Download - MAKALAH k3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dewasa ini, berbagai langkah pembangunan negara dilakukan salah satunya
dengan memajukan industri maju dan mandiri dalam rangka mewujudkan era
industrialis. Proses industrialisasi maju ditandai antara lain dengan mekanisme,
elektrifikasi dan modernisasi.
Dalam keadaan yang demikian maka penggunaan mesin-mesin, pesawat-
pesawat, instalasi-instalasi modern serta bahan-bahan berbahaya semakin
meningkat. Hal tersebut disamping memberikan kemudahan proses produksi
dapat pula menambah jumlah dan ragam sumber bahaya di tempat kerja. Di dalam
hal lain akan terjadi pula lingkungan kerja yang kurang memenuhi syarat, proses
dan sifat pekerjaan yang berbahaya. Masalah tersebut di atas akan sangat
mempengaruhi dan mendorong peningkatan jumlah maupun tingkat keseriusan
kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja dan pencemaran lingkungan. Oleh karena
itu keselamatan dan kesehatan kerja yang merupakan salah satu bagian dari
perlindungan tenaga kerja perlu dikembangkan dan ditingkatkan.
Salah satu karakteristik industri pertambangan adalah padat modal, padat
teknologi dan memiliki risiko yang besar. Oleh karena itu, dalam rangka
menjamin kelancaran operasi, menghindari terjadinya kecelakaan kerja, kejadian
berbahaya dan penyakit akibat kerja maka diperlukan implementasi Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3) pada kegiatan pertambangan.
Terjadinya kecelakaan kerja tentu saja menjadikan masalah yang besar bagi
kelangsungan suatu usaha. Kerugian yang diderita tidak hanya berupa kerugian
materi yang cukup besar namun lebih dari itu adalah timbulnya korban jiwa yang
tidak sedikit jumlahnya. Kehilangan sumber daya manusia ini merupakan
kerugian yang sangat besar karena manusia adalah satu-satunya sumber daya yang
tidak dapat digantikan oleh teknologi apapun.
Upaya pencegahan dan pengendalian bahaya kerja yang dapat menyebabkan
terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat dilakukan dengan
penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di tempat kerja. Secara keilmuan
K3, didefinisikan sebagai ilmu dan penerapan teknologi tentang pencegahan
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Dari aspek hukum K3 merupakan
kumpulan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perlindungan
keselamatan dan kesehatan kerja.
Melalui peraturan yang jelas dan sanksi yang tegas, perlindungan K3 dapat
ditegakkan, untuk itu diperlukan peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang K3. Bahkan ditingkat internasionalpun telah disepakati adanya konvensi-
konvensi yang mengatur tentang K3 secara universal sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, baik yang dikeluarkan oleh
organisasi dunia seperti ILO, WHO, maupun tingkat regional.
Ditinjau dari aspek ekonomis, dengan menerapkan K3, maka tingkat
kecelakaan akan menurun, sehingga kompensasi terhadap kecelakaan juga
menurun, dan biaya tenaga kerja dapat berkurang. Sejalan dengan itu, K3 yang
efektif akan dapat meningkatkan produktivitas kerja sehingga dapat meningkatkan
hasil produksi. Hal ini pada gilirannya kemudian dapat mendorong semua tempat
kerja/industri maupun tempat-tempat umum merasakan perlunya dan memiliki
budaya K3 untuk diterapkan disetiap tempat dan waktu, sehingga K3 menjadi
salah satu budaya industrial.
Dengan melaksanakan K3 akan terwujud perlindungan terhadap tenaga kerja
dari risiko kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang dapat terjadi pada
waktu melakukan pekerjaan di tempat kerja. Dengan dilaksanakannya
perlindungan K3, diharapkan akan tercipta tempat kerja yang aman, nyaman,
sehat dan tenaga kerja yang produktif, sehingga akan meningkatkan produktivitas
kerja dan produktivitas perusahaan. Dengan demikian K3 sangat besar peranannya
dalam upaya meningkatkan produktivitas perusahaan, terutama dapat mencegah
korban manusia.
Oleh karena itu dalam bidang pertambangan, keselamatan dan kesehatan
kerja merupakan suatu bagian yang sangat penting dan sangat perlu diperhatikan.
Oleh karena itu, setiap perusahaan tambang harus memiliki aspek keselamatan
dan kesehatan kerja (K3) hal ini juga akan meningkatkan potensi tenaga kerja
karena para tenaga kerja tersebut merasa aman dengan adanya aspek K3 pada
perusahaan tersebut.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut:
a) Apakah yang dimaksud dengan keselamatan dan kesehatan kerja (K3)?
b) Bagaimanakah perkembangan K3 dari zaman dahulu hingga saat ini?
c) Apa sajakah yang termasuk ke dalam konsep dasar K3?
d) Sebutkan UU tentang K3 yang ada di Indonesia, khususnya di bidang
pertambangan!
