Download - Makalah reformasi filsafat sosial [pos]
MAKALAH FILSAFAT SOSIAL
REFORMASI
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Filsafat Sosial
Dosen : Ilim Abdul Halim, M.A,
Disusun oleh :
1. Trisna Nurdiaman
2. Wildan Hamdani
3. Syintia Maharani
JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2014
i
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji serta syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT Sang
Pencipta alam semesta beserta seisinya dengan penuh kesempurnaan dan keindahan
yang tiada tara. Atas berkat rahmat dan iradat-Nya penulis dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini yang mengenai reformasi.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda alam yang
telah membawa revolusi kehidupan minadzulumaati ila nnuur yakni Rasulullah
SAW dan sampai saat ini tetap menjadi Uswah Al-Hasanah bagi seluruh umat
manusia di seluruh dunia. Kepada keluarganya, para sahabatnya dan seluruh
umatnya hingga akhir zaman.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salasatu tugas mata kuliah Filsafat
Sosial. Layaknya fitrah seorang manusia yang tidak luput dari kesalahan, penulis
sepenuhnya menyadari dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan
masukan yang konstruktif dalam penulisan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat yang pada
khusunya bagi penulis sendiri dan pada umumnya bagi semuanya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Reformasi Eropa yang terjadi pada abad ke-16 masehi merupakan salah satu
bidang paling menarik untuk dipelajari yang dapat digarap oleh sejarawan.
Reformasi itu mencakup sejumlah bidang, baik reformasi moral maupun reformasi
struktur gereja dan masyarakat, pembaruan spiritualitas kekristenan, dan
pembaruan atas dasar ajaran Kristen.
Ada dua perkembangan besar di dalam gereja Abad Pertengahan akhir yang
secara bersama-sama membuat definisi dan pelaksanaan ortodoksi. Pertama,
kewibawaan dari paus dipersoalkan melalui Skisma Besar dan akibat-akibatnya.
Dengan skisma ini, berkembanglah dua teori yang saling bersaing mengenai
kewenangan di dalam gereja, yakni mereka yang berpendapat bahwa kewenangan
yang tertinggi atas ajaran terletak di dalam suatu Konsili Umum atau Persidangan
Umum (posisi konsiliaris). Kedua, bangkitnya kekuatan-kekuatan penguasa sekuler
di Eropa, yang cenderung melihat persoalan-persoalan yang berkenaan dengan paus
sebagai sesuatu yang mempunyai relevansi terbatas.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada makalah
ini adalah:
1. Bagaimana konsep reformasi?
2. Bagaimana latar belakang timbulnya reformasi?
3. Bagaimana konteks sosial dari reformasi?
4. Apa paham yang memberikan kontribusi dalam reformasi?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui konsep reformasi.
2. Untuk mengetahui latar belakang timbulnya reformasi.
3. Untuk mengetahui konteks sosial dari reformasi.
4. Untuk mengetahui paham yang memberikan kontribusi dalam reformasi
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Reformasi
Gerakkan Reformasi Protestan yang dipelopori oleh Martin Luther, Johanes
Calvin, Zwingli, John Knox dan lain-lain berdampak luas terhadap pemikiran sosial,
keagamaan dan politik Eropa.1 Pada mulanya gerakan ini berupa protes-protes yang
dilakukan para kaum bangsawan dan penguasa Jerman terhadap kekuasaan
imperium Katholik Roma.
Reformasi ini melahirkan paradigma baru dalam melihat ritus-ritus
keagamaan dan melihat etos kapitalisme barat. Gerakan ini meletakan dasar
filosopis keagamaan perkembangan kapitalisme dan negara bangsa di barat. Maka
tidak berlebihan jika ada yang menyebut sebagai fase modern keagamaan barat.
Menurut McGrath,2 istilah “Reformasi” dipergunakan dalam banyak arti
dan karena itu perlu dilihat perbedaan-perbedaannya. Ada empat unsur yang
terdapat dalam definisi tentang Reformasi yaitu: Lutheranisme, gereja Reformed
(“Calvinisme”), Reformasi radikal (“Anabaptisme”) dan Kontra-Reformasi atau
Reformasi Katolik. Artinya, istilah “Reformasi” dipergunakan untuk merujuk pada
keempat gerakan ini.
