Download - MAKALAH DPP MIPA

Transcript

DAFTAR ISIBAB I Pendahuluan 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB II PERMASALAHAN 2.1.1. MAMFAAT 2.1.2. TUJUAN BAB III PEMBAHASAN 3.1. PENGERTIAN DAN PERKEMBANGAN IPA 3.1.1. Pengertian IPA 3.1.2. Perkembangan IPA 3.1.3. Perkembangan Alam Pikiran Manusia 3.1.4. Mitos, Penalaran dan berbagai cara Memperoleh Pengetahuan 3.1.5. Metode Ilmiah dan Langkah-langkah Operasionalnya a. Timbulnya Ilmu Pengetahuan Alam b. Metode Ilmiah 3.1.6. Perkembangan Pengetahuan dari Masa ke Masa BAB IV PENUTUP 4.1.1. KESIMPULAN 4.1.2 SARAN

DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

IPA merupakan konsep pembelajaran alam dan mempunyai hubungan yang sangat luas terkait dengan kehidupan manusia. Pembelajaran IPA sangat berperan dalam proses pendidikan dan juga perkembangan Teknologi, karena IPA memiliki upaya untuk membangkitkan minat manusia serta kemampuan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pemahaman tentang alam semesta yang mempunyai banyak fakta yang belum terungkap dan masih bersifat rahasia sehingga hasil penemuannya dapat dikembangkan menjadi ilmu pengetahuan alam yang baru dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, IPA memiliki peran yang sangat penting. Kemajuan IPTEK yang begitu pesat sangat mempengaruhi perkembangan dalam dunia pendidikan terutama pendidikan IPA di Indonesia dan negara-negara maju. Pendidikan IPA telah berkembang di Negara-negara maju dan telah terbukti dengan adanya penemuan-penemuan baru yang terkait dengan teknologi. Akan tetapi di Indonesia sendiri belum mampu mengembangkannya. Pendidikn IPA di Indonesia belum mencapai standar yang diinginkan, padahal untuk memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) sains penting dan menjadi tolak ukur kemajuan bangsa. Teknologi dalam bentuk apapun akan sulit berkembang tanpa didukung oleh ilmu pengetahuan yang memadai. Ilmu pengetahuan juga sulit berkembang tanpa sarana pendidikan/laboratorium yang memadai, program nasional dan tradisi masyarakat yang menunjang. Ilmu pengetahuan dan teknologi adalah dua hal yang tidak terpisahkan karena teknologi memerlukan ilmu pengetahuan untuk berkembang, sebaliknya ilmu pengetahuan dapat berkembang dari pengalaman lapangan yang didapat oleh teknologi dalam praktek. Teknologi dapat diperoleh dari perkembangan keahlian-keahlian dan keterampilan tertentu dalam praktik dan

terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama tanpa intervensi yang terlalu banyak dari ilmu pengetahuan. Pendidikan IPA merupakan disiplin ilmu yang di dalamnya terkait antara pendidikan dengan IPA. Pendidikan merupakan suatu proses sadar dan terencana dari setiap individu maupun kelompok untuk membentuk pribadi yang baik dalam mengembangkan potensi yang ada dalam upaya mewujudkan cita-cita dan tujuan hidup yang diharapkan. IPA sendiri merupakanpengetahuan dari hasil kegiatan manusia yang dipeoleh dengan menggunakan langkah-langkah ilmiah yang berupa metode ilmiah yang didapatkan dari hasil eksperimen atau observasi yang bersifat umum sehingga akan terus disempurnakan. Dari dua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan IPA merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar untuk mengungkap gejalagejala alam dengan meerapkan langkah-langkah ilmiah serta untuk membentuk kepribadian atau tingkah laku siswa sehingga siswa dapat memehami proses IPA yang kemudian dapat dikembangkan di masyarakat. Pendidikan IPA di SMP memiliki tujuan agar peserta didik dapat mempelajari diri sendiri dan alam sekitar yang kemudian dapat dikembangkan menjadi suatu ilmu yang baru. Perkembangan IPA ditandai dengan pesatnya perkembangan teknologi yang berpengaruh dalam kehidupan di masyarakat. Oleh sebab itu pendidikan IPA sangat diperlukan, melalui pembelajaran IPA ini, diharapkan peserta didik dapat menggali pengetahuan melalui kerja ilmiah dan terus mengembangkan sikap ilmiah.

BAB II

2.1. PERMASALAHAN

Berdasarkan latar belakang di atas, adapun yang menjadi permasalahan dalam makalah ini adalah: 1. Mengapa perlu mengenal Ilmu Pengetahuan Alam 2. Apakah pengertian dari Ilmu Pengetahuan Alam 3. Bagaimana perkembangan Ilmu Pengetahuan Alam dari masa ke masa 4. Bagaimana cara memperoleh pengetahuan, metode ilmiah dan langkahlanhkah operasionalnya.

2.1.2. TUJUAN Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk mengenal lmu Pengetahuan Alam, karena dengan mengenalnya maka

pengetahuan dan wawasan kita semakin mendalam sehingga nantinya diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

2.1.3. MAMFAAT

Makalah ini berguna untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama yang berhubungan dengan Ilmu Pengetahuan Alam.

BAB III PEMBAHASAN

3.1. Pengertian dan Perkembangan IPA 3.1.1 Pengertian IPA H.W. Fowler mengatakan bahwa IPA adalah ilmu yang sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan induksi. Sedangkan Nokes di dalam bukunya Science in Education menyatakan bahwa IPA adalah pengetahuan teoritis yang diperoleh dengan metode khusus. Kedua pendapat di atas sebenarnya tidak berbeda. Memang benar bahwa IPA merupakan suatu ilmu teoritis, tetapi teori tersebut didasarkan atas pengamatan percobaan-percobaan terhadap gejala-gejala alam. Betapa pun indahnya suatu teori dirumuskan, tidaklah dapat dipertahankan kalau tidak sesuai dengan hasil-hasil pengamatan/observasi. Fakta-fakta tentang gejala

kebendaan/alam diselidiki, dan diuji berulang-ulang melalui percobaan-percobaan (eksperimen), kemudian berdasarkan hasil eksperimen itulah dirumuskan keterangan ilmiahnya (teorinya). Teori pun tidak dapat berdiri sendiri. Teori selalu didasari oleh suatu hasil pengamatan. Planet Neptunus tidak akan diketemukan secara teoritis seandainya sebelumnya tidak ada pengamatan yang menyaksikan suatu keanehan dalam lintasan planet-planet lainnya. Jadi dapatlah disetujui bahwa IPA adalah suatu pengetahuan teori yang diperoleh/disusun dengan cara yang khas-khusus, yaitu melakukan observasi eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori, eksperimentasi, observasi dan demikian seterusnya kait mengkait antara cara yang satu dengan cara yang lain. Cara untuk memperoleh ilmu secara demikian ini terkenal dengan nama metode ilmiah.

