakan-kebijakan politik secara umum dalam dakwah. Dan
dakwah mengumpulkan seluruh makna ini.”239
Imam Syahid memberikan perhatian yang besar terhadap kesempurnaan dan
keparipurnaan pembentukan dan pembinaan tarbawi kader-kader dakwah. Beliau tidak
memisahkan antara pembinaan diri dengan pencapaian sifat-sifat, antara gerakan,
aktivitas dan pengaruh kader di tengah masyarakat. Tetapi ia adalah sebuah
pembentukan yang sempurna dan saling terkait dan memberikan pengaruh satu sama
lain, dan ia adalah bagian yang mendasar dari pembentukan ini, yang digambarkan oleh
Imam Syahid terdiri dari:
“Pemahaman yang teliti, pembinaan yang mendalam, dan amal yang
berkesinambungan. Ia bukanlah perubahan yang dangkal atau hanya sebagai jembatan
untuk mendapatkan beberapa adab dan muwashafat tarbiyah, karena ia digambarkan
dengan kalimat Matinul Khulq (Kokoh akhlaknya).
Refleksi pembentukan ini dan intinya tergambar dalam 5 (lima) hal: “Kesederhanaan,
tilawah, Shalat, Keprajuritan, akhlak.”240
239 Risalah Pergerakan, Risalah Ta’alim, Rukun-rukun Bai’at, hal. 364240 Risalah Pergerakan, Risalah Ta’alim, Kewajiban Aktivis Dakwah, hal. 369
180
Maknanya adalah:
- Poros keimanan dan ibadah, inti adalah tilawah dan shalat.
- Poros dakwah dan gerakan, intinya adalah keprajuritan.
- Poros budi pekerti, intinya adalah akhlak
- Karakter manhaj dan pembentukan sarana, intinya adalah
kesederhanaan.
-Slogan pembentukan ini, Allah Ghayatuna (Allah adalah tujuan kami), Ar
Rasul Qudqatuna (Rasul adalah teladan kami), Al Qur’an Dusturuna (Al
Quran adalah Undang-undang kami), Al Jihad Sabiluna (Jihad adalah jalan
juang kami), Al Maut Fi Sabilillah (Syahid di jalan Allah adalah cita-cita kami
tertinggi).
Imam Syahid menggambarkan tentang kedalaman proses pembentukan ini dan
tingkatan-tingkatannya dalam memenuhi tuntutan-tuntutan dakwah, jihad dan dalam
mengemban beban dakwah yang berat, beliau berkata:
“Dalam tahapan ini dakwah ditegakkan dengan melakukan seleksi terhadap anasir-
anasir positif untuk memikul beban jihad dan untuk menghimpun berbagai bagian yang
ada.
Dakwah pada tahapan ini bersifat khusus. Tidak dapat dikerjakan oleh seseorang kecuali
yang memiliki kesiapan secara benar untuk memikul beban jihad yang panjang masanya
dan berat tantangannya. Slogan utama dalam persiapan ini adalah: Totalitas ketaatan.
Sistem dakwah –pada tahapan ini- bersifat tasawuf murni dalam tataran ruhani, dan
bersifat militer dalam tataran operasional. Slogan untuk dua aspek ini adalah: perintah
dan taat; tanpa ragu dan bimbang.”241
Hal ini berbeda jauh dari pengenalan dakwah dan lebih dekat ke dalam karakteristik
pembentukan dan tarbiyah, dengan kesempurnaannya di pelbagai sisi perbaikan, yang
sesuai dengan keinginan dan target yang ingin dicapai, yang kemudian disebut sebagai,
Tahap pengenalan; dalam tahapan ini dakwah dilakukan dengan dengan menyebarkan
241 Risalah: Ta'alim (Risalah Ta'alim), hal. 397
181
fikrah Islam di tengah masyarakat. Urgensinya adalah kerja social bagi kepentingan
umum, sedangkan medianya adalah nasihat, bimbingan, dan beberapa cara lain.
Tentang hal ini, Imam Syahid berkata, “Jamaah menjalin hubungan dengan orang yang
ingin memberikan kontribusi bagi aktivitasnya dan ingin ikut menjaga prinsip-prinsip
ajarannya. Ketaatan tanpa reserve –pada tahapan ini- tidaklah dituntut, bahkan tidak
lazim. Tingkatannya seiring dengan kadar penghormatannya kepada sistem dan prinsip-
prinsip umum jamaah.”242
Ikhwan melakukan kerjasama dengan orang-orang yang ikhlas yang berkerja di lapangan
ini, yaitu lapangan perbaikan umum, mengenalkan Islam dan kebangkitannya di tengah
masyarakat.
Imam Syahid sangat memperhatikan urgensi kebenaran akidah dalam proses
pembentukan dan perbaikan diri seorang muslim. Beliau berkata, “Ma’rifah kepada
Allah –Yang Maha Tinggi dan Maha Mulia- dengan sikap tauhid dan penyucian (Dzat)-
nya adalah setinggi-tinggi tingkatan dalam akidah Islam. sedangkan mengenai ayat-
ayat sifat dan hadits-hadits shahih tentangnya, serta berbagai keterangan
mutasyabihat yang berhubungan dengannya, kita cukup mengimaninya sebagimana
adanya tanpa ta’wil, dan ta’thil, serta tidak memperuncing perbedaan yang terjadi di
antara para ulama. Kita mencukupkan diri dengan keterangan yang ada, sebagaimana
Rasulullah Saw. dan para sahabatnya mencukupkan diri dengannya.243
“Setiap bid’ah dalam agama Allah yang tidak ada pijakannya tetapi dianggap baik oleh
hawa nafsu manusia, baik berupa penambahan maupun pengurangan, adalah
kesesatan yang wajib diperangi dan dihancurkan dengan menggunakan cara yang
terbaik, yang tidak justru menimbulkan bid’ah yang lain yang lebih parah.”244
Beliau juga berkata, “Al Quran yang mulia dan sunnah yang suci adalah referensi utama
setiap muslim untuk mengenal hukum-hukum dalam agama Islam.”245
242 Ibid, hal 397243 Ibid, hal. 357244 Ibid, hal. 358245 Ibid, hal. 356
182
Sebagaimana yang disebutkan Imam Syahid bahwa seorang al Akh seharusnya: memiliki
kekuatan hubungan dengan kitab Allah, mesjid dan perhatian yang besar terhadap
shalat, Qiyam Lail, dan hendaknya memiliki wirid harian bacaan Al Quran; baik wirid
tilawah, mendengarkan, menghapal, menghayati dan mentadabburinya.246
Imam Syahid menjadikan dasar pembinaan dalam tarbiyah berlandaskan manhaj Islam,
yang titik tolaknya adalah perbaikan dan mencakup segala aspek kemanusiaan, baik
kepribadiaan, akhlak, kehidupan dunia dan akhirat. Beliau juga tidak membedakan
dalam urgensi dan integralitas pembinaan ini antara lelaki dan wanita, anak-anak
maupun orangtua. Semuanya memiliki satu pijakan dasar, walaupun berbeda bentuk
dan programnya. Hal ini merupakan rukun pertama dalam manhaj perbaikan terhadap
masyarakat dan pembangunan Negara. Imam Syahid berkata, “Dan dengan urgensi
kelahiran generasi baru ini, maka perbaikilah dakwah dan maksimalkan proses
pembentukannya, ajarkan kepadanya kebebasan jiwa dan hati, serta kebebasan
pemikiran dan akal, kebebasan jihad dan amal. Penuhilah jiwa yang liar dengan
keagungan Islam dan keindahan Al Quran, serta latihlah ia menjadi prajurit di bawah
bendera dan panji Nabi Muhammad, maka kalian akan menyaksikan kelahiran seorang
pemimpin muslim yang berjihad dengan dirinya dan membahagiakan orang lain.”247
Imam Syahid berkata, pertama-tama, kami menginginkan seorang yang muslim dalam
pola piker dan akidahnya, dalam moralitas dan perasaannya, serta dalam amal dan
prilakunya. Ini merupakan salah satu upaya pembentukan individu mukmin dalam
dakwah kami.”
Beliau juga berkata, “Seluruh jamaah Islam di masa kini sangat membutuhkan
munculnya pribadi aktivis sekaligus pemikir dan anasir produktivitas yang pemberani.”248
Dakwah ini tidak membutuhkan kepada jiwa-jiwa yang tidak konsisten dan kaku, serta
246 10 wasiat247 Risalah: Al Ikhwan tahta rayatil Quran (Ikhwan di bawah naungan panji Al Quran), hal. 197248 Risalah: Hal Nahnu Qoumun 'Amaliyun (Apakah Kita Para Aktivis)?, hal. 63
183
anasir-anasir dakwah yang tertutup dan kepribadian yang senang menyendiri, yang
memiliki jiwa yang keropos.”
“Untuk itu, kami juga memperhatikan kaum wanita sebagaimana perhatian kami
kepada kaum pria. Kami juga memperhatikan anak-anak sebagaimana perhatian kami
kepada pemuda.”249
Kaum wanita memikul tanggungjawab yang sama dalam dakwah dan beraktivitas untuk
mewujudkan tujuan yang sama pula, yang mencakup manhaj tarbawi dan takwini,
dengan tetap menjaga beberapa perbedaan aspek harakah dan peran-peran khusus
mereka.
Imam Syahid menetapkan muwashafat yang harus dipenuhi oleh seorang muslim di
dalam kehidupannya, yaitu:
Salimul Akidah (bersih akidahnya), shahihul Ibadah (benar ibadahnya), Matinul Khulq
(Kokoh akhlaknya), Qawiyyul Jismi (memiliki fisik yang kuat), Mutsaqqaful Fikr
(berwawasan pemikirannya), Qadirun Alal Kasbi (mampu berekonomi), Munazhamun fi
Syu’unihi (terorganisir seluruh urusannya), Harishun Ala waqtihi (Cermat mengatur
waktunya), Mujahidun Linasihi (kuat kesungguhan jiwanya), Nafi’un Li Ghairihi
(Bermanfaat bagi selainnya).250
Imam Syahid juga menetapkan rukun-rukun baiat berikut, yaitu; Fahm (pemahaman),
Ikhlas, Amal (aktivitas), Jihad, Tadhiyah (pengorbanan), Taat (kepatuhan), Tsabat
(keteguhan), Tajarrud (kemurnian), Ukhuwah dan Tsiqah (kepercayaan),”251 sebagai
poros-poros pembentukan utama bagi para pembawa risalah dakwah dan yang
komitmen terhadap jamaah ini, yaitu sebagai poros penyempurna, yang akan berjalan
beriringan dengan 10 sifat yang lain, yang menyatu dan membentuk satu dasar pijakan
dalam pembentukan ini. Unsur ini yang kemudian terbagi dalam beberapa tujuan dan
poros-poros yang diwujudkan dengan program-program pendidikan dan kegiatan-
kegiatan tarbiyah.
249 Risalah: Ila al Syabab (Kepada Para Pemuda), hal. 177250 Risalah: Ta'alim (Risalah Ta'alim), hal. 356, 359251 Ibid
184
Rukun-rukun baiat ini menunjukkan nilai-nilai tarbiyah yang dibutuhkan oleh individu
dan jamaah dakwah, demi membentuk labinah-labinah dakwah yang kuat dalam satu
barisan:
Dalam aspek harakah, kami membutuhkan rukun-rukun berikut ini; Amal (aktivitas),
Jihad, Tadhiyah (pengorbanan).
Dalam aspek pengorganisasi dan barisan dakwah, kami membutuhkan Taat
(kepatuhan), Ukhuwah dan Tsiqah (kepercayaan).
Dalam aspek keyakinan, kami membutuhkan Fahm (pemahaman), Ikhlas, Amal
(aktivitas), dan Tajarrud (kemurnian).
Kemudian dalam seluruh aspek-aspek di atas, seorang kader dakwah membutuhkan
rukun Tsabat (keteguhan); agar dapat mewujudkan semua rukun-rukun baiat, dan
tsabat di atas prinsip-prinsip, baiat dan komitmennya terhadap jamaah.
Karena rukun-rukun baiat ini saling berkaitan erat, maka kelemahan dan kerusakan
dalam salah satu rukun-rukunnya akan menyebabkan kelemahan terhadap baiat-
baiatnya yang lain.
Imam Syahid menetapkan tujuan-tujuan tertinggi dalam jamaah –yang berupa
tingkatan-tingkatan amal-, yaitu arah dan wadah yang membatasi aspek-aspek
pembentukan dan beban dakwah, yang berasal dari dalam diri setiap individu, kemudian
mempersiapkannya agar mampu mewujudkan dan berupaya untuk melaksanakannya.
Imam Syahid menyebutkan tingkatan amal yang dituntut dari seorang al akh yang tulus,
yaitu:
1. Perbaikan diri sendiri
2. Pembentukan keluarga muslim
3. Bimbingan masyarakat
185
4. Pembebasan tanah air
5. Memperbaiki keadaan pemerintah, sehingga menjadi pemerintah Islam yang baik.
6. Mengembalikan kekuasaan khilafah yang telah hilang dan terwujudnya persatuan
yang diimpikan bersama.
7. Penegakan kepemimpinan dunia dengan penyebaran dakwah Islam di seantero
negeri.
Empat yang terakhir ini wajib ditegakkan oleh jamaah dan oleh setiap akh sebagai
anggota dalam jamaah itu.”252
Tingkatan dan tujuan-tujuan ini memiliki refleksifitas dan perwujudannya di dalam
program-program penyiapan individu, dan di dalam sarana-sarana tarbiyah yang
digunakan. Sebagaimana ia juga memiliki pengaruh nyata dan nilai-nilai tarbawi dan
haraki yang terwujud secara gradual, sesuai dengan masing-masing tujuan, tanpa
membedakan atau memisahkan antara tujuan-tujuan tersebut, atau membatasi satu
tujuan tanpa tujuan yang lain, dengan tetap memperhatikan jenjang dakwah yang
dilalui, dalam rangka mewujudkan tingkatan-tingkatan dan tujuan-tujuan yang tinggi itu.
Program dan sarana-sarana tarbiyah yang digunakan tidak kaku dan statis, namun
fleksibel dan dinamis, dengan tetap menjaga perbedaan antara individu kader, dan
dengan memanfaatkan setiap sarana dan instrumen yang baru. Ia juga memelihara
target, karakteristik dan target-target utama. Program-program ini –baik teori maupun
praktek- tidak terpisah, namun saling menyempurnakan satu sama lain, yang mencakup
seluruh aspek tarbawi.
Imam Syahid menjelaskan beberapa aspek penting di atas di dalam proses
pembentukan individu serta kesinambungannya, “Sesungguhnya, Islam menginginkan
dalam diri setiap mukmin; 1. Perasaan dan nurani yang peka, sehingga dapat
membedakan antara kebaikan dan keburukan.
2. Islam juga menginginkan sebuah pandangan yang benar dalam memahami sesuatu itu
benar atau salah.
252 Ibid, hal. 359, 361
186
3. Sebuah keinginan kuat yang tidak akan pernah melemah dalam membela kebenaran.
4. Tubuh yang sehat yang siap mengemban berbagai tugas kemanusiaan secara baik,
dan menjadi perangkat yang layak untuk mewujudkan cita-cita yang mulia, mampu
mengegolkan misi kebenaran dan kebajikan.”253
Dengan demikian, maka kewajiban seorang akh adalah:
1. Beribadah kepada Allah dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya, untuk
mengasah kepekaan nurani dan kehalusan perasaan.
2. Melakukan kegiatan belajar dengan kemampuannya untuk meningkatkan
intelektualitas dan wawasan keilmuannya.
3. Menghiasi dirinya dengan akhlak Islami, untuk mewujudkan kemauan yang kuat
dan tekad yang membaja.
4. Komitmen dengan aturan dan adab-adab Islam dalam tata cara makan, minum,
dan tidur, agar ia dipelihara oleh Allah dari ancaman pelbagai penyakit.
Ketika Islam menetapkan kaidah-kaidah ini, ia tidak hanya memperuntukkannya bagi
kaum laki-laki dan meninggalkan kaum wanita, melainkan keduanya memiliki
kedudukan sama dalam pandangan Islam. oleh karena itu, Ukhti Muslimah, -
sebagaimana kami nasehatkan kepada al akh Mulsim- hendaklah selalu dalam
kehalusan nurani, keluasan cakrawala berpikir, kesempurnaan akhlak dan kesehatan
badan.254
Imam Syahid menyebutkan 4 sifat yang wajib dipenuhi untuk membangun kekuatan diri,
dan beliau menjelaskan bahwa sifat-sifat tersebut merupakan nilai-nilai dasar dalam diri individu
muslim dan umat Islam untuk bangkit mengemban dan memikul risalah dakwah. Sifat-sifat
terbut adalah:
“Kemauan yang keras yang tak tersentuh oleh kelemahan, kesetiaan yang kuat yang tak
dikotori oleh kepura-puraan dan pengkhianatan, pengorbanan besar yang tak dihalangi oleh
ketamakan dan kebakhilan, dengan pengetahuan terhadap dasar perjuangan, keyakinan dan
253 Risalah: Da'watuna Fi Thaurin Jadid (Dakwah Kami di Zaman Baru), hal. 235254 Ibid, hal. 236
187
penghormatan terhadap dasar tersebut yang akan menjaga dari kesalahan dan penyimpangan,
atau tertipu dengan yang lain.”255
Target-Target Tarbiyah
Manhaj tarbiyah dalam melakukan pembinaan dan perbaikan diri menurut pandangan
jamaah, berlandaskan dan bertitik tolak dari shibghah Islam dan manhajnya yang mulia. Ia
memiliki satu target yang ingin diwujudkan, yaitu;
Mewujudkan kesempurnaan ibadah kepada Allah, menunaikan risalah dakwah di muka
bumi, menjalankan tugas dan tujuan-tujuan dakwahnya, serta melaksanakan apa saja yang
untuk mewujudkan tujuan-tujuan tersebut.
Ini adalah persiapan umum dan khusus.
Umum adalah; mencakup seluruh aspek umum dalam proses pembentukan kepribadian
dan individu muslim.
Khusus adalah; mempersiapkannya untuk melaksanakan tugas yang diwajibkan
kepadanya.
Dengan pemenuhan dua hal ini, maka ia menjadi garda depan di barisan para mujahid
yang tulus dalam mengemban risalah dakwah dan teguh di atas jalannya.
Kami menginginkan pembentukan yang khusus terhadap anggota jamaah dan para
pengemban risalah dakwah, terus meningkat dan menyempurnakan pembentukan umum yang
diharapkan dari setiap manusia muslim.
Target Umum:
1. Kepribadian mukmin yang baik
2. Memiliki kekuatan jiwa yang luarbiasa
3. Yang berjuang keras dalam melaksanakan dakwah dan mewujudkan target dan tujuan-
tujuannya di seluruh permukaan bumi.
4. Menyempurnakan persiapan iman dan jihad
5. Teguh di atas jalan dakwah hingga ia menemui Allah255 Risalah: Ila Ayyi Syai'in Nad'unnas (Kepada Apa Kita Menyeru Manusia), hal. 45
188
Asas manhaj yang merupakan susunan target-target tarbiyah ini, tergambar dalam
hal-hal berikut:
1. 10 sifat untuk membentuk kepribadian mukmin yang baik
2. Rukun-rukun baiat dalam rangka mempersiapkannya untuk berjihad.
3. Tingkatan-tingkatan amal, dan target-target dakwah yang tinggi yang ingin diwujudkan.
Asas-asas ini berlandaskan dorongan, visi, dan peran yang telah ditetapkan berdasarkan
manhaj Islam dan petunjuknya.
Dari asas ini, terwujudlah simpul utama terhadap tujuan-tujuan pembentukan tarbawi,
yang kemudian terbagi dalam beberapa target yang sesuai dengan berbagai tahapan usia dan
jenjang tarbiyah yang berbeda antara individu di dalam jamaah. Yang terbagi dalam target-
target marhalah anak-anak dan dewasa, akhwat dan anggota usar, yang kemudian akan
dibagikan dalam jenjang-jenjang yang berbeda sebagaimana telah ditetapkan dalam setiap fase.
Tujuan-tujuan yang telah tersusun ini berlandaskan pada hal-hal berikut ini:
1. Visi dan misi; yakni yang disebut sebagai landasan filosofis dalam perbaikan dan
pembentukan.
2. Tujuan-tujuan tertinggi dalam Islam dan dakwah
3. Karakteristik individu dan kebutuhannya
4. Pandangan masyarakat dan tujuan-tujuan yang hendak diwujudkan.
Para ulama Ushul Fiqh meletakkan kebutuhan pokok dalam Daruriyyat al Khams, yaitu;
Hifzu Nafs (menjaga jiwa/kehormatan jiwa), Hifzu Din (Menjaga agama), Hifzu Aql (menjaga
akal), Hifzu Mal (menjaga harta), Hifzu Nasl (menjaga keturunan), kemudian beberapa hal
berupa takmilat (kebutuhan penyempurna), tahsinat (kebutuhan pelengkap), sebagai acuan dan
rujukan kebutuhan manusia secara umum.
Setiap tujuan tarbiyah, memiliki tiga aspek penting:
1. Aspek keilmuan
2. Aspek perasaan dan kepekaan jiwa
189
3. Aspek akhlak
Aspek-aspek ini satu sama lain saling menyempurnakan dan melengkapi. Kelemahan
dan kekurangan pada salah satunya akan menyebabkan kelemahan pada aspek-aspek yang lain.
Oleh karena itu refleksi aspek keilmuan, perasaan dan kepekaan jiwa, serta aspek akhlak harus
terlihat dalam diri setiap individu.
Karakteristik Target(keistimewaan tujuan-tujuan tarbiyah):
1. Ia adalah tujuan yang berkesinambungan, yang memiliki permulaan namun tidak
memiliki akhir.
2. Pertumbuhannya berkesinambungan dan mengiringi setiap individu dalam setiap
aspek.
3. Ia akan berhadapan dengan banyak kendala dan perubahan dalam kehidupan
manusia, yang membuatnya butuh ketegaran, hingga ia bisa kokoh dan eksis dalam
mewujudkan target-target yang diinginkan.
4. Ia adalah tujuan-tujuan yang saling berhubungan, yang sangat memperhatikan sisi
gradualitas dalam proses dan tidak melakukan lompatan-lompatan, memiliki pengaruh
yang akumulatif dengan tidak adanya pemisahan, serta dilakukannya proses evaluasi
dan pengulangan.
5. Ia bersandar pada upaya untuk membangkitkan ruh, penyucian jiwa dan
muraqabatullah, serta dengan realitas keberadaan jiwa lawwamah (mengajak kepada
keburukan), dan jiwa yang hidup.
Ia berusaha menggabungkan antara upaya manusia dengan taufik dan hidayah dari
Allah, kemudian menjadikannya sebagai dasar tempat bergantungnya hati dan
memurnikan diri. Sebab-sebab kelemahan dan kendala yang akan dihadapi sangat
besar, tanpa menyandarkan diri kepada pertolongan Allah, maka perbaikan yang
diinginkan tidak akan terwujud.
Manhaj tarbawi harus memiliki tujuan, target dan sarana-sarana tertentu. Tujuan
tanpa sarana untuk mewujudkannya maka hanya akan menjadi gagasan idealis yang
190
tidak realistis. Sarana tanpa sasaran dan target maka akan mengarah kepada kesia-
siaan.
Sebagaimana terdapat target-target jangka panjang dan target-target jangka pendek,
maka dapat dipahami bahwa target-target cabang tertentu (target jangka pendek)
dalam aktivitas tarbiyah yang berkesinambungan merupakan sarana untuk
mewujudkan target besar atau target jangka panjang.
Ciri-ciri Dalam Target Tarbiyah
1. Syumuliyah (komprehensif) dalam setiap aspek kehidupan manusia. Ia
mencakup semua kebutuhan masyarakat dan dunia serta hubungannya
terhadap alam semesta, termasuk kebutuhan personal setiap individu.
2. TIdak ada pertentangan satu sama lain
3. Tujuan-tujuannya saling menopang
4. Keseimbangan, antara tujuan-tujuan tarbiyah dengan keseimbangan yang
dibatasi oleh timbangan relatif terhadap target-target dan skala prioritas.
Termasuk keseimbangan antara kebutuhan Pribadi dengan lingkungan yang
mengitarinya; Individu – masyarakat – dunia (kemanusiaan) – alam semesta.
Begitupula keseimbangan dalam menerapkan tarbiyah kolektif dan tarbiyah
individu, yang masing-masingnya saling menyempurnakan.
5. Eksistensi dan kesinambungan
6. Inovasi; jika target-target utama dalam tarbiyah memiliki keistimewaan tsabat
(kekokohan) dan kekuatan, maka target-target cabang membutuhkan inovasi
dan pengembangan; sesuai dengan realitas yang dihadapi.
7. Fleksibelitas; dalam menerapkan manhaj tarbiyah juga dibutuhkan fleksibelitas;
dengan tetap menjaga realita dan kemampuan, begitupula dengan perbedaan
antara individu, dan kebutuhannya masing-masing.
Tingkatan Target Tarbiyah
191
Tujuan-tujuan tarbiyah tidak berada dalam satu tingkatan saja, namun memiliki
beberapa tingkatan, yang dimulai dari tingkatan Al Kifayah, yang berupa tingkatan
minimal yang cukup untuk melakukan aktivitas atau mewujudkan sebuah tujuan
tertentu, kemudian terus meningkat menuju tingkatan Al Kafaah, yang merupakan
tingkatan tertinggi dalam mewujudkan tujuan-tujuan ini. Tingkatan terakhir ini juga
merupakan tingkatan yang panjang dan tidak terbatas.
Target-target tarbiyah dalam pandangan Islam, harus mampu mewujudkan tingkatan
Itqon, kemudian meningkat kepada tingkatan Shidq kemudian kepada tingkatan Ihsan.
Sebagaimana dalam tujuan tarbiyah; kesinambungan dan penerapannya
menggunakan bentuk yang beragam dan secara gradual sesuai dengan kedalaman dan
proses penerimaan peserta tarbiyah, yang mencakup pengulangan materi dalam
beberapa waktu tertentu, atau mempelajari kembali suatu materi tarbiyah secara lebih
dalam, cermat dan lebih luas, atau lebih meningkatkan penerapannya secara praktek,
atau mengkaji salah satu aspeknya secara khusus, mengajarkannya kepada orang lain,
mengingatnya dalam beberapa kondisi dan peristiwa. Contohnya dalam mempelajari
sirah atau ayat Al Quran; di jenjang pemula dalam proses pembentukan, bentuk
pembelajarannya mungkin sangat sederhana, kemudian setiap kali meningkat jenjang
tarbiyah seseorang, ia akan mengulangi proses pembelajarannya secara lebih dalam dan
cermat, sejalan dengan peningkatan tarbiyah dan penerapannya, begitupula halnya
dalam ibadah dan ketaatan. Demikian keterikatan, pembelajaran, dan penghayatannya
tidak berhenti pada tujuan-tujuan tersebut.
Urgensi Pembangunan yang benar dan Keterikatan antar target-target tarbiyah:
- Karena tujuan-tujuan tarbiyah merupakan satu kesatuan, dan memiliki
pengaruh yang akumulatif dalam kehidupan manusia, maka ia bermula dari masa
kecil hingga akhir kehidupannya. Dengan demikian maka pembagian tujuan-tujuan
tarbiyah dan pengenalannya dimula sejak masa kanan-kanak, remaja dan pelajar,
bahkan dimulai sejak masa balita melalui kedua orangtuanya. Jika ia sudah
meranjak dewasa, namun dalam pertumbuhannya ia belum mendapat pembinaan
tarbiyah yang cukup atau belum melewati masa pembentukan pada periode
192
tersebut, maka ia menyempurnakannya pada fase-fase partisifasi dakwah, yang
dimulai dari jenjang simpatisan, pendukung, dan jenjang-jenjang tarbiyah
berikutnya.
- Sebagaimana tidak terdapat pemisahan antara pembinaan umum dan
pembinaan khusus.
Maksud dari pembinaan umum adalah, pembinaan dasar-dasar tarbiyah, yang
dengannya seorang muslim meningkatkan dirinya secara terus menerus dan
mewujudkan ibadahnya kepada Allah, yang mencakup segala aspek kehidupan
manusia, dan akan terus berlangsung sepanjang kehidupannya, tumbuh dan
berkembang dengan nilai-nilai tersebut.
Adapun pembinaan khusus, adalah mempersiapkan seorang muslim untuk
menjalankan tugas yang penting, dan merupakan tingkatan tertinggi dalam jihad
dan pengorbanan. Hal ini juga berlandaskan kepada manhaj Islam, dan merupakan
pelengkap dan berkaitan secara terus menerus dengan asas pembinaan umum,
dan tak akan memberikan buahnya, atau menguatkan bangunan di dalam diri
setiap individu, jika di dalam pembinaan umum terdapat kerusakan atau
kelemahan, kemandegan atau kemandulan.
Poros-poros simpul utama dalam Target-target Tarbiyah
Kita dapat menyimpulkan poros-poros simpul utama ini dalam beberapa tujuan tarbiyah
berikut:
1. Shahihul fahm (benar pemahamannya) dan Mutsaqqaful Fikr (berwawasan
pemikirannya).
2. Salimul Akidah (bersih akidahnya)
3. Shahihul Ibadah (benar ibadahnya), dan kuat imannya.
4. Qawiyyul Jismi (memiliki fisik yang kuat), dan memiliki tubuh yang sehat.
5. Matinul Khulq (Kokoh akhlaknya) dan peka perasaannya.
6. Harishun Ala waqtihi (Cermat mengatur waktunya), dan Munazhamun fi
Syu’unihi (terorganisir seluruh urusannya).
193
7. Qadirun Alal Kasbi (mampu berekonomi).
8. Mampu memainkan peran dalam mendirikan rumah tangga muslim.
9. Mujahidun Linasihi (kuat kesungguhan jiwanya), Inovatif dalam
mengembangkan kemampuan dan potensinya.
10. Nafi’un Li Ghairihi (Bermanfaat bagi selainnya), dan mampu memainkan
perannya secara optimal di tengah masyarakat.
11. Berhubungan dengan umatnya, dan senantiasa berupaya untuk mengembalikan
kepemimpinan khilafah Islam.
12. Interaktif dengan alam di sekitarnya, dan berusaha untuk kemaslahatan
kemanusiaan dan kedamaian manusia.
13. Bersungguh-sungguh dalam memperjuangkan dakwahnya, dan komitmen
terhadap jamaahnya.
Kita dapat memaparkan beberapa perincian poros dan tujuan-tujuan umum
dalam proses pembentukan ini, serta tujuan-tujuan dasar yang terkandung di dalamnya:
Poros-Poros utama
Dalam Pembinaan tarbawi terhadap individu
1. Salimul Akidah (bersih akidahnya):
1. Dari aspek pemahaman yang benar dan akidah salaf
2. Hendaknya akidah adalah pendorong dan penggerak dalam kehidupan dan
prilakunya.
3. Hendaknya Allah menjadi tujuannya semata, dan hendaknya indikasinya
dapat terlihat dalam kehidupan dan kepribadiaannya.
4. Memahami dan mengetahui tujuan penciptaannya, tabiat kehidupan dunia,
permusuhan terhadap syetan, keyakinan terhadap hari kebangkitan dan
hari pembalasan, saling melengkapi antara lelaki dan wanita serta karakter
masing-masing, timbangan keutamaan antara anak-anak manusia,
pluralitas bangsa dan suku, serta tabiat hubungan dengan mereka.
2. Shahihul Ibadah (benar ibadahnya), dan kuat imannya:
1. Mewujudkan makna ibadah secara total di dalam kehidupan dan
dakwahnya.
194
2. Mengutamakan sunnah yang benar, serta mengambil fiqh dan ilmu yang
sesuai.
3. Mampu mewujudkan dasar bangunan Islam dan rukun-rukun iman (Iman
kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, iman
terhadap hari kiamat, serta iman terhadap ketentuan-Nya, baik ketentuan
baik maupun ketentuan buruk.
4. Melaksanakan kewajiban dan mendekatkan diri kepada Allah dengan
amalan-amalan sunnah dan ketaatan.
5. Berupaya menjalankan tingkatan-tingkatan keimanan dan sifat orang-orang
yang beriman sebagaimana yang tertera di dalam AL Quran dan sunnah.
6. Memiliki kekuatan iman dalam seluruh aspek-aspek berikut:
a. Terhadap Islam dan risalahnya
b. Terhadap AlQuran dan kemuliaannya
c. Terhadap dakwah dan tujuan-tujuannya
d. Terhadap kemenangan dan pertolongan-Nya
e. Terhadap kebenaran manhaj dan jalannya
f. Terhadap pemimpin dan jamaahnya
7. Memiliki hubungan erat dengan Al Quran, baik membacanya, memahami,
menghapal dan mengamalkannya.
8. Terikat hatinya dengan mesjid
9. Mencintai shalat dan mengerjakannya secara optimal dan senantiasa
menjaganya.
3. Matinul Khulq (Kokoh akhlaknya) dan peka perasaannya:
1. Memperbaiki kepekaan hati yang telah mati, memperbaharui perasaan dan
membangun kekuatan diri yang besar serta kemauan yang kuat.
2. Menghiasi diri dengan akhlak yang mulia, dan menghilangkan seluruh
prilaku yang buruk, serta menghilangkan sikap ujub, sombong dan riya.
3. Komitmen terhadap manhaj Islam, baik dalam perkataan, muamalat dan
prilakunya.
195
4. Memiliki semangat yang tinggi, halus perasaannya, peka mata hatinya,
mulia nuraninya, yang mampu membedakan antara yang baik dan yang
buruk.
5. Memperhatikan adab-adab Islami dalam setiap waktu dan kesempatan.
6. Menjadi teladan bagi orang lain, dan mampu mempengaruhi orang-orang di
sekitarnya.
7. Mengetahui hak-hak orang lain dan memberikannya, baik hubungannya
terhadap orang lain. Seperti, baik prilakunya terhadap kedua orangtua,
menghormati yang tua, menyayangi yang muda, dan berbuat baik pada
tetangganya.
8. Melengkapi diri dengan akhlak-akhlak keimanan dalam harakah dan
dakwah. Seperti, ukhuwah, cinta di jalan Allah, budaya musyawarah,
nasehat-menasehati, lapang dada, itsar (mengutamakan kepentingan orang
lain dari kepentingannya sendiri), saling memaafkan, saling menyayangi,
dermawan, sabar, teguh, dll.
4. Qawiyyul Jismi (memiliki fisik yang kuat), dan memiliki tubuh yang sehat:
1. Memiliki fisik yang kuat, sehat, dan mampu melakukan apa yang ia
butuhkan.
2. Menjaga kesehatan dan keburagannya, serta menggunakan sarana untuk
pencegahan dan pengobatan.
3. Melakukan olahraga yang bermanfaat, dan berupaya mendapatkan
beberapa keahlian yang diperlukan.
4. Melengkapi sarana-sarana kekuatan fisik sesuai kemampuannya, dan
menghindari kebiasaan-kebiasaan buruk yang berpengaruh negatif
terhadap kesehatannya, menggunakan manhaj pertengahan dan
menghindari sikap berlebih-lebihan.
5. Mengekang syahwat dan nafsu diri agar sesuai dengan manhaj Islam,
mengenak kadar kekuatannya dan mengarahkannya ke arah yang benar
dan bermanfaat. Diantaranya nafsu untuk mempertahankan diri, akal dan
keturunan.
196
5. Harishun Ala waqtihi (Cermat mengatur waktunya), dan Munazhamun fi Syu’unihi
(terorganisir seluruh urusannya).
1. Teratur dan bersih dalam setiap urusannya, rapi dalam setiap kondisi.
Dimulai dari kerapian pakaian, penampilan, keseharian dan pekerjaannya.
2. Memanfaatkan waktunya, dan tidak menyia-nyiakannya pada hal-hal yang
tidak bermanfaat, serta mengawasi dirinya dalam hal itu.
3. Mampu mengatur seluruh urusannya, menetapkan skala prioritas, dan
mampu mewujudkan keseimbangan dalam perhatian dan tuntutan
pelaksanaan.
4. Mampu menentukan pekerjaan yang cocok pada waktu yang sesuai.
5. Mampu mengikuti langkah-langkah strategis, dan pindah dari alam
khayalan dan perkataan menuju alam realita dan amal nyata, baik dalam
konsentrasi maupun sewaktu melaksanakan.
6. Senantiasa bertawakkal kepada Allah dalam segala aktivitasnya.
6. Qadirun Alal Kasbi (mampu berekonomi):
1. Mampu mandiri secara ekonomi yang cukup dan sesuai dengan kondisinya,
dengan memiliki keahlian dan pengembangan dirinya dalam hal itu.
2. Mencari ilmu dan keahlian yang dibutuhkan untuk bidang tersebut.
3. Selalu berupaya untuk mendapatkan penghasilan yang halal, sesuai dengan
batasa-batasan syariat dalam mendapatkan rezeki.
4. Amanah dan jujur dalam pekerjaan, merasa cukup dengan apa yang
dimiliki, serta menghindarkan diri dari sifat ujub, bakhil dan tamak.
5. Melakukan ibadah kepada Allah dengan pekerjaannya dan senaniasa
bertawakal kepada-Nya.
6. Mengenal nilai harta dan pekerjaan sesuai dengan pandangan Islam.
7. Menyisihkan pendapatannya untuk orang-orang fakir dan miskin, serta
senantiasa mengeluarkan zakat fitrah dan zakat mal.
7. Nafi’un Li Ghairihi (Bermanfaat bagi selainnya), dan mampu memainkan perannya
secara optimal di tengah masyarakat:
197
1. Senatiasa berharap kebaikan untuk manusia dan kemanusiaan, dan
berupaya untuk melakukannya.
2. Senantiasa berlaku positif, dan menggunakan cara perbaikan bukan
mencela atau menghancurkan, serta selalu menjaga adab-adab nasehat
terhadap individu dan para mas’ul dakwah.
3. Bermanfaat bagi selainnya, baik individu maupun lembaga, dengan
melakukan kerjasama dalam kebaikan dan kebajikan dengan orang lain.
Yaitu mewujudkan prilaku positif, mempengaruhi dan melakukan perbaikan
di dalamnya.
4. Mengenal problematika dan realita yang dihadapi masyarakatnya, serta
berupaya untuk memberikan saham kebaikan dan pelayanan umum, serta
berusaha bekerja untuk melakukan perbaikan dan pengembangan
masyarakatnya dalam pekerjaan dan profesinya.
5. Berupaya untuk memperbaiki prilaku-prilaku buruk dan kebiasaan yang
tidak baik, serta fenomena kerusakan pemikiran dan perbuatan dengan
sarana yang paling baik dan mudah.
6. Berupaya untuk membangun negerinya, menjaga kemandirian dan
persatuannya, mendukung perkembangan politik, keilmuan dan
ekonominya, serta melepaskannya dari segala bentuk tekanan dan
intimidasi Negara asing.
7. Berusaha menyebarkan dakwah dan akhlak-akhlak mulia di tengah
masyarakat, serta memberikan hidayah dan petunjuk kepada orang lain.
8. Menguasai batasan-batasan dalam menjalankan amar ma’ruf nahi munkar,
serta nasehat terhadap para mas’ul dan orang-orang selain mereka, serta
mengetahui secara cermat undang-undang dan prosedur yang berlaku.
9. Berprilaku dengan adan-adab dakwah dan seorang da’I, mampu
berkomunikasi dengan orang lain dan memberikan pengaruh pada mereka,
serta memahami seni berbeda dalam pandangan.
10. Mengikuti dan menunaikan tugas-tugas yang diberikan jamaah dalam
aktivitas-aktivitas dakwah.
11. Memiliki keahlian dan kemahiran komunikasi, berdialog serta berinteraksi
dengan orang lain dan dengan masyarakat umum.
198
12. Memiliki kemampuan melakukan interaksi sosial dengan masyarakat dan
institusi-institusinya.
8. Mujahidun Linasihi (kuat kesungguhan jiwanya), Inovatif dalam mengembangkan
kemampuan dan potensinya.
1. Senantiasa merasakan pengawasan dari Allah, serta berupaya untuk
mewujudkan ketakwaan kepada Allah dan rasa takut pada-Nya.
2. Mampu menguasai bisikan-bisikan nafsu, menahannya dari perkara-perkara
yang haram, dan menjauhkannya dari hal-hal yang syubhat.
3. Senantiasa melakukan evaluasi diri, untuk menekan pengarus bisikan-
bisikan hati yang buruk.
4. Selalu melakukan perbaikan akhlak untuk mewujudkan tarbiyah diri dan
kemauan yang keras.
5. Senantiasa berupaya melakukan zikir kepada Allah dalam berbagai bentuk,
istighfar, dan taubat kepada-Nya.
6. Berupaya untuk menggali potensi yang dimilikinya, mengembangkan
kemampuan, dan meningkatkan keahliannya.
7. Berusaha menguasai keahlian di bidang tekhnologi mutakhir.
9. Shahihul fahm (benar pemahamannya) dan Mutsaqqaful Fikr (berwawasan
pemikirannya).
1. Benar pemahaman agama dan dakwahnya, terhadap tugas dan perannya
dalam kehidupan.
2. Berwawasan pemikirannya, luas cakrawala pengetahuannya, mengenal
disiplin-disiplin ilmu dan aliran-aliran pemikiran dunia, serta mampu
menetapkan hukum yang benar terhadapnya dan mampu berintekasi
dengannya.
3. Mengetahui sejarah umat-umatnya yang terdahulu (seperti beberapa
peristiwa bersejarah, tokoh-tokoh utamanya, sebab-sebab kelemahan, dan
sebab-sebab kekuatan). Maksud umat-umatnya yang terdahulu adalah:
negerinya, bangsa Arab dan umat Islam.
199
4. Mengenal musuh dan bahaya-bahaya yang mengancam umat Islam, serta
mengetahui problematika kontemporer, serta sarana apa saja yang
dibutuhkan untuk menciptakan kemajuan dan kesuksesan.
5. Mengenal dan menguasai sejarah dakwah dan jamaahnya (tujuan-
tujuannya, ciri-ciri dan realitanya), dan hal itu merupakan sebagian dari
sejarah umatnya. Mempelajari sumber-sumber dan risalah yang ditulis
tentang hal itu.
6. Mempelajari sirah Rasulullah Saw. dan sirah para orang-orang terdahulu
yang baik, untuk menjadi petunjuk dalam gerakan dan fikrahnya, dan
mengambil keteladanan mereka sebagai nilai dan model yang menerangi.
7. Senantiasa belajar untuk mendapatkan ilmu dan wawasan yang
bermanfaat, pengalaman yang cocok untuk kehidupan dan profesinya,
serta apa yang dibutuhkan untuk dakwahnya, kewajiban-kewajibannya, dan
berupaya untuk meningkatkan diri sesuai dengan kemampuannya.
8. Mengikuti segala bentuk perkembangan kontemporer untuk mengambil
manfaatnya.
9. Berusaha keras untuk mendapatkan ilmu-ilmu syar’I dan mengenal hukum-
hukum sesuai dengan kemampuan yang sesuai dengannya, serta
meningkatkan pengetahuan dalam hal itu sesuai kemampuannya.
10. Merasa bangga dengan bahasa Arab, senantiasa menjaga, serta
mempelajari kaidah-kaidahnya.
10. Menjalankan perannya dalam mendirikan rumah tangga muslim:
1. Mengenal dan menguasai hak dan kewajibannya, perannya dalam
mendirikan rumah tangga muslim, dan persiapannya untuk
menunaikannya.
2. Menjaga dan memeliharanya dari pengaruh-pengaruh buruk dan negative.
3. Mengoptimalkan proses pertumbuhan dan tarbiyah terhadap keluarga,
anak-anak terhadap nilai-nilai Islam.
4. Mewujudkan penampilan Islam dalam rumah tangga, baik dalam kebiasaan
dan kehidupan sehari-hari, serta menghormati fikrah-fikrah Islam dan
komitmen terhadapnya.
200
5. Menjadi teladan yang berpengaruh terhadap tetangga dan karib
kerabatnya, selalu menyambung hubungan silaturahim dengan sauadara-
saudaranya, tetangga, dan mewujudkan makna takaful (saling memikul
beban) dan rasa kasih terhadap mereka.
6. Menyiapkan rumahnya untuk tuntutan-tuntutan jihad dan tabiat marhalah
dakwah.
7. Berupaya untuk menciptakan model rumah tangga muslim, dan hendaknya
ia memiliki peran nyata di masyarakat, keluarga, di tengah karib kerabat
dan tetangganya, yang membuat mereka menghormati fikrah-fikrah
Islamnya, terpengeruh dan mengikutinya.
8. Memberikan perhatian terhadap proses penyiapan generasi muslim,
meningkatkan dan menumbuhkan potensi dan kemampuan mereka, setia
terhadap tuntutan-tuntutan agama dan umatnya serta kebutuhan-
kebutuhan mereka secara Pribadi.
11. Senantiasa berhubungan dengan umatnya, dan senantiasa berupaya untuk
mengembalikan kepemimpinan khilafah Islam:
1. Berusaha untuk menyebarkan Islam di seluruh penjuru dunia, serta
merasakan ikatan dan tanggungjawab terhadap setiap jengkal tanah yang di
atasnya panji tauhid di tinggikan.
2. Mengetahui problematika umat dan permasahan-permasalahan terkini
dunia Islam.
3. Mewujudkan hubungan kerjasama, hubungan dan bantuan terhadap
problematika yang dihadapinya, terutama permasalahan Palestina.
4. Merasakan keterikatan jiwa dan raga, serta tanggungjawab keimanan
terhadap dunia Islam dan setiap jengkal tanah yang dihuni oleh seorang
muslim.
5. Mengenal peradaban Islam dan merasa bangga kepadanya dan kepada
kontribusi yang telah diberikannya untuk manusia, serta mengenal misi
umat Islam dan kebutuhan manusia terhadapnya.
6. Menjaga produksi dalam negeri dan Negara-negara muslim dan menyokong
produktivitasnya.
201
7. Meyakini khilafah dan berupaya untuk mengembalikannya, meyakini
kepemimpinan dunia dan hal itu akan terwujud sesuai dengan janji Allah
dan keutamaan-Nya.
8. Menyokong persatuan Arab dan Islam, serta berusaha untuk
mengembalikan eksistensi umat Islam, kemajuan dan keagungannya.
12. Interaktif dengan alam di sekitarnya, dan berusaha untuk kemaslahatan
kemanusiaan dan kedamaian manusia, yang mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. Mentadabburi tanda-tanda kebesaran Allah di alam, serta merasakan
fenomena keagungan-Nya, mengetahui hubungan yang baik dengan alam,
dan sesungguhnya Allah telah menundukkannya untuk umat manusia
sesuai dengan ketentuan yang terbatas.
2. Mengenal makhluk-makhluk ciptaan Allah di alam dan memanfaatkannya
untuk kemaslahatan manusia sesuai dengan kebutuhan, dan berusaha
mengenal hikmah penciptaannya.
3. Menjaga kebersihan lingkungan, dan keselamatan semesta sesuai dengan
pemahaman Islam.
4. Ikut serta untuk memberikan kontribusi dalam memakmurkan bumi dan
memperbaikinya, dan setiap orang bekerja di bidangnya masing-masing.
5. Saling berhubungan dengan manusia dan bangsa-bangsa di dunia,
mengenal problematika yang dihadapinya dan peristiwa-peristiwa besar
yang mempengaruhinya.
6. Membantu penegakan nilai-nilai kebenaran, keadilan dan menolak
kezaliman, serta ikut serta dalam menciptakan perdamaian dunia.
7. Meningkatkan Profesionalitas keahlian untuk melakukan hubungan
tersebut.
8. Bekerjasama dengan orang lain dalam setiap kebaikan, keadilan dan
perbaikan.
13. Bersungguh-sungguh dalam memperjuangkan dakwahnya, dan komitmen terhadap
jamaahnya.
202
1. Menyempurnakan persiapan jihad, baik berupa ilmu, pemahaman,
mengenal realitasnya, tujuan dan saran-sarananya, kendala-kendala yang
dihadapi serta terhadap peraturan dan ketentuan jamaahnya.
2. Disiplin dalam shaf dan jamaahnya, komitmen terhadapnya, senantiasa
berpedoman pada para qiyadahnya, dan menunaikan rukun-rukun
baiatnya. Dalam aspek harakah; Amal (aktivitas), Jihad, Tadhiyah
(pengorbanan). Dalam aspek pengorganisasi dan barisan dakwah, Taat
(kepatuhan), Ukhuwah dan Tsiqah (kepercayaan). Dalam aspek keyakinan,
Fahm (pemahaman), Ikhlas, Amal (aktivitas), dan Tajarrud (kemurnian).
Kemudian Tsabat (keteguhan) dalam setiap rukun-rukun tersebut.
3. Melaksanakan rukun-rukun usrahnya (dalam ta’aruf, tafahum dan takaful).
4. Disiplin dalam gerakannya, murni dalam dakwahnya, beraktivitas untuknya,
produktif dalam dakwahnya, melaksanakan ketaatan, semangat
keprajuritan, berkorban untuk dakwah karena mengharapkan keridhaan
Allah, ikhlas dalam dakwah, serta komitmen terhadap syura sebagaimana
makhluk yang hidup dengannya.
5. Menjaga keselamatan jamaahnya, kekuatan dan ikatannya, kemajuan dan
pencapaian target-targetnya.
6. Memahami timbangan perseteruan antara hak dan batil, serta sunnah
perubahan dan kejayaan.
7. Mengenal musuh-musuh dakwah dan karakteristik mereka, strategi dan
target-target mereka, serta perangkat yang ia butuhkan berupa ilmu dan
persiapan. Diantara ilmu rijal (mengenal identitas seseorang), dan
pendidikan keamanan (intelegensia).
8. Menguasai kemahiran tertentu untuk memudahkan tugas dan peran-peran
yang diberikan jamaah.
9. Memiliki dan mengoptimalkan kemahiran-kemahiran yang cocok untuknya
dalam menyampaikan dan menyebarkan dakwah.
Dari pemaparan di atas, maka jelaslah manhaj Ikhwan yang komprehensif, yang
mencakup seluruh aspek pembinaan; mulai dari pembinaan iman, fikrah, akhlak,
pengorganisasian, undang-undang, keamanan, gerakan, politik, sosial, profesionalitas,
203
olahraga, ekonomi, dakwah, dunia internasional, dll. Termasuk dalam realitasnya, dan
penahapan dalam tingkatan yang berbeda-beda, serta memusatkan proses pembinaan
dengan mengarahkannya pada realitas amal, yang dengannya seorang individu bergerak
dan memberikan pengaruh pada masyarakat.
Ia tidak hanya terbatas pada program pendidikan secara normatif semata,
namun ia menghimpun seluruh sarana pembentukan dan tarbiyah, mulai dari syaikh
murabbi, teladan amal, interaksi, dialog, evaluasi dengan pengarahan dan perbaikan,
dan sarana-sarana yang lain dalam lingkup dan komitmen terhadap batasan-batasan
Islam, serta dalam lingkup persaudaraan dan cinta di jalan Allah.
Dalam manhaj ini, juga dituntut keterbukaan, kejelasan dan keterus-terangan,
sehingga masing-masing individu menguasai target-target yang harus diwujudkan dan
dilaksanakan, baik pada jenjang tarbiyah yang akan dilaluinya dan jenjang tarbiyah yang
sedang dijalaninya, kendala-kendala yang dihadapinya, sisi-sisi kerusakan yang terlihat,
trik dan cara mengobatinya, metode perbaikan, hasil-hasilnya, dan hendaklah jelas
baginya kemampuan untuk menegaskan atau melemahkan serta konsekuensi keduanya.
Hendaknya ia memiliki motivasi dan dorongan, dan berupaya untuk terus meningkatkan
kualitas tarbiyahnya, menunaikan urusan dengan penuh kesungguhan dan perhatian. Ia
juga dituntut untuk menciptakan iklim yang sehat dan komitmen terhadap adab-adab
Islam dalam menyampaikan nasehat, pengarahan, perbaikan, pengobatan dan menutup
aib.
Pengarahan dan Wasiat
Kami menyampaikan di sini pengarahan Imam Syahid Hasan Al Banna –baik
dalam risalah maupun dalam perkataan-perkataannya- tentang nilai-nilai dan sifat-sifat
yang harus dimiliki Ikhwan (termasuk diantaranya kewajiban aktivis dakwah). Secara
umum kami menyampaikannya dengan ungkapan kalimat yang sama, atau meringkas
maknanya sebagaimana yang beliau maksudkan. Termasuk menggunakan metode amal
dalam pembangunan umat dan tarbiyah, dan dalam kehidupannya sebagai teladan dan
204
bisa memberikan pengaruh dan pembentukan –yang dengan izin Allah- akan melahirkan
generasi kuat dan kokoh, yang akan mengemban risalah dakwah dan menjaganya.
Pertama, Dalam aspek akidah dan ibadah:
1. Terwujudnya hubungan hati dan jiwa yang terus menerus terhadap Allah (indikasi-
indikasi yang diinginkan adalah; memperbanyak zikir, dan berdoa kepada Allah
sementara orang lain tidur.
2. Membangun keimanan kepada Allah, rukun-rukunnya, serta merasa bangga
dengan keimanannya (terwujudnya rabbaniyah; berprinsip ketuhanan).
3. Terwujudnya ketergantungan kepada Allah dan menyandarkan diri kepada-Nya.
Maka janganlah takut pada sesuatu yang lain dan jangan gentar selain kepada-Nya.
4. Lahirnya keimanan terhadap keagungan risalah agama Islam, dan merasa bangga
karena memeluknya, serta bangga dengan keagungan Islam dan keindahan Al
Quran.
5. Mengenal Allah, mengesakan dan menyucikannya, dan ini merupakan keyakinan
Islam yang paling tinggi.
6. Menyampaikan tentang urgensi kekuatan akidah dan cakupannya terhadap semua
aspek.
7. Menyampaikan tentang rukun-rukun iman dan mengingatkan akhirat.
8. Mempelajari risalah dalam prinsip-prinsip akidah, serta mengikuti manhaj salaf
dalam pemahaman, dan pengamalan serta kembali bersama Islam menuju
tujuannya yang murni.
9. Mempelajari risalah tentang ikhlas
10. Melaksanakan kewajiban-kewajiban dalam Islam dan tidak melalaikannya,
menunaikan rukun-rukunya serta mengutamakan sunah yang suci; yaitu untuk
mewujudkan sifat shahihul Ibadah (benar ibadahnya), melalui shalat, puasa, zakat,
dan haji.
11. Tergantung dengan Al Quran dan berkaitan dengannya; melalui tadabbur terhadap
makna-maknanya, membacanya dengan baik, mendengarkan, menghapal dan
mengamalkannya.
12. Menghidupkan sunnah Rasulullah Saw, baik petunjuk maupun hadits-haditsnya,
yaitu dengan menghapalnya, mempelajari sirah dan memahaminya, mengamalkan
sunnahnya yang suci; agar menjadi petunjuk jalan.
205
13. Menekatkan diri kepada Allah dengan ibadah-ibadah sunnah dan senantiasa
melakukan ketaatan, memperbanyak bekalnya berupa; shalat malam, berdoa
kepada Allah sementara manusia sedang tidur, berdoa di waktu sahur, berpuasa,
zikir hati dan lisan (senantiasa memperbanyak zikir), membaca doa-doa ma’tsur
dan azkar pagi dan sore, tadabbur dan menghayati ayat-ayat Allah dan sunah-
sunah-Nya, memberik sedekah, serta selalu menyisihkan bagian dari hartanya
untuk fakir miskin, berapapun penghasilannya.
14. Berdoa kepada Allah di saat manusia tidur
15. Senantiasa memperbaharui tobat dan istighfar
16. Selalu merasa pengawasan oleh Allah dan senantiasa mengingat akhirat.
Kedua, dalam aspek nurani, dan kepekaan iman:
1. Menanamkan keimanan dan keyakinan pada pertolongan dan kemenangan dari
Allah terhadap dakwah (yakin dan tsiqoh terhadap pertolongan Allah).
2. Mewujudkan keimanan terhadap fikrah Islam dan rasa bangga terhadap dakwah
serta keagungan tugasnya.
3. Mewujudkan keimanan terhadap manhaj dan kebenarannya serta menanamkan
tsiqoh di dalam diri, keimanan terhadap dakwah, prinsip-prinsip, tujuan dan
sarana-sarananya.
4. Menanamkan keyakinan terhadap balasan dan ganjaran pahala di sisi Allah.
5. Menumbuhkan keikhlasan yang paripurna di jalan Allah dan ketenangan terhadap
tujuan yang hendak dicapai. Indikasi pencapaian keikhlasan adalah: selalu berharap
ridha Allah dalam setiap perkataan dan perbuatannya, tidak melihat pada harta,
penampilan, gelar, kemajuan atau kemunduran. Pencegahan dari penyimpangan
keikhlasan yang berupa: ujub, riya, memburu popularitas, dan sombong, adalah
dengan menjadi seorang prajurit –fikrah dan akidahnya- dengan mengembalikan
seluruh keutamaan kepada Allah semata.
6. Memperbaiki kepekaan hati yang mati, serta meluruska jiwa secara total.
7. Mewujudkan kebangkitan yang hakiki dalam jiwa dan nurani, agar dapat
melahirkan jiwa yang hidup, bergelora dan penuh vitalitas.
8. Melahirkan perasaan cemburu yang selalu membara (keimanan yang membara
yang membangkitkan kekuatan dalam jiwa), gelora semangat, dengan tetap
206
mengendalikan bara semangat ini. “Kekanglah gejolak perasaan dengan
pandangan dan pemikiran yang jernih, dan terangilah kecemerlangan akal pikiran
dengan gelora perasaan yang mengharu biru penuh semangat.”
9. Selalu menguatkan dan memperbaharui jiwa, dan memenuhinya dengan nilai-nilai
keimanan dan akidah. (senantiasa melakukan pembersihan jiwa, menguatkan diri,
dan membangun kekuatan diri yang besar).
10. Memiliki perasaan yang peka dan sensitif, yang bisa membedakan antara kebaikan
dan keburukan.
11. Memiliki semangat yang tinggi dan berupaya menyembuhkan rasa pesimis, putus
asa dalam jiwa, serta menyerah pada kondisi dan realita.
12. Senantiasa menyertakan ruh jihad, rela berkorban, dan kerja keras di jalan dakwah
dan tujuan-tujuannya.
13. Mengetahui kemuliaan dakwah, keluasan cakupannya, keagungan jihad di
jalannya, serta besarnya harga yang harus dibayar untuk menyokongnya dan
ganjaran pahala untuk orang-orang yang berjuang karena Allah semata.
14. Memahami dakwah secara benar dan merasa bangga dengannya:
a. Totalitas keyakinan terhadap kemuliaan tujuan dakwah.
b. Totalitas keyakinan terhadap kesuksesan sarana dakwah.
c. Keyakinan yang tinggi bahwa jalan ini adalah jalan yang paling selamat
(sebagaimana yang telah digariskan oleh Imam Syahid dan ditetapkan
strateginya), dan tidak ada jalan yang lain.
d. Keyakinan bahwa jalan ini sangat panjang, penuh tahapan, dan
membutuhkan: kesabaran, ketegaran, kesungguhan, kesinambungan
aktivitas, tidak tergesa-gesa, memanfaatkan makhluk-makhluk ciptaan
Allah di alam semesta tanpa membenturkannya, optimis terhadap
pertolongan Allah dan senantiasa menantikan saat-saat kemenangan.
e. Hidup bersama dakwah dan memperjuangkannya.
15. Timbangan yang benar terhadap diri sendiri (ukurlah diri kalian), tsiqoh terhadap
pertolongan Allah, serta timbangan yang benar terhadap qiyadah, terhadap
ukhuwah dan barisan dakwah.
207
Ketiga, dalam aspek cinta dan ukhuwah:
1. Meyakini persaudaraan dan kemuliaan ikatan ukhuwah
2. Mewujudkan sifat lapang dada, kebersihan jiwa, dan kejernihan hati (untuk
mewujudkan hakikat shufiyah).
3. Tekad dan perasaan yang kuat terjadap ukhuwah Islamiyah, serta rasa
tanggungjawab terhadap setiap jengkal tanah yang dihuni oleh seorang muslim,
dan ikut merasakan sakit dan tersentuh terhadap semua peristiwa yang menimpa
mereka.
4. Cinta di jalan Allah dan ikatan dalam kebaikan, serta pertautan hati dan jiwa.
5. Kebersihan hati dari rasa dengki, benci dan semua perasaan yang dapat
merusaknya.
6. Mencintai kebaikan terhadap umat dan keinginan untuk memberikan hidayah
kepada mereka.
7. Kepekaan terhadap persaudaraan kemanusiaan secara umum dan memahaminya
secara benar.
8. Memelihara persatuan dan ikatan (ukhuwah di jalan Allah). Diantara indikasinya
adalah:
a. Persaudaraan dan saling mencintai karena Allah, pengahayatan makna
dan urgensinya.
b. Terwujudnya sifat lapang dada, sehingga mencapai derajat itsar
(mendahulukan kepentingan saudaranya dari kepentingannya sendiri).
c. Hendaknya ia tidak merusak kesucian hubungan persaudaraan dengan
obsesi tertentu.
d. Tidak menyelesihi urusan saudara-saudaranya
e. Tidak dipisahkan oleh permasalahan-permasalahan sepele, dan
kecurigaan yang mematikan.
f. Menanyakan saudara-saudara yang ghaib (tidak hadir).
g. Melepaskan diri dari hubungan karena figuritas tertentu, ta’ashshub, atau
fanatisme kepartaian di dalam barisan dakwah.
h. Senantiasa berada dalam jamaah, tidak mendahului dan tidak berada di
belakangnya.
208
9. Mewujudkan indikasi-indikasi persatuan di dalam ta’aruf, tafahum dan takaful,
saling memikul beban saudaranya, berjanji untuk saling membantu dalam kebaikan.
Jika didapatkan padanya kesulitan, segeralah memberikan pertolongan selama ada
jalan untuk itu.
10. Menguasai fiqh nasehat dan adab-adabnya, mengobati ketergelinciran lidah, tidak
berubah hatinya, menerima nasehat dalam segala bentuk dan dari arah manapun.
Bagi yang menasehati, hendaknya menyampaikan nasehat sebagaimana
seharusnya.
11. Mengenal saudara-saudaranya, usrah dan katibah-nya, satu persatu dan dengan
pengenalan yang mendalam (menunaikan hak saudara-saudaranya berupa cinta
dan penghormatan, bantuan dan sifat itsar, tidak meninggalkan mereka kecuali
karena udzur tertentu.
12. Hendaknya ia selalu menjaga adab-adab majelis terhadap saudara-saudaranya:
a. hadir secara rutin di majelis
b. Tidak menimbulkan keributan dan kegaduhan
c. Selalu menjaga indikasi kesungguhan tanpa kebimbangan.
d. Menjaga adab berbicara, mendengarkan dan berdialog
e. Adab bercanda
f. Menjaga amanah majelis
Keempat, Dalam aspek Menahan Diri:
1. Menguatkan kesungguhan jiwanya dan mengarahkannya sesuai dengan ajaran-
ajaran Islam.
2. Menahan diri dari syahwat, hasrat dan kebiasaannya
3. Membiasakan diri untuk melakukan muhasabah dan evaluasi diri dengan sangat
cermat (diantaranya melakukan muhasabah sebelum tidur).
4. Menahan gejolak perasaan (Kekanglah gejolak perasaan dengan pandangan dan
pemikiran yang jernih, dan terangilah kecemerlangan akal pikiran dengan gelora
perasaan yang mengharu biru penuh semangat).
5. Mengontrol dorongan-dorongan syahwat dan selalu mengarahkannya kepada hal-
hal yang halal.
6. Membentengi diri dari hal-hal yang haram
209
7. Meninggalkan kemaksiatan (selalu bertobat dan istighfar, meninggalkan dosa,
membersihkan diri dari kemaksiatan, menjauhi dosa-dosa besar, menghindari
larangan-larangan Allah, tidak bermaksiat secara terang-terangan, melepaskan diri
dari kemaksiatan dan pelanggaran, menjauhkan diri dari dosa-dosa kecil, bertobat
dan menyesal jika melakukan maksiat, menjauhkan diri dari syubhat hingga ia tidak
terjebah dalam perkara-perkara haram, serta mampu bersikap terhadap: tujuan
hidup yang sakit, kehilangan orientasi hidup, kehilangan obsesi, luka masa lalu, dan
ia belum membersihkannya.
Kelima, Dalam Aspek Akhlak dan kepribadian yang baik:
1. Peningkatan akhlak: selalu menghiasi diri dengan akhlak-akhlak yang mulia,
berpegang teguh dengan kesempurnaan, hingga kita menjadi kuat dengan akhlak
dan menjadi teladan dalam hal itu.
2. Perbaikan menyeluruh terhadap diri dan mengobati prilaku-prilaku buruk dan
ketamakan (melepaskan diri dari hati yang sakit, tujuan hidup yang cacat,
kehilangan orientasi hidup, kehilangan obsesi, luka masa lalu, dan ia belum
membersihkannya secara sempurna.
3. Berupaya semampunya untuk menghidupkan adat-adat Islami, dan mematikan
adat-adat asing dalam setiap aspek kehidupan, mengutamakan sunah yang suci
dalam segala hal dan penerapan fiqh yang benar.
4. Menghiasi diri dengan akhlak-akhlak berikut:
a. Bersih dan suci dalam segala hal (tempat tinggal, pakaian, makanan,
badan, tempat kerja, lisan, dan kebersihan hati dari kedengkian dan
kebencian).
b. Kejujuran; jujur perkataannya.
c. Loyal; hendaknya ia menetapi janji, dan perkataan, tidak memungkiri dan
menyelisihinya.
d. Berani; kuat daya tahannya. Sebaik-baiknya keberanian adalah: berterus-
terang dalam kebenaran, menyimpan rahasia, mengakui kesalahan dan
kelemahan diri, mampu menahan diri ketika marah.
e. Tenang; ketenangan mempengaruhi kesungguhan
210
f. Rasa malu; memiliki rasa malu, sensitive perasaannya, peka perasaannya
terhadap kebaikan dan keburukan, dan tidak terang-terangan berbuat
keburukan.
g. Tawadhu (rendah hati); tanpa merendahkan diri, merundukkan kepala dan
lunak, sederhana dan tidak penakut.
h. Adil dan seimbang; adil dalam menetapkan hukum secara benar, tidak
melupakan kebaikan karena kemurkaan, tidak dikuasai permusuhan
sehingga melupakan kebaikan, berkata benar kepada dirinya, dan orang
yang paling dekatnya meskipun hal itu pahit, objektif dalam menimbang
kebaikan dan keburukan serta mengambil sisi kebaikan dari segala
sesuatu.
i. Penyayang, lembut, dermawan dan toleran; memaafkan, lembut hatinya
dan belas kasih terhadap terhadap sesama manusia, tidak cepat marah,
tidak berkata kotor, dan melupakan keburukan dengan kebaikan.
j. Meninggalkan perdebatan dan pertentangan, dan hendaknya menjadi
aktivis yang produktif.
k. Menjadi iffah (kehormatan diri), dan meletakkan kemuliaan dirinya di atas
segala tujuan dan tujuan-tujuan yang hina.
5. Melakukan tarbiyah diri, dan pencapaian takwa dalam setiap amal.
6. Mampu berinteraksi secara baik dengan orang lain:
a. Baik interaksinya, budi pekertinya, dan menjaga lisannya terhadap orang
lain.
b. Berlapang dada dengan orang-orang yang menyelesihinya, dan mampu
berinteraksi dengan mereka.
c. Menambah kemampuan dialog dengan hikmah, dan nasehat kebaikan
(latihan memberikan tanggapan terhadap perkara-perkara syubhat yang
dilemparkan, dan menyebarkan fikrah).
d. Menunaikan kewajiban dalam persaudara kemanusiaan secara umum, dan
ikut andil dalam perdamaian dunia.
e. Menunaikan kewajiban dalam persaudara Islam secara umum.
211
f. Mampu bekerjasama dengan orang lain dalam hal-hal yang disepakati
pada tataran umum dan Islam, selama tidak bertentangan dengan dakwah.
g. Bermanfaat terhadap orang lain, baik dalam memberikan nasehat,
menebarkan kebaikan, dan memberikan layanan umum.
7. Seimbang dan adil dalam urusan dunia; tidak berlebihan dalam beribadah, tidak
berlebihan dalam kezuhudan, dan idak menzalimi dunianya hanya karena mengejar
akhirat.
8. Membentuk keinginan yang kuat yang tidak dihinggapi kelemahan; yaitu dengan
melawan kemalasan, menghilangkan indikasi kelemahan dalam keinginan (seperti,
kegentaran, kelemahan, kaku, menyerah, keragu-raguan, dll), melawan kebiasaan,
adat dan syahwat.
9. Munazhamun fi Syu’unihi (terorganisir seluruh urusannya); yakni konsentarsi,
menetapkan skala prioritas dan kemampuan secara tertib, baik dalam
melaksakannya, yaitu dengan mencermati segala urusan sesuai dengan kondisinya
kemudian memilih jalan yang paling utama.
10. Harishun Ala waqtihi (Cermat mengatur waktunya): tidak menggunakan waktunya
untuk hal-hal yang tidak bermanfaat, menjauhkan diri dari debat kusir dan teori-
teori filsafat, dan berupaya membentuk kepribadian aktivis yang produktif.
11. Menjauhkan diri dari penampilan-penampilan mewah dan kaya raya.
12. Mewujudkan makna kelelakian (keberanian) sejati
Keenam, Dalam aspek kesehatan fisik:
1. Melakukan General Check tahunan untuk kesehatan fisik dan mengobati penyakit.
2. Menggunakan sarana-sarana pencegahan dan perlindungan kesehatan fisik, dan
tidak berlebihan.
3. Menjauhkan diri dari sebab-sebab kelemahan fisik. Seperti menjauhkan diri dari
minum khamr dan minuman keras, tidak merokok dan yang sejenis, tidak
berlebihan mengkonsumsi susu dan teh, serta menjauhkan seluruh jenis makanan
dan minuman yang dapat melemahkan fisik dan akal, seperti rokok, obat-obatan
terlarang dll.
212
4. Menggunakan sarana-sarana kekuatan, seperti melakukan olahraga yang
bermanfaat dan menumbuhkan vitalitas fisik yang terus-menerus.
5. Menggunakan kekuatan fisik untuk melaksanakan peran dan tugas-tugas dakwah,
seperti menunaikan kewajiban kemanusiaan dengan sebaik-baiknya, hendaknya
menyiapkan sarana yang baik untuk mewujudkan keinginan yang baik,
menggunakan kekuatan fisik untuk memenangkan kebaikan dan kebenaran,
menunaikan tugas dan kewajiban yang dibutuhkan dakwah sesuai dengan jenjang
tarbiyah yang dilaluinya.
Ketujuh, Dalam aspek usaha dan pekerjaan:
1. Memiliki kemampuan untuk mendapatkan hasil usaha yang halal, memiliki
kemahiran untuk profesi tertentu, yaitu dengan mewujudkan beberapa indikasi
berikut:
a. Mencari pekerjaan dan usaha dengan penuh izzah, serta dengan jelasnya
pemahaman terhadap permasalahan rezeki dengan penuh keimanan.
b. Menjalankan aktivitas ekonomi, dan melakukan pekerjaan yang bebas,
dengan segenap kemampuan yang dimilikinya.
c. Memahami bahwa pekerjaan sebagai pegawai negeri merupakan pintu
rezeki yang paling sempit dan sulit, maka jangan membatasi diri hanya
dengan pekerjaan tersebut, dan tidak menolak jika kesempatan itu
diberikan kepadanya, serta tidak pula berhenti sebagai pegawai negeri,
kecuali jika ia bertentangan dengan kewajiban-kewajiban dakwah.
d. Selalu berupaya menunaikan profesinya dan setiap pekerjaan yang
ditekuninya secara profesional, dan hendaknya ia menjadi teladan dalam
pekerjaan tersebut, yaitu dengan tidak berbuat curang, menetapi janji, dan
loyal terhadap sumpah dan janji.
e. Mendalami ilmu dan kemahirannya secara optimal, dan selalu
meningkatkan potensi dan kemampuannya untuk kepentingan dakwah.
f. Hendaknya yang menjadi titik tolak dan landasannya adalah dakwah, oleh
karena itu jangan sampai ia melupakan dan menyia-nyiakannya.
2. Terwujudnya batas-batas interaksi materi
213
a. Menjauhkan diri dari perjudian dan sarana-sarana usaha yang haram,
meskipun keuntungannya sangat besar.
b. Menjauhkan diri sejauh-jauhnya dari praktek riba dan membersihkan diri
secara total.
c. Berupaya mencari usaha yang halal dan menjauhkan diri dari perkara-
perkara syubhat (Menghindari syubhat, agar tidak terjerumus di
dalamnya).
d. Ekonomis dan hemat menggunakan harta untuk masa depan, serta
menyisihkan (menabung) beberapa bagian dari penghasilan untuk
keperluan-keperluan darurat, meskipun hanya sedikit.
e. Tidak berlebihan dalam kebutuhan-kebutuhan skunder
f. Hendaklah ia menjadi qudwah dalam interaksinya terhadap uang (harta):
- Dalam menetapinya
- Dalam memutuskan, memberikan dan menetapkan
- Cermat dalam mengelolanya
- Menunaikan hak-hak manusia secara optimal tanpa pamrih.
g. Tidak ambisius terhadap apa yang dimiliki orang lain.
h. Seimbang dan adil dalam urusan-urusan dunia, serta zuhud terhadap
harta kekayaan dunia yang fana, mengutamakan kekekalan kehidupan
akhirat, serta tidak menggantungkan dirinya kepada harta perhiasan
dunia.
i. Memberikan bantuan terhadap harta kekayaan dan aset-aset Islam secara
umum, yaitu dengan:
- Mendorong berdirinya perusahaan-perusahaan ekonomi Islam.
- TIdak menggunakan sandang dan pangan kecuali produksi Negerinya
dan Islam.
- Selalu berupaya untuk memberikan setiap qirsy256 yang dimilikinya
untuk penduduk negerinya yang muslim dan umat Islam secara umum
sesuai kemampuannya.
256 Satuan terkecil mata uang Mesir
214
j. Menunaikan hak harta
- Menunaikan kewajiban zakat, untuk kepentingan dakwah, serta untuk
kebutuhan-kebutuhannya yang dibenarkan dalam syariah.
- Menunaikan hak fakir dan miskin, berapapun penghasilan yang ia
dapatkan.
- Berpartisipasi untuk aktivitas dakwah dengan memberikan bagian
tertentu dari hartanya.
- Berjihad dengan harta
k. Menjaga adab-adab Islami dan norma-norma kemasyarakatan;
menyayangi yang muda, menghormati yang tua, berlapang-lapang dalam
majelis, tidak tajassus dan ghibah, tidak menimbulkan kegaduhan,
meminta izin ketika masuk dan keluar suatu tempat, menjaga lisan, dll.
l. Menunaikan hak-hak tetangga dan senantiasa menjaganya.
m. Menghindari teman-teman yang buruk, rekan-rekan yang mengajak
kepada kerusakan serta tempat-tempat maksiat dan dosa.
n. Memutuskan hubungan dengan kelompok-kelompok dan institusi yang
bertentangan dengan fikrahnya.
o. Melepaskan diri dari berhubungan dengan organisasi dan kelompok
apapun yang tidak mendatangkan kemaslahatan terhadap dakwahnya,
terutama jika diminta untuk meninggalkannya.
p. Komitmen dengan prinsip-prinsip dakwahnya dalam berinteraksi dengan
organisasi dan personal-personal tertentu.
Kedelapan, dalam aspek masyarakat dan rumah tangga:
1. Terhadap kerabat dekat dan anggota keluarga, dimana kita melakukan tarbiyah
terhadap keluarga, sehingga menjadi rumah tangga muslim;
a. Yang mampu mengarahkan anggota keluarga dan kerabat untuk
menghormati fikrah dan menyebarkannya di tengah keluarga.
b. Mampu memilih istri yang sholehah, dan mengarahkan untuk menunaikan
hak dan kewajibannya.
c. Baik interaksinya terhadap anggota keluarga, anak-anak dan pembantu.
215
d. Baik dalam memberikan tarbiyah kepada anak-anak, pembantu, dan
membangun lingkungan keluarga dengan prinsip-prinsip Islam.
e. Menjaga adab-adab Islami dalam setiap aktivitas dan kesibukan rumah
tangga.
f. Menjaga silaturahim, dan selalu memenuhi kebutuhan serta berupaya
untuk kemaslahatan anggota keluarga, dan kebutuhan mereka terhadap
Islam.
g. Membantu dakwah dan menyokongnya dari belakang
2. Melatih keluarga untuk mengambil andil dalam pembinaan masyarakat, yang
mencakup hal-hal sebagai berikut:
a. Meningkatkan kemampuannya
b. Mempelajari ilmu yang bermanfaat dan cocok
c. Menggunakan sarana-sarana yang dibutuhkan
d. Menciptakan teladan untuk hal tersebut
e. Menggunakan metode bertahap dan hikmah serta memanfaatkan sarana-
sarana yang paling baik.
f. Memiliki aktivitas yang banyak, yang berupa gerakan-gerakan diri dan
tanggap dalam beramal.
Target-targetnya adalah:
a. Mendorong nilai-nilai keutamaan
b. Menyebarkan dakwah kebaikan
c. Semangat amar ma’ruf
d. Memerangi kehinaan
e. Melatihnya untuk melakukan pelayanan umum terhadap masyarakat dan
tanggap untuk melakukan kebaikan dan kebajikan.
f. Memberikan kontribusi dalam mewarnai kehidupan masyarakat umum
dengan fikrah-fikrah keIslaman.
g. Berupaya untuk menghidupkan adat-adat Islami yang hilang, serta
memberikan pencerahan keimanan terhadap adat-adat Islami dan
menghilangkan aib-aib yang masih ada.
216
h. Ikut serta dalam menciptakan perdamaian dunia, menyebarkan kebaikan
dan kebajikan untuk manusia, serta tanggap dalam melakukan amal-amal
kebaikan.
i. Ikut memberikan peran dalam menciptakan perbaikan, dan menolak
kerusakan di tengah masyarakat melalui upaya-upaya konstitusional.
j. Menjaga unsur-unsur penyokong kekuatan, perbaikan, dan pembangunan
di tengah masyarakat, dan melawan sikap masa bodoh, upaya-upaya
kehancuran, dekonstruksi, serta ikut serta dalam mengarahkan dan
mengoptimalkan potensi masyarakat.
k. Menyebarkan semangat persatuan dan kerjasama antara kita, bangsa-
bangsa Arab, dan masyarakat Islam, serta memerangi perpecahan dan
penyimpangan.
Kesembilan, dalam aspek dakwah:
1. Kemampuan menyebarkan dakwah dan menjadikan fikrah Islamiyah sebagai opini
umum di masyarakat.
2. Kemampuan dalam menghimpun manusia kepada kitab Allah, dan
membangkitkan keimanan dari dalam hati, serta memilih orang-orang yang
mengusung risalah dakwah.
3. Latihan untuk memimpin masyarakat menuju kebaikan, dan hendaknya di antara
bangsa-bangsa ini kita bergerak untuk menyadarkan, membimbing dan
mengarahkan mereka, serta mengenal kondisi dan problematika yang mereka
hadapi.
4. Berupaya untuk menyadarkan umat, menjelaskan kepada mereka tentang realita
kehidupan umat Islam, tentang apa yang sedang terjadi, tentang bahaya dan
konspirasi yang berada di sekeliling mereka, dan mengajarkan kepada mereka
bahwa Islam tidak rela terhadap pengecilan hak-hak kebebasan dan kemandirian,
termasuk tentang kejayaan dan panggilang jihad –walaupun mereka harus
memenuhinya dengan darah dan harta-, memberikan ruh optimisme dan
memerangi keputus-asaan dan kegagalan.
5. Fiqh (seni) menghadapi problematika dan batasan-batasannya
6. Fiqh (seni) menyampaikan amar ma’ruf nahi munkar
217
7. Menguasai fiqh jihad, yaitu:
a. Mengorbankan diri, harta dan waktu untuk mewujudkan cita-cita.
b. Gambaran-gambaran jihad yang berbeda-beda dan bagaimana
menjalankannya.
c. Senantiasa istishhab niyyatil Jihad (menyertakan niat jihad), kecintaan
terhadap mati syahid dan pengorbanan di jalan Allah.
d. Berupaya melahirkan mujahid-mujahid yang produktif dan bijak, yang bisa
mewujudkan keuntungan besar dengan pengorbanan yang sedikit.
e. Sikap kami terhadap kekerasan dan terorisme, adalah dirasah syar’iyyah
(tinjauan syariat), dan dirasah tarikhiyyah (tinjauan empiris).
f. Tidak melakukan sebuah aktivitas yang memberikan pengaruh yang
signifikakn, kecuali dengan izin.
8. Mengenal undang-undang perbaikan masyarakat, menjaga keseimbangan
ekosistem dan tidak melalaikannya.
Kesepuluh, Dalam aspek jamaah:
1. Menguasai fiqh syuro, baik teori, penerapan dan praktek:
a. Urgensi kelembagaan dakwah
b. Jauh dari dominasi perorangan
c. Adab dalam ikhtilaf
2. Penguasaan terhadap fiqh keputusan (nota-nota kesepahaman) dan batas-batas
setiap hubungan, baik dalam lingkup ukhuwah dan rasa cinta sesama aktivis
dakwah, yang seyogyanya bukan pertentangan dan permusuhan, maupun dalam
lingkup pandangan yang komprehensif dalam memperhatikan dan memahami
urusan-urusan dakwah.
3. Tsiqoh terhadap qiyadah dan taat kepadanya, mengenal secara sempurna dan
berkumpul di sekitarnya:
a. Selalu memiliki keterikatan hati dan amal dengan qiyadah.
b. Mengenal mereka
218
c. Memberikan nasehat dan masukan kepada qiyadah
d. Memposisikan qiyadah secara benar dan interaksi tarbiyah yang sempurna
dengannya, demi mewujudkan:
1. Posisi orang tua dalam ikatan hati
2. Posisi seorang guru dalam memberikan pengajaran ilmu.
3. Posisi seorang syaikh dalam aspek pendidikan rohani.
4. Posisi seorang pemimpin dalam menentukan kebijakan-kebijakan
politik secara umum dalam dakwah.
e. Hendaknya qiyadah memiliki hak memberikan keputusan antara
kemaslahatannya Pribadi dan kemaslahatan dakwah secara umum.
f. Hendaknya qiyadah memiliki rujukan dan evalusi
4. Mewujudkan batas-batas gerakan yang dibutuhkan:
a. Terwujudnya semangat keprajuritan yang terus menerus (kesiapan dan
kesiagaan), dimana seorang jundi dakwah senantiasa merasakan dirinya
sebagai prajurit yang berada di barak-barak militer yang sedang menunggu
perintah, apapun jenjang tarbiyahnya.
b. Menguasai adab-adab evaluasi dan komitmennya terhadap adab-adab
tersebut.
c. Dipercaya dalam menyampaikan, yaitu dengan kejujuran, amanah
terhadap perkataan, amanah dalam memindahkan –baik uang maupun
barang-, memurnikan diri dari syahwat.
d. Menguasai sarana-sarana tarbiyah dan penerapannya; kesiapan
meletakkan kondisi kesehariannya di bawah kondisi dakwah.
5. Fiqh dakwah dan batas-batas fiqh pelaksanaan, memilih pendukung dakwah dan
mentarbiyah mereka, dan melakukan aktivitas-aktivitas produktif.
6. Menjaga fiqh prioritas
7. Mengupayakan terwujudnya kemurnian jamaah dari ketergantungan terhadap
prinsip-prinsip, figuritas, dan organisasi tertentu, dan hendaknya ia komitmemn
terhadap timbangan dakwah dalam berinteraksi dan berhubungan dengan
masyarakat dan organisasi-organisasi lain.
219
8. Interaksi yang benar terhadap instruksi-instruksi qiyadah, yang terlihat dari hal-hal
berikut:
a. Cara menerima perintah dan melaksanakannya
b. Sam’an wa tha’atan, dalam keadaan giat maupun malas, dalam keadaan
sulit maupun mudah, selama perintah tersebut bukan kemaksiatan.
c. Segera menunaikan perintah
d. Menyampaikan nasehat dan mengerahkan kesungguhan untuk itu, sesuai
dengan arah perjalanannya yang benar.
e. Tidak ada tempat untuk keraguan, perdebatan, menjelek-jelekkan, saling
bantah, sungkan atau keraguan.
f. Menanamkan keyakinan bahwa pandangan dirinya berpeluang keliru dan
pandangan qiyadah adalah kebenaran dalam perkara-perkara ijtihadiyah,
yang tidak terdapat nash atau hukumnya. Tidak mengapa meminta
penjelasan terhadap sesuatu yang belum dipahami dengan tetap
mengedepankan semangat sam’an wa tha’atan.
Bab V
Membangun Keluarga Muslim
Membangun Keluarga Muslim
Urgensi Membangun Rumah Tangga
Rumah tangga adalah kawasan kedua pada tingkatan amal dan target-targetnya dalam
dakwah Ikhwan. Ia merupakan bagian dasar dari struktur bangunan masyarakat dan
perbaikannya. Tidak hanya karena peran rumah tangga dan seorang akh dalam
mendukung proyek-proyek dakwah, tapi juga karena keluarga merupakan batu pijakan
dasar yang orisinil yang tidak ada gantinya dalam membangun sebuah masyarakat.
220
Masyarakat tidak akan baik, kecuali dengan baiknya bangunan keluarga. Tidak pernah
tergambar bahwa terdapat sebuah masyarakat muslim yang mulia dan menegakkan
prinsip-prinsip Islam, sementara rumah tangga dan keluarganya lemah dan sangat jauh
dari indikasi dan gambaran masyarakat yang menerapkan manhaj Allah.
Imam Syahid berkata, “Apabila sudah terbangun keluarga yang shalih, maka umatpun
akan menjadi shalih, karena umat merupakan kumpulan keluarga. Dengan kata lain,
sesungguhnya keluarga adalah miniature umat, sementara umat adalah keluarga yang
besar.”257
Beliau juga berkata, “Kami menginginkan kebangkitan laki-laki dan perempuan secara
bersama-sama, mengumumkan adanya takaful dan emansipasi serta menetapkan tugas
masing-msing secara rinci.”258
“Untuk itu, kami juga memperhatikan kaum wanita sebagaimana perhatian kami
kepada kaum pria. Kami juga memperhatikan anak-anak sebagaimana perhatian kami
kepada pemuda.”259
Imam Syahid memberikan beberapa gambaran dalam pembentukan keluarga, yang
terus menerus ditingkatkan dari batas minimal hingga menjadi model yang diinginkan,
yakni dari; menghargai fikrahnya, hingga pembinaan kelaurga muslim teladan dalam
setiap aspek kehidupan.