1. Reformasi Luther.
Reformasi ini dikaitkan dengan wilayah-wilayah Jerman di bawah pengaruh
pribadi yang berkharisma – Martin Luther yang khusus memperhatikan masalah
doktrin pembenaran, yang merupakan pokok utama dari pemikiran keagamaannya.
Reformasi ini pada mulanya berbentuk reformasi adamis yang terutama berkenaan
dengan pembaruan pengajaran teologi di Universitas Wittenberg yang kemudian
berubah menjadi suatu program untuk pembaruan gereja dan masyarakat.
1 Ahmad Suhelmi. Pemikiran Politik Barat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2007, hlm. 143 2 Alister McGrath. Sejarah Pemikiran Reformasi. Terjemahan Liem Sien Kie. Jakarta: Gunung Mulia. 2006, hlm. 6 - 14
3
Dalam 95 dalil, Martin Luther , 1957 mengedepankan pernyataan-
pernyataan dogmatis dan pastoral yang pada prinsipnya berakar antara lain dalam
refleksinya yang mendalam atas surat Santo Paulus kepada jemaat di Roma.3
2. Gereja Reformed.
Berkembang mulai dari negara Konfederasi Swiss yang berakar pada
serangkaian usaha membarui moral dan peribadahan gereja (tanpa mementingkan
ajarannya) agar lebih sesuai dengan pola yang terdapat dalam Alkitab. Tokoh
gerakan ini adalah: Huldrych Zwingli, Heinrich Bullinger, Yohanes Calvin,
Theodore Beza, William Perkins atau John Owen.
Istilah “Reformed” merujuk pada gereja-gereja (terutama di Swiss, Dataran
Rendah dan Jerman) dan pemikir-pemikir keagamaan (seperti Theodore Beza,
William Perkins atau John Owen) yang mendasarkan pemikirannya atas buku besar
karya Calvin, Christianae Religionis Institutio atau dokumen-dokumen gereja
(seperti Katekismus Heidelberg). Gereja Reformed ini lebih dikenal dengan
“Calvinisme” sejak tahun 1560-an padahal seluruh pemikiran gerakan ini bukan
hanya bersumber dari Calvin sendiri.
3. Reformasi Radikal (Anabaptisme).
Istilah “Anabaptis” mempunyai asal-usulnya pada Zwingli yang muncul
pertama kali di sekitar Zurich, setelah Reformasi Zwingli awal tahun 1520-an.
Gerakan ini berpusat pada individu seperti Conrad Grebel yang menuduh Zwingli
tidak setia pada prinsip-prinsip reformasinya. Orang-orang Anabaptis mempunyai
alasan yang kuat untuk menuduh Zwingli berkompromi. Misalnya, dalam tulisan
Zwingli yang berjudul Apologeticus Archeteles (1522), Zwingli mengakui ide
tentang “kepemilikan bersama” (community of goods) sebagai prinsip yang khas
Kristen, tetapi tahun 1525, Zwingli mengubah pandangannya dan sampai pada
pendapat bahwa kepemilikan pribadi atas harta benda bagaimanapun juga bukanlah
merupakan hal yang jelek. Tokoh gerakan ini adalah Balthasar Hubmaier, Pilgram
Marbeck dan Menno Simons.
3 Jan S. Aritonang. Reformasi dalam Sejarah Gereja Zaman Modern. Yogyakarta: Kanisius. 2004, hlm. 35
4
Ajaran yang sangat menonjol dalam gerakan ini adalah: suatu
ketidakpercayaan yang umum terhadap penguasa luar, penolakan akan baptisan
anak dan dukungan pada baptisan orang dewasa yang percaya, kepemilikan
bersama atas harta benda dan penekanan atas pasifisme dan gerakan tanpa
kekerasan. Bagi beberapa kalangan gerakan ini disebut sebagai “sayap kiri dari
Reformasi“ (Roland H.Bainton) atau “Reformasi radikal” (George Hunston
Williams).
Dokumen yang paling penting yang muncul dalam gerakan ini adalah
“Pengakuan Schleitheim” yang disusun oleh Michael Sattler pada 24 Februari 1527
yang berisi “artikel-artikel pemisahan” yang membedakan Anabaptis dengan
gerakan Reformasi maupun yang di luar Reformasi. Fungsi pengakuan ini untuk
membedakan orang-orang Anabaptis dari mereka yang di sekelilingnya – orang
papis (Katolik) dan antipapis (Protestan/Reformasi magisterial) dan pengakuan ini
juga berfungsi sebagai pemersatu perbedaan-perbedaan yang mungkin ada di antara
mereka.
