Download - Makalah eptik
ANALISA KEJAHATAN DUNIA MAYA (CYBERCRIME)
SERTA HUKUMNYA (CYBERLAW) DALAM KASUS
PENIPUAN JUAL BELI ONLINE
MAKALAH
ETIKA PROFESI TIK
Disusun sebagai tugas akhir semester enam (VI)
Mata Kuliah Etika Profesi Teknologi Informasi dan Komunikasi
Disusun Oleh :
1. Lisabela Narandia 11110850
2. Suhartini 11110531
Kelas : 11.6B.24
Jurusan Komputerisasi Akuntansi
Akademi Manajemen Informatika dan Komputer “BSI Bekasi”
Bekasi
2014
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan kasih sayang-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas makalah ini tepat pada waktunya. Adapun judul penulisan makalah ini adalah:
“ANALISA KEJAHATAN DUNIA MAYA (CYBER CRIME) SERTA
HUKUMNYA (CYBER LAW) DALAM KASUS PENIPUAN JUAL BELI
ONLINE”
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi nilai Ujian Akhir
Semester (UAS) Mata Kuliah Etika Profesi Teknologi Informasi dan Komunikasi
pada semester enam (VI) Jurusan Komputerisasi Akuntansi Akademi Manajemen
Informatika dan Komputer Bina Sarana Informatika (AMIK BSI).
Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan dan dorongan dari semua pihak,
maka penulisan laporan ini tidak akan berjalan lancar, untuk itu penulis
menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1. Direktur AMIK BSI.
2. Ketua Jurusan Komputerisasi Akuntansi AMIK BSI.
3. Bapak Djadjat Sudaradjat, MT selaku Dosen Mata Kuliah Etika Profesi Teknologi
Informasi dan Komunikasi.
4. Orang tua tercinta atas do’a dan motivasi yang selalu diberikan kepada penulis.
5. Rekan-rekan mahasiswa kelas 11.6B.24.
iii
Akhirnya, penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi siapa saja yang membacanya, menambah wawasan dan pengetahuan terutama
dalam hal cybercrime dan cyberlaw. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun
sangatlah penulis harapkan.
Bekasi, April 2014
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar ................................................................................................ ii
Daftar Isi .......................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1. Latar Belakang.......................................................................... 1
1.2. Maksud dan Tujuan .................................................................. 2
1.3. Ruang Lingkup Masalah........................................................... 2
BAB II CYBERCRIME ............................................................................. 3
2.1. Definisi Cybercrime ................................................................ 3
2.2. Karakteristik Cybercrime ........................................................ 4
2.3. Jenis-Jenis Cybercrime ............................................................ 5
BAB III CYBERLAW .................................................................................. 9
3.1. Definisi Cyberlaw ..................................................................... 9
3.2. Ruang Lingkup Cyberlaw ........................................................ 9
3.3. Undang-Undang Terkait Cyberlaw .......................................... 10
BAB IV STUDI KASUS PENIPUAN JUAL BELI ONLINE .................. 15
3.1. Jual Beli Online ........................................................................ 15
3.1.1. Definisi Jual Beli Online ............................................... 15
3.1.2. Pihak-Pihak Yang Terkait Jual Beli Online ................... 16
3.1.3. Proses Transaksi Jual Beli Online .................................. 19
3.2. Penipuan Jual Beli Online ....................................................... 20
3.2.1. Modus Penipuan ............................................................. 20
3.2.2. Faktor Penyebab ............................................................. 21
3.2.3. Contoh Kasus.................................................................. 22
3.2.4. Analisa Kasus ................................................................. 23
3.3. Hukuman Penipuan Jual Beli Online ....................................... 24
3.4. Solusi Kasus Penipuan Jual Beli Online................................... 26
BAB V PENUTUP ...................................................................................... 28
4.1. Kesimpulan .............................................................................. 28
4.2. Saran-Saran ............................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 30
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Permasalahan
Perkembangan pesat dari teknologi telekomunikasi dan teknologi komputer
menghasilkan internet yang multifungsi. Dan perkembangan ini membawa kita ke
ambang revolusi keempat dalam sejarah pemikiran manusia bila ditinjau dari
konstruksi pengetahuam umat manusia yang dicirikan dengan cara berfikir yang
tanpa batas. Perkembangan tersebut melahirkan sebuah metode baru dalam hal jual
beli, dimana penjual dan pembeli tidak harus bertatap muka untuk melakukan
transaksi jual beli, yang disebut dengan istilah jual beli online (e-commerce).
Bisnis jual beli online semakin marak bak jamur di musim penghujan, tiap
hari bermunculan berbagai macam tawaran bisnis dan penawaran produk secara
online, baik melalui sosial media maupun melalui iklan di banyak halaman website.
Tidak bisa dipungkiri pertumbuhan pengguna internet sangat cepat di dunia. Milliaran
orang memanfaatkan internet setiap hari. Ada yang sekedar untuk mencari hiburan
dan eksis di jejaring sosial, namun juga banyak yang memang mencari informasi
yang dibutuhkan untuk pendidikan dan pekerjaan.
Hal ini membuka peluang bagi para penipu untuk melakukan modusnya.
Dengan menjual barang-barang dengan harga yang lebih murah dari barang aslinya
membuat para konsumen tergiur untuk melakukan transaksi.