Imam Syahid berkata, “Pembentukan kelurga muslim, yaitu dengan mengkondisikan
keluarga agar menghargai fikrahnya, menjaga etika Islam dalam setiap aktivitas
kehidupan rumah tangganya, memilih istri yang baik dan menjelaskan kepadanya hak
dan kewajibannya, mendidik anak-anak dan pembantunya dengan didikan yang baik,
serta membimbing mereka dengan prinsip-prinsip Islam.”260
257 Risalah: Da'watuna Fi Thaurin Jadid (Dakwah Kami di Zaman Baru), hal. 236258 Risalah: Baina l-Amsi wal Yaum (Antara Kemaren dan Hari ini), hal. 94259 Risalah: Ila al Syabab (Kepada Para Pemuda), hal. 177260 Risalah, Ta'alim (Risalah Ta'alim), hal. 360
221
Rumah tangga yang dimaksudkan adalah tidak hanya sebuah rumah tangga yang kecil
yang terdiri dari pasangan suami isteri serta anak-anak, namun ia lebih luas dan
mencakup seluruh anggota keluarga dan karib kerabat.
Dengan demikian, maka perhatian untuk membentuk rumah tangga muslim harus
diberikan sejak dini, yaitu dengan mempersiapkan setiap individu, baik laki-laki maupun
wanita, dan mempersiapkan mereka untuk membangun rumah tangga dan memilih istri
yang baik.
Urgensi Perbaikan Diri
Setiap individu adalah labinah dalam keluarga, memperbaikinya merupakan langkah
mendasar untuk memperbaiki rumah tangga. Imam Syahid berkata, “Perbaikan dalam
skala individu akan berpengaruh bagi perbaikan keluarga, karena keluarga merupakan
kumpulan individu. Jika anggota keluarga yang laki-laki shalih dan yang perempuan
shalihah –keduanya merupakan pilar keluarga- maka mereka akan bisa membangun
sebuah keluarga ideal, sesuai dengan model yang telah dituntunkan oleh secara
proporsional oleh Islam.”261
Dalam melakukan perbaikan untuk skala individu, Imam Syahid menyebutkan beberapa
hal yang harus dipenuhi dan dilaksanakan:
1. Perasaan dan nurani yang peka
2. Pandangan yang benar
3. Keinginan yang kuat
4. Tubuh yang sehat
5. Pengarahan yang benar untuk melaksanakan tugas dengan benar.
Imam Syahid menyebutkan 10 sifat –selain beberapa sisi lain dalam pembentukan
Pribadi- yang akan mewujudkan pribadi aktivis sekaligus pemikir dan anasir
produktivitas yang pemberani, yang memiliki keistimewaan dalam aspek-aspek
mendasar ini.
261 Risalah: Da'watuna Fi Thaurin Jadid (Dakwah Kami di Zaman Baru), hal. 236
222
Imam Syahid berkata, “Sesungguhnya, Islam menginginkan dalam diri setip mukmin
perasaan dan nurani yang peka, sehingga dapat membedakan antara kebaikan dan
keburukan. Islam juga menginginkan sebuah pandangan yang benar dalam memahami
sesuatu itu ‘benar’ atau ‘salah’, sebuah keinginan yang kuat yang tidak akan pernah
melemah dalam membela kebenaran, tubuh yang sehat yang siap mengemban berbagai
tugas kemanusiaan secara baik, dan menjadi perangkat yang layak untuk mewujudkan
cita-cita mulia, mampu mengegolkan misi kebenaran dan kebajikan.”262
Dan hal ini bisa diwujudkan dengan menerapkan manhaj Islam dalam aspek-aspek
berikut:
“Oleh karena itu, kami sangat menganjurkan kepada setiap akh agar beribadah
sebagaimana yang diperintahkan Allah untuk meningkatkan kualitas ruhiyahnya, belajar
apa saja yang memungkinkan dipelajari untuk memperluas cakrawala berpikirnya,
berakhlak Islami untuk menguatkan keinginannya, dan komitmen dengan tata aturan
Islam dalam hal makan, minum, dan tidur sehingga Allah senantiasa menjaganya dari
marabahaya.”
Kaidah-kaidah ini tidak hanya diperuntukkan bagi laki-laki dan meninggalkan kaum
wanita, melainkan keduanya memiliki kedudukan yang sama dalam pandangan Islam.
Oleh karena itu, ukhti muslimah –sebagaimana kami nasehatkan kepada al akh muslim-
hendaklah selalu dalam kehalusan nurani, keluasan cakrawala berpikir, kesempurnaan
akhlak, dan kesehatan badan.”263
Kaidah dan Tujuan Pembinaan keluarga Muslim
Imam Syahid menjelaskan tentang kaidah dan tujuan umum dalam pembentukan
keluarga muslim:
“Islam telah membimbing kita dalam membangun rumah tangga, (mulai dari memilih
calon pasangan hidup), dengan sebaik-baiknya bimbingan. Dia juga mengikat suami istri
dengan ikatan yang kokoh, menentukan hak dan kewajiban mereka, mewajibkan
mereka untuk menjaga buah pernikahan ini sampai matang tanpa cacat dan cela,
262 Ibid, hal. 235263 Ibid
223
mengantisipasi apa saja yang bisa menghadang kehidupan rumah tangga dari berbagai
problem secara tepat dan cermat, dan mengambil jalan pertengahan dalam setiap
permasalahan, tidak berlebihan dan tidak meremehkan.”264
Kita dapat meringkas target-target umum dan khusus dari pembentukan keluarga
muslim, sebagai berikut:
1. Komiten dengan prinsip-prinsip syariat dalam membangun rumah tangga
muslim, yang mencakup hal-hal berikut:
a. Membangun rumah tangga muslim dari pasangan suami istri yang muslim
dan shalih-shalihah.
b. Masing-masing pasangan menunaikan kewajiban dalam rumah tangga.
c. Satu sama lain bekerjasama dalam melaksanakan tugas masing-masing.
d. Berupaya untuk melahirkan dan menumbuhkan mawadah (rasa cinta) dan
rahmah, serta hubungan yang romantis di dalam keluarga.
e. Mampu menyelesaikan setiap persoalan keluarga dan konflik suami isteri
dengan baik.
2. Kemampuan ayah dalam memberikan tarbiyah dan pendidikan terhadap anak-
anak dan pembantu serta mengkondisikan mereka dengan nuansa keluarga yang
Islami:
a. Kaum ayah mampu menggunakan metode dan sarana-sarana tarbiyah yang
benar terhadap anak-anak.
b. Mampu berinteraksi dengan anak-anak secara baik di setiap fase
pertumbuhan mereka, dengan tetap menjaga karakteristik setiap fase
pertumbuhan anak (Sejak dilahirkan - masa menyusui – Anak usia dini –
balita – dan remaja).
c. Mampu mengatasi problematika yang ditemui selama mendidik anak-anak.
d. Membentuk kepribadian muslim yang paripurna, yaitu melalui target-
target dan prosedur khusus berikut:
1. Mewujudkan 10 sifat dalam setiap masa pertumbuhan Salimul
Akidah (bersih akidahnya), shahihul Ibadah (benar ibadahnya),
264 ibid
224
Matinul Khulq (Kokoh akhlaknya), Qawiyyul Jismi (memiliki fisik
yang kuat), Mutsaqqaful Fikr (berwawasan pemikirannya), Qadirun
Alal Kasbi (mampu berekonomi), Munazhamun fi Syu’unihi
(terorganisir seluruh urusannya), Harishun Ala waqtihi (Cermat
mengatur waktunya), Mujahidun Linasihi (kuat kesungguhan
jiwanya), Nafi’un Li Ghairihi (Bermanfaat bagi selainnya).
2. Komitmen dengan norma dan adab-adab Islam dalam setiap aspek
kehidupan. Seperti ketika makan, minum, tidur, meminta izin,
berbicara, bercanda, memberikan nasehat, zikir, kebersihan,
menutup aurat atau berhijab, menghormati yang tua, menyayangi
yang muda, lembut terhadap hewan, serta norma-norma sosial
penting yang lain.
3. Membiasakannya untuk mencintai Allah dan rasul-Nya, mengenal
nikmat-nikmat Allah, mencintai Rasulullah Saw. dan senantiasa
bershalawat kepadanya, mencintai shalat dan senantiasa
menunaikannya, memiliki keterikatan dengan Al Quran dan selalu
menjaganya. Pembangunan rasa cinta dan hubungan yang baik ini
sangat penting, agar penerapan dan pelaksanaannya selalu benar.
4. Membangun sifat mawas diri
5. Membiasakannya untuk selallu menyukai kebaikan (kemuliaan),
dan membenci kehinaan, membangun timbangan yang benar
untuk membedakan antara yang baik dan salah, serta membentuk
standar akhlak dan budi pekerti yang luhur.
6. Mengutamakan pemberian model dan qudwah
7. Membiasakan permainan yang bermanfaat dan produktif.
8. Menumbuhkan ruh keberanian, vitalitas, kesungguhan, kesabaran
dan disiplin dalam permainan olahraga yang bermanfaat.
9. Memperhatikan aspek-aspek pendidikan, psikologi, kesehatan dan
pertumbuhan anak-anak, serta mewujudkan keselamatan dalam
skala minimal, berprestasi dan istimewa sebagai target.
10. Menyadarkan dan memproteksi anak-anak dari khurafat dan
kebohongan-kebohongan terhadap Islam.
225
11. Menanamkan loyalitas terhadap Islam, bangga Islam dan
peradabannya, mengenal kontribusi yang diberikan Islam kepada
dunia, dan bangga dengan bahasa Arab dan kemahiran
menggunakannya.
e. Menggali dan mengembangkan potensi yang dimilikinya, serta memberikan
keahlian tertentu, seperti, komputer, membaca, dan riset ilmiah.
Menyalurkan bakat dan kemampuannya, mempelajari beberapa bahasa
asing, dll.
f. Mengenalkan kebutuhan-kebutuhan pokok manusia, dan menjaga
keseimbangan antara dorongan syahwat dengan pemahaman Islam.
g. Mengajarkannya beberapa keahlian dan profesi tertentu, agar bisa
dimanfaatkan sebagai sarana untuk mandiri secara ekonomi.
3. Terlaksananya rukun-rukun rumah tangga antara anggotanya; Ta’aruf, tafahum
dan takaful, dan hendaknya bersama-sama mewujudkan persatuan, keterikatan
dan kesepahaman.
4. Menjalankan peran sosial rumah tangga:
a. Interaksi yang baik dengan anggota keluarga, karib kerabat dan tetangga
dengan mengenal hak-hak mereka serta menunaikannya, takaful dan
jalinan hubungan yang baik dengan mereka (suami istri berupaya
menunaikan kewajiban tersebut).
b. Mengkondisikan keluarga agar menghargai fikrahnya
c. Menjaga etika Islam dalam setiap aktivitas kehidupan rumah tangganya.
d. Adapun terhadap anak-anak, maka hendaklah mereka dididik untuk untuk
menjalankan peran sosial mereka di masyarakat, dan hal itu tercakup
dalam beberapa hal berikut:
1. Melatih dan mengajarkan mereka bagaimana menjalin hubungan
baik dengan orang lain. Baik dengan orangtua, saudari wanitanya,
karib kerabat, tetangga, teman-temannya, yang tua dan yang
muda.
2. Selalu bersikap positif dalam berhubungan dengan masyarakat:
226
a. Melatih dan mengajaknya untuk melakukan perbaikan di
masyarakat sesuai dengan kemampuannya.
b. Mengajarkannya adab-adab melaksanakan amar ma’ruf nahi
munkar.
c. Ikut serta dalam melakukan kebaikan dan aktivitas sosial.
d. Memiliki perhatian terhadap negerinya, perkembangan, dan
kemajuannya, serta kemampuan berinterkasi dengan
problematikanya sesuai dengan pandangan Islam.
4. Mengenal ragam tipikal manusia, serta peran laki-laki dan wanita
dalam kehidupan, hubungan antara keduanya, dan hubungannya
dengan seluruh anak manusia di dunia.
5. Mempelajari norma-norma hubungan dan kerjasama sosial serta
metode yang benar dalam interaksi dengan orang lain.
6. Memiliki kemampuan dalam interaksi dengan masyarakat dan
seluruh instansinya, melalui sarana-sarana dan maslahat kehidupan.
Seperti menguasai keahlian-keahlian yang dibutuhkan untuk itu;
kemampuan bahasa, hadits, khutbah, internet, managemen,
kekonstitusian, undang-undang, dll.
7. Mempersiapkan diri untuk kepentingan masa depan, seperti
persiapan menjadi seorang ayah, ibu rumah tangga, dan
kepribadian yang mampu berdikari, dan menekuni profesi tertentu
yang bermanfaat. Kita juga memperhatikan pendidikan anak-anak
perempuan agar mereka memiliki kemahiran yang mereka
butuhkan nanti dalam menjalankan peran sebagai ibu rumah
tangga, problematika keluarga, ilmu kesehatan, serta apa saja yang
ia butuhkan untuk hal itu, begitupula halnya dengan anak laki-laki,
maka mereka juga harus dididik agar siap menunaikan kewajiban
mereka sebagai kepala rumah tangga, bekerjasama dengan kaum
wanita.
227
8. Mewujudkan hubungan antara keluarga dan umat Islam secara
umum, bangga dengan sejarah dan peradabannya, yang peka dan
segenap problematika dan permasalahannya.
5. Memberikan perhatian yang besar terhadap peran wanita, tarbiyah dan
pembinaannya:
Hendaknya ia menjalankan perannya yang penting dalam menyiapkan generasi
yang kuat dan membangun keluarga muslim, begitupula perannya di tengah
masyarakat, hubungannya dengan umat Islam, dan hendaknya kaum wanita
mendapatkan semua hak-haknya, baik partisipasi politik, pendidikan, ekonomi,
sosial dan lain-lain.
Kaum wanita juga tidak boleh menerima perlakukan kasar dan kekerasan, dan
hendaknya mereka mendapatkan bantuan dan dukungan dalam mewujudkan
keseimbangan terhadap perannya di segenap aspek.
Imam Syahid telah mendirikan sebuah divisi akhwat muslimat, hal ini menunjukkan
besarnya perhatian beliau terhadap pembinaan dan kemajuan kaum wanita, serta
dalam menjalankan peran mereka terhadap keluarga dan dakwah.
6. Keluarga yang mampu mengatur kehidupan ekonomi rumah tangga:
a. Mewujudkan keluarga yang produktif, dan mendorong usaha-usaha
mandiri dalam rumah tangga.
b. Mengurangi budaya dan fenomena konsumtif yang berlebihan, memerangi
pemborosan dan kebiasaan berhutang, kecuali pada kondisi-kondidi
darurat.
c. Menjaga keseimbangan ekonomi keluarga dan cermat dalam mengelola
dan memanage keuangan.
d. Memanfaatkan pengalaman-pengalaman keluarga yang sukses serta saling
membantu antar keluarga.
7. Melindungi keluarga dari unsur-unsur perusak, baik dari dalam maupun dari luar.
228
8. Berpartisipasi dalam dakwah untuk agama Allah, mempersiapkan keluarga agar
mampu memikul beban dakwah dan sabar di atas jalannya.
9. Hendaknya keluarga –dengan seluruh anggotanya- memberikan kontribusi
sebagai warga Negara:
(Terutama bagi keluarga besar), maka hendaknya ia mampu berinteraksi dengan
problematika keumatan, menjaga kemandiriannya, kemajuan, serta nilai-nilai
kebebasan, keadilan dan persamaan hak.
Hal ini dilakukan dengan tetap memperhatikan penahapan dalam menerapkan
target-target ini, melalui beberapa jenjang yang berbeda-beda. Maka kami
memulainya dengan yang paling mudah dan dengan metode yang sederhana,
kemudian secara perlahan-lahan bertambah dalam dan luas.
Proyek pembentukan keluarga muslim, bukanlah semata proyek mata kuliah yang
bisa dibaca oleh anggota keluarga, dan bukan pula jadwal pelajaran, namun ia
adalah sebuah kehidupan dan praktek nyata terhadap semua aspek Islam yang
beragam, serta kerja keras untuk mewujudkan rumah tangga muslim yang ideal.
Proyek ini juga tidak terbatas pada rumah tangga Ikhwan saja -walaupun ini
merupakan dasar utama proyek ini-, namun untuk seluruh rumah tangga di
masyarakat, yaitu dengan menggunakan program-program yang variatif dan
publikasi yang baik dan terarah, memberikan contoh nyata model rumah tangga
muslim ideal, studi problematika rumah tangga dan solusi-solusinya,
memanfaatkan hari-hari besar Islam dan kegiatan-kegiatan publik dalam
memperbaiki perspektif masyarakat, menyalurkan pengaruh-pengaruh dakwah,
perhatian yang besar terhadap keberadaan basis-basis dakwah di dalam setiap
keluarga, yang akan memainkan perannya melalui pengarahan dan bimbingan yang
benar, dan basis-basis dakwah ini bisa jadi adalah salah satu anggota keluarga.
Termasuk hal yang penting dalam hal ini adalah menghidupkan nuansa takaful dan
tolong-menolong antar keluarga dan rumah tangga, dan hendaknya sebuah
keluarga muslim menjadi basis dakwah dalam himpunan keluarga yang besar. Kita
juga dituntut untuk memberikan perhatian yang besar terhadap pembinaan
229
pemuda, baik laki-laki dan wanita dalam membentuk keluarga muslim, serta
membantu mereka untuk memilih pasangan hidup yang sesuai dan baik.
Sebuah rumah tangga muslim tidak menyendiri dalam sebuah komunitas dan
terpisah dari problematika dan permasalahan masyarakat. Keluarga dan
masyarakat saling memberikan pengaruh satu sama lain. Oleh karena itu, kami
selalu berupaya untuk mendapatkan hasil final yang positif, baik dalam pembinaan
keluarga maupun masyarakat. Permasalahan tidak akan dapat diselesaikan dengan
menutup diri, namun ia hanya bisa diselesaikan dengan kepekaan dan tanggapan
positif. Seluruh sarana yang ada di masyarakat, dapat dimanfaatkan untuk
kemaslahatan keluarga, dan memberikan pengaruh positif seperti yang
diharapkan, jika kita mampu memanfaatkan dan mengoptimalkannya.
Bab VI
Bekerja Bersama Masyarakat
Bekerja Bersama Masyarakat
Manhaj Islam dalam Membangun Masyarakat
Manhaj Islam dalam membangun masyarakat dan menjaga keselamatannya, adalah
sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Syahid berdasarkan kepada nilai-nilai yang
telah ditetapkan, diantara:
a. Mencegah dari permasalahan dan sebab-sebab kehancuran
230
b. Mendeteksi penyakit-penyakit sosial di masyarakat dari akarnya, dengan
keyakinan bahwa setiap permasalahan yang didera ada obatnya.
c. Menjadikan asas kesembuhan dan obat pertama dalam setiap perbaikan
masyarakat adalah shalihnya jiwa dan eratnya ikatan sosial antar anggota
masyarakat.
d. Mencegah kesulitan, dan yang mengarah kepada kesukaran.
e. Meletakkan kaidah-kaidah umum yang global, tanpa meninggalkan kaidah-
kaidah rinci.
f. Islam menetapkan metode penerapan
g. Dakwah dilakukan dengan penuh hikmah, nasehat kepada kebenaran, dan
penerapan yang baik, sehingga dapat menyentuh semua umat manusia.
Imam Syahid berkata, “Setelah meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat,
Islam berupaya mengantisipasi berbagai macam problematika sosial. Pertama, yang disodorkan
oleh Islam adalah upaya-upaya preventif (pencegahan) terhadap hal-hal yang menyebabkan
timbulnya masalah. Terhadap masalah-masalah yang terlanjur muncul, Islam juga memberikan
jalan keluar yang bersifat kuratif (pengobatan). Tidak ada permasalahan yang tak ada jalan
keluarnya menurut Islam. Setiap penyakit pasti ada obatnya. Obat pertama dalam setiap
perbaikan masyarakat adalah shalihnya jiwa dan eratnya ikatan sosial antar anggota
masyarakat.
Islam melingkupi semuanya. Ia tidak mengajak manusia meniti jalan kesulitan, dan
yang mengarah kepada kesukaran. Islam menghendaki kemudahan bukannya kesulitan. Islam
meletakkan kaidah yang bersifat global tanpa meninggalkan hal-hal yang berifat rinci, sekaligus
menjelaskan cara-cara penerapannya. Islam juga memerintahkan zaman dan waktu untuk
menjalankan perannya. Oleh karena itu, Islam merupakan syariat yang sesuai dengan dimensi
ruang dan waktu. Penyebaran dakwahpun harus sampai menyentuh semua kalangan manusia,
sehingga terwujudlah apa yang difirmankan oleh Allah,
Artinya:
“Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
semesta alam.” (Q.S Al Anbiya: 107)
231
Jika keyakinan terhadap apa yang kami paparkan di atas mulai menguat dan
menuju pencapaian hasil yang telah kami gariskan –sehingga sistem Islam yang terkait dengan
individu, keluarga, dan masyarakat terlaksana-, maka risalahpun akan sampai ke setiap telinga
dan hati manusia. Hal itu berarti fikrah kami telah diterima masyarakat, dan dakwah kami
mendapat sambutan dari umat.”265
Sebagaimana Imam Syahid juga menjelaskan tentang ikatan dan hubungan antara
anggota masyarakat, yang berdiri di atas prinsip-prinsip ini dalam Islam:
1. Ikatan ukhuwah dan cinta antara anggota masyarakat, dan Islam telah
menghilangkan seluruh anasir yang dapat melemahkan ikatan ini.
2. Batas-batas hak dan kewajiban antara anggota masyarakat.
3. Menjelaskan tentang peran pemerintah dan yang diperintah.
4. Menetapkan batasan-batasan muamalah dan interaksi umum dengan
sangat jelas.
5. Menetapkan standar keutamaan di masyarakat serta persamaan hak di
hadapan hukum.
6. Menetapkan batas-batas hubungan antara Negara, hak dan kewajiban
masing-masing, oleh karena itu Islam juga menjelaskan tentang kaidah-
kaidah hubungan luar negeri.
7. Menjadikan prinsip dasar hubungan umat Islam dengan umat-umat yang
lain adalah Dakwah, kerjasama dalam kebaikan dan kebajikan, serta
solidaritas sosial antara anak manusia.
Imam Syahid berkata, “Islam telah memberi tuntunan kepada umat ini berupa kaidah
hubungan sosial untuk mewujudkan kesejahteraan. Islam pun mengikat antar individu dalam
umat ini dengan ikatan ukhuwah dan menjadikannya sebagai konsekuensi dari keimanan yang
tertanam dalam dada mereka. Setiap mukmin harus senantiasa meningkatkan kualitas ukhuwah
ini menuju terwujudnya mahabbah (saling mencintai), bahkan sampai pada itsar
(mendahulukan kepentingan saudaranya), serta mengikis habis apa saja yang bisa
memporakporandakan ikatan ini. Islam juga menentukan hak dan kewajiban setiap anggota
265 Risalah: Da'watuna Fi Thaurin Jadid (Dakwah Kami di Zaman Baru), hal. 237
232
masyarakat. Seorang bapak dalam rumah tangga mempunyai hak dan kewajiban tertentu,
demikian juga ibu, anak, dan kerabatnya.
Dalam kehidupan bernegara, Islam memerinci tugas, kewajiban, serta hak penguasa dan
rakyatnya secara cermat. Ia menjelaskan pola interaksi antar pihak secara detail, dengan tidak
menjadikan yang satu lebih utama dari yang lain, kecuali oleh takwanya. Islam juga tidak
melebihkan pemimpin dengan yang dipimpin, atau majikan dengan budaknya. Semua manusia
di sisi Allah sama derajatnya, layaknya gigi sisir yang sama rata. Yang membedakan antara satu
dengan yang lain adalah ketakwaan dan amal shalihnya. Islam juga menggariskan tata aturan
dalam hubungan antar bangsa, menjelaskan hak dan kewajibannya masing-masing, sampai
masalah yang sekecil-kecilnya.266
Urgensi Bekerja Bersama dengan masyarakat
Bersinergi dengan masyarakat untuk membentuk sebuah masyarakat muslim dalam
tampilan dan shibghahnya, mencakup semua elemen masyarakat, strata dan kelompok-
kelompoknya, biak laki-laki maupun wanita, remaja, anak-anak, pelajar, dewasa dan orangtua.
Pembentukan Pribadi muslim dan rumah tangga muslim merupakan unsur mendasar
dalam pembentukan masyarakat muslim, termasuk gerakan dakwah di dalamnya, keduanya
tidak mungkin dipisahkan.
Imam Syahid menetapkan target dan aspek-aspek perbaikan secara gradual di
masyarakat, dan hal ini dengan pengetahun yang mendalam bahwa: Perubahan secara total
terhadap masyarakat, membutuhkan kecenderungan penguasa terhadap Islam dan syariatnya,
dan ini merupakan fase perbaikan selanjutnya, namun ini tidak menghentikan proyek perbaikan
di masyarakat, menyampaikan nasehat dan mensosialisasikan manhaj-manhaj Islam dalam
setiap aspek kehidupan masyarakat, di terus diserukan kepada penguasa dalam berbagai
tingkatannya.267
266 Ibid, hal. 236267 Lihat: Risalah: Nahwa an Nur (Menuju Cahaya)
233
Imam Syahid berkata, “JIka tujuan-tujuan ini –perbaikan individu dan masyarakat
muslim- tidak bisa diwujudkakn kecuali di bawah naungan sebuah pemerintah yang shalih,
maka kalian harus menuntut dengan hak Islam untuk mendirikan sebuah pemerintah yang
memperhatikan prinsip, nilai-nilai dan ajaran Islam.”
Ikhwanul Muslimin menyampaikan program-program perbaikan kepada pemerintah
yang berkuasa, dengan tujuan membantu mereka dalam merealisasikan aspirasi Ikhwan, namun
hal ini harus tetap berada dalam koridor syariat, sehingga mereka tidak ikut serta dalam
melakukan kemungkaran dengan dalih politik.
Sebagaimana yang disampaikan Ikhwanul Muslimin kepada pemerintah dengan
lisannya, dan dengan tetap menjaga adab dan upaya untuk menarik hati. Karena konsep
perbaikan ini juga kadang-kadang disampaikan kepada masyarakat nonmuslim, maka adab dan
seni penyampaian juga harus dijaga dan tanpa perasaan rendah diri sebagaimana yang
diajarkan Islam.268
Walaupun tidak mendapat sambutan baik dari pemerintah yang berkuasa, Ikhwan tetap
akan memberikan nasehat, hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Syahid, “Walaupun
demikian, kami tetap akan berada pada posisi orang-orang yang memberi nasehat, sehingga
Allah membukakan kebenaran antara kami dan kaum kami dan sesungguhnya Allah adalah
Sebaik-baiknya pembuka (pemberi kemenangan).”269
Oleh karena itu perbaikan masyarakat dan menshibghahnya dengan shibghah Islam
merupakan sebuah kemestian, terpenuhinya aspek-aspek akhlak dan norma-norma dakwah
yang diinginkan, berkumpulnya dalam barisan dakwah dan syariat Islam serta dan memintanya.
Maka adalah sebuah keharusan menyiapkan dan mentarbiyah bangsa dan anggota
masyarakat, sehingga tiba masanya terbentuk sebuah pemerintah Islam.
268 Muzakkirat Da'wah wa Da'iyah Lil Imam al Syahid Hasan (Memoar Hasan Al Banna)269 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal. 214
234
Imam Syahid berkata, “Tidak ada kebangkitan umat tanpa di dasari akhlak, jika suatu
umat mampu mengokohkan semangat jihad dan pengorbanan, mampu mengekang dorongan
hawa nafsu dan syahwatnya, maka ia mampu menjemput kemenangan.”270
Imam Syahid juga menjelaskan tentang penyakit yang didera oleh masyarakat,
“Dekadensi moral, hilangnya standar nilai yang agung, mendahulukan kepentingan Pribadi di
atas kepentingan umum, bersikap pengecut dan takut menghadapi kenyataan, lari dari
persoalan dan tidak berusaha untuk mengantisipasinya, serta perpecahan –semoga Allah
menghancurkannya-. Inilah penyakitnya dan obatnya adalah dengan satu kalimat saja, yang
merupakan lawan dari sifat-sifat buruk ini, yakni perbaikan jiwa. Upaya yang harus kita tempuh
tidak lain adalah mengobati jiwa manusia dan meluruskan moral bangsa.
Artinya:
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, Dan Sesungguhnya
merugilah orang yang mengotorinya. (Q.S Al Syams: 9-10)271
Tentang metode dan manhaj perbaikan, Imam Syahid berkata, “Prilaku buruk dan
fenomena kehidupan tidak Islami telah merajalela dalam kehidupan kita, sehingga seorang da’I
membutuhkan kekuatan dan kesadaran yang luarbiasa, serta mencari tampilan-tampilan
keIslaman diantara aliran yang menghanyutkan ini.
Bersinergi dengan masyarakat dalam upaya mempersiapkan dan mentarbiyahnya, tidak
semata-mata merupakan tahapan pertama untuk memudahkan berdirinya Negara Islam, namun
ia adalah proyek yang berkesinambungan dan terus-menerus untuk membangun kebangkitan
umat, ia tidak berhenti dan mengendor hanya dengan berdirinya Negara, namun ia adalah jalan
panjang dari proyek tarbiyah dan menyempurnakan kebangkitan umat.
Imam Syahid berkata, “Setiap umat memiliki wajah kehidupan sosial yang dengan sadar
diayomi oleh pemerintah, diatur oleh sistem hukum, dan dilindungi oleh penguasa. Maka
270 Muzakkirat Da'wah wa Da'iyah Lil Imam al Syahid Hasan (Memoar Hasan Al Banna), hal. 157271 Risalah, Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal. 152
235
bangsa-bangsa Islam di Timur harus menjadikan seluruh rangkaian fenomena kehidupan sosial
itu sejalan dengan etika dan ajaran Islam.272
Imam Syahid menjelaskan tentang tarbiyah secara lebih mendalam dengan mengatakan,
“Hendaknya tarbiyah menjadi penopang utama kebangkitan, maka yang pertama adalah umat
mendapatkan tarbiyah dan memahami haknya secara sempurna, lalu mempelajari metode
untuk mendapatkan hak-hak tersebut, kemudian ditarbiyah untuk meyakininya, dan
menyebarkan kekuatan iman di hatinya. Dalam ungkapan yang lain, ia belajar manhaj
kebangkitan secara teori, praktek dan spirit.
Untuk mewujudkan hal ini dibutuhkan waktu yang sangat panjang; karena ia adalah
manhaj yang dipelajari oleh umat, maka umat harus menanamnya dengan penuh kesabaran,
kesulitan, dan perjuangan yang panjang, dan setiap umat yang berupaya melanggar batas-
batas tabiat tersebut maka ia tidak akan mendapatkan apa-apa.”
Oleh karena itu, ada dua hal yang harus dipenuhi, yakni manhaj dan kepemimpinan.
Adapun manhaj; maka materi-materinya harus sedikit sesuai dengan kemampuan, bisa
dipraktekkan, dan hasilnya dapat dirasakan langsung, walaupun sedikit.
Adapun kepemimpinan; maka harus dipilih dan ditentukan secara cermat, hingga ketika
sampai pada tahap tsiqah ia ditaati dan didukung, ia juga harus merupakan pemimpin yang
dididik untuk menjadi pemimpin, bukan pemimpin yang diciptakan oleh kondisi darurat, atau
dilahirkan oleh peristiwa, atau menjadi pemimpin karena tidak adanya pemimpin.” 273
Dalam menetapkan langkah-langkah dakwah, Imam Syahid menghindari bahaya dan
ketergelinciran yang pernah dilakukan oleh orang-orang terdahulu, beliau menjelaskan hal ini
dengan mengatakan, “Saya mencatat bahwa kita memiliki watak-watak tergesa-gesa dan mudah
terpengaruh serta emosional. Juga watak-watak yang lain, baik sosial maupun nonsosial, yang
272 Risalah: Ila Ayyi Syai'in Nad'unnas (Kepada Apa Kita Menyeru Manusia), hal. 48273 Muzakkirat Da'wah wa Da'iyah Lil Imam al Syahid Hasan (Memoar Hasan Al Banna).
236
menjadikan kebangkitan kita akan terjadi secara tiba-tiba dan langsung menguat seiring dengan
kuatnya pengaruh waktu, lalu menurun dan akhirnya lenyap seperti tak terjadi apa-apa.
Jika saja tujuan perjuangan kita dipahami orang banyak, saya masih yakin akan adanya
dua faktor yang menyertai pemahaman tersebut. Pertama, sarana-sarananya tidak dikenal dan
tidak tertentu, bahkan mungkin dipahami secara kontradiktif oleh masing-masing mereka dan
kita tidak merasakannya. Kedua, terputusnya hubungan secara total antara generasi pendahulu
dan generasi penerus. Mungkin generasi pendahulu telah sampai di pertengahan jalan, namun
generasi berikutnya tidak meneruskannya estafeta perjuangan tersebut, karena putusnya
hubungan antara keduanya. Lalu generasi penerus memulai kembali dari awal, terkadang
mereka bisa mencapai hasil sebagaimana yang dicapai oleh pendahulunya, namun juga
terkadang kurang darinya atau bisa juga lebih banyak. Yang jelas, umat tidak pernah sampai
kepada tujuan akhir, karena umur individual itu sangat terbatas bila dibanding dengan usia
kebangkitan dan umur umat. Kalau kita berpikir bahwa satu orang dapat mewujudkan seluruh
keinginan umat, maka itu adalah khayalan dan tipuan emosi belaka. Setiap aktivis harus
menurunkan kadar emosinya agar ia bisa mengambil manfaat dari apa yang dikerjakan
pendahulunya.
Imam Syahid berkata, “Oleh karena itu, Ikhwanul Muslimin menyerukan bahwa bahwa
asas yang menjadi tumpuan kebangkitan kita adalah ‘Tauhid’, yakni mengesakan Allah sebagai
satu-satunya sesembahan, dan juga menyatukan segala fenomena kehidupan dalam diri bangsa
ini di atas asas Islam dengan segenap kaidahnya.”274
Beliau juga berkata, “Kami berharap semoga Mesir kembali kepada ajaran dan prinsip-
prinsip Islam, bersandar padanya dan membangun sebuah peradaban baru. Tidak mengapa
umat Islam mengambil nilai-nilai kebaikan dari manapun, tidak ada larangan bagi kita untuk
mengambil hal-hal yang bermanfaat dari orang lain dan menerapkannya, selama sesuai dengan
kaidah-kaidah agama, norma kehidupan dan kebutuhan masyarakat kita.”275
Poros-poros Sinergisitas kerja dengan masyarakat
274 Risalah: Da'watuna Fi Thaurin Jadid (Dakwah Kami di Zaman Baru), hal. 239275 Ibid
237
Sinergisitas dengan masyarakat muslim berada dalam tiga poros berikut–yang masing-
masing poros menyokong satu sama lain-:
1. Membangkitkan keimanan dan memperbaharui ruh
Ini merupakan asas pijakan sebelum membicarakan tentang apapun, perubahan atau
prilaku. Makna keimanan harus benar-benar tertanam terlebih dahulu, ia dihimpun
oleh keindahan ayat-ayat Al Quran, keagungan Islam dan petunjuk Rasulullah Saw.,
kebangkitan iman ini kemudian diiringi dengan komitmen ibadah dan keyakinan
terhadap rukun-rukun Islam serta menjalankan kewajiban-kewajibannya.
2. Menyadarkan masyarakat dan mentarbiyahnya (baik prilaku, akhlak, keilmuan dan
politik), serta terwujudnya sikap positif di tengah-tengah mereka.
3. Menyebarkan dakwah dan prinsip-prinsipnya, serta mendapatkan pendukung.
Asas-asas Utama Perbaikan Sosial
Imam Syahid meringkas dasar-dasar perbaikan sosial secara sempurna, seperti yang
dibawa oleh Islam, sebagaimana berikut276:
1. Rabbaniyah (berprinsip ketuhanan);
2. Ketinggian kualitas jiwa manusia;
3. Penegasan terhadap keyakinan akan adanya jaza’ (balasan) atas setiap amal;
4. Deklarasi ukhuwan antar sesama manusia
5. Bangkitnya laki-laki dan wanita secara bersama-sama, mengumumkan adanya
takaful dan emansipasi serta menetapkan tugas masing-masing secara rinci;
6. Jaminan kepada masyarakat akan adanya hidup, pemilikan, lapangan kerja,
kesehatan, kebebasan, pengajaran dan keamanan bagi setiap individu, serta
menentukan sumber-sumber penghasilan;
7. Penentuan dua macam gharizah (kecenderungan); kecenderungan untuk
memelihara jiwa dan memelihara keturunan serta mengatur berbagai tuntutan
yang terkait dengan makanan dan pemenuhan kebutuhan seksual;
8. Tegas dalam memerangi berbagai tindak criminal dan pelanggaran hak-hak
asasi manusia;
9. Penegasan akan pentingnya wihdatul umat dan mengikis habis semua bentuk
perpecahan;
276 Risalah Pergerakan, Antara Kemaren dan Hari ini
238
10. Mewajibkan umat untuk berjihad memperjuangkan prinsip-prinsip al haq yang
digariskan oleh sistem ini;
11. Menjadikan daulah sebagai sarana sebagai sarana bagi perwujudan dan
pemeliharaan fikrah, bertanggungjawab mewujudkan sasaran-sasarannya di
masyarakat dan mentransformasikannya kepada sekalian manusia.
Tahapan-tahapan amal sosial dan titik tolaknya:
Peluang dan lahan amal bersama dengan masyarakat semakin luas dan berjenjang, yang
mencakup pelbagai aspek kehidupan masyarakat, dan hal itu dilakukan sesuai dengan kondisi
dan peluang yang memungkinkan bagi dakwah dan aktivis dakwah.
Jamaah ini, eksistensi dan titik tolak sosialnya tidak berlandaskan kepada undanga-
undang, legalitas pemerintah atau anugerah dari orang lain, namun landasannya bertitik tolak
dari dakwah dan eksistensinya yang nyata dan rill di masyarakat. Maka pengaruh sosial yang
sudah dibangun oleh dakwah tidak mungkin bisa dihentikan atau ditekan oleh undang-undang.
Sesungguhnya dakwah akan menghadapi kendalan dan tantangan ini dengan penuh kesabaran
dan kebijakan.
Dalam tataran aktivitas sosial, atau perjuangan konstitusi (sebagaimana namanya yang
diberikan Imam Syahid), maka mencakup tiga jenjang atau aspek di masyarakat:
1. Dalam aspek individual; yakni dengan menggerakkan para aktivis jamaah
untuk melakukan dakwah dan berbaur dengan anggota masyarakat dalam
kehidupan dan kondisi yang mereka hadapi. Jadi, dimanapun ada seorang
muslim, maka dakwah akan bergerak bersamanya. Dakwah akan
mendidiknya agar melakukan gerakan sosial di masyarakat, mewarnai
mereka dengan perkataan dan perbuatan, serta menjadi model teladan
bagi dakwah.
2. Membentuk perkumpulan-perkumpulan, lembaga, club-club, serta simpul-
simpul sosial yang memberikan andil terhadap kebaikan dan kebajikan,
menyebarkan pemahaman dan adab-adab Islam di dalam masyarakat.
Untuk melakukan hal ini, dakwah meminta bantuan dan memanfaatkan
orang-orang ikhlas dari anggota masyarakat dan para simpatisan, yang
239
dalam pembentukannya tetap menggunakan prosedur undang-undang
yang berlaku di masyarakat.
Wadah-wadah sosial ini berbentuk lembaga-lembaga yang beragam, yang
melakukan aktivitas sosial dan amal kebaikan yang beraneka ragam pula,
dan tidak mesti harus menggunakan label nama Ikhwanul Muslimin.
Karena bisa jadi ia menggunakan nama-nama dan label yang beraneka
ragam sesuai dengan karakter undang-undang dan kegiatan yang berlaku.
Imam Syahid menegaskan hal ini dengan mengatakan, “Tidak menjadi
sebuah kemestian sebuah gerakan dakwah dinamakan dengan Jam’iyyah
Ikhwanul Muslimin, karena kami tidak bertujuan selain untuk perbaikan
diri dan menghaluskan jiwa. Maka boleh saja dakwah itu berupa sekolah-
sekolah al Anshor, ma’ahid-ma’ahid (pondok-pondok) Hurra, atau club-club
perkenalan.”277
3. Berakivitas di lembaga-lembaga dan yayasan yang ada di masyarakat, baik
di bidang ekonomi, sosial, pendidikan, politik, profesi, eksekutif, dll.
Lalu dilakukan usaha penyampaian dakwah dan manhaj-manhaj perbaikan
ke segenap lembaga dan yayasan-yayasan tersebut, mencari pendukung,
masuk kedalamnya dan menyebarkan tokoh-tokoh dakwah dalam berbagai
aspek, dengan tetap menjunjung tinggi undang-undang dan konstitusi yang
berlaku di masyarakat.
Sebagai contoh; aktivitas-aktivitas di yayasan-yayasan kemasyarakatan,
partisipasi politik dalam pemilu, asosiasi, lembaga-lembaga dan
perhimpunan, sebagai anggota dewan perwakilan rakyat (DPR), lembaga-
lembaga pengawasan, dll.
Sifat dan Karakteristik Amal bersama masyarakat277 Muzakkirat Da'wah wa Da'iyah Lil Imam al Syahid Hasan (Memoar Hasan Al Banna, hal. 152
240
Aktivitas umum dalam dakwah bersama masyarakat memiliki sifat dan karakteristik
sendiri, yang senantiasa dijaga oleh dakwah dan diajarkan kepada kader-kadernya. Hal itu
mencakup:
1. Ruh mencintai mayarakat dan menginginkan kebaikan untuk mereka:
Hendaknya ruh itu benar-benar yang mendominasi dan mendorong dalam setiap
aktivitas dakwah terhadap masyarakat. Sebagaimana perkataan Imam Syahid, “Kami
berharap agar kaum kami mengetahui, bahwa mereka sangat kami cintai lebih dari
diri kami sendiri, betapa kami mencintai dapat memberikan pengorbanan untuk
kemuliaan mereka jika hal itu dibutuhkan.”
Hal ini tiada lain adalah karena kepekaan yang telah meluluhkan dan menguasai
seluruh perasaan kami.
Sungguh sangat luarbiasa bagi kami menyaksikan apa yang dialami oleh kaum
kami, lalu kemudian kami menyerah kepada kehinaan atau merelakan kesia-siaan..
Untuk itu kami berbuat untuk manusia di jalan Allah.
Kami serukanlah kepada kaum kami, “Bahwa sesungguhnya kami adalah untuk
kalian, bukan untuk orang lain, dan kami tidak akan pernah menjadi musuh kalian
sampai kapanpun.”
Sikap kami terhadap masyarakat adalah seperti yang digambarkan oleh Imam
Syahid, “Mereka melempar kami dengan batu, maka kami akan melempar mereka
dengan buah.”
Kami tidak meninggikan diri di atas masyarakat atau membanggakan diri lebih tinggi
derajatnya di atas mereka, atau meremehkan mereka –kami berlindung kepada
Allah dari hal itu-, kami justru bangga dengan dakwah Islam, dan berharap agar
seluruh anggota masyarakat ikut bersama kami, serta mendapatkan kebahagiaan di
dunia dan di akhirat.
241
2. Memanfaatkan segala sarana yang ada:
Baik secara individual maupun kolektif, yakni dengan memanfaatkan undang-
undang dan memanfaatkannya untuk kemaslahatan dakwah, tidak justru
membenturkan atau kaku di hadapannya.
Imam Syahid berkata, “Sarana-sarana propaganda saat inipun berbeda dengan
sebelumnya. Kemaren, propaganda disebarkan melalui khutbah, pertemuan, atau
surat menyurat. Tapi sekarang seruan atau propaganda kepada isme-isme itu
disebarkan melalui penerbitan majalah, Koran, film, panggung teater, radio, dan
media-media lain yang beragam. Sarana-sarana itu telah berhasil semua jalan
menuju akal dan hati khalayak, baik pria maupun wanita, di rumah-rumah, di toko-
toko, di pabrik-pabrik, bahkan di sawah-sawah mereka.
Maka adalah wajib bagi para pengemban misi dakwah ini untuk (juga) menguasai
semua sarana tersebut agar dakwah mereka membuahkan hasil yang
memuaskan.”278
3. Menghadapi Rintangan dan tekanan dengan perjuangan konstitusi:
Kami menghormati undang-undang dan konstitusi yang berlaku di masyarakat, kami
tidak akan melakukan upaya-upaya pemberontakan atau kudeta, namun dengan
tetap menyampaikan aspirasi kami untuk perbaikan dan perubahan, agar undang-
undang dan konstitusi tersebut sesuai dengan prinsip dan syariat Islam. Bahkan
kami sangat menentang upaya-upaya pelecehan terhadap penerapan undang-
undang, begitupula dengan undang-undang yang menghalalkan apa yang
diharamkan oleh Allah atau yang secara jelas bertentangan dengan syariat Islam,
maka kami akan menghadapinya, kami akan menyerukan perbaikan dan
berkomitmen terhadap konsep dakwah yang memperjuangkan hak, serta dengan
tabiat seluruh perangkat konstitusi, kami akan menghadapi upaya-upaya
penyempitan dan tekanan terhadap dakwah dengan tetap teguh dan melakukan
perlawanan konstitusi dan berpegang teguh terhadap hak-hak kami secara
konstitusional.
278 Risalah: Da'watuna (Dakwah Kami), hal. 22
242
Imam Syahid berkata, “Menyebarkan dakwah dengan pelbagai sarana publikasi
hingga dakwah dipahami oleh khalayak, lalu memperjuangkannya dengan akidah
dan keimanan. Kemudian melakukan penyaringan anasir-anasir yang baik untuk
menjadi tonggak penopang yang kuat terhadap fikrah perbaikan ini, kemudian
melalukan perjuangan konstitusi agar suara dakwah menembus ruang-ruang
birokrasi dan menarik simpati pemerintah eksekutif.”279
4. Eksistensi dan Legalitas Jamaah adalah dari Allah
Jamaah ini mendapatkan eksistenssi dan legalitas bukan dari keputusan lembaga,
kehendak pemerintah atau penguasa, namun ia berasal dari Tuhannya, dari dakwah
dan dari kebenaran yang diyakini dan dianutnya.
Dalam aspek kerja-kerja untuk perbaikan, jamaah melakukan kegiatan dan berbaur
dengan anggota masyarakat, dengan demikian ia telah mendapatkan legalitas rill di
tengah masyarakat, dan menyebarkan tokoh-tokoh dakwah di sana, kemudian
masyarakat berkumpul di sekitar dakwah dan memperjuangkannya.
“Hukum dan pemerintah yang berkuasa yang memerangi dakwah berupaya untuk
melenyapkan nama jamaah ini beserta tokoh-tokoh sosial dan politiknya, karena
keterikatan nama jamaah dan para tokoh-tokohnya dengan kontribusi dan
pengorbanan, pelayanan umum, kebersihan, kesucian dan kepekaan terhadap
kebaikan, keadilan, kelembutan terhadap manusia dan menolak kekerasan. Dengan
legalitas rill ini serta dengan interaksi aktif dengan elemen masyarakat, maka kita
menolak segala bentuk upaya pendeskreditan jamaah yang diusung oleh organisasi
pers dan segala upaya melemparkan tuduhan terhadap aktivis-aktivis jamaah, serta
melancarkan syubhat terhadap mereka.”280
Kita harus melanjutkan langkah perjuangan kita untuk berdakwah kepada Allah
meskipun dengan pelbagai tekanan. Kita harus menciptakan metode baru agar
279 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal. 212280 Risalah: Wudhuh Ru'yah, Ust. Mustafa Masyhur, hal. 22
243
dapat menyampaikan dakwah kepada kaum kita, dan kembali harus menyodorkan
ide-ide segar dalam setiap problematika yang bergulir dengan cara yang diterima
oleh masyarakat.”
Dengan demikian, maka kita akan senantiasa eksis dalam kehidupan umat dan tidak
akan pudar, selama shaf dakwah ini senantiasa menjaga keteguhan dan
komitmennya terhadap qiyadah dan selalu siap berkorban dan berkontribusi. Dan
pada gilirannya secara perlahan-lahan akan tumbuh pemahaman terhadap fikrah
kita dan kelembutan dengan gerakan kita, serta dukungan terhadap akivitas-
akitivitas kita, menyokong dan membela jika kita disakiti.”281
Jamaah ini tidak pernah berupaya melakukan konfrontasi. Ia tidak konfrontatif dan
tidak dikonfrontasi, namun pada saat yang sama ia juga tidak pernah kompromi
terhadap prinsip-prinsipnya atau berhenti melakukan aktivitas dan proyek-proyek
perbaikan serta upaya penyadaran dan tarbiyah terhadap masyarakat, ia akan
bersabar dan memikul apa saja yang akan ia temui untuk melaksanakan hal itu.
5. Menolak Cara kekerasan, terorisme, pemaksaan dan kebencian:
Jamaah menolak cara-cara kekerasan, terorisme, pemaksaan dan kebencian, baik
kepada pemerintah yang sedang berkuasa, dengan organisasi atau musuh-musuh
yang lain. Jamaah lebih memilih menahan perlakuan zalim dan menyerahkan urusan
kepada Allah, serta menolak perlakukan tersebut dengan sarana-sarana yang baik.
Tentang penggunaan kekuatan dan melakukan tindak kekerasan di jalan-jalan
dengan slogan amar ma’ruf nahi munkar, seperti menghancurkan kedai-kedai
minuman keras, maka Imam Syahid menolak cara-cara yang tidak menggunakan fiqh
syar’I dan pandangan terhadap realitas masyarakat, hal ini tiada lain hanya akan
menimbulkan implikasi buruk yang lebih besar dibanding manfaatnya. Imam Syahid
justru melihat bahwa untuk menyikapi hal ini dibutuhkan cara-cara hikmah dan
kondisi yang tepat serta dengan menggunakan sarana-sarana konstitusi untuk
melakukan pressure, dengan tetap berusaha mencari penyebab munculnya
kerusakan ini, serta berupaya untuk menyembuhkannya.
281 Ibid
244
Imam Syahid berkata, “Bisa dimaklumi bahwa tidak ada satu pun orang yang punya
kepedulian di Mesir ini ingin melihat ada kedai minuman keras di sini. Ikhwan sendiri
–sebagai salah satu bentuk kepedulian- telah memberikan peringatan keras kepada
pemerintah tentang masalah ini, jauh sebelum mereka melakukannya. Karena,
sesungguhnya pemerintahlah yang telah menyengsarakan bangsanya dalam hal ini.
Oleh karena itu kami yakin bahwa tindakan menentang arus (menghancurkan kedai-
kedai minuman) seperti ini belum saatnya. Haruslah dipilih waktu yang tepat untuk
itu dengan menempuh cara yang sebijak mungkin, sehingga dalam pelaksanaannya
dapat menekan bahaya yang seringan-ringannya. Dengan demikian, sampailah kita
pada maksud yang kita inginkan. Memang dalam hal ini pandangan pemerintah
harus mengarah kepada kewajiban Islaminya.282
Ikhwan mengontrol semangat dan menimbang gejolak perasaan dengan kejernihan
pikiran.
“Kekanglah gejolak perasaan dengan pandangan dan pemikiran yang jernih, dan
terangilah kecemerlangan akal pikiran dengan gelora perasaan yang mengharu biru
penuh semangat.”283
Imam Syahid berkata, “Sarana untuk mewujudkan cita-cita ini bukanlah harta dan
bukan pula kekuatan fisik. Dakwah yang haq akan mengarahkan pembicaraan
kepada ruh, menyeru kepada hati, dan membuka tabir-tabir penutup jiwa.”284
Beliau juga berkata, “Mereka melakukan hal ini dengan penuh kesabaran,
ketegaran, kebijakan dan nasehat.”285
Ikhwan sangat menghindari penggunaan tindak kekerasan dan paksaan dalam
mengajak masyarakat untuk melaksanakan prinsip-prinsip Islam dan menanamkan
282 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), Hal. 149283 Ibid, hal. 127284 Risalah: Da'watuna Fi Thaurin Jadid (Dakwah Kami di Zaman Baru), hal. 240285 Risalah: Hal Nahnu Qoumun 'Amaliyun (Apakah Kita Para Aktivis)?, hal. 84
245
nilai-nilai akhlaknya. Ikhwan justru lebih memilih menggunakan cara-cara untuk
‘memuaskan’ hingga masyarakat umum memahami dan mendukungnya dengan
akidah dan keimanan. Hal ini dilakukan setelah membangkitkan keimanan di
hatinya, mengoptimalkan keterikatan jiwanya dengan Al Quran dan
penyandarannya kepada Allah.
6.Menggunakan manhaj amal implementatif
Masyarakat sangat membutuhkan kepada yang membimbing tangannya,
memperbaiki kerusakan dan dekadensi, tarbiyah Islam, dan upaya-upaya pemberian
aspek-asppek kebaikan dan kebajikan, dan hal ini membutuhkan manhaj amal
implementatif. Yakni dengan berjuang bersama masyarakat menghadapi
problematika dan krisis, memberikan mereka apa saja yang bisa kita berikan berupa
kebaikan dan pelayanan umum, dan hendaknya kita tidak berhenti sampai di situ
saja, kita bahkan harus membangkitkan keimanan dan menguatkan keinginan
mereka, menyebarluaskan contoh-contok kebaikan, takaful dan ta’awun, serta
mengikat mereka kepada Islam dengan ikatan yang mulia. Ini adalah tantangan di
segala komunitas masyarakat, kelompok dan lembaga-lembaganya, ia bahkan tidak
terbatas pada satu kawasan saja tanpa kawasan yang lain.
7.Universalitas Dakwah Ikhwan
Imam Syahid berkata, “Dakwah Ikhwanul Muslimin adalah dakwah umum, yang
tidak dinisbahkan kepada kelompok tertentu dan tidak condong pada adat apapun
di masyarakat dengan warna yang khas, karakteristik dan pengikut yang khas, ia
mengarah pada orisinalitas agama dan kedalamannya.”286
Ia adalah dakwah yang tidak terbatas pada pandangan-pandangan parsial, warna
atau kelompok tertentu, namun ia mencakup semua kalangan dengan pemahaman
Islamnya yang paripurna, yang ditetapkan dalam 20 rukun prinsip pemahaman.”287
8.Ia Menghimpun seluruh makna perbaikan
286 Risalah: Dakwah Kami (Dakwah Kami), hal. 25287 Risalah: Ta’alim (Risalah Ta'alim), hal. 356
246
Karena landasannya adalah pemahaman Islam yang komprehensif, yang tidak
terbatas pada aspek tertentu tanpa aspek yang lain. Ia adalah, “Dakwah salafiyah,
thariqah suniyah, Hakikat sufiyah, hai’ah siyasiyah, Jama’ah riyadhiyah, Rabithah
‘Ilmiyah tsaqafiyah, Syarikah Iqtishadiyah, Fikrah ijtima’iyah.”288
9.Ia tidak terbatas pada aspek aktivitas umum
Dakwah justru berupaya mengumpulkan hati-hati manusia kepada Al Quran dan
mengedepankan manhaj-manhaj ishlah dalam berbagai aspek kehidupan,
membentuk pusat-pusat kegiatan keimanan dan tidak membatasi dakwah umum
hanya melalui khutbah dan ceramah-ceramah, atau hanya melakukan perbaikan
parsial di masyarakat. Tujuan dakwah ini lebih luas dari itu semua.
Imam Syahid berkata, “Sesungguhnya khutbah dan perkataan, tulisan dan
pelajaran, seminar, identifikasi penyakit dan obatnya, semuanya tidak akan
memberikan manfaat apapun dan tidak akan mewujudkan tujuan apapun serta
tidak akan mengantarkan da’i kepada target yang diharapkan.”
Namun hal ini membutuhkan:
1.Iman Yang mendalam
2.Pembentukan yang cermat
3.Amal yang berkesinambungan
“Maka yakilah terhadap fikrah kalian dan berkumpullah di sekelilingnya, bekerjalah
untuknya dan teguhlah.”289
Setelah menyebutkan beberapa bentuk dan aspek kebaikan dan aktivitas sosial yang
dilakukan oleh Ikhwan, Imam Syahid berkata, “Namun sekali-kali tidak wahai
Ikhwan, sebenarnya hal ini bukan segalanya yang kita inginkan, yang kita inginkan
adalah keridhaan Allah.”
288 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal. 122289 Risalah: Baina l-Amsi wal Yaum (Antara Kemaren dan Hari ini), hal.108
247
Tujuan asasi, tujuan luhur, dan perubahan yang dikehendaki Ikhwan adalah
perubahan secar total dan integral, seluruh kekuatan umat bersinergi bahu
membahu, bersatu patu untuk menghadapi dan mengadakan perubahan dan
reformasi.290
10. Menggunakan Metode Perbaikan yang positif, yang melakukan pembangunan
sebelum kehancuran:
“Ikhwan tidak suka mencampur adukkan antara pembangunan dan upaya
penghancuran.”291
Imam Syahid juga berkata, “Sesungguhnya manusia hidup dalam gubuk-gubuk
akidah yang lusuh, maka jangan kalian hancurkan gubuk-gubuk mereka, namun
bangunlah untuk mereka istana-istana akidah yang mulia, maka mereka pasti akan
meninggalkan gubuk-gubuk tersebut dan pindah ke istana-istana yang kalian
bangun.”292
11. Menghidupkan rasa optimis di tengah masyarakat, setelah membangkitkan
keimanan mereka:
Ini merupakan hal yang mendasar dalam sarana melakukan aktivitas sosial, yakni
menghilangkan rasa persimis dan putus asa, kemudian membangkitkan keimanan
dan rasa optimis.
Imam Syahid berkata, “Umat yang bangkit membutuhkan rasa optimis yang tinggi
dan luas, Al Quran memerintahkan umat-umatnya agar memiliki perasaan ini, yakni
dengan cara mengeluarkan dari umat yang mati, suatu umat yang semuanya
adalah kehidupan, semangat, cita-cita dan tekad.”293
Beliau juga berkata, “Wahai manusia, sebelum kami berbicara kepada kalian
tentang shalat, dan puasa, tentang peradilan dan hukum, tentang tradisi dan
290 Risalah: Mu'tamar Sadis (Muktamar ke VI), hal.205291 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal. 149292 Dari buku: Dr. Taufik Wa’I, Ikhwanul Muslimin adalah Gerakan Islam Terbesar, hal 129293 Risalah: Nahwa an Nur (Menuju Cahaya), hal. 277
248
ibadah, serta aturan-aturan dalam muamalah, terlebih dahulu kami akan berbicara
tentang hati yang hidup, ruh yang hidup, jiwa yang tanggap, nurani yang peka, dan
iman yang dalam.
Semua itu bisa terwujud dengan ketiga rukun ini:
1. Iman dengan keagungan risalah Islam
2. Bangga dalam memeluk agama Islam
3. Yakin akan datangnya dukungan dan pertolongan Allah.
Apakah kalian sudah beriman?294
12. Jamaah dengan manhaj perbaikannya bukan sebagai pengganti masyarakat:
Jamaah justru bersinergi dan bekerjasama dengan segenap kekuatan yang
mengupayakan perbaikan, “Kita saling tolong menolong dalam hal-hal yang kita
sepakati, dan saling memahami dalam hal yang kita perselisihkan.”
Jamaah juga tidak mengklaim bahwa upaya perbaikan hanya miliknya sendiri atau
membatasi kebaikan pada dirinya sendiri, ia selalu memelihara setiap yang memiliki
kemampuan. Dakwah dan jamaah melakukan aktivitas penyadaran dalam
masyarakat dan bekerjasama dengan segenap kelompok-kelompok yang ikhlas,
mengarahkan dan menunjukkan mereka kepada kebaikan.
Imam Syahid berkata, “Kami akan mentarbiyah bangsa kami, agar lahir dari mereka
sebuah bangsa yang muslim, dan kami akan menjadi bagian dari bangsa muslim
itu.”295
“Perubahan yang dikehendaki Ikhwan adalah perubahan secara total dan integral,
seluruh kekuatan umat bersinergi bahu membahu, bersatu padu menghadapi dan
mengadakan perubahan dan reformasi.296
294 Risalah: Da'watuna Fi Thaurin Jadid (Dakwah Kami di Zaman Baru), hal. 235295 Risalah: Ila al Syabab (Kepada Para Pemuda), hal. 179296 Risalah: Mu'tamar Sadis (Muktamar ke VI), hal.205
249
Perbaikilah diri kalian, konsentrasilah pada dakwah kalian, dan pimpinlah umat
menuju kebaikan.
13. Menghindari cara-cara politik (golongan) dalam bekerja, serta tidak memasuki
wilayah konflik dan perseteruan dengan kelompok yang lain:
Imam Syahid berkata, “Kami tidak menyerang mereka, karena kami membutuhkan
kekuatan dan kesungguhan yang mereka gunakan untuk permusuhan.”297
Kesadaran itulah yang membuat dada mereka lebih lapang dalam menghadapi
orang-orang yang menyelisihi mereka.
Ikhwanul Muslimin membolehkan adanya perbedaan dan membenci sikap
fanatisme terhadap pendapat sendiri, serta senantiasa berusaha menemukan
kebenaran, kemudian membawa masyarakat kepada kebenaran itu dengan cara
yang baik dan sikap yang lemah lembut.298
14. Murni dan ikhlas karena Allah dalam berdakwah dan bekerja
Ia harus murni dari nafsu dan ambisi Pribadi, terbebas dari ujub, ghurur (terpedaya),
dan mengembalikan seluruh urusan kepada Allah semata.
Imam Syahid berkata, “Bahwa dakwah (Ikhwanul Muslimin) membawa misi dakwah
yang bersih dan suci; bersih dari ambisi Pribadi, bersih dari kepentingan dunia, dan
bersih dari hawa nafsu.”299
“Segala puji bagi Allah, sesungguhnya kami terbebas dari ambisi-ambisi pribadi, dan
jauh dari egoisme, kami tidak menginginkan apapun selain keridaan Allah dan
kebaikan untuk manusia, dan kami tidak bekerja kecuali untuk mendapatkan rida
Allah Swt.”300
297 Ibid, hal. 215298 Risalah: Da'watuna (Dakwah Kami), hal.27299 Ibid. hal, 13300 Risalah Pergerakan, Baina l-Amsi wal Yaum (Antara Kemaren dan Hari in)i, hal. 109
250
Dakwah Ikhwanul Muslimin adalah dakwah yang putih, suci dan murni, yang tidak
terwarnai (dengan warna lain), ia selalu bersama kebenaran dimanapun berada,
yang menyukai perkumpulan dan membenci penyimpangan.”301
“Andaikan yang kami lakukan ini adalah sebuah keutamaan, maka kami sama sekali
tidak menganggap itu keutamaan diri kami. Kami hanya percaya kepada firman Allah
Swt.
Artinya:
“Mereka merasa Telah memberi nikmat kepadamu dengan keIslaman mereka.
Katakanlah: "Janganlah kamu merasa Telah memberi nikmat kepadaku dengan
keIslamanmu, Sebenarnya Allah, dialah yang melimpahkan nikmat kepadamu
dengan menunjuki kamu kepada keimanan jika kamu adalah orang-orang yang
benar." (Q.S Al Hujurat: 17)
15. Bangga dengan dakwah dan mendeklarasikannya dengan segenap kekuatan dan
kejelasan di tengah menjamurnya kelompok-kelompok dakwah:
Imam Syahid berkata, “Sesungguh dunia sekarang ini, berada pada posisi saling
tarik-menarik antara Komunis Rusia dan Demokrasi Amerika, ia merasakan
kegoncangan dan kebingungan serta tak satupun dari dua jalan itu yang dapat
mengantarkannya kepada ketenangan dan keselamatan. Dan sekarang, di tangan
kalian ada botol obat penawar yang berasal dari wahyu langit, maka kalian
berkewajiban untuk mendeklarasikan hakikat (kebenaran dakwah) dengan jelas,
kita harus mengajak kepada manhaj kita yang Islami dengan penuh kekuatan, kita
tidak perlu takut karena kita tidak memiliki negara atau kekuatan, karena
sesungguhnya kekuatan dakwah terletak pada dakwah itu sendiri, lalu pada hati
orang-orang yang meyakininya, lalu pada kebutuhan dunia padanya, kemudian
301 Risalah: Da'watuna (Dakwah Kami), hal. 25
251
pada pertolongan Allah, kapan saja ia berkenan menunjukkan kehendak dan
kekuatannya.”302
Mempersiapkan kader dakwah untuk bersinergi dengan masyarakat:
Dakwah mempersiapkan kader-kadernya melalui tarbiyah, latihan dan pemahaman yang
benar, untuk bersinergi dengan masyarakat dan memberikan perlayanan umum untuk manusia.
Dengan segenap perbedaan jenjang dan kualitas masing-masing kader tarbiyah, sesuai kondisi
dan persiapan mereka secara personal, masing-masing kader dalam barisan (dakwah) tetap
diminta untuk memberikan kontribusinya, dan itu merupakan bagian mendasar dalam dakwah
dan tarbiyahnya.
Karena personal kader-kader tarbiyah merupakan titik tolak untuk melakukan aktivitas
sosial dan dakwah, maka ia harus dipersiapkan dan terus menerus dibina, dari penguasaan dan
pemahaman terhadap tujuan-tujuan dakwah, target dan mainstream dakwah hingga
diperkenalkan dengan kondisi rill di lapangan dan kendala-kendalanya.
Ia dipersiapkan agar memenuhi hal-hal berikut:
1. Memiliki rasa cinta dan kepekaan terhadap masyarakat dan seluruh
civitasnya.
2. Mengetahui dan mengenal secara jelas dan sadar terhadap peran sosialnya
di masyarakat, dan itu merupakan bagian dari dakwahnya.
3. Memiliki sikap positif dalam harakah (dakwah)
4. Memiliki semangat yang tinggi dan aktivitas yang luas, yang terlatih untuk
memberikan layanan umum.
5. Peka terhadap persoalan-persoalan Islam, yang kemudian dapat mencerna
dan memberikan keputusan terhadap persoalan tersebut dengan muatan-muatan
dakwah.
6. Cepat dan tanggap dalam memberikan perlayanan umum dan proyek-
proyek kebaikan kepada masyarakat.
7. beradab dan berakhlak Islami, yaitu: Menjaga lisan, baik muamalahnya,
amanah, jujur dalam janji dan ucapan, dermawan, toleran dan lembut terhadap 302 Bagian terakhir dari risalah yang ditulis oleh Imam Syahid untuk Ikhwanul Muslimin, diterbitkan oleh Majalah Al Mabahits, edisi 16 Januari 1951 M.
252
sesama, tidak berpegang kepada persangkaan, menjauhkan diri dari ghibah dan
namimah, menjadi teladan dalam muamalah maliyah (masalah keuangan) dan
sosial, itqon (professional) dalam pekerjaan dan aktivitasnya, adil, benar membuat
keputusan perkara, tidak melupakan kebaikan dengan kemarahannya, tidak
melupakan jasa baik karena permusuhan, mengatakan yang benar walaupun
terhadap diri sendiri atau orang yang paling dekatnya walaupun kebenaran itu pahit,
mengasihi yang muda dan menghormati yang tua, tidak membuat gaduh atau
keributan, tegar dan tabah menghadapi tekanan dan aksi teror, melepaskan diri dari
ambisi, nafsu dan makna-makna ujub dan takabbur, berlapang dada terhadap
orang-orang yang berbeda dengannya, dan tahu bagaimana bermuamalah dan
bekerjasama dengan mereka.303
Imam Syahid berkata, “Ketika seorang akh bergabung dengan Ikhwan, ia diharuskan
menyucikan jiwa, meluruskan tingkah laku, mempersiapkan akal, jiwa dan raganya
untuk jihad dan perjuangan panjang di masa yang akan datang. Kemudian ia dituntut
untuk menyebarkan ruh (semangat) ini kepada keluarga, kerabat, teman sejawat, dan
masyarakatnya. Seorang akh belumlah dikatakan sebagai seorang muslim yang benar
hingga ia menerapkan hukum dan akhlak Islam pada dirinya, serta menjaga batas-batas
perintah dan larangan Allah dan Rasul-Nya.”304
“Telah tiba waktunya, seorang muslim harus mengetahui tujuannya, dan menentukan
arahnya, kemudian bekerja untuk arah yang ditujunya agar sampai pada tujuannya.”305
Beliau juga mengatakan, “Sesungguhnya, masa akan mengeluarkan saripatinya yang
banyak dari peristiwa-peristiwa yang dialaminya. Kesempatan-kesempatan itu akan
terbuka untuk sebuah kerja besar. Dunia akan menanti dakwah kalian, dakwah hidayah,
dakwah keberuntungan, dan kedamaian untuk membebaskan manusia dari semua
penderitaan. Sekaranglah giliran kalian untuk memimpin umat dan membimbing
bangsa.”306
303 diantara kewajiban Aktivis304 Risalah: Mu'tamar Sadis (Muktamar ke VI), hal.205305 Risalah: Da'watuna (Dakwah Kami), hal. 15306 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V)
253
“Saya pun berbicara kepada kepada mereka yang malas agar segera bangkit dan
bergerak, karena jihad tidak mungkin dilakukan dengan santai.”
Artinya:
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) kami, benar- benar akan
kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar
beserta orang-orang yang berbuat baik. (Q.S Al Ankabut: 69)307
Bab VII
Tujuan dan Aspek Amal
Bersama Keluarga dan Masyarakat
Tujuan dan Aspek Amal Bersama Keluarga dan Masyarakat
Poros-poros dan Tujuan Amal Bersama Masyarakat
Kami akan menyampaikan secara ringkas –dari Risalah-risalah Imam Syahid dan
pengarahan-pengarahannya-, poros-poros dan tujuan amal bersama masyarakat, yang dalam
pembentukannya mencakup: rumah tangga, opini umum, komunitas (perkampungan, kota-kota,
dan distrik), institusi (negeri, resmi dan tanfidziyah (eksekutif pemerintah)) di seluruh
jenjangnya serta seluruh unsur-unsur yang mempengaruhinya; baik ekonomi, pers, politik, adat,
undang-undang dan lain-lain.
307 Ibid
254
Hal ini kemudian menjadikan shaf Ikhwan termasuk bagian dari masyarakat, yang mulai
dari dirinya sendiri kemudian menyebar dan memberikan pengaruh di lingkungan sosialnya, baik
dalam skala individu, rumah tangga, atau masyarakat, yang tujuan-tujuan antara lain:
1. Memperhatikan rumah tangga sebagai basis dasar dalam membina masyarakat308:
Imam Syahid berkata, “Kami menginginkan kebangkitan laki-laki dan perempuan secara
bersama-sama, mengumumkan adanya takaful dan emansipasi serta menetapkan tugas
masing-masing secara rinci.”309
Titik permulaannya adalah:
a. Keluarga-keluarga dakwah dan pendukungnya; yang dimulai dengan memilih suami atau istri
yang baik, mempersiapkan mereka untuk membina rumah tangga muslim, mendidik anak-anak
dan pembantunya dengan didikan yang baik, membimbing mereka dengan prinsip-prinsip Islam,
serta menjaga nilai-nilai Islam dalam setiap aktivitas dan kesibukan rumah tangga.
“Kami meninginkan rumah tangga muslim, baik pikiran maupun akidahnya, baik akhlak maupun
nuraninya, dalam aktivitas dan prilakunya.”310
b. Kemudian lokasi dakwah meluas ke anggota keluarga, kerabat dekat, dimana ia mampu
mengajak keluarganya untuk menghargai fikrahnya, menyebarkan nilai-nilai Islam di tengan-
tengah mereka, mendapatkan dukungan terhadap fikrah-fikrah Islam dan dakwah.
C. Memberikan pengaruh di keluarga-keluarga yang ada di masyarakat dengan pelbagai sarana
untuk menyemarakkan fenomena kehidupan Islam, dan membina generasinya dengan nilai-nilai
Islam.
Imam Syahid berkata, “Aktivitas amar ma’ruf dan nahi munkar, telah mereka mulai dari diri
mereka sendiri, kemudian kepada keluarga, rumah-rumah mereka, kerabat dekat dan teman-
308 Untuk Menambah keterangan, rujuk kembali ke Bab V, Pembentukan Keluarga Muslim.309 Risalah: Baina l-Amsi wal Yaum (Antara Kemaren dan Hari ini), hal. 94310 Risalah: Ila al Syabab (Kepada Para Pemuda), hal. 101
255
teman mereka. Mereka menyampaikan hal itu dengan penuh kesabaran, penuhperhitungan,
dengan hikmah dan nasehat-nasehat kebaikan.”311
2. Memberikan perhatian terhadap lapangan usia yang berbeda-beda, peran wanita dan
hak-haknya:
Baik perhatian kepada remaja, mahasiswa, laki-laki maupun wanita, mengikat mereka
dengan ajaran Islam dan mendidik mereka dengan pendidikan yang benar, serta memberikan
perhatian dan peran yang istimewa terhadap para pemuda312, terutama dari Universitas Al
Azhar.
Imam Syahid juga memberikan perhatian yang sama terhadap kaum wanita, dengan
mengatakan, “Untuk itu, kami juga memperhatikan kaum wanita sebagaimana perhatian kami
kepada kaum pria. Kami juga memperhatikan anak-anak sebagaimana perhatian kami kepada
pemuda.”313
Beliau juga berkata, “Kami menginginkan kebangkitan laki-laki dan perempuan secara
bersama-sama, mengumumkan adanya takaful dan emansipasi serta menetapkan tugas
masing-masing secara rinci.”314
3. Optimalisasi Organisasi dan Para Aktivis Dakwah Untuk Kepentingan Agama Islam:
Baik dari dalam shaf dakwah maupun dari luar shaf, yaitu dengan melengkapinya
dengan sarana-sarana dan penjelasan terhadap ajaran Islam, serta mengarahkannya untuk
perbaikan, berkoordinasi dan bekerjasama. Seperti, mesjid, khutbah, lembaga, club-cluc, dan
lain-lain.
“Telah tiba waktunya, dimana seorang muslim harus mengetahui tujuannya, dan
menentukan targetnya, dan hendaknya ia berupaya untuk mewujudkan target-targetnya
311 Risalah: P Hal Nahnu Qoumun 'Amaliyun (Apakah Kita Para Aktivis)?, hal. 84312 Lihat Risalah Pergerakan, Kepada Para Pemuda313 Risalah: Ila al Syabab (Kepada Para Pemuda), hal. 177314 Risalah: Baina l-Amsi wal Yaum (Antara Kemaren dan Hari ini), hal. 94
256
tersebut hingga ia sampai kepada tujuan yang diinginkan. Adapun mereka yang dilanda
kelalaian dan kebingungan, permainan dan gurauan, hati-hati yang lengah, maka bukan
termasuk jalan orang-orang mukmin.”315
4. Memberikan pengarahan kepada masyarakat, memperkuat keimanan dan
melakukan tarbiyah secara bertahap, dengan langkah-langkah berikut:
a. Membangkitkan keimanan di dalam hati manusia terhadap Al Quran.
Yang sangat urgen adalah mengenalkan Al Quran kepada masyarakat, dan menjelaskan
keagungan dan mukjizatnya serta berinteraksi dengannya.
Imam Syahid berkata, “Saya berkeyakinan bahwa tujuan paling penting dari diturunkannya
Al Quran yang wajib ditunaikan oleh umat Islam ada tiga perkara, yaitu:
Pertama, memperbanyak membacanya (tilawah), beribadah dengan membacanya, dan
mendekatkan diri kepada Allah dengan Al Quran.
Kedua, Menjadikannya sebagai sumber hukum-hukum agama dan syariat.
Ketiga, Menjadikannya sebagai dasar undang-undang di dunia, yang harus dipetik nilai-
nilainya dan diterapkan dalam realitas kehidupan.”316
“Ketauhilah bahwa Ikhwanul Muslimin berupaya dengan sungguh-sungguh untuk
mengembalikan mereka kepada kitabullah, mereka beribadah dengan tilawahnya,
mengambil cahayanya –dalam memahami kata-kata para pemimpin umat- dengan ayat-
ayatnya, meminta kepada manusia untuk menerapkan hukum-hukumnya, dan menyeru
mereka bersama-sama untuk mewujudkan tujuan ini, yang merupakan semulia-mulia tujuan
seorang muslim dalam hidupnya.”317
“Dan kalian meyakini bahwa kewajiban muslim yang haq adalah berjuang untuk Islam
sehingga menguasai kehidupan masyarakat seutuhnya.”318
315 Risalah: Da'watuna (Dakwah Kami), hal.15316 Risalah: Hal Nahnu Qoumun 'Amaliyun (Apakah Kita Para Aktivis)?, hal.86317 Ibid318 Risalah: Ijtima Ru'asa al Manatiq (Pertemua Ketua-ketua Wilayah), hal. 237
257
B. Menghidupkan Adat-adat Islami dan menghilangkan adat-adat asing dalam setiap aspek
kehidupan, serta berupaya untuk mengamalkan sunnah Rasulullah Saw.
“Kita mengajak manusia untuk menerapkan hal itu dengan cara-cara yang lembut dan
penuh cinta.”319
“Dengan tetap mengedepankan kesabaran, perhitungan, kebijaksanaan dan nasehat.”320
c. Memperkuat akhlak, “Maka tujuan pertama yang digariskan oleh Ikhwanul Muslimin adalah
tarbiyah shahihah, pembaharuan jiwa, memperkuat akhlak, dan menumbuhkan keberanian
yang sesungguhnya.”321
d. Melakukan amar ma’ruf nahi munkar, memerangi kehinaan, dan kemungkaran dengan bijak
dan penuh hikmah, diantaranya:
“Jimat, mantra, guna-guna, ramalan, perdukunan, penyingkapan perkara ghaib, dan
semisalnya, adalah kemungkaran yang harus diperangi, kecuali mantra dari ayat Al Quran
atau ada riwayat dari Rasulullah Saw.”
“Setiap bid’ah yang dalam agama Allah yang tidak ada pijakannya tetapi dianggap baik oleh
hawa nafsu manusia, baik berupa penambahan maupun pengurangan, adalah kesesatan
yang wajib diperangi dan dihancurkan dengan menggunakan cara yang terbaik, yang tidak
justru menimbulkan bid’ah yang lain yang lebih parah.”
“Ziarah kubur –kubur siapapun- adalah sunnah yang disyariatkan dengan cara-cara yang
diajarkan Rasulullah Saw., akan tetapi meminta pertolongan kepada penghuni kubur siapun
mereka, berdoa kepadanya, memohon pemenuhan hajat (baik dari jarak dekat maupun dari
kejauhan), bernadzar untuknya, membangun kuburnya, menutupinya dengat satir,
memberikan penerangan, mengusapnya (untuk mendapatkan berkah), bersumpah dengan
selain Allah, dan segala sesuatu yang serupa dengannya adalaj bid’ah besar yang wajib
319 Risalah: Da'watuna (Dakwah Kami).320 Risalah: Hal Nahnu Qoumun 'Amaliyun (Apakah Kita Para Aktivis)?321 Ibid
258
diperangi. Juga janganlah mencari ta’wil (pembenaran) terhadap berbagai prilaku itu, demi
menutup pintu fitnah yang lebih besar.”322
e. Menshibgahah kehidupan masyarakat dengan shibghah Islam
“Kami berupaya untuk membina umat Islam dalam kondisi yang memudahkan mereka
untuk benar-benar menjadi muslim.”323
5. Membangkitkan Ruh Optimisme dan Keimanan serta Menguatkan Kepekaan:
Harus ada upaya untuk membangkitkan ruh, dan membangun jiwa yang hidup dan
penuh vitalitas, yang merasa izzah dengan Islam, merasakan keindahan dan keagungan Al
Quran, yang dengan hal itu ia memahami dakwah dan agamanya, serta memperjuangkannya
dengan penuh keyakinan dan keimanan.
Imam Syahid berkata, “Dengan Tiga spirit; Iman dengan keagungan risalah Islam, bangga
dalam memeluk agama Islam, Yakin akan datangnya dukungan dan pertolongan Allah, spirit
yang dihidupkan oleh pembawa pertama risalah dakwah ini, Nabi Muhammad Saw. di hati para
sahabatnya, maka kepada spirit itu kami menyeru manusia.”324
6. Membina masyarakat untuk bersungguh-sungguh dan mengembangkan sikap positif, serta
mengutamakan kemaslahatan umum dari kemaslahatan Pribadi, dan bagaimana menuntut
haknya:
“Maka akan datang waktu tersebar dan mendominasinya prinsip-prinsip Ikhwan, lalu
masyarakat akan belajar bagaimana ia lebih mengutamakan kepentingan umum di atas
kepentingan Pribadi.”325
322 Risalah: Ta'alim (Risalah Ta'alim), hal. 358323 Al Ustadz Mushthafa Masyhur, Risalah Wudhuh Ru'yah, hal. 16324 Risalah: Da'watuna Fi Thaurin Jadid (Dakwah Kami di Zaman Baru), hal. 235325 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal. 137
259
Dan hendaknya kita berusaha, “Mendirikan komunitas-komunitas kebaikan di tengah
masyarakat dan yang komitmen terhadap ajaran-ajaran Islam sebagai manhaj kehidupan dan
berupaya untuk menyebarkannya.”
7. Meluruskan akhlak dan jiwa, dan menshibghah masyarakat dengan shibghah Islam:
Imam Syahid menyebutkan sisi penting dari penyakit yang diderita oleh masyarakat,
yang membutuhkan upaya perbaikan dan penyembuhan, yakni:
1. Dekadensi moral
2. Kehilangan keteladanan tertinggi
3. Mengutamakan kepentingan Pribadi dari kepentingan umum
4. Takut menghadapi kenyataan
5. Lari dari proses pengobatan
6. Perpecahan –semoga Allah menghancurkannya-
Inilah penyakitnya, dan obat adalah satu kata yang menjadi solusinya, yang merupakan
lawan dari sifat-sifat buruk ini, yakni perbaikan jiwa. Upaya yang harus kita tempuh tidak lain
adalah mengobati jiwa manusia dan meluruskan moral bangsa.
Artinya:
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, Dan Sesungguhnya
merugilah orang yang mengotorinya. (Q.S Al Syams: 9-10)326
8. Memberikan pelayakan kepada masyarakat dan memerangi kebodohan, penyakit dan
kemiskinan, mendorong usaha-usaha kebaikan dan kemaslahatan umum dalam pelbagai
bentuk, serta memberikan bantuan pada saat musibah dan bencana:
Imam Syahid berkata, “Sasaran kalian adalah berbuat untuk membenahi kurikulum
pendidikan dan pengajaran, memerangi kemiskinan, kebodohan dan memberantas penyakit,
mengikis tindak criminal, dan membentuk masyarakat ideal yang loyal kepada syariat Islam.”327
326 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal. 152327 Risalah: Baina l-Amsi wal Yaum (Antara Kemaren dan Hari ini), hal. 108; lihat juga: Hal Nahnu Qoumun 'Amaliyun (Apakah Kita Para Aktivis)?, hal. 152
260
Adapun tentang sarana yang membantu proyek ini adalah sebagaimana yang dikatakan
Imam Syahid, "Sarana-sarana yang digunakan Ikhwan dalam medan seperti ini adalah
melakukan perngorganisasian, menggalang sukarelawan, dan meminta bantuan kepada para
pakar di bidang-bidang masing-masing, dan kemudian melakukan pengelolaan terhadap apa
saja yang dibutuhkan oleh proyek-proyek yang ada, baik menyangkut masalah harta
(pembiayaan), rekruitmen peserta, maupun sukarelawan untuk mendukung proyek-proyek
semacam itu."328
Jamaah ini berkhidmat kepada masyarakat untuk memberikan pelayanan dan bantuan-
bantuan sosial, sesuai dengan kemampuan dan kondisi yang memungkinkan. Hal ini
sebagaimana yang diisyaratkan oleh Imam Syahid, "Seperti membangun mesjid dan
memakmurkannya; membangun sekolah; membangun kantor-kantor dan mengurusnya;
mendirikan lembaga-lembaga social dan membimbing serta memelihara kelangsungannya;
mengadakan peringatan-peringatan hari besar Islam yang terkait dengan kebesaran dan
kemuliaannya; melakukan ishlah (perbaikan) terhadap hubungan social antara anggota
masyarakat yang untuk keperluan itu tentunya menyita banyak waktu, tenaga dan harta;
menjembatani hubungan antara orang-orang kaya yang alpa dengan orang-orang miskin yang
membutuhkan uluran tangan mereka, dengan cara mengumpulkan shadaqah untuk dibagikan
pada waktu-waktu tertentu dan ketika hari raya dan hari-hari besar lainnya."329
Beliau juga berkata, "Jamaah ini terdiri dari para akh yang menjadikan lembaga-
lembaga sebagai tempat aktivitas mengajar orang-orang yang buta huruf, mengajarkan hukum-
hukum agama kepada manusia, memberikan nasehat dan bimbingan, mendamaikan orang-
orang yang bermusuhan, serta menyalurkan sedekah kepada orang-orang yang membutuhkan.
Jamaah ini juga mendirikan yayasan yang bermanfaat, seperti madrasah, ma'had, balai
pengobatan, dan mesjid-mesjid sesuai dengan kemampuan dan kondisi yang ada."330
328 Risalah: Da'watuna Fi Thaurin Jadid (Dakwah Kami di Zaman Baru), Hal. 240329 Ibid330 Risalah: Mu'tamar Sadis (Muktamar ke VI), Hal. 205
261
Kemudian agar manusia tidak menganggap bahwa dakwah hanya terbatas untuk hal ini
saja, Imam Syahid menambahkan, “Namun sekali-kali tidak wahai Ikhwan, sebenarnya hal ini
bukan segalanya yang kita inginkan, yang kita inginkan adalah keridhaan Allah. Tujuan asasi,
tujuan luhur, dan perubahan yang dikehendaki Ikhwan adalah perubahan secar total dan
integral, seluruh kekuatan umat bersinergi bahu membahu, bersatu patu untuk menghadapi dan
mengadakan perubahan dan reformasi.331
8. Menyadarkan umat dan anggota masyarakat tentang peran dan
kewajiban mereka, serta terhadap problematika umat Islam, menghidupkan ruh persatuan
dan tolong-menolong antara bangsa-bangsa Arab dan Islam dan melawan perpecahan dan
penyimpangan:
"Hingga kita bisa menanamkan kesadaran di setiap orang masyarakat Mesir tentang
urgensi perubahan yang Islami."332
Aspek ini mencakup hal-hal sebagai berikut:
a. Memulai dengan memperbaiki pemahaman kaum muslimin terhadap agama mereka,
menjelaskan dakwah Al Quran dengan sejelas-jelasnya dan menyampaikannya dengan cara yang
baik dan sesuai dengan konteks kekinian (kontemporer), mengungkap keindahan dan
kecantikan yang terdapat di dalamnya, serta menolak syubhat dan kebatilan darinya.
b. Memperbaharui pengaruh (Al Quran) yang luarbiasa terhadap jiwa, menghidupkan
rasa optimisme dan keyakinan terhadap pertolongan Allah Swt.
c. Menyadarkan umat terhadap kondisi umat Islam, musibah-musibah yang
menimpanya, ancaman dan konspirasi yang menyelimutinya.
d. Membangkitkan kepekaan umat Islam serta kewajibannya terhadap saudara-
saudaranya seagama, dan melakukan gerakan-gerakan positif untuk menghadang konspirasi
yang meliputinya, serta terus menerus berupaya memberikan bantuan dan pertolongan
terhadap negeri-negeri muslim yang tertindas, dan memberikan perhatian terhadap
problematika yang menimpanya, terutama Palestina.
