Download - Makalah Paralise n Fasialis
BLOK : OROMAKSILOFASIAL 1
MODUL : III SKENARIO 3
TUTOR : DRG.NETTY N KAWULUSAN, M.KES
PIPI MIRING
OLEH :
KELOMPOK VII
Jennifer A Ratna Juwita
Andi Fatima Faradiba Albaar
Yadi aditya Kurnia
Muh.Arfan Fitriani A Marasabessy
Khusnul Ilma Darmayana
St.Hardianti Nadya Alifa S
Wanty Fajriani Soelistia Ramadhani
A.Muh.Arif A.Ika Anggraini
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa
yang telah melimpahkan taufik dan hidayahnya, sehingga kami dapat menyusun dan
menyajikan makalah ini.
Permasalahan yang kami akan kemukakan adalah mengenai Pipi Miring,
dimana akan dibahas mengenai nervus fasialis, kelumpuhan terhadap nervus fasialis
dimana salah satunya adalah paralisis nervus fasialis, penyebab serta penanganannya.
Kami menyadari dengan sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik untuk penyempurnaan
makalah ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa selalu memberikan kita dengan rahmat-Nya
dan makalah ini kami sampaikan dengan harapan dapat memenuhi apa yang
diharapkan.
Makassar, 22 Mei 2012
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………..1
DAFTAR ISI………………………………………………………………………....2
BAB I PENDAHULUAN………………………………………..……………….….
LATAR BELAKANG…………............................................................................
TUJUAN INTRUKSIONAL UMUM……………………………………………
TUJUAN INTRUKSIONAL KHUSUS………………………………………….
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………..................................................
NERVUS FASIALIS …………………………………………………………….
o Definisi Nervus Fasialis………………………………………………………..
o Anatomi Nervus Fasialis……………………………………………………….
o Perjalanan Nervus Fasialis …………………………………………………….
o Kelumpuhan yang Dapat Terjadi pada Nervus Fasialis…………………….…
o Cara Menegakkan Diagnosis………………..……………………………...….
o Diagnosis pada Kasus……………………………………………..……………
PARALISIS NERVUS FASIALIS ………………………………………………..
o Defenisi Paralisis Nervus Fasialis………………………………………..……
o Mekanisme Terjadinya Paralisis Nervus Fasialis …………………………….
o Etiologi Paralisis Nervus Fasialis………………………………….…………...
o Tanda dan Gejala Paralisis Nervus Fasialis……………………….……………
o Tindakan dan Perawatan Pasien yang Mengalami Paralisis Nervus
Fasialis………………………………………………………………………….
o Prognosis…………………………………………………………………….….
BELL’S PALSY………………………………………………………………..
Dampak yang Ditimbulkan Apabila Tidak Ditangani Lebih Lanjut…………..
BAB III PENUTUP...................................................................................................
KESIMPULAN..............................................................................................
BAB IV DAFTAR PUSTAKA……………………………….................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nervus fasialis (N.VII) merupakan saraf dengan tugas utama mempersarafi
otot-otot wajah, persarafan 2/3 bagian ventral dorsum lidah dan sekresi beberapa
kelenjar seperti kelenjar lakrimalis, submandibularis, sublingualis, nasalis, paranasalis
dan palatina.Nervus fasialis keluar dari bagian inferolateral batang otak pada
sambungan pons dan medulla oblongata dan letaknya dan letaknya tepat anterior dari
saraf vestibulokohlearis.Nervus ini terdiri atas saraf fasialis murni yang mengandung
inti motorik dan saraf intermedius yang mengandung inti sensorik dan parasimpatik.
Adanya cedera pada nervus fasialis dapat menimbulkan kelumpuhan pada
nervus tersebut, baik yang bersifat temporer maupun permanen.Pada bidang
kedokteran gigi yang umum terjadi yaitu kelumpuhan nervus fasialis yang bersifat
temporer yang diakibatkan kesalahan saat melakukan anestesi lokal. Salah satu
komplikasi tersebut adalah paralisis nervus fasialis, yang ditandai dengan
kelumpuhan otot wajah, adanya gangguan pada sekresi air liur, kelenjar lakrimalis,
rasa kecap 2/3 anterior lidah, fungsi pendengaran, gerakan bola mata dan reaksi
berkedip atau menutup mata.
B. Tujuan Instruksional Umum
Setelah mempelajari modul ini mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan
diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinik, gejala-gejala klinik dan
melakukan pengobatan atau perawatan.
C. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mempelajari modul ini mahasiswa diharapkan dapat :
1. Dapat menjelaskan anatomi dan perjalanan nervus fasialis
2. Mengetahui penyebab paralisis nervus fasialis
3. Menegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinik
4. Dapat mengetahui tanda dan gejala paralisis nervus fasialis
5. Dapat melakukan pengobatan atau perawatan
c. Rumusan masalah
1. Jelaskan defenisi nervus fasialis !
2. Jelaskan anatomi dan perjalanan nervus fasialis !
3. Jelaskan gangguan-gangguan / kelumpuhan yang dapat terjadi pada nervus
fasialis !