Metode ilmiah pada dasarnya merupakan suatu cara yang logis untuk memecahkan suatu masalah tertentu. Metode ilmiah inilah merupakan dasar metode yang digunakan dalam IPA. Sejak abad ke-16 para ilmuwan mulai menggunakan metode itu dalam mempelajari alam semesta ini. Mereka menyadari adanya suatu masalah. Pemecahan masalah itu dilakukan tahap demi tahap dengan urutan langkahlangkah yang logis, dikumpulkannya fakta-fakta yang berkaitan dengan masalah tersebut, mengujinya berulang-ulang melalui eksperimen tersebut yang diyakini kebenarannya. Pendekatan yang digunakan kadang-kadang bersifat induktif dan kadang-kadang bersifat deduktif. Lavoisier melalui eksperimen-eksperimen yang dilakukannya berulangulang telah dapat membuktikan bahwa pada proses pembakaran terjadi reaksi antara bahan yang dibakar dengan oksigen yang terdapat di hawa udara jadi bukan karena bahan yang dibakar tersebut mengandung flogiston seperti anggapan orang-orang sebelumnya. Berdasarkan penemuannya itu Lavoisier telah

membuktikan bahwa teori Flogiston itu salah dan sebagai gantinya dikemukakan teori oksigen yang masih berlaku sampai saat ini. Sukses Lavoisier ini diperoleh karena ia menggunakan metode ilmiah di dalam penelitiannya. Lalu timbul pertanyaan, langkah-langkah yang bagaimanakah yang merupakan ciri khas metode ilmiah itu? Adapun langkah-langkah di dalam metode ilmiah, ialah: 1) Penemuan/penentuan masalah secara sadar 2) Perumusan kerangka permasalahan 3) Pengajuan hipotesis 4) Deduksi dan hipotesis 5) Pengujian hipotesis 6) Penerimaan hipotesis menjadi teori ilmiah.

Keenam langkah metode ilmiah tersebut secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Penemuan/Penentuan Masalah Secara Sadar

Kesadaran akan adanya suatu masalah yang kita temukan secara empiris menyebabkan kita mulai memikirkan hal itu secara mendalam. Masalah yang akan kita telaah tersebut kita tetapkan ruang lingkup serta batas-batasnya dengan jelas, sebab tanpa kejelasan ini kita akan mengalami kesukaran-kesukaran di dalam melangkah kepada kegiatan berikutnya, yaitu dalam merumuskan kerangka permasalahannya

2) Perumusan Kerangka Permasalahan Ini merupakan usaha untuk memberikan (mendeskripsikan) masalah itu menjadi lebih jelas. Pada langkah kedua ini kita mengidentifikasikan faktor-faktor yang terlibat di dalam masalah tersebut, yang membentuk suatu kerangka terwujud gejala-gejala yang sedang kita telaah.

3) Pengajuan Ho (Hipotesis) Hal ini merupakan usaha kita untuk memberikan penjelasan sementara mengenai hubungan sebab akibat yang mengikat faktor-faktor yang membentuk kerangka masalah di atas. Hipotesis ini pada hakekatnya merupakan hasil suatu penalaran induktif-dedutif, dengan menggunakan pengetahuan terdahulu yang sudah kita akui kebenarannya.

4) Deduksi dari Hipotesis Ini merupakan langkah perantara dalam usaha untuk menguji hipotesis yang diajukan. Secara deduktif kita menjabarkan konsekuensi-konsekuensinya secara empiris. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa deduksi hipotesis, merupakan indentifikasi fakta-fakta apa saja yang dapat kita lihat di dalam dunia fisik yang nyata, dalam hubungannya dengan hipotesis yang diajukan.

5) Pengujian Hipotesis Ini merupakan usaha untuk mengumpulkan fakta-fakta sebagaimana telah disebutkan di atas. Kalau fakta-fakta tersebut memang terdapat di dalam dunia

empiris kita, maka dinyatakan bahwa hipotesis telah teruji kebenarannya, sebab didukung oleh fakta- fakta yang nyata. Bila hipotesis itu tidak terbukti, maka hipotesis itu ditolak kebenarannya dan kita kembali mengajukan hipotesis lain, sampai kita menemukan hipotesis tertentu yang didukung oleh fakta-fakta. 6) Penerimaan Hipotesis Menjadi Teori Ilmiah Hipotesis yang telah teruji kebenarannya dianggap merupakan

pengetahuan baru dan diterima sebagai bagian dari ilmu, atau dengan kata lain hipotesis tersebut sekarang dapat dianggap sebagai (bagian dari) suatu teori ilmiah. Secara luas teori ilmiah dapat diartikan sebagai suatu penjelasan teoritas mengenai suatu gejala tertentu.

3.1.2 Perkembangan IPA Ilmu Pengetahuan Alam adalah ilmu yang mempelajari alam dengan segala isinya. Ilmu pengetahuan alam mempunyai bentuk yang mantap sebagai ilmu baru terjadi menjelang abad XVI. Sebelumnya masih merupakan kumpulan pengetahuan alam yang cara memperolehnya belum menggunakan cara yang dapat diandalkan. Awal dari Ilmu Pengetahuan Alam dimulai pada saat manusia memperhatikan gejala-gejala alam, mencatatnya dan kemudian mempelajarinya. Pengetahuan yang diperoleh mula-mula terbatas pada hasil pengamatan terhadap gejala alam yang ada. Kemudian makin bertambah dengan pengetahuan yang diperoleh dari hasil pemikirannya. Untuk memberikan gambaran tentang perkembangan Ilmu Pengetahuan Alam, berikut ini dibahas berbagai pengetahuan yang dikenal manusia dan cara berpikirnya sejak zaman kuno sampai dengan akhir abad XVI.

