Download - Makalah Fix
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berdasarkan model OWEM (OPEC World Energy Model), permintaan
minyak dunia pada periode jangka menengah (2002-2010) diperkirakan
meningkat sebesar 12 juta barel per hari (bph) menjadi 89 juta bph atau
tumbuh rata-rata 1,8% per tahun. Sedangkan pada periode berikutnya
(2010-2020), permintaan naik menjadi 106 juta bph dengan pertumbuhan
sebesar 17 juta bph.
Pengetahuan tentang minyak bumi dan gas alam sangat penting untuk
kita ketahui, mengingat minyak bumi dan gas alam adalah suatu sumber
eneri yang tidak dapat diperbaharui, sedangkan penggunaan sumber energi
ini dalam kehidupan kita sehari-hari cakupannya sangat luas dan cukup
memegang peranan penting atau menguasai hajat hidup orang banyak.
Sebagai contoh minyak bumi dan gas alam digunakan sebagai sumber
energi yang banyak digunakan untuk memasak, kendaraan bermotor, dan
industri, kedua bahan bakar tersebut berasal dari pelapukan sisa-sisa
organisme sehingga disebut bahan bakar fosil.
Oleh karen itu sebagai generasi penerus bangsa, kita juga harus
memikirkan bahan bakar alternatif apa yang dapat digunakan untuk
menggantikan bahan bakar fosil ini, jika suatu saat nanti bahan bakar ini
habis. Minyak bumi biasanya berada 3-4 km di bawah permukaan laut.
Minyak bumi diperoleh dengan membuat sumur bor. Minyak mentah yang
diperoleh ditampung dalam kapal tanker atau dialirkan melalui pipa ke
stasiun tangki atau ke kilang minyak. Minyak mentah (cude oil) berbentuk
cairan kental hitam dan berbau kurang sedap. Minyak mentah belum dapat
digunakan sebagai bahan bakar maupun untuk keperluan lainnya, tetapi
harus diolah terlebih dahulu. Minyak mentah mengandung sekitar 500 jenis
hidrokarbon dengan jumlah atom C-1 sampai 50. Titik didih hidrokarbon
meningkat seiring bertambahnya jumlah atom C yang berada di dalam
molekulnya. Oleh karena itu, pengolahan minyak bumi dilakukan melalui
1
destilasi bertingkat, dimana minyak mentah dipisahkan ke dalam
kelompok-kelompok (fraksi) dengan titik didih yang mirip.
1.2 Rumusan Masalah
- Apa saja proses - proses pengolahan minyak bumi secara hidrokarbon ?
- Apa yang dimaksud dengan proses Cracking, Polimerisasi, Alkalisasi,
Isomerisasi, dan Reforming ?
- Apa saja manfaat dari proses- proses hidrokarbon tersebut ?
- Apa saja campuran / katalis yang diperlukan dalam proses- proses ini ?
1.3 Tujuan
- Mengetahui apa saja proses- proses pengolahan minyak bumi secara
hidrokarbon.
- Mengetahui definisi proses Cracking, Polimerisasi, Alkilasi,
Isomerisasi, dan Reforming
- Mengetahui manfaat dari proses proses hidrokarbon tersebut.
- Mengetahui campuran/ katalis yang diperlukan dalam proses ini.
1.4 Manfaat
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat membantu dalam
pemahaman mengenai proses proses yang terjadi dalam pengolahan minyak
bumi. Terutama proses- proses hidrokarbonnya.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Minyak Bumi
Minyak bumi (bahasa Inggris: petroleum, dari bahasa Latin: petrus –
karang dan oleum – minyak), dijuluki juga sebagai emas hitam, adalah cairan
kental, coklat gelap, atau kehijauan yang mudah terbakar, yang berada di
lapisan atas dari beberapa area di kerak bumi. Minyak bumi terdiri dari
campuran kompleks dari berbagai hidrokarbon, sebagian besar seri alkana,
tetapi bervariasi dalam penampilan, komposisi, dan kemurniannya.
Menurut Institut of Petroleum (IP) minyak bumi adalah suatu zat yang terjadi
dalam bumi yang sebagian besar terdiri dari hidrokarbon padatan, cairan, dan
gas. Kebanyakan minyak bumi mengadung emulsi air, garam anorganik yang
mungkin terbentuk dalam pengeboran dan pengaliran atau pengangkutan.
Batasan secara tepat untuk minyak bumi sangat sulit diberikan. Secara
fisik bahan tersebut terlihat sebagai cairan berwarna cokelat kemerahan atau
hitam tetapi seringkali berwarna kehijauan atau flurosensi kebiruan dan dalam
sinar transmisi berwarna kekuning-kuningan, jingga, dan merah. Pada suhu
biasa minyak bumi berbentuk cairan yang sangat kental, setangah padat, dan
padat. Hal ini disebabkan oleh adanya kadar paraffin yang terkandung
didalamnya. (Jasji dan Nasution, 1997)
2.2 Teori Pembentukan Minyak Bumi
Membahas identifikasi minyak bumi tidak dapat lepas dari bahasan
teori pembentukan minyak bumi dan kondisi pembentukannya yang membuat
suatu minyak bumi menjadi spesifik dan tidak sama antara suatu minyak bumi
dengan minyak bumi lainnya. Berikut ini akan dibahas 2 teori pembentukan
minyak bumi.
2.2.1 Teori Anorganik (Abiogenesis)
Teori Anorganik dikemukakan oleh Berthelok (1866) yang menyatakan
bahwa minyak bumi berasal dan reaksi kalsium karbida, CaC2 (dan reaksi
antara batuan karbonat dan logam alkali) dan air menghasilkan asetilen yang
dapat berubah menjadi minyak bumi pada temperatur dan tekanan tinggi.
3
CaCO3 + Alkali → CaC2 + HO → HC = CH → Minyak bumi
Kemudian Mandeleyev (1877) mengemukakan bahwa minyak bumi
terbentuk akibat adanya pengaruh kerja uap pada karbida-karbida logam dalam
bumi. Yang lebih ekstrim lagi adalah pernyataan beberapa ahli yang
mengemukakan bahwa minyak bumi mulai terbentuk sejak zaman prasejarah,
jauh sebelum bumi terbentuk dan bersamaan dengan proses terbentuknya bumi.
Pernyataan tersebut berdasarkan fakta ditemukannya material hidrokarbon
dalam beberapa batuan meteor dan di atmosfir beberapa planet lain. Secara
umum dinyatakan seperti dibawah ini:
Berdasarkan teori anorganik, pembentukan minyak bumi didasarkan pada proses kimia, yaitu :
a. Teori alkalisasi panas dengan CO2 (Berthelot)
Reaksi yang terjadi:
alkali metal + CO2 karbida
karbida + H2O ocetylena
C2H2 C6H6 komponen-komponen lain
Dengan kata lain bahwa didalam minyak bumi terdapat logam alkali dalam
keadaan bebas dan bersuhu tinggi. Bila CO2 dari udara bersentuhan dengan
alkali panas tadi maka akan terbentuk ocetylena. Ocetylena akan berubah
menjadi benzena karena suhu tinggi. Kelemahan logam ini adalah logam
alkali tidak terdapat bebas di kerak bumi.
b. Teori karbida panas dengan air (Mendeleyef)
Asumsi yang dipakai adalah ada karbida besi di dalam kerak bumi yang
kemudian bersentuhan dengan air membentuk hidrokarbon, kelemahannya
tidak cukup banyak karbida di alam.
2.2.2 Teori Organik (Biogenesis)
Teori Organik dikemukakan oleh Engker (1911) yang menyatakan bahwa
minyak bumi terbentuk dari proses pelapukan dan penguraian secara anaerob
jasad renik (mikroorganisme) dari tumbuhan laut dalam batuan berpori.
4
Berdasarkan teori Biogenesis, minyak bumi terbentuk
karena adanya kebocoran kecil yang permanen dalam
siklus karbon. Siklus karbon ini terjadi antara atmosfir
dengan permukaan bumi, yang digambarkan dengan dua
panah dengan arah yang berlawanan, dimana karbon
diangkut dalam bentuk karbon dioksida (CO2). Pada arah
pertama, karbon dioksida di atmosfir berasimilasi, artinya
CO2 diekstrak dari atmosfir oleh organisme fotosintetik
darat dan laut. Pada arah yang kedua CO2 dibebaskan
kembali ke atmosfir melalui respirasi makhluk hidup.
Mackuire yang pertama kali mengemukakan pendapatnya bahwa minyak
bumi berasal dari tumbuhan. Beberapa argumentasi telah dikemukakan untuk
membuktikan bahwa minyak bumi berasal dari zat organik yaitu:
Minyak bumi memiliki sifat dapat memutar bidang polarisasi,ini
disebabkan oleh adanya kolesterol atau zat lemak yang terdapat dalam
darah, sedangkan zat organik tidak terdapat dalam darah dan tidak
dapat memutar bidang polarisasi.
Minyak bumi mengandung porfirin atau zat kompleks yang terdiri dari
hidrokarbon dengan unsur vanadium, nikel, dsb.
Susunan hidrokarbon yang terdiri dari atom C dan H sangat mirip
dengan zat organik, yang terdiri dari C, H dan O. Walaupun zat organik
menggandung oksigen dan nitrogen cukup besar.
Hidrokarbon terdapat di dalam lapisan sedimen dan merupakan bagian
integral sedimentasi.
Secara praktis lapisan minyak bumi terdapat dalam kambium sampai
pleistosan.
Minyak bumi mengandung klorofil seperti tumbuhan
Minyak bumi selalu terbentuk dalam keadaan reduksi ditandai adanya
forfirin dan belerang. Minyak bumi dapat tahan pada perubahan tekanan dari 8-
10000 psi.
5
Ada beberapa hal yang mempengaruhi peristiwa diatas, diantaranya:
1. Degradasi Thermal
Akibat sedimen terkena penimbunan dan pembanaman maka akan
timbul perubahan tekanan dan suhu. Perubahan suhu adalah faktor yang
sangat penting.
2. Reaksi Katalis
Adanya katalis dapat mempercepat proses kimia.
3. Radioaktivasi
Pengaruh pembombanderan asam lemak oleh partikel alpha dapay
membentuk hidrokarbon parafin. Ini menunjukan pengaruh radioaktif
terhadap zat organic
4. Aktifitas Bakteri.
Bakteri mempunyai potensi besar dalam proses pembentukan
hidrokarbon minyak bumi dan memegang peranan dari sejak matinya
senyawa organik sampai pada waktu diagnosa, serta menyiapkan
kondisi yang memungkinkan terbentuknya minyak bumi.
5. Zat Organik sebagai Bahan Sumber
Jenis zat oragink yang dijadikan sumber minyak bumi menurut para
ahli dapat disimpulkan bahwa jenis zat organik yang merupakan zat
pembentuk utama minyak bumi adalah lipidzat organik dapat terbentuk
dalamkehidupan laut ataupun darat dan dapat dibagi menjadi dua jenis,
yaitu: yang berasal dari nabati dan hewani.
2.3 Komposisi Minyak Bumi
Jika dilihat kasar, minyak Bumi hanya berisi minyak mentah saja, tapi
dalam penggunaan sehari-hari ternyata juga digunakan dalam bentuk
hidrokarbon padat, cair, dan gas lainnya. Pada kondisi temperatur dan tekanan
standar, hidrokarbon yang ringan seperti metana, etana, propana, dan butana
berbentuk gas yang mendidih pada -161.6 °C, -88.6 °C, -42 °C, dan -0.5 °C,
berturut-turut (-258.9°F, -127.5°F, -43.6°F, dan +31.1° F), sedangkan karbon
yang lebih tinggi, mulai dari pentana ke atas berbentuk padatan atau cairan.
Meskipun begitu, di sumber minyak di bawah tanah, proporsi gas, cairan, dan
6
padatan tergantung dari kondisi permukaan dan diagram fase dari campuran
minyak bumi tersebut.
Jenis hidrokarbon yang terdapat pada minyak bumi sebagian besar terdiri
dari alkana, sikloalkana, dan berbagai macam jenis hidrokarbon aromatik,
ditambah dengan sebagian kecil elemen-elemen lainnya seperti nitrogen,
oksigen dan sulfur, ditambah beberapa jenis logam seperti besi, nikel, tembaga,
dan vanadium. Jumlah komposisi molekul sangatlah beragam dari minyak yang
satu ke minyak yang lain tapi persentase proporsi dari elemen kimianya dapat
dilihat di bawah ini:
Elemen Rentang persentaseKarbon 83,5 sampai 87,5%Hidrogen 11,5 sampai 14%Nitrogen 0.1 sampai 3,0%Oksigen 0.1 sampai 1.0%Sulfur 0.01 sampai 0.3%
(sumber: fadarina.teknologi minyak bumi.2012.hal;23)
Ada 4 macam molekul hidrokarbon yang ada dalam minyak mentah.
Persentase relatif setiap molekul berbeda-beda tiap lokasi minyaknya, sehingga
menggambarkan ciri-ciri dari setiap minyak.
Komposisi molekul berdasarkan beratHidrokarbon Rata-rata Rentang
Parafin 30% 15 sampai 60%Naptena 49% 30 sampai 60%Aromatik 15% 3 sampai 30%Aspaltena 6% sisa-sisa
7
BAB III
PROSES PERENGKAHAN
3.1 Definisi Proses Perengkahan
Perengkahan adalah reaksi pemecahan senyawa hidrokarbon molekul
besar pada temperatur tinggi menjadi molekul-molekul yang lebih kecil.
Hidrokarbon akan merengkah jika dipanaskan jika temperaturnya melebihi
350-400 oC dengan atau tanpa bantuan katalis. Parafin adalah hidrokarbon
yang paling mudah merengkah, disusul dengan senyawa-senyawa naftena.
Sedangkan senyawa aromatik sangat sukar merengkah. Proses perengkahan
yang terjadi hanya karena pemanasan dinamakan perengkahan termal (thermal
cracking). Sedangkan proses perengkahan yang terjadi dengan bantuan katalis
disebut perengkahan katalitik (catalytic cracking).
Pada tahun 1855, metode perengkahan petroleum ditemukan oleh prof.
Benjamin silliman dari Univesitas Yale. Metode thermal cracking pertama kali
ditemukan oleh vladimir Shukov pada tanggal 27 November 1891.
Perengkahan secara katalitik didasarkan pada proses yang diperkenalkan oleh
Alex Golden Oblad sekitar tahun 1936.
Pada geologi minyak bumi dan kimiawi, perengkahan adalah proses
dimana molekul organik komplekx terkonversi menjadi molekul sederhana
(contoh : hidrokarbon ringan) dengan cara pemutusan ikatan rangkap C=C
pada awalnya. Laju perengkahan dan produk akhir sangat dipengaruhi oleh
temperatur dan keberadaan katalis. Dalam proses perengkahan penyulingan
minyak digunakan produksi produk ringan ( seperti LPG dan bensin ) dari
fraksi distilasi minyak murni yang lebih berat dan residu seperti gas oil.
