Download - makalah cucix
LAPORAN
KIMIA BAHAN PANGAN
“PENGAWET SINTETIK RHODAMIN B”
Disusun Oleh :
Nama : Nurfitriana
NPM : F1B010039
Dosen : Dwita Oktiarni, M.Si
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BENGKULU
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena saya dapat
menyelesaikan makalah ini . Penyusunan makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Kimia
Bahan Pangan tentang “Pengawet Sintetik Rhodamin B”. Selain itu tujuan dari penyusunan
makalah ini juga untuk menambah wawasan tentang masalah Pengawet Sintetik Rhodamin B
dan bahaya yang ditimbulkan pada kesehatan. Dalam makalah ini penulis akan memaparkan
secara khusus tentang pengertian Rhodamin B, ciri-ciri makanan yang mengandung rhodamin
B, dan bahayanya bagi kesehatan.
Akhirnya penulis menyadari bahwa makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan. Tetapi
penulis sangat mengharapkan agar pembaca dapat mengerti dan menambah wawasan untuk
mengetahui tentangrhodamin B.
Bengkulu, Desember 2013
Nurfitriana
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Makanan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang terpenting dan juga
merupakan faktor yang sangat esensial bagi pertumbuhan dan perkembangan manusia. Tetapi
betapapun menariknya penampilan, lezat rasanya dan tinggi nilai gizinya, apabila tidak aman
dikonsumsi, maka makanan tersebut tidak ada nilainya sama sekali (Winarno dan Rahayu,
1994).
Salah satu masalah pangan yang masih memerlukan pemecahan yaitu penggunaan bahan
tambahan pangan untuk berbagai keperluan. Penggunaan bahan tambahan pangan dilakukan
pada industri pengolahan pangan, maupun dalam pembuatan makanan jajanan, yang
umumnya dihasilkan oleh industri kecil atau rumah tangga (Anonim, 2005).
Makanan jajanan (street food) sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
kehidupan masyarakat, baik dari perkotaan maupun pedesaan. Keunggulan dari makanan
jajanan adalah murah dan mudah didapat, serta cita rasanya yang cocok dengan selera
kebanyakan masyarakat. Meskipun makanan jajanan memiliki keunggulan-keunggulan
tersebut, ternyata makanan jajanan juga beresiko terhadap kesehatan karena penanganannya
sering tidak higienis, yang memungkinkan makanan jajanan terkontaminasi oleh mikroba
beracun maupun penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) yang tidak diizinkan (Anonim,
2005).
Rhodamin B adalah pewarna terlarang yang sering ditemukan pada makanan, terutama
makanan jajanan. Rhodamin B, yaitu zat pewarna berupa serbuk kristal berwarna hijau atau
ungu kemerahan, tidak berbau, serta mudah larut dalam larutan warna merah terang
berfluoresan sebagai bahan pewarna tekstil atau pakaian. Jenis jajanan yang banyak dijumpai
dan dicampuri dengan Rhodamin B, antara lain bubur delima, cendol, kolang-kaling, cincau
dan kue-kue lainnya. Setelah dicampuri bahan ini makanan tersebut menjadi berwarna merah
muda terang (Anonim, 2008; Anonima, 2006).
Penggunaan Rhodamin B pada makanan dalam waktu yang lama akan dapat
mengakibatkan gangguan fungsi hati maupun kanker. Namun demikian, bila terpapar
Rhodamin B dalam jumlah besar maka dalam waktu singkat akan terjadi gejala akut
keracunan Rhodamin B (Yuliarti, 2007).
Aneka produk makanan dan minuman yang berwarna-warni tampil semakin menarik.
Warna-warni pewarna membuat aneka produk makanan mampu mengundang selera. Meski
begitu, konsumen harus berhati-hati. Pasalnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
kerap menemukan produk makanan yang menggunakan pewarna tekstil.
Meski demikian, pilihan terbaik tentu saja tetap pewarna alami, karena tidak
menimbulkan efek negatif pada tubuh. Perlu diingat kalau penggunaan bahan tambahan
seperti pelapis pada pewarna harus dipilih dari bahan-bahan yang halal.
1.1 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis merumuskan rumusan masalah
sebagai berikut.