1) Zaman Kuno Pengetahuan yang dikumpulkan pada zaman kuno berasal dari kemampuan mengamati dan membeda-bedakan, serta dari hasil percobaan yang sifatnya spekulatif atau trial and error Semua pengetahuan yang diperoleh

diterima sebagaimana adanya, belum ada usaha untuk mencari asal-usul dan sebab-akibat dari segala sesuatu. Pada saat manusia mulai memiliki kemampuan menulis, membaca dan berhitung maka pengetahuan yang terkumpul dicatat secara tertib dan berlangsung terus menerus. Misalnya dari pengamatan dan pencatatan peredaran matahari, ahli astronomi Babilonia menetapkan pembagian waktu, tahun dibagi dalam 12 bulan, minggu dibagi dalam 7 hari dan hari dalam 24 jam. Selanjutnya jam dibagi dalam 60 menit dan menit dalam 60 detik. Kemudian satuan enam puluh ini juga digunakan untuk pengukuran sudut, 60 detik sama dengan 1 menit, 60 menit sama dengan 1 derajat dan satu lingkaran penuh adalah 360. Demikian pula ahli Babilonia dapat meramalkan terjadinya gerhana matahari, tiap 18 tahun tambah sepuluh atau sebelas hari. Ini terjadi kira-kira 3.000 SM.

2) Zaman Yunani Kuno Perkembangan ilmu pengetahuan berkembang pesat sekali pada zaman Yunani, disebabkan oleh kemampuan berpikir rasional dari bangsa Yunani. Pada tahap ini manusia tidak hanya menerima pengetahuan sebagaimana adanya tetapi secara spekulatif mencoba mencari jawab tentang asal-usul dan sebab-akibat dari segala sesuatu. Beberapa pandangan dan pendapat itu adalah sebagai berikut: - Thales (624 - 548) Ahli filsafat dan matematika, pelopor dari segala cabang ilmu. Ia dianggap orang pertama yang mempertanyakan dasar dari alam dan segala isinya. Thales berpendapat bahwa pangkal segala sesuatu adalah air: dari air asal segala sesuatu, kepada air pula ia akan kembali. Di samping itu dia juga menyatakan bahwa bintang mengeluarkan cahaya sendiri, sedangkan bulan menerima cahaya dari matahari. - Anaximenes (588 - 526 SM.) Berpendapat bahwa zat dasar adalah udara. Segala zat terjadi dari udara yang merapat dan merenggang. Pendapat ini mungkin dihubungkan dengan kenyataan bahwa manusia itu tergantung kepada pernapasan.

- Anaximander (610 - 546 SM.) Berpendapat langit dengan segala isinya itu mengelilingi bumi dan sebenarnya langit yang nampak itu hanya separohnya. - Heraklitos (535-475 SM.) Menyatakan bahwa api adalah asal segala sesuatu, sebab api ini yang menggerakkan sesuatu, menghidupkan alam semesta, yang berubah-ubah sifatnya di dalam proses yang kekal. Yang kekal hanyalah perubahan., segala sesuatu adalah mengalir. - Pythagoras (580 - 499 SM.) Mengemukakan empat unsur dasar yaitu bumi, air, udara, dan api. Dalam bidang matematika menemukan dalil yang terkenal itu yaitu bahwa kuadrat panjang sisi miring sebuah segitiga siku-siku sama dengan jumlah kuadrat panjang kedua sisi siku-sikunya. - Empedokles (495 - 435 SM.) Menerima empat unsur dasar menurut Pythagoras dan menyatakan bahwa sifat segala benda terjadi dari percampuran keempat unsur itu dalam perbandingan yang berbeda. Keempat unsur itu adalah sifat panas, dingin, basah dan kering. Kering dan dingin membentuk bumi, panas dan kering unsur pembentuk api. Air dari basah dan dingin, udara dari basah dan panas. Selain itu juga dinyatakan bahwa segala benda yang sejenis akan tarik menarik, sedang yang berlawanan akan tolak menolak. - Plato (427 - 347 SM.) Menyangkal teori atom, yang menganggap bahwa kebaikan dan keindahan itu timbul dari sebab-akibat mekanik. Plato menyatakan bahwa pengetahuan yang benar adalah yang sejak semula telah ada dalam alam pikiran atau alam ide. Apa yang nampak oleh pancaindera hanyalah bayangan belaka. Pengalaman yang kekal dan benar adalah yang telah dibawa oleh roh dari alam yang gaib.

- Aristoteles (384 - 322 SM.) Menerima empat unsur dasar: tanah, udara, air dan api dan menambahkan unsur yang kelima yaitu eter atau quint essentia. Ia menganggap bahwa unsur yang satu dapat berubah menjadi unsur yang lain, kecuali eter yang tak dapat berubah. Dari air dan tanah yang menjadi masak terjadi garam, biji dan logam. Emas adalah logam yang tidak mengandung tanah. Logam perak, tembaga, timbah putih dan besi, pada dasarnya mengandung banyak tanah. Semua logam akan mengalami proses memasak menjadi logam mulia, yaitu emas. - Ptolomeus (127 - 151) Berpendapat bahwa bumi sebagai pusat jagad raya, bintang dan matahari mengelilingi bumi (geosentrisme). Planet beredar melalui orbitnya sendiri dan terletak antara bumi dan bintang. Karya Ptolomeus ditulis sekitar tahun 150 dan diberi nama Syntaxis, yang kemudian oleh bangsa Arab dinamakan Almagest yang menjadi ensiklopedia dalam ilmu perbintangan. Pendapat dan pandangan dari Aristoteles serta Ptolomeus berpengaruh sangat lama sampai dengan menjelang zaman modern, yaitu sampai zaman Galileo, Geosentrisme di ganti dengan heliosentris (matahari sebagai pusat jagat raya).

3) Zaman Pertengahan - Zaman Alkimia (abad 1-2) Ahli alkimia menerima pendapat empat buah unsur dan bahkan menambahkan tiga lagi, yaitu : air raksa, belerang dan garam. Di sini pengertian unsur lebih dimaksudkan sebagai sifatnya dari pada unsur itu sendiri. Air raksa Belereng Garam = logam yang mudah menjadi uap. = mudah terbakar dan memberi warna. = tak dapat terbakar dan bersifat tanah.

- Zaman Latrokimia (latros = Tabib)

Tokohnya Paracelsus (1439 -1541), menerima tiga unsur : air raksa, belerang dan garam yang dipandang bahwa: Air raksa Belerang Garam = mengandung roh, jiwa. = mengandung semangat. = merupakan tubuhnya.