1.3. Tujuan
Adapun tujuan umum pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
matakuliah K3 dan Kebijakan Tambang yang diberikan oleh Bapak Nurul Kamal,
S.T., M.Sc.
Sedangkan tujuan khususnya adalah sebagai berikut:
a) Mahasiswa dapat lebih memahami tentang K3 beserta kebijakan tambang
khususnya dalam bidang pertambangan.
b) Mahasiswa dapat mengetahui tentang perkembangan K3 baik di Aceh,
Indonesia, maupun di Dunia.
c) Mahasiswa juga dapat mengerti tentang konsep dasar K3.
d) Mahasiswa dapat mengetahui tentang UU mengenai K3 yang ada di
Indonesia, khususnya di bidang pertambangan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian K3
K3 memiliki beberapa pengertian baik dari segi filosofi, keilmuan, maupun
pengertian secara praktis. Berikut pengertian K3:
a. Secara filosofi: suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan
kesempurnaan baik jasmaniah amupun rokhaniah tenaga kerja pada
khususnya manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju
masyarakat adil dan makmur.
b. Secara keilmuan: Ilmu pengetauan dan penerapannya dalam usaha mencegah
kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
c. Secara praktis: Upaya perlindungan agar tenaga kerja selalu dalam keadaan
selamat dan sehat selama melakukan pekerjaan ditempa kerja, serta
melakukan pekerjaan di tempat kerja maupun sumber dan proses produksi
dapat secara aman dan efisien dalam pemakaiannya.
Sebagaimana dijelaskan dalam pengertian K3 secara filosofi bahwa K3
bertujuan untuk menjamin kesempurnaan jasmaniah dan rokhaniah tenaga kerja
serta hasil karya dan budayanya. Oleh karena itu keselamatan dan kesehatan kerja
bertujuan untuk mencegah dan mengurangi terjadinya kecelakaan dan penyakit
akibat kerja, dan menjamin:
a. Bahwa setiap tenaga kerja dan orang lainnya di tempat kerja dalam keadaan
selamat dan sehat.
b. Bahwa setiap sumber produksi dipergunakan secara aman dan efesien.
c. Bahwa proses produksi dapat berjalan lancar.
Kondisi tersebut di atas dapat dicapai antara lain bila kecelakaan termasuk
kebakaran, peledakan dan penyakit akibat kerja dapat dicegah dan ditanggulangi.
Oleh karena itu setiap usaha K3 tidak lain adalah usaha pencegahan dan
penanggulangan kecelakaan dan penyakit di tempat kerja.
2.2. Sejarah K3
Di Aceh,
Kegiatan usaha pertambangan umum di Aceh telah dimulai jauh sebelum
kemerdekaan Republik Indonesia, bahan galian yang dieksploitasi adalah endapan
emas plaser (alluvial) yang terkonsentrasi dibeberapa sungai utama pada
“Cekungan Meulaboh“ Aceh Barat. Sejak tahun 1900 orang-orang Portugis dan
India telah melakukan pendulangan emas di sungai-sungai utama pada “Cekungan
Meulaboh”. Pendulangan emas secara tradisional di Aceh Barat
Pemerintah Belanda telah menerbitkan pula hasil penyelidikan emas di daerah
ini dalam bentuk buku laporan tahunan 1919. Pada akhir tahun 1930 Marsman’s
Algemene Ekploratie Maatschappij (MAEM) melakukan melakukan penyelidikan
emas di Krueng Woyla dan Krueng Seunagan (Blang Agoi) dengan mengunakan
bor bangka dan membuat sumur uji. Jepang melakukan penyelidikannya tahun
1939–1945, kemudian setelah Perang Dunia II dilakukan penyelidikan oleh de
Groet disepanjang Krueng Kila (Tuwih Saraja) dan Krueng Cut. Penyelidikan di
daerah aliran Krueng Woyla telah dilakukan oleh Teungku Daud (1950), Charter
Consolidated (1973) dan AMAX (1978-1979).
Lanjutan penyelidikan emas plaiser pernah dilakukan oleh ACA Howe
Australia Pty. Ltd/PT. Mincon Abadi (1982-1983) di Krueng Kila dan Krueng
Cut, Jhon Harris/PT. Mincon (1984), Kejan. C (1987) dan Bird M.C (1988).
Penyelidikan Geokimia telah dilakukan pula oleh Direktorat Geologi Sumber
Daya Mineral Bandung.
Berdasarkan hasil penyelidikan tersebut diatas menunjukkan sebaran endapan
emas plaser terdapat didaerah aliran sungai utama serta anak-anak sungainya,
seperti Krueng Meureubo, Krueng Woyla, Krueng Seunagan, dan Krueng Cut
serta beberapa sungai lainnya di Aceh Barat. Cadangan yang cukup potensil
Krueng Woyla, Krueng Meureubo dan Krueng Seunagan dengan anak sungainya
yaitu Krueng Kila dan Krueng Cut.
