Download - Makalah Molahidatidosa
Wanita 36 tahun dengan Mola Hidatidosa
Margie Soflyta (102012388)
Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6, Kebon Jeruk – Jakarta Barat 11510
Telp. (021) 56942061. Fax (021) 5631731
Pendahuluan
Mola Hidatidosa adalah suatu penyakit trofoblas gestasional sebagai akibat
dari suatu kehamilan yang berkembang tidak sempurna. Walaupun penyakit ini
sudah cukup lamadikenal, namun sampai sekarang penyakit ini masih tetap aktual, karena
masih banyak hal-hal yang belum jelas. Penyakit ini dapat ditemukan diseluruh dunia dengan
angka kejadian yang be rbe da -beda . P enya k i t i n i l eb i h banyak d i t em ukan d i
nega ra -nega ra As i a dan Amerika Latin. Penyakit ini lebih banyak dijumpai pada
golongan sosio ekonomi rendah. Hampir semua wanita dengan penyakit trofoblastik
gestasional dapat disembuhkan dengan tetap mempertahankan fungsi reproduksinya. Berhubung
dengan kemungkinan bahwa mola hidatidosa dapat menjadi ganas, maka terapi yang terbaik
pada wanita dengan usia yang sudah lanjut dan sudah mempunyai jumlah anak yang sesuai
dengan yang diinginkan adalah histerektomi.
Insiden mola meningkat pada awal kehamilan dan akhir masa reproduksi. Menurut
kelompok penelitian Duke yang membandingkan sebanyak 2.202 pasien mola hidatidosa dengan
kelompok kontrol, didapati bahwa risiko menderita mola hidatidosa lebih tinggi pada usia 15
tahun atau lebih muda dan pada usia 40 tahun atau lebih tua. Insiden yang lebih rendah secara
signifikan pada rentang usia 20-29 tahun. Risiko relatif terbesar adalah pada usia 50 tahun atau
lebih. Tampaknya tidak ada perbedaan paritas antara kehamilanmola dengan kehamilan normal.
Usia dan paritas tidak mempengaruhi hasil kehamilan mola secara klinis. Usia kehamilan saat
diagnosis mola ditegakkan tidak mempengaruhi sekuele selanjutnya. Insiden mola ulangan
dilaporkan sebanyak 0,6-2% dari seluruh kehamilan yang terjadi setelahnya di Asia dan Amerika
Utara. Penderita dengan kehamilan mola hidatidosa ulangan tersebut mempunyai risiko yang
meningkat menjadi penyakit trofoblas ganas yang persisten pada fase penyakit mola
berikutnya.1,2
Anamnesis
Mola hidatidosa biasanya didiagnosis pada kehamilan trimester pertama. Dari anamnesis,
didapatkan gejala-gejala hamil muda dengan keluhan perdarahan pervaginam yang sedikit atau
banyak. Pasien juga dapat ditanyakan apakah terdapat riwayat keluar gelembung mola yang
dianalogikan seperti mata ikan, riwayat hiperemesis, dan gejala-gejala tirotoksikosis.
Dari anamnesis yang pertama harus kita tahu adalah Biodata pasien dimana Mengkaji
identitas pasienyang meliputi nama, umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status
perkawinan, perkawinan ke berapa, lamanya perkawinan dan alamat, Keluhan utama, pada ibu
hamil atau orang sedang memeriksa kehamilan perlu kita tanya Riwayat Menstruasi apakah
teratur atau tidak? Pertama kali menarche umur berapa, Riwayat kehamilan, Riwayat Persalinan,
Riwayat Pernikahan, serta Riwayat penyakit dan obat-obatan.3
Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi1
Muka dan kadang-kadang badan terlihat pucat kekuning-kuningan yang disebut
muka mola (mola face)
Kalau gelembung mola keluar dapat dilihat dengan jelas
2. Palpasi1
Uterus lebih besar/membesar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan, teraba lembek
Tidak teraba bagian-bagian janin dan ballottement juga gerakan janin
Adanya fenomena harmonica: darah dan gelembung mola keluar dan fundus uteri
turun, lalu naik lagi karena terkumpulnya darah baru
3. Auskultasi1
Tidak terdengar bunyi denyut jantung janin
Terdengar bising dan bunyi khas
Pemeriksaan Penunjang4
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kadar beta-HCG kuantitatif, Kadar HCG lebih besar dari 100,000 µ/mL mengindikasikan
pertumbuhan trophoblastik sehat dan meningkatkan kecurigaan bahwa diagnosis
