Konsep Keperilakuan dari Psikologi dan Psikologi Sosial
PENDAHULUAN
Beberapa riset akuntansi mulai mencoba menghubungkan dan menganggap
penting untuk memasukkan aspek keperilakuan dalam akuntansi. Sejak meningkatnya
orang yang sudah memberikan pengakuan terhadap beberapa aspek perilaku dari
akuntansi terdapat suatu kecenderungan untuk memandang secara lebih luas terhadap
bagian akuntansi yang lebih subtansial. Perspektif perilaku menurut pandangan ini
telah dipenuhi dengan baik sehingga membuat sistem akuntansi yang lebih dapat
dicerna dan lebih bisa diterima oleh para manajer/pimpinan dan karyawannya.
Pelayanan akuntansi mungkin juga telah sampai pada puncak permasalahan yang
rumit dan gagasan akuntansi dapat muncul dari beberapa nilai yang ada. Tetapi,
pertimbangan perilaku dan sosial tidak berarti mengubah dari tugas akuntansi secara
radikal. Namun mulai mengembangkan perspektif dalam mendekati beberapa
pengertian yang mendalam mengenai pemahaman atas perilaku manusia pada
organisasi.
Manusia dan faktor sosial diikut sertakan secara jelas dalam aspek-aspek operasional
utama dari seluruh sistem akuntansi, karena para akuntan membuat asumsi mengenai
bagaimana mereka termotivasi, bagaimana mereka menginterpretasikan dan
menggunakan informasi akuntansi, dan bagaimana sistem akuntansi mereka sesuai
dengan kenyataan manusia dan mempengaruhi organisasi.
Berdasarkan pengalaman, banyak manajer dan akuntan telah memperoleh suatu
pemahaman yang lebih dari sekadar aspek manusia dalam tugas mereka.
Bagaimanapun harus diakui bahwa banyak sistem akuntansi masih dihadapkan pada
berbagai kesulitan manusia yang tidak terhitung, bahkan penggunaan dan penerimaan
seluruh sistem akuntansi terkadang dapat menjadi meragukan. Pertanggungjawaban
dan pengambilan keputusan dilakukan atas dasar sudut pandang hasil laporan mereka
dan bukan atas dasar kontribusi mereka yang lebih luas terhadap efektivitas
organisasi. Sebagian prosedur saat ini juga dapat menimbulkan pembatasan yang
tidak diinginkan terhadap inisiatif manajerial. Prosedur dapat menjadi tujuan akhir itu
sendiri jika semata-mata dibandingkan dengan teknik organisasi yang lebih luas.
Dalam organisasi, semua anggota mempunyai peran yang harus dimainkan dalam
mencapai tujuan organisasi. Peran tersebut bergantung pada seberapa besar porsi
tanggung jawab dan rasa tanggung jawab anggota terhadap pencapaian tujuan. Rasa
tanggung jawab tersebut pada sebagian organisasi dihargai dalam bentuk penghargaan
tertentu. Dalam organisasi, masing-masing mempunyai tujuan dan bertanggung jawab
untuk mencapai tujuan organisasi tersebut. Keselarasan tersebut akan dapat lebih
diwujudkan manakala individu memahami dan patuh pada ketetapan-ketetapan yang
ada di dalam anggaran.
Akuntansi keperilakuan berada di balik peran akuntansi tradisional yang berarti
mengumpulkan, mengukur, mencatat dan melaporkan informasi keuangan. Dengan
demikian, dimensi akuntansi berkaitan dengan perilaku manusia dan juga dengan
desain, konstruksi, serta penggunaan suatu system informasi akuntansi yang efisien.
Akuntansi keperilakuan, dengan mempertimbangkan hubungan antara perilaku
manusia dan system akuntansi, mencerminkan dimensi sosial dan budaya manusia
dalam suatu organisasi. Stainer juga menjelaskan secara singkat mengenai definisi
keperilakuan, yaitu sebagai suatu riset ilmiah yang berhadapan secara langsung
dengan perilaku manusia. Definisi ini menangkap permasalahan inti dari ilmu
keperilakuan, yaitu riset ilmiah dan perilaku manusia.
Persamaan dan perbedaan ilmu keperilakuan dan akuntansi keperilakuan
mempunyai kaitan dengan penjelasan dan prediksi keperilakuan manusia. Akuntansi
keperilakuan menghubungkan antara keperilakuan manusia dengan akuntansi. Ilmu
keperilakuan merupakan bagian dari ilmu social, sedangkan akuntansi keperilakuan
merupakan bagian dari ilmu akuntansi dan pengetahuan keperilakuan. Namun ilmu
keperilakuan dan akuntansi keperilakuan sama-sama menggunakan prinsip sosiologi
dan psikologi untuk menilai dan memecahkan permasalahan organisasi. Akuntansi
keperilakuan, dengan mempertimbangkan hubungan antara perilaku manusia dan
system akuntansi, mencerminkan dimensi social dan budaya manusia dalam suatu
organisasi.
Akuntansi keperilakuan (behavioral accounting) adalah cabang akuntansi yang
mempelajari hubungan antara perilaku manusia dengan system akuntansi yang
mempelajari hubungan antara perilaku manusia dengan system akuntansi (Siegel, G.
et all. 1989), istilah system akuntansi yang dimaksud di sini dalam arti yang uas yang
meliputi system pengendalian, system penganggaran, desain akuntansi pertanggung
jawaban, desain organisasi seperti desentralisasi atau sentralisasi, desain pengumpulan
biaya, desain penilaian kinerja serta serta pelaporan keuangan.
Secara lebih rinci ruang lingkup akuntansi keperilakuan meliputi :
1. Mempelajari pengaruh antara perilaku manusia terhadap desain, konstruksi dan
penggunaan system akuntansi yang diterapkan dalam perusahaan, yang berarti
bagaimana sikap dan gaya kepemimpinan manajemen mempengaruhi sifat
pengendalian akuntansi dan desain organisasi.
