Transcript

MAKALAH QUALITY ASSURANCE

(PROGRAM MENJAGA MUTU INTERNAL & EKSTERNAL)

Oleh :

Lind Octaviani Irawan, S. Ked 0818011086

Meta Sakina, S. Ked 1018011076

Monica Lauretta Sembiring, S. Ked 10180110

Nida Choerunnisa, S.Ked 1018011020

Nyimas Annissa Mutiara Andini, S.Ked 1018011086

w

ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

UNIVERSITAS LAMPUNG

2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul Quality assurance(program menjaga mutu internal & eksternal).

Dalam penyusunan Penulisan makalah tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan dan keikhlasan hati penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga.

Penulis menyadari bahwa Makalah ini masih belum sempurna, maka saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi penyempurnaan Makalah ini. Akhir kata penulis berharap semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan mendapatkan ridho dari Allah SWT. Amin.

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Terwujudnya keadaan sehat merupakan kehendak semua pihak tidak hanyaoleh orang perorang atau keluarga, tetapi juga oleh kelompok dan bahkan olehseluruh anggota masyarakat. Menurut Undang-undang No.23 tahun 1992, kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Untuk mewujudkan keadaan sehat tersebut banyak upaya yang harus dilaksanakan, yang satu diantaranya adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan, di antaranya mengetahui keberadaan fasilitas kesehatan dan pemahaman terhadap pentingnya kesehatan (PKMK FK UGM, 2014).

Secara nasional proporsi RT mengetahui keberadaan RS pemerintah sebanyak 69,6 persen, sedangkan RS swasta 53,9 persen. RT yang mengetahui keberadaan RS pemerintah tertinggi Bali (88,6%) sedangkan terendah Nusa Tenggara Timur (39,6%). Pengetahuan RT tentang keberadaan RS swasta tertinggi DI Yogyakarta (82,4%) dan terendah Sulawesi Barat (15,1%). Pengetahuan RT tentang keberadaan praktek bidan atau rumah bersalin secara nasional adalah 66,3 persen, tertinggi di Bali (85,2%) dan terendah di Papua (9,9%). Pengetahuan tentang keberadaan posyandu sebanyak 65,2 persen, tertinggi di Jawa Barat (78,2%) dan terendah di Bengkulu (26,0%) (Riskesdas, 2013).

Semakin tinggi tingkat pemahaman masyarakat terhadap pentingnya kesehatan untuk mempertahankan kualitas hidup, maka pasien akan semakin kritis dalam menerima produk jasa. Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu banyak upaya yang dapat dilaksanakan. Upaya tersebut jika dilaksanakan secara terarah dan terencana, dalam ilmu administrasi kesehatan dikenal dengan nama program menjaga mutu pelayanan kesehatan (Quality Assurance Program ) (PKMK FK UGM, 2014).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, maka penulis mengambil beberapa rumusan masalah, diantaranya :

1. Bagaimana prinsip program menjaga mutu pelayanan kesehatan?

2. Bagaimana program menjaga mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit (Akreditasi rumah sakit?

3. Bagaimana program menjaga mutu kesehatan di fasilitas kesehatan primer?

C. Tujuan

1. Mengetahui prinsip program menjaga mutu pelayanan kesehatan.

2. Mengetahui program menjaga mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit (Akreditasi rumah sakit).

3. Mengetahui program menjaga mutu kesehatan di fasilitas kesehatan primer.

II. PROGRAM MENJAGA MUTU

A. Pengertian

Program menjaga mutu adalah suatu upaya yang berkesinambungan, sistematis dan objektif dalam memantau dan menilai pelayanan yang diselenggarakan dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan, serta menyelesaikan masalah yang ditemukan untuk memperbaiki mutu pelayanan (Maltos & Keller, 1989). Program ini adalah suatu proses untuk memperkecil kesenjangan antara penampilan yang ditemukan dengan keluaran yang diinginkan dari suatu sistem, sesuai dengan batas-batas teknologi yang dimiliki oleh sistem tersebut, dan merupakan program berlanjut yang disusun secara objektif dan sistematis dalam memantau dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan, menggunakan berbagai peluang yang tersedia untuk meningkatkan pelayanan yang diselenggarakan serta menyelesaikan berbagai masalah yang ditemukan (Ruels & Frank, 1988; Joint Commission on Acreditation of Hospitals, 1988).

