Download - MAKALAH Konsep Kecemasan Pada Anak Fix
Konsep Kecemasan pada Anak
Disusun oleh Kelompok 1:
1. Nabila Puteri (13/346391/KG/09509)
2. Kurniawan Saputra (13/347794/KG/09518)
3. Indah Nurdiah Daud (13/347825/KG/09523)
4. Titin Riyadiningsih (13/347826/KG/09524)
5. Heningdyah Putri Arini (13/347831/KG/09529)
6. Trie Wardhani (13/347980/KG/09538)
7. Riva Ardyanti (13/349878/KG/09587)
8. Dinda Mentari Putri (13/349887/KG/09588)
9. Indah Nurkhasanah KD (13/350022/KG/09594)
10. Nofelin Inge Pingalita (13/352669/KG/09607)
11. Leni Indah Sari (13/352744/KG/09625)
12. Putri Dwi Astria (13/352804/KG/09635)
Program Studi Ilmu Keperawatan Gigi
Fakultas kedokteran Gigi
2013/2014
Kata Pengantar
Puji syukur senantiasa kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Pemurah, karena
berkat kemurahan-Nya, makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan dan dengan
tepat waktu. Dalam makalah ini kami membahas tentang Konsep Kecemasan pada Anak.
Makalah ini dibuat dalam rangka menyelesaikan tugas Keperawatan Dasar II serta sebagai
bahan pembelajaran untuk mata kuliah ini.
Tiada gading yang tak retak. Dalam makalah ini, tentunya kami menyadari banyak
kekurangan yang terjadi dalam penulisannya. Maka dari itu, kami mengharapkan kritik dan saran
yang membangun sehingga dikemudian hari kami bisa memperbaiki makalah ini menjadi lebih
baik dari sebelumnya.
Demikian makalah ini kami buat, semoga bermanfaat.
Yogyakarta, 13 Maret 2014
Penulis
Daftar Isi
Kata Pengantar......................................................................................................
Daftar Isi................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................
B. Rumusan Masalah...................................................................................
C. Tujuan Penulisan ....................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Kecemasan............................................................................
B. Tanda-tanda Kecemasan pada Anak.......................................................
C. Tingkat Kecemasan.................................................................................
D. Sebab Kecemasan pada Anak.................................................................
E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kecemasan pada Anak.......
F. Reaksi Anak Pra-Sekolah terhadap Hospitalisasi....................................
G. Pengukuran Kecemasan terhadap Perawatan Dental..............................
H. Tindakan Keperawatan untuk Mengurangi Kecemasan pada Anak.......
I. Orientasi Ruangan saat Masuk Ruangan..................................................
J. Contoh Kasus Kecemasan pada saat Anak berada di Klinik....................
K. Penanganan dari Tindakan Keperawatan terhadap Kasus tersebut.........
BAB III PENUTUP
Kesimpulan..................................................................................................
Daftar Pustaka ......................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kecemasan adalah istilah yang digunakan dalam berbagai cara oleh ahli psikologi.
Beberapa ahli mengkonsentrasikan diri pada aspek situasional dari kecemasan. Dalam bidang
kedokteran gigi; pencabutan gigi, pengeboran, dan penyuntikan adalah keadaan yang paling
memicu kecemasan.
Kecemasan dapat bermanifestasi dalam berbagai cara. Masing – masing orang
menunjukkan dan mengalami kecemasan dalam cara yang berbeda, sehingga tidak selalu
mungkin menentukan seberapa besar kecemasan yang mungkin dialami oleh seorang pasien.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian kecemasan?
2. Bagaimana tanda-tanda kecemasan pada anak?
3. Bagaimana pembagian tingkat kecemasan?
4. Apa sebab kecemasan pada anak?
5. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan pada
Anak?
6. Bagaimana pengaruh tingkat kecemasan terhadap perawatan
gigi?
7. Bagaimana reaksi anak pra-sekolah terhadap hospitalisasi?
8. Bagaimana pengukuran kecemasan terhadap perawatan dental?
9. Bagaimana tindakan keperawatan untuk mengurangi kecemasan
pada anak?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian kecemasan.
2. Mengetahui tanda-tanda kecemasan pada anak.
3. Mengetahui pembagian tingkat kecemasan.
4. Mengetahui sebab kecemasan pada anak.
5. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan pada Anak.
