Download - makalah SOSIOLOGI
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sosiologi awalnya cabang dari ilmu filsafat di kembangkan oleh Auguste
Comte dr Perancis di pertengahan abad 18.Sosiologi bisa sebagai ilmu murni
dan ilmu pengetahuan terapan / praktis. Sosiologi termasuk ilmu
pengetahuan karena sosiologi mengembangkan suatu kerangka pengetahuan
yang tersusun dan teruji yg berdasarkan pada penelitian ilmiah, dan
mendasarkan kesimpulannya pada bukti bukti ilmiah.
B. CIRI-CIRI UTAMA SOSIOLOGI
Sosiologi bersifat empiris, karena berdasarkan pada pengamatan
(observasi) terhadap kenyataan – kenyataan sosial dan hasilnya tidak bersifat
spekulatif. Sosiologi bersifat teoritis, artinya sosiologi selalu berusaha untuk
menyusun kesimpulan dari hasil observasi untuk menghasilkan teori
keilmuan.Sosiologi bersifat kumulatif, artinya teori dalam sosiologi dibentuk
atas dasar teori yg sudah ada sebelumnya. Kemudian diperbaiki, diperluas,
serta diperdalam. Sosiologi bersifat nonetis.
2
C. KEGUNAAN SOSIOLOGI
a. Perencanaan Sosial :
1. Memahami perkembangan kebudayaan masyarakat tradisional maupun
modern.
2. Memahami hubungan manusia dengan lingkungan alam, hubungan
antargolongan, juga proses perubahan dan pengaruh penemuan baru
terhadap masyarakat.
3. Memiliki disiplin ilmiah yg didasarkan atas
obyektivitas.
4. Dengan berpikir secara sosiologis.
5. Merupakan alat untuk mengetahui perkembangan masyarakat
guna menciptakan ketertiban masyarakat.
b. Penelitian
1. Memahami simbol kata-kata, kode, serta berbagai istilah yang
digunakan masyarakat sebagai obyek penelitian empiris.
2. Pemahaman pola-pola tingkah laku manusia dlm masyarakat.
3. Mempertimbangkan berbagai fenomena sosial yg timbul dlm kehidupan
masyarakat, terlepas dr prasangka subyektif.
4. Mampu melihat kecenderungan-kecenderungan arah perubahan pola
tingkah laku anggota masyarakat atas sebab-akibat tertentu.
5. Kehati-hatian dalam menjaga pemikiran yang rasional sehingga tidak
terjebak dalam pola pikir yang tidak jelas.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP DASAR DAN DEFENISI SOSIOLOGI
a. Berdasarkan etimologi (kebahasaan/asal kata)
Secara kebahasaan nama sosiologi berasal dari kata socious, yang artinya
”kawan” atau ”teman” dan logos, yang artinya ”kata”, ”berbicara”, atau
”ilmu”. Sosiologi berarti berbicara atau ilmu tentang kawan. Dalam hal ini,
kawan memiliki arti yang luas, tidak seperti dalam pengertian sehari-hari,
yang mana kawan hanya digunakan untuk menunjuk hubungan di anatra dua
orang atau lebih yang berusaha atau bekerja bersama. Kawan dalam
pengertian ini merupakan hubungan antar-manusia, baik secara individu
maupun kelompok, yang meliputi seluruh macam hubungan, baik yang
mendekatkan maupun yang menjauhkan, baik yang menuju kerpada bentuk
kerjasama maupun yang menunu kepada permusuhan.
Jadi, sosiologi adalah ilmu tentang berbagai hubungan antar-manusia
yang terjadi di dalam masyarakat. Hubungan antar-manusia dalam
masyarakat disebut hubungan sosial.
b. Definisi menurut para ahli sosiologi
Secara umum sosiologi dapat diberi batasan sebagai studi tentang
kehidupan sosial manusia, kelompok dan masyarakat.
Berikut dikemukakan definisi sosiologi dari beberapa ahli sosiologi :
4
1. Van der Zanden memberikan batasan bahwa sosiologi merupakan studi
ilmiah tentang interaksi antar-manusia.
2. Roucek dan Warren mendefinisikan sosiologi sebagai ilmu yang
mempelajari hubungan antar-manusia dalam kelompok.
