Download - Makalah Riddah dan Nifaq
MAKALAH
AL ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN
RIDDAH DAN NIFAQ
OLEH :
ADIN RIZKA KHAKIM
NAILIS SA’ADAH
TRI NOVIA PURNAMASARI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SEMARANG
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Tauhid, yaitu seorang hamba meyakini bahwa Allah SWT adalah Esa, tidak ada
sekutu bagi-Nya dalam rububiyah (ketuhanan), uluhiyah (ibadah), Asma` dan Sifat-Nya.
Urgensi Tauhid adalah ketika seorang hamba meyakini dan mengakui bahwa Allah
SWT semata, Rabb (Tuhan) segala sesuatu dan rajanya. Sesungguhnya hanya Dia yang Maha
Pencipta, Maha Pengatur alam semesta. Hanya Dia lah yang berhak disembah, tiada sekutu
bagiNya. Dan setiap yang disembah selain-Nya adalah batil. Sesungguhnya Allah SWT
bersifat dengan segala sifat kesempurnaan, Maha Suci dari segala aib dan kekurangan. Allah
SWT mempunyai nama-nama yang indah dan sifat-sifat yang tinggi.
Tauhid tidak sempurna kecuali dengan beribadah hanya kepada Allah SWT semata, tiada
sekutu bagi-Nya dan menjauhi thaghut,
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thagut itu...” (QS. An-Nahl:36)
Banyak perbuatan-perbuatan yang bisa menjerumuskan kita kepada hal-hal yang
merusak aqidah kita. Misalnya Riddah dan nifaq. Kedua perbuatan ini termasuk kedalam
perbuatan tercela yang dilarang oleh agama Islam dan merupakan dosa besar karena berarti
kita telah menodai keyakinan tauhid kita.
Nabi bersabda “ Khud minal Qur’an Wassunnah “
BAB II
NIFAQ
Nifaq ( اق (ا لن�ف berasal dari kata - ة�- ق ن اف وم اقا� ن�ف ين اف�ق ق yang diambil ن اف dari
kata an-naafiqaa’, yaitu salah satu lubang tempat keluarnya yarbu’ (hewan sejenis tikus) dari
sarangannya, dimana jika ia dicari dari lubang yang satu, makaia akan keluar dari lubang
yang lain. Dikatakan pula, ia berasal dari kata an-nafaqa (nafaq) yaitu lubang tempat
bersembunyi. [Lihat An-Nihaayah V/98 oleh Ibnu Katsir]
Nifaq menurut syara’ yaitu menampakkan Islam dan kebaikan tetapi
menyembunyikan kekufuran dan kejahatan. Dinamakan demikian karena dia masuk pada
syari’at dari satu pintu dan keluar dari pintu yang lain. Karena itu Allah memperingatkan
dengan firman-Nya:
“Sesungguhnya orang-orang munafiq itu mereka adalah orang-orang yang fasiq.” (QS. At-
Taubah: 67)
Yaitu mereka adalah orang-orang yang keluar dari syari’at.
Allah menjadikan orang-orang munafiq lebih jelak dari orang-orang kafir. Allah
berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang munafiq itu (ditempatkan) pada tngkatan yang paling bawah
dari Neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi
mereka.” (QS. An-Nisaa’: 145)
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang Munafiq itu menipu Allah dan Allah akan membalah
tipuan mereka…” (QS. An-Nisaa’: 142) [Lihat juga al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 9-10]
JENIS-JENIS NIFAQ
Nifaq ada dua jenis: Nifaq I’tiqadi dan Nifaq ‘Amali.
1. Nifaq I’tiqadi (Keyakinan)
Yaitu nifaq besar, dimana pelakunya menampakkan kislaman, tetapi
menyembunyikan kekufuran. Jinis nifaq ini menjadikan keluar dari agama dan pelakunya
berada di dalam kerak Neraka. Allah menyifati para pelaku nifaq ini dengan berbagai
kejahatan, seperti kekufuran, ketiadaan iman, mengolok-olok agama dan pemeluknya serta
kecenderungan kepada musuh-musuh untuk bergabung dengan mereka dalam memusuhi
Islam. Orang-orang munaifq jenisini senantiasa ada pada setiap zaman. Lebih-lebih ketika
tampak kekuatan Islam dan mereka tidak mampu membendungnya secara lahiriyah. Dalam
keadaan seperti itu, merekamasuk ke dalam agama Islam untuk melakukan tipu daya terhadap
agama dan pemeluknya secara sembunyi-sembunyi, juga agar mereka bisa hidup bersama
umat Islam dan merasa tenang dalam hal jiwa dan harta benda mereka. Karena itu, seorang
munafiq menampakkan keimanannya kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-
Nya, dan Hari Akhir, tetapi dalam batinnya mereka berlepas diri dari semua itu dan
mendustakannya. Nifaq jenis ini ada empat macam.