Misalnya kayu dapat terbakar karena mengandung belerang dan garamnya tinggal sebagai abu. Sampai dengan tahun 1400, perkembangan ilmu pengetahuan alam hampir tidak berarti, karena semuanya masih didasarkan atas pengetahuan Yunani terutama paham Aristoteles. - Al Khowarisni (825) Menyusun buku aljabar dan aritmatika yang kemudian mendorong penggunaan sistem desimal. Menurut catatan sejarah karya Al-Khowarisni merupakan pengembangan dari karya bangsa Hindu yang bernama Aryabhata (476) dan Brahmagupta (628). Kemudian Omar Khayam (1043-1132) ahli matematika dan astronomi; Abu Ibnusina (atau Avicenna, 980-1137) menulis buku tentang kedokteran. 4) Zaman Modern, Timbulnya Ilmu Pengetahuan Alam. Pengetahuan yang terkumpul sejak zaman Yunani sampai dengan abad pertengahan memang sudah banyak, tetapi belum tersusun secara sistematis dan belum dianalisis menurut jalan pikiran tertentu. Kalau ada kesimpulan yang didapat, biasanya masih diwarnai oleh cara berpikir ahli filsafat, agama atau bahkan mistik. Setelah ditemukan alat yang semakin sempurna, ditambah dengan meningkatnya kemampuan berpikir, mulailah dikembangkan metode eksperimen. Beberapa tokoh yang mempelopori metode eksperimen adalah: - Roger Bacon (1214 -1294) Menyatakan bahwa pada hakekatnya ilmu pengetahuan alam adalah ilmu yang berdasarkan kepada kenyataan yang disusun dan dibentuk dari pengalaman,

penyelidikan dan percobaan. Matematika merupakan dasar untuk berpikir dan merupakan kunci untuk mencari kebenaran dalam ilmu pengetahuan. - Leonardo da Vinci (1452 -1519) Pernah menyatakan bahwa : Percobaan tidak mungkin sesat, yang tersesat adalah pandangan dan pertimbangan kita. - Francis Bacon (1561-1626) Berpendapat bahwa cara berpikir induktif merupakan satu-satunya jalan untuk mencapai kebenaran : Hanya penyelidikan dan percobaan yang menumbuhkan pengertian terhadap keadaan alam - Nicolas Copernicus (1473 -1543) Ahli astronomi, matematika dan pengobatan. Karyanya antara lain sebagai berikut: 1. Matahari adalah pusat dari sistem tata surya (heliosentrisme). 2. Bumi mengelilingi matahari sedangkan bulan mengelilingi bumi. - Johannes Keppler (1571 -1630) Mengemukakan tiga buah hukum tentang peredaran planet mengelilingi matahari sebagai berikut: 1. Orbit dari semua planet berbentuk elips. 2. Dalam waktu yang sama, maka garis penghubung antara planet dan matahari selalu melintas bidang yang luasnya sama. 3. Pangkat dua dari waktu yang dibutuhkan sebuah planet untuk mengelilingi matahari adalah sebanding dengan pangkat tiga dari jarak rata-rata planet itu dengan matahari. - Galileo Galilee (1546 -1642) Antara lain menemukan 4 hukum gerak, penemuan tata bulan planet Jupiter, mendukung heliosentrisme dari Copernicus dan hukumnya Keppler. Ia juga menegaskan bahwa bulan tidak datar, penuh dengan gunung, planet Mercurius dan Venus tidak memancarkan cahaya sendiri dan juga menemukan

empat buah bulan pada planet Jupiter. Penemuannya ini di dasarkan atas pengamatan dengan alat teropong bintangnya.

3.1.3 Perkembangan Alam Pikiran Manusia Manusia sebagai makhluk berpikir dibekali hasrat ingin tahu, tentang benda dan peristiwa yang terjadi di sekitarnya termasuk juga ingin tahu tentang dirinya sendiri. Rasa ingin tahu ini mendorong manusia untuk memahami dan menjelaskan gejala-gejala alam, baik alam besar (makrokosmos) maupun alam kecil (mikrokosmos), serta berusaha memecahkan masalah yang dihadapi. Dari dorongan rasa ingin tahu dan usaha untuk memahami dan memecahkan masalah yang dihadapi, akhirnya manusia dapat mengumpulkan pengetahuan. Pengetahuan yang terkumpul semakin banyak, disebabkan karena rasa ingin tahu dari manusia dapat berkembang, juga daya pikirnya. Hewan tidak memiliki rasa ingin tahu seperti manusia, melainkan hanya terbatas pada instink. Pada hewan usaha untuk eksplorasi ke alam sekitar didorong oleh instink, yang terpusat pada usaha untuk mempertahankan dan melangsungkan kehidupannya. Rasa ingin tahu yang terus berkembang dan seolah-oleh tanpa batas itu menimbulkan perbendaharaan pengetahuan pada manusia itu sendiri. Hal ini tidak saja meliputi pengetahuan tentang kebutuhan praktis untuk hidupnya sehari-hari seperti bercocok tanam atau membuat panah atau lembing yang lebih efektif untuk berburu, tetapi juga berkembang sampai kepada hal-hal yang menyangkut keindahan atau seni. Rasa ingin tahu yang terdapat pada manusia ini menyebabkan pengetahuan mereka dapat berkembang. Setiap hari mereka berhubungan dan mengamati benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam sekitarnya. Pengamatanpengamatan yang ditangkap melalui panca inderanya merupakan obyek rasa ingin tahunya. Manusia tidak akan merasa puas jika belum memperoleh jawaban mengenai apa yang diamatinya. Mereka berusaha mencari jawabannya dan untuk itu mereka harus berpikir. Rasa yang ingin tahunya terus berlanjut. Bukan hanya Apa nya saja yang ingin diketahui jawabannya, tetapi juga jawaban dari

Bagaimana

dan kemudian berlanjut Mengapa tentang hal-hal yang

bersangkutan dengan benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang diamatinya. Kemampuan berpikir manusia menyebabkan rasa ingin tahunya selalu berkembang. Dengan kemampuannya mengingat dan berpikir, manusia dapat mendayagunakan pengetahuannya yang terdahulu dan kemudian menggabungkan dengan pengetahuannya yang diperoleh hingga menghasilkan pengetahuan yang baru. Proses demikian ini terus berlangsung. Akibatnya, terjadi akumulasi pengetahuan seperti yang kita rasakan pada dewasa ini. Berlangsungnya perkembangan pengetahuan tersebut lebih dipermudah dan diperlancar dengan adanya kemampuan ini maka dapat dilakukan tukar menukar informasi mengenai pengalaman dan pengetahuan yang mereka miliki masing-masing. Perkembangan pengetahuan pada manusia ini juga didukung oleh adanya sifat manusia yang ingin maju, sifat manusia yang selalu tidak puas dan sifat ingin yang lebih baik. Mereka selalu berusaha mengerti atau memperoleh pengetahuan yang lebih banyak. Dengan demikian maka akumulasi pengetahuan akan berlangsung lebih cepat. Dengan selalu berlangsungnya perkembangan pengetahuan itu tampak lebih nyata bahwa manusia berbeda dari pada hewan. Manusia merupakan makhluk hidup yang berakal serta mempunyai derajat yang tertinggi bila dibandingkan dengan hewan atau makhluk lainnya.