6. Mengetahui pengaruh tingkat kecemasan terhadap perawatan gigi.
7. Mengetahui reaksi anak pra-sekolah terhadap hospitalisasi.
8. Mengetahui pengukuran kecemasan terhadap perawatan dental.
9. Mengetahui tindakan keperawatan untuk mengurangi kecemasan pada anak.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kecemasan
Kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya.
Keadaan emosi ini tidak memiliki obyek yang spesifik. Kondisi ini dialami secara subyektif
dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal (Stuart & Sundeen, 1998). Kecemasan
merupakan perasaan yang tidak pasti atau tidak ada obyek yang nyata (Rasmun, 2004).
Kecemasan dapat pula diartikan sebagai suatu sinyal yang menyadarkan, ia
memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang
mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman (Kaplan & Sadock, 1997). Berdasarkan
pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah perasaan yang tidak
mempunyai suatu obyek yang nyata, merupakan suatu sinyal yang menyadarkan akan
adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang untuk mengatasi ancaman
tersebut.
Kecemasan adalah suatu perasaan takut yang tidak menyenangkan dan tidak dapat
dibenarkan yang sering disertai dengan gejala fisiologis (Tomb, 2000). Stuart (2001)
mengatakan kecemasan adalah keadaan emosi yang tidak memiliki objek yang spesifik dan
kondisi ini dialami secara subjektif. Cemas berbeda dengan rasa takut. Takut merupakan
penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya. Cemas adalah respon emosional
terhadap penilaian tersebut. Menurut Wignyosoebroto, 1981 dikutip oleh Purba, dkk.
(2009), takut mempunyai sumber penyebab yang spesifik atau objektif yang dapat
diidentifikasi secara nyata, sedangkan cemas sumber penyebabnya tidak dapat ditunjuk
secara nyata dan jelas.
Cemas merupakan suatu keadaan yang wajar, karena seseorang pasti menginginkan
segala sesuatu dalam kehidupannya dapat berjalan dengan lancar dan terhindar dari segala
marabahaya atau kegagalan serta sesuai dengan harapannya.
B. Tanda-tanda Kecemasan pada Anak
Sensasi kecemasan yang sering terjadi adalah peningkatan frekuensi nadi, peningkatan
tekanan darah, peningkatan frekuensi napas, diaporesis, gemetar, palpitasi, mual dan
muntah. Perasaan tersebut ditandai dengan rasa ketakutan yang tidak menyenangkan, dan
samar-samar, seringkali disertai oleh gejala otonomik seperti nyeri kepala, berkeringat,
palpitasi, tremor, gangguan lambung dan frekuensi urin. Seseorang yang cemas mungkin
juga merasa gelisah seperti yang dialami anak-anak bila dia ketakutan atau cemas.
Menurut Hawari (2001), gejala klinis cemas juga sering ditemukan pada orang yang
mengalami gangguan kecemasan, biasanya adalah perasaan cemas, kekhawatiran, mudah
tersinggung. Selain itu, pada orang yang mengalami gangguan kecemasan, dalam
kesehariannya tidak tenang, konsentarasi menurun, bahkan adanya perubahan pola tingkah
laku terhadap kecemasan yang akan menyebabkan gangguan pola tidur. Keluhan-keluhan
somatik lain misalnya rasa sakit pada otot dan tulang akibat tindakan fisik yang berlebihan,
pendengaran berdenging, bahkan terjadi peningkatan kerja jantung sehingga jantung
berdebar-debar.
Pada anak usia sekolah, ketakutan dan kecemasan dapat ditunjukkan secara langsung
melalui tingkah laku, misal watak pemarah. Sumber ketakutan dan ansietas pada anak
sekolah tahun pertama dapat berupa bayangan atau ancaman yang tidak berbentuk,
misalnya kegelapan. Ansietas anak usia sekoalah lebih terpusat pada hal yang nyata,
misalnya cedera tubuh atau bahaya alam. Selama masa sekolah akhir sampai remaja,
prestasi di sekolah dan hubungan sosial menjadi sumber kekhawatiran utama.
C. Tingkat Kecemasan
Peplau (1963) dikutip oleh Stuart (2001), mengidentifikasi kecemasan dalam empat
tingkatan dan menggambarkan efek dari tiap tingkatan.
1. Cemas Ringan
Cemas ringan merupakan cemas yang normal yang berhubungan dengan ketegangan dalam
kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada meningkatkan lahan
persepsinya, seperti melihat, mendengar dan gerakan menggenggam lebih kuat. Kecemasan
tingkat ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.