2
Dengan banyaknya penipuan jual beli online yang terjadi di Indonesia, maka
kami akan membahas beberapa hal yang berkaitan dengan penipuan jual beli barang
online. Mulai dari bagaimana penipuan jual beli online itu terjadi, apa saja faktor
penyebab terjadinya, modus apa saja yang sering dilakukan, serta bagaimana hukum
di Indonesia mengatasi kasus ini.
1.2. Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dari penulisan makalah ini sebagai berikut:
1. Mengetahui pengertian dari cybercrime
2. Mengetahui jenis-jenis cybercrime
3. Mengetahui penyebab-penyebab terjadinya cybercrime
4. Mengetahui upaya-upaya penanggulangan cybercrime
Sedangkan tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
pengganti nilai Ujian Akhir Semester (UAS) mata kuliah Etika Profesi Teknologi
Informasi dan Komunikasi (EPTIK) dan sebagai tambahan pengetahuan bagi
mahasiswa mengenai cybercrime dan cyberlaw.
1.3. Ruang Lingkup Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang diuraikan di atas, maka dalam
penyusunan makalah ini penulis membatasi dengan hanya membahas tentang
pengertian cybercrime, cyberlaw dan contoh kasus cybercrime yaitu penipuan jual
beli online, serta hukuman atas kasus jual beli online.
3
BAB II
CYBERCRIME
2.1. Definisi Cybercrime
Kejahatan dunia maya (cybercrime) adalah istilah yang mengacu kepada
aktivitas kejahatan dengan komputer atau jaringan komputer menjadi alat, sasaran
atau tempat terjadinya kejahatan. Termasuk ke dalam kejahatan dunia maya antara
lain adalah penipuan lelang secara online, pemalsuan cek, penipuan kartu
kredit/carding, confidence fraud, penipuan identitas, pornografi anak, dll.
Pengertian cybercrime menurut para ahli:
Andi Hamzah dalam bukunya “Aspek-aspek Pidana di Bidang Komputer”
(2013) mengartikan cybercrime sebagai kejahatan di bidang komputer secara
umum dapat diartikan sebagai penggunaan komputer secara ilegal.
Forester dan Morrison mendefinisikan kejahatan komputer sebagai aksi kriminal
dimana komputer digunakan sebagai senjata utama.
Girasa (2013) mendefinisikan cybercrime sebagai aksi kejahatan yang
menggunakan teknologi komputer sebagai komponen utama.
M.Yoga.P (2013) memberikan definisi cybercrime yang lebih menarik,
yaitu:kejahatan dimana tindakan kriminal hanya bisa dilakukan dengan
menggunakan teknologi cyber dan terjadi di dunia cyber.
4
2.2. Karakteristik Cybercrime
Karakteristik unik dari kejahatan di dunia maya antara lain menyangkut lima
hal berikut:
a. Ruang Lingkup Kejahatan
Sesuai sifat global internet, ruang lingkup kejahatan ini juga bersifat global.
Cybercrime seringkali dilakukan secara trans-nasional, melintasi batas negara
sehingga sulit dipastikan yuridikasi hukum negara yang berlaku terhadap pelaku.
Karakteristik internet di mana orang dapat berlalu-lalang tanpa identitas
(anonymous) memungkinkan terjadinya berbagai aktivitas jahat yang tak tersentuh
hukum.
b. Sifat Kejahatan
Bersifat non-violence, atau tidak menimbulkan kekacauan yang mudah
terlihat. Jika kejahatan konvensional sering kali menimbulkan kekacauan maka
kejahatan di internet bersifat sebaliknya.
c. Pelaku Kejahatan
Bersifat lebih universal, meski memiliki ciri khusus yaitu kejahatan dilakukan
oleh orang-orang yang menguasai penggunaan internet beserta aplikasinya. Pelaku
kejahatan tersebut tidak terbatas pada usia dan stereotip tertentu, mereka yang sempat
tertangkap remaja, bahkan beberapa di antaranya masih anak-anak.
d. Modus Kejahatan
Keunikan kejahatan ini adalah penggunaan teknologi informasi dalam modus
operandi, itulah sebabnya mengapa modus operandi dalam dunia cyber tersebut sulit
5
dimengerti oleh orang-orang yang tidak menguasai pengetahuan tentang komputer,
teknik pemrograman dan seluk beluk dunia cyber.
e. Jenis Kerugian yang Ditimbulkan
Dapat bersifat material maupun non-material. Seperti waktu, nilai, jasa, uang,
barang, harga diri, martabat bahkan kerahasiaan informasi.
2.3. Jenis-Jenis Cyber Crime
1. Jenis-jenis cybercrime berdasarkan motif
a. Cybercrime sebagai tindak kejahatan murni
Dimana orang yang melakukan kejahatan yang dilakukan secara di sengaja,
sebagai contoh pencurian, tindakan anarkis, terhadap suatu system informasi atau
system computer.
b. Cybercrime sebagai tindakan kejahatan abu-abu
Dimana kejahatan ini tidak jelas antara kejahatan kriminal atau bukan karena dia
melakukan pembobolan tetapi tidak merusak, mencuri atau melakukan perbuatan
anarkis terhadap system informasi atau system computer tersebut.
2. Jenis-jenis cybercrime berdasarkan jenis aktivitasnya
a. Unauthorized Access to Computer System and Service
Kejahatan yang dilakukan dengan memasuki/menyusup ke dalam suatu sistem
jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin. Biasanya pelaku kejahatan (hacker)
melakukannya dengan maksud sabotase ataupun pencurian informasi penting.