3. Pitirim A. Sorokin menyatakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang
mempelajari: (1) hubungan dan pengaruh timbal-balik antara aneka
macam gejala sosial, misalnya gejala ekonomi dengan agama, keluarga
dengan moral, hukum dengan ekonomi, gerak masyarakat dengan politik,
dan sebagainya, (2) hubungan dan pengaruh timbal-balik antara gejala
sosial dengan gejala nonsosial, misalnya pengaruh iklim terhadap watak
manusia, pengaruh kesuburan tanah terhadap pola migrasi, dan
sebagainya, dan (3) ciri-ciri umum dari semua jenis gejala sosial yang
terjadi dalam masyarakat
4. Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi dalam bukunya yang
berjudul Setangkai Bunga Sosiologi menyatakan bahwa sosiologi atau
ilmu masyarakat ialah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses
sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial.
Struktur sosial merupakan jalinan atau konfigurasi unsur-unsur sosial
yang pokok dalam masyarakat, seperti: kelompok-kelompok sosial, kelas-
kelas sosial, kekuasaan dan wewenang, lembaga-lembaga sosial maupun nilai
dan norma sosial. Proses sosial merupakan hubungan timbal-balik di antara
unsur-unsur atau bidang-bidang kehidupan dalam masyarakat melalui
interaksi antar-warga masyarakat dan kelompok-kelompok. Sedangkan
5
perubahan sosial meliputi perubahan-perubahan yang terjadi pada struktur
sosial dan proses-proses sosial.
B. RUANG LINGKUP, SIFAT, DAN PERANAN SOSIOLOGI
a. Ruang Lingkup Sosiologi
Sesungguhnya, ruang lingkup kajian sosiologi sebagai ilmu sangatlah
luas, mencakup hampir semua bidang kehidupan masyarakat, baik bidang
ekonomi, politik, agama, pendidikan, kebudayaan, tentu saja dilihat dari
perspektif (asumsi teoritis dan metodologis) sosiologi.
Setidaknya ada sejumlah elemen penting yang menjadi perhatian ahli
sosiologi dalam mempelajari masyarakat. Elemen-elemen tersebut tercakup
kepada lima area sosial, yakni : karakteristik penduduk, prilaku sosial,
lembaga sosial, elemen budaya dan perubahan sosial.
1. Karakteristik penduduk akan menentukan pola-pola hubungan sosial dan
bentuk struktur sosial yang tercipta dalam kehidupan sosial dimana
penduduk bertempat tinggal.
2. Prilaku sosial dipelajari secara komprehensif dalam sosiologi. Dalam teori
psikologi sosial banyak dibahas tentang prilaku kelompok, sikap,
kompromitas, kepemimpinan, moral kelompok dan bermacam-macam
bentuk prilaku lainnya. Juga dipelajari interaksi sosial, konflik sosial,
gerakan sosial dan perang. Disini juga dipelajari tentang konsep status dan
peran, peran (role) adalah harapan sosial terhadap status (position) yang
disandang seseorang di tengah masayarakat (lingkungan).
6
3. Lembaga sosial adalah kumpulan hubungan-hubungan sosial di
masyarakat yang membentuk fungsi sosial khusus. Lembaga sosial
tersebut misalnya, organisasi bisnis, pemerintah, rumah sakit,
mesjid/pesantren atau sekolah. Masing-masing lembaga memiliki
keterkaitan lagsung dengan masyarakat yang eksisis, demikian juga antara
lembaga-lemabag sosial terhadap hubungan timbal-balik, yang saling
pengaruh mempengaruhi satu sama lain. Lembaga sosial yang dianggap
paling penting adalah: keluarga, ekonomi, politik, pendidikan, dan agama.
4. Elemen budaya membantu menyatukan dan mengatur kehidupan sosial.
Ini memberikan orang-orang landasan umum dalam komunikasi dan saling
pengertian. Elemen budaya mencakup; seni, tradisi, bahasa, pengetahun
dan nilai-nilai agama. Ahli sosiologi melakukan studi terhadap pengaruh
masing-masing elemen tersebut terhadap kondisi, karakter dan prilaku
sosial.
5. Perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi dalam kondisi atau pola
prilaku dalam masyarakat. Banyak faktor yang yang menyebabkan
terjadinya perubahan sosial, seperti mode, invensi, revolusi, perang, atau
sejumlah masalah penduduk lainnya. Tetapi teknologi memainkan peran
yang sangat penting dalam perubahan sosial masyarakat, terutama sejak
revolusi industri di Eropa.
b. Sifat Sosiologi
Sebagai ilmu, sosiologi memiliki sifat hakikat atau karakteristik
sosiologi:
7
1. Merupakan ilmu sosial, bukan ilmu kealaman ataupun humaniora
2. Bersifat empirik-kategorik, bukan normatif atau etik; artinya sosiologi
berbicara apa adanya tentang fakta sosial secara analitis, bukan
mempersoalkan baik-buruknya fakta sosial tersebut. Bandingkan dengan
pendidikan agama atau pendidikan moral.
