Download - Lp Peritonitis
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PERITONITIS
SHINTIA ANDRIANI
P17420611073
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEMARANG
JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2012
PENGERTIAN
Peritonitis merupakan suatu proses inflamasi local atau menyeluruh
pada peritoneum (membrane serosa yang melapisi rongga abdomen dan
menutupi visera abdomen) yang terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ
abdomen, perforasi saluran cerna, atau dari luka tembus abdomen..
ETIOLOGI
1. Infeksi bakteri
Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal,
misalnya :
Appendisitis yang meradang dan perforasi
Tukak peptik (lambung / dudenum)
Tukak thypoid
Tukan disentri amuba / colitis
Tukak pada tumor
Salpingitis
Divertikulitis
Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus
dan hemolitik, stapilokokus aurens, enterokokus dan yang paling
berbahaya adalah clostridium wechii.
2. Secara langsung dari luar.
Operasi yang tidak steril
Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi
peritonitisyang disertai pembentukan jaringan granulomatosa
sebagai respon terhadap benda asing, disebut juga peritonitis
granulomatosa serta merupakan peritonitis lokal.
Trauma pada kecelakaan seperti rupturs limpa.
Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis.
Terbentuk pula peritonitis granulomatosa.
3. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti
radang saluran pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis,
glomerulonepritis. Penyebab utama adalah streptokokus atau
pnemokokus.
Peritonitis bakterial mungkin disebabkan oleh masuknya bakteri
dalam rongga peritoneum pada saluran makanan yang mengalami
perforasi atau dari luka penetrasi ekternal. Penyebab terseringnya adalah
apendisitis, perforasi pada divertikulitis, ulkus peptikum, kandung
empedu gangrenosa, obstruksi gangrenosa usus halus akibat hernia
inkarserata atau volvulus. Peritonitis kimiawi disebabkan oleh keluarnya
enzim pancreas, asam lambung, atau empedu sebagai akibat cedera atau
perforasi usus atau saluran empedu. Peritonitis steril ditemukan pada
pasien dengan sistemik lupus eritematosus, porfiria, dan demam
Mediterania familial selama timbulnya serangan penyakit. Setiap kelainan
yang mengakibatkan keluarnya bakteri usus mungkin merupakan sumber
peritonitis termasuk karsinoma perforasi, benda asing dan kolitis ulseratif.
Rongga peritoneum sangat resisten terhadap kontaminasi dan peritonitis
tetap terlokalisasi kecuali kontaminasi tersebut berkesinambungan.
PATOFISIOLOGI
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi bakteri adalah
keluarnya eksudat fibrinosa. Terbentuk kantong-kantong nanah(abses)
diantara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan
permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan
biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap
sebagai pita-pita fibrinosa, yang kelak dapat menyebabkan terjadinya
obstruksi usus. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada
permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar akan menyebabkan
timbulnya peritonitis generalisata. Dengan timbulnya peritonitis
generalisata, aktivitas peristaltic berkurang sampai timbul ileus
paralitik ; usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan
elektrolit hilang kedalam lumen usus, menyebabkan terjadiya
dehidrasi, gangguan sirkulasi, oliguuria, dan mungkin syok.
Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang
meregang dan dapat mengganggu pulihnya motilitas usus dan
menyebabkan terjadinya obstruksi usus.
GEJALA DAN TANDA
Syok (neurogenik, hipovolemik atau septik) terjadi pada beberpa
penderita peritonitis umum.
Demam
Distensi abdomen
Nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus, atrofi umum,
tergantung pada perluasan iritasi peritonitis.
Bising usus tak terdengar pada peritonitis umum dapat terjadi pada daerah
yang jauh dari lokasi peritonitisnya.
Nausea
Vomiting
Penurunan peristaltik.
PATOFISIOLOGI
Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi rongga abdomen ke dalam rongga
abdomen, biasanya diakibatkan dan peradangan iskemia, trauma atau
perforasi tumor, peritoneal diawali terkontaminasi material.
Awalnya material masuk ke dalam rongga abdomen adalah steril (kecuali
pada kasus peritoneal dialisis) tetapi dalam beberapa jam terjadi kontaminasi
bakteri. Akibatnya timbul edem jaringan dan pertambahan eksudat. Caiaran
dalam rongga abdomen menjadi keruh dengan bertambahnya sejumlah
protein, sel-sel darah putih, sel-sel yang rusak dan darah.