6
b. Illegal Contents
Merupakan kejahatan dengan memasukkan data atau informasi ke internet tentang
sesuatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar hukum
atau mengganggu ketertiban umum. Sebagai contohnya adalah pemuatan suatu
berita bohong atau fitnah yang akan menghancurkan martabat atau harga diri
pihak lain.
c. Data Forgery
Merupakan kejahatan dengan memalsukan data pada dokumen-dokumen penting
yang tersimpan sebagai scriptless document melalui internet.
d. Cyber Espionage
Merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan
kegiatan mata-mata terhadap pihak lain, dengan memasuki sistem jaringan
komputer (computer network system) pihak sasaran.
e. Cyber Sabotage and Extortion
Kejahatan ini dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau
penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan
komputer yang terhubung dengan internet.
f. Offense Against Intellectual Property
Kejahatan ini ditujukan terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) yang
dimiliki pihak lain di internet. Sebagai contoh adalah peniruan tampilan pada
webpage suatu situs milik orang lain secara ilegal, penyiaran suatu informasi di
internet yang ternyata merupakan rahasia dagang orang lain, dan sebagainya.
7
g. Infringements of Privacy
Kejahatan yang ditujukan terhadap informasi seseorang yang merupakan hal yang
sangat pribadi dan rahasia.
h. Cracking
Kejahatan dengan menggunakan teknologi komputer yang dilakukan untuk
merusak system keamaanan suatu system computer dan biasanya melakukan
pencurian, tindakan anarkis begitu merekan mendapatkan akses. Biasanya kita
sering salah menafsirkan antara seorang hacker dan cracker dimana hacker
sendiri identetik dengan perbuatan negative, padahal hacker adalah orang yang
senang memprogram dan percaya bahwa informasi adalah sesuatu hal yang sangat
berharga dan ada yang bersifat dapat dipublikasikan dan rahasia.
i. Carding
Carding adalah kejahatan dengan menggunakan teknologi komputer untuk
melakukan transaksi dengan menggunakan kartu kredit orang lain sehingga dapat
merugikan orang tersebut baik materil maupun non materil.
3. Jenis-jenis cybercrime berdasarkan sasaran kejahatan
a. Cybercrime yang menyerang individu (Againts Person)
Sasaran serangannya ditujukan kepada perorangan atau individu yang memiliki
sifat atau kriteria tertentu sesuai tujuan penyerangan tersebut. Contoh: pornografi,
Cyberstalking, Cyber-Tresspass.
8
b. Cybercrime menyerang hak milik (Againts Property)
Cyber yang dilakukan untuk mengganggu atau menyerang hak milik orang lain.
Beberapa contoh kejahatan ini misalnya pengaksesan komputer secara tidak sah
melalui dunia cyber, pemilikan informasi elektronik secara tidak sah/pencurian
informasi, carding, cybersquatting, hijacking, data forgery dll.
c. Cybercrime menyerang pemerintah (Againts Government)
Cybercrime Againts Government dilakukan dengan tujuan khusus penyerangan
terhadap pemerintah. Kegiatan ini misalnya cyber terrorism sebagai tindakan yang
mengancam pemerintah termasuk juga cracking ke situs resmi, pemerintah atau
situs militer.
9
BAB III
CYBERLAW
3.1. Definisi Cyberlaw
Cyberlaw adalah hukum yang digunakan di dunia cyber (dunia maya),
yang umumnya disosialisasikan dengan internet. Cyberlaw dibutuhkan karena
dasar atau fondasi dari hukum di banyak negara adalah “ruang dan waktu”.
Sementara itu, internet dan jaringan komputer mendobrak batas ruang dan waktu
ini. Kegiatan cyber meskipun bersifat virtual dapat dikategorikan sebagai tindakan
dan perbuatan hukum yang nyata. Kegiatan cyber adalah kegiatan virtual yang
berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik. Dengan
demikian subjek pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai orang yang telah
melakukan perbuatan hukum secara nyata. Dari sinilah Cyberlaw bukan saja
keharusan, melainkan sudah merupakan kebutuhan untuk menghadapi kenyataan
yang ada sekarang ini, yaitu dengan banyaknya berlangsung kegiatan cybercrime.
3.2. Ruang Lingkup Cyberlaw
Menurut Jonathan Rosenoer dalam Cyberlaw-The Law Of Internet
menyebutkan ruang lingkup cyberlaw diantaranya:
1. Hak Cipta (Copy Right)
2. Hak Merk (Trademark)
3. Pencemaran nama baik (Defamation)
4. Fitnah, penistaan, dan penghinaan (Hate Speech)
5. Serangan terhadap fasilitas komputer (Hacking, Viruses, Illegal Access)
6. Pengaturan sumber daya internet (Regulation Internet Resource)
10
7. Kenyamanan individu (Privacy)
8. Prinsip kehati-hatian (Duty Care)
9. Tindakan kriminal biasa yang menggunakan TI (Criminal Liability)
10. Isu prosedural (Procedural Issues) seperti yuridiksi, pembuktian, penyelidikan,
dan lain-lain (Jurisdiction, Investigation, Evidence, etc)
11. Kontrak elektronik (Electronic Contract)
12. Pornografi (Pornography)
13. Pencurian melalui internet (Robbery)
14. Perlindungan konsumen (Consumer Protection)
15. Pemanfaatan internet dalam aktivitas keseharian seperti e-commerce, e-
government, e-education, dan lain-lain.