2. Mempelajari pengaruh system akuntansi terhadap perilaku manusia, yang berarti
bagaimana system akuntansi mempengaruhi motivasi, produktifitas, pengambilan
keputusan, kepuasan kerja dan kerja sama.
3.Metode untuk memprediksi perilaku dan strategi untuk mengubahnya, yang berarti
bagaimana system akuntansi dapat dipergunakan untuk mempengaruhi perilaku.
Sebagai bagian dari ilmu keperilakuan (Behavioral Science),teori-teori akuntansi
keperilakuan dikembangkan dari ilmu keperilakuan dikembangkan dari penelitian
empiris ayas perilaku manusia di organisasi. Dengan demikian, peranan penelitian
dalam pengembangan ilmu itu sendiri sudah tidak diragukan lagi. Ruang lingkup
penelitian di bidang akuntansi sangat luas sekali, tidak hanya meliputi bidang
akuntansi manajemen saja, tetapi juga menyagkut penelitian dalam bidang etika,
auditing (pemeriksaan akuntan), system informasi akuntansi bahkan juga akuntansi
keuangan.
Konsep keprilakuan dari psikologi dan psikologi social ini adalah bertujuan untuk
memberikan pengakuan terhadap beberapa aspek perilaku dari akuntansi untuk
memandang secara lebih luas terhadap bagian akuntansi yang lebih substansial
Menurut Robbins (2003), Ketiga hal tersebut, yaitu psikologi, sosiologi dan psikologi
sosial menjadi kontribusi utama dari ilmu keperilakuan. Ketiganya melakukan
pencarian untuk menguraikan dan menjelaskan perilaku manusia, walaupun secara
keseluruhan mereka memiliki perspektif yang berbeda mengenai kondisi manusia.
terutama merasa tertarik dengan bagaimana cara individu bertindak. Fokusnya
didasarkan pada tindakan orang-orang ketika mereka bereaksi terhadap stimuli dalam
lingkungan mereka, dan perilaku manusia dijelaskan dalam kaitannya dengan ciri,
arah dan motivasi individu. Keutamaan psikologi didasarkan pada seseorang sebagai
suatu organisasi.
Psikologi, merupakan ilmu pengetahuan yang berusaha mengukur, menjelaskan dan
kadang mengubah perilaku manusia. Para psikolog memperhatikan studi dan upaya
memahami perilaku individual. Mereka yang telah menyumbangkan dan terus
menambah pengetahuan tentang perilaku organisasional teoritikus pembelajaran,
teoritikus keperibadian, psikologi konseling dan psikologi industri dan organisasi.
Bila psikologi memfokuskan perhatian mereka pada individu, sosiologi mempelajari
sistem sosial di mana individu-individu mengisi peran-peran mereka, jadi sosiologi
mempelajari orang-orang dalam hubungan dengan manusia-manusia sesamanya.
Secara spesifik, sosiolog telah memberikan sumbangan mereka yang terbesar kepada
perilaku organisasi melalui studi mereka terhadap perilaku kelompok dalam
organisasi, terutama organisasi yang formal dan rumit. Beberapa bidang dalam
perilaku organisasi yang menerima masukan yang berharga dari para sosiolog adalah
dinamika kelompok, desain tim kerja, budaya organisasi, teknologi organisasi,
birokrasi, komunikasi, kekuasaan dan konflik.
Psikologi sosial, adalah suatu bidang dalam psikologi, tetapi memadukan konsep-
konsep baik dari psikologi maupun sosiologi yang memusatkan perhatian pada
perilaku kelompok sosial. Penekanan keduanya adalah pada interaksi antara orang-
orang dan bukan pada rangsangan fisik. Perilaku diterangkan dalam hubungannya
dengan ilmu sosial, pengaruh sosial dan ilmu dinamika kelompok. Disamping itu para
psikologi sosial memberikan sumbangan yang berarti dalam bidang-bidang
pengukuran, pemahaman, dan perubahan sikap, pola komunikasi, cara-cara dalam
kegiatan dapat memuaskan kebutuhan individu dan proses pengambilan keputusan
kelompok.
Kita sering berpikir bahwa yang namanya dunia psikologi adalah dunia yang
berkaitan dengan persoalan perasaan, motivasi, kepribadian, dan yang sejenisnya. Dan
kalau berpikir tentang sosiologi, secara umum cenderung memikirkan persoalan
kemasyarakatan. Kajian utama psikologi adalah pada persoalan kepribadian, mental,
perilaku, dan dimensi-dimensi lain yang ada dalam diri manusia sebagai individu.