3. Merupakan ilmu pengetahuan yang bersifat umum, artinya bertujuan
untuk menghasilkan pengertian dan pola-pola umum dari interaksi antar-
manusia dalam masyarakat, dan juga tentang sifat hakikat, bentuk, isi dan
struktur masyarakat.
4. Merupakan ilmu pengetahuan murni (pure science), bukan ilmu
pengetahuan terapan (applied science)
5. Merupakan ilmu pengetahuan yang abstrak atau bersifat teoritis. Dalam
hal ini sosiologi selalu berusaha untuk menyusun abstraksi dari hasil-hasil
observasi. Abstraksi tersebut merupakan kerangka dari unsur-unsur yang
tersusun secara logis serta bertujuan untuk menjelaskan hubungan sebab-
akibat sehingga menjadi teori.
c. Peranan Sosiologi
Sebenarnya di mana dan sebagai apa seorang sosiolog dapat berkiprah,
tidak mungkin dapat dibatasi oleh sebutan-sebutan dalam administrasi
okupasi (pekerjaan/mata pencaharian) resmi yang dileluarkan oleh Badan
Pusat Statistik (BPS). Di beberapa negara telah muncul pengakuan yang kuat
terhadap sumbangan dan peran sosiolog di berbagai bidang kehidupan dan
pembangunan.
8
Horton dan Hunt (1987) menyebutkan beberapa profesi yang pada
umumnya diisi oleh para sosiolog.
1. Ahli riset, baik itu riset ilmiah (dasar) untuk perkembangan ilmu
pengetahuan ataupun riset yang diperlukan untuk kepentingan industry
(praktis)
2. Konsultan kebijakan, khususnya untuk membantu untuk memprediksi
pengaruh sosial dari suatu kebijakan dan/atau pembangunan
3. Sebagai teknisi atau sosiologi klinis, yakni ikut terlibat di dalam kegiatan
perencanaan dan pelaksanaan program kegiatan dalam masyarakat
4. Sebagai pengajar/pendidik
5. Sebagai pekerja sosial (social worker)
Di luar profesi yang telah disebutkan oleh Horton dan Hunt tersebut,
tentu saja masih banyak profesi lain yang dapat digeluti oleh seorang
sosiolog. Banyak bukti menunjukkan, bahwa dengan kepekaan dan semangat
keilmuannya yang selalu berusaha membangkitkan sikap kritis, para sosiologi
banyak yang berkarier cemerlang di berbagai bidang yang menuntut
kreativitas, misalnya dunia jurnalistik. Di jajaran birokrasi, para sosiolog
sering berpeluang menonjol dalam karier karena kelebihannya dalam dalam
visinya atas nasib rakyat.
Seiring dengan perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat,
keterlibatan para sosiolog di berbagai bidang kehidupan akan semakin
penting dan sangat diperlukan. Perubahan sosial yang terjadi dalam
masyarakat akan menuntut penyesuaian dari segenap komponen masyarakat
9
yang menuntut kemampuan mengantisipasi keadaan baru. Para sosiolog pada
umumnya unggul dalam hal penelitian sosial, sehingga perannya sangat
diperlukan.
C. KARAKTERISTIK MASYARAKAT PERKOTAAN DAN PEDESAAN
a. Karakteristik masyarakat kota:
Menurut Dwigth Sanderson, Kota ialah tempat yang berpenduduk
sepuluh ribu orang atau lebih. Dari beberapa pendapat secara umum dapat
dikatakan mempunyani ciri-ciri mendasar yang sama. Pengertian kota dapat
dikenakan pada daerah atau lingkungan komunitas tertentu dengan tingkatan
dalam struktur pemerintahan.
Menurut konsep Sosiologik sebagian Jakarta dapat disebut Kota, karena
memang gaya hidupnya yang cenderung bersifat individualistic. Berikut
beberapa karakteristik dari masyarakat perkotaan :
1. Anonimitas
Kebanyakan warga kota menghabiskan waktunya di tengah-tengah
kumpulan manusia yang anonim.Heterogenitas kehidupan kota dengan
keaneka ragaman manusianya yang berlatar belakang kelompok ras, etnik,
kepercayaan, pekerjaan, kelas sosial yang berbeda-beda mempertajam
suasana anonim.
2. Jarak Sosial
Secara fisik orang-orang dalam keramaian, akan tetapi mereka hidup
berjauhan.