Program menjaga mutu adalah suatu upaya yang dilaksanakan secara berkesinambungan, sistematis, objektif dan terpadu dalam menetapkan masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan berdasarkan standar yang telah ditetapkan, menetapkan dan melaksanakan cara penyelesaian masalah sesuai dengan kemampuan yang tersedia, serta menilai hasil yang dicapai dan menyusun saran tindak lanjut untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan.

B. Prinsip Program Menjaga Mutu

Prinsip program menjaga mutu banyak macamnya, beberapa dari prinsip yang dimaksud dan dipandang penting ialah :

a. Bersifat khas

Prinsip pertama yang harus dipenuhi adalah harus bersifat khas, dalam arti jelas sasaran, tujuan dan tata cara pelaksanaannya serta diarahkan hanya untuk hal-hal yang bersifat pokok saja. Dengan adanya prinsip seperti ini, maka jelaslah untuk dapat melakukan program menjaga mutu yang baik perlu disusun dahulu rencana kerja program menjaga mutu.

b. Mampu melaporkan setiap penyimpangan

Prinsip kedua yang harus dipenuhi ialah kemampuan untuk melaporkan setiap penyimpangan secara tepat, cepat dan benar. Untuk ini disebut bahwa suatu program menjaga mutu yang baik seyogianya mempunyai mekanisme umpan balik yang baik.

c. Fleksibel dan berorientasi pada masa depan

Prinsip ketiga yang harus dipenuhi ialah sifatnya yang fleksibel dan berorientasi pada masa depan. Program menjaga mutu yang terlau kaku dalam arti tidak tanggap terhadap setiap perubahan, bukanlah program menjaga mutu yang baik.

d. Mencerminkan dan sesuai dengan keadaan organisasi

Prinsip keempat yang harus dipenuhi ialah harus mencerminkan dan sesuai dengan keadaan organisasi. Program menjaga mutu yang berlebihan, terlalu dipaksakan sehingga tidak sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, tidak akan ekonomis dan karena itu bukanlah suatu program yang baik.

e. Mudah dilaksanakan

Prinsip kelima adalah tentang kemudahan pelaksanaannya, inilah sebabnya sering dikembangkan program menjaga mutu mandiri (Self assesment). Ada baiknya program tersebut dilakukan secara langsung, dalam arti dilaksanakan oleh pihak-pihak yang melaksanakan pelayanan kesehatan .

f. Mudah dimengerti

Prinsip keenam yang harus dipenuhi ialah tentang kemudahan pengertiannya. Program menjaga mutu yang berbelit-belit atau yang hasilnya sulit dimengerti, bukanlah suatu program yang baik.

C. Bentuk Program Menjaga Mutu (Quality Assurance)

Bentuk Program Menjaga Mutu dapat dibedakan atas tiga jenis :

1. Program Menjaga Mutu Prospektif (Prospective Quality Assurance)

Adalah program menjaga mutu yang diselenggarakan sebelum pelayanan kesehatan. Pada bentuk ini perhatian utama lebih ditunjukkan pada standar masukan dan standar lingkungan yaitu pemantauan dan penilaian terhadap tenaga pelaksana, dana, sarana, di samping terhadap kebijakan, organisasi, dan manajemen institusi kesehatan.

Prinsip pokok program menjaga mutu prospektif sering dimanfaatkan dan tercantum dalam banyak peraturan perundang-undangan, di antaranya : Standardisasi (Standardization), perizinan (Licensure), Sertifikasi (Certification), akreditasi (Accreditation).

2. Program menjaga mutu konkuren (Concurent quality assurance)

Yang dimaksud dengan Program menjaga mutu konkuren adalah yang diselenggarakan bersamaan dengan pelayanan kesehatan. Pada bentuk ini perhatian utama lebih ditujukan pada standar proses, yakni memantau dan menilai tindakan medis, keperawatan dan non medis yang dilakukan.

3. Program Menjaga Mutu Restrospektif (Retrospective Quality Assurance)

Yang dimaksud dengan program menjaga mutu restrospektif adalah yang diselenggarakan setelah pelayanan kesehatan. Pada bentuk ini perhatian utama lebih ditujukan pada standar keluaran, yakni memantau dan menilai penampilan pelayanan kesehatan, maka obyek yang dipantau dan dinilai bersifat tidak langsung, dapat berupa hasil kerja pelaksana pelayanan .atau berupa pandangan pemakai jasa kesehatan. Contoh program menjaga mutu retrospektif adalah : Record review, tissue review, survei klien dan lain-lain.