2. Cemas Sedang
Cemas sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan
mengesampingkan hal yang lain, sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif
namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah. Kecemasan ini mempersempit lapang
presepsi individu, seperti penglihatan, pendengaran, dan gerakan menggenggam berkurang.
3. Cemas Berat
Cemas berat sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang cenderung untuk
memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak dapat berpikir tentang hal
lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Individu tersebut
memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain.
4. Panik
Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror. Rincian terpecah dari
proporsinya. Individu yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun
dengan pengarahan hal itu dikarenakan individu tersebut mengalami kehilangan kendali,
terjadi peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan
orang lain, persepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional. Panik
melibatkan disorganisasi kepribadian. Individu yang mengalami panik juga tidak dapat
berkomunikasi secara efektif. Tingkat kecemasan ini tidak sejalan dengan kehidupan, dan
jika berlangsung terus menerus dalam waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan yang sangat
bahkan kematian.
D. Sebab Kecemasan pada Anak
Tanda – tanda fisiologis mungkin timbul, ditandai dengan meningginya denyut
nadi atau berkeringat. Secara tingkah laku, anak – anak mungkin menunjukkan kecemasan
dengan menolak bekerja sama di unit kursi gigi, sedangkan orang dewasa lebih cenderung
melupakan perjanjian kunjungan berikutnya, atau menolak untuk datang ke dokter gigi.
Tingkat kecemasan mungkin lebih tinggi di ruang tunggu, sehingga penilaian dari
resepsionis dapat bermanfaat.
Pasien sering mengatakan bahwa kecemasannya berasal dari ketakutan terhadap
rasa sakit, tetapi hal ini tidak memberikan penjelasan yang tuntas karena banyak orang yang
tidak terlihat cemas meski menghadapi peristiwa yang mungkin menimbulkan rasa sakit.
Beberapa teori telah diajukan untuk menjelaskan perkembangan kecemasan: beberapa
pasien mungkin cemas karena mereka ragu terhadap apa yang akan mereka alami; pasien
lain mungkin rentan terhadap kecemasan. Kecemasan dapat ‘menurun dalam keluarga’,
sehingga seorang pasien anak yang baru dapat saja mempunyai tingkat kecemasan yang
serupa dengan orang tuanya.
Karena situasi kedokteran gigi sendiri memicu kecemasan, membangun hubungan
yang dilandasi kejujuran adalah penting. Pengenalan bertahap amat berguna, khususnya
pada anak – anak yang mempunyai masalah dalam memasuki atau beradaptasi terhadap
situasi baru.
Untuk menghindari berkembangnya kecemasan, perhatian harus lebih diarahkan
untuk meningkatkan kepercayaan daripada menyempurnakan perawatan gigi bagi pasien
baru. Kecemasan menetap pada pasien kedokteran gigi dapat diatasi dengan berbagai cara.
Model peran memberikan kesempatan pada pasien untuk mengamati tingkah laku orang
lain yang sedang dirawat. Saudara kandung, orang tua dan pasien lain dapat digunakan
sebagai model. Pendekatan ini efektif, sebagian karena dapat menghilangkan ketidakpastian
yang menyertai perawatan gigi.
Mengurangi ketidakpastian secara langsung juga efektif: memberikan pada pasien
informasi yang jelas tentang jenis peralatan serta prosedur yang akan mereka hadapi juga
dapat mengurangi kecemasan, khususnya bagi pasien dengan sumber pengendalian diri
internal. Meskipun memberikan informasi dapat membantu, hindari pemberian informasi
yang terlalu terperinci, yang tidak diperlukan, khususnya pada anak – anak yang sulit
beradaptasi dengan peralatan di ruang praktik dokter gigi.
Dukungan emosional amat penting bagi kelompok pasien ini. Latihan relaksasi
dan tindakan desensitisasi sistematik dapat bekerja dengan cara mengurangi timbulnya
tanda – tanda fisiologis yang menyertai kecemasan. Banyak pasien menggunakan
pengalihan perhatian. Mereka dapat dibantu dengan cara ini bila dilengkapi dengan materi
pengalihan perhatian seperti mendengarkan kaset cerita. Pengalihan perhatian merupakan
teknik lain yang juga efektif: dengan mengalihkan perhatian pasien dari apa yang dilakukan
dokter gigi, kemungkinan pasien membayangkan sesuatu yang menyakitkan menjadi
berkurang.
