Download - Lapsus LCD Dr.ja
LAPORAN KASUS
SEORANG LAKI-LAKI 63 TAHUN
DENGAN KELUHAN NYERI SELURUH PERUT
Disusun untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam
di RSUD Tugurejo Semarang
Pembimbing:
dr. Jacobus Albertus, Sp.PD-KGEH
Disusun Oleh :
ASTRID AVIDITA
H2A010007
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2015
DAFTAR MASALAH
No Masalah aktif Tanggal
1. Ascites ec chronic liver disease 5 Maret 2015
2. Anemia mikrositik 5 Maret 2015
3. Hiponatremia 5 Maret 2015
No Masalah inaktif Tanggal
1. Jamkesda, kesan ekonomi kurang 5 Maret 2015
STATUS PASIEN
I. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan di bangsal dahlia 4 tanggal 5 Maret 2015 pukul 15.00 WIB
secara autoanamnesis
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. M
Umur : 63 tahun
Jenis Kelamin : Laki – laki
Agama : Islam
Pekerjaan : -
Alamat : WR. Supratman RT 1/4
Gisikdrono Semarang
No. CM : 04.63.61
Ruang : Dahlia 4 Bed 19
Tanggal Masuk : 26 Februari 2015
Tanggal Periksa : 5 Maret 2015
Tanggal Keluar : 10 Maret 2015
B. Keluhan Utama : Nyeri seluruh perut
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh nyeri pada seluruh bagian perut ± 6 tahun, dirasakan kumat-
kumatan. Beberapa jam sebelum masuk rumah sakit, nyeri dirasakan memberat.
Nyeri perut dirasakan di seluruh bagian, paling nyeri dirasakan pada ulu hati dan
kanan atas. Nyeri dirasakan kumat-kumatan, terkadang dirasakan seperti diremas-
remas, sebah, dan penuh. Nyeri tidak dipengaruhi oleh pemberian makanan.
Pasien juga merasa lemas, mual, muntah, dan perut dirasakan semakin membesar
belakangan ini. Pasien mengakui pola BAB seperti biasa, tidak sulit atau diare,
berwarna kuning kecoklatan. BAK berwarna gelap seperti teh.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat tekanan darah tinggi : Disangkal
Riwayat sakit gula : Disangkal
Riwayat sakit jantung : Disangkal
Riwayat sakit kuning : Diakui, 6 tahun yang lalu
Riwayat maag : Diakui
Riwayat muntah darah : Diakui, 2 tahun yang lalu
Riwayat BAB seperti petis : Diakui, 2 tahun yang lalu
Riwayat sakit asma : Disangkal
Riwayat alergi : Disangkal
Riwayat operasi : Diakui, operasi prostat 10 tahun yang lalu
Riwayat opname : Pasien mengakui sering opname dengan
diagnosa dokter sakit liver, hati mengecil
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Di keluarga tidak ada yang mengalami keluhan serupa
Riwayat tekanan darah tinggi : Disangkal
Riwayat sakit gula : Disangkal
Riwayat asma : Disangkal
Riwayat sakit liver : Disangkal
F. Riwayat Pribadi
Riwayat minum jamu : Disangkal
Riwayat minum obat anti nyeri : disangkal
Riwayat pengobatan TB : disangkal
Riwayat konsumsi alcohol : Disangkal
Riwayat merokok : sudah 6 tahun berhenti
Riwayat tranfusi : Diakui
G. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien sebagai kepala keluarga dan sudah tidak bekerja. Biaya pengobatan
menggunakan Jamkesda. Kesan ekonomi kurang
H. Anamnesis Sistem
Keluhan utama : Nyeri seluruh perut
Kepala : Sakit kepala (-), pusing (+), nggliyer (+), jejas (-),
leher kaku (-)
Mata : Penglihatan kabur (-), pandangan ganda (-),
pandangan berputar (-), berkunang-kunang (-).
Hidung : Pilek (-), mimisan (-), tersumbat (-)
Telinga : Pendengaran berkurang (-), berdenging (-),
keluar cairan (-), darah (-).
Mulut : Sariawan (-), luka pada sudut bibir (-), bibir pecah-
pecah (-), gusi berdarah (-), mulut kering (-).
Tenggorokan : Sakit menelan (-), suara serak (-), gatal (-).
Sistem respirasi : Sesak nafas (-), batuk (-), dahak (-), batuk darah
(-), mengi (-), tidur mendengkur (-)
Sistem kardiovaskuler : Sesak nafas saat beraktivitas (-), nyeri dada
(-), berdebar-debar (-), keringat dingin (-)
Sistem gastrointestinal : Mual (+), muntah (+), sebah (+), terasa penuh
sesak (+), perut mules (-), diare (-), nafsu makan menurun (-).
Sistem muskuloskeletal : Nyeri otot (-), nyeri sendi (-), kaku otot (-).
Sistem genitourinaria : Sering kencing (-), nyeri saat kencing (-),
keluar darah (-), berpasir (-), kencing nanah (-),
sulit memulai kencing (-), warna kencing kuning
jernih, anyang-anyangan (-), berwarna teh (-).