D. Program Menjaga Mutu Pelayanan di Rumah Sakit

Program menjaga mutu merupakan salah satu faktor penting dan fundamental, khususnya bagi manajemen Rumah Sakit (RS), sebab menentukan hidup matinya pelayanan di RS. Sasaran pembangunan kesehatan di Indonesia antara lain adalah terselenggaranya pelayanan kesehatan dan semakin bermutu dan merata. Dalam upaya mencapai sasaran ini, maka ditetapkan peningkatan mutu pelayanan rumah sakit sebagai bagian dari tujuan program pembangunan kesehatan. Pelayanan rumah sakit di Indonesia secara umum cenderung belum mencapai kualitas optimal. Fenomena ini merupakan faktor mendasar yang mendorong pemerintah untuk melaksanakan akreditasi rumah sakit (redaksi jendela rumah sakit, 1996).

Tujuan akreditasi, antara lain adalah memberikan jaminan dan kepuasan kepada customer dan masyarakat bahwa pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit kelak diselenggarakan sebaik mungkin (redaksi jendela rumah sakit, 1996). Kualitas pelayanan kesehatan seperti dirumah sakit, merupakan suatu fenomena yang unik, sebab dimensi dan indikatornya dapat berbeda diantara orang-orang yang terlibat dalam pelayanan kesehatan. Menurut Azwar (1996), untuk mengatasi perbedaan diatas seyogiaya yang dipakai sebagai pedoman adalah hakikat dasar dari penyelenggaraan pelayanan kesehatan, yaitu memenuhi kebutuhan dan tuntutan para pemakai jasa pelayanan kesehatan. Mutu pelayanan menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam memenuhi kebutuhan dan tuntuan setiap pasien.

Rumah sakit merupakan suatu lembaga yang berfungsi mewujudkan pranata upaya pelayanan kesehatan terbesar pada masyarakat dijaman moderen ini. Menurut Lumenta (1987), rumah sakit didirikan sebagai suatu tempat untuk memenuhi berbagai permintaan pasien dan dokter, agar penyelesaian masalah kesehatan dapat melaksanakan dengan baik.

Keberhasilan rumah sakit untuk memecahkan sebagian besar masalah kesehatan masyarakat harus diakui. Berbagai keberhasilan yang dicapai telah pula menyebabkan tingginya tingkat ketergantungan sebagian masyarakat terhadap rumah sakit untuk mengatasi berbagai keluhan kesehatannya (Foster and Anderson, 1986; Jhonson and Sargent, 1990). Berbagai keberhasilan yang telah dibuktikan, tidak berarti rumah sakit telah sepenuhnya dapat mengatasi masalah pelayanan kesehatannya. Selaras perkembangan masyarakat, tuntutan para pemakai jasa pelayanan kesehatan terhadap kualitas pelayanan kesehatan di Rumah sakit cenderung semakin meningkat.

Berdasarkan pendapat Mills et al (1991), dapat disimpulkan bahwa tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan kesehatan rumah sakit telah menjadi masalah mendasar yang dihadapi sebagian besar rumah sakit di berbagai negara. Tuntutan ini menjadi dasar pengembangan organisasi kesehatan dan sistem pelayanan kesehatan di berbagai negara melalui pelaksanaan desentralisasi.

Kompleksitas masalah kualitas pelayanan rumah sakit tidak saja terkait dengan keterbatasan sumber daya dan lingkungan, tetapi juga bersumber dari perbedaan persepsi diantara pemakai jasa pelayanan, petugas kesehatan, dan pemerintah atau penyandang dana terhadap ukuran kualitas pelayanan kesehatan.

Indikator pelayanan kesehatan yang dapat menjadi prioritas relatif sangat banyak, diantaranya adalah :

a. Kinerja tenaga dokter, adalah perilaku atau penampilan dokter rumah sakit dalam proses pelayanan kesehatan pada pasien, yang meliputi ukuran: layanan medis, layanan nono medis, tingkat kunjungan, sikap, dan penyampaian informasi.

b. Kinerja tenaga perawat, adalah perilaku atau penampilan tenaga perawat rumah sakit dalam proses pemberian pelayanan kesehatan pada pasien, yang meliputi ukuran: layanan medis, layanan nono medis, sikap, penyampaian informasi, dan tingkat kunjungan.

c. Kondisi fisik, adalah keadaan saran rumah sakit dalam bentuk fisik seperti kamar rawat inap, jendela, pengaturan suhu, tempat tidur, kasur dan sprei.