E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kecemasan pada Anak
Setiap anak mempunyai rasa yang sewring membuat dia tidak nyaman yaitu kecemasan.
Kecemasan sering kali berkembang selama jangka waktu dan sebagian besar tergantung
pada seluruh pengalaman hidup seseorang. Peristiwa-peristiwa atau situasi khusus dapat
mempercepat munculnya serangan kecemasan. Ini juga sering terjadi pada anak-anak.
Faktor yang sering menjadi situasi kecemasan yang dialami anak-anak dapat dibagi dan
menurut para ahli psikologi anatara lain:
Menurut Savitri Ramaiah (2003:11) ada beberapa faktor yang menunujukkan reaksi
kecemasan, diantaranya yaitu:
1. Lingkungan
Lingkungan atau sekitar tempat tinggal mempengaruhi cara berfikir individu tentang diri
sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan karena adanya pengalaman yang tidak
menyenangkan pada individu dengan keluarga, sahabat, ataupun dengan rekan kerja.
Sehingga individu tersebut merasa tidak aman terhadap lingkungannya.
2. Emosi yang ditekan
Kecemasan bisa terjadi jika individu tidak mampu menemukan jalan keluar untuk
perasaannya sendiri dalam hubungan personal ini, terutama jika dirinya menekan rasa
marah atau frustasi dalam jangka waktu yang sangat lama.
3. Sebab-sebab fisik
Pikiran dan tubuh senantiasa saling berinteraksi dan dapat menyebabkan timbulnya
kecemasan. Hal ini terlihat dalam kondisi seperti misalnya kehamilan, semasa remaja dan
sewaktu pulih dari suatu penyakit. Selama ditimpa kondisi-kondisi ini, perubahan-
perubahan perasaan lazim muncul, dan ini dapat menyebabkan timbulnya kecemasan.
Zakiah Daradjat (Kholil Lur Rochman, 2010:167) mengemukakan beberapa penyebab dari
kecemasan yaitu:
1. Rasa cemas yang timbul akibat melihat adanya bahaya yang mengancam dirinya
dan kecemasan ini lebih dekat dengan rasa takut, karena sumbernya terlihat jelas didalam
pikiran.
2. Cemas karena merasa berdosa atau bersalah, karena melakukan hal-hal yang
berlawanan dengan keyakinan atau hati nurani. Kecemasan ini sering pula menyertai
gejala-gejala gangguan mental, yang terkadang terlihat dalam bentuk yang umum.
3. Kecemasan yang berupa penyakit dan terlihat dalam beberapa bentuk. Kecemasan
ini disebabkan oleh hal yang tidak jelas dan tidak berhubungan dengan apapun yang
terkadang disertai dengan perasaan takut yang mempengaruhi keseluruhan kepribadian
penderitanya.
4. Kecemasan hadir karena adanya suatu emosi yang berlebihan. Selain itu,
keduanya mampu hadir karena lingkungan yang menyertainya, baik lingkungan keluarga,
sekolah, maupun penyebabnya.
Musfir Az-Zahrani (2005:511) menyebutkan faktor yang memepengaruhi adanya
kecemasan yaitu:
a. Lingkungan keluarga
Keadaan rumah dengan kondisi yang penuh dengan pertengkaran atau penuh dengan
kesalahpahaman serta adanya ketidakpedulian orangtua terhadap anak-anaknya, dapat
menyebabkan ketidaknyamanan serta kecemasan pada anak saat berada didalam rumah.
b. Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kecemasan individu.
Jika individu tersebut berada pada lingkungan yang tidak baik, dan individu tersebut
menimbulkan suatu perilaku yang buruk, maka akan menimbulkan adanya berbagai
penilaian buruk dimata masyarakat. Sehingga dapat menyebabkan munculnya kecemasan.
Kecemasan timbul karena adanya ancaman atau bahaya yang tidak nyata dan sewaktu-
waktu terjadi pada diri individu serta adanya penolakan dari masyarakat menyebabkan
kecemasan berada di lingkungan yang baru dihadapi (Patotisuro Lumban Gaol, 2004: 24).
