Download - Laporan Tetap Dka (Azim)
ACARA I
IDENTIFIKASI KATION
ACARA I
IDENTIFIKASI KATION
A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Tujuan Praktikum
Memisahkan dan mengidentifikasi kation-kation (Al+, Ag+, Co2+, Cr3+, Cu2+, Fe2+,
Ni2+, Pb2+, Ba2+, dan Mn2+) dalam sampel.
2. Hari, Tanggal Praktikum
Rabu, 7 November 2012
3. Tempat Praktikum
Lantai III, Laboratorium Kimia Dasar, Fakultas MIPA, Universitas Mataram.
B. LANDASAN TEORI
Dua puluh kation yang lazim dapat dianalisis dengan mudah dalam larutan berair.
Kation-kation ini dapat dibagi ke dalam lima golongan berdasarkan hasil-kali kelarutan
garam tak larutnya. Karena suatu larutan tak diketahui bisa saja mengandung satu atau
semua dari 20 ion tersebut, analisis harus dilakukan secara sistematis dari golongan 1
sampai golongan 5. Prosedur umum untuk memisahkan ion-ion ini dengan menambahkan
reagen pengendap pada larutan tak diketahui (Chang, 2005: 155).
Kation dalam tiap kelompok diendapkan sebagai senyawa, dengan menggunakan
pereaksi pengendap golongan tertentu. Endapan yang dihasilkan mengandung kation-
kation dalam satu golongan. Pemisahan endapan dari larutannya biasanya cukup
dilakukan dengan teknik sentrifugasi yang diteruskan dengan dekantasi. Kemudian
pereaksi pengendap golongan berikutnya pada larutan hasil dekantasi. Selanjutnya,
serangkaian reaksi dilakukan untuk dapat memisahkan satu kation dalam satu kelompok
dari kation lainnya. Reaksi yang dipilih harus dilakukan secara hati-hati (Ibnu, dkk.,
2005: 48).
Reaksi pengendapan telah dipergunakan secara luas dalam kimia analitik, dalam
titrasi, dalam penentuan gravimetric, dan dalam pemisahan sampe menjadi komponen-
komponennya. Penggunaan metode pengendapan untuk pemisahan merupakan sebuah
teknik dasar yang sangat penting dalam banyak prosedur analitik (Underwood, 2002:
223).
Pengendapan merupakan salah satu metode pemisahan unsur logam tanah, jarang
yang cukup banyak digunakan. Pengedapan dilakukan dengan mengubah zat yang akan
dipisahkan menjadi suatu fase baru yaitu dalam bentuk padatan (endapan). Pengendapan
ini terjadi karena zat tersebut berada dalam bentuk persenyawaan yang hasil kali
konsentrasi ion-ionnya melebihi harga hasil kali kelarutan (ksp) senyawa tersebut
(Biyantoro dan Wasito, 2009).
Endapan adalah zat yang memisahkan diri sebagai suatu fase padat keluar dari
larutan. Endapan terbentuk jika larutan menjadi terlalu jenuh dengan zat yang
bersangkutan. Kelarutan (S) suatu endapan menurut definisi adalah sama dengan
konsentrasi molar dari larutan jenuhnya. Kelarutan bergantung pada berbagai kondisi
seperti suhu, tekanan, konsentrasi bahan-bahan lain dalam larutan itu, dan pada
komposisi pelarutnya (Lesdantina dan Istikomah, 2009).
