Download - Makalah Lupus (LES).docx
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi
rahmat dan hidayah-Nya sehingga atas perkenan-Nya penulis dapat menyelesaikan
makalah Keperawatan Medikal Bedah III yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada
Klien dengan Systemic Lupus Erythematosus”.
Makalah ini disusun sebagai pemenuhan nilai tugas Keperawatan Medikal
Bedah III. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu, membimbing, dan memberikan pengarahan serta
informasi yang sangat bermanfaat.
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna.
Karena itu segala kritik dan saran yang sifatnya membangun penulis harapkan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri maupun para pembaca,
khususnya para mahasiswa Keperawatan Poltekkes Kemenkes Jakarta III.
Jakarta, Maret 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...............................................................................................................I
Daftar Isi........................................................................................................................Ii
Bab IPendahuluan..........................................................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Tujuan Penulisan.....................................................................................2
C. Sistematika Penulisan..............................................................................3
Bab II Konsep Dasar Penyakit Systemic Lupus Erythematosus................................4
A. Anatomi Fisiologi....................................................................................4
B. Pengertian................................................................................................4
C. Jenis-Jenis................................................................................................5
D. Etiologi....................................................................................................6
E. Patofisiologi.............................................................................................7
F. Manifestasi Klinis....................................................................................7
G. Pemeriksaan Diagnostik..........................................................................8
H. Komplikasi.............................................................................................10
I. Penatalaksanaan Medik.........................................................................11
Bab III Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Systemic Lupus Erythematosus.14
A. Pengkajian Data.....................................................................................14
B. Diagnosa Keperawatan..........................................................................15
C. Perencanaan...........................................................................................15
D. Evaluasi.................................................................................................18
Bab IVAsuhan Keperawatan Pada Kasus Systemic Lupus Erythematosus................19
A. Pengkajian.............................................................................................19
B. Diagnosa Keperawatan..........................................................................21
C. Intervensi Keperawatan.........................................................................22
D. Implementasi Keperawatan...................................................................26
E. Evaluasi Keperawatan...........................................................................29
Bab V Penutup..........................................................................................................31
A. Kesimpulan............................................................................................31
Daftar Pustaka..............................................................................................................33
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Systemic Lupus Erythematosus (SLE) atau yang biasa dikenal dengan
istilah Lupus adalah penyakit kronik atau menahun. SLE termasuk penyakit
collagen-vascular yaitu suatu kelompok penyakit yang melibatkan sistem
muskuloskeletal, kulit, dan pembuluh darah yang mempunyai banyak manifestasi
klinik sehingga diperlukan pengobatan yang kompleks. Etiologi dari beberapa
penyakit collagen-vascular sering tidak diketahui tetapi sistem imun terlibat
sebagai mediator terjadinya penyakit tersebut (Delafuente, 2002).
Sistem imun normal akan melindungi kita dari serangan penyakit yang
diakibatkan kuman, virus, dan lain-lain dari luar tubuh kita. Tetapi pada
penderita lupus, sistem imun menjadi berlebihan, sehingga justru menyerang
tubuh sendiri, oleh karena itu disebut penyakit autoimun. Penyakit ini akan
menyebabkan keradangan di berbagai organ tubuh kita, misalnya: kulit yang
akan berwarna kemerahan atau erythema, lalu juga sendi, paru, ginjal, otak,
darah, dan lain-lain. Oleh karena itu penyakit ini dinamakan “Sistemik,” karena
mengenai hampir seluruh bagian tubuh kita.
Kementerian Kesehatan menyatakan lebih dari 5 juta orang di seluruh
dunia terdiagnosis penyakit Lupus. Sebagian besar penderitanya ialah perempuan
di usia produktif yang ditemukan lebih dari 100.000 setiap tahun. Di Indonesia
jumlah penderita penyakit Lupus secara tepat belum diketahui tetapi diperkirakan
mencapai jumlah 1,5 juta orang (Kementerian Kesehatan, 2012).SLE dikenal
juga dengan penyakit 1000 wajah karena gejala awal penyakit ini tidak spesifik,
sehingga pada awalnya penyakit ini sangat sulit didiagnosa. Penyakit ini dibagi
menjadi tiga kategori yakni discoid lupus, systemic lupus, dan lupus obat.
Penderita SLE membutuhkan pengobatan dan perawatan yang tepat dan benar,
pengobatan yang diberikan haruslah rasional. Perawatan pada pasien SLE juga
harus diperhatikan, seperti mengurangi paparan sinar UV terhadap tubuh pasien.
Oleh karena itu, perlu adanya pemahaman mengenai penyakit Systemic
Lupus Erythematosusserta asuhan keperawatan bagi penderita lupus sehingga
penulis tertarik untuk membahas topik ini.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum:
Untuk dapat memahami gambaran umum tentang Systemic Lupus
Erythematosus dan asuhan keperawatan pada klien dengan Systemic Lupus
Erythematosus.
2. Tujuan Khusus:
a. Untuk mengetahui anatomi fisiologi Systemic Lupus Erythematosus.
b. Untuk mengetahui pengertian Systemic Lupus Erythematosus.
c. Untuk mengetahui tentang jenis-jenis Systemic Lupus Erythematosus.
d. Untuk mengetahui penyebab Systemic Lupus Erythematosus.
e. Untuk mengetahui patofisiologi Systemic Lupus Erythematosus.
f. Untuk mengetahui manifestasi klinikSystemic Lupus Erythematosus.
g. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik Systemic Lupus
Erythematosus.
h. Untuk mengetahui komplikasi Systemic Lupus Erythematosus.
i. Untuk mengetahui tentang penatalaksanaan medikSystemic Lupus
Erythematosus.
j. Untuk mengetahui tentang konsep asuhan keperawatan pada pasien
Systemic Lupus Erythematosus.
k. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada contoh kasusSystemic Lupus
Erythematosus.
C. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini terdiri dari 5 BAB, yaitu BAB I
Pendahuluan yang berisi; latar belakang, tujuan penulisan, dan sistematika
penulisan. BAB II Konsep Dasar Penyakit Systemic Lupus Erythematosus. BAB
III Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Systemic Lupus Erythematosus.
BAB IV Asuhan Keperawatan Pada Kasus Systemic Lupus Erythematosus. BAB
V Penutup yang berisi kesimpulan. Dan yang terakhir adalah daftar pustaka.