Sedangkan Page (Elina Raharisti Rufaidah, 2009: 31) menyatakan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi kecemasan adalah:
a. Faktor fisik
Kelemahan fisik dapat melemahkan kondisi mental individu sehingga memudahkan
timbulnya kecemasan.
b. Trauma atau konflik
Munculnya gejala kecemasan sangat bergantung pada kondisi individu, dalam arti bahwa
pengalaman-pengalaman emosional atau konflik mental yang terjadi pada individu akan
memudahkan timbulnya gejala-gejala kecemasan.
c. Lingkungan awal yang tidak baik
Lingkungan adalah faktor-faktor utama yang dapat mempengaruhi kecemasan individu, jika
faktor tersebut kurang baik maka akan menghalangi pembentukan kepribadian sehingga
muncul gejala-gejala kecemasan.
F. Reaksi Anak Pra-Sekolah terhadap Hospitalisasi
Usia prasekolah merupakan kelompok usia tiga sampai enam tahun. Penyakit yang sering
ditemukan pada anak usia prasekolah yaitu penyakit menular atau infeksi seperti cacar
(varicella), parotitis (mumps), konjungtivitis, stomatitis, dan penyakit parasit pada usus.
Beberapa kondisi penyakit menyebabkan anak harus dirawat di rumah sakit dan
mendapatkan prosedur invasif (Hockenberry & Wilson, 2007).
Anak usia prasekolah juga mengalami stres apabila mendapatkan perawatan di rumah sakit
(hospitalisasi) sebagaimana kelompok anak usia lain. Perawatan anak prasekolah di rumah
sakit memaksa anak untuk berpisah dari lingkungan yang dirasakannya aman, penuh kasih
sayang, dan menyenangkan, yaitu lingkungan rumah, permainan, dan teman
sepermainannya (Supartini, 2004). Anak usia prasekolah menganggap hospitalisasi
merupakan pengalaman baru dan sering membingungkan yang dapat membawa dampak
negatif terhadap perkembangan normal. Hospitalisasi membuat anak masuk dalam
lingkungan yang asing, dimana mereka biasanya dipaksa untuk menerima prosedur yang
menakutkan, nyeri tubuh dan ketidaknyamanan (Wong, 2009). Perawatan di rumah sakit
membuat anak kehilangan kontrol terhadap dirinya. Perawatan di rumah sakit juga
mengharuskan adanya pembatasan aktivitas anak sehingga anak merasa kehilangan
kekuatan diri. Perawatan di rumah sakit sering kali dipersepsikan anak prasekolah sebagai
hukuman sehingga anak akan merasa malu, bersalah, atau takut (Supartini, 2004).
Respon anak untuk memahami nyeri yang diakibatkan oleh prosedur invasif yang
menyakitkan bagi anak tergantung pada usia anak, tingkat perkembangan anak, dan faktor
situasi lainnya (Hockenberry & Wilson, 2007). Sebagai contoh adalah bayi tidak mampu
mengantisipasi nyeri sehingga memungkinkan tidak menunjukkan perilaku yang spesifik
terkait dengan respon terhadap nyeri. Anak yang lebih kecil tidak mampu menggambarkan
dengan spesifik nyeri yang mereka rasakan karena keterbatasan kosakata dan pengalaman
nyeri. Tergantung usia perkembangan, anak menggunakan strategi koping seperti melarikan
diri, menghindar, penangguhan tindakan, imagery, dan lain-lain. (Ball & Blinder, 2003
dalam Sulistiyani, 2009).
Karakteristik anak usia prasekolah dalam berespon terhadap nyeri diantaranya dengan
menangis keras atau berteriak; mengungkapkan secara verbal ”aaow” ”uh”, ”sakit”;
memukul tangan atau kaki; mendorong hal yang menyebabkan nyeri; kurang kooperatif;
membutuhkan restrain; meminta untuk mengakhiri tindakan yang menyebabkan nyeri;
menempel atau berpegangan pada orangtua, perawat atau yang lain; membutuhkan
dukungan emosi seperti pelukan; melemah; antisipasi terhadap nyeri aktual (Hockenberry
& Wilson, 2007).
Reaksi terhadap perpisahan yang ditunjukkan anak usia prasekolah adalah dengan menolak
makan, sering bertanya, menangis walaupun secara perlahan, dan tidak kooperatif terhadap
petugas kesehatan. Ketakutan anak terhadap perlukaan muncul karena anak menganggap
tindakan dan prosedurnya mengancam integritas tubuhnya. Hal ini menimbulkan reaksi
agresif dengan marah dan berontak, ekspresi verbal dengan mengucapkan kata-kata marah,
tidak mau bekerja sama dengan perawat, dan ketergantungan pada orangtua (Supartini,
2004). Anak prasekolah akan mendorong orang yang akan melakukan prosedur yang
menyakitkan agar menjauh, mencoba mengamankan peralatan, atau berusaha mengunci diri
di tempat yang aman. (Wong. 2009). Terkait prosedur yang menyakitkan, proses
pemasangan infus merupakan salah satu prosedur yang menyakitkan bagi anak.