Perengkahan katalitik fluida (fluid catalytic cracking, FCC) memproduksi hasil
yang tinggi dari bensin dan LPG.
Sekarang ini thermal cracking banyak digunakan untuk mengupgrade
fraksi yang sangat berat atau untuk memproduksi fraksi berat atau distilasi,
bahan bakar dan kokas petroleum. dua hal yang penting dari thermal cracking 8
dalam hal range produk diwakili oleh proses temperatur tinggi yang disebut
steam cracking atau pirolisis ( 750-900 C, bahkan lebih) yang mena
memproduksi etilen berharga dan umpan lainnya untuk industri petrokimia dan
temperatur lunak meperlambat pembuatan kokas.
Metode Catalytoc Cracking ini menggunakan katalis asam padat dan
menggunakan temperatur yang tinggi untuk menghasilkan proses untuk
menguraikan molekul hidrokarbon yang besar menjadi yang kecil. katalis yang
biasa digunakan adalah alumina, silica, zeolit, dan beberapa jenis lainnya
seperti clay. selama proses ini, kereaktifan berkurang, oleh karena itu lebih
stabil dan kation sementara dapat bertahan lebih lama, lalu terakumulasi pada
sisi aktif katalis yang menyebabkan penumpukan produk karbon yang lebih
dikenal dengan kokas.
3.2 Macam-Macam Proses Perekahan
3.2.1 Thermal Cracking
Proses perengkahan thermal (thermal Cracking) adalah suatu proses
pemecahan rantai hydrocarbon dari senyawa rantai panjang menjadi
hydrocarbon dengan rantai yang lebih kecil melalui bantuan panas. Suatu
proses perengkahan thermal bertujuan untuk mendapatkan fraksi minyak bumi
dengan boiling range yang lebih rendah dari feed (umpannya). Dalam proses
ini dihasilkan: gas, gasoline (naphtha), gas oil (diesel), residue atau coke.
Feednya dapat berupa gas oil atau residue.
Setelah mengalami pemanasan awal dan ditampung dalam akumulator,
proses pemanasan selanjutnya dilakukan dalam suatu furnace (dapur) sampai
mencapai temperatur rengkahnya. Keluar dari furnace, minyak yang sudah
pada suhu rengkah tadi dimasukkan dalam suatu soaker, yaitu suatu alat
berbentuk drum tegak yang berguna untuk memperpanjang reaksi perengkahan
yang terjadi. Selanjutnya hasil perengkahan dimasukkan kedalam suatu menara
/ kolom pemisah (fractionator) dimana berikutnya akan dipisahkan masing-
masing fraksi yang dikehendaki. Ada juga bagian yang dikembalikan lagi
untuk direngkah lebih lanjut yang disebut recycle stock.
9
Selain menghasilkan produk BBM (bahan bakar minyak) dan gas,
dalam proses perengkahan thermal juga dihasilkan cokes. Cokes yang
diharapkan hanya terbentuk di dalam chamber (coke drum) dapat pula
terbentuk di dinding tubes heater/furnace dan transfer line (pipa transfer).
Cokes tersebut terbentuk sedikit demi sedikit dan pada akhirnya akan
terakumulasi. Jika akumulasi sudah dianggap mengganggu jalannya operasi,
maka unit perengkahan thermal tersebut harus dihentikan untuk proses
penghilangan akumulasi cokes atau SAD (Steam Air Decoking). Untuk
memperkirakan apakah akumulasi cokes sudah berlebihan dan mengganggu
operasi atau belum biasanya dilihat dari tanda-tanda sbb :
1. Penurunan tekanan antara inlet dan outlet furnace sampai tingkat
maksimum tertentu.
2. Tekanan soaker/reaction chamber yang makin tinggi sampai tingkat
maksimum tertentu.
3. Temperatur tube metal (tube skin) makin naik.
Pembersihan akumulasi cokes tersebut disamping secara proses (SAD),
dapat juga dilakukan secara mekanis menggunakan pompa bertekanan tinggi
(aquadyne/hammelmann).
Unit-unit dari proses termal cracking adalah sebagai berikut:
1. Unit Visbreaking
Adapun alat utama dari unit ini adalah sebagai berikut :
A. Flash Chamber
Fungsi utama flash chamber adalah memisahkan residue
dari recycle untuk menghindari coking dalam heater/furnace.
Agar residue tidak overcracking, maka dapat dilakukan
quenching dari inlet flash chamber agar tempeaturnya menjadi
kurang lebih 450 degC saja. Kadang-kadang hal ini dihilangkan
jika sudah dilengkapi dengan sistem washing di top column dari
flash chamber, karena dianggap cukup membantu mendinginkan
10
bottom temperature. Sistem washing ini mempunyai keuntungan
antara lain :
Mencuci atau menahan residue yang akan ikut keatas
bersama uap.
Residue tidak terlalu melekat dengan coke terutama
sepanjang dinding chamber.
Bahan pencuci biasanya adalah sidecut yang dingin dari
fractionator. Untuk mengurangi residence time dari residue
didalam flash chamber, dibuat suatu bentuk leher yang
memanjang pada bagian bottom dengan menjaga level kurang
lebih 50%. Typical bottom temperature didalam first stage flash
chamber adalah 4250C dengan overhead temperature 3900C.
Sedangkansecond stage flash chamber bottom suhunya 4000C
dan overheadnya 2960C.
B. Reaction Chamber
Reaction Chamber membantu fungsi furnace agar tidak
terlalu besar. Dalam reaction chamber proses perengkahan
terjadi tanpa harus menambah panasan. Temperatur keluar
furnace kira-kira 480 degC dan keluar reaction chamber akan
turun menjadi kurang lebih 465 degC. Tekanan reaction
chamber dijaga kurang lebih 16.2 kg/cm2g untuk menjaga agar
semua material masih dalam fase liquid hingga pembentukan
coke minimum. Reaction chamber juga membantu berfungsi
sebagai surge chamber yang dapat menahan fluktuasi operasi.
C. Proses Variable
Seperti dijelaskan didepan bahwa visbreaker ini
menghasilkan light dan haeavy fraction. Yang diutamakan
sebenarnya bukan light fractionnya tetapi heavy heavy
11
fractionnya diinginkan seminimum mungkin tetapi masih
memenuhi spec fuel oil. Variabel-variabel utamanya adalah :
Charge stock properties
Cracking temperature
Residence time
Secara umum dapat dikatakan bahwa kenaikan baik
temperatur maupun residence time maka visbreaking severity
akan naik. Kenaikan dari severity of cracking akan menaikkan
produksi gas dan gasoline dan mengurangi viscosity dari
cracked residu. Feed stock dengan harga K rendah, hasil gas dan
gasoline makin rendah, tetapi makin tinggi viscosity residuenya
dan makin tinggi BS&W pada cracking temperature dan
residence time tertentu.
2. Delayed Cooking
Proses delayed coking dikembangkan dalam rangka me-
minimize residue yang dihasilkan dari pengolahan minyak mentah
melalui thermal cracking yang lebih severe. Jadi pada dasarnya
proses delayed coking adalah juga proses thermal cracking yang
dilakukan pada temperatur yang relatif sangat tinggi. Sebagai feed
untuk unit ini kebanyakan adalah vacuum residue (short residue) .
Pada operasi sebelum adanya delayed coking unit, operasi thermal
cracking dijaga sedemikian rupa sehingga tidak akan terbentuk coke
dalam heater/furnace.
Namun dengan berkembangnya teknologi dan semakin
meningkatnya kebutuhan oil product, telah dapat dikembangkan
suatu proses dimana pada pemanasan residue sampai temeperatur
yang tinggi didalam heater/furnace tetapi coke tetap tidak terbentuk
didalam heater/furnace tubes. Hal ini dilakukan dengan memberikan
velocity yang tinggi (residence time yang minimum) di dalam heater
dan menambah drum/chamber di outlet heater untuk tempat
12
terjadinya coking, sehinga proses ini kemudian disebut “Delayed
coking”.
Dari segi reaksi kimiawi sebenarnya tidak berbeda dengan
reaksi didalam proses thermal cracking yang lain, hanya disini
sebagai salah satu produk akhir adalah carbon (coke). Coke dalam
kenyataannya masih mengandung sejumlah volatile matter (VM)
atau Hydrocarbon (HC) dengan boiling point tinggi. Untuk
menghilangkan atau mengurangi kandungan volatile matter
didalamnya, coke dipanasi lebih lanjut sampai 2000 – 2300 degF
didalam suatu tanur/kiln yang berputar (Unit Calciner). Telah banyak
kilang-kilang didunia yang memiliki unit delayed coking baik
dengan tujuan untuk memproduksi calcined coke maupun dalam
rangka maximizing oil products. Produk yang lain seperti
unsaturated LPG, naphtha, gas oil kemudian diproses lebih lanjut
untuk mendapatkan produk akhir yang on-spec. Selanjutnya naphtha
diolah lebih lanjut di NHDT (Naphtha Hydrotreater), gas oil di
proses di Hydrocracker.
1. DISKRIPSI PROSES
Umpan vacuum residue yang berasal dari bottom vacuum
column pertama-tama dimasukkan kedalam fractionator
pada tray ke 2 sampai ke 4 dari bawah. Tujuannya adalah :
Untuk mendinginkan uap hydrocarbon yang datang dari coke
chamber ke fractionator untuk mencegah terbentuknya coke
didalamnya dan sekaligus untuk mengkondensasikan
sebagian heavy oil yang akan di-recycle.
Adanya lighter material didalam vacuum residue feed sudah
dapat stripped out.
Untuk preheating feed.
Fresh feed yang telah bercampur dengan heavy oil yang
condenser di bottom factionator dipompakan kedalam coker heater
yang kemudian masuk kedalam salah satu dari dua coke chamber
(drum). Untuk mengontrol velocity dan mencegah terbentuknya deposit
13
coke didalam tube diinjeksikan steam kedalam tube heater. Sejumlah
tertentu dari material yang tidak menguap dalam fluida yang keluar dari
heater akan tinggal didalam coke drum dan oleh karena adanya efek
temperatur dan residence time akan menyebabkan terbentuknya coke.
Uap yang keluar dari puncak coke drum akan dialirkan ke bottom
fractionator. Dalam uap yang keluar dari coke drum, mengandung
steam danhasil cracking yang terdiri dari gas, naphtha, gas oil. Uap
akan mengalir ke top column melalui quench tray, kemudian produk
gas oil akan ditarik dari tray diatas feed tray.
Sebagaimana dalam crude fractionator, dalam delayed coker
fractionator juga dilengkapidengan sistem hot dan cold reflux dengan
maksud selain untuk memperbaiki distilasi juga untuk memanfaatkan
panas yang didapat dalam column sehingga dapat digunakan untuk
preheating dll. Akibatnya yang juga merupakan suatu keuntungan,
bahwa beban overhead condensor akan lebih kecil. Untuk menarik
naphtha biasa dilakukan pada 8-10 tray diatas gas oil draw-off.
2. OPERASI PENGAMBILAN COKE.
Bila coke drum yang in-service (coking) telah penuh dengan
coke, aliran feed kemudian dipindahkan (switch) ke drum yang telah
kosong dengan mengoperasikan three way valve (switching valve),
sementara itu drum yang telah penuh dengan coke diisolate untuk
operasi pengambilan/pembongkaran coke.
Mula-mula dialirkan steam untuk menghilangkan uap
hydrocarbons yang masih ada didalam drum, kemudian didinginkan
dengan mengisi air secara pelan-pelan sesuai dengan cooling rate yang
dianjurkan agar tidak mengalami shock cooling. Pelaksanaan
pengambilan/ pembongkaran coke (decoking), dimulai dengan
membuka coke chamber, kemudian dengan mechanical drill atau
hydraulic system yang menggunakan air bertekanan tinggi.
Dengan sistem mechanical & water jet sedikit demi sedikit coke
yang mengisi hampir seluruh coke drum akan terpotong masuk kedalam
14
coke pit atau gerobag yang memang telah disediakan untuk selanjutnya
diangkut ke storage.
3. SIFAT FISIS DAN PENGGUNAAN COKE
Kebanyakan coke dihasilkan sebagai bahan yang keras, porous,
bentuknya tidak teratur dengan ukuran dari 20 inch sampai kecil
seperti debu. Coke type ini dikenal sebagai sponge coke.
Penggunaan dari coke jenis ini adalah untuk :
Pembuatan electrode untuk digunakan dalam electrical
furnace dalam pabrik Titanium oxide, baja.
Pembuatan anode untuk cell electrolytic dipabrik alumina.
Digunakan sebagai sumber carbon didalam pembuatan
elemen phosphor, calcium carbide, silica carbide.
Pembuatan graphite.
Typical analysis dari Petroleum sponge coke adalah sebagai
berikut : Wt % Wt % (Dari Delayed Coker) (Setelah Calcining) Air 2 –
4 nil Volatile matter 7 – 10 2 – 3 Fixed carbon 85 – 91 95 Kandungan
sulfur 0.5 – 1.0 1 – 2 Kandungan sulfur didalam petroleum coke yang
dihasilkan adalah bervariasi tergantung pada sulfur yang ada didalam
feed stock. Biasanya antara 0.3- 1.5 wt % tapi kadang-kadang juga bisa
mencapai 6%. Selain sponge coke, dikenal pula jenis coke lain yang
disebut needle coke. Needle coke dihasilkan dari feed stock yang
mengandung aromatic yang sangat tinggi. Needle coke ini lebih
disenangi daripada sponge coke untuk digunakan sebagai electrode
karena ia mempunyai electrical resistively dan coeficient thermal
expansion yang lebih rendah sehingga tidak mudah berubah bentuk dan
tidak boros pemakaiannya.
a. OPERASI DELAYED COKER
Sebagaimana telah disinggung dalam decoking, coke drum diisi
dan dikosongkan atas dasar suatu time cycle tertentu, sedang
fraksinator dioperasikan secara kontinyu untuk memproduksi LPG,
coker naphtha dan coker gas oil. Paling sedikit harus ada dua coke
15
drum, namun ada pula yang lebih seperti di UP II Dumai yang
mempunyai empat coke drum dengan pembagian : dua diisi / in
operation (coking) dan dua yang lain dikosongkan (decoking)
Typical waktu pengoperasian dari coke drum adalah sbb : Operasi
Waktu (jam) Pengisian dengan coke 24 Memindah (switch) dan
steaming out 03 Pendinginan (cooling down) 03 Drain 02 Buka tutup
dan decoking 05 Tutup kembali dan test 02 Pemasangan kembali 07
Spare time 02 48 Operating variable dalam delayed coker antara lain
adalah :
Temperatur outlet heater
Tekanan fractionating tower
Temperatur uap ex coke drum yang masuk fractionator
Free carbon content dalam feed.