3.1.4 Mitos, Penalaran dan berbagai cara Memperoleh Pengetahuan Pada awal pra sejarah kemampuan manusia masih terbatas, baik keterbatasan pada peralatan maupun keterbatasan pemikiran. Keterbatasan itu menyebabkan pengamatan menjadi kurang seksama, dan cara pemikiran yang sederhana menyebabkan hasil pemecahan masalah memberikan kesimpulan yang kurang tepat. Dengan demikian pengetahuan yang terkumpul belum dapat memberikan kepuasan terhadap rasa ingin tahu manusia, dan masih jauh dari kebenaran. Mitos timbul disebabkan antara lain karena keterbatasan alat indera manusia misalnya :

1) Alat Penglihatan Banyak benda-benda yang bergerak begitu cepat sehingga tak tampak jelas oleh mata. Mata tak dapat membedakan benda-benda. Demikian juga jika benda yang dilihat terlalu jauh, maka mata tak mampu melihatnya. 2) Alat Pendengaran Pendengaran manusia terbatas pada getaran yang mempunyai frekuensi dari 30 sampai 30.000 per detik. Getaran di bawah tiga puluh atau di atas tiga puluh ribu perdetik tak terdengar. 3) Alat Pencium dan Pengecap Bau dan rasa tidak dapat memastikan benda yang dicecap maupun diciumnya. Manusia hanya bisa membedakan 4 jenis rasa yaitu rasa manis, masam, asin dan pahit. 4) Alat Perasa Alat perasa pada kulit manusia dapat membedakan panas atau dingin namun sangat relatif sehingga tidak bisa dipakai sebagai alat observasi yang tepat. Alat-alat indera tersebut di atas sangat berbeda-beda, di antara manusia : ada yang sangat tajam penglihatannya ada yang tidak. Demikian juga ada yang tajam penciumannya ada yang lemah. Akibat dari keterbatasan alat indera kita maka mungkin timbul salah informasi, salah tafsir dan salah pemikiran. Untuk meningkatkan kecepatan dan ketetapan alat indera tersebut dapat juga orang dilatih untuk itu, namun tetap sangat terbatas. Menurut Auguste Comte (1798-1857), dalam sejarah perkembangan jiwa manusia, baik sebagai individu maupun sebagai keseluruhan, berlangsung dalam tiga tahap : 1. Tahap teologi atau fiktif Pada tahap teologi atau fiktif manusia berusaha untuk mencari dan menemukan sebab yang pertama dan tujuan yang terakhir dari segala sesuatu, dan selalu dihubungkan dengan kekuatan gaib. Gejala alam yang menarik perhatiannya selalu diletakkan dalam kaitannya dengan sumber yang mutlak.

Mempunyai anggapan bahwa setiap gejala dan peristiwa dikuasai dan diatur oleh para dewa atau kekuatan gaib lainnya. 2. Tahap filsafat atau metafisik atau abstrak Tahap metafisika atau abstrak merupakan tahap dimana manusia masih tetap mencari sebab utama dan tujuan akhir, tetapi manusia tidak lagi menyadarkan diri kepada kepercayaan akan adanya kekuatan gaib, melainkan kepada akalnya sendiri, akal yang telah mampu melakukan abstraksi guna menemukan hakikat segala sesuatu. 3. Tahap positif atau ilmiah riel. Tahap positif atau riil merupakan tahap di mana manusia telah mampu berpikir secara positif atau riil, atas dasar pengetahuan yang telah dicapainya yang dikembangkan secara positif melalui pengamatan, percobaan dan perbandingan. Berpikir adalah suatu kegiatan untuk memperoleh atau menemukan pengetahuan yang benar. Dan proses berpikir dalam menarik kesimpulan yang berupa pengetahuan yang benar ini disebut penalaran. Pengetahuan yang dihasilkan penalaran ini hasil kegiatan berpikir, bukanlah hasil perasaan. Perlu kita sadari bahwa tidak semua kegiatan berpikir merupakan penalaran. Penalaran merupakan kegiatan berpikir yang mempunyai ciri-ciri tertentu yakni logis dan analistis. Berdasarkan kriteria ini, maka tidak semua kegiatan berpikir merupakan berpikir logis dan analistis. Cara berpikir semacam ini, ialah cara berpikir yang tidak bersifat logis dan analitis bukan merupakan penalaran. Terdapat berbagai cara untuk memperoleh kesimpulan atau pengetahuan yang tidak berdasarkan penalaran, diantaranya ialah : a. Pengambilan kesimpulan berdasarkan perasaan. Merasa, merupakan suatu cara menarik kesimpulan yang tidak berdasarkan penalaran. b. Intuisi. Intuisi merupakan kegiatan berpikir yang tidak analistis, tidak berdasarkan pada pola berpikir tertentu. Pendapat yang berdasarkan intuisi timbul dari pengetahuan-pengetahuannya yang terdahulu melalui suatu proses

berpikir yang tidak disadari. Seolah-olah pendapat itu muncul begitu saja tanpa dipikir. Seseorang yang sedang memusatkan pikirannya pada pemecahan suatu masalah tesebut tanpa proses berpikir yang berliku-liku dan teratur. c. Wahyu. Wahyu adalah pengetahuan yang disampaikan oleh Tuhan kepada manusia. Pengetahuan ini disalurkan lewat Nabi yang diutus-Nya. Dengan wahyu, manusia memperoleh pengetahuan dengan keyakinan (kepercayaan) bahwa yang diwahyukan tersebut benar. d. Trial and error. Trial and error adalah suatu cara untuk memperoleh pengetahuan secara coba-coba atau untung-untungan. Mulai zaman purba sampai sekarang banyak manusia yang dalam usaha memperoleh pengetahuan menggunakan cara ini. Proses untuk memperoleh pengetahuan dengan cara coba-coba memakan waktu yang lama, hingga cara ini merupakan cara yang tidak efisien bila digunakan untuk mencari kebenaran.

