Transcript
Page 1: Majalah Info BPJS Kesehatan, Edisi 14, Tahun 2014

Edisi XIV Tahun 2014

INFOBPJSKesehatan Media Internal Resmi BPJS Kesehatan

RS SwastaMakin Mantap Layani BPJS

Page 2: Majalah Info BPJS Kesehatan, Edisi 14, Tahun 2014

CEO Message

Pengarah

Fachmi IdrisPenanggung Jawab

Purnawarman Basundoro Pimpinan Umum

IkhsanPimpinan Redaksi

Irfan HumaidiSekretaris

Rini RachmitasariSekretariat

Ni Kadek M. DeviEko Yulianto

Paramitha SucianiRedaktur

Diah IsmawardaniElsa Novelia

Chandra NurcahyoYuliasman

Juliana RamdhaniBudi Setiawan

Dwi SuriniTati Haryati Denawati

Distribusi dan Percetakan

BasukiAnton Tri Wibowo

Buletin diterbitkan oleh:

BPJS KesehatanJln. Letjen Suprapto PO BOX

1391/JKT Jakarta PusatTlp. (021) 4246063, Fax.

(021) 4212940

Redaksi

Redaksi menerima tulisan artikel/opini berkaitan dengan tema seputar Askes

maupun tema-tema kesehatan lainnya yang relevan dengan pembaca yang ada

di Indonesia. Panjang tulisan maksimal 7.000 karakter (termasuk spasi),

dikirimkan via email ke alamat: [email protected] dilengkapi

identitas lengkap dan foto penulis

DAFTAR ISI

BINCANG5

SURAT PEMBACAemail : [email protected] Fax : (021)

4212940

3

6

7

8

9

10

INFO BPJSKesehatan

EDISI XIV TAHUN 2014

Pembaca setia Info BPJS Kesehatan, Sebagai badan pengelolan keuangan, BPJS Kesehatan diharapkan dapat menerapkan standar tata kelola perusahaan yang baik (good governance/GG) yang tinggi agar mampu menjaga diri dari krisis. Risiko krisis keuangan baik yang terjadi pada tataran nasional ataupun global merupakan bagian dari dinamika. Oleh karena itu, diperlukan standar yang tinggi dalam penerapan GCG terutama di institusi keuangan yang mengelola dana dari masyarakat.

Merujuk pada ambruknya ekonomi Amerika Serikat akibat krisis pada sektor keuangan, Kalla mengingatkan agar prinsip-prinsip GCG di industri keuangan benar-benar diterapkan. Jika sampai ambruk maka pengaruh buruknya bisa ditanggung oleh seluruh masyarakat Indonesia, bahkan hingga 30 tahun.

institusi yang mengelola keuangan merupakan salah satu institusi yang sangat rentan terpengaruh oleh gejolak ekonomi global. Oleh karenanya, pengelolaan sektor ini harus dilakukan dengan sungguh-sungguh oleh orang-orang yang memiliki kemampuan dan integritas. Secara khusus Info BPJS akan mendalami hal ini di rubrik FOKUS.

Memasuki edisi ke-13 Info BPJS Kesehatan, redaksi mengucapkan terimakasih atas apresiasinya terhadap kehadiran kembali media yang kita cintai ini. Sehingga kami benar-benar bahagia dan tetap bersemangat menerbitkan Info BPJS Kesehatan secara konsisten. Dengan masukan dan saran yang secara simultan kami terima untuk pembenahan media ini kami berupaya memberikan yang terbaik dalam upaya memberikan informasi seputar BPJS Kesehatan kepada seluruh pembaca.

Salam, Redaksi

Good Governance PentingBagi BPJS Kesehatan

Pembayaran AutodebetYth. Redaksi

Apakah pembayaran peserta bisa dapat melakukan pembayaran dengan autodebet ?

Bagaimana caranya ?

Syarifah, banyuwangi

Jawab : Bisa, peserta dapat melakukan pembayaran dengan sistem autodebet. Adapun cara pendebetannya adalah :

a. Peserta harus memiliki rekening salah satu bank mitra BPJS kesehatan.b. Peserta mendaftarkan diri pada petugas cabang bank mitra untuk dilakukan autodebet.c. Peserta telah menyelesaikan seluruh kewajiban sebelumnya yang tertunggak (jika ada)d. Peserta menjaga saldo agar dapat didebet untuk pembayaran iuran BPJS Kesehatan.

Salam, Redaksi

Pembangunan Manusia

Sejak tahun 2003 negara-negara Asia Tenggara yang tergabung dalam Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), sudah merintis lahirnya suatu kawasan ekonomi baru yang akan menjadi salah satu barometer

ekonomi dunia yang dinamakan dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Dengan kekuatan pasar 680 juta modal manusia, 10 negara ASEAN ingin meningkatkan daya saing ekonomi ASEAN khususnya dari Tiongkok dan India dalam hal aarus bebas barang, arus bebas jasa, arus bebas investasi, arus bebas modal dan arus bebas tenaga kerja terampil. Pemberlakuan MEA pada 31 Desember 2015 tentu membawa kekhawatiran sendiri bagi ekonom, pekerja dan pelaku pasar dalam negeri. Dengan penduduk 242,3 juta atau 40% dari total populasi kawasan ASEAN, jangan sampai Indonesia hanya menjadi target pasar bagi negara-negara ASEAN lain. Kekhawatiran ini sangat beralasan mengingat berdasarkan data International Finance Corporation beberapa indikator seperti infrastruktur, pendidikan dasar, kesehatan, sistem keuangan dan peringkat melakukan bisnis di Indonesia nyatanya masih berada di bawah negara-negara ASEAN. Dalam hal efisiensi pasar tenaga kerja, Indonesia tercatat juga masih berada di peringkat 103.

Kemudian berdasarkan data UNDP tahun 2014 sekali lagi terungkap bahwa nilai Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia masih berada di angka 0,629. Angka ini jauh di bawah negara-negara ASEAN seperti Singapura (0.895), Brunei Darussalam (0,855), Malaysia (0,769), Thailand (0.690) dan Filipina (0.654). Indeks Pembangunan Manusia (IPM) / Human Development Index (HDI) adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia. IPM digunakan untuk mengklasifikasi kapankah sebuah negara adalah negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang.

Dengan fakta-fakta ini, tentu dibutuhkan suatu keyakinan yang dibarengi dengan kerja keras dari semua pihak untuk mengubah kekhawatiran tadi menjadi satu peluang besar. Meskipun nyatanya dengan kondisi seperti saat ini pun, sesuai data Bank Dunia 2014, Indonesia berhasil memasuki 10 besar ekonomi dunia berdasarkan PPP (Purchasing Power Parity). Dengan market share sebesar 2,3%, Indonesia sukses menempatkan diri setelah Amerika (17.1%), RRC (14.9%), India (6.4%), Jepang (4.8%), German (4.8%), Federasi Rusia (3.5%), Brazil (3.1%), Perancis (2.6%) dan Inggris (2.6%). Namun besarnya ekonomi ini tentu akan menjadi kekuatan yang luar biasa jika dibarengi dengan kualitas manusia yang handal, yaitu manusia Indonesia yang aktif menjadi subyek penentu atas perilaku pasar ekonomi dunia.

Selama ini pemain besar ekonomi dunia di Asia adalah negara Jepang. Negara Jepang adalah negara yang tidak begitu luas dibandingkan dengan Indonesia.Luas Negara Jepang kurang dari 20% dari luas negara Indonesia. Karena eksistensi Jepang dengan keberhasilan manufaturer-nya, sorotan dunia pun tertuju ke Asia Timuryaitu negara yang telah tumbuh menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru. Apakah kuncinya ? ternyata Jepang sebagai negara pembuat barang, menambahkan nilai (value added) ke dalam barang-barang yang diciptakannya berdasarkan filosofi industry Jepang yaitu Monozukuri.

Konsep monozukuri secara harfiah berarti “membuat barang”, yaitu suatu usaha untuk menciptakan barang melalui pembangunan manusia (hitozukuri). Menurut Rachmat Gobel, monozukuri merupakan konsep sustainability, artinya monozukuri menjadi arah pandang manusia dalam bekerja, yang tujuannya bukan hanya untuk hasil produk saja tetapi juga memiliki atau menekankan proses pembuatan dengan ketelitian, ketangguhan, kesungguhan yang terus menerus serta layanan (service) yang dapat dinikmati oleh masyarakat luas. Inilah yang membentuk suatu kultur korporasi yang baik karena dengan monozukuri maka dibangunlah standar atau acuan yang tinggi bagi pekerja sehingga dapat memberikan hasil terbaik yang dapat diwariskan kepada keturunan atau generasi selanjutnya.