Ekstremitas Atas : Luka (-), kesemutan (-), bengkak(-), sakit sendi (-),
panas (-), berkeringat (-),
Bawah : Luka (-), gemetar (-), ujung jari dingin (-),
kesemutan di kaki (-), sakit sendi (-), bengkak (-)
kedua kaki
Sistem neuropsikiatri : Kejang (-), gelisah (-), kesemutan (-), mengigau
(-), emosi tidak stabil (-)
Sistem Integumentum : kulit kehitaman (-), Kulit kuning (-), pucat (+),
gatal (-), bercak merah (-) kelainan kulit (-)
II. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 5 Maret 2015 :
1. Keadaan Umum
Baik
Kesadaran compos mentis, GCS E4M6V5 = 15
2. Status Gizi
BB: 48 kg
TB: 160 cm
BMI = 18,75 kg/m2
Kesan : normoweight
3. Tanda Vital
Tensi : 109/78 mmHg
Nadi : 66x/menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 36° C (peraxiller)
4. Kulit
kuning (-), petekie (-), turgor cukup, hiperpigmentasi (-), kulit hitam (-), kulit
hiperemis (-), vesikel (-), pucat (+)
5. Kepala
Bentuk mesocephal, rambut warna hitam, mudah dicabut (-), luka (-)
6. Wajah
Simetris, moon face (-)
7. Mata
Konjungtiva palpebra pucat (+/+), sclera kuning (-/-), mata cekung (-/-),
perdarahan subkonjungtiva (-/-), pupil isokor (3mm/3mm), reflek cahaya (+/+)
normal, arcus senilis (-/-), katarak (-/-)
8. Telinga
Sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-), gang. fungsi pendengaran (-/-)
9. Hidung
Napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), epistaksis (-/-), fungsi pembau baik
10. Mulut
Sianosis (-), bibir kering (-), stomatitis (-), mukosa basah (-) gusi berdarah (-),
lidah kotor (-), lidah hiperemis (-), lidah tremor (-), papil lidah atrofi (-)
11. Leher
Simetris, deviasi trakea (-), KGB membesar (-),tiroid membesar (-), nyeri tekan (-)
12. Thoraks
Normochest, simetris, retraksi supraternal (-), retraksi intercostalis (-), spider nevi
(-), ginekomastia (-), sela iga melebar (-), pembesaran kelenjar getah bening
aksilla (-), rambut ketiak rontok (-)
Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis kuat angkat di ICS V, 2 cm ke medial linea
midclavicularis sinistra.
Perkusi : Batas jantung
kiri bawah : ICS V, 2 cm medial linea midclavicularis sinistra
kiri atas : ICS II linea sternalis sinistra
kanan atas : ICS II linea sternalis dextra
pinggang : SIC III linea parasternalis sinistra
Kesan : konfigurasi jantung normal
Auskultasi : BJ I-II reguler, bising (-), gallop(-)
Pulmo
Depan
Inspeksi : simetris statis dinamis, retraksi (-/-)
Palpasi : simetris, ICS melebar (-/-), tidak ada yang tertinggal
Sterm fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+),Wheezing (-/-), ronkhi basal paru
(+/+)
Belakang:
Inspeksi : simetris statis dinamis, retraksi (-/-)
Palpasi : simetris, ICS melebar (-/-), tidak ada yang tertinggal
Sterm fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+),Wheezing (-/-), ronkhi basal paru
(+/+)
13. Abdomen
Inspeksi : cembung, spider naevi (-), caput medusa (-), sikatriks (-), striae (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : pekak sisi (+) meningkat, pekak beralih (+), liver span : 5,5
cm
Pekak Timpani Pekak
Pekak Timpani Pekak
Pekak Timpani Pekak
Palpasi : supel, nyeri tekan (+), defans muscular (-), rebound tenderness (-)
+++ +++
+++ +++ +++
Hepar teraba, tepi tajam, permukaan rata, konsistensi keras
Lien tidak teraba, ginjal tidak teraba.
Lingkar perut : 83 cm
14. Ekstremitas
Keterangan Superior Inferior
Akral dingin
Edema
Capilary refill
Palmar eritema
Flapping tremor
Clubbing finger
(-/-)
(-/-)
< 2 “
(-/-)
(-/-)
(-/-)
(-/-)
(-/-)
< 2 “
III.PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Hematologi
Darah Rutin (26-02-2015)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Lekosit 6,80 10^3/ul 3,8 – 10,6
Eritrosit L 3,45 10^3/ul 4,4 – 5,9
Hemoglobin L 9,10 g/dl 13,2 – 17,3
Hematokrit L 26,60 % 40 – 52
MCV L 77,10 Fl 80 – 100
MCH 26,40 Pg 26 – 34
MCHC 34,20 g/dl 32 – 36
Trombosit L 103 10^3/ul 150 – 440
RDW 20,1 % 11,5 – 14,5
Eosinofil absolute 0,18 10^3/ul 0,045 – 0,44
Basofil absolute 0,01 10^3/ul 0 – 0,02
Neutrofil absolute 4,51 10^3/ul 1,8 – 8
Limfosit absolute 1,28 10^3/ul 0,9 – 5,2
Monosit absolute 0,82 10^3/ul 0,16 – 1
Eosinofil 2,60 % 2 – 4
Basofil 0,10 % 0 – 1
Neutrofil 66,4 % 50 – 70
Limfosit L 18,8 % 25 – 40
Monosit H 12,1 % 2 – 8
Kimia klinik
Glukosa sewaktu 108 mg/dL <125
SGOT H 47 U/L 0-35
SGPT 22 U/L 0-35
Ureum 33 mg/dL 10,0-50,0
Kreatinin H 1,2 mg/dL 0,7-1,1
Kalium 4,6 mmol/L 3,5-5,0
Natrium L 126 mmol/L 135-145
Albumin L 3,1 g/dL 3,2-5,3
Kimia klinik (27-02-2015)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
Kalium 4,5 mmol/L 3,5-5,0
Natrium L 130 mmol/L 135-145