Sosiologi lebih mengabdikan kajiannya pada budaya dan struktur sosial yang
keduanya mempengaruhi interaksi, perilaku, dan kepribadian. Kedua bidang ilmu
tersebut bertemu di daerah yang dinamakan psikologi social
Dengan demikian para psikolog berwenang merambah bidang ini, demikian pula para
sosiolog. Namun karena perbedaan latar belakang maka para psikolog akan
menekankan pengaruh situasi sosial terhadap proses dasar psikologikal - persepsi,
kognisi, emosi, dan sejenisnya. Sedangkan para sosiolog akan lebih menekankan pada
bagaimana budaya dan struktur sosial mempengaruhi perilaku dan interaksi para
individu dalam konteks sosial, dan lalu bagaimana pola perilaku dan interaksi tadi
mengubah budaya dan struktur sosial. Jadi psikologi akan cenderung memusatkan
pada atribut dinamis dari seseorang; sedangkan sosiologi akan mengkonsentrasikan
pada atribut dan dinamika seseorang, perilaku, interaksi, struktur sosial, dan budaya,
sebagai faktor-faktor yang saling mempengaruhi satu sama lainnya
TELAAH TEORI
Sikap
Sikap adalah suatu hal yang mempelajari mengenai seluruh tendensi tindakan, baik
yang menguntungkan maupun yang kurang menguntungkan, tujuan manusia, objek,
gagasan, atau situasi. Istilah objek dalam sikap digunakan untuk memasukkan semua
objek yang mengarah pada reaksi seseorang. Sikap tidak sama dengan nilai, tetapi
keduanya saling berhubungan. Ketiga komponen sikap: pengertian (cognition),
pengaruh(affect), dan perilaku(behavior). Susunan sikap yang dipandang berdasarkan
ketiga komponen tersebut membantu untuk memahami kerumitan sikap dan hubungan
potensial antara sikap dan perilaku. Orang-orang memperoleh sikap dari pengalaman
pribadi, orang tua, panutan, dan kelompok sosial. Ketika pertama sekali seseorang
mempelajarinya, sikap menjadi suatu bentuk bagian dari pribadi individu yang dapat
membantu konsistensi perilaku. Para akuntan perilaku harus memahami sikap dalam
rangka memahami dan memprediksikan perilaku. Terdapat banyak cara bagi para
akuntan perilaku untuk menggunakan sikap guna melakukan riset-riset dalam bidang
ini.
Komponen Sikap
Dalam organisasi, sikap adalah penting karena sikap perilaku kerja. Sikap disusun
oleh komponen teori, emosional, dan perilaku. Komponen teori terdiri atas gagasan,
persepsi, dan kepercayaan seseorang mengenai penolakan sikap. Informasi yang
dimiliki oleh seseorang mengenai penolakan sikap terhadap stereotip atau
generalisasi, baik yang akurat maupun yang tidak akurat, telah menciptakan satu
kekuatan. Misal, komponen-komponen dari teori sikap yang menolak komputerisasi
dapat mengatakan bahwa ”bisnis perusahaan tidaklah cukup besar untuk mengambil
keuntungan atas komputerisasi. Komponen emosional atau afektif mengacu pada
perasaan seseorang yang mengarah pada objek sikap. Komponen perilaku mengacu
pada bagaimana satu kekuatan bereaksi terhadap objek/sikap.
Fungsi Sikap
Sikap memiliki empat fungsi utama: pemahaman,kebutuhan akan kepuasan, defensif
ego, dan ungkapan nilai. Pemahaman atau pengetahuan berfungsi untuk membantu
seseorang dalam memberikan maksud atau memahami situasi atau peristiwa baru.
Siakp mengizinkan seseorang untuk menilai suatu situasi baru dengan cepat tanpa
perlu mengumpulkan semua informasi yang relevan mengenai situasi tersebut. Sikap
juga melayani suatu hal yang bermanfaat atau fungsi kebutuhan yang memuaskan.
Misal, manusia cenderung untuk membentuk sikap positif terhadap objek dalam
menemukan sikap negatif. Sikap juga melayani fungsi defensif ego dengan
melakukan pengembangan atau pengubahan guna melindungi manusia dari
pengetahuan yang berlandaskan kebenaran mengenai dasar manusia itu sendiri atau
dunianya. Sikap juga melayani fungsi nilai ekspresi. Manusia memperoleh kepuasan
melalui pernyataan diri mereka dengan sikapnya.
Sikap dan Konsistensi
Orang-orang mengusahakan konsistensi antara sikap-sikapnya serta antara sikap dan
perilakunya. Ini berarti bahwa individu-individu berusaha untuk menghubungkan
sikap-sikap mereka yang terpisah dan menyelaraskan sikap dengan perilaku mereka
sehingga mereka kelihatan rasional dan konsisten. Jika terdapat inkonsistensi,
kekuatan untuk mengemablikan individu itu ke keadaan seimbang terus digunakan
agar sikap dan perilakunya menjadi konsisten lagi. Hal ini dapat dilakukan dengan
mengubah sikap maupun perilaku atau dengan mengembangkan suatu rasionalisasi
mengenai penyimpangan tersebut.
Formasi Sikap dan Perubahan
Formasi sikap mengacu pada pengembangan suatu sikap yang mengarah pada suatu
objek yang tidak ada sebelumnya. Perubahan sikap mengacu pada substitusi sikap
baru untuk seseorang yang telah ditangani sebelumnya. Sikap dibentuk berdasarkan
karakter faktor psikologis, pribadi dan sosial. Hal pokok yang paling fundamental
mengenai cara sikap dibentuk sepenuhnya berhubungan langsung dengan pengalaman
pribadi terhadap suatu objek, yaitu pengalaman yang menyenangka maupun tidak,
traumatis, frekuensi kejadian, dan pengembangan sikap tertentu yang mengarah pada
gambaran hidup baru.
Beberapa Teori Terkait dengan Sikap
Teori Perubahan Sikap
Teori perubahan sikap dapat membantu untuk memprediksikan pendekatan yang
paling efektif. Sikap, mungkin dapat berubah sebagai hasil pendekatan dan keadaan.
Teori Pertimbangan Sosial
Teori pertimbangan sosial ini merupakan suatu hasil perubahan mengenai bagaimana
orang-orang merasa menjadi suatu objek dan bukannya hasil perubahan dalam
memercayai suatu objek. Teori ini menjelaskan bahwa manusia dapat menciptakan
perubahan dalam sikap individu jika mau memahami struktur yang menyangkut sikap
orang laindan membuat pendekatan setidaknya untuk dapat mengubah ancaman.
Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa usaha untuk menyebabkan suatu
perubahan utama di dalam sikap kemungkinan akan gagal, sebab perubahan tersebut
akan menghasilkan ketidaknyamanan bagi si subjek. Faktor utama yang
mempengaruhi keberhasilan adalah membujuk dan menengahi dua posisi
bertentangan yang masing-masing didiukung oleh komunikator. Jika komunikator
memposisikan terlalu jauh dari jangka internal , hasil yang dicapai mungkin
bertentangan dan sikap tidak akan berubah. Jika komunikasi semakin dekat dengan
jangka internal, maka asimilasi dapat dihasilkan karena subjek tidak mempersepsikan
komunikasi persuasif tersebut sebagai ancaman yang ekstrem, sehingga orang tersebut
akan mengevaluasi pesan itu secara positif dan kemungkinan akan mengubah
sikapnya.
Konsistensi dan Teori Perselisihan
Konsistensi dan teori perselisihan memandang perubahan sikap sebagai hal yang
masuk akal dan merupakan proses yang mencerminkan orang-orang yang dibuat
untuk menyadari inkonsistensi antara sikap dan perilaku mereka, sehingga mereka
termotivasi untuk mengoreksi inkonsistensi tersebut dengan mengubah sikap maupun
perilakunya ke arah yang lebih baik. Teori konsistensi menjaga hubungan antara sikap
dan perilaku dalam ketidakstabilan, walaupun tidak ada tekanan teori dalam sistem.
Teori perselisihan adalah suatu variasi dari teori konsistensi. Teori ini menganggap
bahwa perselisihan memotivasi orang-orang untuk mengurangi atau menghapuskan
perselisihan, karena perselisihan secara psikologis merupakan hal yang tidak
menyenangkan sehingga orang-orang akan mencari cara untuk menghindari itu.
Teori Disonansi Kognitif
Leon Festinger pada tahun 1950-an mengemukakan teori Disonansi Kognitif. Teori
ini menjelaskan hubungan antara sikap dan perilaku. Disonansi dalam hal ini berarti
adanya suatu inkonsistensi. Disonansi kognitif mengacu pada setiap inkonsistensi
yang dipersepsikan oleh seseorang terhadap dua atau lebih sikapnya, atau terhadap
perilaku dengan sikapnya. Festinger mengatakan bahwa hasrat untuk mengurangi
disonansi akan ditentukan oleh pentingnya unsur-unsur yang menciptakan disonansi
itu, derajat pengaruh yang diyakini dimiliki oleh individu terhadap unsur-unsur itu,
dan ganjaran yang mungkin terlibat dalam disonansi. Teori ini dapat membantu
kecenderungan untuk mengambil bagian dalam perubahan sikap dan perilaku.
Teori Persepsi Diri
Teori persepsi diri menganggap bahwa orang-orang mengembangkan sikap
berdasarkan bagaimana mereka mengamati dan menginterpretasikan perilaku mereka
sendiri. Teori ini mengusulkan fakta bahwa sikap tidak menentukan perilaku, tetapi
sikap itu dibentuk setelah perilaku terjadi guna menawarkan sikap yang konsisten
dengan perilaku. Sikap hanya akan berubah setelah perilaku berubah. Teori fungsional
terhadap perubahan sikap mempercayai bahwa sikap melayani kebutuhan masyarakat.
Dalam rangka mengubah sikap manusia harus menemukan rangsangan terhadap apa
yang akan dikembangkan berdasarkan pada kebutuhannya.
Teori Motivasi dan Aplikasinya
Terdapat keyakinan bahwa perilaku manusia ditimbulkan oleh adanya motivasi.
Dengan demikian, ada sesuatu yang mendorong (memotivasi) seseorang untuk
berbuat sesuatu.
Teori Motivasi Awal
Tiga teori spesifik dirumuskan selama kurun waktu tahu 1950-an. Ketiga teori ini
adalah teori hierarki kebutuhan,teori X dan Y, dan teori motivasi higiene. Teori-teori
ini bersifat awal karena: 1) teori-teori ini mewakili suatu dasar dari mana teori-teori
kontemporer berkembang, dan 2) para manajer mempraktikkan penggunaan teori dan
istilah-istilah ini untuk menjelaskan motivasi karyawan secara teratur.
Teori Kebutuhan dan Kepuasan
Moslow menjelaskan suatu bentuk teori kelas. Teorinya menjelaskan bahwa masing-
masing individu mempunyai beraneka ragam kebutuhan yang dapat mempengaruhi
perilaku mereka. Teori kebutuhan ini pada praktiknya merupakan bagian-bagian dari
teori kebutuhan psikologis yang akan didominasi oleh kebutuhan-kebutuhan lain jika
tidak dijumpai. Secara psikologis, kebutuhan merupakan syarat dasar untuk
memenuhi kebutuhan sisik, seperti makan, minum, perlindungan, dan sebagainya,
yang disebut sebagai kebutuhan dasar utama.
Hierarki kebutuhan manusia oleh Moslow
Kebutuhan fisiologis (physiologis needs ), yaitu kebutuhan fisik , seperti rasa lapar,
rasa haus, kebutuhan akan perumahan, pakaian, dan lain sebagainya.
Kebutuhan akan keamanan (safety needs ), yaitu akan kebutuhan keselamatan dan
perlindungan dari bahaya, ancaman, perampasan atau pemecatan.
Kebutuhan sosial (social needs ), yaitu kebutuhan akan rasa cinta dan kepuasan dalam
menjalin hubunnga dengan orang lain, kebutuhan akan kepuasan dan perasaan
memiliki serta diterima dalam suatu kelompok, rasa kekeluargaan, persahabatan, dan
kasih sayang.
Kebutuhan akan penghargaan (esteem needs ), yaitu kebutuhan akan status atau
kedudukan, kehormatan diri, reputasi, dan prestasi.
Kebutuhan akan aktualisasi diri (self actualization needs ), yaitu kebutuhan
pemenuhan diri untuk mempergunakan potensi ekspresi diri dan melakukan apa yang
paling sesuai dengan dirinya.
