Download - Lapsus Interna Serosis Hepatis Dewiq Final
BAB I
LAPORAN KASUS INTERNA
SIROSIS HEPATIS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama penderita : Tn.Sampurno
Umur : 57 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Bendo tretek, Prambon
Tanggal MRS : 12-06-2014
No Rekam Medik : 1625435
II. ANAMNESIS
a. Keluhan utama : BAB warna hitam dan muntah darah
b. Keluhan khusus :
Pasien laki-laki 57 tahun datang ke RS dengan keluhan muntah darah,
warna hitam, frekuensi 5x, 6 jam SMRS , banyaknya seperempat gelas tiap kali
muntah. pasien mengeluh BAB hitam seperti petisberbau busuk, frekuensi ± 4x,
konsistensi lembek, banyaknya ± 1 gelas besar setiap kali BAB. BAK warna
coklat pekat seperti teh.
Pasien mengeluh perutnya membesar.Perutnya dikatakan membesar secara
perlahan pada seluruh bagian perut sejak1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Perutnya
dirasakan semakin hari semakin membesar dan bertambah tegang, namun keluhan perut
membesar ini tidak sampai membuat pasien sesak dan kesulitan bernapas. Keluhan
mual dan muntah ini membuat pasien menjadi malas makan (tidak nafsu makan).
Pasien mengeluh lemas sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Keluhan lemas dirasakan terus menerus dan tidak menghilang walaupun pasien
telah beristirahat. akhirnya 6 hari sebelum masuk rumah sakit pasien tidak bisa
1
melakukan aktivitas sehari-hari. Keluhan panas badan,rambut rontok disangkal
oleh pasien.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit asma disangkal.
Riwayat pernah transfusi darah ada.
Riwayat sakit kuning disangkal.
Riwayat kencing manis disangkal.
Riwayat keluhan muntah dan BAB berdarah ada sejak 2 tahun SMRS.
Dikatakan menderita maag kronis.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat sakit kuning dalam keluarga disangkal
Riwayat penyakit dengan gejala yang sama dalam keluarga disangkal
e. Riwayat Kebiasaan
Riwayat minum jamu dan obat-obatan penghilang nyeri disangkal.
Riwayat minum alkohol disangkal
f. Riwayat Sosial Ekonomi Dan Lingkungan
Pendidikan terakhir pasien adalah SMA, sehari-hari pasien bekerja sebagai
pedagang. Pendapatan pasien berkisar Rp. 600.000 – 700.000,-sebulan. Rumah
pasien berukuran kira-kira 6x12 meter, terdiri dari 2 kamar tidur, ruang tamu dan
dapur. Dinding rumah pasien terbuat dari semen dan berlantaikan keramik.
Jendela rumah ada di ruang tamu. Pasien dan keluarga menggunakan sumur untuk
kebutuhan mandi dan mencuci serta sebagai sumber air untuk dikonsumsi. Air
minum sehari-hari yang berasal dari sumur selalu dimasak hingga mendidih
sebelum dikonsumsi. Pasien mempunyai kamar mandi dan WC.
Kesan : keadaan sosial, ekonomi dan lingkungan cukup
2
g. Riwayat Gizi
Pasien makan 2-3 kali dalam sehari. Menu yang sering dikonsumsi berupa nasi,
lauk pauk (tahu dan tempe) dan sayur. Terkadang mengkonsumsi ikan laut.
Selama sakit, nafsu makan pasien menurun, sehari makan 3 kali dan setiap kali
makan hanya sekitar 2-3 sendok.
Kesan : kebutuhan gizi cukup
III. PEMERIKSAAN FISIK
a. Pemeriksaan umum
1. Keadaan umum : Sedang
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Tanda – tanda vital :
- Tekanan darah : 120/80mmHg
- Nadi : 90 x/menit
- Temperatur : 36,5 ºC
- Respiration Rate : 18 x/menit
4. Gizi : cukup
BB = 55 kg; TB = 170 cm
BMI = 18,6
5. Kulit : Tidak ada spider nervi, turgor kulit normal, tidak ada ptekie
6. Kelenjar limfe : Tidak ada pembesaran limfe colli, aksila, dan
Inguinal
7. Otot : Tidak terdapat atrofi otot
8. Tulang : Tidak ada deformitas
Kesan : Didapatkan keadaan umum pasien cukup.