G. Pengukuran Kecemasan terhadap Perawatan Dental
Alat ukur untuk skala kecemasan ini menggunakan Tes T-MAS (Taylor’s Manifest
Anxiety Scale) akibat hospitalisasi pada anak. T-Mas merupakan alat yang digunakan untuk
mengukur tingkat kecemasan melalui observasi yang disusun oleh Janet Taylor (cit
Mulyani, 2004). Menurut Kaplant dan Sadock’s (2002), pengukuran skala kecemasan
secara umum pada anak adalah modifikasi pengukuran kecemasan pada orang dewasa
disesuaikan dengan kondisi anak. Alat ini berisi 24 butir pertanyaan observasi tingkat
kecemasan pada anak usia pra sekolah dengan jawaban ya (skor 1) dan tidak (skor 0). Dari
24 butir pertanyaan tersebut skor yang diperoleh adalah antara 0-24. Skor yang diperoleh
kemudian dikategorikan menurut Arikunto (2000) dalam kategori sebagai berikut : Cemas
berat17-24, cemas sedang 9-16, cemas ringan 1-8, dan tidak cemas 0. Keuntungan memakai
T-MAS yaitu waktu pemeriksaan yang relatif cepat, dan penilaian dilakukan oleh
responden sendiri, karena hanya responden sendiri yang tahu keadaan sebenarnya. Makin
tinggi skor yang diperoleh, maka makin tinggi pula tingkat kecemasannya (Sugiono,2006).
Alat ukur kecemasan dari kombinasi HARS (Hamllton Anxiety Rating Scale) dan
Preschool Anxiety Scale hingga didapatkan 32 item pernyataan dalam bentuk checklist.
Sebelum melakukan terapi bermain program mewarnai kecemasan anak diukur terlebih
dahulu dalam rentang waktu misalnya 09.00-11.00 setelah itu anak diberi kertas dan krayon
untuk mewarnai, dan setelah makan siang kecemasan anak diukur kembali setelah
melakukan kegiatan mewarnai.
H. Tindakan Keperawatan untuk Mengurangi Kecemasan pada Anak
Managemen Keperawatan
1. Pengkajian
a. Faktor predisposisi ( penyebab cemas menurut beberapa teori) : Menurut teori
psikoanalisa. Kecemasan disebabkan oleh karena ego tidak dapat menengahi 2
elemen ( id - Superego ) yang bertentangan, tibulnya konflik dikarenakan 2
elemen kepribadian antara id dan superego bertentangan.
Teori Interpersonal
Kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya penerimaan. Cemas
berhubungan dengan pengalaman masa lalu seperti perpisahan, kelemahan fisik.
Teori Perilaku
Kecemasan sebagai suatu dorongan untuk belajar berdasarkan keinginan dari
dalam untuk menghindari /mengurangi kepedihan.
Teori eksistensial
Kecemasan adalah respon seseorang terhadap kehampaan eksistensi dan arti.
Konsep inti teori eksistensi adalah bahwa seseorang menjadi menyadari adanya
kehampaan yang menonjol didalam dirinya.
Teori Biologi
Dalam tubuh manusia ada zat kimiawi yang disebut neurotransmiter yang
fungsinya sebagai reseptor seperti: (katekolamin, sirotonin, Asetilkolin, Gamma
Amino Buteric Acid). Pada orang cemas terjadi peningkatan dopamin, nor-
adrenalin serta sirotonin.
b. Faktor presipitasi ( stresor pencetus )
Ancaman terhadap integritas ( ketidakamampuan fisiologi).