d. Makanan dan menu, adalah kualitas jenis atau bahan yang dimakan atau dikonsumsi pasien setiap harinya, seperti nasi, sayuran, ikan, daging, buah-buahan, dan minuman. Menu makanan adalah pola pengaturan jenis makanan yang dikonsumsi oleh pasien.

e. Sistem administrasi pelayanan, adalah proses pengaturan atau pengelolaan pasien di rumah sakit yang harus diikuti oleh pasien (rujukan dan biasa), mulai dari kegiatan pendaftaran sampai pasien rawat inap.

f. Pembiayaan, adalah sejumlah uang yang harus dibayarkan kepada rumah sakit selaras pelayanan yang diterima oleh pasien, seperti biaya dokter, obatobatan, makan, dan kamar.

g. Rekam medis, adalah catatan atau dokumentasi mengenai perkembangan kondisi kesehatan pasien yang meliputi diagnosis perjalanan penyakit, proses pengobatan dan tindakan medis dan hasil pelayanan.

Indikator pelayanan kesehatan yang dipilih pasien sebagai prioritas ukuran kualitas pelayanan kesehatan, cenderung akan menjadi sumber utama terbentuknya tingkat kepuasan pasien. Kepuasan pasien adalah hasil penilaian pasien berdasarkan perasaanya, terhadap penyelenggaraan pelayanan kesehatan di rumah sakit yang telah menjadi bagian dari pengalaman atau yang dirasakan pasien rumah sakit; atau dapat dinyatakan sebagai cara pasien rumah sakit mengevaluasi sampai seberapa besar tingkat kualitas pelayanan di rumah sakit, sehingga dapat menimbulkan tingkat rasa kepuasan.

Tingkat kepuasan pasien menunjuk pada prioritas indikator kualitas pelayanan kesehatan. Selaras bahwa kepuasan merupakan hasil penilaian perasaan yang lebih bersifat subjektif, maka hal ini menunjuk pada dimensi abstrak yang relatif abstrak atau kurang eksak, para ahli telah banyak mengembangkan model pengukuran yang dapat digunakan untuk mengkuantifikasi dimensi abstrak dari suatu penomena (dimensi keperibadian, sikap, atau perilaku) agar lebih mudah dipahami.

Berpedoman pada skala pengukuran yang dikembangkan Likert (dikenal dengan istilah skala Likert), kepuasan pasien dapat dikategorikan dan dikuantifikasi, seperti:

a. Sangat puas, diartikan sebagai ukuran subjektif hasil hasil penilaian perasaan pasien yang menggambarkan pelayanan kesehatan sepenuhnya atau sebagian besar sesuai kebutuhan atau keinginan pasien, seperti sangat bersih (untuk prasarana), sangat ramah (untuk hubungan dengan dokter atau perawat), atau sangat cepat (untuk proses administrasi); yang seluruhnya menggambarkan tingkat kualitas yang paling tinggi.

b. Agak puas, diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien, yang menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sepenuhnya atau sebagian sesuai kebutuhan atau keinginan seperti tidak terlalu bersih (untuk sarana), agak kurang cepat (proses administrasi), atau agak kurang ramah, yang seluruhnya hal ini menggambarkan tingkat kualitas yang kategori sedang.

c. Tidak puas, diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasienyang rendah, yang menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sesuai kebutuhan atau keinginan seperti tidak terlalu bersih (untuk sarana), agak lambat (untuk proses administasi), atau tidak ramah, yang seluruhnya hal ini menggambarkan tingkat kualitas yang kategori paling rendah.

Penilaian baik buruknya mutu pelayanan rumah sakit dapat dilihat dari 4 komponen, yaitu :

a. Aspek klinis, yaitu pelayanan medis dokter, perawat, dan terkait teknis medis.

b. Keselamatan pasien, yaitu upaya perlindungan pasien dari hal-hal yang dapat membahayakan keselamatan pasien, seperti jatuh, kebakaran, dll

c. Efisiensi dan efektifitas, yaitu pelayanan yang murah, tepat guna.tepat terapi dan diagnosa.

d. Kepuasan pasien, yaitu kenyamanan pasien, keramafan dan lain-lain

Dengan program menjaga mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit, diharapkan roda organisasi dan pelayanan rumah sakit dapat berjalan dengan lancar, sehingga rumah sakit dapat dikelola secara efisien dan efektif; yang pada akhirnya akan meningkatkan citra rumah sakit.