Melakukan Monozukuri tidak dapat dipisahkan dengan hitozukuri ( “hito” berarti manusia, dan “zukuri” berarti proses). Melalui Monozukuri, maka berarti industry juga membangun sumber daya manusianya, membangun kultur hidup dan bukan hanya sekedar mempekerjakan manusia semata. Hitozukuri adalah membentuk manusia dalam arti secara terus menerus mengembangkan ketrampilan teknis dan kemampuan untuk memecahkan masalah dengan orang lain dalam suasana saling percaya. Tidak heran bahwa banyak perusahaan Jepang menjadikan karyawannya sebagai salah satu komponen pemilik saham, dimana dengan cara ini selain mengikat secara materiil juga terlebih secara emosional, yaitu rasa memiliki dan keinginan untuk terus memajukan perusahaan dengan karya terbaiknya.

Kita tentu bisa meniru budaya baik negara Jepang ini ke dalam kehidupan berbangsa kita sendiri. Pembangunan manusia yang kita kerjakan sudah seharusnya tidak sekedar membangun fisik atau pun kepandaian semata, namun lebih dari itu membangun nilai dan sikap mental. Sebagaimana Einstein katakan seharusnya setiap manusia tidak hanya bercita-cita untuk sukses, melainkan berupaya untuk menjadi manusia yang bernilai. Inilah makna pembangunan manusia yang sesungguhnya, yaitu ketika setiap pribadi mmberikan sumbangsih terbaik, kemudian terus memperbaiki diri dengan upaya terbaik sehingga sampai pada suatu titik nanti manusia bukan hanya sekedar homo melainkan benar-benar menjadi human yang memiliki prinsip, nilai dan kemanusiaan yang terus melekat pada dirinya.

Direktur UtamaFachmi Idris

Fokus - RS Swasta Makin Mantap Layani BPJS

Fokus - Bukan Hanya Mengedepankan Kualitas Pelayanan Puskesmas Kotabumi Bertekad Tingkatkan Kompetensi

Benefit - Ikuti Prosedurnya, Dapatkan Manfaat JKN

Pelanggan - Sistem Rujukan Berjenjang Memberi Kenyamanan

Testimoni - Menyisihkan Rp25.500 Setiap Bulan, Raih Manfaat Jutaan Rupiah

Sehat - Kelelahan dan Perubahan Pola Makan Sebabkan Diabetes Penyakit Kadar Gula Darah Bisa Timbulkan Kebutaan

4

Kilas & Peristiwa - Gandeng Dewan Masjid Indonesia Sebagai Mitra Sosialisasi, BPJS Kesehatan Gelar Pelatihan

Bincang - Menkes, Nafsiah Mboi ,Puskesmas dan RS Harus Terus Tingkatkan Pelayanan

Page 3: Majalah Info BPJS Kesehatan, Edisi 14, Tahun 2014

Info BPJS Kesehatan edisi 14 Tahun 2014

F kus

3

Siapa bilang, rumah sakit atau klinik yang bergabung atau kerjasama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

(BPJS) Kesehatan, merugi. Sebaliknya, pihak rumah sakit atau klinik justru sangat diuntungkan.Sebab, sistem pembayarannya menggunakan sistem kapitasi dan INA CBGs.

Artinya, jika sebuah klinik sudah ditentukan jumlah kuota pelayanan peserta BPJS Kesehatan, maka, akan sangat untung jika klinik itu mampu memberikan langkah-langkah agar anggotanya tidak sakit. Ya, klinik itu, tetap diberikan dana sesuai jumlah kuatanya, walaupun hanya sedikit yang sakit.

Begitu pun rumah sakit yang hingga sekarang tetap mengggunakan pembayaran sesuai dengan tarif INA CGs.Melihat keuntungan ganda, banyak rumah sakit antre untuk bergabung dengan BPJS Kesehatan. Bagi yang sudah bergabung, diharapkan, rumah sakit swasta memegang komitmen untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat tanpa menarik biaya apapun, kecuali jika ada peserta naik kelas perawatan sehingga peserta itu harus membayar selisihnya.

Sejauh ini, memang belum seluruh rumah sakit swasta, yang belum bergabung, karena masih ada beberapa rumah sakit swasta yang belum memahami cara kerja BPJS Kesehatan karena selama ini rumah sakit swasta menerapkan pembayaran terpisah. Sebagai gambaran,

ketika pasien di laboratorium mereka harus membayar dan ketika diperiksa oleh dokter maka mereka harus mengeluarkan biaya lagi.

Bagi rumah sakit yang sudah bergabung, akan terus memberikan pelayanan prima bagi peserta BPJS Kesehatan. Misalnya, RS Siloam di Karawaci atau pun RS Siloam, di Kupang. Siloam Hospital terus menghadirkan fasilitas kesehatan dengan pelayanan berstandar internasional ke seluruh daerah. Untuk memberikan pelayanan kesehatan paripurna bagi seluruh masyarakat di provinsi timur Indonesia itu. Rumah Sakit Umum Siloam Hospital (RSUSH) Kupang adalah rumah sakit ke-19 yang telah dibangun Lippo Group.

RS Swasta Makin Mantap Layani BPJS

RS Siloam Kupang lebih fokus melayani pasien peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Sebagian besar atau sekitar 70 persen fasilitas layanannya diperuntukkan bagi pasien peserta JKN.

“Kami sudah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan Cabang Kupang untuk melayani pasien JKN, termasuk penerima bantuan iuran. Sekarang pun kalau ada pasien JKN yang memerlukan layanan, kami siap,” kata Corporate Secretary, Insurance, Legal and Safety Siloam Hospital, S Budisuharto di Jakarta.

Sampai saat ini sebanyak 6 dari 19 Siloam Hospital fokus memberikan pelayanan kepada peserta JKN. Layanan itu meliputi rujukan rawat inap di tingkat dasar dan rawat inap tingkat lanjutan. Tahun depan, Siloam Hospital memantapkan komitmen untuk secara keseluruhan menerima peserta JKN. Budisuharto mengatakan untuk mengantisipasi lonjakan pasian JKN di Siloam Hospital Kupang, yang diperkirakan bisa terjadi, beberapa tenaga dari rumah sakit telah dilatih oleh BPJS Kesehatan untuk mengoperasionalkan sistem yang ada.

Keberadaan Siloam Hospital Kupang sendiri, menurut Budisuharto, akan membantu pemenuhan kebutuhan tempat tidur rumah sakit di NTT. RS ini, memiliki 5,2 juta jiwa penduduk dengan jumlah tempat tidur kurang dari 3.000,maka masih terdapat kekurangan bila berdasarkan rasio 1.000 penduduk membutuhkan 1 tempat tidur. Dari seluruh pasien di 34 RS, termasuk Siloam Hospital, yang ada di NTT, 2,7 juta jiwa di antaranya adalah pengguna JKN. Siloam Hospital Kupang memiliki kapasitas 600 tempat tidur, namun untuk tahap awal mulai dioperasionalkan 100.

Menurut Grace Frelita selaku Managing Director PT Siloam Internasional mengatakan Siloam Hospital Kupang termasukyang terbaik dari Silaom Hospital yang sudah dibangun. Siloam Kupang memiliki gedung besar dan kenyamanan dengan teknologi kesehatan canggih.

Page 4: Majalah Info BPJS Kesehatan, Edisi 14, Tahun 2014

Info BPJS Kesehatan edisi 14 Tahun 2014

fokus

4 Info BPJS Kesehatan edisi 9 Tahun 2014

Sejak dioperasionalkan jaminan kesehatan nasional (JKN) pelayanan kesehatan tidak lagi terpusat di rumah sakit atau fasilitas kesehatan (faskes) tingkat

lanjutan, namun pelayanan kesehatan harus dilakukan secara berjenjang sesuai dengan kebutuhan medisnya. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan, dengan menganut prinsip managed care, yakni, Promotif, Preventif, Kuratif dan Rehabilitatif.

Prinsip inilah yang diberlakukan pelayanan kesehatan dan difokuskan di Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)/Faskes Primer seperti di Puskesmas, klinik atau dokter prakter perseorangan yang akan menjadi gerbang utama peserta BPJS Kesehatan dalam mengakses pelayanan kesehatan.

Efek dari implementasi Jaminan Kesehatan nasional ke depan, akan mengakibatkan naiknya permintaan (demand) masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan karena kepastian jaminan sudah didapatkan. Jika FKTP/faskes primer tidak diperkuat, masyarakat akan mengakses faskes tingkat lanjutan sehingga akan terjadi kembali fenomena rumah sakit sebagai puskesmas raksasa.Untuk itu, dalam memberikan penguatan fasilitas kesehatan primer ini, diharapkan tenaga-tenaga medis yang berada di jenjang FKTP/Faskes Primer ini, harus memiliki kemampuan dan harus menguasai hal-hal terbaru mengenai prediksi, tanda, gejala, penegakan diagnosis dan penatalaksanaan komprehensif mengenai berbagai penyakit.

"Kita harus punya jejaring dengan rumah sakit umum untuk memiliki salah satu atau beberapa tenaga kesehatan. Agar Tidak datang ke kita aja," kata Dirut RS jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, Dr Hananto. Sebagai rumah sakit tersier yang menangangi khusus penderita jantung, memang sengaja memberkan pelatihan kepada dokter lain di rumah sakit lain. Selain pelatihan juga dipasang peralatan yang bisa juga dibaca di RSJPD Harapan Kita.

