Transcript

Penerapan syariat sebenarnya bisa ko n s e p ke m a s l a h a t a n d a l a m disebut sebagai perintah agama. Namun pandang an l eg i s l a to r s ebuah d i s i s i l a i n , d a l a m ko n t e k s perundang-undangan di tengah keindonesiaan yang amat bhinneka, dinamika hubungan agama-negara, penerapan syariat seperti sudah dan mengerahkan seberapa banyak disinggung sebelumnya, mengundang konsep maslahah dalam hukum Islam banyak kontroversi. mampu menyumbangkan nilai-nilainya

Jadi, sebenarnya tantangan umat dalam rangka kemajuan, keteraturan, Islam dalam upaya mengonstruksi ketenteraman, dan kesejahteraan dalam hukum Islam di Indonesia adalah kehidupan berbangsa dan bernegara, bagaimana menghadirkan hukum Islam bukan mencari legitimasi hukum Islam

1sebagai bagian solusi problem atas hukum nasional. Hal ini menuntut kemasyarakatan, antara lain dengan kajian yang mendalam seputar mencari titik temu konsep maslahah epistemologi hukum Islam, yang salah dalam pandangan ahli ushul dengan satunya ialah kajian tentang konstruksi

konsep ke dalam tata hukum mengilhami serta membimbing para nasional. ahli hukum Islam (termasuk para

Selain itu, secara hipotetik legislator) dalam merumuskan hukum penerapan konsep maslahah memiliki Islam khususnya bidang muamalah nilai signifikansi dan kontributif bagi seperti perumusan sebuah perda s e b a g i a n u p a y a a k t u a l i s a s i bernuansa syariah. Konseptualisasi keberag amaan da l am konteks maslahah itu sendiri bersifat dinamis keindonesiaan sekaligus kemodernan, yang memungkinkan mengakomodasi yang secara substantif juga bermakna kemaslahatan atau tradisi lokal ('urf), sebagai upaya penyadaran masyarakat sehingga unsur-unsur esensial maslahah akan tugas dan kawajibannya sebagai bisa bertemu dengan esensi tujuan warga bangsa. Perda. Dengan demikian maslahah yang

telah terintegrasi ke dalam Perda akan K o n s e p t u a l i s a s i d a n menjadi pranata sosial yang tanggap Kontekstualisasi Maslahah ke dengan kebutuhan masyarakat itu.dalam Perda Legislasi perundang-undangan di

Secara konseptual, maslahah Indonesia, adalah upaya pembuatan menurut al-Ghazali adalah suatu hukum yang dilakukan secara sengaja

5keadaan yang mendatangkan manfaat oleh badan yang berwenang untuk itu. 2dan menolak bahaya atau kerugian, Proses legislasi secara komprehensif

'Izzuddin bin 'Abdis Salam menyatakan dan mengintegrasikan norma agama bahwa maslahah sebagai jiwa hukum s e m a k i n t e r a s a d i p e r l u k a n Islam harus mendatangkan manfaat kehadirannya, oleh karena di dalam dan menolak mafsadah, berarti terdapat negara yang berdasarkan atas hukum suatu keyakinan bahwa pada setiap modern (verzorgingsstaat), tujuan utama ketentuan hukum Islam terdapat da r i pemben tukan pe r a tu r an maslahah dan sekaligus menghilangkan perundang-undangan bukan lagi mafsadah, sekalipun tidak terdapat dalil menciptakan kodifikasi bagi norma-yang khusus. Sedangkan as-Syatibi norma dan nilai-nilai kehidupan yang berpendapat bahwa maslahah sebagai sudah mengendap dalam masyarakat, inti dari maqāṣid al-syarī'ah bertujuan akan tetapi tujuan utamanya adalah untuk menjaga tiga gradasi kebutuhan menciptakan modifikasi adanya manusia (dlaruriyyat, hajiyyat dan perubahan pada kehidupan sosio-tahsiniyyat) dan Allah sebagai Syari' religius masyarakat Indonesia yang memiliki tujuan yang inheren dalam sedang menghadapi perilaku yang tidak setiap penentuan hukum-Nya, yaitu religius. kemaslahatan hidup di dunia dan Pada dasarnya UUD 1945

4akhirat. mengatakan bahwa negara menjamin Terlepas dari perbedaan tentang k e b e b a s a n w a r g a n y a d a l a m

konseptualisasinya, para ulama ushul menjalankan ajaran agamanya. Klausul sepakat bahwa maslahah merupakan ini bisa berarti bahwa orang Islam tujuan akhir yang harus wujud dan dijamin kebebasannya di dalam

maslahah

“Berbagai kontroversi ternyata tak menyurutkan semangat umat Islam untuk menerapkan Perda Syariat. Tulisan ini mencoba mempertemukan spirit kaum muslim tersebut dengan kenyataan keadaan peraturan perundang-undangan di Indonesia dengan memakai konsep maslahah. Namun yang jelas tulisan ini tak bisa mengupas persoalan ini secara tuntas.”