E. Program Menjaga Mutu Pelayanan di Fasilitas Kesehatan Primer

Sebagai sarana terdepan pelayanan kesehatan di Indonesia, Puskesmas berperan sebagai ujung tombak sistem pelayanan kesehatan di Indonesia. Melalui penerapan program jaminan mutu puskesmas diharapkan dapat menjadi salah satu pilihan utama sarana pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat.. Puskesmas harus memiliki loyalitas tinggi dalam menjalankan komitmennya untuk memberikan pelayanan bermutu sesuai dengan program kerja tahunan yang telah ditetapkan. Berbagai kebijakan dilakukan pemerintah, khususnya dinas kesehatan dalam rangka untuk lebih meningkatkan kualitas mutu pelayanan medis puskesmas .

1. Kebijakan Peningkatan Mutu Pelayanan Puskesmas

a. Meningkatkan mutu SDM melalui tugas belajar, izin belajar, pelatihan teknis fungsional, kursus, seminar, lokakarya. Penerapan SPMKK Kebidanan dan Keperawatan.

b. Meningkatkan prasarana dan sarana seperti : rehabilitasi gedung Puskesmas, melengkapi sarana medis dan non medis

c. Menerapkan manajemen pelayanan sesuai ISO 9001-2000 Puskesmas Umbulharjo II dan Mantrijeron (2005 )

d. Perubahan Pola Tarif Puskesmas Perda no 5/Th. 2006

e. Menyusun Sistem Kesehatan Kota (Th.2005 )

f. Menetapkan Standar Teknis Pelayanan (2006 )

g. Melaksanakan Unsur-Unsur dalam Pelayanan Prima sesuai KepMenPan tentang Pelayanan Publik.

h. Melaksanakan Akuntabilitas Publik.

i. Pemanfaatan SIK dg TI untuk peningkatan pelayanan dan surveilans epidemiologi (dalam taraf proses pengembangan)

Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan adalah penting dan sudah merupakan tuntutan karena adanya berbagai faktor penyebab. Untuk mencapai hasil yang baik maka upaya tersebut harus dilaksanakan secara terpadu, multi disiplin, melibatkan seluruh karyawan terkait, pasien/keluarganya, serta hendaknya menjadi bagian yang tidak terpisahkan (built-in) dari pelayanan itu sendiri, yang harus dilaksanakan secara terus menerus dan berkesinambungan.

2. Pelaksanaan Jaminan Mutu Di Puskesmas

Kunci keberhasilan penerapan jaminan mutu di puskesmas tergantung pada kemempuan petugas Puskesmas untuk merubah budaya kerja. Perubahan budaya kerja ini membutuhkan komitmen pimpinan dan keterlibatan bawahan, kerjasama dalam tim, focus perbaikan pada proses pelayanan, mendengarkan keinginan dan harapan pelanggan serta pengambilan keputusan yang berdasarkan data. Oleh sebab itu, pelaksanaan jaminan mutu di Puskesmas difokuskan pada peningkatan keterampilan manajerial petugas Puskesmas dan perubahan kebiasaan kerja dalam organisasi.

Langkah pelaksanaan

Pelaksanaan jaminan mutu di Puskesmas dapat dilakukan dalam beberapa langkah di bawah ini:

Langkah 1: Membangun Kesadaran Mutu

Sebelum suatu program jaminan mutu dilaksanakan di Puskesmas, sebaiknya dilakukan suatu kegiatan penyadaran jaminan mutu, yang bertujuan untuk memberikan pemahaman pengertian dan kesadaran akan pentingnya upaya peningkatan mutu. Sebagai sebuah pendekatan, jaminan mutu mempunyai prinsip, metode dan instrument atau alat Bantu yang harus dipahami dan dikuasai. Para petugas Puskesmas harus mendapat keyakinan bahwa pendekatan jaminan mutu akan memberikan perubahan yang bermakna bagi kualitas pelayanan mereka.

Langkah 2: Pembentukan Tim Jaminan Mutu

Tim ini haruslah mendapat surat keputusan, minimal dari Kepala Puskesmas, dan mendapat dukungan sepenuhnya dari Kepala Puskesmas dan petugas puskesmas lainnya.