4. Bagaimana cara menegakkan diagnosis pada kasus ?
5. Apa diagnosis pada kasus ?
6. Jelaskan defenisi dan bagaimana mekanisme dari paralisis nervus fasialis !
7. Jelaskan etiologi paralisis nervus fasialis !
8. Bagaimana tanda dan gejala paralisis nervus fasialis ?
9. Tindakan dan perawatan apa yang dpaat diberikan pada pasien ?
10. Jelaskan prognosis pada kasus !
11. Apa dampak yang ditimbulkan apabila kasus tidak ditangani ?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi, anatomi, dan perjalanan nervus fasialis
2.1. Definisi nervus fasialis
Nervus fasialis (N.VII) merupakan nervus yang mempersarafi otot ekspresi
wajah, dari telinga dan kulit kepala serta struktur lainnya meliputi 2/3 bagian ventral
dorsum lidah dan beberapa kelenjar lain meliputi kelenjar lakrimalis,
submandibularis, sublingualis, nasalis, paranasalis dan palatina. Nervus fasialis
sebenarnya terdiri dari serabut motorik, namun pada perjalanannya ke tepi nervus
intermedius bergabung padanya. Nervus intermedius itu tersusun oleh serabut
sekretomotorik untuk glandula salivatorius dan serabut yang menghantarkan impuls
pengecap dari 2/3 bagian depan lidah.
2.2. Anatomi nervus fasialis
Nervus fasialis dalam perjalanannya bekerja sama dengan nervus kranialis
yang lain, karena itu dimasukkan ke dalam mix cranial nerve. Nervus fasialis keluar
dari bagian inferolateral batang otak pada sambungan pons dan medulla oblongata
dan letaknya tepat anterior dari saraf vestibulokohlearis.
Nervus fasialis memiliki dua komponen.Bagian yang lebih besar terdiri dari
serabut saraf aferen yang merangsang ekspresi otot wajah.Bagian yang kecil terdiri
dari serabut saraf perasa di 1/3 anterior lidah, serabut sekremotor ke glandula
lacrimalis dan salivarius, dan beberapa serabut saraf nyeri.
Nervus fasialis memiliki empat nukleus (inti) :
Nukleus fasialis, untuk saraf somatomotoris
Nukleus salivatorius superior, untuk saraf viseromotoris
Nukleus solitarius, untuk saraf viserosensoris
Nukleus sensoris trigeminus, untuk saraf somatosensoris
Nervus fasialis mengandung empat macam serabut :
Serabut somatomotorik, yang mempersarafi otot-otot wajah (termasuk
buccinators, occipital dan platisma) berjalan kea rah posterior mempersarafi
otot digastricus, stylohyoid dan stapedius
Serabut visero-motorik, yang mengurus glandula dan mukosa faring, palatum,
rongga hidung, sinus paranasal dan glandula submaksilaris serta sublingual
dan lakrimalis
Serabut visero-sensorik, yang menghantar impuls dari alat pengecap di 2/3
bagian depan lidah
Serabut somato-sensorik, yang menghantar rasa nyeri dan mungkin juga suhu
dan rasa raba dari sebagian daerah kulit dan mukosa yang dipersarafi oleh
nervus trigeminus (N.V)
Percabangan nervus fasialis dan otot yang diinervasi sebagai berikut :
Temporal, menyilang arcus zygomaticus menuju facies temporalis, mensuplai
auricularis anterior dan superior, bergabung dengan cabang
zygomaticotemporale nervus maksilaris, dan dengan cabang
auriculotemporalis nervus mandibularis. Cabang yang lebih anterior
mensuplai muskulus frontalis, orbicularis oculi dan corrugator supercilli.
Nervus selanjutnyabergabung dengan cabang supraorbital dan lacrimalis
nervus ophtalmicus.
Zygomatic, berjalan melewati os zygomaticum menuju angulus lateralis
orbita, kemudian mensuplai muskulus orbicularis oculi dan bergabung dengan
nervus lacrimalis dan zygomaticofacial cabang nervus maksilaris.