BAB II
KONSEP DASAR PENYAKIT SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS
A. Anatomi Fisiologi
Sistem Imun (bahasa Inggris: immune system) adalah sistem pertahanan
manusia sebagai perlindungan terhadap infeksi dari makromolekul asing atau
serangan organisme, termasuk virus, bakteri, protozoa dan parasit.
Sistem imun terdiri dari ratusan mekanisme dan proses yang berbeda yang
semuanya siap bertindak begitu tubuh kita diserang oleh berbagai bibit penyakit
seperti virus, bakteri, mikroba, parasit dan polutan. Sebagai contoh adalah
cytokines yang mengarahkan sel-sel imun ke tempat infeksi, untuk melakukan
proses penyembuhan. Organ-organ dalam sistem imun (organ limfoid)
berdasarkan fungsinya :
1. Organ limfoid primer : organ yang terlibat dalam sintesis/ produksi sel imun,
yaitu kelenjar timus dan sumsum tulang.
2. Organ limfoid sekunder : organ yang berfungsi sebagai tempat
berlangsungnya proses-proses reaksi imun. Misalnya : nodus limfe, limpa, the
loose clusters of follicles, peyer patches, MALT (Mucosa Assosiated
Lymphoid Tissue), tonsil.
B. Pengertian
Lupus adalah penyakit yang disebabkan sistem imun menyerang sel-sel
jaringan organ tubuh yang sehat. Sistem imun yang terbentuk berlebihan.
Kelainan ini dikenal dengan autoimunitas.
Systemic Lupus Erythematosus adalah suatu penyakit autoimun kronik yang
ditandai oleh terbentuknya antibodi-antibodi terhadap beberapa antigen diri yang
berlainan. Antibodi-antibodi tersebut biasanya adalah IgG atau IgM dan dapat
bekerja terhadap asam nukleat pada DNA atau RNA, protein jenjang koagulasi,
kulit, sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit. Komplek antigen antibodi
dapat mengendap di jaringan kapiler sehingga terjadi reaksi hipersensitivitas III,
kemudian terjadi peradangan kronik (Elizabeth, 2009).
Jadi, SLE (Systemic Lupus Erythematosus) adalah penyakit radang
multisistem yang sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang
mungkin akut dan fulminan atau kronik remisi dan eksaserbasi disertai oleh
terdapatnya berbagai macam autoimun dalam tubuh.
C. Jenis-Jenis
1. Discoid Lupus Erythematosus
a. Paling sering menyerang dan merupakan lupus kulit dengan manifestasi
beberapa jenis kelainan kulit.
b. Kelainan biasanya berlokalisasi simetrik di muka (terutama hidung, pipi,
telinga atau leher).
c. Ruam kulit berupa makula eritem, berbatas jelas dengan sumbatan keratin
pada folikel-folikel rambut (follicular plugs). Bila ruam atau lesi di atas
hidung dan pipi berkonfluensi dapat seperti kupu-kupu (Butterfly
Erythema).
d. Ruam biasanya tidak nyeri dan bukan penyakit gatal, tetapi bekasnya dapat
menyebabkan hilangnya rambut permanen. 5-10 % pasien dengan lupus
diskoid dapat berkembang menjadisystemic lupus erythematosus.
e. Ruam ini pulih dengan meninggalkan parut, diskoid lupus tidak serius dan
jarang sekali melibatkan organ-organ lain.
2. Sistemic Lupus Erythematosus
a. Kriteria A.R.A (The American Rheumatism Association) 1982 :
1) Eritema fasial (butterfly rash)
2) Lesi discoid
3) Fotosensitivitas
4) Ulserasi di mulut dan rinofaring
5) Arthritis (non erosif, mengenai dua atau lebih sendi perifer)
6) Serositis (pleuritis, perikarditis)
7) Kelainan ginjal :
(a) Proteinuri 0,5 g/dl atau > 3+
(b) Cellular cast : sel darah merah, Hb, granular, tubular atau mix
8) Kelainan neurologi : (kelelahan, psikosis)
9) Kelainan darah :
(a) Hemolitik anemia dengan retikulosit
(b) Leukopenia : mL
(c) Trombositopenia mL
10) Kelainan imunologi :
(a) Anti- DNA
(b) Anti-Sm
(c) Positif semu test serologik untuk sifilis
11) Anti-bodi antinuklear (8).
3. Lupus Obat
a. Timbul akibat efek samping obat akan sembuh sendiri dengan
memberhentikan obat terkait, biasanya pemakaian obat hydralazine (obat
hipertensi) dan procanamide (untuk mengobati detak jantung yang tidak
teratur)
b. Hanya 4 % dari orang yang mengkonsumsi obat-obat yang bakal
membentuk anti-bodi penyebab lupus.
D. Etiologi
Sampai saat ini penyebab SEL belum diketahui. Diduga faktor genetik,
infeksi dan lingkungan ikut berperan pada patofisiologi SEL. Kecenderungan
terjadinya SEL dapat berhubungan dengan perubahan gen MHC spesifik dan
bagaimana antigen sendiri ditunjukkan dan dikenali. Wanita lebih cenderung
mengalami SEL dibandigkan pria, karena peran hormon seks. SEL dapat
dicetuskan oleh stres, sering berkaitan dengan kehamilan atau menyususi.
Pada beberapa orang, pajanan radiasi ultraviolet yang berlebihan dapat
mencetuskan penyakit. Penyakit ini biasanya mengenai wanita muda selama
masa subur. Penyakit ini dapat bersifat ringan selama bertahun-tahun, atau dapat
berkembang dan menyebabkan kematian (Elizabeth, 2009).
E. Patofisiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang
menyebabkan peningkatan autoimun yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi
ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal
(sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia
reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-obat
tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan beberapa
preparat antikonvulsan di samping makanan seperti kecambah alfalfa turut
terlibat dalam penyakit SLE akibat senyawa kimia atau obat-obatan. Pada SLE,
peningkatan produksi autoimun diperkirakan terjadi akibat fungsi sel T-supresor
yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan
jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya merangsang
antibodi tambahan dan siklus tersebut berulang kembali.
F. Manifestasi Klinis
Jumlah dan jenis antibodi pada lupus, lebih besar dibandingkan dengan pada
penyakit lain, dan antibodi ini (bersama dengan faktor lainnyayang tidak
diketahui) menentukan gejala mana yang akan berkembang. Karena itu, gejala
dan beratnya penyakit, bervariasi pada setiap penderita. Perjalanan penyakit ini
bervariasi, mulai dari penyakit yang ringan sampai penyakit yang berat.