Chlorida 104 mmol/L 95-105
Kimia klinik (01-03-2015)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
Kalium 4,3 mmol/L 3,5-5,0
Natrium L 131 mmol/L 135-145
Chlorida H 107 mmol/L 95-105
Kalsium L 7,7 mg/dL 0,1-10,4
Kimia klinik (03-03-2015)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
Kalium 3,5 mmol/L 3,5-5,0
Natrium L 134 mmol/L 135-145
Irama : sinus
Regularitas : regular
Frekuensi : 46 bpm
Axis : lead I (+) aVF (+), normoaxis
Zona transisi: V1-V2
Gel P : tinggi 1 kotak (0,1 mV)
Lebar 2 kotak (0,08 detik)
Interval PR : 4 kotak (0,16 detik)
Komplek QRS : 2 kotak (0,08 detik)
Segmen ST : isoelektrik
Gel T : tinggi 4 kotak (0,4 mV)
Lebar 5 kotak (0,2 detik),
positif pada lead I,II, V2-V6
Kesan : sinus bradikardia
Child pugh score
Factor Hasil skor
Serum bilirubin - -
Serum albumin 3,1 g/dL 2
Protrombin time - -
Ascites Easily controlled 2
Hepatic encephalopathy None 1
IV.DAFTAR ABNORMALITAS
Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjang
1. Nyeri seluruh perut,
sebah, terasa penuh
terutama pada ulu hati
2. Mual & muntah
3. Lemas
4. Perut semakin
membesar
5. BAK seperti teh
6. Riwayat sakit kuning
(+)
7. Riwayat muntah darah
(+)
8. Riwayat BAB seperti
petis (+)
11. Kulit pucat
12. Konjungtiva
palpebra pucat
13. Ronkhi pada basal
paru (+/+)
14. Abdomen tampak
cembung, pekak
sisi(+) meningkat,
pekak alih (+),
lingkar perut 83
cm, nyeri tekan (+)
15. Eritrsoit ↓
16. Hb ↓
17. Hct ↓
18. MCV ↓
19. Trombosit ↓
20. RDW ↑
21. Limfosit ↓
22. Monosit ↑
23. SGOT ↑
24. Kreatinin ↑
25. Natrium ↓
26. Albumin ↓
27. EKG : sinus
+++ +++
+++ +++ +++
9. Riwayat maag (+)
10. Riwayat opname
dengan diagnosa Sakit
liver
bradikardia
V. DAFTAR MASALAH
1. 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,13,18,22,25 Ascites et causa chronic liver disease
2. 25 hiponatremia
3. 3,11,12,14,15,17 anemia mikrositer
VI.RENCANA PEMECAHAN MASALAH
Problem I. ASCITES
A. Assesment
Etiologi
1. Liver disease
- Sirosis hepatis
- Fulminant hepatic failure
- Fatty liver
2. Heart failure
3. Neoplasma
- Hepatoma
- Metastase pada hepar,
peritoneum, atau limfatik
- limfoma
- Meig’s syndrome
4. Infeksi
- Spontaneousbacterial peritonitis
- HIV
- TBC
5. Venous occlusion
- Sindrom nefrotik
- Dialysis related
6. Nutritional
- Marasmus
- kwashiorkor
7. Inflammatory
- Pancreatitis
- Bile peritonitis
Faktor Resiko
≈ tergantung dari underlying disease
Komplikasi
- Sesak nafas
- Hiponatremia
- Refractory ascites
- Spontaneous bacterial peritonitis
- Hepatorenal syndrome
B. Initial plan
Diagnosis
- Darah lengkap
- Liver function test (ALT, AST, serum bilirubin, ALP, albumin, globulin,
protrombin time, INR)
- HbsAg, anti HCV
- USG abdomen
- Esophagogastroduodenoscopy (EGD)
- Fungsi ginjal (ureum, kreatinin, elektrolit)
- Analisa cairan asites (abdominal paracentesis)
Ip Tx :
- Infus Ringer asetat 20 tpm
- Injeksi omeprazole 40 mg/12 jam IV
- Injeksi Ceftriaxone 1 gram/12 jam IV
- Curcuma tablet 100 mg/12 jam PO
- Ulsafat syrup 15 ml/8 jam PO
Ip Mx :
- Keadaan umum
- Vital sign
- Monitoring lab elektrolit
- Lingkar perut
Ip Ex :
- Bed rest
- Penyakit pasien disebabkan oleh penyakit hati yang kronik
- Kemungkinan membutuhkan tindakan berupa endoskopi
Problem II. HIPONATREMIA
A. Assesment
Etiologi
- Sirosis hepatis
- Nefrosis
- CHF
- Salt & water loss
- Defisisensi ACTH-kortisol dan atau mual & muntah
Komplikasi
- Neurological impairment
B. Initial plan
Diagnosis
- Urin lengkap
Terapi
- Infus NaCl 3% 1 flash (extra)
Monitoring
- Keadaan umum
- Vital sign
- Darah rutin
Edukasi
- Edukasi akan dilakukan pengambilan darah untuk evaluasi elektrolit
Problem III. ANEMIA MIKROSITIK
C. Assesment
Etiologi
- Anemia akibat penyakit kronik
- Anemia defisiensi besi
- Thalassemia
- Anemia sideroblastik
Komplikasi
- Aritmia
- Hipoksia
- Resiko iskemi, infark miokard
- Gagal jantung
D. Initial plan
Diagnosis
- Morfologi darah tepi
- Cek TIBC, ferritin serum, besi serum
- Hb elektroforesis
Terapi
-
Monitoring
- Keadaan umum
- Vital sign
- Darah rutin
Edukasi
- Edukasi akan dilakukan pengambilan darah untuk evaluasi hemoglobin
Sirosis hepatis
1 tahun yll dirawat di RS tugurejo dengan diagnosa liver mengecil
Riwayat sakit kuning 6 tahun yang lalu
Pecahnya varises esofagus
↑ tekanan porta
fibrosis, blockade pada sinusoid
Perut terasa penuh, nyeri, sebah
Retensi H2O
Aktivasi RAA
Riwayat muntah darah & BAB hitam 2 tahun yll
Arterial underfilling
Vasodilatasi splanchnic
Anemia
Aktivasi ADH
Retensi Natrium
Ascites
Ekspansi volume plasmaHiponatremia
VII. ALUR KETERKAITAN MASALAH
VIII. PROGRESS NOTE