3.3. Undang-Undang Terkait Cyberlaw
Ada beberapa undang-undang yang terkait cyberlaw, diantaranya:
1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Internet & Transaksi
Elektronik (ITE). Undang-undang ini telah disahkan dan diundangkan pada
tanggal 21 April 2008.
Pasal 27 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat
diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang
memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. Ancaman pidana pasal 45(1)
KUHP. Pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Diatur pula dalam
KUHP pasal 282 mengenai kejahatan terhadap kesusilaan.
11
Pasal 28 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak
menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan
kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.
Pasal 29 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak
mengirimkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang
berisi ancaman kekerasaan atau menakut-nakuti yang dutujukkan secara
pribadi (Cyber Stalking). Ancaman pidana pasal 45 (3) Setiap orang yang
memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Pasal 30 UU ITE tahun 2008 ayat 3 : Setiap orang dengan sengaja dan
tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan/atau sistem
elektronik dengan cara apapun dengan melanggar, menerobos, melampaui,
atau menjebol sistem pengaman (cracking, hacking, illegal access).
Ancaman pidana pasal 46 ayat 3 setiap orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat 3 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 8 (delapan) dan/atau denda paling banyak Rp
800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Pasal 33 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak
atau melawan hukum melakukan tindakan apa pun yang berakibat
terganggunya sistem elektronik dan/atau mengakibatkan sistem elektronik
menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.
12
Pasal 34 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak
atau melawan hukum memproduksi, menjual, mengadakan untuk
digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan atau memiliki.
Pasal 35 UU ITE tahun 2008 : Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak
atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan,
penghilangan, pengrusakan informasi elektronik dan/atau dokumen
elektronik dengan tujuan agar informasi elektronik dan/atau dokumen
elektronik tersebut seolah-olah data yang otentik (Phising = penipuan
situs).
2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Pasal 362 KUHP yang dikenakan untuk kasus carding.
Pasal 378 KUHP dapat dikenakan untuk penipuan.
Pasal 335 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pengancaman dan
pemerasan yang dilakukan melalui e-mail yang dikirimkan oleh pelaku
untuk memaksa korban melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang
diinginkannya.
Pasal 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pencemaran nama baik
dengan menggunakan media Internet.
Pasal 303 KUHP dapat dikenakan untuk menjerat permainan judi yang
dilakukan secara online di Internet dengan penyelenggara dari Indonesia.
Pasal 282 KUHP dapat dikenakan untuk penyebaran pornografi.
Pasal 282 dan 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus penyebaran foto
atau film pribadi seseorang.
13
Pasal 406 KUHP dapat dikenakan pada kasus deface atau hacking yang
membuat sistem milik orang lain.
3. Undang-Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Menurut Pasal 1 angka (8) Undang – Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak
Cipta, program komputer adalah sekumpulan intruksi yang diwujudkan dalam
bentuk bahasa, kode, skema ataupun bentuk lain yang apabila digabungkan
dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat
komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk
mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang intruksi-
intruksi tersebut.
4. Undang-Undang No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi Menurut Pasal 1
angka (1) Undang – Undang No 36 Tahun 1999, Telekomunikasi adalah
setiap pemancaran, pengiriman, dan/atau penerimaan dan setiap informasi
dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui
sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya.
5. Undang-Undang No 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan Undang-
Undang No. 8 Tahun 1997 tanggal 24 Maret 1997 tentang Dokumen
Perusahaan, pemerintah berusaha untuk mengatur pengakuan atas mikrofilm
dan media lainnya (alat penyimpan informasi yang bukan kertas dan
mempunyai tingkat pengamanan yang dapat menjamin keaslian dokumen
yang dialihkan atau ditransformasikan. Misalnya Compact Disk – Read Only
Memory (CD – ROM), dan Write – Once -Read – Many (WORM), yang diatur
dalam Pasal 12 Undang-Undang tersebut sebagai alat bukti yang sah.
14
6. Undang-Undang No 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang
No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang Jenis tindak
pidana yang termasuk dalam pencucian uang (Pasal 2 Ayat (1) Huruf q).
Penyidik dapat meminta kepada bank yang menerima transfer untuk
memberikan identitas dan data perbankan yang dimiliki oleh tersangka tanpa
harus mengikuti peraturan sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang
Perbankan.
7. Undang-Undang No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Terorisme Undang-Undang ini mengatur mengenai alat bukti elektronik
sesuai dengan Pasal 27 huruf b yaitu alat bukti lain berupa informasi yang
diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat
optik atau yang serupa dengan itu. Digital evidence atau alat bukti elektronik
sangatlah berperan dalam penyelidikan kasus terorisme. karena saat ini
komunikasi antara para pelaku di lapangan dengan pimpinan atau aktor
intelektualnya dilakukan dengan memanfaatkan fasilitas di internet untuk
menerima perintah atau menyampaikan kondisi di lapangan karena para
pelaku mengetahui pelacakan terhadap internet lebih sulit dibandingkan
pelacakan melalui handphone. Fasilitas yang sering digunakan adalah e-mail
dan chat room selain mencari informasi dengan menggunakan search engine
serta melakukan propaganda melalui bulletin board atau mailing list.
15
BAB III
STUDI KASUS PENIPUAN JUAL BELI ONLINE
3.1. Jual Beli Online
3.1.1. Definisi Jual Beli Online
a. Pengertian Jual Beli
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, jual beli adalah persetujuan
saling mengikat antara penjual, yakni pihak yang menyerahkan barang, dan
pembeli sebagai pihak yang membayar harga barang yang dijual.