4. Reformasi Katolik
Istilah ini dipakai untuk merujuk revitalisasi dari Katolikisme Roma dalam
periode setelah pembukaan Konsili Trente (1545). Gerakan ini sering digambarkan
sebagai “Kontra-Reformasi”. Gerakan ini bertujuan untuk memerangi Reformasi
Protestan dengan maksud membatasi pengaruh Protestanisme. Kemudian gerakan
ini bertujuan untuk melakukan pembaruan atas dirinya sendiri untuk menyingkirkan
alasan-alasan kritikan dari kaum Protestan.
Konsili Trente, bentuk yang paling menonjol dari Refomasi Katolik,
menjelaskan pengajaran Katolik atas sejumlah masalah yang membingungkan dan
mengintroduksikan lebih banyak lagi pembaruan yang diperlukan dalam hubungan
dengan kelakuan dari kaum rohaniwan, disiplin gerejawi, pendidikan keagamaan
dan kegiatan pekabaran Injil. Gerakan pembaruan ini terutama dirangsang oleh
reformasi dari banyak keagamaan yang lebih tua dan pendirian orde-orde yang baru
seperti Yesuit.
5
B. Latar Belakang Timbulnya Reformasi
Reformasi memiliki kaitan erat dengan Renaissans. Renaissans dan
reformasi muncul sebagai akibat perlawanan gigih terhadap domonasi
lembagakepausan dan gereja abad pertengahan.4
Berikut beberapa penyebab terjadinya reformasi dikalangan umat Kristiani
saat itu:
1. Banyaknya penyimpangan keagamaan seperti:
Penyogokan oleh pemuka agama kepada petinggi gereja agar mereka
memperoleh kedudukan sosial keagamaaan yang tinggi.
Paus sebagai bapak suci berperilaku amoral yang menyangkut
hubungannya dengan wanita seperti Alexander VI yang memiliki 8 anak
haram dari hasil hubungannya dengan wanita simpanannya.
Penjualan surat-surat pengampunan dosa (indulgencies).
Adanya penyimpangan terhadap acara sakramen suci atau ritus pemujaaan
terhadap benda-benda keramat atau tokoh-tokoh suci yang nantinya akan
menimbulkan takhayul dan mitologisasi yang tidak masuk akal, seperti
para pastor yang semata-mata merupakan manusia yang memiliki sifat
yang sama dengan yang lainnya menganggap dirinya keramat.
2. Korupsi atas nama Negara
3. Pajak-pajak yang memberatkan karena ambisi kekuasaan kaum bangsawan
lokal.
4. Kebangkitan nasionalisme eropa.
5. Perkembangan kapitalisme dan krisis-krisis ekonomi dikawasan imperium
Roma.
C. Konteks Sosial Dari Reformasi.
Dengan melihat situasi sosial yang terjadi di Eropa, menurut McGrath5
bahwa keberhasilan dan kegagalan Reformasi di dalam kota-kota sebagian
tergantung pada faktor-faktor sosial dan politik. Krisis bahan makanan yang
4 Ahmad Suhelmi. op.cit., hlm. 144 5 Alister McGrath. Op.cit., hlm. 19
6
diakibatkan Black Death (Maut Hitam atau penyakit sampar) pada akhir abad ke-
14 dan ke-15, menyebabkan krisis agraria. Sehingga pada awal abad ke-16
keresahan sosial berkembang di banyak kota.
Pendapat beberapa ahli yang dikutip McGrath mengatakan bahwa dalam
abad ke-15 keinginan untuk urbanisasi agak tersendat disebabkan ketegangan sosial
yang berkembang di dalam kota-kota (Berndt Moeller). Moeller menaruh perhatian
pada implikasi-implikasi sosial dari ajaran Luther mengenai masalah keimanan
tradisional tertentu di dalam masyarakat urban dan merangsang timbulnya suatu
perasaan kesatuan komunal.