Langkah 3: Pembuatan Alur Kerja Dan Standar Pelayanan

Adanya prosedur kerja dan adanya standar pelayanan profesi akan memperkecil variasi, baik dalam komponen masukan (input) maupun dalam proses, sehingga akhirnya akan didapatkan keluaran (output) yang sama dan konsisten. Oleh sebab itu, kerja tim jaminan mutu Puskesmas dapat dimulai dari pembuatan alur kerja seluruh komponen kegiatan Puskesmas: mulai dari alur kerja loket, alur kerja pelayanan, laboratorium, pengambilan obat, dan lain sebagainya.

Langkah 4: Penilaian Kepatuhan terhadap Standar

Penilaian tingkat kepatuhan terhadap standar ini dapat dilakukan oleh rekan kerja dari puskesmas lain, atau rekan kerja dari puskesmas yang sama tetapi harus dijaga kerahasiaan rekan yang ditunjuk sebagai penilai. Untuk menilai tingkat kepatuhan, digunakan daftar tilik penilaian yang telah dikembangkan lebih dahulu. Daftar tilik adalah suatu instrument yang digunakan untuk mengukur sampai seberapa jauh pelayanan sesuai atau tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan. Sesuai dengan kegunaannya, daftar tilik dapat digunakan untuk mengukur kelengkapan sarana dan prasarana; pengetahuan pemberi pelayanan, standar kompetensi teknis petugas, dan persepsi penerima pelayanan.

Langkah 5: Penyampaian Hasil Penilaian

Tim Jaminan mutu Puskesmas mempunyai tanggung jawab untuk mengolah data dan menyajikan data temuan dalam salah satu rapat bulanan Puskesmas. Umpan balik atas data yang dikumpulkan sangat penting mengingat informasi ini akan digunakan sebagai dasar penentuan masalah dan dasar untuk pengambilan keputusan selanjutnya. Jika nilai tingkat kepatuhan terhadap standar mencapai angka di bawah 80 %, maka keadaan ini perlu diperbaiaki dengan melakukan intervensi terhadap penyebab rendahnya tingkat kepatuhan terhadap standar itu.

Langkah 6: Survei Pelanggan

Tim jaminan mutu Puskesmas secara pararel diharapkan dapat membuat prosedur atau kegiatan agar tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan yang diterima dapat diketahui. Survey kepuasan pelanggan ini dapat dilakukan secara sederhana, misalnya hanya dengan mengetahui persentase pasien yang tidak puas dengan pelayanan yang diterima melalui penyediaan dua kotak, yang satu bertuliskan puas dan satunya tidak puas. Survei ini dapat dilakukan selama 1 minggu atau laebih. Jika ditemukan lebih dari 5% pasien tidak puas, perlu dilakukan tindakan segera untuk mengetahui sebab-sebab ketidakpuasan pasien.

Langkah 7: Penyusunan Rencana Kegiatan

Setelah melakukan berbagai kegiatan untuk mengidentifikasikan peremasalahan jaminan mutu di Puskesmas yang terkait denan alur kerja, tingkat kepatuhan terhadap standar, survey pasien dan permasalahan lain, maka tim jaminan mutu Puskesmas diharapkan mampu melakukan penyusunan rencana kegiatan untuk 312 bulan, sesuai dengan kebutuhan.

Jika dianggap perlu, tim jaminan mutu sebelum menyusun rencana kegiatan, secara bersama-sama melakukan analisis permasalahan melalui siklus pemecahan masalah yang terdiri atas:

a. Identifikasi masalah

b. Penentuan prioritas masalah

c. Mencari penyebab masalah

d. Mencari alternative pemecahan masalah

e. Menetapkan pemecahan masalah

f. Menyusun rencana kegiatan pemecahan masalah

Tentunya dalam rencana kegiatan tersebut juga memasukkan kegiatan pemantauan dan evaluasi kegiatan.

Langkah 8: Pemantauan dan Supervisi

Selama pelaksanaan kegiatan diharapkan penyelia (supervisor) kabupaten/kota berkunjung secara berkala (misalnya tiap 1-3 bulan sekali) ke Puskesmas untuk memantau status kegiatan jaminan mutu di suatu puskesmas. Untuk itu, tim penyelia hendaknya mengembangkan daftar tilik kegiatan pemantauan yang mampu untuk menggambarkan paling tidak, kegiatan yang sudah dilakukan dan statusnya, masalah dan hambatan yang ditemui dan alternative pemecahan/rekomendasi untuk mengatasi masalah yang ada. Perlu diketahui bahwa keberhasilan kegiatan pemantauan dan supervise sangat tegantung pada konsistensi kegiatan, kapasitas penyelia untuk memberikan bantuan teknis, daftar tilik pemantauan yang sederhana, data status kegiatan dan adanya dukungan pimpinan Puskesmas, kabupaten dan propinsi untuk mengatasi masalah dan hambatan yang muncul.