Gejala pada setiap penderita berlainan, serta ditandai oleh masa bebas gejala
(remisi) dan masa kekambuhan (eksaserbasi). Pada awal penyakit, lupus hanya
menyerang satu organ, tetapi di kemudian hari akan melibatkan organ lainnya.
1. Sistem Muskuloskeletal
a. Artralgia
b. Artritis (sinovitis)
c. Pembengkakan sendi
d. Nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, danrasa kaku pada pagi hari.
2. Sistem Integument (Kulit)
a. Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang
melintang pangkal hidung serta pipi
b. Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum.
3. Sistem kardiak
a. Perikarditis merupakan manifestasi kardiak.
4. Sistem pernafasan
a. Pleuritis atau efusi pleura.
5. Sistem vaskuler
a. Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler,
b. Eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan
ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.
6. Sistem perkemihan
a. Glomerulus renal yang biasanya terkena.
7. Sistem saraf
a. Spektrum gangguan sistem saraf pusat sangat luas dan mencakup seluruh
bentukpenyakit neurologik, sering terjadi depresi dan psikosis.
G. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan untuk menentukan adanya penyakit ini bervariasi, diantaranya:
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Tes Anti ds-DNA
1) Batas normal : 70 – 200 IU/mL
2) Negatif : < 70 IU/mL
3) Positif : > 200 IU/mL
Antibodi ini ditemukan pada 65% – 80% penderita dengan SLE aktif dan
jarang pada penderita dengan penyakit lain. Jumlah yang tinggi merupakan
spesifik untuk SLE sedangkan kadar rendah sampai sedang dapat ditemukan
pada penderita dengan penyakit reumatik yang lain, hepatitis kronik, infeksi
mononukleosis, dan sirosis bilier. Jumlah antibodi ini dapat turun dengan
pengobatan yang tepat dan dapat meningkat pada penyebaran penyakit terutama
lupus glomerulonefritis. Jumlahnya mendekati negatif pada penyakit SLE yang
tenang (dorman).
Antibodi anti-DNA merupakan subtipe dari Antibodi antinukleus (ANA).
Ada dua tipe dari antibodi anti-DNA yaitu yang menyerang double-stranded
DNA (anti ds-DNA) dan yang menyerang single-stranded DNA (anti ss-
DNA). Anti ss-DNA kurang sensitif dan spesifik untuk SLE tapi positif untuk
penyakit autoimun yang lain. Kompleks antibodi-antigen pada penyakit autoimun
tidak hanya untuk diagnosis saja tetapi merupakan konstributor yang besar dalam
perjalanan penyakit tersebut. Kompleks tersebut akan menginduksi sistem
komplemen yang dapat menyebabkan terjadinya inflamasi baik lokal maupun
sistemik (Pagana and Pagana, 2002).
2. Tes Antinuclear antibodies (ANA)
a. Harga normal : nol
ANA digunakan untuk diagnosa SLE dan penyakit autoimun yang lain.
ANA adalah sekelompok antibodi protein yang bereaksi menyerang inti
dari suatu sel. ANA cukup sensitif untuk mendeteksi adanya SLE, hasil
yang positif terjadi pada 95% penderita SLE. Tetapi ANA tidak spesifik
untuk SLE saja karena ANA juga berkaitan dengan penyakit reumatik
yang lain. Jumlah ANA yang tinggi berkaitan dengan kemunculan
penyakit dan keaktifan penyakit tersebut. Setelah pemberian terapi maka
penyakit tidak lagi aktif sehingga jumlah ANA diperkirakan menurun.
Jika hasil tes negatif maka pasien belum tentu negatif terhadap SLE
karena harus dipertimbangkan juga data klinik dan tes laboratorium yang
lain, tetapi jika hasil tes positif maka sebaiknya dilakukan tes serologi
yang lain untuk menunjang diagnosa bahwa pasien tersebut menderita
SLE. ANA dapat meliputi anti-Smith (anti-Sm), anti-RNP (anti-
ribonukleoprotein), dan anti-SSA (Ro) atau anti-SSB (La) (Pagana and
Pagana, 2002).
3. Tes Laboratorium lain
Tes laboratorium lainnya yang digunakan untuk menunjang diagnosa serta
untuk monitoring terapi pada penyakit SLE antara lain adalah antiribosomal
P, antikardiolipin, lupus antikoagulan, Coombs test, anti-histon, marker reaksi
inflamasi (Erythrocyte Sedimentation Rate/ESR atau C-Reactive
Protein/CRP), kadar komplemen (C3 dan C4), Complete Blood Count (CBC),
urinalisis, serum kreatinin, tes fungsi hepar, kreatinin kinase (Pagana and
Pagana, 2002).
4. Pemeriksaan Penunjang
a) Ruam kulit atau lesi yang khas.
b) Rontgen dada menunjukkan pleuritis atau perikarditis.
c) Pemeriksaan dada dengan bantuan stetoskop menunjukkan adanya
gesekan pleura atau jantung.
d) Analisa air kemih menunjukkan adanya darah atau protein lebih dari 0,5
mg/hari atau +++.
e) Hitung jenis darah menunjukkan adanya penurunan beberapa jenis sel
darah.
f) Biopsi ginjal.
g) Pemeriksaan saraf.
H. Komplikasi
Penyakit lupus yang berat dapat berdampak kerusakan organ tubuh antara
lain:
1. Ginjal (nefritis lupus) dengan akibat gagal ginjal.
2. Jantung dengan akibat radang selaput jantung (perikarditis) dan penyakit
jantung iskemik.
3. Paru yaitu radang selaput paru (pleuritis) dan radang paru (pneumonia).
4. Sistem saraf dan kejiwaan berupa kejang, lumpuh, stroke, depresi dan
psikosis
5. Mata, antara lain: katarak
6. Pada ibu hamil dapat terjadi keguguran, lahir prematur dan lupus neonatal
7. Kelainan sistem darah berupa anemia, kurang sel darah putih (lekopenia) dan
kurang sel pembekuan darah (trombositopenia).