Kita tahu khan, FKTP/Faskes Primer memiliki fungsi sebagai kontak pertama dari peserta BPJS Kesehatan, dan peserta akan secara kontinyu mengakses pelayanan kesehatan. FKTP/Faskes Primer juga akan memiliki peran terhadap koordinasi dan komprehensivitas pelayanan kesehatan bagi peserta. Sehingga bisa dikatakan FKTP/Faskes Primer akan berdampak besar bagi peningkatan

status kesehatan masyarakat, khususnya bagi peserta BPJS Kesehatan,” ujarnya.

Sejumlah rumah sakit yang menjadi jejaraing RSJPD Harapan Kita, atau sebanyak sekitar 40 rumah sakit, setiap tahun selalu meningkatkan komitmen kuat untuk selalu meningkatkan pelayanan kesehatan bagi peserta.Ditanya tentang pelaksanaan Jambore Nasional Pelayanan Primer, pihaknya menyetujuinya. Karena itu salah satu trik BPJS dalam memberikan penghargaan kepada faskes yang rajin. Pada kegiatan itu dipilih 3 (tiga) FKTP terbaik untuk

setiap jenis kategori Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (Puskesmas, Klinik Pratama, Dokter Praktik Perorangan, Klinik TNI dan Klinik Polri) dan seluruh FKTP yang bermitra dengan BPJS Kesehatan di Indonesia dan untuk selanjutnya FKTP terbaik pertama tingkat divisi regional melanjutkan penilaian ke tingkat nasional.

FKTP terbaik yang telah terpilih dari setiap divisi regional berkumpul untuk melakukan kegiatan antara lain sharing session program unggulan serta inovasi pelayanan oleh masing-masing faskes terbaik, menyusun Rencana Aksi Pelayanan Primer (RAPP). "Bagus dan yang lain merasa termotivasi," jelasnya.

Tenaga di Puskesmas, juga harus diberikan pelatihan agar dalam melayani peserta BPJS dilakukan secara baik. Tenaga medis yang berada di Puskesmas diharuskan memiliki kemampuan dan harus menguasai hal-hal terbaru mengenai prediksi, tanda, gejala, penegakan diagnosis, dan penatalaksanaan komprehensif mengenai berbagai penyakit. Lebih jauh dan yang terpenting adalah kemampuan dalam hal pencegahan penyakit.

Penguatan Faskes Primer melalui fungsi promotif dan preventif ini telah dicontohkan oleh Puskesmas Kotabumi II, Lampung Utara, Puskesmas ini juga memperoleh penghargaan “BPJS Kesehatan Primary Care Award” kategori Puskesmas.

Kepala Puskesmas Kotabumi II, dr Yoane Lisa, saat dihubungi, mengatakan, dalam memberikan pelayanan kepada peserta BPJS Kesehatan, Puskesmas Kotabumi II telah memiliki Klinik Poli PAL yang dapat menangani empat penyakit serius, seperti Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), Pneumonia, suspect TB Paru, dan Asma Bronchiale.

“Klinik Poli PAL kami sudah dilengkapi dengan peralatan dan tenaga kesehatan terlatih, sehingga pasien yang datang tidak perlu lagi dirujuk ke rumah sakit karena bisa kami tangani langsung,” ujar dr Yoane Lisa. Penyakit lainnya yang bisa ditangani langsung adalah Infeksi Menular Seksual (IMS) serta masalah gangguan kejiwaan. Bahkan Puskesmas ini juga menerima pasien rujuk balik dari rumah sajit jiwa atau psikiater. “Di Puskesmas ini ada empat dokter umum dan satu dokter gigi yang dilengkapi laboratorium dengan peralatan lengkap. Ada juga klinik wajib lapor, yaitu klinik untuk pengobatan para pecandu narkoba. Artinya mereka bisa ditangani di Puskesmas ini dengan sistem rawat jalan,” jelasnya.

Puskesmas Kotabumi II juga memiliki Poli Lansia yang khusus menangani pasien berusia lanjut. “Golongan lansia itu pelayanannya harus cepat, makanya kita buatkan poli khusus. Selain memberikan pelayanan kesehatan, di poli ini juga ada kegiatan senam lansia dan posyandu lansia,” tambahnya lagi.

Bersama BPJS Kesehatan, Puskesmas yang melayani sebanyak 26.309 peserta BPJS Kesehatan ini juga telah mengembangkan Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) untuk pasien Diabetes Melitus (PPDM) dan Hipertensi (PPHT). Kegiatan yang dikembangkan seperti senam diabetes, senam jantung sehat, edukasi, pemeriksaan laboratorium, serta program "SMS Center".Melalui program "SMS Center" ini, lanjutnya, para anggota klub PPDM maupun PPHT bisa berkonsultasi kapan pun tentang penyakitnya. “Kita juga bisa memberitahu kapan waktunya kontrol, kapan periksa laboratorium, dan hal-hal lain,” imbuhnya.

Mengenai penghargaan dari BPJS Kesehatan yang baru saja diterimanya, dr Yoane berharap agar penghargaan tersebut bisa memotivasi Puskesmas Kotabumi II untuk terus meningkatkan kompetensi dan mengedepankan kualitas pelayanan. “Penghargaan ini juga diharapkan bisa menjadi inspirasi puskesmas lainnya dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan,” kata dr Yoane.

Bukan Hanya Mengedepankan Kualitas PelayananPuskesmas Kotabumi Bertekad Tingkatkan Kompetensi

Page 5: Majalah Info BPJS Kesehatan, Edisi 14, Tahun 2014

Info BPJS Kesehatan edisi 14 Tahun 2014 5

BINCANG

Cita-cita pemerintah agar semua masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan yang merata dan tidak diskriminatif, sudah diatur dalam

undang-undang sejak tahun 2004, kemudian mulai dioperasionalkan awal tahun 2014.

Salah satu tantangan yang dihadapi dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di fasilitas kesehatan tingkat pertama adalah pengaturan pengelolaan dana di fasilitas kesehatan. khususnya pada fasilitas kesehatan milik pemerintah daerah.

Guna merinci permasalahan itu, Info BPJS mewawancarai mantan Menkes, dr Nafsiah Mboi, Sp.A,MPH.berikut petikannya:

Selama menjadi menteri, adakah persoalan yang disampaikan perwakilan daerah terkait dengan pelayanan primer ?

Banyak sekali. Salah satunya, pembahasan yang mengemuka adalah persoalan pemanfaatan dana kapitasi. Kalau, peserta selalu faskes bisa memberikan info yang baik jika peserta menanyakan berbagai hal kaitannya dengan JKN.

Sikap pemerintah saat itu, menerbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2014 tentang Pengelolaan Dan Pemanfaatan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama milik Pemerintah Daerah.

Intinya, bahwa dana pelayanan kesehatan yang dibayarkan BPJS Kesehatan kepada fasilitas kesehatan bertujuan untuk membiayai pelayanan kesehatan yang diberikan kepada peserta, terutama untuk biaya operasional dan jasa pelayanan kesehatan.

Peraturan Presiden ini mengamanatkan bahwa Puskesmas dapat menggunakan langsung Dana Kapitasi yang dibayarkan oleh BPJS Kesehatan, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Secara garis besar pengelolaan dana kapitasi di faskes tingkat pertama dimanfaatkan seluruhnya untuk jasa pelayanan kesehatan dan dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan.

Seperti apa rinciannya ?

Jasa pelayanan kesehatan ditetapkan sekurang-kurangnya 60 persen dari total penerimaan dana kapitasi JKN, meliputi jasa pelayanan kesehatan perorangan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan.

Sedangkan dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan meliputi biaya obat, alat kesehatan, bahan medis habis pakai, dan dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan lainnya. Jasa pelayanan merupakan salah satu bentuk penghargaan atau apresiasi kepada SDM di fasilitas kesehatan yang telah memberikan pelayanan kesehatan, baik secara langsung (tenaga kesehatan)

maupun secara tidak langsung (tenaga non kesehatan).

Sudah saatnya jasa pelayanan kesehatan diberikan dalam tatanan yang lebih baik agar mendorong pemberian pelayanan kesehatan semakin lebih baik.

Apakah mereka juga sudah memahami tarif INA-CBGs ?

Belum semua tapi secara umum, sudah diketahuinya.Ada juga tantangan yang disampaikan dalam rapat koordinasi, berupa fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut masih berkisar pada penerapan pola pembayaran Ina-CBGs yang terkadang belum dipahami secara utuh oleh seluruh jajaran direksi rumah sakit dan para dokter atau klinis.

Dalam implementasi pola pembayaran Ina-CBGs perlu disikapi oleh rumah sakit dengan cara pandang yang berbeda dengan pola pembayaran fee for services sebagaimana dulu rumah sakit mendapatkan pembayaran sebelum era JKN.