3.1.5. Metode Ilmiah dan Langkah-langkah Operasionalnya a. Timbulnya Ilmu Pengetahuan Alam Dari Copernicus sampai Galileo dapat kita anggap sebagai permulaan abad ilmu pengetahuan modern yang menetapkan suatu kebenaran berdasarkan induksi atau eksperimentasi. Agar supaya himpunan pengetahuan ini dapat disebut ilmu pengetahuan harus digunakan perpaduan antara rasionalisme dan empirisme, yang dikenal sebagai metode keilmuan atau pendekatan ilmiah. Pengetahuan yang disusun dengan cara pendekatan ilmiah atau menggunakan metode keilmuan, diperoleh melalui kegiatan penelitian ilmiah. Penelitian ilmiah ini dilaksanakan secara sistematik dan terkontrol berdasarkan atas data-data empiris, kesimpulan dari penelitian ini dapat menghasilkan suatu teori. Teori ini masih selalu dapat diuji dalam hal kemantapannya. Artinya bilamana diadakan penelitian ulang, yang dilakukan oleh siapapun dengan langkah-langkah yang serupa dan pada kondisi yang sama, akan diperoleh hasil

yang konsisten. Metode keilmuan ini bersifat obyektif bebas keyakinan, perasaan dan prasangka pribadi serta bersifat terbuka. Artinya dapat diuji ulang oleh siapapun. Dengan demikian kesimpulan yang diperoleh lebih dapat diandalkan dan hasilnya lebih mendekati kebenaran. Secara lengkap dapat dikatakan bahwa suatu himpunan pengetahuan dapat disebut IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) bilamana memenuhi persyaratan berikut : obyeknya dikumpulkan melalui metode keilmuan serta mempunyai manfaat untuk kesejahteraan manusia. b. Metode Ilmiah Metode ilmiah merupakan bagian yang paling penting dalam mempelajari Ilmu Alamiah. Langkah-langkah dalam menerapkan metode ini tidak harus selalu urut, langkah demi langkah, seperti yang tercantum berikut ini. Yang penting ialah bahwa pemecahan masalah untuk mendapatkan kesimpulan umum (generalisasi) hanya didasarkan atas data dan diuji dengan data dan bukan oleh keinginan, prasangka, kepercayaan, atau pertimbangan lain. Adapun langkah-langkah penerapan metode ilmiah adalah sebagai berikut: 1) Menentukan dan memberikan batasan kepada masalah 2) Menentukan hipotesis atau rumusan pemecahan masalah yang bersifat sementara. 3) Menguji dan mengadakan verifikasi kesimpulan Ditinjau dari sejarah cara berpikir manusia, pada dasarnya terdapat dua cara pokok untuk memperoleh pengetahuan yang benar, ialah: 1) Cara yang didasarkan pada rasio; faham yang dikembangka dikenal dengan rasionalisme, dan 2) Cara yang didasarkan pada pengalaman, faham yang dikembangkan disebut empirisme. Rasionalisme :

Descartes adalah pelopor dan tokoh rasionalisme. Menurut dia, rasio merupakan sumber dan pangkal dari segala pengertian. Hanya rasio sajalah yang dapat membawa orang pada kebenaran dan dapat memberi pimpinan dalam segala jalan pikiran. Dalam menyusun pengetahuannya, kaum rasionalis mempergunakan metode deduktif. Dasar pikiran yang digunakan dalam penalarannya diperoleh dari ide yang menurut anggapannya sudah jelas, tegas dan pasti, dalam pikiran manusia. Menurut mereka, pikiran manusia hanyalah mengenal ide/prinsip tersebut, dan kemudian menjadi pengetahuannya. Ide/prinsip yang sebelumnya memang sudah ada dan bersifat apriori tersebut, dapat diketahui manusia lewat kemampuan berpikir rasionalnya. Menurut mereka pengalaman tidak menghasilkan prinsip, tetapi sebaliknya dengan mengetahui prinsip yang diperoleh lewat penalaran rasional, maka manusia dapat mengerti kejadian-kejadian yang terjadi/berlaku dalam alam sekitarnya. Empirisme: Kaum empirisme berpendapat bahwa pengetahuan manusia tidak diperoleh lewat penalaran rasional yang abstrak, tetapi lewat pengalaman yang kongkrit. Menurut anggapan mereka, gejala-gejala alam bersifat kongkrit dan dapat dinyatakan lewat tangkapan panca indera. Bagi kaum empiris, pernyataan pengujian kebenaran-kebenaran dari fakta atau obyek tersebut harus didasarkan pada pengalaman manusia. Kaum empiris berpegang pada prinsip keserupaan. Pada dasarnya alam adalah teratur. Gejala-gejala alam berlangsung dengan pola-pola tertentu. Pengetahuan tentang alam didasarkan pada persepsi mengenai hal tersebut. Dengan mengetahui bagaimana sesuatu terjadi di masa lalu atau dengan mengetahui tingkah laku benda-benda tersebut sekarang, maka kita dapat meramalkan kemungkinan tingkah lakunya di masa mendatang. Kaum empiris juga menggunakan prinsip-prinsip keserupaan; gejala-gejala yang berdasarkan pengalaman adalah identik atau sama, maka dapat dibuat kesimpulan yang bersifat umum mengenai hal tersebut. Dengan demikian maka