Endapan emas plaser di Krueng Woyla telah di ekploitasi oleh PT. Ara Tutut
yang memulai produksinya pada tahun 1983. Teknik penambangan yang
diterapkan oleh PT. Ara Tutut adalah menggunakan sistem “Dredging” dimana
kapal keruk ini dilengkapi dengan perangkat pengolahan dan pemurnian emas
dengan sistem amalgamasi.
Produk tertinggi yang dihasilkan perusahaan ini terjadi pada tahun 1991 yaitu
emas sebanyak 122,93 Kg, perak 9,60 kg dan platina 2,50 Kg. Sedangkan di
Krueng Woyla dan Krueng Cut telah dilakukan pendulangan emas oleh penduduk
setempat sebagai pekerjaan sampingan selain bertani. Biasanya sekali mendulang,
setiap pendulang menghasilkan 1 s/d 11 butir emas, dan setiap harinya setiap
pendulang dapat memperoleh hasil rata-rata 0,4-3 gram emas. Selain sebagai
pekerjaan sampingan, pendulang emas ini telah dilakukan secara turun temurun
oleh penduduk setempat.
Gambar 1. Pekerja tambang yang tidak memakai K3 di Geumpang.
Adapun daerah-daerah di Aceh yang telah memiliki kegiatan penambangan,
yaitu: Aceh Barat, Aceh Jaya, Aceh Selatan, Nagan Raya, Pidie, Aceh Tengah,
Aceh Besar, dan sebagainya. Akantetapi sebagiab besar dari kegiatan
penambangan itu, khususnya tambang emas masih dilakukan dengan cara
tradisional sehingga sanagat rentan terjadinya kecelakaan dan kerusakan
lingkungan, karena mereka tidak memperhatikan K3 untuk diri mereka sendiri.
Oleh karena itu, dengan banyaknya potensi mineral maupun batubara yang ada di
Aceh dapat membawa kesejahteraan dan kemakmuran bagi masyarakat serta dapat
dikelola dengan baik dengan batuan pemerintah yaitu dengan cara memperhatikan
kesehatan dan keselamatan kerja (K3).
Di Indonesia,
Masalah keselamatan mulai terasa untuk melindungi modal
yang ditanam untuk industri, setelah Belanda datang ke
Indonesia abad 17 – 18, saat itu antara lain diberlakukan :
1. UU tentang ketel uap muncul tahun 1853.
2. Tahun 1890 dikeluarkan ketentuan tentang pemasangan dan
pemakaian jaringan listrik kemudian menyusul tahun
1907 keluar peraturan pengangkutan obat, senjata, petasan,
peluru dan bahan – bahan yang mudah meledak.
3. Tahun 1905 dikeluarkan “Veiligheids reglement“ dan
peraturan kusus sebagai pelengkap peraturan pelaksanaanya
direvisi tahun 1910.
4. Tahun 1916 dikeluarkan UU pengawasan tambang yang
memuat kesehatan dan keselamatan tambang.
Sejak zaman kemerdekaan, keselamatan kerja berkembang
sesuai dengan dinamika bangsa Indonesia, beberapa tahun
setelah proklamasi UU kerja dan UU kecelakaan (Kompensasi) di
undangkan al. :
1. Pada Tahun 1957 didirikan lembaga kesehatan dan
keselamatan kerja .
2. Tahun 1970 UU No. 1 ttg keselamatan kerja di Undangkan,
UU ini sebagai pengganti Veillgheids reglement tahun 1910.
3. Tahun 1969 berdiri Ikatan Hiegene Perusahaan kesehatan
dan keselamatamn kerja tahun 1969 di bangun
laboratorium keselamatan kerja.
4. Pada Tahun 1975 diadakan seminar Nasional Hiegene
perusahaan dan keselamatan kerja dengan tema
“penerapan keselamatan kerja demi pembangunan”.
Di Dunia,
Sudah ada sejak dahulu, sejak manusia bekerja seperti :
1. Raja Babilonia abad 17 SM, mengatur dalam UU di negaranya
tentang hukuman bagi ahli bangunan yang
hasilnya mendatangkan bencana.
2. Revolusi Industri di Inggris, timbul gerakan pencegahan
kecelakaan ketika terjadi kecelakaan akibat kerja dalam
industri sekitar 150 tahun yang lalu.
3. Tahun 1802 lahir UU yang melindungi kesehatan dan moral
tenaga kerja, diubah tahun 1833 dan menciptakan
Inspektorat Pengawasan dalam aparat pemerintah
selanjutnya tahun 1844 UU ditambah kewajiban pengawasan
mesin, penyediaan pengamanan dan wajib lapor kecelakaan.
4. Di Amerika, Negara Bagian Massuchussets adalah negara
bagian pertama yang memiliki UU pencegahan kecelakaan
yaitu pada tahun 1877.