1. Apa yang dimaksud dengan pewarna makanan?
2. Apa yang dimaksud dengan rhodamin B?
3. Apa bahaya pemakaian rhodamin B pada makanan?
4. Bagaimana cara untuk mangetahui makanan yang mengandung rhodamin B?
1.2 Tujuan
Sejalan dengan rumusan masalah diatas, makalah ini disusun dengan tujuan untuk
mengetahui dan mendeskripsikan:
1. Mengetahui dampak penggunaan rhodamin B
2. Bahaya pemakaian rhodamin B pada makanan
3. Mengetahui ciri-ciri makanan yang mengandung rhodamin B
4. Menjelaskan tentang bahaya rhodamin B bagi kesehatan
1.3 Manfaat
Manfaat makalah penyusunan adalah:
1. Penulis, menambah pengetahuan tentang pewarna makanan berbahaya yaitu rhodamin B
2. Pembaca, sebagai media informasi tentang bahaya dari formalin bagi kesehatan dan Dapat
mengetahui ciri-ciri makanan yang mengandung rhodamin B.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pewarna Makanan
Pewarna makanan merupakan bahan tambahan pangan yang dapat memperbaiki tampilan
makanan. Secara garis besar, pewarna dibedakan menjadi dua, yaitu pewarna alami dan
sintetis. Selain itu, khusus untuk makanan dikenal pewarna khusus makanan (food grade).
Ironisnya, di Indonesia terutama industri kecil dan industri rumah tangga makanan masih
banyak menggunakan pewarna nonmakanan-pewarna untuk pembuatan cat dan tekstil.
Menurut Winarno (1995), yang dimaksud dengan zat pewarna adalah bahan tambahan
makanan yang dapat memperbaiki warna makanan yang berubah atau menjadi pucat selama
proses pengolahan atau untuk memberi warna pada makanan yang tidak berwarna agar
kelihatan lebih menarik. Menurut PERMENKES RI No.722/Menkes/Per/IX/1988, zat
pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau member warna pada
makanan.
2.2 Pewarna Sintetik
Di Negara maju, suatu zat pewarna buatan harus melalui perlakuan pemberian asam sulfat
atau asam nitrat yang seringkali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat
racun. Pada pembuatan zat pewarna organik sebelum mencapai produk akhir, harus melalui
suatu senyawa dulu yang kadang-kadang berbahaya dan seringkali tertinggal dalam hal akhir,
atau terbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya (Cahyadi, 2006).
Namun sering sekali terjadi penyalahgunaan pemakaian pewarna untuk sembarang bahan
pangan, misalnya zat pewarna tekstil dan kulit untuk mewarnai bahan pangan. Bahan
tambahan pangan yang ditemukan adalah pewarna yang berbahaya terhadap kesehatan seperti
Amaran, Auramin, Methanyl Yellow, dan Rhodamin B. Jenis-jenis makanan jajanan yang
ditemukan mengandung bahan-bahan berbahaya ini antara lain sirup, saus, bakpau, kue
basah, pisang goring, tahu, kerupuk, es cendol, mie dan manisan (Yuliarti,2007).
Timbulnya penyalahgunaan bahan tersebut disebabkan karena ketidaktahuan masyarakat
mengenai zat pewarna untuk pangan, dan juga disebabkan karena harga zat pewarna untuk
industri lebih murah dibanding dengan harga zat pewarna untuk pangan (Seto,2001).
Pewarna buatan untuk makanan diperoleh melalui proses sintesis kimia buatan yang
mengandalkan bahan-bahan kimia, atau dari bahan yang mengandung pewarna alami melalui
ekstraksi secara kimiawi. Beberapa contoh pewarna buatan yaitu :
· Warna kuning : tartrazin, sunset yellow
· Warna merah : allura, eritrosin, amaranth.
· Warna biru : biru berlian
Kelarutan pewarna sintetik ada dua macam yaitu dyes dan lakes. Dyes adalah zat warna
yang larut air dan diperjual belikan dalam bentuk granula, cairan, campuran warna dan
pasta. Digunakan untuk mewarnai minuman berkarbonat, minuman ringan, roti, kue-kue
produk susu, pembungkus sosis, dan lain-lain. Lakes adalah pigmen yang dibuat melalui
pengendapan dari penyerapan dye pada bahan dasar, biasa digunakan pada pelapisan tablet,
campuran adonan kue, cake dan donat.
Tabel Pembagian pewarna sintetis berdasarkan kemudahannya larut dalam air.