C. ALAT DAN BAHAN
1. Alat-Alat:
a. Gelas kimia 250 mL
b. Hot plate
c. Pipet tetes
d. Rak tabung reaksi
e. Sentrifius
f. Tabung reaksi
2. Bahan-Bahan:
a. Aquades
b. Larutan H2SO4 1 M
c. Larutan HNO3 encer
d. K2CrO4 5 %
e. Larutan NaCl 1 M
f. Larutan NaOH 2 M
g. Larutan NH4OH 10 %
h. Larutan sampel (garam-garam nitrat)
D. SKEMA KERJA
Sampel
+ NaCl Disentrifugasi
Endapan 1 Filtrat b: larutan kation
+ H2O panas Disentrifugasi
Endapan 2 Filtrat a larutan
Diidentifikasi
Endapan 3
+ K2CrO4
Disentrifugasi + H2SO4
Disentrifugasi
Endapan 4
Endapan 5: Filtrat c
Diiden-tifikasi
+ NH4OH Disentri-
fugasi
+ HNO3
+ NH4OH Disentrifugasi
Endapan 6 Endapan 7
Endapan 8
+ HNO3
+ NH4OH Disentrifugasi
Endapan 9
Filtrat d
+ NaOH berlebih Disentrifugasi
+ NH4OH berlebih Disentrifugasi
E. HASIL PENGAMATAN
Larutan sampel ( kuning kecokelatan)
+ NaCl Disentrifugasi
Endapan 2(Putih)
Filtrat a(orange)
Endapan 3(Kuning)
+ K2CrO4
disentrifugasi + H2SO4
disentrifugasi
Endapan 4Putih
Endapan 5:(Cokelat)
Filtrat c (bening)
Diidentifikasi
+ NH4OH Disentri-
fugasi
+ HNO3
+ NH4OH Disentrifugasi
Endapan 6 (putih)
Endapan 7 (putih)
Endapan 8
+ HNO3
+ NH3
Disentrifugasi
Endapan 9 (Cokelat)
Filtrat d (bening)
+ NaOH berlebih Disentrifugasi
Endapan 1(Putih) Filtrat b (kuning kehitaman)
+ NH4OH Disentrifugasi
F. ANALISIS DATA
+ NaCl Disentrifugasi
Endapan 1 Filtrat b (Co,Fe,Al,
+ H2O panas Disentrifugasi
Endapan 2 AgCl
Filtrat a
diidentifikasi
Endapan 3
+ K2CrO4
disentrifugasi + H2SO4
disentrifugasi
Endapan 4:
Endapan 5
Filtrat c
Diidentifikasi
+ NH4OH Disentri-
fugasi
+ HNO3
+ NH4OH Disentrifugasi
Endapan 6
Endapan 7
Endapan 8
+ HNO3
+ NH3
Disentrifugasi
Filtrat d
+ NaOH berlebih Disentrifugasi
+ NH4OH berlebih Disentrifugasi
Sampel
G. PEMBAHASAN
Dalam analisis kualitatif, kation-kation diklasifikasikan dalam 5 golongan,
berdasarkan sifat-sifat kation itu. Klasifikasi ini didasarkan atas apakah suatu kation
bereaksi dengan reagensia dengan membentuk endapan atau tidak. Klasifikasi kation
yang paling umum didasarkan atas perbedaan kelarutan dari klorida, sulfat dan karbonat
dari kation tersebut. Dalam metode analisis kulitatif, kita menggunakan beberapa
pereaksi diantaranya pereaksi goongan dan pereaksi spesifik. Kedua pereaksi ini
dilakukan untuk mengetahui jenis anion atau kation yang berupa larutan dapat langsung
dianalisis, tetapi apabila berupa zat padat atau campuran padat dan cair, perlu di cari
pelarut yang sesuai.
Pada percobaan pertama, dilakukan identifikasi kation-kation golongan 1. Dari
larutan sampel (larutan garam-garam nitrat) setelah ditambahkan NaCl 1 M, terbentuk
dua fase yaitu padat dan cair. Sentrifugasi dilakukan agar zat padat memisah dengan
larutan dan mengendap di dasar tabung untuk kemudian dapat dipisahkan endapan dari
larutannya dengan cara dekantasi. Larutan NaCl dalam hal ini bertindak sebagai zat
pengendap untuk kation golongan 1, karena mengandung ion Cl-, yang semua kation
golongan 1 mengendap dengan bentuk klorida. Dalam percobaan ini endapan 1 yang
terbentuk adalah AgCl dan PbCl2 yang keduanya berwarna putih. Untuk lebih
meyakinkan bahwa endapan tersebut adalah AgCl dan PbCl2 ,dilakukan identifikasi
dengan melarutkan endapan dengan air panas. Terbentuk 2 fase yaitu endapan dan
larutan. Dimana dalam teori PbCl2 larut dalam air panas, sehingga dapat dikatakan bahwa
sampel mengandung ion Pb2+. Kemudian endapan dan larutan difiltrasi, dan untuk
meyakinkan lagi filtrate direaksikan lagi dengan K2CrO4 dan H2SO4 , dimana masing-
masing larutan dapat mengendapkan ion Pb2+. K2CrO4 mengendapkan ion Pb2+
membentuk endapan PbCrO4 yang berwarna kuning dan dengan H2SO4 membentuk
endapan putih dari PbSO4, sehingga benar-benar terbukti bahwa endapan pertama
mengandung ion Pb2+ atau PbCl2. Sementara endapan yang tidak larut dengan air pana
adalah AgCl.
