Download - Makalah sejarah perkembangan fiqh
1 | P a g e
MAKALAH PENGANTAR ILMU FIQH
SEJARAH &
PERKEMBANGAN FIQH
2 | P a g e
Disusun Oleh :
Indah Pertiwi
Indah Permata Sari A.G
HELMA
X IA MUAMALAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) BENGKULU
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadiran Allah SWT, atas rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Pengatar
Ilmu yang berjudul “SEJARAH & PERKEMBANGAN FIQH”.
Sholawat beriring salam semoga tetap bercurah pada nabi Muhammad
3 | P a g e
SAW, kepada keluarganya serta para pengikutnya yang selalu istiqomah
menjalankan sunnah-sunnah beliau.
Penulis berharap makalah ini dapat digunakan sebagai penambah
pengetahuan dan wawasan bagi pembaca. Penulis juga menyampaikan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
terselesainya makalah ini.
Penulis juga sangat menyadari bahwa masih banyak kekurangan
dan kelemahan dalam penulisan makalah ini, untuk itu penulis sangat
mengharapkan adanya saran dan kritik yang bersifat membangun guna
menyempurnakan makalah selanjutnya.
Bengkulu, Oktober 2013
PENULIS
Daftar Isi
Cover ..................................................................................................... 1
Kata Pengantar ...................................................................................... 2
Daftar Isi ............................................................................................... 3
4 | P a g e
Bab I Pendahuluan ................................................................................ 4
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 4
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 4
1.3 Tujuan ............................................................................................ 4
Bab II Pembahasan ............................................................................... 5
2.1 Fiqh pada Masa Nabi ...................................................................... 5
2.2 Fiqh pada Masa Sahabat ................................................................. 7
2.3 Fiqh pada Masa Imam Mujtahid .................................................... 8
2.4 Fiqh dalam Periode Taklid .............................................................. 11
2.5 Reformasi Fiqh ............................................................................... 12
Bab III Penutup ..................................................................................... 13
Daftar Pustaka ....................................................................................... 14
5 | P a g e
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejarah fiqh telah dimulai sejak diangkatnya Muhammad SAW
menjadi Nabi dan rasul sampai wafatnya. Hal
ini disebabkan segala persoalan yang dihadapai ketika itu dijelaskan secara
langsung oleh Rasulullah Saw. Akibatnya ijtihad yang
masih berada diantara benar atau salah tidak diperlukan. Akan tetapi,benih-
benih kaidah sebenarnya sudah ada semenjak masa Nabi.1
Pengaruhnya sangat besar terhadap perkembangan ilmu fiqh. Masa
Rasulullah inilah yang mewariskan sejumlah nash-nash hukum baik dari Al-
Qur‟an maupun Al-Sunnah, mewariskan prinsip-prinsip hukum islam baik
yang tersurat dalam dalil-dalil kulli maupun yang tersirat dari semangat Al-
Qur‟an dan Al-Sunnah.
Fiqh diarahkan untuk memperbaiki akidah, karena akidah yang benar
inilah yang menjadi pondasi dalam hidup. Oleh karena itu, dapat kita pahami
apabila Rasulullah pada masa itu memulai da‟wahnya dengan mengubah
keyakinan masyarakat yang musyrik menuju masyarakat yang berakidah
tauhid, membersihkan hati dan menghiasi diri dengan al-Akhlak al-Karimah,
Masa Mekkah ini dimulai diangkatnya Muhammad SAW menjadi Rasul.
1.2 Rumusan Masalah
a. Sejarah dan Perkembangan Ilmu Fiqh
1.3 Tujuan
a. Mengetahui Sejarah dan Perkembangan Ilmu Fiqh sejak masa Rasulullah
hingga Reformulasi Ilmu Fiqh
b. Memenuhi nilai mata kuliah dan sebagai bahan diskusi tatap muka
1 Mu’in,dkk, 1986, Ushul Fiqh, Jakarta IAIN di Jakarta, hal 65
6 | P a g e
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Fiqh pada Masa Nabi
Bila kita memahami pengertian fiqh itu sebagai hasil penalaran
seorang ahli atas maksud hukum Allah yang berhubungan dengan tingkah
laku manusi yang bersifat amaliah serta terperinci.