Pertama, mendustakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam atau mendustakan
sebagian dari apa yang beliau bawa.
Kedua, membenci Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam atau membenci sebagian
apa yang beliau bawa.
Ketiga, merasa gembira dengan kemunduran agama Islam.
Keempat, tidak senang dengan kemenangan Islam.
1. Nifaq ‘Amali
Yaitu melakukan sesuatu yang merupakan perbuatan orang-orang munafiq, tetapi
masih tetap ada iman di dalam hatinya. Nifaq jenis ini tidak mengeluarkan dari agama, tetapi
merupakan wasilah (perantara) kepada yang demikian. Pelakunya berada dalam iman dan
nifaq. Lalu, jika perbuatan nifaqnya banyak, maka akan bisa menjadi sebab terjerumusnya dia
kedalam nifaq sesungguhnya, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Ada empat hal yang jika berada pada diri seseorang, maka ia menjadi seorang
munafiq sesungguhnya, dan jika seseorang memiliki kebiasaan salah satu
daripadanya, maka berarti ia memliki satu kebiasaan (ciri) nifaq sampai ia
meninggalkannya, bila dipercaya ia berkhianat, bila berbicara ia berdosa, bila
berjanji ia memungkiri dan bila bertengkar ia melewati batas.” (Muttafaqun ‘alaih.
HR. Al-Bukhari (34, 2459, 3178), Muslim (58), Ibnu Hibban (254-255), Abu Dawud
(4688), At-Tirmidzi (2632), An-Nasa-I (VIII/116) dan Ahmad (II/189), dari Shahabat
‘Abdullah bin ‘Amr radhiallahu ‘anhu.
Terkadang pada diri seorang hamba berkumpul kebiasaan-kebiasaan baik dan
kebiasaan-kebiasaan buruk, kebiasaan-kebiasaan iman dan kebiasaan-kebiasaan kufur dan
nifaq. Karena itu, ia mendapatkan pahala dan siksa sesuai konsekuensi dari apa yang mereka
lakukan, seperti malas dalam melakukan shalat berjama’ah di masjid. Ini adalah di antara
sifat orang-orang munafiq. Sifat nifaq adalah sesuatu yang buruk dan sangat berbahaya,
karena itulah sehingga para Shahabat begitu sangat takutnya kalau-kalau dirinya terjerumus
ke dalam nifaq. Ibnu Abi Mulaikah berkata: “Aku bertemu dengan 30 Shahabat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, mereka semua takut kalau-kalau ada nifaq dalam
dirinya.”
PERBEDAAN ANTARA NIFAQ BESAR DAN NIFAQ KECIL
Nifaq besar mengeluarkan pelakunya dari agama, sedangkan nifaq kecil tidak
mengeluarkan dari agama.
Nifaq besar adalah berbedanya yang lahir dengan yang batin dalam hal keyakinan,
sedangkan nifaq kecil adalah berbedanya yang lahir dengan yang batin dalam hal
perbuatan bukan dalam hal keyakinan.
Nifaq besar tidak terjadi dari seorang mukmin, sedanghkan nifaq kecil bisa terjadi dari
seorang mukmin.
Pada galibnya, pelaku nifaq besar tidak bertaubat, seandainya pun bertaubat, maka
adaperbedaan pendapat tentang diterimanya taubatnya di hadapan hakim. Lain halnya
dengan pelakunya terkadang bertaubat kepada Allah, sehngga Allah menerima
taubatnya
BAB III
RIDDAH
Secara etimologi riddah memiliki akar kata yang sama dengan irtidad, keduanya
berasal dari akar kata radd yang berarti “berbalik kembali”. Irtidad dapat berarti
pula tahawwul atau berubah. Istilah riddah (irtidad)secara umum, berarti kembali dari suatu
agama atau akidah.
Sedangkan secara istilah, riddah berarti kembali dari agama Islam kepada kekafiran,
baik dengan niat atau perbuatan kongkrit atau biasa disebut murtad. Dengan demikian, riddah
berarti sama dengan apostasy dalam bahasa inggris. Sedangkan orang yang melakukannya
disebut murtad apostate.
Istilah riddah secara historis, dihubungkan dengan kembalinya suku/ kabilah Arab (selain
Quraish dan Tsaqif) kepada kepercayaan lama mereka. Di antara mereka ada yang menuntut
pembebasan kewajiban zakat. Suku-suku/ kabilah itu adalah Hawazim, Sulaim, Bahrain,
Amman, Yaman. Kepada mereka Abu Bakar sebagai mengirimkan surat peringatan agar
kembali ke agama Islam.
Perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai riddah antara lain, pengingkaran adanya
pencipta alam, pengingkaran terhadap rasul, penghalalan sesuatu yang haram, atau
sebaliknya. Perbuatan tersebut diuraikan dalam literatur fikih yang secara garis besar terbagi
dalam empat penggolongan besar, yaitu:riddah fi al-I’tiqod, riddah fi al-aqwal, riddah al-
af’al, riddah at-tark.
Para ahli fikih sepakat bahwa menyekutukan Allah, mengingkari-Nya, menafikan-
Nya sifat-sifat-Nya, menetapkan bagi Allah sesuatu yang diingkari-Nya seperti anak,
mengingkari hari akhir, mengingkari hari hisab, mengingkari surga-neraka mengingkari
malaikat adalah perbuatan yang menjadikan seseorang kafir. Oleh karena itu, apabila
tindakan tersebut dilakukan oleh orang-orang yang beriman, maka dia dapat dianggap
murtad. Demikian juga orang Islam yang mengingkari masalah yang ditetapkan dengan dalil
yang mutawatir seperti wajibnya salat, juga dianggap murtad. Selain itu, orang Islam yang
menyatakan tentang qodimnya alam, juga dianggap murtad. Semua perbuatan tersebut,
termasuk dalam kategori riddah fil al-I’tiqad yang berhubungan dengan hak Allah.
Sedangkan perkataan yang menyebabkan riddah seseorang (riddah fi al-Aqwal)
meliputi sumpah palsu dengan nama Allah, sumpah dengan selain agama Islam, mencaci-
maki Allah dan hukumnya, mencaci-maki Rasul, dan mencaci-maki Istri-istri Rasul.
Riddah fi al-Af’al adalah dengan sengaja mengotori atau mencela al-Quran dan Hadis
sebagai sumber hukum Islam. Demikian pula orang yang menghalalkan ganja dan sejenisnya,
apalagi memakainya.
Sedangkan yang termasuk riddah at-tark adalah riddah karena meninggalkan perintah agama
seperti salat, zakat, puasa.
Seseorang dapat dianggap murtad, apabila memenuhi syarat aqil, baligh, dan
mempunyai kebebasan bertindak. Dengan ketentuan tersebut, berarti apabila tindakan yang
mengandung kemurtadan dilakukan oleh anak kecil yang belum baligh dan berakal, atau
dilakukan oleh orang gila, atau dilakukan dalam keadaan terpaksa, orang tersebut tidak
dianggap murtad.
Riddah mempunyai implikasi hukum baik pidana maupun perdata. Para fuqaha
mengkatagorikan riddahsebagai jarimah hudud. Yakni suatu tindak pidana yang hukumanya
jelas telah ditetapkan oleh nash, dan tidak boleh dikurangi dalam bentuk apapun. Dalam hal
ini, pelakunya wajib dibunuh.
Secara keperdataan orang murtad akan kehilangan hak-hak keperdataannya seperti
ditangguhkannya tindakan yang berkaitan dengan kebendaan, hilangnya hak kewarisan dan
batalnya perkawinan. Apabila ia bertaubat dan masuk Islam kembali, hak kepemilikanya
akan kembali. Apabila ia mati, terbunuh atau di daerah musuh, semua hak miliknya hilang.
Hartanya masuk dalam kas Negara.
BAB IV
PENUTUP
Kita sebagai intelektual muda yang menjunjung tinggi nilai intelektualitas, humanitas,
dan religiusitas seharusnya sudah tahu dan wajib mengetahui tentang betapa bahayanya
kedua sifat diatas, karena kedua sifat datas adalah perbuatan hina yang harus kita musnahkan
dalam diri setiap hamba. Nabi pernah mengisyaratkan bahwa pemuda adalah tiangnya negara,
jadi sudah sepantasnya kita menjauhi kedua sifat tersebut guna membentengi masa depan
bangsa dan agama.
DAFTAR PUSTAKA
[‘Aqidah at-Tauhid (hal. 85-88) oleh Dr. Shalih bin Abdullah al-Fauzan]
((Disalin dari buku Syarah ‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah hal. 223-227, karya Yazid bin
Abdul Qadir Jawas; Penerbit: Pustaka At-Taqwa, Bogor; Cetakan Pertama: Jumadil Akhir
1425 H – Agustus 2004 M))
Ibn Manzur al-Affriqi, Lisan al-Arab, (Beirut: Dar as-Sadir, 1416/1992). Ensiklopedi Islam
III, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, tt h). Sayyid Sabiq, Fikih Sunah 9, terj: Moh
Nabhan Husein, (Bandung: PT Al Ma’arif, 1984). Departemen Agama RI, Ensiklopedi Islam
di Indonesia, (Jakarta: Perguruan Tinggi Agama/ IAIN, 1992/1993). Ibnu Mansur al-
Anshori, Lisan al-Arab, (Mesir: Dar al-Fikr, juz IV tth)