Buccal, berdiameter lebih besar daripada cabang mandibularis dan cabang
servikalis, berjalan horizontal ke anterior dan terdistribusi di inferior cavum
orbita dan sekitar mulut. Cabang superficial berjalan di bawah kulit dan di
superior muskulus superfisial muka, beberapa mensuplai muskulus procerus,
bergabung dengan cabang infratrochlearis dan nasociliaris nervus ophtalmicus
di angulus medialis cavum orbita. Mensuplai muskulus pada region inferior
mata dan sekitar mulut sebagai berikut :
o Procerus
o Zygomaticus
o Levator labii superioris
o Buccinators
o Orbicularis oris
Mandibular, berjalan ke anterior di bawah muskulus platysma dan
triangularis, menginervasi muskuli bibir bawah dan dagu, beranastomosis
dengan cabang mentalis nervus alveolaris inferior. Mensuplai otot-otot bibir
dan dagu bagian bawah sebagai berikut :
o Depressor anguli oris
o Depressor labii inferioris
o Mentalis
Servikal, yang berjalan ke anterior di bawah platysma dan membentuk arcus
yang berjalan melewati leher daerah suprahyoid. Satu cabang berjalan ke
inferior bergabung dengan nervus vutaneus cervicalis membentuk pleksus
cervicalis, sedangkan yang lainnya menginervasi platysma.
Percabangan nervus fasialis
2.3. Perjalanan nervus fasialis
Inti motorik nervus fasialis terletak di bagian ventrolateral tegmentum
pontis.Akarnya menuju ke dorsomedial dahulu, kemudian melingkari inti nervus
abdusens dan setelah itu baru membelok ke ventrolateral kembali untuk
meninggalkan permukaan lateral pons. Disitu ia berdampingan dengan nervus
oktavus dan intermedius. Bertiga mereka masuk ke dalam os petrosum melalui
meatus akustikus internus.
Nervus fasialis keluar dari os petrosum kembali dan tiba di kavum
timpani.Kemudian turun dan sedikit membelok ke belakang dan keluar dari tulang
tengkorak melalui foramen stylomastoideum. Pada waktu ia turun ke bawah dan
membelok ke belakang di kavum timpani, disitu ia tergabung dengan ganglion
genikulatum. Ganglion tersebut merupakan sel induk dari serabut penghantar impuls
pengecap yang dinamakan korda timpani.Juluran sel-sel tersebut yang menuju ke
batang otak ialah nervus intermedius.Di samping itu ganglion tersebut memberikan
cabang-cabang kepada ganglion otikum dan sfenopalatinum yang menghantarkan
impuls sekremotorik untuk kelenjar lendir.Liang os petrosum yang mengandung
nervus fasialis dinamakan akuaduktus fallopi atau kanalis fasialis. Disitu nervus
fasialis memberikan cabang untuk muskulus stapedius dan lebih jauh sedikit ia
menerima serabut-serabut korda timpani. Berkas saraf ini menuju ke tepi atas
gendang telinga dan membelok ke depan. Melalui kondilus anterior ia keluar dari
tengkorak dan tiba di bawah muskulus pterigoideus eksternus. Disitu korda timpani
menggabungkan diri pada nervus lingualis yang merupakan cabang dari nervus
mandibularis. Korda timpani menghantarkan impuls pengecap dari 2/3 bagian depan
lidah.
Sebagai saraf motorik mutlak, nervus fasialis keluar dari foramen
stylomastoideum dan memberikan cabang-cabang kepada m. stylohyoid dan venter
posterior m. digastricus dan m. occipitalis.Pangkal sisanya menuju ke glandula
parotis. Disitu ia bercabang-cabang lagi untuk mempersarafi otot wajah dan platysma.
Perjalanan nervus fasialis
2.4. gangguan/kelumpuhan yang dapat terjadi pada nervus fasialis
2.5. Cara menegakkan diagnosis
Anamnesis
Keluhan Utama
Riwayat Penyakit sekarang
Riwayat Penyakit terdahulu
Riwayat Penyakit keluarga
Riwayat Kebiasaan
Pemeriksaan FisiskKesadaran Keadaan umum Tinggi Badan
Tanda VitalTekanan darah : 100/80 mmHgNadi : 90 x/menitSuhu : 37.6 oCPernafasan : 16 x/menit
Pemeriksaan motorik N.VII perifer : 1. m. frontalis Mengangkat alis ke atas
2. m. sourcilier Mengerutkan alis 3. m. piramidalis Angkat & kerutkan hidung ke atas 4. m. orbikularis okuli Pejam mata sekuatnya5. m. zigomatikus Tertawa lebar sehingga tampak gigi 6. m. levator komunis Memoncongkan mulut ke depan sampai terlihat gigi 7. m. businator Menggembungkan kedua2 pipi 8. m. orbikularis oris bersiul 9. m. triangularis Tarik kedua sudut bibir ke bawah 10. m. mentalis Memoncongkan mulut yg tertutup rapat ke depan
2.6. Diagnosis
Dari tanda dan gejala yang dialami oleh pasien, yakni setelah anestesi pada
gigi 48 pasien mengeluh pipi miring disertai salah satu kelopak mata tidak bisa
ditutup, disimpulkan bahwa diagnosis pada kasus adalah paralisis nervus fasialis.