Suatu hal yang nyata terjadi adalah bahwa Nabi telah berbuat
sehubungan dengan turunnya ayat-ayat Quran yang mengandung hukum
(ayat-ayat hukum). Tidak semua hukum itu memberikan penjelasan yang
mudah dipahami untuk kemudian dilaksanakan secara praktis sesuai
dengan kehendak Allah Swt. Nabi memberikan penjelsan dengan ucapan,
perbuatan dan pengakuannya yang kemudian disebut Sunnah Nabi.
Apabila Penjelasan dari Nabi yang berbentuk Sunnah itu merupakan ayat-
ayat hukum, maka apa yang dikemukakan Nabi itu dapat disebut fiqh
namun lebih tepat disebut Fiqh Sunnah.
Sunnah Nabi berbunyi :
“Sesungguhnya aku menetapkan hukum berdasarkan apa-apa yang lahir,
dan kamu minta penyelesaian permusuhan kepadaku. Barangkali
seseorang diantaramu lebih lihai dalam berperkara dibandingkan yang
lainnya. Siapa yang aku putuskan untuknya sesuatu yang berkenaan
dengan harta orang lain, janganlah dimakan. Sesungguhnya aku
memberikan kepadanya potongan api neraka.”
Riwayat tersebut menunjukan bahwa Nabi sendiri terkadang
memutuskan perkara yang mungkin tidak betul secara materil. Hal ini
bearti tindakan itu semata didasarkan kepada itijihadnya, bukan dari
wahyu.
7 | P a g e
Dalam kenyataannya memang beliau pernah beritijihad untuk
memahami dan menjalankan wahyu Allah dalam hal-hal yang
memerlukan penjelasan Nabi yang sebagaiannya dibimbing oleh wahyu.
Dalam hal-hal yang tidak mendapat koreksi dari Allah, maka hal itu
muncul sebagai Sunnah Nabi yang wajib ditaati. Demikian sebagian
Sunnah Nabi adalah berdasarkan pada itijihadnya.
Beberapa contoh fiqh Nabi dalam bidang Hukum.:
a. Shalat
Perintah mengerjakan shalat banyak sekali terdapat di Al-Quran
tetapi tidak menjelaskan bagaiman praktik sholat tersebut.namun Nabi
mengetahui maksud perintah Allah swt itu. Karena itu Nabi
menjelaskannya menggunakan Sunnahnya. Nabi mengarahkan kata
“shalat” itu kepada perbuatan tertentu dengan tindakan yang berisi
beberapa ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan disudahi
dengan salam di hadapan para sahabatnya. Beliau berkata “inilah yang
dimaksud dengan shalat”.
b. Zakat
Perintah untuk melaksanakan zakat pun begitu banyak didalam Al-
Quran dengan banyak cara dan bentuk. Kemudian Nabi mengarahkan
penggunaan kata “zakat” itu untuk pemberian tertentu dari harta tertentu.
Bentuk perintah zakat :
“Ambillah dari harta mereka sebagai shadaqah (zakat), dengan cara
itu kamu membersihkan dan menyucikannya” (Q.S al Taubah/9 :103).
c. Puasa
Terkadang perintah melaksanakan puasa beriringan dengan
kewajiban shalat dan zakat. Kewajiaban puasa secara terpisah muncul
dalam firman Allah, surah Al-Baqarah (2): 173-175
“ Hai orang-orang yang beriman diwajibkan astasmu berpuasa
sebagaimana kewajiban atas orang-orang sebelum kamu, mudah-mudahan
8 | P a g e
kamu menjadi orang yang bertaqwa. Puasa itu terdiri dari beberapa hari
yang ditentukan. Siapa yang berada dalam keadaan sakit atau dalam
perjalanan, boleh ia berbuka dan untuk itu ia harus mengantinya di hari
lain. Untuk orang uzur dan tidak mampu berpuasa, maka ia harus
membayar fidyah dalam bentuk memberi makan orang miskin. Siapa
melakukan dengan sukarela adalah lebih baik atasnya, dan kalau kamu
mau berpuasa lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui”.