Teori Prestasi
Teori ini pada awalnya dikembangkan oleh McClelland pada awal tahun 1990. Teori
McClelland mempunyai suatu faktor hierarki yang memotivasi perilaku. Dalam kasus
ini, terdapat tiga faktor yaitu prestasi, kekuatan dan afiliasi. Riset yang dilakukan oleh
McClellandmembri hasil bahwa terdapat tiga karakreristik dari orang yang memiliki
kebutuhan prestasi yang tinggi, yaitu :
Orang yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi memiliki rasa tanggung jawab
yang tinggi terhadap pelaksanaan suatu tugas atau pencarian solusi atas suatu
permasalahan. Akibatnya, mereka lebih suka bekerja sendiri daripada dengan orang
lain. Apabila suatu pekerjaan membutuhkan orang lain, mereka lebih suka memilih
orang yang kompeten disbanding sahabatnya.
Orang yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi cenderung menetapkan tingkat
kesulitan tugas yang moderat dan menghitung risikonya.
Orang yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi memiliki keinginan yang kuat
untuk memperoleh umpan balik (feed back ) atau tanggapan atas pelaksanaan
tugasnya.
Teori Motivasi
Pada pertengehan tahun 1960-an Herzberg mengajukan suatu teori motivasi yang di
bagi kedalam beberapa faktor. Asumsi terpenting dari bentuk teori Herzberg adalah
factor yang mempunyai pengaruh positif dalam motivasi dan menjadi bahan
perbedaan yang menyenangkan dari seluruh pengaruh negatif. Faktor-faktor ini
meliputi : kebijakan perusahaan , kondisi pekerjaan, hubungan perseorangan,
keamanan kerja dan gaji. Faktor motivasi meliputi : prestasi, pengakuan, tantangan
pekerjaan, promosi, dan tanggung jawab.
Herzberg juga menjelaskan bahwa hasil riset yang dilakukannya terhadap 200
responden yang terdiri atas akuntan dan insinyur menunjukkan bahwa terdapat dua
hal yang terkait dengan kepuasan dan motivasi. Kedua faktor tersebut meliputi :
Sejumlah kondisi kerja ekstrinsik
Yang apabila tidak ada menyebabkan terjadinya ketidakpuasan di antara para
karyawan. Kondisi ini disebut dengan faktor penyebab ketidakpuasan atau faktor
higiene, karena kondisi atau faktor-faktor tersebut minimal dibutuhkan untuk menjaga
agar ketidakpuasan tidak terjadi
Sejumlah kondisi kerja instrinsik
Yang apabila ada berfungsi sebagai motivator dan dapat menghasilkan prestasi ketja
yang baik. Tetapi jika kondisi atau faktor tersebut tidak ada, maka hal tersebut tidak
akan menyebabkan terjadinya ketidakpuasan. Faktor-faktor tersebut berkaitan dengan
isi pekerjaan, yang disebut dengan istilah faktor pemuas.
Teori Keadilan
Teori keadilan pertama kali dipublikasikan oleh Adam pada tahun1963. Dalam teori
keadilan, kunci ketidakpuasan terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh seorang
individu adalah jika orang tersebut membandingkannya dengan lingkungan lainnya.
Teori keadilan secara umum merupakan bentuk dasar dari konsep hubungan
pertukaran sosial. Para individu mempertimbangkan input dan output menjadi suatu
nilai yang tidak sebanding.
Ketidakadilan dibagi menjadi dua bentuk dan keduanya diakibatkan dari peran
motivasi yang merugikan satu sama lain. Teori ini menggambarkan kenyataan bahwa
pembayaran-pembayaran relatif tidak mutlak menjadi perhitungan yang mempunyai
pengaruh kuat.
Teori ERG
Teori ERG (existence, relatedness, growth ) menganggap bahwa kebutuhan akan
manusia memilki tiga hierarki kebutuahan, yaitu kebutuhan akan eksistensi
( existence needs), kebutuhan akan keterikatan (relatedness needs) dan kebutuhan
akan pertumbuhan (growth needs ). Teori ERG mengandung suatu dimensi frustasi-
regresi.
Teori ERG berargumen, bahwa kebutuhan tingkat rendah yang terpuaskan
menghantar ke hasrat untuk memnuhi kebutuhandengan tingkatan yang lebih tinggi.
Tetapi kebutuhan ganda dapat beroperasi sebagai motivator dan halangan sekaligus,
di mana dalam mencoba untuk memuaskan kebutuhan tingkat lebih tinggi dihasilkan
pengaruh terhadap pemuasan akan kebutuhan dengan tingkat yang lebih rendah.
Secara keseluruhan teori ERG menyatakan suatu versi yang lebih valid dibandingkan
dengan hierarki kebutuhan.
Teori Harapan
Teori ini dikembangkan sejak tahun 1930-an oleh Kurt Levin dan Edward Tolman.
Teori harapan disebut juga teori valensi atau teori instrumentalis. Ide dasar teori ini
adalah bahwa motivasi ditentukan oleh hasil yang diharapkan akan diperoleh
seseorang sebagai akibat dari tindakannya. Variabel-variabel kunci dalam teori
harapan adalah: usaha (effort), hasil (income),harapan (expectancy), instrumen-
instrumen yang berkaitan dengan hubungan antara hasil tingkat pertama dengan hasil
tingkat kedua,hubungan antara prestasi dan imbalan atas pencapaian prestasi, serta
valensi yang berkaitan dengan kader kekuatan dan keinginan seseorang terhadap hasil
tertentu.
Teori penguatan
Teori penguatan memiliki konsep dasar yaitu :
Pusat perhatian adalah pada perilaku yang dapat diukur, seperti jumlah yang dapat
diproduksi, kualitas produksi, ketepatan pelaksanaan jadwal produksi, dan
sebagainya.