kehamilan mola dapat disingkirkan. Kehamilan mola memiliki kadar HCG yang tinggi
kadang normal. Penulis menemukan pada William Obstetric, terjadi peningkatan kadar
HCG yang lebih dari biasanya daripada yang diperkirakan untuk tahap gestasinya
b. Darah Rutin, Anemia merupakan komplikasi medis yang umum, dapat juga terjadi
koagulopati. Waktu perdarahan, Pemeriksaan fungsi ini untuk menyingkirkan diagnosis
koagulopati dan mengatasinya jika ditemukan Pemeriksaan fungsi hati, Pemeriksaan
Blood urea nitrogen (BUN) dan kreatinin, Thyroxin Walaupun wanita dengan kehamilan
mola biasanya secara klinis euthyroid, kadar thyroxin plasma biasanya meningkat dari
angka normal untuk kehamilan. Hyperthyroidisme dapat menjadi gejala utama,
Seruminhibin A dan activin A Serum inhibin A dan activin A telah memperlihatkan
peningkatan 7 hingga 10 kali lebih besar pada kehamilan mola dibandingkan dari
kehamilan normal pada usia kehamilan yang sama. Adanya penurunan inhibin A dan
activin A setelah pengangkatan mola dapat berguna untuk memonitor remisi
2. Gambaran Radiologi
a. Ultrasonography merupakan baku emas untuk mengidentifikasi baik mola sempurna
maupun parsial. Gambaran khas, dengan menggunakan teknologi USG pada
umumnya, yaitu adanya pola badai salju (Snowstorm) mengindikasikan vilichorionik
yang hydropic. USG resolusi tinggi memperlihatkan adanya massa kompleks
intrauterin yang mengandung banyak kista-kista kecil
b. Ketika kehamilan mola di diagnosa, pemeriksaan thorax x-ray sebaiknya dilakukan.
Paru-paru merupakan tempat metastasis paling utama terjadinya tumor trophoblastik
c. Foto rontgen abdomen : tidak terlihat tulang-tulang janin (pada kehamilan 3 – 4
bulan)
3. Gambaran Histologik
a. Mola Sempurna: Jaringan fetus tidak ditemukan dan proliferasi trophoblastik berat,
hydropic villi, dan kromosom 46,XX or 46,XY didapatkan. Sebagai tambahan, mola
sempurna memperlihatkan peningkatan ekspresi (dibandingkan dengan plasenta
normal) dari beberapa faktor pertumbuhan termasuk c-myc, epidermal growth factor,
dan c-erb B-2
b. Mola Parsial: Jaringan fetus biasanya ditemukan dalam bentuk amnion dan sel darah
merah janin. Hydropic villi dan proliferasi trophoblastic juga ditemukan
4. Uji Sonde, Sonde (penduga rahim) dimasukkan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam
kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan, sonde diputar setelah ditarik
sedikit, bila tetap tidak ada tahanan, kemungkinan mola (cara Acosta-Sison)
Working Diagnosis
Mola hidatidosa, Hamil anggur atau mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal berupa
tumor jinak yang terjadi sebagai akibat kegagalan pembentukan “bakal janin”, sehingga
terbentuk jaringan permukaan membran (vili) mirip gerombolan buah anggur.Tumor jinak mirip
anggur tersebut asalnya dari trofoblas, yakni sel bagian tepi ovum atau sel telur, yang telah
dibuahi, yang nantinya melekat di dinding rahim dan menjadi plasenta (tembuni) serta membran
yang memberi makan hasil pembuahan.
Mola hidatidosa dapat dibagi menjadi a) Mola Hidatidosa Sempurna Villi korionik
berubah menjadi suatu massa vesikel – vesikel jernih. Ukuran vesikel bervariasi dari yang sulit
dilihat, berdiameter sampai beberapa sentimeter dan sering berkelompok – kelompok
menggantung pada tangkai kecil. Temuan Histologik ditandai oleh: Degenerasi hidrofobik dan
pembengkakan Stroma Vilus, Tidak adanya pembuluh darah di vilus yang membengkak,
Proliferasi epitel tropoblas dengan derajat bervariasi, Tidak adanya janin dan amnion. Mola
sempurna tidak memiliki jaringan fetus. 90% merupakan genotip 46XX dan sisanya 46XY. Vili
korionik berubah menjadi suatu massa vesikel-vesikel jernih. Mola sempurna dapat dibagi atas 2
jenis, yaitu :
1. Sempurna androgenetic
a. Homozygous
- Merupakan 80% dari kejadian mola sempurna.
- Dua komplemen kromosom paternal identik, didapatkan dari duplikasi kromosom haploid
seluruhnya dari ayah.