10
3. Keteraturan
Keteraturan kehidupan kota lebih banyak diatur oleh aturan-aturan legal
rasional. (contoh: rambu-rambu lalu lintas, jadwal kereta api, acara
televisi, jam kerja, dll)
4. Keramaian (Crowding)
Keramaian berkaitan dengan kepadatan dan tingginya tingkat aktivitas
penduduk kota. Sehingga mereka suatu saat berkerumun pada pusat
keramaian tertentu yang bersifat sementara (tidak permanen).
5. Kepribadian Kota
Sorokh, Zimmerman, dan Louis Wirth menyimpulkan bahwa kehidupan
kota menciptakan kepribadian kota, materealistis, berorientasi,
kepentingan, berdikari (self sufficient), impersonal, tergesa-gesa, interaksi
social dangkal, manipualtif, insekuritas (perasaan tidak aman) dan
disorganisasi pribadi.
b. Karakteristik Masyarakat desa
Dalam buku Sosiologi karangan Ruman Sumadilaga seorang ahli
Sosiologi “Talcot Parsons” menggambarkan masyarakat desa sebagai
masyarakat tradisional (Gemeinschaft) yang mempunyai karakteristik sebagai
berikut :
a. Afektifitas ada hubungannya dengan perasaan kasih sayang, cinta ,
kesetiaan dan kemesraan. Perwujudannya dalam sikap dan perbuatan
tolong menolong, menyatakan simpati terhadap musibah yang diderita
orang lain dan menolongnya tanpa pamrih.
11
b. Orientasi kolektif sifat ini merupakan konsekuensi dari Afektifitas, yaitu
mereka mementingkan kebersamaan , tidak suka menonjolkan diri, tidak
suka akan orang yang berbeda pendapat, intinya semua harus
memperlihatkan keseragaman persamaan.
c. Partikularisme pada dasarnya adalah semua hal yang ada hubungannya
dengan keberlakuan khusus untuk suatu tempat atau daerah tertentu.
Perasaan subyektif, perasaan kebersamaan sesungguhnya yang hanya
berlaku untuk kelompok tertentu saja.(lawannya Universalisme)
d. Askripsi yaitu berhubungan dengan mutu atau sifat khusus yang tidak
diperoleh berdasarkan suatu usaha yang tidak disengaja, tetapi merupakan
suatu keadaan yang sudah merupakan kebiasaan atau keturunan.(lawanya
prestasi).
e. Kekaburan (diffuseness). Sesuatu yang tidak jelas terutama dalam
hubungan antara pribadi tanpa ketegasan yang dinyatakan eksplisit.
Masyarakat desa menggunakan bahasa tidak langsung, untuk
menunjukkan sesuatu. Dari uraian tersebut (pendapat Talcott Parson)
dapat terlihat pada desa-desa yang masih murni masyarakatnya tanpa
pengaruh dari luar.
D. PROBLEMATIKA MASYARAKAT PERKOTAAN DAN PEDESAAN
a. Problematika masyarakat perkotaan
Sebagaimana layaknya masyarakat perkotaan, dimensi-dimensi ataupun
ekses perkotaan yang tidak jarang memberikan masalah tersendiri;
pemukiman kumuh di pinggir kota, individualisme, runtuhnya/mulai
12
meregang nilai-nilai kolektivisme dan masih banyak kelimut
persolalan.namun, yang paling nampak dan menonjol di dalam masyarakat
adalah aktivitas ekonomi; semua orang bergerak mempunyai motivasi utama
yaitu, bagaimana mendapatkan keuntungan sebanyak dan setinggi mungkin.
Tatanan kekeluargaan, hampir tidak mendapat ruang lagi dalam serunya
perhelatan ekonomis masyarakat.
Fenomena social di perkotaan,memberikan gambaranbahwa masyarakat
perkotaan menuju masyarakat yang apatis terhadap realitas social sekitar
(tanpa menafikan aktivis lingkungan yang konsern di wilayah lingkungan
hidup dan persoalan kemanusiaan yang lain). Tidak heran, muncul persoalan-
persoalan lain yang tidak kecil dan dengan skala luas--generasi muda, karena
tidak tahan secara psikologis/cepat stress, kemudian mencari hiburan malam
sebagai pelarian. Ataupun karena orang tua tidak lagi menomor satukan
keluarga dan ikatan kekeluagaan sehingga anak-anak sepi dari kasih sayang
orang tua dan selanjutnya mencari kesenangan di luar rumah. Narkoba, sex
bebas sebagai konpensasi hilangnya hal yang fundamen di butuhkan.
b. Problematika masyarakat pedesaan
Problematika utama yang dihadapi desa-desa di Indonesia, yaitu:
pertama, adanya dikotomi kota – desa, berakibat terhadap ketimpangan
pembangunan yang selama ini terjadi di desa. Dikarenakan desa selalu
diidentik-kan dengan keterbelakangan, kemalasan, kemiskinan dan lain
sebagainya menye-babkan model pembangunan desa seringkali salah arah.