6 Maret 2015 S
Nyeri perut (+), sebah (+), mual(+), BAK seperti teh (+)
O
TD : 102/66 mmHg N : 76 bpm
Konjungtiva palpebra pucat (+/+), Sklera kuning (-/-)
Pulmo suara dasar vesikuler, ronkhi (+/+)
Cor bunyi jantung I & II, regular, gallop (-), bising (-)
Abdomen cembung, supel, nyeri tekan (+), pekak sisi (+) ↑, pekak alih
(+), lingkar perut 81 cm
A
Ascites ec chronic liver disease, Anemia
P
- Infus Ringer asetat 20 tpm
- Injeksi omeprazole 40 mg/12 jam IV
- Injeksi Ceftriaxone 1 gram/12 jam IV
- Curcuma tablet 100 mg/12 jam PO
- Ulsafat syrup 15 ml/8 jam PO
7 maret 2015 S
Nyeri perut (+), sebah (+), mual(+),
O
TD : 109/78 mmHg N : 80 bpm
Konjungtiva palpebra pucat (+/+), Sklera kuning (-/-)
Pulmo suara dasar vesikuler, ronkhi (+/+)
Cor bunyi jantung I & II, regular, gallop (-), bising (-)
Abdomen cembung, supel, nyeri tekan (+), pekak sisi (+) ↑, pekak alih
(+), lingkar perut 80 cm
A
Ascites ec chronic liver disease, Anemia
P
- Infus Ringer asetat 20 tpm
- Injeksi omeprazole 40 mg/12 jam IV
- Injeksi Ceftriaxone 1 gram/12 jam IV
- Curcuma tablet 100 mg/12 jam PO
- Ulsafat syrup 15 ml/8 jam PO
8 Maret 2015 S
Nyeri perut (+), sebah (+), mual(+),
O
TD : 110/79 mmHg N : 80 bpm
Konjungtiva palpebra pucat (+/+), Sklera kuning (-/-)
Pulmo suara dasar vesikuler, ronkhi (+/+)
Cor bunyi jantung I & II, regular, gallop (-), bising (-)
Abdomen cembung, supel, nyeri tekan (+), pekak sisi (+) ↑, pekak alih
(+), lingkar perut 78 cm
A
Ascites ec chronic liver disease, Anemia
P
- Infus Ringer asetat 20 tpm
- Injeksi omeprazole 40 mg/12 jam IV
- Injeksi Ceftriaxone 1 gram/12 jam IV
- Curcuma tablet 100 mg/12 jam PO
- Ulsafat syrup 15 ml/8 jam PO
Rencana esofagogastroduodenoskopi (EGD) tanggal 9 Maret
9 Maret 2015 S
Nyeri perut (+) berkurang
O
TD : 1/79 mmHg N : 80 bpm
Konjungtiva palpebra pucat (+/+), Sklera kuning (-/-)
Pulmo suara dasar vesikuler, ronkhi (+/+)
Cor bunyi jantung I & II, regular, gallop (-), bising (-)
Abdomen cembung, supel, nyeri tekan (+), pekak sisi (+) ↑, pekak alih
(+), lingkar perut 72 cm
Hasil EGD : Varises esophagus grade 2, giant ulcer pada pre pylorus,
gastropati hipertensi
A
Ascites ec chronic liver disease, Anemia
P
- Infus Ringer asetat 20 tpm
- Injeksi omeprazole 40 mg/12 jam IV
- Injeksi Ceftriaxone 1 gram/12 jam IV
- Curcuma tablet 100 mg/12 jam PO
- Ulsafat syrup 15 ml/8 jam PO
- (+) ursodeoxycholic acid 250 mg/8 jam PO
10 Maret 2015 S
Nyeri perut (+) berkurang
O
TD : 1/79 mmHg N : 80 bpm
Konjungtiva palpebra pucat (+/+), Sklera kuning (-/-)
Pulmo suara dasar vesikuler, ronkhi (+/+)
Cor bunyi jantung I & II, regular, gallop (-), bising (-)
Abdomen cembung, supel, nyeri tekan (+), pekak sisi (+) ↑, pekak alih
(+), lingkar perut 72 cm
A
Ascites ec chronic liver disease, Anemia
P
- Lansoprazole 30 mg/12 jam PO
- ursodeoxycholic acid 250 mg/8 jam PO
- Curcuma tablet 100 mg/8 jam PO
- Ulsafat syrup 15 ml/8 jam PO
PEMBAHASAN
CHRONIC LIVER DISEASE
Merupakan injury pada hati yang terjadi lebih dari 6 bulan
CIRRHOSIS HEPATIS
A. Definisi
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir
fibrosis hepatic yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari
arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif . Gambaran ini terjadi akibat
nekrosis hepatoseluler. Jaringan penunjang retikulun kolaps disertai deposit jaringan
ikat, distorsi jaringan vascular, dan regenerasi nodularis parenkim hati.
Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti
belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai
gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata yang merupakan
kelanjutan dari proses hepatitis kronis dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaan
secara klinis.
B. Etiopatofisologi
a. Alcoholic cirrhosis
Konsumsi alcohol kronik dapat menyebabkan beberapa tipe chronic liver disease,
yaitu alcoholic fatty liver, alcoholic hepatitis, dan alcoholic cirrhosis. Konsumsi
alcohol berlebih dapat menyebabkan kerusakan hepar berupa fibrosis tanpa
terjadinya inflamasi dan nekrosis. Fibrosis dapat centrilobular, pericellular, or
periportal. Ketika fibrosis sampai pada derajat tertentu, akan terjadi gangguan
pada arsitektur normal liver dan terjadi pergantian sel hepar oleh nodul
regenerative. Pada sirosis alkoholik, ukuran nodul biasanya <3 mm diameter.
Bentuk sirosis ini disebut micronodular. Dengan berhentinya konsumsi alcohol,
dapat terbentuk nodul yang lebih besar, sehingga terdapat mixed micronodular
and macronodular cirrhosis.
Sebagian besar ethanol diabsorbsi pada usus halus, dan pada gaster.