Secara etimologis, jual beli adalah tukar menukar harta dengan harta,
artinya dalam transaksi jual beli adalah transaksi tukar menukar antara harta
milik penjual biasanya berupa barang dengan harta milik pembeli biasanya
berupa uang. Kenapa disebutkan biasanya? Karena dalam transaksi ini juga
bisa terjadi tukar menukar barang dengan barang yang disebut jual beli
dengan cara barter atau transaksi tukar menukar uang dengan uang yang
disebut jual beli money changer. Artinya Jual beli terjadi karena adanya
penawaran oleh penjual dan adanya permintaan oleh pembeli yang saling
melengkapi.
b. Pengertian Online
Online adalah keadaan terkoneksi dengan jaringan internet. Dalam
keadaan online kita dapat berselancar di internet dengan melakukan kegiatan
secara aktif sehingga dapat menjalin komunikasi baik komunikasi satu arah
16
seperti membaca berita dan artikel dalam website maupun komunikasi dua
arah seperti chatting dan saling berkirim email.
c. Pengertian Jual Beli Online
Dari pengertian-pengertian tersebut maka kita dapat menyimpulkan
bahwa Jual beli online adalah aktifitas jual beli berupa transaksi penawaran
barang oleh penjual dan permintaan barang oleh pembeli secara online dengan
memanfaatkan teknologi internet, dimana penjual dan pembelinya tidak harus
bertemu (face to face) untuk melakukan negosiasi dan transaksi.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UU ITE), disebutkan bahwa transaksi elektronik adalah
perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer
dan/atau media elektronik lainnya. Transaksi jual beli secara elektronik merupakan
salah satu perwujudan ketentuan diatas. Pada transaksi elektronik ini, para pihak yang
terkait didalamnya melakukan hubungan hukum yang dituangkan melalui suatu
bentuk perjanjian atau kontrak yang juga dilakukan secara elektronik dan sesuai
ketentuan Pasal 1 angka 17 UU ITE disebut bahwa kontrak elektronik yakni
perjanjian yang dimuat dalam dokumen elektronik atau media elektronik lainnya.
3.1.2. Pihak-Pihak Yang Terkait Jual Beli Online
Sedikitnya ada empat pihak yang terlibat di dalam transaksi online. Pihak
tersebut antara lain perusahaan penyedia barang (penjual), pembeli, perusahaan
penyedia jasa pengiriman, dan penyedia jasa pembayaran.
17
a. Penjual
Penjual adalah orang (pengusaha/merchant) atau badan usaha yang
menawarkan sebuah produk atau jasa, dalam hal ini melalui internet yang
dapat dikatakan sebagai pelaku usaha.
b. Pembeli
Pembeli atau konsumen yaitu setiap orang yang tidak dilarang oleh undang-
undang, untuk menerima penawaran dari penjual atau pelaku usaha dan
berkeinginan untuk melakukan transaksi jual beli produk/ jasa yang
ditawarkan oleh penjual pelaku usaha/ merchant.
c. Penyedia Jasa Pengiriman
Penyedia jasa kiriman yang dimaksud adalah orang/ perusahaan yang
bergerak di bidang pengiriman barang, yang mengantarkan barang dari
penjual kepada pembeli. Contohnya TIKI, JNE, Kantor POS, dan lain-lain.
d. Penyedia Jasa Pembayaran
Penyedia jasa pembayaran umumnya adalah bank. Bank bertindak sebagai
pihak penyalur dana dari pembeli atau konsumen kepada penjual atau pelaku
usaha/merchant, karena pada transaksi jual beli secara online, penjual dan
pembeli tidak berhadapan langsung, sebab mereka berada pada lokasi yang
berbeda sehingga pembayaran dapat dilakukan melalui perantara dalam hal ini
bank, misalnya dengan tranfer.
Pada dasarnya pihak-pihak dalam jual beli secara online tersebut diatas,
masing-masing memiliki hak dan kewajiban. Penjual atau pelaku usaha atau
18
merchant merupakan pihak yang menawarkan produk melalui internet, oleh karena
itu, seorang penjual wajib memberikan informasi secara benar dan jujur atas produk
yang ditawarkannya kepada pembeli atau konsumen. Penjual atau pelaku usaha
memiliki hak untuk mendapatkan pembayaran dari pembeli atau konsumen atas
barang yang dijualnya, juga berhak untuk mendapatkan perlindungan atas tindakan
pembeli atau konsumen yang beritikad tidak baik dalam melaksanakan transaksi jual
beli secara transaksi elektronik ini.
Seorang pembeli atau konsumen memiliki kewajiban untuk membayar harga
barang yang telah dibelinya dari penjual sesuai jenis barang dan harga yang telah
disepakati antara penjual dan pembeli tersebut. Selain itu, pembeli juga wajib mengisi
data identitas diri yang sebenar-benarnya dalam formulir penerimaan. Disisi lain,
pembeli atau konsumen berhak mendapatkan informasi secara lengkap atas barang
yang akan dibelinya itu. Si pembeli juga berhak mendapatkan perlindungan hukum
atas perbuatan penjual/pelaku usaha yang beritikad tidak baik.