Paralisis Nervus Fasialis
2.7. Defenisi Paralisis Nervus Fasialis
Paralisis nervus fasialis yaitu suatu kelumpuhan pada nervus fasialis yang
disebabkan adanya kerusakan pada akson, sel Schwan dan selubung myelin yang
dapat bersifat temporer (sementara) dan permanen.Bersifat temporer ketika nervus
fasialis terkena ketika melakukan anestesi lokal, sedangkan bersifat permanen ketika
nervus fasialis terpotong secara tidak sengaja.
2.8. Mekanisme Paralisis Nervus Fasialis
Ketika anestesi lokal diberikan, serabut motorik teranestesi oleh deposisi
anestesi lokal disekitarnya.Contohnya ketika anestetikum mengenai lobus yang dalam
dari glandula parotis, dimana saraf terminal dari enrvus fasialis memanjang.Juga pada
kasus terblokirnya serabut motoris pada quadratus labii inferior dan otot triangularis
sehingga terjadi paralisis bibir bawah.
2.9. Etiologi Paralisis Nervus Fasialis
Dalam bidang kedokteran gigi, etiologi paralisis nervus fasialis sebagai
berikut :
Masuknya anestetikum pada glandula parotis yang terletak di bagian posterior
ramus mandibular, berbatasan dengan m.pterygoideus medialis dan
m.masseter. Mengarahkan jarum terlalu ke posterior atau secara tidak sengaja
membelokkan dalam arah posterior selama blok nervus alveolaris inferior,
atau memasukkan jarum berlebihan pada blok Vazirani-Akinosi dapat
menyebabkan jarum masuk ke kelenjar parotis. Jika didepositkan anestetikum
dapat terjadi paralisis dimana memblokir daerah serviko fasial atau kortiko
temporal dari nervus fasialis
Infiltrasi anestetikum yang berlebihan pada anestesi blok infraorbital yang
menyebabkan paralisis otot ekstra-okular
Kesalahan penyuntikan yang menyebabkan terblokirnya serabut motoris pada
quadratus labii inferior dan otot triangularis, menyebabkan paralisis bibir
bawah
Adanya sumber infeksi di daerah mulut (radang parotis)
Trauma pada waktu operasi sendi temporomandibular. Misalnya trauma pada
bagian kondilus mandibula akan menyebabkan gangguan pada pleksus saraf
fasialis pada bagian atas
Trauma sewaktu pembuangan tumor glandula parotis (terpotongnya nervus
fasialis) dimana terjadi gangguan pada pleksus saraf fasialis bagian bawah
Fraktur pada ramus mandibula yang dapat mengakibatkan putusnya saraf
fasialis
Lesi Upper Motor Neuron (UMN) dan Lower Motor Neuron (LMN). Lesi
UMN meliputi tumor dan lesi vaskuler. Lesi LMN, dimana penyebab pada
pons meliputi tumor, lesi vaskuler dan siringobulbia. Pada fossa posterior
meliputi neuroma akustik, meningioma, meningitis kronik. Pada pars petrosa
os temporalis dapat terjadi Bell’s Palsy, fraktur, sindroma Rumsay Hunt dan
otitis media
Gangguan pembuluh darah misalnya thrombosis arteri karotis, arteri
maksilaris dan arteri serebri media
Kongenital. Umumnya bersifat irreversible dan terdapat bersamaan dengan
anomaly pada telinga dan tulang pendengaran
Infeksi. Sebagai akibat dari infeksi pada intracranial atau infeksi telinga
tengah dapat menyebabkan kelumpuhan nervus fasialis. Infeksi intracranial
yang menyebabkan kelumpuhan ini antara lain Sindrom Ramsey-Hunt, herpes
opticus dan infeksi telinga tengah yaitu otitis media akut dan otitis media
supuratif kronis yang telah merusak kanal faloppi. Lesi telinga tengah dapat
mengakibatkan hilangnya rasa kecap unilateral, namun sangat jarang terjadi
Tanda dan Gejala paralisis Nervus fasialis
Secara umum, pasien tidak akan mampu menutup sebelah matanya, refleks
menutup mata untuk protektif tidak ada. Kornea mempertahankan persarafannya,
sehingga ketika mata mengalami iritasi, refleks kornea tidak ada sehingga air mata
akan mengalir untuk melindungi kornea mata. Wajah pasien juga terlihat
miring.Lipatan nasolabial hilang, sudut mulut turun dan bibir tertarik ke sisi yang
sehat. Pasien akan mengalami kesulitan mengunyah dan menelan dimana air ludah
akan keluar dari sudut mulut yang turun.