Oleh: Drs. Mudzakkir, M.A*

menjalankan ajaran agama Islam, dalam bersangkutan bisa dianggap melanggar konteks Negara Kesatuan Republik hukum positif yang berlaku. Untuk Indonesia (NKRI) dengan tetap menghindari hal yang demikian dan menjaga kebhinnekaan. Oleh karena agar terdapat keserasian antara berbagai i t u , d i p e r l u k a n s u m b e r n o r m a , m e t o d o l o g i m e n j a d i n o r m a k o n s e p t u a l i s a s i hukum, negara perlu hukum Islam yang ikut mengarahkan m a m p u d a n m e n g a t u r m e n g a ko m o d a s i kehidupan beragama n o r m a - n o r m a d a l a m k o n t e k s k e b h i n n e k a a n keindonesiaan.tersebut dari pesan Contoh lainnya universalnya yang adalah Perda-Perda tercantum dalam al- y a n g t e l a h Qur ' an dan a l - d i b e r l a k u k a n d i I n d r a m ay u , Hadits. Rumusan empiris-praktis dari Pamekasan, dan Gresik. Sekalipun pesan universal tersebut pada wilayah Perda-Perda ini secara eksplisit tidak dan zaman tertentu tidak menuntut menggunakan kalimat syariah, tetapi adanya keseragaman, selama masih Perda itu mengatur persoalan agama dalam koridor tujuan disyariatkannya dan quasi-peradilan. Dan belum hukum Islam (maqasid as-syariah) untuk diarahkan pada upaya penegakan mewujudkan kemaslahatan yang agama secara utuh, baik dimensi materi, bersifat lokal (Indonesia). prosedur, maupun historisnya.

Orang Islam percaya bahwa orang Dimensi materi dan prosedur, sebuah yang mencuri itu hendaknya dipotong perda harus mengintegrasikan akidah tangannya, demikian terhadap orang dan akhlak untuk mengatur perilaku yang berbuat zina, mereka harus manusia baik pada tingkat konseptual dirajam, orang yang membunuh harus maupun aktualnya. Menurut Nurcholis di-qishosh, prostitusi, korupsi, dan Madjid, keberagamaan yang utuh terdiri sebagainya. Meski demikian, penting dari fikih, kalam, tasawuf, dan falsafah untuk dicatat bahwa semua jenis Islam, seperti yang secara aktual hukuman tersebut harus berujung pada berkembang pada masa Rasulullah dan terwujudnya kemaslahatan empiris yang masa shahabat yang memberlakukan selaras dengan pesan universal hukum hukum Islam setelah memantapkan Islam. Dalam konteks negara Indonesia dimensi akidah, akhlak, dan ibadah sebagai negara hukum, jika ada orang sosial-religius masyarakat selama lebih-Islam yang memotong jari anaknya yang kurang 10 tahun di Makkah. Sejarah mencuri atau menghukum rajam orang mencatat, ayat-ayat hukum lebih yang mengaku berbuat zina, alih-alih banyak turun setelah Rasulullah hijrah mereka telah melaksanakan dan ke Madinah. Sementara itu ayat-ayat menaati hukum Islam, tetapi yang Makkiyah teridentifikasi dalam

kerangka konsolidasi agar umat siap melalui proses ideologisasi yaitu sebuah menerima beban hukum (taklif) usaha mengorganisasi isi ajaran agama seberapa berat taklif itu. pada agama-agama modern. Peraturan

Lahirnya Perda-Perda bernuansa daerah merupakan salah satu proses sya r i ah deng an t ekn ik - t ekn ik unifikasi hukum untuk suatu wilayah pelaksanaannya di Indonesia karenanya atau daerah ter tentu menjadi dikatakan bersifat “euforis” karena ketentuan-ketentuan hukum yang belum mempersiapkan keberagamaan spesifik dan praktis (kodifikasi hukum), umat untuk siap menerima ketentuan mesti mengakomodasi sumber hukum hukum dalam Perda-Perda itu. Bahkan tidak tertulis seperti posisi hukum struktur syariah Islam sebagai ide dasar Islam tersebut. Dalam konteks ini, para legislasi Perda-Perda itu, belum perumus Perda bernuansa syariah mesti diakomodasi secara komprehensif mencer mat i t e rhadap adanya termasuk kaidah-kaidah universal yaitu perbedaan pendapat (mazhab) yang konsep maslahah sebagai inti maqasid as- telah menjadi bagian dari pola syariah dengan tujuan legislasi hukum beragama dan ideologi masyarakat Islam. Indonesia.