dimungkinkan menyusun pengetahuan yang berlaku secara umum (generalisasi) lewat pengamatan-pengamatan terhadap gejala-gejala yang bersifat individual. c. Langkah-Iangkah Operasional Metode Ihniah Salah satu syarat ilmu pengetahuan ialah bahwa materi pengetahuan itu harus diperoleh melalui metode ilmiah. Ini berarti bahwa cara memperoleh pengetahuan itu menentukan apakah pengetahuan itu termasuk ilmiah atau tidak. Metode ilmiah tentu saja harus menjamin akan menghasilkan pengetahuan yang ilmiah, yaitu yang bercirikan obyektivitas, konsisten, dan sistematik. Langkah-langkah operasionalnya adalah sebagai berikut: 1) Perumusan masalah; yang dimaksud dengan masalah di sini adalah pernyataan apa, mengapa, ataupun bagaimana tentang obyek yang teliti. Masalah itu harus jelas batas-batasnya serta dikenal faktor-faktor yang mempengaruhinya. 2) Penyusunan hipotesis; yang dimaksud dengan hipotesis adalah suatu pernyataan yang menunjukkan kemungkinan jawaban untuk memecahkan masalah yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, hipotesis merupakan dugaan yang tentu saja didukung oleh pengetahuan yang ada. Hipotesis juga dapat dipandang sebagai jawaban sementara dari permasalahan yang harus diuji kebenarannya dalam suatu observasi atau eksperimentasi. 3) Pengujian hipotesis; yaitu berbagai usaha pengumpulan fakta-fakta yang relevan dengan hipotesis yang telah diajukan untuk dapat memperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta yang mendukung hipotesis tersebut atau tidak. Fakta-fakta ini dapat diperoleh melalui pengamatan langsung dengan mata atau melalui teleskop atau dapat juga melalui uji coba atau eksperimentasi, kemudian fakta-fakta itu dikumpulkan melalui penginderaan. 4) Penarikan kesimpulan; penarikan kesimpulan ini didasarkan atas penilaian melalui analisis dari fakta (data) untuk melihat apakah hipotesis yang diajukan itu diterima atau tidak. Hipotesis itu dapat diterima bila fakta yang terkumpul itu mendukung pernyataan hipotesis.

Bila fakta tidak mendukung maka hipotesis itu ditolak. Hipotesis yang diterima merupakan suatu pengetahuan yang kebenarannya telah diuji secara ilmiah, dan merupakan bagian dari ilmu pengetahuan. Keseluruhan langkah tersebut di atas harus ditempuh melalui urutan yang teratur, langkah yang satu merupakan landasan bagi langkah berikutnya. Dari keterangan-keterangan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa ilmu

pengetahuan merupakan pengetahuan yang disusun secara sistematis, berlaku umum dan kebenarannya telah teruji secara empiris.

3.1.6. Perkembangan Pengetahuan dari Masa ke Masa Peninggalan-peninggalan alat-alat, tanaman ternak tersebut di atas menunjukkan bahwa manusia purba telah mempunyai pengetahuan untuk memperolehnya berkat pengalamannya, kemampuannya mengamati, dan

kemampuan memilih. Penemuan-penemuan itu terjadi, baik secara kebetulan ataupun disengaja, semuanya berdasarkan pengamatan primitif, dan mungkin lalu dilanjutkan dengan percobaan-percobaan yang dilakukan tanpa dasar dan tanpa pengaturan, tetapi dengan mengikuti proses trial and error. Meskipun tidak diketahui bagaimana dasar dari proses penemuan-penemuan yang diperoleh, tetapi karena sudah berlangsung selama ratusan ribu tahun, semua penemuan-penemuan itu menjadi mantap, dan selanjutnya dapat diulang terus menerus. Dengan demikian tersusunlah know how meskipun tidak diketahui sebabnya, tidak diketahui mengapa-nya, atau the why-nya. Dengan demikian maka zaman batu ini ditandai oleh pengetahuan Know How, yang diperoleh berdasarkan : 1. Kemampuan mengamati. 2. Kemampuan membeda-bedakan. 3. Kemampuan memilih, dan 4. Kemampuan melakukan percobaan tanpa disengaja, yang berlandaskan pada proses trial and error. Dalam bentuk know how itulah penemuan-penemuan manusia purba tersebut diwariskan kepada generasi selanjutnya.

Jadi, di samping pengetahuan dalam bentuk know how yang digunakannya dalam kehidupannya sehari-hari seperti yang telah diuraikan di atas, dalam perkembangannya, manusia purba dapat memperoleh pengetahuan/kemampuan sebagai berikut: 1. Pengetahuan yang berdasarkan pengalaman. 2. Kemampuan melakukan abstraksi berdasarkan kesamaan atau keteraturan. 3. Kemampuan menulis dan berhitung, dan menyusun kalender, yang semuanya berdasarkan proses sintesis terhadap hasil abstraksi yang dilakukan. 4. Kemampuan menemukan abjad dan sistem bilangan alamiah berbagai jenis siklus, yang semuanya berdasarkan proses abstraksi. 5. Kemampuan meramal berdasarkan peristiwa fisis, terjadinya gerhana. Kemampuan/pengetahuan yang telah dimiliki tersebut di atas semuanya masih diperoleh secara alamiah, artinya tanpa disadari dan disengaja. Jadi, segala peristiwa yang terjadi hanya diterima sebagaimana adanya, tanpa usaha pendalaman lebih lanjut. Manusia purba masih dalam pemikiran (receptive attitude dan receptive mind). Zaman Yunani Masa 600 tahun sebelum Masehi sampai kurang lebih 200 tahun sebelum Masehi biasanya disebut zaman Yunani. Dalam zaman itu proses-proses perkembangan know how tetap mendasari kehidupan sehari-hari, sekalipun tingkatannya sudah jauh lebih maju dari pada zaman sebelumnya. Dalam lapangan pengetahuan yang berdasarkan sikap dan pemikiran yang sekedar menerima apa adanya, terjadi perubahan besar, dan perubahan ini dianggap sebagai dasar ilmu pengetahuan modern. Hal ini berdasarkan pada sikap bangsa Yunani yang tidak dapat menerima pengalaman-pengalaman tersebut secara pasif-receptif. Mereka memilih inquiry attitude dan inquiry mind. Thales (624-548 SM) dianggap sebagai orang pertama yang misalnya ramalan

mempertanyakan dasar dari alam dan isi dari alam ini. Dia tidak dapat menerima begitu saja adanya kenyataan bahwa di bumi ada air, api, udara, awan, kayu, batu

dan lain-lainnya. Hal ini hanya dianggap sebagai gejala. Dalam pikirannya timbul: Dari apakah hal-hal yang berbeda tersebut dibuat? Sebenarnya, tidakkah bahan dasarnya terbatas, sedangkan gejalanya yang banyak sekali? Pythagoras (580-500 SM.) adalah ahli filsafat yang sangat penting dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan. Di antara penemuan-penemuannya adalah sebagai berikut : Hukum atau dalil Pythagoras, yaitu bahwa dalam segi tiga siku-siku dengan sisi-sisi a dan b serta hipotenusa c, berlaku a2 + b2 = c2. Tentang unsur dasar pembentuk benda, Pythagoras berpendapat agak berbeda dengan orang-orang sebelumnya. Pendapat terdahulu menyatakan bahwa semua benda terbentuk dari unsur-unsur dasar yang sama, ialah air, tanah dan api. Pythagoras berpendapat bukan hanya tiga unsur dasar, tetapi empat, yaitu tanah, api, udara dan air. Aristoteles (384-322 SM). Peninggalannya yang penting dalam

hubungannya dengan ilmu pengetahuan adalah Logika, Biologi, dan Metafisika. Dalam bukunya yang berjudul Logika, ia mengemukakan analisis bahasa yang didasarkan pada silogisme. Pada dasarnya, silogisme terdiri dari tiga kalimat. Kalimat pertama mengutarakan soal yang umum disebut premis mayor. Kalimat kedua mengenai soal yang khusus dan disebut premis minor. Kalimat ketiga merupakan kesimpulan yang ditarik berdasarkan kedua premis tersebut. Contoh : Premis mayor : Semua manusia akan mati Premis minor : Plato seorang manusia. Kesimpulan : Plato akan mati.