- Selalu perempuan; 46,YY tidak pernah ditemukan
b. Heterozygous
- Merupakan 20% dari kejadian mola sempurna.
- Dapat laki-laki atau perempuan.
- Semua kromosom berasal dari kedua orang tua, kemungkinan besar terjadi karena
pembuahan dua sperma.
2. Mola sempurna biparental
Genotip ayah dan ibu terlihat namun gen maternal gagal mempengaruhi janin sehingga
hanya gen paternal yang terekspresi.
- Mola sempurna biparental jarang ditemukan.
- Bentuk rekuren mola biparental (yang merupakan familial dan sepertinya diturunkan
sebagai autosomal resesif) pernah ditemukan. Al-Hussaini menjelaskan seri 5 wanita dengan
9 kehamilan mola berturut-turut.
- Telah ditemukan daerah kromosom yang menjadi calon yaitu 19q13. Presentasi klinis yang
tipikal pada kehamilan mola sempurna dapat di diagnosis pada trimester pertama sebelum
onset gejala dan tanda muncul.
- Perdarahan vagina : Gejala yang paling sering terjadi pada mola sempurna yaitu perdarahan
vagina. Jaringan mola terpisah dari desidua dan menyebabkan perdarahan. Uterus dapat
menjadi membesar akibat darah yang jumlahnya besar dan cairan merah gelap dapat keluar
dari vagina. Gejala ini terjadi pada 97% kasus Mola hidatidosa.
- Hiperemesis: Pasien juga melaporkan mual dan muntah yang hebat. Ini diakibatkan
peningkatan kadar human chorionic gonadotropin (HCG).
- Hiperthyroidisme: Sekitar 7% pasien juga datang dengan takikardia, tremor, dan kulit
hangat
Selain Mola Sempurna ada juga b) Mola Hidatidosa Parsial, Apabila perubahan hidatidosa
bersifat fokal dan kurang berkembang, dan mungkin tampak sebagai jaringan janin. Terjadi
perkembangan hidatidosa yang berlangsung lambat pada sebagian villi yang biasanya avaskular,
sementara villi–villi berpembuluh lainnya dengan sirkulasi janin plasenta yang masih berfungsi
tidak terkena. Pasien dengan mola parsial tidak memiliki manifestasi klinis yang sama pada
mola sempurna. Pasien ini biasanya datang dengan tanda dan gejala yang mirip dengan aborsi
inkomplit atau missed abortion yakni Perdarahan vagina dan hilangnya denyut jantung janin,
Pada mola parsial, jaringan fetus biasanya didapatkan, eritrosit dan pembuluh darah fetus pada
villi merupakan penemuan yang seringkali ada. Komplemen kromosomnya yaitu XXX atau
XXY. Ini diakibatkan dari fertilisasi ovum haploid dan duplikasi kromosom haploid paternal
atau akibat pembuahan dua sperma. Tetraploidi juga biasa didapatkan. Seperti pada mola
sempurna, ditemukan jaringan trofoblastik hyperplasia dan pembengkakan villi chorionic.2,4
Diagnosis Banding
Koriokarsinoma
Penyebab dari koriokarsinoma belum diketahui secara pasti.Koriokarsinoma merupakan
suatu trofoblas normal yang cenderung menjadi invasif dan menyebabkan erosi pada pembuluh
darah yang berlebihan. Metastase sering terjadi lebih dini dan biasanya sering melalui pembuluh
darah, jarang melalui getah bening. Tempat metastase yang paling sering adalah pada paru-paru
dan kemudian vagina. Padabeberapa kasus metastase dapat terjadi pada vulva, ovarium, hepar,
ginjal, dan otak.
Koriokarsinoma adalah merupakan tumor ganas yang dapat timbul dari jaringan
trofoblastik beberapa minggu sampai beberapa tahun setelah semua jenis kehamilan. walaupun
50% pasien yang mengenai koriokarsinoma mempunyai kehamilan mola sebelumnya, 25%
mengenai penyakit setelah jangka nornal kehamilan. aborsi, atau kehamilan ektopik.
Koriokarsinoma trofoblastik menginvasi dinding uterus, menyebabkan kerusakan pada jaringan
rahim, nekrosis, dan perdarahan. Tumor ini sering bermetastasis dan biasanya secara hematogen
menyebar ke paru-paru, vagina, pelvis, otak, hati, usus, dan ginjal. Koriokarsinoma adalah
aneuploid dan dapat heterozigot tergantung pada jenis kehamilan dari mana koriokarsinoma
muncul. Jika mola hidatidosa mendahului koriokarsinoma, kromosom berasal dari paternal.