Semakin tinggi temperatur yang keluar heater akan menaikkan
proses cracking dan reaksi coking sehingga akan menaikkan pula
jumlah gas dan coker naptha yang dihasilkan dan sebaliknya produksi
coker gas oil yang berkurang. Menaikkan tekanan di fractionator
mempunyai pengaruh yang sama dengan menaikkan temperatur outlet
heater, karena dengan kenaikan tekanan di fractionator akan menambah
jumlah vapor yang terkondensasi termasuk gas oil yang akan
dikembalikan sehingga di-recycle bersama feed ke heater. Temperatur
dari uap hydrocarbon ex coke drum yang semakin tinggi akan
menaikkan end point dari produk coker gas oil sehingga jumlah gas oil
yang direcycle menjadi berkurang akibatnya produksi coke akan
berkurang pula. Dalam operasi delayed coker secara umum dapat
dinyatakan bahwa semakin banyak gas oil yang direcycle akan
menaikkan cracking yang selanjutnya akan menghasilkan gas, coker
naphtha, dan coke yang lebih banyak dan menurunnya produksi coker
gas oil.
Pada tahun 1855, metode perengkahan petroleum ditemukan
oleh prof. Benjamin silliman dari Univesitas Yale. Metode thermal
16
cracking pertama kali ditemukan oleh vladimir Shukov pada tanggal 27
November 1891. Perengkahan secara katalitik didasarkan pada proses
yang diperkenalkan oleh Alex Golden Oblad sekitar tahun 1936.
Pada geologi minyak bumi dan kimiawi, perengkahan adalah
proses dimana molekul organik komplekx terkonversi menjadi molekul
sederhana (contoh : hidrokarbon ringan) dengan cara pemutusan ikatan
rangkap C=C pada awalnya. laju perengkahan dan produk akhir sangat
dipengaruhi oleh temperatur dan keberadaan katalis.
Dalam proses perengkahan penyulingan minyak digunakan
produksi produk ringan ( seperti LPG dan bensin ) dari fraksi distilasi
minyak murni yang lebih berat dan residu seperti gas oil. perengkahan
katalitik fluida (fluid catalytic cracking, FCC) memproduksi hasil yang
tinggi dari bensin dan LPG. sekarang ini thermal cracking banyak
digunakan untuk mengupgrade fraksi yang sangat berat atau untuk
memproduksi fraksi berat atau distilasi, bahan bakar dan kokas
petroleum. dua hal yang penting dari thermal cracking dalam hal range
produk diwakili oleh proses temperatur tinggi yang disebut steam
cracking atau pirolisis ( 750-900 C, bahkan lebih) yang mena
memproduksi etilen berharga dan umpan lainnya untuk industri
petrokimia dan temperatur lunak meperlambat pembuatan kokas.
3.2.2 Catalytic Craking
Perengkahan secara katalitik didasarkan pada proses yang
diperkenalkan oleh Alex Golden Oblad sekitar tahun 1936. Pada
geologi minyak bumi dan kimiawi, perengkahan adalah proses dimana
molekul organik komplekx terkonversi menjadi molekul sederhana
(contoh : hidrokarbon ringan) dengan cara pemutusan ikatan rangkap
C=C pada awalnya. Laju perengkahan dan produk akhir sangat
dipengaruhi oleh temperatur dan keberadaan katalis. Dalam proses
perengkahan penyulingan minyak digunakan produksi produk ringan
( seperti LPG dan bensin ) dari fraksi distilasi minyak murni yang lebih
17
berat dan residu seperti gas oil. Perengkahan katalitik fluida (fluid
catalytic cracking, FCC) memproduksi hasil yang tinggi dari bensin dan
LPG.
Metode ini menggunakan katalis asam padat dan menggunakan
temperatur yang tinggi untuk menghasilkan proses untuk menguraikan
molekul hidrokarbon yang besar menjadi yang kecil. katalis yang biasa
digunakan adalah alumina, silica, zeolit, dan beberapa jenis lainnya
seperti clay. selama proses ini, kereaktifan berkurang, oleh karena itu
lebih stabil dan kation sementara dapat bertahan lebih lama, lalu
terakumulasi pada sisi aktif katalis yang menyebabkan penumpukan
produk karbon yang lebih dikenal dengan kokas. beberapa tumpukan
perlu dipindahkan yang biasanya dilakukan dengan pembakaran yang
bertujuan untuk meregenarasi katalis.
2.3.3 Hydrocracking
Hydrocracking adalah suatu katalis yang berjalan karena adanya
kenaikan tekanan parsial hidrogen. produk dari hasil proses ini
digunakan adalah uap jenuh hidrokarbon, tergantung dari kondisi reaksi
(suhu, tekanan, aktifitas katalis) produk tersebut dari etana, LPG,
sampai hidrokarbon yang lebih berat yang sebagian besar mengandung
isoparafin.
Hydrocracking adalah suatu proses yang berjalan akibat
penambahan katalis yang mempunyai dua fungsi yaitu yang dapat
menyusun ulang dan memecah rantai hidrokarbon sebaik penambahan
karbon pada senyawa aromatik dan olefin untuk memproduksi naphta
dan alkana produk utama dari hydrocracking adalah bahan bakar jet,
diesel, bensin, dengan bilangan oktan yang cukup tinggi dan LPG.
Semua produk ini mempunyai kandungan sulfur dan
kontaminan yang rendah. pada umumnya banyak terdapat di india,
karena tingkat permintaan untuk diesel dan bensin cukup tinggi.
18
Katalis Hydrocracking
Katalis yang digunakan dalam proses hydrocracking adalah bi-
functional catalyst (mempunyai dua fungsi, yaitu metal function dan
acid function). Metal function digunakan untuk sulfur removal, nitrogen
removal, olefin saturation, dan aromatic saturation. Sedangkan acid
function digunakan untuk hydrocracking. Berkaitan dengan katalis
hydrocracking, dikenal istilah supports dan promoters.
Supports berfungsi untuk menyediakan acid function
• Amorphous
• Zeolite
Promoters berfungsi untuk menyediakan metal function
• Grup VI A (Mo/Molybdenum, W/Tungsten)
• Grup VIII A (Co/Cobalt, Ni/Nikel, Pd/Palladium, Pt/Platinum)
Biasanya promoter berupa Pd, Pt, NiW, NiMo, CoMo, dan
CoW. Kekuatan hydrogenation-nya berturut-turut adalah Pt > Pd >
NiW > NiMo > CoMo > CoW > PdS > PtS. Namun Pd dan Pt sangat
tidak toleran terhadap sulfur dan harganya sangat mahal. Umumnya
katalis hydrocracking dikelompokkan menjadi 2 tipe berdasarkan
support-nya, yaitu amorphous dan zeolite. Tipe amorphous digunakan
jika diinginkan maksimasi produk distilat (kerosene dan diesel),
sedangkan tipe zeolita digunakan jika diinginkan maksimasi produk
naphtha.
Katalis type zeolite mempunyai kelemahan utama, yaitu lebih
sedikit memproduksi distilat (kerosene dan diesel). Oleh karena itu
beberapa tahun belakangan ini diproduksi katalis tipe semi-zeolite,
yaitu katalis yang mempunyai keunggulan seperti tipe zeolite dan
mempunyai kemampuan produksi distilat (kerosene dan diesel)
19
mendekati kemampuan tipe amorphous. Secara umum pemilihan katalis
adalah berdasarkan pada 5 faktor utama sebagai berikut :
• Initial activity (temperature)
• Selectivity (produk yang diinginkan)
• Stability (deactivation rate)
• Product quality (desired specification)
• Regenerability (kemudahan untuk diregenerasi)
Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan aktivitas katalis :
1. Catalyst properties:
• Meningkatkan acid site strength
• Meningkatkan acid site concentration
• Meningkatkan metal site strength
2. Kondisi operasi
• Hydrogen partial pressure yang lebih tinggi
• CFR/Combined Feed Ratio yang lebih tinggi
• End point produk yang lebih tinggi
• LHSV/Liquid Hourly Space Velocity yang lebih rendah
• Feed components (Aromatic vs Parafinic)
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan
selektivitas katalis :
20
1. Catalyst properties
• Mengurahi acid site concentration
• Metal-acid balance yang sesuai
• Struktur pori yang sesuai
2. Kondisi operasi
• Hydrogen partial pressure yang lebih tinggi
• CFR/Combined Feed Ratio yang lebih tinggi
• End point produk yang lebih tinggi
• LHSV/Liquid Hourly Space Velocity yang lebih rendah
Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan stabilitas katalis :
1. Catalyst properties
• Metal-acid balance yang sesuai
• Initial metal dispersion yang tinggi
2. Kondisi operasi
• PNA/Poly Nucleic Aromatic concentration yang rendah
• Metal content yang rendah
• Salt concentration yang rendah
Umumnya katalis hydrocracking yang baru (fresh catalyst)
dibuat berbentuk oksida.Bentuk aktif dari katalis adalah metal sufide,
sehingga untuk mengaktifkan katalisyang berbentuk metal oksida
tersebut, maka dilakukan proses sulfiding. Proses sulfiding adalah
proses injeksi senyawa sulfide ke dalam system reactor sehingga bentuk
21
metal oksida dari katalis akan bereaksi dengan senyawa sulfide dan
berubah menjadi metal sulfide. Jumlah sulfur yang diinginkan untuk
dapat diserap oleh katalis selama proses sulfiding untuk dapat
mengaktifkan katalis adalah sebesar 8%wt katalis untuk katalis
hydrocracking. Sedangkan untuk graded catalyst yang digunakan
dihydrocracker, kebutuhan sulfur bervariasi antara 8 s/d 12%wt katalis.
Kondisi operasi yang penting diperhatikan saat proses sulfiding adalah
sebagai berikut :
• Hydrogen atmosphere (suasana hydrogen)
• Tekanan operasi normal
Pelaksanaan proses sulfiding dapat dilakukan dengan 2
cara/metode, yaitu in-situ sulfiding atau ex-situ sulfiding. In-situ
sulfiding adalah proses sulfiding yang dilakukan di hydrocracking plant
setelah katalis di loading ke dalam reactor. Metode in-situ sulfiding
merupakan metode yang paling sering dilakukan. Variabel operasi yang
dimonitor selama pelaksanaan in-situ sulfiding adalah :
• Reactor bed temperatures (jangan sampai terjadi temperature
runaway)
• Recycle gas H2S (untuk mengetahui saat sufur breakthrough)
• Injeksi sulfiding agent (untuk mengendalikan kenaikan reactor bed
temperature) dan kecepatan penambahan sulfur (untuk mengetahui
jumlah sulfur yang sudah diserap oleh katalis)
• Kandungan sulfur di stream yang keluar sistem
Pelaksanaan in-situ sulfiding dapat dilakukan dengan 2 macam
cara, yaitu fase liquid atau fase gas. Yang dimaksud dengan fase liquid
atau fase gas hádala fase dari sulfiding agent yang digunakan saat
diinjeksikan ke dalam sistem.
22
Ex-situ sulfiding adalah proses sulfiding yang dilakukan di luar
hydrocracking plant sebelum katalis di loading ke dalam reactor. Ex-
situ sulfiding biasanya dilaksanakan di tempat yang biasa melakukan
regenerasi katalis. Prosedur yang biasa dilakukan oleh vendor untuk
aktivasi dengan cara ex-situ sulfiding adalah sebagai berikut :
• Pressure up dengan hydrogen
• Heat up hingga 150oC
• Monitor kenaikan temperatur hingga temperatur tidak
mengalami kenaikan lagi
• Heat up hingga 350oC
• Tahan pada temperature 350oC untuk meyakinkan bahwa
proses sulfiding telah lengkap
• Kurangi temperatur
• Lakukan prosedur cut in feed
Keunggulan pelaksanaan ex-situ sulfiding dibandingkan in-situ
sulfiding adalah waktu startup yang lebih singkat (karena dilakukan di
luar hydrocracking plant), namun ex-situ mempunyai kelemahan yang
cukup mendasar yaitu pelaksanaan loading harus dilakukan secara inert
untuk menghindari reaksi katalis yang sudah berbentuk metal sulfide
dengan udara luar. Loading secara inert membutuhkan biaya lebih
banyak (karena harus menggunakan nitrogen) dan mempunyai resiko
yang lebih tinggi serta waktu yang lebih lama (karena harus dilakukan
dengan sangat hati-hati).
Senyawa sulfide yang dapat dipakai dalam proses sulfiding
adalah DMDS (Dimethyl disulfide), Ethyl mercaptan, TBPS (Di-
Tertiary Butyl Poly Sulfide), DMS (Dimethyl Sulfide), DMSO
23
(Dimethyl Sulfide Oxyde), dan n-Butyl mercaptan (3 senyawa pertama
adalah yang paling sering digunakan untuk proses sulfiding).
Loading katalis hydrocracker dilakukan dengan 2 macam
metode, yaitu dense loading dan sock loading. Dense loading dilakukan
dengan menggunakan dense loading machine, sedangkan sock loading
dilakukan dengan hanya mencurahkan katalis melalui sock yang
dipasang menjulur dari permanent hopper ke dasar reaktor atau
permukaan katalis (jarak ujung sock ke permukaan katalis tidak boleh
melebihi 60 cm untuk menghindari pecahnya katalis). Dense loading
method sangat mandatory dilakukan untuk katalis hydrocracker,
sedangkan untuk graded catalyst dan inert catalyst dapat menggunakan
sock loading terutama karena ukurannya yang cukup besar sehingga
tidak memungkinkan untuk menggunakan dense loading machine untuk
me-loading. Jumlah reaktor hydrocracker bervariasi tergantung
kapasitas unit dan jenis hydrocracker (single stage atau two stage). Jika
single stage maka jumlah reaktor biasanya dua.
Reaktor pertama biasanya terdiri dari 2 bed, bed 1 terdiri dari
inert catalyst dan graded catalyst yang terutama berfungsi sebagai
particulate trap yang menangkap partikel-partikel yang dapat
menyebabkan tingginya pressure drop reaktor atau mengakibatkan
terjadinya channeling. Pada lapisan setelah inert catalyst dan graded
catalyst adalah hydrotreating catalyst dan kemudian baru hydrocracking
catalyst. Inert catalyst berfungsi sebagai high voidage support material
untuk menahan kotoran-kotoran yang mungkin terikut bersama feed.
Graded catalyst biasanya merupakan katalis yang selain fungsi
utamanya sebagai particulate trap juga berfungsi sebagai demetalization
catalyst dan hydrotreating catalyst (NiMo, CoMo, atau Mo). Bentuk
terbaik untuk graded catalyst adalah ring karena mempunya void
fraction yang tinggi. Hydrocracking catalyst berfungsi untuk
hydrocracking, sering juga dilengkapi dengan kemampuan untuk
hydrotreating. Sedangkan reaktor kedua berisi hydrocracking catalyst
seluruhnya. Jika two stage maka jumlah reaktor biasanya tiga. Reaktor
24
pertama dan kedua seperti pada single stage hydrocracker. Sedangkan
reaktor ketiga seperti pada reaktor kedua, seluruhnya berisi
hydrocracking catalyst. Reaktor ketiga ini berfungsi untuk mengolah
recycle feed yang berasal dari main fractionator bottom. Quenching
distributor diperlukan untuk mengontrol reactor bed temperature agar
tidak terjadi temperature excursion/runaway.
Kinerja katalis dapat diketahui atau diukur dengan beberapa
parameter sebagai berikut :
• Peak temperature, yaitu temperature bed maksimum. Peak
temperature biasanya dibatasi oleh desain reactor atau dibatasi oleh
kecenderungan kemungkinan terjadinya temperature runaway.
Reaktor yang didesain menggunakan katalis amorphous mempunyai
mechanical design reactor maksimum 454 oC.
• DT reaktor, yaitu selisih antara temperature bed reaktor tertinggi
dengan temperature inlet reaktor. Untuk katalis amorphous T
maksimum agar tidak terjadi temperature runaway adalah 28oC (fresh
feed reactor) dan 14oC (recycle feed reactor). Sedangkan untuk katalis
zeolite, DT maksimum agar tidak terjadi temperature runaway adalah
42oC (fresh feed reactor) dan 21oC (recycle feed reactor).
• DP (pressure drop) reaktor, yaitu penurunan tekanan reaktor akibat
adanya impurities yang mengendap pada katalis.
• Jumlah produk gasoline ataupun middle distillate (kerosene atau
diesel).
• Radial temperature difference, yaitu perbedaan temperature radial.
Radial temperature difference yang tinggi dapat terjadi karena terjadi
channeling, yaitu distribusi aliran dalam reaktor yang tidak merata.
Channeling dapat terjadi pelaksanaan loading katalis yang tidak baik,
frekuensi start-stop yang sering, frekuensi emergency stop yang sering
(terutama saat depressuring reaktor), pelaksanaan prewetting yang
25
kurang sempurna, atau perubahan komposisi feed yang mendadak
yang menyebabkan temperature bed reaktor menjadi lebih tinggi
daripada kebutuhan dan menyebabkan terjadinya coking pada katalis.
Deaktivasi katalis atau penurunan aktivitas katalis dapat disebabkan
oleh beberapa faktor yaitu :
• Umur katalis
Umur katalis hydrocracker diukur berdasarkan kemampuan
setiap satuan berat katalis hydrocracker untuk mengolah feed. Umur
katalis hydrocracker dapat mencapai 18 m3 feed/kg katalis.
• Akumulasi senyawa ammonia pada katalis
Reaksi hydrotreating yang terjadi di dalam reaktor hydrocracker
akan mengubah senyawa nitrogen organic yang ada dalam umpan
menjadi ammonia. Ammonia akan berebut tempat dengan umpan untuk
mengisi active site katalis. Jika active site katalis tertutup oleh ammonia
maka aktivitas katalis akan langsung menurun. Untuk menghindari
terjadinya akumulasi ammonia pada permukaan katalis, diinjeksikan
wash water pada effluent reactor, sehingga ammonia akan larut dalam
air dan tidak menjadi impurities bagi recycle gas. Ammonia bersifat
racun sementara bagi katalis. Jika injeksi wash water dihentikan atau
kurang maka akan terjadi akumulasi ammonia pada permukaan katalis,
namun setelah injeksi wash water dijalankan kembali maka akumulasi
ammonia pada permukaan katalis akan langsung hilang.
• Coke
Coke dapat terjadi karena beberapa hal sebagai berikut :
1. Terjadi reaksi kondensasi HPNA (heavy polynucleic aromatic).
2. Temperature reaksi yang tidak sesuai (temperature terlalu tinggi atau
umpan minyak terlalu ringan).
26
3. Hydrogen partial pressure yang rendah (tekanan reaktor atau
hydrogen purity recycle gas yang rendah).
4. Jumlah recycle gas yang kurang (jumlah H2/HC yang kurang/lebih
rendah daripada disain).
Pembentukan coke dapat dihambat dengan cara menaikkan
hydrogen partial pressure (tekanan reaktor atau hydrogen purity pada
recycle gas), atau penggunaan carbon bed absorber untuk menyerap
HPNA.
• Keracunan logam
Pada proses penghilangan logam dari umpan, senyawa logam
organic terdekomposisi dan menempel pada permukaan katalis. Jenis
logam yang biasanya menjadi racun katalis hydrocracker adalah nikel,
vanadium, ferro, natrium, kalsium, magnesium, silica, arsenic, timbal,
dan phospor.Keracunan katalis oleh logam bersifat permanent dan tidak
dapat hilang dengan cara regenerasi. Keracunan logam dapat dicegah
dengan membatasi kandungan logam dalam umpan. Best practice
batasan maksimum kandungan logam yang terkandung dalam umpan
hydrocracker adalah 1,5 ppmwt untuk nikel dan vanadium, 2 ppmwt
untuk ferro dan logam lain, serta 0,5 ppmwt untuk natrium.
• Kandungan air dalam katalis
Air dapat masuk ke dalam katalis jika pemisahan air dari feed
hydrocracker di dalam tangki penyimpanan tidak sempurna ataupun
terjadi kerusakan steam coil pemanas tangki penyimpanan. Air dapat
dicegah masuk ke dalam reactor dengan memasang filter 25 micron.
• Severity operasi
Severity operasi yang melebihi disain akan menyebabkan laju
pembentukan coke meningkat, sehingga akan meningkatkan laju
deaktivasi katalis. Seiring dengan berjalannya waktu, maka katalis akan
27
mengalami deaktivasi karena alasan-alasan seperti yang telah
disebutkan di atas. Untuk mengembalikan keaktifan katalis, maka dapat
dilakukan regenerasi katalis. Regenerasi katalis yaitu proses
penghilangan karbon, nitrogen, dan sulfur dari permukaan katalis
dengan cara pembakaran. Regenerasi katalis dapat dilakukan secara in-
situ (dilakukan didalam hydrocracking plant) atau secara ex-situ
(dilakukan diluar hydrocracking plant oleh vendor regenerasi katalis).
Seiring dengan meningkatnya margin hydrocracker maka pada
beberapa tahun belakangan ini sudah tidak pernah lagi dilakukan in-situ
catalyst regeration karena memakan waktu operasi dan biaya yang
tinggi.
Ex-situ catalyst regeneration menjadi pilihan utama, karena
dapat menghilangkan potential loss operasi dan biaya lebih murah serta
resiko yang jauh lebih kecil. Dengan semakin tingginya margin
hydrocracker bahkan banyak kilang hydrocraker yang sudah tidak lagi
melakukan regenerasi katalis; sebagai gantinya kilang hydrocracker
tersebut selalu menggunakan katalis baru untuk operasinya. Pola seperti
ini dapat dilakukan untuk hydrocracker yang mengolah umpan yang
tidak banyak impuritiesnya, sehingga umur katalis tidak dibatasi oleh
pressure drop reactor tetapi sepenuhnya disebabkan oleh aktivitas
katalis.
28
BAB IV
PROSES ALKILASI, POLIMERISASI & ISOMERISASI
4.1 Proses Alkilasi
Alkilasi merupakan penambahan jumlah atom dalam molekul menjadi
molekul yang lebih panjang dan bercabang. Dalam proses ini menggunakan
katalis asam kuat seperti H2SO4, HCl, AlCl3 (suatu asam kuat Lewis). Reaksi
secara umum adalah sebagai berikut:
RH + CH2=CR’R’’ R-CH2-CHR’R”.
Proses alkilasi adalah kombinasi antara molekul olefin dan isoparafin
dengan bantuan katalis asam untuk pembentukan katalis asam untuk
pembuatan produk alkilat berangka oktan tinggi yang merupakan salah satu
komponen utama bensin.
Proses alkilasi dari umpan campuran antara molekul olefin C3/C4/C5
dan isoparafin C4 dengan bantuan katalis asam, adalah untuk pembuatan
produk alkilat berangka oktana tinggi yang merupakan salah satu komponen
utama bensin.
Umpan olefin yaitu propilena, butilena dan amilena diperoleh dari
proses rengkahan baik termal (coking dan visbreaker) maupun katalitik
(rengkahan katalitik). Sumber isoparafin seperti isobutana dan isopentana
dihasilkan dari proses perengkahan katalitik, reformasi katalitik,
penghidrorengkahan dan proses isomerisasi butana dan pentana. Isobutana
lebih banyak dipakai pada proses alkilasi daripada isopentana yang dapat
langsung dipakai sebagai komponen bensin. Umpan olefin dan iso-parafin
harus kering dengan kandungan sulfur rendah untuk mengurangi kebutuhan
katalis asam dan menjaga mutu produknya. Rasio tinggi antara iso-butana dan
olefin menghasilkan produk alkilat berangka oktana tinggi dengan titik didih
akhir rendah. Angka oktana (RON) produk alkilat dari berbagai jenis umpan
olefin propilena, butilena, isobutilena, amilena dan propilena/ butilena adalah
sekitar 88–97.
29
Pada temperatur tinggi, reaksi akan menghasilkan produk alkilat
berangka oktana tinggi dengan titik didih akhir rendah, tetapi reaksi alkilasi
tidak berjalan baik pada temperatur <35oC. Proses alkilasi dengan katalis asam
sulfat lebih sensitive terhadap temperatur reaktor daripada dengan katalis asam
fluorida. Tekanan operasi harus cukup untuk menjaga hidrokarbon umpan dan
katalis asam dalam keadaan cair. Pada kondisi operasi yang sama, karakteristik
produk alkilat tidak berbeda banyak bila menggunakan katalis asam baik asam
sulfat maupun asam fluorida. Tabel 3.25 Karakteristik Alkilat dari Berbagai
Jenis Umpan Olefin
a. Reaksi Alkilasi
Reaksi alkilasi dengan katalis asam dimulai dengan
pembentukan ion karbonium (C+4H9 ) dengan mentransfer proton (H+)
dari katalis asam ke molekul umpan olefin, dan kemudian ion
karbonium tersebut berkombinasi dengan molekul umpan isobutana
untuk menghasilkan kation tertier butil (iso C+ 8H9). Reaksi antara
kation tertier butil tersebut dengan umpan butilena-1 dan butilena-2
akan membentuk masing-masing ion karbonium oktil (iso C+8H17)
dengan dua cabang (dimetil) dan tiga cabang (trimetil) yang selanjutnya
akan bereaksi dengan molekul umpan isobutana untuk menghasilkan
produk alkilat isooktana yaitu masing-masing bercabang dua dan tiga
metal.
b. Mekanisme Reaksi Alkilasi
Dengan isomerisasi umpan butilena-1 menjadi butilena-2 yang
kemudian berkombinasi dengan umpan isobutana, maka produk alkilasi
akan menghasilkan isooktana bercabang tiga metil, berangka oktana
lebih tinggi. Salah satu reaksi penting dalam proses alkilasi propilena
adalah terbentuknya isobutilena dari hasil kombinasi kedua molekul
umpan propilena dan isobutana, dan berkombinasinya molekul
isobutilena tersebut dengan umpan isobutana akan menghasilkan
produk isooktana bercabang tiga metil yang berangka oktana -RON -
100. Isobutilena tersebut terbentuk dengan timbulnya transfer hidrogen
30
dari isobutana ke propilena. Reaksi alkilasi adalah eksotermis dengan
pelepasan panas reaksi sekitar 124.000–140.000 BTU per barel
isobutana bereaksi.
c. Katalis Alkilasi
Katalis asam sulfat dan asam fluorida kuat digunakan pada
proses alkilasi umpan olefin dan isoparafin. Kekuatan asam kedua
katalis tersebut harus dijaga di atas 88% berat agar supaya tidak
terbentuk reaksi polimerisasi. Asam sulfat mengandung SO3 bebas atau
berkonsentrasi di atas 99,3% berat dapat menimbulkan reaksi samping
polimerisasi. Kekuatan optimal asam fluorida adalah sekitar 82–93%
berat dengan kadar air 1% volume. Untuk menjaga kekuatan asam
sulfat >88% berat, maka sebagian katalis yang telah dipakai diganti
dengan katalis baru asam sulfat 99,3 % berat. Pemakaian katalis asam
fluorida adalah sekitar 18–30 lb per barel produk alkilat.
Kelarutan isobutana di dalam fase asam hanya sekitar 0,1%
berat di dalam katalis asam sulfat, dan 3% berat di dalam katalis asam
fluorida. Terlarutnya sebagian kecil polimer bersama olefin di dalam
katalis asam akan dapat menaikkan kelarutan isobutana di dalam katalis
asam tersebut. Olefin lebih mudah larut daripada isobutana di dalam
fase asam. Rasio antara katalis asam dan umpan hidrokarbon dapat
mengontrol derajat kontak antara katalis dan hidrokarbon.
Rasio rendah akan menghasilkan produk alkilat berangka oktana
rendah dengan titik didih akhir tinggi, sedang kelebihan katalis asam di
dalam reaktor akan terjadi pada rasio tinggi. Berdasarkan hasil
penelitian, pada suatu kondisi proses alkilasi tertentu dapat diperoleh
rasio optimal antara katalis asam dan hidrokarbon umpan. Karakteristik
produk alkilat dengan katalis asam sulfat dan asam fluorida disajikan
pada.
31
4.1.1 Alkilasi Asam Sulfat
Pada proses alkilasi asam sulfat, komponen gasoline dengan
angka oktan tinggi dibuat melalui reaksi isobutana dengan olefin.
Butilena merupakan senyawa yang paling umum dipakai, karena
produk yang dihasilkan mempunyai kualitas tinggi dan dapat diperoleh
hanya dengan sedikit asam sulfat dibandingkan dengan olefin lainnya,
jika diproses pada kondisi operasi yang sama.
Didalam industri minyak bumi, umpan isobutana dan butilena
sebagian besar berasal dari hasil perengkahan berkatalis. Isobutana
sebagian kecil juga terdapat dalam minyak mentah bersama-sama
dengan normal butane. Umpan Butana-butilena (BB) yangberasal dari
berbagai operasi perengkahan adalah suatu campuran isobutilena,
butilena-1, butilena-2, isobutana dan normal butane dengan sedikit
butadiene. Semua olefin-olefin ini termasuk kedalam reaksi yang akan
menghasilkan alkilat. Alkilat tersebut esensinya merupakan campuran
2,2,4 trimetil pentane : 2,2,3 trimetil pentane dan 2,3,4 trimetil pentane.
Secara garis besar unit alkilasi itu terdiri menjadi 3 bagian yaitu :
1. Bagian Reaktor dan Treating
2. Bagian Pendingin
3. Bagian Fraksionasi
Umpan masuk reactor adalah isobutana yang konsentrasinya
tinggi dengan kemurnian 85-90 % (berat), stok olefin yang biasanya
campuran BB dari berbagai hasil operasi perengkahan dan reforming.
Kedua jenias umpan tersebut bila diperlukan dipanaskan dengan larutan
soda untuk memisahkan H2S dan merkaptan yang terdapat didalam
umpan. Kadar soda dalam larutan dicuci. Pencucian soda (soda setter)
dijaga 5-6 oBe atau 2 % NaOH. Untuk menekan terjadinya reaksi
samping \, terutama polimerisasi, maka dipakai umpan isobutana dalam
jumlah yang besar, sekitar 4-5 kali jumlah olefin. Didlam reactor terjadi
daur-ulang antara isobutana dan asam sulfat jenuh dengan isobutana
32
yang akan menaikkan nisbah isobutana/olefin didalam reactor menjadi
400-500.
Jika menggunakan asam sulfat sebagai katalis, maka reaksi
harus terjadi pada suhu rendah untuk menekan terjadinya reaksi
berkelanjutan atau polimerisasi. Suhu reactor biasanya dijaga sekitar
7oC atau 45oF, dimana suhu operasi beragam antara 0-20 oC atau 32-
68 oF. Operasi pada suhu dibawah 0 o tidak menarik karena dapat
menaikkan viskositas emulsi campuran asam/hidrokarbon dan memberi
kemungkinan terjadinya pembekuan asam sehingga menyulitkan dalam
operasinya. Sebaliknya suhu diatas 20oC juga tidak menarik karena
samngat cenderung mempercepat reaksi polimerisasi yang akan
menyebabkan kenaikan konsumsi asam dan menurunkan yield alkilat.
Tekanan operasi tidak begitu berpengaruh terhadap efisiensi
alkilasi. Tekanan system harus tinggi untuk menjaga hidrokarbon
berada dalam fasa cairan dan perbedaan hidraulik cukup untuk
mengatur fluida mengalir dalam system reactor. Untuk maksud tersebut
reactor biasanya beroperasi pada tekanan sekitar 7 kg/cm2.
Katalis asam sulfat dengan konsentrasi 98% (berat) dimasukkan
secara terus-menerus atau dengan secara injeksi asam dari belakang.
Nisbah asam dan hidrokarbon didalam reactor adalah 1:1. Penambahan
asaam segar didalam reactor dilakukan apabila konsentrasinya kurang
dari 88% (berat). Kualitas alkilat. Yield alkilat dan umur katalis asam
merupakan fungsi daripada komposisi umpan masuk dan kondisi
operasi dalam reactor.
Yield diperoleh apabila alkilasi isobutana dilaksanakan dengan
berbagai olefin yang berbeda. Yield tersebut secara luas dipengaruhi
oleh kondisi operasi, tetapi mudah melihat bahwa perbedaan yang
sangat besar dalam yield alkilat terjadi karena menggunakan umpan
olefin yang berbeda. Umur katalis dipertimbangkan dipengaruhi oleh
umpan olefin. Berbagai umur katalis dapat diharapkan terlihat pada
table dibawah. Pengaruh umpan olefin terhadap kualitas alkilat dapat
33
juga terlihat pada table diatas. Harga-harga yang diberikan untuk
propilena,butilena dan amilena saja, karenaproduk yang deperoleh
langsung dari butilena.
4.1.2 Alkilasi Asam Fluorida
Alkilasi dengan menggunakan asam fluoride sebagai katalis
telaah dijumpai dalam 2 kelompok operasi pengilangan
minyak. Pertama dalam pembuatan komponen dasar utnuk deterjen
sintesis, yang diperoleh dari alkilasi benzene dengan olefin yang sesuai,
seperti propilena tetramer, olefin yang diturunkan dari perengkahan lili,
dan lain-lain. Alkilasi ini banyak dijumpai dalam bidang
petrokimia. Kedua dalam pembuatan komponenen blending untuk
avgas yang berkualitas tinggi melalui alkilasi isobutana dengan
propilena, butilena dan pentilena (amilena).
Proses alkilasi asam fluoride utnuk pembuatan komponen dasar
avgas ini telah dikembangkan oleh Philips Petroleum Company dan
oleh UOP Company. Operasi proses ini sangan sama dengan operasi
alkilasi asam sulfat. Perbedaannya yang sangat penting adalah terletak
adalah pada pengolahan asam bekas yang siap dan terus-menerus dapat
diregenerasi sehingga konsumsi asam flourida sangat sedikit.
Regenerasi asam bekas ini dipengaruhi oleh cara destilasi yang sangat
sederhana, dimana asam dapat dipisahkan dari caampurab azeotrop
H2O-HF dan polimer yang terbentuk dari proses alkilasi. Titik didih HF
pada tekana 1 atm adalah 19,4 oC dan berat jenisnya 0.988. Tanpa
proses regenerasi, baik air maupun polimer akan terakumulasi didalam
asam dan akan berpengaruh buruk terhadap yield dan kualitas produk.
Asam yang sudah diregenerasi didaur ulang kedalam reactor.
Pada alkilasi isobutana dengan butilena, proses alkilasi HF
memproduksi suatu alkilat yang mengeandung 2,2,3 trimetil pentane
yang persentasenya lebih besar daripada proses alkilasi asam sulfat.
Angka oktan alkilat yang dihasilkan sangat tergantung pada jenis olefin
sebagai berikut :
34
i-C4H10 + i-C4H8 iso Oktana (ON = 92-94 )
i-C4H10 + i-C5H10 iso Nonana (ON = 90-92 )
i-C4H10 + i-C3H6 iso Oktana (ON = 89-91 )
4.1.3 Alkilasi Asam Posfat
Alkilasi menggunakan asam posfat dimaksudkan untuk
memprodukasi isopropyl benzene atau kumen dengan mereaksikan
propilena dengan benzene. Katalis asam posfat berbentuk padatan dapat
mengendung campuran kieselguhr, tepung, magnesia, seng khlorida,
seng oksida dan lain-lain yang dikalsinasi pada suhu 180-250 oC.
Nisbah benzene dan propilena dijaga pada 6/1 atau lebih besar, dan
yield yang diperoleh sekitar 96%(V) kumen dan 4% (v) adalah alkilat
aromatic berat.
4.1.4 Unit Proses Alkilasi
Umpan olefin dan isobutana harus kering dengan kadar sulfur
rendah untuk mengurangi kelebihan katalis asam dan menjaga mutu
produk alkilat. Umpan kering olefin dan isobutana bersama sirkulasi
isobutana dimasukkan ke dalam reactor melalui beberapa pipa untuk
menjaga temperatur sepanjang reaktor. Reaksinya bersifat eksotermik
dan panas reaksi tersebut dibuang melalui penukaran panas dengan
sejumlah besar air bertemperatur rendah untuk menjaga temperatur
optimal reaksi sekitar 350C. Keluaran dari reaktor masuk ke dalam
pengendap (settler) dan dari situ endapan asam (Gravitas Spesifik = 1
dan alkilat = 0,7) disirkulasikan ke reaktor. Fase hidrokarbon berkadar
HF 1–2% mengalir melalui penukar panas ke pelucut isomer
(isostripper).
Butana jenuh (make up) juga dimasukkan ke isostripper. Produk
alkilat dikeluarkan dari bawah isostripper. Isobutana yang belum
bereaksi ditampung dari samping isostripper dan disirkulasikan kembali
ke reaktor. Semua produk dibebaskan dari HF dengan pemurnian KOH
sebelum meninggalkan unit. Pada bagian atas isostripper keluar
35
isobutana, propana dan HF dikirim ke dalam depropanizer. Keluaran
dari atas depropanizer dibersihkan dari HF, dan akan dihasilkan produk
propana bermutu tinggi dari bawah stripper. Dari bagian bawah
depropanizer dihasilkan isobutana untuk disirkulasikan kembali ke
reaktor. Sirkulasi HF diregenerasi secara kontinu pada suatu tingkat
yang diinginkan untuk mengontrol mutu alkilat dan menurunkan
konsumsi HF. Bagian kecil dari polimer dan azeotrop HF (constant
boiling mixture – CBM) dikeluarkan dari regenerator HF untuk
dinetralisasi.
4.1.5 Proses Alkilasi HF
Alkilat berangka oktana tinggi dengan distribusi angka oktana
baik dan sensitivitas rendah (baik) memberikan keuntungan di negara-
negara Eropa yang mensyaratkan angka oktana motor (MON) dan
Amerika Serikat dengan persyaratan knock performance, yaitu (RON +
MON)/2 pada spesifikasi bensin. Alkilat mengandung isoparafin dan
bebas dari hidrokarbon tak jenuh (olefin dan aromatik). Pemakaian
alkilat pada pembuatan bensin ramah lingkungan di Amerika Serikat
pada tahun 2000[10] sekitar 15% volume. Komposisi molekul
isoparafin dari alkilat disajikan pada.
Sehubungan dengan katalis asam bekas dapat mencemari
lingkungan, maka sejak tahun 200 an beberapa industri katalis sedang
mengembangkan katalis baru yaitu suatu katalis butir padat identik
telah katalis heterogen industri lainnya, tetapi belum ada informasi
lengkap yang dipublikasikan. Kondisi operasi identik dengan proses
alkilasi dengan memakai katalis HF, yaitu: temperatur reaktor 10–
40oC, dan rasio isobutana/olefin sekitar 10–15:1.Unit pengolahan
Pertamina mengolah berbagai jenis minyak bumi sebesar 1.063 MBCD
pada tujuh unit yang mengoperasikan 12 unit proses konversi yang
berpotensi dalam pembuatan umpan proses alkilasi isobutana dan olefin
(propilena dan butilena) lihat table.
36
Unit pengelolahan Pertamina mengoperasikan baru satu unit
proses alkilasi dengan katalis asam sulfat di UP III Plaju/S. Gerong. UP
VI Balongan memakai produk gas olefin dari proses perengkahan
katalitik untuk proses polimerisasi (kondensasi) untuk pembuatan
komponen bensin polimer. UP II Dumai/S. Pakning dan UP IV Cilacap
mempunyai potensi untuk pembangunan suatu proses alkilasi agar
supaya dapat ditingkatkan potensi kilang tersebut dalam pembuatan
bensin ramah lingkungan.
4.1.6 Alkilasi Termis
Alkilasi termis adalah alkilasi yang mengolah etilena yang
diikuti oleh propilena, butena, dan isobutilena dengan bantuan panas.
Kondisi operasi proses ini tinggi, suhu sekitar 950oF dan tekanan
sekitar 3000-5000 psia. Umpan olefin yang diperkaya seperti tersebut
diatas dapat diproduksi dari proses dekomposisi hidrokarbon yang
beroperasi pada suhu 1200-1425 oF dan tekanan 1 atm. Kondisi
sedemikian sangat memungkinkan untuk pembentukan etilena. Etilena
diserap didalam isobutana untuk dimasukkan kedalam dapur melalui
zona perendaman. Sedikit ter atau material yang mempunyai titik didih
diatas gasoline dapat dihasilkan karena konsentrasi etilennya rendah
dalam zona reaksi. Diperlukan waktu 2-7 detik unutk mencapai suhu
950oF, tergantung pada jumlah hidrokarbon yang diolah dan jumlah
isobutilena yang didaur ulang.
Campuran etana dan propane direngkah pada suhu sekitar
1400 oF dan tekanan 6-8 psig utnuk pembentukan propilena yang
optimum. Gas-gas yang terbentuk dibebaskan dari material yang lebih
besar dari C2 melalui scrubber, lalu diikuti dengan kompresi dan
pendinginan. Etilena kemudian diserap oleh cairan isobutana pada suhu
-30oF, sedangkan gas hydrogen dan metana dipisahkan dari system.
Campuran etilena dan isobutana pada dapur alkilasi melalui preheater
pada suhu 950oF. Nisbah isobutana daan etilena pada 9/1 atau lebih
pada zona reaksi. Yield yangdikirim kemenara depropanizer berupa
cairan pada bagian bawah yang menghabiskan 7% (berat etana, propane
37
dan isobutanayang mengandung kira-kira 30-40% neoheksana.
Neoheksana dikarakterisasi sebagai bahan campuran avgas dengan
sifat-sifat yang sempurna dan sangat mudah menerima TEL. Senyawa
ini mempunyai RVO 9,5 psi ; titik didh 121oF dan angka oktan 95.
4.2 Proses Polimerisasi
Polimerisasi adalah proses penggabungan molekul-molekul kecil
menjadi molekul besar. Reaksi umumnya adalah sebagai berikut :
M CnH2n Cm + nH2 (m+n)
Contoh polimerisasi yaitu penggabungan senyawa isobutena dengan
senyawa isobutana menghasilkan bensin berkualitas tinggi, yaitu isooktana.
4.2.1 Proses Polimerisasi
Proses polimerisasi atau proses kondensasi katalitik umpan olefin
rendah dengan katalis asam akan menghasilkan produk oligomer olefin (bensin
polimer atau polygasoline) berangka oktana tinggi RON 93–100 dengan trayek
titik didih mendekati trayek didih bensin. Umpan olefin adalah propilena (C3)
dan butilena (C4) yang dihasilkan dari proses perengkahan baik termal maupun
katalitik, dan produk bensin polimer yang dihasilkan mengandung olefin C6,
C7, dan C8 (bensin polimer).
Proses UOP Catalytic Condensation Olefin C3/C4 menggunakan katalis
asamfosfat kieselguhr (katalis padat) untuk menghasilkan produk bensin
polimer. Proses ini adalah proses polimerisasi non-selektif yang dapat juga
dipakai untuk polimerisasi olefin C3/C4 menjadi produk olefin berat bertrayek
38
titik didih tinggi seperti bahan bakar avtur dan solar, yang produknya ini masih
perlu dihidrogenerasi untuk menjenuhkan hidrokarbon olefinnya.[34] Proses
IFP Dimersol mempolimerisasi olefin propilena (C3) dengan menggunakan
katalis asam fosfat dan juga katalis alkil alumina untuk pembuatan produk
dimer (heksena) yang digunakan sebagai komponen bensin dimat. Proses
dimersol ini adalah proses polimerisasi selektif yang dapat juga dipakai untuk
dimerisasi olefin C3/C4 khusus untuk pabrik alkohol. Polimerisasi etilena akan
menghasilkan produk polimer berat, sedang pentena sudah dapat langsung
dipakai sebagai komponen bensin.
Proses polimerisasi propilena berjalan lebih lambat daripada butilena.
Pada temperatur rendah, tekanan tinggi dengan konversi umpan rendah, proses
polimerisasi olefin tersebut dapat menghasilkan produk bensin polimer
berangka oktana tinggi. Produk polimer berat dihasilkan pada proses
polimerisasi olefin pada temperature dan tekanan tinggi. Kondisi operasi proses
polimerisasi olefin adalah temperatursekitar 170–225oC dan tekanan sekitar
28–80 kg/cm2.[8] Bensin polimer dengan kandungan olefin tinggi >90% vol
mempunyai angka oktana tinggi dengan sensitivitas (RON-MON) tinggi
(kurang baik)
Sensivitas tinggi dari bensin polimer tersebut merupakan suatu
kelemahannya dibanding komponen bensin alkilat tetapi kedua bensin (polimer
dan alkilat) mempunyai distribusi angka oktana homogen (baik). Keuntungan
proses polimerisasi ini, ialah bahwa ia tidak memerlukan umpan isobutana
yang produksinya terbatas seperti halnya proses alkilasi.
4.2.2 Reaksi Polimerisasi Olefin
Reaksi polimerisasi olefin dengan katalis asam berjalan dengan
pembentukan senyawa antara ion karbonium dari umpan olefin dan proton
(H+) dari katalis asam.Ion karbonium memberikan beberapa reaksi, di
antaranya:
- Membentuk ion karbonium besar dengan bergabung dengan umpan
olefin.
39
- Pecah menjadi ion karbonium kecil dan olefin.
- Berisomerisasi dengan perpindahan posisi proton (H+) dan/atau grup
metal (CH3) menjadi isomer ion karbonium.
- Mengikat anion hidrogen (H-) dari olefin umpan dan terbentuk parafin
dan/atau melepas proton (H+) menjadi olefin.
Reaksi antara senyawa antara ion karbonium dengan umpan olefin akan
menghasilkan produk polimer olefin (bensin polimer) dan proton. Proses
polimerisasi propilena non-selektif menghasilkan produk dimmer (isoheksena)
sekitar 2–5% volume dari umpan propilena dan sisanya produk terimer
(isononena) dengan kadar dimetil heptena sekitar 60% volume. Pada
temperature tinggi dengan kekuatan asam katalis tinggi yaitu: H2SO4 > 90%
berat, reaksi polimerisasi lanjut dapat terjadi antara ion karbonium dan produk
dimer yang menghasilkan produk parafin dan ion karbonium olefin, melalui
pelepasan proton dari ion karbonium olefinik tersebut akan terbentuk diolefin
yang berpotensi untuk membentuk polimer tinggi (kokas) yang dapat merusak
katalis polimer.
1. Mekanisme Reaksi Polimerisasi Olefin
a. Katalis Polimerisasi Olefin
Katalis polimerisasi terdiri atas empat jenis yaitu katalis asam fosfat
cair, katalis padat asam fosfat dengan penunjang kieselguhr, kupri pirofosfat
dengan karbon aktif sebagai pendukung,dan katalis alkil aluminium (senyawa
organic kompleks berbasis pada Raney nikel).
b. Pembentukan Diolefin
Laju reaksi polimerisasi olefin dipengaruhi oleh konsentrasi katalis
asam. Konsentrasi asam tinggi mengarah ke pembentukan polimerisasi tinggi
yang akan membentuk produk poliolefin/residu yang akan menutupi
permukaan katalis padat.
Aktivitas katalis mempengaruhi derajat konversi umpan olefin, sedang
kualitas produk polimer yang dihasilkan ditentukan oleh selektivitas katalis
tersebut. Derajat hidratasi optimum dari katalis padat dapat menghasilkan
40
katalis beraktivitas tinggi. Makin tinggi temperatur makin tinggi diperlukan
derajat hidratasi katalis yang diperlukan. Derajat hidratasi katalis harus dijaga
tetap dengan injeksi air ke dalam umpan olefin.
Racun katalis asam fosfat adalah senyawa sulfur, basa, amonia,
senyawa nitrogen organik. Oksigen dapat mempercepat reaksi polimerisasi
tinggi yang produknya akan mengendap pada permukaan katalis padat. Umpan
olefin yang mengandung kadar butadiena > 3% vol akan terpolimerisasi
menjadi kokas.
c. Unit Polimerisasi Olefin
Unit polimerisasi terdiri atas dua macam proses berikut:
A. Proses Kondensasi UOP
Umpan olefin C3/C4 dimasukkan ke dalam reactor feed surge
drum dan dicampur dengan propana dan/atau butana sebagai pengencer
umpan olefin <30% volume untuk membatasi panas reaksi polimerisasi.
[8] Kemudian campuran tersebut dimasukkan ke dalam reaktor yang
berisi beberapa lapisan katalis padat dan juga sebagian campuran
umpan diinjeksikan di antara lapisan katalis tersebut untuk menjaga
kenaikan temperatur tinggi.
Produk polimer dimasukkan ke dalam bejana sentak (flash
drum) setelah didinginkan pada penukar panas oleh campuran umpan,
dan uap dari atas flash drum didinginkan dan lalu disirkulasikan ke
umpan dan juga sebagai injeksi umpan ke samping reaktor. Produk cair
dari bawah flash drum dimasukkan ke dalam kolom pemantap stabilizer
untuk mendapatkan produk bensin polimer dengan tekanan uap (RVP)
yang diinginkan dan produk LPG keluar dari atas kolom stabilizer.
Kondisi operasi adalah temperatur sekitar 150–200oC dan tekanan
sekitar 3,45–6,9 MPa (500–1000 psi).
Proses Kondensasi Katalitik UOP
Air diinjeksikan ke dalam umpan hidrokarbon untuk menjaga
derajat hidratasi katalis. Katalis kekurangan air dapat menimbulkan
pembentukan produk polimer tinggi dan kokas, sedang katalis yang
41
terlalu basah mengakibatkan katalis menjadi lembut yang akan
menyumbat reaktor. Dengan menjaga derajat kadar air katalis (katalis
optimal) dan mengontrol kotoran umpan, akan diperoleh umur optimal
katalis.
B. Proses Dimersol IFP
Proses dimersol olefin propilena dengan katalis alkil aluminium
menghasilkan produk dimer (heksena) atau dimat berangka oktana
RON 97 yang dipakai sebagai komponen utama bensin. Proses berjalan
pada temperatur kamar dan tekanan yang cukup untuk membuat umpan
propilena dalam fase cair. Umpan propilena harus berkadar tinggi,
karena campuran hidrokarbon etilena dan butilena akan meracuni
katalis. Kotoran umpan yaitu air, asetilena, sulfur, propadiena dan
butadiena harus dibatasi, sehingga diperlukan pemurnian umpan
propilena sebelum diolah.
Katalis diinjeksikan ke dalam umpan yang disirkulasi sekitar
reaktor yang dikelilingi pendingin untuk pengontrolan temperatur
reaktor. Produk dimat diinjeksikan dengan amonia untuk merusak
katalis dengan pembentukan garam yang dapat dihilangkan dengan
pencucian air sekitar 15 (galon per menit) per 1000 (barrel per stream
day-barel per hari operasi) BPSD produk dimat. Dimat yang sudah
dicuci dimasukkan ke dalam kolom stabilizer untuk pemisahan produk
propana/LPG dari produk utama dimat tersebut.
4.3 Proses Isomerisasi
Proses isomerisasi adalh proses dimana paraffin rantaia lurus dikonversi
menjadi senyawa-senyawa rantai cabang yang sinambung dengan
menggunakan katalis.
4.3.1 Proses Isomerisasi
Proses isomerisasi katalitik ditujukan untuk mengkonversi
umpan nafta ringan (C5–C6) berangka oktana rendah (RON 65–70)
menjadi produk isoparafin berangka oktana tinggi RON 87–92 dengan
42
sensitivitas (RON–MON) rendah (baik) dengan bantuan katalis
bifungsional. Umpan normal parafin dan isoparafin bercabang tunggal
mengalami isomerisasi menjadi isoparafin bercabang banyak, berangka
oktana tinggi.
Angka oktana produk isomerat dengan proses isomerisasi
langsung (satu tahap) hanya mencapai RON 82–84, tetapi dengan
pemisahan normal parafin dari isoparafin bercabang satu dari produk
campuran isomerat dan mensirkulasikannya kembali bersama umpan
nafta ringan (proses isomerisasi dua tahap) akan diperoleh kenaikan
angka oktana produk isomerat sekitar 6–8 angka, yaitu RON 92.
(1,6,28) Proses isomerisasi dapat pula dipakai untuk pembuatan produk
isobutana yang merupakan salah satu umpan proses alkilasi dengan
penambahan satu kolom deisobutanizer pada unit proses tersebut.
Katalis isomerisasi adalah identik dengankatalis reformasi
bifungsional yang mengandung inti aktif logam platina dan inti aktif
asam alumina klor dan/atau zeolit yang juga berfungsi sebagai
penyangga katalis.
Proses isomerisasi pentana (C5) dengan sirkulasi umpan dapat
menaikkan angka oktana dari umpan RON 70–75 menjadi produk
isomerat RON 92. Peningkatan angka oktana dari proses isomerisasi
heksana (C6) adalah lebih rendah daripada proses isomerisasi pertama
tersebut, yaitu sekitar 10–15 saja. Kenaikan angka oktana dari proses
isomerisasi C5/C6 dipengaruhi oleh komposisi C5 dan C6 dari umpan
nafta ringan. Isomerisasi heptana hanya memberikan isoparafin rendah
bercabang satu yang angka oktananya tidak begitu besar. Pada
isomerisasi C6 dan C7 dapat terjadi reaksi samping hidrorengkah.
Dapat dicatat bahwa isomerat yang dihasilkan berkadar paraffin
tinggi dengan angka oktan tinggi dan sensitivitas yang rendah (ROM =
MON) (baik). Sehubungan dengan dua komponen utama bensin lainnya
(bensin perengkahan katalitik dan reformat) berkadar aromatic tinggi
mempunyai sensitivitas yang lebih tinggi ( MON << RON ) ( kurang
43
baik ), maka hal ini membuat isomerat menjadi komponen bensin
berharga didalam industri pembuatan bensin ramah lingkungan.
4.3.2 Reaksi Isomerisasi Parafin
Reaksi isomerisasi paraffin dengan bantuan katalis
biofungsional yang terdiri dari inti aktif logam dan inti aktif asam
mempunyai mekanisme reaksi.
Senyawa antara molekul ion karbonium. Selanjutnya senyawa
antara ion isokarbonium tersebut berisomerisasi menjadi isomer ion
karbonium dan dengan melepas kembali proton (H+ ) ke inti asam
katalis kemudian dihidrogenasi dengan bantuan inti aktif logam
menjadi produk iso-parafin.
A. Umpan Isomerisasi Parafin
Umpan proses isomerisasi adalah nafta ringan 30–75oC yang
mengandung sebagian besar pentana (C5) dan heksana (C6) dengan
sedikit campuran siklopentana dan metil siklopentana. Umumnya
parafin adalah normal parafin dan sedikit isoparafin bercabang satu
sehingga angka oktana umpan nafta ringan ini adalah rendah, yaitu
sekitar RON 65–70.
B. Katalis Isomerisasi Paraffin
Katalis isomerisasi adalah katalis bifungsional yang identik
dengan katalis proses reformasi katalitik, yaitu terdiri atas dua jenis
inti aktif: inti aktif logam (platina) dan inti aktif asam (Al2O3-Cl
dan Al2O3-SiO2), yaitu antara lain :
- Platina–klor alumina -Pt/Al2O3-Cl
- Platina–zeolit-Pt/Al2O3-SiO2
- Sulfated metal oxide -platina – alumina (Al2O3)
44
4.3.3 Unit Proses Isomerisasi
Proses isomerisasi umpan nafta dengan menggunakan katalis
biofungsional terdiri dari dua jenis yaitu :
1. Tahap Isomerisasi 1 tahap (Proses Isomerisasi TIP)
Umpan digabung dengan sirkulasi gas hydrogen dan
dipanasi sampai temperature panas reaksi lalu dimasukkan
kedalam reactor . Produk keluar dari bagian bawah reactor,
didinginkan dan dilewatkan pada satu separator dan dari atas
separator keluar gas hidrogen yang disirkulasikan kembali ke unit.
Isomerat cair yang keluar dari bawah separator dimasukkan ke
kolom stabilizer untuk menghilangkan produk gas LPG dari
produk isomerat tersebut. Benzena di dalam umpan nafta ringan
dihidrogenasi menjadi siklo-heksana yang selanjutnya terkonversi
sebagian menjadi parafin. Jika proses zeolit satu tahap ini
digabung dengan sistem Iso Sieve Molecular diperoleh proses
isomerisasi dua tahap Zeolitic Process/TIP. Pada proses ini
normal parafin (yang tidak terkonversi) dari produk isomerat
dipisahkan dalam kolom absorben berisi pengayak molekul
(molecular sieve) berukuran pori tertentu, dan selanjutnya normal-
parafin yang telah dipisahkan dari produk disirkulasikan kembali
ke dalam reaktor. Proses isomerisasi dua tahap ini dapat
menghasilkan produk isomerat berangka oktana tinggi RON 88
yaitu lebih tinggi sekitar 8 angka daripada proses zeolit satu tahap
tersebut.
2. Tahap Isomerisasi 2 tahap (Proses PENEX UOP)
Proses Penex UOP memakai katalis yang lebih aktif yang
dioperasikan pada temperatur lebih rendah (120–180oC) dengan
dua reaktor, dan temperatur reactor kedua lebih rendah daripada
reaktor pertama yang akan meningkatkan derajat isomerisasi
umpan parafin. Untuk temperatur operasi rendah ini tidak
diperlukan suatu pemanasan khusus dan begitu juga dengan
45
kebutuhan hidrogen yang rendah tidak diperlukan suatu sistem
sirkulasi gas hidrogen. Proses Penex satu tahap ini dapat
menghasilkan produk isomerat berangka oktana 82–85 dengan
perolehan isomerat mencapai 100% volume.
46
BAB V
PROSES REFORMING
5.1 Proses Reforming
Reforming adalah perubahan dari bentuk molekul bensin yang bermutu
kurang baik (rantai karbon lurus) menjadi bensin yang bermutu lebih baik
(rantai karbon bercabang). Kedua jenis bensin ini memiliki rumus molekul
yang sama bentuk strukturnya yang berbeda. Oleh karena itu, proses ini juga
disebut isomerisasi. Reforming dilakukan dengan menggunakan katalis dan
pemanasan.