Pendapat lainnya dikemukakan Thomas Brady, keputusan untuk menerima
Protestanisme di Strasbourg merupakan akibat dari suatu perjuangan kelas yang di
dalamnya suatu koalesi yang kuat antara kaum bangsawan dan pedagang percaya
bahwa kedudukan sosial mereka hanya dapat diperthankan melalui persekutuan
dengan Reformasi. Sedangkan Steven Ozment berpendapat, daya tarik
Protestanisme adalah doktrinnya tentang pembenaran oleh iman yang menawarkan
pembebasan dari tekanan psikologis yang diakibatkan oleh sistem Abad
Pertengahan bagian akhir dan doktrin pembenaran “semi-Pelagian” yang saling
berkaitan.
Menurut McGrath ada beberapa ciri umum asal-usul dan perkembangan
Reformasi di sebagian besar kota Eropa Utara yaitu:
1. Reformasi di kota-kota muncul sebagai jawaban atas suatu desakan rakyat
untuk mengadakan perubahan kecuali di Nuremberg (Reformasi di tempat
ini muncul tanpa protes dan tuntutan dari masyarakat).
2. Keberhasilan Reformasi di dalam suatu kota bergantung pada sejumlah
peristiwa sejarah yang terjadi. Bagi kota-kota yang memilih tetap Katolik,
mengadopsi Reformasi berarti mengambil risiko dengan suatu perubahan
yang sangat berbahaya.
3. Visi romantis, yang kelewat ideal dari seorang reformator yang tiba di suatu
kota untuk menghkhotbahkan Injil lalu disambut dengan suatu keputusan
langsung dari kota yang bersangkutan untuk menerima prinsip-prinsip
Reformasi, harus dijauhkan karena benar-benar tidak realistis.
7
McGrath menyimpulkan, konteks sosial Reformasi pada dirinya sendiri
adalah pokok yang sangat menarik. Contohnya, banyak ide Zwingli khususnya
mengenai fungsi kemasyarakatan dari sakramen yang secara langsung dikondisikan
oleh keadaan politik, ekonomi dan sosial dari kota Zurich. Demikian juga dengan
ide-ide Calvin tentang sturuktur-struktur yang tepat dari suatu gereja Kristen
tampak merefleksikan lembaga-lembaga yang telah ada di Jenewa sebelum
kedatangannya di kota itu.
D. Paham Yang Memberikan Kontribusi Dalam Reformasi
Menurut McGrath6, dari banyak anak sungai yang memberikan kontribusi
terhadap aliran Reformasi, yang paling penting adalah humanisme dan Renaisans.
Meskipun Reformasi dimulai di kota-kota Jerman dan Swiss, namun dapat
dikatakan bahwa Reformasi timbul sebagai akibat dari Renaisans di Italia. McGrath
dalam bab ini mencoba meneliti ide-ide dan metode-metode dari humanisme
Renaisans agar relevansinya untuk Reformasi dapat dimengerti.
1. Renaisans
Pada awalnya konsep “Renaisans” ini merupakan istilah Perancis yang
menunjuk pada kebangkitan kembali sastra dan seni pada abad ke-14 – dan ke-15.
Pada tahun 1546 Paolo Giovio merujuk abad ke-14 sebagai “abad kebahagiaan yang
dalamnya tulisan-tulisan Latin dipandang telah lahir kembali (renate)”. Namun
para sejarawan tertentu seperti Jacob Burckhardt mengemukakan bahwa Renaisans
melahirkan era modern.
Dalam era modern ini umat manusia untuk pertama kali mulai berpikir
tentang diri mereka sebagai individu-individu. Kesadaran komunal dari periode
Abad Pertengahan mengalah terhadap kesadaran individual dari Renaisans.
Florence menjadi Atena baru, ibukota intelektual dari suatu dunia baru yang berani,
dengan sungai Arno yang memisahkan dunia lama dan dunia baru.
Menurut McGrath, dalam banyak hal definisi Burckhardt tentang Renaisans
sangat diragukan, mengingat aspek nilai-nilai kolektif yang terdapat dalam
6 Alister McGrath. Op.cit., hlm. 50
8
humanisme Renaisans Italia. Namun dalam satu hal Burckhardt benar: sesuatu yang
baru dan menggairahkan telah berkembang dalam Renaisans Italia, yang terbukti
mampu memberi daya tarik terhadap beberapa generasi pemikir. Bahkan menurut
McGrath, tidaklah jelas sama sekali mengapa Italia pada umumnya atau Florence
pada khususnya, menjadi tempat kelahiran dari gerakan baru yang brilian di dalam
sejrah ide-ide.