2.2 Fiqh pada Masa Sahabat
Dengan wafatnya Nabi Rasulullah Saw, maka sempurnalah turunya
ayat-ayat Al-Quran dan Sunnah Nabi, juga dengan tersendirinya sudah
terhenti. Keimanan umat yang sudah tinggi dan kepatuhannya akan
perintah agama, menuntut mereka selalu menghubungkan tingkah lakunya
sehari-hari dengan nilai agama, karena itu mereka memerlukan jawaban
hukum untuk menhadapi setiap persoalan dalam kehidupannya. Ada tiga
hal pokok yang berkembang waktu itu sehubungan dengan hukum yaitu :
1. begitu banyaknya muncul kejadian baru yang membutuhkan jawaban
hukum secara lahiriah tidak dapat ditemukan jawabannya dalam Al-Quran
maupun penjelasan dari Sunnah Nabi
2. timbulnya masalah-masalah yang secara lahir telah diatur ketentuan
hukumnya dalam Al-Quran maupun Sunnah Nabi, namun ketentuan itu
dalam keadaan tertentu sulit untuk diterapkan dan menghendaki
pemahaman baru agar relavan dengan perkembangan dan persoalan yang
dihadapi.
3. dalam Al-Quran ditemukan penjelasan terhadap suatu kejadian secara
jelas dan terpisah. Bila hal tersebut berlaku dalam kejadian tertentu, para
sahabat menemukan kesulitan dalam menerapkan dalil-dalil yang ada.
Ketika pokok masalah diatas memerlukan pemikiran mendalam atau
nalar dari para ahli yang disebut ijitihad. Kesamaan ini di kemudiaan hari
diistilahkan dengan ijma. Kesamaan ini mungkin munculnya dari
pemahaman dan penerimaan bersama atas keterangan Nabi yang kurang kuat
9 | P a g e
sandaranya. Bentuk ini disebut kesamaan ijma yang menyandarkan diri
kepada petunjuk yang ada (nash). Dengan uraian diatas dapat dipahami
bahwa pada masa sahabat, sumber digunakan dalam merumuskan fiqh
adalah Al-Quran, penjelasan Nabi disebut Sunnah, dan itijihad yang terbatas
pada qiyas serta ijma sahabat.2 Bila pada masa Nabi proses penetapan fiqh
disebut pembinaan fiqh, maka pada masa sahabat disebut periode
pengembangan fiqh.
2.3 Fiqh pada Masa Imam Mujtahid
Bila pada masa Nabi sumber fiqh adalah Al-Quran, maka ada masa
sahabat di kembangkan dengan dijadikannya petunjuk Nabi dan itijihad
sebagai sumber penetapan fiqh. Sesudah masa sahabat, penetapan fiqh
dengan menggunakan Sunnah dan Ijitihad ini sudah begitu berkembang
dan meluas. Dalam kadar penerimaan dua sumber itu terlihat kecendrugan
mangerah dalam dua bentuk yaitu :
1. dalam menentukan hasil ijitihad lebih banyak menggunakan hadist
Nabi dibandingkan dengan menggunakan ijitihad karena aliran ini
berkembang diwilayah Hijaz (Madinah dan Mekah ) mereka lebih
banyak mengetahui tentang kehidupan Nabi dan dengan sendirinya
mendengar dan mengetahui Hadist Hadist , meskipun keduanya
tetpa dijadikan sumber. Kelompok ini biasanya disebut Ahl Al-
Hadist.
2. dalam menetapkan fiqh lebih banyak menggunakan sumber ra‟yu
atau ijitihad ketimbang hadist karena pengetahuan mereka tidak
sebanyak orang di Hijaz mengenai kehidupan Nabi tetapi
kehidupan sosial mereka lebih maju dari Hijaz, untuk mengatasi itu
semua mereka lakukan lebih banyak dan kebih sering
menggunakan ijitihad dalam penerapan fiqh , meskipun hadist juga
banyak digunakan. Kelompok ini sering disebut Ahl Al-Ra’yi.
2 Djazuli, A, 2006, Ilmu Fiqh (Pengalian, Perkembangan, Penerapan Hukum
Islam), Jakarta : Kencana Prenada Media Grup , Hal 14-15
10 | P a g e
Munculnya dua kencendrugan ini dapat dipahami, terutama karena
adanya dua latar belakang historis dan sosial budaya yang berbeda. Kedua
aliran ini sama-sama berkembang dengan pesat. Masing-masing
melahirkan madrasah fiqh dan banyak menghasilkan ahli fiqh.