Pewarna Sintesis Warna Mudah larut di air
Nomor Rhodamin B Merah Tidak
2. Methanil Yellow Kuning Tidak
3. Malachite Green Hijau Tidak
4. Sunset Yelow Kuning Ya
5. Tatrazine Kuning Ya
6. Brilliant Blue Biru Ya
7. Carmoisine Merah Ya
8. Erythrosine Merah Ya
9. Fast Red E Merah Ya
10. Amaranth Merah Ya
11. Indigo Carmine Biru Ya
12. Ponceau 4R Merah Ya
Kelebihan pewarna buatan dibanding pewarna alami adalah dapat menghasilkan warna
yang lebih kuat dan stabil meski jumlah pewarna yang digunakan hanya sedikit. Warna yang
dihasilkan dari pewarna buatan akan tetap cerah meskipun sudah mengalami proses
pengolahan dan pemanasan, sedangkan pewarna alami mudah mengalami degradasi atau
pemudaran pada saat diolah dan disimpan. Misalnya kerupuk yang menggunakan pewarna
alami, maka warna tersebut akan segera pudar ketika mengalami proses penggorengan
(Anonim, 2008).
Proses pembuatan zat warna sintetis biasanya melalui perlakuan pemberian asam sulfat
atau asam nitrat yang sering kali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat
racun. Pada pembuatan zat pewarna organic sebelum mencapai produk akhir,harus melalui
suatu senyawa antara dulu yang kadang-kadang berbahaya dan sering kali tertinggal dalam
hal akhir, atau berbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya. Untuk zat pewarna yang
tidak boleh ada.
Zat warna yang akan digunakan harus menjalani pengujian dan prosedur penggunaannya,
yang disebut proses sertifikasi. Proses sertifikasi ini meliputi pengujian kimia, biokimia,
toksikologi, dan analisis media terhadap zat warna tersebut.
Tabel. perbedaan antara zat pewarna sintetis dan alami
Nomor Pembeda Zat pewarna sintesis Zat Pewarna Alami
1. Warna yang
dihasilkan
Lebih cerah
Lebih homogeny
Lebih pudar
Tidak homogeny
2. Variasi warna Banyak Sedikit
3. Harga Lebih murah Lebih mahal
4. Ketersediaan Tidak terbatas Terbatas
5. Kestabilan Stabil Kurang stabil
Dewasa ini keamanan penggunaan zat pewarna sintetis pada makanan masih
dipertanyakan di kalangan konsumen. Sebenarnya konsumen tidak perlu khawatir karena
semua badan pengawas obat dan makanan di dunia secara kontinyu memantau dan mengatur
zat pewarna agar tetap aman dikonsumsi. Jika ditemukan adanya potensi risiko terhadap
kesehatan, badan pengawas obat dan makanan akan mengevaluasi pewarna tersebut dan
menyebarkan informasinya ke seluruh dunia. Pewarna yang terbukti mengganggu kesehatan,
misalnya mempunyai efek racun, berisiko merusak organ tubuh dan berpotensi memicu
kanker, akan dilarang digunakan. Di Indonesia tugas ini diemban oleh Badan Pengawas Obat
dan Makanan (BPOM).
Baik zat pewarna sintetis maupun alami yang digunakan dalam industri makanan harus
memenuhi standar nasional dan internasional. Penyalahgunaan zat pewarna melebihi ambang
batas maksimum atau penggunaan secara ilegal zat pewarna yang dilarang digunakan dapat
mempengaruhi kesehatan konsumen, seperti timbulnya keracunan akut dan bahkan kematian.
Pada tahap keracunan kronis, dapat terjadi gangguan fisiologis tubuh seperti kerusakan
syaraf, gangguan organ tubuh dan kanker (Lee 2005).
2.3 Rhodamin B
Rhodamin B adalah pewarna sintetis yang berasal dari metanlinilat d
yang berbentuk serbuk kristal berwarna kehijauan, berwarna merah keunguan dalam bentuk
terlarut pada konsentrasi tinggi dan berwarna merah terang pada konsentrasi rendah.
Rhodamin B sering diselahgunakan untuk pewarna pangan (kerupuk,maka
dan minuman yang sering dijual di sekolahan) serta kosmetik dengan tujuan menarik
perhatian konsumen. Rumus Molekul dari Rhodamin B adalah C
molekul sebesar 479 g/mol.
Sifat fisik rhodamin B:
• Berbentuk kristal hijau atau serbuk ungu
• Tidak berbau
• Titik leburnya pada suhu 165
• Sangat larut dalam air yang akan menghasilkan warna merah kebiru
• Larut dalam alkohol, HCl, dan NaOH
• Berfluorensi kuat
• Dapat menyerap ke dalam plastik, oleh karena itu harus disimpan dalam gelas
Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes)
No.239/Menkes/Per/V/85 menetapkan 30 zat pewarna berbahaya. Rhodamine B termasuk
salah satu zat pewarna yang
digunakan pada produk pangan (Syah et al. 2005). Namun demikian, penyalahgunaan
rhodamine B sebagai zat pewarna pada makanan masih sering terjadi di lapangan dan
diberitakan di beberapa media massa. Seb
dan minuman seperti kerupuk, sambal botol dan sirup di Makassar pada saat BPOM
Makassar melakukan pemeriksaan sejumlah sampel makanan dan minuman ringan
(Anonimus 2006).
Zat pewarna ini mempunyai banyak sinon
15, ADC Rhodamine B, Aizen Rhodamine dan Brilliant Pink B. Rhodamine biasa digunakan
dalam industri tekstil. Pada awalnya zat ini digunakan sebagai pewarna bahan kain atau
adalah pewarna sintetis yang berasal dari metanlinilat d
yang berbentuk serbuk kristal berwarna kehijauan, berwarna merah keunguan dalam bentuk
terlarut pada konsentrasi tinggi dan berwarna merah terang pada konsentrasi rendah.
Rhodamin B sering diselahgunakan untuk pewarna pangan (kerupuk,maka
dan minuman yang sering dijual di sekolahan) serta kosmetik dengan tujuan menarik
Rumus Molekul dari Rhodamin B adalah C28H31N2
Berbentuk kristal hijau atau serbuk ungu-kemerah – merahan.
Titik leburnya pada suhu 1650C
Sangat larut dalam air yang akan menghasilkan warna merah kebiru-biruan
Larut dalam alkohol, HCl, dan NaOH
Dapat menyerap ke dalam plastik, oleh karena itu harus disimpan dalam gelas
Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes)
No.239/Menkes/Per/V/85 menetapkan 30 zat pewarna berbahaya. Rhodamine B termasuk
salah satu zat pewarna yang dinyatakan sebagai zat pewarna berbahaya dan dilarang
digunakan pada produk pangan (Syah et al. 2005). Namun demikian, penyalahgunaan
rhodamine B sebagai zat pewarna pada makanan masih sering terjadi di lapangan dan
diberitakan di beberapa media massa. Sebagai contoh, rhodamine B ditemukan pada makanan
dan minuman seperti kerupuk, sambal botol dan sirup di Makassar pada saat BPOM
Makassar melakukan pemeriksaan sejumlah sampel makanan dan minuman ringan
Zat pewarna ini mempunyai banyak sinonim, antara lain D and C Red no 19, Food Red
15, ADC Rhodamine B, Aizen Rhodamine dan Brilliant Pink B. Rhodamine biasa digunakan
dalam industri tekstil. Pada awalnya zat ini digunakan sebagai pewarna bahan kain atau
adalah pewarna sintetis yang berasal dari metanlinilat dan dipanel alanin
yang berbentuk serbuk kristal berwarna kehijauan, berwarna merah keunguan dalam bentuk
terlarut pada konsentrasi tinggi dan berwarna merah terang pada konsentrasi rendah.
Rhodamin B sering diselahgunakan untuk pewarna pangan (kerupuk,makanan ringan,es-es
dan minuman yang sering dijual di sekolahan) serta kosmetik dengan tujuan menarik
2O3Cl dengan berat
biruan
Dapat menyerap ke dalam plastik, oleh karena itu harus disimpan dalam gelas
Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes)
No.239/Menkes/Per/V/85 menetapkan 30 zat pewarna berbahaya. Rhodamine B termasuk
dinyatakan sebagai zat pewarna berbahaya dan dilarang
digunakan pada produk pangan (Syah et al. 2005). Namun demikian, penyalahgunaan
rhodamine B sebagai zat pewarna pada makanan masih sering terjadi di lapangan dan
agai contoh, rhodamine B ditemukan pada makanan
dan minuman seperti kerupuk, sambal botol dan sirup di Makassar pada saat BPOM
Makassar melakukan pemeriksaan sejumlah sampel makanan dan minuman ringan
im, antara lain D and C Red no 19, Food Red
15, ADC Rhodamine B, Aizen Rhodamine dan Brilliant Pink B. Rhodamine biasa digunakan
dalam industri tekstil. Pada awalnya zat ini digunakan sebagai pewarna bahan kain atau
pakaian. Campuran zat pewarna tersebut akan menghasilkan warna-warna yang menarik.
Bukan hanya di industri tekstil, rhodamine B juga sangat diperlukan oleh pabrik kertas.
Fungsinya sama yaitu sebagai bahan pewarna kertas sehingga dihasilkan warna-warna kertas
yang menarik. Sayangnya zat yang seharusnya digunakan sebagai pewarna tekstil dan kertas
tersebut digunakan pula sebagai pewarna makanan.
Penggunaan zat pewarna ini dilarang di Eropa mulai 1984 karena rhodamine B termasuk
karsinogen yang kuat. Efek negatif lainnya adalah menyebabkan gangguan fungsi hati atau
bahkan bisa menyebabkan timbulnya kanker hati (Syah et al. 2005). Beberapa penelitian telah
membuktikan bahwa zat pewarna tersebut memang berbahaya bila digunakan pada makanan.
Hasil suatu penelitian menyebutkan bahwa pada uji terhadap mencit, rhodamine B
menyebabkan terjadinya perubahan sel hati dari normal menjadi nekrosis dan jaringan di
sekitarnya mengalami disintegrasi. Kerusakan pada jaringan hati ditandai dengan adanya
piknotik (sel yang melakukan pinositosis) dan hiperkromatik dari nukleus, degenerasi lemak
dan sitolisis dari sitoplasma (Anonimus 2006).
Dalam analisis yang menggunakan metode destruksi yang kemudian diikuti dengan
analisis metode spektrofometri, diketahui bahwa sifat racun rhodamine B tidak hanya
disebabkan oleh senyawa organik saja tetapi juga oleh kontaminasi senyawa anorganik
terutama timbal dan arsen (Subandi 1999). Keberadaan kedua unsur tersebut menyebabkan
rhodamine B berbahaya jika digunakan sebagai pewarna pada makanan, obat maupun
kosmetik sekalipun. Hal ini didukung oleh Winarno (2004) yang menyatakan bahwa timbal
memang banyak digunakan sebagai pigmen atau zat pewarna dalam industri kosmetik dan
kontaminasi dalam makanan dapat terjadi salah satu diantaranya oleh zat pewarna untuk
tekstil.
Tanda-tanda Makanan yang Mengandung Rhodamine B adalah sebagai berikut:
· Berwarna merah menyala, bila produk pangan dalam bentuk larutan / minuman merah
berpendar atau berfotoluminesensi.
· Warna tidak pudar akibat pemanasan (akibat digoreng atau direbus).
· Banyak memberikan titik-titik warna karena tidak homogen (misalnya pada kerupuk, es
puter).
Kita dapat mengenali ciri makanan yang menggunakan Rhodamin B, yaitu biasanya
makanan yang diberi zat pewarna ini lebih terang atau mencolok warnanya dan memiliki rasa
agak pahit. Disamping itu, apabila kita ingin melakukan pewarnaan makanan yang murah
namun dengan tidak melibatkan zat-zat kimia yang dapat merusak kesehatan, kita dapat
menggunakan daun suji (untuk pewarna hijau), daun jambu atau daun jati (warna merah), dan
kunyit (untuk pewarna kuning). Rhodamin B tidak merusak genetik atau keturunan dan juga
tidak dapat menyebabkan anak-anak hiperaktif. Namun pada kenyataannya,kewaspadaan dari
diri individu masimg-masing dalam memilih makanan tidaklah cukup. Pengawasan dari
pemerintah setempat untuk mengawasi perdagangan serta keluar-masuknya bahan kimia juga
sangat diperlukan.
“Untuk mengantisipasi dampak keracunan dan meningkatkan keamanan pangan, rencana
badan POM kedepan,akan membentuk Pusat Kewaspadaan dan Penanggulangan Keamanan
Makanan di Indonesia (National Center Food Safety Alert and Respons). Tak kalah penting,
badan POM perlu meningktkan koordinasi lintas sektor tentang pengelolaan dan pengamanan
bahan kimia.”Sampurno-Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
mengungkapkan.
2.4 Bahaya Rhodamin B Pada Makanan
Ciri-ciri makanan yang diberi Rhodamin B adalah warna makanan merah terang
mencolok. Biasanya makanan yang diberi pewarna untuk makanan warnanya tidak begitu
merah terang mencolok.
Tanda-tanda dan gejala akut bila terpapar Rhodamin B :
1. Jika terhirup dapat menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan.
2. Jika terkena kulit dapat menimbulkan iritasi pada kulit.
3. Jika terkena mata dapat menimbulkan iritasi pada mata, mata kemerahan, udem pada
kelopak mata.
4. Jika tertelan dapat menimbulkan gejala keracunan dan air seni berwarna merah atau merah
muda dan dapat terjadi pada saluran pencernaan.
Tanda-tanda dan gejala kronis yang terpapar pada rhodamin B
1. Dapat terjadi gangguan fisiologis tubuh seperti kerusakan syaraf
2. Mempunyai efek racun yang berisiko merusak organ tubuh dan berpotensi memicu organ
kanker serta mengakibatkan gangguan fungsi hati.