I. Penatalaksanaan Medik
Penatalaksanaan lupus tidak mudah. Penyakit ini memiliki banyak
manifestasi dan setiap orang memiliki pola tersendiri yang berubah dari waktu ke
waktu, yang terkadang berlangsung cepat. Secara umum, pasien dengan lupus
berat, misalnya lupus ginjal atau sistem saraf pusat (SSP), dan mereka yang
menderita lebih dari satu jenis penyakit autoantibodi cenderung memiliki gejala
yang serius dan menetap. Pasien yang memiliki gejala ringan dapat terus
mengalami gejala ringan atau berkembangmenjadi lebih serius. Sehingga penting
untuk memperhatikan semua gejala baru yang timbul sebagai manifestasi dari
penyakit tersebut karena penatalaksanaan lupus sangat berkaitan dengan gejala
klinis dan organ tubuh yang terkena.
1. Penilaian Aktivitas Penyakit
Penilaian klinis aktivitas penyakit sama pentingnya dengan hasil tes
laboratorium. Kelelahan, demam atau perubahan emosi dapat menjadi
indikasi aktifnya lupus, seperti juga munculnya ruam atau nyeri sendi.
Pemantauan aktifitas penyakit sangat diperlukan untuk menentukan
agresifitas penatalaksanaan lupus dan dosis obat yang dibutuhkan. Hal ini
dapat dimonitor dari banyaknya organ tubuh pasien yang terkena dan tes
laboratorium yang sesuai untuk memantau aktifitas penyakit misalnya
pemeriksaan tes fungsi ginjal,atau fungsi paru, jumlah sel darah putih
(leukosit), sel darah merah (hemoglobin) atau bahkan laju endap darah
(LED).
Berbagai indeks penilaian derajat penyakit telah dikembangkan dan
digunakan oleh para spesialis, namun aktivitas penyakit yang terus berubah
dan kerusakan jaringan yang terjadi menyulitkan untuk membedakan
pengaruh dari peradangan aktif atau akibat kerusakan yang
terbentuk.Sehingga pada prakteknya, lupus dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu
ringan, sedang, dan berat, sesuai dengan berat ringannya gejala yang
muncul.
2. Lupus Ringan
Manifestasi yang umum adalah nyeri sendi, ruam, sensitif terhadap cahaya
matahari, sariawan di mulut, Raynaud’s syndrome (perubahan warna pada
ujung jari akibat suhu dingin), rambut rontok, dan kelelahan. Seringkali
gejala tersebut cukup dikontrol oleh analgesik dan mengurangi paparansinar
matahari dengan menggunakan tabir surya. Hidroksikloroquin umumnya
digunakan dalam gejala ini.
Kelelahan merupakan gejala lain dari tingkatan ini yang terkadang menjadi
alasan digunakannya steroid dosis rendah, walaupun hasilnya kadang tidak
maksimal. Nyeri sendi atau ruam kulit dapat juga menggunakan dosis
tersebut. Dosis steroid yang tinggi harus dihindari jika resiko efek samping
yang timbul cenderung lebih besar dari manfaatnya. Hal ini penting untuk
dipertimbangkan dalam membuat keputusan pemberian steroid karena efek
samping obat lebih umum terjadi pada orang dengan lupus dibandingkan
populasi lainnya. Pola hidup sehat (makanan sehat dan olah raga ringan yang
teratur) juga sangat dianjurkan.
3. Lupus Sedang
Tingkatan ini meliputi pleuritis (radang selaput paru), perikarditis (radang
selaput jantung), ruam berat dan manifestasi darah seperti trombositopenia
atau leukopenia.Dalam kasus ini, terapi steroid biasanya sudah dibutuhkan,
namun dengan penggunaan dosis yang cukup untuk mengendalikan penyakit
dan kemudian menguranginya menjadi dosis pemeliharaan serendah
mungkin. Agak sulit untuk menstandarisasi dosis, namun pada umumnya
Pleuritis dapat dikontrol dengan 20mg prednisolon per hari, kelainan darah
membutuhkan dosis 40mg atau lebih.
Hidroksikloroquin sudah memadai sebagai tambahan steroid, tapi kadang
obat imunosuppressan juga dibutuhkan seperti: Azathioprine, dan
Methotrexate. Siklosporin juga dapat digunakan khususnya dalam
pengobatan trombositopenia, tetapi karena kecendrungan menyebabkan
hipertensi dan merusak fungsi ginjal harus digunakan secara hati-hati. Obat-
obat immunosupresan ini membutuhkan waktu 1-3 bulan sampai efeknya
muncul,sehingga dalam periode tersebut steroid masih dibutuhkan dalam
dosis yang cukup untuk mengontrol penyakit. Jika pasien sudah
dapatdistabilkan dengan obat imunosupresan, dosis steroid harus segera
diturunkan ke dosis terendah untuk pengendalian penyakit.
4. Lupus Berat
Ginjal, SSP, dan manifestasi kulit berat atau kelainan darah berat termasuk
ke dalam tingkatan ini. Steroid sangat dibutuhkan dalam tahap ini dengan
tambahan obat immunosupresan. Prednisolon atau metilprednisolon
intravena mungkin dibutuhkan untuk mengendalikan penyakit ini.
Azathioprin, methotrexate, atau mychophenolate dapat digunakan sebagai
imunosupresif dan dapat mengurangi dosis steroid yang diperlukan.
Pengobatan dapat dibagi menjadi 2 fase yaitu: induksi awal dimana penyakit
aktif dikendalikan, dan fase pemeliharaan agar penyakit tetap terkontrol.
Pengobatan tambahan yang digunakan untuk lupus berat meliputi
immunoglobulin intravena, plasma exchange, dan antibodi monoclonal (agen
biologi) mengalami penurunaan penggunaannya dibandingkan waktu yang
lalu tapi banyak yang masih percaya bahwa pengobatan tersebut sangat
membantu pada lupus akut, penyakit berat, dan sebagian lupus yang
mengenai otak. Antibodi monoklonal, terutama rituximab sangat
menjanjikan dan cenderung memainkan bagian penting dalam pengelolaan
penyakit sedang dan berat.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SYSTEMIC LUPUS
ERYTHEMATOSUS
A. Pengkajian Data
1. Anamnesis riwayat kesehatan sekarang dan pemeriksaan fisik difokuskan
pada gejala sekarang dan gejala yang pernah dialami seperti keluhan mudah
lelah, lemah, nyeri, kaku, demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut
terhadap gaya hidup serta citra diri pasien.
2. Kulit
Ruam eritematosus, plak eritematosus pada kulit kepala, muka atau leher.