Sejarah perkembangan K3 mulai dari zaman pra-sejarah sampai dengan
zaman modern sekarang secara ringkas adalah sebagai berikut:
a. Zaman Pra-Sejarah
Pada zaman batu dan goa (Paleolithic dan Neolithic) dimana manusia yang
hidup pada zaman ini telah mulai membuat kapak dan tombak yang mudah
untuk digunakan serta tidak membahayakan bagi mereka saat digunakan.
Disain tombak dan kapak yang mereka buat umumnya mempunyai bentuk
yang lebh besar proporsinya pada mata kapak atau ujung tombak. Hal ini
adalah untuk menggunakan kapak atau tombak tersebut tidak memerlukan
tenaga yang besar karena dengan sedikit ayunan momentum yang dihasilkan
cukup besar. Disain yang mengecil pada pegangan dimaksudkan untuk tidak
membahayakan bagi pemakai saat mengayunkan kapak tersebut.
b. Zaman Bangsa Babylonia (Dinasti Summeria) di Irak
Pada era ini masyarakat sudah mencoba membuat sarung kapak agar aman
dan tidak membahayakan bagi orang yang membawanya. Pada masa ini
masyarakat sudah mengenal berbagai macam peralatan yang digunakan untuk
membantu pekerjaan mereka. Dan semakin berkembang setelah
ditemukannya tembaga dan suasa sekitar 3000-2500 BC. Pada tahun 3400 BC
masyarakat sudah mengenal konstruksi dengan menggunakan batubata yang
dibuat proses pengeringan oleh sinar matahari. Pada era ini masyarakat sudah
membangunan saluran air dari batu sebagai fasilitas sanitasi. Pada tahun 2000
BC muncul suatu peraturan “Hammurabi” yang menjadi dasar adanya
kompensasi asuransi bagi pekerja.
c. Zaman Mesir Kuno
Pada masa ini terutama pada masa berkuasanya Fir’aun banyak sekali
dilakukan pekerjaan-pekerjaan raksasa yang melibatkan banyak orang sebagai
tenaga kerja. Pada tahun 1500 BC khususnya pada masa Raja Ramses II
dilakukan pekerjaan pembangunan terusan dari Mediterania ke Laut Merah.
Disamping itu Raja Ramses II juga meminta para pekerja untuk membangun
“temple” Rameuseum. Untuk menjaga agar pekerjaannya lancar Raja Ramses
II menyediakan tabib serta pelayan untuk menjaga kesehatan para pekerjanya.
d. Zaman Yunani Kuno
Pada zaman romawi kuno tokoh yang paling terkenal adalah Hippocrates.
Hippocrates berhasil menemukan adanya penyakit tetanus pada awak kapal
yang ditumpanginya.
e. Zaman Romawi
Para ahli seperti Lecretius, Martial, dan Vritivius mulai memperkenalkan
adanya gangguan kesehatan yang diakibatkan karena adanya paparan bahan-
bahan toksik dari lingkungan kerja seperti timbal dan sulfur. Pada masa
pemerintahan Jendral Aleksander Yang Agung sudah dilakukan pelayanan
kesehatan bagi angkatan perang.
f. Abad Pertengahan
Pada abad pertengahan sudah diberlakukan pembayaran terhadap pekerja
yang mengalami kecelakaan sehingga menyebabkan cacat atau meninggal.
Masyarakat pekerja sudah mengenal akan bahaya vapour di lingkungan kerja
sehingga disyaratkan bagi pekerja yang bekerja pada lingkungan yang
mengandung vapour harus menggunakan masker.
g. Abad ke-16
Salah satu tokoh yang terkenal pada masa ini adalah Phillipus Aureolus
Theophrastus Bombastus von Hoheinheim atau yang kemudian lebih dikenal
dengan sebutan Paracelsus mulai memperkenalkan penyakit-penyakit akibat
kerja terutama yang dialamai oleh pekerja tambang. Pada era ini seorang ahli
yang bernama Agricola dalam bukunya De Re Metallica bahkan sudah mulai
melakukan upaya pengendalian bahaya timbal di pertambangan dengan
menerapkan prinsip ventilasi.
h. Abad ke-18
Pada masa ini ada seorang ahli bernama Bernardino Ramazzini (1664 – 1714)
dari Universitas Modena di Italia, menulis dalam bukunya yang terkenal :
Discourse on the diseases of workers, (buku klasik ini masih sering dijadikan
referensi oleh para ahli K3 sampai sekarang). Ramazzini melihat bahwa
dokter-dokter pada masa itu jarang yang melihat hubungan antara pekerjaan
dan penyakit, sehingga ada kalimat yang selalu diingat pada saat dia
mendiagnosa seseorang yaitu “ What is Your occupation ?”. ramazzini
melihat bahwa ada dua faktor besar yang menyebabkan penyakit akibat kerja,
yaitu bahaya yang ada dalam bahan-bahan yang digunakan ketika bekerja dan
adanya gerakan-gerakan janggal yang dilakukan oleh para pekerja ketika
bekerja (ergonomic factors).
i. Era Revolusi Industri (Traditional Industrialization)
Pada era ini hal-hal yang turut mempengaruhi perkembangan K3 adalah :
Penggantian tenaga hewan dengan mesin-mesin seperti mesin uap yang baru
ditemukan sebagai sumber energi.