Gastric alcohol dehydrogenase (ADH) adalah enzim yang memulai metabolism
alcohol. Terdapat 3 enzim yang berfungsi untuk metabolism alcohol yaitu
cytosolic ADH, the microsomal-oxidizing system (MEOS), dan peroxisomal
catalase. Oksidasi ethanol dilakukan oleh ADH untuk membentuk acetaldehyde,
yang merupakan molekul reaktif tinggi yang mempunyai banyak efek, which is a
highly reactive molecule that may have multiple effects. Acetaldehyde
dimetabolisme menjadi asetat oleh aldehyde dehydrogenase (ALDH). Intake
ethanol dapat meningkatkan akumulasi trigliserid intrasel dengan meningkatkan
uptake asam lemak dan dengan mengurangi oksidasi asam lemak dan sekresi
lipoprotein. Sintesis protein, glikosilasi, dan sekresi terganggu. Kerusakan
oksidatif pada membrane hepatosit terjadi karena terbentuknya reactive oxygen
species; acetaldehyde merupakan molekul reaktif tinggi yang bergabung dengan
protein untuk protein-acetaldehyde adducts. These adducts may interfere with
specific enzyme activities, including microtubular formation and hepatic protein
trafficking. With acetaldehyde-mediated hepatocyte damage, certain reactive
oxygen species can result in Kupffer cell activation. Sehingga, sitokin
profibrogenik dihasilkan dan menginisiasi aktivasi sel stellata, dengan produksi
berlebih kolagen dan matrix ekstrasel. Jaringan ikat tampak pada zona periportal
dan perisentral sehingga menghubungkan triad porta dengan vena sentral
membentuk nodul regenerative. Terjadi hepatosit loss, meningkatnya produksi
dan deposisi kolagen, berlangsung hingga adanya destruksi hepatosit, hepar
kontraksi dan mengecil. Prosis ini umumnya membutuhkan waktu dari tahun
hingga decade.
b. Cirrhosis due to Chronic Viral Hepatitis B or C
Infeksi hepatitis viral tipe B/C menimbulkan peradangan sel hati. Peradangan ini
menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas (hepatoselular), terjadi kolaps
lobulus hati dan ini memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa
fibrosa difus dan nodul sel hati. Walaupun etiologinya berbeda, gambaran
histologis sirosis hati sama atau hampir sama. Septa bisa dibentuk dari sel
retikulum penyangga yang kolaps dan berubah jadi parut. Jaringan parut ini dapat
menghubungkan daerah porta yang satu dengan yang lainnya atau porta dengan
sentral ( bridging necrosis).
Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai ukuran dan
ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik dan gangguan aliran
darah porta, dan menimbulkan hipertensi portal. Hal demikian dapat pula terjadi
pada sirosis alkoholik tapi prosesnya lebih lama. Tahap berikutnya terjadi
peradangan dan nekrosis pada sel duktules, sinusoid, retikulo endotel, terjadi
fibrogenesis dan septa aktif. Jaringan kolagen berubah dari reversibel menjadi
irreversibel bila telah terbentuk septa permanen yang aselular pada daerah porta
dan parenkim hati. Gambaran septa ini bergantung pada etiologi sirosis. Pada
sirosis dengan etiologi hemokromatosis, besi mengakibatkan fibrosis daerah
periportal, pada sirosis alkoholik timbul fibrosis daerah sentral. Sel limfosit T dan
makrofag menghasilkan limfokin dan monokin, mungkin sebagai mediator
timbulnya fibrinogen. Mediator ini tidak memerlukan peradangan dan nekrosis
aktif. Septal aktif ini berasal dari daerah porta menyebar ke parenkim hati.
Kolagen ada 4 tipe dengan lokasi sebagai berikut ;
1. Tipe I : Lokasi daerah sentral
2. Tipe II : Sinusoid
3. Tipe III : Jaringan retikulin
4. Tipe IV : Membran basal
Pada sirosis terdapat peningkatan pertumbuhan semua jenis kolagen tersebut. Pada
sirosis, pembentukan jaringan kolagaen dirangsang oleh nekrosis hepatoselular,
juga asidosis laktat merupakan faktor perangsang.
Dari uraian tersebut diatas dapat dilihat bahwa mekanisme terjadinya
sirosis secara mekanik dimulai dari kejadian hepatitis viral akut, timbul
peradangan luas, nekrosis luas dan pembentukan jaringan ikat yang luas disertai
pembentukan nodul regenerasi oleh sel parenkim hati yang masih baik. Jadi
fibrosis pasca nekrotik adalah dasar timbulnya sirosis hati.
Pada mekanisme terjadinya sirosis secara imunologis dimulai dengan
kejadian hepatitis viral akut yang menimbulkan peradangan sel hati,
nekrosis/nekrosis bridging dengan melalui hepatitis kronik agresif didikuti
timbulnya sirosis hati. Perkembangan sirosis dengan cara ini memerlukan waktu
sekitar 4 tahun, sel yang mengandung virus ini merupakan sumber rangsangan
terjadinya proses imunologis yang berlangsung terus sampai terjadi kerusakan
hati.
Hati posthepatitis biasanya mengecil dalam ukuran, mempunyai bentuk
yang irreguler, dan terdiri dari nodul-nodul sel hati yang dipisahkan oleh pita-pita
fibrosis yang tebal dan lebar. Gambaran mikroskopik konsisten dengan impresi
secara makro. Sirosis posthepatitis mempunyai karakteristik : kehilangan sel hati
yang luas, kolaps stromal dan fibrosis yang menyebabkan pita lebar dari jaringan
ikat yang berisi sisa dari portal triads, dan nodul irregular dari hepatosit yang
beregenerasi.
c. Cirrhosis from Nonalcoholic Fatty Liver Disease
Patients with nonalcoholic steatohepatitis are increasingly being found to
have progressed to cirrhosis. With the epidemic of obesity that continues in
Western countries, more and more patients are identified with nonalcoholic fatty
liver disease. Of these, a significant subset have nonalcoholic steatohepatitis and
can progress to increased fibrosis and cirrhosis. Over the past several years, it has
been increasingly recognized that many patients who were thought to have
cryptogenic cirrhosis in fact have nonalcoholic steatohepatitis. As their cirrhosis
progresses, they become catabolic and then lose the telltale signs of steatosis seen
on biopsy.