Respon yang segera dari saluran intestinal adalah hipermotil tetapi segera
dikuti oleh ileus paralitik dengan penimbunan udara dan cairan di dalam usus
besar
TEST DIAGNOSTIK
1. Test laboratorium
Leukositosis
Hematokrit meningkat
Asidosis metabolik
2. X. Ray
Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral),
didapatkan :
Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis.
Usus halus dan usus besar dilatasi.
Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.
PROGNOSIS
Mortalitas tetap tinggi antara 10 % - 40 %.
Prognosa lebih buruk pada usia lanjut dan bila peritonitis sudah
berlangsung lebih dari 48 jam.
Lebih cepat diambil tindakan lebih baik prognosanya.
TERAPI
1.Peritonitis primer diterapi dengan antibitika, bila diagnosanya sudah
ditegakkan.
2.Terapi peritonitis sekunder adalah bergantung pada penyakit dasarnya, dan
kebanyakan memerlukan tindakan pembedahan.
a.Atasi syok dan koreksi cairan dan elektrolit
b.Antibiotika berspektrum luas diberikan secara empiric, dan kemudian
dirubah jenisnya setelah hasil pembiakan laborat keluar. Pilihan antibiotika
didasarkan pada organisme yang dicurigai menjadi penyebab
c.Penyakit yang berhubungan dan akibat umum peritonitis itu harus diobati
pula
d.Pembedahan a.koreksi penyakit dasarnya b.cairan peritonealnya diaspirasi
dan dibilas dengan larutan salin.bila peritonitisnya terlokalisasi sebaiknya tak
dilakukan pembilasan karena tindakan ini malah menyebabkan bakteri
menyebar ketempat lain. c. drainase pada peritonitis pada umumnya tidak
dianjurkan karena pipa pengaliran itu dengan segera(dalam beberapa jam)
menjadi terisolasi/terpisah dari ruangan yang dimaksudkan semula,
mempengaruhi pertahanan peritoneum dan dapat menganggu organ
didalamnya. Pipa ini berguna pada keadaan abses local atau pada keadaan
kontaminasi yang terus menerus
e.Perawatan pasca bedah Hal ini harus sangat seksama pada penderita dengan
keadaan gawat. Antibitik harus diberikan. Ahli bedah harus waspada terhadap
pembentukan abses. Posisi setengah duduk (semi fowler) dapat
mengumpulkan pus yang terbentuk pada rongga pelvic.
Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan di rongga
perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama.
Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan
bedah, misalnya pada perforasi, perdarahan intraabdomen, infeksi, obstruksi
dan strangulasi jalan cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan
kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah
peritonitis.
Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi
akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis,
salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi
post operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka tembus abdomen.
Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri (secara
inokulasi kecil-kecilan); kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang
virulen, resistensi yang menurun, dan adanya benda asing atau enzim
pencerna aktif, merupakan faktor-faktor yang memudahkan terjadinya
peritonitis.
Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena
setiap keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat
meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan
penanggulangannya tergantung dari kemampuan melakukan analisis pada
data anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Dalam penulisan referat ini akan dibahas mengenai penanganan peritonitis.
Peritonitis selain disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen yang berupa
inflamasi dan penyulitnya, juga oleh ileus obstruktif, iskemia dan perdarahan.
Sebagian kelainan disebabkan oleh cidera langsung atau tidak langsung yang
mengakibatkan perforasi saluran cerna atau perdarahan.
NoDiagnosa
KeperawatanP e r e n c a n a a n
Kriteria hasil Intervensi Rasional
2 Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang pra dan pascaoperasi dan takut akan kecacatan .
o Klien mau menatap muka bila bicara.
o Ekspresi wajah rileks
o Kegelisahan klien berkurang
o Klien mampu mengungkapkan ketakutannya
o Klien mengungkapkan penerimaan terhadap kondisi yang dialami.dan prosedur dan proses penyakitnya
o Gaya bicara lancar
1. ciptakan hubungan saling percaya dan Lakukan pendekatan secara empati2. Jaga lingkungan tetap tenang.a. Bantu klien
menurunkan keluhan yang dirasakan saat ini.
b. Yakinkan bahwa keadaan ini tidak hanya dirasakan oleh individu banyak orang lain yang telah berhasil mengatasi kondisi seperti ini.
c. Bantu individu mengepresikan perasaannya.
d. Bantu individu berhubungan dengan sumber koping yang ada.
e. Dorong keluarga mengerti keadaan yang sedang dialami klien.