Penggunaan mesin-mesin yang menggantikan tenaga manusia
Pengenalan metode-metode baru dalam pengolahan bahan baku (khususnya
bidang industri kimia dan logam).
Pengorganisasian pekerjaan dalam cakupan yang lebih besar berkembangnya
industri yang ditopang oleh penggunaan mesin-mesin baru. Perkembangan
teknologi ini menyebabkan mulai muncul penyakit-penyakit yang
berhubungan dengan pemajanan karbon dari bahan-bahan sisa pembakaran.
j. Era Industrialisasi (Modern Industrialization)
Sejak era revolusi industri di ata samapai dengan pertengahan abad 20 maka
penggnaan teknologi semakin berkembang sehingga K3 juga mengikuti
perkembangan ini. Perkembangan pembuatan alat pelindung diri, safety
devices. dan interlock dan alat-alat pengaman lainnya juga turut berkembang.
k. Era Manajemen dan Manjemen K3
Perkembangan era manajemen modern dimulai sejak tahun 1950-an hingga
sekaran. Perkembangan ini dimulai dengan teori Heinrich (1941) yang
meneliti penyebab-penyebab kecelakaan bahwa umumnya (85%) terjadi
karena faktor manusia (unsafe act) dan faktor kondisi kerja yang tidak aman
(unsafe condition). Pada era ini berkembang system automasi pada pekerjaan
untuk mengatasi maslah sulitnya melakukan perbaikan terhadap faktor
manusia. Namun system otomasi menimbulkan masalah-masalah manusiawi
yang akhirnya berdampak kepada kelancaran pekerjaan karena adanya blok-
blok pekerjaan dan tidak terintegrasinya masing-masing unit pekerjaan.
Sejalan dengan itu Frank Bird dari International Loss Control Institute (ILCI)
pada tahun 1972 mengemukakan teori Loss Causation Model yang
menyatakan bahwa factor manajemen merupakan latar belakang penyebab
yang menyebabkan terjadinya kecelakaan.
Berdasarkan perkembangan tersebut serta adanya kasus kecelakaan di Bhopal
tahun 1984, akhirnya pada akhir abad 20 berkembanglah suatu konsep
keterpaduan system manajemen K3 yang berorientasi pada koordinasi dan
efisiensi penggunaan sumber daya. Keterpaduan semua unit-unit kerja seperti
safety, health dan masalah lingkungan dalam suatu system manajemen juga
menuntut adanya kualitas yang terjamin baik dari aspek input proses dan
output. Hal ini ditunjukkan dengan munculnya standar-standar internasional
seperti ISO 9000, ISO 14000 dan ISO 18000.
l. Era Mendatang
Perkembangan K3 pada masa yang akan datang tidak hanya difokuskan pada
permasalahan K3 yang ada sebatas di lingkungan industri dan pekerja.
Perkembangan K3 mulai menyentuh aspek-aspek yang sifatnya publik atau
untuk masyarakat luas.Penerapan aspek-aspek K3 mulai menyentuh segala
sektor aktifitas kehidupan dan lebih bertujuan untuk menjaga harkat dan
martabat manusia serta penerapan hak asazi manusia demi terwujudnya
kualitas hidup yang tinggi. Upaya ini tentu saja lebih bayak berorientasi
kepada aspek perilaku manusia yang merupakan perwujudan aspek-aspek K3.
2.3. Ruang Lingkup K3
Ruang lingkup kesehatan dan keselamatan kerja (K3) dapat digariskan
sebagai berikut :
1. Kesehatan dan keselamatan kerja diterapkan di semua tempat kerja yang di
dalamnya melibatkan aspek manusia sebagai tenaga kerja, bahaya akibat
kerja dan usaha yang dikerjakan.
2. Aspek perlindungan dalam K3 meliputi :
- Tenaga kerja dari semua jenis dan kjenjang keahlian
- Peralatan dan bahan yang digunkan
- Faktor-faktor lingkungan kerja
- Proses produksi
- Karakteristik dan sifat pekerjaan
- Teknologi dan metodologi kerja
3. Penerapan K3 dilaksanakan secara kholistik sejak perencanaan hingga
pengelolaan hasil dari kegiatan industri barang ataupun jasa.
4. Semua pihak yang terlibat dalam proses industri/perusahaan ikut
bertanggungjawab atas keberhasilan usaha K3.