3
IV. PEMERIKSAAN KHUSUS
1. Kepala
• Bentuk : lonjong, simetris
• Rambut : hitam + putih, berombak, pendek, tidak mudah dicabut
• Mata
- Konjungtiva : anemis -/-
- Sklera : ikterik -/-
- Refleks pupil : normal, pupil isokor Ө 3mm/3 mm, refleks cahaya +/+
- Sekret : (-)
• Telinga : sekret (-), perdarahan (-)
• Hidung : tidak terdapat secret, tidak terdapat perdarahan, napas
cuping hidung -/-
• Mulut : Sianosis (-), bau (-), mukosa mulut pucat (-),
2. Leher
• Inspeksi : tidak tampak pembesaran KGB leher
• Palpasi : tidak teraba pembesaran KGB leher
Kesan: tidak didapatkan kelainan pada leher
3. Dada
- Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tak terlihat
Palpasi : Ictus Cordis tak teraba
4
Perkusi : Batas kanan : redup pada ICS IV PSL D
Batas kiri : redup pada ICS V MCL S
Auskultasi : S1S2 tunggal reguler, ekstrasistol -, gallop -, murmur -
Kesan: tidak didapatkan kelainan pada jantung
4. Paru
Inspeksi : statis: dinamis; simetris kanan = kiri
Palpasi : stem fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru.
Auskultasi: vesikuler normal, ronki (-), wheezing (-)
Kesan: cor/pulmo dbN
5. Abdomen
Inspeksi : distended
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : meteorismus (-)
shifting dullness (+)
Palpasi : Nyeri tekan (+) di epigastrium
Hepar/Lien : tidak teraba
Murphy’s sign (+)
6. Genital : tidak ada kelainan
7. Ekstremitas atas :
nyeri sendi (-), gerakan bebas, edema (-), jaringan parut (-), pigmentasi
normal, telapak tangan pucat (-), jari tabuh (-), turgor kembali lambat (-),
eritema palmaris (-), akrosianosis(-),bulu ketiak rontok (-)
5
8. Ekstremitas bawah :
nyeri sendi (-), gerakan bebas, edema (-) pada kedua tungkai, jaringan parut
(-), pigmentasi normal, jari tabuh (-), turgor kembali lambat (-), akrosianosis
(-)
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (14 Juni 2014)
Pemeriksaan
Haematologi
Metode Hasil Nilai Rujukan
WBC (Leukosit)RBC (Eritrosit)HGB (Hemoglobin)HCT (Hematokrit)PLT (Trombosit)MCVMCHMCHCRDW-SDRDW-CVPDWMPVP-LCRPCTEO%BASO%NEUT%LYMPH%MONO%EO#BASO#MONO#NEUT#
LYMPH#
Flowcymetri
Cell Counter
Cell Counter
Cell Counter
Cell Counter
Cell Counter
1.96*2.92*7.1*22.0*63*75.3*24.3*32.3*53.6*16.4*11.79.723.30.11*1.4*0.260.729.38.4*0.340.042.0114.50*6.99*
4.8-10.8 10^3/uL4.2-6.1 10^6/uL12-18 g/dL37-52%150-450 10^3/uL79-99 fl27-31 pg33-37 g/dL35-47 fl11.5-14.5 %9-17 fl9-13 fl13-43 %0.150-0.400 %0-1 %0-1 %50-70 %25-40 %2-8 %10^3/uL10^3/uL10^3/uL2-7.7 10^3/uL0.8-4 10^3/uL
6
Pemeriksaan USG Abdomen (15 Juni 2014)
Hepar : Bentuk dan ukutan mengecil, tepi tajam, permukaan tidak rataa, parenkim kasar
homogen.
Gall Blader : Bentuk dan ukuran normal, isi kosong, dinding tebal.
Asites : (+)
Lien : Bentuk membesar, parenkim halus homogen.
Ginjal : Bentuk dan ukuran normal, kortek dan medula jelas.