Bank sebagai perantara dalam transaksi jual beli secara online, berfungsi
sebagai penyalur dana atas pembayaran suatu produk dari pembeli kepada penjual
produk itu, karena mungkin saja pembeli/konsumen yang berkeinginan membeli
produk dari penjual melalui internet berada dilokasi yang letaknya saling berjauhan
sehingga pembeli tersebut harus menggunakan fasilitas bank untuk melakukan
pembayaran atas harga produk yang telah dibelinya dari penjual, misalnya dengan
pentransferan dari rekening pembeli kepada rekening penjual atau sering kita kenal
dengan sebutan account to account.
19
3.1.3. Proses Transaksi Jual Beli Online
Pada dasarnya proses transaksi jual beli online tidak jauh berbeda dengan
proses transaksi jual beli biasa didunia nyata. Pelaksanaan transaksi jual beli secara
elektronik ini dilakukan dalam beberapa tahap, sebagai berikut:
1. Penawaran yang dilakukan oleh penjual atau pelaku usaha melalui website pada
internet. Penjual atau pelaku usaha menyediakan storefront yang berisi katalog
produk dan pelayanan yang akan diberikan. Masyarakat yang memasuki website
pelaku usaha tersebut dapat melihat-lihat barang yang ditawarkan oleh penjual.
Penawaran melalui media internet hanya dapat terjadi apabila seseorang
membuka situs yang menampilkan sebuah tawaran melalui internet tersebut.
2. Penerimaan, dapat dilakukan tergantung penawaran yang terjadi. Apabila
penawaran dilakukan melalui e-mail address, maka penerimaan dilakukan
melalui e-mail, karena penawaran hanya ditujukan pada sebuah e-mail yang
dituju sehingga hanya pemegang e-mail tersebut yang dituju.
3. Pembayaran, dapat dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung,
misalnya melalui fasilitas internet, namun tetap bertumpu pada sistem keuangan
nasional, yang mengacu pada sistem keuangan lokal. Klasifikasi cara
pembayaran dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Transaksi model ATM.
b. Pembayaran dua pihak tanpa perantara.
c. Pembayaran dengan perantaraan pihak ketiga, umumnya merupakan proses
pembayaran yang menyangkut debet, kredit ataupun cek masuk.
20
4. Pengiriman, merupakan suatu proses yang dilakukan setelah pembayaran atas
barang yang ditawarkan penjual kepada pembeli, dalam hal ini pembeli berhak
atas penerimaan barang tersebut. Pada kenyataannya, barang yang dijadikan
objek perjanjian dikirimkan oleh penjual kepada pembeli dengan biaya
pengiriman sebagaimana telah diperjanjikan antara penjual dan pembeli.
Proses transaksi jual beli online yang diuraikan diatas menggambarkan bahwa
ternyata jual beli tidak hanya dapat dilakukan secara konvensional, dimana antara
penjual dengan pembeli bertemu secara langsung, namun dapat juga hanya melalui
media internet, sehingga orang yang saling berjauhan atau berada pada lokasi yang
berbeda tetap dapat melakukan transaksi jual beli tanpa harus bersusah payah untuk
saling bertemu secara langsung, sehingga meningkatkan efektifitas dan efesiensi
waktu serta biaya bagi pihak penjual maupun pembeli.
3.2. Penipuan Jual Beli Online
3.2.1. Modus Penipuan
Ada berbagai modus penipuan yang marak terjadi dalam bisnis jual beli secara
online. Berikut modus-modus yang paling sering terjadi:
1. Penipu yang mengaku sebagai pembeli, dalam kasus ini yang menjadi korban
justru penjual.
2. Penipuan melalui facebook.
3. Penipuan melalui jasa jual beli ketiga, seperti toko bagus, kaskus jual beli, dan
lain-lain.
21
4. Penawaran dengan harga super murah, bisanya modusnya adalah dengan
mengaku berdomisili di Batam. Karena dekat dengan Singapura, khalayak
akan percaya bahwa pelaku menjual barang dengan harga murah, karena bisa
saja barang tersebut merupakan BM (Black Market) yang tidak dikenai bea
import. Atau mengaku memiliki saudara atau keluarga yang bekerja di bea
cukai, sehingga bisa mendapatkan barang tanpa bea import.
5. Pelaku kriminal hanya mencantumkan nomor Handphone (HP) pada
penawaran di website yang dibuat, tidak disertakan prosedur pembayaran
yang jelas. Biasanya pelaku akan beraksi setelah calon pembeli menghubungi
via nomor handphone tersebut.
6. Pelaku akan memamerkan berbagai bukti pengiriman barang. Ini adalah
modus klasik para pelaku cybercrime.
7. Sistem pembayaran dengan cara transfer ke berbagai rekening bank dengan
nama yang berbeda-beda.
3.2.2. Faktor Penyebab
Ada beberapa factor yang menyebabkan maraknya penipuan jual beli online,
diantaranya:
1. Faktor Pendorong
a. Belum adanya sertifikasi menyeluruh terhadap setiap jual beli online.
b. Banyaknya kemiskinan, pengangguran, tuna wisma, yang menyebabkan
masyarakat melakukan segala cara untuk bertahan hidup termasuk dengan
penipuan.
22
c. Masih lemahnya keamanan dalam sistem jual beli online.
d. Budaya konsumerisme dan materialistik, keinginan untuk mendapatkan uang
dengan cara mudah.
2. Faktor Penarik
a. Efisiensi, kebutuhan kota kota akan kemudahan bertransaksi dan berbisnis.
b. Kebutuhan akan pelayanan jual beli yang mudah dan cepat.
c. Tingginya minat masyarakat dalam berbisnis online.