Kelompok Ahl Al-hadist menonjolkan dua madrasah yaitu
Madrasah Mekah dan Madinah. Hasil tempaan madrasah Mekah dan
Madinah ini muncul seorang Mujtahid besar ahli hadits, yaitu Malik bin
Anas yang kemudian diikuti dengan kelompok besar yang disebut
Mazhab Malikiyah.
Ahl Al-Ra‟yi juga menampilkan dua madrasah besar yaitu
Madrasah kufah dan Basrah di Wilayah Irak. Dari para Fuqaha Madrasah
Irak muncul mujtahid besar Ahl Al-Ra‟yi yaitu Abu Hanifa dengan banyak
pengikut, yang disebut ulama Mazhab Hanafiyyah.
Kemudian pertengahan abad kedua Hijriah tampil seorang
mujtahid besar yang pernah menggali ilmu dan pengalaman dari Madrasah
Hijaz dan juga Madrasah Irak, yaitu Imam Abu „Abdillah Muhammad Ibn
Idris al-Syafi‟i. Imam Syafi‟i mencoba mengambil jalan tengah antara
pendapat kelompok Ahl Al-Hadist dan Ahl Al-ra‟yi. Beliau menggunakan
lebih banyak sumber Ra‟yu, tetapi tidak seluas yang digunakan kelompok
Ahl Al-Ra‟yi, dan dalam waktu yang sama banyak pula menggunakan
sumber hadist, tetapi tidak seluas yang digunakan Ahl Al- Hadist. Ia
mengambil sikap kompromi dan pengembangan antara aliran rayu dan
aliran hadist. Metode Imam Syafi‟i ini berkembang secara pesat dan
banyak pengikutnya baik di Irak dan Mesir, yang kemudian disebut
Mazhab Syafi’iyyah.
Di antara pengikut terkemuka Imam Syafi‟i yang kemudian lebih
mewarnai pendapat denan hadist ialah Ahmad bin Hambal, yang kemudian
mempunyai banyak pengikut, yang disebut Mazhab Hanabilah.
Disamping itu, tampil pula mujtahid yang dalam pemahaman ayat-
ayat Al-Quran lebih banyak berpedoman kepada lahir lafaz dan
menghindarkan diri dari membawa pemahamannya keluar (di balik) lahir
11 | P a g e
lafaz. Tokoh yang masyhur pengembang cara pemikiran ini adalah Daud
bin „Ali yang juga mempunyai banyak pengikut. Aliran ini disebut
Mazhab Zhahiriyyah.
Kelima aliran tersebut berada dalam lingkup aliran kalam Ahl Al-
Sunnah wa Al-Jamaah. Aliran Fiqh yang juga muncul dalam masa ini adalah
Mazhab Syi‟ah yang dapat bertahan sampai waktu ini. Mazhab terbesar dari
kelompok ini adalah Mazhab Syi‟ah Imamiyah.
Periode ini ditandai oleh beberapa kegiatan ijitihad yang
menghasilkan fiqh dalam bentuknya yang mengagumkan yaitu :
a. kegiatan menetapkan metode berpikir dalam memahami sumber hukum.
Untuk maksud ini para ulama menyusun kaidah-kaidah yang dapat
mengarahkan mereka dalam usaha meengistinbathkan hukum dari dalil-
dalil yang sudah ada. Kaidah ini kemudian disebut Ushul Fiqh.
b. kegiatan penetapan istilah-istilah hukum yang digunakan dalam fiqh.
Pada mulanya umat Islam dengan taat melaksanakan perintah-perintah
Allah dalam Al-Quran atau suruhan Nabi yang tersebut dalam Sunnah-
Nya, meskipun belum mengenal istilah-istilah hukum.