Kromosom maternal dan paternal hadir jika suatu istilah koriokarsinoma mendahului kehamilan.
Dari koriokarsinoma, 50% adalah didahului dengan molahidatidosa, 25% oleh aborsi, 3% oleh
kehamilan ektopik, dan yang lain 22% dengan jangka penuh kehamilan.5
Abortus
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar
kandungan dan sebagai batasan digunakan kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin
kurang dari 500 gram. Abortus harus diduga bila seorang wanita dalam masa reproduksi
mengeluh tentang perdarahan pervaginam setelah mengalami haid terlambat, sering terdapat pula
rasa mules. Kecurigaan tersebut diperkuat dengan ditemukannya kehamilan muda pada
pemeriksaan bimanual dan dengan tes kehamilan. Pada pemeriksaan USG tampak daerah
anekhoik didalam kavum uteri yang bentuknya kadang-kadang menyerupai kantong gestasi,
sehingga dapat disalahtafsirkan sebagai kehamilan ganda. Derah anekhoik tersebut berasal dari
perdarahan subkorionik. Gambaran USG pada abortus inkomplitus tidak spesifik. Tergantung
dari usia gestasi dan banyaknya sisa jaringan konsepsi uterus mungkin masih memebesar,
walaupun tidak sesuai lagi dengan usia kehamilan. Kavum uteri mungkin berisi kantong gestasi
yang bentuknya tidak utuh lagi.5
Etiologi
Walaupun penyakit ini sudah dikenal sejak abad ke-6, tetapi sampai sekarang belum
diketahui dengan pasti penyebabnya. Berbagai teori telah diajukan, misalnya :
1. Teori infeksi
2. Teori defisiensi makanan, terutama protein tinggi
3. Teori kebangsaan
4. Teori consanguinity
Teori yang paling cocok dengan keadaan adalah teori dari Acosta Sison yaitu defisiensi
protein, karena kenyataan membuktikan bahwa penyakit ini lebih banyak ditemukan pada wanita
dari golongan sosial ekonomi rendah. Berkowitz menyebutkan bahwa mola dapat disebabkan
karena defisiensi lemak hewani dan vitamin karoten larut lemak. Prevalensi defisiensi vitamin A
sesuai dengan lokasi geografik dimana terdapat insiden mola yang tinggi. Walaupun sayuran
kaya karoten terdapat di kawasan ini, namun terdapat defisiensi diet lemak untuk mengabsorbsi
karoten.6
Pada suatu studi case-control dari Baltimore, faktor-faktor yang didapati berhubungan
dengan Neoplasia Trophoblastic Gestational meliputi pekerjaan profesional, riwayat abortus
spontan terdahulu, dan rata-rata jumlah bulan dari kehamilan yang lalu sampai kehamilan indeks.
Sedangkan riwayat kontrasepsi, radiasi, golongan darah ABO, dan faktor merokok tidak
berhubungan dengan kejadian mola hidatidosa. Adapun kelompok-kelompok risiko tinggi yaitu
usia kurang dari 20 tahun, sosial ekonomi kurang, jumlah paritas tinggi, dan riwayat kehamilan
mola sebelumnya. Penyebab mola Hidatidosa sampai saat ini belum diketahui secara pasti.
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya mola hidatidosa adalah:
1. Faktor ovum- Ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat
dikeluarkan.
2. Imunoselektif dari trofoblast.
3. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah sehingga mengakibatkan rendahnya asupan protein,
asam folat, dan beta karoten.
4. Jumlah paritas yang tinggi
5. Usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun.
6. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas
7. Penggunaan kontrasepsi oral untuk jangka waktu yang lama
8. Riwayat mola Hidatidosa sebelumnya.
9. Riwayat abortus spontan
Patogenesis
Ada beberapa teori yang dianjurkan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit
trofoblas. Pertama, missed abortion yaitu mudigah mati pada kehamilan 3-5 minggu, karena itu
terjadi gangguan peredaran darah sehingga terjadi penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim
dari vili dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung. Menurut Reynolds, kematian
mudigah itu disebabkan kekurangan gizi berupa asam folat dan histidin pada kehamilan hari ke
13 dan 21. Hal ini yang menyebabkan gangguan angiogenesis.5
Kedua, teori neoplasma dari Park yang menyatakan bahwa yang abnormal adalah sel-sel
trofoblas yang mempunyai fungsi yang abnormal pula, dimana terjadi resorpsi cairan yang
berlebihan kedalam vili, sehingga timbul gelembung. Hal ini menyebabkan gangguan peredaran
darah dan kematian mudigah. Ada juga teori sitogenetika, yaitu mola hidatidosa komplit berasal
dari genom paternal (genotype 46 XX sering, 46 XY jarang, namun 46 XX-nya bersal dari
reproduksi haploid sperma dan tanpa kromoson dari ovum). Mola parsial mempunyai 69
kromoson terdiri dari kromoson 2 haploid paternal dan 1 haploid maternal (triploid, 69 XXX
atau 69 XXY dari 1 haploid ovum dan lainnya reduplikasi haploid paternal dari satu sperma atau
fertilisasi dispermia.