Contoh reforming adalah sebagai berikut :
Reforming juga dapat merupakan pengubahan struktur molekul dari
hidrokarbon parafin menjadi senyawa aromatik dengan bilangan oktan tinggi.
Pada proses ini digunakan katalis molibdenum oksida dalam Al2O3 atauplatina
dalam lempung. Contoh reaksinya :
5.2 Catalytic Reforming
Sejak tahun 1940 catalytic reforming telah digunakan untuk
menggantikan thermal reforming. Proses ini memperbaiki kualitas gasoline
yang dihasilkan dari cracking yang masih mempunyai angka oktan rendah.
Catalytic reforming jauh lebih efisien dari pada thermal reforming.
Penggunaan katalis akan mempercepat reaksi dan lebih mudah pengendalian
operasinya. Katalis yang digunakan dapat terbuat dari platinum-alumina atau
47
platinum-rhenium-alumina. Katalis tersebut berperan sebagai pemacu reaksi
siklohidrogenasi dan reaksi lain seperti pembentukan aromatik.
Hydroforming unit telah digunakan pada awal perang dunia kedua,
catalytic reforming tersebut untuk menghasilkan aviation gasoline yang banyak
digunakan untuk keperluan militer. Sekitar tahun 1955, Universal Oil Product
(UOP) telah mendemonstrasikan bahwa katalis platiunum dapat mendorong
reaksi dehidrogenasi, khususnya dalam pembentukan aromat dalam skala
komersial.
Dengan demikian sejak tahun itu hampir seluruh thermal reforming digantikan
dengan catalytic reforming.
Tujuan utama catalytic reforming adalah untuk mengkonversi
hidrokarbon menjadi aromatik yang reaksi utamanya adalah dehidrogenasi
naphthene. Senyawa aromat tidak hanya berfungsi sebagai komponen bahan
bakar motor tetapi juga banyak digunakan sebagai bahan baku industri
petrokimia.
Didalam straight-run naphtha pada umumnya masih banyak impurities
yang dapat meracuni katalis. Agar tidak meracuni katalis, maka terlebih dahulu
dilakukan hydrotreating terhadap naphtha tersebut. Hydrotreating adalah proses
penghilangan impurities seperti senyawa sulfur, nitrogen dan arsenik melalui
proses hidrogenasi. Hidrogen yang digunakan untuk keperluan treating ini
berasal dari reforming unit itu sendiri.
48
Gambar 1 : Product from Thermal Reforming and from Catalytic Reforming
Di dalam reaksi catalyitc reforming kemungkinan terjadinya olefin
sangat kecil sekali, hal ini disebabkan oleh adanya reaksi hidrogenasi olefin,
yang mana secara cepat begitu olefin terbentuk langsung dijenuhkan menjadi
paraffin. Hal ini dapat dipahami lebih dalam lagi dengan melihat gambar 1
yang menunjukkan perbedaan hasil reforming secara thermal dan catalytic.
Kelihatan dari sini bahwa senyawa aromat lebih banyak dihasilkan pada
catalytic reforming dan olefin hanya ada pada hasil thermal reforming.
Di dalam catalyic reforming, hidrogen dihasilkan sebagai hasil samping.
Sebagian dari hidrogen yang dihasilkan disirkulasikan kembali untuk menjaga
tekanan didalam reactor dan mencegah terjadinya pembentukan coke.
Disamping itu hidrogen ini banyak dimanfaatkan untuk proses yang lain seperti
hydrotreating, hydrocracking dan isomerization plant, bahkan tidak sedikit
yang digunakan untuk keperluan industri petrokimia. Meskipun reaksi
isomerisasi juga kemungkinan terjadi, namun tidak banyak mempengaruhi
kenaikan angka oktan karena jumlahnya relatif kecil.
5.2.1. Catalytic Reforming Process
Berbagai unit yang digunakan dalam catalytic reforming process ada
yang menggunakan tekanan tinggi dan ada juga yang menggunakan tekanan
49
rendah.
Gambar 2 menunjukkan unit yang beroperasi pada tekanan tinggi, unit ini
relatif murah tetapi kurang fleksibel dibandingkan dengan yang bertekanan
rendah. Keterbatasan unit ini ialah angka oktan dan jumlah hasilnya rendah.
Proses yang menggunakan tekanan tinggi diantaranya termasuk platforming,
catforming, houdriforming, salvaforming dan Sinclair-Baker Process.
Katalis yang digunakan adalah platinum, catalyst deposit biasanya
sedikit.
Proses lain yang meregenerasi katalis dan sementara operasi tetap berjalan
diantaranya adalah ultraforming dan powerforming yang menggunakan katalis
platinum (Pt), fluid hydroforming dan hydroforming menggunakan katalis
molybdena on alumina (Mo dalam Al2O3), thermoforming menggunakan
katalis chromia on alumina (Cr dalam Al2O3) dan hyperforming menggunakan
katalis molybdate on alumina (Mo dalam Al2O3).
Berbagai macam proses yang dikembangkan oleh beberapa perusahaan
diantaranya adalah seperti yang terlihat dalam table 1.
Gambar 3 menunjukkan proses catalytic reforming yang dikenal
sebagai platforming. Feed memasuki prefractionator untuk menghilangkan
light ends termasuk juga disolved oxygen dan H2O. Disamping itu
prefractionator ini juga unuk mengatur boiling range. Boiling range yang
dikehendaki adalah 100 - 360oF yang selanjutnya bercampur dengan recycle
hydrogen gas dan bersama-sama memasuki heater pertama. Recycle gas rate
sekitar 8.000 scf/bbl of feed. Dari heater pertama kemudian memasuki reactor
pertama dan keluar dipanasi lagi pada heater kedua, begitu seterusnya sampai
tiga tingkat.
50
Gambar 2 : Simplified Regeneration of Reactor
Reactor berupa bejana berbentuk silinder yang di dalamnya berisi katalis. Uap
mengalir melalui setiap reactor dan kontak dengan katalis kemudian bereaksi
sebagaimana yang diinginkan. Karena reaksinya menyerap panas, maka setiap
akan memasuki reactor dipanasi terlebih dahulu di dalam reheater. Aliran
meninggalkan dasar gas separator menuju ke fractionator untuk dipisahkan
komponen-komponennya.
Reformat adalah produk yang digunakan sebagai komponen untuk
pencampuran premium dan aviation gasoline. Gas meninggalkan separator
menuju ke H2S absorber untuk dihilangkan H2S yang terkandung di dalam
hidrogen. Sebagian dari hidrogen yang dihasilkan disirkulasikan kembali ke
proses dengan maksud untuk menghindari terbentuknya coke dalam katalis.
Suhu reaksi di dalam reactor sekitar 850 - 950oF dan tekanan sekitar 200 - 700
psig.
51
Tabel 1 : Beberapa proses dan perusahaan yang mengembangkannya
Regenerasi katalis yang dilakukan ketika keaktifan katalis turun hingga
dibawah batas yang telah ditetapkan. Meskipun keaktifan katalis dapat
dipulihkan dengan cara regenerasi, namun lama-kelamaan katalis akan
mengalami degradasi, dan meskipun dapat diregenerasi tetapi hasilnya akan
berada di bawah batas ekonomis. Oleh karena itu katalis yang demikian harus
diganti dengan yang baru.
Proses dengan cara konvensional ini, untuk melakukan regenerasi harus
menghentikan operasi. Dewasa ini banyak dilakukan inovasi terhadap proses
yang dapat dioperasikan secara kontinyu dan tanpa menghentikan proses
sewaktu regenerasi.
Gambar 3 : Catalytic Reforming (Conventional Platforming)
Gambar 4 menunjukkan continuous platforming yang dikembangkan
oleh UOP. Proses tersebut menggunakan reactor, heater, separator, dan
52
fractionator. Platforming adalah suatu proses catalytic reforming yang paling
banyak digunakan dibandingkan dengan jenis yang lain. Katalis platinum untuk
reforming tekanan rendah sama seperti untuk reforming tekanan tinggi, kecuali
proses yang meliputi reactor tambahan seperti yang disebut swing reactor yang
memungkinkan untuk regenerasi. Jika sebuah reactor harus ditempatkan pada
siklus regenerasi, maka swing reactor menggantikannya. Proses tersebut dapat
diulang-ulang sampai regenerasi katalis dilakukan sepenuhnya. Tekanan
operasi reactor berkisar antara 125 - 300 psig dan recycle gas bervariasi antara
1.500 - 2.500 scf/bbl of feed. Ultra forming proses seperti yang terlihat dalam
gambar 5 merupakan lisensi dari Standard Oil of California, dalam proses ini
menggunakan beberapa reactor dan swing reactor dengan suatu fixed bed
catalyst. Swing reactor adalah pusat untuk meregenerasikan katalis.
Ultraforming dapat menhasilkan produk yang mempunyai angka oktan 95 -
103 (research octane number). Xylene dengan kemurnian tinggi juga dapat
dihasilkan melalui fraksinasi ultraformate. Di dalam ultraforming, katalis yang
digunakan dapat diregenerasi sampai 600 kali atau lebih tanpa kehilangan
selektivitasnya yang signifikan dan tanpa diperlukan penggantian dalam jangka
waktu pendek.
Gambar 4 : Continuous Platforming with Katalis Regeneration
Proses lain yang sangat populer disebut houdriforming berlisensi dari
Houdry Division of Air Product and Chemicals seperti yang terlihat dalam
gambar 6 menggunakan dua buah atau lebih fixed bed reactor yang masing-
53
masing dilengkapi dengan heater. Dan naphtha yang diumpankan bercampur
dengan recycle gas yang banyak mengandung hidrogen.
Gambar 5 : Ultraforming Fixed-Bed Process
Gambar 6 : Houdriforming
Jika kandungan sulfur di dalam naphtha tinggi, maka sebelumnya harus
dilakukan hidrodesulfurisasi yang hidrogennya dapat diperoleh secara langsung
dari houdriforming. Disamping dengan cara tersebut, sulfur juga dapat
dihilangkan dengan cara absorpsi dengan menggunakan ethanolamine sebagai
solvent-nya.
Houdriforming menggunakan katalis platinum dalam alumina atau bimetallic.
Jika houdriforming digunakan untuk menghasilkan aromatik, konversi naphtha
menjadi benzene, toluene dan xylene mendekati 100% dari harga teoritis
benzene.
54
Kondisi operasi proses ini suhunya berkisar antara 900 - 1.0000F dan tekanan
100 - 400 psig
3. Feed
Feedstock untuk catalytic reforming biasanya adalah naphtha atau
straight-run gasoline yang mempunyai angka oktan rendah, konversi naphtha
paling tidak adalah menjadi butane dan bahan-bahan yang lebih ringan. Lebih
baik lagi jika naphtha banyak mengandung naphthene karena dapat
menghasilkan aromat yang tinggi.
Butane yang dihasilkan dari catalytic reforming mengandung isobutane
sekitar 40- 50%, dan pentane mengandung iso-pentane sekitar 50 - 65%.
Pretreatment terhadap feedstock mutlak diperlukan untuk operasi yang
menggunakan katalis platinum. Katalis tersebut sangat sensitif terhadap
nitrogen, chloride, sulfur, air (water), lead dan arsenic. Proses yang digunakan
untuk pretreatment adalah hydrotreating dengan menggunakan katalis cobalt-
molybdenum. Hidrogen yang diperlukan untuk hydrotreating ini berasal dari
catalytic reforming itu sendiri.
4. Katalis
Katalis mempunyai peranan yang sangat penting di dalam proses
catalytic reforming. Mengapa demikian, karena beberapa kondisi yang
dibutuhkan untuk mendapatkan aromatik dari hidrokarbon lain tanpa
menggunakan katalis ternyata hasil-hasilnya relatif rendah, oleh karena itu
katalis dehidrogenasi digunakan untuk memperbaiki hasil dan kondisi reaksi.
Beberapa macam katalis yang banyak digunakan untuk keperluan ini dintaranya adalah:
• Platinum on alumina
• Platinum on silica-alumina
• Chromia on alumina
• Molybdena on alumina
55
Dasar katalis adalah alumina, sedangkan elemen-elemen yang
menghidrogenasi adalah platinum, dan persentase platinum berkisar antara 0,3
- 0,6%.
Elemen-elemen lain yang kemungkinan ada adalah halida kurang lebih antara 0
-1%. Dalam hal chromia on alumina, dasar katalisnya adalah alumina dan
elemen yang menghidorgenasi adalah chromia yang persentasenya sekitar 10 -
15%.
Katalis yang paling disukai adalah katalis yang memacu produksi aromatik dan
menekan terjadinya proses hidrocracking.
Jika katalis lain yang dikenal dengan nama bimetallic catalyst adalah
katalis yang mengandung platinum dan metal promotor lain seperti misalnya
rhenium. Katalis semacam ini umumnya untuk operasi pada tekanan rendah
dan suhu tinggi dengan siklus regenerasi menengah.
Selectivity adalah merupakan bentuk persaingan kecepatan reaksi yaitu
dehidrogenasi untuk menghasilkan aromatik dan hidrocracking untuk
menghasilkan paraffin yang lebih ringan. Katalis platiunum umumnya yang
paling aktif dan juga sangat mahal harganya. Katalis seperti ini mempunyai
fungsi ganda, platinum beraksi sebagai dehydrogenating agent, dan zat asam
seperti fluorine atau chlorine beraksi sebagai isomerization agent.
Olefin merupakan hasil reaksi intermediate, meskipun demikian pada
kondisi reforming hanya sedikit sekali olefin yang ada. Variabel operasi yang
sangat penting adalah tekanan, sedangkan variabel-variabel lain yang perlu
diperhatikan adalah suhu, space velocity, recycle gas rate, dan ukuran partikel
katalis. Space velocity dinyatakan sebagai perbandingan feed rate yang masuk
terhadap jumlah katalis didalam reactor. Satuan space velocity dinyatakan
sebagai wt/hr/wt atau vol/hr/vol.
Operasi catalytic reforming biasanya terjadi pada tekanan tinggi dan hydrogen
yang dihasilkan disirkulasikan kembali ke dalam reactor. Kondisi operasi untuk
katalis tertentu ditunjukkan dalam tabel
56
2. Feedstock
Feedxtock untuk catalytic reforming biasanya adalah naphtha atau
straight-run gasoline yang mempunyai angka oktan rendah, konversi naphtha
paling tidak adalah menjadi butane dan bahan-bahan yang lebih ringan. Lebih
baik lagi jika naphtha banyak mengandung naphthene karena dapat
menghasilkan aromat yang tinggi.