13
Semua ini tidak lain karena pembangunan desa selalu dipandang dari
sudut pandang ‘orang luar’ bukan berdasarkan sudut pandangan ‘orang
dalam’ yang lebih mamahami problematika desanya. Model pembangunan
desa merupa-kan salah satu problematika desa yang belum terselesaikan
hingga hari ini. Model pembangunan desa seyogyanya berdasarkan
kebutuhan internal desa itu sendiri dengan kata lain berdasarkan pendekatan
sosio-kultur masing-masing desa.
Problematika desa berikutnya adalah seputar permasalahan tanah atau
dengan kata lain problematika agraria. Desa hadir sangat berkaitan erat
dengan tanah, dikarenakan tanah adalah pusat produksi bagi masyarakat
pedesaan yaitu petani/peasant. Sebagai akibat dari pilihan modernisasi
pertanian yang ditandai dengan pesatnya pertumbuhan indus-trilisasi di
bawah payung MNC (Multi National Cooperation) berdampak terha-dap
termarjinalisasinya kaum tani di tanahnya sendiri. Kondisi ini berakibat
curamnya jurang pemisah antara petani kaya dan petani miskin, dimana
‘petani kaya makin kaya dan petani miskin makin miskin’. Seharusnya,
petani-petani sub-sistensi yang jumlahnya banyak inilah yang perlu
diperhatikan oleh pemerintah bukan para farmer atau mereka yang beraliansi
ke MNC yang mendapat perhatian khusus dari para pengambil kebijakan di
negara ini.
Dan ketiga, secara historis perkembangan desa dimana terlihat jelas
ketidakberdayaan masyarakat desa atas hege-moni ‘pihak luar’ terhadap
14
kesatuan hukum dalam wilayah desa menyebabkan ambruknya pranata
kelembagaan desa yang telah ada sebelumnya.
E. PERMASALAHAN URBANISASI
Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota. Urbanisasi
adalah masalah yang cukup serius bagi kita semua. Persebaran penduduk
yang tidak merata antara desa dengan kota akan menimbulkan berbagai
permasalahan kehidupan sosial kemasyarakatan. Jumlah peningkatan
penduduk kota yang signifikan tanpa didukung dan diimbangi dengan jumlah
lapangan pekerjaan, fasilitas umum, aparat penegak hukum, perumahan,
penyediaan pangan, dan lain sebagainya tentu adalah suatu masalah yang
harus segera dicarikan jalan keluarnya.
Untuk mendapatkan suatu niat untuk hijrah atau pergi ke kota dari desa,
seseorang biasanya harus mendapatkan pengaruh yang kuat dalam bentuk
ajakan, informasi media massa, impian pribadi, terdesak kebutuhan ekonomi,
dan lain sebagainya.
Pengaruh-pengaruh tersebut bisa dalam bentuk sesuatu yang mendorong,
memaksa atau faktor pendorong seseorang untuk urbanisasi, maupun dalam
bentuk yang menarik perhatian atau faktor penarik. Di bawah ini adalah
beberapa atau sebagian contoh yang pada dasarnya dapat menggerakkan
seseorang untuk melakukan urbanisasi perpindahan dari pedesaaan ke
perkotaan.
a. Faktor Penarik Terjadinya Urbanisasi
1. Kehidupan kota yang lebih modern dan mewah
15
2. Sarana dan prasarana kota yang lebih lengkap
3. Banyak lapangan pekerjaan di kota
4. Di kota banyak perempuan cantik dan laki-laki ganteng
5. Pengaruh buruk sinetron Indonesia
6. Pendidikan sekolah dan perguruan tinggi jauh lebih baik dan berkualitas
b. Faktor Pendorong Terjadinya Urbanisasi
1. Lahan pertanian yang semakin sempit
2. Merasa tidak cocok dengan budaya tempat asalnya
3. Menganggur karena tidak banyak lapangan pekerjaan di desa
4. Terbatasnya sarana dan prasarana di desa
5. Diusir dari desa asal
6. Memiliki impian kuat menjadi orang kaya
F. MASALAH SOSIAL DAN PEMBANGUNAN MASYARAKAT
Masalah-masalah Sosial Pemicu Konflik :
a. Menguatnya Primordialisme dan Etnosentrisme
Ikatan primodial pada dasarnya berakar pada identitas dasar yang
dimiliki oleh para anggota suatu kelompok etnis, seperti tubuh, nama, bahasa,
agama atau kepercayaan, sejarah dan asal-usul (Issac, 1993: 48-58). Identitas
dasar ini merupakan sumber acuan bagi para anggota suatu kelompok etnik
dalam melakukan intreaksi sosialnya. Oleh karena itu, identitas dasar
merupakan suatu acuan yang sangat mendasar dan bersifat umum, serta
menjadi kerangka dasar bagi perwujudan suatu kelompok etnik.