Tindakan dan Perawatan
Tindakan yang dilakukan pada pasien yaitu :
Tenangkan pasien. Jelaskan bahwa keadaan tersebut hanya bersifat sementara
dan akan berlalu dalam beberapa jam tanpa efek/gejala yang tersisa. Jelaskan
bahwa itu disebabkan oleh aksi anestetikum terhadap nervus fasialis yang
merupakan saraf motoris otot ekspresi wajah
Tutup mata pasien yang terkena dengan penutup mata hingga tonus otot
kembali. Instruksikan pasien untuk secara periodik menutup kelopak mata
bawah untuk melindungi kornea
Jika pasien menggunakan kontak lensa, kontak lensa harus dikeluarkan dan
disimpan hingga pergerakan otot kembali normal
Catat kejadian tersebut pada kartu status pasien
Meskipun tidak ada kontraindikasi untuk melakukan anestesi ulang pada
pasien, akan lebih baik bila prosedur tidak dilanjutkan
Lakukan fisioterapi berupa massage otot wajah. Massage dilakukan perlahan
kea rah atas pada otot yang terkena selama 5-10 menit. Pasien dilatih untuk
melakukan sendiri di rumah 2-3 kali sehari.
Pemberian obat-obatan kortison atau prednison yang merupakan golongan
kortikosteroid yang mempunyai efek anti inflamasi. Aktivitas anti inflamasi
ini berhubungan dengan konsentrasi hormon steroid pada daerah inflamasi,
dimana steroid akan menurunkan reaksi inflamasi dengan menghambat
peningkatan permeabilitas kapiler yang ditimbulkan oleh inflamasi akut
Operasi, yaitu dekompresi nervus fasialis, nerve graft dan operasi plastik.
Operasi dilakukan apabila :
o Tidak ada penyembuhan setelah beberapa lama (1-2 tahun)
o Pada pemeriksaan elektrik terdapat denervasi total
o Tidak ada penyembuhan setelah pemberian obat-obatan
Prognosis
Prognosis pada umumnya baik karena hanya bersifat temporer dan dapat
kembali seperti sedia kala dalam beberapa jam. Prognosis buruk apabila paralisis
bersifat permanen sehingga perlu dilakukan operasi saraf yang umumnya hanya akan
berakhir dengan kelumpuhan.
BELL’S PALSY
Defenisi
Bell’s Palsy merupakan salah satu gangguan neurologik yang paling sering
mempengaruhi nervus cranialis. Gangguan ini berupa paresis atau paralisis fasial
perifer yang terjadi tiba-tiba, bersifat unilateral tanpa penyebab yang jelas. Sindroma
paralisis fasial idiopatik ini pertama kali dijelaskan lebih dari satu abad yang lalu oleh
Sir Charles Bell, meskipun masih banyak kontroversi mengenai etiologi dan
penatalaksanaannya, Bell’s Palsy merupakan penyebab paralisis fasial yang paling
sering di dunia.
Patofisiologi
Patofisiologi pasti gangguan ini tidak diketahui; hal ini masih diperdebatkan.Sebuah
teori yang paling sering dipakai adalah inflamasi yang terjadi pada nervus fasialis.
Selama proses ini, diameter nervus bertambah dan menjadi terdesak oleh tulang
temporal. Nervus fasialis berjalan melalui bagian tulang temporal yang disebut
kanalis fasialis.Bagian pertama kanalis fasialis (segmen labirintus) merupakan yang
paling sempit. Lubang kecil (diameter sekitar 0,66 mm) pada segmen ini disebut
foramen meatal.Nervus fasialis ditinjau dari perjalanannya yang melalui kanalis
fasialis yang sempit. Maka secara logis dapat terjadi berbagai proses inflamasi,
demielinisasi, iskemia atau penekanan yang kemudian dapat merusak kondisi neuron
pada jalur anatomis ini.
Frekuensi
Di Amerika Serikat, insiden Bell’s Palsy adalah sekitar 23 kasus per 100.000 orang.
Kondisi ini memperngaruhi sekitar 1 orang pada 65 kehidupan. Di dunis, insiden
penyakit kurang lebih sama dengan Amerika Serikat.
Akibat yang Ditimbulkan
Bell’s Palsy dapat menyebabkan gangguan estetik, fungsional dan psikologis pasien
yang mengalami disfungsi nervus residual selama fase penyembuhan atau pada
pasien dengan penyembuhan yang tidak sempurna.
Paralisis parsial
Sinkinesis motorik ( gerakan involunter yang menyertai gerakan volunter)
Sinkinesis otonom (lakrimasi involunter setelah gerakan otot volunter)
Faktor yang Mempengaruhi
Ras. Insiden Bell’s Palsy tampak cukup tinggi pada orang-orang keturunan
Jepang
Jenis kelamin. Tidak ada perbedaan distribusi jenis kelamin pada pasien
dengan Bell’s Palsy
Usia. Usia mempengaruhi probabilitas kontraksi Bell’s Palsy. Insiden paling
tinggi pada orang dengan usia antara 15-45 tahun. Bell’s Palsy lebih jarang
pada orang-orang yang berusia dibawah 15 tahun dan yang berusia diatas 60
tahun.