Kontinjensi penguatan (contingencies of reinforcement), yaitu berkaitan dengan
urutan-urutan antara stimulus, tanggapan, dan konsekuensi dari perilaku yang
ditimbulkan. Suatu kondisi kerja tertentu dibentuk oleh organisasi (stimulus),
kemudian karyawan bertindak sebagaimana diinginkan oleh organisasi (tanggapan),
selanjutnya organisasi memberikan imbalan yang sesuai dengan tindakan atau
perilaku karyawan tersebut (konsekuensi dari perilaku).
Semakin pendek interval waktu antara tanggapan atau respon karyawan (misalnya
prestasi kerja) dengan pemberian penguatan (imbalan), maka semakin besar
pengaruhya terhadap perilaku.
Teori Penetapan Tujuan
Teori ini dikembangkan oleh Edwin Loceke(1986) konsep dasar dari teori ini adalah
bahwa karyawan yang memahami tujuan (apa yang diharapkan organisasi
terhadapnya) akan terpengaruh perilaku kerjanya. Tujuan yang sulit menghasilkan
prestasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan tujuan yang mudah. Demikian pula
halnya tujuan yang spesifik dan menantang akan menghasilkan prestasi yang lebih
tinggi dibandingkan dengan tujuan yang bersifat abstrak.
Teori Atribusi
Teori Atribusi mempelajari proses bagaimana seorang menginterprestasikan suatu
peristiwa, alasan, atau sebab perilakunya. Teori ini dikembangkan oleh Fritz Heider
yang berargumentasi bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh kombinasi antara
kekuatan internal(internal forces), yaitu faktor-faktor yang berasal dari dalam diri
seseorang, seperti kemampuan atau usaha, dan kekuatan eksternal (eksternal forces),
yaitu factor-faktor yang berasal dari luar seperti kesulitan dalam pekerjaan atau
keberuntungan. Teori ini diterapkan dengan menggunakan variable tempat
pengendalian :
tempat pengendalian internal
Perasaan yang dialami oleh seseorang bahwa dia mampu secara personal
mempengaruhi kinerja serta perilakunya melalui kemampuan, keahlian, dan usahanya.
tempat pengendalian eksternal
Perasaan yang dialami oleh seseorang bahwa perilakunya dipengaruhi oleh factor-
faktor di luar kendalinya.
Teori Agensi
Teori ini mengasumsikan kinerja yang efisien dan bahwa kinerja organisasi
ditentukan oleh usaha dan pengaruh kondisi lingkunngan. Teori ini secara umum
mengasumsikan bahwa principal bersikap netral terdadap risiko sementara agen
bersikap menolak usaha dan risiko.
Pendekatan Dyadic
Pendekatan tersebut menyatakan bahwa ada dua pihak, yaitu atasan (superior) dan
bawahan (subordinate), yang berperan dalam [proses evaluasi kinerja. Pendekatan ini
dikembangkan oleh Danserau et al. pada tahun 1975. Danserau menyatakan bahwa
pendekatan ini tepat untuk menganalisis hubungan antara atasan dan bawahan karena
mencerminkan proses yang menghubungkan keduanya.
3. Persepsi
Persepsi adalah Bagaimana orang-orang melihat atau menginterprestasikan peristiwa,
objek, serta manusia. Definisi persepsi yang formal adalah proses dengan mana
seseorang memilih, berusaha, dan menginterprestasikan rangsangan ke dalan suatu
gambaran yang terpadu dan penuh arti. Menurut kamus Bahasa Indonesia Persepsi
adalah sebagai tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu atau proses seseorang
mengetahui beberapa hal melalui panca indra. Sedang dalam lingkup yang lebih luas
Persepsi merupakan suatu proses yang melibatkan pengetahuan sebelumnya dalam
memperoleh dan menginterprestasikan stimulus yang ditunjukkan oleh panca indra.
Persepsi memberikan makna pada stimuli. Persepsi juga merupakan pengalaman
tentang objek atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan
informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi dikatakan rumit dan aktif karena walaupun
persepsi merupakan pertemuan antara kognitif dan kenyataan, persepsi lebih banyak
melibatkan kegiatan kognitif. Persepsi lebih banyak dipengaruhi oleh kesadaran,
ingatan, pikiran, dan bahasa.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Faktor Dalam Situasi
Yang terdiri dari waktu, keadan (tempat kerja), keadan social.
Faktor Pada Pemersepsian
Yang terdiri dari sikap, motif, kepentingan, pengalaman dan pengharapan.
Faktor Pada Target
Yang terdiri dari hal baru, gerakan, bunyi, ukuran, latar belakang, kedekatan.
Rangsangan Fisik VS Kecenderungan Individu
Rangsangan Fisik adalah input yang berhubungan dengan perasaan, seperti
pegelihatan dan sentuhan. Sedang Kecenderungan Individu meliputi alas an,
kebutuhan, sikap, pelajaran dari masa lalu dan harapan. Perbedaan persepsi antar
orang-orang disebabkan karena perasaan individu yang menerimanya berbeda fungsi
dan hal ini terutama disebabkanoleh kecenderungan perbedaan. Empat factor lain
yang berhubungan dengan kecenderungan individu adalah kekerabatan, perasaan, arti
penting dan emosi.
Keterkaitan Persepsi Bagi Para Akuntan
Perilaku para akuntan dapat menerapkan pengetahuan persepsi terhadap banyak
aktifitas organisasi. Misalnya dalam evaluasi kinerja, cara penilaian atas seseorang
mungkin dipengaruhi oleh ketelitian persepsi penyeia. Kesalahan atau bias penilaian
mungkin diakibatkan oleh sandiwara yang mencoba untuk menakut-nakuti sehingga
karyawan mrasa tidak puas dan meninggalkan perusahaan. Oleh karena itu para
penyelia perlu mengenali perasaan mereka terhadap bawahannya. Bawahan tertentu
dapat mempengaruh evaluasi mereka, dan harus waspada terhadap sumber
penyimpangan persepsi ini. Kesalahan persepsi dapat juga mendorong kearah
ketegangan hubungan antar pribadi karyawan. Ketika sesuatu dilihat sebagai sesuatu
yang menegangkan seorang penyelia perlu menentukan penyebab terjadinya peristiwa
bisnis yang dipandang berbeda oleh orang-orang yang berbeda.