Archimides (287-212 SM.). Archimides mempelajari matematika, fisika dan mekanika serta menerapkan sebagian penemuannya pada usaha membuat alatalat. Perhitungan dan penemuan hukum Archimedes dimulai dengan pengalaman, dan kemudian diidealisasikan dalam alam pemikiran (analisis teoritis), akhirnya dibuktikan dengan percobaan. Dengan demikian, sebenarnya Archimedes sudah menemukan landasan ilmu pengetahuan modern. Zaman Modern

Pada permulaan abad ke-14, di Eropa dimulai perkembangan ilmu pengetahuan. Sejak zaman itu sampai sekarang Eropa menjadi pusat kemajuan ilmu pengetahuan dan umat manusia pada umumnya. Permulaan

perkembangannya dicetuskan oleh Roger Bacon (1214-1294) yang menganjurkan agar pengalaman manusia sendiri dijadikan sumber pengetahuan dan penelitian. Copernicus, Tyco Beoche, Keppler dan Galileo merupakan pelopor dalam mengembangkan pengetahuan yang didasarkan pada pengalaman tersebut. Mereka menciptakan prinsip heliosentrisme. Dengan teropongnya Galileo memastikan bahwa seperti bulan, planet-planet selalu mengelilingi matahari. Perkembangan ilmu pengetahuan menjadi sangat mantap dan pesat setelah ditulisnya buku yang berjudul Novum Organum oleh Francis Bacon (1560-1626) yang mengutarakan tentang landasan empiris dalam mengembangkan

pengetahuan dan penegasan ilmul pengetahuan dengan penguraian metodenya. Setelah adanya karya F. Bacon tersebut, muncullah tokoh-tokoh yang peranannya sangat menentukan dalam perkembangan ilmu pengetahuan selanjutnya. Bila dilihat dari segi metodologi dan psikologi maka, seluruh ilmu pengetahuan tersebut didasarkan pada: 1. Pengamatan dan pengalaman manusia yang terus menerus. 2. Pengumpulan data yang terus menerus dan dilakukan secara sistematis. 3. Analisis data yang ditempuh dengan berbagai cara, yang di antara lain adalah: a. Analisis langsung, b. Analisis perbandingan, dan c. Analisis matematis dengan menggunakan model-model matematis. 4. Penyusunan model-model atau teori-teori, serta penyusunan ramalan-ramalan sehubungan dengan model-model itu. 5. Percobaan-percobaan untuk menguji ramalan tersebut. Percobaan-percobaan ini akan menghasilkan beberapa kemungkinan, diantaranya: benar atau salah. Jika terbukti salah, terbuka kemungkinan untuk mencari kesalahan berpikir, sehingga terbuka juga kemungkinan untuk memperbaikinya. Dengan demikian ilmu pengetahuan modern memiliki suatu

sistem yang didalamnya terkandung mengoreksi diri, yang memungkinkan ditiadakannya kesalahan demi kesalahan secara bertahap menuju ke arah kebenaran.

BAB IV PENUTUP

4.1.1. KESIMPULAN

Pendidikan IPA merupakan disiplin ilmu yang di dalamnya terkait antara pendidikan dengan IPA. Pendidikan merupakan suatu proses sadar dan terencana dari setiap individu maupun kelompok untuk membentuk pribadi yang baik dalam mengembangkan potensi yang ada dalam upaya mewujudkan cita-cita dan tujuan hidup yang diharapkan. IPA sendiri merupakanpengetahuan dari hasil kegiatan manusia yang dipeoleh dengan menggunakan langkah-langkah ilmiah yang berupa metode ilmiah yang didapatkan dari hasil eksperimen atau observasi yang bersifat umum sehingga akan terus disempurnakan. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan IPA merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar untuk mengungkap gejalagejala alam dengan meerapkan langkah-langkah ilmiah serta untuk membentuk kepribadian atau tingkah laku siswa sehingga siswa dapat memehami proses IPA yang kemudian dapat dikembangkan di masyarakat. Pendidikan IPA di SMP memiliki tujuan agar peserta didik dapat mempelajari diri sendiri dan alam sekitar yang kemudian dapat dikembangkan menjadi suatu ilmu yang baru. Perkembangan IPA ditandai dengan pesatnya perkembangan teknologi yang berpengaruh dalam kehidupan di masyarakat. Oleh sebab itu pendidikan IPA sangat diperlukan, melalui pembelajaran IPA ini, diharapkan peserta didik dapat menggali pengetahuan melalui kerja ilmiah dan terus mengembangkan sikap ilmiah Dengan demikian, IPA memiliki peran yang sangat penting. Kemajuan IPTEK yang begitu pesat sangat mempengaruhi perkembangan dalam dunia pendidikan terutama pendidikan IPA di Indonesia dan negara-negara maju.

4.1.2. SARAN

Penulisan makalah ini sangat penting bagi mahasiswa yang mengikuti mata kuliah dpp MIPA. Pembelajaran IPA sangat berperan dalam proses pendidikan dan juga perkembangan Teknologi, karena IPA memiliki upaya untuk membangkitkan minat manusia serta kemampuan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pemahaman tentang alam semesta yang mempunyai banyak fakta yang belum terungkap dan masih bersifat rahasia sehingga hasil penemuannya dapat dikembangkan menjadi ilmu pengetahuan alam yang baru dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA

KIMBALL,W,John. 1999. Biologi: Erlangga Mahameru, Jakarta. Syamsuri Istamar. 2002. Biologi : Erlangga, Ciracas Jakarta. Yatim, W. 1986. Genetika : Bandung, Tarcito Saktiyono. 2006 Biologi : Erlangga, Jakarta Mader, S.S 2004. Biologi . Boston. Mc graw, hill.


Top Related