Gejala Klinis
Riwayat. Hampir semua pasien yang dibawa ke ruang gawat darurat merasa
bahwa mereka menderita stroke atau tumor intrakranial. Hampir semua
keluhan yang disampaikan adalah kelemahan pada salah satu sisi wajah.
Nyeri postauricular. Hampir 50% pasien menderita nyeri di region mastoid.
Nyeri sering muncul secara simultan disertai dengan paresis, tetapi paresis
muncul dalam 2-3 hari pada sekitar 25% pasien.
Aliran air mata. 2/3 pasien mengeluh mengenai aliran air mata mereka. Ini
disebabkan akibat penurunan fungsi orbicularis oculi dalam mengalirkan air
mata. Hanya sedikit air mata yang dapat mengalir hingga saccus lacrimalis
dan terjadi kelebihan cairan. Produksi air mata tidak dipercepat.
Perubahan rasa. Hanya 1/3 pasien mengeluh tentang gangguan rasa, 4/5
pasien menunjukkan penurunan rasa. Hal ini terjadi akibat hanya setengah
bagian lidah yang terlibat.
Mata kering
Hyperacusis. Kerusakan toleransi pada tingkatan tertentu pada hidung akibat
peningkatan iritabilitas mekanisme neuron sensoris.
Pemeriksaan Fisik
Gambaran paralisis wajah mudah dikenali pada pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan yang lengkap dan tepat dapat menyingkirkan kemungkinan penyebab
lain paralisis wajah. Pikirkan etiologi lain jika semua cabang nervus fasialis tidak
mengalami gangguan.
Defenisi klasik Bell’s Palsy menjelaskan tentang keterlibatan mononeuron
dari nervus fasialis, meskipun nervus kranialis lain juga dapat terlibat. Nervus
fasialis merupakan satu-satunya nervus kranialis yang menunjukkan gambaran
gangguan pada pemeriksaan fisik karena perjalanan anatomisnya dari otak ke
wajah bagian lateral
Kelemahan dan / atau paralisis akibat gangguan pada nervus fasialis tampak
sebagai kelemahan seluruh wajah (bagian atas dan bawah) pada sisi yang
diserang. Perhatikan gerakan volunteer bagian atas wajah pada sisi yang
diserang.
Pada lesi supranuklear seperti stroke kortikal (neuron motorik atas; di atas
nucleus fasialis di pons), dimana 1/3 atas wajah mengalami kelemahan dan
2/3 bagian bawahnya mengalami paralisis. Muskulus orbicularis, frontalis dan
corrugator diinervasi secara bilateral, sehingga dapat dimengerti mengenai
pola paralisis wajah
Lakukan pemeriksaan nervus kranialis lain; hasil pemeriksaan biasanya
normal
Membran timpani tidak boleh mengalami inflamasi; infeksi yang tampak
meningkatkan kemungkinan adanya otitis media yang mengalami komplikasi
Etiologi
Etiologi Bell’s palsy hingga saat ini masih tidak jelas, meskipun penyebab
vaskuler, infeksi, genetik dan imunologis telah dicari. Pasien-pasien dengan penyakit
atau kondisi lain kadang-kadang juga mengalami Palsy nervus fasialis perifer, tetapi
gangguan ini tidak digolongkan sebagai Bell’s Palsy.
Infeksi virus. Data klinis dan epidemiologis menunjukkan adanya suatu
infeksi pada awal gangguan, yang mencetuskan respon imunologis, shingga
terjadi kerusakan nervus fasialis. Kuman-kuman patogem yang mungkin
adalah Herpes Simpleks Virus Tipe 1 (HSV-1); Herpes Simpleks Virus Tipe 2
(HSV-2); Human Herpes Virus (HHV); Varicella Zoster Virus (VZV);
Mycoplasma Pneumonia; Borrelia Burgdorferi; Influenza B; Adenovirus;
Coxsackie Virus; Virus Eibsein-Barr; Hepatitis A, B dan C; Cytomegalovirus
(CMV); dan virus rubella
Kehamilan. Bell’s Palsy jarang terjadi pada kehamilan, tetapi prognosis
adalah lebih buruk pada wanita hamil dengan Bell’s Palsy daripada wanita
tidak hamil yang menderita penyakit ini
Genetik. Tingkat rekurensi (4,5-15%) dan insiden familial (4,1%) telah
dinyatakan dalam berbagai penelitian. Faktor genetik mungkin berperan pada
Bell’s Palsy, tetapi mengenai faktor mana yang diwariskan masih belum jelas
Pengobatan
Pengobatan awal bagi pasien dengan Bell’s Palsy di ruang gawat darurat
adalah penanganan farmakologis. Perawatan selanjutnya adalah edukasi pasien,
anjuran perawatan mata dan perawatan lanjutan yang sesuai.