Persepsi Orang Membuat Penilaian Mengenai Orang Lain
Dalam bahasan mengenai persepsi orang dalam membuat penilaian terhadap orang
lain, hal ini akan dikaitkan dengan teori atribusi. Teori atribusi merupakan dari
penjelasan cara-cara manusia menilai orang secara berlainan,bergantung pada makna
apa yang dihubungkan ke suatu prilaku tertentu. Pada dasarnya teori ini menyarankan
bahwa jika seseorang mengamati prilaku seorang individu, orang tersebut berusaha
menentukan apakah prilaku itu disebabkan oleh factor internal atau eksternal, tetapi
penentan tersebut sebagian besarbergantung pada tiga factor berikut:
Kekususan (ketersendirian) merujuk pada apakah seorang individu memperlihatkan
prilaku-prilaku yang berlainan dalam situasi yang berlainan.
Konsesus yaitu jika semua orang yang menghadapi suatu situasi yang serupa bereaksi
dengan cara yang sama. Contoh perilaku karyawan yang terlambat akan memenuhi
criteria ini jika semua karyawan yang mengambil rute yang sama ke tempat kerja juga
terlambat.
Konsistensi. Disini dicari konsistensi dari tindakan seseorang apakah orang tersebut
memberikan reaksi yang sama dari waktu kewaktu.Contoh Apabila seorang karyawan
datang terlambat beberapa menit saja tidak dipersepsikan dengan cara yang sama oleh
karyawan yang baginya keterlambatan itu kasus yang luabiasa (karena tidak pernah
terlambat).
4. Nilai
Nilai secara mendasar dinyatakan sebagai suatu modus perilaku atau keadaan akhir
dari eksistensi yang khas dan lebih disukai secara pribadi atau sosial dibandingkan
dengan suatu modus perilaku atau keadaan akhir yang berlawanaan. Nilai
mengandung suatu unsur pertimbangan dalam pengertian bahwa nilai mengemban
gagasan-gagasan seorang individu mengenai apa yang benar, baik, atau diinginkan.
Arti Penting Nilai
Dalam mempelajari perilaku dalam organisasi, nilai dinyatakan penting karena nilai
meletakkan dasar untuk memahami sikap serta motivasi dan karena nilai
memengaruhi sikap manusia. Seseorang memasuki organisasi dengan gagasan yang
dikonsepkan sebelumnya mengenai apa yang seharusnya dan apa yang tidak
seharusnya. Gagasan-gagasan itu sendiri tidaklah bebas dari nilai. Sebaliknya,
gagasan ini mengandung penafsiran benar dan salah. Gagasan itu menyiratkan bahwa
perilaku-perilaku atau hasil tertentu lebih disukai ketimbang yang lain. Akibatnya,
nilai memperkeruh tujuan dan rasionalitas.
Nilai dan Dilema Etika
Permasalahan profesi akuntansi sekarang ini banyak dipengaruhi masalah
kemerosotan standar etika dan krisis kepercayaan. Krisis kepercayaan ini seharusnya
menjadi pelajaran bagi para akuntan untuk lebih berbenah diri, memperkuat
kedisiplinan mengatur dirinya dengan benar, serta menjalin hubungan yang lebih baik
dengan para klien atau masyarakat luas. Misal: skandal Enron yang melibatkan Arthur
Anderson, serta skndal Worldcom, Merck, dan Xerox, profesi akuntan menjadi
gempar. Ihksan menambahkan cara yang lebih baik dan ideal dalan mengatasi dilema
ini adalah dengan mempertimbangkan kecukupan dari kesempatan yang ada
selanjutnya memberikan reaksi terhadap apa yng menjadi kekawatiran di dalamnya.
Kesempatan dapat dilhat sebagai suatu standar etika yang diharapkan, di mana dapat
dilihat setiap perubahan perilaku di dalam organisasi profesi itu sendiri serta setiap
perubahan perilaku yang diharapkan dari yang lainnya. Adalah jauh lebih baik jika
organisasi profesi dapat menempatkannya secara berdampingan dan simbang guna
mendeteksi standar perilaku yang melanggar kepercayaan. Organisasi profesi sendiri
perlu sedikit kesabaran dalam membuat standar profesi yang berkualitas dalam semua
aspek dan memberikan tindakan tegas terhadap anggota profesi yang membawa
keburukan bagi profesi itu atau mereka yang tidak melakukan kewajiban sebagai
anggota.
5. Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses dimana perilaku baru diperlukan. pembelajaran terjadi
sebagai hasil dari motivasi, pengalaman, dan pengulangaan dalam merespon situasi.
Kombinasi dari motivasi, pengalaman dan pengulangan dalam merespons situasi ini
terjadi dalam tiga bentuk: pengaruh keadaan klasik, pengaruh keadaan operant, dan
pembelajaran sosial.
Pengondisian Keadaan Klasik
Dapat diringkaskan bahwa pengondisian klasik pada hakikatnya merupakan proses
pembelajaran suatu respons dan suatu rangsangan yang tidak terkondisi. Dengan
menggunakan rangsangan yang berpasangan, yang satu memaksa yang lain netral,
rangsangan yang netral menjadi suatu rangsangan terkondisi yang kemudian
meneruskan sifat-sifat dari rangsangan tidak terkondisi. Pengondisian klasik bersifat
pasif. Sesuatu terjadi dan orang harus bereaksi dengan cara yang khusus. Hal itu
dihasilkan sebagai respons terhadap peristiwa khusus yang dapat dikenali. Tetapi,
kebanyakan perilaku, terutama perilaku rumit dari individu-invdividu dalam
organisasi dipancarkan bukan secara refleks. Missal saja, para karyawan memilih
untuk sampai di tempat kerja pada waktunya, meminta atasan membantu ketika ada
masalah, atau membuang waktu bila tidak ada orang yang mengamati.