3. Kardiovaskuler
a. Friction rub perikardium yang menyertai miokarditis dan efusi pleura.
b. Lesi eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis
menunjukkan gangguan vaskuler terjadi di ujung jari tangan, siku, jari
kaki dan permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tanga.
4. Sistem Muskuloskeletal
Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku
pada pagi hari.
5. Sistem integument
a. Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang
melintang pangkal hidung serta pipi.
b. Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum.
6. Sistem pernafasan
Pleuritis atau efusi pleura.
7. Sistem vaskuler
Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler,
eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan
ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.
8. Sistem Renal
Edema dan hematuria.
9. Sistem saraf
Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang, korea
ataupun manifestasi SSP lainnya.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan kerusakan jaringan.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan proses penyakit.
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.
C. Perencanaan
1. Diagnosa Keperawatan : Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan kerusakan
jaringan.
Tujuan :
a. Gangguan nyeri dapat teratasi
b. Perbaikan dalam tingkat kenyamanan
Kriteria Hasil :
a. Menyatakan nyeri hilang atau terkontrol
b. Menunjukkan rileks, istirahat tidur, peningkatan aktivitas dengan cepat
c. Menggabungkan ketrampilan relaksasi dan aktivitas hiburan ke dalam
program kontrol/nyeri
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Kaji Keluhan Nyeri :
Pencetus, catat lokasi, karakteristik,
dan intensitas (skala nyeri 1-10).
Nyeri hampir selalu ada pada beberapa
derajat beratnya keterlibatan
jaringan/kerusakan tetapi, biasanya paling
berat selama penggantian balutan dan
debridemen.
2. Tutup luka sesegera mungkin kecuali
perawatan luka bakar metode
pemajanan pada udara terbuka.
Suhu berubah dan gerakan udara dapat
menyebabkan nyeri hebat pada
pemajanan ujung saraf.
3. Pertahankan suhu lingkungan
nyaman, berikan lampu penghangat,
penutup tubuh hangat.
Pengaturan suhu dapat hilang karena luka
bakar mayor. Sumber panas eksternal
perlu untuk mencegah menggigil.
4. Lakukan penggantian balutan dan
debridemen setelah pasien di beri
obat dan/atau pada hidroterapi.
Menurunkan terjadinya distress fisik dan
emosi sehubungan dengan penggantian
balutan dan debridemen.
5. Dorong ekspresi perasaan tentang
nyeri.
Pernyataan memungkinkan
pengungkapan emosi dan dapat
meningkatkan mekanisme koping.
6. Dorong penggunaan teknik
manajemen stress, contoh relaksasi
progresif, napas dalam, bimbingan
imajinasi dan visualisasi.
Memfokuskan kembali perhatian,
meningkatkan relaksasi dan
meningkatkan rasa control, yang dapat
menurunkan ketergantungan
farmakologis.
7. Berikan aktivitas terapeutik tepat
untuk usia/kondisi.
Membantu mengurangi konsentrasi nyeri
yang di alami dan memfokuskan kembali
perhatian.
2. Diagnosa Keperawatan : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
proses penyakit.
Tujuan :Pemeliharaan dan perawatan integritas kulit
Kriteria Hasil :Kulit dapat terpelihara dan terawat dengan baik.
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Kaji kulit setiap hari. Catat warna,
turgor,sirkulasi dan sensasi.
Gambarkan lesi dan amati perubahan.
Menentukan garis dasar di man
perubahan pada status dapat di
bandingkan dan melakukan intervensi
yang tepat.
2. Pertahankan/instruksikan dalam
hygiene kulit, misalnya membasuh
kemudian mengeringkannya dengan
berhati-hati dan melakukan masase
dengan menggunakan lotion atau
krim.
Mempertahankan kebersihan karena
kulit yang kering dapat menjadi barier
infeksi.
3. Gunting kuku secara teratur. Kuku yang panjang dan kasar
meningkatkan risiko kerusakan dermal
4. Tutupi luka tekan yang terbuka
dengan pembalut yang steril atau
barrier protektif, mis, duoderm, sesuai
petunjuk.
Dapat mengurangi kontaminasi bakteri,
meningkatkan proses penyembuhan.
Kolaborasi
5. Gunakan/berikan obat-obatan (NSAID
dan kortikosteroid) sesuai indikasi
Digunakan pada perawatan lesi kulit.
3. Diagnosa Keperawatan : Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya
sumber informasi.
Tujuan :Memberikan informasi tentang penyakit dan prosesnya kepada klien
dan keluarga klien/orang terdekat (bila tidak ada keluarga).
Kriteria Hasil :Klien dan keluarga klien/orang terdekat mendapatkan
pengetahuan dari informasi yang diberikan
Intervensi Rasional
Mandiri:
1. Tinjau ulang proses penyakit dan apa
yang menjadi harapan di masa
depan.
Memberikan pengetahuan dasar di mana
pasien dapat membuat pilihan
berdasarkan informasi.
2. Tinjau ulang cara penularan
penyakit.
Mengoreksi mitos dan kesalahan
konsepsi, meningkatkan , mendukung
keamanan bagi pasien/orang lain.
3. Dorong aktivitas/latihan pada tingkat
yang dapat di toleransi pasien.
Merangsang pelepasan endorphin pada
otak, meningkatkan rasa sejahtera.
4. Tekankan perlunya melanjutkan
perawatan kesehatan dan evaluasi
Memberi kesempatan untuk mengubah
aturan untuk memenuhi kebutuhan
perubahan/individu.
5. Identifikasi sumber-sumber
komunitas, misalnya rumah sakit
sebelumnya/pusat perawatan tempat
tinggal.
Memudahkan pemindahkan dari
lingkungan perawatan akut; mendukung
pemulihan dan kemandirian.
D. Evaluasi
Evaluasi adalah merupakan salah satu alat untuk mengukur suatu perlakuan atau
tindakan keperawatan terhadap pasien. Adapun evaluasi yang di harapkan pada
klien dengan kasus SLE ( Sistemic Lupus Erythematosus ) ialah :
1. Skala nyeri normal dan nyeri berkurang.
2. Aktivitas sehari–hari teratur sesuai kebutuhan dan disesuaikan dengan
kondisi klien.
3. Klien dapat melakukan mobilisasi dalam memenuhi kegiatan sehari –
harinya.