d. Biliary Cirrhosis
Sirosis bilier terjadi akibat kerusakan atau obtruksi lama dari sistem bilier
intrahepatik maupun ekstrahepatik. Ini diasosiasikan dengan ekskresi bilier yang
terganggu, destruksi dari parenkim hepatik, dan fibrosis yang progresif. Sirosis
bilier primer terkarakteristik dengan inflamasi kronik dan obliterasi fibrous dari
duktus-duktus kantung empedu intrahepatik. Sirosis bilier sekunder merupakan
hasil dari obstruksi lama dari duktus ekstrahepatik yang lebih besar. Walaupun
Sirosis bilier primer dan sekunder dipisahkan secara patofisiologi namun dengan
sebab awal yang sama, banyak gejala klinis yang mirip.
Stasis empedu menyebabkan penumpukan empedu didalam sel-sel hepar.
Terbentuk lembar-lembar fibrosa di tepi lobulus, namun jarang memotong
lobulus seperti sirosis laennec. Hepar membesar, mengeras, bergranula halus dan
berwarna kehijauan. Ikterus selalu menjadi bagian awal dan primer dari sindrom,
demikian pula pruritus , malabsorpsi dan steatorea.
e. Cardiac Cirrhosis
Gagal jantung kongestif kanan yang lama dan parah dapat menuju penyakit liver
kronis dan sirosis kardiak. Tampilan karakteristik patologis dari fibrosis dan
nodul regeneratif membedakan sirosis kardiak dari kongesti pasif dari hati akibat
gagal jantung akut dan nekrosis hepatoselular akut (shock liver) yang diakibatkan
dari hipotensi sistemik dan hipoperfusi dari liver.
Pada gagal jantung kanan, transmisi retrograd dari tekanan vena yang
meningkat melalui vena kava inferior dan vena hepatik menuju kongesti dari
hepar. Sinusoid-sinusoid hepar menjadi terdilatasi dan terisi penuh darah, dan
liver menjadi bengkak dan tegang. Dengan kongesti pasif yang lama dan iskemia
dari perfusi sekunder yang buruk sampai output jantung yang berkurang, nekrosis
darei sentrilobular hepatosit menyebabkan fibrosis pada daerah-daerah sentral
ini. Akhirnya, terjadi fibrosis sentrilobular, dengan kolagen menjulur keluar
dalam karakteristik pola stellate dari vena sentral. Pemeriksaan luar dari hepar
menunjukkan warna merah yang lain (terkongestif) dan daerah yang pucat
(fibrotik), sebuah pola yang sering disebut “nutmeg liver”. Kemajuan dalam
penanganan gangguan jantung, dan kemajuan dalam ilmu pengobatan bedah,
telah mengurangi frekuensi sirosis jantung.
C. Klasifikasi
1. Klasifikasi Morfologi
Sirosis Mikronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa tebal dan teratur,dalam septa parenkim
hati mengandimg nodul halus dan kecil merata tersebar di seluruh lobul.
Besar nodul < 3 mm.
Sirosis Makronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi, nodul yang
besarnya juga bervariasi. Ada nodul besar di dalanmya ada daerah luas
dengan parenkim yang masih baik atau terjadi regenerasi parenkim,
Sirosis Campuran
Sirosis mikronodular yang berubah menjadi makronodular.
2. Klasifikasi Fungsional
Kompensasi baik ( laten, sirosis dini)
Dekompensasi ( aktif,disertai kegagalan hati dan hipertensi portal )
1. Kegagalan hati/hepatoselular
Dapat timbul keluhan subjektif berupa lemah, berat badan menurun,
kembung, mual dan lain-lain.
- Spider nevi/angiomata pada kulit tubuh bagian atas, muka dan lengan
atas.
- Eritema palmaris
- Asites
- Pertumbuhan rambut berkurang
- Atrofi testis dan ginekomastia pada pria
- lkterus/jaundice, subfebris, sirkulasi hiperkinetik dan foetor hepatik.
- Ensefalopati hepatik.
- Hipoalbuminemeia, edema pretibial, gangguan koagulasi darah /
defisiensi protrombin.
2. Hipertensi Portal
Bisa terjadi :
- Menigkatnya resistensi portal dan splanknik karena mengurangnya
sirkulasi akibatf ibrosis.
- Meningkatnya aliran portal karena transmisi dari tekanan arteri hepatik ke
sistem portal akibat distorsi arsitektur hati.
D. Diagnosis
a) Manifestasi klinik
a. Sirosis kompensata
Pada tingkat ini, sirosis biasanya asimtomatik dan terdiagnosa saat
evaluasi chronic liver disease dengan liver biopsy, dan ditemukan
kebetulan saat pemeriksaan fisik, tes biokimia, imaging dengan alas an
lain, atau saat pembedahan abdomen. Keluhan dapat berupa kelelahan
yang tidak spesifik, menurunnya libido, dan gangguan tidur
b. Sirosis dekompensata
Pada tingkat ini, terjadi gejala dekompensata berupa: ascites, variceal
hemorrhage, jaundice, hepatic encephalopathy, atau kombinasi dari
beberapa gejala tersebut. Ascites merupakan gejala yanga paling sering
ditemukan, terdapat pada 80% pasien dengan sirosis dekompensata
Temuan klinis sirosis meliputi
spider angioma – spider angiomata (atau spider teleangiektasi), suatu lesi
vaskuler yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Tanda ini sering
ditemukan dibahu, muka, dan lengan atas. Mekanisme terjadinya tidak
diketahui, ada anggapan dikaitkan dengan peningkatan rasio ekstradiol atau
testosteron bebas. Tanda ini juga bisa ditemukan pula pada orang sehat,
walau umumnya ukuran lesi kecil.
Eritema palmaris, warna merah saga pada thenar atau hipothenar telapak
tangan. Hal ini dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon estrogen.
Tanda ini juga tidak spesifik pada sirosis. Ditemukan pula pada kehamilan,
artritis reumatoid, hiperteroidisme, dan keganasan hematologi.
Perubahan kuku-kuku muchrche berupa pita putih horizontal dipisahkan
dengan warna normal kuku. Diperkirakan akibat hipoalbuminemia.
Ditemukan juga pada kondisi sindromnefrotik.
Jari gada lebih sering ditemukan pada sirosis bilier. Osteoartropati
hipertropi periostisis prolifatikkronik menimbulkan nyeri.
Kontraktur dupuytren akibat fibrosis fasiapalmaris menimbulkan
kontraktur fleksi jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak secara
spesifik tidak berkaitan dengan sirosis. Tanda ini juga bisa ditemukan pada
DM, Distrofirefleksimpatetik, dan perokok yang juga mengkonsumsi
alkohol.
Ginekomastia secara histologis berupa proliferasi benigna jaringan glandula
mamae laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan androstenidion. Selain itu
ditemukan juga hilangnya rambut dada dan aksila pada laki-laki, sehingga
laki-laki mengalami perubahan kearah feminisme. Kebalikannya pada
perempuan menstruasi cepat berhenti sehingga dikira fase menopause.
Atrofi testis hipogonodisme menyebabkan impotensi dan infertil. Tanda ini
menonjol pada alhoholik sirosis dan hemakromatosis.
Hepatomegali – ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal atau
mengecil. Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular.
Splenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya
non alkoholik. Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena
hipertensi porta.
Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritonium akibat hipertensi porta
dan hipoalbuminemia. Caput medusa juga sebagai akibat hipertensi porta.
Fetorhepatikum, bau napas yang khas pada sirosis disebabkan peningkatan
konsentrasi dimetil sulfid akibat pintasan portosistemik yang berat.
Ikterus pada kulit dan membran mukosa akibat bilirubinemia. Bila
konsentrasi bilirubin kurang dari 2-3 mg/dl tak terlihat. Warna urin terlihat
gelap seperti air teh.
Asteriksis bilateral tetapi tidak sinkron berupa gerakan mengepak-ngepakan
dari tangan, dorsofleksi tangan.
Tanda-tanda lain yang menyertai diantaranya : demam yang tidak tinggi
akibat nekrosis hepar, batu pada vesika felea akibat hemolisis, pembesaran
kelenjar parotis terutama pada sirosis alkoholik, hal ini akibat sekunder
infilterasi lemak, fibrosis dan edema.
Diabetes Melitus dialami 15-30% pasien sirosis. Hal ini akibat resistensi
insulin dan tidak adekuatnya sekresi insulin oleh sel β pankreas.
b) pemeriksaan penunjang
Aspartat amino transferase (AST), atau serum glitamil oksaloasetat (SGOT)
dan alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamilpiruvat transaminase
(SGPT) meningkat tetapi tak begitu tinggi. AST lebih meningkat daripada
ALT, namun bila transaminase normal tidak mengenyampingkan adanya
sirosis.
Alkali fosfatase meningkat kurang dari 2-3 kali batas normal atas.
Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis
primer dan sirosis bilier primer.
Gama Glutamil Transpeptidase (GGT), konsentrasinya seperti halnya
alkalifosfatase pada penyakit hati. Meninggi pada penyakit hati alkoholik
kronik, karena alkohol selain mengindiksi GGT mikrosomal hepatik,juga
bisa menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit.
Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis kompensata, namun bisa
meningkat pada sirosis lanjut.
Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan hati, konsentrasinya menurun sesuai
dengan perburukan sirosis.
Globulin, konsenterasinya meningkat pada sirosis. Akibat sekunder dari
pintasan, antigen baketri dari sistem porta ke jairngan limfoid, selanjutnya
mengindukasi produksi imunoglobulin.
Waktu Protrombin mencerminkan derajat / tingkatan disfungsi sintesis hati,
sehingga pada sirosis meanjang.
Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites,dikaitkan
dengan ketidakmampuan ekskresi aiar bebas.
Kelainan hematologi anemia, penyebabnya bisa bermacan-macam, anemia
normokrom, normositer,hipokrom mikrositer atau hipokrom makrositer.
Anemia dengan trombositopenia, lekopenia, dan nitropenia akibat
splenomegali kongestif dengan hipertensi sehingga terjadi hipersplenisme.
Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk konfirmasi
adanya hipertensi porta. Ultra sonografi (USG) sudah secara rutin digunakan
karena pemeriksaanya non invasif dan mudah digunakan, namun
sensitifitasnya kurang. Pemeriksaan hati yang bisa dinilai dengan USG
meliputi sudaut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya
masa. Pada sirosis lanjutan, hati mengecil dan nodular, permukaan irregular,
dan ada peningkatan echogenitas parenkimal hati. Selain itu USG juga bisa
untuk melihat asites, splenomegali, tombosis vena porta dan pelebaran vena
porta, serta skrining adanya karsinoma hati pada pasien sirosis.
Tomografi komputerisasi, informasinya sama dengan USG, tidak rutin
digunakan karena biayanya relatif mahal.
Gold standard menggunakan liver biopsy
E. Komplikasi
1. Hipertensi portal
Terjadi karena peningkatan resisten aliran portal dan peningkatan aliran
vena portal. Meningkatnya resisten pembuluh darah sinusoidal yang
disebabkan oleh deposisi jaaringan fibrous dan kompresi dari nodul
degenerative serta vasokonstriksi aktif
Pada proses hipertensi portal awal, limpa membesar dan menyimpan
platelet dan bentuk darah lainnya sehingga terjadi hipersplenisme. Pembuluh
darah yang biasa mengalirkan darah melalui system porta, seperti v,coronary
membalikkan alirannya dan memindahkan alirannya ke sirkulasi sistemik.