331 Ibid332 Risalah: Wudhuh Ru'yah, Ustadz Musthafa Masyhur
262
Imam Syahid berkata, "Cukuplah rasa sakit ini ada di dalam penjelasan ini, karena
rangkaian (konspirasi) itu ternyata tidak akan pernah berakhir, dan kalian tahu akan hal ini.
Namun, kalian harus menjelaskannya kepada khalayak dan mengajarkan kepada mereka bahwa
Islam tidak pernah rela sedikitpun jika sampai dikurangi dari pemeluknya kebebasan dan
kemerdekaannya. Mereka senantiasa siap jika harus memimpin dan mengumandangkan jihad,
meski itu harus mereka bayar dengan jiwa dan harta mereka."333
Beliau juga berkata, "Seyogyanya kita harus senantiasa mengingat musibah-musibah ini
dan membacanya di setiap pagi dan petang, mengajarkannya kepada putera-puteri kita, isteri
dan saudara-saudara kita, serta menyampaikannnya kepada rekan-rekan dalam pelbagai
pertemuan, sehingga remaja-remaja kita tumbuh dewasa dan mengetahui secara benar musuh-
musuh mereka, agar mereka tidak tertipu dan tidak ditimpa (musibah) seperti yang pernah
menimpa kita." 334
e. Membangun persatuan Arab dan Islam, dan meminta pemerintah untuk membantu
upaya ini dan memberikan prasarana yang dibutuhkan.
10. Menyadarkan umat terhadap tipikal musuh serta agar tidak terpedaya dengan tipu
dayanya:
"Sehingga remaja-remaja kita tumbuh dewasa dan mengetahui secara benar musuh-
musuh mereka, agar mereka tidak tertipu dan tidak ditimpa (musibah) seperti yang pernah
menimpa kita." 335
"Jangan kalian terpedaya oleh diri kalian sendiri wahai umat Islam, cukuplah kelalaian
dan persangkaan baik, sementara Allah telah menggambarkan kaum tersebut dalam Al Quran
dengan mengatakan:
333 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal.151 334 Makalah dengan judul Kewajiban Dunia Islam terhadap apa yang menimpanya, Imam Syahid tahun 1931 (dari buku: Imam Syahid, Fuad al Hajarsi. Hal. 117335 Makalah dengan judul Kewajiban Dunia Islam terhadap apa yang menimpanya, Imam Syahid tahun 1931 (dari buku: Imam Syahid, Fuad al Hajarsi. Hal. 117
263
Artinya:
"Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan
kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup." (Q.S Al Baqarah: 217)
Ingatlah selalu bahwa ular (musuh) pertama umat Islam adalah generasinya yang
tertipu dan terpedaya, yang telah meninggalkan identitasnya sebagai muslim dan
menentangnya, kemudian Allah memusnahkan orang-orang yang tidak beragama dari putera-
puteri Islam. Maka ingatlah wahai Ikhwanul Muslimin, bahwa orang-orang yang mulhid (kufur)
dari umat Islam adalah musuh pertama kalian."
11. Melakukan penyadaran secara terus-menerus seputar manhaj dan syariat Islam, menolak
syubhat dan menunjukkan kebenarannya yang cemerlang, sehingga ia menjadi tuntutan
publik yang diserukan dan didukung oleh segenap masyarakat. Dengan demikian ia berkaitan
erat dengan tujuan Islam yang tinggi, dari mendirikan pemerintah Islam secara totalitas,
membebaskan negeri, mengembalikan kepemimpinan khilafah dan memimpin dunia
(Ustaziyatul 'Alam):
Imam Syahid berkata, "Hendaknya makna-makna ini wahai saudara-saudara yang saya
muliakan tersebar di antara kita, dan kita sebarkan di kalangan manusia. Masih banyak yang
memahami makna undang-undang Islam secara tidak tepat dengan yang sebenarnya."336
"Diantara bentuk dakwah kalian wahai ikhwah yang saya cintai, adalah kalian turut
andil memberikan kontribusi untuk perdamaian dunia dan membangun kehidupan yang baru
untuk manusia, dengan menunjukkan kepada mereka bentuk-bentuk riil kebaikan agama kalian,
menjelaskan tentang prinsip-prinsip dan ajarannya, serta menyampaikannya kepada mereka."337
"Kami meyakini bahwa di dalam manhaj Islam terdapat segala prinsip dan perangkat-
perangkat untuk kehidupan dan kebangkitan umat, serta kunci kebahagiaan baik untuk skala
individu, keluarga, masyarakat dan Negara."338
336 Risalah dalam muktamar para pelajar dan mahasiswa Ikhwanul Muslimin337 Risalah: Ijtima Ru'asa al Manatiq (Pertemua Ketua-ketua Wilayah), hal. 251338 Risalah: Ila Ayyi Syai'in Nad'unnas (Kepada Apa Kita Menyeru Manusia)
264
Dan hendaknya mereka mengenal sejauh mana keberlepasan dan kejauhan pemerintah
dari syariat Al Quran:
"Dalam kaitan ini, ada satu hal yang ingin saya katakana bahwa Ikhwanul Muslimin
belum melihat suatu pemerintahan –baik pemerintahan yang sekarang maupun yang lalu- yang
bisa mengemban amanat dan menunjukkan kesiapannya untuk menegakkan nilai-nilai Islam.
Masyarakat hendaknya memahami hal ini dan menuntut kepeda pemerintah untuk
mendapatkan hak-hak keIslamannya. Dan Ikhwan-lah yang bekerja untuk itu."339
12. Menyadarkan umat tentang hak-haknya, baik politik maupun sosial, serta hak
mendapatkan kebebasan dan keamanan, membangkitkan semangat kebangsaan yang tulus
dan mengarahkannya agar sesuai dengan pandangan Islam:
Imam Syahid berkata, "Kita harus menyadarkan manusia, bahwa politik, kebebasan, dan
izzah, merupakan bagian dari ajaran Al Quran, dan mencintai bangsa (nasionalisme) merupakan
sebagian dari keimanan."340
"Islam yang hanif ini telah mendeklarasikan sekaligus menganggap sakral kemerdekaan
tersebut, menegaskan keberhakannya bagi setiap individu dan masyarakat dengan kandungan
nilai yang utama, menyerukan kepada mereka agar merasa terhormat dengan kemerdekaan itu,
untuk kemudian memeliharanya. Rasulullah Saw. bersabda:
مني فليس مكره غير طائعا نفسه من الذلة أعطى من )) ((
Artinya:
"Barangsiapa yang menghinakan dirinya dengan sukarela tanpa dipaksa, maka ia bukan
termasuk golonganku."
Islam memerangi penindasan internasional yang mereka menamakannya penjajahan
dengan semua praktek kekuatan yang dilakukan. Ajaran Islam sama sekali tidak membolehkan
suatu bangsa menguasai dan memaksakan kehendaknya kepada bangsa lain. Kata-kata Umar
bin Khattab kepada 'Amr bin Ash kiranya masih terngiang di telinga kita,
339 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal. 137340 Risalah: Ijtima Ru'asa al Manatiq (Pertemua Ketua-ketua Wilayah), hal. 257
265
"Sejak kapan kalian memperbudak manusia, sementara sang ibu telah melahirkan
mereka dalam keadaan mereka."341
Dalam bidang sosial, harus dibangkitkan semangat untuk meraih izzah, kemuliaan dan
cinta kemerdekaan."342
Kita juga bertujuan untuk mempersiapkan umat dan masyarakat untuk menyiapkan
dirinya demi mengemban tugas dan perjuangan yang panjang, serta untuk menghadapi
perseteruan yang sengit antara kebenaran dan kebatilan, antara maslahah dan mafsadah,
antara pemilik kebenaran dan yang merampasnya, antara penempuh jalan yang lurus dan yang
menyimpang, antara para da'i yang tulus dengan para pengklaim yang palsu, dan hendaknya
umat dan masyarakat mengetahui bahwa jihad (perjuangan) ini merupakan bagian dari
kesungguhan, dan kesungguhan itu adalah kelelahan dan kesulitan.
Bagi umat, tidak ada bekal yang dapat digunakan untuk menghadapi situasi yang buas
ini kecuali hati yang sarat iman, hasrat yang kuat dan kemauan yang keras, sikap murah hati
dan kesediaan berkorban, serta kesiapan terjun ke medan juang pada waktunya. Tanpa ini
semua, umat akan hancur, perjuangan senantiasa menuai kegagalan, dan nasib tak menentu
bakal menimpa generasinya."343
Dalam mentarbiyah dan membina umat, Ikhwanul Muslimin sangat memperhatikan sisi
kesadaran kebangsaan dan kematangan politik yang dimiliki umat.
Imam Syahid berkata, "Sistem Islam bukanlah slogan dan julukan semata, selama
kaidah-kaidah pokok di atas tadi bisa diwujudkan (dimana tidak mungkin suatu hukum akan
tegak tanpanya) dan diterapkan secara tepat hingga dapat menjaga keseimbangan dalam
berbagai situasinya (yang masing-masing bagian tidak mendominasi bagian yang lain.
341 Risalah: Musykilatuna Fi Dhau'I al Nizham al Islamy (Agenda Persoalan Kita dalam kacamata sistem Islam).342 Ibid343 Risalah: Hal Nahnu Qoumun 'Amaliyun (Apakah Kita Para Aktivis)?, hal. 69
266
Keseimbangan ini tidak mungkin bisa terpelihara tanpa adanya nurani yang selalu terjaga dan
perasaan yang tulus akan kesakralan ajaran ini."344
13. Melawan aliran-aliran yang merusak dan menghancurkan umat serta yang memusuhi
Islam, menyadarkan masyarakat; sehingga dapat dibedakan antara para pemimpin yang tulus
dengan para pengobral slogan dan nafsu:
Imam Syahid berkata, "Umat kita harus bisa membedakan antara orang-orang
berakidah yang berjuang dan para pecundang dari politikus dan militer."345
"Merupakan kewajiban kami untuk merubah tanpa terjangkit wabah pemikiran mereka
yang telah akut, menahan siapa saja yang berbaik sangka terhadap musuh, dan siapa saja yang
telah membius otot-otot kami dengan pemikiran-pemikiran palsu dan kalimat-kalimat rayuan,
yang di belakangnya tiada lain adalah upaya merusak bangsa Timur dan melenyapkan
persatuan Islam, mereka tidak jauh berbeda dengan orang-orang Eropa."346
"Secara umum dapat dikatakan bahwa kita sedang berhadapan dengan gelombang
materialisme, yang berupa kebangkitan sektor materi dan peradaban kelezatan serta syahwat,
yang mana ia telah memerosotkan moral bangsa-bangsa Islam, menjauhkan mereka dari
kepemimpinan Nabi Saw. dan hidayah Al Quran, menghalangi dunia dari bimbingannya,
menarik mundur peradabannya ke masa ratusan tahun silam sehingga kita terbelenggu di
negeri sendiri dan membiarkan masyarakat bergulat dengan derita."347
Beliau juga berkata, "Adapun jika yang mereka maksudkan dengan nasionalisme itu
adalah memilah umat Islam dan Arab menjadi kelompok-kelompok yang saling bermusuhan dan
berseteru satu sama lain, atau membagi-baginya dengan batas-batas geografi yang sempit,
maka kami menolaknya."348
344 Risalah: Sistem Pemerintahan. hal. 319. (penerjemah mencantumkan redaksi yang ditulis Imam Syahid secara lengkap)345 Dari makalah, Mihnatul Islam, dari buku; Ikhwanul Muslimin dan Permasalahan Palestina, Ustadz Fuad Al Hajarsi, hal. 55 346 Dari makalah, Kewajiban dunia Islam terhadap musibah yang menimpanya, Imam Syahid tahun 1931. diambil dari buku, Imam Syahid, karya Fuad Al Hajarsi347 Risalah: Al Ikhwan tahta rayatil Quran (Ikhwan di bawah naungan panji Al Quran), hal. 114348 Risalah: Da'watuna (Dakwah Kami), hal. 20
267
"Ikhwanul Muslimin tidak percaya pada kebangsaan (nasionalisme) dalam makna-
makna buruk di atas (kebangsaan permusuhan dan kebangsaan jahiliyah). Kami tidak pernah
menyerukan ungkapan Firaunisme, Arabisme, Feniqisme, atau Sirianisme, dan yang lain-lain.
Tidak juga kepada semua nama dan gelar yang selama ini digembar-gemborkan orang."349
"Kami meyakini bahwa semua bentuk kebangkitan yang bertentangan dengan prinsip-
prinsip dasar Islam dan berbenturan dengan hukum-hukum Al Quran adalah sebuah upaya yang
rusak dan akan menemui kegagalan.”350
14. Memelihara faktor-faktor kekuatan dan kebaikan yang ada di masyarakat dan melawan
faktor-faktor kemalasan dan kerusakan, serta bekerjasama dengan seluruh kekuatan yang
tulus, serta mendorong para mas'ul di pelbagai tempat:
Dan hendaknya kita berusaha, “Mendirikan komunitas-komunitas kebaikan di tengah
masyarakat dan yang komitmen terhadap ajaran-ajaran Islam sebagai manhaj kehidupan dan
berupaya untuk menyebarkannya.”351
Termasuk pula membantu kelompok-kelompok manapun dari umat ini yang bertujuan
melakukan kebaikan serta bekerjasama dengannya, baik muslim maupun nonmuslim dari anak-
anak negeri ini, bahkan mereka yang tidak menggunakan symbol-sombol Islam sama sekali.
Dalam kisah perjalanan Imam Syahid, terdapat banyak contoh sikap-sikapnya yang menegaskan
tentang hal ini.
15. Menyebarkan Fikrah Ikhwanul Muslimin dan prinsip-prinsipnya:
Hal ini dilakukan baik dalam skala individu maupun dalam skala kolektif dan dengan
menggunakan pelbagai sarana yang memungkinkan untuk itu. Imam Syahid berkata, “Pemuasan
dan penyebaran dakwah dengan menggunakan pelbagai sarana hingga ia dipahami oleh
masyarakat umum, lalu memenangkannya dengan keyakinan dan keimanan.”352
349 Ibid, hal. 23350 Risalah, Ila Ayyi Syai'in Nad'unnas (Kepada Apa Kita Menyeru Manusia), hal. 57351 Risalah: Wudhuh Ru'yah, Ustadz Musthafa Masyhur352 Risalah: Mu'tamar Sadis (Muktamar ke VI), hal. 212
268
"Kami akan terus berdakwah, dan akan terus melakukannya hingga tak ada seorangpun
yang tidak sampai kepadanya dakwah Ikhwanul Muslimin sesuai dengan hakikatnya yang
cemerlang dan benar.353
“Untuk itu kami berupaya agar dakwah kami sampai ke setiap rumah dan agar suara
kami terdengar ke segenap penjuru, fikrah kami bisa dipahami dengan mudah, serta bisa
menerobos ke seluruh penjuru desa, kota dan pusat-pusat kegiatan dan tempat-tempat
pertemuan, Untuk itu kami tidak akan menyia-nyiakan potensi dan sarana yang ada.”354
“Sebarkanlah dakwah di setiap lokasi engkau berada, di took-toko, jalan-jalan, rumah-
rumah, mesjid-mesjid, cafe-cafe, tempat-tempat umum dan khusus, di perkampungan, dusun-
dusun, perkotaan, ibu kota, perusahaan-perusahaan, tempat kerja, taman-taman, sekolah dan
lain-lain.”355
“Buatlah kelompok-kelompok Ikhwan di setiap jalan, club-club Al Quran di setiap
pedesaan, panji-panji Muhammad di perkotaan, dan di setiap penjuru bumi seorang Al Akh yang
akan menyerukan prinsip-prinsip dakwah dan ajaran-ajaran kalian, yang memberikan kalimat-
kalimat kalian dan berbaiat dengan baiat kalian.”356
Beliau juga berkata, "Sudah saatnya kalian menjelaskan kepada masyarakat tentang
misi dan sarana-sarana dakwah kalian, serta batasan-batasan fikrah dan manhaj amal
kalian."357
16. Mendapatkan opini umum terhadap fikrah Islam dan dakwah (jamaah Ikhwanul Muslimin)
dan berkumpulnya mereka di sekitar jamaah dan tokoh-tokohnya:
353 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal. 126354 Risalah: Ila al Syabab (Kepada Para Pemuda), hal.177 355 Diantara nasehat Imam Syahid Hasan Al Banna kepada Ikhwan. Diambil dari buku Imam Syahid, Fuad Al Hajarsy, Hal. 111.356 Ibid357 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal. 129
269
Yaitu dengan melakukan pembentukan pondasi-pondasi kemasyarakatan yang
mendalam yang mampu membantu aktivitas politik Islam dan mendukung upaya menuntut
undang-undang yang sesuai dengan Al Quran dan sunnah.
Termasuk melakukan pembebasan para cendekiawan dari ghazwul fikri yang ditanam
oleh penjajahan budaya.
"Mendapatkan legalitas politik dan legalitas sosial di atas realitas kehidupan, baik titik
tolak eksistensinya, gerakan, jamaah dan indivudunya, serta kedekatan mereka dengan
masyarakat dan kelompok-kelompoknya, tanpa menunggu atau tergantung dengan aspek
hukum, yang merupakan haknya, hak yang tidak diberikan oleh pemerintahnya yang zhalim,
yang tidak menghormati supremasi hukum dan perundang-undangan.358
Upaya untuk mendapatkan dukungan publik dan mengikatnya dengan Islam berjalan
seimbang dengan aktivitas-aktivitas kebaikan dan sosial. Setelah menyebutkan aspek-aspek
garapan Ikhwanul Muslimin dalam aktivitas sosial, beliau menyebutkan, "Namun tujuan Ikhwan
tidak hanya untuk aktivitas sosial semata, namun inti dakwah kalian adalah fikrah dan akidah
yang disemai di hati masyarakat; agar masyarakat mendapatkan tarbiyahnya, mengimani
dengan hati dan berkumpulnya hati-hati mereka di sekeliling dakwah. Itulah sebenarnya target
utama dan proyek Islam dalam setiap aspek kehidupan."359
Beliau juga berkata, “Hingga ia dipahami oleh masyarakat umum, lalu
memenangkannya dengan keyakinan dan keimanan.”360
17. Melakukan Upaya perbaikan hukum dan undang-undang
"Ikhwanul Muslimin bekerja keras dalam rangka memberi kejelasan pengertian teks-teks
yang rancu (ambigu) dalam UUD Mesir dan memperbaiki metode yang digunakan untuk
menerapkannya di dalam negeri."361
358 Risalah: Wudhuh Ru'yah, Ustadz Musthafa Masyhur359 Risalah: Da'watuna Fi Thaurin Jadid (Dakwah Kami di Zaman Baru), hal. 240360 Risalah: Mu'tamar Sadis (Muktamar ke VI), hal. 212361 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal. 139
270
18. Menetapkan manuver-manuver dakwah dan pandangannya, terutama terhadap peristiwa-
peristiwa yang bergulir, sikap-sikap dan aliran-aliran yang beraneka ragam, yang diadopsi oleh
masyarakat:
Ini merupakan kewajiban harakah umum dan interaksi dengan komunitas masyarakat.
Oleh karena itu maka sebuah jamaah –dalam kondisi seperti ini- harus maju dan menyampaikan
sikapnya, dengan bersandar pada syariat Islam dan maslahat umum.
19. Melakukan upaya-upaya untuk mendukung ekonomi bangsa, yaitu dengan cara:
a. Mendirikan proyek-proyek; Jamaah Ikhwanul Muslimin telah banyak memberikan
kontribusi dengan mendirikan proyek-proyek ekonomi sepanjang sejarahnya (baik atas nama
jamaah Ikhwanul Muslimin maupun melalui individu-individu jamaah). Walaupun akhirnya
proyek-proyek ini dikuasai dan dibekukan oleh pemerintah yang zhalim. Dengan demikian,
proyek-proyek seperti ini sangat tergantung dengan kondisi-kondisi yang ada di sekitar dakwah.
b. Mendorong individu-individu jamaah dan yang lain untuk mendirikan proyek-proyek
nasional.
c. Mendorong usaha-usaha kerajinan rumah yang sederhana
d. Memerangi praktek riba dalam pelbagai bentuknya
e. Memerangi segala sumber-sumber penghasilan haram dan yang melanggar syariah.
f. Menghidupkan realisasi rukun zakat, dan mengoptimalkan siklus dan
pendistribusiannya sesuai dengan tuntunan syariat.
g. Mengutamakan produk dalam negeri muslim di atas produk-produk Barat serta
memboikot seluruh produk-produk musuh dalam pelbagai bentuknya."362
Imam Syahid berkata, "Memberikan bantuan terhadap harta kekayaan dan aset-aset
Islam secara umum, yaitu dengan mendorong berdirinya perusahaan-perusahaan ekonomi
Islam, Selalu berupaya menjaga setiap qirsy363 yang dimilikinya agar tidak diberikan pada
nonmuslim, tidak menggunakan sandang dan pangan kecuali produksi Negerinya dan Islam."364
362 Lihat kembali, Risalah Pergerakan, Menuju Cahaya, hal.290, dan Risalah Pergerakan, Sistem Ekonomi, hal. 338 (Agenda Persoalan Kita Dalam Kaca Mata Sistem Islam).363 Satuan terkecil mata uang Mesir364 Risalah: Ta'alim (Risalah Ta'alim), kewajiban Aktivis Muslim, hal. 367
271
Beliau juga berkata, "Diantara prinsip Ikhwanul Muslimin adalah, Mengutamakan
pertumbuhan aset-aset umat Islam sesuai dengan asas Islam yang benar."365
Tentang kontribusi jamaah Ikhwanul Muslimin atau individu-individunya dalam aktivitas
ekonomi dan proyek-proyek yang bermanfaat dalam memelihara aset-aset umat Islam, Imam
Syahid memberikan dua persyaratan:
Pertama, TIdak mencampur antara kegiatan dakwah dengan kegiatan ekonomi, baik dalam
bentuk maupun label, maka hendaknya nama proyeknya tidak dengan nama jamaah Ikhwanul
Muslimin, dan kegiatan tersebut memiliki sistem perhitungan materi yang tidak tercampur
dengan perasaan atau kealpaan. Dakwah adalah sesuatu, dan aktivitas ekonomi adalah sesuatu
yang lain, walaupun keduanya saling menyokong satu sama lain, namun keduanya memiliki
warna, sarana dan metode yang berbeda. Kita ingin menerapkan kaidah-kaidah Islam yang hanif.
Kedua, saya tidak memiliki hubungan apapun dengan aktivitas-aktivitas ini, baik dari dekat
maupun jauh; untuk menjaga kepribadian saya, waktu dan usaha saya.366
Proyek ekonomi pertama Jamaah Ikhwanul Muslimin adalah, Syarikah Muamalat
Islamiyah Musahamah (Serikat Muamalat Islam).
Penjelasan
Imam Syahid menjelaskan bahwa kontribusi jamaah Ikhwanul Muslimin dalam
memberikan pelayanan umum dan menumbuhkan aset-aset umat Islam, adalah sesuai dengan
kemampuan yang dimilikinya, dimana ia tidak mampu melaksanakannya sendiri atau
melakukannya secara sempurna, dan dimana hal itu merupakan tugas pemerintah:
"Tujuan ilmiahnya adalah, menjelaskan tentang dakwah Islam dan mengungkap
keindahan dan kecantikan ajarannya; tujuan sosialnya adalah, Membantu orang-orang yang
terkena musibah dan bencana; tujuan ekonominya adalah, menyelamatkan aset-aset kekayaan
nasional, menumbuhkan dan memeliharanya, dll. Setiap tujuan-tujuan ini akan menghabiskan
365 Muzakkirat Da'wah wa Da'iyah Lil Imam al Syahid Hasan (Memoar Hasan Al Banna), hal. 282366 Ibid
272
dan menyita waktu kita, dan menuntut kerja keras, namun tidak semua yang diiginkan
seseorang dapat ia wujudkan.367
Walaupun jamaah tidak memiliki kemampuan yang dimiliki pemerintah dalam
menciptakan perbaikan, yang kadang-kadang ia berada dalam tekanan masyarakat yang
meminta lebih, namun seyogyanya ia harus berupaya memberikan segenap kemampuan yang
dimilikinya dalam aspek-aspek politik, sosial, dan aktivitas-aktivitas kebaikan yang lain, dan
hendaknya ia selalu berada di garda depan dalam setiap peristiwa dan kondisi-kondisi darurat.
Semuanya dilakukan dengan tetap memperhatikan keseimbangan, dan tidak terlepas dari
strategi yang paripurna, dan menghindari hal-hal sebagai berikut:
a. Pengurasan tenaga
b. Tindakan pemblokiran dan spekulasi
c. Memperdaya dan konfrontatif
d. Sibuk dengan perkara-perkara furu' (parsial) dan melupakan hal-
hal yang prinsipil.
e. Terlibat dalam permusuhan yang sengit dengan orang lain.
f. Masuknya orang-orang yang ambisius kedalam shaf dakwah
dengan cara yang membabi buta tanpa penyeleksian, serta
kelompok opurtunis yang sangat tergantung dengan pembayaran
dan yang suka menjual slogan-slogan.
g. Misorientasi dan kehilangan perhatian untuk mewujudkannya,
hilangnya pandangan yang jelas terhadap jalan dan tahapan-
tahapannya.
Poros dan tahapan-tahapan dalam proses sinergisitas bersama masyarakat di pelbagai
aspek ini, akan dijalani oleh dakwah dan akan terus berlangsung setelah berpihaknya
pemerintah tanfidziyyah kepadanya, untuk kemudian disempurnakan apa yang telah
dimulainya, dan sempurna pulalah proses perbaikan yang diinginkan –dengan izin Allah dan
keutamaan-Nya-.
367 Risalah: Ijtima Ru'asa al Manatiq (Pertemua Ketua-ketua Wilayah), hal. 258
273
Diantara wasiat terakhir Imam Syahid kepada Ikhwanul Muslimin368 di medan dakwah
dan aktivitas perbaikan masyarakat, yakni, "Sesungguhnya Allah telah memilih kalian dengan
bergabung bersama kafilah dakwah ini, maka peliharalah selalu:
1. Adab-adab dakwah dan syiar-syiarnya di antara manusia
2. Perbaikilah jiwa-jiwa kalian
3. Perbaikilah amal kalian
4. Istiqamah terhadap perintah-perintah Allah
5. Mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran
6. Memberikan nasehat dengan penuh kelembutan kepada manusia.
7. Bersiap-siap melakukan kerja keras dan memikul beban, serta berjihad dengan jiwa
dan harta.
8. Perbanyaklah tilawah Al Quran
9. Memelihara shalat jamaah
10. Bekerjalah dengan ikhlas karena Allah semata
11. Kemudian tunggulah pertolongan Allah dan taufik dan kemenangan dari-Nya,
firman Allah:
Artinya:
"Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya.
Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa." (Q.S Al Hajj: 40)
368 Makalah Imam Syahid, dipublikasikan oleh Majalah al Mabahits, Januari 1951 M.
274
Bab VIII
Tentang Tujuan
Pembebasan Negeri dan Kemerdekaannya
Tentang Tujuan
Pembebasan Negeri dan Kemerdekaannya
Mukadimah
Imam Syahid menjelaskan tentang urutan-urutan amal dan target-target jamaah,
"Membebaskan negeri dan melepaskannya dari segala bentuk penjajahan asing (nonmuslim),
baik politik, ekonomi, dan jiwa."369
Dengan demikian, Imam Syahid menjadikan pembebasan negeri dan memerdekakannya
secara total, serta mengusir penjajah dari negeri-negeri muslim merupakan kewajiban dan
tujuan politik yang diupayakan oleh jamaah sebelum mewujudkan pendirian pemerintah Islam,
dan itu merupakan hal yang mudah dengan target pembinaan masyarakat muslim merupakan
bagian utama di dalamnya.
Imam Syahid berkata, "Jika kami dizalimi oleh Negara manapun –dan kami berada di
negeri sendiri- maka setiap jengkal dari tanah Mesir yang mahal akan ditebus dengan darah,
jiwa, harta dan putera-puteri negeri ini, dan pada saat itu Ikhwanul Muslimin telah
mempersiapkan diri dengan sempurna untuk menambah persediaan negeri ini dengan seluruh
kemampuan yang dimilikinya, jiwa dan raga."370
Beliau juga berkata tentang skala peperangan dan tantangan yang akan dihadapi,
"Adalah bagian yang baik untuk kita, dapat menyaksikan zaman dimana kekuatan Yahudi
Internasional menantang bangsa-bangsa Arab dan Islam dan menodai kesuciannya dengan besi
369 Risalah: Ta'alim (Risalah Ta'alim), hal. 394370 Muzakkirat Da'wah wa Da'iyah Lil Imam al Syahid Hasan (Memoar Hasan Al Banna), hal. 298
275
dan api, maka kita akan menerima tantangan ini dengan keyakinan bahwa Allah yang maha
tinggi dan maha mulia telah memberikan kepada kita keutamaan dan kelebihan untuk
melakukan perlawanan terhadap musuh dan melumpuhkannya."371
Terhadap permasalahan negeri dan upaya mendapatkan kemerdekaan,
membebaskannya dari penjajah dan upaya untuk mendapatkan kebebasan politik serta hak-
haknya, Imam Syahid mengisyaratkan beberapa gambaran konsep dan manhaj yang dapat
mewujudkan hal itu, beliau berkata, "(Untuk membebaskan dan memerdekaan negeri)
Dibutuhkan jihad yang panjang, pahit, berat dan berkelanjutan, dan hal ini tidak akan terwujud
kecuali dengan persatuan yang paripurna dan totalitas ukhuwah, perasaan yang terhimpun dari
hati ke hati, kesungguhan dan istiqamah di atas manhaj kebenaran dan arah yang tepat menuju
kebaikan. Di saat hal ini bisa diwujudkan maka tak satupun rintangan yang akan menghalangi
jalan kita, dan dengan izin Allah kita akan sampai ke tujuan dalam waktu yang singkat.
Keimanan dan cinta akan melahirkan persatuan yang hakiki, dan kita sangat membutuhkannya
sekarang ini. Apakah kita dapat mewujudkan kedua hal itu?
Sebagaimana kita saksikan bahwa Imam Syahid menyiapkan Ikhwanul Muslimin untuk
menghadapi penjajah Inggris, kemudian bagaimana beliau mampu membangkitkan semangat
perlawanan rakyat, katibah-katibahnya yang menghadapi barisan penjajah Inggris, memberikan
pengorbanan yang besar dalam Perang Suez, dan mereka telah mengoreskan lembar-lembar
peristiwa monumental yang belum banyak yang terungkap oleh sejarah hingga hari ini372, saat
dimana banyak orang hanya memperhatikan slogan-slogan, pidato dan khutbah yang
membangkar semangat.
Imam Syahid menginginkan kemerdekaan yang total dan hakiki di setiap aspek, tidak
hanya kemerdekaan parsial atau hanya penarikan pasukan semata. Kemerdekaan adalah
terbebas dari seluruh bentuk penjajahan pihak asing; ekonomi, budaya, sosial, politik, dll, atau
yang dikenal sebagai penjajah asing (non muslim) dengan segala kandungan budaya, pemikiran,
visi dan misi. Targetnya adalah kebebasan yang hakiki dengan segala kandungan dan
371 Dari makalah Imam Syahid, yang terakhir ditulisnya. Dipublikasikan oleh Majalah al Mabahits, pada Januari 1951 M, dan diterbitkan kembali oleh Majalah Dakwah, januari/Februari 1999 M.372 Lihat: Imam Syahid, Pembawa Panji Dakwah Abad 20, Fuad Al Hajarsi, dalam bab khusus tentang pertempuran Ikhwanul Muslimin melawan penjajah Inggris.
276
muatannya, bukan slogan-slogan kosong semata, atau mengganti penjajah dengan penjajah
yang lain dengan nama dan baju yang berbeda. Imam Syahid meyakini bahwa kebebasan adalah
kewajiban suci yang tak seorangpun yang berhak melepaskannya.
Imam Syahid berkata, "Islam yang hanif ini telah mendeklarasikan sekaligus
menganggap sakral kemerdekaan tersebut, menegaskan keberhakannya bagi setiap individu
dan masyarakat dengan kandungan nilai yang utama, menyerukan kepada mereka agar merasa
terhormat dengan kemerdekaan itu, untuk kemudian memeliharanya. Rasulullah Saw. bersabda:
مني فليس مكره غير طائعا نفسه من الذلة أعطى من )) ((
Artinya:
"Barangsiapa yang menghinakan dirinya dengan sukarela tanpa dipaksa, maka ia bukan
termasuk golonganku."
Islam memerangi penindasan internasional yang mereka menamakannya penjajahan
dengan semua praktek kekuatan yang dilakukan. Ajaran Islam sama sekali tidak membolehkan
suatu bangsa menguasai dan memaksakan kehendaknya kepada bangsa lain."373
Ketika menetapkan hal ini, Islam juga menegaskan aspek-aspek operasional dalam
menjaga nilai-nilai kemerdekaan. Maka di wajibkanlah atas mereka untuk berjihad dengan harta
dan jiwa. Jihad merupakan fardhu kifayah ketika dia dilaksanakan untuk menjamin kelangsungan
dakwah. namun, ia menjadi fardhu 'ain bagi umat manakala ditujukan untuk menghalau
intervensi pihak luar terhadap umat Islam.
Islam juga menjadikan mati syahid sebagai derajat keimanan tertinggi, menjanjikan
kepada para mujahid kemenangan dan dukungan di dunia, serta kenikmatan abadi di akhirat.
Bahkan Islam mendeklasikan bahwa jihad adalah amalan yang paling utama setelah iman,
firman Allah:
Artinya:
373 Risalah: Musykilatuna Fi Dhau'I al Nizham al Islamy (Agenda Persoalan Kita dalam kacamata sistem Islam); Tentang masalah kenegaraan, hal. 308.
277
"Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta,
benda dan diri mereka, adalah lebih Tinggi derajatnya di sisi Allah; dan Itulah orang-orang yang
mendapat kemenangan." (Q.S Al Taubah: 20)374
"Dari sinilah Ikhwanul Muslimin berkeyakinan bahwa setiap Negara yang memusuhi dan
berusaha menginvasi wilayah-wilayah muslim adalah Negara yang zalim dan harus dihalangi
gerak langkahnya. Dalam hal ini kaum muslimin harus segera mempersiapkan diri dan menjalin
kerjasama untuk melepaskan diri dari cengkeraman kaum imperialis."375
Imam Syahid menjelaskan perbedaan antara penindasan penjajah dan gerakan ekspansi
Islam (futuhat) sepanjang perjalanan, dengan mengatakan, "Ketika seorang penakluk muslim
dengan pedang terhunus di tangannya pergi ke medan jihad di jalan Allah, maka tidaklah ia
mengharap keuntungan dunia, tidak pula mengintai kekayaan bangsa lain untuk dirampasnya,
meski tanpa disengaja di tangannya telah penuh dengan semua itu. Akan tetapi, yang dia yakini
adalah dakwah dan mengemban risalah, serta menjaga nilai-nilai kebenaran, keadilan dan
kedamaian."376
Pada saat yang sama Islam juga menganggap kaum muslimin adalah kaum yang
mengemban amanah risalah Allah di muka bumi. Di dunia mereka menempati posisi al
ustadziyah (pemandu) –kami tidak mengatakan posisi pengendali- khususnya terkait dengan
penuaian amanat. Oleh karenanya umat Islam tidak diperkenankan menghinakan atau
memperbudak manusia lain. Sebaliknya, mereka juga tidak diperkenankan bersikap lunak
kepada para penindas atau tunduk kepada para perampas yang melampaui batas, firman Allah:
Artinya:
"Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk
memusnahkan orang-orang yang beriman. (Q.S An Nisa: 141)377
374 Risalah: Musykilatuna Fi Dhau'I al Nizham al Islamy (Agenda Persoalan Kita dalam kacamata sistem Islam), hal. 309375 Risalah Pergerakan, Muktamar ke V, hal. 205376 Risalah: Musykilatuna Fi Dhau'I al Nizham al Islamy (Agenda Persoalan Kita dalam kacamata sistem Islam), hal. 308377 Ibid
278
Upaya untuk mewujudkan kemerdekaan dan mengusir kekuatan penjajah dari negeri
merupakan langkah utama sebelum mendirikan pemerintah muslim, adapun untuk sisi-sisi
kebebasan dan kemerdekaan yang paripurna dalam pelbagai aspeknya, baik sosial, budaya dan
ekonomi, maka umat harus menempuh jalan yang bisa membuatnya berdiri secara mandiri.
Ketika saat mendirikan sebuah pemerintah Islam, maka hal itu akan menjadi pondasi dasar, dan
akan bangkit bersama umat di pelbagai aspek kehidupan, demi mewujudkan kemerdekaan yang
paripurna dan kemajuan yang dicita-citakan.
Strategi Mengusir Penjajah
Imam Syahid menggariskan poros-poros umum dan strategi yang cocok untuk mengusir
penjajah dari negeri-negeri muslim –waktu ia beliau membuktikannya ketika berhadapan
dengan penjajah Inggris di Mesir:
1. Membangkitkan umat dan menyadarkan dan mempersiapkannya untuk menghadapi
penjajah:
Hal ini tentunya merupakan pancaran dari pemahaman Islam dan apa yang diwajibkan
kepada pemeluknya. Imam Syahid menggunakan pelbagai sarana personal dan kolektif untuk
membangkitkan dan mempersiapkan masyarakat, sehingga hal ini benar-benar menjadi sesuatu
yang diyakini secara kuat dan tertanam, menjadi rujukan dan yang diserukan oleh masyarakat,
begitupula membongkar cela para pecundang dan orang-orang yang tertipu.
Imam Syahid berkata, "Kami menyebarkan buletin dan keterangan-keterangan yang
menjelaskan kepada masyarakat tentang hak-hak mereka yang tersembunyi dan apa yang
ditutupi dari cela para pecundang dan mereka yang terpedaya, kami akan menghimpun
masyarakat dalam satu kata di pelbagai pertemuan dan muktamar."378
"Merupakan kewajiban kami untuk merubah tanpa terjangkit wabah pemikiran mereka
yang telah akut, menahan siapa saja yang berbaik sangka terhadap musuh, dan siapa saja yang
telah membius otot-otot kami dengan pemikiran-pemikiran palsu dan kalimat-kalimat rayuan,
378 Risalah: Ijtima Ru'asa al Manatiq (Pertemuan Ketua-ketua Wilayah)
279
yang di belakangnya tiada lain adalah upaya merusak bangsa Timur dan melenyapkan
persatuan Islam, mereka tidak jauh berbeda dengan orang-orang Eropa."379
2. Menghimpun kalimat masyarakat dan menyatukan kekuatan dan usaha, serta
mengkoordinasikan strategi untuk itu:
"Kami akan menyerukan penyelenggaraan muktamar Arab-Islam untuk menyatukan
kekuatan dan mengkoordinasikan strategi."380
"Sekarang, kita berada di depan berbagai situasi internasional yang baru, yang hampir
sama dengan masalah yang sedang kita hadapi. Semua itu pada hakikatnya adalah satu
masalah saja, yakni penyempurnaan kebebasan dan kemerdekaan, serta menghancurkan semua
belenggu penindasan dan imperialisme. Kita harus kembali pada apa yang telah diwajibkan oleh
Islam (kepada semua pengikutnya) sejak pertama ia diturunkan, yakni ketika Islam menjadikah
wihdah sebagai salah satu makna dari sekian kandungan makna iman, kita harus bersekutu dan
bersatu."381
3. Menggunakan kekuatan pers untuk memberi tekanan dalam skala internasional –baik
pemerintah maupun masyarakat- untuk menjelaskan problematika yang dihadapi serta
mencari dukungan untuknya:
"Kami akan mengirimkan saudara-saudara kami ke segenap penjuru Negara-negara
asing, yang akan mempegaruhi rakyat dan pemerintahnya terhadap permasalahan nasional
Islam."382
"Walaupun dengan tekanan pers terhadap Negara-negara asing dan terhadap
organisasi-organisasi dunia, namun Imam Syahid mengetahui kadar relativitas aspek-aspek
tersebut, dan meyakini bahwa pada dasarnya tergantung kepada diri sendiri, "Jika hal ini tidak
379 Dari makalah, Kewajiban dunia Islam terhadap musibah yang menimpanya, Imam Syahid tahun 1931. diambil dari buku, Imam Syahid, karya Fuad Al Hajarsi. Hal. 117380 Risalah: Ijtima Ru'asa al Manatiq (Pertemua Ketua-ketua Wilayah), hal. 117381 Risalah: Musykilatuna Fi Dhau'I al Nizham al Islamy (Agenda Persoalan Kita dalam kacamata sistem Islam), hal. 229382 Risalah: Ijtima Ru'asa al Manatiq (Pertemua Ketua-ketua Wilayah), hal. 270
280
memberikan faedah apa-apa dan kami tidak mendapat bagian apapun dari dunia baru, maka
kami akan tahu bagaimana meneguhkan diri kami dan membuat benteng yang kokoh antara
kami (orang-orang yang beriman) dan orang-orang zhalim itu."383
"Yang saya inginkan adalah agar umat Islam meyakini bahwa aksi protes saja tidak
cukup, bahkan tidak bermanfaat sama sekali, karena aksi protes tidak mampu menghilangkan
beban dan tidak dianggap telah memenuhi kewajiban, maka tidak benar kalau hanya
menyandarkan diri pada aksi protes semata."384
4. Menghadapi kelemahan pemerintah dan intervensi asing dengan menggunakan opini publik
untuk melakukan tekanan dalam rangka menghadapi kerusakan ini:
Imam Syahid berkata, "Sesungguhnya faktor utama yang merusak tatanan kehidupan
masyarakat Mesir, negeri-negeri Arab dan Islam adalah intervensi pemerintah asing, dan ini
merupakan kelemahan yang tidak seharusnya terjadi di dalam pemerintah, sehingga seluruh
keinginan dan pelaksanaan pemerintah adalah sesuai dengan keinginannya, baik sebagai duta
besar atau sebagai dalang. Maka pintu pertama proses perbaikan ini adalah kita melawan dua
fenomena ini, agar masyarakat terbebas dari dua imperialis. Karena jika tidak, maka seluruh
upaya akan sia-sia belaka."385
5. Perdamaian dengan penjajah
Imam Syahid membatasi bentuk-bentuk perdamaian dengan para penjajah, seperti
perjanjian dan pemberlakuan hukum sebagai sarana untuk mengusir mereka. Cara ini tidak
dilarang untuk digunakan dan dimanfaatkan dengan syarat bahwa pemberian hak harus
dilakukan secara total, jangan sampai ada hak kita yang dirampas atau kebebasan kita yang
terpasung, atau yang membuat kita terpaksa melepaskan beberapa bagian dari hak kita, atau
sebagai sarana untuk memperpanjang usia penjajahan.
383 Risalah: Ijtima Ru'asa al Manatiq (Pertemua Ketua-ketua Wilayah), hal. 270384 Dari makalah, Kewajiban dunia Islam terhadap musibah yang menimpanya, Imam Syahid tahun 1931. diambil dari buku, Imam Syahid, karya Fuad Al Hajarsi. Hal. 117385 Risalah: Ijtima Ru'asa al Manatiq (Pertemua Ketua-ketua Wilayah), hal. 258
281
Imam Syahid berkata, "Kendati demikian, Islam menyambut baik adanya cara-cara yang
konstruktif untuk mengakhiri pemusuhan, jika cara-cara itu pada akhirnya mengakui akan
kebenaran bagi yang berhak, firman Allah:
Artinya:
"Dan jika mereka condong kepada perdamaian, Maka condonglah kepadanya dan
bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya dialah yang Maha mendengar lagi Maha
Mengetahui. (Q.S Al Anfal: 61)
Rasulullah tidak memilih antara dua perkara kecuali yang paling mudah, selama hal itu
bukan masalah yang haram. Di antara jenis perdamaian adalah genjatan senjata, jika hal itu bisa
mengarah pada pencapaian kebenaran yang sempurna. Rasulullah Saw. sendiri pernah
melakukan genjatan senjata dengan orang kafir dalam Perjanjian Hudaibiyah.
Diantara jenis perdamaian yang lain adalah mau berhukum dengan hukum orang lain,
jika hal itu akan mengantarkan kepada kebenaran. Meski dalam hal ini kita tidak pernah
menjumpai bahwa Rasulullah Saw. atau salah satu khulafaaur Rasyidin yang rela dengan hukum
orang kafir. Akan tetapi hal itu bisa dibenarkan jika dilihat dari konteks ayat dan keharusan
untuk bersepakat atas kebaikan. Islampun tidak melarangnya apabila hal itu terjadi antara kaum
muslimin dengan non muslim, selama di dalamnya terdapat kemaslahatan dan tidak merugikan
kaum muslimin sendiri.386
Adapun pemberlakuan hukum yang didasari oleh keuntungan dan ambisi Negara, yaitu
bermaksud mengurangi (merampas) hak umat Islam –sebagaimana dapat kita lihat dari
keputusan-keputusan PBB atau organisasi-organisasi dunia lainnya-, maka hal itu tidak bisa
diterima apapun alasannya. Seperti sikap Imam Syahid menolak keputusan PBB terkait dengan
pembagian wilayah Palestina menjadi dua; wilayah Arab dan wilayah Yahudi, beliau menentang
keputusan tersebut dengan segenap kemampuan yang dimilikinya.
386 Risalah: Musykilatuna Fi Dhau'I al Nizham al Islamy (Agenda Persoalan Kita dalam kacamata sistem Islam), hal. 224
282
Imam Syahid berkata, "kami telah melakukan genjatan senjata, namun kita tidak
mendapatkan apa-apa. Hal ini karena kebandelan, kelicikan dan tipu daya penjajah Inggris. Kita
juga telah melakukan adopsi hukum, namun kita juga tidak memperoleh hasil apapun, karena
dikalahkan oleh berbagai kepentingan internasional dan ambisi kolonial.
Imam Syahid tidak tertipu dengan gembar-gembor pers tentang perjanjian dan
keuntungan yang kami ambil. Slogan-slogan kosong dan kata-kata tidak membuatnya lengah
terhadap kebenaran.
Imam Syahid berkata, "Seorang penulis terkemuka pernah menuliskan; sesungguhnya
kita telah memperoleh keuntungan moral yang besar dengan diumumkannya problem-problem
kita secara besar-besaran di hadapan dunia internasional, mengungkapnya dari hanya sekedar
saling memahami secara sempit kepada sebuah pernyataan yang memiliki legitimasi di tingkat
global. Hal ini benar. Namun, keuntungan moral itu sama sekali tidak cukup untuk
mengantisipasi permasalahan yang paling mendasar, karena kita masih tetap bersama Inggris,
yang dengan itu kita tidak akan bisa maju selangkah pun. Bahkan, kondisi stagnan itu akan
semakin mengakibatkan kegundahan dan ketidakmenentuan."387
6. Diperlukan pernyataan sikap perlawanan dan membatalkan semua kesepakatan dan
keterikatan:
Imam Syahid berkata, "Jika usaha-usaha seperti ini menemui jalan buntu, maka prinsip
Islam telah jelas, yakni mengumumkan permusuhan (peperangan), kemudian segera melakukan
jihad dengan pelbagai sarananya."388
Beliau juga berkata, "tidak ada jalan lain bagi kita kecuali mencabut perjanjian genjatan
senjata itu dan mengumumkan perang terbuka. Pada saat yang sama, kita mendeklarasikan
kepada mereka untuk mencabut semua ikatan dan kesepakatan antara kita dengan mereka,
serta mengumumkan bahwa kita dalam kondisi perang. Dari situlah kita akan mulai mengatur
kehidupan kita sendiri tanpa campur tangan mereka.
387 Risalah: Musykilatuna Fi Dhau'I al Nizham al Islamy (Agenda Persoalan Kita dalam kacamata sistem Islam), hal. 225388 Ibid
283
Dalam bidang ekonomi, kita harus merasa cukup (dan sementara membatasi diri)
dengan apa yang ada di negeri kita dan di negeri saudara-saudara kita dari bangsa Arab dan
kaum muslimin (tidak perlu minta bantuan ke Negara yang lain.)
Dalam bidang sosial, harus dibangkitkan semangat untuk meraih izzah, kemuliaan dan
cinta kemerdekaan.
Dalam bidang operasional kemiliteran, rakyat harus diberikan pendidikan dan latihan
militer, sambil menunggu datangnya kesempatan dari Allah (sampai dating waktunya untuk
berperang dengan mereka).389
Harus dipersiapkan pula moralitas bangsa untuk hal itu dengan berbagai penerangan
dan sosialisasi besar-besaran, persis sebagaimana sebuah bangsa ketika menghadapi perang
yang sesungguhnya. Di atas asas inilah kondisi sosial akan berubah.390
Kerja keras ini bukan tidak mungkin bisa ditangani oleh individu atau lembaga tertentu.
Namun, pemerintahlah yang harus menjadi penanggungjawab yang pertama dan terakhir.391
Oleh karena itu, Imam Syahid maju dan menyampaikan gagasan perbaikan ini kepada
pemerintah, mengajaknya untuk menunaikan tugas dengan segala sarana dan prasarana,
memberi tekanan hingga pemerinatah mengambil langkah konkret untuk mengentaskannya,
minimal pemerintah memberikan perlindungan, dan dukungan terhadap aktivitas militer rakyat
untuk melawan penjajah.
7. Boikot
Diantara sarana konvensional yang diserukan oleh Imam Syahid dalam rangka
memberikan perlawanan kepada penjajah adalah melakukan boikot, baik boikot ekonomi,
sosial, budaya, pers dan boikot-boikot yang lain.
389 Ibid390 Ibid391 Ibid
284
"Mereka akan menyaksikan bahwa senjata negatif ini akan menghilangkan keinginan
mereka dan mengembalikan permusuhan itu kepada diri mereka sendiri."392
"boikot adat budaya dan produk-produk yang tidak Islami."
"Boikot segala sesuatu yang tidak berasal dari Timur (Islam), baik kebiasaan, budaya,
dan produk-produknya, serta merasa bangga dengan ketimurannya (keIslamannya)."393
"Dunia Islam dengan segenap jiwanya telah memberikan kepada kita kepekaan
perasaan, kelemah-lembutan dan dukungan, sehingga kita menyaksikan sebuah jalinan yang
demikian kuat antara kita dengan Islam, yang keduanya saling memberi dukungan dan saling
menghormati."394
"Dengan cara ini (yang dengan sendirinya akan menambah perbendaharaan sarana
khusus kita bagi setiap umat mencabut perjanjian damai dan jihad tadi, yakni sebuah nilai lain
dari nilai-nilai kekuatan yang tidak lain adalah persatuan dan kesatuan), kita akan bisa terbebas
dan mampu menjadi lawan yang seimbang bagi bangsa-bangsa yang rakus di dunia ini, dan
Negara-negara yang saling berkompetisi untuk memperebutkan materi dan kepentingan."395
8. Perlawanan total dalam menghadapi penjajah membutuhkan persiapan dan pengorbanan,
untuk itu perlu persiapan jiwa untuk melakukannya:
"Rakyat sangat siap untuk berkorban, tetapi hanya untuk sebuah tujuan yang jelas.
Tujuan yang mengarah pada kemenangan atau mati syahid."396
9. Partisipasi jamaah dalam memberikan perlawanan militer terhadap penjajah:
392 Risalah: Ijtima Ru'asa al Manatiq (Pertemua Ketua-ketua Wilayah).393 Dari makalah, Kewajiban dunia Islam terhadap musibah yang menimpanya, Imam Syahid tahun 1931. diambil dari buku, Imam Syahid, karya Fuad Al Hajarsi. Hal. 117394 Risalah: Nahwa an Nur (Menuju Cahaya), hal. 275395 Risalah: Musykilatuna Fi Dhau'I al Nizham al Islamy (Agenda Persoalan Kita dalam kacamata sistem Islam), hal. 314396 Ibid, hal. 311
285
Imam Syahid benar dalam strateginya dan sukses dalam penyiapan jamaah dan
masyarakat, dimana pada akhirnya ia berhasil mengusir penjajah setelah kesyahidannya.
Jamaah Ikhwanul Muslimin memberikan kontribusi luarbiasa dalam perlawanan militer terhadap
penjajah, memberikan pengorbanan dan jiwa para syuhada dalam pertempuran sengit di
Terusan Suez.397
Imam Syahid berkata, "Saat kami beriman dan berjuang, kami tidak menggantungkan
jihad pada kekuatan senjata, banyaknya pasukan dan armada perang, kami menyadari bahwa
kami lebih lemah dari itu semua, dan kami merasakan dengan rasa yang mendalam terhadap
rantai yang membelengu tangan dan kami kami."398
"Kami akan bekerja dengan landasan spirit perasaan ini: Kami akan menegakkan
kebenaran, dan di dorong oleh keimanan dan diarahkan oleh cita-cita."399
Perlawanan ini dilakukan dengan berpedoman kepada prinsip-prinsip dakwah, dan
dengan pandangan yang komprehensif dan luas, sebagaimana dapat kita lihat dalam siasat
Imam Syahid:
a. Bahwasanya diperlukan persiapan yang hakiki terhadap umat dan
menyadarkannya, begitupula mempersiapkan jamaah ini untuk berperan di bidang
tersebut; oleh karena itu maka kerja yang harus dilakukah adalah membentuk sistem
khusus untuk melatih dan mempersiapkannya pada hari pembebasan.
Dimana jamaah berada di garda terdepan umat yang akan memimpin perjuangan,
mempersembahkan syuhada, memberikan pengorbanan, sementara masyarakat di
sekitarnya menerima, membantu dan memperjuangkannya.
b. Imam Syahid menolak perlawanan yang asal-asalan, tanpa persiapan dan strategi
yang jelas dan menyeluruh, atau hanya menjadi petualangan militer semata, atau
menjadi bagian yang terpisah dari umat dan masyarakat.
397 Lihat, a. Perlawanan rahasia di Terusan Suez, Al Ustadz Kamil Syarif b. Imam Syahid, Pengusung panji dakwah abad 20, Ustadz Fuad Al Jaharsi, Bab khusus tentang pertempuran Ikhwanul Muslimin melawan Inggris.
398 Risalah: Ijtima Ru'asa al Manatiq (Pertemua Ketua-ketua Wilayah), hal. 258399 Ibid, hal. 270
286
c. Beliau juga menolak penghentian peran dan aktivitas jamaah ketika terwujudnya
kemerdekaan dan kebebasan saja, atau jamaah hanya membatasi tujuannya hanya pada
target-target ini –walaupun target tersebut sangat penting-. Kemerdekaan dan
kebebasan bukanlah visi satu-satunya, namun ia merupakan bagai dari satu susunan
sempurna dari visi dan strategi. Jamaah menjadi sarana untuk mewujudkan seluruh visi
dan misinya, dan menjaga agar tidak terjadi benturan dan singgungan antara visi-visi
tersebut satu sama lain, atau hanya terbatas pada visi-visi yang parsial.
Oleh karena itu kita melihat pembangunan jamaah, proses eksistensi, keberlangsungan
dan upaya mewujudkan visi-visinya berjalan seimbang dengan target pembebasan dan
kemerdekaan.
Kami melihat bahwa jamaah telah maju kehadapan, setelah melakukan persiapan dan
pada waktu yang tepat, ia mampu memikul beban dakwah dengan penuh ketegaran dan
menghadapinya dengan segenap pengorbanan dan dengan jiwa syuhada yang gugur,
menghadapi rintangan dan kepungan musuh, dan dengan keutamaan Allah terlihatlah
kemampuannya untuk tetap eksis dan memproteksi dakwah. Musuh telah berupaya
untuk memukul mundur jihad Ikhwanul Muslimin di Palestina dan Terusan Suez, dengan
mengarahkan serangan-serangan yang mematikan, namun segala puji bagi Allah,
Ikhwanul Muslimin mampu menghadapi serang-serangan itu, dan keluar dari
pertempuran dengan kekuatan yang semakin membaja, untuk melanjutkan aktivitas
dakwah secara sempurna.
d. Imam Syahid telah mempersiapkan Ikhwanul Muslimin dan masyarakat dengan
persiapan yang sempurna dalam pelbagai aspek dan dengan berbagai sarana untuk
mengantarkan kepada kemerdekaan negeri, melawan penjajah Inggris dan mengusirnya
keluar dari negeri Mesir, hari itu dinamakan sebagai Yaum Dam (hari berdarah).
e. Persiapan ini tidak hanya dengan mempersiapkan kuantitas pasukan yang sesuai
dengan persiapan yang sempurna, namun ia juga mencakup pemenuhan yang terus
menerus terhadap kebutuhan, sesuai dengan perkembangan peristiwa dan beban-
bebannya. Adapun unsur utama yang sangat dibutuhkan dalam segmen ini adalah al
287
fard (individu muslim) yang akan disiapkan dan ditarbiyah; dimana peperangan banyak
menelan pentolan-pentolan dakwah dan unsur-unsur yang berkualitas, sementara
penempatan (kader) yang dilakukan terkadang belum mengalami pematangan dalam
persiapan tarbawi dan yang akan berperan sebagai unsur pemimpin; hal ini dikarenakan
cepatnya perputaran peristiwa dan tekanan yang terjadi, atau karena sedikitnya waktu
yang tersedia, sehingga menyebabkan sedikitnya basis-basis shaf tarbiyah dan
banyaknya unsur-unsur yang bersemangat yang telah ditempatkan tanpa melalui
persiapan tarbiyah yang matang, sehingga mereka menjadi pentolan-pentolan jihad dan
pemimpin nasional, namun sayangnya pembinaan tarbiyahnya masih lemah, dan kurang
menguasai aspek-aspek dakwah dan rukun-rukunya. Hal ini yang kemudian
membuatnya terancam fitnah, dan penyimpangan pemikiran, atau kerusakan struktural
di jamaah dan tarbiyah. Dengan demikian kita sampai kepada shaf yang pondasi dan
bangunan utamanya mengalami kelemahan, sebagai akibat dari perseteruan dan
pengorbanannya.
Makna Negara Islam dan sikap terhadap permasalahan Palestina:
Imam Syahid meluaskan pengertian Negara Islam hingga mencakup seluruh Negara
Islam. Ini yang sebenarnya yang diinginkan dari makna Islam dan persatuan umat Islam.
Sehingga setiap umat Islam wajib saling bahu membahu dan bekerjasama mewujudkan
kebebasan dan kemerdekaan di setiap negeri-negeri muslim.
Imam Syahid berkata, "Saya ingin menuntaskan permasalahan ini, bahwa sesungguhnya
Negara Islam merupakan satu kesatuan yang tidak terbagi-bagi, permusuhan terhadap salah
satu bagiannya merupakan permusuhan terhadap bagian-bagian yang lain."400
"Kelaliman yang dilakukan di setiap jengkal tanah yang dihuni seorang muslim,
merupakan kejahatan yang tak bisa dimaafkan."401
400 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal. 204401 Risalah: Ila al Syabab (Kepada Para Pemuda), hal. 170
288
Imam Syahid menegaskan bahwa tidak ada sikap mengalah atau penyepelean terhadap
penjajah, walaupun dalam waktu yang panjang, harus ada pengembalian hak-hak kita secara
sempurna, tanpa ada satupun yang dikurangi.
Imam Syahid berkata, "Setelah itu perhitungan kita dengan pihak Inggris adalah perihal
daerah-daerah muslim yang didudukinya, dimana Islam telah mewajibkan kepada setiap
penduduk di setiap wilayah tersebut –dan kita juga tentunya- untuk berusaha menyelamatkan
dan membebaskannya dari cengkeraman musuh. Begitupula dengan Perancis dan Italia, dan
hari ini termasuk dalam kelompok mereka Rusia, Amerika, India dll.
Beliau berkata tentang hal ini, "Perhitungan kita dengan Italia tidaklah lebih sedikit
daripada Perancis. Sungguh akan tiba suatu hari dimana akan terbayar semua perhitungan ini,
firman Allah:
Artinya:
"Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu kami pergilirkan diantara manusia (agar
mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman
(dengan orang-orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada'. Dan
Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim. (Q.S Ali Imran: 140)402
"Maka merupakan hal yang alami, jika bagian dari tujuan kalian -sebagai dakwah Islam
yang benar dan paripurna- adalah membebaskan Lembah Nil, bangsa Arab dan negeri-negeri
muslim dengan seluruh bagiannya dari penjajahan bangsa asing."403
Hal ini sebagaimana peran yang dilakukan oleh Imam Syahid dalam membebaskan
negeri-negeri muslim. Seperti perannya terhadap permasalahan Palestina, -sebagai tempat yang
memiliki keistimewaan- yaitu dalam pertempuran antara Islam melawan Barat, dan merupakan
contoh yang sangat jelas terhadap perampasan negeri kaum muslimin. Kami akan
menyampaikan secara ringkas, beberapa kalimat dan pengarahan yang dberikan oleh Imam
402 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal. 150, 151403 Risalah, Ijtima Ru'asa al Manatiq (Pertemua Ketua-ketua Wilayah), hal. 251
289
Syahid terkait dengan hal itu. Bagi yang ingin memperluas dan mendalami lebih jauh perkataan-
perkataan beliau, silakan untuk merujuk kepada referensi-referensi khusus tentang hal itu.404
Imam Syahid berkata, "Sesungguhnya Ikhwanul Muslimin tidak ada cara lain untuk
membebaskan Palestina kecuali dengan kekuatan." Sebagaimana yang beliau tulis dalam
suratnya kepada Abdurrahman Azzam, sekretaris jendral Liga Arab ketika itu.405
Imam Syahid menyampaikan seruan kepada Negara-negara Arab dan Islam untuk segera
menarik diri dari PBB, dan mengajak seluruh bangsa-bangsa Arab dan Islam untuk bangkit
membela Palestina, hal ini sebagai bentuk penolakan terhadap ketetapan yang dikeluarkan oleh
PBB tentang pembagian wilayah Palestina menjadi dua bagian dan pengakuan terhadap
eksistensi Israel sebagai Negara yang sah di Palestina.
Dalam memoar yang beliau sampaikan kepada Biro Politik Liga Arab, Imam Syahid
meminta, "Membersihkan Zionisme dari negeri-negeri Islam, atau menyetujui Yahudi untuk
hidup berdampingan dengan bangsa Arab di bawah pemerintah Palestina yang merdeka,
dengan syarat mengembalikan setiap penduduk Yahudi ke negeri asalnya setelah Perang Dunia
I."406
Dalam memoar yang ditulis kepada Dubes Inggris, Imam Syahid menyampaikan,
"Sesungguhnya Ikhwanul Muslimin akan mengerahkan seluruh jiwa dan harta mereka demi
menjaga keutuhan setiap jengkal tanah palestina yang Arab dan Islam, hingga Allah
mewariskan bumi dan seluruh isinya."407
Dengan segala keterbatasan kemampuan jamaah serta marabahaya yang senantiasa
mengintai, dan jamaah Ikhwanul Muslimin masih dalam tahap pembinaan, namun Imam Syahid
tetap ikut serta dalam jihad melawan Yahudi, dan dalam memobilisasi umat Islam. Walaupun
dengan segala konsekuensi dan perkembangan yang akan terjadi, serta besarnya kekuatan
404 Diantaranya: Ikhwanul Muslimin dan Perang Palestina, Ustdadz Kamil Syarif; Ikhwanul Muslimin dan Permasalahan Palestina, Fuad Al Hajarsi, dll. 405 Ikhwanul Muslimin dan Permasalahan Palestina, Fuad Al Hajarsi, hal. 14406 Ibid407 Ibid, hal. 40
290
permusuhan yang berada di belakang Yahudi. Demikianlah sikap beliau terhadap pelbagai
permasalahan umat Islam.
Dalam ucapan belasungkawa untuk para syuhada jamaah yang gugur di Palestina,
sebagaimana disebut dalam makalahnya yang berjudul Mihnatul Islam, Imam Syahid berkata,
"Mereka adalah orang-orang yang tidak berdosa yang berada di sisi Allah, mereka telah
mempersembahkan darahnya dalam perjuangan di jalan Allah dalam peperangan yang dikuasai
oleh kaum yang tidak memperdulikan Islam (maksudnya para pemimpin Mesir pada waktu itu,
seperti raja Faruq dan lain-lain), mereka adalah orang-orang asing, orang-orang asing, orang-
orang asing.
Sesungguhnya Israel akan berdiri, karena gerakannya adalah gerakan ideologi. Jalan
yang akan kalian lalui sangat panjang, panjang dan menakutkan, darah suci dan mulia yang
tertumpah tidak akan ada gantinya. Adapun Israel, akan tegak berdiri dan akan tetap eksis
hingga Islam menghancurkannya, sebagaimana Islam menghancurkan yang lainnya. Ini adalah
jalan kita yang tidak boleh kita lewatkan sebagai pertempuran dan pembuktian kepahlawanan.
Sesungguhnya kita adalah pembawa risalah dakwah yang menolak cita-cita palsu dalam
setiap manuver politik yang tidak dipimpin oleh Islam, dan setiap jihad yang tidak dipimpin oleh
kalimat Allah. Umat kita harus bisa membedakan antara orang-orang berakidah yang berjuang
dan para pecundang dari politikus dan militer. Kita meminta maaf kepada Allah terhadap darah
syuhada yang telah tertumpah, dan semoga ini menjadi peringatan bagi umat, jika peringatan
itu bermanfaat.408
Mengenal dengan baik Karakter musuh
Imam Syahid sangat berbeda (istimewa) dengan pengetahuan dan pengenalannya yang
mendalam terhadap musuh, serta tidak tertipu dan lalai ketika berhubungan dengan mereka.
Oleh karena itu, mereka tidak mendapatkan solusi lain selain dengan membunuhnya, sehingga
Allah Swt. akhirnya memberikan anugerah syahadah kepadanya.
408 Dari makalah, Mihnatul Islam, dari buku; Ikhwanul Muslimin dan Permasalahan Palestina, Ustadz Fuad Al Hajarsi, hal. 15
291
Imam Syahid berkata pada tahun 1931 M, dalam makalahnya yang berjudul, Kewajiban
Dunia Islam terhadap musibah yang menimpanya,409:
"Wahai umat Islam, merupakan kesia-siaan kalian berupaya menjadikan musuh sebagai
pemimpin, dan menjalin hubungan dengan musuh-musuh kalian. Merupakan sebuah kesia-siaan
kalian menanti belas kasihan dari hari-hati mereka, sementara hati mereka telah membeku dan
membatu, atau lebih keras dari itu, menjadi lebih gelap dari kegelapan malam, yang kehilangan
cahaya sehingga tidak ada setitik cahayapun yang tampak dari cahaya kebenaran. Merupakan
kesia-siaan kalian berharap mendengarkan kalimat-kalimat lembut dan santun dari kelompok
mereka, sementara mereka telah berkumpul di sekeliling kalian dan bersepakat untuk menteror
kalian. Walaupun mereka berbeda ambisi dan keinginan, namun ada satu hal yang menyatukan
mereka dan mereka bersumpah untuk menunaikannya, yaitu melenyapkan Islam dan kaum
muslimin. Hal itu tiada lain adalah intrik pasukan Salib dan manuver politik yang sudah
terbelakang, yang kemudian membuat mereka berprilaku buas dan gila.
Jangan kalian terpedaya wahai kaum muslimin, cukuplah sudah kelalaian dan berbaik
sangka yang sudah berlangsung lama, Allah telah menggambarkan karakter kaum itu kepada
kalian melalui firman-Nya:
Artinya;
"Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan
kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. (Q.S Al Baqarah: 217)
Allah juga berkata kepada Nabi-Nya Muhammad Saw. dengan kalimat yang lebih jelas,
bahwa mereka tidak merelakan apapun untuk mereka kecuali kemurtadan dan perbudakan.
Selain itu, mereka juga memiliki kedengkian yang lama yang ingin mereka tebus dari kalian,
firman Allah:
Artinya:
409 Makalah: Kewajiban Dunia Islam terhadap apa yang menimpanya, Imam Syahid tahun 1931 (dari buku: Imam Syahid, Fuad al Hajarsi. Hal. 117
292
"(Bujukan orang-orang munafik itu adalah) seperti (bujukan) shaitan ketika dia Berkata
kepada manusia: "Kafirlah kamu", Maka tatkala manusia itu Telah kafir, Maka ia berkata:
"Sesungguhnya Aku berlepas diri dari kamu, Karena Sesungguhnya Aku takut kepada Allah, Rabb
semesta alam". (Q.S Al Hasyr: 16)
"Ingatlah kalian wahai Ikhwanul Muslimin, bahwa orang-orang mulhid dari kaum
muslimin adalah musuh pertama kalian, dan sesungguhnya mereka memiliki saham besar
terhadap musibah yang menimpa negeri-negeri muslim. Barangsiapa yang mengajak kepada
kesesatan maka ia akan mendapatkan dosanya dan dosa orang-orang yang melakukannya
sampai hari kiamat, tanpa mengurangi sedikitpun dari dosa mereka.
Merupakan kewajiban kami untuk merubah tanpa terjangkit wabah pemikiran mereka
yang telah akut, menahan siapa saja yang berbaik sangka terhadap musuh, dan siapa saja yang
telah membius otot-otot kami dengan pemikiran-pemikiran palsu dan kalimat-kalimat rayuan,
yang di belakangnya tiada lain adalah upaya merusak bangsa Timur dan melenyapkan
persatuan Islam, mereka tidak jauh berbeda dengan orang-orang Eropa. Barangsiapa yang loyal
terhadap suatu kaum, maka ia termasuk ke dalam golongan mereka, firman Allah:
Artinya:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan
Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi
sebahagian yang lain. barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, Maka
Sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (Q.S Al Maidah: 51)."410
Imam Syahid mengenal benar karakter dan tipikal Negara-negara Barat, siasat dan
ambisinya. Beliau mengirimkan surat kepada kepala pemerintah Mesir, Ali Mahir pada tahun
1939 M, yaitu setelah deklarasi perang dunia I, mengingatkannya untuk berhati-hati agar tidak
410 Makalah ini kembali dipublikasikan di Majalah Dakwah, edisi 82 Syawal 1419 H/ Januari-Februari 1999 M.
293
mengekor di belakang mereka, "Sesungguhnya Negara-negara Barat –wahai bapak kepala
Negara yang mulia- apapun warnanya tidak memiliki perjanjian dan perlindungan, walaupun
mereka berupaya menunjukkan kelembutan dan belas kasih namun sesungguhnya mereka
menyimpan sesuatu yang tidak mereka perlihatkan, ia tidak akan ragu untuk membohongi
dirinya sendiri (dengan berpura-pura) jika ia mendapatkan kepentingan dan kemaslahatan
dalam berbohong. Maka kewajiban kita adalah tidak tunduk kepada mereka, namun kita harus
mempersiapkan diri dengan sempurna, dan dengan penuh semangat, hingga ketika menghadapi
bahaya kita telah memiliki kesiapan yang sempurna, berdiri dengan penuh kemantapan, dan
kita akan berjuang untuk mempersiapkannya."411
Imam Syahid juga sangat mengenal secara mendalam proyek-proyek Barat-Zionis yang
ingin menguasai umat Islam, oleh karena itu beliau menganggap perlawanan terhadap proyek-
proyek tersebut merupakan bagian dari tujuan jamaah, beliau berkata, "Adalah bagian yang
baik untuk kita, dapat menyaksikan zaman dimana kekuatan Yahudi Internasional menantang
bangsa-bangsa Arab dan Islam dan menodai kesuciannya dengan besi dan api, maka kita akan
menerima tantangan ini dengan keyakinan bahwa Allah yang maha tinggi dan maha mulia telah
memberikan kepada kita keutamaan dan kelebihan untuk melakukan perlawanan terhadap
musuh dan melumpuhkannya."412
Bab IX
Tentang Tujuan
Membentuk Pemerintah Islam
Tentang Tujuan
Membentuk Pemerintah Muslim411 Muzakkirat Da'wah wa Da'iyah Lil Imam al Syahid Hasan (Memoar Hasan Al Banna), hal. 298412 Dari makalah Imam Syahid, yang terakhir ditulisnya. Dipublikasikan oleh Majalah al Mabahits, pada Januari 1951 M, dan diterbitkan kembali oleh Majalah Dakwah, januari/Februari 1999 M.
294
Mukadimah
Imam Syahid menetapkan bahwa pendirian pemerintah Islam merupakan bagian asasi
dari manhaj Islam. Beliau juga menjelaskan bahwa pengaturan kehidupan dan Islam merupakan
asas keimanan dan keyakinan terhadap syariat Islam. Ia menolak pemisahan antara agama dan
politik.
Imam Syahid berkata, "Islam datang sebagai aturan, pemimpin, agama, Negara, syariat
dan pelaksanaan."413
"Dalam setiap perencanaan, langkah kerja, dan penetapan target, Ikhwanul Muslimin
selalu melaluinya dengan di bawah cahaya hidayah Islam yang hanif ini. Inilah yang mereka
pahami sebagaimana telah dijelaskan pada awal tulisan ini. Agama Islam, yang telah diyakini
oleh Ikwan telah menjadikan pemerintahan sebagai salah satu pilar bangunannya. Ia tidak hanya
menjadi alat pengarah dan nasehat, namun harus diwujudkan dalam realitas kehidupan. Dahulu,
Khalifah yang ketiga (Utsman bin Affan) berkata, "Sesungguhnya, Allah mencegah dengan
kekuasaan sesuatu yang tidak bisa dicegah dengan Al Quran."414
"Islam yang hanif ini mengharuskan pemerintahannya tegak di atas kaidah sistem sosial
yang telah digariskan oleh Allah untuk umat manusia. Barangsiapa yang beranggapan bahwa
agama –terlebih lagi Islam- tidak mengungkap masalah politik atau bahwa politik tidak
termasuk dalam agenda pembahasannya, maka sungguh ia telah menganiaya diri sendiri dan
pengetahuannya."415
Oleh karena itu, Imam Syahid menjadikan politik menjadi bagian dari tujuan utama yang
diupayakan oleh jamaah, dan diupayakan oleh seluruh kaum muslimin. Beliau menyebutkan
413 Risalah: Mu'tamar Sadis (Muktamar ke VI), hal. 206414 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal. 136. Yang dimaksud Imam Syahid adalah bahwa pemberlakuan hukum dengan Al Quran dan mendirikan pemerintah Islam merupakan sesuatu yang asasi dan mendasar, ia dianggap sebagai sesuatu yang prinsipil dalam Islam. Adapun perincian undang-undang dan peraturannya serta apa saja yang terkait dengannya, maka telah disebutkan di dalam buku-buku fikih dan buku-buku cabang. Lihat kembali Risalah Akidah Thahawiyah. 415 Risalah: Musykilatuna Fi Dhau'I al Nizham al Islamy (Agenda Persoalan Kita dalam kacamata sistem Islam), hal. 317
295
dalam tingkatan amal dan tujuan jamaah, "Setelah itu kita menginginkan pemerintah muslim
yang bisa membimbing anggota masyarakatnya ke mesjid."416
"Kami akan bekerja untuk menghidupkan sistem pemerintah Islam dengan seluruh
wujudnya, dan membentuk pemerintah Islam di atas system ini."417
Imam Syahid menjelaskan tentang dua asas utama, beliau berkata, "perhatikanlah selalu
terhadap dua hal utama yang ingin kita capai:
Agar Negara muslim merdeka dari setiap dominasi asing. Hal itu merupakan hak asasi
manusia. Tidak ada yang mengingkarinya kecuali orang yang zalim lagi durhaka, atau
para penjajah durjana.
Agar tegak di Negara ini sebuah daulah Islamiyah merdeka yang menerapkan hukum Islam,
merealisasikan sistem sosialnya, mendeklarasikan prinsip-prinspinya yang lurus, dan
menyampaikan dakwahnya yang bijak kepada seluruh manusia. Selama daulah ini
belum tegak, maka seluruh kaum muslimin berdosa. Mereka bertanggungjawab di
hadapan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung, kareka pengabaian mereka untuk
menegakkannya dan keengganan mereka untuk mewujudkannya.
Kita ingin merealisasikan dua sasaran ini di Lembah Sungai Nil (baca Mesir), di Negara-
negara Arab, dan di setiap Negara-negara Arab, dan di setiap Negara yang telah
disejahterakan oleh Allah dengan akidah Islamiyah, karena Islam merupakan agama,
kemasyarakatan, dan akidah yang mempersatukan seluruh pemeluknya.418
"Maka kalian harus menuntut dengan hak Islam untuk mendirikan sebuah
pemerintah yang memperhatikan prinsip, nilai-nilai dan ajaran Islam, dan menyaratkan
kebebasan dan kemerdekaan yang sempurna."419
416 Risalah: Ila al Syabab (Kepada Para Pemuda), hal. 177417 Ibid. hal. 178418 Risalah; Baina l-Amsi wal Yaum (Antara Kemaren dan Hari ini), hal. 107419 Risalah: Ijtima Ru'asa al Manatiq (Pertemua Ketua-ketua Wilayah), hal. 251
296
“JIka tujuan-tujuan ini –perbaikan individu dan masyarakat muslim- tidak bisa
diwujudkakn kecuali di bawah naungan sebuah pemerintah yang shalih, maka kalian
harus menuntut dengan hak Islam untuk mendirikan sebuah pemerintah yang
memperhatikan prinsip, nilai-nilai dan ajaran Islam.”420
"Ikhwanul Muslimin berusaha agar sistem Islami didukung oleh para penguasa,
agar terbentuk Negara Islam baru yang menegakkan dan menjalankan hukum-hukum
ini terhadap umat manusia yang didukung oleh umat Islam. Kehidupan mereka diatur
oleh tuntunan syariah berdasarkan wahyu yang diturunkan Allah kepada Nabi-Nya,
firman Allah:
Artinya:
"Kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari
urusan (agama itu), Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu
orang-orang yang tidak Mengetahui. (Q.S Al Jatsiyah: 18)421
Ikhwanul Muslimin Tidak Ambisi Kekuasaan dan Tidak bermaksud menguasai
pemerintahan:
Imam Syahid berkata, "Ikhwanul Muslimin tidak menuntut tegaknya pemerintahan
untuk kepentingan dirinya dan kelompoknya, jika Ikhwan mendapati di tengah umat terdapat
orang yang siap memikul beban, menunaikan amanat dan berhukum kepada sistem yang sesuai
dengan manhaj Islam dan Al Quran, maka mereka siap menajdi tentara, pembela dan
penolongnya."422
Mereka adalah para duat prinsip dan akidah, yang berdakwah dengan penuh keikhlasan
kepada pemerintah untuk kembali kepada manhaj Islam, dan menggariskan kepada mereka
jalan dan langkah yang dibutuhkan untuk itu.
420 Risalah; Nahwa an Nur (Menuju Cahaya) 421 Risalah: Mu'tamar Sadis (Muktamar ke VI), hal. 206422 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V)
297
Imam Syahid berkata, "Untuk itu pertama-tama kami meminta kepada pemerintah
Mesir, kemudian kepada pemerintah Arab dan Islam untuk mengembalikan sistem kehidupan
dan peradabannya kepada sistem Islam, yang indikasi konkretnya antara lain:
1. Mendeklarasikan bahwasanya ia adalah pemerintah Islam yang menerapkan fikrah Islam
sebagai asas Negara secara resmi.
2. Menghormati kewajiban dan syariat Islam, setiap pegawai dan pekerjanya komitmen
dalam melaksanakannya, dan hendaknya orang tua diantara mereka menjadi qudwah
bagi yang lain.
3. Menghindari al Mu'biqat (perbuatan maksiat yang merusak) yang telah diharamkan oleh
Islam, seperti Khamr (minuman keras) dan yang sejenisnya, zina dan segala sesuatu yang
mengarah kepadanya, riba dengan segala sesuatu yang berhubungan dengannya dari al
Qimar (Judi), harta haram, dan hendaknya pemerintah menjadi qudwah dalam hal ini,
dengan tidak membolehkan praktek-praktek seperti ini dan tidak melindungi pelakunya
dengan kekuatan hukum, serta tidak berhubungan dengan masyarakat dengan cara-cara
ribawi.
4. Memperbaharui kurikulum pendidikan, dimana terdapat pendidikan tarbiyah Islamiyah
nasional, memberikan perhatian yang besar kepada pendidikan bahasa Arab dan
sejarah, yang dapat membentuk tabiat pelajar dengan nilai-nilai Islam dan membekali
mereka dengan hukum-hukum dan hikmah.
5. Menjadikan syariat Islam sebagai referensi utama undang-undang.
6. Menjadikan ajaran Islam sebagai landasan dalam setiap sikap dan kebijakan.
Inilah hak Islam terhadap kita, dan kami telah menyampaikannya, Ya Allah
saksikanlah.423
Keterlambatan Pemerintah (dalam menerapkan syariat Islam)
Namun realitanya, pemerintah belum menerapkan syariat Islam dengan benar, sehingga
beban yang dipikul oleh jamaah bertambah berat, yang mengharuskannya mampu mewujudkan
tujuan utama ini. Imam Syahid menyebut tidak diberlakukannya syariat atau terlambatnya
pemberlakukan syariat sebagai kejahatan dan pelanggaran terhadap hak kaum muslimin. 423 Risalah, Ijtima Ru'asa al Manatiq (Pertemua Ketua-ketua Wilayah), hal. 267, 268
298
Namun, kenyataannya kini tidaklah demikian. Ia sebagaimana yang anda lihat, Syariat Islam
seolah-olah berada di suatu lembah, sementara pelaksanaannya berada di lembah yang lain.
Oleh karena itu, diamnya para pembaharu Islam dari tuntutan diberlakukannya hukum Islam
adalah dosa besar yang tidak terampuni kecuali dengan mengambil alih pemerintahan dari
tangan mereka yang tidak mau menegakkannya.424
Ini adalah kalimat yang telah jelas, dan kalimat ini bukan dating dari kami sendiri. Kami
hanya mempertegas apa-apa yang telah ditetapkan hukum Islam itu sendiri.425
Namun, jika ternyata Ikhwan tidak mendapatkannya, maka tetaplah pemerintahan itu
menjadi bagian dari manhaj Ikhwan. Mereka akan terus bekerja dalam rangka
membersihkannya dari tangan-tangan penguasa yang tidak mau melaksanakan hukum Allah.
Sesungguhnya Ikhwan belum melihat suatu pemerintahan –baik pemerintahan yang
sekarang maupun yang lalu- yang bisa mengemban amanat dan menunjukkan kesiapannya
untuk menegakkan nilai-nilai Islam. Masyarakat hendaknya memahami hal ini dan menuntut
kepada pemerintah untuk mendapatkan hak-hak keIslamannya. Dan Ikhwanlah yang selama ini
bekerja untuk itu.426
Merupakan kesalahan yang fatal ketika kita melupakan akar pemikiran ini, sehingga
dalam prakteknya kita sering memisahkan agama dari urusan politik (meski secara teorotis kita
mengingkari pemisahan seperti ini). Kita tetapkan dalam UUDa kita bahwa agama resmi Negara
adalah Islam, namun ternyata ketetapan ini tidak cukup bisa menghalangi para petinggi
pemerintahan dan para tokoh politik untuk merusak citra Islam dalam persepsi dan pikiran
khalayak, serta merusak keindahan Islam dalam realitas kehidupan, dengan keyakinan dan
perbuatan mereka yang menjauhkan antara petunjuk agama dan muatan politik. Ini merupakan
kelemahan pertama dan awal mula kerusakan.427
424 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal. 138425 Ibid426 Ibid427 Musykilatuna Fi Dhau'I al Nizham al Islamy (Agenda Persoalan Kita dalam kacamata sistem Islam). hal. 317, tentang Sistem pemerintahan.
299
Jika ada seorang pembaharu muslim yang sudah merasa puas hanya menjadi seorang
ahli ilmu dan penasehat, menetapkan keputusan hukum, menggelar kajian ushul fiqih dan Fiqih
praktisnya, sementara ia biarkan pemerintah memberlakukan hukum yang tidak diridhai oleh
Allah, dan mendorong rakyatnya untuk melanggar perintah-perintah-Nya, maka suara sang
pembaharu tadi laksana teriakan di tengah lembah.428
Imam Syahid juga menjelaskan tentang kondisi realita yang sesungguhnya, dengan
mengatakan, "Berterus teranglah dalam menjawab pertanyaan tersebut, niscaya kamu jumpai
hakikat yang jelas di hadapanmu. Seluruh aturan yang engkau jadikan pijakan dalam setiap
urusan hidupmu adalah aturan buatan manusia belaka; yang tidak ada hubungannya dengan
Islam; tidak digali dari sumber nilai Islam dan tidak pula disandarkan kepadanya."429
Beliau juga menunjukkan tentang pengkhianatan pemerintah terhadap janji dan amanat
yang dipikulnya, yakni dengan jauhnya mereka dari penerapan manhaj Islam, "Maka tidak ada
jalan lain bagi pemerintah Mesir, dan partai-partai politik di Mesir kecuali harus menepati janji
syar'inya kepada Allah dan Rasul-Nya, di saat mereka mengucapkan dua kalimat syahadat.
Kemudian, mereka mesti komitmen dengan ajaran Islam. Mereka juga harus menepati janji
sosialnya dengan bangsa ini ketika menetapkan undang-undang dan menyuarakan bahwa
agama resmi Negara adalah Islam.
Jika tidak, maka berarti mereka telah ingkar janji dan mengkhianati amanat Allah dan
amanat manusia. Pemerintah harus berterus terang kepada rakyat untuk menentukan sikapnya
terhadap rakyat dan sikap rakyat terhadap pemerintah. Sudah bukan waktunya lagi untuk
menipu dan memperdaya.
Kesetiaan ini akan melindungi negara dari berbagai ancaman sosial yang bertubi-tubi.
Kesetiaan ini juga akan mengembalikan ketenangan dan ketentraman ke dalam hati dan jiwa.
Namun, hal itu menuntut kita untuk secepatnya mengubah berbagai sudut pandang dan situasi,
serta mengumandangkan dengan lantang bahwa lembah Nil adalah pengemban, pembela, dan
428 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V)429 Risalah: Al Ikhwan tahta rayatil Quran (Ikhwan di bawah naungan panji Al Quran), hal. 188
300
penyeru risalah Islamiyah. Sungguh, kata-kata saja tidaklah berguna jika tidak disertai dengan
amal."430
Tentang Tabiat Pemerintah terhadap Islam:
"Namun kita tidak mendapatkan tegaknya suatu pemerin Islam yang bekerja untuk
menegakkan kewajiban dakwah kepada Islam, yang menghimpun berbagai sisi positif yang ada
di seluruh aliran ideologi dan membuang sisi negatifnya. Lalu ia persembahkan itu kepada
seluruh bangsa sebagai ideology alternative dunia yang memberi solusi yang benar dan jelas
bagi seluruh persoalan umat manusia.