4. Integritas kulit kembali normal ( Elastis, halus dan bersih ).
5. Klien mengerti dan menerima terhadap penyakitnya.
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS SYSTEMIC LUPUS
ERYTHEMATOSUS
Kasus :
Ny. S (40 th) datang ke rumah sakit X diantar oleh suaminya dengan keluhan nyeri
pada sendi dan tulang, mudah lelah, kulit kering, bersisik dan mengelupas pada
beberapa bagian kulit. Ny. S mengatakan rasa sakitnya sudah dirasakan sejak 3 bulan
yang lalu. Wajah Ny.S nampak kemerahan disertai dengan bercak-bercak merah.
Pada waktu pemeriksaan kesadaran Ny. S apatis, tampak pucat, dan konjungtiva
anemis. Ny.S mengeluh merasa lemas dan tidak berdaya. Terpasang infus RL 0,9%
20 tts/mnt di lengan kiri, TTV (RR 20x/mnt, Nadi 92x/mnt, Suhu 37,5°C, dan TD
120/80 mmHg). Setelah dilakuan pemeriksaan darah lengkap didapatkan hasil Hb:
6,0 gr/dl; Leukosit 2,9/mm3; Trombosit 433/mm3, Hematokrit 22%, Neutrofil 53%;
lymphoist 39%; Monosit 5%; Eosinofil 2%; dan Basofil 1%. Terapi medis yang
diberikan kepada Ny.S adalah Inj. Methylprednisolon 2x125 mg; Inj. Ranitidin 3x1 a
mp; Inj. Ketorolac 2x3 amp. Setelah dilakukan pemeriksaan Ny. S didiagnosa medik
mengalami Systemic Lupus Erythematosus (SLE) dan anemia.
A. Pengkajian
1. Analisa Data
No. Data Fokus Etiologi Problem
1. Data Subjektif:
1. Klien mengeluh nyeri
pada sendi dan tulang
2. Ny. S mengatakan rasa
sakitnya sudah dirasakan
sejak 3 bulan yang lalu.
Inflamasi dan
kerusakan
jaringan.
Nyeri
Data Objektif:
1. TTV (RR 20x/mnt, Nadi
92x/mnt, Suhu 37,5°C,
dan TD 120/80 mmHg)
2. Terpasang infus RL
0,9% 20 tts/mnt di
lengan kiri
2. Data Subjektif: -
Data Objektif:
1. Kulit kering, bersisik
dan mengelupas pada
beberapa bagian kulit
2. Wajah Ny.S nampak
kemerahan disertai
dengan bercak-bercak
merah.
3. TTV (RR 20x/mnt, Nadi
92x/mnt, Suhu 37,5°C,
dan TD 120/80 mmHg)
4. Terpasang infus RL
0,9% 20 tts/mnt di
lengan kiri
Proses penyakit. Kerusakan
integritas kulit
3. Data Subjektif:
1. Klien mengatakan
mudah lelah
2. Ny. S mengeluh merasa
lemas dan tidak berdaya
Tidak seimbang-
nya suplai dan
kebutuhan O2
(anemia)
Intoleransi
aktivitas
Data Objektif:
1. Kesadaran Ny. S apatis,
tampak pucat, dan
konjungtiva anemis
2. TTV (RR 20x/mnt, Nadi
92x/mnt, Suhu 37,5°C,
dan TD 120/80 mmHg)
3. Hb: 6,0 gr/dl; Leukosit
2,9/mm3; Trombosit
433/mm3, Hematokrit
22%, Neutrofil 53%;
lymphoist 39%; Monosit
5%; Eosinofil 2%; dan
Basofil 1%.
4. Terpasang infus RL
0,9% 20 tts/mnt di
lengan kiri
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan kerusakan jaringan.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan proses penyakit.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tidak seimbangnya suplai dan
kebutuhan O2 (anemia)
C. Intervensi Keperawatan
DiagnosaTujuan dan
Kriteria HasilIntervensi Rasional
Nyeri berhubu-
ngan dengan
inflamasi dan
kerusakan
jaringan.
Data Subjektif:
1. Klien
mengeluh
nyeri pada
sendi dan
tulang
2. Ny. S me-
ngatakan
rasa sakitnya
sudah
dirasakan
sejak 3 bulan
yang lalu
Data Objektif:
1. TTV (RR
20x/mnt,
Nadi
92x/mnt,
Suhu
37,5°C, dan
Tujuan:
Setelah dilakukan
tindakan kepera-
watan selama 3x24
jam, diharapkan
rasa nyeri teratasi.
Kriteria Hasil:
1. Menyatakan
nyeri hilang
atau terkontrol
2. Menunjukkan
rileks, istirahat
tidur, pening-
katan aktivitas
dengan cepat
3. Menggabungk
an ketrampilan
relaksasi dan
aktivitas
hiburan ke
dalam program
kontrol/nyeri
1. Kaji keluhan
nyeri : pencetus,
catat lokasi,
karakteristik,
dan intensitas
(skala nyeri 1-
10).
2. Tutup luka sese-
gera mungkin
kecuali perawa-
tan luka bakar
metode pemaja-
nan pada udara
terbuka.
3. Pertahankan
suhu lingkung-
an nyaman, be-
rikan lampu
penghangat, pe-
nutup tubuh
hangat.
4. Lakukan peng-
gantian balutan
1. Nyeri hampir
selalu ada pada
beberapa derajat
beratnya keterli-
batan jaringan atau
kerusakan tetapi,
biasanya paling
berat selama peng-
gantian balutan
dan debridemen.
2. Suhu berubah dan
gerakan udara
dapat menyebab-
kan nyeri hebat
pada pemajanan
ujung saraf.
3. Pengaturan suhu
dapat hilang kare-
na luka bakar
mayor. Sumber pa-
nas eksternal perlu
untuk mencegah
menggigil.
4. Menurunkan terja-
dinya distress fisik
TD 120/80
mmHg)
2. Terpasang
infus RL
0,9% 20
tts/mnt di
lengan kiri
dan debridemen
setelah pasien di
beri obat dan
atau pada hidro-
terapi.
5. Dorong ekspresi
perasaan
tentang nyeri.
6. Dorong penggu-
naan teknik ma-
najemen stress,
contoh relaksasi
progresif, napas
dalam, bimbi-
ngan imajinasi
dan visualisasi.
dan emosi sehubu-
ngan dengan peng-
gantian balutan
dan debridemen.