Secara hipotetik, bila unsur-unsur Proses legislasi secara sosiologis tersebut bertemu dan diakomodasi harus memperhatikan tolok ukurnya, dalam sebuah pranata sosial (Perda), kepastian tujuannya, selaras dengan maka hasilnya akan lebih produktif kondisi sosio-religius masyarakat yang untuk masyarakat yang mayoritas akan diatur, sehingga tidak terjadi beragama Islam. Bagaimana prosedur multi-tafsir. Dengan ditetapkannya integrasi berbagai unsur tersebut, penilaian hukum yang jelas, berarti p e m i l i h a n t e o r i n y a t e l a h pembuat undang-undang sudah mempertimbangkan secara filosofis mengantisipasi akibat legislasi, tidak tentang hakikat keberadaan antara Allah ambigu bagi suatu golongan, karenanya SWT, akal, dan alam semesta, termasuk harus mengeliminasi prinsip-prinsip

6fenomena sosialnya. s u by e k t i f d a r i ke p e n t i n g a n -kepentingan politik kekuasaan, agar

Titik Temu Maqasid al-Syariah produk konstitusi yang dihasilkan dengan Tujuan Legislasi Hukum ter lepas dar i manipulas i atau Islam p e n y e l e w e n g a n k e l o m p o k

7Memahami hukum Islam seperti kepentingan.tersebut di atas, dalam perspektif politik Bila proses pembuatan undang-undang hukum, hukum Islam diposisikan sudah cukup matang, hal penting sebagai hukum adat (common law), tidak lainnya adalah “upaya penegakan dapat sama sekali diabaikan, sekalipun hukum” (law inforcement). Bagian ini suatu negara telah memakai sistem terdiri dari upaya menyiapkan hukum perundang-undangan. Pada komponen birokrasi penegakan sebagian masyarakat, hukum Islam hukum, termasuk jenis pengadilan dan telah bergeser menjadi sebuah ideologi, proses peradilannya masing-masing.

“orang Islam dijamin kebebasannya di dalam menjalankan ajaran agama Islam, dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia ( N K R I ) d e n g a n t e t a p menjaga kebhinekaan”

8Kajian filosofis, metodologis yang sebagai ius constitudum, dan norma mendalam sebagai naskah akademik hukum yaitu norma yang sengaja harus dilakukan, dengan melibatkan diciptakan untuk tujuan tertentu. sebanyak mungkin ahli dari berbagai Legislasi berarti sebuah proses disiplin keilmuan, baik oleh anggota mengintegrasikan norma kebiasaan DPR/D maupun para pakar dan yang telah menjadi kaidah berperilaku akademisi. Hal ini dilakukan untuk bagi masyarakat dengan norma memperoleh koherensi dan harmoni kesusilaan (termasuk norma agama) antara karakter substansi hukum yang diyakini oleh umat Islam sebagai dengan karakter dan struktur norma yang mengevaluasi suatu masyarakat yang akan diatur dengan perilaku, oleh suatu badan atau undang-undang tersebut, serta tujuan sekelompok orang yang berkompeten, pembentukan undang-undang. melalui mekanisme kerja tertentu, Sehingga undang-undang yang menjadi norma hukum yang mengikat dihasilkan koheren antara das sollen seluruh warga masyarakat itu. dengan das sein-nya, dapat mewujudkan Dalam proses legislasi inilah, terdapat sebuah tatanan masyarakat yang tertib, peluang mencari titik temu antara adil, tenteram, aman, dan sejahtera norma kebiasaan suatu masyarakat (maslahah). dengan norma-norma kesusilaan Disadari bahwa suatu tatanan dalam (dalam hal ini konsep-konsep maslahah) masyarakat yang mampu menciptakan yang telah banyak dirumuskan oleh hubungan-hubungan yang tetap dan para fuqaha, menjadi fundamen-teratur antar anggota masyarakat, tidak fundamen tatanan soaial yang bisa hanya terdiri dari satu norma yang memenuhi rasa kead i l an dan tunggal, ia terdiri dari suatu kompleks kemaslahatan. tatanan (norma). Dalam ilmu hukum dikenal adanya tiga tatanan (norma), *Mahasiswa program doktoral IAIN Sunan yaitu norma kebiasaan yaitu kebiasaan Ampel Surabayaatau kenyataan tingkah laku masyarakat, norma kesusilaan yaitu norma ideal yang harus diwujudkan dalam masyarakat, termasuk norma agama

1 A. Qodri Azizy, Eklektisisme Hukum Nasional – Kompetisi antara hukum Islam dan hukum Umum (Yogyakarta: Gama Media, 2002), hlm. 176-1772 Abu Hamid al-Ghazali, Al-Mustaṣfā min 'Ilm al-Uṣul, Vol. 2, Bairut: Dār al-Fikr, 1994. Hlm. 4813 'Izz bin 'Abd al-Salam, Qawa'id al-Ahkam fi Mashalih al-Anam, Beirut: al-Kulliyat al-Azhariyah, 1986. Hlm. 1604 Abu Ishaq al-Syatibi, Al-Muwafaqat fi Ushul al-Syari'ah, Beirut: Daar al-Kutub al-'Ilmiyah, 2004, hlm. 221 5 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum., Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, Cet.ke.4, 1996, 836 Muslim A. Kadir, Dasar-Dasar Praktikum Keberagamaan dalam Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), hlm. 1-117 Sirajuddin, Legislasi Hukum Islam di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. Ke-1, 2008, hlm. 35 8 Sirajuddin, Legislasi Hukum Islam di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. Ke-1, 2008, hlm. 17


Top Related