Secara ringkas, patologi mola hidatidosa sebagai berikut:
1. Uterus mengalami distensi oleh karena adanya gelembung mola yang translusen,
berdinding tipis, berbentuk seperti buah anggur dalam berbagai ukuran.
2. Adanya degenerasi hidrofik dari villi khorionik. Avaskuler dari villi khorionik
menyebabkan kematian dini dan absorbsi embrio.
3. Dijumpai proliferasi trofoblas dengan aktivitas miosis pada lapisan sinsitio dan
sitotrofoblas.
4. Terjadinya sekresi hCG, khorionik tirotropin, dan progesteron yang berlebihan. Dilain
pihak, produksi estrogen menurun karena suplai prekursor dari fetal tidak ada. Sekitar
50% kasus, dimana kadar hCG yang tinggi dapat menyebabkan kista luteum multipel di
ovarium. Kista dapat mencapai ukuran yang besar (10 cm atau lebih). Kista akan
menghilang dalam beberapa bulan (2-3 bulan) setelah evakuasi mola. Kadar hCG yang
tinggi juga dapat diketemukan diawal kehamilan normal.
Gejala klinis
Gejala yang dapat ditemukan pada mola hidatidosa adalah:
1. Adanya tanda-tanda kehamilan disertai dengan perdarahan pervaginam.
Perdarahan timbul mulai kehamilan 8 minggu, berwarna merah segar karena berasal dari
jaringan mola yang lepas dari dinding uterus. Kadang-kadang timbul bekuan darah yang
tersimpan dalam kavum uterus yang kemudian akan mencair dan keluar berwarna merah
ungu akibat proses oksidasi. Perdarahan biasanya intermitten, sedikit-sedikit atau
sekaligus banyak sehingga menyebabkan syok atau kematian, oleh karena itu umumnya
pasien mola hidatidosa masuk rumah sakit dalam keadaan anemia. Perdarahan uterus
abnormal yang bervariasi dari spotting sampai perdarahan hebat merupakan gejala yang
paling khas dari kehamilan mola dan pertama kali terlihat antara minggu keenam dan
kedelapan setelah amenore. Sekret berdarah yang kontinyu atau intermitten dapat
berkaitan dengan keluarnya vesikel-vesikel yang menyerupai buah anggur.
2. Hiperemesis gravidarum, yang ditandai dengan nausea dan vomiting yang berat. Keluhan
hiperemesis terdapat pada 14-18% kasus pada kehamilan kurang dari 24 minggu dan
keluhan mual muntah terdapat pada mola hidatidosa dengan tinggi fundus uteri lebih dari
24 minggu.
3. Tanda toksemia/ pre-eklampsia pada kehamilan trimester I
Kejadian preeklampsia cukup tinggi yaitu 20-26% kasus. Pada kehamilan normal,
preeklampsia timbul setelah kehamilan 20 minggu, namun pada mola hidatidosa dapat
terjadi lebih dini.
4. Kista lutein unilateral/bilateral
Mola hidatidosa sering disertai dengan kista lutein ±15% kasus. Umumnya kista ini
segera menghilang setelah jaringan mola dikeluarkan, tetapi ada juga kasus-kasus dimana
kista lutein baru ditemukan pada waktu follow up. Kista lutein dapat menimbulkan gejala
abdominal akut karena torsi atau pecah. Kista berisi cairan serosanguineous dan
strukturnya multilokulare. Bila uterusnya besar, maka kista ini sukar diraba namun dapat
diketahui dari pemeriksaan ultrasonografi. Kista menjadi normal dalam waktu 2-4 bulan
setelah dievakuasi. Kasus mola dengan kista lutein mempunyai resiko 4 kali lebih besar
untuk mendapatkan degenerasi keganasan dikemudian hari dari pada kasus-kasus tanpa
kista.
5. Umumya uterus lebih besar dari usia kehamilan
Lebih dari separuh penderita mola hidatidosa memiliki uterus yang lebih besar dari usia
kehamilannya. Bila uterus diraba, akan terasa lembek karena miometrium teregang oleh
gelembung-gelembung mola dan bekuan darah.