Perawatan farmakologis.
o Steroid. Pengobatan Bell’s Palsy dengan menggunakan steroid masih
merupakan suatu kontroversi. Berbagai artikel penelitian telah
diterbitkan mengenai keuntungan dan kerugian pemberian steroid pada
Bell’s Palsy. Para peneliti lebih cenderung memilih menggunakan
steroid untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Bila telah diputuskan
untuk menggunakan steroid, maka harus segera dilakukan konsensus.
o Zat antiviral. Meskipun pada penelitian yang pernah dilakukan masih
kurang menunjukkan efektifitas obat-obat antiviral pada Bell’s Palsy,
hampir semua ahli percaya pada etiologi virus. Oleh karena itu, zat
antiviral merupakan pilihan yang logis sebagai penatalaksanaan
farmakologis dan sering dianjurkan pemberiannya.
Perawatan mata. Mata sering tidak terlindungi pada pasien-pasien dengan
Bell’s Palsy. Sehingga pada mata beresiko terjadinya kekeringan kornea dan
terpapar benda asing. Atasi dengan pemberian ari mata pengganti, lubrikan
dan pelindung mata.
o Air mata pengganti digunakan selama pasien terbangun untuk
mengganti air mata yang kurang atau tidak ada
o Lubrikan digunakan saat sedang tidur. Dapat juga digunakan saat
terbangun jika air mata pengganti tidak cukup melindungi mata. Salah
satu kerugiannya adalah pandangan kabur selama pasien terbangun
o Kacamata atau pelindung yang dapat melindungi mata dari jejas dan
mengurangi kekeringan dengan menurunkan jumlah udara yang
mengalami kontak langsung dengan kornea.
Konsultasi. Dokter yang menangani pasien ini harus melakukan pemeriksaan
lanjutan yang ketat. Dokumentasi yang dilakukan harus mencakup kemajuan
penyembuhan pasien. Berbagai pendapat muncul mengenai perlunya rujukan
ke dokter spesialis. Indikasi untuk merujuk adalah sebagai berikut :
o Ahli neurologi. Bila dijumpai tanda-tanda neurologik pada
pemeriksaan fisik dan tanda-tanda yang tidak khas dari Bell’s Palsy,
maka segera dirujuk
o Ahli penyakit mata. Bila terjadi nyeri okuler yang tidak jelas atau
gambaran yang abnormal pada pemeriksaan fisik, pasien harus dirujuk
untuk pemeriksaan lanjutan
o Ahli otolaryngology. Pada pasien-pasien dengan paralisis persisten,
kelemahan otot wajah yang lama, atau kelemahan yang rekuren,
sebaiknya dirujuk
o Ahli bedah. Pembedahan untuk membebaskan nervus fasialis kadang
dianjurkan untuk pasien dengan Bell’s Palsy. Pasien dengan prognosis
yang buruk setelah pemeriksaan nervus fasialis atau paralisis persisten
cukup baik untuk dilakukan pembedahan.
Obat – Obatan
Hampir semua pasien dapat sembuh tanpa pengobatan, maka dokter dapat
menangani pasien tanpa pemberian pengobatan. Pilihannya adalah menunggu, tetapi
beberapa individu dengan Bell’s Palsy tidak sembuh sempurna. Dua jenis obat
dibawah ini menurut penelitian cukup efektif mengobati penyakit ini.
Kortikosteroid. Memiliki efek anti inflamasi dan dapat menyebabkan berbagai
efek metabolik. Mengubah respon imun tubuh untuk menghasilkan rangsang.
Nama Obat Prednisone (Deltasone, Orasone, Sterapred). Efek farmakologis yang
berguna adalah efek anti inflamasinya, yang menurunkan kompresi nervus
fasialis di kanalis fasialis
Dosis Dewasa 1 mg/kg/hari peroral selama 7 hari
Dosis Pediatrik Pemberian sama dengan dosis dewasa
Kontraindikasi Pernah dilaporkan adanya hipersensitivitas; infeksi virus, jamur, jaringan
konektif, dan infeksi kulit tuberkuler; penyakit tukak lambung; disfungsi
hepatik; penyakit gastrointestinal
Interaksi Obat Pemberian bersamaan dengan estrogen dapat menurunkan klirens
prednisone; penggunaan dengan digoksin dapat menyebabkan toksisitas
digitalis akibat hypokalemia; fenobarbital, fenitoin dan rifampin dapat
meningkatkan metabolism hypokalemia bila pemberian bersama dengan
obat diuretik
Kehamilan Biasanya aman, tetapi keuntungan obat ini dapat memperberat resiko
Perhatian Penghentian pemberian glukokortikoid secara tiba-tiba dapat
menyebabkan krisis adrenal; hiperglikemia, edema, osteonecrosis,
miopati, penyakit tukak lambung, hypokalemia, osteoporosis, euphoria,
psikosis, myasthenia gravis, penurunan pertumbuhan, dan infeksi dapat
muncul dengan penggunaan bersama glukokortikoid
Antiviral. Infeksi herpes simpleks merupakan penyebab paling sering dari
Bell’s Palsy. Acyclovir merupakan yang paling sering digunakan, tetapi
antiviral lain mungkin lebih sesuai.