Bahaya Rhodamin B bagi Kesehatan Menurut WHO, rhodamin B berbahaya bagi
kesehatan manusia karena sifat kimia dan kandungan logam beratnya. Rhodamin B
mengandung senyawa klorin (Cl). Senyawa klorin merupakan senyawa halogen yang
berbahaya dan reaktif. Jika tertelan, maka senyawa ini akan berusaha mencapai kestabilan
dalam tubuh dengan cara mengikat senyawa lain dalam tubuh, hal inilah yang bersifat racun
bagi tubuh. Selain itu, rhodamin B juga memiliki senyawa pengalkilasi (CH3-CH3) yang
bersifat radikal sehingga dapat berikatan dengan protein, lemak, dan DNA dalam tubuh.
Penggunaan zat pewarna ini dilarang di Eropa mulai 1984 karena rhodamin B termasuk
bahan karsinogen (penyebab kanker) yang kuat. Uji toksisitas rhodamin B yang dilakukan
terhadap mencit dan tikus telah membuktikan adanya efek karsinogenik tersebut. Konsumsi
rhodamin B dalam jangka panjang dapat terakumulasi di dalam tubuh dan dapat
menyebabkan gejala pembesaran hati dan ginjal, gangguan fungsi hati, kerusakan hati,
gangguan fisiologis tubuh, atau bahkan bisa menyebabkan timbulnya kanker hati.
Pada umumnya, bahaya akibat pengonsumsian rhodamin B akan muncul jika zat warna ini
dikonsumsi dalam jangka panjang. Tetapi, perlu diketahui pula bahwa rhodamin B juga dapat
menimbulkan efek akut jika tertelan sebanyak 500 mg/kg BB, yang merupakan dosis
toksiknya. Efek toksik yang mungkin terjadi adalah iritasi saluran cerna. Jika hal tersebut
terjadi maka tindakan yang harus dilakukan antara lain segera berkumur, jangan menginduksi
muntah, serta periksa bibir dan mulut jika ada jaringan yang terkena zat beracun. Jika terjadi
muntah, letakan posisi kepala lebih rendah dari pinggul untuk mencegah terjadinya muntahan
masuk ke saluran pernapasan (aspirasi paru). Longgarkan baju, dasi, dan ikat pinggang untuk
melancarkan pernapasan. Jika diperlukan segera bawa pasien ke rumah sakit atau dokter
terdekat. Hindari penggunaan rhodamin B dalam pangan dan hindari mengonsumsi makanan
yang mengandung rhodamin B. Lebih lengkapnya, untuk mencegah efek jangka panjang dari
rhodamin B akibat tertelan secara tidak sengaja, maka lebih baik dilakukan tindakan
pencegahan dalam memilih pangan, dengan cara:
1. Lebih teliti dalam membeli produk pangan, misalnya dengan menghindari jajanan yang
berwarna terlalu mencolok, terutama jajanan yang dijual di pinggir jalan.
2. Mengenali kode registrasi produk, misalnya produk pangan sudah terdaftar di Badan
POM atau untuk pangan industri rumah tangga sudah terdaftar di Dinas Kesehatan
setempat.
3. Tidak membeli produk yang tidak mencantumkan informasi kandungannya pada labelnya.
Tujuan penambahan Rhodamin B pada jajanan kue adalah untuk menambah kualitas dari
kue tersebut dimana warnanya menjadi merah muda terang mencolok sehingga konsumen
menjadi tertarik untuk membeli kue tersebut. Selain itu banyak penjual jajanan yang masih
menggunakan Rhodamin B karena harganya relatif murah dan mudah didapat. Pewarna
secara umum mengandung residu logam berat karena pada proses pembuatan zat warna
sintetis biasanya melalui perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang seringkali
terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun. Di Indonesia, peraturan
mengenai penggunaan zat pewarna yang diizinkan dan dilarang untuk pangan diatur melalui
SK Menteri Kesehatan RI No. 722/MenKes/Per/IX/88 mengenai bahan tambahan pangan.
Akan tetapi, seringkali terjadi penyalahgunaan pemakaian zat pewarna untuk sembarang
bahan pangan, misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kertas dipakai untuk mewarnai bahan
pangan. Hal ini jelas sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu logam berat pada
zat pewarna tersebut.
Timbulnya penyalahgunaan tersebut antara lain disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat
mengenai zat pewarna untuk pangan, dan di samping itu, harga zat pewarna untuk industri
jauh lebih murah dibandingkan dengan harga zat pewarna untuk pangan. Lagipula warna dari
zat pewarna tekstil atau kertas biasanya lebih menarik (Yuliarti, 2007).