Akan tetapi, dimanakah gerangan para pemimpin negeri kita ini? Mereka semua telah
dididik di sarang pendidikan asing, mereka telah tunduk kepada pola pikirnya, mereka demikian
antusias mengikuti jalan hidupnya, dan mereka berlomba menjilat untuk mendapatkan
keridhaannya."431
"orang-orang yang jiwanya, rumah tangganya serta urusan hidupnya, baik yang pribadi
maupun sosial telah kehilangan ruh Islamnya, tentu tidak mampu mengalirkannya kepada orang
lain, tidak kuasa untuk menyerukan nilai-nilai dakwah yang bertentangan dengan sasaran yang
diseru. Seperti ungkapan 'Orang yang tidak memiliki sesuatu tidak dapat memberikan apa-
apa'.432
Adapun yang bertanggung jawab dalam kondisi ini adalah pemerintah dan rakyat.
Penguasalah yang memudahkan jalan dan menyerahkan kepemimpinan kepada
penjajah serta lebih mementingkan dirinya dari pada rakyatnya, sehingga mengakibatkan
tersebarnya penyakit di badan-badan pemerintah Mesir dan bahayanya melanda seluruh
manusia: egoisme, riswah (suap), ketidakadilan, ketidakberdayaan, bermalas-malasan, dan
kerancuan; dan rakyat yang senang terhadap kehinaan, melalaikan kewajiban, silau dengan
430 Risalah: Musykilatuna Fi Dhau'I al Nizham al Islamy (Agenda Persoalan Kita dalam kacamata sistem Islam); hal. 303431 Risalah: Al Ikhwan tahta rayatil Quran (Ikhwan di bawah naungan panji Al Quran), hal. 196, 197 432 Ibid
301
kebatilan, mengikuti hawa nafsu, serta kehilangan kekuatan iman dan kekuatan jamaah,
sehingga mereka menjadi mangsa santapan orang-orang yang rakus dan ambisius.
Bagaimana keluar dari kondisi ini, jawabnya adalah dengan jihad dan perjuangan.
Hidup tak boleh putus asa dan putus asa tak boleh ada dalam hidup ini. Marilah kita keluar dari
kondisi yang bobrok ini dan menggantikannya dengan sistem sosial yang lebih baik. Sistem
sosial yang dijadikan asas dan dijaga oleh pemerintah. Pemerintah yang berjuang dan bekerja
untuk menyelamatkan rakyatnya dan rakyatpun mendukungnya dengan kesatuan kalimat, serta
kekuatan tekad dan iman. Jika umat-umat lain kehilangan pelita hidayah di masa-masa transisi,
maka kita masih memiliki Islam sebagai pelita dan cahaya yang membimbing kita.433
Sedangkan tentang undang-undang yang menyimpang dari syariat Islam, Imam Syahid
berkata, "suatu hal yang aneh dan tidak masuk akal jika undang-undang yang berlaku untuk
umat Islam bertentangan dengan ajaran agamanya, Al Quran dan Sunah Nabi-Nya.
Undang-undang wadh'i (ciptaan manusia), di samping bertentangan dengan agama,
teks-teksnya juga bertentangan dengan UUD Mesir itu sendiri yang menyebutkan bahwa agama
Negara adalah Islam."434
Adapun Ikhwanul Muslimin, mereka sekali-kali tidak akan pernah rela dan menyetujui
undang-undang seperti ini. Mereka senantiasa bekerja dengan segala cara dalam rangka
mengganti undang-undang semacam itu dengan syariat Islam yang adil dan utama, di semua
sisi perundang-undangan.435
Perbaikan pemerintah yang komprehensif
Mendirikan pemerintah Islam tidak mungkin dapat diwujudkan kecuali setelah
membangun basis-basis yang menjadi pondasinya, melakukan perbaikan masyarakat dan
menyiapkan mereka untuk menerima pemerintah tersebut dan membangkitan umat untuk
meminta hal itu, dan mewujudkan kebebasan dan kemerdekaan negeri dari seluruh intervensi
asing.
433 Risalah: Mu'tamar Sadis (Muktamar ke VI), hal. 211, 212434 Risalah: l Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal. 140435 Ibid
302
Imam Syahid berkata, "Namun kita menginginkan agar fikrah Islam mendominasi dan
mempengaruhi semua kondisi, mewarnainya dengan shibghah Islam, karena kalau tidak maka
kita tidak akan mendapatkan apapun."436
"Syaratnya adalah kebebasan dan kemerdekaan."437
"Sesungguhnya faktor utama yang merusak tatanan kehidupan masyarakat Mesir,
negeri-negeri Arab dan Islam adalah intervensi pemerintah asing, dan ini merupakan kelemahan
yang tidak seharusnya terjadi di dalam pemerintah, sehingga seluruh keinginan dan
pelaksanaan pemerintah adalah sesuai dengan keinginannya, baik sebagai duta besar atau
sebagai dalang. Maka pintu pertama proses perbaikan ini adalah kita melawan dua fenomena
ini, agar masyarakat terbebas dari dua imperialis. Karena jika tidak, maka seluruh upaya akan
sia-sia belaka."438
Tujuan asasi, tujuan luhur, dan perubahan yang dikehendaki Ikhwan adalah perubahan
secar total dan integral, seluruh kekuatan umat bersinergi bahu membahu, bersatu patu untuk
menghadapi dan mengadakan perubahan dan reformasi.439
Sesungguhnya Ikhwan bersabar dan menahan dirinya dari hanya mengambil peran di
pemerintahan sementara jiwa-jiwa masyarakat masih dalam keadaan demikian. Maka
diperlukan waktu untuk penyebaran dan mendominasinya prinsip-prinsip Ikhwan, lalu
masyarakat akan belajar bagaimana ia akhirnya lebih mengutamakan kepentingan umum di
atas kepentingan Pribadi.”440
Dengan demikian, maka mereka tidak akan tergesa-gesa untuk mendirikan pemerintah
Islam, kecuali setelah memenuhi faktor-faktor dan rukun-rukun syariatnya, serta setelah
sempurnanya fase-fase dan strategi.
436 Risalah: Da'watuna Fi Thaurin Jadid (Dakwah Kami di Zaman Baru), hal. 237437 Risalah, Ijtima Ru'asa al Manatiq (Pertemua Ketua-ketua Wilayah), hal. 251438 Ibid, hal. 258439 Risalah: Mu'tamar Sadis (Muktamar ke VI), hal.205440 Ibid, hal. 138
303
Sikap Terhadap pemerintah
Sikap Ikhwanul Muslimin terhadap pemerintah yang tidak menerapkan syariat Allah dan
menyimpang dari manhaj Islam adalah sebagai berikut:
Tidak setuju dan tidak mengakui manhaj dan politiknya yang bertentang dengan syariat
Islam dan Al Quran, serta menolak semua undung-undang yang bertentangan dengan Islam.
Imam Syahid berkata, "Kami tidak mengakui undang-undang apapun yang tidak
berlandaskan prinsip-prinsip Islam dan tidak mengacu padanya."441
"Adapun Ikhwanul Muslimin, mereka sekali-kali tidak akan pernah rela dan menyetujui
undang-undang seperti ini."442
Diantara sarana untuk mengadakan perbaikan undang-undang adalah: dengan
menyampaikan catatan kepada menteri keadilan, dan para pemimpin Negara, serta keinginan
masyarakat kepada pemerintah untuk menerapkan syariat Allah.443
Imam Syahid juga berkata, "Kekuasaan merupakan bagian dari manhaj mereka, dan
mereka akan berupaya untuk membebaskannya dari tangan pemerintah yang tidak
menjalankan perintah Allah."444
Dan hal itu dilakukan dengan menyebarkan dakwah, menyadarkan umat, perjuangan
melalui konstitusi, perjuangan politik, membentuk shaf mukmin yang kuat, mentarbiyah
masyarakat, hingga pemerintah yang berkuasa condong kepada mereka, atau membiarkan
mereka.
Imam Syahid menyebutkan tabiat dalam menghadapi dan menyikapi setiap yang
menyimpang dari manhaj Islam dan mengadopsi syariat yang lain, yakni dengan menetapkan
dan menjelaskan kepada mereka dengan jelas dan terperinci, bukan pertemuan di tengah jalan,
441 Risalah: Ila al Syabab (Kepada Para Pemuda), hal.177442 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal. 140443 Ibid444 Ibid, hal 138
304
bukan perjanjian damai, bukan tawar menawar atau diam terhadap penyimpangan terhadap
syariat Allah. Semuanya berada dalam koridor Islam, perincian pemikiran, konfrontasi politik,
nasehat dan maaf kepada Allah. Imam Syahid menyebutnya dengan, fase kifah siyasy
(perjuangan politik).
Imam Syahid menulis di pembukaan edisi pertama dari Majalah Al Nadzir tahun 1938 M,
"Kalian akan memusuhi mereka semua di pemerintahan dan di luar pemerintah dengan
permusuhan yang luarbiasa, jika mereka tidak menyambut dakwah kalian dan menjadikan
ajaran Islam sebagai manhaj yang mereka jalani dan yang mereka amalkan."445
Beliau juga berkata, "Kami akan memerangi setiap pemimpin partai atau organisasi
yang tidak berjuang untuk Islam dan tidak memudahkan jalan untuk Islam untuk
mengembalikan hukum dan kemuliaan Islam. Kami akan mendeklarasikan permusuhan yang
tidak ada perdamaian dan tidak ada belas kasih, hingga Allah membukakan kebenaran di antara
kita dan sesungguhnya Allah adalah Sebaik-baiknya pembuka."446
Sikap Ikhwanul Muslimin terhadap perlawanan dan pemisahan menggunakan sikap
sebagai seorang pemberi nasehat yang mengasihi pemerintah dan organisasinya:
"Sikap kami terhadap pemerintah Mesir dengan berbagai coraknya, bagaikan sikap
seorang penasehat yang mengingkan kebaikan dan kelurusan. Mudah-mudahan Allah
memperbaiki kerusakan ini, meskipun dari berbagai pengalaman saya yakin bahwa apa yang
kami kehendaki berseberangan dengan mereka."447
Untuk itu, jamaah Ikhwanul Muslimin maju dengan memberikan nasehat yang tulus,
dengan program dan proyek-proyek perbaikan di pelbagai aspek, serta bekerjasama dengan
segenap kekuatan masyarakat untuk melakukan perbaikan umat dan mewujudkan kemajuan
dan kemerdekaannya.
445 Muzakkirat Da'wah wa Da'iyah Lil Imam al Syahid Hasan (Memoar Hasan Al Banna), hal. 164446 Ibid. hal. 163, 164447 Risalah: Mu'tamar Sadis (Muktamar ke VI), hal. 214
305
Dalam risalah Imam Syahid yang beliau kirimkan kepada Mahir Basya (kepala
pemerintahan waktu itu, tahun 1939), menjelaskan tentang pandangan Ikhwanul Muslimin
dalam perbaikan. Ia berkata, "Ikhwanul Muslimin meyakini bahwa jalan satu-satunya untuk
melakukan perbaikan, adalah dengan mengembalikan negeri Mesir kepada ajaran Islam dan
menerapkan prinsip-prinsip Islam dengan penerapan yang baik, mengambil sari-sari penting dari
fikrah yang lama dan yang baru, baik dari Barat maupun dari Timur yang tidak bertentangan
dengan ajaran Islam dan terdapat banyak kemaslahatan di dalamnya. Spirit yang harus
terkandung dalam fikrah perbaikan ini adalah bersandar kepada prinsip-prinsip dan dasar
ajaran Islam. Adapun para rijal yang akan melaksanakan proyek perbaikan ini haruslah mereka
yang dikenal menghormati dan menghargai fikrah ini.
Pemilihan rijal yang akan melaksanakan proyek ishlah ini lebih penting dan lebih utama
dari proyek ishlah itu sendiri. Karena sesungguhnya undang-undang pada hakekatnya adalah
tergantung bagaimana hakim yang menjalankan dan menegakkan hukum-hukum tersebut."448
Standar yang digunakan Ikhwanul Muslimin terhadap dakwah Ishlah ini –sebagaimana
yang dijelaskan Imam Syahid- bergantung dengan spirit yang menjiwai dakwah tersebut, serta
kadar keikhlasannya. Begitupula terhadap rijal yang akan melaksanakan dan menjalankan
proyek ishlah tersebut, kadar disiplin dan keimanan mereka, termasuk kemampuan
menerjemahkan perkataan dan slogan-slogan dalam kerja-kerja konkret dan realisasi amal serta
kadar pertentangan atau kedekatannya dengan fikrah Islamiyah. Setelah itu, kemudian
dilanjutkan dengan penetapan nama dan muatannya.
Walaupun Ikhwanul Muslimin mengetahui bahwa pemerintah tidak menyambut seruan
ishlah, namun mereka tetap memberikan nasehat, dan melanjutkan perjalanan dakwah yang
telah mereka tetapkan arah dan tujuannya demi mewujudkan masyarakat muslim dan
pemerintah muslim.
Imam Syahid berkata, "Kami telah membuat beberapa manhaj Ishlah untuk pemerintah
Mesir dan menyampaikan beberapa catatan murni dalam banyak perkara yang menyentuh
kehidupan masyarakat Mesir, dll. 448 Muzakkirat Da'wah wa Da'iyah Lil Imam al Syahid Hasan (Memoar Hasan Al Banna), hal. 299
306
Kemudian apa manfaatnya? Tidak ada
Apa yang telah dihasilkan? Tidak ada
Dan jawaban akan selalu sama setiap kali ditanyakan.
Walaupun demikian, kami akan tetap berada posisi memberikan nasehat hingga Allah
membukakan antara kami dan kaum kami kebenaran, dan sesungguhnya Allah adalah sebaik-
baiknya pembuka (pemberi kemenangan)."449
Kami akan menempatkan diri, potensi, dan seluruh kemampuan yang kami miliki di
bawah organisasi atau pemerintah apapun yang bermaksud melangkah bersama umat Islam
menuju ketinggian dan kemajuan, kami akan menjawab seruan tersebut dan menjadi
jaminan.450
Jika anda ingin mendapatkan perincian, silakan merujuk Risalah Pergerakan, Menuju
Cahaya dan Agenda Persoalan Kita dalam kacamata Sistem Islam, untuk mendapatkan contoh
dan model proyek perbaikakn Ikhwanul Muslimin.
Dengan menyerukan reformasi dan perbaikan undang-undang, karena terdapat
kerusakan di sebagian besar atau beberapa pasal-pasalnya atau keringnya dari nilai-nilai Islam
dan ajarannya, tidak serta merta kemudian melakukan revolusi atau kudeta, kecuali jika undang-
undang yang berlaku adalah maksiat dan penyimpangan syariat secara jelas; maka tidak ada
ketaatan kepada makhluk dalam melakukan maksiat kepada sang pencipta, sebagaimana
undang-undang juga menetapkan bahwa Islam adalah agama Negara dan sumber utama
konsitusi.
Kami menerima undang-undang dan peraturan yang berlaku di masyarakat dan
komitmen terhadap undang-undang tersebut, namun hal ini tidak berarti kami menerima
dengan ridha setiap kesalahan yang ada di dalamnya, kami justru akan melakukan perbaikan dan
449 Risalah: Mu'tamar Sadis (Muktamar ke VI), hal. 214450 Risalah: Nahwa an Nur (Menuju Cahaya), hal. 294
307
perubahan dengan menggunakan perjuangan secara konstitusi dan perjuangan politik, dengan
mentarbiyah masyarakat dan menyadarkan khalayak.
Jamaah Ikhwanul Muslimin –sesuai dengan prinsip dakwahnya- berinteraksi dengan
realita dengan tetap berupaya melakukan perubahan dan pengembangan kea rah yang lebih
baik.
Oleh karena itu ia melakukan hubungan dan interaksi dengan pemerintah, memberikan
nasehat, menyampaikan gagasan-gagasan perbaikan, memberikan kerjasama demi
mengupayakan kebaikan untuk masyarakat dan setiap bahaya yang mengancamnya,
menyerukan dakwah Islam, dan berusaha untuk menghilangkan setiap keragu-raguan dan
syubhat seputar dakwah.
Jamaah Ikhwanul Muslimin juga melakukan dialog sebagai sarana untuk saling
memahami dan bekerjasama, pada waktu yang sama ia pun berupaya untuk menwujudkan visi-
misinya, membawa dakwah dan menyebarkannya dengan pelbagai sarana, mentarbiyah
masyarakat dan bangsa, membina individunya dan membentuknya sesuai dengan manhaj Al
Quran, melakukan usaha-usaha perubahan kondisi yang terjadi dan mempersiapkan proses
berdirinya Negara Islam.
Kerjasama dan sinergi jamaah dalam pelbagai kesempatan tidak berarti ridha dan rela
terhadap semua manhaj dan aturan yang bertentangan dengan syariat Islam dan yang tidak
menerapkan prinsip dan ajaran-ajarannya.
Imam Syahid menjelaskan tentang aspek-aspek hubungan terhadap pemerintah,
"Adalah salah besar orang yang menuduh bahwa kalian memusuhi pemerintah Islam atau
lembaga sosial tertentu; sesungguhnya sikap terhadap pemerintah-pemerintah ini tidak keluar
dari dua hal; pertama, jika ia bekerja dengan Islam dan untuk Islam sesuai kondisi dan
kemampuannya, maka kami adalah penolongnya yang pertama dan pendukungnya yang paling
tulus, dan sebaik-baiknya yang mengokohkan kekuatannya dan yang menolongnya untuk Islam.
Yang kedua, namun jika pemerintah membenci Islam dan membuat konspirasi terhadapnya,
308
maka apakah seorang muslim –jika ia menjadi tertuduh- akan menjadi lawan atau menjadi
kawan?
Ikhwanul Muslimin memiliki kelebihan dari masyarakat pada umumnya, karena jamaah
ini lebih mengutamakan nasehat daripada popularitas atau mendeskreditkan, mengutamakan
perdamaian dan cinta dari pada perseteruan dan peperangan, mengutamakan argument dan
perkataan yang lembut daripada kekerasan dan anarkis. Ini merupakan ajaran Allah kepada para
rasul-Nya.
Artinya:
"Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut,
Mudah-mudahan ia ingat atau takut". (Q.S Thaha: 44)
Imam Syahid menjelaskan bahwa manhaj jamaah terhadap pemerintah adalah manhaj
dakwah dan nasehat, beliau berkata, "Dengan demikian kami meyakini bahwa dakwah terhadap
para pemimpin, menyampaikan dan mengenalkannya kepada mereka adalah sebaik-baiknya
cara untuk mewujudkan dan sampai pada tujuan-tujuan dakwah dan menjadi jalan yang paling
dekat untuk itu; sesungguhnya Allah memperbaiki umat dengan satu orang dari mereka –jika
Allah memperbaikinya-. Kalian tentu tahu perkataan Rasulullah Saw. Agama adalah nasehat,
kami (sahabat Rasulullah Saw.) bertanya, untuk siapa yang Rasulullah? Beliau menjawab, "Untuk
Allah, Rasul-Nya, kitab-Nya, para pemimpin muslim dan masyarakatnya.
Hasan Al Bashri berkata, "Jika seandainya aku memiliki dakwah yang diterima, aku pasti
menjadikannya untuk para pemimpin; karena sesungguhnya Allah memperbaiki banyak
makhluknya dengan kebaikan pemimpinnya."
Seluruh manusia telah mengetahui –termasuk para pemimpin- bahwa berapa kali kami
telah menyampaikan kalimat kebenaran yang tinggi membahana, sedikitpun kami tidak
berpaling dari hal itu, kendati kami harus menerima tekanan dan kesengsaraan, kami tidak takut
selain kepada Allah, cukuplah Dia sebagai wali dan penolong kami.
309
Kami menganggap bahwa kita tidak senantiasa harus memusuhi pemerintah dalam
setiap keadaan atau mengeluarkan mereka dari Islam; karena kadang-kadang pemerintah ikut
berperan menghadapi musuh-musuh Islam yang kuat dan menggagalkan tujuannya, maka
adalah sebuah kebodohan dan bukan bagian dari ajaran agama jika kaum muslimin mencela
orang-orang yang ikut berperan menghalangi musuh mewujudkan ambisi mereka.
Maka akan lebih baik jika para pemimpin bisa menjadi partner Ikhwanul Muslimin untuk
mentarbiyah masyarakat dan mengarahkannya dengan ajaran-ajaran Islam yang produktif,
daripada menjadikan mereka sebagai musuh dan rival para da'I, yang menghalangi aktivitas
mereka. Sikap kami terhadap pemerintah, partai politik adalah sikap para da'I bukan sikap
golongan tertentu. Mustahil kami bergabung di bawah panji golongan tertentu, siapapun itu,
atau di bawah pemimin tertentu, siapapun adanya."451
Imam Syahid berkata, "Para pendiri dakwah Ikhwanul Muslimin telah menetapkan di
kedua mata mereka dua hakikat yang mereka pegang dan laksanakan serta manfaatkan
dengan sebaik-baiknya. Yaitu pertama, tidak melihat atau berpikir atau bersandar kepada
bantuan pemerintah.
Kedua, tidak berharap terhadap apa yang ada di tangan orang-orang kaya, para politikus,
murid-murid penjajah dan para makelar-makelar perusahaan asing; karena sejak awal dakwah
telah memperhitungkan bahwa mereka akan menjadi orang pertama yang menjadi musuh,
karena masing memiliki pandangan dan jalan yang berbeda."452
Imam Syahid menyebutkan di dalam memoarnya, -sebagai contoh- tentang sikap
terhadap pemerintah Ali Mahir Basya, melalui makalah yang ditulis oleh Ustadz Shalih Asymawy
di Majalah Nazhir, edisi 27, yang menggambarkan tentang sikap Ikhwanul Muslimin, "para
pembaca mungkin bertanya-tanya, Apa sikap Ikhwanul Muslimin terhadap pemerintah baru
(Parlemen Ali Mahir Basya)? Sebelum menjawab pertanyaan ini, kami ingin menyampaikan
beberapa hakikat penting yang menjadi prinsip, yaitu bahwa Ikhwanul Muslimin bukanlah partai
politik yang mendukung dan menolak pemerintah sesuai dengan maslahat dan kepentingan
451 Hasan Al Banna, Sikap-sikap dalam dakwah dan tarbiyah, Abbas Asisi, hal. 145,146452 Muzakkirat Da'wah wa Da'iyah Lil Imam al Syahid Hasan (Memoar Hasan Al Banna), hal. 272
310
partainya atau sesuai dengan ambisi pribadi, namun Ikhwanul Muslimin merupakan dakwah
Islam yang menjadikan Allah sebagai tujuannya dan Nabi Muhammad Saw. sebagai
qudwahnya, dan menjadikan Al Quran sebagai undang-undangnya, yang memiliki program yang
jelas dan terperinci, jelas arahnya, yang mengarah kepada pembaharuan Islam, dan
menshibghah masyarakat Mesir dengan shibghah Islam, serta menebarkan ajaran-ajaran Islam
di seluruh aspek kehidupannya, baik syariat, sosial, politik dan ekonomi. Ia juga bertujuan untuk
membebaskan setiap jengkal tanah yang selalu terulang kalimat La Ilaha Illallaah, wa
Muhammad rasulullah (Tiada tuhan selain Allah, dan Nabi Muhammad adalah rasulullah). Yang
terakhir yaitu menebarkan Islam, meninggikan panji Al Quran di setiap tempat hingga tidak ada
lagi fitnah, dan agama sepenuhnya adalah milik Allah."453
Jadi sikap kami terhadap parlemen Ali Mahir Basya adalah sama halnya sikap kami
terhadap parlemen atau pemerintahan yang lain, sikap lama yang tidak akan berubah dengan
pergantian parlemen dan tidak berubah dengan pergantian menteri. Barang siapa yang
mendukung fikrah Islam, bekerja untuknya dan komitmen di atas nilai-nilainya di dalam diri dan
di rumahnya serta berpegang teguh terhadap Al Quran di dalam kehidupan pribadi dan
sosialnya, maka kami juga akan mendukung dan mendorongnya. Namun barangsiapa yang
menentang dakwah Islam, tidak bekerja untuknya dan justru menghadang jalannya atau
berupaya melumpuhkannya, maka kami akan menjadi musuh baginya, dan di dalam dua kondisi
tersebut, kami membenci dan mencintai semata-mata karena Allah. Dan seyogyanya seorang
muslim berprasangka baik terhadap saudaranya, dan tidak ada yang menghalangi kami untuk
berprasangka baik terhadap pemerintahan Mahir Ali Basya dan menteri-menterinya, namun
sebagaimana kami diajarkan oleh pengalaman untuk tidak percaya begitu saja dengan janji dan
ucapan, dan kami tidak akan menetapkan sikap dan mengeluarkan keputusan kecuali terhadap
pekerjaan, bukan perkataan."454
Imam Syahid juga berkata, "Sikap kami terhadap seluruh organisasi adalah, kami
menginginkan kebaikan untuknya dan kami selalu memberikan maaf kepadanya, kami tidak
menuntut dan tidak menolak."
453 Ibid, hal. 292454 Ibid, hal. 292, 293
311
Artinya:
"Dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan "salam" kepadamu:
"Kamu bukan seorang mukmin" (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta
benda kehidupan di dunia, Karena di sisi Allah ada harta yang banyak. begitu jugalah keadaan
kamu dahulu, lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas kamu, Maka telitilah. Sesungguhnya
Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Q.S An Nisa: 94)
Asas Pendirian Negara
Imam Syahid menjelaskan tentang dasar yang menjadi pijakan berdirinya Negara dan
pemerintahan dalam Islam. Beliau berkata, "Sungguh indah kata-kata Imam al Ghazali –semoga
Allah meridhainya-, ketauhilah bahwa sesungguhnya syariah adalah pondasi, dan raja adalah
pengawalnya, sesuatu yang tidak memiliki pondasi maka ia akan hancur, sesuatu yang tidak
memiliki pengawal maka akan hilang.
Daulah Islamiyah tidak akan tegak kecuali bertumpu di atas pondasi dakwah; sehingga
ia menjadi sebuah pemerintahan yang mengusung suatu misi (risalah Islam), bukan sekedar
bagan struktural, dan bukan pula pemerintah yang materialistis, kaku dan gersang tanpa ruh di
dalamnya. Demikian pula dakwah tidak mungkin tegak kecuali ada jaminan perlindungan; yang
akan menjaganya, menyebarkan dan mengokohkannya."455
Beliau juga berkata, "Islam bukanlah slogan dan julukan semata, selama kaidah-kaidah
pokok di atas tadi bisa diwujudkan (dimana tidak mungkin suatu hukum akan tegak tanpanya)
dan diterapkan secara tepat sehingga dapat menjaga keseimbangan dalam berbagai situasinya
(yang masing-masing bagian tidak mendominasi bagian yang lain). Keseimbangan ini tidak
mungkin bisa dipelihara tanpa adanya nurani yang selalu terjaga dan perasaan yang tulus akan
455 Risalah: Nizhamul Hukm (Sistem Islam)
312
kesakralan ajaran ini. Dengan memelihara dan menjaganya akan tergapailah keberuntungan di
dunia dan keselamatan di akhirat.
Inilah yang dalam istilah politik modern kita kenal sebagai kesadaran politik, atau
kematangan politik, atau pendidikan politik, atau istilah-istilah sejenis yang semua itu bermuara
pada satu hakikat; keyakinan akan kelayakan sistem dan rasa kepedulian untuk menjaganya.
Teks-teks ajaran saja tidaklah cukup untuk membangkitkan umat. Demikian juga, sebuah
undang-undang tak akan berguna jika tidak ada seorang hakim –yang adil dan bersih- yang
memelopori penerapannya."456
Adab-adab Ikhwanul Muslimin dalam Melakukan konfrontasi Politik:
Jamaah Ikhwanul Muslimin sangat menjaga dan memperhatikan –dengan tetap
memberikan nasehat dan perlawanan terhadap segala sesuatu yang bertentangan dan keluar
dari ajaran Islam- adab-adab Islami ketika berhadapan dan berbicara dengan para pemimpin dan
pembesar pemerintahan, sebagaimana yang dicontohkan oleh Imam Syahid, "Demikianlah kami
mengajak manusia, sebagai bukti kepada Allah bahwa dakwah telah sampai kepada mereka,
dan mengarahkan mereka menuju kebaikan dan kebenaran.457
Gerakan politik dan sikap-sikap reformis Ikhwanul Muslimin di dalam masyarakat tidak
berlandaskan kepada perlawanan dan penentangan kepada pemerintah semata, namun metode
dan manhajnya lembut dan santun serta bijak dengan adab-adab Islam, memberikan nasehat
dan berupaya untuk tidak menyebabkan perpecahan dan menyulut perseteruan, karena yang
akan mengalami kerugian dalam hal ini adalah rakyat dan mayarakat.
Jamaah Ikhwanul Muslimin sangat menjaga kemaslahatan Negara dalam banyak sikap
dan prinsip-prinsipnya, karena hal itu merupakan bagian dari kemaslahatan Islam, yang lebih
diutamakan dari kemaslahatan dan kepentingannya pribadi.
Ikhwanul Muslimin sangat istimewa dengan sikapnya yang menjaga persatuan nasional
dan perdamaian dalam negeri, menutup seluruh pintu-pintu fitnah, menjaga kedamaian dan
456 Ibid. hal. 319457 Risalah: Mu'tamar Sadis (Muktamar ke VI), hal. 217 lihat surat Imam Syahid kepada Nuhas Basya dan Raja Fuad.
313
ketenangan kondisi politik serta terciptanya iklim kebebasan; karena goncangan dan fitnah akan
menimbulkan pengaruh negatif terhadap masyarakat dan melemahkan persatuannya, serta
akan berimplikasi buruk terhadap penyebaran dakwah dan kemajuannya.
Kebebasan dan kemerdekaan negeri merupakan salah satu target utama yang selalu
diusung dan diperjuangkan oleh Ikhwanul Muslimin.
Ikhwanul Muslimin bekerja secara independen dan terlepas dari segala kekuatan yang
mempengaruhinya, sekuat apapun beban dan tekanan yang mereka dapatkan. Tujuan mereka
adalah Allah, dan mereka tidak akan bekerja selain untuk dakwah yang mereka bawa.
Imam Syahid berkata, "Bukan sepenuhnya salah jika sebagian orang menyangka bahwa
Ikhwanul Muslimin pada suatu masa dari fase-fase dakwahnya tempat mengikuti arus
pemerintahan yang ada, atau mewujudkan tujuan yang bukan tujuannya dan bekerja untuk
manhaj yang bukan manhajnya. Hendaklah hal itu diketahui oleh siapa saja yang belum
mengetahui, baik dari Ikhwan maupun dari yang lain."458
"Hari dimana Ikhwanul Muslimin menjadi tempat mewujudkan tujuan orang lain, atau
menjadi alat suatu manhaj yang bukan manhajnya, tidak akan pernah terjadi."459
Ikhwanul Muslimin tidak bisa digiring dengan kesenangan atau ancaman. Mereka tidak
takut pada siapun kecuali kepada Allah. Mereka tidak tergiur dengan tahta dan kedudukan, tidak
mengedepankan kepentingan pribadi dan duniawi, dan jiwa mereka tidak tergantung pada
kesenangan dunia yang fana ini. Mereka menghendaki keridhaan Allah dan pahala-Nya di
akhirat. Setiap langkah mereka mencerminkan firman Allah:
Artinya:
"Maka segeralah kembali kepada (mentaati) Allah. Sesungguhnya Aku seorang pemberi
peringatan yang nyata dari Allah untukmu. (Q.S Az Zariyat: 50)
458 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal. 191459 Risalah: Mu'tamar Sadis (Muktamar ke VI), hal. 216
314
Mereka meninggalkan berbagai pamrih dan ambisi menuju satu tujuan yaitu keridhaan
Allah Swt.
"Mereka tidak disibukkan oleh manhaj yang bukan manhaj mereka, tidak
memperjuangkan dakwah yang bukan dakwah mereka, tidak tershibghah dengan warna selain
Islam, kami berlindung kepada Allah di suatu masa menjadi kelompok yang menyerukan selain
Al Quran dan ajaran Islam."460
"Sampai sekarang wahai Ikhwanul Muslimin, Maktab Al Irsyad tidak pernah
mendapatkan perhatian apapun dari pemerintah, dan dan hal inilah yang kami harapkan, kami
tidak menerima siapun kecuali anggota atau simpatisan Ikhwan, sedikitpun kami tidak
bergantung kepada pemerintah, dan janganlah kalian menjadikan hal itu bagian dari target dan
manhaj kalian, jangan melihatnya, jangan bekerja untuknya dan mintalah keutamaan dan
kemurahan kepada Allah."461
Karakteristik Pemerintah Islam yang dicita-citakan
Pemerintah Islam bukan hanya slogan dan julukan semata, namun ia memiliki
karakteristik dan sifat-sifat yang harus dipenuhi, yang berdiri di atas basis dan rukun-rukun yang
harus terpenuhi pula, baik bagi yang menjalankannya maupun manhaj dan metode yang akan
digunakan.
Imam Syahid menggambarkan pemerintah Islam yang dicita-citakan oleh dakwah
adalah:
"Memperbaiki keadaan pemerintah, sehingga menjadi pemerintah Islam yang baik.
Dengan begitu ia dapat memainkakn perannya sebagai pelayan umat dan pekerja yang bekerja
demi kemaslahatan mereka. Pemerintah Islam adalah pemerintah yang anggotanya terdiri dari
kaum muslimin yang menunaikan kewajiban-kewajiban Islam, tidak terang-terangan dengan
kemaksiatan, dan konsisten menerapkan hukum-hukum serta ajaran Islam.
460 Ibid, hal. 213461 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal. 187
315
Beberapa sifat yang dibutuhkan antara lain: rasa tanggung jawab, kasih saying kepada
rakyat, adil terhadap semua orang, tidak tamak terhadap kekayaan Negara, dan ekonomis
dalam penggunaannya.
Beberapa kewajiban yang harus ditunaikan antara lain: menjaga keamanan,
menerapkan undang-undang, menyebarkan nilai-nilai ajaran, mempersiapkan kekuatan,
menjaga kesehatan, melindungi keamanan umum, mengembangkan investasi dan menjaga
kekayaan, mengokohkan mentalitas, serta menyebarkan dakwah.
Beberapa haknya –tentu, jika telah ditunaikan kewajibannya- antara lain loyalitas dan
ketaatan, serta pertolongan terhadap jiwa dan hartanya.
Apabila ia mengabaikan kewajibannya, maka berhak atasnya nasehat dan bimbingan,
lalu –jika tidak ada perubahan- bisa diterapkan pemecatan dan pengusiran. Tidak ada ketaatan
kepada makhluk dalam bermaksiat kepada khaliq.
Tidaklah mengapa menggunakan orang-orang nonmuslim –jika keadaan darurat-
asalkan bukan untuk posisi dan jabatan strategis. Tidak terlalu penting mengenai bentuk dan
nama jabatan itu, selama sesuai dengan kaidah umum dalam sistem undang-undang Islam 462,
maka hal itu dibolehkan, sebagaimana para ulama juga membolehkan pelimpahan beberapa
jabatan di lembaga eksekutif.
Imam Syahid juga berkata, "Setelah itu kami juga meninginkan pemerintah yang bisa
membimbing masyarakat menuju mesjid, dan mengajak manusia menuju petunjuk Islam,
sebagai para sahabat Rasulullah Saw. membawa masyarakatnya, seperti Abu Bakar Shiddiq dan
Umar bin Khattab."463
"Dan hendaknya daulah Islamiyah bisa ditegakkan di Negara merdeka ini, yang
menerapkan undang-undang Islam dan menerapkan aturan-aturannya, mendeklarasikank
462 Risalah: Ta'alim (Risalah Ta'alim)463 Risalah: Ila al Syabab (Kepada Para Pemuda), hal. 101
316
prinsip-prinsipnya yang mulia, dan menyampaikan dakwahnya kepada masyarakat dengan
penuh hikmah."464
"Dan hendaknya pemerintah ini melanjutkan manhaj dakwah dan mentarbiyah
masyarakat dengan nilai-nilai Islam, dan melanjutkan perbaikan individu dan rumah tangga di
masyarakat dalam pelbagai aspeknya, menyempurnakan kemandiriannya dalam pelbagai urusan
kehidupan, mewujudkan kemajuan ilmu, membangun kekuatan diri, dan mempersiapkannya
untuk memikul risalah dakwah Islam dan tujuan-tujuannya yang mulia di seluruh alam.
Beliau juga berkata, "Daulah Islamiyah tidak akan tegak kecuali bertumpu di atas
pondasi dakwah; sehingga ia menjadi sebuah pemerintahan yang mengusung suatu misi (risalah
Islam), bukan sekedar bagan struktural, dan bukan pula pemerintah yang materialistis, kaku dan
gersang tanpa ruh di dalamnya. Demikian pula dakwah tidak mungkin tegak kecuali ada
jaminan perlindungan; yang akan menjaganya, menyebarkan dan mengokohkannya."465
Tentang peran pemerintah Islam dalam skala internasional, Imam Syahid berkata, "Kami
berharap Mesir bisa menjadi Negara muslim yang mendukung setiap upaya dakwah Islamiyah,
menyatukan seluruh potensi bangsa Arab, berjuang untuk kebaikan mereka, melindungi kaum
muslimin di seluruh penjuru bumi dari segala bentuk permusuhan, dan menebarkan kalimat
Allah serta menyampaikan risalah-Nya, sehingga tidak ada lagi fitnah dan agama semuanya
milik Allah."466
Tiang-tiang Penyangga Sistem pemerintahan Islam dan undang-undang konstitusi:
Imam Syahid menyebutkan bahwa terdapat tiga pilar utama yang merupakan kerangka
pokok sistem pemerintahan Islam, yaitu;
- Rasa tanggung jawab pemerintah
- Kesatuan masyarakat
- Sikap menghargai aspirasi rakyat
464 Risalah: Baina l-Amsi wal Yaum (Antara Kemaren dan Hari ini), hal. 160465 Risalah: Musykilatuna Fi Dhau'I al Nizham al Islamy (Agenda Persoalan Kita dalam kacamata sistem Islam)466 Risalah Pergerakan, Dakwah Kami di zaman baru, hal. 232
317
Imam Syahid menjelaskan tentang kewajiban representasi umat dan keikutsertaan
mereka dalam membina pemerintah secara benar dan keberadaan Majelis Permusyawaran
(yang terdiri dari ahlul halli wal 'aqd). Beliau berkata, "Umat Islam adalah umat yang satu,
karena ukhuwah –yang dengannya Islam telah mempersatukan hati mereka- adalah salah satu
landasan iman. Tidak ada kesempurnaan iman kecuali dengan ukhuwah, dan tidak akan
terealisir iman kecuali dengan menegakkannya. Namun hal itu tidak berarti menghalangi
kebebasan menyatakan pendapat dan menyampaikan nasehat dari yang kecil kepada yang
besar, atau dari yang besar kepada yang kecil.
Di kalangan umat Islam tidak terdapat perbedaan dan persoalan-persoalan prinsip-
prinsip antara satu dengan yang lain, karena sistem sosial yang mereka yakini adalah satu, yakni
al Islam yang telah dikenal luas oleh mereka. Sementara itu, perbedaan dalam hal furu' (cabang)
tidaklah membahayakan; tidak akan menyebabkan kebencian, permusuhan, dan fanatisme
golongan. Apa yang sudah ada nashnya tidak perlu dilakukan ijtihad terhadapnya."467
Ikhwanul Muslimin juga mendukung pemerintah yang menggunakan perangkat undang-
undang konstitusi yang bersumber dari undang-undang Islam yang kekal; Al Quran dan sunnah
Rasulullah Saw. dan mampu mewujudkan musyawarah (syuro) Islam.
Mereka menganggap bahwa undang-undang konsitusi yang dikenal di dunia sekarang
merupakan undang-undang yang sangat dekat dengan prinsip-prinsip pemerintah Islam dan
nilai-nilainya yang mulia.
Ikhwanul Muslimin tidak merelakan jika Islam dan prinsip-prinsip pemerintah Islam
diganti dengan yang lain, namun mereka tetap mengambil manfaat dan segala sesuatu yang
berguna dari undang-undang yang ada selama tidak bertentangan dengan hukum-hukum Islam.
Imam Syahid menjelaskan tentang Fiqih Islam, "Ia sangat luas dan fleksibel yang
mencakup pelbagai bentuk dan ragam konsitusi dalam aktivitas politik."468
467 Risalah: Nizhamul Hukm (Sistem Islam), hal. 318, 319468 Ibid
318
Imam Syahid berkata, "Prinsip-prinsip UUD Mesir bermuara para perlindungan terhadap
kebebasan individu dengan segala variasinya, pada musyawarah dan ketundukan penguasa
pada kehendak rakyat, pada tanggung jawab pemerintah kepada rakyat dan control mereka
kepada program yang dijalankan, dan pada penjelasan akan batasan-batasan kekuasaan, dan
semua ini sangat relevan dengan ajaran Islam dalam format undang-undang.
Oleh karenanya Ikhwanul Muslimin berkeyakinan bahwa sistem UUD Mesir ini adalah
sistem yang paling dekat dengan Islam disbanding dengan sistem UUD yang manapun di dunia
ini. Mereka tak hendak mengganti dengan sistem lain.469
Masalah ini –UUD- membutuhkan ketelitian dan penjelasan terhadap teks-teksnya yang
memungkinkan adanya interpretasi yang beragam, begitupula pola penerapannyan secara
praktis. Oleh karena itu, Ikhwanul Muslimin bekerja keras dalam rangka memberi kejelasan
pengertian teks-teks yang rancu dalam UUD Mesir dan memperbaiki metode yang digunakan
untuk menerapkannya dalam negeri.470
"Kami menerima prinsip-prinsip yang ada pada UUD tersebut karena ternyata sesuai
dengan Islam dan bahkan bersumber darinya, sementara yang kita kritisi selama ini adalah
kerancuan teks dan pola penerapannya."471
Imam Syahid menegaskan tentang kebebasan menyampaikan pemikiran dan mendirikan
organisasi, lembaga dan partai politik serta menyampaikan nasehat dan menuntut perbaikan
kepada pemerintah. Beliau menganggap perbedaan merupakan hal yang lumrah, walaupun
begitu ia menolak perseteruan, permusuhan dan konflik partai yang dapat menghancurkan
persatuan umat dan menjadikannya seperti kelompok-kelompok yang saling bermusuhan, ia
menamakannya sebagai partai politik yang buta.
Imam Syahid berkata, "Sebagaimana yang diyakini oleh Imam Syahid bahwa terdapat
perbedaan antara kebebasan berpendapat, pemikiran, syuro dan nasehat –yang merupakan
469 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal 138470 Ibid471 Ibid
319
kewajiban dalam Islam- dengan ta'ashshub terhadap pemikiran tertentu atau keluar dari
jamaah serta melakukan hal-hal yang semakin memperluas jurang perbedaan antar umat."472
Dalam risalah Ikhwanul Muslimin (maret 1994 M) –yang berpegang terhadap syuro dan
multipartai- juga dijelaskan, Yang dilarang adalah pertentangan yang mengarah kepada
kegagalan dan kelemahan, adapun perbedaan pandangan yang merupakan bentuk
kesempurnaan dan keberagaman cara pandang sangat dibutuhkan dalam mengungkap
kebenaran dan sampai kepada sesuatu yang lebih baik dan lebih bermanfaat, terutama jika bisa
disandingkan dengan semangat saling toleransi dan keluasan perspektif, serta jauh dari sikap
fanatik dan sempitnya pandangan.
Oleh karena itu, kami meyakini keberagaman partai di tengah masyarakat muslim, dan
tentang tidak perlu adanya pembatasan dari pemerintah terkait dengan kegiatan dan aktivitas
kelompok dan partai politik. Pemerintah sebaiknya membiarkan masing-masing partai untuk
bergerak dan menyerukan dan menjelaskan proyeknya masing-masing, selama manhaj Islam
tetap menjadi aturan yang tertinggi. Undang-undang yang dijalankan seyogyanya dijalankan
oleh hakim yang independen, terlindungi dan jauh dari pengaruh penguasa atau pihak
manapun, serta teruji secara pemikiran, ilmu, fiqih dan wawasan, karena hal itu akan menjadi
jaminan terhadap keselamatan masyarakat dan keistiqamahannya di atas jalan yang benar,
kemudian menggunakan prosedur syar'I yang sesuai terhadap siapa saja yang keluar dari
prinsip-prinsip dasar yang tidak ada perbedaan antara para ulama dan ahli fiqih, yang
notabenenya merupakan pilar-pilar penopang masyarakat.473
Ikhwanul Muslimin menegaskan dalam pandangan dan manhaj mereka tentang urgensi
terpenuhinya kebebasan masing-masing anggota masyarakat, perlindungannya, serta
persamaan hak di antara seluruh anggota masyarakat.
Hak ini –pendirian partai, lembaga, dan club-club serta pengumuman kepada khalayak
dan dakwah kepadanya- dijamin untuk setiap penduduk negeri dan untuk setiap kelompok, baik
muslim maupun nonmuslim, laki-laki dan wanita tanpa ada perbedaan.
472 Ibid, hal. 146473 Pandangan Ikhwan tentang multipartai dan wanita, Pusat Studi Islam, hal. 38, 39
320
Di dalam sirah Rasulullah Saw. dan khulafaur Rasyidin terdapat banyak keterangan yang
menguatkan keterangan ini, dan itu merupakan hak utama yang dimiliki oleh setiap individu
masyarakat.
Masyarakat juga seyogyanya harus dibina untuk menjaga dan memelihara haknya serta
berjuang untuk mendapatkan dan menyempurnakan kekurangannya, dan ini merupakan
jaminan utama; sehingga tidak ada penguasa yang menyimpang atau merampas hak ini darinya
dengan hujjah apapun, atau dengan slogan apapun. Pengawasan umat terhadap para pemimpin
merupakan hal utama di dalam manhaj Islam dalam pemerintahan.
Ikhwanul Muslimin menggunakan syuro sebagai asas dalam pemerintahan, ia
merupakan sebuah kemestian bagi seorang kepala pemerintahan sedangkan umat merupakan
sumber kekuatan pelaksanaan Negara. Diantara kewajiban umat adalah mengawasi kepala
pemerintahan dan memberikan catatan padanya.
Imam Syahid berkata, "Diantara hak umat Islam adalah melakukan kontrol terhadap
pemerintah denga secermat-cermatnya dan menasehatinya jika dirasa hal ini membawa
kebaikan. Sedangkan pemerintah hendaknya bermusyawarah dengan rakyat dengan rakyat dan
menghargai aspirasinya."474
Beliau juga berkata, "Pemerintah dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab
kepada Allah dan rakyatnya. Pemerintah adalah pelayan dan pekerja, sedangkan rakyat adalah
tuannya."475
Disebutkan di dalam risalah Ikhwanul Muslimin, "Perintahkanlah kaum muslimin untuk
bermusyawarah di antara mereka, dan mereka melakukan muyawarah dalan setiap urusan
mereka yang umum dan yang khusus demi mewujudkan keadilan dan melaksanakan hukum
Allah serta kemaslahatan manusia, hingga tidak terjadi kehancuran individu atau kelompok dari
474 Risalah: Nizhamul Hukm (Sistem Islam), hal. 319475 Ibid. hal. 318
321
masyarakat dengan melakukan sesuatu yang melibatkan khalayak ramai, dan memberikan
implikasi buruk terhadap kemaslahatan umum dari masyarakat muslimi.
Maknanya adalah bahwa umat adalah sumber kekuasaan, merekalah yang memberikan
amanah kepemimpinan kepada siapa saja yang mereka yakini agama dan amanahnya,
pengalaman, ilmu, potensi dan kemampuannya, yaitu apa-apa yang telah ditentukan berupa
pekerjaan yang harus dilaksanakan dengan penuh keadilan, ihsan dan insaf.476
Tidak boleh ada kepala Negara yang mengklaim ishmah (terjaga dari kesalahan) dan
terlepas dari kemungkinan-kemungkinan keliru, "Diantara kewajiban setiap individu muslim
adalah meluruskan jika kepala Negara melakukan kesalahan, bahkan meluruskan
penyimpangan-penyimpangannya walaupun harus menggunakan pedang sekalipun. Batas
ketaatan rakyat kepada pemimpin adalah selama perintahnya bukan maksiat kepada Allah dan
Rasul-Nya, namun justru dalam rangka melaksanakan hukum Allah dan syariat Islam, atau untuk
kemaslahatan manusia pada sesuatu yang diperbolehkan477, semua ini harus berada dalam
koridor dan batasan yang telah ditetapkan syariat.
Penugasan yang diberikan umat Islam dijalankan hukumnya dan dibatasi oleh syariat
Allah, "Umat Islam melakukan ibadah hanya kepada Allah semata, menyucikan hukum-hukum Al
Quran dan sunah Rasulullah yang mulia, meyakini bahwa manusia tidak memiliki kekuasaan
selain apa yang telah diturunkan Allah kepada mereka, yaitu sesuai dengan kandungan dan
tuntunan syariat Islam. Dengan demikian, maka umat Islam tidak berhak memberikan tugas
kepemimpinan suatu urusan kecuali terhadap sesuatu yang telah ditetapkan oleh syariat, karena
ia tidak boleh mendelegasikan sesuatu terhadap sesuatu yang tidak dimilikinya dan bukan
haknya. Jika ia memilih seorang wali untuk menjalankan keperluannya, maka seluruh urusan
harus diluruskan sesuai dengan muatan dan tuntunan hukum-hukum agama, karena
sesungguhnya agama adalah pondasi, dan penguasa adalah pengawalnya, sesuatu yang tidak
memiliki pondasi maka ia akan hancur, sesuatu yang tidak memiliki pengawal maka akan
hilang.478
476 Syuro dan multipartai, hal. 31477 Ibid, hal. 33478 Pandangan Ikhwanul Muslimin tentang Syuro, mulitipartai dan wanita, Pusat Studi Islam, hal. 34
322
Dengan demikian keseimbangan syariat Islam yang terpancar dari nilai-nilai ajaran Al
Quran dan sunnah Rasulullah merupakan konstitusi tertinggi dalam pemerintahan Islam. Oleh
karena itu, kami meyakini bahwa umat harus memiliki undang-undang tertulis yang sesuai
dengan prinsip-prinsip dan tujuan syariat Islam.
Undang-undang Islami inilah yang kemudian memberikan legalitas dan alasan atas
setiap sistem pemerintahan atau politik apapun, yang tidak menerima pembangkangan
terhadap syariat Islam dan prinsip-prinsipnya, walaupun itu adalah sesuatu yang tersebar di
kalangan manusia.
Dalam kerangka undang-undang Islam, harus terwujud keseimbangan antara
kekhususan (wilayah kerja) di pelbagai lembaga yang dikelola oleh Negara, sehingga masing-
masing lembaga itu tidak berbuat lalim satu sama lain.
Sebagaimana undang-undang Islam juga harus memuat prinsip-prinsip dan hukum-
hukum yang memelihara dan menjaga kebebasan umum dan khusus setiap individu masyarakat,
baik muslim maupun non muslim, menjadikan pemerintah adalah permusyawaratan yang
berlandaskan pemerintahan rakyat, yang membatasi dan menentukan tanggung jawab kepala
Negara di hadapan rakyat serta metode evaluasi, pelurusan dan pembenaran kebengkokan
mereka dengan cara yang baik dan sukses, bahkan mengganti mereka jika hal itu diperlukan.
Hal ini tentunya membutuhkan keberadaan sebuah majelis perwakilan yang memiliki
kekuatan legislatif dan pengawasan, yang merepresentasikan keinginan dan aspirasi rakyat
melalui pemilihan umum yang bebas dan bersih, yang memiliki keputusan yang mengikat dan
harus dilaksanakan. Sebagaimana kami melihat bahwa kepala Negara (presiden) tiada lain
adalah wakil rakyat, maka kepemimpinan Negara harus dibatasi dalam batas waktu tertentu,
yang tidak boleh diperbaharui kecuali untuk waktu yang terbatas; hal ini untuk menjamin tidak
terjadinya kelaliman pemerintah.479
479 Ibid, hal. 36, 37
323
Imam Syahid menyebutkan bahwa penghargaan terhadap aspirasi rakyat serta
kewajiban mengikutsertakan mereka dalam pemerintahan dengan optimal dan benar
merupakan bagian dari rukun sistem pemerintahan Islam. Beliau menyebutkan, "Terdapat dua
cara untuk melakukan hal ini, yang pertama melakukan jaring aspirasi setiap individu
masyarakat dalam setiap permasalahan, ini yang dikenal dalam istilah perpolitikan modern
sebagai referendum. Yang kedua, yaitu melalui ahlul Halli wal 'aqdi. Yang jelas dari pendapat
para ahli fiqih, kita tahu bahwa orang yang memungkinkan untuk menjadi ahlul halli wal 'aqdi
itu ada pada tiga golongan di bawah ini:
1. Para ahli fiqih yang mujtahid, dimana pendapat-pendapat mereka dalam fatwa dan
istinbath hukum diperhitungkan umat.
2. Para pakar dalam masalah-masalah yang bersifat integral
3. Mereka yang mempunyai posisi kepemimpinan di tengah masyarakat, seperti tetua
suku, tokoh masyarakat, dan pemimpin organisasi.
Mereka inilah yang boleh dimasukkan dalam kelompok Ahlul Halli wal 'aqdi.480
Kemudian juga termasuk bagian dari mereka adalah masyarakat yang memilih mereka
untuk berperan sebagai wakil dan mengawasi jalannya pemerintah eksekutif, dan Islam
menyerahkan kepada umat untuk memilih bentuk dan sarana yang bisa merepresentasikan
kelompok-kelompok ini.
Imam Syahid berkata, "Sistem parlemen modern telah melapangkan jalan kea rah
pembentukan ahlul halli wal 'aqdi dengan sistem pemilu (dengan segala variasinya) yang telah
dirumuskan oleh pakar hukum. Sesungguhnya, Islam tidak menolak sistem ini, selama benar-
benar mengarah kepada pemilihan ahlul Halli wal 'aqdi."481
Sistem Islam dalam hal ini bukanlah slogan dan julukan semata, selama kaidah-kaidah
pokok di atas bisa diwujudkan (dimana tidak mungkin suatu hukum akan tegak tanpanya) dan
diterapkan secara tepat sehingga dapat menjaga keseimbangan dalam berbagai situasinya
(yang masing-masing tidak mendominasi bagian yang lain).482
480 Risalah: Nizhamul Hukm (Sistem Islam), hal. 328481 Ibid482 Ibid, hal. 319
324
Begitupula dengan peran dan posisi wanita di parlemen.
Imam Syahid meyakini tentang urgensitas pengaturan pemilu dan peletakan beberapa
aturan yang menjamin kesehatan dan kebersihan jalannya pemilu untuk merepresentasikan
aspirasi rakyat; hingga kondisinya tidak berubah menjadi realitas yang serba palsu karena
banyaknya politikus yang bermain dan membohongi masyarakat.
Imam Syahid juga menegaskan tentang urgensi metode penerapannya, tidak terpaku
pada teks-teks peraturan secara kaku, menetapkan hukum dengan hal-hal mendasar dan
prinsipil dengan pelbagai perubahan bentuk dan model. Dan keseimbangan ini tidak mungkin
bisa dijaga kecuali dengan nurani yang senantiasa hidup, dan kepekaan perasaan terhadap
kesucian nilai-nilai ajaran ini.
Imam Syahid sangat memperhatikan pembinaan kesadaran politik dan kematangan
politik umat, sehingga ia benar-benar sampai pada derajat kekuatan dan kesadaran yang tinggi.
Beliau berkata, "Inilah yang dalam istilah politik modern kita kenal sebagai kesadaran politik,
atau kematangan politik, atau pendidikan politik, atau istilah-istilah sejenis yang semua itu
bermuara pada satu hakikat; keyakinan akan kelayakan sistem dan rasa kepedulian untuk
menjaganya."483
Ikhwanul Muslimin tidak membatasi pemerintah hanya pada kelompoknya, dan tidak
memonopoli hanya untuk dirinya. Ikhwan berupaya mendirikan sebuah pemerintah Islam yang
sesuai dengan karakteristik dan sifat-sifat yang ditetapkan oleh syariat. Mereka bersama
masyarakat adalah pengawal dan pemberi nasehat kepada para pemimpin. Rakyat bebas
memilih siapa saja yang mereka ridhai untuk menjadi pemimpin sesuai dengan manhaj Islam
dan syariatnya demi mewujudkan peran umat Islam, bukan sesuai dengan hawa nafsu dan
ambisi serta keluar dari syariat Allah. Barang siapa yang keluar darinya maka telah keluar dari
manhaj Islam dan undang-undang Negara.
483 Ibid.
325
Sesuai dengan prinsip-prinsip dasar Islam dan koridor-koridornya yang berlaku,
Ikhwanul Muslimin menerima pergantian kepemimpinan Negara antara kelompok dan partai
politik, yaitu melalui pemilu secara regular484, selama hal itu sesuai dan tidak melanggar hukum-
hukum Islam dan syariatnya, serta tidak keluar dari prinsip-prinsip dasar dan tujuannya.
Diantara manhaj Ikhwanul Muslimin adalah, selalu menjaga untuk tidak sendiri
memikirkan problem umat yang besar dan kemaslahatan Negara, ia justru berupaya untuk
mengikutsertakan orang lain dari masyarakat. Ia mengajak dan melakukan perjanjian dengan
pelbagai simpul kekuatan Negara dan aliran yang beraneka ragam untuk mewujudkan dan
menerapkan apa yang diinginkan oleh masyarakat. Seperti yang terjadi pada tahun 1948 M,
dimana Ikhwanul Muslimin mengajak untuk mendirikan kesepakatan nasional untuk
menghadapi penjajahan Inggris terhadap Mesir, begitupula dalam memberikan bantuan dan
dukungan terhadap permasalahan Palestina dan menghadapi penjajahan Yahudi di buminya.
Dan hal ini terjadi pada abad modern ini secara berulang-ulang.
Ikhwanul Muslimin melihat nilai positif terhadap meluasnya wilayah kerjasama dan
kesepakatan antara aliran dan kelompok-kelompok yang beraneka ragam –terlepas dari
perbedaan-perbedaan yang terjadi- demi mewujudkan kemaslahatan Negara dan umat, bukan
untuk kepentingan segmen tertentu. Dan hal ini membuktikan kadar keluasan tingkat toleransi
Ikhwanul Muslimin terhadap orang lain dan upaya mereka untuk menjaga persatuan umat dan
keutuhan bangsa.
Gambaran Sistem Politik Islam
Fiqih Islam menjadikan pembagian kekuasaan Negara menjadi 4 (empat) kekuasaan,
yaitu: Kekuasaan legislative (pembuat undang-undang), kekuasan pengawasan, kekuasan
eksekutif, dan kekuasaan yudikatif (peradilan). Hal ini sesuai dengan gambaran para ulama
tentang Ahlul halli wal 'aqdi, dengan keberagaman bentuk dan wilayahnya.
Dengan demikian, terdapat sekat yang jelas antara pemerintah legislatif dan pemerintah
eksekutif.484 Pandangan Ikhwanul Muslimin tentang Syuro, mulitipartai dan wanita, Pusat Studi Islam, hal. 39
326
Seorang pemikir muslim, Dr. Muhammad Imarah menyebutkan tentang perbedaan ini di
dalam manhaj permusyawaratan Islam. Beliau berkata, "Perbedaan antara kekuasaan hasil
ijtihad fiqih dalam sistem syuro Islam dengan kekuasaan pengawasan, kekuasaan eksekutif,
kekuasaan peradilan, yang menjadikan kekuasan di dalam sistem pemerintahan Islam menjadi
tiga wilayah, sebagai ganti dari tiga kawasan, yaitu dengan menjadikan kekuasaan legislatif di
atas Negara; hal ini karena hak legalitas dalam membuat undang-undang. Hal ini yang
kemudian dapat membebaskan undang-undang dari rezim pemerintahan dan nafsu manusia,
dan di atas itu semua, sistem pemerintahan ini mampu mewujudkan sekat yang jelas antara
wilayah kekuasan dalam pemerintahan.
Adapun independensi kekuasaan yang khusus menangani ijtihad dan perundang-
undangan dengan tetap komitmen terhadap hak legislatif, maka hal itu adalah yang paling dekat
untuk mewujudkan batas yang menyekat antara wilayah kekuasaan dalam pemerintahan, dan
lebih optimal dalam meningkatkan supremasi hukum terhadap wilayah-wilayah kekuasaan yang
lain.485
Pembahasan ini merupakan masalah ijtihad fiqih yang sangat luas, namun pada akhirnya
keberagaman ijtihad ini pada akhirnya akan bermuara pada nilai-nilai yang tetap, yang
menguatkan tentang perbedaan sistem politik Islam dan kadar perhatiannya terhadap
partisipasi umat dan pengawasannya terhadap pemerintah. Imam Syahid telah menjelaskan hal
itu di dalam risalahnya Sistem Pemerintahan Islam, sebagaimana beliau juga menjelaskan
tentang dasar pemisah antara kekuasaan yang mengakar dan terlihat secara jelas pada masa
khalifah Amirul Mukminin Umar bin Khattab –semoga Allah meridahinya- yang memisahkan
antara kekuasaan yudikatif, pengkhususan ahlul halli wal 'Aqdi dengan wilayah kekuasaan
eksekutif, lalu pekerjaan itu terus berlanjut.
Sistem pemerintahan Islam meletakkan jaminan yang menjamin kebebasan kekuasaan
legislatif (ahlul halli wal 'aqdi), kekuasaan pengawasan dan kekuasaan yudikatif, dengan
kekuasaan eksekutif, serta meletakkan perlindungan dan penjagaan pelaku dan institusinya dari
pengaruh dan tekanan apapun dari kekuasaan eksekutif. Ia tidak membiarkan kebebasan yang 485 Diantara tulisan Dr. Muhammad Imarah yang dipublikasikan oleh Koran Al Akhbar tentang Konsep Syuro dalam Islam, tahun 2004 M.
327
terbentuk adalah kebebasan secara simbiolis dimana kekuasaan eksekutif memonopoli hak
legislasi, pengawasan dan penelitiaan.
Partai atau kelompok apapun yang berhasil menduduki kursi pemerintahan eksekutif
sesuai dengan keinginan rakyat, tidak berarti kekuasaan-kekuasaan yang lain kehilangan
kebebasan dan kesatuannya dalam menjalankan tugasnya, keterwakilan rakyat di dalamnya.
Sejarah Khulafaur Rasyidin menjelaskan bagaimana kekuasaan legislative dan yudikatif berbeda
dengan kekuasaan eksekutif (khalifah) dalam pandangan dan ijtihadnya, bagaimana ia
memuhasabah, mengawasi dan menghukumi.
Diantara asas sistem pemerintah Islam adalah, pengawasan umat terhadap pemerintah,
rasa tanggungjawab di hadapan, baik dalam setiap perkara kecil dan besar, dan memuhasabah
pemerintah. Seperti yang dikatakan oleh Khalifah pertama, Abu Bakar Shiddiq –semoga Allah
meridhainya- ketika ia dibaiat menjadi pemimpin kaum muslimin, "Amma ba'du, Sesungguhnya
aku telah dipilih untuk memimpin kalian sementara aku bukan yang terbaik di antara kalian. Jika
kalian melihat aku berada dalam kebenaran maka bantulah aku, namun jika kalian melihat aku
dalam kebatilan maka tegur dan perbaikilah aku. Taatlah kepadaku selama aku mentaati Allh,
namun jika aku membangkang kepada-Nya maka tidak ada ketaatan kalian kepadaku."
Begitu pula pada masa Khalifah Umar bin Khattab –semoga Allah meridhainya-, salah
seorang penduduk berkata kepadanya, "Demi Allah, jika kami melihat engkau melakukan
penyimpangan maka kami akan meluruskanmu dengan pedang-pedang kami." Umar
mengucapkan syukur kepada Allah. Penduduknya selalu meminta kepadanya dan memberikan
evaluasi kepadanya tentang pelbagai hal, baik kecil maupun besar, dan mengawasinya dalam
masalah keuangan Negara.
Hal ini semakin menguatkan tentang tanggung jawab pemerintah di hadapan rakyatnya,
mereka memiliki hak untuk mengawasi dan mengontrol, serta menggunakan pelbagai sarana-
prasarana yang sesuai –dengan kondisi zaman dan waktu- untuk melaksanakan fungsi-fungsi
pengawasan tersebut.
328
Seorang pemimpin pemerintah dalam syariat Islam adalah representasi dari umat dalam
mendirikan syariah, serta bangkit bersama umat dalam pelbagai aspek serta menegakkan
kebenaran dan keadilan di dalamnya, bukan berarti ia menjadi wakil Allah dalam kedudukannya
sebagai pemimpin Negara; (karena kepemimpinan di bumi merupakan amanah untuk seluruh
manusia), bukan pula menikmati hak Allah, yang terpelihara dari kesalahan. Seorang pemimpin
justru merupakan wakil rakyat dalam tugas dasarnya secara syar'I, untuk dirinya sendiri dan
untuk umat, yang legalitasnya mengacu pada keinginana rakyat yang memiliki hak mengawasi
dan mengontrolnya bahkan memecatnya jika ia keluar dari keinginan rakyat dan manhaj Allah.
Kekuasaan ijtihad dan legislatif (Ahlul Halli wal 'aqdi) terdiri dari orang-orang yang
memiliki spesialisasi dan sifat-sifat keahlian khusus di pelbagai bidang, baik fiqih maupun
spesialisasi khusus di bidang-bidang tertentu dalam kehidupan.
Kekuasaan ini tidak terdiri dari rijal ad din (para pemuka agama); karena di dalam Islam
tidak ada istilah pemuka agama, sebagaimana yang ada dalam ideologi Barat-Kristen. Namun
mereka dipilih oleh rakyat melalui pemilu, yang masing-masing memiliki spesialisasi tersendiri
dengan sifat-sifat tertentu. Hal ini berbeda sekali dengan konsep Wilayatul Faqih –konsep ini
termasuk yang ditolak oleh Ikhwanul Muslimin- kekuasaan di sini adalah milik rakyat
sepenuhnya, dan cara pemilihan mereka diserahkan sepenuhnya kepada rakyat dengan sarana
yang mereka tentukan sendiri, dan mereka tidak memiliki wilayah kekuasaan terhadap lembaga
kekuasaan yang lain. lembaga legislatif bertigas menyusun legislasi perundang-undangan yang
dibutuhkan di parlemen, menyampaikan gagasan-gagasannya, serta mengelola usulan dan saran
apa saja yang masuk dari lembaga eksekutif dan lembaga pengawasan (parlemen) untuk
kemudian disiakan menjadi undang-undang yang diinginkan. Lembaga pengawasan memiliki hak
tersendiri, ia boleh mengadakan interplasi dan mengkritik dengan sebab-sebab tertentu
terhadap apa saja yang diputuskan oleh lembaga legislatif. Ketika terjadi perbedaan, maka
perkara akan diputuskan oleh lembaga yudikatif yang independen dan memiliki spesialisasi
khusus di bidang tersebut.
Anggota lembaga pengawasan (parlemen) ditetapkan melalui pemilihan langsung dari
rakyat. Agama Islam memberikan peluang yang luas untuk berijtihad seputar sarana-prasarana
dalam pelaksanaan pemilu yang sesuai dengan tuntutan zaman, demi mewujudkan pemilu yang
329
bersih dan kesatuan pemerintah eksekutif, serta jaminan untuk aspirasi umat dan menghormati
keinginan mereka.
Slogan dan julukan tidak penting, yang paling mendasar adalah terpenuhinya kaidah-
kaidah pokok dan rukun-rukun dalam ajaran Islam. Hal ini sebagaimana dibenarkan oleh Fiqih
Islam dan penerapannya sepanjangan sejarah khulafaur Rasyidin dalam bentuk pembagian
kekuasaan antara lembaga-lembaga kenegaraan. Seperti pemisahan antara lembaga yudikatif
dan lembaga eksekutif, dimana seorang hakim menetapkan hukum kepada khalifah. Demikian
pula halnya pembagian antara lembaga pengawasan (dalam bahasa politik modern dikenal
dengan parlemen) dan lembaga eksekutif.
Konsep syuro dalam Islam merupakan sesuatu yang diharuskan, ia bukan sesuatu yang
asing atau yang diadopsi dari orang lain, ini adalah konsep kehidupan yang dipelajari oleh
seluruh individu masyarakat dalam pelbagai aspek. Dimulai dari keluarga kecil dan berakhir ke
kepemimpinan tertinggi Negara. Ia merupakan rukun dasar dalam sistem politik Islam.
Seseorang yang menerapkannya di lembaga-lembaga politik di kehidupannya, bukan peraturan
atau hak semata, ia adalah kewajiban dan ibadah kepada Allah, sama seperti ibadah sholat dan
puasa. Dimana seseorang menyampaikan pandangan dan gagasan dengan sangat jujur, sesuai
dengan apa yang diyakininya, tanpa ada tekanan atau paksaan, bahkan mungkin berbeda
dengan pandangan partai atau kelompoknya. Namun tetap dalam koridor adab-adab Islami,
sehingga penerapannya berjalan bersih dan terhindar dari faktor-faktor kebencian dan
permusuhan serta perseteruan partai.
Adanya sifat saling menghargai pendapat satu sama lain, terbinanya jalinan ukhuwah
dan rasa cinta antara sesama anak-anak bangsa, komitmen terhadap pendapat mayoritas dan
menerimanya sebagai pendapat sendiri, menunaikan dan melaksanakan segenap keputusan
yang dihasilkan. Hal ini tidak seperti yang terjadi dalam demokrasi Barat; yaitu adanya
penentangan sejak kesempatan pertama atau membangkang melaksanakan tugas, dan selalu
menyerang kelompok-kelompok minoritas yang berseberangan dengannya.
Demokrasi dengan makna politiknya atau apa yang diperankan berupa partisipasi
rakyat, kebebasan memilih pemimpin, dan penghormatan terhadap aspirasinya, adalah sesuai
330
dengan ajaran Islam dan sistem politiknya. Islam bahkan menambahnya dengan jaminan dan
adab-adab yang memperluas wilayahnya dan demi mewujudkan keinginan yang dicita-citakan.
Islam tidak melarang penggunaan nama dan istilah-istilah modern, selama hal itu tidak
bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar Islam, serta demi membantu pemahaman dan
penjelasannya kepada masyarakat dengan tetap mengupayakan penggunakan nama dan istilah-
istilah dalam Islam dan ajarannya, dengan tidak mengeyampingkan atau menggantinya.
Kelompok minoritas non muslim memiliki hak penduduk negeri secara sempurna di
masyarakat, mereka mendapatkan hak politik yang sama sebagaimana yang diberikan kepada
setiap penduduk, sesuai dengan manhaj Islam dan undang-undangnya. Mereka mendapatkan
apa yang kita dapatkan dan mereka memikul kewajiban sebagaimana kewajiban yang kita pikul
sesuai dengan kaidah fiqih. Tidak ada perbedaan antara kita, semuanya memiliki persamaan di
hadapan hukum, terkecuali untuk jabatan kepemimpinan Negara, maka hal itu ditentukan
berdasarkan mayoritas penduduk yang muslim, di dalamnya terdapat seorang pemimpin, yang
memiliki kewajiban khusus terhadap agama Islam sebagaimana yang disebutkan para fuqaha,
begitu pula dengan kementerian delegasi (untuk misi perjanjian). Adapun untuk jabatan di
kementerian eksekutif, maka para fuqaha membolehkan dari kelomok minoritas nonmuslim,
mereka mendapatkan hak yang sama seperti penduduk lainnya. Perincian hal ini terdapat di
buku-buku fiqih, yang banyak membahas tentang sistem ini. Kami mengambil pendapat yang
moderat sesuai dengan dalil dan hujjah, dengan tetap membuka pintu ijtihad disertai koridor-
koridornya; agar sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman.
Umat adalah sumber kekuasaan di dalam manhaj Islam, dan hal ini tidak bertentangan
dengan sumber utama di dalam hukum dan prinsip-prinsip Islam. Umatlah yang memilih
pemerintah di masyarakat, baik pemerintah eksekutif, pengawasan, legislative dan yudikatif,
yang bertugas mengontrol dan memecat kepala pemerintah, yang berijtihad dalam konstitusi
dan pembuatan undang-undang yang diperlukakn dalam kehidupan dan urusan-urusan
pemerintah, dalam koridor hukum dan prinsip-prinsip ajaran Islam serta koridor ijtihad.
Pembicaraan tentang hukum Islam bukan hak yang bisa dimonopoli oleh seseorang, atau ia
merupakan ketetapan yang hanya dimonopoli oleh seseorang yang mengklaim ishmah
(ma'shum) dari kesalahan, ia justru merupakan hak bagi setiap individu muslim dengan koridor
331
dan kaidah-kaidahnya yang baku di dalam Islam. Setiap muslim bertanggung jawab di hadapan
Allah terhadap masyarakat Islam dan agama Islam, terhadap pemenuhan keinginan umat, serta
menghormati pilihannya yang merupakan prinsip dasar dalam sistem pemerintahan Islam.
Ikhwanul Muslimin juga meyakini tentang batas maksimal kepemimpinan seorang
kepala Negara, satu atau dua periode, mereka tidak memenangkan pendapat yang mengatakan
kepemimpinan Negara adalah seumur hidup. Ikhwan telah menetapkan sikapnya ini di dalam
nota baru mereka terkait dengan kerangka internal.
Hal ini semakin menegaskan tentang pergantian kekuasaan yang diyakini Ikhwanul
Muslimin, mereka menjadikan rakyat sebagai hakim yang memutuskan siapa yang mereka pilih
untuk memimpin Negara, dan ini merupakan jaminan dan pengawasan yang efektif di setiap
sistem atau pemerintahan.
Sebagaimana Ikhwanul Muslimin juga sangat meyakini bahwa menghormati aspirasi
rakyat dan memenuhi tuntutannya merupakan bagian dari rukun sistem politik Islam, walaupun
hal itu berbeda dengan pandangan dan apa yang diputuskan oleh jamaah. Ia juga mengklaim
dirinya sebagai penasehat umat, atau memonopoli kebebasan dan pengakuan di masyarakat
hanya pada dirinya. Hubungan mereka dengan masyarakat dan orang-orang yang berbeda
pandangan dengannya, berlandaskan atas asas cinta, saling memahami serta menyampaikan
dakwah dengan kebijakan dan hikmah.
Ikhwanul Muslimin meyakini kebebasan mendirikan lembaga-lembaga, partai politik
bagi setiap kekuatan dan aliran, termasuk bagi kelompok minoritas dan kaum wanita tanpa ada
halangan. Begitupula dengan kebebasan beraspirasi dengan pelbagai sarana (baik dengan
menerbitkan Koran dan media-media pers lainnya) di tengah masyarakat Islam, dengan
keberadaan lembaga kehakiman yang adil dan independen, yang merupakan pengambil
keputusan ketika sarana-sarana tersebut memberikan dampak negatif terhadap masyarakat; La
dharara wala dhirar (mudharat tidak bisa ditolak dengan mudharat yang lain), atau keluar dari
yang disepakati oleh masyarakat (dari kaidah-kaidah keutamaan dan akidah umat).
332
Kebebasan sosial dan politik ini diatur oleh Islam dengan sistem yang sangat baik, yang
memiliki dasar pijakan secara syar'I, dan jaminan itu diberikan kepada umat sejak masa
Rasulullah Saw.
Coba lihat bagaimana kaum wanita Madinah berkumpul dan mempelajari beberapa
permasalahan mereka, serta mengirimkan utusan kepada Rasulullah Saw. untuk menyampaikan
keinginan mereka –dan Rasulullah memenuhi permintaan tersebut- Ini merupakan lembaga
kewanitaan pertama dalam Islam. Islam memberikan kaum wanita hak politik yang sama dengan
kaum laki-laki, kecuali untuk jabatan kepemimpinan tertinggi Negara (Imamatun 'Uzhma);
karena dalam kepemimpinan tertinggi tersebut juga terdapat kepemipinan dalam shalat, dan ini
hanyat terbatas untuk kaum laki-laki, dan beberapa hal lain yang dijelaskan oleh para fuqaha.
Para sahabat Rasulullah Saw. juga mendirikan lembaga kebajikan dan dakwah, mereka
adalah para Qurra (Ashab Bi'ru Ma'unah), jumlah mereka sekitar 70 orang, perincian pekerjaan
dan akitvitas mereka banyak diceritakan dalam buku-buku sirah.
Masyarakat Yahudi juga memiliki hak mendirikan lembaga dan muktamar. Diantaranya
adalah muktamar yang mereka lakukan di salah satu rumah, dan dihadiri oleh Abu Bakar Shiddiq
–semoga Allah meridhainya-, dimana salah seorang Yahudi menolak perkataan Abu Bakar ketika
ia menjelaskan secara panjang lebar tentang hakikat Allah.
Para sahabat Rasulullah Saw. juga menggunakan pelbagai sarana-prasarana dalam
memilih khalifah yang akan memimpin umat setelah Rasulullah Saw. namun tetap berada dalam
koridor dan dasar-dasar syuro.
Seperti dalam proses pemilihan Khalifah Abu Bakar Shiddiq, parlemen Madinah yang
terdiri dari sahabat Rasulullah Saw. dari kelompok Muhajirin dan Anshor dalam sebuah
pertemuan singkat di kediaman Bani Sa'idah, dan akhirnya mereka memilih dua calon khalifah,
yaitu Abu Bakar Shiddiq dan Umar bin Khattab –semoga Allah meridhai mereka berdua-, dan
pilihan terakhir dengan suara terbanyak menetapkan Abu Bakar Shiddiq sebagai khalifah yang
menggantikan kepemimpinan Rasulullah Saw. di Madinah. Kemudian hal ini disampaikan kepada
penduduk Madinah dan meminta memberikan tanggapan dan baiat. Sebagian besar masyarakat
333
Madinah menyetujuinya, hanya beberapa orang saja yang menolak karena sebab-sebab
tertentu.
Lalu dalam pemilihan khalifah yang kedua, Abu Bakar Shiddiq –semoga Allah
meridhainya- dan di tengah sakit menjelang wafat. Setelah melakukan musyawarah dengan
ahlul Halli wal 'aqdi, Abu Balar lalu menetapkan satu orang sebagai penggantinya, yaitu Umar
bin Khattab –semoga Allah meridhainya-. Setelah disampaikan kepada khalayak dan mereka
menyetujuinya, lalu dilakukan proses baiat secara umum di mesjid.
Dalam prosesi penetapan khalifah yang ketiga, panitia pemilu menetapkan Ali bin Abi
Thalib –yang termasuk ahlul halli wal 'aqdi- untuk menetapkan calon khalifah diantara mereka.
Setelah penetapan dan pemilihan suara selesai, dua nama muncul sebagai calon khalifah, yang
pertama Sayyida Utsman bin Affan dan yang kedua, Sayyida Ali bin Abi Thalib –semoga Allah
meridhai mereka-. Kemudian Abdurrahman bin Auf berdiri untuk menyampaikan dua calon
tersebut kepada masyarakat termasuk kepada kaum wanita dan para budak. Ia berdiri di jalan-
jalan dan menghampiri beberapa rumah untuk meminta suara masyarakat, dan suara terbanyak
menetapkan Utsman sebagai khalifah berikutnya. Abdurrahman bin Auf juga meminta kepada
kedua calon khalifah untuk memaparkan dan menjelaskan program-program dan perencanaan
mereka dalam pemerintahan. Kemudian dilakukan pemilihan terakhir untuk mendapatkan suara
masyoritas ahlul halli wal 'aqdi serta masyarakara umum, lalu dilakukan baiat secara missal di
mesjid.
Setiap khalifah yang terpilih selalu menyampaikan program-programnya secara rinci,
dan menegaskan tentang sikap mereka yang menghargai aspirasi rakyat.
Lalu bentuk pemerintah yang manakah yang paling ideal? Pemerintah terpimpin?
Parlementer? Atau menggabung dua sistem ini? Maka kami katakana, "Bahwa kaidah sistem
pemerintahan dalam Islam sangat sempurna, komprehensif, jelas dan sangat istimewa. Sistem
pemerintahan Islam menerima dan mencakup semua konsep-konsep tersebut di atas, selama
berkesesuaian dengan prinsip-prinsip Islam dan tidak bertentangan dengan manhajnya.
Terkandang ia mengambil sebagian dari konsep-konsep tersebut dan mengamandemen
beberapa diantaranya. Persis sebagaimana yang dilakukan kaum muslimin pada masa daulah
334
Islamiyah dengan sistem administrasi yang mereka adopsi dari Negara Paris dan Romawi setelah
melakukan futuhat (ekspansi).
Walaupun sejarah penerapan sistem pemerintahan Islam lebih dekat kepada model
pemerintah terpimpin (presidentil), namun model-model pemerintah yang lain secara umum
tidak bertentangan dengan manhaj Islam, meskipun kedudukan presiden dalam pandangan
Islam memiliki wewenang yang terbatas, dan ia bertanggung jawab secara penuh terhadap
jalannya pemerintahan. Dasar delegasi tidak akan mengurangi wewenang dan kekuasaannya.
Imam Syahid berkata, "Adapun perihal tanggung jawab pemerintah menurut sistem
Islam, pada dasarnya yang memiliki adalah presiden (kepala pemerintahan), betapa pun
keadaannya. Dia punya hak untuk melakukan apa saja untuk kemudian menyerahkan penilaian
prilakunya kepada masyarakat. jika ia baik, rakyat wajib mendukungnya, namun sebaliknya, jika
ia tidak baik, maka rakyat harus meluruskannya. Islam tidak melarang seorang presiden
melimpahkan wewenang eksekutifnya kepada yang lain untuk mengemban tanggung jawab ini,
sebagaimana dalam pemerintahan Islam masa lalu dikenal dengan Wizaratut Tafwidh
(maksudnya kurang lebih sama dengan sistem cabinet parlementer yang dipimpin oleh seorang
perdana menteri sekarang ini). Para ulama fiqih telah memberi dispensasi atas masalah ini dan
membolehkan sepanjang tetap berada dalam kerangka menegakkan kemaslahatan umum."486
Sesungguhnya orang-orang yang ketakutan terhadap syariat Islam sebenarnya belum
mengenal Islam secara baik, dan tidak menyelami kehidupan pada masa Rasulullah Saw. dan
Khulafaur Rasyidin, pandangan mereka bahkan hanya terbatas fase-fase terjadinya
penyimpangan dalam menerapkan syariat Islam secara benar dan menyeluruh sepanjang
sejarah. Dimana manhaj Islam bersumber pada sumber utama, yaitu Al Quran dan Sunnah
Rasul-Nya, dan hal ini menjadi rujukan dan standar untuk setiap sistem pemerintahan dan
penerapannya.
Koridor dan kerangka yang ditetapkan oleh Islam untuk keselamatan masyarakat
berupaka kaidah-kaidah keutamaan dan kaidah-kaidah yang lain, sebenarnya tidak berbeda
486 Risalah: Nizhamul Hukm (Sistem Islam), hal. 322, 323
335
dengan agama-agama yang ada, bahkan hal ini merupakan kebutuhan manusia sepanjang
zaman.
Ikhwanul Muslimin tidak bertanggung jawab terhadap penerapan sistem pemerintahan
dari orang lain yang mengangkat slogan-slogan Islam; Karena sesungguhnya Ikhwanul Muslimin
memiliki manhaj yang jelas dan berbeda dengan manhaj-manhaj yang lain, pemahaman mereka
yang washathiyah dan komprehensif, komitmen mereka yang cermat terhadap syariat Islam,
dan mereka tidak memikul beban kesalahan yang dilakukan oleh orang lain atau yang
disebabkan oleh manhaj orang lain.
Diantara sarana yang digunakan Ikhwanul Muslimin dalam melakukan perjuangan
konstitusi dan gerakan politik adalah mendirikan partai politik modern, yang program-
programnya berlandaskan dari prinsip-prinsip syariat Islam dan tidak keluar dari undang-undang
dan koridor yang dibuat oleh masyarakat, dan hal ini sesuai dengan dustur (peraturan) yang ada
dan tidak keluar dari koridor-koridornya, yang menetapkan bahwa Islam merupakan sumber
utama dalam perundang-undangan.
Kami bersandar sampai sejauh ini, walaupun hal ini bukan pada tempatnya, namun
untuk menegaskan tentang kedalaman dan keaslian sistem politik Islam, dan untuk menjelaskan
aspek-aspek mendasar yang menjadi pijakannya. Ketidakjelasan yang terjadi dalam beberapa
hal, tiada lain adalah disebabkan karena penggunaan istilah-istilah politik kontemporer dan
konteks-konteksnya yang terkini, dan istilah-istilah ini belum pernah digunakan sebelumnya di
dalam buku-buku fiqih dan sejarah-sejarah klasik, walaupun secara praktek dan penerapannya
sesuai dengan kaidah-kaidah Islam dan koridornya.
Menolak cara-cara kekerasan, Revolusi dan kudeta
Ketika pemerintah eksekutif condong kepada jamaah, ini akan memudahkan berdirinya
pemerintah Islam dan sistem pemerintahan Islam, dan Ikhwanul Muslimin tidak tergesa-gesa
melangkah dan menyimpang dari jalan yang telah digariskan oleh Imam Syahid. Ikhwanul
Muslimin menolak cara-cara kekerasan dalam pelbagai bentuknya dan menolak revolusi serta
sarana-sarana kudeta terhadap pemerintah.
336
Imam Syahid berkata, "Revolusi adalah bentuk penggunaan kekuatan yang paling keras,
maka Ikhwan memandang masalah ini secara hati-hati dan memperhitungkannya hingga detail.
Adapun mengenai revolusi, Ikhwan tidak memikirkan, mengandalkan, apalagi meyakini
manfaatnya."487
Beliau menghadapi tekanan dari pemerintah, tindak aniaya karena dakwah yang
dibawanya, serta penangkapan; dengan penuh kesabaran, ketegaran dan perjuangan secara
konstitusi, jihad politik dan upaya-upaya yang berkesinambungan.
Ia tidak pernah menggunakan senjata dan tidak meneteskan darah manusia muslim, dan
tidak pula menjadi hakim yang membagi-bagikan hukum kepada umat manusia.
Imam Syahid berkata, "Pola pikir dan cara pandang Ikhwanul Muslimin jauh lebih dalam
dan lebih luas dari sekedar memandang kerja dan pemikiran secara formal, yang tidak menukik
pada kedalamannya, dan tidak membandingkan antara produk yang dihasilkan dengan target
yang ditetapkan.
Mereka memahami bahwa peringkat pertama kekuatan adalah kekuatan akidah dan
iman, kemudian kekuatan kesatuan dan ikatan persaudaraan, lalu kekuatan fisik dan senjata.