2.4. Konsep Dasar K3
Ada beberapa konsep dasar-dasar keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
adalah sebagai berikut:
a. Kerangka Dasar Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang merupakan bagian dari proses
manajemen keseluruhan mempunyai peranan penting di dalam pencapaian
tujuan perusahaan melalui pengendalian rugi perusahaan tersebut. Alasan ini
adalah tepat mengingat penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam
suatu perusahaan betujuan mencegah, mengurangi dan menanggulangi setiap
bentuk kecelakaan yang dapat menimbulkan kerugian-kerugian yang tidak
dikehendaki. Keberhasilan penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
dalam suatu industri sangat bergantung pada pandangan manajemen terhadap
Keselamatan dan Kesehatan Kerja itu sendiri.
Kerangka dasar manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja dapat disusun
sebagai berikut :
- Fungsi utama manajemen yang meliputi perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, pengendalian, dan pengambilan
keputusan yang berkaitan dengan masalah Keselamatan dan Kesehatan
Kerja. Contoh dari kelima fungsi ini ditentukan oleh konsep dasar
Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang dianut industri tersebut.
- Kegiatan utama manajemen yang meliputi pembiayaan dan
pelaporannya, pengoperasian, produk pemasaran dan penjualan serta
sistem komunikasi dan informasi. Kegiatan-kegiatan ini merupakan
sasaran dan tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan.
- Sumber daya dan pembatas yang meliputi manusia, materialisme dan
peralatan, kebutuhan konsumen, kondisi ekonomi, masyarakat dan
lingkungan kerja serta peraturan pemerintah dapat merupakan masukan
kegiatan manajemen dan fungsi manajemen. Dengan melandaskan pada
kerangka dasar manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja tersebut
diatas maka tujuan manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah
melakukan pencegahan kecelakaan atau kerugian perusahaan dengan
merealisasikan setiap fungsi manajemen dalam melaksanakan kegiatan
yang dibatasi oleh sumber atau masukan yang dimiliki.
b. Konsep Sebab Kecelakaan Sebab kecelakaan merupakan landasan dari
manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, karena usaha Keselamatan
dan Kesehatan Kerja diarahkan untuk mengendalikan sebab terjadinya
kecelakaan. Untuk dapat memahami dengan baik tentang konsep sebab
kecelakaan kerja maka manajemen dituntut memahami sumber penyebab
terjadinya kecelakaan. Dalam kaitannya dengan manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja, sebab kecelakaan dapat bersumber dari empat kelompok
besar, yaitu :
- Faktor Lingkungan Faktor ini berkaitan dengan kondisi fisik ditempat
kerja yang meliputi :
- Keadaan lingkungan kerja - Kondisi proses produksi - Proses Produksi
- Faktor Alat Kerja Dimana bahaya yang ada dapat bersumber dari
peralatan dan bangunan tempat kerja yang salah dirancang atau salah
pada saat pembuatan serta terjadinya kerusakan-kerusakan yang
diakibatkan oleh salah rancang. Selain itu kecelakaan juga bisa
disebabkan oleh bahan baku produksi yang tidak sesuai dengan
spesifikasi yang ditetapkan, kesalahan dalam penyimpanan,
pengangkutan dan penggunaan.
- Faktor Manusia Faktor ini berkaitan dengan perilaku dan tindakan
manusia didalam melakukan pekerjaan, meliputi: -Kurang pengetahuan
dan ketrampilan dalam bidang kerjanya maupun dalam bidang
keselamatan kerja. - Kurang mampu secara fisik (karena cacat atau
kondisi yang lemah) atau secara mental. - Kurang motifasi kerja dan
kurang kesadaran akan keselamatan kerja. - Tidak memahami dan
menaati prosedur kerja secara aman. Bahaya yang ada bersumber dari
faktor manusianya sendiri yang sebagian besar disebabkan tidak menaati
prosedur kerja.
- Kelemahan Sistem Manajemen, faktor ini berkaitan dengan kurang
adanya kesadaran dan pengetahuan dari pucuk pimpinan untuk
menyadari peran pentingnya masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja,
meliputi : -Sikap manajemen yang tidak memperhatikan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja di tempat kerja. - Organisasi yang buruk dan tidak
adanya pembagian tanggung jawab dan pelimpahan wewenang bidang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja secara jelas. -Sistem dan prosedur
kerja yang lunak atau penerapannya tidak tegas. - Tidak adanya standar
atau kode Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang dapat diandalkan.
- Prosedur pencatatan dan pelaporan kecelakaan atau kejadian yang
kuang baik. - Tidak adanya monitoring terhadap sistem produksi.
Kelemahan Sistem manajemen ini mempunyai peranan yang sangat besar
sbagai penyebab kecelakaan, karena sistem manajemenlah yang
mengatur ketiga unsur produksi (manusia, peralatan, dan tempat kerja).