Langkah 9: Evaluasi

Pada akhir bulan kegiatan, tim jaminan mutu puskesmas hendaknya melakukan penyajian hasil kegiatan yang telah dilakukan bertempat di dinas kesehatan kabupaten/kota. Kegiatan ini sekaligus merupakan evaluasi atas pelaksanaan kegiatan yang telah berjalan.

F. Bentuk-Bentuk Program Menjaga Mutu

1. Program Menjaga Mutu Internal (Internal Quality Assurance)

Yang dimaksud dengan Program menjaga mutu internal adalah bentuk kedudukan organisasi yang bertanggungjawab menyelenggarakan Program Menjaga Mutu berada di dalam institusi yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Untuk ini di dalam institusi pelayanan kesehatan tersebut dibentuklah suatu organisasi secara khusus diserahkan tanggung jawab akan menyelenggarakan Program Menjaga Mutu internal. Jika ditinjau dari peranan para pelaksananya, secara umum dapat dibedakan atas dua macam:

Para pelaksana Program Menjaga Mutu adalah para ahli yang tidak terlibat dalam pelayanan kesehatan (expert group) yang secara khusus diberikan wewenang dan tanggung jawab menyelenggarakan Program Menjaga Mutu.

Para pelaksana Program Menjaga Mutu adalah mereka yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan (team based), jadi semacam Gugus Kendali Mutu, sebagaimana yang banyak dibentuk di dunia industri.

Dari dua bentuk organisasi yang dapat dibentuk ini, yang dinilai paling baik adalah bentuk yang kedua, karena sesungguhnya yang paling bertanggung jawab menyelenggarakan Program Menjaga Mutu seyogyanya bukan orang lain melainkan adalah mereka yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan itu sendiri.

2.Program Menjaga Mutu Eksternal(Eksternal Quality Assurance)

Pada bentuk ini kedudukan organisasi yang bertanggungjawab menyelenggarakan program menjaga mutu berada diluar institusi yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Untuk ini, biasanya untuk suatu wilayah kerja tertentu dan/atau untuk kepentingan tertentu, dibentuklah suatu organisasi, diluar institusi yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan, yang diserahkan tanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan, yang diserahkan tanggung jawab menyelenggarakan program menjaga mutu, misalnya suatu badan penyelenggara program asuransi kesehatan, yang untuk kepentingan programnya, membentuk suatu unit program menjaga mutu, guna memantau, menilai serta mengajukan saran-saran perbaikan mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh berbagai institusi pelayanan kesehatan yang tergabung dalam program yang dikembangkannya. Pada program menjaga mutu eksternal seolah-olah ada campur tangan pihak luar untuk pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh suatu institusi pelayanan kesehatan, yang biasanya sulit diterima.

Menetapkan Masalah Mutu

Masalah adalah sesuatu hal yang tidak sesuai dengan harapan. Dengan demikian, masalah mutu layanan kesehatan adalah kesenjangan yang terjadi antara harapan dengan kenyataan dari berbagai dimensi mutu layanan kesehatan termasuk kepuasan pasien, kepuasan petugas kesehatan, dan kepatuhan petugas kesehatan dalam menggunakan standar layanan kesehatan sewaktu memberikan layanan kesehatan kepada pasien. Masalah mutu layanan kesehatan dapat dikenali dengan berbagai cara antara lain :

Melalui pengamatan langsung terhadap petugas kesehatan yang sedang melakukan layanan kesehatan.

Melalui wawancara terhadap pasien dan keluarganya, masyarakat, serta petugas kesehatan.

Dengan mendengar keluahan pasien dan keluarganya, masyarakat, serta petugas kesehatan.

Dengan membaca serta memeriksa catatan dan laporan serta rekam medik.

Inventarisasi masalah mutu layanan kesehatan dasar akan dilakukan oleh kelompok. Jaminan mutu layanan kesehatan melalui curah pendapat atau teknik kelompok nominal. Setiap anggota kelompok diminta mengemukakan sebanyak mungkin masalah mutu layanan kesehatan. Setelah terkumpul, masalah mutu tersebut harus diseleksi untuk membedakan mana yang benar-benar masalah mutu atau bukan. Seleksi dilakukan melalui klarifikasi dan konfirmasi terhadap masalah yang terkumpul.