Ancaman terhadap sistem diri seseorang yang membahayakan identitas seperti
fungsi sosial, harga diri.
c. Perilaku
Cemas dapat diekspresikan secara langsung seperti perubahan fisiologis tubuh dan
perilaku itu sendiri, atau dalam kondisi tak langsung seperti mekanisme koping.
d. Mekanisme Koping
Ketidakmampuan mengatasi stres secara konstruksi menyebabkan terjadinya
perilaku patologis. Pola yang cenderung digunakan seseorang untuk mengatasi
cemas apabila cemas itu sudah berat / menghebat. Cemas ringan sering di atasi
tanpa pemikira. Dua jenis mekanisme koping : Orientasi tugas dan orientasi ego.
e. Sumber Koping
Modal Ekonomi
Dukungan Sosial
Kemampuan seseorang dalam menyelesaikan masalah
Mengadopsi strategi koping dari orang lain yang berhasil
Kayakinan /kepercayaan yang berasal dari budaya atau nilai-nilai dalam
masyarakat
f. Masalah keperawatan
Pola pernafasan in-efekif
Koping individu, in-efektif
Kerusakan komunikasi verbal
Ansietas
Ketidakberdayaan
Ketakutan
g. Diagnose Keperawatan :
Cemas tingkat berat/Panik
Cemas sedang
Pelaksanaan
Pelaksanaan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan
1. Evaluasi Subyektif
a. Klien merasa nyaman dalam menjalani perawatan
b. Klien secara bertahap dapat menerima dirinya
2. Evaluasi Objektif
Klien berubah perilakunya , tidak tampak ada gejala marah atau agresif
Klien dapat memulai percakapan
I. Orientasi Ruangan saat Masuk Ruangan
1. Persiapan
Atur kamar berdasarkan tingkat usia, diagnosa penyakit, penyakit menular, perkiraan
lamanya dirawat
Siapkan teman sekamar (balita s/d remaja)
Siapkan kamar untuk anak dan orangtua (formulir dan alat yang dibutuhkan tersedia)
Saat masuk
Kenalkan ners pada anak dan ortu
Orientasi ruangan/fasilitas
Kenalkan anak dan keluarga dengan teman sekamar
Berikan gelang identitas
Jelaskan peraturan RS dan jadual yang berlaku
Lakukan anamnesa keperawatan
Ukur VS, TB, BB
Lakukan pemeriksaan lab
Dukung anak saat dilakukan pemeriksaan fisik
2. Saat masuk IGD
Perpanjangan prosedur persiapan masuk tidak tepat dan tidak mungkin pada situasi
darurat
Jika bukan mengancam kehidupan, ajak anak bekerja sama
Fokus pada komponen konseling keperawatan:
Perkenalan, gunakan nama anak bukan sayang, tentukan tingkat tum-bang, info
status kes anak, info keluhan utama anak dan orangtua
3. Saat masuk ICU
Siapkan anak dan ortu utk ICU elektif (post op jantung)
Siapkan anak dan ortu untuk masuk yang tak terduga
siapkan orangtua sampai dengan penampilan anak dan perilakunya saat pertama
mengunjungi anak di ICu
Temani ortu di sisi TT anak-->support
Siapkan saudara kandung utk kunjungan dan monitor reaksi mereka
4. Stressor di ICU atau NICU untuk anak dan keluarga
a. Fisik
Nyeri dan rasa tidak nyaman
Immobilisasi
Kurang tidur
Tidak mampu makan dan minum
Perubahan kebiasaan eliminasi
b. Lingkungan
Lingkungan asing
Bunyi yang asing
Orang asing
Bau asing dan tidak enak
Cahaya yang terus menerus
Aktivitas ke pasien lain
Kesiagaan petugas
c. Psikologis
Kurangnya privacy
Tidak mampu berkomunikasi
Tidak cukup tahu dan paham tentang situasi
Penyakit yang berat
Perilaku orangtua
d. Sosial
Hubungan yang terputus
Peduli terhadap sekolah atau pekerjaan
Gangguan/kurang bermain
J. Contoh Kasus Kecemasan pada saat Anak berada di Klinik
Seorang anak yang berumur 6 th datang pertama kali ke klinik gigi bersama
ibunya. Anak ini datang lantaran dia merasa giginya sakit,sehingga menganggu dia dalam
mengunyah makanan. Pada saat berada klinik gigi anak ini duduk disamping ibunya
dengan selalu mengenggam tangan ibu nya dengan kencang, pada saat di ruang tunggu
anak hanya diam. Tiba lah giliran nya untuk masuk ke dalam ruang praktik dokter, di sini
perawat telah ramah menyapa si anak,menanyakan keadaannya dan sia nak hanya
menjawab sakit gigi, pada saat perawat mulai ingin melakukan perawatan,perawat minta
anak untuk duduk di kursi gigi dan mulai membantu memasangkan baju pengaman serta
kacamata pada si anak. Ketika anak telah duduk di posisinya perawat mulai
mempersiapkan alat-alat perawatan,dan mulai menggunakannnya untuk memeriksa
giginya namun si anak pada saat itu mengeluarkan keringat yang banyak, tangannya mulai
dingin, serta wajah nya mulai ketakutan.