Untuk memudahkan umat Islam dalam memahami perintah dan
larangan syara‟, ulama mujtahid mencoba memberi istilah terhadap
setiap hukum syara‟ yang berkenaan dengan tingkah laku mujtahid. Pada
waktu ini dipisahkan antara perbuatan yang wajib, sunah, makruh,
mubah, dan haram. Dikembangkan pula pengertian tentang syarat, rukun,
sebabm, mani‟, shah, batal, halal, dan haram. Dengan itu setiap umat
dapat menetapkan tingkah lakunya dalam hubungannya dengan
kepatuhan terhadap hukum syara‟ kepada istilah-istilah tersebut.
c. menyusun kitab fiqh secara sistematis, yang tersusun dalam bab dan
pasal ; bagian dan subbagian yang mencakup semua masalah hukum,
baik yang berkenaan dalam hubungannya dengan Allah, maupun dalam
hubungannya dengan manusia dan alam lingkungannya; masing-masing
sesuai dengan metode dan cara berpikir imam mujtahid.
12 | P a g e
2.4 Fiqh dalam Periode Taklid
Akhirnya dari masa gemilangnya itijihad pada periode imam
mujtahid ditandai dengan telah tersusunya secara rapi dan sistematis
kitab-kitab fiqh sesuai dengan aliran berpikir mazhab masing-masing.
Dari satu sisi, pembukuan fiqh ini ada dampak positifnya yaitu
kemudahan bagi umat Islam dalam beramal, karena semua masalah
agama telah dapat mereka temukan jawabannya dalam kitab fiqh yang
ditulis para para mujtahid sebelumnya. Tetapi dari sisi lain, terdapat
dampak negatifnya yaitu berhentinya daya itijihad, karena orang tidak
merasa perlu lagi berpikir tentang hukum, sebab semuanya sudah
tersedia jawabannya.
Kitab fiqh yang dihasilkan para mujtahid terdahulu diteruskan
dan dilanjutkan oleh pengikut mazhab kepada generasi sesudahnya, tanpa
ada maksud untuk memikirkan atau mengkaji kembali secara kritis dan
kreatif meskipun situasi dan kondisi umat yang menjalankannya sudah
sangat jauh berbeda dengan kondisi disaat fiqh itu dirumuskan oleh
imam mujtahid. Mulai banyak ketentuan fiqh lama tidak dapat diikuti
untuk diterapkan secara praktis serta banyak masalah fiqh yang tidak
dapat dipecahkan hanya semata dengan membolak-balikkan kitab fiqh
yang ada itu. Pada masa imam mujtahid fiqh yang telah disusun berjalan
dengan praktis dan aktualisasi yang tinggi, dengan berjalannya waktu
fiqh dalam bidang-bidang tertentu sudah kehilangan daya aktualitasnya.
13 | P a g e
2.5 Reformulasi Fiqh Islam
Dalam satu segi, umat Islam menginginkan kembali kehidupannya
diatur oleh hukum Allah. Tetapi dari segi lain, kitab-kitab fiqh yang ada
pada waktu ini yang merupakan reformulasi resmi dari hukum syara‟
belum seluruhnya memenuhi keinginan umat Islam, oleh karena kondisi
sekarang yang sudah jauh berbeda dengan kondisi ulama mujtahid ketika
mereka menformulasikan kitab fiqh itu.
Keadaan demikian mendorong pemikir muslim untuk menempuh
usaha reaktualitas hukum yang dapat menghasilkan formulasi fiqh yang
baru, sehingga dapat menuntun kehidupan keagamaan dan keduniaan umat
Islam, sesuai dengan persoalaan zamannya.
14 | P a g e
BAB III
PENUTUP
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai sejarah dan perkembangan
Fiqh yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak
kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya
rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini. Penulis
banyak berharap para pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang
membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan
makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna
bagi penulis pada khususnya juga para pembaca.
15 | P a g e
Daftar Pustaka
Syarifuddin Amir, Ushul Fiqh , Jakarta : Kencana , 2008
Hasbi Ash Shddieqy, Pengantar Ilmu Fiqh, Semarang : PT Pustaka Rizki Putra
, 1997
Beni Ahmad Saebani , Fiqh Ushul Fiqh , Bandung : CV. Pustaka Setia, 2008
Djazuli,A. 2006.Ilmu Fiqih (pengalian, Perkembangan dan Penerapan Hukum
Islam).Jakarta:Kencana Prenada Media Grup