16
Dalam interaksi tersebut para pelaku dari berbagai kelompok etnik akan
menyadari bahwa terdapat perbedaan kelompok di antara mereka. Identitas
dasar kemudian menjadi suatu pembeda antara berbagai kelompok etnik yang
sedang berinteraksi. Suatu persamaan hubungan darah, dialek, ras, kebiasaan
dan sebagainya yang melahirkan ikatan emosional (Greetz, 1992:3) yang
kadang kadarnya berlebihan sehingga dapat menjadi sesuatu yang bersifat
destruksif.
Dalam kehidupan sehari-hari identitas dasar suatu kelompok etnik
seringkali dimanipulasi (Cohen, 1971). Identitas dasar dapat dinon-aktifkan,
diaktifkan, dipersempit dapat dimungkinkan karena identitas dasar itu
bukanlah sesuatu yang masih seperti batu melainkan cair, sehingga dapat
mengalir dan berkembang dalam rangka penyesuaian dalam kehidupan.
Namun tidak jarang aliran identitas dasar menerjang dengan kuat bagaikan
air bah yang membobol bendungan-bendungan, serta merusak segala sesuatu
yang dilaluinya. Pada keadaan-keadaan tertentu identitas dasar yang
mewujudkan keberadaaannya dalam bentuk ikatan-ikatan primodial
melahirkan kohesi emosional yang sangat kuat atau menjadi etnosentrisme
yang berlebihan, sehingga menjadi sumber malapetaka.
Di sisi lain kohesi emosional yang berasal dari ikatan primordial dapat
menimbulkan rasa aman, kehangatan atau kepercayaan di kalangan mereka
sendiri. Rasa kepercayaan di antara kalangan sendiri bagi kelompok etnik
tertentu dapat dijadikan dasar bagi kegiatan bisnis. Banyak kegiatan bisnis
dilakukan tanpa didukung oleh jaminan surat-surat perjanjian, kontrak hukum
17
atau bahkan secarik kertaspun. Mereka melakukannya berdasarkan rasa
saling percaya, karena mereka berasal dari kampong halaman yang sama,
berbahasa atau berdialek yang sama, memiliki nama keluarga yang sama,
atau dari keturunan yang sama, singkatnya kesamaan identitas dasar
mendorong untuk saling mempercayai, minimal pada pertemuan pertama
mereka beranggapan bahwa mereka memiliki perilaku yang sama, karena
berasal dari kalangan sendiri. Kesadaran etnik yang bersumber pada identitas
dasar suatu kelompok etnik merupakan suatu hal yang pasti dialami setiap
orang. Identitas dasar ini merupakan sumber terbentuknya ikatan primordial.
Ikatan primordial dapat diekspresikan dalam berbagai bentuk aktivitas hidup
manusia.
Indonesia telah memulai program desentralisasi yang cukup radikal yang
telah menimbulkan banyak permasalahan yang cukup rumit, khususnya
tentang hubungan keuangan antara pusat dan daerah, dan juga kemungkinan
melebarnya jurang ketimpangan jika kabupaten-kabupaten yang lebih kaya
maju sangat pesat, meninggalkan kabupaten-kabupaten lainnya.
b. Ketidakadilan Sosial
Di negara yang sangat besar dan terdiri dari beragam etnis, selalu ada
potensi bahaya dimana konflik ketenagakerjaan, pertanahan, atau konflik atas
sumber daya alam akan muncul ke permukaan sebagai konflik antar etnis dan
konflik antar agama. Ketika pemerintahan Orde Baru runtuh, terbuka format
politik baru yang memungkinkan pemunculan kembali berbagai pertikaian
yang terjadi di masa lampau. Munculnya berbagai konflik ini akan
18
menimbulkan dampak yang sangat buruk, yaitu menurunnya kepercayaan
kepada lembaga-lembaga politik yang akan membahayakan keberlanjutan
masa depan reformasi ekonomi Indonesia.