5. Pernyataan me-
mungkinkan peng-
ungkapan emosi
dan dapat mening-
katkan mekanisme
koping.
6. Memfokuskan
kembali perhatian,
meningkatkan re-
laksasi dan me-
ningkatkan rasa
kontrol, yang dapat
menurunkan keter-
gantungan farma-
kologis.
Kerusakan
integritas kulit
berhubungan
dengan proses
penyakit.
Data Subjektif:
-
Data Objektif:
1. Kulit kering,
Tujuan:
Setelah dilakukan
tindakan kepera-
watan selama 3 x
24 jam, diharapkan
kerusakan integri-
tas kulit berku-
rang.
1. Kaji integritas
kulit, catat peru-
bahan turgor,
warna, dan eri-
tema
2. Inspeksi kulit/
titik tekan se-
1. Kondisi kulit
dipengaruhi oleh
sirkulasi dan mo-
bilitas jaringan
dapat menjadi ra-
puh dan cende-
rung untuk infek-
si berat.
2. Potensial jalan
masuk organisme
bersisik dan
mengelupas
pada
beberapa
bagian kulit
2. Wajah Ny.S
nampak ke-
merahan di-
sertai dengan
bercak-
bercak
merah.
3. TTV (RR
20x/mnt,
Nadi
92x/mnt,
Suhu
37,5°C, dan
TD 120/80
mmHg)
4. Terpasang
infus RL
0,9% 20
tts/mnt di
lengan kiri
Kriteria Hasil:
1. Mempertahan-
kan integritas
kulit
2. Mengidenti-
fikasi faktor
risiko atau
perilaku klien
untuk mence-
gah cidera
dermal
3. Observasi
perbaikan luka
atau penyem-
buhan lesi bila
ada.
cara teratur
untuk kemera-
han, berikan
pijatan lembut
3. Awasi tungkai
terhadap keme-
rahan, perhati-
kan dengan
ketat terhadap
pembentukan
ulkus.
4. Kolaborasi:
Gunakan pe-
lindung, misal-
nya lotion se-
suai dengan
indikasi.
pathogen pada
adanya gangguan
sistem imun, hal
ini meningkatkan
resiko infeksi dan
pelambatan pros-
es penyembuhan
3. Menurunkan
statis vena atau
pembentukan
edema.
4. Menghindari
kerusakan kulit
dengan mencegah
atau menurunkan
tekanan pada
permukaan kulit.
Intoleransi
aktivitas
berhubungan
dengan tidak
Tujuan:
Setelah dilakukan
tindakan kepera-
watan selama 3x24
1. Kaji kemam-
puan pasien
untuk melaku-
kan aktivitas.
1. Mempengaruhi
pilihan intervensi
atau bantuan
seimbangnya
suplai dan
kebutuhan O2
(anemia)
Data Subjektif:
1. Klien
mengatakan
mudah lelah
2. Ny. S
mengeluh
merasa
lemas dan
tidak
berdaya
Data Objektif:
1. Kesadaran
Ny. S apatis,
tampak
pucat, dan
konjungtiva
anemis
2. TTV (RR
20x/mnt,
Nadi
92x/mnt,
Suhu
37,5°C, dan
TD 120/80
mmHg)
jam, diharapkan
menunjukkan pe-
nurunan tanda
fisiologis
intorelansi
Kriteria Hasil:
1. Adanya
peningkatan
toleransi
aktivitas
(termasuk
aktivitas
sehari-hari)
2. Berpartisipasi
dalam aktivitas
sehari-hari
sesuai tingkat
kemampuan
Catat laporan
kelelahan dan
keletihan
2. Awasi TD, nadi
pernapasan,
selama dan
sesudah aktivi-
tas
3. Gunakan teknik
penghematan
energi
4. Anjurkan pasien
berhenti bila
terjadi nyeri
dada, kelema-
han atau pusing
terjadi
2. Manifestasi
kardiopulmonal
dari upaya jan-
tung dan paru
untuk membawa
jumlah oksigen
adekuat ke
jaringan
3. Mendorong pa-
sien melakukan
banyak dengan
membatasi pe-
nyimpangan ener-
gi dan mencegah
kelemahan
4. Stress berlebihan
dapat menimbul-
kan kegagalan
3. Hb: 6,0
gr/dl;
Leukosit
2,9/mm3;
Trombosit
433/mm3,
Hematokrit
22%,
Neutrofil
53%;
lymphoist
39%;
Monosit 5%;
Eosinofil
2%; dan
Basofil 1%.
4. Terpasang
infus RL
0,9% 20
tts/mnt di
lengan kiri
D. Implementasi Keperawatan
Hari/
Tanggal/
Waktu
No.
Diagnosa
Tindakan yang
Dilakukan
Hasil Tanda
Tangan
Rabu
15 Oktober
2014
1. 1. Mengkaji keluhan
nyeri : pencetus,
catat lokasi, karak-
1. Klien menga-
takan nyeri
dirasakan pada
(07.00-
08.00)
teristik, dan inten-
sitas (skala nyeri 1-
10).
2. Menutup luka sese-
gera mungkin kecu-
ali perawatan luka
bakar metode pema-
janan pada udara
terbuka.
3. Mempertahankan
suhu lingkungan
nyaman, memberi-
kan lampu pengha-
ngat dan penutup
tubuh hangat.
4. Melakukan penggan-
tian balutan dan
debridemen setelah
pasien di beri obat
dan atau pada hidro-
terapi.
5. Mendorong ekspresi
perasaan tentang
nyeri.
6. Mendorong penggu-
naan teknik mana-
jemen stress, contoh
relaksasi progresif,
napas dalam, bimbi-
ngan imajinasi dan
sendi-sendi
dan tulang de-
ngan skala 4
2. Luka tertutup
balutan dan
klien masih
merasakan
nyeri
3. Klien diberi-
kan lampu ha-
ngat dan
menggunakan
penutup tubuh
yang hangat,
nyeri yang di-
rasakan se-
dikit berku-
rang
4. Balutan digan-
ti setelah dibe-
rikan obat.
Klien menge-
luh nyeri.
5. Wajah klien
terlihat pucat
dan merintih
saat bergerak
6. Klien mema-
hami teknik
relaksasi dan
visualisasi. menerapkan-
nya saat nyeri
kambuh.