Manakala sebuah jamaah mempergunakan kekuatan fisik dan senjata, sementara ia
dalam kondisi sel-selnya berserakan, sistemnya guncang, akidahnya lemah, dan cahaya imannya
padam, maka bisa dipastikan bahwa kesudahan akhirnya adalah kehancuran dan kebinasaan.
"Apakah ajaran Islam memerintahkan umatnya untuk menggunakan kekuatan pada
situasi dan kondisi? Atau, apakah ia memberi batasan dan syarat-syarat serta memberi arahan
dalam penggunaannya?
Sesungguhnya kekuatan bukanlah obat pertama yang dapat menyelesaikan masalah.
Dalam pepatah Arab "Alternatif terakhir dalam pengobatan adalah dengan menyetrika".
487 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal. 136
337
(maksudnya adalah apakah penggunaan kekuatan itu sendiri merupakan solusi awal atau
alternative terakhir?). yang penting diketahui sebelum menggunakan kekuatan adalah
mempertimbangkan dampak positif dan dampak negatif dari penggunaan kekuatan itu, serta
apa saja situasi, konsekuensi dan resiko yang mungkin timbul.488
Dalam salah satu sikap Imam Syahid yang direkam oleh sejarah, adalah ketika beliau
menggelar sebuah demonstrasi yang menuntut pengusiran penjajah dari negeri Mesir dan
Palestina. Kemudian terjadi bentrokan dengan pihak kepolisian dan keamanan Mesir, dan
beberapa orang demonstran mendapat cidera. Seorang jurnalis, Muhammad Tabi'I menulis
dalam majalah Akhir Sa'ah (detik-detik terakhir) yang menggambarkan sikap Imam Syahid,
"Kemudian Syaikh (Imam Syahid) akhirnya mendengar kabar bahwa beberapa demonstran yang
ikut dalam aksi tersebut mendapat cidera fisik, beliau sangat menyayangkan kejadian tersebut,
padahal ia menginginkan demonstrasi damai, bukan karena meyakini bahwa hak rakyat Mesir
akan didapatkan dengan demonstrasi damai semata, namun beliau meyakini bahwa belum
saatnya berjuang dengan mengorbankan darah, seluruh kekuatan dan kemurkaan harus
disimpang hingga tiba waktunya yaitu Yaum Dam (hari berdarah). Yaitu saat menghadapi
penjajah Inggris dalam perang pembebasan negeri.
Ini adalah manhaj dalam perubahan, dan sikap Ikhwanul Muslimin terhadap cara-cara
kekerasan, revousi, dan kudeta dan tidak satupun Ikhwan yang menyimpang dari sikap ini.
Inilah Syahid Sayyid Quthb489 menggambarkan kelompok yang ia bina ketika dipenjara
tahun 1965 M, "Kami telah bersepakat atas komitmen untuk tidak menggunakan kekuatan
untuk menggulingkan pemerintah dan mendirikan sistem pemerintah Islam dari atas; karena
sesungguhnya menuntut pendirian Negara Islam dan perberlakukan syariat Islam bukan
merupakan langkah pertama, namun terlebih dahulu memindahkan komunitas masyarakat
menuju pemahaman Islam yang benar, kemudian membangun pilar dasar kendati tidak bisa
mencakup seluruh masyarakat, paling tidak mencakup unsur-unsur dan kelompok yang memiliki
488 Ibid, hal. 189 489 Kami berbaik sangka demikian kepada beliau
338
potensi dan pengaruh dalam mengarahkan seluruh masyarakat agar tertarik dan mau beramal
dalam mendirikan sistem pemerintah Islam.490
Imam Syahid juga menegaskan tentang urgensi kesabaran, akivitas dan kesadara,
"Sungguh, pengalaman masa silam dan masa kini telah membuktikan bahwa tidak ada kebaikan
selain jalan dakwah yang kalian lalui. Tidak ada produktivitas kecuali yang sesuai dengan khitah
kalian. Tidak ada ketepatan langkah kecuali pada yang kalian perbuat. Oleh karena itu, janganlah
kalian asal-asalan dalam menyalurkan potensi, janganlah terlalu spekulatif dengan slogan-slogan
keberhasilan. Berbuatlah, Allah akan beserta kalian dan Allah tidak akan menyia-nyiakan amal
kalian. Sungguh, keberuntungan hanya milik orang-orang yang mau beramal.
Artinya:
"Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang kepada manusia. (Q.S Al Baqarah: 143)491
"Kami tidak putus asa, tidak tergesa-gesa dan tidak mempercepat peristiwa, dan
semangat kami tidak akan lemah, segala puji kepada Allah Rabb alam semesta."492
Hal itu karena segala sarana yang kami butuhkan memerlukan persiapan yang matang,
peluang waktu dan detik-detik untuk melaksanakan, semuanya diperhitungkan dengan waktu.
Artinya:
"Katakanlah: "Mudah-mudahan waktu berbangkit itu dekat." (Q.S Al Isra: 51)493
"Target jangka panjang membutuhkan kesabaran untuk menanti peluang, baiknya
persiapan dan pembentukan."494
490 Syubhat seputar pemikiran Islam kontemporer, Konsultan Salim al Bahnasawy, hal. 237, Darul Wafa491 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal. 127492 Risalah: Ijtima Ru'asa al Manatiq (Pertemua Ketua-ketua Wilayah), hal. 269 493 Risalah: Ta'alim (Risalah Ta'alim), hal. 363 494 Risalah: Mu'tamar Sadis (Muktamar ke VI), hal.205
339
"Ia adalah saat-saat menentukan dalam sejarah kalian, maka pikirkanlah, putuskan,
kerjakan, kokohkan, sabarlah, kokohkan kesabaran, bersiap-siagalah, bertakwalah kepada Allah
supaya kamu beruntung."495
Imam Syahid senantiasa mengingatkan mereka untuk menyandarkan diri kepada Allah,
bertawakkal kepadanya, mengingatkan mereka terhadap pentingnya doa-doa di waktu sahur
(sebelum fajar), betapa banyak orang-orang berpakaian lusuh jika bersumpah (berdoa) kepada
Allah dikabulkan.496
Tentang Metode Terwujudnya kecondongan pemerintah terhadap dakwah:
Yaitu sejauh mana propaganda, banyaknya pendukung, matangnya pembentukan,
menyebarnya basis-basis dakwah, dan pengaruhnya terhadap lembaga-lembaga sosial
kemasyarakatan dan pemerintah di pelbagai level, persiapan dan keberterimaan masyarakat,
memberikan shibghah Islamiyah di pelbagai fenomena, dukungan dan sokongan mayoritas
masyarakat terhadap dakwah, maka dengan demikian akan terwujudlah kecondongan
pemerintah terhadap gerakan dakwah.
Imam Syahid tidak membatasi gambaran konkret dan rinci tentang kecondongan
tersebut; karena waktunya sangat tergantung pada kondisi dan peristiwa yang terjadi.
Namun beliau meletakkan kaidah-kaidah dan batasan umum sebagaimana di dalam
disebutkan dalam risalah Muktamar Ke V. Proses terwujudnya kecondongan tersebut memiliki
beberap kemungkinan:
Hal mungkin bisa terwujud dengan keberpihakan pemerintah dalam beberapa poros
utamanya serta keberadaan basis-basis strategis di bawah tekanan masyarakat. lalu jamaah
tampil untuk menguasai beberapa sarana pengarah (yaitu dengan tekanan masyarakat secara
495 Risalah: Ijtima Ru'asa al Manatiq (Pertemua Ketua-ketua Wilayah), hal. 270 496 Bagian dari surat Imam Syahid kepada Nahas Basya dalam jumpa pers yang beliau sampaikan kepada beberapa media, dimana ia mengungkapkan kekagumannya terhadap Kamal At Turk. Ini adalah surat yang dipublikasikan oleh Koran Ikhwanul Muslimin, yang terlihat di dalam penyampaiannya objektivitas, adab penyampaian dan perhatian terhadap urgensi hal yang ingin beliau sampaikan.
340
damai, pengaruh basis-basis dakwah di lembaga-lembaga pemerintahan, kecondongan dan
keberterimaannya terhadap kepemimpinan jamaah).
Kemudian bisa jadi dengan kecondongan periodik (sementara), yaitu dengan sampainya
para simpatisan dan pendukung jamaah di lembaga-lembaga strategis, diantaranya parlemen.
Yang akhirnya mengantarkan kepada totalitas kecondongan dan keberpihakan pemerintah
terhadap dakwah.
Dan mungkin bisa terjadi penolakan dari beberapa penguasa untuk condong terhadap
dakwah dan memenuhi permintaan masyarakat. Saat itu mereka akan berdiri di dalam lubang
yang terpisah untuk melawan dan menekan rakyat. Sikap jamaah terhadap penolakan ini
sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Syahid adalah dengan tetap menggunakan cara-cara
elegan dengan perjuangan damai dan cara-cara konstitusi untuk menyingkirkan rintangan ini.
Jika kelompok yang sedikit ini menggunakan kekerasan dan penganiyaan terhadap
kekuatan rakyat, maka sebagaimana arahan Imam Syahid bahwa jamaah tidak akan memulai
penggunaan kekuatan, ia akan tetap menjaga setiap tetes darah setiap muslim dan selalu
berupaya untuk menciptakan kecondongan pemerintah terhadap dakwah dengan cara damai,
dan dalam kondisi seperti ini jamaah tidak akan melakukan reaksi terhadap tindakan tersebut,
kecuali setelah seluruh sarana-prasarana telah digunakan. Sebagaimana pepatah Arab, 'Obat
penyembuh terakhir adalah setrika.'
Imam Syahid berkata, "Sesungguhnya Ikhwanul Muslimin akan unjuk kekuatan ketika
cara lain tidak lagi mampu berbuat banyak dan ketika mereka benar-benar yakin telah
menyempurnakan iman dan kesatuan barisannya. Dengan demikian, tatkala menggunakan
kekuatan ini mereka dalam keadaan terhormat dan penuh izzah, dan saat mereka siap
menanggung resiko apapun dengan lapang dada sebagai konsekuensinya."497
Sikap terhadap kekuatan pemerintah yang menginginkan perbaikan:
497 Lihat kembali Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal. 135
341
Tentang kekuatan dan individu yang duduk di pemerintahan dan menginginkan
perbaikan; jika salah seorang dari mereka memimpin Negara dan menyampaikan keinginannya
untuk melakukan perbaikan dan menerapkan syariat Islam, maka Ikhwanul Muslimin akan
membantu dan menyokongnya, selama ia komitmen terhadap janjinya. Ikhwan akan
memberikan nasehat dan menganggap hal itu sebagai salah satu jalan menuju perbaikan,
dengan tetap mengetahui dan meyakini bahwa jalan yang benar untuk membina umat Islam
adalah jalan yang panjang, jalan yang fase dan langkah-langkahnya jelas dan tertata dengan rapi,
begitupula dengan metode mendirikan dan membangun Negara Islam.
Oleh karena itu bantuan yang diberikan Ikhwanul Muslimin merupakan bagian dari
perbaikan dan kerjasama dalam kebaikan, tanpa mundurnya jamaah dari dakwah, jalan dan
misinya yang agung.
Dengan segenap upaya untuk melakukan perbaikan dan memberikan bantuan kepada
orang lain, jamaah juga tidak lengah dan tertipu oleh slogan-slogan atau sikap-sikap yang
menipu, propaganda-propaganda yang membawa kepentingan tertentu atau peristiwa-
peristiwa yang direkayasa. Jamaah akan menyelami hakikat segala sesuatu, menimbangnya
dengan timbangan syariat dan melihatnya dari berbagai sisi. Sejarah yang dekat penuh dengan
contoh dan model yang menunjukkan hal itu.
Untuk memberikan dukungan atau pertolongan kepada siapa saja yang berupaya untuk
melakukan perubahan secara parsial demi menghilangkan kerusakan serta menjalankan
perbaikan sesuai dengan gambaran dan metodenya, memiliki syarat-syarat tertentu. Ibnu
Qayyim menyebutkan kaidah syar'I dalam hal ini: Inkarul Munkar (proses menghapus
kemungkaran) terbagi dalam empat derajat:
- Pertama: hilangnya kemungkaran sama sekali dan diganti dengan kebaikan.
- Kedua: berkurang, jika belum bisa dihilangkan secara keseluruhan.
- Menggantinya dengan kemungkaran serupa
- Menggantinya dengan kemungkaran yang lebih buruk
Dua derajat pertama: disyariatkan dalam Islam, derajat ketiga: merupakan ijtihad,
keempat: diharamkan.498
498 I'lam Muwaqqi'in, Ibnu Qayyim, 3/4
342
Standar untuk setiap derajat ini dan hasilnya terkadang hanya bersandar pada perkiraan
semata jika belum sepenuhnya yakin, dengan syarat hal itu tidak bertentangan dengan prinsip
dakwah dan batasan-batasannya serta dengan kemaslahatan Negara, yaitu dengan
menundukkan segala fasilitas yang digunakan dalam melakukan inkar munkar sesuai dengan
timbangan syariat dan hukum-hukumnya.
Begitupula dengan dukungan dan sikap-sikap jamaah dalam membantu orang lain juga
memiliki beberapa derajat, yang bermula dari sikap diam atau menolak hingga dukungan moril
dan pernyataan sikap untuk memberikan dukungan tertentu sesuai syarat-syarat, baik dukungan
langsung maupun tidak langsung, atau dukungan umum (solidaritas).
Ikhwan tidak bertujuan mendirikan pemerintah Islam melalui cara kudeta atau revolusi;
hal ini bertentangan dengan manhaj mereka, baik dengan instruksi dari pemerintah bahkan
melalui partisipasi sejumlah menteri atau dengan dukungan kuat dari parlemen. Maka tidak ada
cara lain selain melakukan upaya untuk sampai ke lembaga-lembaga eksekutif untuk
menyebarkan dakwah, memberikan pengaruh, berperan sebagai sarana perbaikan dan
mengurung kerusakan, yang dapat membantu memudahkan proyek persiapan pendirian
pemerintah Islam dengan perspektif yang komprehensif dan menyeluruh.
Upaya mendirikan Negara Islam dan mewujudkan pemerintah Islam membutuhkan
persiapan yang panjang, tarbiyah masyarakat, membina dan mentarbiyah pilar-pilar yang
menopangnya, serta basis-basis yang menjadi pijakan pemerintah dan bangunannya yang
kokoh, luasnya propaganda, serta tersebarnya basis-basis dan pendukung di pelbagai lembaga-
lembaga strategis di masyarakat, dukungan dan bantuan dari masyarakat umum dan masyarakat
muslim, waktu yang tepat dan cocok, serta persiapan khusus terhadap barisan dakwah hingga ia
mampu mendirikan bangunan ini, memimpin dan melindunginya.
Tanpa strategi dan langkah-langkah yang disempurnakan secara cermat, maka kita tidak
akan sampai kepada tujuan yang dicita-citakan, alternatif atau jalan lain tidak akan
mengantarkan pada tujuan, maka hanya akan berupa slogan-slogan dan selebaran tanpa ada
bangunan hakiki yang akan membawa misi dakwah untuk mewujudkan target-target yang lain.
343
Kaidah-kaidah sistem Sosial dalam Islam
Tentang manhaj ishlah sosial dalam Islam, Imam Syahid berkata, "Al Quran adalah kitab
yang sarat dengan asas-asas perbaikan sosial yang syamil (utuh dan menyeluruh). Asas-asas
perbaikan itu adalah sebagai berikut:
1. Rabbaniyah;
2. Ketinggian kualitas jiwa manusia;
3. Penegasan terhadap keyakinan akan adanya jaza'(balasan) atas setiap amal;
4. Deklarasi ukhuwah antar sesame manusia;
5. Bangkitnya laki-laki dan wanita secara bersama-sama, mengumumkan adanya
takaful dan emansipasi serta menetapkan tugas masing-masing secara rinci;
6. Jaminan kepada masyarakat akan adanya hak hidup, pemilikan, lapangan kerja,
kesehatan, kebebasan, pengajaran dan keamanan bagi setiap individu, serta
menentukan sumber-sumber penghasilan;
7. Penentuan dua macam gharizah (kecenderungan): kecenderungan untuk
memelihara jiwa dan memelihara keturunan serta mengatur berbagai tuntutan
yang terkait dengan makanan dan pemenuhan kebutuhan seksual;
8. Tegas dalam memerangi berbagai tindak criminal dan pelanggaran hak-hak asasi
manusia;
9. Penegasan akan pentingnya wihdatul ummah dan mengikis habis semua bentuk
perpecahan;
10. Mewajibkan umat untuk berjihad memperjuangkan prinsip-prinsip Al haq yang
digariskan oleh sistem ini;
11. Menjadikan daulah sebagai sarana bagi perwujudan dan pemeliharaan fikrah,
bertanggungjawab mewujudkan sasaran-sasarannya di masyarakat, dan
mentrasformasikannya kepada sekalian manusia499;
12. Secara sosial, mendorong ruh izzah, kemuliaan dan cinta kebebasan.500
499 Risalah: Baina l-Amsi wal Yaum (Antara Kemaren dan Hari ini), hal.94500 Risalah: Musykilatuna Fi Dhau'I al Nizham al Islamy (Agenda Persoalan Kita dalam kacamata sistem Islam); Tentang masalah kenegaraan, hal. 310
344
Islam tidak membiarkan prinsip-prinsip dan ajarannya hanya menjadi teori, namun ia
berupya menerjemahkannya dalam bentuk amalan nyata, yang dilakukan dan dipelihara oleh
umat manusia.
Imam Syahid berkata, "Islam telah mewajibkan umat yang yakin dan percaya untuk
menjaga amal-amal fardhu yang tidak ada alas an untuk menyia-nyiakannya. Amal-amal fardhu
terpenting yang oleh sistem ini dijadikan sebagai pijakan untuk menanamkan prinsip-prinsipnya
adalah:
1. Shalat, dzikir, taubat, istighfar dan yang sejenisnya;
2. Shaum, 'iffah, dan hati-hati menjaga diri dari kemewahan;
3. Zakat, shadaqah, dan infak di jalan kebaikan;
4. Haji, siyahah, rihlah, mengungkap dan menganalisa makluk-makhluk ciptaan Allah;
5. Mencari penghasilan, bekerja, dan diharamkan meminta-minta;
6. Jihad, perang, menyiapkan para tentara, dan merawat keluarga serta kepentingan
mereka setelah mereka menemui ajal;
7. Amru bil ma'ruf dan memberikan nasehat;
8. Nahyu 'anil munkar dan memboikot pelaku kemungkaran;
9. Berbekal ilmu dan pengetahuan bagi setiap muslim dan muslimah dalam berbagai
sisi kehidupan sesuai dengan kondisi;
10. Melakukan muamalah yang baik dan menjaga kesempurnaan prilaku dengan akhlak
yang utama;
11. Memperhatikan kesehatan tubuh dan menjaga kebaikan indra;
12. Solidaritas sosial (yang timbal balik) antara pemimpin dan rakyat, berupa ri'ayah
(dari sang pemimpin) dan ketaatan (dari rakyat) pada waktu bersamaan.501
Oleh karena itu, seorang muslim dituntut untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban ini
dan bangkit dengannya. Kewajiban-kewajiban ini telah diungkap dalam Al Quran, dijelaskan
dengan sederhana dan praktis502, untuk memberikan manfaat dan atsar-atsarnya kepada
manusia.
501 Risalah: Baina l-Amsi wal Yaum (Antara Kemaren dan Hari ini), hal.95502 Ibid
345
Kaidah Sistem Ekonomi dalam Islam
Imam syahid berbicara tentang warna dan corak ekonomi yang menyokong di zaman
sekarang, baik kapitalis, sosialis, komunis, dan lain-lain. Beliau menjelaskan tentang keaslian dan
keistimewaan sistem ekonomi Islam, dengan mengatakan, "Sebaiknya umat Islam segera
melepaskan diri dari semua corak ekonomi tersebut, lalu memusatkan kehidupan ekonominya
kepada tatanan Islam dan arahan-arahannya yang baik, serta menjadikannya sebagai acuan."
Beliau juga berkata, "Sistem ekonomi Islam yang sangat penting teringkas sebagai
berikut:
1. Islam memegang harta yang baik sebagai pilar kehidupan yang harus
dipelihara, diatur dan dimanfaatkan.
2. Kewajiban bekerja dan berprofesi bagi setiap orang yang mampu.
3. Islam mewajibkan menguak semua sumber daya alam dan memanfaatkan
semua potensi yang tersedia di alam semesta.
4. Islam mengharamkan semua profesi yang tidak terpuji.
5. Mendekatkan jarak antara tingkatan sosial yang pada akhirnya menutup
jurang antara si kaya dan si miskin.
6. Jaminan sosial bagi setiap warga Negara, asuransi bagi kehidupan, dan
upaya untuk mensejahterakan mereka.
7. Islam menganjurkan infak pada semua lahan kebaikan, terciptanya
kepedulian sesama warga Negara, serta saling tolong menolong dalam
kebaikan dan takwa.
8. Menjunjung tinggi nilai harta dan menghormati hak milik pribadi selama
tidak bertentangan dengan kepentingan umum.
9. Mengatur transaksi permodalan dengan undang-undang yang adil dan
santun, serta melakukan pengawasan yang ketat terhadap modal.
10. Penegasan terhadap tanggung jawab Negara untuk melindungi sistem
ini.503
503 Risalah: Musykilatuna Fi Dhau'I al Nizham al Islamy (Agenda Persoalan Kita dalam kacamata sistem Islam), hal. 340
346
Imam Syahid menegaskan tentang urgensi kebebasan negeri, dan kekuasaannya
terhadap aset-aset ekonomi, dan beliau menolak dengan keras dominasi penjajah asing
terhadap sumber-sumber kekayaan negeri. Imam Syahid berkata, "Mereka telah menancapkan
cakar-cakarnya pada sumber-sumber kekayaan negeri, baik secara berserikat maupun sendiri-
sendiri. Industri dan perdagangan, perusahaan-perusahaan umum, serta badan-badan usaha
vital lainnya sebetulnya telah berada di tangan orang asing-asing. Mereka adalah orang-orang
asing yang mendapatkan kewarganegaraan Mesir sebagai simbol, padahal mereka masih
mencintai negerinya dan memboyong banyak keuntungan ke negerinya.504
Imam Syahid mengungkapkan tentang kekayaan dan sumber alam negeri jika
penggunaannya bisa dioptimalkan, "Sesungguhnya, negeri ini tidak miskin. Bahkan bisa jadi
negeri ini adalah negeri paling kaya dengan kekayaan alam dan hasil bumi yang bermacam-
macam, yakni yang dihasilkan oleh pertanian, laut, peternakan, pertambangan, serta sungai nil
yang menakjubkan dengan lembahnya yang sangat subur. Semua itu merupakan karunia Allah
Swt. kepada Mesir dan penduduknya sejak dahulu."
Beliau juga mengingatkan tentang bahaya krisis ekonomi, dengan mengatakan, "Tidak
ada sesuatu yang dapat menggerakkan batin, menyibukkan pikiran, dan menyakitkan perasaan,
selain keterhimpitan materi. Problem ini dapat mencekik rakyat dan menghalanginya dari
mendapatkan kebutuhan hidup yang bersifat primer, apalagi yang skunder. Tidak ada
problematika ekonomi yang yang lebih pelik daripada problem roti. Tidak ada bencana yang
lebih berat dirasakan daripada bencana kelaparan dan kemiskinan. Tidak ada keperluan hidup
yang lebih mendesak daripada kebutuhan akan bahan makanan pokok."505
Imam Syahid menjelaskan tentang urgensi jaminan sosial untuk setiap warga negara, ia
mengatakan, "Islam telah menetapkan bahwa setiap warga Negara berhak mendapatkan
jaminan sosial, ketenangan, dan penghidupan yang layak; bagaimanapun kondisinya, baik ketika
dia mampu melaksanakan kewajibannya sebagai warga Negara, maupun ketika tidak mampu
melaksanakan kewajibannya dikarenakan halangan tertentu.
504 Risalah Pergerakan, Sistem Ekonomi, hal. 338505 Ibid, hal. 337
347
Begitupula halnya dengan tanggung jawab Negara terhadap pembangunan sistem
ekonomi Islam. Imam Syahid berkata, "Islam menegaskan tanggung jawab Negara untuk
melindungi sistem ini. Negara berkewajiban menggunakan kekayaan rakyat dengan sebaik-
baiknya, memungut dengan cara yang baik dan menggunakannya dengan cara yang baik pula,
serta adil dalam menggalinya. Umar bin Khattab –semoga Allah meridhainya- pernah berkata
yang maksudnya adalah sebagai berikut, "Sesungguhnya harta ini adalah milik Allah, sedangkan
kalian adalah hamba-hambanya."
Imam Syahid menegaskan tentang urgensi independensi mata uang dan pengaturan
transaksi harta benda, ia berkata, "Islam mensyariatkan pengaturan atas transaksi harta benda
dalam batas kepentingan pribadi dan masyarakat, menghormati semua perjanjian dan
kesepakatan, serta pengawasan yang ketat terhadap masalah uang dan penggunaannya.
Bahkah, fiqih Islam membahas masalah ini dalam bab tersendiri, yakni mengharamkan tindakan
'main-main' dengan uang, misalnya sharf506 dang yang sejenis."
"Fenomena ketertipuan yang jelas, terlihat pada bangsa Mesir yang bersedia
menyerahkan tenaga dan kekayaan mereka dengan imbalan beberapa lembar kertas yang tiada
berharga kecuali dengan jaminan dari Inggris."
"Jika Mesir membulatkan tekad dan mengatur semua anggaran belanjanya, tidak
diragukan lagi ia akan mendapatkan kemandirian mata uangnya."
"Kita telah melepaskan diri dari mata uang Pound (sterling), kita juga telah memikirkan
perihal dominasi bank swasta, dan kita juga telah menuntut pemerintah Inggris untuk segera
mengembalikan pinjamannya kepada kita. Semua ini merupakan proyek pengamanan terhadap
uang Mesir."507
Imam Syahid juga berkata, "Prinsip-prinsip yang kita ajukan ini mengendaki adanya
perhatian secara serius terhadap perlunya nasionalisasi perusahaan-perusahaan dan
penggantian modal asing dengan modal nasional, selama hal itu memungkinkan dan
506 Sharf adalah pertukaran antara dua mata uang dengan aturan tertentu. Hal ini bisa didapatkan dalam kitab-kitab Fiqih.507 Risalah Pergerakan, Sistem Ekonomi, hal. 345
348
membersihkan diri dari dominasi tangan-tangan asing terhadap sarana-sarana umum kita.
Tidak bisa dibenarkan sama sekali jika tanah, bangunan, angkutan air, penerangan, transportasi
dalam dan luar negeri, sampai garam dan soda, semua dimiliki oleh perusahaan-perusahaan
asing yang modal dan keuntungannya mencapai jutaan pound. Sementara penduduk pribumi
tidak mendapatkan apa-apa kecuali hanya kesengsaraan semata."508
Begitupula dengan mengutamakan dan mendorong perusahaan-perusahaan dalam
negeri Islam. Imam Syahid berkata, "Dalam bidang ekonomi, kita harus merasa cukup (dan
sementara membatasi diri) dengan apa yang ada di negeri kita dan di negeri saudara-saudara
kita dari bangsa Arab dan kaum muslimin (tidak perlu minta bantuan ke Negara lain)."509
Diantara kaidah sistem ekonomi Islam adalah memerangi kerusakan dalam pelbagai
bentuknya. "Sebagaimana Islam mengingatkan umat dalam memanfaatkan kekuasaan
pemerintah dan wewenang, melaknat orang-orang yang menyuap dan yang disuap,
mengharamkan hadiah atau upeti kepada kepala kepala pemerintah atau para pemimpin. Umar
bin Khattab –semoga Allah meridhainya- mengambil kelebihan harta kekayaan yang dimiliki oleh
para pegawainya, dan berkata kepada salah seorang dari mereka, "dari mana kalian
mendapatkan ini? Sesungguhnya kalian telah mengumpulkan api dan mewarisi kehinaan,
seorang wali tidak boleh mengambil kekayaan umat, kecuali hanya sedikit sesuai dengan
kebutuhannya.
Imam Hasan Al Banna menjelaskan tentang bangunan sosial yang kuat dalam
pertumbuhan ekonomi, begitupula dengan terwujudnya keamanan dan ketenangan untuk
setiap warga Negara. Beliau berkata, "Tidak ada yang aneh dalam hal ini, sesungguhnya
fenomena kehidupan tidak terbagi-bagi, kekuatan adalah kekuatan yang terdapat di dalamnya
secara keseluruhan, dan kelemahan adalah kelemahan yang terdapat di dalamnya secara
keseluruhan."510
Imam Syahid juga sangat memperhatikan tentang nasionalisasi perusahaan-perusahaan
dalam negeri, sebagaimana ia juga mendorong industri-industri rumah tangga, serta
508 Ibid, hal. 346509 Risalah: Musykilatuna Fi Dhau'I al Nizham al Islamy (Agenda Persoalan Kita dalam kacamata sistem Islam); Tentang masalah kenegaraan, hal. 347.
510 Risalah: Baina l-Amsi wal Yaum (Antara Kemaren dan Hari ini), hal. 106
349
memberikan perhatian terhadap proyek-proyek nasional dan membuat basis produksi yang kuat
serta memberikan perhatian terhadap produksi senjata dan mandiri dalam mengelolanya. Imam
Syahid berkata, "Mendorongnya berdirinya industri-industri rumah tangga dan mengurangi
kebutuhan-kebutuhan skunder."
Beliau juga berkata, "Memanfaatkan sumber daya alam secara cepat dan produktif, dan
memberikan perhatian terhadap proyek-proyek ekonomi nasional, perubahan menuju era
industri -hal ini merupakan bagian dari ruh Islam- mendirikan pabrik-pabrik senjata dan mandiri
dalam mengelolanya."511
Imam Syahid menyerukan untuk mengadakan pengelolaan terhadap usaha pertanian
dan perpajakan, demi mewujudkan keadilan dan kesejahteraan di tengah masyarakat. Beliau
berkata, "kami membatasi pemilik modal besar, dan menggatikan mereka dengan yang lebih
berhak di masyarakat dan mendorong pemilik modal kecil.
Beliau juga berkata, "Penertiban pajak sosial, yang pertama adalah zakat dan
memerangi praktek riba."512
Demikianlah hakikat sistem ekonomi Islam dan beberapa ringkasan dari kaidah-kaidah
yang ada padanya. Semua saya rangkum dalam penjelasan yang sangat ringkas. Setiap kaidah
dari kaidah-kaidah tersebut membutuhkan perincian yang dapat ditulis dalam berjilid-jilid buku.
Apabila kita mau menjadikannya sebagai pedoman dan berjalan bersama sinarnya, tentu kita
akan memperoleh banyak manfaat dan kebaikan.
"Oleh karena itu, diantara karakteristik agama Islam adalah relevan bersama perjalanan
zaman dan umat, yang semakin luas sesuai keingianan dan tuntutan. Islam juga tidak
mengabaikan untuk mengambil manfaat dari beragam sistem yang baik yang tidak
bertentangan dengan kaidah-kaidah Islam dan prinsip-prinsipnya."513
511 ? Risalah: Musykilatuna Fi Dhau'I al Nizham al Islamy (Agenda Persoalan Kita dalam kacamata sistem Islam); hal. 347-349512 Ibid513 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal. 121
350
Bab X
Tentang Tujuan
Pembebasan Negeri-negeri Muslim
Mengembalikan Eksistensi Negara
Mendirikan Khilafah
Memimpin Dunia
351
Tentang Tujuan
Pembebasan Negeri-negeri Muslim
Mengembalikan Eksistensi Negara
Mendirikan Khilafah
Memimpin Dunia
Urgensi Khilafah dan Upaya Mendirikannya Kembali
Imam Syahid berkata, "Setiap jengkal tanah yang di atasnya ada seorang muslim yang
mengucapkan Tiada Tuhan kecuali Allah dan Muhammad rasulullah, adalah bagian dari Negara
kami (Islam), maka kami akan menuntut kemerdekaan dan membebaskannya dari imperialis
asing yang zhalim, kami akan berjuang untuk memperjuangan hal itu dengan sepenuh kekuatan
yang kami miliki. Negara yang membentang dari perbatasan Negara Indonesia di sebelah Timur
hingga ke perbatasan gedung putih di sebelah barat, harus menikmati udara kemerdekaan,
persatuan dan kedamaian, di bawah naungan ikatan, sistem dan kondisi yang telah ditetapkan
Al Quranul karim. Hingga dating hidayah Islam sebagai agamanya, akidah, sistem dan
syariatnya.
"Ikhwan berkeyakinan bahwa khilafah adalah lambing kesatuan Islam dan bentuk
formal dari ikatan antar bangsa muslim. Ia merupakan identitas Islam yang mana kaum
muslimin wajib memikirkan dan menaruh perhatian dalam merealisasikannya."
"Khalifah adalah tempat rujukan bagi pemberlakuan hukum Islam. Oleh karena itu, para
sahabat lebih mendahulukan mengurus masalah kekhilafahan daripada mengurus jenazah
Rasulullah Saw. (ketika beliau wafat), sampai mereka menyelesaikan tugas tersebut (memilih
khilafah) dan menyelesaikannya dengan mantap. Banyaknya hadits yang menyebutkan tentang
kewajiban mengangkat imam, penjelasan tentang hukum-hukum imamah, dan perincian segala
sesuatu yang terkait dengannya adalah bukti nyata bahwa diantara kewajiban kaum muslimin
ialah menaruh perhatian serius untuk memikirkan masalah khilafah, sejak manhaj khilafah itu
digulirkan sampai kemudian terbengkalai seperti sekarang ini."
352
"Oleh karena itu, Ikhwanul Muslimin menjadikan fikrah tentang khilafah dan upaya
mengembalikan eksistensinya sebagai agenda utama dalam manhajnya."514
Ikhwanul Muslimin juga turut berjuang mengembalikan eksitensi Negara untuk umat
Islam dan berupaya mewujudkan kemajuan dan perkembangan di tengah umat, dan memiliki
andil positif di dunia internasional. Langkah-langkah yang diambil berupa langkah-langkah
sangat beragam, variatif, dan gradual, walaupun hasilnya secara kasat mata belum begitu
terlihat jelas; karena besarnya tujuan dan target yang ingin dicapai. Ada target besar yang ingin
dicapai, dan persiapan panjangan yang sedang diupayakan. Betapapun berat rintangan yang
menghalang, namun hal itu tidak berpengaruh terhadap keimanan dan upaya mereka untuk
mewujudkan tujuan mulia ini.
Fase-fase utama untuk mewujudkan tujuan:
Imam Syahid telah menetapkan peta perjalanan untuk mewujudkan hal ini. Setelah
berdirinya Negara-negara Islam di beberapa negeri kaum muslimin dan diterapkannya sistem
pemerintahan Islam dan masyarakat Islam sesuai dengan manhaj dan koridor yang telah beliau
jelaskan, yaitu dengan bertaut eratnya persatuan diantara mereka dan loyalitas mereka
terhadap Daulatul Umm (Negara induk) atau Negara yang memimpin –maksud beliau adalah
Negara Mesir sebagai Negara induk umat Islam yang akan memimpin seluruh Negara-negara
muslim yang lain.
Beliau berkata: "Kami berharap Mesir bisa menjadi Negara muslim yang mendukung
setiap upaya dakwah Islamiyah, menyatukan seluruh potensi bangsa Arab, berjuang untuk
kebaikan mereka, melindungi kaum muslimin di seluruh penjuru bumi dari segala bentuk
permusuhan, dan menebarkan kalimat Allah serta menyampaikan risalah-Nya, sehingga tidak
ada lagi fitnah dan agama semua hanya milik Allah"515
514 ? Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal. 144, 145515 Risalah: Da'watuna Fi Thaurin Jadid (Dakwah Kami di Zaman Baru), hal.232
353
"Sesungguhnya kami semua meyakini bahwa Islam yang hanif adalah Negara dan
agama, dan kami menganggap Mesir adalah negera Islam, bahkan pemimpin Negara-negara
Islam."516
"Kepada Mesir-lah pusat kepemimpinan adab dan sosial, sehingga kepadanya harapan
dan cita-cita disandarkan."517
Imam Syahid berkata, "Kendati demikian, Ikhwan juga meyakini bahwa semua itu
membutuhkan banyak persiapan yang harus diwujudkan. Langkah untuk mengembalikan
eksistensi khilafah harus didahului oleh langkah-langkah berikut:
1. Harus ada konsolidasi antara bangsa-bangsa muslim, menyangkut masalah politik,
ekonomi, sosial, pertahanan keamanan, dan peradaban Islam secara umum.
2. Setelah itu membentuk persekutuan dan koalisi di antara mereka untuk mendirikan
lembaga-lembaga keumatan dan mengadakan muktamar antar Negara.
3. Setelah itu mewujudkan Persekutuan bangsa-bangsa Muslim. Jika hal itu bisa
diwujudkan dengan sempurna, akan dihasilkan sebuah kesepakatan untuk mengangkat
imam yang satu, dimana ia merupakan penengah, pemersatu, penentram hati, dan
perantara bagi naungan Allah di muka bumi. 518
"setelah itu, kami menginginkan agar setiap jengkal dari negeri-negeri kami yang
muslim bergabung bersama kami"
"oleh karena itu, kami tidak mengakui adanya pembagian-pembagian territorial yang
bersifat politis dan berbagi kesepakatan internasional yang ada setelahnya, karena hal itu
semualah yang telah menjadikan Negara Islam yang besar ini terpecah menjadi Negara-negara
kecil yang lemah, sehingga mudah dikuasai oleh penjajah"
"Kami tidak akan tinggal diam terhadap proyek pemberangusan kemerdekaan bangsa
dan membiarkan mereka menjdi budak bagi bangsa lainnya. Mesir, Suriah, Irak, Hijaz, Libya,
516 Risalah: Musykilatuna Fi Dhau'I al Nizham al Islamy (Agenda Persoalan Kita dalam kacamata sistem Islam), hal. 302517 Risalah: Da'watuna Fi Thaurin Jadid (Dakwah Kami di Zaman Baru), hal. 237518 Risalah, Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal. 145
354
Tunisia, Al Jazair, Mauritania, dan setiap jengkal tanah yang di dalamnya terdapat seorang
muslim yang berseru "laailaaha illallah", semua itu adalah Negara Islam raya. Kami berusaha
untut memerdekakan, menyelamatkan, membebaskan, dan mempersatukan antara satu
dengan lainnya."519
Pengembalian eksistensi Negara untuk umat Islam sangat berperan sebagai bagian dari
proses persiapan yang sangat penting sebelum pendeklarasian khilafah, dan mendirikannya,
kemudian ustaziyatul 'alam (kepemipinan dunia).
Fase ini dilakukan dengan cara melakukan pendekatan antara Negara-negara Islam,
memperkokoh persatuan secara konkret dalam pelbagai aspek; budaya dan sosial, mewujudkan
hubungan dan kerjasama di bidang ekonomi, kerakyatan dan kelembagaan, dengan
menyempurnakan proses pembebasan Negara-negara Islam yang lain, memanfaatkan faktor-
faktor kebangkitan dan sumber-sumber kekuatan, sehingga kita bisa mengembalikan posisi
secara nasional-internasional, serta kewibawaan dan kontribusinya di kancah internasional.
Imam Syahid berkata, "Pengembalian eksistensi Negara Islam dilakukan dengan cara
membebaskan seluruh negeri, membangun kejayaannya, mendekatkan peradabannya, dan
menyatukan katan-katanya sehingga dapat mengembalikan tegaknya kekuasaan khilafah yang
telah hilang dan terwujudnya persatuan yang diimpikan bersama."
Dengan demikian terbentuklah cikal bakal khilafah Islamiyah yang menyokong kekuatan
persatuan antara umat Islam dan mendukung kemajuan dan perkembangannya, serta demi
membebaskan seluruh negeri-negeri muslim dan mendirikan Negara Islam di atasnya. Maka
wilayah Islam akan semakin luas, bertambahnya kerjasama, dan terwujudnya persatuan antara
Negara-negara Islam, untuk kemudian pada tahap akhir adalah mendeklarasikan berdirinya
khilafah Islamiyah yang mulia.
Kemudian yang tersisa adalah upaya untuk mengembalikan umat Islam ke negeri-
negerinya yang pernah dirampas, dimana hari itu mereka merasakan kedamaian di bawah panji
Islam, dan ditinggikannya kumandang azan.
519 Risalah, Ila al Syabab (Kepada Para Pemuda), hal. 177
355
Imam Syahid berkata tentang pengembalian negeri-negeri muslim, "Andalusia, Shaqlia,
Balkan, Italia Barat, pulau-pulau di Laut Romawi, semuanya adalah Negara-negara muslim yang
terjajah yang harus kita kembalikan ke pangkuan Islam, kita harus mengembalikan Laut Putih
dan Laut Merah sebagai dua kolam yang dimiliki umat Islam, sebagaimana dahulu."520
Begitu pula halnya dengan Negara-negara muslim yang terjajah dan umat Islam secara
keseluruhan –di seluruh fase-fasenya- mereka harus bahu membahu menyebarkan dakwah dan
menjelaskan tentang kemuliaan agama Islam dan keindahan manhajnya di seluruh belahan
dunia dan dengan menggunakan pelbagai sarana, sebagai proses ustaziyaul alam.
Artinya:
"Dalam beberapa tahun lagi[1164]. bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka
menang). dan di hari (kemenangan bangsa Rumawi) itu bergembiralah orang-orang yang
beriman, Karena pertolongan Allah. dia menolong siapa yang dikehendakiNya. dan dialah Maha
Perkasa lagi Penyayang. (Q.S Rum: 4-5)
Imam Syahid berkata tentang tujuan ini, yaitu tentang peran internasional, "Islam
dianggap mampu mengemban risalah Allah di muka bumi, oleh karena itu ia mampu memimpin
dunia."521
"Islam menetapkan kepemimpinan umat Islam dan kekuasaannya di bumi di banyak
ayat dalam Al Quran."
Kemudian Islam mewajibkan kepada umat untuk menjaga kepemimpinan ini dan
memerintahkan untuk mempersiapkan kekuatan, sehingga kebenaran dipayungi oleh
keagungan kekuasaan, dan menebarkan cahaya hidayah.
520 Ibid. hal. 178521 Risalah: Musykilatuna Fi Dhau'I al Nizham al Islamy (Agenda Persoalan Kita dalam kacamata sistem Islam), hal. 308
356
Artinya:
"Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi."
(Q.S Al Anfal: 60)
Dan hendaknya ia tidak lupa dengan peringatan Al Quran dalam Surat Al Nasr, agar ia
terhindar dari sifat ghurur (lupa diri), meninggalkan keadilan dan menghancurkan hak-hak.522
Dengan himpunan Negara-negara Islam dan persatuannya, Imam Syahid menyebutkan
tentang kawasan yang sangat luas yang mencakup seluruh Negara-negara Timur dalam
menghadapi Negara-negara imperalis Barat. Dengan demikian maka terbangun sebuah kawasan
yang sangat luas yang memiliki pengaruh, kerjasama, koordinasi dan himpunan dari pelbagai
Negara-negara di dunia, dan inti dari perhimpunan dan kepemimpinan di tangan umat Islam,
yang menyebarkan pilar-pilar kebenaran, persamaan, bekerja untuk kemuliaan manusia,
kerjasama dan saling tolong menolong, serta menghadapi ambisi Negara-negara imperialis.
Imam Syahid adalah orang pertama yang menyerukan tentang politik ketidakberpihakan
terhadap penjajah, dan beliau menulis surat kepada raja-raja dan pemimpin Arab.
Himpunan Negara-negara internasional Islam ini bukan bermaksud melakukan perang,
tujuannya adalah untuk perdamaian dunia yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran dan
keadilan, serta melawan semua jenis permusuhan, kezhaliman, dan ambisi Negara-negara
raksasa, serta melindungi Negara-negara lemah, pertumbuhannya dan dalam rangka
membangun peradaban manusia internasional, dimana Islam meletakkan nilai dan prinsip-
prinsipnya di muka bumi; agar seluruh umat manusia bisa menikmatinya.
Pada fase internasional, Ikhwanul Muslimin juga bermaksud mengadakan perbaikan dan
ishlah terhadap organisasi-organisasi dunia, seperti PBB, Dewan Keamanan PBB dan organisasi-
organisasi dunia yang lain, agar ia bisa dikeluarkan dari dominasi penjajah, imperialis dan Yahudi
522 Risalah dalam Muktamar mahasiswa Ikhwanul Muslimin, hal. 312, cetakan Darul dakwah, Iskandaria
357
yang telah memandulkan peran-peran strategisnya dan menjadikannya sebagai alat untuk
memenuhi kepentingan dan nafsu Amerika dan Yahudi.
Kita juga harus mendirikan lembaga-lembaga dan instansi yang bisa menyampaikan
nilai-nilai kebenaran dan keadilan, dan pada saat itu maka himpunan Negara-negara Islam akan
memiliki sarana-prasarana yang memungkinkannya melakukan perubahan Negara yang
diinginkan, dan sesungguhnya Allah menguasai seluruh urusannya, namun banyak manusia yang
tidak mengetahuinya.
Ikatan negara-negara Timur bukan sebuah himpunan poros yang memusuhi Barat, ia
hanyalah ikatan emosional, kerjasama, serta menghimpun semua Negara yang menerima
kerjasama, serta menjalankan hubungannya atas asas keadilan dan persamaan.
Imam Syahid menjelaskan tentang sikaf dakwah terhadap perseteruan antara Barat dan
Timur, "Ada sebagian orang yang menyerukan kesatuan ketimuran. Saya menduga bahwa tidak
mungkin benih propaganda ini merasuki orang-orang yang mempercayainya kecualiakibat
fanatisme orang-orang Barat terhadap bangsa-bangsa Timur. Tentu dalam hal ini mereke salah.
Jika orang-orang Barat tetap dengan pendirian ini, maka hal itu akan menjerumuskan mereka
kepada kepedihan dan kesengsaraan.
Ikhwanul Muslimin tidak melihat adanya kesatuan ketimuran, kecuali sekedar ekspresi
dari perasaan senasib karena sama-sama dijajah bangsa Barat. Bagi Ikhwan, Timur dan Barat
sama saja jika keduanya lurus dalam bersikap terhadap Islam. Ikhwan tidak memandang
manusia kecuali dengan standar ini."523
Imam Syahid berkata, "Paham ketimuran juga mempunyai tempat tersendiri dalam
dakwah kami, kendati makna yang menyatukan antar perasaan manusia yang ada di dalamnya
adalah makna yang bersifat temporer dan incidental. Makna yang tersirat dari istilah tersebut,
kelahirannya dipicu oleh kepongahan Barat dengan peradaban materialisnya, serta sikap
keterlaluan mereka dalam mempromosikan kemajuan dan kemodernan masyarakatnya. Barat
berusaha mengambil jarak dari bangsa-bangsa kita, dan mereka menjuluki kita denga sebutan
523 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal. 143
358
bangsa Timur. Pada saat yang sama, mereka membagi belahan dunia ini menjadi dua: Barat
dan Timur. Mereka terus-menerus mempropagandakan pemilahan ini, sampai-sampai salah
seorang penyair mereka dengan arogan berucap, Timur adalah Timur, Barat adalah Barat. Tidak
mungkin keduanya akan bersatu.
Latar belakang inilah yang memaksa bangsa-bangsa Timur menyatukan diri mereka
menjadi sebuah kubu, dalam upaya menghadapi bangsa Barat. Namun, jika Barat (pada
saatnya nanti) mau bersikap objektif, serta meninggalkan sikap pertentangan dan kolonialnya,
niscaya akan hilang pula fanatisme yang temporer tersebut dan diganti dengan sebuah fikrah
kerjasama antar bangsa, demi kebaikan dan peningkatan kemakmuran bersama."524
Imam Syahid kembali menegaskan bahwa sesungguhnya himpunan Negara-negara Arab
bukanlah sebuah kubu permusuhan, ia semata-mata untuk kemaslahatan kemanusiaan dan
kemaslahatan dunia Islam. Beliau berkata, "Kami meyakini bahwa sesungguhnya ketika kami
bekerja untuk kemaslahatan Arab, maka sesungguhnya di waktu yang sama kami bekerja untuk
kebaikan Islam dan dunia seluruhnya."525
Imam Syahid mengenalkan bangsa Arab dengan mengatakan, "Di antara ungkapan yang
paling menakjubkan dalam masalah ini adalah apa yang telah dikemukan oleh Rasulullah Saw.
tentang makna Arab, dimana beliau memaknainya sebagai bahasa dan lisan.
Diriwayatkan oleh Al Hafidz Ibnu Asakir dengan sanad dari Malik, bahwa Rasulullah
Saw. bersabda:
من بأحدكم العربية وليست, واحد الدين وإن, واحد واألب, واحد الرب إن, ياأيهاالناس
عربي فهو بالعربية تكلم فمن, اللسان هي إنما و, أم وال أب .
Artinya:
"wahai sekalian manusia, sesungguhnya Tuhan itu satu, bapak itu satu, dan agama itu
satu. Bukanlah Arab itu di kalangan kamu berasal dari bapak atau ibu (yang berkebangsaan
524 Risalah: Da'watuna Fi Thaurin Jadid (Dakwah Kami di Zaman Baru), hal. 231525 Ibid
359
Arab). Sesungguhnya, Arab itu adalah lisan (bahasa), maka barangsiapa yang berbicara dengan
bahasa Arab, dia adalah orang Arab."526
Imam Syahid juga berkata, "Diriwayatkan oleh Ibnu Katsir dari Mu'adz bin Jabal –
semoga Allah meridhainya-:
اللسان العربية إن, اللسان العربية إن
Artinya:
"Ingatlah, sesunguhnya Arab itu adalah bahasa, sesungguhnya Arab adalah bahasa."527
Dari sinilah, maka wujud kesatuan Arab adalah suatu keharusan demi mengembalikan
kejayaan Islam, tegaknya daulah dan kehormatan kekuasaannya."528
Contoh dan model-modelnya di bidang ini:
Untuk merealisasikan proyek-proyek yang tersebut di atas, maka bisa ditempuh dalam
pelbagai tahapan berikut:
1. Bekerja di skala Negara
2. Bekerja di skala masyarakat dan lembaga-lembaga masyarakat perkotaan.
3. Bekerja di skala para da'I dan yayasan-yayasan keIslaman.
Hal itu kemudian ditempuh dalam beberapa langkah utama, yang mencakup:
1. Bekerja di wadah-wadah publik yang telah ada dan proyek-proyek yang ada di antara
Negara-negara Islam, baik di skala masyarakat maupun di skala pemerintah, dengan
mengoptimalkan perannya, kegiatannya, mendorong dan menyembuhkan kelemahan
dan kerusakan yang ada di dalamnya, termasuk menghadapi ambisi-ambisi Barat yang
ingin menggunakan wadah ini untuk melayani kepentingan Barat dan bukan untuk
kepentingan dunia Islam.
526 Ibid527 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal. 142528 Ibid
360
2. Mendorong dan membantu pelbagai bentuk kerjasama antara bangsa dan Negara-
negara Islam, terutama di bidang ekonomi, kerjasama keilmuan, baik di skala swasta
maupun pemerintah.
3. Menjalin ikatan, mendirikan himpunan-himpunan kerjasama untuk saling tolong-
menolong dan koordinasi, terutama di lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan.
4. Menghidupkan pikiran di dalam jiwa dan menghilangkan syubhat-syubhat dan tuduhan
yang mengotorinya.
5. Membantu pers, memberikan arahan pikiran untuk saling membantu dan menguatkan
makna persatuan dan kesatuan.
Langkah-langkah di atas bisa berupa kerja-kerja konkret berikut:
1. Koordinasi antara asosiasi, himpunan, universitas, organisasi dan yayasan-yayasan
kebajikan antara negera-negara Islam, serta meningkatkan hubungan kerjasama dan
persatuan hingga ke tingkat yang lebih tinggi, termasuk lembaga-lembaga ekonomi,
sosial, kegiatan politik, baik dengan partai parpol, parlemen dan para eksekutif.
2. Mendorong pemerintah untuk menghilangkan semua kendala, mengoptimalkan
keberlangsungan, berupaya untuk mengoptimalkan sesuai kemampuan.
3. Memberikan perhatian besar terhadap peran Al Azhar dan mendukungnya untuk
kemaslahatan dunia Islam.
4. Menjalin hubungan dan koordinasi dengan organisasi-organisasi Islam yang bergerak di
bidang dakwah dan tidak menyimpang dari prinsip-prinsip dan ajaran Islam, serta
berupaya untuk bekerja dalam sebuah struktur yang rapi, muktamar-muktamar regular,
hingga meningkat sampai ke tarap ikatan dan himpunan-himpunan organisasi.
5. Mendorong produksi dalam negeri, termasuk bidang pariwisata, kerjasama dan pers.
6. Mendorong pemerintah untuk mendirikan ikatan-ikatan dan fakta-fakta dagang dan
politik dengan Negara-negara Islam di dunia yang telah membutuhkan himpunan, dan
mengoptimalkan badan-badan kerjasama yang telah ada. Mulai dari Liga Arab, Rabitah
Alam Islami, Organisasi Negara-negara Islam, dan lain-lain.
7. Mengenal Negara-negara di dunia, ikut memperhatikan problematikanya, mengenal
pemimpin dan tokoh-tokoh, mengikuti berita-berita dan perkembangannya,
memperhatikan problema Negara-negara Islam, dan bisa menentukan sikap positif
bersamanya.
8. Memperhatikan duta-duta bangsa, utusan-utusan dari Negara-negara Islam.
361
9. Mengenal dan mempelajari sejarah penyebaran dakwah Islam di dunia serta kontribusi
dan peradaban yang dipersembahkan untuk Negara-negara dunia sepanjang sejarah.
Seluruh sarana-sarana ini dan yang lain merupakan bagian dari cara mewujudkan tujuan
ini, yang tentunya membutuhkan kesabaran yang panjang, pekerjaan yang berkesinambungan,
tenang, dan berkelanjutan, serta membutuhkan realisasi gerakan dan amal. Pekerjaan berat ini
membutuhkan waktu yang panjang, estafeta generasi yang silih berganti, namun ia tidak akan
sirna sesaatpun dari proyek besar Islam kita, dan kita tidak akan lupa membantu dan menyusun
strategi untuk itu.
Jawaban terhadap klaim bahwa Barat telah mengepung kita:
Imam Syahid membantah klaim yang mengatakan bahwa perhimpunan Negara-negara
Islam dan menghidupkan kembali Negara Islam akan menimbulkan ketakutan Negara-negara
Barat, dan mereka akan melakukan konspirasi terhadap kita dan akan berkoalisi menyerang kita.
Beliau berkata, "Mungkin juga ada yang mengatakan, "Berterus-terang untuk kembali kepada
sistem Islam akan membuat Negara-negara asing dan bangsa Barat ketakutan, sehingga
mereka akan membuat konspirasi untuk menyerang kita. Dan kita tidak akan mampu untuk
menghadapinya.
Pernyataan ini merupakan wujud dari sikap inferior (minder) akut, picik pandanga, dan
sempit wawasan. Cobalah kita melihat lebih jauh, bukankah kita sudah melaksanakan sistem
Negara-negara tersebut, mengadopsi warna kehidupannya, dan mengikuti peradabannya?
Namun, mana hasilnya? Apakah dengan mengikuti peradabannya kita bisa menghalau
makarnya? Apa dengan begitu kita bisa menghalanginya untuk tidak kembali menjajah negeri
kita, merampas kemerdekaan kita, dan mengeruk harta kekayaan kita, kemudian mereka pun
melakukan muktamar atau konferensi internasional untuk merampas hak-hak kita, menabur
problem di wilayah kita, sehingga setumpuk kesulitan dan rintangan di depan mata kita? Itu
tidak lain hanyalah demi menjaga kondisi dan kepentingannya saja.
Satu hal yang lebih penting lagi bahwa mereka melakukan semuanya itu karena mereka
adalah Nashrani. Pada perang yang lalu (maksudnya PD I dan II), kita bisa melihat bagaimana
362
mereka melumat habis sebagian kita dengan sebagian yang lain. mereka semua adalah
Nashrani. Lihatlah bagaimana mereka (orang-orang Nashrani) juga bersekutu dengan Zionisme,
padahal ia adalah musuh bebuyutan bagi mereka. Mereka bisa bersatu karena dipersatukan
oleh kepentingan materi dan ambisi imperialisme. Dan ini adalah sesuatu yang sudah dipahami
dalam percaturan politik Barat."529
Beliau menambahkan, "Akan tetapi, menghindar dari Islam akan menjadi sebuah
bencana besar dalam konteks keberadaan kita sendiri. Jika kita jauh dari mengakses ruhiyahnya
dan merealisasikan hukum-hukumnya, maka kitalah sesungguhnya yang akan bingung, yang
dengan begitu eksistensi kita akan hancur, terpecah-belah, dan akhirnya membuat kita tidak
berdaya."530
Bagaimana mewujudkan Ustaziyatul 'Alam (kepemimpinan dunia)
Imam memaparkan target-target dalam fase terakhir ini dengan isyarat yang sangat
umum dan tidak terperinci; karena ini merupakan fase pertama. Realitas yang ada sangat
mudah berubah sesuai dengan zamannya, dan tidak mungkin dapat diperinci.
Yang pertama dalam target terakhir ini adalah munculnya Daulah Namuzajy (Negara
model), yang telah menggunakan manhaj Islam di dalam pemerintahan, dan telah diterapkan di
beberapa Negara muslim, dan telah berhimpun di seputar Negara inti atau Negara induk yang
berperan sebagai sarana penghubung, dengan demikian ia menjadi pondasi inti untuk berdirinya
Negara khilafah Islamiyah.
Kemudian dilakukan upaya mengembalikan eksistensi Negara Islam, meningkatkan dan
memajukannya di pelbagai aspek kehidupan.
Lalu Negara-negara muslim yang lain bergabung di bawah satu naungan –yaitu naungan
khilafah- dan hal itu dilakukan dengan metode dakwah dan tarbiyah masyarakat, dengan
menggunakan pelbagai sarana yang bisa mewujudkan persatuan dan penyatuan di seluruh
529 Risalah: Musykilatuna Fi Dhau'I al Nizham al Islamy (Agenda Persoalan Kita dalam kacamata sistem Islam), hal. 306530 Ibid
363
strata kehidupan. Dan hal itu berada di bawah tuntutan dan tekanan masyarakat muslim yang
sadar, yang akan menyingkirkan kendala dan keragu-raguan.
Negara khilafah akan tegak dengan perhatian dan dukungan seluruh masyarakat dan
minoritas muslim yang tertindas, dan itu akan menjadi penyokong dan pelindung, yang akan
menumpas kezhaliman dan membantu kemerdekaan dan mendapatkan hak-haknya kembali.
Dengan demikian terwujudlah persatuan Islam antara kawasan dan Negara-negara Islam
di seluruh belahan dunia di bawah satu komando kepemimpinan, yaitu khilafah Islamiyah, dan
terwujudlah hubungan dengan seluruh kaum muslimin di dunia yang akan mewujudkan
kesatuan yang dicita-citakan, serta saling kerjasama dalam menyebarkan dakwah Islam dan
menebar keindahannya di masyarakat.
Selanjutnya kesatuan umat Islam ini akan mendapatkan jalan mewujudkan kemajuan
keilmuan, peradaban dan memiliki semua potensi kekuatan di pelbagai bidang, baik ekonomi,
politik, sosial, budaya, keilmuan, dan lain-lain.
Dengan jangkauan, keluasan dan kekuatannya, khilafah Islamiyah akan menjadi pusat
penting di dunia internasional, ia akan melakukan peran dakwahnya secara sempurna,
menyampaikan keindahan Islam dan manhajnya, dan menjadi dakwah untuk seluruh umat
manusia, serta mengedepankan realisasi amal-amal praktis dan hasil-hasilnya dalam kehidupan
manusia.
Umat Islam akan membangun makna keadilan, persamaan dan kebebasan, membela
orang-orang dizhalimi dan membimbing orang-orang yang zhalim.
Hal itu secara konkret akan menciptakan penyebaran Islam dan masuknya sejumlah
besar orang-orang ke dalam Islam yang berasal dari berbagai Negara. Dengan begitu peradaban
Barat –yang banyak menciptakan kerusakan dan kesengsaraan- tidak akan mampu bertahan
lama di hadapan cahaya Islam dan petunjuknya yang mulia.
364
Khilafah Islamiyah memberikan kebebasan kepada seluruh umat manusia untuk
memeluk Islam dan mengambil petunjuk dari ajaran-ajarannya, serta memelihara kekebasan
tersebut di seluruh belahan dunia. Jika terjadi penindasan dari pemerintah atau Negara
manapun terhadap hak-hak kebebasan ini atau terhadap kaum muslimin untuk berpegang teguh
terhadap agama mereka, maka khilafah Islamiyah akan andil memberikan perlindungan dan
menolak penindasan dan kezhaliman ini.
Dengan itu, maka terwujudlah ustaziyatul 'alam (kepemimpinan dunia) dan Islam
menjadi soko guru dengan agama dan manhajnya di seperempat dunia. Umat manusia akan
berlindung di bawah naungannya, menikmati kebebasan, keadilan dan persamaan hak, baik
yang sudah beriman maupun yang belum beriman, sebagaimana hidayah Islam pada masa
Rasulullah Saw. dan masa khulafaur Rasyidin terhadap warga negaranya.
Kita harus memahami secara jelas bahwa nilai-nilai ajaran Islam, prinsip-prinsip dan
manhajnya yang diturunkan Allah Swt., akan menjadi penopang peradaban dunia dan
kesempurnaan nilai-nilai kemanusiaan, serta merupakan ketinggian nilai yang dicita-citakan
manusia, yang tidak ada tandingannya oleh manhaj atau dakwah manapun di atas permukaan
dunia. Hasil konkret dari penerapan manhaj rabbani ini terhadap umat Islam adalah, realitas
hadarah Islamiyah (peradaban Islam) sepanjang sejarah. Jadi sejauhmana pengamalan, realisasi
dan komitmennya terhadap agama, baik pemahaman, penerapan, dakwah dan harakah, maka
akan semakin mendekatkannya kepada model peradaban Islam yang sempurna.
Kemajuan keilmuan yang sesuai di segala zaman, ketenangan dan kesejahteraan
manusia, merupakan corak yang beragam dari penerapan manhaj. Ia adalah hasil yang bisa
dihasilkan oleh siapa saja yang mampu menggunakan faktor-faktor dan ketentuannya yang ada,
namun ia tidak akan mampu merealisasikan kebahagiaan dan kemenangan untuk umat manusia
kecuali dengan manhaj Islam.
Imam Syahid menyebutkan tentang faktor-faktor kesuksesan umat Islam dalam
mengajak umat manusia menuju peradaban Islam. Beliau berkata, "wahai kaum muslimin,
ingatlah bahwa dunia tidak akan mendengarkan kalian dan tidak akan menyambut seruan
kalian, kecuali jika kalian menjadi qudwah yang shalih terhadap nilai-nilai yang kalian serukan,
365
serta mengamalkan manhaj yang mulia ini, yakni kitab Allah yang telah diturunkan kepada
manusia.
Artinya:
"Yang tidak datang kepadanya (Al Quran) kebatilan baik dari depan maupun dari
belakangnya, yang diturunkan dari Rabb yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji. (Q.S Fushilat:
42)
Dan kalian bersama-sama bahu membahu, sehati dan sejiwa, satu tujuan; karena Islam
adalah persatuan dan kemanunggalan, dan tidak ada yang lain.
Sesungguhnya persatuan, kesatuan kalimat, perpaduan hati adalah intisari Islam yang
sesungguhnya –tidak diragukan lagi-, dan umat Islam adalah umat yang satu; di dalam ikatan
ukhuwah Islamiyah.
Artinya:
"Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu
bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah)
bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu Karena nikmat
Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu Telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah
menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu,
agar kamu mendapat petunjuk. (Q.S Ali Imran: 103)
Sabda Rasulullah Saw, "Kalian tidak akan beriman sehingga kalian saling mencintai.."
Imam Syahid turut menegaskan dalam hal ini tentang urgensi persatuan umat dan
kesatuan kalimat, serta komitmen untuk menerapkan syariat Islam di dalam diri mereka sendiri
366
sebelum mendakwahkannya kepada orang lain, dan cukuplah bagi kita dengan kenangan sejarah
yang mulia tentang peradaban Islam.
Umat Islam dan Perang peradaban
Jika kita berbicara tentang peradaban Islam, maka hal itu sangat ditentukan sekali oleh
bagaimana penerapan konsepnya secara praktis atau peradaban Islam yang berkesesuaian
dengan manhaj Allah dan pengamalannya, maka demikian pula kematangan dan pencapaiannya
hingga ke puncak peradaban. Setiap peradaban di setiap Negara memiliki timbangan rabbany
(ketuhanan) dan sunnah alam yang telah ditetapkan oleh Allah Swt.. jika Umat manusia
menggunakannya, maka ia akan berkembang dan mencapai kemerlangan hingga saat ini, namun
jika ia melanggar dan menyepelekannya, maka ia akan hancur dan punah. Peradaban hakikat
yang sempurna adalah yang berdiri di atas prinsip-prinsip Islam dan syariatnya, titik tolaknya
adalah keimanan, tujuannya adalah Allah yang maha tinggi, dan ia merupakan peradaban model
yang paripurna, yang memiliki kelayakan dan kepantasan memimpin dan menguasai secara
sempurna di bumi.
Islam memandang hubungan dan interaksi dengan peradaban-peradaban yang lain
harus berlandaskan kepada hal-hal berikut: yaitu dakwah dan menyampaikan risalah Islam
kepada seluruh umat manusia; mendorong kerjasama dan saling mengenal antar sesama;
menciptakan pertautan antar bangsa-bangsa di dunia sesuai dengan nilai-nilai keadilan dan
prinsip-prinsip kemanusiaan yang mulia, yang memberikan hak kepada setiap orang.
Peradaban Islam memiliki kelapangan hati terhadap seluruh bangsa-bangsa di dunia,
terhadap peradaban dan nilai-nilai yang dimilikinya secara khusus, dan diantara haknya adalah
masing-masing berhak merasa bangga dengan kebangsaannya, tanpa ada tekanan dari orang
lain. Islam menimbang aset, peninggalan dan peradaban masing-masing bangsa dengan
timbangan Islam dan nilai-nilainya, apa saja yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam maka ia
menerimanya, adapun yang bertentangan maka ia akan menyampaikan sikapnya, dan ia akan
mengambil apa saja yang bermanfaat berupa pemakmuran bumi dan alam semesta,
mencelupkannya dengan shibghah Islam, dan mengarahkannya dengan pengarahannya yang
bermanfaat untuk kemaslahatan manusia.
367
Umat Islam juga meyakini sunnah pertentangan di alam semesta. Dengan begitu
merupakan sebuah kemestian adanya sekelompok da'I yang mengusung kebenaran, suatu umat
yang memikul dan membenarkan prinsip-prinsipnya, yang memberikan kebebasan dan
perlindungan kepadanya, serta menolak segala bentuk penindasan dan kezhaliman di bumi.
Umat Islam memandang konflik peradaban sebagai konflik yang diciptakan oleh
pengusung kebatilan, penguasa zhalim dan kediktatoran. Islam mengajak manusia untuk
bersepakat mengganti konsep tersebut dengan nilai-nilai kemanusiaan, menjadikan peradaban
manusia bertitik tolak dari keimanan, akhlak dan tidak menyembah selain kepada Allah, serta
peradaban Islam –yang merupakan model petunjuk yang bersumber dari syariat rabbaniyah-
yang berperan di dalam dakwah dan memberikan hidayah kepada manusia serta sampainya
umat manusia kepada ketinggian nilai peradaban keimanan.
Umat Islam meletakkan standar hubungan yang sama dengan dengan bangsa-bangsa
yang lain, dan memelihara kemuliaan dan izzah yang dimilikinya; barangsiapa yang menerima,
maka ia akan menerimanya, barangsiapa yang memusuhi dan menindasnya maka ia menolak
penindasan tersebut, melawan dan menghentikan kezhalimannya.
Umat Islam menyadari pengalaman sejarah dan mengenal baik terhadap kekuatan yang
menghadang dakwah dan karakteristiknya sejak hari pertama. Al Quran dan hadits Rasulullah
Saw. telah menjelaskan kepada kita tentang karakter perseteruan dan tahapan-tahapannya.
Sesungguhnya itu tiada lain adalah upaya kebatilan, syaithan dan bala tentaranya dalam
memerangi cahaya kebenaran dan manhaj Islam, serta orang-orang yang mengusungnya, dan
bukan sesuatu yang mustahil bahwa kebatilan akan hancur dan musnah -sesuai dengan janji
Allah dan ketentuannya- jika kita menggunakan faktor-faktor keteguhan dan kemenangan
sebagaimana yang Allah tetapkan.
Artinya:
"Dan Katakanlah: "Yang benar Telah datang dan yang batil Telah lenyap". Sesungguhnya
yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap. (Q.S Al Isra: 81)
368
Namun pertempuran sengit ini, tidak membuat umat Islam menjadi beringas, lalim dan
melakukan penindasan.
Artinya:
"Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu
untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, Karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan
bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S
Al Maidah: 8)
Allah Swt. menetapkan perseteruan antara hak dan batil ini tiada lain adalah untuk
menyaring antara yang baik dengan yang buruk, dan dengan begitu nilai-nilai kebenaran dan
keadilan akan tertanam kokoh ketika menghadapi kebatilan di muka bumi. Perseteruan dimulai
pada saat pengusung kebenaran masih sangat sedikit, tidak memiliki sarana dan kemampuan
yang memadai, sementara mereka harus memikul beban dan pengorbanan yang tidak sedikit,
pada waktu yang sama di hadapan mereka terdapat pengusung kebatilan yang sangat banyak
dan memiliki pelbagai sarana-sarana material, dan mereka (pengusung kebatilan) akan
mengerahkan seluruh kemampuan yang mereka miliki, meski demikian mereka tidak akan
pernah berhasil atau memenangkan pertempuran, firman Allah:
Artinya:
"Sesungguhnya orang-orang yang kafir menafkahkan harta mereka untuk menghalangi
(orang) dari jalan Allah. mereka akan menafkahkan harta itu, Kemudian menjadi sesalan bagi
mereka, dan mereka akan dikalahkan. dan ke dalam Jahannamlah orang-orang yang kafir itu
dikumpulkan. (Q.S Al Anfal: 36)
Berikut kami sampaikan petikan pemahaman dalam pembahasan ini, dan realitas
empiriknya di lapangan:
369
1. Peradaban Islam adalah peradaban yang hakiki dan mencakup materi dan ruhi secara
bersamaan. Ia sesuai dengan ketentuan alam dan fitrah manusia dan mempunyai
keunggulan hakiki di segala sisi.
2. Peradaban ini bediri di atas manhaj Rabbani (berprinsip ketuhanan) yaitu Islam, yang
membuatnya layak memimpin umat manusia dan memimpin alam seluruhnya
(ustaziyatul a'alam).
Ini adalah anugerah bagi umat Islam, sebagaimana dalam firman Allah:
Artinya:
"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia. (Q.S Ali Imran:110)
Syaratnya adalah dengan mengikuti manhaj Allah dan menjalankan risalah Islam. Ia
adalah anugerah dakwah dan manhaj, bukan anugerah golongan, suku atau fanatisme.
Imam Syahid berkata, "Islam telah menetapkan kepemimpinan umat Islam terhadap
alam semesta dalam banyak ayat dalam Al-Quran, kemudian mewajibkan umat ini untuk
menjaga kepemimpinan yang ada dan memerintahkannya untuk mempersiapkan bekal serta
menyempurnakan kekuatan sehingga kebenaran akan berjalan seiring dengan kekuatan
pemerintah dan bersinar dengan cahaya hidayah,
Artinya:
"Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi" [Al-
Anfal:6]531
Beliau juga berkata, "Ini artinya, Al-Quran Al-Karim menempatkan kaum muslimin
sebagai pemimpin bagi manusia dan memberikan mereka hak kekuasaan dan kepemimpinan
atas dunia demi menjalankan kepemimpinan yang mulia ini. Dengan demikian maka
kepemimpinan ini adalah hak kita dan bukan hak Barat, untuk peradaban Islam dan bukan
peradaban materialisme Barat."532
531 Risalah: Mu'tamar Thalabatul Ikhwan al Muslimin (Mukmatar Pelajar dan Mahasiswa Ikhwanul Muslimin, hal.163532 Risalah: Ila Ayyi Syai'in Nad'unnas (Kepada Apa Kita Menyeru Manusia), hal.35
370
Imam Syahid mengingatkan dari penyimpangan dalam melaksanakan kepemimpinan ini,
"Janganlah lalai dari peringatan (yang Allah Swt. sampaikan) dalam surat Al Nasr, yaitu
tumbuhnya rasa bangga diri (angkuh), dan apa saja yang membuatnya jauh dari keadilan dan
pelanggaran hak. 533
3. Ini adalah misi dan kepentingan yang dibawa oleh umat Islam setelah Rasulullah Saw.
dan dengan peradaban Islam yang ada ia dapat memimpin dunia. Imam Syahid
menjelaskan bahwa sikap jauh dari agama dan substansinya dan tidak mengambil
sebab-sebab kekuatan, menyebabkan bersambungnya episode kelemahan dan
kejatuhan dalam tubuh umat Islam, seperti tersebarnya perselisihan politik dan
fanatisme golongan, perebutan kepemimpinan dan jabatan, perselisihan mazhab dan
konflik agama, berpaling dari agama sebagai pilar aqidah, ruh dan kehidupan, tenggelam
dalam kemewahan, kemegahan, syahwat dan kediktatoran pemerintah, tertipu dengan
sarana musuh dan orang-orang munafik serta menyepelekan ilmu-ilmu praktis dan
pengetahuan alam"534
4. Kemudian datanglah -dengan kondisi umat yang seperti itu-upaya musuh-musuh Allah
untuk menghancurkan umat Islam. Imam Syahid menjelaskan benih permusuhan dan
perang terhadap umat Islam ini, "Upaya-upaya ini mulai dilakukan di dalam tubuh
daulah Islamiyah dan umat Islam. Umat yang sedang down ini menyangka bahwa
kesempatan itu telah tiba untuk mengambil bagian dan menghancurkan daulah
Islamiyah yang pernah membuka kawasan tersebut sebelumnya, dan mengubah
petunjuknya di segala sisi kehidupan"535
Beliau juga berkata, "Dan mereka (para musuh Islam) pun berpecah belah dalam
kepentingan dan berselisih dalam permusuhan. Namun ada satu hal yang mereka sepakati dan
mereka berbagi untuk melaksanakannya, yaitu menghancurkan Islam dan kaum muslimin. Inilah
533 Risalah: Mu'tamar Thalabatul Ikhwan al Muslimin (Mukmatar Pelajar dan Mahasiswa Ikhwanul Muslimin, hal.163534 Risalah: Baina l-Amsi wal Yaum (Antara Kemaren dan Hari ini), hal.96-97535 Ibid, hal 98
371
dendam salibis dan politik raj'iyyah (timbal balik) yang mendorong mereka untuk melakukan
aksi yang gila dan menakutkan"
Jangan kalian menipu diri sendiri, wahai kaum muslimin. Cukup sudah kelalaian yang
ada dan prasangka baik terhadap hari-hari yang ada. Sesungguhnya Allah sudah menjelaskan
sifat mereka kepadamu dalam kitab-Nya. Allah berfirman:
Artinya:
"Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan
kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup." [Q.S. Al-Baqarah: 217]
Dan Dia (Allah) bahkan telah menjelaskan kepada nabi-Nya yang lebih jelas dari itu.
Mereka tidak akan puas kecuali jika kalian murtad dan tunduk. Dan di balik semua itu,
mereka memendam perasaan dengki yang mendorong adanya permusuhan terhadap kalian. 536
5. Orang-orang Eropa berhasil dalam fase ini menyebarkan peradaban materialismenya. Imam
Syahid berkata, "Orang-orang Eropa telah berusah dengan sungguh-sungguh untuk memenuhi
bumi dengan paham materialisme ini, dengan penampilannya yang rusak dan virus yang
membunuh, ke seluruh negara-negara Islam yang bermitra dengan mereka. Selain umat Islam,
mereka juga berusaha untuk menghalangi umat lainnya dari unsur-unsur kebaikan dan
kekuatan yang berupa ilmu dan pengetahuan perindustrian serta tatanan kehidupan yang
bermanfaat. Mereka mengatur taktik perang sosial ini dengan sangat teliti, memanfaatkan
kecerdikan politik yang mereka miliki, kekuatan militer yang mereka punyai, sehingga apa yang
mereka inginkan dapat tercapai.
Setelah itu mereka mampu mengubah aturan hukum, ketetapan dan pendidikan, dan
mewarnai tatanan politik, hukum dan kebudayaan dengan warna murni mereka di negara Islam
terkuat537.
536 Makalah dengan judul Kewajiban Dunia Islam terhadap apa yang menimpanya, Imam Syahid tahun 1931 (dari buku: Imam Syahid, Fuad al Hajarsi. Hal. 117. 537 Risalah: Baina l-Amsi wal Yaum (Antara Kemaren dan Hari ini), hal. 104
372
Beliau juga berkata, "Namun peradaban barat ini telah memerangi kita dengan kuat dan
ganas, dengan pendidikan, ekonomi, politik, kemewahan, kesenangan, permainan dan pola
kehidupan yang menggiurkan. Kita terdorong untuk mengubah prinsip dan mewarnainya
dengan warna Eropa, kita membatasi kekuasaan dalam kehidupan dalam hati dan mihrab-
mihrab, dan kita memisahkannya dari praktek kehidupan.
Kehidupan barat yang diliputi fatamorgana dan fitnah ini, dengan segenap
penampilannya yang materialistis mencoba untuk menguasai bagian vital kehidupan kita yang
tersisa"538
Beliau juga berkata, "Setelah itu kita mampu berkata, peradaban barat dengan pondasi
materislistiknya telah memenangkan perang sosial ini atas peradaban Islam yang mempunyai
pondasi kuat dan mencakup materi dan ruhi di kawasan Islam sendiri, dan dalam perang
dahsyat yang lokasinya adalah diri, jiwa, keyakinan dan akal kaum muslimin sendiri,
sebagaimana mereka juga telah menang di bidang politik dan militer. Tidak ada yang aneh
dalam hal ini. Ekspresi kehidupan adalah sesuatu yang tak terpisahkan. Kekuatan adalah
kekuatan di dalam fenomena kehidupan itu semuanya dan kelemahan juga demikian halnya.
Artinya;
"Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar
mereka mendapat pelajaran)" [Q.S. Ali Imran; 14)
6. Bagaimanapun kuatnya serangan, pilar Islam tetap kuat. "Pilar Islam dan pendidikannya
tetap kuat, terus memberikan kesuburan dan kehidupan, tetap memikat dengan segala
keindahannya, dan akan tetap seperti itu. Sebab ia adalah Al Haq, dan kehidupan manusia tidak
tegak berdiri dengan sempurna tanpanya, sebab ia juga adalah ketentuan Allah dan selalu
berada dalam penjagaannya.
Artinya:
"Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-
benar memeliharanya." [Q.S. Al-Hijr: 9)
538 Risalah: Da'watuna Fi Thaurin Jadid (Dakwah Kami di Zaman Baru), hal. 238
373
Artinya:
"Dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahayaNya, walaupun orang-
orang yang kafir tidak menyukai" [Q.S. Al-Taubah: 32)
7.Kini menjadi kewajiban mengembalikan kembali peran kita dan menegakkan kebangkitan dan
peradaban. Imam Syahid berkata, "Demikianlah, wahai saudara-saudara sekalian. Allah
menginginkan kita untuk mewarisi peninggalan yang berat ini dengan komitmen, memancarkan
cahaya dakwah kalian di tengah kegelapan ini dan mempersiapkan kalian untuk meninggikan
kalimat-Nya, menegakkan syariat-Nya dan kembali mendirikan daulah Islamiah."
Artinya:
"Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya
Allah benar-benar Maha kuat lagi Maha perkasa" [Q.S. Al-Hajj: 40)
Beliau juga berkata, "Kondisi ini memaksa kita terpaksa harus menelan kesalahan masa
lalu, dan merasakan kepahitannya. Namun, hendaklah kita bisa kembali mengikat yang bercerai
berai, menambal pecahan, menyelamatkan diri dan anak-anak kita, mengembalikan
kehormatan dan kemuliaan kita, dan menghidupkan peradaban dan pendidikan agama kita"539
8."Untuk itu, Al-Ikhwan Al-Muslimun mengajak untuk menjadikan asas kebangkitan adalah
menyatukan pola kehidupan praktis dalam umat ini atas dasar Islam dan tata aturannya"540.
Bagi umat ini ada jalan panjang membentang untuk mewujudkan keinginan ini.
"Kewajiban umat ini hanyalah mempersiapkan diri untuk sebuah pengorbanan yang panjang,
perang yang sengit antara al haq dan kebatilan, antara manfaat dan bahaya, antara pihak yang
benar dan yang mencoba untuk mengotorinya, antara yang menempuh jalan kebenaran dan
yang menyimpang darinya, antara yang ikhlas dan bersemangat dengan yang mengaku-ngaku
539 Risalah: Hal Nahnu Qoumun 'Amaliyun (Apakah Kita Para Aktivis)?, hal.69 540 Risalah: Baina l-Amsi wal Yaum (Antara Kemaren dan Hari ini), hal. 239
374
dan pura-pura. Umat ini haruslah tahu bahwa jihad itu berarti bekerja keras, dan kerja keras itu
adalah lelah dan susah payah.
Tiadalah persiapan umat ini dalam perjalanan yang menakutkan ini selain jiwa yang
beriman, keinginan kuat yang kokoh dan benar, kesiapan berkorban, keberanian menghadapi
resiko. Tanpa itu, umat ini akan terkalahkan dan akan melahirkan kegagalan"541
9. Kemudian Allah Swt. menjelaskan bahwa seorang mukmin dalam menempuh tujuan mulia ini
telah menjual diri dan hartanya untuk Allah. Tidak ada bagian untuk dirinya sedikitpun. Ia
semata-mata berbuat untuk keberhasilan dakwah ini dan menyampaiakannya ke hati-hati umat
manusia
Artinya:
"Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka
dengan memberikan surga untuk mereka. [Q.S. At-Taubah; 111]
Itulah sebabnya setiap muslim menjadikan dunianya sebagai wakaf bagi dakwahnya
agar ia bisa mendapatkan akhirat sebagai balasan dari Allah atas pengorbanannya. Itu pula
sebabnya seorang pejuang muslim adalah juga seorang guru yang memiliki semua sifat yang
semestinya ada pada seorang guru; cahaya, hidayah, rahmat dan kelembutan. Sehingga
pembebasan Islam berarti juga pembebasan demi peradaban, kemajuan, pengajaran dan
bimbingan kepada seluruh umat manusia. Samakah ini dengan dominasi Barat sekarang, yang
mewujud dalam bentuk imperialise dan penindasan."542
Asas tegaknya kesatuan internasional
Imam Syahid berkata, "Dari sini, wahai saudara-saudara sekalian, kita bisa melihat
sahabat-sahabat mesjid, ahli-ahli ibadah dan para penghapal Al-Quran, bahkan putera-puteri
salaful umah -semoga Allah meridhai mereka-, tidak puas dengan kemerdekaan negeri mereka
sendiri, namun mereka berpindah ke belahan bumi yang lain, berjalan ke segenap penjuru negeri
menjadi pembuka kawasan dan guru. Mereka ikut berjuang memerdekakan umat-umat 541 Risalah: Hal Nahnu Qoumun 'Amaliyun (Apakah Kita Para Aktivis)? hal.69542 Risalah: Ila Ayyi Syai'in Nad'unnas (Kepada Apa Kita Menyeru Manusia)?.hal.35
375
sebagaimana mereka telah merdeka, memberi mereka petunjuk dengan cahaya Allah
sebagaimana mereka telah beroleh petunjuk, dan menuntun mereka kepada kebahagiaan dunia
dan akhirat. Mereka tidak ekstrim, tidak berkhianat, tidak menzhalimi orang lain, tidak
bermusuhan, dan memperhambakan manusia yang dilahirkan oleh ibunya dalam keadaan
merdeka."543
"Kesatuan intenasional ini tegak di atas manhaj Islam dan pondasinya, kepada
kepemimpinan umat Islam yang berpegang teguh terhadap ajaran-ajaran agamanya dan untuk
seluruh dunia. Sungguh Islam telah mendesain jalan ini untuk dunia. Maka satukanlah akidah
terlebih dahulu, kemudian tata aturannya dan setelah itu realisasi amal"544
"Saya benar-benar ingin menegaskan kepada para hadirin sekalian bahwa politik Islam,
dalam dan luar negeri, menjamin hak-hak non muslim sepenuhnya, baik itu hak internasional
maupun hak dalam negeri para minoritas non muslim. Sebab kemuliaan Islam yang integral
adalah kemuliaan kemuliaan paling suci yang dikenal oleh sejarah. Allah Swt. Berfirman:
Artinya:
"Dan jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, Maka
kembalikanlah Perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berkhianat. [Q.S. Al-Anfal: 58]
Dia juga berfirman:
Kecuali orang-orang musyrikin yang kamu telah Mengadakan Perjanjian (dengan mereka) dan
mereka tidak mengurangi sesuatu pun (dari isi perjanjian)mu dan tidak (pula) mereka
membantu seseorang yang memusuhi kamu, Maka terhadap mereka itu penuhilah janjinya
sampai batas waktunya[629]. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaqwa. [Q.S.
At-Taubah: 04]
543 Risalah: Muktamar Pelajar Ikhwan Muslimin, hal 316, Cet. Dar. Dakwah-Iskandariah544 Risalah: Da'watuna Fi Thaurin Jadid (Dakwah Kami di Zaman Baru),hal. 231
376
"Islam menjamin hak-hak minoritas dengan nash Al-Quran, yaitu firman Allah:
Artinya:
"Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang
yang tiada memerangimu Karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (Q.S Mumtahanah:8)
Imam Syahid juga mengisyaratkan bahwa hubungan antara suku dan bangsa lainnya
tegak di atas pilar dakwah dan saling tolong menolong untuk kebaikan kemanusiaan. Tentang
hal ini beliau berkata: "Dan kaum yang tidak demikian (non muslim) kita tidak terikat dengan
mereka dengan ikatan ini (Islam), untuk mereka kita akan berdamai dengan mereka selama
mereka berdamai dengan kita, kita senang berbuat baik kepada mereka selama mereka tidak
memusuhi kita. Kita yakin bahwa antara kita dan mereka terdapat ikatan, yaitu ikatan dakwah.
Kita wajib mengajak mereka kepada apa yang kita rasakan saat ini sebab itu adalah kebaikan
untuk manusia seluruhnya. Untuk kesuksesan dakwah ini, kita menempuh jalan dan sarana yang
telah ditentukan oleh agama. Siapa yang memusuhi kita maka akan kita balas permusuhan ini
dengan yang lebih baik dari apa yang dilakukan oleh kelompok yang bermusuhan.
Beliau berkata, ”Adapun universalitas dan kemanusiaan, maka itu adalah cita-cita kita
tertinggi, tujuan kita yang agung dan episode penutup dalam serial perbaikan.”
“Sesungguhnya Ikhwan Muslimin menginginkan kebaikan untuk seluruh alam.”545
“Kita menginginkan perdamaian untuk seluruh alam.”546
“Kita cinta dan saling tolong menolong dengan pihak lain.”547
545 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V)546 Risalah: Ijtima Ru'asa al Manatiq (Pertemua Ketua-ketua Wilayah).547 Risalah: Mu'tamar Sadis (Muktamar ke VI)
377
Beliau mengisyaratkan bahwa perkembangan bangsa dan masa akan mengawali
pemikiran universal ini: “Semua itu adalah awal pemulaan berkuasanya pemikiran universal
untuk kemudian menggantikan pemikiran nasionalisme dan kesukuan.”
Peran yang dapat kita lakukan pada fase ini untuk mencapai cita-cita kita tertinggi
Imam Syahid berkata, "Cukuplah darinya kita menjadikan tujuan dan meletakannya di
depan mata. Kita letakkan batu bata dalam bangunan kemanusiaan ini tanpa harus menunggu
bangunan ini sempurna. Setiap sesuatu itu ada ketentuanya.”548
“Dari sini ada beberapa fase. Kita berharap semua fase ini akan terwujud dengan
konsisten dan kita bisa menyelesaikan seluruhnya, kemudian setelah itu kita bisa sampai kepada
target yang dituju.”549
“Merupakan bagian dari dakwah kalian, wahai saudara-saudara tercinta, turut berperan
dalam kedamaian universal dan membangun hidup yang baru bagi manusia, dengan
menunjukkan kepada mereka kebaikan agama kalian, kemuliaan dasar dan pendidikannya”550
Dengan adanya gambaran yang sempurna seputar seluruh tujuan ini, maka membangun
dan mengerjakan fase-fase dan tujuan semula membentuk planning-planning dasar untuk
mencapai dan mewujudkan tujuan akhir ini. Hal-hal yang kita perlukan dalam fase pertama
pembinaan untuk mencapai tujuan mulia ini, tercermin dalam:
1. Kejelasan pandangan seputar tujuan dan peran.
2. Keimanan dan keyakinan untuk bisa mewujudkannya, dan bahwa ia akan terlaksana
seperti apa yang telah diberitakan oleh Nabi Muhammad Saw.
3. Tidak melupakan dan melalaikannya. Menguatkan keimanan terhadapnya, usaha yang
sungguh-sungguh, dan selalu menghidupkan perasaan terhadapnya di dalam jiwa.
4. Mengambil sarana-sarana awal dalam mewujudkannya, berupa saling menyempurnakan
dan tolong menolong diantara masyarakat-masyarakat Islam, meningkatkan ikatannya
dengan segala jalan dan sarana yang ada untuk seluruh tingkatan; individu, yayasan-
548 Risalah: Da'watuna Fi Thaurin Jadid (Dakwah Kami di Zaman Baru)549 Ibid, hal.232550 Risalah: Ijtima Ru'asa al Manatiq (Pertemua Ketua-ketua Wilayah), hal. 251
378
yayasan, lembaga-lembaga, bangsa-bangsa dan segenap penjuru dunia. Berusaha untuk
mengembalikan bentuk eksistensi universal untuk umat Islam dan beramal untuk
meninggikan dan memajukannya.
Sesungguhnya hal ini membutuhkan waktu yang panjang dan banyak fase
kehidupan. Tahapan dengan bentuk seperti ini ke tingkatan yang lebih tinggi dari ikatan
dan saling tolong menolong adalah awalan untuk mengkristalkan mabda’ ini di kalangan
bangsa-bangsa, juga merupakan awalan di setiap sisinya dan mendirikan kekhalifahan.
5. Ketelitian untuk mewujudkan langkah-langkah ini, mewujudkan tujuan setiap fase, dan
tidak terburu-buru dengan berlebihan dan melompat terlalu jauh.
Oleh karena itu, Ikhwan mendukung seluruh kerja kolektif dan seluruh bentuk
tolong-menolong dan bekerja sama diantara bangsa dan negara di dunia Islam,
walaupun bentuknya tidak lengkap dan sedikit memberi hasil. Fase ini bertahap,
sehingga nantinya kita bisa sampai kepada apa yang kita inginkan dari kesatuan dan
adanya ikatan.
Bab XI
Penjelasan seputar
Sikap Dakwah dan Politik Jamaah
Seputar permasalah propaganda, mengumumkan aktivitas dan nama:
Pada dasarnya, pengumuman itu tidak dilakukan, namun realita dakwah dan kewajiban
untuk menjelaskannya kepada khalayak serta untuk menolak tuduhan-tuduhan yang diarahkan
kepadanya, maka persoalan propaganda menjadi sesuatu yang perlu diperhatikan, dengan tetap
memperhatikan syarat dan ketentuan syariat.
379
Imam Syahid berkata tentang mendahulukan sisi amaliah dibanding propaganda dan
iklan, karena beberapa hal:
1. Takut bercampur dengan riya, sehingga menyebabkan amalan itu hancur dan rusak.
2. Keengganan sebagian Ikhwan bergantungnya orang-orang kepada propaganda dan iklan
bohong yang tanpa amalan konkret.
3. Apa yang ditakutkan oleh Ikhwanul Muslimin sebagai akibat dari dakwah yang tergesa-
gesa, akan timbulnya konflik permusuhan yang sengit atau koalisi berbahaya, yang
menyebabkan terhambatnya perjalanan atau menyimpang dari tujuan.
Namun hal ini tetap dalam keseimbangan yang teliti dan adanya pemahaman tentang
dakwah dan kerja-kerjanya serta apa yang diperlukan untuk eksistensi kelompok sosial ini ketika
berhadapan dengan masalah dan membantah hal-hal yang gambarannya masih kabur.
“Keseimbangan diantara hal ini dengan apa yang ada dalam penyampaian kebenaran,
suruhan untuk melakukannya, dan bersegera dalam mengumumkannya, adalah perkara yang
rumit, sedikit yang bisa sempurna kecuali bila ada taufik."551
“Namun, cermatilah bahwa kalian pada saat ini, dipaksa oleh dakwah untuk keluar dari
sekat-sekat menuju ruang lingkup yang lebih luas. Kewajiban kalian menjelaskan kepada
manusia tentang tujuan kalian, sarana-sarana, dan konsep ideologi dan sistem kerja.
Pengumuman akan hal ini kepada manusia tidak dimaksudkan untuk berbangga dengannya tapi
untuk memberi petunjuk kepada manfaat dan kebaikan umat
Hendaklah kalian berusaha untuk jujur dan tidak melampaui batas dari yang
sebenarnya, propaganda-propaganda kalian tetap dalam adab yang sempurna dan akhlak yang
mulia, dan tetap berusaha untuk menyatukan hati dan jiwa. Hendaklah kalian merasa, ketika
dakwah kalian telah tampak pesat, bahwa semua ini adalah bagian dari karunia Allah:
Artinya:
551 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal. 127, 129
380
"Maka adalah kesudahan keduanya, bahwa Sesungguhnya keduanya (masuk) ke dalam
neraka, mereka kekal di dalamnya. Demikianlah balasan orang-orang yang zalim. [Q.S. Al-
Hujurat: 17)”552
Pengumuman dan pemunculan beberapa tokoh jamaah sebagai fublik figur, adalah
semata-mata untuk perjuangan di jalan Allah dan di jalan dakwah, tanpa ada keinginan untuk
menjadi populer, berharap jabatan atau bergantung dengan pujian.
Dakwah ini membutuhkan naungan yang dapat melindunginya dari tekanan dan teror
yang berasal dari pelbagai arah dan melalui sarana yang beragam, serta trik-trik yang berupaya
untuk menjauhkan masyarakat dari jamaah, maka adanya pengumuman ini adalah sebagai
reaksi konkret atas usaha-usaha mereka ini dan untuk menyatukan hati-hati manusia ke arah
Islam dan manhajnya. Nabi Yusuf As. telah memberikan teladan atas hal tersebut.
Inilah ketentuan dari jama’ah yang mengiklankan dirinya dan menggunakan haknya
dalam undang-undang dan ketentuan hukum. Ia tidak mengambil hak yang bukan miliknya dan
tidak pula mengaku-ngaku untuk sesuatu yang palsu dan dusta. Seandainya mereka ingin
mendapatkan jabatan dan bersenang-senang, tentu mereka akan meningalkan jalan dakwah
yang berat dan bergabung dengan kelompok-kelompok dunia dan para pemilik kekuasaan agar
lekas sampai dari jalan yang tercepat dibanding jalan para dai yang penuh dengan jihad dan
pengorbanan.
Sikap Jamaah Terhadap Individu dan organisasi-organisasi Yang Berbuat Untuk Kebaikan dan
agama Islam:
Kelompok-kelompok dalam lingkup ini terbagi kepada tiga bagian:
1. Mereka yang berbeda dalam permasalahan furu’ dan sarana dakwah.
2. Mereka yang berbeda dalam permasalahan prinsipil
3. Mereka yang menyerang, mencela dan memerangi dakwah
1. Mereka yang berbeda dalam permasalahan furu’ dan sarana dakwah:
552 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal.128, 129
381
Imam Syahid berkata: ”Terhadap kelompok ini kita yakin bahwa perbedaan dalam
masalah furu’ agama adalah sesuatu yang mesti ada dan tidak mungkin kita menentang dalam
permasalahan furu’, pendapat dan mazhab, karena sebab-sebab yang beragam.”553
”Semua sebab ini menjadikan kita yakin bahwa sepakat dalam satu permasalahan yang
menjadi bagian dari furu’ agama adalah hal yang mustahil, bahkan itu bertentangan dengan
ketentuan agama itu sendiri. Sesungguhnya yang Allah inginkan dari agama ini agar ia kekal
dan sesuai dengan zaman. Dengan demikian hal ini menjadi hal yang mudah dan lunak, tidak
statis dan ekstrim”
Kami meyakini hal ini, untuk itu kami selalu berupaya memahami dan memaafkan
mereka yang berbeda dengan kami dalam permasalah furu’ agama. Kita melihat bahwa
perbedaan selamanya tidak menjadi penghalang untuk terikatnya hati dan saling mencintai serta
tolong menolong dalam kebaikan. Hendaklah kita dan juga mereka bisa memahami makna Islam
yang hakiki dengan lebih baik dan meluas. Bukankah kita adalah muslim dan mereka pun
demikian? Bukankah kita senang membuat putusan yang bisa memberi ketenangan hati dan
mereka pun demikian? Bukankah kita dituntut untuk mencintai saudara kita sebagaimana kita
mencintai diri sendiri? Kalau begitu, maka dimanakah perbedaan? Mengapa pendapat kita
menjadi sebuah poin pertimbangan bagi mereka sebagaimana pendapat mereka bagi kita?
Mengapa kita tidak saling memahami dalam atmosfir ketulusan dan kecintaan apabila ada hal
yang menuntut kita untuk saling paham?554
“Ikhwan Muslimin mengetahui akan sudut pandang ini. Untuk hal ini, mereka adalah
orang yang paling lapang dada terhadap orang-orang yang berbeda dengan mereka. Mereka
melihat bahwa ada ilmu dalam setiap kelompok, ada kebenaran dan kebatilan dalam setiap
dakwah. Mereka mencari kebenaran itu dan mengambilnya serta mencoba dengan lembut dan
tenang memberi penjelasan kepada mereka yang berbeda ini sesuai dengan pandangan mereka.
Bila mereka puas, maka itulah yang diharapkan. Namun bila tidak, maka mereka adalah
saudara seagama. Semoga Allah memberi petunjuk kepada kita dan mereka.”555
553 Risalah: Da'watuna (Dakwah Kami), hal.25554 Ibid, hal. 26555 Ibid, hal. 27
382
Beliau juga berkata: “Itulah manhaj Ikhwan Muslimin saat berhadapan dengan
kelompok yang berbeda dengannya dalam masalah-masalah agama.”
“Ikhwan membolehkan untuk berbeda dan tidak menyukai sikap fanatik terhadap satu
pendapat. Mereka berusaha mencapai kebenaran dan membawa manusia ke arah itu dengan
cara yang paling lembut dan penuh cinta.”556
Beliau berkata lagi, ”Sikap kita dalam berdakwah di negeri ini; keagamaan, sosial,
ekonomi, dan politik - sesuai dengan tabiat dakwah kita – satu sikap yang saya yakini: kita
berharap semuanya mendapatkan kebaikan dan berdoa agar memperoleh taufik dari Allah Swt.
Sesungguhnya sebaik-baik jalan yang kita tempuh tidak menjadikan kita lebih banyak menoleh
kepada orang lain dibanding memperhatikan diri sendiri. Kita perlu banyak persiapan dan
amunisi. Umat kita ini dan lahan-lahan kosong yang ada di dalamnya membutuhkan jundi-jundi
dan jihad. Sementara waktu tidak cukup untuk memperhatikan orang lain dan sibuk dengan
urusannya. Setiap kelompok berada dalam medan masing-masing dan Allah bersama orang-
orang yang beriman, hingga nanti Allah memutuskan yang benar antara kita dan kaum kita.”557
Beliau berkata: ”Kelak kalian akan mendengar suatu kelompok akan membicarakan
kalian. Apabila pembicaraan itu baik, maka hendaklah dirimu bersyukurlah dan jangan sampai
kamu tertipu dari hakikat dirimu yang sebenarnya. Namun bila yang ada selain itu, maka
bersikaplah lebih toleran, dan tunggulah hingga waktu menyingkap kebenaran. Jangan
menghadapi dosa ini dengan dosa yang serupa dan jangan pula sibuk dengan membantahnya
sehingga melalaikan kamu dari jalan yang kamu tempuh.”558
Imam syahid sangat menginginkan adanya kelompok yang bekerja untuk menolong
Islam dan memperbaiki masyarakat dari berbagai kekuatan dan kelompok yang bermacam-
macam, dan berharap mereka mendapatkan taufiq dan kesuksesan. Ia mengajak mereka untuk
bekerja sama dan berkoordinasi diantara mereka .
556 Ibid557 Mudzakkiratud Dakwah wad Da’iyah (makalah imam syahid pada tahun kelima dalam majalah “Al-Ikhwan Al-Muslimun”558 Ibid, hal. 264
383
Tentang hal ini, Imam Syahid berkata: “Ikhwan Muslimin melihat kelompok-kelompok
ini – dengan lahan garapan yang berbeda-beda – bekerja untuk menolong Islam. Mereka
berharap semuanya beroleh kesuksesan. Mereka tidak berpikir untuk melakukan pendekatan
dan berusaha untuk menyatukannya seputar pemikiran umum.”
Bukanlah bagian dari mahaj ikhwan menguasai publik dan memonopolinya, Namun
manhaj mereka –yang selalu mereka usahakan– adalah manhaj musyarakah (partispasi), kerja
sama, dan saling menghormati. Walaupun dalam realita sejarah, mereka selalu mendapat
tekanan dari orang lain sejak kemunculannya, permusuhan, rintangan, dan kedengkian atas
kesuksesan yang telah mereka capai.
Imam Syahid mengajak kepada persatuan dan menghindari perpecahan, “Dakwah
ikhwan adalah dakwah yang putih bersih tidak tercampur dengan warna apapun dan selalu
bersama kebenaran dimana saja berada. Mencintai kesepakatan dan membenci keraguan.
Sesungguhya cobaan terbesar kaum muslimin adalah perpecahan dan perbedaan, dan asas
kemenangan mereka adalah cinta dan persatuan”559
“Sesungguhnya ia adalah dakwah yang bebas dan bersih. Begitu bersihnya sehingga
melewati batas ambisi personal dan tidak peduli dengan dengan manfaat materialisme, dan
meninggalkan hawa nafsu dan kepentingan di belakangnya.”560
Beliau berkata dalam muktamar ke enam, “Adapun sikap kita terhadap kelompok-
kelompok Islam yang berbeda-beda adalah sikap cinta dan persaudaraan, kerja sama dan
tolong menolong. Kami mencintai mereka dan bekerja sama, dan kami berusaha dengan
sungguh-sungguh untuk mendekatkan pemahaman dan melakukan kesepakatan diantara
pemikiran yang berbeda, yang dengannya kebenaran dapat menang di bawah payung kerja
sama dan cinta. Adanya pendapat fiqih dan perbedaan mazhab tidak menjadikan kita jauh.
Agama Allah itu mudah dan tidak seorang pun yang berhak memberat-beratkannya kecuali ia
akan kalah.
559 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal.145560 Muzakkirat Da'wah wa Da'iyah Lil Imam al Syahid Hasan (Memoar Hasan Al Banna), hal. 25
384
Kita yakin akan datang suatu hari dimana nama, gelar, kelompok formalitas dan sekat-
sekat cara pandang itu akan hilang dan akan digantikan dengan kesatuan kerja yang dapat
mengumpulkan laskar umat Muhammad Saw. Pada saat itu tidak ada lagi selain muslim-muslim
yang bersaudara, mereka bekerja untuk agama dan di jalan Allah mereka berjuang.”561
“Sesungguhnya waktu itu, dimana saat itu tampak seluruh kelompok Islam adalah satu
kesatuan, saya yakin tidak lama lagi. Waktulah yang menjamin semua itu. Insya Allah.”562
“Biarkanlah zaman melaksanakan tugasnya dan dialah sebaik-baik penanggung jawab
kebersihan dan keistimewaan.”563
Dengan ini, Imam Syahid telah meletakkan manhaj interaksi dengan kelompok dan
individu yang bekerja untuk Islam, atau bahkan untuk kebaikan negeri dalam satu sisi dan
berbeda dengan jamaah dalam persoalan furu’. Namun ia tidak keluar dari pijakan dasar syariat
dan pilar asasinya.
Imam Syahid telah memberi isyarat kepada:
1. Cinta, persaudaraan, dan kerja sama terhadap sesuatu yang membawa kebaikan untuk
dakwah dan masyarakat
2. Kita mencoba dengan sungguh-sungguh untuk mendekatkan dan menyamakan persepsi
diantara beragam cara pandang demi kebenaran, dalam payung kerja sama dan cinta
3. Pendapat fiqih –dalam masalah-masalah furu– dan perbedaan mazhab jangan sampai
menjauhkan jarak diantara kita.
4. Kita berusaha menyampaikan kebenaran dengan gaya bahasa yang santun ketika kita
diskusi dengan mereka dan menjawab pertanyaan-pertanyaan.
5. Ikhwan berupaya melakukan koordinasi dengan pelbagai usaha di bidang dakwah dan
amal kebaikan sehingga tidak ada benturan satu sama lain. Imam Syahid telah
meletakan kaidah kerja sama dan koordinasi terhadap apa yang disepakati dalam urusan
561 Risalah: Mu'tamar Sadis (Muktamar ke VI), hal 216562 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal 146563 Ibid, hal 148
385
kaum muslimin, dan bertoleransi terhadap apa-apa yang berbeda dari permasalah furu’
dan persoalan ijtihad.
6. Ikhwan lebih meningkatan hubungan kepada perencanaan yang lebih besar dari
koordinasi, yaitu kepada kerja sama, saling melengkapi dan pemberdayaan.
Pemberdayaan ini akan ada dilakukan melalui hubungan kerjasama antara keduanya,
saling memahami dan terikat oleh rasa kasih, dan hal ini juga dilakukan melalui
pengarahan dan penjelasan kepada setiap elemen masyarakat, selama kelompok-
kelompok tersebut atau individu-individu tersebut berada dalam koridor amal Islam
dengan segenap sarananya, serta komitmen dengan ketentuan-ketentuan syariat dan
tidak melalui jalan yang berbahaya bagi dakwah. Adanya hubungan dan koordinasi
dengan mereka saat terjadi ketimpangan akan menyebabkan kekacauan dan
kegelisahan dalam individu-individu masyarakat dan memberi kesempata kepada para
musuh untuk mendeskreditkan dakwah. Kewajiban kita kepada mereka adalah memberi
nasihat dan bimbingan agar mereka mendapat petunjuk.
7. Dalam berinteraksi, jama’ah ini juga hendaknya bisa bertoleransi dan bersikap bijak
dengan pribadi-pribadi yang ingin menonjol dan mencari pamor. Pada beberapa waktu,
kondisi dan kejadian, jamaah ini bisa meninggalkannya ketika tampak perbedaan antara
yang baik dan buruk. Perbedaan ini dapat menyingkap hal-hal seperti ini, yang mungkin
bersinar di satu waktu kemudian meredup dan akhirnya hilang sama sekali.
8. Hendaklah jamaah ini bersabar dan membiarkan waktu berjalan hingga datangnya suatu
hari dimana saat itu tampaklah kebenaran manhaj dan jalan (kebenaran).
Akan datang suatu hari dimana kelompok-kelompok formalitas dan rintangan-rintangan
pemikiran akan punah dan digantikan dengan kesatuan kerja di bawah bendera “Ikhwan
Muslimin”.
9. Pada saat itu, dengan kesadaran penuh, akan ada tahapan-tahapan usaha yang
dilakukan oleh musuh Islam untuk mengadu domba antar jamaah keIslaman yang ada.
Dengan adanya kerja sama dan koordinasi ini, akan tampak jelas manjah dakwah dan
kemerdekaannya yang sempurna. Imam Syahid berkata, “Wajib diketahui bahwa
Ikhwan Muslimin berpegang teguh dengan dakwahnya dan tegak di atasnya. Mereka
tidak beramal untuk dakwah orang lain dan bukan pada manhaj yang bukan manhaj
mereka.”
386
“Mereka tidak terwarnai dengan warna selain Islam."
“Kami berlindung kepada Allah dari suatu hari kita tidak berdakwah dengan manhaj Al-
Quran dan nilai-nilai Islam.”564
“Kejadian masa lalu dan masa sekarang sudah menetapkan bahwa tidak ada kebaikan
kecuali di jalan kalian ini, tidak ada hasil kecuali dengan perencanaan dan tidak ada
ketepatan kecuali pada apa yang kalian amalkan.”565
Lebih lanjut, beliau menjelaskan, “Kelak kalian akan mendengar ada suatu kaum yang
ingin berhubungan dengan kalian dan kalian ingin berhubungan dengan mereka dari
para aktivis, baik yang bersunggguh-sungguh dengan keinginannya maupun yang tidak.
Maka saya ingin menyatakan kepada kalian yang berada disini dengan jelas bahwa:
dakwah yang kalian jalani ini adalah dakwah paling unggul yang pernah dikenal oleh
umat manusia. Sesungguhnya kalian adalah ahli waris Rasulullah Saw. dan dan yang
akan mengemban risalah Al Quran, yang akan mengawal syariatnya. Bahwa
sesungguhnya kalian adalah penolong-penolong yang akan tegak menghidupkan Islam
pada saat dimana hawa nafsu dan syubhat merajalela, dan beban muatan semakin
berat. Apabila kalian demikian, maka dakwah kalian paling pantas didatangi oleh
manusia. Sebab ia adalah kumpulan kebaikan, sementara yang lain tidak luput dari
kekurangan. Maka berkonsentrasilah pada manhaj kalian dan jangan tawar menawar
dalam manhaj, dan tawarkanlah manhaj ini kepada manusia dengan kemuliaan dan
kekuatan. Siapa yang menyambut seruan kalian maka selamat datang dalam
benderangnya cahaya pagi, semburat fajar dan terangnya siang. Saudara kalian yang
akan bersama kalian percaya dengan keyakinan kalian dan siap melaksanakan
pengarahan yang kalian berikan. Siapa yang enggan maka kelak Allah akan datangkan
suatu kaum Dia mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya.
564 Risalah: Mu'tamar Sadis (Muktamar ke VI), hal.213565 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal.127
387
Saudara-saudara sekalian. Jangan tergesa-gesa. Waktu di depanmu masih luas
membentang. Kalian akan menjadi orang-orang yang akan diminta dan bukan yang
meminta. Kemuliaan seluruhnya milik Allah dan kelak akan kalian ketahui kabarnya
pada suatu ketika. Maka saya melihat bahwa sesuatu yang wajib dari sikap kita
terhadap semua kelompok: kita menginginkan kebaikan, toleransi, tidak meminta
pamrih, tidak membantah, dan janganlah kalian mengatakan kepada orang yang
menawarkan kedamaian; kamu bukan orang beriman.”566
Apabila bagian kelompok dan individu ini sudah melewati batas dalam berdiskusi
dengan kita, maka yang kita lakukan adalah mengajak mereka apabila mereka mau menerima
ajakan ini. Kita berdiskusi tanpa perlu berdebat, kita jangan berprasangka terhadap keikhlasan
mereka, tidak membalas permusuhan mereka, tidak meninggalkan manhaj dakwah kita dan kita
bermohon semoga Allah memberi petunjuk kepad kita dan mereka.
“Bahkan menjadi sebuah kegembiraan bagi kita bila setiap pelaku kebaikan dan untuk
kebaikan diberi taufik. Ikhwan tidak suka membangun sambil meruntuhkan, dan medan jihad
cukup luas untuk seluruhnya.”567
2. Kelompok Yang Manhajnya Keluar dari prinsip-prinsip Syariat
Adapun kelompok yang manhajnya keluar dari Prinsip-prinsip utama syariat, seperti
penyimpangan dalam paham dan keyakinan -walaupun ia mengangkat jargon keIslaman– atau
dalam sarana dan gaya bahasa, seperti mengkafirkan manusia, menghalalkan darah, berpegang
kepada kekerasan, maka bagi mereka tidak ada kerja sama atas dasar ini. Yang ada adalah
melepaskan mereka dari persoalan dakwah, memberikan nasehat dan petunjuk agar mereka
kembali.
Kita menghadapi pemikiran dengan pemikiran, dakwah dengan dakwah dan tidak
tergesa-gesa mengkafirkan atau menyeru untuk memutuskan hubungan dengan mereka, atau
566 Makalah dengan judul Kewajiban Dunia Islam terhadap apa yang menimpanya, Imam Syahid tahun 1931 (dari buku: Imam Syahid, Fuad al Hajarsi. Hal. 117567 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal.149
388
mendukung kezaliman. Ini bukanlah uslub dakwah. Kita tetap mengikuti rambu-rambu syariat
dalam hal ini. Kita adalah dai’ dan bukan hakim.
Dalam proses interaksi dengan kelompok ini, kita tidak menuduh pribadi dengan
prasangka, tidak melakukan cara-cara konspirasi dan permusuhan dengan mereka yang berbeda
dan menyerang kita. Kita menilai manusia hanya secara lahiriah saja, sesuai dengan perkataan
dan perbuatan mereka. Hendaklah yang menjadi dasar pijakan adalah timbangan dan ketentuan
syariat. Hendaklah kita bersungguh-sungguh menghadapi pemikiran yang menyimpang ini
dengan sungguh-sungguh dan jangan sampai kita sedih dan menyesal, walaupun mereka tetap
bersandar padanya. Kita biarkan orag lain yang menghukumi mereka.
Hal ini menuntut jamaah untuk memiliki pengetahuan fsikologi seseorang, melihat
dengan pikiran, membuat planning tandingan dan cara-cara untuk menghadapinya.
Apabila mereka memusuhi dakwah Islam dan memutarbalikkan fakta yang ada, dan
membangun pemikiran yang dapat melemahkan umat, maka merekalah musuh kita dan kita
melawan pemikiran ini dengan pemikiran, memberi jawaban yang memuaskan dan
menanamkan kesadaran kepada umat sehingga mereka tidak tertipu.
Imam Syahid berkata, “Ingatkan diri kalian selalu wahai Ikhwanul Muslimin, bahwa
'atheis' muslim adalah musuh terdepan kalian. Merekalah yang paling bertanggung jawab
terhadap konflik dan problematika yang menimpa dunia-dunia Islam."
"Merupakan kewajiban kami untuk merubah tanpa terjangkit wabah pemikiran mereka
yang telah akut, menahan siapa saja yang berbaik sangka terhadap musuh, dan siapa saja yang
telah membius otot-otot kami dengan pemikiran-pemikiran palsu dan kalimat-kalimat rayuan,
yang di belakangnya tiada lain adalah upaya merusak bangsa Timur dan melenyapkan
persatuan Islam, mereka tidak jauh berbeda dengan orang-orang Eropa.”568
3. Kepada Mereka Yang Menghadapi Dengan Tuduhan-Tuduhan Keji Dan Perbuatan Buruk
Terhadap Dakwah568 Makalah dengan judul Kewajiban Dunia Islam terhadap apa yang menimpanya, Imam Syahid tahun 1931 (dari buku: Imam Syahid, Fuad al Hajarsi. Hal. 117
389
Kita menyatakan kepada mereka:" ittaqullah!! (takutlah kalian kepada Allah) dan jangan
mangatakan sesuatu yang kalian tidak mengetahuinya."569
Kita menjelaskan kepada mereka hakikat sebenarnya tanpa perlu masuk kepada perdebatan dan
permusuhan. Kita tidak menyerang mereka dan tidak menyibukkan diri kita dengan hal itu: "Kita
tidak menyerang mereka sebab kita butuh memerlukan kesungguhan yang kita gunakan dalam
permusuhan itu"570
Imam Syahid menamakan kesungguhan dan usaha yang digunakan untuk membantah
mereka dengan "kesungguhan negatif".
Sebagai ganti, kita menyampaikan dakwah ini kepada mereka, semoga mereka
menerimanya dan kembali kepada manhaj Islam yang mulia.
Dalam berinteraksi dengan pelbagai elemen masyarakat, Ikhwan berusaha untuk
menghindari tajrih (pendeskreditan) terhadap kelompok atau individu tertentu, walau
bagaimanapun tingkat perbedaan yang ada. Bagi Ikhwan, ekspresi ini bukanlah bagian dari
manhaj kita dan tidak sesuai dengan adab dakwah dan kemuliaanya.
Jama'ah Ikhwan mendukung segala seruan untuk perbaikan
Jama'ah ikhwan tidak menolak seluruh perbaikan yang parsial dengan alasan karena
perbaikan itu tidak secara keseluruhan (universal), atau ia berasal dari orang lain yang tidak
mengikuti manhajnya. Namun ia menganggap bahwa perbaikan ini sebagai langkah positif
dalam arena perbaikan, dan ia adalah arena yang luas untuk seluruh usaha kebaikan. Jamaah
Ikhwanul Muslimin mendukung seluruh usaha ini. Bahkan ia sudah membantunya secara nyata
dan berkoordinasi dengannya apabila kondisinya sesuai, dengan tetap memeperhatikan etika
tolong-menolong dan kerja sama dengan orang lain.
Hal ini tidak menghalangi usaha ikhwan untuk terus melakukan perbaikan secara
menyeluruh dan mempersiapkan segalanya.
569 Risalah, Al-Muktamar As-Sadis, hal. 216570 Risalah: Mu'tamar Sadis (Muktamar ke VI), hal. 215
390
Jamaah Ikhwan tidak diam menyaksikan segala kejadian yang menimpa umat Islam dan
realita sulit yang berlalu dengan alasan sibuk melakukan penyempurnaan dan tarbiyah individu
mereka, namun aksi, pergerakan dan dukungan terhadap permasalahan umat, usaha dan
inisiatif perbaikan adalah bagian prinsipil dari manhaj, pergerakan dan tarbiyah mereka. Inilah
ucapan Mursyid 'Am, Musthafa Masyhur ketika menegaskan manhaj yang telah digariskan oleh
Imam Syahid.
Ustadz Musthafa Masyhur menegaskan, "Sesungguhnya umat Islam adalah umat yang
besar. Mereka memiliki faktor-faktor kebangkitan dan kepemimpinan. Mereka memiliki
kemampuan, sumber daya manusia, kawasan, sumber daya alam, ditambah lagi peninggalan
peradaban dan risalah abadi yang sangat diperlukan oleh dunia saat ini..
Hal ini sudah menjadi keharusan bagi kita untuk memiliki sebuah keputusan. Untuk mencapai itu
semua, kita harus melewati dua jalan:
Pertama: Memberantas sebab-sebab kelemahan dan kehinaan yang tercermin dalam:
1. Perbedaan dan permusuhan yang sampai bersekongkol dengan musuh untuk saling
melindungi antara satu dengan yang lain.
2. Pemerintahan diktator yang menghegemoni di negara-negara Islam, sehingga
melahirkan permusuhan antara rakyat dan pemerintah, atau mendorong rakyat
melakukan hal negatif dan tidak peduli.
3. Kesenjangan sosial yang menggiring rakyat ke arah permusuhan antar golongan yang
dikendalikan oleh kedengkian dan kebencian.
4. Rusaknya sistem perekonomian, akhlak, dan pers yang kian membusuk dalam Negara,
yang menghambat perkembangan dan mendorongnya untuk bergantung dan
meminta bantuan kepada musuh-musuh negara.
5. Keterbelakangan dalam pendidikan, riset ilmiah, dan teknologi yang menjadikan
kondisi dunia Islam sangat memprihatinkan dibanding Negara-negara yang lain.
6. Melupakan risalah (agama), menggandrungi kehidupan dunia dan kekekalan di bumi,
mengumbar syahwat, dan meniru gaya hidup Barat.
Kedua: Berproses menuju kekuatan
391
1. Kekuatan maknawi dengan tarbiyah imaniyah, yang mencetak seorang Mukmin yang
rela berkorban di jalan Allah dengan segala yang dimiliki, mendahulukan orientasi
akhirat daripada dunia, dan mendamba syahid di jalan Allah.
2. Membentuk keluarga Muslim setelah terbentuknya pribadi Muslim, untuk
menciptakan masyarakat Muslim yang benar. Hidup dengan arah yang jelas, yaitu
menegakkan kebenaran dan keadilan dengan menerapkan syariat Islam, dan
membawa misi: Sebarkan dakwah di seluruh dunia.
3. Normalisasi hubungan antara pemerintah dan rakyat dengan memberikan kebebasan,
menghormati hak, menuruti keinginan rakyat, dan senantiasa transparansi dalam
setiap keputusan.
4. Normalisasi hubungan antara pemerintah dengan rakyat Muslim, bekerjasama dalam
segala segmen politik, ekonomi, sains, militer, dan pers, sebagai pengantara sebuah
persatuan.
5. Bergantung kepada manhaj pengembangan diri dan bergantung kepada diri sendiri
dalam internal dunia Islam, berinteraksi dengan dunia luar dengan asas kerjasama di
atas prinsip persamaan, bukan meminta pertolongan dan pinjaman hutang.
6. Memperhatikan produksi pembuatan senjata, termasuk senjata permusnah masal
dengan maksud pembelaan diri; di mana saat ini kita hidup di tengah hutan, kekuatan
di atas kebenaran. Apa yang terjadi saat ini seperti Yahudi tidak henti-hentinya
memusuhi rakyat Palestina, Suriah, Lebanon dan negara lain, meremehkan dan
mengancam seluruh tanah Arab, tidak lain kerena Yahudi mempunyai senjata
pemusnah massal, sedangkan Arab tidak. Jika negara-negara Arab meilikinya, maka
logat dan gerak langkah akan berubah, dan memungkinkan untuk mengambil kembali
hak-hak.571
Perspektif Ikhwan terhadap perbaikan umat menegaskan akan urgensi pembentukan
manusia dan terpenuhinya kebebasan politik dan ekonomi untuk mewujudkan keamanan dan
perdamaian, "Kita percaya bahwa manusia adalah salah satu dari poros semesta. Ia adalah
sarana untuk mewujudkan pembangunan dan kemajuan. Untuk itu harus dilakukan pemurnian
aspek yang menyebabkan naiknya kemanusiaan manusia, meningkatnya karakteristik dan
571 Risalatu-l Ikhwan, Edisi 228, Muharram 1422 H-20 April 2001 M, Makalah: (Al-Haqqu Laa budda an tahmiyahu al-quwwah) punya Mursyid Aam Ustadz Mushthafa Masyhuur.
392
keistimwewaannya dari makhluk-makhluk yang lain. Dimana keimanan terhadap rukun dan
kaidah-kaidahnya (baca; ajaran Islam), akhlak dan budi pekerti yang luhur merupakan nilai
tertinggi yang dimiliki oleh umat manusia. Maka tidak ada keraguan bagi siapapun yang
menghendaki perbaikan, harus berusaha membersihkan jiwanya, membangun kembali jiwanya
atas dasar: iman, istiqamah, dan akhlak. Jika tidak, maka perbaikan itu ibarat orang mengukir di
atas air dan membangun di udara.572
Jamaah menjaga kesinambungan eksistensi dan keteguhannya dalam setiap interaksi
dengan orang lain dan dalam setiap momen yang terjadi. Ia tidak lebur dalam komunitas yang
lain, atau melakukan hal-hal di luar arah tujuan jamaah yang sempurna dan jelas, atau berada di
bawah panji selain panji dakwah yang memproklamirkan dan menjunjungnya. Jamaah juga
bukan binatang tunggangan bagi arus tertentu atau terpengaruh dengan hawa nafsu.
Imam Syahid berkata, "Harus jelas bahwa Ikhwanul Muslimin berpegang teguh dengan
dakwah mereka, berdiri di atasnya, tidak bekerja untuk dakwah selain dakwah mereka, tidak
untuk manhaj selain manhaj mereka, dan tidak terwarnai oleh warna selain Islam. Na'uzubillah
jika suatu saat kita tidak mendakwahkan al-Quran dan ajaran-ajaran Islam."573
Jamaah membaca Konstelasi Politik dengan baik:
Sejarah perjalanan gerakan Ikhwan, interaksi dan sikapnya terdahap fenomena yang
terjadi tampak jelas pandangannya yang jauh dan tidak terpedaya dengan tampilan luar yang
menyilaukan, atau promosi-promosi palsu atau usaha pemalingan perhatian dalam beberapa
proyek yang gagal. Ia mengenal dengan kesadaran dan mendalam akan kadar kekuatan, tujuan,
target, aturan main beserta dimensinya, sisi yang terlihat dan tersembunyi, baik lokal maupun
internasional.
Kami tahu bahwa siapa yang memiliki hak memberikan peluang kepada kami untuk ikut
serta dalam kerja eksekutif dan masyarakat juga memiliki hak untuk melarang kami
melakukannya, maka suasana tenang tidak akan menipu kami dan kami tidak akan terkejut
dengan perubahan mendadak. Dengan demikian pemanfaatan dan turut serta di dalamnya
572 Min mubaadarati-l Ikhwan li-l Ishlaah573 Risalah: Mu'tamar Sadis (Muktamar ke VI), hal. 213
393
bukanlah peluang positif bagi kami, kecuali jika atas kehendak kami dan berada dalam aturan
kerja yang diperankan secara aktif oleh seluruh kader-kader jamaah, demi mewujudkan target
yang diinginkan.
Sebenarnya perspektif yang salah dalam hal ini adalah bahwa: kemungkinan kami
menyingkat waktu, menerjang realita, masa bodoh dengan target dan rencana orang lain,
mengasumsikan kebenaran mereka tanpa bukti jelas, kemudian setelah itu kita menganggap
bahwa di sana ada kesempatan bagi jamaah. Perspektif seperti ini memandegkan rencana dan
merusak waktu. Kita semua harus mengetahui bahwa jamaah dengan segala kemampuan yang
dimilikinya; berupa kemampuan pemikiran dan kelambagaan, pengalaman yang diakui, dan
segala kemampuannya dengan kesungguhan para aktivisnya yang saling melengkapi berupa
penelitian, pendalaman, dan penguasaan terhadap tuntutan marhalah—marhalah apapun—,
dengan karunia Allah akan mampu bergerak bersama dengan realita yang ada, dan berinteraksi
terhadap setiap perubahan tanpa menyentuh pondasi prinsipnya, yaitu pondasi dasar Islam,
Artinya:
"Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak
(kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha suci Allah, dan aku tiada Termasuk orang-
orang yang musyrik". (Yusuf: 108)
Sepanjang sejarah Jamaah —dengan karunia dan izin Allah—tidak seorangpun mampu
menggiringnya sesuai dengan ambisi individu atau mengikuti hawa nafsu, semua ini atas karunia
dan kehendak Allah.
Kami tidak membangun pemikiran dan perspektif kita di atas hawa nafsu dan
kecenderungan individu yang tertolak, akan tetapi sikap kita masih dan tetap —dengan
pertolongan Allah— dibangun di atas syariat dan prinsip-prinsip kita. Dengan demikian secara
jelas tidak ada permusuhan dengan siapapun dan tidak ada penghilangan hak. Syariat Islam
mencakup hak asasi manusia seluruhnya, muslimin maupun non muslim.
Artinya:
394
"Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta
alam. (Q.S Al Anbiya: 108)
Artinya:
"Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu
untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan
bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S
Ibrahim: 46)
Kita juga tidak boleh melupakan hakikat Zionis, Amerika, para pendukungnya, orang-
orang yang takut mereka, orang yang memanfaatkan keberadaan mereka, dan sekelompok lain
yang berada di sekeliling kita.
Kami —atas karunia Allah— adalah para penyeru perdamaian, para dai rabbani, yang
bekerja di dunia manusia karena Allah dan atas petunjuk Rasulullah Saw. Untuk itu kami tidak
pernah rela dengan kezaliman, tidak tinggal diam menyaksikan kezaliman, memperjuangkan
hak, dan berjalan bersama siapapun yang memperjuangkan haknya, membantu dan
menyokongnya dengan segala kemampuan yang kami miliki.
Kami adalah bagian dari para dai kebenaran, jamaah dari kaum Muslimin, membawa
panji Islam dan memperjuangkannya. Kita mohon kepada Allah dalam memperjuangkan itu
semua, kejujuran dan keikhlasan dalam setiap perkataan dan perbuatan.
Kami menganggap bahwa siapapun yang menyerang Islam, melanggar kesuciannya,
berusaha memanipulasi pandangan Islam, berarti memusuhi kita dan busur panahnya mengarah
kepada kita. Dalam hal ini kita tidak melegalkan terorisme dan tidak pula sepakat dengan
pengaliran darah manusia tanpa alasan yang haq.
Kami menjunjung tinggi nilai kemanusiaan seperti yang Allah gariskan dalam firman-Nya:
395
Artinya:
"Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam." (Al-Isra': 70)
Kita adalah pemilik proyek Islami untuk perbaikan, yang memiliki target dan tujuan yang
jelas, memiliki sarana dan rencana dan sarana, dan tentunya juga memiliki musuh serta orang-
orang yang akan melumpuhkannya, dan perjuangan ini akan menghabiskan waktu yang panjang
–sesuai kehendak Allah-, dan kami sesungguhnya bukan para propagandis perang dan bukan
pula penumpah darah. Kami selalu siap untuk berdialog dengan seluruh umat manusia dan
bekerjasama dengan seluruh penyeru kebaikan.
Kami tidak akan tunduk dan menyerah kepada musuh.
Artinya:
"Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang
diperbuat oleh orang-orang yang zalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka
sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak. (Q.S Ibrahim:42)
Kami adalah para pengusung proyek kebaikan untuk kemanusiaan seluruhnya, dan kami
tidak akan menjadi pengusung proyek yang lain.
Permusuhan terhadap Dakwah, Institusi dan Anggotanya:
Gelombang permusuhan, intimidasi dan perselisihan yang muncul dari sebagian
individu, atau lembaga kemasyarakatan dan aliran pemikiran terhadap eksistensi dakwah
dengan segala aktivitasnya sudah pernah diproyeksikan oleh Imam Syahid bakal terjadi. "Kita
akan menghadapi permusuhan dan penentangan dahsyat dari mereka", ujar beliau.
Dalam hal pembelaan diri, Ikhwanul Muslimin lebih memilih mengambil jalur hukum
ketimbang konfrontasi fisik. Pembelaan ini pun hanya mereka upayakan saat iklim permusuhan
melanda. Alternatif damai tersebut bahkan mereka kawal dengan memelihara beberapa
pointer, berikut:
396
1. Tidak terpancing melakukan tindakan konfrontatif atau sibuk mengurusi konflik yang
tidak substansial.
2. Antusias menciptakan dan menjaga iklim aman bagi perjalanan dakwah, ruang-ruang
gerak, dan aktivitasnya.
3. Membela diri dan menyikapi permusuhan individual hanya ketika terjadinya penyiksaan
fisik demi menampik adanya bahaya. Penyelesaiannya mesti berdasarkan bahwa proses
pembelaan itu benar secara hukum, tidak lebih. Dan, juga atas pertimbangan akan
membawa kemaslahatan bagi dakwah.
4. Mereka berkomitmen tidak menempuh kekerasan dalam sistem dan pola
pergerakannya. Mereka lebih berkonsentrasi membina anggotanya dengan
menanamkan kesabaran dan kesanggupan memikul beban.
5. Menempuh sarana damai melalui jalur hukum untuk menghindari kekerasan.
Sementara bila pemerintah dan institusinya yang menggelar permusuhan, Ikhwanul
Muslimin memilih menyikapi penyiksaan dan intimidasi dengan bersabar, berkomitmen akan
meneruskan perjuangan dakwah meskipun semua itu akan melahirkan benturan konstitusi dan
pergulatan politik. Mereka memahami bahwa itulah tabiat dakwah yang mesti dilalui, makanya
perlu memohon pertolongan kepada Allah Swt. dalam rangka menghadapi segala tantangan
tersebut. Sembari merapatkan barisan, menyatukan komitmen, dan patuh terhadap pemimpin.
Kita bisa meneladani Rasulullah Saw. beserta para sahabatnya terkait pola penyikapan seperti
ini. Imam Syahid menolak aksi kekerasan dalam menghadapi kepongahan rezim penguasa,
pengekangan aktivitas jamaah, dan penangkapan anggotanya. Yang keluar dari koridor ini –
melakukan tindakan kekerasan- beliau nyatakan secara tegas, "Mereka bukan sebagai Ikhwan
dan bukan seorang muslim". Demikian yang beliau klarifikasikan kepada publik terkait
merebaknya isu bahwa ada sebagian oknum Ikhwanul Muslimin yang melakukan aksi kekerasan.
Ini karena mereka tidak sebatas mempertimbangkan kepentingan jamaah saja, tapi juga
melihat kepentingan negara dan dakwah secara utuh. Walaupun sampai pemerintah turun
tangan memusuhi dan melakukan kebiri, mereka tetap berusaha memperjuangkan nilai-nilai
kebaikan dan proses perbaikan seelastis mungkin, menyesuaikannya dengan denyut kondisi
yang tengah berkembang.
397
"Terkadang beberapa organisasi melakukan beberapa kegiatan yang mirip dengan
aktivitas dakwah atau menciptakan alternatif untuk menggantikan kegiatan dakwah dengan baju
yang beragam, dengan tujuan menjauhkan masyarakat dari dakwah, atau hendak menyaingi
kegiatan-kegiatan dakwah. Kegiatan ini secara umum terbagi dalam dua hal:
Pertama, kompetisi dalam kebaikan, yang berupa kegiatan-kegiatan alternatif yang baik dan
bermanfaat, walaupun dengan niat ingin berkompetisi dengan kegiatan dakwah atau hendak
membekukan peran kita. Maka hal itu tidak perlu dipermasalahkan, seperti shalat 'Id, proyek-
proyek Takaful, dan lain-lain.
Kedua, menciptakan aktivitas yang bisa menjauhkan masyarakat dari aktivitas dakwah dan hal
itu sebenarnya tidak bermanfaat bagi masyarakat. Seperti mendirikan beberapa club-club
pelajar dan asosiasi tertentu, dan lain-lain dalam rangka menghancurkan identitas sebagai
muslim. Maka untuk kegiatan kedua ini, kita harus memboikotnya dan menjauhkan masyarakat
darinya, dan tentunya dengan cara-cara yang baik, elegan dan menggunakan nasehat
kebenaran."574
Imam Syahid Hasan Al-Banna pernah mengatakan hal senada dalam Muzakkirat Da'wah
wa Da'iyah Lil Imam al Syahid Hasan (Memoar Hasan Al Banna), "Saya mendapatkan manfaat
yang banyak dari sirah dakwah dan aktivitas sosial di masyarakat; bahwa rumor (desas-desus)
dan dusta tak boleh dibalas dengan perlakuan yang sama. Namun, hendaknya disikapi dengan
melakukan perbuatan sebaliknya, akivitas-aktivitas positif dan bermanfaat yang dapat
mengalihkan pandangan dan membuat banyak yang membicarakan, maka isu yang baru akan
menggeser isu yang lama, yang merupakan kebatilan."575
Persaudaraan dalam Perspektif Ikhwan
Ikhwanul Muslimin memposisikan Islam dan hukum-hukumnya sebagai landasan dalam
membangun interaksi sosial sesama manusia dengan beragam warnanya. Aplikasi itu didukung
oleh kematangan pemahaman terhadap Islam dan pengejawantahannya secara bijak.
574 Risâlah: Ru`yah Wâdhihah, Musthafa Masyhur, hlm. 21575 Muzakkirat Da'wah wa Da'iyah Lil Imam al Syahid Hasan (Memoar Hasan Al Banna), hlm. 95
398
Imam Syahid mengatakan –terkait mengenai barometer interaksi seorang saudara
seiman dengan saudaranya yang lain. "Bagi seorang Akh, manusia terbagi dalam enam
prototipe; tipe muslim pejuang, tipe muslim apatis, tipe muslim pendosa, orang kafir yang
mendapat jaminan perjanjian, kafir netral, dan kafir yang memerangi Islam."
Adapun Islam telah menetapkan pola (hukum) bagaimana seorang muslim berinteraksi
dengan tiap prototipe tersebut. Melalui pertimbangan pembagian tipe manusia seperti inilah
seseorang akan diukur loyalitasnya dan konfrontasinya terhadap Islam.576
Tipe muslim pejuang: tercakup juga orang yang berijtihad kemudian salah memutuskan
langkah atau prosesnya. Dengan catatan bahwa ia tidak sampai terjerumus kepada maksiat dan
dosa dengan perantaraan ijtihadnya tadi. Apakah ijtihad tersebut dalam tatanan akidah atau
amalan. Seperti, seorang muslim yang sampai berpendapat bahwa darah dan kehormatan umat
Islam hukumnya halal. Nah, bila model manusianya begini, ia digolongkan sebagai muslim
pendosa.
Tipe muslim apatis: golongan yang ini adalah muslim yang hanya maunya berpangku
tangan tidak turut berkontribusi memperjuangkan Islam dan melakukan perbaikan, padahal ia
tidak memiliki uzur yang menghalanginya melakukan itu. Termasuk dalam kategori apatis, umat
Islam yang awam terhadap agamanya sehingga tidak bisa memberi sumbangsih apapun bagi
kemenangan Islam.
Tipe muslim pendosa: pengkategoriannya disesuaikan dengan besar-kecilnya dosa dan
maksiat yang ia kerjakan. Dari permasalahan amal ibadah, kerusakan akidahnya, pelanggaran
hak asasi manusia misalnya perlakuan zalim, kelewat batas, memusuhi. Sampai kepada
loyalitasnya kepada orang-orang zalim dan membantu menciptakan makar terhadap Islam dan
umatnya.
● Berdasarkan hukum Islam dan perspektifnya dalam memandang pola interaksi
seorang saudara muslim dengan sesama manusia, tidak menjadikannya seolah sebagai hakim
bagi kepribadian orang lain. Yang ia lakukan hanya melihat, mengamati secara lahiriah saja. Apa
576 Risalah: Ta'alim (Risalah Ta'alim), hlm. 369
399
yang terlihat tersebut kemudian akan digunakan sebagai pertimbangan dalam pola interaksinya
terhadap mereka. Usaha menjauhi praktek vonis subyektif ini demi menjaga agar tidak terjadi
kerunyaman dalam memandang persoalan. Contohnya, bahwa barometer cinta dan benci
karena Allah berpagut hanya kepada perbuatan dan kesalahannya saja, jadi bukan dilumuri oleh
tendensi personal.
● Dengan batasan yang jelas dan pertimbangan yang matang melihat kepribadian
seseorang, maka Islam atas nama dakwah tidak pernah melarang seorang muslim mengadakan
interaksi dengan semua prototipe manusia ini. Sebab ia adalah motor (penggerak) dakwah yang
memang bertujuan untuk mendakwahi mereka melalui sarana interaksi. Hubungan sosial
tersebut sifatnya lentur.
Imam Syahid mengatakan, "Ketahuilah —semoga Allah Swt. menguatkanmu— bahwa
Ikhwanul Muslimin memandang manusia berdasarkan kemanusiaannya menjadi dua bagian:
Pertama, kaum yang meyakini Allah, kitab–Nya, dan mengimaninya. Mereka juga
beriman kepada Rasulullah Saw. dan apa yang disampaikannya. Kami mengikat mereka dengan
ikatan suci, yaitu ikatan akidah. Bagi kami, ikatan akidah lebih suci ketimbang hubungan darah
dan tanah air. Mereka adalah saudara terdekat kami. Kami akan selalu bersama mereka,
berbuat demi kemaslahatan mereka, siap mengayomi mereka, dan mengorbankan harta bahkan
jiwa kami. Di bumi manapun mereka tinggal, dari keturunan siapapun mereka berasal.
Kedua, kaum yang sama sekali tidak beriman, kami tidak mengikat mereka dengan
ikatan akidah. Kami akan hidup damai berdampingan, jika mereka melakukan hal serupa. Kami
akan menyukai kebaikan mereka, bila mereka berkenan mengekang hasrat permusuhan. Ikatan
antara kami dengan mereka adalah ikatan dakwah. Kami akan mengajak mereka untuk
mengimani apa yang kami sedang perjuangkan, sebab yang kami bawa merupakan
kemaslahatan bagi seluruh manusia. Kami akan berjalan mencapai kesuksesan dakwah
menggunakan bermacam cara dan sarana yang tidak bertentangan dengan Islam. Siapa pun
yang menyulut api permusuhan, kami akan merespon permusuhan tersebut dengan respon
terbaik577.
577 Risalah: Da'watuna (Dakwah Kami), hal. 24.
400
Kalau pun kami memberikan pengecualian dalam hal interaksi dengan orang-orang yang
memerangi Islam, yang menjajah negeri-negeri Islam dan rakyatnya, yang merampas hak-hak
kemanusiaannya, tapi kami mengharap kepada kelompok yang lain sekalipun itu bersebrangan
dengan Ikhwan agar tetap menciptakan hubungan baik dengan mereka melalui dialog,
keteladanan, dan nasehat yang baik.
● Seorang Akh mestilah berupaya menghiasi diri dengan prilaku dakwah dan akhlak
seorang dai, yang tercermin misalnya: menjadi pendengar budiman bagi orang lain, santun
bertutur-kata, menahan emosi dan lapang dada, selalu membalas dengan yang lebih baik, tidak
membalas keburukan dengan keburukan serupa, menjauhi segala bentuk kekeliruan, mampu
pengertian, tidak menjadikan selisih dan perselisihan sebagai kaidah interaksi, tidak berburuk
sangka, seksama dan bijak menilai orang lain, saling membantu dalam kebaikan, konsisten
mengaplikasikan etika Islam dalam membina hubungan sosial, dan tidak arogan.
Semua ini merupakan tuntutan, sembari mengontrolnya agar tidak sembrono, plin-plan,
dan mengendur dalam mengaktualisasikan pedoman dakwah. Kita juga berusaha agar ucapan
kita selalu jujur dan tepercaya, tidak obral janji, berbicara dengan bahasa hati supaya juga
mengena ke hati, membudidayakan pemuliaan terhadap orang lain, menyampaikan dakwah
dengan sebaik-baiknya, dan menempa diri menjadi suri tauladan bagi sesama sebagaimana
layaknya pribadi muslim ideal.
Kita memiliki cerminan terkait terma di atas yang termaktub di dalam Alquran tentang
bagaimana Nabi Musa as. berinteraksi dengan Fir`aun, tentang bagaimana Nabi Muhammad
Saw. memberikan keteladanan, dan seterusnya.
Ini sama sekali tidak menimbulkan kontradiksi antara penguatan dakwah dan keyakinan
terhadap kebenarannya, bahkan etika-etika tersebut justru merupakan bagian dari dakwah
sekaligus penopangnya. Sebab, semua itu merupakan modal untuk mencintai kebaikan pada
orang lain; mengusahakan agar kebaikan demi kebaikan itu sampai kepada mereka;
menggairahkan kepekaan akan ketinggian nilai dakwah sehingga menjadi pemicu bagi peluhuran
401
moralitas mereka. Kemudian tidak mudah terpengaruh oleh penolakan orang lain, dan tidak
menyibukkan diri dengan hal itu.
Imam Syahid pernah berpesan tentang hal itu: "Saya ingin menjelaskan kepada kalian
secara gamblang bahwa dakwah kalian ini adalah dakwah terbaik yang mengakui hakikat
kemanusiaan. Kalian merupakan pewaris Rasulullah Saw. Penerus khalifahnya yang memegang
Alquran sebagai landasan hidup. Kepercayaannya untuk menjalankan syariat Islam. Serta
penerus yang berkomitmen akan menghidupkan Islam kembali di saat manusia tengah mabuk
diperbudak nafsu dan tidak kuasa memikul tanggung jawab ini. Jika kalian mampu seperti itu,
maka dakwah kalianlah yang paling berhak sampai kepada manusia, dan tidak ada lagi orang
lain yang akan menyampaikannya. Dakwah itu sesungguhnya sudah sangat memadai; karena ia
merupakan akumulasi semua kebaikan, dan dakwah selain Islam masih terselubungi oleh
beragam ketidaksempurnaan.
Jadi, terimalah dakwah sebagai kewajiban kalian, tidak ada yang bakal menyamai
dakwah kalian, tunjukkan kepada manusia seluruhnya dengan kemuliaan dan kekuatan. Siapa
yang mendukung perjuangan kalian, dengan penuh suka–cita ia menjadi saudaramu, ia menjadi
patner kerjamu, ia akan turut memelihara stabilitas keimananmu, dan membantu menyebarkan
ajaranmu. Jika ada yang menolak, yakinlah bahwa Allah pasti akan mendatangkan satu kaum
menggantikan mereka, kaum yang mereka cinta kepada Allah dan Allah pun mencintai
mereka"578.
● Dalam proses pembinaan dan pembentukan individu butuh pada tiga cakupan, yaitu:
sisi pemahaman dan akidah, sisi jiwa dan perasaan, serta sisi moral dan perilaku.
Untuk sisi pemahaman dan akidah —beranjak dari akidah Islam, konsistensinya,
keberimanannya terhadap dakwah, dasar acuan, dan tujuannya— seorang Akh mesti benar-
benar yakin bahwa itu merupakan sesuatu yang hak dan benar, dakwah mulia, bahwa
keberhasilan dan kebenaran tidak akan tercapai kecuali dengan menapaki jalan, tujuan dan
manhaj ini. Siapa yang bersebrangan dengan ketetapan dimaksud maka ia telah menjauhi
kebenaran. Adapun pada tataran ikhtilaf, ijtihad personal, eksperimen kelompok, maka "Hikmah 578 Muzakkirat Da'wah wa Da'iyah Lil Imam al Syahid Hasan (Memoar Hasan Al Banna).hlm. 363
402
adalah milik orang beriman, siapa yang mendapatkannya, ialah yang paling berhak
mengambilnya". Nah, di medan ikhtilaf dan ijtihad ini tidak ada seorang pun yang dinobatkan
sebagai manusia suci, terpelihara dari dosa dan kesalahan.
Sementara berkaitan adanya kebenaran absolut dan relatif, ini hanya dilegalisasi pada
hal-hal yang sifatnya parsial di seputar permasalahan ijtihad, bukan pada hal-hal yang bersifat
paten (qath`i) dari Allah Swt.
Mengenai tujuan, kaidah asal, acuan dasar dalam Islam dan dakwah Ikhwan, seorang
Akh harus meyakininya, mampu memahami secara jelas dan konsisten, tidak keliru, ragu-ragu,
atau bahkan bimbang sekali.
Untuk sisi jiwa dan perasaan, seorang Akh di dalam hatinya mesti merasakan kemuliaan
dengan dakwah ini, tanpa sampai menyombongkan diri. Memenuhi jiwanya dengan keyakinan
bahwa Allah Swt. pasti akan membantunya meskipun rentang waktunya belum diketahui. Ia
berusaha mendarahdagingkan penjiwaan tentang hakikat seorang da'i dalam bentuk cinta dan
antusiasnya terhadap dakwah dengan sesungguh–sungguhnya. Ia mampu peka membedakan
yang baik dan buruk berdasarkan keseimbangan dan batasan fiqih, tertanam kebencian
terhadap segala bentuk kemaksiatan dan penyimpangan syariat, tidak memberat–beratkan atau
meringan–ringankannya. Menerima segala hal yang sesuai dengan tunjukan syariat Islam dan
kebenaran walaupun itu datang dari selain kita, dan dari pihak-pihak yang bersebrangan dengan
kita. Mengekang jiwanya agar selalu selaras dengan aturan Islam, berkarakter dai, berbesar jiwa,
menahan amarah, dan lembut kepribadiannya tanpa sampai merasa lemah.
Untuk sisi moral dan prilaku: itu semua meliputi adab-adab Islami yang mesti
diaplikasikan seorang dai ketika berhubungan dengan orang lain, baik dalam tutur–kata,
perbuatan, dan seterusnya. Sebagaimana yang telah kami kemukakan pada halaman
sebelumnya.
Semua yang ada tersebut dari tiga cakupan tadi harus dimiliki oleh seorang Akh muslim,
bila salah satunya mengalami gangguan maka hal itu akan membawa pengaruh bagi
ketidakmaksimalan seorang Akh berinteraksi dengan orang lain.
403
● Terkait dengan pembahasan lain yaitu masalah dakwah kebatilan, baik dari konteks
akidah, landasan, dan tujuannya, sesungguhnya Islam memang memberikan kebebasan bagi
mereka untuk berkeyakinan sesuai kehendak mereka, bahkan mendakwahkan keyakinan
tersebut. Allah Swt. telah berfirman,
Artinya:
"Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya Telah jelas jalan
yang benar daripada jalan yang sesat. (Q.S Al Baqarah: 256)
Atinya:
"Maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang
ingin (kafir) Biarlah ia kafir". (Q.S Al Kahfi: 29)
Tetapi saya tidak akan mengatakan bahwa mereka berhak atas kebenaran atau supaya
saya bisa cenderung menerima kekufuran mereka, tidak. Sebab disana ada perbedaan yang
kontras antara kebenaran dengan kebebasan, antara berinteraksi secara baik–baik,
keberterimaan, dan keridaan. Maka benar tidak ada paksaan dalam agama, atau bahkan
"pemaksaan" agar menganut agama Islam. Karena memang ada kebebasan sebebas-bebasnya
bagi manusia untuk meyakini apa yang ia cenderungi yang kemudian ia akan menerima hasil dari
keyakinan yang menjadi pilihannya. Di dalam Islam sudah ada hukum (peraturan) yang
dijelaskan oleh para ulama fiqih untuk memberikan batasan menyangkut bentuk-bentuk akidah
ini.
● Manusia sebagai obyek dakwah Ikhwan terbagi kepada empat penggolongan, yaitu:
golongan mukmin (yang meyakini), golongan yang ragu-ragu, oportunis (golongan yang mencari
manfaat), dan golongan yang berprasangka buruk. Imam Syahid telah menjelaskan bagaimana
cara berinteraksi dengan keempat tipologi ini. "Apa saja yang kami obsesikan dari orang lain,
maka tiap-tiap orang itu memiliki salah satu dari empat tipologi dalam perspektif kami:
Pertama, Golongan Mukmin: Mereka adalah orang yang meyakini kebenaran dakwah
kami, percaya kepada perkataan kami, mengagumi prinsip-prinsip kami, dan menemukan
404
padanya kebaikan yang menenangkan jiwanya. Kepada orang seperti ini kami mengajak untuk
segera bergabung dan bekerjasama bersama kami agar jumlah mujahid semakin banyak, dan
agar dengan tambahan suara mereka, suara para da'i akan semakin meninggi.
Kedua, Golongan Yang Ragu-ragu: Boleh jadi mereka adalah orang-orang yang belum
mengetahui secara jelas hakikat kebenaran dan belum mengenal makna keikhlasan serta
manfaat di balik ucapan-ucapan kami. Mereka bimbang dan ragu. Akan halnya golongan ini,
biarkanlah mereka bersama keraguannya, sembari disarankan agar mereka tetap berhubungan
dengan kami lebih dekat lagi, membaca tulisan-tulisan kami dan apa saja yang terkait dengan
kami –baik dari jauh maupun dari dekat-, mengunjungi klub-klub kami dan berkenalan dengan
saudara-saudara kami. Setelah itu insya Allah hati mereka akan tenteram dan dapat menerima
kami. Begitulah juga tabiat golongan manusia peragu, yang menjadi pengikut para rasul di
zaman dahulu.
Ketiga, Oportunis (Golongan Yang mencari keuntungan): Boleh jadi mereka adalah
kelompok yang tidak ingin memberikan dukungan kami sebelum mereka mengetahui
keuntungan materi yang dapat mereka peroleh sebagai imbalannya. Kepada mereka ini, kami
hanya ingin mengatakan, "Menjauhlah! Di sini hanya ada pahala dari Allah jika kamu memang
benar-benar ikhlas, dan surga-Nya jika ia melihat ada kebaikan di hatimu. Adapun kami, kami
adalah orang-orang yang miskin harta dan popularitas. Semua yang kami lakukan adalah
pengorbanan dengan apa yang ada di tangan kami dan dengan segenap kemampuan yang ada
pada kami, dengan harapan bahwa kami dan dengan segenap kemampuan yang ada pada kami,
dengan harapan bahwa Allah akan meridhai. Dia-lah sebaik-baiknya pelindung dan sebaik-
baiknya penolong.
Bila kelak Allah menyingkap tabir kegelapan dari hati mereka dan menghilangkan kabut
keserakahan dari jiwanya, niscaya mereka akan tahu bahwa sesungguhnya apa yang ada di sisi
Allah itu jauh lebih baik dan lebih kekal. Kami percaya, hal itu akan mendorongnya bergabung
dengan barisan Allah. Saat itu, dengan segala kemurahan hati mereka akan mengorbankan
seluruh hartanya demi memperoleh balasan Allah di akhirat kelak. Ada yang ada padamu
(manusia) akan habis musnah, dan apa yang ada di sisi Allah akan abadi. Andaikan tidak
405
demikian, sungguh Allah tidak membutuhkan orang yang tidak melihat hak Allah-lah yang
pertama harus ditunaikan, pada diri, harta, dunia, akhirat, hidup dan matinya.
Keempat, Golongan yang Berprasangka buruk: barangkali mereka adalah orang-orang
yang selalu berprasangka buruk kepada kami dan hatinya diliputi keraguan atas kami. Mereka
selalu melihat kami dengan kaca mata hitam pekat, dan tidak berbicara tentang kami, kecuali
dengan pembicaraan yang sinis. Kecongkakan telah mendorong mereka terus berada pada
keraguan, kesinisan, dan gambaran negatif tentang kami.
Bagi kelompok macam ini, kami memohon kepada Allah Swt, agar berkenan
memperlihatkan kepada kami dan kepada mereka kebenaran sebagai kebenaran dan memberi
kekuatan kepada kami untuk mengikutinya, serta memperlihatkan kebatilan sebagai kebatilan
dan memberi kekuatan kepada kami untuk menjauhinya. Kami memohon kepada Allah Allah
Swt. Agar berkenan menunjuki kami dan mereka ke jalan yang lurus.
Kami akan selalu mendakwahi mereka jika mereka mau menerima, dan kami juga
berdoa kepada Allah Swt. Agar berkenan menunjuki mereka. Memang hanya Allah-lah yang
dapat menunjuki mereka.
Walaupun begitu, kmai tetap mencintai mereka dan berharap bahwa suatu saat mereka
akan sadar dan percaya pada dakwah kami. Terhadap mereka kami menggunakan semboyan
yang pernah diajarkan oleh Rasulullah Saw.
يعلمون ال فإنهم لقومي اغفر أللهم
"Ya Allah Swt. ampunilah kaumku, sesungguhnya mereka belum mengetahui."579
Beliau juga mengatakan, "Kami melihat mereka beragam, berwarna–warni, bermacam-
macam, yang kemudian membuat hati tidak cenderung kepada mereka."580.
Tipe Banyak Tanya dan Kritis terhadap Dakwah
579 Risalah: Da'watuna (Dakwah Kami), hlm. 15, diresume.580 Risalah: Hal Nahnu Qoumun 'Amaliyun (Apakah Kita Para Aktivis)?, hlm. 60
406
Imam Syahid mengklasifikasikan tipe banyak bertanya dan suka mengklaim buruk
terhadap dakwah kepada lima kategori, yaitu:
1. Orang yang suka menghina, pembohong, sembrono yang hanya mementing urusannya
sendiri dan kalau tidak mengurusi dirinya ia akan mencemooh jamaah, dakwah, dan
orang-orang yang melakukan perbaikan.
2. Orang yang lalai terhadap dirinya, kepada orang lain, ia tidak punya obsesi, sarana, ide,
dan keyakinan.
3. Orang yang mengelabui dengan kata-kata manis, memperindah penampilan, supaya
dibilang orang: dia berilmu, dia serba hebat, padahal ia tahu bahwa ia telah mendustai
dirinya sendiri, ia melakukan semua itu demi menutupi segala kekurangan dan
kelemahannya di mata manusia.
4. Orang yang acapkali ingin melemahkan orang yang mengajaknya kepada kebaikan,
sehingga dengan kemenangannya itu ia jadikan sebagai justifikasi penolakannya
terhadap dakwah dan penentangannya.
[Masuk juga dalam kategori ini orang yang sengaja menyerang dakwah demi meraup
materi duniawi, dan sebagai sarana untuk cari muka (pendekatan) kepada penguasa dan
pemerintah].
Kami tidak memiliki kecenderungan terhadap keempat tipikal manusia ini, kami
tidak memiliki jawaban apa-apa untuk mereka kecuali cukup mengatakan:
Kesejahteraan semoga tercurah kepada kalian, kami tidak menginginkan orang-orang
yang bodoh.
5. Ada satu kelompok yang lain di antara manusia, yang kuantitasnya sangat sedikit. Yaitu,
orang yang apabila didakwahi, mereka akan mengajukan pertanyaan penuh
keingintahuan dan keikhlasan. Keingintahuan yang membuncah dari kalbunya, ia akan
mengerjakannya jika memang ia sudah mengerti dan memahami langkah-langkahnya.
Golongan ini adalah generasi yang hilang, harapan yang dinantikan. Kami yakin jika
terdengar di telinganya seruan dakwah kami, tidak ada yang ia lakukan kecuali dua hal:
turut mengerjakannya dengan kesungguhan atau bersikap lemah–lembut. Ia melakukan
segala hal dengan cermat, dimana ia akan mencobanya dan tidak mau stagnan, jika ia
407
kemudian menemukan kebaikan ia akan memberikan support, sebaliknya jika ia
mendapati ada sesuatu yang melenceng, ia akan berkenan meluruskan.581
Tipuan Kata-kata dan Istilah
Ikhwan menolak memakai istilah yang tidak jelas, ungkapan yang keliru. Sebagian pihak
ada yang menaruh curiga terhadap tujuan dan landasan dasar Ikhwan. Ikhwan tidak pernah
mengklaim diri akan mendirikan sebuah negara teokratik. Islam yang kami serukan bukan agama
pendeta, tidak stagnan apalagi radikal, tapi ia adalah sebuah sistem (dasar) yang integral,
tempat bersatunya umat.
Pemahaman yang mendudukkan Islam hanya sekadar sebuah referensi saja, dimana kita
hanya merujuknya untuk menyelesaikan sebagian problema, dan melalui cara tertentu. Maka
kami nyatakan bahwa sesungguhnya Islam lebih luas dari sekadar sebuah referensi. Ia adalah
pandangan hidup yang komprehensif, dan bukan sebagai pengganti dari masyarakat sipil (civil
society); karena masyarakat sipil, kebudayaan, dan negara adalah bagian dari Islam. Islam itu
merupakan negara dan tanah air, pemerintahan dan rakyat, ia yang mencetak karakter
seluruhnya dengan karakter kebertuhanan. Kita hidup dan membina masyarakat sesuai
landasan Islam dan karakternya. Supaya dengan begitu, kita bisa menjadi masyarakat Islam yang
mampu mewujudkan tatanan kota dan peradaban ideal dengan beragam pemaknaannya. Jadi,
tidak sekadar masyarakat sipil yang menganut referensi umum Islam.
Islam juga berobsesi memajukan umatnya hingga kuasa mendunia agar dengan
proses tersebut dapat memberikan kontribusi rillnya berupa perbaikan (reformasi) hakiki di
alam ini, menurut yang digariskan oleh Islam.
Oleh karena itu kami tidak sependapat dengan istilah "pemuka agama", sebab semua
umat Islam adalah pemuka agama. Demikian pula dengan istilah dan kalimat yang bertendensi
penggolongan pemikiran, kekuatan, dan perkumpulan, seperti: kekuatan modernisme dan
konvensionalime, Golongan kanan dan kiri, dsb. Semua kalimat dan terma tersebut tidak
memiliki standarisasi, padahal di dalam Islam sesuatu itu distandarkan menurut tunjukan 581 Risalah: Hal Nahnu Qoumun 'Amaliyun (Apakah Kita Para Aktivis)?, hlm. 61
408
syariat. Akan halnya substansinya akan terbatas pada realitas, tidak menuntut untuk berkelit-
kelit kata atau memutar balik klaim.
Imam Syahid sangat mewanti-wanti agar kita jangan sampai mencoba berekayasa kata
untuk mengelabui sebuah kenyataan yang berlaku.
Sanggahan terhadap Klaim Monopoli, dan Apakah Jaminannya
● Ikhwan juga menolak seseorang memonopoli Islam atau mencabutnya dari orang lain
atau ia memposisikan dirinya sebagai seorang pewasiat absolut. Demikian pula seseorang
dilarang untuk menisbatkan diri berislam dengan alasan orang lain tidak ada yang marah dengan
perlakuan tersebut. Pembatasan seperti ini tidak dibenarkan dalam etika kebebasan. Bukan
berarti orang yang menyerukan hal itu —landasan Islam— sebagai syiar atau menempatkannya
sebagai percontohan dari Islam menurut kapasitas pemahamannya, disebut memonopoli Islam
atau membatasi orang lain.
Dialog, perdebatan, dan penunjukan bukti serta dalil merupakan media pem-filter
antara yang benar dan yang salah. Tidak ada seorang pun yang boleh mengklaim diri sebagai
orang suci setelah Rasul Saw. Dan, masalah benar dan salah sesungguhnya terbuka bagi
pendapat dan program siapa pun. Mengimani bahwa perbedaan (ikhtilaf) pendapat akan selalu
ada dalam konteks kefiqihan. Islam membentang lebar-lebar masalah tersebut kepada umatnya
dan Islam sudah memahat kode etik legal yang memelihara kebebasan berpendapat dan
berkeyakinan. Ikhwan tidak membuat klaim kesucian bagi anggotanya, karena yang menjadi
standar adalah Islam, baik bagi Ikhwan sendiri ataupun bagi yang lain.
● Beragam tuduhan palsu dan klaim batil dari penguasa, dan kroni—kroninya secara
berkesinambungan diarahkan kepada Ikhwan … dilema tersebut tidak akan pernah berhenti.
Dan, yang demikian itu tidak berhasil mengguncang Ikhwan, tidak juga memberi sesuatu yang
buruk bagi mereka; ini karena apa yang Ikhwan serukan adalah dakwah yang jelas, gerakan yang
rapi, dan program perbaikannya begitu ideal sehingga dengan sendirinya mampu menampik
segala tuduhan dan klaim yang mendera.
409
Salah satu bentuk tuduhan yang diarahkan kepada Ikhwan adalah: bahwa jika kelak
mereka sudah memiliki power mereka akan melakukan revolusi besar-besaran, dan sampai
sekarang belum ada jaminan bahwa mereka akan tetap memelihara pengaplikasian musyawarah
dan kebebasan.
Pihak-pihak yang bersebrangan dengan Ikhwan terus saja melemparkan tuduhan
terebut, walaupun mereka sendiri tidak memahami dengan jelas bagaimana sesungguhnya
dakwah Ikhwan itu; maka Ikhwan dalam pola perbaikannya tidak menggunakan jalur revolusi
atau berkonfrontasi menggulingkan pemerintah. Ikhwan tidak memakai slogan palsu untuk
menutupi kedok sebenarnya, yang malah setelah berkuasa belangnya akan terungkap. Kita
dapat mengaca pada sejarah, dimana hal ini terjadi pada banyak gerakan revolusi. Ada pun
dakwahnya Ikhwan, mereka menargetkan pencapaian awal untuk membina masyarakat,
memantapkan keberpahaman mereka, menyadarkan makna hakiki sebuah hak, lalu bagaimana
proses penerjemahannya agar tidak kelewat batas. Demikian itu sebenarnya merupakan sebuah
jaminan dan pengawasan langsung terhadap Ikhwan, kepada selain mereka, dan kepada
penguasa. Tanpa pembinaan masyarakat, umat, dan anggota jamaah —sebagai bagian dari
rakyat— maka tujuan dan target Ikhwan tidak akan pernah terwujud dalam rangka membangun
masyarakat Islam.
Ikhwan belum akan mau memegang tampuk kekuasaan sebelum memadainya
pembinaan masyarakat dan terealisasinya target mereka. Dalam rangka mewujudkan jaminan
pengawasan, maka Ikhwan berusaha untuk mengetengahkan program-program dan target
mereka demi mentarbiyah individu dan masyarakat. Maka pembinaan dalam pandangan Ikhwan
harus memulainya dari dasar (bawah), tidak dari bagian atas.
Prinsip Kami Menghadapi Permusuhan dan Persaingan Politik
a. Tidak fanatik terhadap sebuah ide, dan tidak memicu perdebatan pemikiran dan
pergolakan politik, namun kami berusaha menyerukan saling bantu-membantu untuk
memperbaiki masyarakat dan tanah air.
b. Anggota kami yang masuk sebagai kandidat dalam persaingan politik merupakan model
bagi keteladanan berislam, merupakan pengusung landasan yang lurus. Persaingan dan
410
keikutsertaan di pentas politik hanya menjadi sarana bagi kami. Imam Syahid telah
menegaskan hal itu, "Kalian bukan pencari kekuasaan, tapi kalian itu penegak sebuah
sistem, perbaikan, dan landasan”582.
"Kami tidak akan menghantam mereka, karena kami memfokuskan energi untuk
menampilkan kerja positif di tengah iklim permusuhan, memperlihatkan persaingan
sehat di tengah persaingan kotor. Dan, kami hanya menyerahkan masalah mereka
kepada waktu, sebab kami yakin bahwa keabadian hanya milik yang terbaik"583.
c. Kami dipinta agar moderat dalam menghadapi permasalahan, kami tidak akan
merampas hak para penguasa —yang bersebrangan dengan kami—, dan apa yang telah
mereka usahakan untuk perbaikan bangsa.
"… dalam masalah ini kami tidak akan mengambil hak-hak mereka …"584.
d. Dakwah kami akan selalu tertuju kepada mereka dan kami akan serukan mereka
beramal atas landasan Islam.
"Prinsip kami terkait partai politik, kami mengistimewakan antara satu dengan lainnya,
kami juga tidak melebur mengusung sebuah partai … namun kami menyerukan mereka
semua untuk mempedomani Islam."
"Dengan demikian, mereka —Ikhwan— melihat seluruh partai politik yang ada dengan
satu penilaian. Mengumandangkan dakwah mereka —dakwah warisan Rasulullah Saw.
— ke seluruh partai politik dan tokohnya secara jelas. Ikhwan berharap bila kebenaran
tersebut dapat diterima, hingga mereka menyatakan sepakat, dan komitmen untuk
berpegang pada satu sistem dalam rangka memperbaiki kondisi dan mewujudkan
obsesi. Maka yang akan membentang di hadapan mereka hanya manhaj (metode)
Ikhwan, bahkan lebih dari itu adalah petunjuk dari Allah Swt"585.
Imam Syahid mengatakan: "Permusuhan antara kalian dengan orang lain bukan atas
dasar permusuhan pribadi, akan tetapi permusuhan atas dasar akidah dan sistem. Bila satu hari
582 Muzakkirat Da'wah wa Da'iyah Lil Imam al Syahid Hasan (Memoar Hasan Al Banna), hlm 266583 Muzakkirat Da'wah wa Da'iyah Lil Imam al Syahid Hasan (Memoar Hasan Al Banna), hlm. 215584 Ibid.585 Ibid.
411
nanti mereka yang paling kuat menyuarakan permusuhan kepada kalian memutuskan untuk
bergabung dengan kalian, kita akan sedia menerima mereka dengan lapang dada, karena kita
menyadari apa yang berada di balik ini lebih baik dari yang terlihat di luarnya. Kita bisa temukan
hal itu dalam firman Allah Swt.
Artinya:
"jika mereka bertaubat, mendirikan salat, dan menunaikan zakat, maka (mereka itu)
adalah saudara-saudaramu seagama. Dan, kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang
mengetahui," (QS. At-Taubah: 11)586.
Dalam menjawab tuduhan terkait partai politik, Imam Syahid mengatakan: "Sebagian
pentolan partai politik menyangka bahwa kami dengan ajaran-ajaran ini bermaksud
menghancurkan eksistensi mereka, berkhidmat kepada selain partai yang lain, dan hanya
mencari manfaat tertentu. Saya tidak bermaksud ingin berdalil dan mengatakan kesalahan
persangkaan ini, walaupun tuduhan tersebut hampir merata di kalangan partai politik dan
pentolan-pentolannya. Saya hanya ingin menegaskan kepada saudara-saudaraku di parpol yang
ada: "Sesungguhnya hari dimana Ikhwanul Muslimin mempersembahkan geraknya kepada
selain fikrah Islamiyah yang telah diyakininya itu tidak mungkin terjadi. Ikhwan juga tidak akan
mendeskreditkan partai tertentu, apapun alasannya."587.
Ikhwan dan Sejarah Reformasi Mesir
1. Tahun 1936, Imam Syahid mengajukan konsep perbaikan (ishlah) kepada Sultan
Faruq, Raja Mesir dan Sudan —waktu itu—, juga kepada Musthafa An-Nuhas, Kepala
Pemerintahan Mesir kala itu, serta seluruh raja dan kepala-kepala negara dunia Islam
seluruhnya.
586 Muzakkirat Da'wah wa Da'iyah Lil Imam al Syahid Hasan (Memoar Hasan Al Banna), hlm 266 (Kalimat yang beliau utarakan dalam sebuah kegiatan). 587 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V).
412
Konsep yang ditawarkan beliau adalah menyoroti pandangan umum tentang perbaikan
secara menyeluruh, tanggung jawab pemikulan amanah, menyingkap kebobrokan peradaban
Material Barat dan segala kepalsuannya, kemudian beliau menjelaskan bagaimana perspektif
Islam dan kapabilitasnya untuk mampu menyelesaikan problematika global umat, sembari
menerangkan beberapa klaim miring tentang Islam.
Setidaknya kalau dirangkumkan maka konsep ishlah yang ditulis Imam Syahid mencakup
kepada tiga hal:
Pertama: sektor politik, pengadilan, dan administrasi yang meliputi sepuluh item.
Kedua: sektor sosial dan keilmuan yang mencakup tiga puluh item.
Ketiga: sektor perekonomian yang mencakup sebanyak sepuluh item.
Imam Syahid menutup konsep perbaikan tersebut dengan ungkapannya: "Dan
seterusnya, ini adalah risalah dari Ikhwanul Muslimin yang kami usulkan kepada anda, kami
mempersembahkan diri, donasi, dan semua yang kami miliki untuk membantu instansi atau
pemerintah yang berniat mengantarkan umat Islam kepada kejayaan dan kegemilangan. Kami
serukan sebuah panggilan dan kami siap berkorban."588.
2. Di awal tahun 40-an, bersamaan adanya pergantian pemerintahan, Imam Syahid
kembali melayangkan banyak surat ke beberapa instansi pemerintah yang berisi inisiatif.
Sebagian yang termaktub dalam risalahnya, antara lain: Problematika kita dalam perspektif
hukum Islam. Risalah tersebut dikirimkan kepada perdana menteri sebagai penanggung jawab
pertama, kepada kepala-kepala instansi milik negara, pemuka politik, tokoh masyarakat, juga
kepada para anggota parlemen, dan kepada orang-orang yang menaru perhatian terhadap
kebaikan bersama.
3. Pada risalah Muktamar ke-5, Imam Syahid kemudian merumuskan mengenai pokok-
pokok perbaikan yang akan diserukan oleh Ikhwanul Muslimin. Hal itu agar seluruh lembaga dan
pelbagai organisasi memperolehnya, yaitu terkait: hukum, hubungan internasional, pengadilan
dan perundang-undangan, pertahanan dan militer, sistem ekonomi, kebudayaan, pendidikan,
keluarga, dan rumah tangga, dan seterusnya.
588 Lihat: Risalah: Nahwa an Nur (Menuju Cahaya).
413
Melalui cara itu, ide-ide perbaikan (reformasi) Ikhwanul Muslimin menjadi sesuatu yang
begitu istimewa karena dimensinya yang integral dan menyeluruh, tidak sebatas retorika belaka,
tetapi sudah merambah kepada tataran aplikasi. Dengan begitu terasa menciptakan warna baru
di masyarakat. Imam Syahid mengungkapkan: "Hasil dari kepahaman komprehensif Ikhwanul
Muslimin terhadap Islam adalah bahwa fikrah Ikhwan telah menyentuh segala titik perbaikan di
tubuh umat. Ikhwan bahkan mampu mengungguli seluruh elemen penggerak perubahan.
Jadilah setiap promotor perubahan menemukan yang dicita-citakannya di dalam konsep Ikhwan.
Maka timbullah pecinta perbaikan yang mengerti bagaimana proses aplikasinya"589.
4. Dalam Risalah Muktamar ke-6, tahun 1941. Seruan reformasi kemudian ditujukan ke
pemerintah Mesir. Imam Syahid waktu itu mengatakan: "Kami telah merumuskan manhaj
reformasi kepada pemerintah Mesir. Kami juga menyertakan catatan tambahan di beberapa
departemen yang konsen mengurusi induk kebutuhan rakyat Mesir. Seruan tersebut terbagi ke
sekian pointer, yaitu:
a. Mengharuskan pembenahan pada perangkat pemerintahan, di antaranya: penyeleksian
pegawai, konsentrasi kerja, pemudahan urusan publik, pengadaan tunjangan dan
jaminan, serta mengadili oknum yang melakukan pelanggaran.
b. Perubahan di sektor kebudayaan dengan mengevaluasi kembali beberapa hal, yaitu:
sistem pengajaran; lembaga sensor pers, buku, perfilman, konser, dan radio;
menginventarisir kekurangan di beberapa sarana tersebut, untuk kemudian dilakukan
perbaikan.
c. Amandemen perundang-undangan dengan berpedoman kepada syariat Islam.
Kelanjutan dari proses ini maka dakwah IM semakin melambung tinggi sampai satu saat
pemerintah Jamal Abdul Naser mengambil keputusan memblokade kegiatan mereka, melakukan
penangkapan, dan memenjarakan sejumlah aktivisnya.
5. Pada bulan Maret 1952, Ustadz Hasan Hudaibi, Mursyid Am Ikhwanul Muslimin,
mengirimkan surat seruan perbaikan, "Atas pertimbangan itu, wahai pemimpin negara, kami
589 Risalah: Hal Nahnu Qoumun 'Amaliyun (Apakah Kita Para Aktivis)?.
414
mengajukan kepada pemerintahan anda untuk mengadakan urun-rembuk yang benar dalam
rangka menemukan solusi terbaik terhadap permasalahan di dalam maupun di luar negeri."
Surat tersebut memuat komentar Ikhwan tentang problematika luar negeri, urgensi
mengakhiri ketegangan dengan Inggris, memobilisasi pasukan tempur, dan penentuan
langkahnya.
Ustadz Hudaibi mengatakan: "Hanya dengan perang, proses meretas kemuliaan dan
persatuan diperoleh, tapi perang yang dikoordinasi rapi oleh penguasa dan rakyatnya. Dan, ia
bergerak dalam lingkup skala prioritas antara persoalan besar dan kecil.".
Kemudian mengenai permasalah dalam negeri, yang perlu diprioritaskan adalah
bagaimana menghapus hukum adat, pembebasan tahanan dari sel. Selain kedua masalah besar
tersebut, Ikhwan juga menjelaskan prinsipnya terkait program pemerintah yang akan
menerapkan aksi "pembersihan" dalam waktu dekat590.
6. Paska terjadinya kudeta —militer— Ikhwanul Muslimin menyebarkan ide dan inisiatif
perbaikan kepada setiap individu dan masyarakat yang dimuat dalam koran, terbitan 02 Agustus
1952.
Seruan tersebut dibuka dengan ungkapan: "Kini, kita mesti memandang ke masa depan,
kita tidak perlu berpestapora menikmati kemenangan ini, sementara di saat yang sama kita
telah dituntut untuk segera memulai mempersiapkan langkah-langkah besar, perbaikan total,
sehingga rakyat dapat merasakan bahwa mereka sudah berpindah dari satu orde ke orde
berikutnya. Kalau kita tidak lakukan itu, maka sama sekali tidak ada faidah gerakan revolusi ini
dilakukan".
Ikhwan dalam seruannya itu mengusung tujuh hal yang perlu segera diperbaiki:
a. Pembersihan menyeluruh
b. Perbaikan moral dan etika
c. Perbaikan perundang-undangan
d. Perbaikan sosial kemasyarakatan
590 Lihat, Majalah Ikhwanul Muslimin (IM), Edisi ke-5, 27 Maret 1952.
415
e. Perbaikan ekonomi
f. Pendidikan militer
g. Kepolisian
Sebagai epilog penyampaian seruan, Ikhwanul Muslimin memberikan tiga masukan
penting untuk meluruskan urusan umat, sebagai berikut:
Pertama, Mengembalikan hak-hak orang yang teraniaya; mengembalikan setiap hak
kepada pemiliknya; memberikan udara kebebasan bagi para tahanan politik, sebagaimana
penting mengembalikan kepemilikan harta, tanah yang terampas kepada yang berhak;
melepaskan rakyat dari belenggu kemiskinan, arogansi status quo, dan hegemoni pecundang
politik.
Kedua, menyeret oknum yang berbuat zhalim ke meja hijau, dengan dakwaan:
merenggut kehormatan, merampas kebebasan, menodai kesucian umat dengan praktek
kebohongan, negara dijadikan arena pemuas nafsu, dan meraup harta haram untuk kepentingan
pribadi, dan kelompoknya.
Ketiga, mengubah kondisi yang memberikan kesempatan lahirnya kezaliman, dan
mengharuskan perubahan itu menyentuh seluruh sendi di masyarakat yang sudah
terkontaminasi oleh perlakuan oknum yang zalim591.
7. Tanggal 4 Mei 1954, Mursyid Am, Ust. Hasan Hudaibi, melayangkan surat kepada
Jamal Abdul Naser memintanya agar melakukan perubahan, diantaranya:
a. Mempersiapkan pasukan yang tangguh untuk memerangi Israel yang telah merampas
wilayah Palestina.
b. Menciptakan stabilitas keamanan.
Pengejewantahan dua pointer tersebut lebih disederhanakan lagi kepada:
a. Menghidupkan lembaga perwakilan.
b. Menghapus kondisi darurat dan hukum adat.
c. Menerapkan kebebasan penuh592.
591 Al-Ikhwanul Al-Muslimun … Ahdâts Shana`atun Al-Târikh, Vol. III, hlm. 107 592 Ibid.
416
8. Pada masa kepemimpinan Mursyid Am, Ustdaz Umar Tilmisani, Ikhwanul Muslimin
banyak mengirimkan surat-surat inisiatif kepada Presiden Ahmad Sadat, yang menyoroti
masalah perbaikan dan pemberian hak kebebasan593.
Ikhwanul Muslimin bahkan mengajukan protes keras terkait lawatan Presiden Ahmad
Sadat ke kota Al-Quds, tahun 1977, demikian juga pelaksanaan perjanjian damai Mesir dengan
Israel tahun 1979. Protes tersebut mengakibatkan penangkapan besar-besaran aktivis IM dan
pembredelan majalah Dakwah.
9. Bulan Januari 1979, kembali Ustadz Umar Tilmisani melayangkan surat kepada
Presiden Ahmad Sadat dan sebagian pemimpin negara Islam. Surat dengan mengangkat tema:
"Wahai Pemimpin Umat Islam, kalian memilih manhaj Allah atau Kehancuran."594.
10. Ustadz Musthafa Masyhur, Mursyid 'Am IM, menulis tentang persoalan pemalsuan
dan rezim penguasa. "Hukum yang berlaku bagi rakyat sekarang, rakyat yang lebih pantas
disebut rakyat yang dipecundang melalui pelaksanaan referendum (99,99%) produk rekayasa.
Atau, pengelabuan melalui pembentukan Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan pemilu yang
tidak aspiratif (dusta), sampai segala bentuk kezaliman yang dilakukan penguasa."595.
11. IM mengajukan menyampaikan tuntutan nasional, yang disepakati oleh Ikhwan dan
seluruh simpul-simpul kekuatan nasional Mesir, tahun 1987 M.
12. Demikian juga surat Mursyid 'Am, Musthafa Masyhur, yang menawarkan jalan keluar
mendiagnosa penyebab kelemahan umat, dan anjuran untuk menaati faktor-faktor pembangkit
kekuatan: Ini disampaikan melalui Risalah Ikhwan, Edisi 228, bulan Muharram 1422 H/ 20 April
2001. Masalah ini telah kami jelaskan sebelumnya.
13. Permintaan Ikhwanul Muslimin untuk mengadakan ishlah belum juga berhenti, di
setiap waktu dan peristiwa, sampai kepada pengajuan surat inisiatif di tahun 2004 lalu. Dimana
593 Pembaca silahkan merujuk kembali ke majalah dakwah terbitan tahun 1976, dan 1977.594 Majalah Dakwah, edisi: 32. 595 Majalah Al-Basyir, edisi pertama.
417
Mursyid 'Am Ikhwan, Ustadz Muhammad Mahdi Akif menyatakan hal itu dalam konferensi pers.
Inisiatif tersebut dibuka dengan menyebutkan beberapa hal, di antaranya:
a. Ikhwan menolak dengan sangat segala bentuk hegemoni pemerintah, tidak menerima
intervesi pihak asing dalam urusan dalam negeri Mesir, negara-negara Arab dan
dunia Islam.
b. Reformasi menyeluruh merupakan tuntutan rakyat, nasional, dan Islam. Dan,
rakyatlah yang paling berhak menyuarakan inisiatif menerapkan perbaikan yang
bertujuan untuk menciptakan kehidupan mulia, kebangkitan kolektif, kebebasan,
keadilan, persamaan, dan musyawarah.
c. Perbaikan harus dimulai dengan perbaikan politik, dari titik itulah perubahan itu
beranjak untuk selanjutnya mengadakan perbaikan pada bidang-bidang yang lain.
d. Proses perbaikan tidak dipikul oleh salah satu pihak. Ini merupakan tanggung jawab
yang besar yang membutuhkan dukungan dan bantuan semua pihak. Bahwa
kemaslahatan umum sebuah negara yang mesti diperjuangkan dengan bersungguh-
sungguh hanya menanti waktu perwujudannya.
Dalam perspektif Ikhwan, bahwa sudah waktu telah mengharuskan peran aktif seluruh
kekuatan politik, elemen pemikiran dan budaya, semua yang memiliki kecendrungan terhadap
persoalan bersama bisa mulai bergerak menggarap hal-hal asasi di masyarakat. Semua bagian ini
agar saling bekerja sama mengerjakan perkara-perkara yang disepakati —dan itu banyak sekali
—dan toleran terhadap hal-hal yang tidak disepakati –dan hal itu sangat sedikit- demi
mewujudkan perbaikan bagi bangsa dan kemaslahatan umum.
Memang ada tiga tipikal penghancur dalam umat kita, yaitu: stagnan politik; kerusakan
kondisi sosial; dan keterbelakangan ilmu dan skill. Ketiga tipikal kronis ini sekarang benar-benar
tengah mengancam Mesir, dalam bidang keamanan dalam negerinya; kondisi rakyatnya;
eksplorasi Islam; dan peran Mesir di kancah internasional.
14. Pada tahun 2005, Ikhwanul Muslimin memprakarsai dan memimpin muktamar dan
demonstrasi menuntut reformasi. Aksi mereka dipadamkan pemerintah dengan memenjarakan
sekitar 3000 aktivisnya, bahkan di antara mereka ada yang syahid, puluhan orang menderita
cedera serius; sebagai konsekuensi dari sikap Ikhwanul Muslimin yang mengusung perbaikan,
418
mempertemukan simbol-simbol kekuatan rakyat, dan menggagas lahirnya aliansi rakyat untuk
reformasi.
Bentuk-bentuk Proyek Perbaikan
● Dakwah Ikhwan adalah dakwah integral, korps massal yang meliputi seluruh segmen,
baik politik, sosial, adab, seni, ilmu, budaya, olahraga, atau amalan baik, dan layanan umum, dan
lain-lain.
Dakwah Ikhwan tidak memperhatikan satu bidang saja lantas meninggalkan bidang yang
lain, atau ia dipahami hanya melalui satu sudut pandang yang sempit. Oleh karena dakwahnya
integral, maka tak mungkin akan terbatas mengurusi satu masalah, sementara ia melupakan
masalah yang lain.
Ikhwan dengan dakwahnya akan memanfaatkan segala sarana dan prasarana untuk
bergerak dan mengembangkan tujuan, berjalan dengan lentur. Atas pertimbangan itu, dakwah
mereka selalu menggunakan banyak media, seperti: partai politik, lembaga kedaerahan,
kantong-kantong layanan umum, gelanggang olah raga, perkumpulan seni dan sastra, pusat
kajian dan penelitian, seminar umum, yayasan; pendidikan dan kesehatan, yayasan; ekonomi,
perindustrian, dan lain sebagainya. Sarana-sarana tersebut dipakai karena sangat berpotensi
bagi pengembangan dakwah, sekaligus penegasan bahwa dakwah sesungguhnya menyentuh
semua lini kehidupan. Dan, bergerak demi kemaslahatan umat.
Kondisi dakwah terkadang memang meminta pemusatan dakwah pada satu bidang, tapi
bukan berarti melupakan bidang lainnya, atau dakwah memporsir diri pada satu permasalahan,
tetapi bukan maksudnya menganaktirikan permasalahan lain. Ini karena menyangkut masalah
prioritas berdasarkan waktu dan kondisi, disinilah bisa dipahami bahwa sifatnya luas dan
menyentuh seluruh aspek berkehidupan.
● Perbaikan dipahami dengan dua pengertian:
1. Membangkitkan ruh keimanan dan kembali kepada Islam.
2. Perbaikan individu, jaminan hidupnya, dan melejitkan potensi skillnya.
419
Kalau seruan perbaikan tidak mencakup dan memelihara dua hal di atas, maka seruan
itu disebut "seruan mandul", tidak bisa produktif menghasilkan buah dari aktivitas yang
dilakukannya.
Imam Syahid sudah pernah menyinggung masalah ini, katanya, "Yang kami inginkan
pertama sekali adalah membangkitkan ruh. Jiwa yang hidup merupakan kemenangan hakiki
sukma dan hati. Kami tidak mementingkan membicarakan soalan dakwah dalam perbaikan
yang sifatnya parsial dari pelbagai jenis aktivitisnya, yang kami pentingkan adalah
pengkonsentrasian terhadap jiwa demi menanamkan fikrah ini."596.
Beliau juga mengatakan: "Maka dari itu, sasaran pertama dari dakwah ini adalah
mengajak manusia untuk membangun kembali hubungan spiritual transedental yang mengikat
mereka dengan Allah tabaraka wa ta'ala, yang umumnya manusia sudah melupakannya, maka
Allah pun melupakan mereka."
Artinya:
"Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang Telah menciptakanmu dan orang-orang yang
sebelummu, agar kamu bertakwa. (Q.S Al Baqarah:21)
Inilah sesungguhnya kunci pertama untuk memecahkan serangkaian masalah
kemansiaan yang disebabkan oleh tirani materialisme yang mengangkanginya, yang mereka
tidak mampu melepaskan diri dari cengkeramannya. Tanpa adanya kunci ini, tidak mungkin
upaya perbaikan dapat ditegakkan."597.
● Sebagaimana kesungguhan dan pertimbangan di dakwah untuk perbaikan berdiri di
atas sokongan:
596 Risalah: Da'watuna Fi Thaurin Jadid (Dakwah Kami di Zaman Baru), hlm 233.597 Ibid. hlm 226.
420
1. Orientasi dan target yang jelas dari penerapan perbaikan, dan menyepakati perbaikan
tersebut.
2. Orang-orang yang tengah menegakkan perbaikan diminta bersungguh-sungguh, dan
memiliki vitalitas tinggi.
3. Memilih iklim yang pas untuk melakukan perbaikan.
4. Mendayagunakan kekuatan dan kesungguhan, dan tidak ada yang boleh memonopoli
salah satunya saja.
5. Mesti ada sarana realisasi untuk melaksanakan perbaikan.
6. Bekerja sembari melenyapkan gangguan yang menghambat proses perbaikan, yang
berdampak negatif.
7. Mencari dukungan dari pemimpin masyarakat, dan meminta komitmennya untuk
menyerukan perbaikan serta mematuhi penanggungjawab perbaikan.
Kita telah menyaksikan sepanjang sejarah ada saja penyeru perbaikan, dan ia hanya
merusak lingkungan, atau sekadar panas dengan suhu perpolitikan, atau hanya sekadar slogan-
slogan kosong tanpa mengandung muatan, dan belum ada yang mampu menerjemahkannya
dalam realitas kehidupan.
Atau, ia hanya sekadar ingin memberikan 'sensasional' demi kemaslahatan partai atau
penguasa, yang bertujuan mengelabui rakyat, menutupi kebenaran dan bukti.
Ikhwan di hadapan krisis seperti ini tampil 'beda' dengan manhajnya, dan lebih maju
dalam pelaksanaan perbaikan, mengajak seluruh kekuatan untuk bekerja secara benar, tertata,
dan saling bahu-membahu.
● Tujuan perubahan yang diboyong oleh Ikhwan, adalah: ada hukum tertulis, yang
disepakati oleh umat, dan berjalan sesuai akidah dan sejarahnya, berpijak pada landasan asasi,
integral dan jelas. Saat ini, undang-undang masih ambigu dan kabur, ada usaha penggemukan
kemaslahatan bagi penguasa dan hakim. Maka Ikhwan menawarkan amandemen UU dalam
mengusung reformasi ini.
421
Imam Syahid sudah memberikan contoh tentang masalah tersebut pada bahasan itu
(lihat: Risalah pergerakan, Hasan Al-Banna).
● Terkait masalah perundang-udangan yang tampak sekali butuh dikoreksi dan
amandemen, tuntutan awal tertuju pada masalah tersebut karena ia merupakan bagian
terpenting dari proses perbaikan dan kebangkitan bangsa. Kami akan saling menggalang
kekuatan dengan pihak-pihak lain dalam rangka mewujudkan hal itu. Dan, kami tidak sedang
menunggu fase penerapan pemerintahan Islam, sebab perbaikan tidak dapat dilakukan sekejap
mata.
Imam Syahid bahkan semasa hidupnya telah banyak memberikan masukan terhadap
perubahan undang-undang dan perbaikannya, beragam sektor vital yang lain, dan pengajuan
kritikan konstruktif bagi kebaikan bersama.
● Demikian juga kontribusi Ikhwan di sektor ekonomi, pendirian pabrik-pabrik sipil,
perbaikan pemenuhan barang-barang konsumtif, fokus dalam bidang produksi. IM bukan hanya
memotifasi diri sendiri tetapi juga mengajak pihak lain untuk saling bahu-membahu. Ikhwan
bahkan dalam bidang ekonomi ini telah mendirikan beberapa pabrik percontohan, yang di
kemudian hari justeru dikuasai oleh pemerintah revolusi. Dan, IM berhasil memerankan
kontribusi rill bagaimana membangun basis perekonomian yang tangguh.
● Imam Syahid memberi wejangan agar selalu memandang positif segala kejadian,
perubahan dalam masyarakat, tidak sebatas memberikan catatan terhadap kekurangan orang
lain, namun berikan catatan dan apresiasi. Dengan pola begitu dakwah akan berdampak positif,
mewarnai, dan reaktif.
Terkait prinsip beliau yang menilai positif pendirian Persatuan Liga Arab, dan beberapa
masukannya yang mengkritisi piagam deklarasi Liga Arab —ini yang banyak dibahas— tanpa
memandang proses pendiriannya. Tapi, sayangnya tidak seluruh gagasan Ikhwan diambil oleh
mereka.
● Imam Syahid menjelaskan sumber pijakan bagaimana seharusnya kebangkitan
perbaikan itu terjadi di masyarakat, serta urgensi penanaman manhaj pembinaan dan
422
kepemimpinan yang sesungguhnya. Disusul kemudian pembinaan kerja nyata dan proses
aplikasi, ini dilakukan dalam rangka memperlihatkan manfaat rill langkah pembinaan itu.
● Imam Syahid mengatakan: "Sebuah kebangkitan mesti berpijak pada; tarbiyah
(pembinaan) itu yang diprioritaskan, memahamkan tentang hak mereka, mengetahui sarana apa
saja yang bisa mengejewantahkan hak mereka; tarbiyah iman, mengokohkan bangunan iman ini
sekuat mungkin, atau dengan ungkapan lain mempelajari kurikulum sebuah kebangkitan dari
tataran normatif, aplikatif, dan penempaan jiwa. Oleh karena itu membutuhkan waktu yang
panjang. Semua itu adalah manhaj pembelajaran bagi umat ini, maka mereka mesti sanggup
bersabar, cermat, dan rentang waktu perjuangan yang lama. Atas pertimbangan itulah maka
penting memelihara dua hal, yaitu: manhaj dan kepemimpinan.
Untuk manhaj: sumbernya menurut kebutuhan saja, dan fokuskan pada upaya konkret,
mendahulukan hasil (produk) meskipun sekecil apapun.
Untuk kepemimpinan: mesti memilih dan menempatkan pemimpin yang terpercaya,
bisa ditaati dan diteladani. Seorang pemimpin yang benar-benar pemimpin, bukan sekadar
pemimpin yang ada karena kondisi darurat saja. Kalau tidak demikian, sama artinya ada seorang
pemimpin tetapi ia bukan berkepribadian pemimpin"598.
Imam Syahid menegaskan kembali: "Oleh sebab itu, Ikhwan menawarkan asas
kebangkitan itu berpijak pada: penyatuan kondisi rill masyarakat berlandaskan kaidah Islam"599.
● Dalam usaha perbaikan masyarakat dan kebangkitan umat, Ikhwan menyatakan perlu
melakukan pembinaan individu dan penempaannya secara benar.
Ikhwan pun mengungkapkan bahwa kemerdekaan berpolitik merupakan tuntutan pokok
dan kebutuhan mendasar, dalam pencapaian perbaikan dan kemajuan umat. Serta merupakan
jaminan bagi kekuatan rakyat, maka tidak boleh adanya penundaan dan pengurangan dengan
alasan apa pun.
598 Muzakkirat Da'wah wa Da'iyah Lil Imam al Syahid Hasan (Memoar Hasan Al Banna), hal.158-159 (secara ringkas).599 Risalah: Dakwatuna fi Thur Jadid, hlm 239
423
Ikhwan begitu antusias sekali melakukan perbaikan masyarakat pada bidang-bidang
penting, seperti: kebudayaan, kemasyakatan, dan pendidikan. Kurun waktu terakhir ini, Ikhwan
telah melakukan gebrakan-gebrakan baru melalui ide di bidang-bidang garapan tersebut. Hal itu
mereka tujukan itu kepada penguasa, dan kekuatan-kekuatan politik guna dipelajari, dan
dimanfaatkan demi merealisasikan penyatuan obsesi dan langkah.
● Ikhwan menaruh perhatian pada perbaikan ekonomi yang berjalan seimbang dan
saling melengkapi dengan perbaikan politik, dan perwujudan kemerdekaan perpolitikan.
Usulan yang diajukan Ikhwan dalam bidang ekonomi adalah merealisasikan
independensi ekonomi di seluruh ruang lingkupnya, dan mengingatkan pentingnya penyatuan
Bangsa Arab dan negara Islam untuk meningkatkan pencapaian independensi ekonomi dan
memulai mengambil langkah-langkah brilian, di samping saling menopang antara sama lain.
● Seperti yang sudah kami jelaskan, bahwa Imam Syahid sudah memaparkan sekian
banyak asumsi dalam rangka membenahi sektor ekonomi, dan beliau bahkan menggagas
pendirian beberapa serikat mandiri nasional untuk mengimbangi hegemoni Inggris, meskipun
eksistensinya tidak bertahan lama, karena Pemerintah Revolusi kemudian melakukan proses
kapitalisasi segala aset Ikhwan.
Beliau memberikan perhatian yang besar terhadap problematika ekonomi dan stabilitas
keamanan Mesir. Beberapa hal yang disoroti adalah: "Kasus pengadaan air dan sterilisasi
sumber-sumber air sungai Nil, menyatukan delta Nil (Mesir dan Sudan), pengamanan laut
Merah, laut Arab mesti dikuasai pemanfaatannya oleh Bangsa Arab, dan pengamanan Timur
Mesir; Sinai dan Palestina, kebebasan mengkritisi, penyempurnaan kemerdekaan hakiki Mesir di
seluruh aspek, eksplorasi Bangsa Arab dan perealisasian obsesi mereka, semangat terhadap
penyatuan umat dan penyatuan persepsi, produksi senjata, dan berbagai persoalan penting
lainnya. Masalah tersebut termaktub dalam beberapa risalah Imam, di antaranya: Nahwa an
Nur (Menuju Cahaya), Musykilatuna Fi Dhau'I al Nizham al Islamy (Agenda Persoalan Kita dalam
kacamata sistem Islam), Muzakkirat Da'wah wa Da'iyah Lil Imam al Syahid Hasan (Memoar
Hasan Al Banna), dan lain-lain yang menunjukkan kematangan berpikir, serta pandangan
424
integral. Risalah-risalah tersebut selain menelurkan ide-ide cemerlang, juga secara pasti
meredam beberapa klaim sepihak yang mendiskreditkan Ikhwan. Misalnya dengan melempar
wacana, mana program perbaikan yang Ikhwan tawarkan dan apa kontribusi mereka terhadap
masyarakat?
Banyak kemudian bermunculan di negeri kita gerakan-gerakan reformasi yang
mengklaim diri memiliki manhaj dan tujuan jelas, padahal realitanya mereka hanya punya
konsep dan lampiran apa adanya, sangat tidak sebanding dengan konsep perbaikan kompleks
yang dipunyai dan ditawarkan Ikhwan.
Contoh sederhana saja dari ungkapan di atas, mencermati perkataan Imam Syahid:
"Sungai Nil, dimana kehidupan Mesir bergantung disana —tanah, tanaman, hewan ternak,
manusia— berhulu dari Sudan, dengan sungai dan segala yang dikandungnya bermanfaat bagi
bumi selatan, seperti juga halnya bumi sebelah utara.
Kalau Mesir butuh terhadap Sudan untuk memelihara Sungai Nil —sebagai sumber
kehidupan— maka Sudan sesungguhnya lebih butuh kepada Mesir untuk menjamin
keberlangsungan kehidupan mereka. Keduanya merupakan bagian yang saling melengkapi.
Yang kami inginkan selanjutnya adalah menciptakan keamanan di perbatasan selatan
Mesir dan memelihara hak-hak kita terhadap Eriteria, Zaila`, Mashu`, Harar, dan aktivitas sungai
Nil, wilayah tersebut merupakan bagian yang juga menjadi tempat tumpahnya darah Amr bin
Ash ra., dan yang memakmurkannya dulu adalah bangsa Mesir. Sampai kemudian terjadi
perampasan wilayah secara zalim"600.
Kita dapat merujuk kembali ke beberapa risalah Imam Syahid, seperti: Nahwa an Nur
(Menuju Cahaya), Musykilatuna Fi Dhau'I al Nizham al Islamy (Agenda Persoalan Kita dalam
kacamata sistem Islam), Muzakkirat Da'wah wa Da'iyah Lil Imam al Syahid Hasan (Memoar
Hasan Al Banna), bagi yang ingin memperoleh informasi tambahan.
600 Risalah: Ijtima Ru'asa al Manatiq (Pertemua Ketua-ketua Wilayah), hlm 361, 364
425
● Bidang-bidang perbaikan ini —yang telah kami paparkan— merupakan model bagi
pelaksanaan perubahan yang sifatnya sangat krusial dalam tubuh masyarakat, sekaligus model
pembinaan publik, pemusatan langkah, dan setiap urusan ditimbang berlandaskan nilai
kemungkinan kebangkitan itu akan diperoleh.
● Konteks seruan yang terus dikumandangkan Ikhwan bila ditinjau dari sisi landasan dan
tujuan masih konsisten dan sejalan semenjak dari masa Imam Syahid, hanya sarana dan prasana
saja yang kerap mengalami perubahan dan kemajuan. Hal itu pun disesuaikan dengan
kapabilitas dan daya tampung jamaah, elastisitas waktu, dan beberapa peluang yang mungkin
dimanfaatkan.
● Dakwah kepada kebebasan, tidak bermaksud menjadikannya sebagai rujukan bagi
dakwah Islam, karena kami saat ini menyerukan Islam dan juga kebebasan sebagai sebuah
kewajiban. Maka slogan yang kami pakai adalah: al Islam huwa al Hall (Islam adalah solusi). Ia
merupakan dasar yang sempurna, slogan kebebasan masuk dalam slogan itu. Dimana kebebasan
merupakan penjelasan dari pengajaran Islam. Kami akan selalu berpegang teguh dengan
dakwah Islam di pelbagai aspeknya.
Adapun langkah-langkah kerja akan diaplikasikan menurut kemampuan dan peluangnya,
sebagai bagian dari pembumian syariat Islam.
Sebagaimana halnya kami yang mengajukan inisiatif perbaikan berlandaskan Islam, dan
mengangkat yel-yel bernafaskan Islam, bukanlah sebagai bentuk pemonopolian. Kami tidak
melakukan monopoli terhadap Islam. Semua orang dan aliran berhak untuk menyatakan apa
yang kami serukan, kita semua adalah muslim, dan kita tidak dapat menolak keberislaman orang
lain atau tak berhak mengklaim bahwa orang yang berbeda dengan pendapat kita telah
menohok Islam dan murtad.
Pembangkitan kembali syariat Islam yang kami lakukan dan menyerukannya bukanlah
semata merupakan semata taklif (tanggung jawab) kami, tetapi juga menjadi taklif bagi muslim
dan muslimat semua. Kami telah menetapkan komitmen seperti ini, dan perlu diketahui bahwa
hal itu bukan merupakan taktik partai sebagai bentuk dukungan, pembelaan, atau rujukan.
426
Kalau kami mau mengeksploitasi, menduduki jabatan dan mengambil kedudukan pasti
kami akan menggunakan langkah lain. Kami akan menanggalkan slogan dan manhaj yang telah
didengungkan, lalu kami akan menunggangi kendaraan parpol untuk mendapatkan kedudukan.
Menggantikan ruang-ruang penjara yang pengap, penyiksaan yang keji dan seterusnya. Namun,
kami adalah aktivis dakwah universal yang bersedia mengorbankan diri untuk mewujudkan cita-
cita itu, yang siap istiqamah dengan izin Allah. Kami menyeru kepada bangsa kami dengan
penuh hikmah, nasehat baik, di seluruh sendi kehidupan: sosial, politik, ekonomi, dan semua
prasana yang sah digunakan berdasarkan atas legitimasi hukum dan perundang-undangan.
Ikhwan tidak ingin hanya bergabung menyelesaikan permasalahan kenegaraan dan
nasionalisme saja, akan tetapi akan benar-benar mencurahkan perhatian untuk mengurusi hal
itu, bekerja maksimal, mengikutsertakan rakyat dalam kerja tersebut, siap melakukan
pengorbanan, bergerak dalam kerangka keseimbangan, dan tidak berkonsentrasi pada satu
masalah, atau beraktivitas tanpa tujuan. Menjalaninya memakai kaidah yang santun, arif,
teratur, pengenalan terhadap kondisi dan situasi, memberikan arahan terhadap langkah yang
akan ditempuh, meninjau kemampuan dan target. Mereka lebih banyak bekerja dari pada
berbicara, memikul cobaan dan beban dengan sabar dan tabah.
Kita bisa saksikan responsibilitas tersebut dalam kasus Palestina, bagaimana mereka
menggugah umat untuk menaruh kepedulian terhadap kezaliman dan penjajahan yang berlaku
disana. Demikian juga Perang di Terusan Suez melawan pasukan Inggris, pada kasus kebebasan
dan perbaikan perpolitikan, dan banyak lagi problematika kompleks dunia Islam lainnya.
Inilah peran yang mereka sumbangkan kepada umat menurut kapasitas mereka,
meskipun di kanan-kiri gelombang penderitaan, makar, intimidasi mereka alami sepanjang
waktu. Meskipun begitu, mereka —atas pertolongan Allah— tetap kuasa mewujudkan sejumlah
obsesi besar, bukan sebatas di Mesir saja akan tetapi menyeluruh ke segenap penjuru dunia
Islam.
Model Perbaikan Hukum dan Perundang-udangan
427
Imam Syahid Hasan Al Banna berkata, Realitanya, ketika seorang pengamat melihat
prinsip undang-undang dasar Mesir yang bermuara pada perlindungan terhadap kebebasan
individu dengan segala variasinya, pada musyawarah dan ketundukan penguasa kepada
kehendak rakyat, pada tanggung jawab pemerintah kepada rakyat dan kontrol mereka kepada
program yang dijalankan, dan pada penjelasan akan batasan-batasan kekuasaan, pasti sangat
jelas bagi pengamat tersebut bahwa semua itu sangat relevan dengan ajaran Islam dalam
format undang-undang.
Oleh karenanya Ikhwanul Muslimin berkeyakinan bahwa sistem UU Mesir ini adalah
sistem yang paling dekat dengan Islam dibanding dengan sistem UUD yang manapun di dunia.
Mereka tak hendak mengganti dengan sistem yang lain.
Hanya saja ada dua hal yang harus diperhatikan. Pertama, teks yang dipakai untuk
menuangkan prinsip-prinsip tadi. Kedua, praktek penerapan, yang itu merupakan interpretasi
terhadap teks-teks tersebut.
Prinsip yang benar bisa saja dituangkan dengan kalimat yang membingungkan dan
rancu, sehingga terbuka kemungkinan untuk dipermainkan, meskipun ia sendiri terjaga
kebenarannya. Di samping itu, sebuah teks yang jelas untuk sebuah prinsip yang benar masih
memungkinkan juga terjadinya penerapan yang keliru karena dipengaruhi oleh dorongan hawa
nafsu, sehingga hilanglah nilai manfaatnya.
Jika demikian halnya, maka Ikhwanul Muslimin berpendapat bahwa:
Pertama, sebagian teks UUD Mesir itu rancu dan membingungkan, serta memungkinkan adanya
interpretasi subjektif dari masing-masing pihak. Ia masih membutuhkan pembatasan-
pembatasan dan penjelasan lebih lanjut.
Kedua, dalam praktek penerapan UUD, yang kemudian melahirkan undang-undang, telah
terbukti –oleh pengalaman- gagal, dan masyarakat tidak memetik hasil darinya kecuali
mudharat. Oleh karenanya, ia sangat membutuhkan perbaikan dan koreksi, sehingga dapat
mewujudkan apa yang diinginkan.
428
Imam Syahid menambahkan, "Kami menerima landasan asasi untuk membentuk sebuah
perundang-udangan, karena di samping sejalan, juga berlandaskan sistem hukum Islam,
sementara yang kami kritisi adalah ketidakjelasan dan mekanisme pelaksanaannya."601.
"Kami ingin berterus-terang bahwa ada kekurangan dalam beberapa teks undang-
undang, penerapannya yang buruk, dan lemah dalam memelihara keterjagaan landasan asasi
yang sesuai dengan Islam dalam penerapannya di dalam hukum, semua itu mengkhawatirkan
akan mengarah kepada kerusakan, dan berperan menciptakan chaos di parlemen."602.
Imam Syahid Hasan Al-Banna mengisyaratkan adanya tiga landasan sistem hukum Islam:
"Pedoman bagi tegaknya sistem hukum Islam terbagi kepada tiga hal:
a. Tanggung jawab penguasa
b. Kesatuan umat
c. Penghargaan terhadap aspirasi umat
Imam Syahid, Hasan Al-Banna, "Ini merupakan kaidah sistem hukum Islam –dan
sekaligus sistem parlementer- dalam hal tanggung jawab pemerintah". Lantas apa yang kita
lakukan di Mesir? Kita berada di persimpangan jalan, baik dalam teori maupun praktek. Dalam
kaitan ini UUD kita rancu, tidak jelas dan tidak rinci. Padahal ia merupakan perangkat terpenting
untuk menentukan corak kehidupan parlemen dan pemerintah yang islami."603.
601 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V).602 Risalah: Musykilatuna Fi Dhau'I al Nizham al Islamy (Agenda Persoalan Kita dalam kacamata Sistem Pemerintahan).603 Risalah: Nizhamul Hukmi
Imam Syahid mengkritisi undang-udang tahun 1936, sementara undang-undang yang sekarang lebih buruk lagi tepatnya di konteks ini. Bahkan, kendali pemerintah dipegang penuh oleh presiden, dimana telah terjadi pemandulan beberapa kekuasaan lain. Ikhwan pernah mengajukan kritik terhadap kasus tersebut dan beberapa konteks undang-undang yang lain, dan meminta dirumuskannya bentuk undang-udang yang baru yang mampu memelihara dan menjamin kaidah dan batasan-batasan tersebut.
429
Imam Syahid, berkata, "Telah dijelaskan di muka bahwa dustur604 berbeda dengan
Qanun605, telah dijelaskan pula tentang sikap Ikhwan terhadap dustur Mesir. Sekarang akan
saya jelaskan di hadapan kalian tentang sikap Ikhwan terhadap undang-undang Mesir."
"Sesungguhnya, Islam tidak diturunkan dalam keadaan tanpa undang-undang.
Sebaliknya, ia telah menjelaskan banyak hal tentang asas-asas perundangan dan perincian
hukum, baik perdata maupun pidana, baik hukum perdangan maupun hukum kenegaraan.
Suatu hal yang aneh dan tidak masuk akal jika undang-undang yang berlaku untuk umat
Islam bertentangan dengan ajaran agamanya, Al Quran dan Sunah Nabi-Nya."
Beliau juga berkata, "Undang-undang wadh'i (ciptaan manusia), disamping
bertentangan dengan agama, teks-teksnya juga bertentangan dengan UUD Mesir itu sendiri
yang menyebutkan bahwa agama negara adalah Islam."
Kata Imam Syahid, "Jika Allah dan Rasul Saw. telah mengharamkan perbuatan zina,
melarang minum khamar, memerangi perjudian, sementara itu undang-undang melindungi
pezina, mendukung riba, membenarkan khamr, dan mengatur perjudian. Maka bagaimanakah
sikap seorang muslim menghadapi dua hal yang jelas-jelas bertentangan ini?
"Adapun Ikhwanul Muslimin, mereka sekali-kali tidak akan pernah rela dan menyetujui
undang-undang seperti ini. Mereka senantiasa bekerja dengan segala cara dalam rangka
mengganti undang-undang semacam itu dengan syariat Islam yang adil dan utama, di semua
sisi perundang-undangan."
Ikhwan pernah menghadap kepada Menteri Kehakiman dengan menyodorkan tulisan
tentang ini dan memperingatkan pemerintah tentang akhir kisahnya yang pahit. Sungguh,
604 Dustur, adalah aturan pemerintah yang bersifat global yang mengatus batas-batas kekuasaan, kewajiban-kewajiban penguasa, dan tata hubungannya dengan masyarakat.pentj605 Qanun, adalah peraturan yang mengatur hubungan antara individu yang satu dengan yang lain, yang melindungi hak-hak moral maupun material, dan yang mengontrol apa-apa yang mereka kerjakan dalam pelaksaan undang-undang.-pentj.
430
akidah adalah barang yang paling mahal harganya di alam dunia ini dan Ikhwan akan terus
menggelindingkan bola. Namun, semua itu bukanlah akhir dari kerja keras mereka."606.
Beliau berkata, "Saya ingin menegaskan bahwa ada perbedaan antara UUD Mesir
sebagai sesuatu yang ideal, dengan undang-undang yang digunakan sebagai pijakan dalam
sistem peradilan dalam prakteknya. Banyak dari undang-undang yang menjadi pijakan
peradilan ini secara terang-terangan bertentangan dengan Islam."607.
Kata Imam Syahid, "Merupakan kesalahan yang fatal ketika kita melupakan akar
pemikiran ini, sehingga dalam prakteknya kita sering memisahkan agama dari urusan politik
(meski secara teorotis kita mengingkari pemisahan seperti ini). Kita tetapkan dalam UUD kita
bahwa agama resmi Negara adalah Islam, namun ternyata ketetapan ini tidak cukup bisa
menghalangi para petinggi pemerintahan dan para tokoh politik untuk merusak citra Islam
dalam persepsi dan pikiran khalayak, serta merusak keindahan Islam dalam realitas kehidupan,
dengan keyakinan dan perbuatan mereka yang menjauhkan antara petunjuk agama dan
muatan politik. Ini merupakan kelemahan pertama dan awal mula kerusakan."608.
Tuntutan Perbaikan Undang-undang Pemilu
● Imam Syahid memberikan kritik terhadap undang-undang pemilu, beliau mengajak
untuk melakukan perbaikan. Ungkapnya: "Semua orang merasakan ketidakmampuan sistem
pemilu yang berlaku sekarang untuk merealisasikan tujuan yang telah digariskan, yakni memilih
orang-orang yang shalih (terbaik) untuk menjadi wakil rakyat di parlemen."609.
Beliau berkata: "Harus segera dilakukan upaya perbaikan terhadap undang-undang
pemilu. Sisi-sisi yang mendesak untuk dilakukan perbaikan adalah sebagai berikut:
1. Menyebutkan kriteria-kriteria khusus bagi calon anggota legislatif. Jika mereka
adalah wakil organisasi, maka organisasi itu harus mempunyai program yang jelas
dan sasaran program yang rinci.
606 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V)607 Risalah: Nizhamul Hukm (Sistem Pemerintahan)608 Ibid.609 Ibid.
431
2. Menjelaskan peraturan-peraturan tentang tema kampanye pemilu dan menetapkan
sanksi bagi siapa saja yang melanggarnya. Peraturan-peraturan itu, hendaknya tidak
menyangkut masalah keluarga, rumah atau individu yang tidak termasuk dalam
kriteria kelayakan untuk pemilihan, tetapi berkisar pada metode dan langkah-
langkah pembaharuan.
3. Memperbaiki aturan pelaksanaan pemilu dan sosialisasinya, karena masalah
peraturan ini sering dipermaikan oleh ambisi partai tertentu dan kepentingan
pemerintah pada waktu-waktu belakangan ini, disamping juga adanya pemaksaan
dalam memilih.
4. Memberikan sanksi yang berat kepada setiap pemyimpangan dalam pelaksanaan
dan praktek suap dalam pemilihan.
5. Jika pemilihan dilakukan dengan memilih tanda gambar dan bukan memilih orang,
maka itu lebih baik, sehingga para calon legislatif tidak bisa memaksa para
pemilihnya dan kepentingan umum akan bisa diletakkan di atas kepentingan pribadi
dalam menilai dan berhubungan dengan para caleg.
Mengenai cara yang diterapkan guna perbaikan itu memang banyak ragamnya.
Yang disebutkan tadi adalah sebagian saja. Jika sebuah keinginan diupayakan dengan jujur dan
sungguh-sungguh, niscaya akan terbuka jalan menuju kesana. Merupakan sebuah kesalahan
besar jika kita hanya terpaku dengan kondisi sekarang ini, rela dan berusaha lari dari upaya
perbaikan."610.
Tuntutan Membina Umat yang Kuat
Menimbang perhatian Imam Syahid terhadap bidang industrialisasi, pertanian,
pengembangan kekayaan alam, ini termasuk pada sektor ekonomi, dan sosial sebagaimana yang
telah kami ungkapkan sebelumnya, beliau ternyata juga memusatkan perhatian pada manhaj
perubahan dalam rangka menguatkan pembinaan masyarakat. Misalnya:
1. Urgensi jiwa nasionalisme, kemuliaan, dan berkebangsaan. Semua itu secara jelas
sudah tercakup dalam ruh Islam dan manhajnya.
610 Risalah: Nizhamul Hukm (Sistem Pemerintahan), hal.329,330.
432
2. Demikian pula menguasai faktor-faktor penyebab kekuatan, jundiyah
(keprajuritan), tanpa terlalu keras atau radikal.
3. Menaruh perhatian pada kesehatan umum dimulai dari balita. Penyuluhan
berolah raga, menjaga kesehatan badan dan kekuatan tubuh, memelihara diri dari
penyakit, pemberian perhatian kesehatan tersebut secara massal, tanpa
pengecualian.
Imam Syahid mengatakan, "Semua ini menjelaskan bagaimana Islam berbicara
tentang masalah kesehatan umat secara umum, dan anjuran untuk memelihara
kesehatan. Berlapang dada terhadap segala hal yang memberi kemanfaatan dan
kebahagian untuknya"611.
4. Perhatian terhadap ilmu pengetahuan dan perbaikan pendidikan, karena itu
menjadi bagian terpenting dalam mewujudkan umat yang kuat.
Kata Imam Syahid, "Islam tidak jengah dengan ilmu pengetahuan, tetapi malah
menjadikannya sebuah kewajiban sebagai penguat dan selanjutnya Islam banyak
mensugesti hal ini … Alquran tidak pernah membedakan antara ilmu dunia
dengan ilmu agama, bahkan menganjurkan agar mengambil dua-duanya."612
Beliau lebih lanjut memaparkan tentang urgensi semua ilmu.
5. Urgensi menanamkan akhlak yang luhur dan membina umat untuk mencapainya.
Imam Syahid berkata, "Umat yang sedang bangkit sangat memerlukan akhlak,
akhlak luhur yang mempunyai kekuatan, berjiwa besar, dan bercita-cita tinggi."613.
Seputar Koordinasi dan Aliansi
Jamaah Ikhwanul Muslimin dengan senang hati membuka dialog kepada semua
kekuatan politik dan nasional. Dialog yang dimaksudkan mesti memiliki acuan (kode etik) jelas,
611 Risalah: Nahwa an Nur (Menuju Cahaya), hlm 281612 Ibid. hlm 282-283613 Ibid. hlm 283
433
misalnya bahwa dialog itu dilakukan dengan santun dan lembut614. Dan, menjadikan
kemaslahatan negara sebagai asas utama dialog, mengandung tujuan positif, tidak ada maksud
mengadakan makar dari satu kelompok terhadap kelompok lain. Dialog pun dapat meningkat
untuk mewujudkan kesepahaman bernegara, atau hal yang senada. Yang bermula dari
kesepakatan untuk menghormati setiap prinsip, kemudian tentang koordinasi kerja dan
mekanismenya, dan membentuk aliansi dengan beragam kekuatan.
Dalam masalah kesepakatan bernegara yang bertujuan untuk menjalin koordinasi kerja
secara baik, dan membentuk aliansi terkait satu persoalan atau problema nasional, diharuskan
menjelaskan batasannya terlebih dahulu yakni tiga hal:
1. Pembatasan tuntutan kesepakatan, karena kesepakatan lintas nasional memiliki
batasan terendah yang mungkin disepakati.
2. Pembatasan prioritas
3. Pembatasan mekanisme kerja, dan tugas setiap kelompok, serta tanggung jawabnya.
Selanjutnya disana mesti ada penegasan yang menjamin koordinasi dan aliansi ini, yaitu:
memelihara karakteristik setiap kelompok; kecenderungan kerjanya; setiap kelompok bisa
komitmen terhadap segala hal yang menjadi kesepakatan; timbangan relatif setiap sudut
pandang; lintas perselisihan. Pengkondisian ini bukan merupakan penjenjangan bagi perbedaan
dan peleburannya, atau kewajiban dari pandangan personal terhadap kelompok, atau sekadar
gelombang yang hanya melewati sebagian kelompok.
Jamaah Ikhwanul Muslimin berhubungan dengan semua elemen dengan jelas dan
terbuka serta dengan kelapangan hati dan kebijakan, namun bukan berarti ia membiarkan
perampasan hak-haknya, terpedaya, atau ia membiarkan bahunya diinjak oleh orang lain, atau
memanfaatkannya demi mewujudkan ambisi dan kemaslahatan pribadi.
Tansiq (koordinasi) bukan berarti jamaah Ikhwanul Muslimin melepaskan slogan,
identitas dan prinsip-prinsipnya, namun dalam beberapa hal bisa saja terwujud kesepakatan
614 Setiap partai punya hak untuk menjalin hubungan dengan kekuatan nasional lainnya. Ia juga berhak menyatakannya ataupun tidak. Pembicaraan kali ini hanya terkait dialog tentang masalah nasional dan cara koordinasi penyelesaiannya.
434
terhadap slogan-slogan dan mekanisme, selama hal itu tidak bertentangan dengan nilai dan
prinsip-prinsip dakwah.
Iklim yang dibutuhkan adalah, komitmen terhadap etika-etika dialog, meninggalkan
tuduhan-tuduhan dan uslub perdebatan dan penipuan, kemudian mengambalikan kepada
masyarakat untuk mendukung dan memilih salah satu dakwah, kelompok atau kekuatan politik
sesuai dengan konsep dan proyek yang ditawarkan. Dalam gerakan politiknya, Jamaah Ikhwanul
Muslimin memiliki satu sikap terhadap semua kelompok (artinya; jamaah tidak memiliki standar
ganda. pentj), menghindari pendeskreditan seseorang dan tidak menuduh nasionalisme
seseorang dan keikhlasannya dalam bekerja, tidak angkuh dan besar kepala terhadap orang lain,
menerima kritikan dan masukan dengan kelapangan hati serta menganggap hal itu sebagai doa
yang mulia, berdialog dengan semua golongan dan membudayakannya.
Namun jamaah tidak melakukan dialog, kesepakatan dan koordinasi dengan beberapa
kelompok berikut;
1. Kelompok manapun –Mesir maupun non Mesir- yang menjadikan kekerasan dan
penumpahan darah sebagai sarana perubahan, ia justru mengajaknya untuk
meninggalkan cara-cara yang menyimpang dari syariat Islam dan prinsip-prinsipnya
tersebut.
2. Pemerintah yang diktator yang menganggap bahwa dirinya adalah yang paling benar
dan menghadapi pemikiran-pemikiran yang berseberangan dengannya dengan
penangkapan dan penjara, namun jamaah memberikan nasehat dan mengajaknya
kepada prinsip-prinsip keadilan dan kebebasan.
3. Begitu pula dengan kelompok-kelompok yang memiliki hubungan dengan Zionisme,
dan mengajak untuk menjalin hubungan dengan Zionisme. Maka kami
memperingatkan dari hal ini, dan mengungkap rencana dan proyek-proyek
konspirasinya.
Dalam gerakan dan sikap-sikap politiknya, Jamaah Ikhwanul Muslimin memperhatikan
strategi umum dan prinsip-prinsip kerja yang dimilikinya, diantaranya kemaslahatan Negara,
kemerdekaan dan komitmennya. Dan dalam mewujudkan hal ini, jamaah terkadang harus
mengorbankan pengeluaran khusus, atau terkadang harus memikul beban dan rintangan, atau
435
jamaah memilih salah satu sarana dan mekanisme yang tidak memberikan implikasi terhadap
kemaslahatan Negara dan strategi jamaah di dalam gerakan dan dakwah.
Persimpangan Jalan
Terkadang terdapat persimpangan jalan antara jamaah dengan kekuatan dan aliran-aliran
non muslim yang lain, bahkan dengan kelompok-kelompok yang menyimpang dari fikrah
islamiyah dan memusuhinya, namun ia merupakan salah satu sarana dalam mewujudkan
beberapa target-target parsial dan praktis –bukan target-target prinsipil-; dimana target kami
adalah Islam yang kokoh, integral dan saling terkait, adapun sarana, terkadang kita akan terlibat
bersama dengan orang lain615, dan kadang-kadang bayak pihak yang diuntungkan dalam hal ini.
Namun sarana yang kita inginkan adalah yang tunduk kepada prinsip-prinsip Islam dan
berkaitan erat dengan target. Target yang kita inginkan adalah target yang tidak menghalalkan
segala cara, namun target dan sarana yang kita inginkan adalah target yang menyatu dengan
kaidah-kaidah syariat dan hukum-hukumnya. Persimpangan jalan juga tidak selalu kerjasama
dan koordinasi.
Jika terdapat jalinan kerjasama di persimpangan ini, maka henaknya sejalan dengan
hukum-hukum Islam dan kaidah-kaidahnya, seperti pembebasan, genjatan senjata, perjanjian,
bantuan bersyarat, keikutsertaan dalam efektifisasi, kesepahaman tentang prioritas, atau diam
(absten) terhadap sesuatu hal demi kemaslahatan yang lebih besar, dan lain-lain yang
merupakan bagian dari siasat Islam dan fiqih konstitusi.
Kami akan menunjukkan salah satu contoh untuk menjelaskan hal ini, yaitu larangan Imam
Ibnu Taimiyyah untuk tidak membangunkan pasukan Tatar yang mabuk dan sedang tertidur di
jalan-jalan Baghadad; karena jika mereka bangun, maka mereka akan menyakiti penduduk dan
merampas milik rakyat negeri itu.
615 Maksud dari 'orang lain' adalah, kelompok dan aliran-aliran yang tidak bekerja untuk kemaslahatan Islam atau kemaslahatan bangsa.Adapun para nasionalis muslim, kadang-kadang juga ikut serta dalam target-target dakwah, walaupun target-target dakwah Ikhwan lebih luas dan lebih mendalam, yang berupa susunan yang saling terikat dan eksis sepanjang sejarah.
436
Begitupula menahan kezaliman tanpa perlawanan atau diam terhadap suatu kerusakan
demi mewujudkan kemaslahatan yang lebih besar, atau dalam rangka menjalankan kewajiban
yang utama yang dibutuhkan oleh umat dan pada waktu itu Negara sedang dipimpin oleh
pemerintah yang zhalim, atau menghindari bahaya dan mafsadah yang lebih besar. Bahkan Allah
Allah terkadang memenangkan agama ini melalui seorang lelaki pendosa, dan Ibnu Taimiyyah
telah menjelaskan beberapa batasan terkait dengan hal ini.
Urgensi Pengamanan terhadap Dakwah
Mengawal dakwah dan melindungi keselamatan dan kekokohan rukun-rukunnya
merupakan tujuan mendasar yang tidak boleh ada tawar-menawar, dilepaskan, dilupakan atau
diremehkan, meskipun secara parsial, dimana hal ini membutuhkan pengalaman dan
kecermatan dari qiyadah –dengan taufik dari Allah- dalam menghadapi tekanan, marabahaya
dan peristiwa-peristiwa menakutkan.
Sesungguhnya sejarah jamaah dan perjalanannya sangat panjang, serta apa saja yang
pernah dihadapinya menjelaskan tentang sejauh mana taufik Allah terhadap qiyadah jamaah
dalam mengawal, melindungi dan memindahkan jamaah ini dari satu fase ke fase berikutnya,
dan hal ini tidak bertentangan dengan pemanfaatan kesempatan dan kelenturannya dalam
menghadapi beberapa peristiwa, ia tidak melanggar sunah alam dan tidak melawan arus.
Namun berupaya menguasai dan mengalihkan arusnya serta memanfaatkan untuk kepentingan
dakwah. Semua hal ini, menguatkan basis pengawalan dakwah dan penjagaan terhadap prinsip-
prinsipnya:
1. Kerekatan shaf dakwah terhadap para qiyadah dan tsiqah yang tinggi
terhadapnya.
2. Kekuatan ukhuwah dan cinta antara kader dakwah
3. Selalu berpegang teguh terhadap ushul dan prinsip-prinsip jamaah,
sebagaimana yang diajarkan oleh Imam Syahid.
4. Mengembalikan semua urusan kepada Allah dan mengetuk pintu kemuharan-
Nya.
5. Memahami dan mengetahui jalan orang-orang beriman dan jalan para
pendosa.
437
Hal-hal tersebut di atas merupakan faktor-faktor yang membantu pengawalan terhadap
dakwah, dan Imam Syahid merupakan model ideal yang menjadi contoh untuk pemahaman
tersebut. Beliau berhasil menyeberangkan dakwah di tengah konflik yang bergejolak dan kondisi
yang sangat sulit, begitupula halnya para Mursyid yang mengemban amanah itu setelah beliau –
semoga Allah meridhai mereka semua-.
Imam Syahid mampu membangun dakwah –dengan seluruh manhaj dan tujuannya yang
syamil- dengan tenang, serta menguatkan asas jamaah tanpa menimbulkan goncangan, atau
tanpa disadari para penyusup.616
Ketika Inggris mencium 'bahaya' dakwahnya, pada saat yang sama PD II baru dimulai,
sehingga mereka sibuk mengurus peperangan. Hal ini kemudian dimanfaatkan oleh Imam
Syahid, beliau menyebarkan dakwah dengan tenang dan hikmah, lalu akhirnya ia berhadapan
dengan tekanan Inggris tahun 1941 M, mereka meminta Perdana Menteri Mesir waktu itu,
Husein Basya untuk mengisolir Imam Syahid ke pedalaman Mesir, dan menutup Majalah Ikhwan
(Majalah Al Manar dan Majalah Ta'aruf). Kemudian beliau dipindahkan ke Qana pada 9 Mei
1941 M, termasuk wakil Jamaah Ikhwanul Muslimin juga dipindahkan ke Dimyath. Imam Syahid
menghadapi dengan tenang dan bijak. Beliau kemudian memanfaatkan keberadaannya di
perkampungan itu untuk menyebarkan dakwah di sana, lalu beberapa kelompok dan kekuatan
mengeluhkan keberadaannya di sana.
Imam Syahid kemudian melakukan tekanan dengan cara yang tenang melalui beberapa
menteri dari kelompok-kelompok independent yang duduk di parlemen, serta dengan interaktif
di parlemen melalui Ustadz Muhammad Nashir tentang sebab pemindahan Imam Syahid ke
perkampuangan Mesir, tidak lama setelah itu, Imam Syahid dikembalikan ke Kairo.
Gerakan Imam Syahid kemudian berkonsentarsi terhadap masalah Palestina, mencetak
dan menyebarkan buku yang berjudul Al Dimar wa Al Nar (Kehancuran dan api) di Palestina;
yang membongkar kejahatan Inggris dan Yahudi, mereka kemudian meminta pemerintah untuk
memenjarakan Imam Syahid. lalu dilakukan penangkapan terhadap Imam Syahid, wakil Jamaah 616 LIhat kembali: Muzakkirat Da'wah wa Da'iyah Lil Imam al Syahid Hasan (Memoar Hasan Al Banna).
438
dan sekretaris umum, kemudian di penjarakan di Zaitun. Karena mendapat tekanan politik dan
kecaman dari pelbagai media serta kondisi PD II, mereka terpaksa melepaskan Imam Syahid.
Pada tahun 1948 M, Inggris mendirikan sebuah jamaah baru untuk menyaingi dan
menyerang kelompok Ikhwanul Muslimin, mereka menamakannya Ikhwanul Hurriyah. Namun
Imam Syahid tidak menghiraukan dan tidak menyibukkan dirinya dalam konflik tersebut, beliau
justru semakin mengkonsentrasikan diri untuk menyebarkan dakwah dan gerakannya dengan
memanfaatkan kondisi yang ada pada waktu itu.
Imam Syahid lalu berupaya menggunakan kesempatan untuk ikut berperan di parlemen
Mesir. Ia kemudian mencalonkan dirinya sebagai calon untuk daerah pemilihan Ismailiyah tahun
1942 M. Namun Inggris menolak hal itu dengan keras dan menekan pemerintah Mesir melalui
PM. Mesir, Nahas Basya untuk mengancam dan memaksanya membatalkan diri sebagai calon.
Imam Syahid menerima tuntutan itu setelah menimbang dengan cermat berbagai akibat dan
kemungkinan yang akan terjadi.
Kemudian pada tahun 1945 M, beliau kembali mencalonkan dirinya di daerah pemilihan
yang sama, namun Inggris memanipulasi hasil pemilu dengan pemalsuan yang sangat jelas.
Imam Syahid mengambil manfaat dari kejadian ini dan beliau tidak bersikeras melakukan
perlawanan.
Lalu terjadi konflik Palestina –yang merupakan bagian dari strategi dakwah Ikhwanul
Muslimin yang tidak mungkin dilepaskan-, beliau mengetahui sejauh mana konspirasi yang
dilancarkan musuh.617
Lalu pada 8 Desember 1948 M, Naqrasyi mengeluarkan keputusan pembubaran jamaah
dan menangkap seluruh anggota Ikhwanul Muslimin, serta pembunuhan Imam Syahid pada 12
Februari 1949 M, namun beliau –semoga Allah merahmatinya- telah mengamankan dakwah dan
meletakkan rukun dan pondasinya sehingga ia mampu bertahan menghadapi musuh.
617 LIhat kembali pembahasan tentang hal ini pada bab Pembebasan Negeri-negeri muslim, dan makalah yang berjudul Mihnatul Islam.
439
Sepeninggal Imam Syahid, Jamaah Ikhwanul Muslimin dipimpin oleh al Ustadz Hudhaibi
untuk menghadapi gelombang ujian dengan penuh kesabaran dan keteguhan. Dengan
keutamaan Allah dan taufik dariNya, jamaah ini tidak menyimpang atau dikuasai oleh musuh.
Sesungguhnya pengamanan dakwah harus dimulai dari dalam bangunan, kekuatan dan
kekokohannya. Bangunan ini yang kemudian menghancurkan setiap usaha penghancuran,
panah-panah musuh, dan konspirasi dan upaya pelumpuhan.
Faktor-faktor yang mampu mengawal bangunan jamaah –setelah taufik Allah yang Maha
Tinggi tentunya-, terdapat pada hal-hal berikut:
1. Kekuatan ikatan dan kekokohan antar satuan-satuan shaf dan kader-kader
jamaah.
2. Tsiqah kepada qiyadah dan selalu berhimpun bersama mereka.
3. Kejelasan orientasi dan keteguhan pemahaman yang dimiliki oleh masing-
masing individu jamaah terhadap target dan sarana, serta tingginya tingkat
kebutuhan mereka terhadap jamaah dan dakwah, begitupula kebutuhan umat
manusia terhadapnya.
4. Iklim yang baik di dalam dalam jamaah, berupa kejelasan (orientasi),
keterbukaan, cinta, saling menghormati, komitmen terhadap ketentuan jamaah
serta berpegang teguh terhadap adan dan akhlak.
5. Hubungan yang erat antara qiyadah (pemimpin) dan Qaidah (jundi-jundi
dakwah), serta antar generasi dakwah.
Dengan terpenuhinya semua faktor-faktor di atas, maka shaf jamaah akan sangat sulit
ditembus, digoncang, dihancurkan apalagi dilobangi. Kehancuran tidak akan terjadi kecuali pada
kondisi yang goncang, tidak tenang, kondisi yang gelap dan ketidakstabilan jasad, ruh dan
pengorganisasian.
Kami tidak mengatakan, "bahwa barisan shaf Ikhwan dalam pelbagai aspek dan sisinya
adalah shaf malaikat dan shaf paling ideal. Kami hanya menyampaikan secara umum bagaimana
mengupayakan dan mentarbiyahnya hingga sampai pada tahap keimanan yang tinggi. Termasuk
440
prilaku individu atau sikap-sikap yang dilakukan oleh anggota jamaah, tidak akan terlepas dari
tahapan ini dan tidak kehilangan sifat tsabat (keteguhan) dan quwwah (kokoh dan kuat).
Imam Syahid dan pembentukan partai-partai
1. Imam Syahid menghadapi realita buruk dalam pertumbuhan kelompok-kelompok di
Mesir, serta penerapannya yang menyebabkan kemunduran di tubuh umat, yaitu
kelompok-kelompok yang tidak memiliki agenda yang jelas, semata-mata hanya
fanatisme pemimpin atau ketokohan seseorang, terlebih penerapannya yang berdiri
di atas kebencian, perseteruan dan melegalkan permusuhan antara individu
masyarakat. Yang pada akhirnya membuka pintu masuknya orang-orang asing untuk
bermain terhadap masyarakat.
Imam Syahid berkata, "Ikhwanul Muslimin berkeyakinan bahwa partai-partai politik
yang ada di Mesir didirikan dalam suasana yang tidak kondusif. Sebagian besar
didorong oleh ambisi pribadi, bukan demi kemaslahatan umum. Sebagai bukti akan
hal itu, kalian semua mengetahuinya. Ikhwan juga berkeyakinan bahwa partai-partai
yang ada, hingga kini belum dapat menentukan program dan manhajnya secara
pasti.
Ikhwan juga berkeyakinan bahwa hizbiyyah (sistem kepartaian) seperti ini akan
merusak seluruh tatanan kehidupan, memberangus kemaslahatan, merusak akhlak,
dan memporak-porandakan kesatuan umat."618
Beliau juga berkata, "Saya meyakini wahai tuan-tuan, bahwa campur tangan asing
terhadap urusan umat tidak ada maksud lain kecuali untuk permusuhan dan
perseteruan. Sistem kepartaian ini walaupun bisa mengantarkan salah satu
kelompok meraih kemenangan, namun permusuhan akan senantiasa mengintai dan
mencari musuh berikutnya. Mereka akan berdiri seperti seekor kera di hadapan dua
618 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal. 146
441
ekor kucing, dan rakyat tidak akan mendapatkan apa-apa selain perampasan
kemuliaan dan kemerdekaan."619
2. Imam Syahid meyakini kerusakan partai-partai Mesir sudah mencapai taraf politik
tambal sulam atau semata-mata perbaikan yang dangkal.
Imam Syahid berkata, "Sesungguhnya Ikhwanul Muslimin berkeyakinan akan
mandulnya sistem koalisi antar partai, dan koalisi semacam ini hanya merupakan
obat penenang yang bersifat sementara, bukan obat yang sesungguhnya. Karena,
betapa cepatnya orang-orang yang berkoalisi itu bubar dan kembali melakukan
perang satu sama lain dengan peperangan yang lebih dasyat daripada sebelum
berkoalisi. Adapun obat yang paling mujarab adalah hendaknya partai-partai ini
dihilangkan, karena mereka mungkin telah selesai memainkan perannya dan kondisi
pun sudah tidak lagi membutuhkannya."620
Beliau juga berkata, "Apa saja yang disebabkan oleh sistem kepartaian ini, berupa
pertentangan, persaingan dan kebencian adalah sesuatu yang dibenci oleh Islam.
Wahai Ikhwanul Muslimin, telah banyak aspirasi yang menyuarakan untuk
menghapus sistem kepartaian di Mesir."621
Khusus untuk sistem perwakilan parlementer –yang secara prinsip dan kaidah sangat
dekat dengan sistem pemerintah Islam, maka tidak ada syarat harus mendirikan
partai politik. Imam Syahid berkata, "Karena sistem ini sangat mungkin diterapkan
tanpa ada sistem kepartaian, dan tanpa harus melepaskan kaidah-kaidahnya yang
orisinil."622
619 Risalah: Mu'tamar Thalabah Ikhwanul Muslimin (Muktamar Pelajar dan Mahasiswa Ikhwanul Muslimin), hal.167620 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal. 148621 Risalah: Mu'tamar Thalabah Ikhwanul Muslimin (Muktamar Pelajar dan Mahasiswa Ikhwanul Muslimin), hal. 168622 Risalah: Nizhamul Hukm (Sistem Islam), hal. 322
442
"Ikhwan juga berkeyakinan bahwa sistem perwakilan atau bahkan parlemen itu tidak
membutuhkan sistem kepartaian dengan bentuknya seperti yang ada di Mesir
sekarang."623
3. Kendati demikian, Imam Syahid tetap berpandangan tentang urgensi kebebasan
beraspirasi dan mendirikan partai politik yang benar. Beliau mengatakan, "Ikhwan
berkeyakinan bahwa ada perbedaan prinsip antara kebebasan pendapat, berpikir
dan bersuara, berekspresi, menafsirkan sesuatu, musyawarah, dan nasehat –
sebagaimana digariskan oleh Islam- dengan fanatisme terhadap pendapat, keluar
dari lingkaran jamaah, berusaha terus-menerus untuk memperluas jurang
perpecahan di kalangan umat dan mengguncang kekuasaan pemerintahan yang
resmi."624
Beliau juga berkata, "Terdapat perbedaan wahai Ikhwanul Muslimin antara partai
politik yang slogannya adalah perbedaan, dan perpecahan dalam ide dan pandangan
umum serta apa yang berasal dari keduanya, dengan kebebasan pandangan yang
dibolehkan dalam Islam dan dianjurkan, serta dengan proses penyeleksian urusan
terhadap suatu perkara untuk mencari kebenaran. Dimana setelah jelasnya suatu
perkara, maka seluruhnya menerima dan menyetujuinya sebagai sebuah keputusan,
baik mengikuti suara mayoritas atau dengan kesepakatan."625
4. Imam Syahid menjelaskan tentang kondisi masyarakat Mesir, yang belum
mendapatkan kemerdekaannya secara totalitas, yang sejak awal pertumbuhan
membutuhkan kerja keras dan persatuan, dan partai-partai politik telah berubah
menjadi sesuatu yang merusak dengan kegiatan dan tokoh-tokohnya, yang
menyebabkan terjadinya perpecahan di tubuh umat. Oleh karena itu, beliau
berpandangan untuk menghilangkan sistem kepartaian.
623 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal.146624 Ibid625 Risalah: Mu'tamar Thalabah Ikhwanul Muslimin (Muktamar Pelajar dan Mahasiswa Ikhwanul Muslimin), hal. 168
443
Imam Syahid berkata, "Sesungguhnya kami wahai Ikhwan, adalah umat yang belum
mendapatkan kemerdekaan secara sempurna, kami masih berada dalam timbangan,
dan masih dikelilingi oleh banyak ambisi di setiap tempat. Tidak mungkin
kemerdekaan ini dapat diraih dan tidak mungkin menyingkirkan ambisi-ambisi
tersebut, kecuali dengan persatuan dan bahu membahu. Jika setiap bangsa yang
telah mendapatkan kemerdekaannya secara sempurna dan telah menyelesaikan
pembinaan dirinya, diperbolehkan berbeda dan mendirikan partai-partai di dalam
beberapa hal, maka hal itu tidak mungkin bisa diwujudkan di tengah umat yang baru
tumbuh."626
Imam Syahid berkata, "Saya meyakini wahai tuan-tuan, bahwa sistem partai politik
walaupun dibolehkan di beberapa Negara, namun ia tidak dibolehkan di semua
Negara."627
5. Imam Syahid menegaskan bahwa hal ini merupakan pandangannya sendiri dalam
menghadapi kondisi dan keadaan pada fase ini, dan bisa jadi ia mengamalami
perubahan pada masa-masa yang akan datang.
Imam Syahid berkata, "Sesungguhnya saya memiliki pandangan sendiri terhadap
masalah partai politik, dan saya tidak ingin memaksakannya kepada orang lain,
karena hal itu merupakan pandangan saya sendiri bukan untuk orang lain. Walaupun
demikian, saya juga tidak ingin menyembunyikan dari mereka, dan saya melihat
bahwa kewajiban memberikan nasehat kepada umat manusia –terutama pada
kondisi-kondisi seperti ini- telah menggerakkan saya untuk berterus-terang dan
menyampaikannya kepada manusia."628
Beliau juga berkata, "Saya juga ingin mengatakan bahwa bahwa ketika saya
berbicara tentang partai politik, maka bukan berarti saya sedang menawarkan
sebuah partai kepada masyarakat tanpa partai yang lain, atau saya menguatkan
626 Ibid627 Risalah: Mu'tamar Thalabah Ikhwanul Muslimin (Muktamar Pelajar dan Mahasiswa Ikhwanul Muslimin), hal. 166628 Ibid
444
salah satunya tanpa yang lain, atau saya menjelek-jelekkan salah satunya dan
merekomendasikan yang lain, hal itu bukan menjadi kepentinganku. Namun saya
ingin mengambil sebuah sikap yaitu, saya membiarkan keputusan terhadap partai
politik kepada sejarah dan opini khalayak, dan sesungguhnya pembalasan yang
benar adalah di sisi Allah semata."629
6. Dengan pandangan khusus Imam Syahid ini, yang beliau tetapkan secara temporer
sesuai dengan kondisi yang dihadapi oleh umat, Ikhwanul Muslimin memberikan
pandangannya yang universal yang berlandaskan asas dan pondasi yang dibuat oleh
Imam Syahid tentang sistem pemerintahan, urgensi kebebasan, syuro dan
menghormati aspirasi rakyat, maka Ikhwanul Muslimin menuntut kebebasan
mendirikan partai, perhimpunan dan deklarasi sikap dan pandangan, dan hendaknya
ada lembaga hukum yang independent dan adil yang menangani pelaksanakan dan
penerapannya.
Tentang Aktivitas POlitik:
1. Pertama, Imam Syahid menegaskan dengan keyakinan yang kuat bahwa, politik
merupakan bagian dari manhaj Islam, yang mengatur kehidupan pribadi,
masyarakat, Negara dan seluruh alam, dan hendaknya sistem politik, manhaj
dan auran kehidupan sesuai dengan syariat Islam.
Imam Syahid berkata, "Namun mereka meyakini Islam sebagai akidah dan
ibadah, Negara dan kewarganegaraan, akhlak dan materi, budaya dan undang-
undang, serta toleransi dan kekuatan."
Beliau juga berkata, "Mereka meyakini bahwa Islam sebagai sistem paripurna
yang melingkupi seluruh aspek kehidupan, mengatur perkara dunia
sebagaimana dia mengatur perkara akhirat. Mereka yakin bahwa Islam adalah
629 Ibid
445
sistem operasional sekaligus spiritual. Islam menurut mereka adalah agama dan
daulah, mushaf dan pedang."630
"Bahwa politik, kebebasan, dan izzah adalah bagian dari ajaran Al Quran."631
"Dan Allah mengetahui bahwa Ikhwanul Muslimin tidak pernah sama sekali
menjadi tidak berpolitik, atau tidak akan sama sekali menjadi tidak muslim. Ia
tidak akan memisahkan dakwahnya antara politik dan agama, dan manusia
tidak akan melihat mereka sebagai pengusung partai."632
"Terdapat perbedaan wahai Ikhwan, antara partai yang memiliki slogan
perbedaan dan perpecahan dalam perspektif dan pandangan umum, serta apa
yang menjadi dari keduanya, dengan kebebasan pikiran yang dibolehkan oleh
Islam dan dianjurkan."633
"Tema-tema besar seperti semacam universalisme, nasionalisme, sosialisme,
kapitalisme, komunisme, perang, distribusi kekayaan, hubungan antara
produsen dan konsumen, serta berbagai masalah yang terkait dengan tema ini –
yang kini memenuhi kepala para pemimpin dan pakar ilmu sosial modern- kami
yakin telah diselam begitu dalam oleh Islam. Sebab Islam telah meletakkan
suatu sistem bagi dunia yang membuka pintu bagi pendayagunaan dan
pemanfaatan semua sumber kebaikan, sekaligus menghindarkan manusia dari
semua kemungkinan buruk yang bisa timbul dalam proses menuju kesana."634
Ia berkata, "Oleh karena itu, Ikhwanul Muslimin mengajak agar asas
kebangkitan kita hendaknya merupakan, menyatukan fenomena kehidupan
nyata di tengah umat sesuai dengan asas Islam dan kaidah-kaidahnya."635
630 Risalah: Ila al Syabab (Kepada Para Pemuda), hal. 104631 Risalah: Ijtima Ru'asa al Manatiq (Pertemua Ketua-ketua Wilayah).632 Risalah: Mu'tamar Thalabah Ikhwanul Muslimin (Muktamar Pelajar dan Mahasiswa Ikhwanul Muslimin), hal.160633 Ibid, hal.168634 Risalah: Ila Ayyi Syai'in Nad'unnas (Kepada Apa Kita Menyeru Manusia), hal.56635 Risalah: Da'watuna Fi Thaurin Jadid (Dakwah Kami di Zaman Baru), hal.339
446
2. Imam Syahid menolak tegas orang yang memisahkan antara dan politik, beliau berkata, "Kita
menilai bahwa pemisahan antara agama dan politik bukanlah bagian dari ajaran Islam yang
hanif, kaum muslimin yang mengerti dan memahami ruh dan ajaran Islam secara benar
tidak mengenal hal ini. Bagi mereka yang ingin mengalihkan kami dari manhaj ini hendaklah
menjauh dari kami karena ia adalah musuh bagi Islam atau orang yang tidak mengetahui
tentang Islam. Tidak ada baginya jalan kecuali dua hal ini.636
3. Oleh karena itu, maka kegiatan politik adalah bagian dari agenda dakwah Ikhwan yang
sempurna. Dalam hal ini Ikhwan mengambil berbagai bentuk kegiatan yang disesuaikan
dengan kemamampuan jamaah dan kondisi yang berkembang di sekelilingnya. Agenda ini
memiliki fase-fase dan lahannya tersendiri yang diawali dengan penjelasan pandangan Islam
terhadap suatu peristiwa atau masalah, dilanjutkan dengan menyebarkan prinsip-prinsip
Islam dalam masalah politik dan pemerintahan, mengetengahkan program-program
perbaikan yang berbasis Al-Quran, menuntut kebebasan berpolitik dan nasionalisme,
menyempurnakan segala jenis kebebasan dan kemerdekaan bagi tanah air, memperbaiki
lembaga pemerintahan, penyadaran masyarakat terhadap hak-haknya serta membimbing,
membina dan memimpin masyarakat.
Imam Syahid berkata, "Adapun kalau kami dikatakan sebagai politikus, dalam arti kami
memiliki perhatian terhadap umat kita, kami yakin bahwa kekuatan tanfidziyyah termasuk
bagian ajaran dan hukum Islam. Kami meyakini bahwa kebebasan politik dan kehormatan
nasionalisme adalah bagian dari rukun dan kewajiban Islam. Atau karena kami berjuang
untuk menyempurnakan kemerdekaan dan memperbaiki badan pemerintahan, maka
memang demikianlah kami. Kami kira kami tidak mendatangkan sesuatu yang baru.
Kesemuanya itu adalah adalah hal-hal yang biasa dipahami oleh setiap muslim yang
mempelajari Islam dengan benar.
636 Risalah: Ila al Syabab (Kepada Para Pemuda), hal. 179
447
Apa yang kami lakukan tidak lain dari merealisasikan tujuan-tujuan di atas dan kami
tidak keluar dari dakwah Islam sama sekali, karena Islam tidak hanya menyuruh umatnya untuk
berjihad dan berjuang."637
4. Dalam muktamar yang dihadiri oleh Ketua-ketua Wilayah, Imam Syahid membantah pendapat
yang mengatakan bahwa meninggalkan kegiatan politik dan memfokuskan diri kepada
kegiatan sosial dan moral akan menyelamatkan dakwah dari rintangan dan hambatan.
Dalam hal ini beliau mengatakan, "Wahai saudaraku! Untuk hal ini kami telah
menghabiskan waktu selama 17 tahun dalam rangka mempersiapkan dan memahamkan
masyarakat tentang hakikat politik yang sebenarnya, kebebasan dan nasionalisme merupakan
bagian dari perintah Al-Quran, dan mencintai tanah air adalah bagian dari keimanan. Tidak ada
lagi lembaga yang diyakini dan diharapkan masyarakat untuk mewujudkan cita-cita suci ini
selain dari Ikhwan. Semua hal ini menyebabkan saya meyakini bahwa tidak ada lagi pilihan yang
tersedia bagi kita. Maka dari sekarang kita berkewajiban untuk mengarahkan jiwa yang sedang
terheran-heran dan membimbing perasaan yang sedang menggelora untuk melangkah bersama
jalan ini. Wallâhu Al-Musta'ân.
Dalam hal ini beliau juga menjelaskan, "Tidak ada dakwah tanpa jihad, dan tidak akan
ada jihad tanpa adanya tekanan."638
Beliau mengatakan –seraya menyebutkan fase-fase dakwah dan tahapan-tahapan dalam
kegiatan politik-, "Dalam hal ini kita tidak menyalahi rencana kita, dan tidak menyimpang dari
jalan kita serta tidak pula menukar rute perjalanan dengan terjun ke dunia politik –seperti yang
dikatakan mereka yang tidak memahaminya- Akan tetapi, dengan hal ini kita melangkah ke fase
yang kedua dari perjalanan dan rencana kita yang berlandaskan Al-Quran. Maka tidak ada
dosanya bagi kita ketika politik menjadi bagian dari agama ini, dan Islam mencakup hakim dan
orang-orang yang dikenai hukuman. Tidak ada dalam Islam slogan yang mengatakan: “Berikan
kepada Kaisar apa yang menjadi haknya dan berikan kepada Tuhan apa yang menjadi hak-Nya.
637 Risalah: Mu'tamar Sadis (Muktamar ke VI), hal.213638 Ibid
448
Akan tetapi yang ada hanyalah: kaisar dan segala hak miliknya adalah kepunyaan Allah Yang
Maha Perkasa.”639
5. Agenda dakwah dan politik yang kami miliki mempunyai landasan dan aturan-aturan, titik
tolaknya adalah Islam dan pelaksanaan syariat Allah. Setiap tujuan perbaikan yang ada
bertolak dari sini dan ter-shibghah dengannya. Agenda perbaikan dalam bidang politik dan
kemasyarakatan tidak boleh dijadikan ganti dari tujuan utama ini. Dan juga tidak boleh bagi
kami untuk mengakhirkan konsep syariat dan berdakwah kepadanya dengan
mengedepankan konsep perbaikan yang merupakan bagian darinya. Agenda perbaikan ini
hanyalah bagian dan pelengkap baginya dan bukanlah sebagai ganti.
Imam Syahid mengatakan, "Jika ditanyakan kepada kalian: Kemana kalian mengajak?
Maka jawablah: kami menyeru kepada agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw.,
dan pemerintahan adalah bagian darinya, serta kebebasan adalah diantara
kewajibannya.”640
Beliau juga mengatakan tentang dakwah kita, "Tidak akan ada hari bahwa mereka
adalah orang-orang yang berada di luar Islam."641
Maka seruan untuk perbaikan dalam bidang politik dan sosial adalah bagian dari bentuk
dakwah kita kepada Islam dan bukanlah sebagai gantinya, dan tidak pula dia lebih diprioritaskan
darinya.
Ats-sabat yang sejati dalam jamaah ini berdiri di atas landasan: komitmen dan keteguhan dalam
menjaga ats-sawabit (hal-hal prinsipil dalam jamaah), kekuatan tanzhim, keteguhan pribadi-
pribadinya yang bersandar kepada akidah dan ikatan persatuan, tingkatan ke-tsiqah-an dan
ketaatan dalam kondisi malas dan giat dan serta tajarrud. Hal ini tidak akan tampak dalam
peristiwa-peristiwa biasa dengan sekedar berkaca kepada teori. Akan tetapi ini akan teruji dan
639 Muzakkirat Da'wah wa Da'iyah Lil Imam al Syahid Hasan (Memoar Hasan Al Banna), hal. 165640 Risalah: Baina l-Amsi wal Yaum (Antara Kemaren dan Hari ini)641 Risalah: Mu'tamar Thalabah Ikhwanul Muslimin (Muktamar Pelajar dan Mahasiswa Ikhwanul Muslimin), hal. 160
449
tampak ketika berhadapan dengan kondisi-kondisi sulit dan peristiwa-peristiwa yang
menggoncangkan serta dalam menghadapi tantangan yang datang.
Kita berkewajiban mencari sebab-sebab yang cocok dan bersungguh-sungguh dalam
proses tarbiyah dan pengkaderan, mengembalikan segala perkara kepada Al-Quran dan
perbekalan keimanan, senantiasa memohon pertolongan dan keistiqamahan dari Allah,
berharap kepada-Nya serta bertawakal kepada-Nya. Tingkatan keistiqamahan dan kesuksesan
kita sangat tergantung kepada tingkat ibadah kita kepada-Nya dan keterlepasan dari segala
kekuatan.
6. jamaah dalam agenda politiknya dan hubungan dengan partai-partai politik tidak memihak
kepada salah satu partai manapun, dan berusaha untuk mengajak mereka mengamalkan
manhaj Islam (sebagaimana yang disebutkan dalam halaman sebelumnya).
Imam Syahid mengatakan, "ketika terjun dalam dunia politik kita kita tidak akan pernah
cenderung dan berpihak kepada salah satu partai politik."642
"Sangat salah orang yang menyangka bahwa Al-Ikhwan Al-Muslimun bekerja untuk
sebuah lembaga diantara lembaga yang ada atau ia bergantung kepada salah jama'ah diantara
jama'ah yang ada."
Jamaah dengan karakteristik yang ada dalam manhajnya dengan tidak menggunakan
sistem partai. Akan tetapi dia tidak menafikan keberadaan organisasi lain. Dia senantiasa
bekerjasama dan berkoordinasi dengan organisasi lain dalam rangka mewujudkan kemaslahatan
dakwah dan tanah air, berdasarkan asas yang jelas dan berlandaskan syariat; yang berkata
kepada seseorang yang telah melakukan suatu kebaikan, "Anda telah berbuat kebaikan."
Sementara kepada eorang yang melakukan kesalahan dikatakan, "Anda telah berbuat salah."
Jamaah juga tidak akan menjalin kerjasama dengan pihak manapun dengan menggadaikan
dakwah atau prinsip-prinsip Islam. Jamaah akan memenuhi kata-katanya dan komitmen dengan
keputusan yang telah dibuat. Akan tetapi kami tidak akan tertipu dengan berbagai manuver
politik dan janji-janji kosong.
642 Risalah: Mu'tamar Sadis (Muktamar ke VI)
450
Jamaah akan berinteraksi dengan seluruh kalangan dan menujukan dakwah untuk seluruh
lapisan. Memberikan kepada setiap individu haknya sesuai dengan sumbangsihnya terhadap
Islam. Selain itu tingkat interaksi jamaah juga sangat variatif. Ada yang hanya sekedar interaksi
secara umum, ada yang sampai kepada tingkat koordinasi dalam beberapa agenda kerja, atau
ada yang sampai kepada saling membantu, kerjasama dan berbagai bentuk hubungan lainnya.
Akan tetapi itu semuanya tentu saja sesuai dengan undang-undang yang ada dalam jamaah dan
batasan-batasan yang ada dalam syariat.
Kita menerima berbagai bentuk partisipasi yang berdasarkan prinsip persamaan dalam
kerjasama dan koordinasi demi menciptakan perbaikan umat dan menyeleseikan berbagai
macam problematikannya. Kita akan menolak bekerjasama dengan organisasi lain yang semata-
mata hanya berjuang untuk kepentingan organisasinya yang berkedok perbaikan. Kita juga akan
menolak bentuk kerjasama yang tidak berlandaskan asas persamaan. Karena hal ini dapat
merusak citra jamaah dan merupakan bentuk penyimpangan dari rencana dan tujuannya
semula.
7. Imam Syahid telah meletakkan standar sendiri untuk hal ini. Dalam Majelis Syura yang ketiga
pada tanggal 11 zulhijjah tahun 1353 H dikeluarkan keputusan yang menjelaskan sudut
pandang Ikhwan Muslimin terhadap organisasi lain berdasarkan asas dan aturan-aturan
yang ada dalam jamaah:
a. diwajibkan bagi setiap akh untuk mengenal tujuan secara mendalam, dan menjadikannya
satu-satu standar antara dirinya dengan organisasi lainnya.
b. setiap manhaj yang tidak menguatkan Islam dan berpedoman kepadan dasar-dasarnya
tidak akan mengantarkan kepada kesuksesan.
c. setiap organisasi yang mewujudkan salah satu sisi manhaj Ikhwan harus didukung oleh
setiap akh.
d. Sudah menjadi kemestian bagi Ikhwan Muslimin jika mendukung sebuah lembaga,
terlebih dahulu memastikan bahwa lembaga tersebut tidak bertentangan dengan tujuan
dan target jamaah.
e. lembaga-lembaga yang bermanfaat diarahkan kepada tujuannya dengan memberikan
dukungan kepadanya dan tidak melemahkannya.
451
f. Ikhwan menerima setiap ide yang diberikan demi menyatukan segala usaha kaum
muslimin di seluruh penjuru dunia. Dan mendukung ide penyatuan Islam, seperti bekas-
bekas kebangkitan dunia timur (Islam).
g. Ikhwan berusaha untuk melakukan pendekatan antar organisasi dengan berbagai sarana
yang tersedia, dan Ikhwan meyakini sepenuhnya bahwa rasa cinta adalah asas utama untuk
membangunkan kesadaran kaum muslimin.
h. Ikhwan menentang setiap lembaga yang melakukan penyimpangan dari nilai-nilai Islam
seperti Bahaiyyah dan Qadiyaniyyah.643
8. Bentuk dari kegiatan politik bisa beraneka ragam disesuaikan dengan kemampuan jamaah
dan kondisi yang ada. Dimulai dengan pengumuman pandangan terhadap partisipasi
politik dan mengetengahkan program-program yang bersifat menunjang dan membantu,
demikian juga dengan memunculkan kader-kader politik dan masuk dalam Pemilu.
Kemudian sampai kepada kepemimpinan dalam kegiatan politik dan khalayak.
Imam Syahid berkata, "berdasarkan asas ini, calon-calon Ikhwan akan maju, dan apabila
dating waktu yang tepat akan tampil mewakili umat di DPR. Percayalah dengan
pertolongan Allah selama tujuan kita adalah mencari ridha Allah Swt.
Artinya:
"Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya
Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa." (Q.S Al Hajj: 40)644
9. Dalam menentukan sikap terhadap kejadian dan peristiwa, jamaah selalu membedakan
antara khayalan, slogan dan kata-kata, dengan kerja keras dan jihad:
"Sesungguhnya arena kata-kata bukanlah arena khayalan, dan arena kerja bukanlah
arena kata-kata, dan arena jihad bukanlah arena kerja dan arena jihad yang benar bukanlah
arena jihad yang salah."645
643 Muzakkirat Da'wah wa Da'iyah Lil Imam al Syahid Hasan (Memoar Hasan Al Banna), hal.219-220644 Risalah: Mu'tamar Sadis (Muktamar ke VI), hal. 212645 Ibid. hal 181
452
Jamaah dia tidak gegabah dan reaktif terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi, tanpa
melakuan check and recheck dan mengetahui seluk-beluknya, dan dia tidak tertipu dengan
perkara yang tampak lahiriah saja. Ia memiliki ilmu fsiklogi (untuk mengenal gejala-gejala di
sekitarnya) sehingga tidak tertipu dengan berbagai slogan yang memperdagangkan kata-kata
dan kalimat.
Jamaah juga sangat memahami bahwa ia menjadi incaran musuh dalam skala regional dan
internasional, maka ia senantiasa menggunakan pandangan yang menyeluruh dalam melihat
sebuah pertarungan, dan senantiasa meletakkan di depan matanya "Memproteksi eksistensi
dakwah dan kekuatan barisan".
"Janganlah kamu mempertaruhkan usaha dan kerja kerasmu dan jangan pula bertaruh
dengan syiar kesuksesanmu!"646
Jamaah tidak absen dalam pelbagai even dan peristiwa yang terjadi, di waktu yang sama
ia juga memiliki agenda politik sendiri yang memilik pandangan mendalam, maka ia tidak pernah
lupa terhadap kemaslahatan dakwah atau kondisinya dari satu waktu ke waktu lainnya, atau
dari satu tempat ke tempat lain. Ia benar-benar memahami fase pembinaan dan kondisi yang
sedang dilalui umat Islam serta musuh-musuh yang menghadang mereka. Oleh karena itulah
maka jamaah lebih mengedepankan kerja, muatannya lebih kuat dari penampilannya, dan akan
tetap berpegang teguh terhadap dakwah meskipun dengan berbagai bujukan dan ancaman.
Sejarah menjadi saksi akan keberhasilan jamaah dengan metode yang dipakainya.
Dengan pertolongan Allah, jamaah bisa selamat dari segala tipu daya dan konspirasi yang
ditujukan untuk melemahkan, melenyapkannya, dan memalingkannya dari manhajnya.
10. Di pentas politik dan hal-hal yang menjadi kemestian di dalamnya seperti pernyataan sikap,
perjanjian, dan bantuan, maka dakwah selalu menimbang sebab-akibat serta implikasinya
terhadap jamaah dan gerakan dakwah, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
646 Risalah: Al Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal. 127
453
Qiyadah dalam jamaah memiliki hak komparasi terhadap aktivitas politik yang
diperbolehkan, dan hal itu dilakukan melalui lembaga dakwah, syura dan prinsip-prinsip
dakwah.
Untuk itu, jamaah senantiasa menggunakan Fiqih harakah dan siyasah syar'iyyah,
seperti: mendahulukan menolak madharat daripada mengambil manfaat, mengambil sesuatu
yang paling sedikit madharatnya, dan mengakhirkan maslahat yang paling sedikit. Demikian pula
dalam kaidah pengucilan dan pembuangan, serta jelasnya perbedaan urutan amal seperti jaiz
(boleh), mandhub (sunnah), fardu (wajib), makruh dan haram. Kemudian pembagian tujuan
syariat, berupa kebutuhan primer, sekunder dan tersier, dan mengukur kondisi dharurah
(daurat), ikrah (kondisi terpaksa), dan tarjih untuk menguatkan salah satu pendapat ketika
terjadi perbedaaan mashlahat, dan beberapa kaidah-kaidah lain yang termasuk dalam kaidah
dan standar syar'i dalam mengatur amal dan pergerakan. Dalam hal ini kita berpedoman kepada
Rasulullah Saw. dan perjalanan sirahnya yang mulia.
Bagi yang memperhatikan sirah Imam Syahid dan pandangan-pandangannya akan
mendapatkan bahwasanya beliau adalah seorang yang berpandangan tajam dan memiliki
pemahaman yang mendalam.
Ketika terjadi konflik antar partai politik dalam memperebutkan kursi kementerian,
Ikhwan berusaha untuk menjauh dari perkara ini dan berupaya menyampaikan nasihat kepada
seluruh pihak yang bertikai. Ia tidak memiliki keinginan atau ambisi untuk meraih kursi
kementerian atau mengambil keuntungan di balik peristiwa itu.
Dalam suratnya yang diutujukan kepada pemimpin pemerintahan Mesir kala itu beliau
mengatakan, “Dalam hal yang berkaitan dengan kementerian sebelumnya -termasuk di
dalamnya kementerian Anda sebelumnya- Ikhwan sengaja berdiri netral dengan tidak
memberikan bantuan dan dukungan kepada salah satu diantaranya, sebagaima ia juga tidak
akan pernah meminta atau menerima bantuan dari salah satu diantaranya. Ikhwan sangat
memahami bahwa mentarbiyah masyarakat dan menyebarkan ide-ide perbaikan kepada
mereka jauh lebih agung dan bermanfaat daripada berhubungan dengan pemerintahan yang
sekarang lebih disibukkan dengan permasalahan pertentangan dan persaingan antar partai.
454
Langkah strategis ini sangat berperan dalam rangka menjauhkan Ikhwan dari keterombang-
ambingan antara partai dan pemerintahan."647
Ikhwan tidak termasuk dalam pihak yang bertikai tentang masalah kepartaian, dan tidak
masuk dalam arena ini serta berusaha untuk menjauh dari pertikaian ini. Ia berupaya
menyampaikan nasihat dan pemahaman kepada setiap golongan dan memberikan dukungan
kepada yang lebih dekat kepada kebenaran, beroposisi dan memberikan penjelasan kepada
yang salah. Mereka tidak disibukkan dengan kegiatan politik dan pertikaian antar partai,
sebaliknya tetap serius dan komitmen memberikan pengabdian terhadap masyarakat dengan
tarbiyah dan proses penyadaran.
11. Ikhwan tidak ingin untuk memonopoli salah satu bidang yang ada dalam masyarakat atau
politik ataupun bidang-bidang lainnya. Akan tetapi Ikhwan menyambut baik partisipasi pihak lain
dan mengajak mereka untuk terjun dalam lapangan dan mengerahkan segenap tenaga dalam
proses perbaikan. Sejarah menjadi saksi bagaimana usaha Imam Syahid di usia muda beliau
dalam mengumpulkan para ulama dan siapa saja yang menginginkan perbaikan ketika ia
mendirikan Jam’iyyah Syubbân Al-Muslimîn, dan beliau pun termasuk salah seorang anggotanya
dan antusias dalam memotivasi dan bekerjasama dengannya, padahal ketika itu beliau juga
mengemban proyek gerakan paripurna dalam rangka mewujudkan kebangkitan umat dengan
nama Ikhwan Muslimin.
Dengan prinsip akidah yang sangat jelas, komitmen dan intergralitas manhaj yang
mencakup semua aspek, Ikhwan tetap membuka diri bekerja sama dengan segenap kekuatan
dan kelompok yang ada, dengan mengedepankan titik temu dan mengenyampingkan sebab-
sebab yang mendatangkan perbedaan dan perpecahan. "Kita saling bantu dalam hal yang kita
sepakati dan saling toleran dalam permasalahan yang kita perselisihkan”, selama kita semua
berkenan untuk menghormati hal yang sudah pasti dalam syariat dan bekerja untuk kepentingan
tanah air, kemerdekaan dan kemajuannya.
Ikhwan meyakini bahwa lahan jihad itu terbuka untuk siapa saja. Oleh karena itu mereka
menyampaikan dakwah kepada siapa saja dengan penuh ketulusan dan kejelasan tanpa diiringi
647 Ibid, hal. 297
455
perasaan merasa lebih, sombong dan takabur, memiliki sikap yang jelas, menepati kata-kata dan
janji, dan mampu memadukan antara pemahaman syariat dengan fiqih realitas.
12. Tentang partisipasinya dalam perjuangan politik, maka Ikhwanul Muslimin telah
menyampaikan tujuan-tujuan dan sudut pandangnya secara jelas jelas, dan menilai seluruh
elemen yang ada sesuai dengan neraca keislaman.
Pada pengantar editorial edisi perdana majalah An Nadzir yang terbit tahun 1938 M
(Rabi’ Al-Awwal 1357 H), Imam Syahid menjelaskan fase yang ditempuh dalam perjuangan
politik yang dimasuki jamaah dalam rangka menyeimbangi kekuatan politik dan berbagai aliran
yang ada, “Kita akan beralih dari sebaik-baik dakwah umum kepada sebaik-baik dakwah khusus,
dari sekedar dakwah dengan perkataan kepada dakwah yang diiringi kerja keras dan
perjuangan. Kita akan menyampaikan dakwah ini kepada segenap tokoh yang ada di negeri ini,
para pembesar, para menterinya, sesepuh dan segenap partai yang ada. Kita akan mengajak
mereka semua kepada manhaj yang kita yakini kebenarannya dan menjelaskan kepada mereka
berbagai agenda kami dan meminta kepada mereka untuk berjalan di negeri kami ini sesuai
dengan nilai dan ajaran Islam dengan penuh keberanian tanpa ada rasa ragu, dengan penuh
kejelasan tanpa adanya kesamaran, tanpa dusta dan kebohongan, karena waktu tidak tersedia
untuk melakukan kebohongan. Jika mereka mau menerima seruan kami dan menempuh jalan
ini, maka kami akan mendukung mereka. Namun jika mereka lebih cenderung untuk melakukan
kebohongan dan penipuan dan bersembunyi di belakang berbagai alasan bohong, maka kita
akan mengumandangkan permusuhan kepada setiap pemimpin partai atau lembaga yang tidak
bergerak untuk kepentingan Islam dan tidak berjalan di atas landasan Islam, demi
mengembalikan pemerintahan dan kejayaan Islam. Kita akan umumkan permusuhan terhadap
mereka, sebuah permusuhan yang tidak mengenal kata damai dan gencatan senjata sampai
Allah memberikan keputusan tentang kebenaran antara kita dan bangsa kita, dan Dia adalah
sebaik-baik pemberi pembuka (pemberi kemenangan).648
Imam Syahid menyebutkan metode perjuangan politik yang berkaitan dengan tujuan,
pandangan, dan agenda ketika harus melakukan konfrontasi, “Mereka semua akan melancarkan
648 Ibid, hal. 164
456
permusuhan yang besar kepada kita, baik di dalam pemerintahan maupun di luarnya, jika
mereka tidak menjadikan ajaran Islam sebagai manhaj yang harus diikuti dan diamalkan.”649
"Dalam hal ini kita tidak menyalahi rencana kita, dan tidak menyimpang dari jalan kita
serta tidak pula menukar rute perjalanan dengan terjun ke dunia politik –seperti yang dikatakan
mereka yang tidak memahaminya- Akan tetapi, dengan hal ini kita melangkah ke fase yang
kedua dari perjalanan dan rencana kita yang berlandaskan Al-Quran.”650
Dan beliau juga mengatakan tentang fase ini sebagaimana yang beliau sebutkan dalam
majalah An-Nadzir, “Telah tampak dengan jelas arah nasionalisme Ikhwan, yang bermula dari
partisipasi mereka dalam perjuangan politik, baik di dalam maupun di luar ketika dakwah telah
mecapai usia sepuluh tahun.”651
Di akhir perkataannya Imam Syahid berkata tentang beban perjuangan ini, "Wahai
Ikhwanul Muslimin, saya umumkan kepada kalian langkah ini melalui lembar-lembar koran
kalian edisi perdana ini, saya mengajak kalian untuk melakukan jihad amal, setelah dakwah
dengan perkataan, dan jihad ini membutuhkan harga dan pengorbanan, para pegawai di antara
kalian akan menerima tekanan, bahkan lebih dari tekanan, orang-orang yang tidak bersalah di
antara kalian akan menerima perlakuan kasar, orang-orang kaya dan sejahtera di antara kalian
akan dijebloskan ke penjara, kalian akan diuji dengan harta dan jiwa kalian, barangsiapa yang
tetap bertahan bersama kami di atas jalan ini, maka bersiap-siaplah untuk menghadapi hal itu,
namun barangsiapa yang kondisinya tidak memungkinkan atau merasa berat dengan beban
jihad yang akan dipikul, baik ia adalah bagian dari syu'bah (kelompok) Ikhwan atau salah
seorang dari anggota jamaah ini, maka hendaklah ia menyingkir dari jalan ini dan membiarkan
katibah Allah ini berjalan, dan dengan izin Allah kita akan bertemu di medan kemenangan.
Sesungguhnya Allah akan memenangkan orang-orang yang memenangkan agamanya, dan saya
tidak mengatakan kepada kalian kecuali dengan apa yang dikatakan oleh Ibrahim:
Artinya:
649 Ibid650 Ibid651 Ibid. hal, 162
457
"Maka barangsiapa yang mengikutiku, Maka Sesungguhnya orang itu termasuk
golonganku, dan barangsiapa yang mendurhakai aku, Maka Sesungguhnya Engkau, Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S Ibrahim: 36)652
13. Dalam pernyataan pers dan sikap politiknya, Jamaah menetapkan bahwa titik
tolaknya adalah Islam, yang memiliki cara pandang yang jelas untuk itu, ia menolak membuat
sikap-sikap dan pandangannya dengan standar orang lain, atau dalam koridor himpunan dan
sikap-sikap mereka, walaupun dalam beberapa sikap-sikapnya kadang-kadang sama dengan
sikap-sikap orang lain. Misalnya, jamaah menolak mengatakan bahwa ia adalah bagian dari
kekuatan kelompok kanan, atau kiri atau misalnya ia menolak keterbukaan atau sangat terbuka,
dan lain-lain. Kemerdekaan cara pandang, sikap dan keseimbangan ini membuat perbedaan
jamaah sangat jelas di publik, sehingga risalah dan pandangan Islam, keseimbangan dan nilai-
nilai Islam bisa menjadi alternatif yang menggantikan nilai dan cara pandang Barat.
"Sesungguhnya kami wahai Ikhwanul Muslimin bukanlah komunis, bukan demokratis
dan bukan apapun seperti yang mereka kira, tetapi sesungguhnya kami adalah kaum
muslimin."653
"Sebagaimana kami menghindari manupulasi kata-kata di pelbagai aspek kehidupan
dunia, sesungguhnya hakikat sesuatu terletak pada substansi bukan pada nama atau slogan."654
14. Dalam aktivitas politik, jamaah tidak memisahkan diri dengan kondisi dan realitas
yang terjadi, atau keluar dari realitas tersebut, atau terlepas sama sekali dari kekuatan dan
organisasi apapun di lapangan. Jamaah telah menentukan sikapnya sesuai dengan pandangan
dan koridor-koridor syariat, ia bergerak dan berupaya menjalin hubungan dengan semua
elemen dan menyampaikan dakwah kepada mereka. Dalam mengeluarkan sikap, baik
dukungan, kesepakatan dan perjanjian dengan kekuatan apapun, jamaah selalu menggunakan
cara-cara yang sesuai dengan syariat, yang ditetapkan dengan kaidah dan batasa-batasan yang
dijelaskan oleh Imam Syahid di dalam risalahnya:
652 Muzakkirat Da'wah wa Da'iyah Lil Imam al Syahid Hasan (Memoar Hasan Al Banna), hal. 165 653 Risalah: Musykilatuna Fi Dhau'I al Nizham al Islamy (Agenda Persoalan Kita dalam kacamata sistem Islam).654 Risalah: Ta'alim (Risalah Ta'alim)
458
a. Tamayyuz dakwah (perbedaan dakwah dengan yang lain), dengan tidak mengalah
dari prinsip-prinsip dan tujuannya, atau plin-plan dalam sikap-sikap dasarnya.
b. Ia tidak bekerja untuk kepentingan seseorang atau ambisi kelompok tertentu, atau
untuk memenangkan suatu kelompok melalui jalur partai politik.
c. Sikap-sikapnya sesuai dengan koridor dan batasan-batasan syariat, yaitu melalui fiqih-
nya yang mencakup realita dan kemaslahatan dakwah dan bangsa.
d. Dakwah yang jujur dalam sikap dan perkataannya
e. Sadar dan selalu waspada, tidak tertipu dan dipecundangi, namun justru
mengarahkan dan memberikan pengaruh.
f. Tawakkal kepada Allah dan selalu menyandarkan diri dalam setiap langkah-
langkahnya.
15. Agar orang lain tidak menganggap bahwa dakwah adalah partai politik –walaupun
sisi ini juga sangat penting-, Imam Syahid membatasi karakteristik dakwah dan integralisasinya
dengan batasan yang sangat jelas dan tegas. Yakni, bahwa dakwah bukanlah partai politik yang
memiliki rujukan atau ambisi islam, atau lembaga kebajikan yang melakukan amal-amal
kebajikan di berbagai aspeknya, atau yayasan kemasyarakat yang memperhatikan sisi-sisi
perbaikan di masyarakat, atau organisasi tertentu yang memiliki tujuan-tujuan tertentu pula.
Sesungguhnya dakwah bukan termasuk bentuk-bentuk ini, namun ia adalah Islam dengan
kesempurnaannya di pelbagai sisi dan sisi-sisi yang lain, yang menggunakan pelbagai macam
sarana dan fasilitas untuk beraktivitas.
Jamaah ini –dalam kelahiran dan perjalanannya- bertolak dari dasar dan pemahaman
tersebut di atas, yang beraktivitas di semua bidang; demi mewujudkan tujuan-tujuan Islam
secara keseluruhan sesuai dengan proyek Islam dan persfektif yang sempurna; untuk
menghidupkan kembali kebangkitan umat Islam, walaupun dalam tataran praktis ia bisa
berbentuk lembaga yang bergerak di bidang sosial, yayasan, serikat, atau berupa partai politik,
dan organisasi-organisasi tertentu. Semua itu tiada lain adalah sarana-prasarana yang digunakan
untuk membantunya dalam menjalankan aktivitas dan gerakan di pelbagai bidang, dan ia tidak
membatasi aktivitas pada lembaga-lembaga ini saja, atau menjadi titik tolaknya, jamaah
memiliki yang lebih dalam dan lebih luas dari itu semua.
459
Imam Syahid berkata, "Wahai Ikhwanul Muslimin! Wahai manusia seluruhnya! Kami
bukanlah partai politik, meskipun partai politik sebagai salah satu pilar Islam adalah prinsip
kami. Kami bukan yayasan sosial dan perbaikan, meskipun kerja sosial dan perbaikan adalah
bagian dari maksud besar kami. Kami bukan club olah raga, meskipun olah raga dan lah rohani
menjadi salah satu perangkat terpenting kami. Kami bukan kelompok-kelompok macam itu
semua, karena itu semua diciptakan untuk tujuan parsial dan terbatas, untuk masa yang
terbatas pula. Bahkan terkadang tidak dibuat kecuali sekedar menuruti perasaan sesaat; ingin
membuat organisasi, lalu dihias dengan berbagai slogan dan sebutan kelembagaan yang muluk-
muluk.
Namun wahai sekalian manusia, kami adalah pemikiran dan akidah, hukum dan sistem,
yang tidak dibatasi oleh terma, tidak diikat oleh jenis suku bangsa, dan tidak berdiri di hadapan
dengan batas geografis. Perjalanan kami tidak pernah berhenti sehingga Allah Swt. mewariskan
bumi ini dengan segala isinya kepada kami, karena ia adalah sistem milik Rabb, penguasa alam
semesta, dan ajaran milik Rasul-Nya yang terpercaya."655
Sikap Jamaah terhadap mazhab-mazhab dan aliran-aliran:
Imam Syahid menghadapi slogan-slogan, aliaran dan mazhab-mazhab pemikiran yang
tersebar di masyarakat, beliau tidak memandang remeh hal itu, atau hanya mengekor di
belakangnya, namun ia menghadapinya dengan sangat jelas dan berpegang teguh dengan nilai-
nilai Islam, dan menetapkan sikap jamaah dengan landasan ini, ia tidak terpedaya dengan
ucapan-ucapan dan istilah yang menipu, ia bahkan mengetahui substansi dan muatannya,
dimana ia mampu menyebutkan sisi positif dan sisi negatifnya, serta bersandar pada sisi
kemanfaatan, dan menghindar dari sisi-sisi yang mengandung bahaya, bahkan ia sampai pada
tahap menyadarkan umat terhadap apa yang sedang mengancam dan yang dihadapinya,
termasuk menolak para penganut aliran-aliran tersebut dan berupaya memuaskan mereka
dengan pemahaman dan manhaj Islam, dan ini merupakan asas dan titik tolak dalam setiap
urusan atau pemikiran:
a. Terhadap Nasionalisme dan Kesukuan:
655 Risalah: Al Ikhwan tahta rayatil Quran (Ikhwan di bawah naungan panji Al Quran), hal. 197
460
Ikhwanul Muslimin adalah orang yang paling kuat menjaga negerinya, merasa bangga
dengan kebangsaannya, dan hal itu dalam koridor ajaran Islam. Imam Syahid kadang-
kadang membatasi dan kadang-kadang meluaskan makna kebangsaan dan makna
bangsa. Beliau juga memaparkan sisi-sisi yang keliru dan menyimpang dari ajaran Islam
dan memperingatkan dari hal itu:
1. Imam Syahid berkata, "Umat yang tengah bangkit membutuhkan rasa bangga
terhadap bangsa-nya; bangga sebagai umat yang utama dan mulia, yang memiliki
berbagai keistimewaan dan perjalanan sejarahnan indah, sehingga kebanggaan ini akan
ternanam pula dalam jiwa generasi penerusnya. Dengan kebanggaan itu, mereka siap
mempertahankan kehormatan bangsanya serta siap menebusnya meski dengan
mengalirkan darah dan mengorbankan nyawa. Mereka siap berkarya nyata demi
kejayaan tanah airnya, mempertahankan kehormatannya, serta menciptakan
kebahagiaan masyarakatnya.
Doktrin 'rasa bangga' terhadap bangsa yang seperti ini –dengan keadilan,
keutamaan, dan kelembutan perasaannya- tidak kita dapatkan pada ideology manapun
kecuali dalam Islam yang hanif ini. Kita (umat Islam) adalah bangsa yang mengetahui
secara persis bahwa kehormatan dan kemuliaan kita disakralkan Allah melalui ilmu-Nya
dan diabadikan dalam Al Quran dengan firman-Nya:
Artinya:
"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia. (Q.S Ali Imron: 110)
Oleh karena itu, mestinya kita pula yang paling pantas untuk mempersembahkan
pengorbanan –dengan dunia dan seisinya- dalam rangka mempertahankan kehormatan
yang rabbani ini.656
2. Adapun tentang perbedaan antara kebangsaan dalam Islam dengan yang lain, Imam
Syahid menjelaskan, "Sebenarnya, bangsa-bangsa modern zaman ini telah pula berhasil
menanamkan doktrin semacam ini kepada jiwa para pemuda, para tokoh, dan anggota
656 Risalah: Nahwa an Nur (Menuju Cahaya), hal. 277
461
masyarakatnya. Namun ada perbedaan yang menyolok antara masyarakat yang terpola
oleh nilai-nilai Islam dengan masyarakat yang didoktrin oleh slogan-slogan seperti ini,
yakni rasa kebanggaan orang muslim merupakan perasaan yang melambung tinggi
sehingga menyatu dengan Allah Swt. Akan halnya rasa kebanggaan mereka, dia hanya
sampai pada batas doktrin tersebut. Lebih dari itu Islam memberikan batasan bagi
tujuan diciptakannya perasaan ini, sehingga mendorong kuatnya komitmen padanya
dan menjelaskan bahwa ia bukan fanatisme buta atau kebanggaan yang semu. Ia adalah
rasa bangga sebagai pemimpin dan pemandu dunia menuju kehidupan yang baik dan
sejahtera.
Karena firman Allah Swt. berfirman:
"
Artinya:
"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. (Q.S Ali Imran:
110)657
Ayat ini mengandung maksud: dukungan kita terhadap keutamaan, pernyataan perang
terhadap setiap kehinaan, penghormatan etrhadap nilai-nilai yang luhur, serta
komitmen untuk selalu melakukan control atas setiap aktivitas.658
Karena itu, jiwa kepemimpinan bangsa muslim terdahulu berhasil menciptakan sikap
adil dan kasih saying yang sempurna dan paling ideal, yang pernah dilahirkan oleh
sebuah umat.
Adapun prinsip-prinsip kepemimpinan yang tertanam di jiwa bangsa-bangsa Barat, ia
tidak memiliki batasan tujuan yang jelas kecuali fanatisme yang rancu. Oleh karenanya,
657 Ibid, hal. 274658 Ibid
462
kebanggaan mereka justru membangkitkan sikap permusuhan dari bangsa-bangsa lain
yang lemah.659
3. Imam Syahid berkata, "Adapun pemahaman Ikhwanul Muslimin terhadap
nasionlaisme, maka cukuplah anda mengetahuinya dengan membaca kalimat berikut:
Bahwa mereka meyakini dengan seyakin-yakinya bahwa mengabaikan sejengkal tanah
milik seorang muslim yang terjajah, merupakan kejahatan yang tak bisa dimaafkan,
hingga kita mampu mengembalikannya atau binasa karena mempertahankannya. Dan
mereka tidak akan mendapatkan keselamatan dari Allah, kecuali dengan menunaikan
hal ini."660
Dan kita wajib "Memahamkan manusia bahwa politik, kebebasan, kebanggaan adalah
bagian dari perintah Al Quran dan sesungguhnya mencintai tanah air adalah bagian dari
keimanan."661
Mereka menebus tanah airnya dengan harta dan jiwa mereka, dan selalu menjaga
kebebasan dan kemerdekaannya.
Imam Syahid berkata, "Jika kami dizalimi oleh Negara manapun –dan kami berada di
negeri sendiri- maka setiap jengkal dari tanah Mesir yang mahal akan ditebus dengan
darah, jiwa, harta dan putera-puteri negeri ini, dan pada saat itu Ikhwanul Muslimin
telah mempersiapkan diri dengan sempurna untuk menambah persediaan negeri ini
dengan seluruh kemampuan yang dimilikinya, jiwa dan raga."662
4. Imam Syahid berkata, "Sesungguhnya Ikhwanul Muslimin sangat menghormati
kebangsaan sebagai landasan utama untuk mewujudkan kebangkitan yang dicita-
citakan, dan mereka tidak melihat kecelaan bagi siapa saja yang bekerja untuk tanah
airnya, dan mengutamakan negerinya dari yang lain."663
659 Ibid660 Risalah: Ila al Syabab (Kepada Para Pemuda), hal. 170661 Risalah: Ijtima Ru'asa al Manatiq (Pertemua Ketua-ketua Wilayah), hal. 270662 Muzakkirat Da'wah wa Da'iyah Lil Imam al Syahid Hasan (Memoar Hasan Al Banna), hal. 298663 Risalah: Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal. 198
463
Merupakan kesalahan jika ada yang menyangka bahwa Ikhwanul Muslimin apatis
terhadap masalah kenegaraan dan nasionalisme. Kaum muslimin adalah orang-orang
yang paling ikhlas berkorban bagi Negara, mau berkhidmat kepadanya, dan
menghormati siapa saja yang mau berjuang dengan ikhlas dalam membelanya.
Anda tahu sampai sebatas mana mereka paham tentang nasionalisme mereka dan
kemuliaan macam apakah yang mereka inginkan untuk umatnya.
Namun, perbedaan prinsipil antara kaum muslimin dengan kaum yang lainnya dari para
penyeru nasionalisme murni adalah asas bahwa asas nasionalisme Islam itu akidah
islamiyah. Oleh karenanya, mereka pun beraktivitas untuk Negara seperti Mesir,
berjuang dan berkorban demi eksistensinya, dan bahkan banyak dari mereka yang
gugur dalam perjuangan ini, karena bagi mereka Mesir ini adalah bumi Islam dan
pemimpin umat-umatnya.
Perasaan (anggapan) seperti ini tidak hanya terhadap Mesir saja, tapi juga untuk
seluruh bumi Islam, untuk seluruh negeri kaum muslimin. Sementara penyeru
nasionalisme murni berhenti hanya sebatas negaranya saja. Ia tidak pernah merasakan
adanya kewajiban membela Negara sekedar taklid kepada pendahulu, atau ambisi ingin
meraih popularitas, atau ingin mengejar prestise, atau kepentingan tertentu yang lain.
Mereka berbuat bukan karena kewajiban yang telah ditetapkan oleh Allah atas hamba-
hamba-Nya.664
Imam Syahid menegaskan bahwa akidah Islam merupakan asas nasionalisme dan
rasialisme, dan beliau menegaskannya secara berulang-ulang. Ia berkata, "Tidak
dibolehkan di dalam Islam, faktor kebangsaan lebih kuat dari ikatan keimanan."665
"Ikatan akidah, bagi kami adalah ikatan yang paling suci dari ikatan darah dan ikatan
se-tanah air."666
664 Risalah: Ila al Syabab (Kepada Para Pemuda), hal. 180665 Ibid666 ? Risalah: Da'watuna (Dakwah Kami), hal. 24
464
Kawasan dunia Islam sangat luas, yang menembus sekat wilayah dan batas-batas
geografis, menuju prinsip-prinsip yang mulia dan akidah yang murni dan benar."667
Setiap muslim meyakini bahwa setiap jengkal tanah di bumi yang terdapat seorang akh
yang memegang Al Quran di tangannya, merupakan bagian dari bumi Islam, yang setiap
putera-puterinya diwajibkan oleh Islam untuk menjaga dan memakmurkannya."668
5. Imam Syahid menambahkan penjelasannya dengan mengatakan, "Islam telah
memperluas batasan "tanar air Islam", dan mewasiatkan kepada putera-puterinya agar
berkarya demi kebaikannya serta siap berkorban demi mempertahankan kemerdekaan
dan kehormatannya.
Tanah air dalam pengertian Islam menyangkut hal-hal sebagai berikut:
a. Wilayah geografis secara khusus
b. Kemudian meluas ke berbagai negeri Islam, karena bagi setiap muslim negeri-negeri
itu adalah tanah air dan kampung halamannya.
c. Lalu melebar ke berbagai bekas wilayah daulah Islamiyah, yang pernah
diperjuangkan dengan darah dan nyawa para pendahulu sehingga berhasil
menegakkan panji-panji ilahiyah di sana. Peninggalan sejarah masih mencatat
kejayaan dan kegelimangan yang pernah mereka raih pada masa lalu, sehingga
setiap muslim akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan mahkamah ilahi
tentang wilayah ini, mengapa tidak ada perjuangan untuk mengembalikannya?
d. Meluas ke berbagai negeri kaum muslimin sehingga mencakup dunia seluruhnya.
Tidakkah kalian mendengar ketika Allah Swt. berfirman:
Artinya:
667 ? Risalah: Ila Ayyi Syai'in Nad'unnas (Kepada Apa Kita Menyeru Manusia), hal. 52668 Ibid
465
"Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah[611] dan supaya agama itu
semata-mata untuk Allah[612]. jika mereka berhenti (dari kekafiran), Maka
Sesungguhnya Allah Maha melihat apa yang mereka kerjakan." (Q.S Al Anfal: 39)
Dengan demikian, Islam memadukan antara perasaan cinta tanah air secara khusus
dan cinta tanah air secara umum, dengan segala puncak kebaikannya demi
mewujudkan kesejahteraan umat manusia.
Artinya:
"Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
lagi Maha Mengenal. (Q.S Al Hujurat: 13)669
b. Tentang persatuan Arab Islam:
Imam Syahid berkata, "Ikhwanul Muslimin sangat menghormati nasionalisme yang
khusus bagi mereka, karena itu merupakan asas pertama untuk menuju kebangkitan yang
didambakan. Tidak menjadi masalah jika setiap orang beraktivitas untuk kemaslahatan
negaranya. Kemudian, Ikhwan juga mendukung kesatuan Arab, Karena dia merupakan mata
rantai kedua dalam mewujudkan kesatuan Islam, karena ia merupakan rangkaian sempurna
bagi munculnya Negara Islam yang integral.
"Setelah penjelasan ini, saya tidak segan-segan untuk mengatakan bahwa tidak ada
yang bertentangan antara berbagai kesatuan di atas dengansudut pandang seperti ini. Setiap
kesatuan itu memperkuat posisi kesatuan yang lain dan turut mewujudkan tujuannya."670
669 Risalah: Nahwa an Nur (Menuju Cahaya), hal. 278670 Risalah: Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal. 144
466
Imam Syahid berkata, "Kami meyakini bahwa sesungguhnya ketika kami bekerja untuk
kemaslahatan Arab, maka sesungguhnya di waktu yang sama kami bekerja untuk kebaikan
Islam dan dunia seluruhnya."671
"Di antara ungkapan yang paling menakjubkan dalam masalah ini adalah apa yang
telah dikemukan oleh Rasulullah Saw. tentang makna Arab, dimana beliau memaknainya
sebagai bahasa dan lisan. Maka barang siapa yang berbicara dengan bahasa Arab, maka dia
adalah Arab."672
Imam Syahid mendukung persatuan dalam pelbagai bentuknya, mendukung keberadaan
Liga Arab dan mengoptimalkannya, serta menjadikannya sebagai inti dan titik tolak persatuan
Islam yang sempurna. Beliau berkata, "Sekarang, kita berada di depan berbagai situasi
internasional yang baru, yang hampir sama dengan masalah yang sedang kita hadapi. Semua
itu pada hakikatnya adalah satu masalah saja, yakni penyempurnaan kebebasan dan
kemerdekaan, serta menghancurkan semua belenggu penindasan dan imperialisme. Kita harus
kembali pada apa yang telah diwajibkan oleh Islam (kepada semua pengikutnya) sejak pertama
diturunkan, yakni ketika Islam menjadikan wihdah sebagai salah satu makna dari sekian
kandungan makna iman.
Kita harus bersekutu dan bersatu. Kita telah memulai dengan membentuk Liga Arab,
kendati ia belum mapan dengan sempurna. Namun, bagaiman pun juga ia merupakan benih
yang mulia dan penuh berkah. Oleh karena itu, kita harus membantunya, memperkuat, dan
membebaskannya dari segala faktor kelemahan dan kerapuhan. Setelah itu, kita harus berusaha
untuk memperluas wilayah cakupannya, sampai tercipta sebuah ikatan bangsa-bangsa muslim,
baik Arab maupun non Arab. Saat itulah, dengan izin Allah akan terbebntuk perserikatan umat
Islam."673
Beliau juga membatasi ikatan yang menghimpun umat Islam, yaitu ia adalah ikatan Islam
saja dan bukan yang lain, "Sesungguhnya kami wahai Ikhwanul Muslimin bukanlah komunis,
671 Risalah: Da'watuna Fi Thaurin Jadid (Dakwah Kami di Zaman Baru), hal. 231672 Ibid, hal. 230673 Risalah: Musykilatuna Fi Dhau'I al Nizham al Islamy (Agenda Persoalan Kita dalam kacamata sistem Islam), hal. 314
467
bukan demokratis dan bukan apapun seperti yang mereka kira, tetapi sesungguhnya kami
adalah kaum muslimin."674
c. Waspada dari pengaruh dakwah-dakwah yang merusak dan upaya memecah
belah umat Islam:
Imam Syahid menolak menjadikan seruan-seruan ini sebagai sarana untuk memecah
belah umat Islam, atau melemahkan ikatan antar umat Islam serta menjauhkannya dari manhaj
Islam, beliau berkata, "JIka ada sekelompok kaum yang ingin menjadikan nasionalisme Negara
sebagai senjata untuk mematikan nasionalisme yang lain, maka Ikhwan tidak akan sependapat
dengan mereka. Inilah barangkali perbedaan antara kami dengan manusia-manusia yang lain.675
"Tapi jika yang dimaksud dengan kebangsaan adalah menghidupkan tradisi jahiliyah,
dan melepaskan diri dari ikatan Islam dan pertautannya dengan dalih nasionalisme, maka hal ini
yang kami tolak."
"Jika yang dimaksud dengan kebangsaan itu adalah membangga-banggakan etnis
sampai pada tingkat melecehkan dan memusuhi etnis lain, maka hal ini tidak memiliki hakikat
dan tidak memiliki arti sama sekali."
"Ikhwanul Muslimin tidak percaya pada kebangsaan dalam makna-makna buruk di atas
(kebangsaan permusuhan dan kebangsaan jahiliyah). Kami tidak pernah menyerukan
Fir'aunisme, Arabisme, Feniqisme, Atau Siariaisme dan lain-lain semacamnya. Tidak juga kepada
semua nama dan gelar yang selama ini digembar-gemborkan orang."676
Beliau juga berkata, "Adapun jika yang mereka maksudkan dengan nasionalisme itu
adalah memilah umat menjadi kelompok-kelompok yang saling bermusuhan dan berseteru satu
sama lain, atau hanya sebatas batas-batas wilayah geografi yang sempit, maka hal ini yang
kami tolak."677
674 Ibid675 Risalah: Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V), hal. 144676 Risalah: Da'watuna (Dakwah Kami), hal. 23677 Ibid, hal. 20
468
"Ada lagi virus jahat yang telah mengacaubalaukan pemikiran dan perasaan kaum
muslimin, kemudian merusak bumi dan negeri mereka. Dia adalah nasionalisme dan rasialisme.
Setiap bangsa dari mereka bangga dengan kebangsaannya dan lupa akan ajaran yang dibawa
oleh Islam, bahwa Islam mengikis habis fanatisme kejahiliyahan dan kebanggaan yang
berlebihan terhadap suku, warna kulit dan garis keturunan."678
Beliau berbicara tentang Fir'aunisme, "Di satu sisi kami tidak bisa menutup mata dari
sejarah Mesir yang di dalamnya terdapat kejayaan peradaban dan kemajuan ilmu pengetahuan.
Di sisi lain, kami mempunyai komitmen untuk meluruskan penyimpangan. Bahkan kalau perlu
kami akan memerangi segala warisan ideologi Firaun (Fir'aunisme) dengan seluruh kekuatan
kami jika masih ada pihak-pihak yang meyakininya sebagai ideology bangsa Mesir dan
mengajak menerapkannya. Padahal Allah telah memberikan hidayah kepada bangsa ini dengan
ajaran Islam, melapangkan dadanya, menerangi bashirah-nya, menambah kemuliaan dan
kejayaannya melebihi apa yang pernah diraihnya sebelum ini, serta membebaskannya dari apa
saja yang mewarnai sejarahnya dari daki-daki Paganisme, noda-nida syirik, dan berbagai tradiri
jahiliyah."679
Imam Syahid juga menolak yang menjadikan nasionalisme dan kebangsaan sebagai
pembenar untuk menjauhkan umat dari agamanya, "Salah satu alasan pembenar yang dipakai
oleh orang-orang yang berpikir dengan kerangka piker model Barat –dalam rangka
menyudutkan Islam- adalah mereka senantiasa mengembor-gemborkan prilaku para tokoh
agama di kalangan kaum muslimin, dimana sikap mereka senantiasa kontraproduktif terhadap
kebangkitan bangsa mereka sendiri. Mereka (para tokoh agama) senantiasa menindas
warganya, bekerjasama dengan para perampas hak rakyat, memberikan kepada mereka (para
perampas) perlakuan yang istimewa, serta membagi-bagikan kedudukan dan keuntungan
materi, dengan mengabaikan kemaslahatan Negara dan masyarakat.
678 Risalah: Musykilatuna Fi Dhau'I al Nizham al Islamy (Agenda Persoalan Kita dalam kacamata sistem Islam), hal. 313679 Risalah: Da'watuna Fi Thaurin Jadid (Dakwah Kami di Zaman Baru), hal. 230
469
Tuduhan semacam itu, kalaupun benar, adalah karena bobroknya mentalitas para tokoh
agama itu sendiri, bukan karena agamanya. Lagi pula apakah pantas agama ini memerintahkan
demikian?
Tidakkah anda menyimak kisah, dimana mereka menghinakan para raja dan penguasa
di pagar dan di pintu istana mereka? Mereka dengan sangat tegar dank eras menunjukkan
sikapnya, berani memerintah, mencegah, bahkan menolak hadiah-hadiah dari para penguasa
dan raja-raja itu. Mereka menjelaskan makna hakikat kepada para penguasa tersebut,
menyampaikan tuntutan-tuntutan umat, bahkan lebih dari itu mereka senantiasa siap
memanggul senjata jika menghadapi berbagai tindak kezhaliman."680
"Oleh karenanya, tuduhan-tuduhan itu di atas seharusnya menjadi alasan untuk
memalingkan umat dari ajaran agamanya atas nama nasionalisme murni. Bukankah merupakan
sesuatu yang bermanfaat bagi umat jika anda memperbaiki para tokoh agama tersebut
(sekiranya dia memang salah) atau menuntut kebaikan dari mereka, bukan malah menyikapinya
dengan sikap yang membinasakan? Lagi pula, istilah 'tokoh agama' yang sudah demikian
popular di masyarakat kita adalah istilah serapan dan taklid buta yang tidak sesuai dengan
tradisi kita. Kalaupun hal ini dibenarkan dalam persepsi Barat dengan Aklerus, maka dalam
tradisi Islam meliputi seluruh muslim. Baik orang muslim biasa maupun tokohnya, adalah tokoh
agama."681
Adapun tentang beberapa pemahaman yang sesuai dengan Islalm, Imam Syahid
menyebutkan, "Jika yang dimaksudkan oleh para tokohnya adalah bahwa generasi penerus
harus mengikuti jejak para pendahulunya dalam mencapai kejayaan, kebesaran, dan
kecemerlangan; atau jika yang dimaksud dengan kebangsaan adalah kebangsaan umat, dimana
sebuah anggota keluarga seseorang dan umatnya adalah orang yang paling berhak
mendapatkan kebaikan dan kebajikannya, dan yang paling berhak menerima perlakukan
baiknya, dan ini merupakan kebenaran dan makna yang baik yang tidak dilupakan oleh
Islam."682
680 Risalah: Nahwa an Nur (Menuju Cahaya), hal. 288681 Ibid, hal. 289682 Risalah: Da'watuna (Dakwah Kami), hal. 22,23
470
Beliau juga berkata, "Jika yang mereka maksudkan dengan nasionalisme adalah adalah
keharusan berjuang membebaskan tanah air dari cengkeraman imperialisme, menanamkan
makna kehormatan dan kebebasan dalam jiwa putera-puteri bangsa, maka kamipun sepakat
tentang itu."
"Jika yang mereka maksudkan adalah dengan nasionalisme adalah memperkuat ikatan
kekeluargaan antar anggota masyarakat atau warga Negara serta menunjukkan kepada
mereka cara-cara memanfaatkan ikatan itu untuk mencapai kepentingan bersama, maka
disinipun kami sepakat dengan mereka. Islam bahkan menganggap itu sebagai kewajiban."683
d. Sikap Imam Syahid terhadap gerakan-gerakan separatis di beberapa komunitas
masyarakat Muslim:
Tentang sikap Imam Syahid terhadap gerakan-gerakan separatis di beberapa komunitas
masyarakat muslim dengan dalil bahwa mereka terancam tindakan kezaliman dari pemerintah
dan dianggap sebagai masyarakat kelas dua. Kelompok separatis ini cenderung menggunakan
senjata. Dalam menyikapi hal ini Imam Syahid memiliki sudut pandang politik yang dalam, ia
menyerukan persatuan dunia Islam dan memproteksinya, namun di waktu yang sama ia juga
melihat harus disertai dengan pemberian dan pengembalian hak kepada setiap orang, dan ia
menolak melakukannya dengan menggunakan senjata dan pemukul, atau mengalirkan darah
seorang muslim.
Pada pertengangan tahun 1945 M, sewaktu terjadi Revolusi Barzaniyah Kurdiyah
melawan pemerintah Irak, Imam Syahid mengirimkan surat kilat kepada pemerintah Irak (yang
dipublikasikan oleh majalah Ikhwanul Muslimin pada waktu itu), beliau menghimbau agar krisis
Kurdi diselesaikan dengan jalan dialog, mewujudkan persamaan, menyingkirkan kezhaliman,
bukan melalui senjata atau besi.
683 Lihat makalah Ustadz Muhammad Ahmad Rasyid, Dirasah syar'iyyah dan siyasiyah lil qadiyyah al iraqiyyah, tahun 2002.
471
Hal ini berpijak dari pemahaman syari'I tentang urgensi persatuan umat dan dengan
ketetapan pemberian hak; politik, bahasa, struktural, aset negeri untuk bangsa Kurdi, dan
menetapkan bagian yang cocok dan seimbang.684
e. Sikap Terhadap perdamaian internasional dan kemanusiaan
Seputar sikap terhadap perdamaian internasional dan kemanusiaan, maka ia juga
memiliki tempat di dalam dakwah Ikhwanul Muslimin.
Imam Syahid berkata, "Kemanusiaan memiliki dua pondasi utama, kalau kemanusiaan
ditegakkan di atas keduanya maka akan tinggilah nilai kemanusiaan hingga ke ketinggian langit:
1. Manusia itu dari Adam, maka mereka semua bersaudara dan wajib untuk saling
tolong-menolong, berdamai dan berkasih saying serta saling menasehati dalam kebaikan.
2. Adanya perbedaan di antara mereka adalah atas dasar amal. Maka setiap mereka
harus berusaha keras mengangkat harkat kemanusiaan.685
"Diantara bentuk dakwah kalian wahai ikhwah yang saya cintai, adalah kalian turut
andil memberikan kontribusi untuk perdamaian dunia dan membangun kehidupan yang baru
untuk manusia, dengan menunjukkan kepada mereka bentuk-bentuk riil kebaikan agama kalian,
menjelaskan tentang prinsip-prinsip dan ajarannya, serta menyampaikannya kepada mereka."686
"Sesungguhnya Ikhwanul Muslimin menginginkan kebaikan untuk seluruh dunia, dan
mereka menyerukan persatuan internasional, karena hal ini merupakan tujuan Islam dan makna
dari firman Allah Swt,
Artinya:
"Katakanlah: "Sesungguhnya yang diwahyukan kepadaku adalah: "Bahwasanya
Tuhanmu adalah Tuhan yang Esa. Maka hendaklah kamu berserah diri (kepada-Nya)". (Q.S Al
Anbiya: 108)684 Ibid685 Risalah: Da'watuna (Dakwah Kami), hal. 24686 Risalah: Ijtima Ru'asa al Manatiq (Pertemua Ketua-ketua Wilayah), hal. 251
472
Beliau juga berkata, "Kemudian negeri muslim akan semakin mekar hingga menaungi
seluruh dunia."687
"Ikhwanul Muslimin menyerukan perdamaian internasional yang tegak di atas asas dan
prinsip-prinsip yang dibawa Islam, dan sesungguhnya bumi dan seluruh isinya adalah lapangan
dakwah, dakwah kepada kebenaran dan cahaya, yang ditebar dengan hikmah dan nasehat
kebenaran. Imam Syahid berkata, "Secara umum dapat dikatakan bahwa kita berhadapan
dengan gelombang materialisme, yang berupa kebangkitan sector materi dan peradaban
kelezatan serta syahwat, yang mana ia telah memerosotkan moral bangsa-bangsa Islam,
menjauhkan mereka dari kepemimpinan Nabi Saw. dan hidayah Quran, menghalangi dunia dari
bimbingannya, menarik mundur peradabannya ke masa ratusan tahun silam sehingga kita
terbelenggu di negeri sendiri dan membiarkan masyarakat bergulat dengan derita.
Kita tak boleh tinggal diam di hadapan ini semua, namun harus kita hadapi mereka di
tempatnya dan siap bertempur di bumi dimana ia bercokol, hingga dunia seluruhnya
menyuarakan dakwah atas nama Nabi Saw."688
Imam Syahid berkata, "Kami meyakini bahwa semua bentuk kebangkitan yang
bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar Islam dan berbenturan dengan hukum-hukum Al
Quran adalah sebuah upaya yang rusak dan akan menemui kegagalan.”689
"Kami meyakini bahwa di dalam manhaj Islam terdapat dasar-dasar yang diperlukan
untuk kehidupan bangsa-bangsa, dan kebangkitannya serta bagaimana memperbantukannya
untuk kehidupan individu, keluarga, masyarakat dan Negara; dengan demikian maka
kebangkitan dunia timur terkini harus menggunakan kaidh-kaidah Islam dan prinsip-prinsipnya
dalam setiap lini kehidupan."690
687 Risalah: Nahwa an Nur (Menuju Cahaya), hal. 75688 Risalah: Al Ikhwan tahta rayatil Quran (Ikhwan di bawah naungan panji Al Quran), hal. 114689 Risalah: Ila Ayyi Syai'in Nad'unnas (Kepada Apa Kita Menyeru Manusia), hal. 57690 Ibid
473
Walaupun Islam telah menetapkan kaidah-kaidah umum, namun ia masih
meninggalkan ruang yang sangat luas bagi seorang muslim dalam mengambil manfaat dari
pelbagai syariat yang bermanfaat, yang tidak bertentangan dengan ushul-ushul Islam dan
tujuan-tujuannya, dan ia memberikan ganjaran pahala terhadap setiap ijtihad yang disertai
dengan syarat-syaratnya, menetapkan kaidah mashalihul mursalah, dan menganggap urf
(kebiasaan), menghormati pendapat para imam, semua kaidah-kaidah ini menjadikan syariat
Islam berada pada puncak kemuliaan di antara syariat-syariat, undang-undang dan hukum."691
Imam Syahid memandang perdamaian internasional, tidak akan terwujud secara benar
dan sesuai dengan prinsip keadilan, kecuali dengan berdirinya umat Islam dan memimpin dunia
secara keseluruhan (ustaziyatul Alam).
"Jika belum berdiri di dunia sebuah umat dakwah yang baru (umat Islam) yang akan
mengemban risalah kebenaran dan perdamaian, yang akan mencurahkan kesehatan kepada
dunia dan kedamaian kepada kemanusiaan, maka itu merupakan kewajiban kita, di tangan kita
ada secercah cahaya dan botol obat penawar yang bisa kita gunakan untuk memperbaiki diri
kita dan mengajak orang lain."692
"Ikhwanul Muslimin mendeklarasikan di setiap waktu-waktu mereka bahwa seorang
muslim harus menjadi imam (pemimpin) dalam berbagai hal, dan ia tidak rela jika tidak
mendapatkan kepemimpinan, aktivitas, jihad dan terdepan dalam segala hal."
"Terbelakang dalam berbagai hal akan berpengaruh buruk terhadap pikiran kita dan
bertentangan dengan agama kita."693
Seputar konflik internasional:
"Komunis sangat keras berupaya menyebarkan ajarannya kepada masyarakat,
demokrasi imperialis yang hina juga berusaha melawan dari sisi yang lain, sedangkan ditengah
691 Risalah: Mu'tamar Thalabah Ikhwanul Muslimin (Muktamar Pelajar dan Mahasiswa Ikhwanul Muslimin), hal. 317692 Risalah: Musykilatuna Fi Dhau'I al Nizham al Islamy (Agenda Persoalan Kita dalam kacamata sistem Islam), hal. 299693 Risalah: Ila al Syabab (Kepada Para Pemuda), hal. 180
474
mereka ada kelompok sosialis, dan di antara mereka semua ada umat Islam yang kokoh dan
tegar di dalam hati selama 14 abad."694
Imam Syahid juga berkata, “Sesungguh dunia sekarang ini, berada pada posisi saling
tarik-menarik antara Komunis Rusia dan Demokrasi Amerika, ia merasakan kegoncangan dan
kebingungan serta tak satupun dari dua jalan itu yang dapat mengantarkannya kepada
ketenangan dan keselamatan. Dan sekarang, di tangan kalian ada botol obat penawar yang
berasal dari wahyu langit, maka kalian berkewajiban untuk mendeklarasikan hakikat
(kebenaran dakwah) dengan jelas, kita harus mengajak kepada manhaj kita yang islami dengan
penuh kekuatan, kita tidak perlu takut karena kita tidak memiliki negara atau kekuatan, karena
sesungguhnya kekuatan dakwah terletak pada dakwah itu sendiri, lalu pada hati orang-orang
yang meyakininya, lalu pada kebutuhan dunia padanya, kemudian pada pertolongan Allah,
kapan saja ia berkenan menunjukkan kehendak dan kekuatannya.”695
f. Membatasi dasar-dasar kerjasama bilateral:
Imam Syahid berkata, "Kami tidak lengah dan lemah pemahaman dengan meyakini
bahwa kami mampu hidup menyendiri dari manusia, dan terpisah dari persatuan internasional,
namun yang keluar dari kerongkongan kami –kami adalah umat Islam- suara pertama yang
kami serukan, dan yang dilapalkan adalah kata kasih dan perdamaian:
Artinya:
"Katakanlah: "Sesungguhnya yang diwahyukan kepadaku adalah: "Bahwasanya
Tuhanmu adalah Tuhan yang Esa. Maka hendaklah kamu berserah diri (kepada-Nya)". (Q.S Al
Anbiya: 108)
Namun kami mengetahui bahwa dunia sangat membutuhkan kerjasama dan tolong-
menolong serta saling memberikan maslahat dan manfaat. Kami telah bersiap untuk membantu
694 Ibid, hal. 301695 Bagian terakhir dari risalah yang ditulis oleh Imam Syahid untuk Ikhwanul Muslimin, diterbitkan oleh Majalah Al Mabahits, edisi 16 Januari 1951 M.
475
kerjasama ini dan mewujudkannya di bawah naungan yang tinggi dan mulia yang menjamin
hak-hak dan kebebasan, yang kuat membantu yang lemah hingga bisa bangkit."696
Beliau juga berkata, "Namun ketika Barat insaf dan meninggalkan cara-cara penindasan
dan menahan dirinya maka akan sirnalah fanatisme yang membabi-buta dan digantikan oleh
fikrah yang jernih, yaitu fikrah kerjasama antara bangsa dalam kebaikan dan kemajuan."697
Tentang organisasi-organisasi Negara dan optimalisasinya dalam perdamaian internasional:
Imam Syahid mengenal benar karakter kegiatan ini. Orang-orang yang memiliki
kepentingan yang berada di belakangnya menutupi diri mereka dengan slogan-slogan dan
seruan-seruan yang memukau. Kekuatan intenasional ini hanya bekerja untuk kemaslahatannya
saja dan berhimpun melawan hak-hak kita sebagai warga Negara dan menipu kita dalam
pelbagai permasalahan penting.
Pengetahuan dan kesadaran ini, sebenarnya bisa dimanfaatkan sesuai dengan
kemampuan, dengan tetap mawas diri dan jangan tertipu atau terlalu menggantungkan diri
kepadanya, namun hendaknya bersandar kepada diri dan kemampuan kita sendiri. "Perang
Dunia II telah usai. Perang inilah yang berhasil mengikis rasialisme di Eropa, kepongahan Nazi
Jerman, Fasisme Italia. Setelah itu, kita melihat persatuan Negara-negara Eropa, yang berusaha
dengan sungguh-sungguh untuk bersatu dan bersekutu; yang ada kalanya dengan atas nama
nasionalisme, dan pada saat yang lain atas nama kepentingan bersama. Rusia menghimpun Ras
Sicilia dengan segenap bangsanya di bawah panji Uni Soviet. Inggris dan Amerika membentuk
koalisi dengan mengatasnamakan suku bangsa dan bahasa. Kemudian, kedua Negara itu
membagi-bagi berbagai bangsa didunia dengan dasar kemaslahatan bersama dan kepentingan
hidup. Lalu, persaingan antar kedua Negara ini dibungkus dengan mendirikan PBB, untuk
mengelabui masyarakat dunia dengan menganggap bahwa mereka bekerja untuk
kemaslahatan seluruh umat manusia.
696 Risalah: Ijtima Ru'asa al Manatiq (Pertemua Ketua-ketua Wilayah), hal.260697 Risalah: Da'watuna Fi Thaurin Jadid (Dakwah Kami di Zaman Baru), hal. 231
476
Sebagaimana kita saksikan bahwa Negara-negara itu ternyata bersatu padu jika
menghadapi hak-hak kebangsaan kita. Mereka mengabaikan masalah-masalah esensial kita,
baik yang diungkap di Dewan Keamanan maupun di Majelis umum PBB sendiri, sebagaimana
persoalan yang berhubungan dengan Mesir, Palestina, dan Indonesia.698
"Bahkan mereka hanya mencukupkan dengan keputusan-keputusan saja, dan tidak ada
yang dilaksanakan kecuali yang mereka inginkan saja dan yang memberikan kemaslahatan
kepada mereka."
Imam Syahid juga menjelaskan tentang sikap organisasi-organisasi ini terhadap
permasalahan Palestina:
"Dulu kita memiliki harapan kepada naruni dan simpati dunia, namun sayang kita harus
kehilangan semua cita-cita itu dan kehilangan kepercayaan kepada pemerintah yang keras dan
sesat itu, pemerintah Barat dan Negara-negaranya, dan kita Al hamdulillah, memiliki kekuatan
materil dan spiritual untuk sampai kepada kemenangan –dengan izin Allah-.699
Partner Negara dan sikap terhadap orang-orang asing:
Pertama: Partner Negara
Imam Syahid membatasi hubungan-hubungan ini dengan jelas dan terpusat pada syariat
Islam dan manhaj Rasulullah Saw. Warga Negara non muslim, adalah partner kita di Negara,
mereka memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan kita. Persatuan nasional ini dibangun
oleh Islam hingga ke tingkat kesuciaan agama, dan ia adalah ibadah yang akan diperhitungkan
oleh Allah. Imam Syahid berkata, "Sesungguhnya Islam sangat mensucikan persatuan
kemanusiaan sebagaimana dalam Al Quran:
698 Risalah: Musykilatuna Fi Dhau'I al Nizham al Islamy (Agenda Persoalan Kita dalam kacamata sistem Islam), hal. 313, 314699 Diantara penjelasan Imam Syahid dalam Muktamar rakyat untuk solidaritas Palestina di Mesjid Al Azhar, tahun 1948
477
Artinya:
"Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang
yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
(Q.S Al Hujurat: 13)
Kemudian, Islam mensakralkan kesatuan agama sehingga ia memotong akar-akar
fanatisme buta dan mewajibkan kepada putera-puterinya untuk beriman kepada seluruh agama
langit secara keseluruhan, sebagaimana firman Allah:
Artinya:
"Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah
(perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu
mendapat rahmat. (Q.S Al Hujurat: 10)
Ajaran Islam ini –yang membangun prinsipnya di atas keseimbangan dan keadilan yang
sempurna- dan tidak mungkin mencetak pengikut menjadi biang perpecahan dan perselisihan.
Sebaliknya, ia bahkan menganggap persatuan sebagai salah sesuatu yang dijunjung tinggi oleh
agam, ketika (selama ini) kekuatan persatuan hanya berlandaskan pada teks-teks kesepakatan
belaka.700
Banyak orang berprasangka bahwa komitmen terhadap Islam dan menjadikannya
sebagai pondasi bagi bangunan kehidupan berarti menolak keberadaan kelompok minoritas non
muslim dalam masyarakat Islam dan menolak adanya kesatuan berbagai kelompok masyarakat.
padahal sesungguhnya ia merupakan pilar yang kokoh di antara pilar-pilar penyangga
kebangkitan umat.701
Prasangka tersebut jelas tidak benar, karena Islam yang diturunkan oleh Dzat Yang
Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui –yang memahami benar apa yang terjadi pada umat
700 Risalah: Nahwa an Nur (Menuju Cahaya), hal. 286701 Ibid, hal. 285
478
manusia, baik di masa lalu, masa kini, dan masa mendatang, yang pengetahuan-Nya menguasai
berbagai persoalan umat masa lalu- tidak menciptakan sebuah sistem yang suci dan arif kecuali
pasti mencakup perlindungan terhadap masyarakat minoritas di dalam teks-teks wahyu-Nya
yang demikian jelas; tidak ada kerancuan dan campur aduk di dalamnya.
Jika orang ingin mengetahui lebih jelas, lihatlah ayat berikut ini:
Artinya:
"Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang
yang tiada memerangimu Karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (Q.S Mumtahanah: 8)
"Ayat ini tidak hanya berbicara mengenai perlindungan saja, melainkan juga berbicara
mengenai anjuran agar berbuat baik kepada mereka."702
"Sesungguhnya Islam, adalah agama persatuan dan persamaan, yang menjamin ikatan
di antara semua elemen selama kerjasama untuk kebaikan."
Tidak benar jika ada yang menyangka bahwa Ikhwanul Muslimin adalah kumpulan para
propagandis rasialisme yang membeda-bedakan status sosial di antara anggota masyarakat.
kami menyatakan bahwa Islam adalah agama yang sangat menekankan kepada pemeluknya
untuk menghormati kesatuan kemanusiaan secara umum.
Islam dating untuk mewujudkan kebaikan bagi sekalian manusia dan rahmatan lil
'alamin. Dan agama yang demikian itu tentunya jauh dari membeda-bedakan hati dan
membelah-belah dada.
702 Risalah: Da'watuna (Dakwah Kami), hal. 22
479
Islam telah mengharamkan permusuhan, sampai-sampai dalam keadaan marah dan
benci sekalipun. Maka Allah Swt. berfirman:
Artinya:
"Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu
untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, Karena adil itu lebih dekat kepada takwa. (Q.S Al
Maidah: 8)
"Islam juga memerintahkan kepada kita untuk berbuat dan bermuamalah secara baik
kepada orang-orang kafir dzimmi. Kami memahami ini semua, maka kami tidak pernah
mengajak kepada perselisihan antar kelompok ataupun fanatisme golongan."703
Minoritas non muslim di negeri ini sangat paham bagaimana mereka berhasil
mendapatkan ketenangan, keamanan, keadilan serta emansipasi yang utuh pada setiap ajaran
dan hukumnya yang ada pada agama ini.
Berbicara tentang hal ini sepertinya tidak akan ada habisnya. Sejarah panjang yang
bercerita tentang hubungan baik antara penduduk negeri ini semuanya –baik yang muslim
maupun non muslim- cukuplah untuk mengungkap secara jelas tentang hal di atas. Memang,
sebaiknya kita mencatat penduduk negeri yang mulia ini, bahwa mereka mampu yang
mengekspresikan makna-makna ajaran dalam berbagai kesempatan. Mereka menganggap
bahwa Islam adalah satu di antara makna nasionalisme mereka, meski hukum dan ajarannya
belum menjadi keyakinan mereka.704
Namun Imam Syahid menjelaskan dan memperingatkan jangan sampai seruan
persatuan nasional ini dijadikan benih untuk menghadang dakwah Islam dan penyebaran
prinsip-prinsipnya serta pendirian masyarakat muslim, maka hal ini merupakan penyimpangan
dan penindasan terhadap Islam.703 Risalah: Ila al Syabab (Kepada Para Pemuda), hal. 105704 Risalah: Musykilatuna Fi Dhau'I al Nizham al Islamy (Agenda Persoalan Kita dalam kacamata sistem Islam), hal. 302
480
Imam Syahid berkata, "Namun demikian kami juga tidak akan membeli kesatuan ini
dengan iman kami, tidak akan melakukan tawar-menawar dalam masalah akidah untuk
merealisasikannya, dan kami juga tidak akan pernah mengorbankan kemaslahatan kaum
muslimin demi terwujudnya kesatuan yang semua. Kami hanya akan membeli kesatuan ini
dengan kebenaran dan keadilan, dan cukuplah itu bagi kami. Maka barang siapa yang berusaha
dengan yang selain itu, niscaya kami akan menghentikannya dan akan kami jelaskan mengenai
kesalahan yang dilakukannya. Sungguh kemuliaan itu bagi Allah, Rasul-Nya dan orang-orang
yang beriman."705
Al Ustadz Musthafa Masyhur, menjelaskan bahwa persatuan nasional mencakup makna
Islam itu sendiri, beliau katakana, "Negara Mesir menyatu bersama Islam dengan sepenuh
dirinya; akidah, bahasa dan peradabannya, yang kemudian membelanya, semakin luas
jangkauannya, menolak setiap penindasan, dan melakukan jihad dengan harta dan jiwanya."
Idenitas Islam ini, tidak berhenti hanya pada orang-orang yang komitmen terhadap
agama Islam di dunia Islam, namun juga mencakup seluruh kelompok minoritas non muslim
yang telah hidup bersama komunitas muslim, baik ras, peradaban dan kebangsaan. Dengan
demikian, identitas Islam tercermin dalam diri seorang muslim yang berupa: akidah, syariah,
kemuliaan, peradaban, ras, kebangsaan, budaya, sejarah dan warisan turats di bidang pemikiran
dan undang-undang, sama halnya dengan warga Negara muslim dalam aspek-aspek tersebut
secara sama.706
Kedua: Sikap Islam terhadao orang-orang asing:
Imam Syahid juga menjelaskan tentang hal ini dengan mengatakan, "Saya ingin
menegaskan kepada kalian wahai tuan-tuan sekalian dengan ketegasan yang pasti bahwa
politik Islam, baik dalam maupun luar negeri menjamin kesempurnahan pemenuhan hak non
muslim, baik hak kenegaraan, atau hak kewarganegaraan yang minoritas non muslim; hal itu
705 Risalah: Ila al Syabab (Kepada Para Pemuda), hal.105706 Risalah: Wudhuh Ru'yah, Ustadz Musthafa Masyhur, hal. 25
481
karena kemuliaan Islam –di tingkat internasional- kemuliaan yang paling suci sepanjang
sejarah."707
"Inilah sikap Islam terhadap kelompok minoritas non muslim, sangat jelas dan sama sekali
tidak aniaya. Prinsip Islam dalam menyikapi umat lain adalah prinsip perdamaian dan
persahabatan, sepanjang mereka berprilaku lurus dan berhati bersih. Namun, jika hati mereka
rusak dan kejahatan mereka merajalela, Al Quran pun menggariskan sikap tegas dengan
firmannya,
Artinya:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu
orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan)
kemudharatan bagimu. mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian
dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi.
sungguh Telah kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya. Beginilah
kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman
kepada kitab-kitab semuanya. apabila mereka menjumpai kamu, mereka Berkata "Kami
beriman", dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari antaran marah
bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): "Matilah kamu Karena
kemarahanmu itu". Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati. (Q.S Ali Imron: 118-119)
Islam telah menentukan secara cermat tentang siapa saja yang harus kita boikot,
berlepas diri darinya dan tidak berhubungan dengan mereka:
707 Risalah: Mu'tamar Thalabah Ikhwanul Muslimin (Muktamar Pelajar dan Mahasiswa Ikhwanul Muslimin), hal.316
482
Artinya:
"Sesungguhnya Allah Hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang
yang memerangimu Karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang
lain) untuk mengusirmu. dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, Maka mereka
Itulah orang-orang yang zalim. (Q.S Mumtahanah: 9)
Tidak ada satu pun orang bijak yang dapat memaksakan kepada suatu bangsa untuk rela
di dalam tubuhnya ada orang yang sifatnya seperti tersebut pada ayat di atas, yang hanya akan
menciptakan kerusakan dan mengacaukan sistem hidupnya (bangsa itu).708
Kami tidak memusuhi bangsa Barat di belahan dunia manapun. Sesunguhnya manusia
dengan statusnya sebagai manusia dihimpun oleh pertautan kemanusiaan. Adapun perhitungan
kita adalah terhadap pemerintah Barat yang memperbudak Negara-negara Islam, merampas
tanahnya dan membantu penindas untuk melakukan penindasan.
Imam Syahid menolak orang-orang yang menjadikan orang-orang asing sebagai hujjah
dan kendala utama dalam menerapkan syariat Islam di masyarakat, "Ada sebagian orang
menuduh bahwa sistem Islam (dalam alam kehidupan modern) menjauhkan kita dari Negara-
negara Barat dan mengeruhkan hubungan politik antara kita dengan mereka, yang sebelumnya
berjalan harmonis. Tuduhan itu tentu saja tanpa dasar dan merupakan lamunan belaka.
Akan halnya Negara-negara itu, kalau mereka tetap berburuk sangka kepada kita,
memang begitulah jalan pikiran mereka, baik kita mengikuti Islam maupun tidak. Namun, jika
saja mereka dengan tulus mau memberikan kepercayaannya kepada kita, sebenarnya para juru
bicara dan para politisi mereka jga sering berkata lantang bahwa setiap Negara itu bebas
menentukan sistem ideology yang akan dijadikan pijakannya, sepanjang tidak merampas hak-
hak bangsa lain.
708 Ibid, hal. 287
483
Para pemimpin politik Negara-negara itu seharusnya paham bahwa Islam sebagai
sistem kenegaraan adalah sistem paling mulia lagi sakral yang pernah dikenal oleh sejarah.
Sedangkan dasar-dasar ideology yang diletakkan oleh Islam yang bertujuan untuk melindungi
dan menjaga kemuliaannya, adalah dasar-dasar ideology paling kokoh yang pernah dikenal
manusia.709
Penutup
Walaupun jarak antara realita atau titik tolak dengan tujuan-tujuan yang ingin dicapai
begitu luas dan membutuhkan generasi-generasi yang terus berganti, namun Ikhwanul Muslimin
meyakini dengan seyakin-yakinnya bahwa hal itu akan terwujud, tanpa ada keraguan dan
kebimbangan, sebagai sesuatu pembenaran janji Rasulullah Saw. dan Al Quran, dan
sesungguhnya segala urusan berada di tangan Allah, Yang memelihara dakwahnya dan yang
membuat Takdir dari setiap peristiwa, dimana terdapat kebaikan dan kemaslahatan, serta apa
saja yang membantu perwujudan kejayaan. Walaupun kita mungkin tidak sempat
menyaksikannya.
Mereka (Ikhwanul Muslimin) berupaya menghidupkan tujuan-tujuan ini di jiwa,
mengalirkan pemahaman dan kaidah-kaidahnya di dalam hati.
Mereka berupaya melakukan:
Menghidupkan fikrah khilafah, menjelaskan tentang urgensinya, perannya, keterkaitannya
dengan akidah umat dan persatuannya.
Berupaya membangkitkan ruh yang satu di tubuh umat di pelbagai belahan dunia, dan tidak
membatasi pada kawasan tertentu saja.
709Risalah: Nahwa an Nur (Menuju Cahaya), hal. 287
484
Memberikan perhatian yang besar terhadap problematika dunia Islam, mengenalkannya
kepada masyarakat, mengarahkannya, mendukung dan membantunya demi tercapainya
kesatuan pemahaman, kepekaan, kesatuan loyalitas, kesatuan hubungan, dan saling
menopang dalam menghadapi segala marabahaya dan perkembangan kemampuan dan
Negara.
Tidak menunggu hingga berdirinya Negara Islam untuk mewujudkan persatuan Negara-
negara Islam. Namun mereka berupaya melakukan perjuangan ini, baik dalam skala
masyarakat atau skala kolektif, maupun melalui organisasi untuk mendekatkan bangsa-
bangsa dan pendirian jalinan kerjasama yang baik.
Sampai kemudian ia bisa diterjemahkan dalam realitas yang sempurna dengan mendirikan
pemerintah Islam yang komitmen dengan syariat Allah, dan dengan menyatukan antar
Negara-negara muslim sesuai dengan manhaj Islam dan tujuan-tujuannya.
Dan kami menyimak dari perkataan Imam Syahid710 di dalam rislah-risalahnya, bahwasanya
semua tujuan-tujuan tersebut dilakukan secara bersamaan dengan langkah-langkah yang
gradual hingga ia bisa menyempurnakan garis putarannya, dengan perspektif yang jelas dan
integral, serta dengan bertawakkal kepada Allah dengan penuh kesempurnaan, kesabaran
dan tidak menyimpang dari jalan dan manhaj, yakni jalan Rasulullah Saw., manhaj Islam dan
syariatnya.
Allahu akbar wa lillah al Hamd
Referensi dan Daftar Pustaka
1. Majmu'atu Rasail, Lil Imam Syahid Hasan al Banna
710 kita berbaik sangka dengan mengatakan beliau gugur sebagai syahid, walaupun kita sebenarnya tidak berhak memastikan kesucian seseorang di atas ketentuan Allah.
485
Risalah: Al Ikhwan tahta rayatil Quran (Ikhwan di bawah naungan panji Al Quran).
Risalah: Hal Nahnu Qoumun 'Amaliyun (Apakah Kita Para Aktivis)?
Risalah: Da'watuna Fi Thaurin Jadid (Dakwah Kami di Zaman Baru)
Risalah: Ila Ayyi Syai'in Nad'unnas (Kepada Apa Kita Menyeru Manusia).
Risalah: Baina l-Amsi wal Yaum (Antara Kemaren dan Hari ini)
Risalah: Mu'tamar Thalabah Ikhwanul Muslimin (Muktamar Pelajar dan Mahasiswa
Ikhwanul Muslimin).
Risalah: Nahwa an Nur (Menuju Cahaya)
Risalah: Ijtima Ru'asa al Manatiq (Pertemua Ketua-ketua Wilayah).
Risalah: Musykilatuna Fi Dhau'I al Nizham al Islamy (Agenda Persoalan Kita dalam kacamata
sistem Islam).
Risalah: Mu'tamar al Khamis (Muktamar Ke V)
Risalah: Da'watuna (Dakwah Kami)
Risalah: Mu'tamar Sadis (Muktamar ke VI)
Risalah: Ta'alim (Risalah Ta'alim)
Risalah: Al 'Aqaid (Risalah akidah)
Risalah: Al Jihad (Risalah Jihad)
Risalah: Ila al Syabab (Kepada Para Pemuda)
Risalah: Nizhamul Hukm (Sistem Islam)
Risalah: Al Usrah (Usrah)
2. Muzakkirat Da'wah wa Da'iyah Lil Imam al Syahid Hasan (Memoar Hasan Al Banna).
3. Bagian terakhir dari risalah yang ditulis oleh Imam Syahid untuk Ikhwanul Muslimin, diterbitkan oleh Majalah Al Mabahits, edisi 16 Januari 1951 M.
4. Nasehat Imam Syahid Hasan Al Banna kepada Ikhwan, dari buku Al Imam Syahid, Fuad Al Hajarsy, hal. Yang kemudian dipublikasikan kembali lewat Majalah Dakwah, Edisi 82, Syawal 1419 H/ Januari dan Februari 1999 M.
5. Diantara penjelasan Imam Syahid dalam Muktamar rakyat untuk solidaritas Palestina di Mesjid Al Azhar, tahun 1948 M.
6. Bagian dari surat Imam Syahid kepada Nahas Basya dalam jumpa pers yang ia sampaikan kepada beberapa media, dimana ia mengungkapkan kekagumannya terhadap Kamal At-Turk. Ini adalah surat yang dipublikasikan oleh Koran Ikhwanul Muslimin.
7. Dua'tun La Qudhat lil Hasan al Hudhaibi (Kami adalah Da'I bukan para hakim).8. al Laihah al 'Alamiyah lil Ikhwan al Muslimin (Tata Tertib Internasional Ikwanul
Muslimin).9. Perspektif Ikhwan seputar: Syuro, Multipartai, Wanita, Pusat Studi Islam. 10. Mubadarah al Ikhwan lil Ishlah
486
11. Risalah Ru'yah Wadhihah, Mushthafa Masyhur12. Artikel yang ditulis oleh Al Ustadz Musthafa Masyhur dalam peringatan kesyahidan
Imam Hasan Al Banna.13. Artikel dengan judul Aina Qalbu l-Muslimin min Dima al Muslimin? Ustadz Musthafa
Masyhur.14. Artikel dengan judul Kaidun Mafduh Lil Islam wa ahlih, Ustadz Musthafa Masyhur.15. Artikel dengan judul Al Haqqu la Budda an Tahmihi al Quwwah, Musthafa Masyhur.16. Artikel dengan judul Al Ikhwanul Muslimun Da'watun wa risalah, Ustadz Muhammad
Mahdi Akif.17. Artikel dengan judul, limadza a'damuni? Ustadz Sayyid Quthb, Koran Ikhwanul
Muslimin, Oktober 1965 M.18. al Imam al Syahid Hasan Al Banna Hamil Liwa al Da'wah Fil Qarni al 'Isyrin, Ustadz Fuad
Hajarsi.19. Al Ikhwan al Muslimun wal Qadiyah Filastiniyah, Ustadz Fuad Hajarsi.20. Hasan Al Banna, Mawaqif Fi Da'wah wa Tarbiyah, Ustadz Abbas Asisi.21. Artikel dengan judul, Al Shahwah al Islamiyah, Dr. Yusuf Al Qaradlway, Majalah Risalah,
Ramadan 1422 H/Desember 2001 M, edisi perdana.22. Manhajul Imam al Banna, Al Tsawabit wal Mutaghayyirat, Ustadz Jum'ah Amin.23. Al Ikhwan al Muslimun Kubra al Harakat al Islamiyah, Dr. Taufik Wa'i.24. Artikel dengan judul, Dirasah Syar'iyyah wa Siyasiyah Lil Qadiyyah al 'Iraqiyyah tahun
2002 M, Muhammad Ahmad Rasyid.25. Al Masar, Ustadz Muhammad Ahmad Rasyid26. Syubhat Haula al Fikri al Islamy al Mu'ashir, Salim al Bahnasawy.27. Al Muqawamah al Sirriyah fi Qanat Suwais, Ustadz Kamil Syarif.28. Al Ikhwanul Muslimun wa Harb Filastin, Ustadz Kamil Syarif.29. Al Fiqh al Siyasy 'inda al Imam al Syahid Hasan al Banna, Dr. Muhammad Abdul Qadir
Abu Faris, Darul Basyir-Thanta.30. Al Ikhwanul Muslimun, Ahdats shana'at Tharikh, Ustadz Mahmud Abdul Halim.31. Artikel dengan judul, Bi Yaumiyyat al Akhbar, Dr. Muhammad 'Imarah, Koran tentang
Konsep Syuro Islam tahun 2004 M.32. Koran, Al Ikhwanul Muslimun, Edisi ke V, 27 Maret 1952 M33. Majalah, Al Da'wah, edisi 3234. Majalah, Al Da'wah, tahun 1976 dan tahun 1977 M35. Koran, Afaq 'Arabiyah, 19 Nopember 1998 M, edisi 28336. Koran, Afaq 'Arabiyah, 30 Oktober 2005 M37. I'lam al Muwaqqi'in, Ibnu Qayyim38. al Sirah Al Nabawiyah, Ibnu Hisyam
487
Daftar Isi
Daftar Isi:
Pengantar
Pendahuluan
Bab I
Mengenal Konsep Dakwah Ikhwanul Muslimin
Pertama, Dasar pemikiran
Dakwah Islam adalah Proyek Kebangkitan
Obsesi, Misi dan Tujuan
Kedua, Realitas
Karakteristik Fase Dakwah dan Hakikat Perseteruan
Tentang Kewajiban Dakwah
Ketiga: Kendala dan Faktor-faktor Kesuksesan
Kendala dan rintangan yang dihadapi oleh dakwah
Bekal Kita Menghadapi rintangan
Faktor-faktor Kesuksesan Dakwah
Keempat: Keistimewaan dan ciri khas dakwah
Dakwah Kami adalah Islam yang kokoh
Siapakah kalian? Apa sifat kalian?
Diantara Karakteristik Dakwah Ikhwanul Muslimin
488
Bab II
Mekanisme Perubahan
Pengantar
Realita dan manhaj perubahan
Tabiat Perubahan dan Karakteristiknya
Kepemimpinan yang bijak dan mengarahkan Semangat
Ringkasan Prasarana Perubahan
Prasarana pembentukan, tarbiyah untuk individu dan masyarakat.
Target-target Tarbiyah Masyarakat Sebagai Prasyarat Mendirikan Negara.
Urgensi Strategi dan Evaluasi
Ikhwan dan Manhaj-manhaj yang lain
Pemahaman Seputar Sarana-sarana Dakwah
Kotak Pemilu
Tentang Waktu yang diperlukan
Ikhwan Setelah Berdirinya Negara
Jihad adalah Jalan Dakwah
Makna Al Nashr (Kemenangan) dan Bentuknya yang Variatif
Bab III
Pemahaman Tarbiyah Dalam Proses Pembinaan
Gambaran-gambaran Pembinaan Tarbawi dan Ciri-cirinya
Manhaj Imam Hasan Al Banna dalam Tarbiyah Akidah
Ujian dan Cobaan adalah Sebuah Kemestian dalam Dakwah
Makna kekuatan Yang diinginkan Barisan Dakwah
Kerapian Shaf dan Hubungan Antara Komponennya
Keberlangsungan Tarbiyah
Tentang Realitas Kader Dakwah
Pentingnya Refleksi Nilai-nilai Tarbiyah
Tarbiyah Mas’ul Dakwah dan Struktur Kepengurusan
Tentang Kitman (Menyembunyikan) dan Sirriyah (kerahasiaan) dalam Dakwah.
Yang Tsabit (prinsipil) dan Mutagayyir (relatif) dalam dakwah.
489
Tentang Rasa Kepemilikan Terhadap Islam
Hujjah
Bab IV
Proses Pembentukan Individu Kader Dakwah (Perbaikan Diri).
Pengantar
Karakteristik Pembinaan Diri
Target-Target Tarbiyah
Target Umum
Asas manhaj
Karakteristik Target (keistimewaan tujuan-tujuan tarbiyah)
Ciri-ciri Dalam Target Tarbiyah
Tingkatan Target Tarbiyah
Urgensi Pembangunan yang benar dan Keterikatan antar target-target tarbiyah.
Poros-poros simpul utama dalam Target-target Tarbiyah
Poros-Poros utama dalam Pembinaan tarbawi terhadap individu
Pengarahan dan Wasiat;
Pertama, Dalam Aspek Akidah dan Ibadah
Kedua, Dalam Aspek Nurani, dan Kepekaan Iman
Ketiga, Dalam Aspek Cinta dan Ukhuwah
Keempat, Dalam Aspek Menahan Diri
Kelima, Dalam Aspek Akhlak dan Kepribadian yang baik
Keenam, Dalam Aspek Kesehatan Fisik
Ketujuh, Dalam Aspek Usaha dan Pekerjaan
Kedelapan, Dalam Aspek Masyarakat dan Rumah Tangga
Kesembilan, Dalam Aspek Dakwah
Kesepuluh, Dalam Aspek Jamaah
Bab V
Membangun Keluarga Muslim
490
Urgensi Membangun Rumah Tangga
Urgensi Perbaikan Diri
Kaidah dan Tujuan Pembinaan keluarga Muslim
Bab VI
Bekerja Bersama Masyarakat
Manhaj Islam dalam Membangun Masyarakat
Urgensi Bekerja Bersama dengan masyarakat
Poros-poros Sinergisitas kerja dengan masyarakat
Asas-asas Utama Perbaikan Sosial
Tahapan-tahapan amal sosial dan titik tolaknya
Sifat dan Karakteristik Amal bersama masyarakat
Mempersiapkan kader dakwah untuk bersinergi dengan masyarakat.
Bab VII
Tujuan dan Aspek Amal Bersama Keluarga dan Masyarakat
Poros-poros dan Tujuan Amal Bersama Masyarakat
Penjelasan
Bab VIII
Tentang Tujuan Pembebasan Negeri dan Kemerdekaannya
Mukadimah
Strategi Mengusir Penjajah
Makna Negara Islam dan sikap terhadap permasalahan Palestina.
Mengenal dengan baik Karakter musuh
Bab IX
Tentang Tujuan Membentuk Pemerintah Islam
491
Mukadimah
Ikhwanul Muslimin Tidak Ambisi Kekuasaan dan Tidak bermaksud menguasai pemerintahan.
Keterlambatan Pemerintah (dalam menerapkan syariat Islam)
Tentang Tabiat Pemerintah terhadap Islam:
Perbaikan pemerintah yang komprehensif
Sikap Terhadap pemerintah
Asas Pendirian Negara
Adab-adab Ikhwanul Muslimin dalam Melakukan konfrontasi Politik.
Karakteristik Pemerintah Islam yang dicita-citakan
Tiang-tiang Penyangga Sistem pemerintahan Islam dan undang-undang konstitusi
Gambaran Sistem Politik Islam
Menolak cara-cara kekerasan, Revolusi dan kudeta
Tentang Metode Terwujudnya kecondongan pemerintah terhadap dakwah.
Sikap terhadap kekuatan pemerintah yang menginginkan perbaikan.
Kaidah-kaidah sistem Sosial dalam Islam
Kaidah Sistem Ekonomi dalam Islam
Bab X
Tentang Tujuan Pembebasan Negeri-negeri Muslim
Mengembalikan Eksistensi Negara, Mendirikan Khilafah,
Memimpin Dunia
Urgensi Khilafah dan bagaimana mendirikannya kembali
Fase-fase utama untuk mewujudkan tujuan
Contoh dan Model
Jawaban terhadap klaim bahwa Barat telah mengepung kita
Bagaimana mewujudkan Ustaziyatul 'Alam (kepemimpinan dunia)
Umat Islam dan Perang peradaban
Asas tegaknya kesatuan internasional
Peran yang dapat kita lakukan
492
Bab XI
Penjelasan seputar Sikap Dakwah dan Politik Jamaah
Seputar permasalah propaganda, mengumumkan aktivitas dan nama.
Sikap Jamaah Terhadap Individu dan organisasi-organisasi Yang Berbuat Untuk Kebaikan
dan agama Islam.
Jama'ah Ikhwan mendukung segala seruan untuk perbaikan
Jamaah membaca Konstelasi Politik dengan baik
Permusuhan terhadap Dakwah, Institusi dan Anggotanya
Persaudaraan dalam Perspektif Ikhwan
Tipe Banyak Tanya dan Kritis terhadap Dakwah
Rekayasa Kata-kata dan Istilah
Sanggahan terhadap Klaim Monopoli, dan Apakah Jaminannya
Prinsip Kami Menghadapi Permusuhan dan Persaingan Politik
Ikhwan dan Sejarah Reformasi Mesir
Bentuk-bentuk Proyek Perbaikan
Model Perbaikan Hukum dan Perundang-udangan
Tuntutan Perbaikan Undang-undang Pemilu
Seputar Koordinasi dan Aliansi
Persimpangan Jalan
Urgensi Pengamanan terhadap Dakwah
Imam Syahid dan pembentukan partai-partai
Tentang Aktivitas POlitik
Sikap Jamaah terhadap mazhab-mazhab dan aliran-aliran
Partner Negara dan sikap terhadap orang-orang asing
Penutup
Referensi dan Daftar Pustaka
Daftar Isi
493