McGrath memberikan alasan-alasannya yakni: (1) Italia masih memiliki
sisa-sisa kejayaan masa lampau, baik yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan.
(2) Teologi Skolastik – kekuatan intelektual utama dari peridoe Abad Pertengahan
– tidak pernah secara khusus mempunyai pengaruh di Italia. (3) Kestabilan politik
di Florence bergantung pada pemeliharaan akan pemerintahan republiknya. (4)
Kemakmuran ekonomis dari Florence menciptakan waktu luang dan dengan
demikian menciptakan pula tuntutan akan kesusasteraan dan kesenian. (5) Karena
Byzantium mulai runtuh – Konstantinopel ahirnya jatuh pada tahun 1453 – terjadi
eksodus para intelektual berbahasa Yunani ke arah barat.
2. Humanisme
Menurut McGrath, istilah “humanisme” adalah temuan dari abad ke-19
yang dalam bahasa Jerman kata Humanismus pertama kali diciptakan pada tahun
1808, yang merujuk pada suatu bentuk pendidikan yang memberikan tempat utama
bagi karya-karya klasik Yunani dan Latin. Kata ini dipakai pertama oleh Samuel
Coleridge Taylor (1812) untuk menunjukkan suatu posisi Kristologis, yaitu
kepercayaan bahwa Yesus Kristus adalah murni manusia. Kata itu pertama kali
dipakai dalam konteks kebudayaan pada tahun 1832.
McGrath mengatakan bahwa ada dua aliran utama yang dominan dalam
menafsirkan gerakan humanisme ini. Pertama, humanisme dipandang sebagai
suatu gerakan yang mencurahkan perhatian pada ilmu-ilmu yang mempelajari
karya-karya klasik dan filologi. Kedua, humanisme adalah filsafat baru dari
Renaisans.
McGrath mengatakan bahwa ada dua kesulitan yang menghadang
penafsiran humanisme ini. Pertama, orang-orang humanis tampil terutama
berkenaan dengan peningkatan akan kefasihan. Sementara itum tidaklah benar
9
untuk mengatakan bahwa orang-orang humanis tidak memberikan kontribusi yang
penting pada dunia kesusasteraan. Kedua, penelitian intensif atas tulisan-tulisan
kaum humanis menyingkapkan fakta yang mengusik kita, yakni “humanisme”
benar-benar heterogen. Secara singkat, menurut McGrath, telah menjadi semakin
jelas bahwa “humanisme” tidak mempunyai filsafat yang mempersatukan. Tidak
ada satu ide filsafat atau politik yang mendominasi dan menjadi ciri utama gerakan
itu.
Pendapat lain tentang humanisme ini adalah dari Kristeller yang
menggambarkan humanisme sebagai gerakan kebudayaan dan pendidikan.
Humanisme secara esensial adalah suatu program kebudayaan, yang mengacu pada
kebudayaan kuno tetap berlaku sebagai model untuk kefasihannya.
McGrath juga menjelaskan pengaruh humanisme di beberapa daerah lain
misalnya:
Humanisme Swiss bagian Timur.
Swiss bagian Timur sangat terbuka dan bahkan menerima dengan
baik ide-ide Renaisans Italia. Konrad Celtis memastikan bahwa Wina
menjadi pusat para ahli humanis dalam tahun-tahun terakhir abad ke-15
seperti penulis besar humanis Joachim von Watt alias Vadian, Xylotectus,
Beatus Rhenanus, Glarean dan Myconius. Mereka mengatakan bahwa
kekristenan merupakan “way of life” (pandangan hidup), ketimbang
seperangkat ajaran-ajaran. Etos humanisme Swiss adalah benar-benar
moralistis. Kitab Suci dipandang sebagai yang menentukan tingkah laku
moral yang benar bagi orang-orang Kristen, ketimbang menceritakan janji-
janji Allah.
Humanisme Legal Perancis.