Tarif Ina-CBGs berupa tarif paket dan penerapannya bertujuan untuk mengendalikan pembiayaan kesehatan di rumah sakit. Rumah sakit, mau tidak mau perlu melakukan perubahan agar tidak mengalami defisit dalam memberikan pelayanan kesehatan dengan pola pembayaran INA-CBGs. Bagaimana dengan respon masyarakat desa soal BPJS Kesehatan?

Bagus. Karena di desa yang jauh perkotaan, masyarakat desa bisa belajar dari website. Karena di desa sekarang IT sudah cukup maju, sehingga pengetahuannya, tidak ketinggalan dengan orang kota.hanya persoalan akses saja membuat berbagai kegiatan terkesan lamban.

Tanpa ada BPJS, masyarakat sudah terbiasa berobat ke Puskesmas, jika sakit. Bagi, yang kaya bisa langsung ke rumah sakit. Cuma, sarana Puskesmas di sejumlah desa masih jauh dari harapan kita semua. Ini perlu adanya peningkatan.

Saat pertama turun ke desa, masyarakat desa ada yang mengetahui peserta askes dan peserta jamsostek, disatukan menjadi satu pengelolaan, yaitu Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Askes adalah BUMN, sedangkan BPJS non profit. Kita ikut bangga BPJS Kesehatan, tiap bulan menunjukkkan kinerja yang baik sehingga memperoleh rapor biru.

Faskes yang ada perlu lagi ditingkatkan, baik sarananya maupun pelyanan yang diberikannya agar dapat melayani

secara optimal. Tim medis perlu diberikan pemahaman yang pasti soal BPJS Kesehatan, agar mereka tidak salah ketika peserta bertanya tentang obat, rawat inap, atau lainnya.

Berarti ada yang menyamapikan usulan tentang rawat inap?

Ini, yang harus difahami banyak orang. Mereka selalu menyalahkan BPJS ketika rumah sakit menyampaikan kalau di rumah sakitnya tidak ada tempat kosong untuk rawat inap.Kalau penuh peserta BPJS Mandiri, bisa naik kelas, asalkan mau membayar biaya selisihnya.

Pelayan kesehatan di Puskesmas atau rumah sakit, harus bisa memberikan solusi jika pihaknya tidak bisa menangani penyakit peserta . Berikan saran secara damai, jangan hanya menjawab "ruang rawat inap penuh, mohon tunggu saja" berikan alternatif yang baik, agar peserta tidak kecewa. Ini, harus disosialisasikan dengan baik.Kita juga berharap agar Desember 2019, seluruh penduduk Indonesia telah mempunyai suatu jaminan kesehatan.

Puskesmas dan RS Harus Terus Tingkatkan Pelayanan

Menteri Kesehatan Periode 2009-2014dr Nafsiah Mboi, Sp.A,MPH.

Page 6: Majalah Info BPJS Kesehatan, Edisi 14, Tahun 2014

Info BPJS Kesehatan edisi 14 Tahun 2014

BENEFIT B

6

Sejumlah peserta BPJS Kesehatan mengaku sangat terbantu oleh program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Meskipun masih ada sebagian peserta yang

merasa “ribet” mengurus administrasi, namun secara umum peserta merasa hal itu menjadi persyaratan agar pelaksanaan program JKN justeru lancar.

Sri Murni misalnya, seorang peserta BPJS Kesehatan eks peserta Askes tidak merasa keberatan untuk periksa di Puskesmas dan ikut kegiatan Prolanis (program pengendalian penyakit kronis). Selain itu, pengambilan paket obat hipertensi yang biasanya diambil di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, sekarang diambil di Puskesmas dekat rumahnya di Kebon Jeruk, Jakarta Barat pun tidak menjadi masalah.

“Kalau memang prosedurnya seperti itu ya kita ikuti saja. Sekarang ambil obatnya malah dekat rumah, lebih mudah kan? Tidak ketemu macet. Oya, kalau kita perlu kontrol ke dokter spesialis juga mudah kok, pada kondisi tertentu pasti dirujuk untuk konsultasi atau pemeriksaan lebih lanjut,” kata Murni.

Begitu juga Ny Supriana, warga Labuhan Maringgai, Lampung Timur, meskipun harus awalnya harus bersabar, namun akhirnya dia merasa terbantu dengan kehadiran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Sebab, dia tidak perlu mengeluarkan biaya selama bayinya yang mengidap penyakit hydrocepallus (kepala membesar akibat cairan) dirawat di Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek (RSUAM).

Bayi laki-lakinya, Caca Handika, saat berusia 40 hari itu menjalani perawatan di RSUAM karena menderita penyakit hydrocepallus. Selama berobat, pasien pemegang kartu BPJS tersebut menempati ruang perawatan kelas III. Caca Handika terdaftar sebagai peserta mandiri yang membayar iuran premi sebesar Rp.25.000 perbulan.

Seorang warga asal Pulogadung, Jakarta Timur berinisial HA, mengaku puas terhadap pelayanan yang diperolehnya. Sebagai peserta kelas I BPJS Kesehatan dia tetap harus melalui pemeriksaan di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP), saat itu, dia periksa di Puskesmas Pulogadung. Menurut dokter di sana, HA memerlukan penanganan lebih lanjut, lalu dirujuk ke RSPAD Gatot Subroto, Jakarta Pusat, ternyata dia menderita tumor. Di rumah sakit itu, dia menjalani cek laboratorium, MRI, dan kemoterapi secara rutin. “Semuanya dijamin, jadi tidak perlu bayar apa-apa lagi, meskipun saya menggunakan alat-alat cangghi seperti MRI,” ujarnya. Manfaat yang sangat berarti dari program JKN juga dirasakan oleh keluarga Dewi, warga Jatimulya Bekasi.

Belum hilang dari ingatannya saat ayahnya dirawat di RSJPD Harapan Kita, bulan April lalu. HA Sardjoko, ayah Dewi dirujuk ke RSJPD Harapan Kita setelah mendapat pertolongan pertama di RS Krakatau Steel, karena saat itu ayah Dewi mengalami serangan jantung saat berada di Cilegon, Banten. “Ayah saya waktu itu belum menjadi peserta BPJS Kesehatan. Lalu, saat itu segera didaftarkan sebagai peserta BPJS Kesehatan, sehingga biaya yang harus dibayar selama dua hari saja, waktu itu biaya dua hari sebesar Rp7 juta-an. Seterusnya, 16 hari berikutnya sudah dijamin BPJS Kesehatan. Jadi, hanya 18 hari saja ayah saya dirawat di sana, karena harus menghadap Tuhan,” ujar Dewi lirih. Selama menjalani rawat inap, pelayanan yang diberikan oleh RSJPD Harapan Kita sangat memuaskan. Sebagai pasien kelas I dari peserta mandiri atau yang membayar iuran sebesar Rp59.500 perbulan, Sardjoko awalnya ditangani di IGD (instalasi gawat darurat) dan sempat menunggu ruang ICCU yang kosong. Berbeda pelayanan antara sebelum menjadi peserta dan setelah menjadi peserta BPJS Kesehatan. Saat statusnya sebagai peserta yang tidak dijamin asuransi, keluarga pasien diberi resep dan harus ditebus sendiri di instalasi farmasi rumah sakit. Kemudian obat tersebut diserahkan kepada petugas jaga ruangan. Namun, setelah menjadi peserta BPJS Kesehatan, keluarga tidak lagi repot menebus obat sendiri karena pihak rumah sakit sudah mengurusnya secara otomatis. Jika ada tindakan medis yang harus dilakukan, barulah pihak keluarga menandatangani lembar inform concern sebagai persetujuan keluarga atas tindakan medis tersebut. Setelah pasien mulai stabil, maka dipindah di ruang perawatan. Saat itu, pihak pasien diperbolehkan untuk

Ikuti Prosedurnya, Dapatkan Manfaat JKN

pindah naik ke kelas yang lebih tinggi. Karena Sardjoko saat itu kelas I maka boleh naik ke kelas VIP atau VVIP. Itu pun menunggu jika ada ruangan yang kosong. Untuk naik ke kelas perawatan yang lebih tinggi, pasien dikenakan biaya yang harus dibayar dari kantong sendiri, artinya tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Selama dirawat inap di RSJPD Harapan Kita, keluarga HA Sardjoko merasakan pelayanan yang cukup bagus dan petugas di sana selalu siap siaga. “Saya melihat pasien lain juga dilayani dengan baik, tidak melihat dia itu peserta kelas I atau penerima bantuan iuran, sama saja, semua petugas bergerak cepat, di dalam ICCU itu petugas bekerjasama dengan baik. Ayah saya meninggal karena memang sudah sepuh, sudah 85 tahun, dan dokter sudah memberitahu jika fungsi organ-organ tubuh ayah saya sudah sangat lemah,” kenang Dewi. Sejumlah pasien dan keluarga pasien dari peserta BPJS Kesehatan mengaku terbantu dan tidak merasa kesulitan saat harus memenuhi persyaratan administrasi. Di sejumlah rumah sakit masih tampak penumpukan pasien dan sejumlah pasien juga harus antre saat akan dioperasi. Sehingga masih diperlukan kerjasama dari rumah sakit swasta dan memperbanyak pelayanan di tingkat pertama serta penguatan fasilitas kesehatan tingkat pertama.

Page 7: Majalah Info BPJS Kesehatan, Edisi 14, Tahun 2014

Info BPJS Kesehatan edisi 14 Tahun 2014 7

PELANGGAN

Dalam penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan (JKN) diberlakukan prinsip kendali mutu dan kendail biaya dengan menerapkan konsep managehealth

care yaitu konsep yang mengintegrasikan sistem pelayanan dan pembayaran kesehatan, agar terhindar dari penyalahgunaan pelayanan, pelayanan berlebihan, dan pelayanan yang seharusnya tidak perlu dilakukan.

Jika tidak menerapkan prinsip kendali mutu dan kendali biaya, program JKN bisa menelan biaya sangat tinggi sehingga membebani anggaran negara. Penerapan prinsip ini, seringkali membuat peserta menjadi tidak nyaman karena harus mengikuti prosedur.

Misalnya, diberlakukan sistem rujukan berjenjang seringkali membuat peserta kurang nyaman karena tidak bisa langsung ke rumah sakit tetapi harus melalui fasilitas kesehatan tingkat pertama seperti Puskesmas, klinik, dan dokter keluarga yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Jika diperlukan tindakan medis lebih lanjut, peserta BPJS Kesehatan dirujuk ke rumah sakit.

Sistem rujukan berjenjang ini bertujuan supaya masyarakat bisa dan lebih mudah mengakses pelayanan kesehatan. Kini, di Puskesmas sudah bisa melakukan 155 diagnosa penyakit. Sehingga diharapkan fasilitas kesehatan tingkat pertama bisa menapis penyakit-penyakit ringan agar tidak pergi ke rumah sakit.

Sistem rujukan berjenjang ini mengatur pelimpahan tugas dan tanggungjawab pelayanan kesehatan secara timbal balik yaitu secara vertikal maupun horizontal. Secara vertikal pasien bisa dirujuk ke fasilitas tingkat lanjutan atau ke rumah sakit dan secara horizontal bisa dirujuk ke fasilitas kesehatan yang setara atau setingkat. Semua rujukan dilakukan sesuai dengan indikasi medis. Jika tidak ada penapisan penyakit dari pelayanan garda terdepan ini atau pasien dengan keparahan penyakit yang berbeda langsung berobat ke rumah sakit, maka rumah sakit akan menjadi “Puskesmas Raksasa” dan akhirnya pelayanan menjadi tidak maksimal karena pasien dengan penyakit parah bisa saja tidak terlayani dengan baik. Kini, peserta BPJS Kesehatan perlu memahmi sistem rujukan berjenjang sesuai dengan kebutuhan medis. Fasilitas kesehatan tingkat pertama atau fasilitas kesehatan primer telah memiliki tenaga medis yang memiliki kompetensi yang setara dengan dokter umum di rumah sakit, dan sebagian faskes primer juga terus berbenah diri untuk melayani peserta BPJS Kesehatan, baik melalui pengobatan, pencegahan, promosi kesehatan, maupun rehabilitatif.

Selanjutnya, jika penyakit masih belum dapat tertangani di fasilitas kesehatan sekunder, maka Anda dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tersier. Di tingkat ini, peserta BPJS Kesehatan akan mendapatkan penanganan dari dokter sub-spesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan sub-spesialistik.

Pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan primer dapat dirujuk langsung ke fasilitas kesehatan tersier, namun hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan rencana terapinya, merupakan pelayanan berulang, dan hanya tersedia di fasilitas kesehatan tersier.

Dirujuk ke Faskes yang lebih rendahPeserta BPJS Kesehatan juga bisa dirujuk dari fasilitas kesehatan yang lebih rendah jika permasalahan kesehatannya dapat ditangani oleh tingkatan fasilitaskesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya. Hal lain karena, kompetensi dan kewenangan fasilitas tingkat pertama atau tingkat kedua lebih baik dalam menangani peserta. Alasan lainnya, karena peserta membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh fasilitas kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan kemudahan, efisiensi, dan pelayanan jangka panjang, dan perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan peserta karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan, dan atau ketenagaan. Namun, saat ini masih banyak peserta BPJS Kesehatan yang merasa tidak nyaman karena di rumah sakit masih sering terjadi antrean panjang dalam pelayanan, bahkan untuk operasi masih terjadi “waiting list” alias antre.

Guru Besar Tetap Penyakit Dalam di Fakultas Univerisitas Indonesia, Prof dr Samsurizal Djauzi, SpPD, menganalogikan dengan sebuah restoran yang memiliki kapasitas melayani 300 pengunjung, tiba-tiba didatangi 1.200 pengunjung secara hampir bersamaan. Dengan kapasitas dapur yang sama dan karyawan yang jumlahnya sama, apa yang terjadi? Tempat duduk pasti kurang, makanan tidak tepat waktu disajikan, atau pengunjung tidak kebagian makanan.

Untuk itu, faskes primer perlu diperkuat diimbangi dengan penyuluhan dan pencegahan penyakit yang kuat untuk memelihara kesehatan peserta dan masyarakat. Serta pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana fasilitas baik di faskes primer maupun di tingkat lanjutan. Pengelolaan ProlanisFasilitas kesehatan primer melakukan Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis), yaitu sistem pelayanan kesehatan dan pendekatan proaktif yang melibatkan peserta, fasilitas kesehatan, dan BPJS Kesehatan dalam rangka memelihara kesehatan peserta BPJS Kesehatan yang menderita penyakit kronis, sehingga dapat mencapai kualitas hidup yang optimal dengan biaya pelayanan kesehatan efektif dan efisien.

Program yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan ini bertujuan untuk mendorong peserta penyandang penyakit kronis mencapai kualitas hidup optimal. Penyakit kronis yang dimaksud adalah diabetes melitus tipe 2 dan hipertensi.

Prolanis ini merupakan kelanjutan dari skrining kesehatan. Jika hasil skrining riwayat kesehatan mengindikasikan peserta memiliki faktor resiko diabetes melitus tipe 2 atau hipertensi, peserta dapat turut serta dalam Prolanis. Seperti yang dilakukan di Puskesmas Jati I, di Kelurahan Jati, Pulogadung, Jakarta Timur. Peserta BPJS Kesehatan bisa mendaftarkan diri menjadi peserta Prolanis. Namun, sebelumnya, jika ada indikasi medis, maka peserta menjalani cek laboratorium yang ada di Puskesmas Kecamatan Pulogadung.

Aktifitas Prolanis ini meliputi berbagai hal, antara lain konsultasi medis, edukasi, reminder melalui Sms Gateway, dan home visit. Secara rinci, ini kegiatannya Prolanis:Konsultasi Medis. Melalui kegiatan ini, peserta Prolanis dapat membuat jadwal konsultasi yang disepakati bersama dengan fasilitas kesehatan pengelola.

Edukasi Kelompok Peserta Prolanis. Edukasi Klub Risti (Risiko Tinggi/Klub Prolanis) adalah kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan dalam upaya memulihkan penyakit dan mencegah timbulnya kembali penyakit serta meningkatkan status kesehatan bagi peserta Prolanis.

Reminder Melalui SMS Gateway. Langkah ini merupakan bentuk kegiatan untuk memotivasi peserta supaya melakukan kunjungan rutin ke fasilitas kesehatan pengelola. Melalui sms, peserta Prolanis akan mendapat pengingatan jadwal konsultasi ke fasilitas kesehatan pengelola tersebut.

Home Visit. Home visit adalah kegiatan pelayanan kunjungan ke rumah peserta Prolanis untuk memberi informasi atau edukuasi kesehatan diri dan lingkungan bagi peserta Prolanis dan keluarganya. Sasaran kegiatan ini meliputi peserta baru terdaftar, peserta tidak hadir terapi di dokter praktek perorangan/klinik/puskesmas 3 bulan berturut-turut, peserta dengan gula darah puasa (GDP)/ gula darah post prandial (GDPP) di bawah standar 3 bulan berturut-turut, peserta dengan tekanan darah tidak terkontrol 3 bulan berturut-turut, dan peserta pasca opname. Pelayanan rujuk balikPeserta BPJS yang sudah terkendali penyakitnya bisa mendapat pelayanan rujuk balik yaitu pelayanan kesehatan yang diberikan kepada penderita di fasilitas kesehatan atas rekomendasi/rujukan dari Dokter Spesialis/Sub Spesialis yang merawat.

Pelayanan Program Rujuk Balik (PRB) merupakan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada penderita penyakit kronis dengan kondisi stabil dan masih memerlukan pengobatan atau asuhan keperawatan jangka panjang yang dilaksanakan di Faskes tingkat pertama atas rekomendasi/rujukan dari Dokter Spesialis/Sub Spesialis yang merawat.