Dalam hal ini perawat langsung melakukan pendekatan terhadap si anak. Perawat
menayakan apa yang di rasakannya, namun si anak hanya diam menampakan wajah
ketakutan. Saat ibunya menanyakan kepada anaknya, ternyata juga si anak merasa takut
dengan bunyi-bunyi bur yang sedari tadi dia dengar saat sedang menunggu di depan
ruangan. Setelah itu perawat menanyakan kepada ibunya, ibunya mengatakan bahwa anak
nya sering mendengar teman-temannya mengatakan cabut gigi itu sakit sekali dan ini
merupakan pengalaman pertama bagi si anak dalam berkunjung ke klinik dokter gigi.
K. Penanganan dari Tindakan Keperawatan terhadap Kasus tersebut
Dalam kasus ini peran perawat sangat di butuhkan. Perawat dapat menggunakan
teknik “desentisasi” yaitu salah satu cara yang digunakan untuk mengurangi rasa takut yang
membuatnya takut dan cemas seorang anak dengan jalan memberikan rangsangan tersebut
diberikan terus sampai anak merasa tidak takut.
Desentisasi yang dilakukan di klinik pada nak yang cemas dengan
memperkenalkan anak pada hal-hal yang menimbulkan rasa cemas, misalnya:
Ruang tunggu = ruang tunggu harus di desain sedemikian rupa agar anak tidak merasa
cemas, seperti meletakan gambar yang menarik
Doker gigi atau perawat = harus bersikap ramah , bersikap bersahabat. Sebelum
melakukan perawatn dokter atau perawat gigi dapat memberikan edukasi pentingnya
kesehatn gigi dan mulut.
Kursi = perkenalkan kursi gigi terlebih dahulu sebelum anak mendudukinya dengan
cara menggerak naik turun kan kursinya, agar si anak tahu bahwa kursi itu tidak
membahayakannya
peralatan gigi = perkenalkan alat gigi dan jelaskan fungsinya kepada anak yang perlu
di perhatikan anak harus tetap rileks, untuk itu perawat harus mengulang
rangsangannya sampai anak merasa tidak cemas/ takut.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Cemas merupakan suatu keadaan yang wajar, karena seseorang pasti
menginginkan segala sesuatu dalam kehidupannya dapat berjalan dengan lancar dan
terhindar dari segala marabahaya atau kegagalan serta sesuai dengan harapannya.
Sensasi kecemasan yang sering terjadi adalah peningkatan frekuensi nadi,
peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi napas, diaporesis, gemetar, palpitasi,
mual dan muntah. Perasaan tersebut ditandai dengan rasa ketakutan yang tidak
menyenangkan, dan samar-samar, seringkali disertai oleh gejala otonomik seperti nyeri
kepala, berkeringat, palpitasi, tremor, gangguan lambung dan frekuensi urin. Seseorang
yang cemas mungkin juga merasa gelisah seperti yang dialami anak-anak bila dia
ketakutan atau cemas.
Untuk menghindari berkembangnya kecemasan, perhatian harus lebih diarahkan
untuk meningkatkan kepercayaan daripada menyempurnakan perawatan gigi bagi pasien
baru. Kecemasan menetap pada pasien kedokteran gigi dapat diatasi dengan berbagai cara.
Model peran memberikan kesempatan pada pasien untuk mengamati tingkah laku orang
lain yang sedang dirawat. Saudara kandung, orang tua dan pasien lain dapat digunakan
sebagai model. Pendekatan ini efektif, sebagian karena dapat menghilangkan ketidakpastian
yang menyertai perawatan gigi.
Daftar Pustaka
Hidayat, Aziz A. 2008. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta Salemba
Medika.
Supartini, Yupi. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.
http://arsip.unika.ac.id/staff/research/etty_e%20listiati
http://eprints.uny.ac.id/9709/2/BAB%202%20-07104244004.pdf
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-sriindahek-5180-3-babii.pdf
http://keperawatan.unsoed.ac.id/sites/default/files/SKRIPSI%20ANJAR
%20MAHANANI%20%28G1D008020%29.pdf
http://dentaluniverseindonesia.com/index.php/article/81-kecemasan-dan-penyebabnya-
serta-cara-mengatasinya