Butane yang dihasilkan dari catalytic reforming mengandung isobutane sekitar
40 - 50%, dan pentane mengandung iso-pentane sekitar 50 - 65%.
Pretreatment terhadap feedstock mutlak diperlukan untuk operasi yang
menggunakan katalis platinum. Katalis tersebut sangat sensitif terhadap
nitrogen, chloride, sulfur, air (water), lead dan arsenic. Proses yang digunakan
untuk pretreatment adalah hydrotreating dengan menggunakan katalis cobalt-
molybdenum. Hidrogen yang diperlukan untuk hydrotreating ini berasal dari
catalytic reforming itu sendiri.
Tabel 2 : Kondisi operasi untuk katalis tertentu
5. Produk
Senyawa aromat lebih banyak dihasilkan pada catalytic reforming dan
olefin hanya ada pada hasil thermal reforming. Di dalam catalyic reforming,
hidrogen dihasilkan sebagai hasil samping. Sebagian dari hidrogen yang
dihasilkan disirkulasikan kembali untuk menjaga tekanan didalam reactor dan
mencegah terjadinya pembentukan coke. Disamping itu hidrogen ini banyak
dimanfaatkan untuk proses yang lain seperti hydrotreating, hydrocracking dan
isomerization plant, bahkan tidak sedikit yang digunakan untuk keperluan
industri petrokimia. Meskipun reaksi isomerisasi juga kemungkinan terjadi,
57
namun tidak banyak mempengaruhi kenaikan angka oktan karena jumlahnya
relatif kecil.
6. Variabel Operasi
Variabel operasi yang sangat penting adalah tekanan, sedangkan
variabel-variabel lain yang perlu diperhatikan adalah suhu, space velocity,
recycle gas rate, dan ukuran partikel katalis. Space velocity dinyatakan sebagai
perbandingan feed rate yang masuk terhadap jumlah katalis didalam reactor.
Satuan space velocity dinyatakan sebagai wt/hr/wt atau vol/hr/vol.
a. Tekanan
Tekanan akan mempengaruhi kecepatan reaksi dan juga mempengaruhi
yield dan stabilitas katalis. Naiknya tekanan pada reaktor akan berakibat
meningkatnya reaksi hydrocracking dan menurunnya reaksi aromatisasi.
Sebaliknya jika tekanan operasi menurun akan mengakibatkan naiknya produk
cairan karena berkurangnya reaksi hydrocracking, selain itu produksi hidrogen
dan kemurnian hidrogen akan meningkat tetapi disisi lain akan meningkatkan
karbon yang menempel pada permukaan katalis.
b. Suhu
Suhu merupakan variabel untuk mengatur kualitas produk. Katalis
mampu beroperasi pada suhu yang sesuai dengan kemampuan jenis katalis
tersebut. Suhu yang terlalu tinggi dapat aktivitas katalis bertambah. Suhu
reaktor biasanya sebagai weight average inlet temperatur (WAIT) yaitu fraksi
katalis dalam setiap reaktor bed dikali dengan inlet temperatur.
Menaikkan suhu berarti menaikkan aromatisasi dan hydrocracking
dimana suhu inlet reaktor akan memberikan sempurnanya aromatisasi, angka
oktan produk dan yield yang diinginkan seperti menurunkan feed harus
dilakukan penurunan temperatur terlebih dahulu sebab jika feed yang
diturunkan terlebih dahulu akan berakibat overcracking dan naiknya
pembentukan karbon di permukaan katalis.
c. Ukuran Partikel Katalis
Ukuran dan bentuk katalis bermacam-macam. Ukuran partikel katalis
juga sangat berpengaruh terhadap kecepatan reaksi pada proses catalytic
reforming.
58
d. Liquid Hour Space Velocity (LHSV)
Liquid hour space velocity adalah banyaknya naphta feed dalam kubik
meter yang lewat pada sejumlah katalis yang juga dalam kubik meter per jam.
LHSV digunakan untuk menentukan feed dengan basis volume dalam satuan
waktunya. Space Velocity mempunyai akibat paling besar pada kualitas produk
seperti angka oktan.
Charge rate , m3/jam.
L H S V = --------------------------------------
Volume katalis di reaktor , m3
Menaikkan space velocity akan mengakibatkan kualitas produk
menurun karena sejumlah reaksi yang dikehendaki juga berkurang. Untuk
mengimbangi hal tersebut maka suhu reaktor harus dinaikkan sehingga
sebanding dengan kenaikkan jumlah feed yang masuk. Mengubah feed rate
mempunyai efek yang kecil terhadap aromatisasi tetapi berakibat besar
terhadap reaksi hydrocracking sehingga menurunkan feed rate akan
mengakibatkan bertambahnya reaksi hydrocracking dan bertambahnya jumlah
karbon yang menempel di permukaan katalis.
e. H2/HC ratio
H2/HC ratio dapat diartikan sebagai perbandingan mole hidrogen
recycle gas dengan mole feed yang diolah. Hidrogen recycle gas digunakan
untuk mencegah pembentukan karbon di permukaan katalis. H2/HC ratio
meningkat akan membuat naphta yang melewati reaktor lebih cepat dan panas
akan lebih banyak untuk reaksi yang membutuhkan panas.
Untuk mencegah rusaknya katalis H2/HC ratio harus dipertahankan
diatas minimum yang diizinkan. Menaikkan H2/HC ratio tergantung
kemampuan peralatan sedangkan menurunkannya akan berakibat pembentukan
karbon di katalis akan lebih cepat. Cara menaikkan H2/HC ratio :
- Menaikkan kapasitas kompresor- Menurunkan feed pada recycle tetap- Menaikkan tekanan separator
59
Menaikkan H2/HC ratio tanpa mengubah kondisi operasi dari unit akan
mengakibatkan: :
- Turunnya hidrogen di recycle gas
- Naiknya Pressure drop di reaktor
- Efisiensi kompresor turun.
5.3 Steam Reforming
(www.global-hydrogen-bus-platform.com/teknologi/hydrogenproduction/reforming)
Steam reforming menggunakan hidrokarbon ( gas alam yaitu liquid
petroleum gas dan nafta ) sebagai pakan adalah proses yang paling umum
untuk menghasilkan hidrogen .
Sampai saat ini , steam reforming dirancang untuk kapasitas produksi
mulai dari 200 sampai 100.000 Nm3 / h. Dengan menggunakan tipe baru
dikembangkan pembaharu sekarang mungkin untuk melayani berkisar dari 50
hingga 200 Nm3 / h ekonomi dengan kompak , pembangkit hidrogen skala
kecil berdasarkan steam reforming gas alam . Ini rentang kapasitas cocok untuk
memasok armada kendaraan kecil dengan hidrogen . Kemampuan untuk
60
beberapa start-up dan shut-down operasi adalah penting untuk memungkinkan
fleksibilitas maksimum .
a. The Steam Proses Reformer
Proses ini dibagi menjadi generasi aliran reformate kaya hidrogen
dengan cara uap methanereforming ( SMR ) dan hidrogen pemurnian
berikut dengan cara tekanan adsorpsi ( PSA ) .
Proses terutama terdiri dari:
1. Pre - Treatment Feed
Bahan baku hidrokarbon desulphurised misalnya menggunakan karbon
aktif filter , bertekanan dan , tergantung pada desain pembaharu , baik
dipanaskan dan dicampur dengan uap proses atau langsung disuntik dengan
air ke pembaharu tanpa perlu penukar panas eksternal . Air segar pertama
melunak dan demineralisasi oleh sistem pendingin air pertukaran ion .
Salah satu pilihan adalah tekanan tinggi reformasi dengan penukar panas
terintegrasi dan tekanan kerja sampai 16 bar yang mengurangi volume
geometrik dari pembuluh pembaharu dan sangat ideal untuk perawatan hilir
melalui PSA atau kompresi . Pilihan lainnya adalah untuk mengoperasikan
pembaharu pada tekanan rendah ( 1,5 bar ) dengan rasio konversi
meningkat dan memampatkan reformate sebelum pemurnian .
2. Steam Reforming and CO-Shift Conversion
Steam Reforming dan Konversi CO, Metana dan uap dikonversi dalam
tungku pembaharu kompak pada kira-kira 900 ° C dengan adanya sebuah
katalis nikel untuk aliran reformate kaya hidrogen menurut reaksi berikut :
( 1 ) CH4 + H2O CO + 3 H2
( 2 ) CO + H2O + CO2 H2
Panas yang dibutuhkan untuk reaksi ( 1 ) diperoleh oleh
pembakaran bahan bakar gas dan membersihkan / gas sisa dari sistem
PSA . Setelah langkah reformasi gas sintesis dimasukkan ke dalam reaktor
COconversion untuk menghasilkan hidrogen tambahan . Panas pemulihan
61
uap atau bahan baku pemanasan berlangsung di berbagai titik dalam rantai
proses untuk mengoptimalkan efisiensi energi dari sistem pembaharu
( tergantung pada desain pembaharu ).
3. Gas Purification – PSA-System
Sistem Pemurnian hidrogen dicapai melalui tekanan adsorpsi ( PSA
) . Unit PSA terdiri dari empat kapal yang penuh dengan adsorben yang
dipilih. PSA mencapai kemurnian hidrogen tinggi dari 99,999 % volume
dan CO kotoran kurang dari 1 vppm (bagian per juta volumetrik )
memenuhi spesifikasi yang ditetapkan oleh sel pemasok bus bahan bakar.
Hidrogen murni dari unit PSA dikirim ke kompresor hidrogen , sedangkan
PSA off - gas dari memulihkan adsorben , disebut tailgas , diumpankan ke
burner pembaharu . Tergantung pada desain pembaharu , burner
penyembuhan digunakan menampilkan efisiensi tinggi dan oksida ( NOx )
emisi nitrogen rendah . Selama operasi normal , burner dapat dioperasikan
hanya pada aliran tailgas .
4. Steam Reformer Units in the HyFLEET:CUTE Project
Dua kota , Madrid dan Stuttgart , telah menginstal uap berskala kecil
reformasi tanaman onsite . Unit-unit ini disampaikan oleh Carbotech GmbH
untuk Madrid dan Mahler IGS untuk Stuttgart . Para reformator memiliki
efisiensi termal proyeksi dekat 65 % didasarkan pada nilai-nilai yang lebih
rendah pemanasan gas alam dan hidrogen . Di Madrid , pasokan jalan hidrogen
dan produksi di tempat dijalankan secara paralel . Karena tambahan sumber
hidrogen eksternal , kapasitas desain pembaharu ( 50 Nm3 / h) dapat
ditentukan di bawah nilai permintaan semua bus sel bahan bakar ( 75 Nm3 /
jam , HuFLEET : Proyek CUTE dan satu kendaraan tambahan ) .
Hal ini memungkinkan waktu yang lebih lama operasi reformer pada
beban penuh dan mengurangi jumlah siklus start-stop bila tidak semua bus
dalam pelayanan .
Karakteristik utama dari Dipasang Steam Reformer Teknologi:
62
Steam reforming tanaman dirancang sebagai solusi turn-key . Mereka
juga dapat dibangun di atas skid atau dalam satu wadah , sehingga mengurangi
kebutuhan ruang (daerah bersih setara max dua kontainer 20 kaki termasuk unit
PSA diperlukan) dan waktu commissioning . Satu-satunya interface yang
diperlukan adalah gas alam , air dan pasokan listrik.
Konstruksi modular memungkinkan perpanjangan kapasitas pabrik
setiap kali mungkin diperlukan . Hal ini dapat diwujudkan dengan baik
menambahkan modul lengkap pembaharu kemas atau dengan menambahkan
tabung reformer ke yang sudah ada ( tidak ada modul pembaharu baru
diperlukan ) .
Plant dirancang untuk operasi otomatis dan tanpa pengawasan . Ini
termasuk otomatis start - up dan shut -down dan penyesuaian beban otomatis
menggunakan sistem remote control ( misalnya melalui internet) . Kualitas
hidrogen terus dipantau dan dijamin oleh pemasok pembaharu .
Karakteristik Utama Keselamatan – Terkait
Plant reformer dirancang untuk memenuhi standar keamanan tertinggi
(peraturan EN , CE label dan arahan EC ) . Jika ada masalah yang berkaitan
dengan keselamatan terjadi sistem akan secara otomatis beralih ke keadaan
aman .
63
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Dari makalah yang telah dibuat ini, dapat disimpulkan bahwa :
- Perengkahan adalah reaksi pemecahan senyawa hidrokarbon molekul
besar pada temperatur tinggi menjadi molekul-molekul yang lebih
kecil.
- Hidrokarbon akan merengkah jika dipanaskan jika temperaturnya
melebihi 350-400 oC dengan atau tanpa bantuan katalis
- Proses perengkahan thermal (thermal Cracking) adalah suatu proses
pemecahan rantai hydrocarbon dari senyawa rantai panjang menjadi
hydrocarbon dengan rantai yang lebih kecil melalui bantuan panas.
- Semakin tinggi temperatur yang keluar heater akan menaikkan proses
cracking dan reaksi coking sehingga akan menaikkan pula jumlah gas
dan coker naptha yang dihasilkan dan sebaliknya produksi coker gas oil
yang berkurang
- Polimerisasi adalah proses penggabungan molekul-molekul kecil
menjadi molekul besar
- Reforming adalah perubahan dari bentuk molekul bensin yang bermutu
kurang baik (rantai karbon lurus) menjadi bensin yang bermutu lebih
baik (rantai karbon bercabang).
- Catalytic reforming jauh lebih efisien dari pada thermal reforming
6.2 Saran
Minyak bumi merupakan sumber energi yang dibutuhkan oleh semua
orang. Dimana untuk memenuhi kebutuhan itu minyak bumi harus diolah
menjadi beberapa fraksi melalui bebrapa proses proses, seperti cracking,
polimerisasi, isomerisasi, alkilasi, dan reforming.
64
DAFTAR PUSTAKA
- Id.wikipedia.org/wiki/kilang_minyak . Diakses pada 16 Oktober 20013
- http://processengineers.blogspot.com/2008/07/thermal-cracking.html.
diakses pada 16 Oktober 2013
- http://www.slideshare.net/wawashahab/pengolahan-minyak-bumi.
Diakses tanggal 16 Oktober 2013
- http://chemistry.blogspot.com/2012/10/isomerisasi-dan-
polimerisasi.html?m=1. Diakses pada 17 Oktober 2012
- http://kimia.upi.edu/utama/bahanajar/kuliah_web/2008/Riski
%20Septianadevana%200606249_IEG.o/halaman_14.html. Diakses
pada 17 Oktober 2013
- http://perpustakaancyber.blogspot.com/2013/04/proses-pengolahan-
minyak-bumi-danminyak-mentah-dan-komposisinya.html?m=1.
Diakses pada 19 Oktober 2013
65