6. Tidak terdengar denyut jantung janin
7. Tidak dirasakan tanda-tanda adanya gerakan janin, tidak teraba bagian janin
(balottement), kecuali pada mola parsial.
8. Kadar gonadotropin korion tinggi dalam darah dan urin
9. Emboli paru.
10. Penyulit lain yang mungkin terjadi ialah emboli sel trofoblas ke paru-paru. Sebetulnya
pada tiap kehamilan selalu ada migrasi sel trofoblas ke peredaran darah kemudian ke
paru-paru tanpa memberikan gejala apa-apa tetapi pada mola kadang-kadang jumlah sel
trofoblas ini demikian banyak sehingga dapat menimbulkan emboli paru-paru akut yang
bisa menyebabkan kematian.
11. Keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak selalu ada), yang
merupakan diagnosa pasti.
12. Mola hidatidosa parsial biasanya ditemukan pada saat evaluasi pasien yang didiagnosis
sebagai abortus inkomplit atau missed abortion.
13. Kadang-kadang disertai gejala lain yang tidak berhubungan dengan keluhan obstetri,
seperti tirotoksikosis, perdarahan gastrointestinal, dekompensasi kordis, perdarahan
intrakranial, perdarahan gastrointestinal, dan hemoptoe.
14. Hipertiroidisme pada mola hidatidosa dapat berkembang dengan cepat menjadi
tirotoksikosis. Berbeda dengan tirotoksikosis pada penyakit tiroid, tirotoksikosis pada
mola hidatidosa muncul lebih cepat dan gambaran klinisnya berbeda. Mola yang disertai
tirotoksikosis mempunyai prognosis yang lebih buruk, baik dari segi kematian maupun
kemungkinan terjadinya keganasan. Biasanya penderita meninggal karena krisis tiroid.
Pemicu tirotoksikosis pada mola hidatidosa adalah tingginya kadar hCG. Diagnosis
tirotoksikosis pada mola hidatidosa sangat penting dan perlu ditanggulangi dahulu sebelum
dilakukan evakuasi jaringan molanya karena bila tidak segera dilakukan, upaya evakuasi jaringan
mola dapat menimbulkan kematian penderita akibat krisis tiroid dan payah jantung akut. Adanya
tirotoksikosis pada penderita mola dapat diduga apabila terdapat gejala-gejala seperti nadi
istirahat >100x/menit tanpa sebab-sebab lain yang jelas (misalnya Hb). Tirotoksikosis
merupakan salah satu penyebab kematian penderita mola. Kariadi menemukan bahwa kadar ß-
hCG serum (RIA) > 300.000 ml pada penderita mola sebelum jaringan molanya dievakuasi. Hal
ini merupakan faktor risiko yang sangat bermakna untuk terjadinya tirotoksikosis. Hipertiroid
dapat diketahui secara klinis terutama bila tidak terdapat fasilitas pemeriksaan T3 dan T4, yaitu
dengan menggunakan Indeks Wayne.1,2,5
Penatalaksanaan
Mola hidatidosa harus dievakuasi sesegera mungkin setelah diagnosis ditegakkan. Bila perlu
lakukan stabilisasi dahulu dengan melakukan perbaikan keadaan umum penderita dengan
mengobati beberapa kelainan yang menyertai seperti tirotoksikosis.
Terapi mola hidatidosa terdiri dari 4 tahap yaitu :
1. Perbaiki keadaan umum:
a. Koreksi dehidrasi
b. Transfusi darah bila ada anemia (Hb
c. Bila ada gejala preeklampsia dan hiperemesis gravidarum diobati sesuai dengan
protokol
d. Penatalaksanaan hipertiroidisme
Jika gejala tirotoksikosis berat, terapi dengan obat-obatan antitiroid, ß-bloker, dan
perawatan suportif (pemberian cairan, perawatan respirasi) penting untuk
menghindari presipitasi krisis tiroid selama evaluasi.