Humanisme legal di Perancis ini dimulai dari adanya kecenderungan
yang semakin meningkat ke arah sentralisasi administrasi pemerintahan,
melihat pembaruan legal (bidang hukum atau perundang-udangan) sebagai
sesuatu yang esensial bagi modernisasi Perancis. Salah seorang pelopor dari
antara para ahli ini adalah Guillaume Bude, yang berpendapat agar mereka
10
kembali langsung ke sistem perundang-undangan Romawi sebagai suatu alat
untuk menemukan sistem perundang-undangan baru yang dibutuhkan Perancis.
Humanisme Perancis ini berlawanan dengan kebiasaan orang Italia (mos
italicus) dalam hal membaca teks undang-undang, yang memandangnya dari
sudut keterangan tambahan, maka orang Perancis mengembangkan prosedur
mos gallicus untuk mendekati secara langsung sumber-sumber perundang-
undangan klasik yang asli dalam bahasa mereka yang asli pula.
Humanisme Inggris.
Ada tiga unsur utama dalam bidang keagamaan dan intelektual yang
berperan di belakang Reformasi Inggris, yakni: Lollardy, Lutheranisme, dan
humanisme. Ketiga aliran ini dianggap sebagai unsur-unsur yang sangat penting
oleh para ahli yang mempelajari Reformasi. Menurut McGrath, pusat
humanisme yang paling penting pada awal abad ke-16 di Inggris adalah
Universitas Cambridge disamping Universitas Oxford dan London. Cambridge
adalah rumah dari Reformasi Inggris mula-mula, yang berpusat dalam apa yang
disebut “White Horse Cicle”, yaitu tempat sekelompok orang seperti Robert
Barnes bertemu untuk membaca sampai habis dan mendiskusikan tulisan-
tulisan terakhir dari Martin Luther selama awal tahun 1520-an. Humanisme
Inggris sama sekali bukan merupakan gerakan asli Inggris, melainkan import.
Robert Weiss memperlihatkan bahwa asal-usul humanisme Inggris dapat
ditelusuri ke sejarah Italia pada abad ke-15 dan awal abad ke-16 Universitas
Cambridge cenderung mengangkat orang-orang Italia menjadi dosen – antara
lain Gaio Auberino, Stefano Surigone dan Lorenzo Traversagni.
11
BAB III
PENUTUP
A. ANALISIS
Dari sajian informasi mengenai reformasi tersebut, maka penulis
menganalisis bahwa hakikat dari reformasi adalah perbaikkan. Yang mana
perbaikkan ini merupakan upaya untuk mengadakan pergerakan yang menentang
pada penyelewengan-penyelewengan yang terjadi.
Pelajaran penting yang dapat kita ambil dari adanya reformasi tersebut
adalah bahwa tidak setiap hal yang salah harus diatasi dengan revolusi. Revolusi
berarti mengubah seluruh sistem yang telah ada. Sedangkan reformasi dilakukan
dengan cara melakukan perbaikkan pada kekurangan-kekurangan yang ada pada
sistem tersebut.
B. KESIMPULAN
1. Konsep reformasi mengacu pada empat pergerakan yaitu: Refomasi Protestan
Luther (Lutheranisme), gereja Reformed (“Calvinisme”), Reformasi radikal
(“Anabaptisme”) dan Kontra-Reformasi atau Reformasi Katolik.
2. Latar belakang timbulnya reformasi adalah karena adanya praktik-praktik yang
dilakukan oleh pemuka agama yang dianggap menyimpang.
3. Konteks sosial dari reformasi tersebut memunculkan berbagai dampak pada
berbagai sendi kehidupan sosial masyarakat tersebut.
4. Paham yang memberikan kontribusi penting bagi terjadinya reformasi tersebut
adalah paham renaisans dan Humanisme.
C. SARAN
Sebagai insan akademis yang berkecimpung dalam dunia pendidika, maka
sudah seharus bagi para setiap mahasiswa yang khususnya berada dalam tataran
wilayah filsafat mengetahui dan dapat mengambil hikmah dari dari reformasi
tersebut sebagai bagian dari kajian filsafat sosial.
12
DAFTAR PUSTAKA
Aritonang, Jan S. Reformasi dari dalam Sejarah Gereja Zaman Modern.
Yogyakarta: Kanisius. 2004
Suhelmi, Ahmad. Pemikiran Politik Barat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2007
McGrath, Alister. Sejarah Pemikiran Reformasi. Terjemahan Liem Sien Kie.
Jakarta: Gunung Mulia. 2006