Manfaat PRB bagi peserta BPJS Kesehatan adalah untuk meningkatkan kemudahan akses pelayanan kesehatan, meningkatkan pelayanan kesehatan yang mencakup akses promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, dan yang penting adalah meningkatkan hubungan dokter dengan pasien dalam konteks pelayanan holistik, serta memudahkan untuk mendapatkan obat yang diperlukan.Jenis Penyakit yang termasuk Program Rujuk Balik adalah diabetus mellitus, hipertensi, jantung, asma, penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), epilepsy, schizophrenia, stroke, systemic Lupus Erythematosus (SLE).

Sesuai dengan rekomendasi Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia dan Komite Formularium Nasional, penyakit sirosis tidak dapat dilakukan rujuk balik ke Faskes Tingkat Pertama karena sirosis hepatis merupakan penyakit yang tidak curabe, tidak ada obat untuk sirosis hepatis, setiap gejala yang timbul mengarah kegawatdaruratan (misal : eshopageal bleeding) yang harus ditangani di faskes rujukan tingkat lanjutan, karena tindakan-tindakan medik untuk menangani gejala umumnya hanya dapat dilakukan di Faskes tingkat lanjutan.

Sistem Rujukan Berjenjang Memberi Kenyamanan

Page 8: Majalah Info BPJS Kesehatan, Edisi 14, Tahun 2014

Info BPJS Kesehatan edisi 14 Tahun 2014

TESTIMONI

8

Tak ada satu pun orang yang mau menderita sakit, apalagi harus menjalani pengobatan yang lama. Selain merasa tersiksa fisik, rugi waktu karena tidak

bisa menjalani aktivitas, bahkan bisa menguras tabungan untuk biaya pengobatan yang sangat mahal. Bagi keluarga yang kondisi ekonominya pas-pasan, sangat rentan menjadi miskin karena terpaksa menjual harta benda demi untuk menyelamatkan nyawa. Kondisi yang serba “kepepet” atau terjepit, seringkali dialami oleh pasien, karena tidak ada pilihan kecuali pasrah dan sepenuhnya diserahkan kepada dokter. Sehingga biaya berapa pun akan diusahakan, meskipun harus meminjam “kesana-kesini” dan minta bantuan kepada sanak famili. Jika tidak ada yang memberi bantuan, akhirnya hanya pasrah dan hanya berharap mukjizat dari Tuhan Yang Maha Kuasa agar bisa sembuh. Begitulah kisah nyata yang sering dialami oleh masyarakat yang tidak mempunyai asuransi atau jaminan kesehatan dan masyarakat yang tidak mampu atau miskin. Oleh karena itu, setelah hadirnya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan membawa angin segar dan memberi harapan dapat menyehatkan masyarakat Indonesia. Pasangan suami istri, Akhmad Mukhibun dan Riyanti, warga Desa Kedawung, Kecamatan Pejagoan, Kebumen, Jawa Tengah merasakan manfaat JKN yang luar biasa dibandingkan dengan iuran premi Rp25.500 yang dibayarnya setiap bulan. Untuk mengetahui sejauhmana manfaat yang diperoleh dari JKN, berikut kutipan wawancaranya dengan Akhmad Mukhibun yang akrab disapa Ibun.

Sebagai peserta BPJS Kesehatan apa yang sekarang dirasakan Pak Ibun?

Ya…, saya bersyukur sekali, ada program jaminan kesehatan dari BPJS. Karena bener-bener membantu sekali. Kalau tidak ada BPJS ya enggak tahu lagi harus cari uang kemana untuk berobat. Berat lah, apalagi saya tidak bisa bekerja berat karena kondisi kesehatan saya yang tidak memungkinkan. Sejak ada BPJS Kesehatan saya bayar iuran setiap bulan

Menyisihkan Rp25.500 Setiap Bulan,Raih Manfaat Jutaan Rupiah

Rp25.500 di Bank BRI. Itu untuk kelas 3 ya. Saya sudah keluar masuk rumah sakit sejak tahun 2010. Waktu itu saya tidak punya asuransi, jadi biaya pengobatan dari uang tabungan. Nah, tabunganya lama-lama habis juga karena buat berobat dan kebutuhan sehari-hari, karena saya tidak bisa bekerja lagi. Pak Ibun, bekerja di mana? Saya dulu sebelum menikah pernah bekerja di Korea dan Malaysia, dan pernah di perkapalan. Tetapi setelah menikah, saya punya usaha genteng, ya kecil-kecilan saja. Tapi setelah sakit begini ya tidak bisa apa-apa. Alhamdulillah istri masih bisa usaha, sekarang jual lotek (sejenis pecel – Red), lumayan buat hidup sehari-hari. Apakah istri dan anak-anak juga sudah menjadi peserta BPJS Kesehatan?

Belum. Hanya saya saja yang jadi peserta BPJS. Mengapa, bukankah manfaatnya sudah dirasakan pak? Anggota keluarga lainnya juga perlu dilindungi jaminan kesehatan, bukankah begitu pak? Ya benar, kalau saya punya uang, pasti sudah saya daftarkan semua. Tetapi sekarang ini belum cukup. Untuk berobat jalan saya saja perlu uang banyak. Setiap minggu harus mondar-mandir ke rumah sakit. Saya berobat di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah, Sruweng, Kebumen. Setiap kontrol ke rumah sakit, saya naik bentor (becak motor), pulang pergi habis Rp60.000. Mungkin, seharusnya saya bisa dapat bantuan iuran ya. Tapi saya tidak tahu caranya. Kalau seperti saya ini mestinya menjadi peserta PBI (penerima bantuan iuran) karena saya benar-benar jatuh. Nanti kalau saya sudah mampu lagi, ya bayar dan keluar dari PBI. Sebetulnya, lebih bangga kalau bisa bayar premi. Tapi, kalau kondisi seperti saya memang masih berat karena anak saya ada tiga dan masih memerlukan biaya banyak. Bisa diceritakan, bapak menderita sakit apa? Awalnya pada tahun 2010 saya merasakan sakit perut, seperti sakit maag. Lalu saya periksakan ke RS PKU Muhammadiyah di Sruweng. Dokter mendiagnosa saya sakit usus buntu, lalu usus buntunya diambil. Saya operasi usus buntu, biayanya sekitar Rp3juta-an. Namun, setelah operasi usus buntu, saya masih merasakan tidak enak di bagian perut.

Saya berobat jalan, tapi tidak sembuh-sembuh. Setelah diperiksa beberapa kali, lalu dirontgen, ternyata saya mengalami radang usus besar. Lalu dirawat beberapa hari, biayanya sekitar Rp6 juta. Tapi untung, sudah jadi peserta BPJS Kesehatan. Obatnya ada tujuh macam diminum setiap hari selama enam bulan. Harga obatnya sekali tebus Rp300.000 sampai Rp400.000. Obatnya ini untuk satu minggu saja, jadi setiap minggu saya harus kontrol ke dokter, ya di RS PKU Muhammadiyah Sruweng, langsung tidak melalui Puskesmas. Katanya memang masih rawat jalan diawasi dokter. Selama menjadi peserta BPJS Kesehatan sudah tiga kali keluar masuk rumah sakit, dirawat sekitar 10 hari. Yang terakhir ini, saya baru pulang kemarin, seharusnya belum boleh, tetapi saya ingin dirawat di rumah saja. Saya dirawat karena HB (haemoglobin) 2,2, jadi saya harus transfusi darah, darahnya habis lima kantong. Sekarang, ya, masih lemes. Apa saran dokter untuk menjaga untuk mengendalikan penyakit bapak? Makanan semua direbus, minum obat teratur, istirahat cukup, belum boleh bekerja yang berat, dan tidak boleh merokok. Intinya, menjalani hidup bersih dan sehat. Ini sebagai pelajara juga untuk yang belum sakit, sangat penting menjaga pola makan dan kebiasaan hidup bersih dan sehat bagi orang yang belum sakit. Menurut bapak, bagaimana pelayanan kesehatan yang diberikan untuk bapak, apakah sudah memuaskan? Sudah cukup bagus, saya tidak dipersulit. Karena masih pengawasan dokter, saya tidak perlu ke Puskesmas tetapi langsung ke rumah sakit dan ditangani dokter spesialis penyakit dalam. Saya dirawat di kelas 3, sesuai dengan iuran yang saya bayar yaitu Rp25.500 perbulan. Di RS PKU Muhammadiyah Sruweng, ruangan kelas 3 berisi 6 tempat tidur, antartempat tidur disekat oleh pembatas korden. Menurut saya, jaminan kesehatan itu penting sekali. Jadi, saya menyarankan teman-teman yang belum jadi peserta BPJS Kesehatan dan mampu bayar iuran, segera saja mendaftar jadi peserta. Bener loh, repot banget kalau sudah sakit seperti saya ini. Saya bukan pegawai (karyawan) jadi tidak punya jaminan apa-apa. Kalau badan ini sudah tidak bisa melakukan pekerjaan, repot kan, darimana dapat duitnya. Nah, jadi ruwet kan?.