3.2.3. Contoh Kasus
Pada tahun 2011 Tim Cyber Bareskrim Mabes Polri menangkap Christianto
alias Craig, seorang anggota komplotan penipuan jual beli kertas online, di Medan.
Menurut Kanit Cyber Crime Bareskrim Polri Kombes Pol Sulistyo, anggotanya
memang terus memburu komplotan penipu tersebut sejak mendapat laporan dari
korban seorang warga Qatar, Alqawani, pada 2010. Sementara, dua pelaku utama
yang menjadi otak kejahatan dunia maya ini masuk dalam Daftar Pencarian Orang
(DOP) alias buronan kepolisian. Keduanya adalah Muhammad Redha dan Tunggalika
Nusandra alias Dodi. Alqawani, seorang warga Qatar yang tertarik membeli kertas di
toko online milik Craig dan Dodi pada Maret 2010. Setelah memesan, Craig sempat
mengirim sampel kertas sebanyak satu rim ke Qatar. Alqawani yang puas kemudian
memesan lebih banyak. Ia kemudian mentransfer Rp. 200 juta ke nomor rekening
toko tersebut. Setelah itu, Craig menghilang bersama uang Alqawani tanpa bisa
dihubungi kembali. Polri telah membidik sindikat toko palsu ini sejak akhir 2010
23
setelah korban melaporkan toko tersebut ke KBRI di Qatar. (www.tribunews.com,
Jakarta)
3.2.4. Analisa Kasus
Ada beberapa hal yang dapat kami analisa dari contoh kasus diatas. Kasus
diatas merupakan kasus penipuan jual beli online lintas negara, dengan
memanfaatkan teknologi internet yang dapat di akses dari segala penjuru dunia
dengan segala kemudahannya, berbekal kemampuan bahasa asing dan internet sang
pelaku berhasil menipu warga dari negara lain.
Pelaku menggunakan teknik jebakan dalam kasus tersebut, dimana pada
awalnya pelaku berusaha meyakinkan target tipuan dengan cara mengirim sample
pesanan. Setelah target percaya dan puas atas sample yang dikirim, dan kemudian
memesan dalam jumlah banyak barulah si pelaku beraksi. Setelah uang pembayaran
ditransfer oleh target, pelaku tersebut menghilang dengan uang yang telah
diterimanya.
Sadar bahwa ia telah tertipu, sang korban kemudian melaporkan kepada pihak
berwajib, karena jumlah kerugian yang diterima oleh korban tidaklah sedikit, 200 juta
raib dengan mudahnya. Setelah menerima laporan dari korban ke KBRI di Qatar,
kepolisian melacak sindikat penipuan ini. Kemudian setelah melalui proses pelacakan
dan pencarian yang cukup lama, pada tahun 2011 anggota komplotan penipuan ini
akhirnya tertangkap di Medan.
Pada kasus tersebut korban terlalu cepat percaya kepada pelaku. Hanya karena
puas terhadap sample yang diterima ia dengan mudahnya melakukan transfer uang
24
atas pemesanan barang dalam jumlah besar, dengan pelaku yang berasal dari negara
lain. Hal seperti ini sebetulnya dapat diantisipasi dengan melakukan pembayaran
COD (Cash on Delivery), atau paling tidak dalam melakukan jual beli online kita
harus waspada dan berhati-hati dengan mencari tau sedetail mungkin kredibilitas dan
identitas penjual, terlebih jika pemesanan dalam jumlah besar, atau mungkin akan
lebih baik lagi disertai semacam perjanjian. Jadi jika terjadi penipuan maka akan
lebih mudah melaporkan pelaku dengan identitas dan bukti yang lengkap. Hal ini
tentunya juga membantu pihak yang berwajib dalam proses penangkapan.
3.3. Hukuman Penipuan Jual Beli Online
3.3.1. Perlakuan Hukum
Penipuan secara online pada prinisipnya sama dengan penipuan konvensional.
Yang membedakan hanyalah pada sarana perbuatannya yakni menggunakan Sistem
Elektronik (komputer, internet, perangkat telekomunikasi). Sehingga secara hukum,
penipuan secara online dapat diperlakukan sama sebagaimana delik konvensional
yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
3.3.2. Jerat Hukum
Dasar hukum yang digunakan untuk menjerat pelaku penipuan saat ini
adalah Pasal 378 KUHP, yang berbunyi sebagai berikut:
"Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain
dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan
tipu muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan menggerakkan orang lain
untuk menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi hutang
25
maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara
paling lama 4 tahun."
Sedangkan, jika dijerat menggunakan UU No. 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), maka pasal yang dikenakan
adalah Pasal 28 ayat (1), yang berbunyi sebagai berikut:
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan
menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
Ancaman pidana dari pasal tersebut adalah penjara paling lama 6 (enam)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar (Pasal 45 ayat [2] UU ITE).
Untuk pembuktiannya, Aparat Penegak Hukum (APH) bisa menggunakan
bukti elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagai perluasan bukti sebagaimana Pasal 5
ayat (2) UU ITE, di samping bukti konvensional lainnya sesuai dengan Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Bunyi Pasal 5 UU ITE:
(1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya
merupakan alat bukti hukum yang sah.