Ketimpangan yang terjadi pada sistem manajemen akan menimbulkan
ketimpangan pada ketiga unsur sistem produksi yang lain. Sehingga
sering dikatakan bahwa kecelakaan merupakan manifestasi dari adanya
kesalahan manajemen dalam sistem manajemen yang menjadi penyebab
timbulnya masalah dalam proses produksi.
c. Konsep Akibat Kecelakaan Pengertian terjadinya kecelakaan sering dikaitkan
dengan akibat yang ditimbulkan, untuk memahami dengan baik tentang
kecelakaan maka hal yang harus dipertimbangkan adalah konsepsi akibat
yang ditimbulkan. Didalam penerapannya, para manager harus bepandangan
bahwa suatu kejadian yang mengakibatkan terjadinya kecelakaan tidak hanya
terbatas pada keadaan didalam lingkungan pengolahan saja,akan tetapi
lingkungan luar pengolahan juga harus dipertimbangkan. Karena pada
dasarnya kejadian di dalam berdampak negatif terhadap lingkungan luar.
Demikiian pula terhadap pengertian kecelakaan tersebut tidak harus selalu
dikaitkan dengan akibat yang ditimbulkan atau kerugian yang dialami.
Maksud pengertian ini menekankan bahwa suatu kejadian baru dikatakan
kecelakaan apabila mengakibatkan cedera, korban jiwa, penyakit akibat kerja
atau kerugian-kerugian lainnya.
d. Prinsip Pencegahan Kecelakaan Pencegahan kecelakaan dalam kaitannya
dengan masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja harus mengacu dan
bertitik tolak pada konsep sebab akibat kecelakaan, yaitu dengan
mengendalikan sebab, dan mengurangi akibat kecelakaan. Upaya ini dilandasi
dengan kenyataan bahwa suatu kecelakaan terjadi bila adanya bahaya tidak
dapat terkendali dan penanganan bahaya akan lebih mudah bila dilakukan
sejak tahap awal. Demikian pula terhadap akibat yang terjadi dapat ditekan
seminimal mungkin. Berdasarkan prinsip pencegahan kecelakaan tersebut
maka fungsi dasar manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja memegang
peranan penting terhadap upaya pengenalian kecelakaan sesuai dengan
program yang telah ditetapkan.
e. Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja Di industri Pertambangan
Program keselamatan kerja yang baik adalah program yang didasarkan pada
prinsip close the loop atau prinsip penindaklanjutan hingga tuntas. Secanggih
apapun program yang ditawarkan, jikalau berhenti di tengah jalan dan tidak
diikuti dengan tindak lanjut yang nyata tentu tidak memiliki arti. Baik
International Loss Control Institute (ILCI) maupun National Occupational
Safety Association (NOSA) menyebutkan bahwa sistem keselamatan kerja
yang efektif harus memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut :
- Identifikasi Bahaya (Identification Hazzard) Adalah tidak sama bahaya
di lingkungan kerja satu dengan yang lain.
- Menyusun Standart Kinerja Dan Sistem Pengukuran (Set Standart of
Performance and Measurement) Di dalam langkah ini dipandang sangat
penting untuk menmbuat standart, prosedur atau kebijakan yang
berkaitan dengan potensi bahaya yang telah diketahui. Dalam
penyusunan prosedur ini sebaiknya melibatkan semua tingkatan
managemen dan pelaksana di lapangan
- Menyusun Standart Pertangunggugatan (Set Standard of Accountability)
Langkah ini adalah untuk menetapkan sistem pertanggunggugatan untuk
masing-masing tingkatan manajemen.
- Mengukur Kinerja Terhadap Standar yang Ditentukan (Measure
Performance against Standard) Langkah ini untuk mengetahui seberapa
tinggi kinerja yang dipakai terhadap standar yang ada. Beberapa program
yang telah sangat dikenal dalam langkah ini adalah : - Audit keselamatan
kerja Internal dan Eksternal (Internal & External Safety Audit) - Inspeksi
Keselamatan Kerja (Safety Inspection Program) - Program Analisa
Kecelakaan (Accident Investigation Program) - NOSA Five Starrs
Grading Audit - Housekeeping Evaluation
- Mengevaluasi Hasil yang dicapai (Evaluate Outcome) Termasuk dalam
langkah ini adalah mengevaluasi adanya penyimpangan dari peraturan
perundangan dan standar internasional yang berlaku.
- Melakukan Koreksi Terhadap Penyimpangan yang Ada (Correct
Deviations and Deficiencies )
2.5. Pengertian yang Berkaitan dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
1. Higiene Industri (Industrial Hygiene)
- Menurut Robet W. Alen, dkk (1976) dalam Rachman, dkk (1990), Industrial
Hygiene dinyatakan bahwa: “Industrial Hygiene is brodly concerned with the
chemical and physical stresses that may impair the health and well being of
works’
Secara bebas higiene industri dapat diartikan sebagai gangguan kimia dan
fisika yang mungkin dapat merusak kesehatan dan kesejahteraan karyawan.