Akhmad Muhibun

Page 9: Majalah Info BPJS Kesehatan, Edisi 14, Tahun 2014

9

SEHAT

Dalam berbagai pertemuan kecil, atau pun pertemuan serius seperti dalam sebuah seminar. Banyak orang yang mengetahui, jika gara-gara

terkena diabetes (darah tinggi) semua organ tubuh terganggu hingga menimbulkan kematian. Penyebab utamnya, bisa disebabkan karena obisitas (kegemukan), pola makan berlebihan. Obesitas itu telah menjadi problem mendunia, salah satu konsekuensi seriusnya adalah penyakit Diabetes tipe 2- juga menjadi pandemi.

Sehingga, terdapat kekhawatiran yang meningkat sehubungan dengan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan diabetes, termasuk penyakit mata, karena jika dibiarkan tanpa perawatan, bisa menyebabkan kebutaan. Apalagi, dalam sebuah studi, tahun lalu, Dr David Friedman dari Johns Hopkins School of Medicine di Baltimore memimpin studi mengenai kebutaan, mengatakan,faktor utama penyebab meningkatnya kebutaan adalah apabila seorang menderita diabetes selama 10 tahun atau lebih," tuturnya.

Karena obesitas telah menjadi problem mendun. Pihaknya juga mengkhawatirkan melihat jumlah yang terus meningkat dan masalah penglihatan juga meningkat karena diabetes.Penyebab utama kebutaan karena diabetes. Ini adalah kondisi yang disebut diabetic retinopathy.

Ini disebabkan oleh pembuluh darah di retina, bagian mata yang mengubah cahaya menjadi impuls-impuls saraf yang membuat kita bisa melihat. Pada sebagian orang, pembuluh-pembuluh darah itu membengkak dan bocor. Ada juga yang mengalami pertumbuhan pembuluh darah abnormal di permukaan retina. Kebanyakan penderita diabetic retinopathy ini tidak menyadari hal ini sampai pandangan mereka menjadi kabur.

Perubahan terjadi sedikit demi sedikit, dan itu tidak berdampak pada penglihatan. Kita mungkin tidak merasakan apa-apa awalnya, sampai kita merasakan ada sesuatu yang tidak beres, dan saat itu penyakit itu mungkin sudah sangat parah.

Penyakit diabetes tidak bisa dianggap remeh. Oleh karena itu, masyakarat harus lebih peduli sedini mungkin mengetahui kadar gula dalam darah. Demikian, Dirjen BUK Kementerian Kesehatan, Prof Dr. dr Akmal Taher, Sp. U (K). Menurutnya, pola gaya hidup merupakan penyebab timbulnya penyakit diabetes.

"Ini sangat penting diperhatikan terutama ketika mengkonsumsi makanan. Kebanyakan, masyarakat

urban di kota - kota besar banyak disajikan makanan cepat saji karena efesiensi

waktu. Hal itu sebagai salah satu faktor pemicu adanya

penyakit diabetes.

Ketika mengkonsumsi makanan yang kurang baik, banyak yang tidak mengimbanginya dengan olahraga yang cukup," tuturnya."Gaya Hidup artinya semua pencetusnya itu. Selain dari genetik ada faktor gaya hidup, artinya apa, faktor pola makan, aktivitas dan olahraga kurang. Yang bisa dikerjakan saat ini adalah deteksi dini," ujarnya.

Jika tidak diantisipasi sejak dini, tambah Akmal, penyakit diabetes akan mengganggu organ tubuh lainnya. Hal ini sangat membahayakan dan perlu jadi perhatian."Karena orang diabet itu kalau komplikasi repot tuh. Hampir semua organ kena. Jantung bisa kena, membuat kegemukan, membuat ginjal. Dan itu bukan hanya di kota loh, baik di desa juga gitu. Gaya hidupnya juga gitu. Sudah berubah. Apalagi dengan pengaruh informasi iklan - iklan makanan banyak," tambahnya.

Perubahan gaya hidup itu, misalnya, orang lebih memilih makanan cepat saji dibandingkan makanan masakan sendiri. Menurut penelitian, anak-anak yang menyantap makanan cepat saji ditemuikan memiliki skor yang lebih buruk dalam tes matematika, ilmu pengetahuan dan membaca.

Salah satu teori peneliti adalah kekurangan zat besi terkait makanan cepat saji mengarah ke perlambatan pengembangan proses tertentu dalam otak. Itu seperti ketika tinggi lemak dan gula yang berdampak negatif pada proses pembelajaran.

Namun, perubahan gaya hidup yang semula serba menu cepat saji menjadi makanan olahan tradisional, menyelematkan sekitar 80.000 orang dari serangan demensia setiap tahun. Studi menunjukkan, orang yang sanggup membuat perubahan gaya hidup tercatat mampu mengurangi risiko pengembangan penyakit otak saat bertambah tua. Satu penelitian besar menemukan, berolahraga pikiran menyelesaikan teka-teki atau bermain catur dan beolahraga fisik dapat mengurangi risiko berkembangnya demensia. Itu berdasarkan hasil studi 1.200 pria dan perempuan berusia 60-an hingga 70-an.

Ahli bedah Lord Darzi mengatakan orang harus bertindak cepat mengubah pola makan dan olahraga, serta merangsang otak dengan mengisi teka-teki.

Darzi mengatakan itu bisa membantu mencegah 'gelombang penderitaan', dan

menyelematkan sekitar 800.000 orang dari

serangan demensia.

"Kondisi otak degeneratif tersebut adalah salah satu yang paling ditakuti dari semua penyakit yang menimpa manusia. Itu adalah salah satu tantangan kesehatan terbesar yang kita hadapi," ungkap nya.

Jadi, mengkonsumsi makanan sehat, menghindari obesitas, dan mendapatkan banyak olahraga penting untuk kesehatan otak karena apa yang baik untuk jantung kita, juga baik untuk kepala kita," imbuhnya.

Contoh lainnya, kesibukan seeprti yang ada di Jakarta, membuat orang cepat lelah. Kelelahan ini, bisa meningkatakan risiko diabetes.

"Saat ini banyak orang terlalu banyak kerja, terlalu stres dan kelelahan pada masyarakat, sehingga kesehatan menurun karena asal konsumsi makanan," kata pakar kesehatan dan Mantan Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Dr Muhammad Kartono di Jakarta.

Tiga masalah kesehatan utama yang sering dialami adalah diabetes sebanyak 26 persen, obesitas 23 persen dan jantung 21 persen. Masyarakat Indonesia dari survei Jakarta, tercatat memiliki diabetes yang tinggi, menempatkan penyakit ini pada gangguan kesehatan kedua yang mematikan."Umumnya kesibukan ini ada pada usia 25-55, sehingga perlu mewaspadai gangguan kesehatan pada usia ini," ujar Dr Muhammad Kartono.

Indonesia juga merupakan perokok terberat di Asia, 21 persen mereka merokok lebih dari satu kali sehari.Akibatnya, masalah pernapasan sering muncul dan menjadikan kualitas udara yang buruk. Penelitian ini dilakukan di daerah Jakarta, Bekasi, Bandung, Surabaya dan Medan, mengenai gangguan kesehatan. Oleh karena itu masyarakat diimbau untuk meningkatkan tentang kesadaran masyarakat melalui waktu luang untuk sedikit berolahraga dan konsumsi makan yang sehat.

Kelelahan dan Perubahan Pola Makan Sebabkan DiabetesPenyakit Kadar Gula Darah Bisa Timbulkan Kebutaan

Info BPJS Kesehatan edisi 14 Tahun 2014

Page 10: Majalah Info BPJS Kesehatan, Edisi 14, Tahun 2014

Q & A Question and Answer

Pelayanan Gawat Darurat

Info BPJS Kesehatan edisi 13 Tahun 201410

Kilas & Peristiwa

1. Bolehkah peserta dapat ke fasilitas kesehatan yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan dalam kondisi gawat darurat?

Dalam kondisi gawat darurat, peserta dapat berobat ke fasilitas kesehatan tingkat pertama atau tingkat lanjutan baik yang bekerjasama maupun yang tidak bekerjasama. Kriteria gawat darurat sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

2. Bagaimana prosedur pelayanan gawat darurat?

Peserta dapat langsung ke fasilitas kesehatan tingkat pertama maupun fasilitas kesehatan tingkat lanjutan yang bekerjasama maupun yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan

A. Pelayanan gawat darurat di faskes yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan mengikuti ketentuan yang berlaku.

B. Pelayanan gawat darurat di faskes yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan:

1. Peserta harus segera dirujuk ke Fasilitas Kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan setelah keadaan gawat daruratnya teratasi dan pasien dalam kondisi dapat dipindahkan, Fasilitas Kesehatan tidak diperbolehkan menarik iur biaya ke pasien.2. Apabila setelah keadaan gawat daruratnya

teratasi dan pasien dalam kondisi dapat dipindahkan tetapi peserta tidak bersedia dirujuk ke faskes yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, maka biaya pelayanan selanjutnya tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan.