Kesan : Sirosis hepatis
Pemeriksaan Endoskopi (19 des 2013)
Kesimpulan : varises esophagus
7
Pemeriksaan
Kimia klinik
Metode Hasil Nilai Rujukan
Gula darah puasa
Albumin
Globulin
Bilirubin direct
Bilirubin total
SGOT (AST)
SGPT (ALT)
ELEKTROLIT
Natrium
Kalium
Chlorida
Hexokinase
Bromcresol green
Jendrasik
Bilirubin DPD
IFCC
IFCC
ISE
ISE
ISE
96
2.1*
2.2
0.58*
0.74
110
68
142
4.0
102
74-109 mg/dL
3.97-6.96 g/dL
2-3.6 g/dL
<0.3 mg/dL
<1.2 mg/dL
<40
<41
137-145 mmol/L
3.6-5 mmol/L
98-107 mmol/L
VI. DIAGNOSA KERJA
Hematemesis melena ec varises esofagus ec sirosis hepatis
VII. DIAGNOSA
sirosis hepatis
VIII. DIAGNOSA BANDING
Hematemesis melena ec gastritis erosif
IX. PLANING
- Pasang NGT
- Inf PZ : Futrolit 2 : 1 = 21 tpm
- Pantoprazole 2 x 1 drip dalam PZ 100cc
- Inj Cefotaxim 3 x 1
- Inj. Ondancentron 3 x 1
- Inj. Propanolol 2x10 mg
- Inj. Spironolakton 2x100 mg
- Inj. Asam traneksamat 3x1 amp (IV)
- Inj. Vit K 3x1 amp (IV)
- Transfusi PRC 2bag/hari sampai dengan Hb>10
Per Oral
- Curcuma 3x1 tab
- Lactulac Syrup 3x1
- Sucralfat syrup 3 x 1C
X. PLANING MONITORING
8
Darah :
o Hb, Ht, Leukosit, Trombosit
o SGOT, SGPT, albumin
o Ureum, kreatinin
o alkaline phosphatase, gamma GT
o waktu perdarahan, waktu pembekuan
o Elektrolit Na, K, Ca, Cl
o HbsAg, IgG anti Hbc
USG abdomen
Esofagogastroduodenoskopi
XI. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad malam
X1. RESUME
Pasien laki-laki 57 tahun datang ke RS dengan keluhan muntah darah, warna hitam,
frekuensi 5x, 6 jam SMRS , banyaknya seperempat gelas tiap kali muntah. pasien mengeluh
BAB hitam seperti petisberbau busuk, frekuensi ± 4x, konsistensi lembek, banyaknya ± 1 gelas
besar setiap kali BAB. BAK warna coklat pekat seperti teh.
Pasien mengeluh perutnya membesar.Perutnya dikatakan membesar secara perlahan pada
seluruh bagian perut sejak1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Perutnya dirasakan semakin hari
semakin membesar dan bertambah tegang, namun keluhan perut membesar ini tidak sampai membuat
pasien sesak dan kesulitan bernapas. Keluhan mual dan muntah ini membuat pasien menjadi malas
makan (tidak nafsu makan).
Pasien mengeluh lemas sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Keluhan lemas
dirasakan terus menerus dan tidak menghilang walaupun pasien telah beristirahat. akhirnya 6
hari sebelum masuk rumah sakit pasien tidak bisa melakukan aktivitas sehari-hari. Keluhan
panas badan,rambut rontok disangkal oleh pasien.
9
Berdasarkan riwayat penyakit dahulu, mengatakan pernah transfusi darah. Pasien juga
pernah menderita keluhan muntah dan BAB berdarah selama 2 tahun. dikatakan pasien
menderita maag kronis.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos
mentis, tekanan darah 120/90 mmHg, nadi 90 kali/menit reguler, isi dan tegangan cukup,
pernapasan 18 kali/menit, suhu badan 36,5 0C, Abdomen: distended , nyeri tekan daerah
epigastrium (+), meteorismus (-), Asites (+), Hepar/Lien : tidak teraba , Murphy’s sign (+),
shifting dullness (+),Test undulasi (+).Kesan : Ascites.
Pemeriksaan penunjang: Hematologi: Hb 7.1 g/dl, eritrosit 2.92 /uL, leukosit 1.96/uL,
Trombosit 63.000/mm3. Kesan: Anemia + leukositosis (infeksi/inflamasi) + trombositopeni
Kimia klinik: Natrium 142 mmol/l, Kalium 4,0 mmol/l, Albumin 2,1 g/dl, Globulin 2,2 g/dl,
SGOT 110 U/l, SGPT 68 U/l, Bilirubin Direct 0,58 mg/dl, Bilirubin total 0,74 mg/dl.
10
BAB II
PEMBAHASAN
1. TINJAUAN PUSTAKA
A. Batasan
Istilah Sirosis diberikan petama kali oleh Laennec tahun 1819, yang
berasal dari kata kirrhos yang berarti kuning orange (orange yellow), karena
terjadi perubahan warna pada nodul-nodul hati yang terbentuk.
Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan
adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan
adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan
ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan
perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat
penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut. Telah diketahui bahwa penyakit
ini merupakan stadium terakhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya
pengerasan dari hati yang akan menyebabkan penurunan fungsi hati dan
bentuk hati yang normal akan berubah disertai terjadinya penekanan pada
pembuluh darah dan terganggunya aliran darah vena porta yang akhirnya
menyebabkan hipertensi portal. Pada sirosis dini biasanya hati membesar,
teraba kenyal, tepi tumpul, dan terasa nyeri bila ditekan.
11
Menurut Lindseth; Sirosis hati adalah penyakit hati kronis yang dicirikan
dengan distorsi arsitektur hati yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat
dan nodul-nodul regenerasi sel hati. Sirosis hati dapat mengganggu sirkulasi
sel darah intra hepatik, dan pada kasus yang sangat lanjut, menyebabkan
kegagalan fungsi hati..
Menurut Lindseth; Sirosis hati adalah penyakit hati kronis yang dicirikan
dengan distorsi arsitektur hati yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat
dan nodul-nodul regenerasi sel hati. Sirosis hati dapat mengganggu sirkulasi
sel darah intra hepatik, dan pada kasus yang sangat lanjut, menyebabkan
kegagalan fungsi hati.
B. Anatomi Hati
Hati adalah organ yang terbesar yang terletak di sebelah kanan atas
rongga perut di bawah diafragma. Beratnya 1.500 gr atau 2,5 % dari berat
badan orang dewasa normal. Pada kondisi hidup berwarna merah tua karena
kaya akan persediaan darah.
Hati terbagi menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang dipisahkan oleh
ligamentum falciforme, di inferior oleh fissure dinamakan dengan ligamentum
teres dan di posterior oleh fissure dinamakan dengan ligamentum venosum. .
12
Lobus kanan hati enam kali lebih besar dari lobus kirinya dan mempunyai 3
bagian utama yaitu : lobus kanan atas, lobus caudatus, dan lobus quadrates.
Hati dikelilingi oleh kapsula fibrosa yang dinamakan kapsul glisson dan
dibungkus peritorium pada sebagian besar keseluruhan permukaannnya
Hati disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu : Vena porta hepatica yang
berasal dari lambung dan usus, yang kaya akan nutrien seperti asam amino,
monosakarida, vitamin yang larut dalam air, dan mineral dan Arteri hepatica,
cabang dari arteri kuliaka yang kaya akan oksigen.
C. Fungsi Hati
Hati selain salah satu organ di badan kita yang terbesar , juga mempunyai
fungsi yang terbanyak. Fungsi dari hati dapat dilihat sebagai organ
keseluruhannya dan dapat dilihat dari sel-sel dalam hati.
a. Fungsi hati sebagai organ keseluruhannya diantaranya ialah;
1. Ikut mengatur keseimbangan cairan dan elekterolit, karena semua
cairan dan garam akan melewati hati sebelum ke jaringan ekstraseluler
lainnya.
2. Hati bersifat sebagai spons akan ikut mengatur volume darah,
misalnya pada dekompensasio kordis kanan maka hati akan membesar.
3. Sebagai alat saringan (filter)
Semua makannan dan berbagai macam substansia yang telah diserap oleh
intestine akan dialirkan ke organ melalui sistema portal.
D. Epidemiologi
Kejadian di Indonesia menunjukkan bahwa pria lebih banyak dari wanita
(2,4-5:1), dimana kelompok terbanyak didapati pada dekade kelima.
Sedangkan angka kejadian sirosis hati dari hasil otopsi sekitar 2,4% di negara
Barat.1,2
Lebih dari 40% pasien Sirosis hati asimptomatik, pada keadaan ini sirosis
ditemukan waktu pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu autopsi.
Keseluruhan insiden sirosis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000
13
penduduk dan menimbulkan sekitar 35.000 kematian pertahun. Sirosis
merupakan penyebab kematian kesembilan di AS dan bertanggungjawab
terhadap 1,2% seluruh kematian di AS.
Belum ada data resmi nasional tentang sirosis hati di Indonesia, namun
dari beberapa laporan rumah sakit umum pemerintah di Indonesia secara
keseluruhan prevalensi sirosis adalah 3,5% seluruh pasien yang dirawat di
bangsal penyakit dalam atau rata-rata 47,4% dari seluruh pasien penyakit hati
yang dirawat. Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien sirosis
hati sebanyak 819 (4%) dari seluruh pasien di bagian penyakit dalam.
Penyebab utama sirosis di Amerika adalah hepatits C (26%), penyakit hati
alkoholik (21%), hepatitis C plus penyakit hati alkoholik (15%), kriptogenik
(18%), hepatitis B, yang bersamaan dengan hepatitis D (15%), dan penyebab
lain (5%) Sedangkan di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B dan
C. Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan bahwa virus hepatitis B
menyebabkan sirosis sebesar 40-50% dan virus hepatitis C 30-40%,
sedangkan 10-20% penyebabnya tidak diketahui, alkohol sebagai penyebab
sirosis hati di Indonesia mungkin frekuensinya kecil sekali karena belum ada
datanya.
2. KLASIFIKASI SEROSIS HEPATIS
Secara morfologi, Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu :8
1. Mikronodular
2. Makronodular
3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular)
Secara Fungsional Sirosis terbagi atas :7,8
1. Sirosis hati kompensata, sering disebut dengan laten sirosis hati. Pada Stadium
kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini
ditemukan pada saat pemeriksaan screening.
2. Sirosis hati dekompensata. Dikenal dengan sirosis hati aktif, dan stadium ini
biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya: spider neavi, ascites, edema dan
ikterus.
14
Pada pasien ini didiagnosis sebagai sirosis hepatis dekompensata karena telah
terdafat menifestasi klinis yang jelas seperti asites, venektasi, splenomegali,
hematemesis dan melena.
II.1 Etiologi 10
Etiologi yang umumnya mengakibatkan sirosis adalah:
1. Penyakit infeksi (bruselosis, ekinokokus, skistomiasis, toksoplasmosis, hepatitis
B, hepatitis C)
2. Penyakit keturunan dan kelainan metabolik (Hemakhomatosis, Penyakit Wilson,
Tirosinemia, sindroma fanconi, penyakit gaucher, penyakit simpnan glikogen)
3. Obat dan toksin (alkohol, amiodarpn arsenik obstruksi bilier, penyakit
perlemakan hati non alkoholik, sirosis bilier primer, kolangitis sklerosis primer)
4. Penyebab lain atau tidak terbukti (penyakit usus inflamasi kronik, fibrosis kistik,
pintas jejunoileal, sarkoidosis)
Pada pasien ini, etiologi yang mungkin menyebabkan terjadinya sirosis hepatis
adalah infeksi virus hepatitis kronik (hepatitis B atau hepatitis C). Hal ini dapat
ditegakkan berdasarkan anamnesis riwayat transfusi darah sebelumnya. hal ini
didukung pula dengan hasil pemeriksaan sero imunologi HbsAg (+) pada pasien
ini yang berarti pasien adalah pengidap hepatitis B kronik.
II.2 Patofisiologi
Pada sirosis hati, hipertensi portal timbul dari kombinasi peningkatan
vaskular intrahepatik dan peningkatan aliran darah ke sistem vena porta.
Peningkatan resistensi vaskular intrahepatik akibat ketidakseimbangan antara
vasodilator dan vasokontriktor. Peningkatan gradient tekanan portocaval
menyebabkan terbentuknya kolateral vena portosistemik yang akan menekan
sistem vena porta. Drainage yang lebih dominan pada vena azygos menyebabkan
terbentuknya varises oesofagus yang cenderung mudah berdarah. Varises
oesofagus dapat terbentuk pada saat HVPG diatas 10 mmHg.
Hipertensi portal paling baik diukur dengan menggunakan pengukuran
15
hepatic vein pressure gradient (HVPG). Perbedaan tekanan antara sirkulasi
portal dan sistemik sebesar 10-12 mmHg sangat penting dalam terbentuknya
varises. Nilai normal HVPG adalah 3-5 mmHg. Pengukuran awal HPVG
bermanfaat bagi sirosis compensate dan decompensate, sedangkan pengukuran
secara berulang HPVG berguna untuk monitoring pengobatan dan progresivitas
penyakit hati.
Gambar : Patofisiologi Varises Oesofagus (de Franchis 2010)
II.3 Tanda dan Gejala Klinis
II.3.1 Gejala klinis
Pasien dengan sirosis dapat datang ke dokter dengan sedikit keluhan, dapat tanpa
keluhan sama sekali, atau dengan keluhan penyakit lain. Beberapa keluhan dan
gejala yang sering timbul pada sirosis antara lain adalah1,4,5 : kulit berwarna kuning,
rasa mudah lelah, nafsu makan menurun, gatal, mual, penurunan berat badan, nyeri
perut dan mudah berdarah.
Pasien sirosis juga dapat mengalami keluhan dan gejala akibat komplikasi dari
sirosis hatinya. Pada beberapa pasien, komplikasi ini dapat menjadi keluhan yang
membawanya pergi ke dokter. Pasien sirosis dapat tetap berjalan kompensata selama
bertahun-tahun, sebelum berubah menjadi dekompensata. Sirosis dekompensata
16
dapat dikenal dari timbulnya bermacam komplikasi seperti ikterus, perdarahan
varises, asites, atau ensefalopati.
Sesuai dengan konsensus Braveno IV, sirosis hati dapat diklasifikasikan menjadi
empat stadium klinis berdasarkan ada tidaknya varises, ascites, dan perdarahan
varises5 :
Stadium 1: tidak ada varises, tidak ada asites,
Stadium 2: varises, tanpa ascites,
Stadium 3: ascites dengan atau tanpa varises dan
Stadium 4: perdarahan dengan atau tanpa ascites.
Stadium 1 dan 2 dimasukkan dalam kelompok sirosis kompensata, semetara
stadium 3 dan 4 dimasukkan dalam kelompok sirosis dekompensata. Pada pasien ini,
didapatkan adanya ascites dan adanya perdarahan yang terbukti dengan adanya
muntah darah dan BAB berwarna hitam, juga adanya keluhan naffsu makan
berkurang, mual, sehingga memperkuat diagnosis sirosis hepatis dekompensata.
II.4 Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang khas pada pasien dengan sirosis hepatis antara lain10:
1. Spider naevi
2. Eritema palmaris
3. Ginekomastia
4. Fetor hepatikum
5. Splenomegali
6. Asites
7. Ikterus
Pada pasien ini didapatkan pemeriksaan fisik berupa splenomegali, asites.
II.5 Pemeriksaan Laboratorium
Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium antara lain10:
1.SGOT dan SGPT meningkat tapi tidak terlalu tinggi, dimana biasanya
SGOT>SGPT
2.Alkaline fosfatase meningkat
17
3.Bilirubin meningkat
4.Albumin menurun sedangkan globulin meningkat
5.PT memanjang
6.Na menurun
7.Kelainan hematologi meliputi anemia, trombositopenia dan leukopenia
Pada pasien ini didapatkan hasil pemeriksaan laboratorium yang mendukung
untuk ditegakkannya diagnosis sirosis hepatis dekompensata yaitu adanya
peningkatan SGOT (110 U/l), SGOT>SGPT, bilirubin meningkat (bilirubin
direk=0,58), rasio albumin:globulin terbalik (2,1:2,2), dan adanya kelainan
hematologi berupa trombositopenia (trombosit: 63.000/mm3).
II.6 Diagnosis
Diagnosis sementara berupa sirosis hati dekompensata pada pasien dapat
ditegakkan dari anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
laboratorium yang telah diuraikan sebelumnya. Pemeriksaan penunjang yang telah
dilakukan untuk memperkuat diagnosis sirosis hati dekompensata pada pasien ini
adalah USG abdomen. Adapun hasil USG abdomen pada pasien ini menyatakan
bahwa gambaran hati pada pasien ini sesuai dengan gambaran sirosis hepatis yaitu
ukuran hepar mengecil, permukaan tidak rata, parenkim kasar, disertai pula dengan
pembesaran ukuran lien.
Untuk memperkuat diagnosis sementara menjadi diagnosis kerja, maka dapat
dilakukan rencana pemeriksaan penunjang sebagai berikut:
1. Pemeriksaan endoskopi
Varises esofagus dapat ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan endoskopi.
Sesuai dengan konsensus Baveno IV, bila pada pemeriksaan endoskopi pasien sirosis
tidak ditemukan varises, dianjurkan pemeriksaan endoskopi ulang dalam 2 tahun.
Bila ditemukan varises kecil, maka dilakukan endoskopi dalam 1 tahun, dan jika
ditemukan varises besar, maka secepatnya dilakukan tindakan preventif untuk
mencegah perdarahan pertama.3
Pada pasien ini, endoskopi didapatkan varises esofagus dan varises gaster penyebab
terjadinya hematemesis dan melena. Umumnya kedua hal tersebut disebabkan
18
pecahnya suatu varises esofagus atau adanya gastritis erosif. Pada pemeriksaan
endoskopi ditemukan adanya varises esofagus yang pecah, maka ini akan
mendukung diagnosis sirosis hepatis dekompensata, karena pecahnya varises
esofagus merupakan manifestasi dari hipertensi portal
2. Biopsi hati
Pemeriksaan biopsi hati merupakan gold standard untuk menegakkan diagnosis
sirosis hepatis. Karena pada kasus tertentu sulit untuk membedakan antara hepatitis
kronik aktif yang berat dengan suatu keadaan sirosis hepatis dini. Oleh karena itu
pada kasus pasien ini, direncanakan untuk dilakukan pemeriksaan biopsi hati. Bila
pada pemeriksaan biopsi hati didapatkan keadaan fibrosis dan nodul-nodul regenerasi
sel hati, maka diagnosi sirosis hepatis dapat ditegakkan dengan pasti.
II.7 Komplikasi 10
Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasi yang ditimbulkannya.
Komplikasi yang umumnya terjadi pada pasien sirosis hepatis antara lain:
1. Perdarahan gastrointestinal
2. Ensefalopati hepatik.
3. Koma hepatikum
4. Hipertensi portal
5. Sindroma hepatorenal
6. Karsinoma hepatoseluler
7. Peritonitis bakterial spontan
Pada pasien ini didapatkan hasil anamnesis berupa adanya muntah darah dan
BAB berwarna hitam. Hal ini adalah komplikasi perdarahan gastrointestinal yang
kemungkinan disebabkan oleh pecahnya varises esofagus, dengan pemeriksaan
endoskopi yang sudah dilakukan pada pasien ini.
19
II.8 Penatalaksanaan9,10
Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa :
1. Simptomatis
2. Supportif, yaitu :
a. Istirahat yang cukup
b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang misalnya : cukup kalori,
protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin
c. Pengobatan berdasarkan etiologi
Pada sirosis hati akibat infeksi virus hepatitis B dapat dicoba dengan interferon
alfa dan lamivudin.
Pada sirosis alkoholik, maka pengobatan utama adalah menghentikan secara
total konsumsi alkohol oleh pasien.
Pada hepatitis autoimun dapat diberikan steroid atau imunosupresif
Pada sirosis akibat hepatitis C kronik maka kombinasi interferon dan ribavirin
merupakan terapi standar.
d. Pengobatan fibrosis hati
Pengobatan antifibrotik sampai saat ini lebih mengarah pada peradangan dan
tidak terjadap fibrosis.
3. Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika telah terjadi
komplikasi seperti:
a. Asites2,9,10
Dapat dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas :
istirahat
diet rendah garam: untuk asites ringan dicoba dulu dengan istirahat dan diet
rendah garam dan penderita dapat berobat jalan dan apabila gagal maka
penderita harus dirawat.
Diuretik
Pemberian diuretik hanya bagi penderita yang telah menjalani diet rendah
garam dan pembatasan cairan namun penurunan berat badannya kurang dari 1
kg setelah 4 hari. Mengingat salah satu komplikasi akibat pemberian diuretik
adalah hipokalemia (khususnya penggunaan furosemid) dan hal ini dapat
20
mencetuskan ensefalopati hepatik, maka pilihan utama diuretik adalah
spironolakton, dan dimulai dengan dosis rendah 100-200mg, serta dapat
dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4 hari, apabila dengan dosis maksimal
diuresisnya belum tercapai maka dapat kita kombinasikan dengan furosemid
20-40mg/hari (dengan pengawasan terhadap kadar kalium darah). Respon
diuretik bisa dimonitor dengan penurunan BB + 0,5kg/hari tanpa edema kaki
atau + 1kg/hari dengan edema kaki
Parasintesis
Sebagian kecil penderita asites tidak berhasil dengan pengobatan konservatif.
Pada keadaan demikian pilihan kita adalah parasintesis. Parasintesis dilakukan
bila asites sangat besar. Mengenai parasintesis cairan asites dapat dilakukan 4-6
liter/hari, dengan catatan harus dilakukan infus albumin sebanyak 6-8 gr/l
cairan asites yang dikeluarkan. Ternyata parasintesis dapat menurunkan masa
opname pasien. Prosedur ini tidak dianjurkan pada Child’s C, Protrombin <
40%, serum bilirubin > dari 10 mg/dl, trombosit < 40.000/mm3, creatinin > 3
mg/dl dan natrium urin < 10 mmol/24 jam.
b. Peritonitis bakterial spontan
Infeksi cairan dapat terjadi secara spontan, atau setelah tindakan parasintese.
Tipe yang spontan terjadi 80% pada penderita sirosis hati dengan asites, sekitar
20% kasus. Keadaan ini lebih sering terjadi pada sirosis hati stadium
kompesata yang berat. Pada kebanyakan kasus penyakit ini timbul selama masa
rawatan.
c. Hepatorenal syndrome
Kasus ini merupakan kasus emergensi sehingga penentuan etiologi sering
dinomorduakan, namun yang paling penting adalah penanganannya lebih dulu.
Prinsip penanganan yang utama adalah tindakan resusitasi sampai keadaan
pasien stabil, dalam keadaan ini maka dilakukan :3,4,8,9
Pasien diistirahatkan dan dipuasakan
Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu transfusi
21
Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak sekali
kegunaannya yaitu : untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es,
pemberian obat-obatan, evaluasi darah
Pemberian obat-obatan berupa antasida, ARH2, Antifibrinolitik, Vitamin K,
Vasopressin, Octriotide dan Somatostatin
Disamping itu diperlukan tindakan-tindakan lain dalam rangka menghentikan
perdarahan misalnya Pemasangan Ballon Tamponade dan Tindakan
Skleroterapi / Ligasi atau Oesophageal Transection.
d. Ensefalophaty hepatic
Suatu syndrome Neuropsikiatri yang didapatkan pada penderita penyakit hati
menahun, mulai dari gangguan ritme tidur, perubahan kepribadian, gelisah
sampai ke pre koma dan koma.Pada umumnya enselopati Hepatik pada sirosis
hati disebabkan adanya factor pencetus, antara lain: infeksi, perdarahan gastro
intestinal, obat-obat yang Hepatotoxic.8,9
e. Perdarahan gastrointestinal
Penyebab dari perdarahan gastrointestinal yang paling sering pada pasien
sirosis adalah perdarahan dari varises esofagus yang merupakan manifestasi
dari hipertensi portal dan penyebab dari sepertiga kematian.
Pengobatan yang dilakukan pada keadaan akut adalah tamponade dengan alat
pipa Sengstaken-Blakemore dan Minessota. Selanjutnya dapat dilakukan
tindakan ligasi endoskopi. Sedangkan untuk pencegahan dan penatalaksanaan
setelah perdarahan dapat diberikan preparat propanolol untuk menurunkun
hipertensi portal.
Penatalaksanan terhadap sirosis dan komplikasinya yang dilakukan pada pasien
ini antara lain:
1. Istirahat
2. Diet rendah garam, merupakan terapi lini pertama pada asites yang ringan atau
sedang
3. Diuretik, untuk membantu mempercepat diuresis maka diberikan preparat
diuretik. Pada tahap pertama hanya diberikan spironolakton, lalu dilanjutkan
dengan penambahan furosemid untuk meningkatkan laju diuresis. Pada pasien
22
ini, respon diuretik sepertinya cukup baik karena selama + 5 hari perawatan,
didapat penurunan BB + 7kg atau rata-rata 1,4kg/hari.
4. Preparat propanolol diberikan pada pasien ini untuk menurunkan hipertensi
portal dan mencegah terulangnya perdarahan gastrointestinal
5. Untuk mencegah ensefalopati hepatik, maka diberikan preparat laktulak
(laktulosa) karena dapat membantu mengeluarkan amonia dari tubuh pasien.
Selain itu juga diberikan Kanamisin untuk membunuh bakteri-bakteri yang
menghasilkan amonia di dalam usus.
II.9 Prognosis10
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor meliputi etiologi,
beratnya kerusakan hati, komplikasi dan penyakit lain yang menyertai. Indeks hati
dapat dipakai untuk menentukan prognosis sirosis hati dengan hematemesis melena
yang mendapat terapi medik.
Indeks Hati
Nilai
0 1 2
Albumin
(g%)
>3,6 3,0-3,5 <3,0
Bilirubin
(mg%)
<2,0 2,0-3,0 >3,0
Ganggua
n
kesadaran
- Minimal +
Asites - Minimal +
Keterangan nilai: Kegagalan hati ringan : indeks hati 0-3
Kegagalan hati sedang : indeks hati 4-6
Kegagalan hati berat : indeks hati 7-10
Pada pasien ini didapat Albumin 2,2 g%, Bilirubin 0,74 mg%, Tidak ada
gangguan kesadaran, dan asites (+). Didapatkan indeks hati = 4 yang berarti terdapat
23
kegagalan hati sedang berarti angka kematiannya 18-40%. Prognosis quo ad vitam
adalah dubia ad malam dan prognosis quo ad functionam adalah malam.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Cheney CP, Goldberg EM and Chopra S. Cirrhosis and portal hypertension: an overview. In: Friedman LS and Keeffe EB, eds. Handbook of Liver Disease. 2nd ed. China, Pa: Churchill Livingstone; 2004:125-138
2. Friedman SL: Hepatic Fibrosis, In: Schiff ER, Sorrell MF, Maddrey WC, eds. Schiff’s Diseases of the Liver. 9th ed. Philadelphia, Pa: Lippincott-Raven; 2003:409-28
3. Garcia-Tsao D and . Wongcharatrawee S. (VA Hepatitis C resource center Program). Treatment of patients With Cirrhosis and Portal Hypertension Literature Review and Summary of Recommended Interventions. Version 1
(October 2003). Available from URL: www.va.gov/hepatitisc
4. Wolf DC. Cirrhosis.eMedicine Specialities. 11 September 2009. Available from URL: http://www.emedicine.com/med/topic3183.htm
5. Lee D. Cirrhosis of the Live. MedicineNet.com, 11 September 2009. Available from URL: http://www.medicinenet.com/cirrhosis/article.htm
6. Hernomo K. Pengelolaan perdarahan massif varises esophagus pada sirosis hati. Thesis. Airlangga University Press, Surabaya,1983.
7. Lorraine MW. Sirosis Hati. Dalam: Sylvia AP, Lorraine MW. Sirosis. Edisi keenam, Volume I. EGC, Jakarta: 2005;1:493-501.
8. Guadalupe Garsia-Tsao et al. Prevention and Management of Gastroesophagal Varices and Variceal Hemorrhage in Cirrhosis. American Journal of
Gastroenterology. United States of America. 2007.
9. Pere Gines et al. Management of Cirrhosis and Ascites. The New England Journal of Medicine. Massachusetts Medical Society. 2004;350:1646-54.
10. Nurdjanah, Siti. Sirosis Hati dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: FK UI. 2006;443-446
25
26