Lebih lanjut ditekankan lagi, gangguan tersebut meliputi gangguan oleh
adanya debu, kimia, cairan, gas, uap, dan kabut yang dapat membahayakan
pernafasan, kulit, paru-paru dan mata. Dimungkinkan pula gangguan terjadi
karena pemaparan radiasi pengion dan bukan pengion.
- Thomas J. Smith (1988) dalam Rachman,dkk (1990), mengemukakan
Higiene industri sebagai berikut: “Industrial hygiene is the environmental
science of identifying and evaluating chemical, and biologic hazard in the
workplace and devising ways to control or eliminated them”
- Secara bebas, definisi tersebut dapat diartikan bahwa higiene industri
meupakan ilmu lingkungan yang menjatidirikan dan penilaian bahaya fisika,
kimia, dan biologi di tempat kerja serta memperoleh cara untuk
mengawasinya atau menghilagkan bahaya tersebut.
2. Kesehatan Kerja (Occupational Health)
Banyak batasan tentang keselamatan kerja yang dirumuskan oleh para ahli
ataupun badan internasional di bidang ini, beberapa diantaranya adalah sebagai
berikut :
- Menurut National safety Council-USA (1982) dalam Rachman,dkk (1990),
Kesehatan kerja sangat berkaitan dengan satu atau lebih kondisi kerja yang
dapat menimbulkan penyakit akibat kerja dan dapat menurunakan
produktivitas kerja yang pada akhirnya menimbulkan kerugian bagi
perusahaan yang bersangkutan.
- Suma’mur (1984) dalam bukunya “Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja”
mengemukakan bahwa Kesehatan kerja adalah: ‘Kesehatan kerja merupakan
spesialisasi ilmu kesehatan/kedokteran beserta perakteknya yang bertujuan
agar pekerja/masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-
tingginya, baik fisik, atau mental, maupun social, dengan usaha-usaha
prepentif dan kuratif terhadap penyakit/gangguan kesehatan yang
diakibatkan factor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap
penyakit-penyakit umum lainnya. Sasaranya adalah manusia dan bersifat
medis’.
- Menurut Hugh Rodman Leavell dan Gurney Clark (1958) dalam
Rachman,dkk (1990) : ‘Occupational health implies the sum of all the effort
to improve the health of workers in the community and industries’.
Dengan kalimat lain, kesehatan kerja dalam definisi ini diartikan sebagai
sejumlah upaya untuk meningkatkan kesehtan para pekerja atau karyawan di
dalam masyarakat dan perusahaan/industri.
3. Keselamatan Kerja (Occupational Safety)
Masih dalam kaitannya dengan upaya higiene perusahaan dan keselamatan
kerja, diketahui pula adanya pengertian keselamatan kerja. Beberapa diantaranya
antara lain: “Occupational safety diungkapkan bahwa keselamatan kerja menjadi
penting sebagai bagian resmi manajemen industri atau perusahaan yang lebih
menekankan perhatiannya terhadap pencegahan kecelakaan kerja.”
- Suma’mur (1984) dalam bukunya “Keselamatan Kerja dan pencegahan
Kecelakaan” mengemukakan bahwa Keselamatan Kerja adalah:
“Keselamtan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat,
alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan
lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjan”.
2.6. Ahli-ahli yang Harus Memperhatikan K3
a. Ahli Higiene Industri
ahli higiene industri perusahaan adalah seorang teknisi perusahaan atau
seorang insinyur yang telah mendapatkan pendidikan khusus dalam bidang
higiene industri.
Ahli higiene industri adalah orang yang bertangungjawab terhadap higiene
industri atau kondisi lingkungan kerja, tugasnya adalah membuat atau
memperbaiki kondisi lingkungan kerja menjadi sehat dan aman dan bebas
dari bahaya kerja yang dapat menyebabkan sakit terhadap tenaga kerja. Ahli
higiene industri melakukan survei tempat kerja dengan menggunaan perlatan
khusus untuk mengukur atau menilai setiap kondisi lingkungan yang
mungkin berpengaruh buruk terhadap kesehatan atau bahkan keselamatan
tenaga kerja, selanjutnya melakukan koreksi atau pengendalian tehadap
bahaya yang ada yang tidak memenuhi standar atau nilai ambang batas yang
ditetapkan.
b. Ahli Keselamatan Kerja
Ahli Keselamatan kerja perusahaan adalah seorang teknisi perusahaan atau
seorang insinyur yang telah mendapatkan pendidikan khusus dalam bidang
Keselamatan Kerja. Ahli keselamatan kerja adalah orang yang bertangung
jawab terhadap keselamatan tenaga kerja dari bahaya yang ada di tempat
kerja yang dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan kerja yang diderita
oleh tenaga kerja. Tugasnya dari hari ke ahari menyelenggarkan fungsi
administrasi keselamatan kerja yaitu melihat atau mengamati setiap pekerjaan
atau operasi proses produksi secara dekat agar dapat mengetahui dan
mengadakan perbaikan terhadap potensi bahaya yang ada.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan