Download - Makalah Sospol
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara definitif, korupsi adalah sebuah tindakan penyalahgunaan wewenang
atau kekuasaan yang dilakukan oleh seseorang atau segolongan orang untuk
mendapatkan keuntungan pribadi. Atau dalam bahasa yang lain, perilaku pejabat
publik, baik politisi maupun pegawai negeri, yang memperkaya diri sendiri,
melanggar hukum, dan merugikan orang lain/bangsa. Sudah berpuluh tahun bangsa
Indonesia menderita keterpurukan akibat perbuatan segilintir masyarakat yang
memiliki kekuasaan dan menyalahgunakannya untuk memperkaya diri sendiri.
Akhir-akhir ini masalah korupsi sedang hangat - hangatnya dibicarakan
publik, terutama dalam media massa baik lokal maupun nasional. Banyak para ahli
mengemukakan pendapatnya tentang masalah korupsi ini. Pada dasarnya, ada yang
pro adapula yang kontra. Akan tetapi walau bagaimanapun korupsi ini merugikan
negara dan dapat merusak sendi-sendi kebersamaan bangsa. Pada hakekatnya,
korupsi adalah “benalu sosial” yang merusak struktur pemerintahan, dan menjadi
penghambat utama terhadap jalannya pemerintahan dan
pembangunan pada umumnya.
Dalam prakteknya, korupsi sangat sukar bahkan hampir tidak mungkin dapat
diberantas, oleh karena sangat sulit memberikan pembuktian-pembuktian yang
eksak. Disamping itu sangat sulit mendeteksinya dengan dasar-dasar hukum yang
pasti. Namun akses perbuatan korupsi merupakan bahaya yang harus diwaspadai
baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat itu sendiri.
Korupsi adalah produk dari sikap hidup satu kelompok masyarakat yang
memakai uang sebagai standard kebenaran dan sebagai kekuasaaan mutlak. Sebagai
akibatnya, kaum koruptor yang kaya raya dan para politisi korup yang berkelebihan
1
uang bisa masuk ke dalam golongan elit yang berkuasa dan sangat dihormati. Mereka
ini juga akan menduduki status sosial yang tinggi dimata masyarakat.Korupsi sudah
berlangsung lama, sejak zaman Mesir Kuno, Babilonia, Roma sampai abad
pertengahan dan sampai sekarang.
Korupsi terjadi diberbagai negara, tak terkecuali di negara-negara maju
sekalipun. Di negara Amerika Serikat sendiri yang sudah begitu maju masih ada
praktek-praktek korupsi. Sebaliknya, pada masyarakat yang primitif dimana ikatan-
ikatan sosial masih sangat kuat dan kontrol sosial yang efektif, korupsi relatif jarang
terjadi. Tetapi dengan semakin berkembangnya sektor ekonomi dan politik serta
semakin majunya usaha-usaha pembangunan dengan pembukaan-pembukaan sumber
alam yang baru, maka semakin kuat dorongan individu terutama di kalangan pegawai
negeri untuk melakukan praktek korupsi dan usaha-usaha penggelapan.
Korupsi dimulai dengan semakin mendesaknya usaha-usaha pembangunan
yang diinginkan, sedangkan proses birokrasi relaif lambat, sehingga setiap orang atau
badan menginginkan jalan pintas yang cepat dengan memberikan imbalan - imbalan
dengan cara memberikan uang pelicin (uang sogok). Praktek ini akan berlangsung
terus menerus sepanjang tidak adanya kontrol dari pemerintah dan masyarakat,
sehingga timbul golongan pegawai yang termasuk OKB-OKB (orang kaya baru)
yang memperkaya diri sendiri (ambisi material). Agar tercapai tujuan pembangunan
nasional, maka mau tidak mau korupsi harus diberantas. Ada beberapa cara
penanggulangan korupsi, dimulai yang sifatnya preventif maupun yang represif.
Biasanya resiko politik adalah hambatan terbesar untuk membangun
kemauan politik. Pembaruan yang menyeluruh\memang mengandaikan adanya
resiko dan hal-hal yang sulit diprediksi. Berbagai upaya telah dilakukan untuk
meningkatkan kesadaran publik dan kemauan politik publik. Antara lain, lewat
berbagai simulasi, selebaran, serta berbagai metode dan pendekatan lainnya. Intinya
dengan cara-cara ini warga masyarakat dihadapkan pada situasi riil tentang dampak
buruk korupsi, dan bagaimana seharusnya warga masyarakat memberikan reaksi
pada kasus-kasus korupsi.
2
Lembaga-lembaga pengawasan independen sebenarnya juga memiliki
peranan yang sangat luas, dan memiliki kemampuan untuk menanamkan pengaruh di
kalangan politisi. Tetapi perlindungan kelembagaan masih sangat lemah, sehingga
lembaga-lembaga independen ini sangat mudah disingkirkan
1.2 RUMUSAN MASALAH
Permasalahan yang dikemukakan dalam tulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah korupsi itu ?
2. Apa penyebab terjadinya korupsi ?
3. Apa akibat terjadinya korupsi ?
4. Apa solusi cara menangulangi korupsi ?
5. Bagaimana peran mahasiswa dalam memerangi korupsi ?
1.3. TUJUAN
1. Mendeskripsikan pengertian korupsi .
2. Mendeskripsikan penyebab terjadinya korupsi.
3. Mendeskripsikan akibat terjadinya korupsi.
4. Mendeskripsikan solusi cara menanggulangi korupsi.
5. Mendeskripsikan peran mahasiswa dalam memerangi korupsi.
3
BAB 2
PEMBAHASAN
Negara kita sudah penuh dan tenggelam dengan korupsi, ibarat dengan banjir
kita sudah kebanjiran dengan korupsi. virus korupsi sudah sedemikian membumi
dinegara kita. dalam setiap sudut kehidupan korupsi bisa mampir dan duduk ngopi
bersama kita.
Melihat fenomena diatas, maka perlu orang- orang handal dan bernyali besar dalam
penanganan kasus- kasus korupsi. orang- orang handal adalah yang mengerti
permasalahan dan punya jalan keluar. nyali besar adalah orang- orang yang memang
berani menghadapi resiko. karena berbicara kasus korupsi adalah berbicara orang-
orang besar dan berkuasa. mereka tentunya tak akan tinggal diam bila mereka kita
usik.
Seorang investigator dalam melakukan monitoring dan investigasi haruslah
pelit dalam berbicara kepada publik. sekarang timbul pertanyaan kenapa?. tujuannya
adalah supaya kasus yang kita periksa jangan sampai kehilangan jejak. coba anda
bayangkan bila investigator terlalu bebas dan terang- terangan berbicara kepada siapa
saja, tentunya disitu dia akan kehilangan jejak dan bukti. sang koruptor akan segera
melakukan berbagai cara untuk menghilangkan bukti dan saksi, dan yang paling
ekstrim adalah saksi dan investigator akan dibunuh. beranjak dari hal diatas maka
bila anda ingin menjadi seorang investigator yang sukses anda harus pelit bicara, itu
adalah kunci sukses dan keselamatan saudara.
2.1 Pengertian Korupsi
korupsi adalah masalah global yang harus menjadi keprihatian semua orang.
Praktik korupsi biasanya sejajardengan konsep pemerintahan totaliter, ditaktor –
yang meletakkan kekuasaan di tangan segelintir orang. Korupsi juga berkaitan
dengan pelanggaran hak asasi manusia.Korupsi juga sering dipakai dalil untuk
menggulingkan pemerintahan lama oleh pemerintahan baru. Dalam sistem kekuasaan
diktator, masyarakat dan media tidak memiliki celah yang baik untuk mengungkap
berbagai praktik korupsi. Peluang terbesar untuk membuka praktik korupsi ada pada
4
sistem pemerintahan yang demokratis. Asumsinya, praktik korupsi berpeluang besar
dibongkar dalam lingkungan yang plural, toleran, masyarakat memiliki kebebasan
menyampaikan pendapat, dan ketika semua orang merasa aman - tidak ada ancaman,
dan tekanan secara sosial maupun politis. Tetapi tidak berarti dalam sistem sosial-
politik yang demokratis tidak ada korupsi. Perusahaan-perusahaan swasta raksasa
sering menggunakan kedudukan terhormat dari keabsahan hukum formal kegiatan
usaha mereka untuk melanggar kepercayaan publik dengan kan kekayaan pribadi,
dan resiko suap menyuap. Harus ada tekanan hukum yang menyakitkan bagi para
koruptor. Korupsi membuat negara-negara miskin semakin terpuruk.
Korupsi makin mudah ditemukan di berbagai bidang kehidupan. Pertama
karena melemahnya nilai-nilai sosial, kepentingan pribadi menjadi lebih utama
dibanding kepentingan umum, serta kepemilikan benda secara individual menjadi
etika pribadi yang melandasi prilaku sosial sebagaian besar orang. Kedua, tidak ada
transparansi dan tanggung gugat sistem integritas publik. Birokrasi pelayanan publik
justru digunakan oleh pejabat publik untuk mengejar ambisi politik pribadi, semata-
mata demi promosi jabatan dan kenaikan pangkat. Sementara kualitas dan kuantitas
pelayanan publik, bukan prioritas dan orientasi yang utama.
Dalam pengertian sederhana, korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan dan
kepercayaan untuk kepentingan pribadi. Karena itu korupsi dipahami dalam konteks
perilaku pejabat-pejabat sektor publik - politisi, pegawai negeri yang memakai
kekuasaan dan\ wewenang sosial untuk memperkaya diri, atau bersama orang-orang
yang dekat dengan mereka. Fokus buku panduan ini ditekankan pada praktik korupsi
administrasi, terutama pada kegiatan perorangan yang memegang kontrol sebagai
pejabat publik, pembuat kebijakan atau sebagai pegawai birokrasi pemerintah.
Hal tersulit dan sangat fundamental dari semua gagasan iniadalah bagaimana
membangun kemauan politik. Kemauan politik bukan kemauan politisi dan orang-
orang yang berkecimpung dalam dunia politik. Kemauan politik adalah keberanian
yang didukung oleh kecerdasan sosial warga masyarakat dan seluruh elemen sosial
untuk memberantas korupsi. Sehingga jabatan politik tidak lagi dipandang sebagai
5
cara mudah untuk memperkaya diri sendiri, tetapi sebagai tanggung jawab untuk
mengelola dan merumuskan sekaligus menetapkan tujuan kehidupan bersama yang
lebih baik.
Selain merupakan penyalahgunaan kekuasaan dan kepercayaan demi
keuntungan pribadi, korupsi adalah tindakan ketidakpatuhan seorang pejabat publik
untuk “menjaga jarak”. Apakah sebuah keputusan publik diambil berdasrkan
pertimbangan kepentingan publik, atau karena kepentingan pribadi, kelompok, dan
keluarga yang mewarnai kebijakan itu. Ironisnya tidak ada konsep yang sama untuk
mengukur apakah sebuah perilaku itu bisa digolongkan sebagai tindakan korup atau
tidak. Perbedaan pandangan dan pemahaman
ini semakin mempersulit pemberantasan korupsi. Faktor-faktor yang menjadi orang
sebab orang enggan memberantas korupsi antara lain adanya keraguan apakah
sebuah tindakan korup atau bukan, atau ada sikap pesimis bahwa hukum sulit
membuktikan dan memberi sanksi kepada pelaku korupsi, kekhawatiran adanya
ancaman dari pelaku, atau kedudukan yang lebih rendah dalam sebuah organisasi.
Bidang kegiatan pemerintah yang rawan terhadap korupsi adalah bidang
usaha pengadaan barang dan jasa untuk publik, bidang properti, birokrasi distribusi
barang, pengangkatan pegawai pemerintah dan tata pemerintah daerah. Model
korupsi yang biasa dikembangkan antara lain: nepotisme, korupsi politik, uang
komisi bagi kontrak, dan berbagai bentuk penggelapan dana. Bentuk-bentuk praktik
korupsi selalu sama, di manapun. Korupsi di Cina - tempat birokrat menjual
kekuasaan administrasi mereka, sama dengan korupsi di Eropa - tempat partai politik
mendapat komisi dalam jumlah yang sangat besar dari proyek-proyek pemerintah.
Sepanjang menyangkut korupsi, hampir tidak ada orang yang bisa mengecam orang
lain. Di pemerintahan yang paling bersih sekalipun, korupsi tetap ada. Oleh karena
itu, upaya memberantas korupsi harus dilakukan terus-menerus.
Berdasarkan sebuah kesepakatan, dirumuskan beberapa situasi yang mudah
mengundang korupsi. Pertama, suap diberikan untuk mendapatkan keuntungan yang
langka, atau untuk menghindari biaya. Kedua, suap diberikan untuk mendapat
6
keuntungan yang tidak langka, tetapi memerlukan kebijakan yang harus diputuskan
oleh pejabat publik. Ketiga, suap diberikan bukan untuk mendapatkan keuntungan
tertentu dari publik, tetapi untuk mendapatkan layanan yang berkaitan dengan
perolehan keuntungan. Keempat, suap diberikan untuk mencegah pihak lain
mendapatkan dari keuntungan, atau membebankan biaya pada pihak lain. Suap
sebenarnya merupakan kekuatan pasar yang mewarnai program kerja pemerintah.
Jika pasar menjadi efisien karena suap, maka suap dapat dibenarkan. Tetapi gejala ini
tetap harus dilihat dengan sikap yang skeptis.
Korupsi biasanya tumbuh dalam sistem yang kaku dan sarat dengan
hambatan dan bersumber dari kekuatan monopoli dalam pemerintahan. Dalam situasi
seperti ini pegawai pemerintah cenderung memilih penawar tertinggi (dari sebuah
tender) dengan harapan akan mendapatkan komisi yang lebih besar. Pegawai negeri
memiliki insentif untuk menciptakan lebih banyak hambatan sebagai cara untuk
mendapatkan suap dengan nilai yang sangat besar. Misalnya melakukan upaya
memperlambat proses administrasi atau menentukan persyaratan yang berat.
2.2 Penyebab terjadinya korupsi
Ada beberapa sebab terjadinya praktek korupsi. Singh (1974)
menemukandalam penelitiannya bahwa penyebab terjadinya korupsi di India adalah
kelemahan moral (41,3%), tekanan ekonomi (23,8%), hambatan struktur administrasi
(17,2%), hambatan struktur sosial (7,08 %). Sementara itu Merican (1971)
menyatakan sebab-sebab terjadinya korupsi adalah sebagai berikut :
a. Peninggalan pemerintahan kolonial.
b. Kemiskinan dan ketidaksamaan.
c. Gaji yang rendah.
d. Persepsi yang populer.
e. Pengaturan yang bertele-tele.
f. Pengetahuan yang tidak cukup dari bidangnya.
Di sisi lain Ainan (1982) menyebutkan beberapa sebab terjadinya korupsi yaitu :
7
a. Perumusan perundang-undangan yang kurang sempurna.
b. Administrasi yang lamban, mahal, dan tidak luwes.
c. Tradisi untuk menambah penghasilan yang kurang dari pejabat pemerintah dengan
upeti atau suap.
d. Dimana berbagai macam korupsi dianggap biasa, tidak dianggap bertentangan
dengan moral, sehingga orang berlomba untuk korupsi.
e. Di India, misalnya menyuap jarang dikutuk selama menyuap tidak dapat
dihindarkan.
f. Menurut kebudayaannya, orang Nigeria Tidak dapat menolak suapan dan korupsi,
kecuali mengganggap telah berlebihan harta dan kekayaannya.
g. Manakala orang tidak menghargai aturan-aturan resmi dan tujuan organisasi
pemerintah, mengapa orang harus mempersoalkan korupsi.
Dari pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa sebab-sebab
terjadinya korupsi adalah sebagai berikut :
1. Gaji yang rendah, kurang sempurnanya peraturan perundang-undangan,
administrasi yang lamban dan sebagainya.
2. Warisan pemerintahan kolonial.
3. sikap mental pegawai yang ingin cepat kaya dengan cara yang tidak halal, tidak
ada kesadaran bernegara, tidak ada pengetahuan pada bidang pekerjaan yang
dilakukan oleh pejabat pemerintah.
8
2.3. Akibat Terjadinya Korupsi
Akibat-akibat korupsi adalah :
1. Pemborosan sumber-sumber, modal yang lari, gangguan terhadap penanaman
modal, terbuangnya keahlian, bantuan yang lenyap.
2. ketidakstabilan, revolusi sosial, pengambilan alih kekuasaan oleh militer,
menimbulkan ketimpangan sosial budaya.
3. pengurangan kemampuan aparatur pemerintah, pengurangan kapasitas
administrasi, hilangnya kewibawaan administrasi.
Selanjutnya Mc Mullan (1961) menyatakan bahwa akibat korupsi adalah ketidak
efisienan, ketidakadilan, rakyat tidak mempercayai pemerintah, memboroskan
sumber-sumber negara, tidak mendorong perusahaan untuk berusaha terutama
perusahaan asing, ketidakstabilan politik, pembatasan dalam kebijaksanaan
pemerintah dan tidak represif.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan akibatakibat
korupsi diatas adalah sebagai berikut :
1. Tata ekonomi seperti larinya modal keluar negeri, gangguan terhadap perusahaan,
gangguan penanaman modal.
2. Tata sosial budaya seperti revolusi sosial, ketimpangan sosial.
3. Tata politik seperti pengambil alihan kekuasaan, hilangnya bantuan luar negeri,
hilangnya kewibawaan pemerintah, ketidakstabilan politik.
4. Tata administrasi seperti tidak efisien, kurangnya kemampuan administrasi,
hilangnya keahlian, hilangnya sumber-sumber negara, keterbatasan kebijaksanaan
pemerintah, pengambilan tindakan-tindakan represif. Secara umum akibat korupsi
adalah merugikan negara dan merusak sendisendi kebersamaan serta
memperlambat tercapainya tujuan nasional seperti yang tercantum dalam
Pembukaan Undang-undang Dasar 1945.
9
2.4. Upaya penanggulangan korupsi.
Korupsi tidak dapat dibiarkan berjalan begitu saja kalau suatu negara ingin
mencapai tujuannya, karena kalau dibiarkan secara terus menerus, maka akan
terbiasa dan menjadi subur dan akan menimbulkan sikap mental pejabat yang selalu
mencari jalan pintas yang mudah dan menghalalkan segala cara (the end justifies the
means). Untuk itu, korupsi perlu ditanggulangi secara tuntas dan bertanggung jawab.
Ada beberapa upaya penggulangan korupsi yang ditawarkan para ahli yang
masing-masing memandang dari berbagai segi dan pandangan. Caiden (dalam
Soerjono, 1980) memberikan langkah-langkah untuk menanggulangi korupsi sebagai
berikut :
a. Membenarkan transaksi yang dahulunya dilarang dengan menentukan sejumlah
pembayaran tertentu.
b. Membuat struktur baru yang mendasarkan bagaimana keputusan dibuat.
c. Melakukan perubahan organisasi yang akan mempermudah masalah pengawasan
dan pencegahan kekuasaan yang terpusat, rotasi penugasan, wewenang yang
saling tindih organisasi yang sama, birokrasi yang saling bersaing, dan
penunjukan instansi pengawas adalah saran-saran yang secara jelas diketemukan
untuk mengurangi kesempatan korupsi.
d. Bagaimana dorongan untuk korupsi dapat dikurangi ? dengan jalan meningkatkan
ancaman.
e. Korupsi adalah persoalan nilai. Nampaknya tidak mungkin keseluruhan korupsi
dibatasi, tetapi memang harus ditekan seminimum mungkin, agar beban korupsi
organisasional maupun korupsi sestimik tidak terlalu besar sekiranya ada sesuatu
pembaharuan struktural, barangkali mungkin untuk mengurangi kesempatan dan
dorongan untuk korupsi dengan adanya perubahan organisasi.
10
Cara yang diperkenalkan oleh Caiden di atas membenarkan (legalized)
tindakan yang semula dikategorikan kedalam korupsi menjadi tindakan yang legal
dengan adanya pungutan resmi. Di lain pihak, celah-celah yang membuka untuk
kesempatan korupsi harus segera ditutup, begitu halnya dengan struktur organisasi
haruslah membantu kearah pencegahan korupsi, misalnya tanggung jawab pimpinan
dalam pelaksanaan pengawasan melekat, dengan tidak lupa meningkatkan ancaman
hukuman kepada pelaku-pelakunya.
Selanjutnya, Myrdal (dalam Lubis, 1987) memberi saran penaggulangan
korupsi yaitu agar pengaturan dan prosedur untuk keputusan-keputusan administratif
yang menyangkut orang perorangan dan perusahaan lebih disederhanakan dan
dipertegas, pengadakan pengawasan yang lebih keras, kebijaksanaan pribadi dalam
menjalankan kekuasaan hendaknya dikurangi sejauh mungkin, gaji pegawai yang
rendah harus dinaikkan dan kedudukan sosial ekonominya diperbaiki, lebih terjamin,
satuan-satuan pengamanan termasuk polisi harus diperkuat, hukum pidana dan
hukum atas pejabat-pejabat yang korupsi dapat lebih cepat diambil. Orang-orang
yang menyogok pejabat-pejabat harus ditindak pula. Persoalan korupsi beraneka
ragam cara melihatnya, oleh karena itu cara pengkajiannya pun bermacam-macam
pula. Korupsi tidak cukup ditinjau dari segi deduktif saja, melainkan perlu ditinaju
dari segi induktifnya yaitu mulai melihat masalah praktisnya (practical problems),
juga harus dilihat apa yang menyebabkan timbulnya korupsi.
Kartono (1983) menyarankan penanggulangan korupsi sebagai berikut :
1. Adanya kesadaran rakyat untuk ikut memikul tanggung jawab guna melakukan
partisipasi politik dan kontrol sosial, dengan bersifat acuh tak acuh.
2. Menanamkan aspirasi nasional yang positif, yaitu mengutamakan kepentingan
nasional.
3. para pemimpin dan pejabat memberikan teladan, memberantas dan menindak
korupsi.
4. Adanya sanksi dan kekuatan untuk menindak, memberantas dan menghukum
tindak korupsi.
11
5. Reorganisasi dan rasionalisasi dari organisasi pemerintah, melalui penyederhanaan
jumlah departemen, beserta jawatan dibawahnya.
6. Adanya sistem penerimaan pegawai yang berdasarkan “achievement” dan bukan
berdasarkan sistem “ascription”.
7. Adanya kebutuhan pegawai negeri yang non-politik demi kelancaran administrasi
pemerintah.
8. Menciptakan aparatur pemerintah yang jujur
9. Sistem budget dikelola oleh pejabat-pejabat yang mempunyai tanggung jawab etis
tinggi, dibarengi sistem kontrol yang efisien.
10. Herregistrasi (pencatatan ulang) terhadap kekayaan perorangan yang mencolok
dengan pengenaan pajak yang tinggi.
Marmosudjono (Kompas, 1989) mengatakan bahwa dalam menanggulangi
korupsi, perlu sanksi malu bagi koruptor yaitu dengan menayangkan wajah para
koruptor di televisi karena menurutnya masuk penjara tidak dianggap sebagai hal
yang memalukan lagi.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa upaya
penanggulangan korupsi adalah sebagai berikut :
a. Preventif.
1. Membangun dan menyebarkan etos pejabat dan pegawai baik di instansi
pemerintah maupun swasta tentang pemisahan yang jelas dan tajam antara milik
pribadi dan milik perusahaan atau milik negara.
2. mengusahakan perbaikan penghasilan (gaji) bagi pejabat dan pegawai negeri
sesuai dengan kemajuan ekonomi dan kemajuan swasta, agar pejabat dan pegawai
saling menegakan wibawa dan integritas jabatannya dan tidak terbawa oleh
godaan dan kesempatan yang diberikan oleh wewenangnya.
3. Menumbuhkan kebanggaan-kebanggaan dan atribut kehormatan diri setiap jabatan
dan pekerjaan. Kebijakan pejabat dan pegawai bukanlah bahwa mereka kaya dan
melimpah, akan tetapi mereka terhormat karena jasa pelayanannya kepada
masyarakat dan negara.
12
4. Bahwa teladan dan pelaku pimpinan dan atasan lebih efektif dalam
memasyarakatkan pandangan, penilaian dan kebijakan.
5. menumbuhkan pemahaman dan kebudayaan politik yang terbuka untuk kontrol,
koreksi dan peringatan, sebab wewenang dan kekuasaan itu cenderung
disalahgunakan.
6. hal yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana menumbuhkan “sense of
belongingness” dikalangan pejabat dan pegawai, sehingga mereka merasa
peruasahaan tersebut adalah milik sendiri dan tidak perlu korupsi, dan selalu
berusaha berbuat yang terbaik.
b. Represif.
1. Perlu penayangan wajah koruptor di televisi.
2. Herregistrasi (pencatatan ulang) terhadap kekayaan pejabat
13
2.5. Peran Mahasiswa Dalam Memerangi Korupsi
Mahasiswa merupakan suatu elemen masyarakat yang unik. Jumlahnya tidak
banyak, namun sejarah menunjukkan bahwa dinamika bangsa ini tidak lepas dari
peran mahasiswa. Walaupun jaman terus bergerak dan berubah, namun tetap ada
yang tidak berubah dari mahasiswa, yaitu semangat dan idealisme.
Semangat-semangat yang berkobar terpatri dalam diri mahasiswa, semangat
yang mendasari perbuatan untuk melakukan perubahan-perubahan atas keadaan yang
dianggapnya tidak adil. Mimpi-mimpi besar akan bangsanya. Intuisi dan hati
kecilnya akan selalu menyerukan idealisme. Mahasiswa tahu, ia harus berbuat
sesuatu untuk masyarakat, bangsa dan negaranya.
Sejarah mencatat dengan tinta emas, perjuangan mahasiswa dalam
memerangi ketidak adilan. Sejarah juga mencatat bahwa perjuangan bangsa
Indonesia tidak bisa lepas dari mahasiswa dan dari pergerakan mahasiswa akan
muncul tokoh dan pemimpin bangsa.
Apabila kita menengok ke belakang, ke sejarah perjuangan bangsa,
kebangkitan bangsa Indonesia dalam melawan penjajahan Belanda dimotori oleh
para mahasiswa kedokteran STOVIA. Demikian juga dengan Soekarno, sang
Proklamator Kemerdekaan RI merupakan tokoh pergerakan mahasiswa. Ketika
pemerintahan bung Karno labil, karena situasi politik yang memanas pada tahun
1966, mahasiswa tampil ke depan memberikan semangat bagi pelaksanaan tritura
yang akhirnya melahirkan orde baru. Demikian pula, seiring dengan merebaknya
penyimpangan- penyimpangan yang dilakukan oleh orde baru, mahasiswa
memelopori perubahan yang kemudian melahirkan jaman reformasi.
Demikianlah perjuangan mahasiswa dalam memperjuangkan idealismenya,
untuk memerangi ketidakadilan. Namun demikian, perjuangan mahasiswa belumlah
berakhir. Di masa sekarang ini, mahasiswa dihadapkan pada tantangan yang tidak
kalah besar dibandingkan dengan kondisi masa lampau. Kondisi yang membuat
Bangsa Indonesia terpuruk, yaitu masalah korupsi yang merebak di seluruh bangsa
14
ini. Mahasiswa harus berpandangan bahwa korupsi adalah musuh utama bangsa
Indonesia dan harus diperangi.
Dalam seni perang, terdapat ungkapan “untuk memenangi peperangan harus
mengenal lawan dan mengenali diri sendiri”. Untuk itu, mahasiswa harus mengetahui
apa itu korupsi. Banyak sekali definisi mengenai korupsi, namun demikian
pengertian korupsi
menurut hukum positif (UU No 31 Tahun 1999 jo UU No.20 tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi) adalah perbuatan setiap orang baik
pemerintahan maupun swasta yang melanggar hukum melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan
keuangan negara.
Selain mengenal karakteristik korupsi, pengenalan diri diperlukan untuk
menentukan strategi yang efektif yang akan digunakan. Dalam kaitannya dengan hal
tersebut, mahasiswa harus menyadari siapa dirinya, dan kekuatan dan kemampuan
apa yang dimilikinya yang dapat digunakan untuk menghadapi peperangan melawan
korupsi.
Strategi investigatif adalah upaya memerangi korupsi melalui deteksi,
investigasi dan penegakan hukum terhadap para pelaku korupsi. Sedangkan strategi
edukatif adalah upaya pemberantasan korupsi dengan mendorong masyarakat untuk
berperan serta memerangi korupsi dengan sesuai dengan kapasitas dan kewenangan
masing-masing. Kepada masyarakat perlu ditanamkan nilai-nilai kejujuran (integrity)
serta kebencian terhadap korupsi melalui pesan-pesan moral.
Apabila kita menilik ke dalam untuk mengetahui apa hakekat dari mahasiswa,
maka kita akan mengetahui bahwa mahasiswa mempunyai banyak sekali sisi. Disatu
sisi mahasiswa merupakan peserta didik, dimana mahasiswa diproyeksikan menjadi
birokrat, teknokrat, pengusaha, dan berbagai profesi lainnya. Dalam hal ini
mahasiswa dituntut untuk memiliki kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional,
dan kecerdasan spiritual. Hal tersebut disebabkan kecerdasan intelektual tidak dapat
15
mencegah orang untuk menjadi serakah, egois, dan bersikap negatif lainnya. Dengan
berbekal hal-hal tersebut, mahasiswa akan dapat menjadi agen pembaharu yang
handal, yang menggantikan peran-peran pendahulunya di masa yang akan datang
akan dapat melakukan perbaikan terhadap kondisi yang ada kearah yang lebih baik.
Di sisi lain, mahasiswa juga dituntut berperan untuk melakukan kontrol social
terhadap penyimpangan yang terjadi terhadap sistem, norma, dan nilai-nilai yang ada
dalam masyarakat. Selain itu, Mahasiswa juga dapat berperan dalam mempengaruhi
kebijakan publik dari pemerintah.
Usaha-usaha yang dapat dilakukan oleh mahasiswa untuk mempengaruhi
keputusan politik adalah dengan melakukan penyebaran informasi/tanggapan
atas kebijakan pemerintah dengan melakukan membangun OPINI PUBLIC untuk
pandangan POSITIF, JUMPA PERS, DISKUSI TERBUKA dengan pihak-pihak
yang berkompeten. Selain itu, mahasiswa juga menyampaikan TUNTUTAN
dengan melakukan demonstrasi (NO ANARKISME dan Melawan Hukum) dan
pengerahan massa dalam jumlah besar sesuai prosedur. Di samping itu,
mahasiswa mempunyai jaringan yang luas, baik antar mahasiswa maupun dengan
lembaga-lembaga swadaya masyarakat sehingga apabila dikoordinasikan dengan
baik akan menjadi kekuatan yang sangat besar untuk menekan pemerintah.
Untuk dapat berperan secara optimal dalam pemberantasan korupsi adalah
pembenahan terhadap diri dan kampusnya. Dengan kata lain, mahasiswa harus
mendemonstrasikan bahwa diri dan kampusnya harus bersih dan jauh dari perbuatan
korupsi. Untuk mewujudkan hal tersebut, upaya pemberantasan korupsi dimulai dari
awal masuk perkuliahan. Pada masa ini merupakan masa penerimaan mahasiswa,
dimana mahasiswa diharapkan mengkritisi kebijakan internal kampus dan sekaligus
melakukan pressure kepada pemerintah agar undang-undang yang mengatur
pendidikan tidak memberikan peluang terjadinya korupsi. Di samping itu, mahasiswa
melakukan kontrol terhadap jalannya penerimaan perekrutan mahasiswa baru yang
bermoral.
16
Penyebab terjadinya korupsi bermacam-macam dan banyak ahli
mengklasifiksikan penyebab terjadinya korupsi. Kami mencoba melihatnya dari
pandangan mata seorang mahasiswa Social juristisi antara lain:
1. Masalah Moral, pelaku tindak pidana khususnya Tindak pidana korupsi dasarnya
di latar belakangi buruknya moral individu, mereka cenderung egois dan
memikirkan segala sesuatu yang indah dan besar tanpa membandingkannya
dengan potensi yang dimiliki. Individu seperti ini cenderung melakukan dan
menghalalkan segala cara untuk mendapat keuntungan yang sebesar-besarnya.
Tidak sedikit orang yang melupakan nilai-nilai keagamaan dan kemanusiaan
untuk uang dan kekuasaan semata.
2. Masalah Ekonomi, Kemiskinan yang masih identik di Indonesia juga sangat
mempengaruhi timbulnya niat jahat untuk mengubah taraf kehidupan di tengah
persaingan hidup yang keras.
3. Sistem yang kacau, di kenal dengan aspek institusi dan administrasi. Korupsi
kerap kali terjadi ketika adanya peluang atau cela yang memungkinkan terjadinya
penyelewengan. Hal ini sangat mungkin terjadi apabila fungsi instansi terkait
tidak berjalan secara maksimal terutama bidang pengawasan ( Yudikatif). Aturan
dan sanksi yang tidak jelas dan berbelit-belit dan juga pengaruh kekuasaan atau
jabatan.
4. Lingkungan Sosial, Politik, Pemerintahan dan Hukum yang sangat buruk.
17
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Korupsi adalah penyalahgunaan wewenang yang ada pada pejabat atau pegawai
demi keuntungan pribadi, keluarga dan teman atau kelompoknya.
2. Korupsi menghambat pembangunan, karena merugikan negara dan merusak sendi-
sendi kebersamaan dan menghianati cita-cita perjuangan bangsa.
3. Cara penaggulangan korupsi adalah bersifat Preventif dan Represif.
Pencegahan(preventif) yang perlu dilakukan adalah dengan menumbuhkan dan
membangun etos kerja pejabat maupun pegawai tentang pemisahan yang jelas
antara milik negara atau perusahaan dengan milik pribadi, mengusahakan
perbaikan penghasilan (gaji), menumbuhkan kebanggaan-kebanggaan dan atribut
kehormatan diri setiap jabatan dan pekerjaan, teladan dan pelaku pimpinan atau
atasan lebih efektif dalam memasyarakatkan pandangan, penilaian dan kebijakan,
terbuka untuk kontrol, adanya kontrol sosial dan sanksi sosial menumbuhkan rasa
“sense of belongingness” diantara para pejabat dan pegawai. Sedangkan tindakan
yang bersifat Represif adalah menegakan hukum yang berlaku pada koruptor dan
penayangan wajah koruptor di layar televisi dan herregistrasi (pencatatan ulang)
kekayaan pejabat dan pegawai.
4. Usaha-usaha yang dapat dilakukan oleh mahasiswa untuk mempengaruhi
keputusan politik adalah dengan melakukan penyebaran informasi/tanggapan atas
kebijakan pemerintah dengan melakukan membangun OPINI PUBLIC untuk
pandangan POSITIF, JUMPA PERS, DISKUSI TERBUKA dengan pihak-pihak
yang berkompeten. Selain itu, mahasiswa juga menyampaikan TUNTUTAN
dengan melakukan demonstrasi (NO ANARKISME dan Melawan Hukum) dan
pengerahan massa dalam jumlah besar sesuai prosedur. Di samping itu,
mahasiswa mempunyai jaringan yang luas, baik antar mahasiswa maupun dengan
lembaga-lembaga swadaya masyarakat sehingga apabila dikoordinasikan dengan
baik akan menjadi kekuatan yang sangat besar untuk menekan pemerintah.
18
DAFTAR PUSTAKA
Frederickson, George, H. 1984. Administrasi Negara Baru. Terjemahan. Jakarta.
LP3ES. Cetakan Pertama.
Kartono, Kartini. 1983. Pathologi Sosial. Jakarta. Edisi Baru. CV. Rajawali Press.
Lamintang, PAF dan Samosir, Djisman. 1985. Hukum Pidana Indonesia. Bandung.
Penerbit Sinar Baru.
Lubis, Mochtar. 1977. Bunga Rampai Etika Pegawai Negeri. Jakarta. Bhratara.
Karya
Aksara.
Saleh, Wantjik. 1978. Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia. Jakarta. Penerbit Ghalia
Indonesia.
Simon, Herbert. 1982. Administrative Behavior. Terjemahan St. Dianjung. Jakarta.
PT. Bina Aksara.
Kompas. Surat Kabar Harian. Jakarta. Bulan Oktober sampai Desember 1989.
Suara Pembaharuan. Surat Kabar Harian. Jakarta. Bulan Oktober sampai Desember
1989.
Djaja, Ermansjah, Memberantas Korupsi bersama KPK, Jakarta: Sinar Grafika,
2008.
Junaidi, Suwartojo, Korupsi Pola Kegiatan dan Penindakan Serta Peran
Pengawasan Dalam Penanggulangannya, Jakarta: Restu Agung,1995
19