Nama Obat Acyclovir (Zovirax). Menunjukkan aktivitas hambatan langsung melawan
HSV-1 dan HSV 2, dan sel yang terinfeksi secara selektif
Dosis Dewasa 4000 mg/ 24 jam peroral selama 7-10 hari
Dosis Pediatrik < 2 tahun tidak dianjurkan
>2 tahun 1000 mg peroral dibagi 4 dosis selama 10 hari
Kontraindikasi Pernah dilaporkan adanya hipersensitivitas
Interaksi Obat Pemberian bersamaan dengan probenecid atau zidovudine dapat
memperpanjang waktu paruh dan meningkatkan toksisitas acyclovir
terhadap SSP
Kehamilan Keamanan penggunaan selama kehamilan belum pernah dilaporkan
Perhatian Hati-hati pada gagal ginjal atau bila menggunakan obat yang bersifat
nefrotoksik
Prognosis
Perjalanan Bell’s Palsy bervariasi mulai dari penyembuhan awal yang komplit
pada jejas nervus disertai dengan gejala sisa yang permanen.Secara prognostik,
pasien terbagi dalam tiga kelompok dengan sejumlah gejala sisa pada masing-masing
kelompok.
Kelompok 1 mengalami perbaikan fungsi motorik wajah secara sempurna
tanpa disertai gejala sisa
Kelompok 2 mengalami perbaikan fungsi motorik wajah yang tidak
sempurna, tetapi tidak mengalami defek kosmetik pada mata yang tidak
dilatih
Kelompok 3 mengalami gejala sisa neurologik yang berat yang tampak secara
kosmetik dan klinis
Hampir semua pasien mengalami paralisis fasial incomplete selama fase
akut.Kelompok pasien ini memiliki prognosis yang baik untuk sembuh sempurna.
Pasien yang mengalami paralisis komplit lebih beresiko mengalami gejala sisa yang
berat.
Dari semua pasien dengan Bell’s Palsy, 85% sembuh sempurna. 10% sedikit
terganggu dengan otot wajah yang asimetris, sementara 5% sisanya mengalami gejala
sisa yang berat.
Edukasi Pasien
Perawatan mata :
Lindungi mata dari paparan benda asing dan cahaya matahari
Berikan lubrikasi yang cukup
Edukasi pasien untuk segera berobat jika terjadi gangguan okuler yang
baru seperti nyeri, sulit digerakkan, atau perubahan visual
Dampak Apabila Kasus Tidak Ditangani
Paralisis nervus fasialis yang bersifat temporer pada kasus akan hilang dalam
beberapa jam, sehingga apabila tidak ditangani lebih lanjut tidak akan memberikan
dampak yang negatif. Karena meskipun tidak ditangani, paralisis tersebut pasti akan
hilang. Mungkin yang membedakan jika ditangani dengan tidak lebih dari durasi
waktu hingga paralisis tersebut benar-benar hilang.
.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Nervus fasialis (N.VII) merupakan nervus yang mempersarafi otot ekspresi
wajah, dari telinga dan kulit kepala serta struktur lainnya meliputi 2/3 bagian ventral
dorsum lidah dan beberapa kelenjar lain meliputi kelenjar lakrimalis,
submandibularis, sublingualis, nasalis, paranasalis dan palatina.
Apabila terjadi cedera pada nervus tersebut, akan terjadi kelumpuhan-
kelumpuhan, salah satunya yaitu paralisis nervus fasialis dan Bell’s Palsy. Paralisis
dalam bidang kedokteran gigi biasanya disebabkan oleh kesalahan saat melakukan
anestesi lokal dan bersifat temporer.Bell’s Palsy memiliki tanda dan gejala mirip
dengan paralisis, hanya saja penyebabnya tidak diketahui (idiopatik).
Tindakan yang dilakukan apabila pasien mengalami paralisis yaitu istirahat,
fisioterapi, pemberian obat-obatan kortikosteroid serta operasi bila keadaan tidak
membaik.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Malamed SF. 2004. Handbook of Local Anesthesia. 5th ed. St. Louis; Mosby co.
2. Monkhouse S. 2006. Cranial Nerve Functional Anatomy. 2nd ed. New York;
Cambridge University Press
3. Scully C. 1987. Medical Problems in Dentistry. 2nd ed. Bristol; Wright
4. Mardjono M, Sidharta P. 2010. Neurologi Klinis Dasar. 15th ed. Jakarta; Dian Rakyat
5. Antonio CR, Andreo JC, Menezes. 2009. Anatomy of the Facial Nerve and its
Implication in the Surgical Procedures. Int J Morphol. Vol.27 No.1