Rabu
15 Oktober
2014
(08.15-
09.15)
2. 1. Mengkaji integritas
kulit, mencatat peru-
bahan turgor, warna,
dan eritema
2. Menginspeksi kulit/
titik tekan secara
teratur untuk keme-
rahan, memberikan
pijatan lembut
3. Mengawasi tungkai
terhadap kemerahan,
memperhatikan de-
ngan ketat terhadap
pembentukan ulkus.
4. Berkolaborasi dalam
menggunakan pelin-
dung, misalnya lo-
tion sesuai dengan
indikasi.
1. Kulit kering,
bersisik dan
mengelupas di
beberapa bagi-
an.
2. Klien diberi-
kan pijatan
lembut
3. Tidak terjadi
adanya pe-
nambahan
ulkus dan ke-
merahan
4. Klien diberi-
kan lotion se-
suai indikasi
Rabu
15 Oktober
2014
(09.30-
10.30)
3. 1. Mengkaji kemam-
puan pasien untuk
melakukan aktivitas.
Mencatat laporan
kelelahan dan kele-
tihan
2. Mengawasi TD, nadi
1. Klien tidak
dapat mela-
kukan akti-
vitas, merasa
lelah dan pu-
sing. Kesada-
ran klien a-
pernapasan, selama
dan sesudah aktivitas
3. Menggunakan teknik
penghematan energi
4. Menganjurkan pa-
sien berhenti bila
terjadi nyeri dada,
kelemahan atau
pusing terjadi
patis.
2. TTV (RR
20x/mnt,
Nadi
88x/mnt,
Suhu 37,3°C,
dan TD
100/70
mmHg)
3. Klien tirah
baring dan
dalam ber-
aktivitas di-
bantu oleh
keluarga.
4. Klien masih
merasakan
pusing dan
tirah baring
E. Evaluasi Keperawatan
Hari/ Tanggal/
Waktu
No.
Diagnosa
Perkembangan Tanda Tangan
Sabtu
18 Oktober
2014
07.00
1. S: klien mengatakan
nyeri berkurang men-
jadi skala 3.
O : klien menerapkan
teknik relaksasi saat
nyeri kambuh
A : masalah belum
teratasi
P : intervensi dilanjut-
kan
Sabtu
18 Oktober
2014
07.15
2. S : klien mengatakan
selalu menjaga keber-
sihan tangannya dan
tidak memegang luka,
serta luka tidak ter-
kelupas lagi
O : kulit terlihat se-
dikit lembab, sisik
berkurang, dan kulit
tidak terkelupas
A : masalah teratasi
sebagian
P : Intervensi dilanjut-
kan
Sabtu
18 Oktober
2014
3. S : klien mengatakan
pusing berkurang, da-
pat melakukan akti-
07.30 vitas kecil dengan
dibantu keluarga.
O : konjungtiva me-
merah, klien tidak
tampak pucat, TD:
110/70 mmHg
A : masalah teratasi
sebagian
P : Intervensi dilanjut-
kan
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sistem Imun adalah sistem pertahanan manusia sebagai perlindungan
terhadap infeksi dari makromolekul asing atau serangan organisme, termasuk
virus, bakteri, protozoa dan parasit. Systemic Lupus Erythematosus adalah
penyakit radang multisistem yang sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan
penyakit yang mungkin akut dan fulminan atau kronik remisi dan eksaserbasi
disertai oleh terdapatnya berbagai macam autoimun dalam tubuh. Lupus terdiri
dari 3 jenis, yaitu discoid lupus erythematosus, sistemic lupus erythematosus,
dan lupus obat.
Sampai saat ini penyebab SEL belum diketahui. Diduga faktor genetik,
infeksi dan lingkungan ikut berperan pada patofisiologi SEL. Kecenderungan
terjadinya SEL dapat berhubungan dengan perubahan gen MHC spesifik dan
bagaimana antigen sendiri ditunjukkan dan dikenali. Penyakit SLE terjadi akibat
terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan peningkatan autoimun yang
berlebihan. Gejala pada setiap penderita berlainan, serta ditandai oleh masa bebas
gejala (remisi) dan masa kekambuhan (eksaserbasi). Pemeriksaan diagnostik SLE
dapat dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium, tes Antinuclear
antibodies (ANA), tes laboratorium lain, dan pemeriksaan penunjang lainnya.
Apabila SLE tidak segera ditangan maka akan mengakibatkan komplikasi yang
terjadi pada ginjal, jantung, paru, sistem saraf, mata, dan pada ibu hamil dapat
terjadi keguguran, lahir prematur dan lupus neonatal. Penatalaksanaan lupus
tidak mudah sehingga penting untuk memperhatikan semua gejala baru yang
timbul sebagai manifestasi dari penyakit tersebut karena penatalaksanaan lupus
sangat berkaitan dengan gejala klinis dan organ tubuh yang terkena.
Konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan systemic lupus
erythematosus pada dasarnya adalah holistik yang dimulai dari pengkajian data,
merumuskan diagnosa, membuat perencanaan tindakan, mengaplikasikan
rencana yang telah dibuat, mengevaluasi setiap tindakan keperawatan yang telah
dilakukan, dan mendokumentasikannya. Asuhan keperawatan pada contoh kasus
SLE dan anemia dimulai dari mengkaji atau menganalisa data dan
mengklasifikan data mana yang termasuk data subjektif dan objektif. Kemudian
merumuskan diagnosa keperawatan dan membuat intervensi keperawatan sesuai
dengan kondisi klien. Lalu menerapkan intervensi keperawatan dan dicatat hasil
atau respon dari klien. Selanjutnya mengevaluasi atau menilai perkembangan
klien. Dalam hal ini, masalah klien belum dapat teratasi sehingga intervensi
keperawatan harus dilanjutkan.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & suddarthS. 2001. Keperawatan medikal bedahEdisi 8. Jakarta: EGC.
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Isselbacher, dkk. 2000. Prinsip-prinsip ilmu penyakitEdisi 13. Jakarta: EGC.
Robbins & cotran. 2008. Buku saku dasar patologis penyakitEdisi 7. Jakarta: EGC.
Ruth F, Craven EdD, RN. 2000. Fundamentals Of NursingEdisi II. Philadelphia:
Lippincot.
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Volume 3. Jakarta : EGC.
Farida. 2014. Makalah SLE Lupus Eritematosus Sistemik.
http://catatassangperempuan.blogspot.com/2014/09/makalah-sle-lupus-
eritematosus-sistemik.html. Diakses pada 4 Maret 2015