Ketidakadilan sosial, budaya, dan ekonomi menjadi lapisan subur bagi
tumbuhnya konflik. Terbuka kemungkinan berbagai kepentingan dari luar
sengaja memanaskan suhu. Namun, ketidakadilan mendorong meletusnya
konflik. Agama atau etnik menjadi seringkan digunakan sebagai legitimasi
pembenar.
Mereka kini menjadi lebih sadar akan hak-hak mereka, bukan saja hak di
bidang politik tetapi juga hak di bidang ekonomi, misalnya atas pangan,
kesehatan, atau pekerjaan. Ketika masyarakat menekankan identitas
kedaerahan dan identitas etnisnya, mereka tidak sekedar menuntut otonomi
atau kebebasan politik yang lebih besar, tetapi mereka juga menyuarakan
bahwa sebagian dari hak sosial dan ekonomi dasar mereka belum terpenuhi.
Pembangunan Masyarakat
Keberagaman di Indonesia harus diakui sebagai kebenaran obyektif yang
nyata di dalam masyarakat. Perbedaan tidak perlu dieksploitasi guna
memenangkan kepentingan. Tekanan berpotensi mengakumulasi
ketidakpuasan dari kelompok tertekan karena ekspresi dan identitas baik
agama atau etnik tidak bisa dimunculkan.
a. Membangun Hubungan Kekuatan
Dalam masyarakat yang multietnik, pola dan model pergaulan yang
etnosentrik dapat berakibat kontraproduktif. Usaha bisnis yang maju pesat
19
dan dikuasai oleh satu kelompok etnis sama seperti menyimpan bom waktu
yang pada saat tertentu akan menimbulkan ledakan sosial.
Sosialisasi kesadaran multietnik dapat dilaksanakan melalui konsep
proses sosial, yaitu suatu cara berhubungan antarindividu atau antarkelompok
atau individu dengan kelompok yang menimbulkan bentuk hubungan
tertentu. Dari hubungan ini diharapkan mereka semakin saling mengenal,
semakin akrab, lebih mudah bergaul, lebih percaya pada pihak lain, dan
akhirnya dapat bekerjasama dan bersinergi. Kesemuanya ini dapat dipahami
sebagai bagian dari peradaban manusia.
Proses sosialisasi dimulai dari interaksi sosial dengan perilaku imitasi,
sugesti, identifikasi, dan simpati (Pidarta, 1997:147). Interaksi sosial akan
terjadi apabila memenuhi dua syarat: kontak sosial dan komunikasi. Setiap
masyarakat saling berinteraksi satu dengan lainnya, dan saling beradaptasi
pada lingkungan secara totalitas. Lingkungan ini mencakup lembaga
sosiopolitik masyarakat dan elemen organik lainnya. Dari hasil interaksi
sosial diharapkan tidak ada strata sosial antar etnik, dan seharusnya ada
pembentukan peradaban atau akultrasi antaretnik.
Peradaban adalah jaringan kebudayaan. Biasanya setiap budaya memiliki
wilayah (Cohen,1970:64). Peradaban itu dapat dibuat melalui saling
ketergantungan antar etnik. Saling ketergantungan ini dapat berupa program
(kegiatan), dengan adanya kegiatan hubungan kekuatan (power relationships)
semakin erat. Kegiatan tersebut dapat berupa: perdagangan, kesenian dan
pendidikan.
20
Hubungan kekuatan (HK) dalam bentuk saling ketergantungan akan
meningkatkan adaptasi antar etnik, dan dapat menimbulkan peradaban baru.
Peradaban itu adalah kebudayaan yang sudah lebih maju (Pidarta, 1997: 158).
Bila kebudayaan diartikan cara hidup yang dikembangkan oleh anggota-
anggota masyarakat, ini berarti ‘kerjasama’ adalah suatu kebudayaan.
Misalnya, kerjasama antar etnik Cina dan Jawa dalam distribusi mobil dapat
menciptakan hubungan kekuatan yang kokoh.
b. Membangun Budaya Toleransi
Beberapa pakar kebudayaan (seperti Galtung, Soedjatmoko)
mengungkapkan bahwa nilai toleransi bukanlah sebuah nilai yang hadir pada
dirinya sendiri. Kadar toleransi bersumber dari adanya nilai empati yang
secara inherent sudah ada dalam hati setiap manusia. Empati merupakan
kemampuan hati nurani manusia untuk ikut merasakan apa yang dirasakan
oleh orang lain; kemampuan untuk ikut bergembiranataupun berduka dengan
kegembiraan dan kedukaan orang lain. Semakin tinggi kadar empati
seseorang, semakin tinggi pula kemampuan orang itu membangun nilai
toleransi, yaitu kemampuan untuk menerima dan menghargai adanya
perbedaan.