Tujuan terapi adalah untuk mencegah pelepasan T4 yang terus-menerus dan menghambat
konversi menjadi T3 untuk memblok aksi perifer hormon tiroid dan untuk mengobati faktor-
faktor presipitasi. Agen-agen antitiroid dapat menurunkan level T3 dan T4 serum dengan cepat
seperti sodium ipodoat (orografin, suatu kontras yang mengandung iodine) yang merupakan
terapi pilihan dalam mencegah krisis tiroid setelah hipertiroidisme yang diinduksi kehamilan
mola karena Ca mengurangi konsentrasi T3 dan T4 dengan cepat. Apabila sodium ipodoat tidak
tersedia, PTU harus digunakan dan dikombinasikan dengan iodida. PTU berbeda dengan
metimazol, menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer dan karenanya lebih disukai daripada
metimazol. Loading dose 300-600 mg PTU diikuti oleh 150-300 mg setiap 6 jam (perrektal atau
melalui NGT). Kalium iodida oral (3-5 tetes, 3x sehari, 35 mg iodida/tetes) atau iodine lugol (30-
60 tetes/hari dibagi dala 4 dosis, 8 mg iodida/tetes) atau natrium iodida intravena (0,25-0,5 g tiap
8-12 jam) menginduksi penurunan level T3 dan T4 yang cepat. ß-bloker digunakan untuk
mengontrol takikardi dan gejala lain yang diaktivasi saraf simpatis. Propanolol dimulai pada
dosis 1-2 mg tiap 5 menit secara intravena (dosis maksimum 6 mg) diikuti dengan propanolol
oral pada dosis 20-40 mg tiap 4-6 jam.
2. Pengeluaran jaringan mola
Bila sudah terjadi evakuasi spontan lakukan kuretase untuk memastikan kavum uteri sudah
kosong. Bila belum lakukan evakuasi dengan kuret hisap. Bila serviks masih tertutup dapat
didilatasi dengan dilator nomor 9 atau 10. Setelah seluruh jaringan dievakuasi dengan kuret hisap
dilanjutkan kuret tajam dengan hati-hati untuk memastikan kavum uteri kosong. Penggunaan
uterotonika tidak dianjurkan selama proses evakuasi dengan kuret hisap atau kuret taja. Untuk
menghentikan perdarahan, uterotonika diberikan setelah evakuasi. Induksi dengan
medikamentosa seperti prostaglandin dan oksitosin tidak dianjurkan karena meningkatkan
emboli trofoblas.
Teknik evakuasi mola hidatidosa ada 2 cara yaitu :
a) Kuretase
Dilakukan setelah keadaan umum diperbaiki dan setelah pemeriksaan-persiapan
selesai (pemeriksaan darah rutin, kadar β-hCG serta foto thoraks), kecuali bila
jaringan mola sudah keluar spontan.
Bila kanalis servikalis belum terbuka, maka dilakukan pemasangan laminaria dan
kuretase dilakukan 24 jam kemudian.
Sebelum kuretase terlebih dahulu siapkan darah 500 cc dan pasang infus dengan
tetesan oksitosin 10 IU dalam 500 cc Dextrose 5%
Kuretase dilakukan sebanyak 2x dengan interval minimal 1 minggu
Seluruh jaringan hasil kerokan dikirim ke laboratorium Patologi Anatomi
b) Histerektomi
Tindakan ini dilakukan pada wanita dengan:
Umur > 35 tahun
Anak hidup > 3 orang
3. Terapi profilaksis dengan sitostatika.
Diberikan pada kasus mola dengan risiko tinggi akan terjadi keganasan misalnya pada umur
tua dan paritas tinggi yang menolak untuk dilakukan histerektomi atau kasus mola dengan hasil
histopatologi yang mencurigakan. Biasanya diberikan Methotrexate atau Actinomycin D.
Indikasi pemberian kemoterapi pada penderita pasca mola hidatidosa adalah sebagai berikut :
a. Kadar hCG yang tinggi > 4 minggu pascaevakuasi (serum >20.000 IU/liter,
b. urine >30.000 IU/24 jam)
c. Kadar hCG yang meningkat progresif pascaevakuasi
d. Kadar hCG berapapun juga yang terdeteksi pada 4 bulan pascaevakuasi
e. Kadar hCG berapapun juga yang disertai tanda-tanda metastasis otak, renal, hepar,
traktus gastrointestinal, atau paru-paru.
4. Penatalaksanaan pascaevakuasi
a. Hal ini perlu dilakukan mengingat adanya kemungkinan keganasan setelah mola
hidatidosa, lama pengawasan berkisar 1 sampai 2 tahun.
b. Pengamatan lanjut meliputi pemeriksaan pelvis dan hCG setiap minggu sampai
hCG negatif, bila ditemui anemia atau infeksi harus diberikan pengobatan yang
adekuat. ß-hCG negatif diikuti tiap minggu 2 kali pemeriksaan, bila tetap negatif
dilakukan tiap bulan sampai dengan bulan keenam, lalu tiap 2 bulan sekali selama 6
bulan.
c. Diberikan kontrasepsi oral setelah kadar hCG normal. Bila penurunan hCG sesuai
dengan kurva regresi, pasien diperkenankan hamil setelah 6 bulan. Dapat juga
dengan metode barier, namun IUD tidak dianjurkan. Bila penurunan lambat, tunda
kehamilan lebih lama lagi.
d. Bila terjadi kehamilan lakukan USG dan lakukan pemeriksaan hCG postpartum
untuk menyingkirkan reaktifasi residu dari mola.
e. Pasien dengan besar uterus 4 kali lebih besar dari usia gestasi dan adanya kista
lutein, maka risiko untuk menjadi karsinoma adalah 50%.