Klarifikasi di sini ditujukan untuk menghilangkan atau memperjelas masalah yang belum atau tidak jelas dan untuk menghindari terjadinya masalah mutu layanan kesehatan yang tumpang tindih. Konfirmasi maksudnya adalah terdapatnya dukungan data untuk setiap masalah yang telah diklarifikasikan sebagai bukti bahwa masalah mutu layanan kesehatan memang ada. Setelah dilakukan klarifikasi dan konfirmasi, maka yang bukan masalah mutu akan disingkirkan, sementara masalah mutu yang tersisa akan ditentukan prioritasnya. Masalah mutu yang baik dapat digunakan sebagai bahan ajar untuk mencari pengalaman dalam memecahkan masalah mutu layanan kesehatan.

Karakteristik masalah mutu semacam ini antara lain : 1.Mudah dikenali, karena biasanya dapat dipecahkan dengan mudah dan cepat.2.Masalah mutu layanan kesehatan, yang menurut petugas layanan penting;.3.Masalah mutu layanan kesehatan yang mempunyai hubungan emosional dengan petugas layanan. Program Menjaga Mutu Eksternal (External Quality Assurance Program

Menjaga Mutu Eksternal adalah kegiatan program menjaga mutu diselenggarakan oleh suatu organisasi khususnya yang dibentuk diluar institusi kesehatan seperti halnya professionl standar review organization (PSRO) di Amerika Serikat atau di Indonesia. Tim penjaga mutu pelayanan kontrasepsi mantap provinsi yang dikoordinir oleh perkumpulan kontrasepsi mantap Indonesia (PKMI) untuk memantau, menilai serta membantu meningkatkan mutu pelayanan vasektomi dan tubektomi yang diselenggarakan oleh Puskesmas atau RS yang berada di profinsi tersebut.

Pada bentuk yang kedua ini, tanggung jawab yang dimilikinya tidak terbatas pada suatu intruksi kesehatan saja, melainkan untuk semua intruksi kesehatan yang berada diwilayah kerjanya. jika dibandingkan kedua bentuk program menjaga mutu ini, segeralah mudah dipahami bahwa bentuk yang pertama dinilai lebih baik, karena tujuan program menjaga mutu akan lebih mudah dicapai.

Apalagi jika para pelaksananya adalah mereka yang terlibat langsung dalam pelayanan kesehatan. Disamping untuk dapt menyelenggarakan program menjaga mutu eksternal, sering dibutuhkan sumber daya yang tidak sedikit, dalam banyak hal masih sulit dipenuhi.

Karena itulah program menjaga mutu eksternal lazimnya merupakan pelengkap program menjaga mutu internal, yang peranannya lebih banyak bersipat lembaga pembanding. Dalam arti apabila terdapat perselisihan pendapat tentang hasil penilain mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh program menjaga mutu internal (biasanya dari klien) dirujuk keprogram menjaga mutu eksternal atau sering pula ditemukan pada program asuransi kesehatan, yakni untuk menilai mutu pelayanan yang di selenggarakan oleh institusi kesehatan yang diserahkan tanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan kepada peserta program asuransi kesehatan yang menjadi tanggungannya.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Djojosugito, Kebijakan Pemerintah Dalam Pelayanan Kesehatan Menyongsong AFTA 2003, Pusat Data dan Informasi PERSI, Jakarta, 2001

Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. 2005. Upaya meningkatkan mutu pelayanan di Puskesmas Kota Yogyakarta. http://www.kesehatan.jogja.go.id

Emmyr F. Moeis. 1994. Budaya mutu sebagai bagian integral manajemen rumah sakit . www. kalbe.co.id.

Hendroyono, Agus. 2006. Mutu Pelayanan Kesehatan & Service Recovery. http://www.lrckesehatan.net

Laksono Trisantoro, Good Governance dan Sistem Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan, Surabaya, 2005.

Pendukung Untuk Mahasiswa, Akademik, Pimpinan, organisasi, dan Praktisi Kesehatan. www.USU digital library.com

PKMK FK UGM. Mutu Pelayanan Kesehatan. http://www.mutupelayanankesehatan.net/index.php/component/content/article/1516

Riskesdas. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.

Siswianti, Valentina. 2006. Badan mutu pelayanan kesehatan Forum mutu Pelayanan Kesehatan (IHQN).

Utama, Surya. 2003. Memahami Fenomena Kepuasan Pasien Rumah Sakit, Referensi

21


Top Related