Nilai toleransi merupakan salah satu nilai dalam khazanah budaya
berpikir positif. Ir. Jero Wacik, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata RI
Kabinet Indonesia Bersatu baru saja menerbitkan sebuah buku saku berjudul
Budaya Berpikir Positif (2005). Menurut Wacik, budaya berpikir positif, ---
yakni cara berpikir manusia yang senantiasa melihat sisi positif, optimistik,
21
integratif dan realistik terhadap berbagai permasalahan hidup, sesungguhnya
telah hidup dalam kebudayaan setiap etnik di bumi Nusantara ini. "Semakin
sering kita berpikir positif, semakin banyak kita memiliki sahabat. Sekat-
sekat primordialisme di antara kita akan menjadi semakin menipis.
Sebaliknya, semakin sering kita berpikir negatif, semakin banyak pula kita
memiliki musuh. Dengan demikian, kehidupan bangsa kitapun akan menjadi
semakin kerdil," demikian pernyataan Jero Wacik dalam sebuah pertemuan di
Jakarta (18/2).
c. Pendidikan
Pendidikan adalah proses membuat orang berbudaya dan beradab.
Pendidikan adalah kunci bagi pemecahan masalah-masalah sosial dan melalui
pendidikan masyarakat dapat direkonstruksi. Rekonstruksi berarti reformasi
budaya, dengan melalui pendidikan reformasi dapat dijalankan, terutama
reformasi budi pekerti, reformasi kebudayaan (keindonesiaan), dan reformasi
nasionalisme (NKRI).
Tolstoy berpendapat sasaran puncak pendidikan ada di luar pendidikan
(Achambault, dalam Freire, 2001:491), yaitu kebudayaan. Tolstoy
beranggapan nilai nilai masyarakat “beradab” akan tetap bertahan meski
dihujani aneka ragam konflik atau ajang klaim-klaim yang saling
bertentangan.
Pendidikan yang dinginkan masyarakat ialah proses pendidikan yang
bisa mempertahankan dan meningkatkan keselarasan hidup dalam pergaulan
manusia. Konsep sosialisasi pendidikan yang dapat diterapkan adalah cara
22
berhubungan antarindividu atau antarkelompok atau individu dengan
kelompok yang menimbulkan bentuk hubungan tertentu.
Sekolah dapat dijadikan sarana pembauran multietnik. Guru harus
membina siswa agar bisa memiliki kebiasaan hidup yang harmonis,
bersahabat, dan akrab dengan sesama teman dari berbagai latar belakang
etnik. Proses pembelajaran di kelas multietnik dapat menghasilkan peradaban
baru sesuai dengan harapan reformasi. Untuk ini, dapat dipakai teori, model,
strategi pengajaran multietnik sebagai sarana menjalankan reformasi
pendidikan dan kebudayaan (lihat Wakhinudin, 2006). Implementasi strategi
pengajaran multietnik di kelas hendaklah bertujuan pembentukan peradaban
bangsa Indonesia yang mulia.
23
BAB III
KESIMPULAN
Mengikuti perkembangan dunia secara global peran serta setiap ilmu untuk
turut andil dalam pembanguan. Kualitas sumber daya masyarakat secara
keseluruhan haruslah lebih mengarah kepada suatu perubahan yang lebih baik dan
berdasarkan fakta-fakta sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat
indonesia.
Peranan ilmu sosiologi dalam pembangunan kualitas sumber daya
masyarakat tentunya sangat penting dilihat dari segi pengertian dari sosiologi itu
sendiri. Dimana fakta-fakta sosial dapat dikumpulkan dengan pemahaman dan
juga menguasai ilmu-ilmu pada cabang ilmu sosial.
Sosiologi merupakan pengetahuan atau ilmu tentang sifat masyarakat,
perilaku masyarakat, dan perkembangan masyarakat. Sosiologi merupakan cabang
ilmu sosial yang mempelajari masyarakat dan pengaruhnya terhadap kehidupan
manusia. Sebagai cabang ilmu, sosiologi dicetuskan pertama kali oleh ilmuwa
Perancis, August Comte.
Comte kemudian dikenal sebagai Bapak Sosiologi. Namun demikian,
sejarah mencatat bahwa Emile Durkheim seorang ilmuwan perancis yang
kemudian berhasil melembagakan sosiologi sebagai disiplin akademis. Sebagai
sebuah ilmu, sosiologi merupakan pengetahuan kemasyarakatan yang tersusun
dari hasil-hasil pemikiran ilmiah dan dapat di kontrol secara kritis oleh orang lain
atau umum.