Pengondisian Operant
Pengondisian operant menyatakan bahwa perilaku merupakan suatu fungsi dari
konsekuensi-konsekuensi. Perilaku operant berarti perilaku yang bersifat sukarela
atau perilaku yang dipelajari sebagai kontras terhadap perilaku semacam itu, yang
dipengaruhi oleh ada atau tidak adanya pungutan yang ditrimbulkan oleh
konsekuensi-konsekuensi dari perilaku tersebut.
Pembelajaran Sosial
Individu-individu juga dapat belajar dengan mengamati apa yang terjadi pada orang
lain, dengan diberitahu maupun dengan mengalami secara langsung. Jadi, banyak dari
apa yang telah dipelajari manusia berasal dari observasi atas karakteristik-
karakteristik orang tua, guru, teman sekerja, atasan, dan seterusnya. Pandangan bahwa
manusia dapat belajar baik lewat pengamatan maupun pengalaman langsung ini
disebut sebagai teori pembelajaran social.
Walaupun teori pembelajaran sosial merupakan suatu perpanjangan dari pengondisian
operant, di mana teori tersebut mengandalkan perilaku sebagai suatu fungsi dari
konsekuensi-konsekuensi, teori itu juga mengakui eksistensi pembelajaran
observasional(lewat pengamatan) dan pentingya persepsi dalam belajar.
6. Kepribadian
Kepribadian mengacu pada bagian karakteristik psikologi dalam diri seseorang yang
menentukan dan mencerminkan bagaimana orang tersebut merespons lingkungannya.
Kepribadian adalah inti sari dari perbedaan individu. Kepribadian cenderung bersifat
konsisten dan kronsi. Konsep kepribadian dan pengetahuan tentang komponennya
adalah penting karena memungkinkan untuk memprediksikan perilaku. Para akuntan
perilaku dapat menghadapi efektivitas orang-orang jika mereka memahami bagaimana
kepribadian dikembangkan dan bagaimana kepribadian tersebut dapat diubah.
Aplikasi utama dari teori kepribadian dalam organisasi adalah memprediksikan
perilaku. Pengujian terhadap perilaku ditentukan oleh banyaknya efektivitas dalam
tekanan pekerjaan, siapa yang akan menanggapi kritikan dengan baik, siapa yng
pertama harus dipuji dahulu sebelum berbicara mengenai perilaku tidak diinginkan,
siapa yang menjadi seorang pemimpin potensial. Semuanya itu merupakan bentuk-
bentuk pemahamaan atau kepribadian.
Penentu Kepribadian
Suatu argumen dini dalam riset kepribadian adalah apakah kepribadian seseorang
merupakan hasil keturunan atau lingkungan. Kepribadian tampaknya merupakan hasil
dari kedua pengaruh tersebut. Selain itu, dewasa ini dikenal faktor ketiga, yaitu faktor
situasi. Kepribadian seorang dewasa umumnya dinggap terbentuk dari faktor
keturunan, dan lingkungan, yang diperlunak oleh kondisi situasi.
a.Keturunan
Pendekatan keturunan beragumentasi bahwa penjelasan paling akhir dari kepribadian
seseorang individu adalah struktur molekul dari gen yang terletak dalam kromosom.
b.Lingkungan
Di antara faktor-faktor yang menekankan pada pembentukan kepribadian adalah
budaya dimana seseorang dibesarkan, pengondisian dini, norma-norma di antara
keluarga, temam-teman, dan kelompok-kelompok social, serta pengaruh lain yang
dialami. Lingkungan yang dipaparkan pada seseorang memainkan suatu peranan besar
dalam membentuk kepribadian orang tersebut. Pertimbangan yang saksama terhadap
argumen-argumen yang mendukung keturunan maupun lingkungan sebagai penentu
utama dari kepribadian mengarah pada kesimpulan bahwa keduanya adalah penting.
Keturunan menentukan parameter-parameter atau batas-batas luar, tetapi potensi
penuh seseorang akan ditentukan oleh seberapa baik orang tersebut menyesuaikan diri
dengan tuntutan dan persyaratan lingkungan.
c.Situasi
Faktor ini mempengaruhi dampak keturunan dan lingkungan terhadap kepribadian.
Kepribadian seseorang walaupun kelihatannya mantap dan konsisten , dapat berubah
pada kondisi yang berbeda. Tuntutan yang berbeda dari situasi yang berlainan
memunculkan aspek-aspek yang berlainan dari kepribadian seseorang. Oleh karena
itu, hendaknya pola kepribadian tidak dilihat secaara terpisah. Kelihatannya adalah
logis untuk mengandalkan bahwa situasi akan mempengaruhi kepribadian seseorang.
Bagaimanapun juga, memang diketahui bahwa situasi tertentu pada kenyataannya
lebih relevan dibandingkan dengan situasi lain dalam mempengaruhi kepribadian.
KESIMPULAN
Pada bab ini kita telah menelaah mengenai beberapa bidang utama dari konsep-
konsep yang ada pada wilayah psikologi dan psikologi psikologi social. Juga telah
dijelaskan konsep-konsep utama yang terdapat di dalamnya, di mana sikap, perunahan
sikap, motivasi, presepsi, pembelajaran, dan kepribadian dibicarakan. Kemudian,
dilihat bagaimana hal tersebut diterapkan terhadap system secara teoretis pada
akuntansi keperilakuan, kemudian membandingkan perilaku-perilaku lain dalam
organisasi.
REFERENSI
akuntansikeperilakuan.blogspot.com
Akuntansi Keperilakuan; Arfan Ikhsan; Salemba 4