Penggunaan rhodamin B dalam makanan dapat mengakibatkan dampak yang
membahayakan. Jika dikonsumsi dalam jangka waktu panjang, rhodamin B akan dapat
mengakibatkan gangguan fungsi hati maupun kanker. Namun, dalam waktu singkat rhodamin
B juga dapat meng-akibatkan gejala akut keracunan bila terpapar Rhodamin B dalam jumlah
besar (Yamlean, 2011). Oleh karena itu, untuk mengontrol keberadaan rhodamin B di dalam
makanan maka perlu dibuat sensor pendeteksi Rhodamin B.
Berbagai penelitian dan uji telah membuktikan bahwa dari penggunaan zat pewarna ini
pada makanan dapat menyebabkan kerusakan pada organ hati. Pada uji terhadap mencit,
diperoleh hasil yaitu terjadi perubahan sel hati dari normal menjadi nekrosis dan jaringan
disekitarnya mengalami disintegrasi atau disorganisasi. Kerusakan pada jaringan hati ditandai
dengan terjadinya piknotik dan hiperkromatik dari nukleus, degenerasi lemak dan sitolisis
dari sitoplasma, batas antar sel tidak jelas, susunan sel tidak teratur dan sinusoid tidak utuh.
Semakin tinggi dosis yang diberikan, maka semakin berat sekali tingkat kerusakan jaringan
hati mencit (Anonima, 2006).
Untuk mengatasi penyakit kanker yang disebabkan oleh rhodamin B dapat dengan
menggunakan obat alami yaitu daun sirsak yang mampu menyerang dan menghancurkan sel-
sel kanker. dan xanthone pada kulit buah manggis yang bermanfaat sebagai antioksidan
adalah alpha mangostin dan gamma mangostin. Kedua antioksidan ini berperan sebagai
imunitas, antibiotik (ampisilin dan minosin), antikanker, Kandungan antioksidannya yang
tinggi membuat manggis dikatakan sebagai antikanker. Pasalnya, dapat mendorong sel
kanker untuk melakukan apoptosis atau pemusnahan sel kankernya. Selain itu, sifat kulit
buah manggis adalah antiproliferasi yaitu menghambat pertumbuhan sel kanker.
2.5 Penyalahgunaan Rhodamin B
Penyalahgunaan rhodamin B sebagai zat pewarna pada makanan masih sering terjadi
dilapangan dan diberitakan dimedia masa.Sebagai contoh, rhodamin B ditemukan dalam
produk krupuk, jelli/agar-agar, aromanis dan minuman (Trestiati dalam Budianto, 2008),
produk cabe giling, saos serta dalam terasi (Budianto, 2008). Masih banyak lagi produk
makanan yang menggunakan zat pewarna rhodamin B yaitu dilihat dari hasil penelitian yang
dilakukan oleh Eddy Mudjajanto dari Institut Pertanian Bogor (IPB), menemukan banyak
penggunaan zat pewarna rhodamin B pada produk makanan industri rumah tangga seperti
kerupuk, makanan ringan, terasi, arumanis, gipang, sirup, biscuit, sosis, makaroni goreng,
minuman ringan, cendol, manisan, dan ikan asap (Mudjajanto dalam Wirasto, 2008).
Beberapa produsen makanan dan minuman masih menggunakan zat warna sintesis rhodamin
B yang dilarang tersebut untuk produknya dengan alasan zat warna tersebut memiliki warna
yang cerah, praktis digunakan, harganya relatif murah, serta tersedia dalam kemasan kecil di
pasaran sehingga memungkinkan masyarakat umum untuk membelinya (Djalil dkk dalam
Wirasto, 2008 dan Budianto, 2008).
Hasil dari beberapa penelitian telah membuktikan bahwa zat pewarna rhodamin B
berbahaya bila digunakan pada makanan, sesuai hasil penelitian yang menemukan bahwa
pada uji terhadap mencit dengan konsentrasi 150 ppm, rhodamin Bmenyebabkan terjadinya
perubahan sel hati dari normal menjadi nekrosis dan jaringandisekitarnya mengalami
desintegrasi (Pipih & Juli dalam Djarismawati dkk, 2004), dan rhodamin B memiliki LD50
sebesar 89,5 mg/kg jika di injeksi pada tikus secara intravena (Merck Index dalam Utami dan
Suhendi, 2009 dan Wirasto, 2008).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Eddy Setyo Mudjajanto di IPB yang telah
membuktikan bahwa zat pewarna rhodamin B banyak digunakan oleh produsen pada ikan
asap (Mudjajanto dalam Wirasto, 2008).
2.6 Metode Analisis Penentuan Rhodamin B pada Makanan
Ada beberapa metode analisis yang sering digunakan untuk penentuan rhodamin B, yaitu
dengan teknik analisa kualitatif dan kuantitatif. Untuk analisa kualitatif dilakukan dengan
beberapa cara, yaitu cara reaksi kimia, cara kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis
(KLT). Sedangkan untuk analisis kuantitatif rodamin B dilakukan secara spektrofotometer
sinar tampak. Kelemahan dari cara ini adalah diperlukan fasilitas yang cukup canggih serta
dituntut tersedianya berbagai pelarut organik, yang biasanya cukup mahal harganya. Di
samping itu teknik tersebut juga memerlukan tenaga terampil yang professional (Kurniati,
2011). Oleh karena itu, perlu diciptakan alat analisis yang murah, cepat dan sederhana, dan
memenuhi akurasi serta presisi tinggi. Hal ini dapat dipenuhi oleh metode potensiometri
menggunakan elektroda selektif ion (ESI) sebagai sensor ion untuk mendeteksi rhodamin B.
ESI adalah suatu sensor elektrokimia yang peka terhadap aktivitas ion larutan yang diukur,
yang ditandai dengan perubahan potensial secara reversibel (Bailey, 1976). Metode ESI
memiliki kelebihan yaitu cepat, teknik pengerjaannya mudah, instrumen yang sederhana,
memiliki selektifitas yang memungkinkan digunakan untuk pengukuran, dan biayanya murah
(Atikah, 2011).
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Bahan pewarna yang sering digunakan dalam makanan olahan terdiri dari pewarna
sintetis (buatan) dan pewarna natural (alami). Pewarna sintetis terbuat dari bahan-bahan
kimia, seperti tartrazin untuk warna kuning atau allura red untuk warna merah.
Rhodamin B adalah pewarna sintetis yang berasal dari metanlinilat dan dipanel alanin
yang berbentuk serbuk kristal berwarna kehijauan, berwarna merah keunguan dalam bentuk
terlarut pada konsentrasi tinggi dan berwarna merah terang pada konsentrasi rendah.
Tanda-tanda Makanan yang Mengandung Rhodamine B adalah sebagai berikut:
· Berwarna merah menyala, bila produk pangan dalam bentuk larutan / minuman merah
berpendar atau berfotoluminesensi.
· Warna tidak pudar akibat pemanasan (akibat digoreng atau direbus).
· Banyak memberikan titik-titik warna karena tidak homogen (misalnya pada kerupuk, es
puter).
3.2 Saran
Hindari mengkonsumsi makanan yang mengandung zat pewarna Rhodamin-B, karena
dapat menyebabkan kanker, gangguan fungsi hati, kulit, mata, dan saluran pencernaan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus. 2006. Rhodamine B ditemukan pada makanan dan minuman di Makassar.
Republika Kamis 5 Januari 2006.
Anonimus. 2008. Kelebihan zat pewarna sintesis dibandingkan dengan pewarna alami .
Republika Kamis 26 Januari 2008.
Atikah, Kuniarsih, D., Sulistyarti, Potentiometric PVC Membrane Sensor for Thiocyanate
Based on a Chitosan as a Carrier in a Coated-Wire Membrane Electrode. The
Journal of Pure and Applied Chemistry Research. 2011: 33-40
Bailey, P.L. 1976. Analysis with Ion Selective Electrode. England: Heyden and Son Ltd
Cahyadi.2006. Pewarna sintesis atau pewarna buatan.
Kurniati, Tuti, 2011. Sensor Zat Warna Rhodamin B Bermembran Polimer Campuran PVC
(Polyvinylchloride) – Plasticizer (DOP) dengan Kitosan Sebagai Carrier. [Skripsi].
Universitas Brawijawa, Malang
Lee TA, Sci BH, Counsel. 2005. The food from hell: food colouring. The Internet Journal of
Toxicology. Vol 2 no 2. China: Queers Network Research.
Moehji. 1992. Pengertian makanan. Jakarta.
Seto.2001. ketidaktahuan masyarakat mengenai zat pewarna untuk pangan.
Subandi. 1999. Penelitian kadar arsen dan timbal dalam pewarna rhodamine B dan auramine
secara spektrofotometri: Suatu penelitian pendahuluan.
Syah et al. 2005. Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Bogor: Himpunan Alumni
Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
Winarno FG. 1995. Zat pewarna. Bogor: Himpunan Alumni Fakultas Teknologi Pertanian
IPB.
Winarno FG. 2004. Keamanan Pangan. Bogor: Himpunan Alumni Fakultas Teknologi
Pertanian IPB.
Yuliarti, N. 2007. Awas Bahaya di Balik Lezatnya Makanan. Andi Offset. Yogyakarta.