1. Membentuk rasa saling percaya
2. Untuk mengurangi stresor negatif yang dapat memperparah kondisi psikologis klien.
3. Sebagai suatu upaya distraksi dalam mengurangi beban klien.
4. Sebagai inforcement bahwa klien tidak sendiri
5. Katarsis dapat menurunkan beban psikologis klien
6. Untuk mendapatkan lebih banyak dukungan dalam upaya membentuk koping yang adaptif.
7. Memberi penguatan dan dukungan psikologis.
Tujuan :Jangka pendek : Setelah di rawat selama 30 menit klien mampu mendemontrasikan model /cara
mereduksi nyeri melalui nafas dalam, distraksi pada daerah kontralateral, memberikan bacaan .
Jangka panjang: Setelah 2 hari nyeri terkontrol, skala nyeri berkisar antara 1- 4
3 Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya continuitas jaringan ada stimuli pada
Mendemonstrasikan bebas nyeri dengan kriteriao ekspresi wajah
rileks,o luka kering, o menyatakan nyeri
berkurang
1. Untuk meminimalkan nyeri scrotum/penis : anjurkan untuk melakukan aktivitas terbatas pada daerah yang sakit
1 Rasa nyaman merupakan prioritas dalam pemberian perawatan pasien demgam post operasi Kontrol rasa nyeri butuh narkotik dosis
nosiseptor 2. Lakukan latihan nafas
dalam dan distraksi nyeri dengan aktivitas yang disukai klien
3.Beri analgesik dan evaluasi keefektifannya dan obat antibiotik
4.Kaji vital sign dan skala nyeri.
tinggi.2 Napas dalam dan batuk
kuat meregangkan membran pleura dan menimbulkan nyeri dada pleuritik. . Anti batuk menekan pusat batuk di otak
3 Dengan relaksasi akan mampu mengalihkan rangsangan nyeri serta menghambat respon nyeri pada sistem “ Paint gate kontrol “ di thorakal 7-8 dan daerah spinothalamik sehingga rangsangan nyeri menjadi berkurang.
4 Untuk memblokir sistem penghataran reseptor H1 sehingga rasa nyeri berkurang. Antitusif mengurangi batuk sehingga menurunkan tekanan intra thorakal yang berakibat penurunan kualitas maupun kuantitas nyeri akibat penekanan pada viseral paru.
5 Peningkatan nyeri sering disertai dengan peningkatan vital sign.
Tujuan :Jangka pendek : tanda ifeksi sekunder tidak terjadi, luka kering dan bersih.Jangka panjang : Setelah 4 hari tindakan keperawatan , infeksi sekunder tidak terjadi
4. resiko - tanda infeksi 1 rawat luka dengan 1 Menghinari terjadinya
terjadinya infeksi berhubungan dengan adanya luka operasi.
sekunder tidak terjadi
- luka kering dan bersih
- suhu tubuh normal.
tehnik aseptik2 anjurkan kien untuk
menjaga kebersihan luka operasi
3 berikan diet cukup tinggi kalori dan protein
4 observasi tanda-tanda radang
5 kolaborasi denan tim dokter dlam pemberian antibiotik
6 kaji keadaan penyembuhan luka.
kontaminasi (infeksi sekunder)
2 Menjaga kebersihan dan terhindarnya kontaminasi
3 diet TKTP membantu untuk merangsang pertumbuhan jaringan
4 mendeteksi sedini mungkin terjadinya infeksi
5 fungsi interdependent perawat, untuk mencegah pertumbuha kuman.
6 Mendeteksi sedini mungkin keadaan penyembuhan luka.
- Agar klien dan keluarga siap, mengingat tumor paru bukan merupakan penyakit tunggal.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E. 1993. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta:
EGC
Brunner, Suddarth.2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8
Volume 2. Jakarta : EGC.
Nanda Internasional. 2011. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan
Klasifikasi 2009-2011. Jakarta.EGC
Smeltzer, Suzanne. C, Bare, Brenda. G. 2001. Buku Ajar Keperawatan
Medikal-Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol. 3. Jakarta: EGC
Doengoes, Marylinn. E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman
untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.
Jakarta: EGC