(2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah
sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
26
3.4. Solusi Kasus Penipuan Jual Beli Online
Dalam mengatasi masalah penipuan jual beli online, ada beberapa hal yang
menurut kami dapat dijadikan sebagai solusi, yaitu:
1. Perlunya sebuah wadah jual beli online di Indonesia yang dapat dipercaya dan
tersertifikasi, dimana tidak sembarangan orang dapat melakukan penawaran
jual beli barang. Calon penjual harus diverifikasi dengan baik sebelum
terdaftar sebagai penjual, jalur komunikasi harus melalui sistem administratif
pihak ketiga tersebut, begitu juga pembayaran yang dilakukan pembeli, hal
tersebut untuk meminimalisasi celah penipuan.
2. Edukasi yang lebih kepada masyarakat tentang internet, dan transaksi yang
aman dalam jual beli secara online.
3. Perlunya peran pemerintah dan aparat penegak hukum untuk memberikan
kemudahan dalam jalur pelaporan penipuan jual beli online, serta menindak
tegas pelaku penipuan jual beli online. Akan lebih baik lagi jika ada polisi
online yang selalu mengawasi jalur lalu lintas transaksi online, yang akan
melakukan pemblokiran langsung terhadap situs-situs web atau wadah jual
beli online yang mencurigakan.
4. Perlu adanya delik khusus penipuan dalam undang-undang cybercrime, yang
akan lebih spesifik dalam menjerat pelaku penipuan online, dan juga
menambah ancaman hukuman atau denda untuk memberikan efek jera
terhadap pelaku, tentunya disesuaikan dengan jenis penipuannya dan besarnya
kerugian yang ditimbulkan, mengingat kasus penipuan jual beli online di
Indonesia semakin marak dan terorganisir.
27
Sebagai catatan, beberapa negara maju mengkategorikan secara
terpisah delik penipuan yang dilakukan secara online (computer related fraud)
dalam ketentuan khusus cyber crime. Sedangkan di Indonesia, UU ITE yang
ada saat ini belum memuat pasal khusus/eksplisit tentang delik “penipuan”.
Pasal 28 ayat (1) UU ITE saat ini bersifat general/umum dengan titik berat
perbuatan “penyebaran berita bohong dan menyesatkan” serta pada “kerugian”
yang diakibatkan perbuatan tersebut. Tujuan rumusan Pasal 28 ayat (1) UU
ITE tersebut adalah untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak dan
kepentingan konsumen. Perbedaan prinsipnya dengan delik penipuan pada
KUHP adalah unsur “menguntungkan diri sendiri” dalam Pasal 378 KUHP
tidak tercantum lagi dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE, dengan konsekuensi
hukum bahwa diuntungkan atau tidaknya pelaku penipuan, tidak menghapus
unsur pidana atas perbuatan tersebut dengan ketentuan perbuatan tersebut
terbukti menimbulkan kerugian bagi orang lain.
Delik khusus “penipuan” dalam UU ITE, baru akan dimasukkan dalam
Rancangan Undang-Undang tentang Revisi UU ITE yang saat ini dalam tahap
pembahasan antar-kementerian.
28
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa kami ada beberapa hal yang dapat disimpulkan,
diantaranya:
1. Jual beli online hadir di tengah kebutuhan masyarakat akan transaksi jual beli
yang mudah dan cepat, dengan memanfaatkan jaringan internet, proses jual beli
tidak harus dilakukan secara tatap muka, dan dapat dilakukan kapanpun dan
dimanapun.
2. Semakin maraknya model transaksi jual beli online dengan sistem keamanan
yang masih lemah, menimbulkan celah kejahatan, terutama tindak penipuan.
3. Penipuan jual beli online termasuk ke dalam jenis kategori cybercrime, lebih
spesifiknya kejahatan penipuan berbasis internet (cyber related fraud).
4. Hukum cyber atau cyberlaw untuk masalah penipuan jual beli online tersirat
dalam UU ITE pasal 28 ayat (1), dengan ancaman pidana penjara paling lama 6
tahun atau denda paling banyak 1 milyar.
5. Kasus penipuan jual beli online merupakan jenis cybercrime yang bisa dibilang
ringan, akan tetapi cukup mengkhawatirkan karena paling sering terjadi, dan
menimbulkan banyak kerugian, terlebih tidak memerlukan keahlian yang khusus
untuk jenis kasus ini, bahkan tanpa modal sekalipun.
29
4.2. Saran-Saran
Untuk kasus penipuan jual beli online yang telah dibahas, penulis dapat
memberikan eberapa saran, sebagai berikut:
1. Masyarakat harus lebih berhati-hati dalam melakukan transaksi jual beli online,
jangan mudah percaya apalagi tergiur dengan penawaran harga murah.
2. Saling memberikan informasi kepada kerabat, saudara, ataupun masyarakat jika
menemukan situs jual beli online yang menipu, kemudian memberikan laporan
kepada pihak yang berwajib atas kasus penipuan yang dialami.
3. Untuk penjual, waspadai jika ada pembeli yang meminta barangnya cepat-cepat
dikirim, jangan mengirim barang sebelum pembayaran benar-benar sudah
diterima dengan jelas, kemudian jika menerima pembayaran COD (Cash on
Delivery) diusahakan membawa teman.
4. Untuk pembeli, pilihlah website yang jelas dan dapat dipercaya, hindari penjual
dengan website-website gratis jika tidak ada yang merekomendasikan, cermat
dalam membeli dan cek harga pasar atas barang serupa, pilihlah tipe pembayaran
COD atau rekening bersama.