Kolateral portosistemik ini kurang mampu melakukan dekompresi system
vena porta sehingga peningkatan aliran porta mempertahankan keadaan
hipertensi portal karena vasodilatasi splanchnic. Sehingga meningkatkan
produksi NO.
Karena adanya splanchnic vasodilation terjadi vasodilatasi sistemik yang
menyebabkan menurunnya volume darah arteri efektif sehingga menyebabkan
aktivasi system neurohumoral, retensi natrium, expansi volume plasma, dan
adanya hyperdynamic circulatory state.
Perdarahan varises
form through dilation of the coronary and gastric veins and constitute
gastroesophageal varices. The initial formation of esophageal collaterals
depends on a threshold portal pressure, which is a hepatic venous
pressure gradient of 10 to 12 mm Hg, below which varices do not
develop.
Development of a hyperdynamic circulatory state leads to further
dilation and growth of varices and eventually to their rupture and
variceal hemorrhage, one of the most dreaded complications of portal
hypertension. Tension in a varix determines variceal rupture and is
directly proportional to variceal diameter and intravariceal pressure and
inversely proportional to variceal wall thickness.
Ascites
Cirrhosis leads to sinusoidal hypertension by blocking hepatic venous
outflow both anatomically by fibrosis and regenerative nodules and
functionally by increased postsinusoidal vascular tone. Similar to the
formation of esophageal varices, a threshold hepatic venous pressure
gradient of 12 mm Hg is needed for the formation of ascites. In addition,
retention of sodium replenishes the intravascular volume and allows the
continuous formation of ascites. Retention of sodium results from
vasodilation that is mostly due to an increase in NO production; NO
inhibition in experimental animals increases urinary sodium excretion
and lowers plasma aldosterone levels. With progression of cirrhosis and
portal hypertension, vasodilation is more pronounced, thereby leading to
further activation of the renin-angiotensin-aldosterone and sympathetic
nervous systems and resulting in further sodium retention (refractory
ascites), water retention (hyponatremia), and renal vasoconstriction
(hepatorenal syndrome).
Spontaneous bacterial peritonitis
Spontaneous bacterial peritonitis, which is an infection of ascitic
fluid, occurs in the absence of perforation of a hollow viscus or an intra-
abdominal inflammatory focus such as an abscess, acute pancreatitis, or
cholecystitis. Bacterial translocation, or the migration of bacteria from
the intestinal lumen to mesenteric lymph nodes and other extraintestinal
sites, is the main mechanism implicated in spontaneous bacterial
peritonitis. Impaired local and systemic immune defenses are a major
element in promoting bacterial translocation and, together with shunting
of blood away from the hepatic Kupffer cells through portosystemic
collaterals, allow a transient bacteremia to become more prolonged,
thereby colonizing ascitic fluid. Spontaneous bacterial peritonitis occurs
in patients with reduced ascites defense mechanisms, such as a low
complement level in ascitic fluid. Another factor that promotes bacterial
translocation in cirrhosis is bacterial overgrowth attributed to a decrease
in small bowel motility and intestinal transit time. Infections, particularly
from gram-negative bacteria, can precipitate renal dysfunction through
worsening of the hyperdynamic circulatory state.
Hepatorenal syndrome
2. Insufisiensi hepar
Ensefalopati
In cirrhosis, ammonia accumulates in the systemic circulation because
of shunting of blood through portosystemic collaterals and decreased
liver metabolism (i.e., liver insufficiency). The presence of large
amounts of ammonia in the brain damages supporting brain cells or
astrocytes and leads to structural changes characteristic of hepatic
encephalopathy (Alzheimer's type II astrocytosis). Ammonia results in
upregulation of astrocytic peripheral-type benzodiazepine receptors,
the most potent stimulants of neurosteroid production. Neurosteroids
are the major modulators of γ-aminobutyric acid, which results in
cortical depression and hepatic encephalopathy. Other toxins, such as
manganese, also accumulate in the brain, particularly the globus
pallidus, where they lead to impaired motor function
Jaundice
Jaundice in cirrhosis is a reflection of the inability of the liver to
excrete bilirubin and is therefore the result of liver insufficiency.
However, in cholestatic diseases leading to cirrhosis (e.g., primary
biliary cirrhosis, primary sclerosing cholangitis, vanishing bile duct
syndrome), jaundice is more likely due to biliary damage than liver
insufficiency. Other indicators of liver insufficiency, such as the
prothrombin time or the presence of encephalopathy, help determine
the most likely contributor to hyperbilirubinemia.
G. Prognosis
Prognosis tergantung pada luasnya kerusakan hati/kegagalan hepatoselular, beratnya
hipertensi portal dan timbulnya komplikasi lain.
Berdasarkan klasifikasi Child :
Parameter klinis 1 2 3
Bilirubin serum
Albumin serum
Asites
Ensefalopati
Nutrisi
< 2
> 3,5
Nihil
Nihil
Sempurna
2 – 3
3 – 3,5
Mudah dikontrol
Minimal
Baik
> 3
< 3
Sukar
Berat/ Koma
Kurang/ kurus
Kombinasi skor : 5-6 (Child A), 7-9 (Child B), 10-15 (Child C)
Angka kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien dengan child A, B, C berturut-
turut 100, 80, 45 %
DAFTAR PUSTAKA
Harrison’s 2005. principle of internal medicine, 16 ed. Editor Kurt J. Isselbacher, A.B,
MD, Eugene Braunwald, et. Al, Boston
Goldman, Aussielo. Cecil Medicine 23rd edition an expert consult title. 2007; Saunders
Sylvia A. Price 2005. Patfisiologi : Konsep klinik proses-proses penyakit, ed. 6, vol 2.
editor : Sylvia A. Price, lorraine M. Wilson
Hou. W, Sanyal. A. Ascites : diagnosis and management. MedClin N Am 93 (2009) 801-
817