Dikarenakan 20% pasien dengan mola komplit dan 5-7 % pasien dengan mola
parsial dapat menjadi penyakit yang berulang. Follow up yang ketat sangat diperlukan.
Kadar -hCG perlu dimonitor setiap minggu sampai diperoleh 3 kali angka yang normal
dan kemudian setiap bulan untuk 6 bulan. Sangat penting bagi pasien untuk
menggunakan kontrasepsi selama 6 bulan sehingga peningkatan -hCG yang normal
terjadi dalam kehamilan tidak dikacaukan dengan penyakit yang berulang. Pil KB tidak
meningkatkan resiko dari penyakit post mola. Setelah angka -hCG normal selama 6
bulan, kehamilan menjadi aman.6
Komplikasi
1. Komplikasi yang dapat terjadi pada mola hidatidosa adalah :
a. Perdarahan hebat
b. Anemia
c. Syok
d. Infeksi, sepsis
e. Perforasi uterus
f. Emboli udara
g. Koagulopati
h. Keganasan (Gestational trophoblastic neoplasia)
Sekitar 50% kasus berasal dari mola, 30% kasus berasal dari abortus, dan 20% dari
kehamilan atau kehamilan ektopik. Gejalanya dijumpai peningkatan hCG yang persisten
pascamola, perdarahan yang terus-menerus pascaevakuasi (pada kasus pascaevakuasi dengan
perdarahan yang terus-menerus dan kadar hCG yang menurun lambat, dilakukan kuretase vakum
ulangan atau USG dan histeroskopi), perdarahan rekurens pascaevakuasi. Bila sudah terdapat
metastase akan menunjukkan gejala organ spesifik tempat metastase tersebut.
Pencegahan
Peningkatan Status gizi khususnya vitamin A merupakan salah satu upaya peningkatan
kesehatan reproduksi melalui upaya pencegahan primer, sekunder, dan tersier mola hidatidosa
Prognosis
Kematian pada mola hidatidosa disebabkan karena perdarahan, infeksi, eklampsia, payah
jantung atau tirotoksikosis. Di negara maju, kematian mola hampir tidak ada lagi, tetapi dinegara
berkembang masih cukup tinggi yaitu berkisar 2.2% dan 5.7%. Hampir 20% mola hidatidosa
komplit akan berlanjut menjadi neoplasia trofoblas kehamilan. Terjadinya proses keganasan bisa
berlangsung antara 7 hari sampai 3 bulan pasca mola, tetapi yang paling banyak dalam 6 bulan
pertama. Pada Mola hidatidosa parsial jarang terjadi.7
DAFTAR PUSTAKA
1. Mochtar R. Penyakit Trofoblas. Dalam : Sinopsis Obstetri. Editor Lutan D. Jilid I. Edisi
2. Jakarta : EGC ; 2011.p.167-70.
2. Martadisoebrata D. Penyakit Serta Kelainan Plasenta dan Selaput Janin. Dalam : Ilmu
Kebidanan. Editor Wiknjosastro H. Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Edisi ketiga, Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo ; 2010.p.339-59
3. Sarwono Prawirohardjo, 1999. ILMU KANDUNGAN. Gangguan bersangkutan dengan
konsepsi, Mola Hidatidosa. Ed.2, cet.3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
4. Martaadisubrata, Jamhur, 2005. Buku Pedoman Pengelolaan Penyakit Trofoblas
Gestasional. Jakarta: EGC
5. Mansjoer. A. Dkk., Kelainan pada Kehamilan. Dalam Kapita Selekta Kedokteran. Edisi
ketiga, Jilid Pertama. Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta., 2009. 265 – 67
6. Berkowitz, et all. Gestational trophoblastic Neoplasia. In : Practical Gynecology
Oncology. 3rd ed. Philadelphia : WB Saunders Company ; 2005.p.616-1
7. Zainu Saleh, A. Kanker Ginekologi : Klasifikasi dan Petunjuk Pelaksanaan Praktis.
Palembang : Departemen Obstetri dan Ginekologi FK UNSRI/ RSMH ; 2005.