3. Bagimana jika peserta ingin mengajukan klaim perorangan biaya pelayanan kesehatan ke BPJS Kesehatan?

a. Peserta memperoleh pelayanan kesehatan di faskes yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan maka biaya pelayanan kesehatan tersebut ditagihkan langsung oleh fasilitas kesehatan kepada BPJS Kesehatan sehingga tidak ada klaim perorangan dari peserta ke BPJS Kesehatan.b. Apabila peserta tidak sesuai prosedur pelayanan JKN maka pelayanan kesehatan tidak dijamin BPJS Kesehatan dan biaya yang timbul dari pelayanan kesehatan tersebut menjadi tanggungan peserta dan tidak dapat di klaim perorangan ke BPJS Kesehatan.c. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di Fasilitas Kesehatan yang tidak bekerjasama tidak dapat dijamin, kecuali dalam keadaan darurat, biaya pelayanan ditagihkan langsung oleh fasilitas kesehatan kepada BPJS Kesehatan.

4. Dalam keadaan emergency, peserta dapat mendatangi faskes terdekat meskipun tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Namun pada umumnya faskes tersebut mengharuskan peserta membayar karena tidak mau mengajukan klaim ke BPJS Kesehatan. Bagaimana prosedur penyelesaiannya?

a. Peserta yang memerlukan pelayanan gawat darurat dapat langsung memperoleh pelayanan di setiap fasilitas kesehatanb. Peserta yang menerima pelayanan kesehatan gawat darurat di fasilitas kesehatan yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, harus segera dirujuk ke Fasilitas Kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan setelah keadaan gawat daruratnya teratasi dan pasien dalam kondisi dapat dipindahkanc. Pelayanan gawat darurat yang dapat dijamin adalah sesuai dengan kriteria gawat darurat yang berlakud. Pasien yang tidak dalam kondisi gawat darurat, maka biaya pelayanan pasien tidak dapat dijamin oleh BPJS Kesehatan e. Klaim gawat darurat dilakukan oleh Fasilitas kesehatan kepada BPJS Kesehatan wilayah setempatf. Apabila fasilitas kesehatan tersebut tidak bersedia menagihkan ke BPJS Kesehatan dan menagihkan kepada peserta maka peserta dapat menghubungi kantor cabang BPJS Kesehatan wilayah setempat.

Jakarta - Sebagai langkah untuk memperluas sosialisasi program jaminan sosial dan Kartu Indonesia Sehat (KIS), BPJS Kesehatan melakukan pelatihan kepada anggota Dewan Masjid Indonesia (DMI), Sabtu (6/12) lalu. Pelatihan yang bertajuk “Training of Trainers Jaminan Kesehatan BPJS Kepada Dewan Masjid Indonesia” tersebut diselenggarakan di Kantor Pusat BPJS Kesehatan, Jakarta Pusat.

“Program BPJS Kesehatan ini untuk masyarakat. Karena itu kita butuh dukungan tokoh-tokoh masyarakat dan salah satu yang kita nilai efektif adalah Dewan Masjid Indonesia. Bapak dan ibu di DMI pastinya sering menerima pertanyaan seputar BPJS Kesehatan. Kami ingin mereka bisa membantu kami untuk menjelaskan,” ujar Sri Endang Tridarwati Wahyuningsih, Direktur Kepesertaan dan Pemasaran BPJS Kesehatan usai membuka program pelatihan.

Lebih lanjut Endang menyampaikan bahwa pelatihan ini merupakan kelanjutan dan langkah nyata dari MOU kerjasama antara BPJS Kesehatan dengan Dewan Masjid Indonesia. MOU tersebut ditandatangani oleh Direktur Utama BPJS Kesehatan DR. dr. Fahmi Idris dan Jusuf Kalla sebagai ketua Dewan Masjid Indonesia tahun 2013 silam.

Sebanyak 250 anggota Dewan Masjid Indonesia yang terdiri atas pengurus masjid, kader program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), guru PAUD dan tokoh terpandang di masjid diundang untuk hadir dalam pelatihan ini. Mereka datang dari berbagai wilayah seperti Jakarta, Lebak, Tangerang Selatan, Tangerang, dan Bekasi.

Adapun materi yang disampaikan adalah mengenai kepesertaan dan iuran anggota BPJS Kesehatan, hak dan kewajiban yang dapat diperoleh anggota hingga manfaat jaminan kesehatan BPJS. Selain itu, mengenai mekanisme program Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang merupakan program pemerintah pusat untuk memberdayakan dan memberi perlindungan terhadap masyarakat miskin di Indonesia.

Melalui pelatihan ini diharapkan anggota Dewan Masjid Indonesia sebagai tokoh masyarakat dapat menjadi sumber informasi yang akurat mengenai program jaminan kesehatan BPJS dan Kartu Indonesia Sehat (KIS). Jika setiap masyarakat dapat memperoleh informasi yang mudah mengenai program tersebut diharapkan kedepannya semakin banyak lagi anggota masyarakat yang menjadi peserta dan terlindungi BPJS Kesehatan.

“DMI memiliki peran sebagai katalisator atau jembatan antara pemerintah dengan masyarakat dalam hal mensosialisasikan program jaminan kesehatan ini. Masjid adalah tempat dimana orang berkumpul dan berinteraksi. Kita punya 300.000 masjid, dan misalkan saja setiap Jumat ratusan juta orang berkumpul di masjid. Sehingga masjid dan tokoh-tokoh pengurusnya dapat jadi media yang baik untuk sosialisasi,” ujar Sekjen Dewan Masjid Indonesia, Imam Addaruqutni.

Untuk mendukung terlaksananya program jaminan sosial dan jaminan kesehatan pemerintah, Dewan Masjid Indonesia telah memiliki sejumlah kegiatan di 300 Kabupaten yang menjadi cakupannya. Beberapa di antaranya adalah program Pengembangan Perilaku dan Kebiasaan Hidup Sehat berbasis masjid, pelatihan kader kesehatan masjid dan pelatihan kepada guru PAUD yang diselenggarakan atas kerjasama dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan setempat.

Pelatihan tersebut juga seringkali digunakan untuk mensosialisasikan program jaminan kesehatan BPJS Kesehatan. Usai pelatihan ini Dewan Masjid Indonesia mengusahakan agar pengurus masjid dapat menjadi sumber informasi mengenai BPJS Kesehatan dan membantu pendaftaran bagi siapa saja ingin menjadi anggota BPJS.

“Harapan kita sama dengan BPJS Kesehatan yaitu lebih banyak lagi masyarakat yang sadar untuk menjaga kesehatan, sadar manfaat jaminan kesehatan dari jauh-jauh hari. Dengan konsep gotong royong BPJS Kesehatan

secara tidak langsung kita menjadi dermawan. Membantu yang sedang membutuhkan ketika kita tidak sedang menggunakan dana BPJS yang kita iurkan. Anggap saja dana tabbarukh,” lanjut Imam.

Saat ini sebanyak 131,8 juta penduduk Indonesia telah menjadi anggota BPJS Kesehatan. Namun, kegiatan sosialisasi tidak akan berhenti sebab BPJS Kesehatan mentargetkan pada tahun 2019 seluruh penduduk Indonesia memiliki jaminan sosial dan kesehatan dari BPJS. “Kami berharap DMI dapat menjadi mitra sosialisasi kami untuk seterusnya. Jadi masyarakat kalau butuh informasi tahu larinya ke mana,” ujar Endang.

Agar masyarakat yang telah menjadi anggota dapat terlindungi dengan baik, BPJS Kesehatan juga telah melakukan banyak perbaikan. Mulai Oktober 2014 lalu, BPJS menambah jumlah titik layanan seperti divisi regional, kantor cabang dan KLUK untuk melayani pendaftaran offline dan mengurusi kebutuhan keanggotaan lainnya.

Selain itu BPJS juga mempermudah proses pembayaran iuran melalui kerjasama sinergis dengan sejumlah perusahaan perbankan seperti bank mandiri, BNI dan BRI. Sementara untuk mempercepat respon terhadap keluhan dan pertanyaan masyarakat saat ini BPJS tengah menambah jumlah armada customer service untuk melayani di Pusat Layanan Informasi BPJS. “Jujur kami juga sangat mengharapkan masyarakat sadar untuk daftar BPJS. Tetapi dari jauh-jauh hari jangan setelah sakit supaya tertangani dengan baik,” lanjutnya.

Gandeng Dewan Masjid Indonesia Sebagai Mitra Sosialisasi, BPJS Kesehatan Gelar Pelatihan

Page 11: Majalah Info BPJS Kesehatan, Edisi 14, Tahun 2014

11

Page 12: Majalah Info BPJS Kesehatan, Edisi 14, Tahun 2014

* Perpres 111 Tahun 2013 Pasal 6

w w w . b p j s - k e s e h a t a n . g o . i d


Top Related