Pada percobaan berikutnya, filtrat yang dipisahkan dari endapan PbCl2 dan AgCl2,
ketika ditambahkan larutan NaOH berlebih terbentuk endapan berwarna cokelat,
sedangkan filtratnya berwarna bening. Seharusnya ketika ditambahkan dengan NaOH
berlebih terbntuk endapan cokelat dari Fe(OH)3 dan Co(OH)2 yang berwarna merah
jambu, namun endapan yang terbentuk hanyalah warna cokelat, tidak ada merah jambu
dari Co(OH)2 teroksidasi menjadi Co(OH)3 oleh udara, sehingga endapan merah jambu
dari Co(OH)2 tidak terbentuk, dan hanya Co(OH)3 yang berwarna hitam, yang membuat
endapan berwarna cokelat kehitaman. Kemudian untuk memisahkan unsur Fe dari Co,
digunakan larutan NH4OH dan disintrifugasi, sehingga terbentuk endapan dan larutan.
Endapan dan larutan dipisahkan, kemudian diidentifikasi, endapannya direaksikan
dengan HNO3 dan NH4OH kemudian disentrifugasi dan didapatkan endapan berwarna
cokelat. Berdasarkan teori larutan ammonium hidroksida tidak melarutkan endapan
Fe(OH)3, sehingga dapat disimpulkan bahwa endapan cokelat yang terbentuk adalah dari
senyawa Fe(OH)3 , sementara Co(OH)3 melarut membentuk kompleks ion [Co(NH 3 )6 ]2+
yang berwarna bening.
Sementara filtrate dari NaOH berlebih yang berwarna bening, diidentifikasi
dengan filtrat dibagi dua dalam tabung reaksi yang berbeda. Dimana filtrate ini
mengandung ion kompleks dari [Al(OH)4]-. Untuk lebih membuktikan adanya unsur Al,
dilakukan identifikasi dengan menambahkan larutan HNO3, NH4OH kemudian
disentrifugasi dan terbentuk endapan putih. Dan salah satu filtranya lagi direaksikan
dengan NH4OH dan disentrifugasi, sehingga terbentuk endapan putih. Dari hasil
identifikasi dapat disimpulkan bahwa endapan-endapan putih tersebut adalah Al(OH)3.
Karena berdasarkan teori, logam Al akan membentuk endapan putih dalam suasana basa
membentuk endapan dalam bentuk hidroksida. Sehingga benar bahwa endapan putih
tersebut adalah Al(OH)3.
H. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa
untuk memisahkan dan mengidentifikasi kation-kation dalam sampel dapat dilakukan
dengan mengendapkan kation-kation tersebut sebagai senyawa menggunakan pereaksi
pengendap golongan tertentu. Dari hasil percobaan dapat diidentifikasi kation golongan I
yaitu Ag+ dan Pb2+ serta kation golongan III yaitu Fe3+, Co2+, dan Al3+.
ACARA II
PENETAPAN KADAR BESI Fe
SECARA GRAVIMETRI
ACARA II
PENETAPAN KADAR BESI Fe SECARA GRAVIMETRI
A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Tujuan Praktikum
Menentukan kadar besi sebagai feri trioksida secara gravimetri.
2. Hari, Tanggal Praktikum
Kamis, 8 November 2012
3. Tempat Praktikum
Lantai III, Laboratorium Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Mataram.
B. LANDASAN TEORI
Analisis gravimetric adalah proses isolasi dan pengukuran berat suatu unsur atau
senyawa tertentu. Bagian terbesar dari penentuan secara analisis gravimetric meliputi
tranformasi unsur atau radikal ke senyawa murni stabil yang dapat segera diubah menjadi
bentuk yang dapat ditimbang dengan teliti. Pemisahan unsur atau senyawa yang
dikandung dilakukan dengan beberapa cara seperti: metode pengendapan, metode
peguapan, metode elektroanalisis atau berbagai macam metode lainnya ( Khopkar,
2003:25).
Metode pemisahan merupakan aspek penting dalam bidang kimia, karena
kebanyakan materi yang terdapat di alam berupa campuran. Untuk memperoleh materi
murni dari suatu campuran, kita harus melakukan pemisahan ( Putra, 2010).
Dalam analisis gravimetri endapan yang dihasilkan ditimbang dan dibandingkan
dengan berat sampel. Prosentase berat analit A terhadap sampel dinyatakan dengan
persamaan %A = Berat A
Berat sampelx100 %. Untuk menetapkan berat analit dari berat
endapan sering dihitung melalui faktor gravimetri. Faktor gravimetri didefinisikan
sebagai jumlah berat analit dalam 1 gram berat endapan. Hasil kali berat endapan P
dengan faktor gravimetri sama dengan berat analit (Ibnu, 2005: 126).
Pengendapan merupakan salah satu metode pemisahan unsur loggam yang cukup
banyak digunakan. Pengendapan dilakukan dengan mengubah zat yang akan dipisahkan
menjadi suatu fase baru yaitu dalam bentuk padatan (endapan). Pengendapan ini terjadi
karena zat tersebut berada dalam bentuk persenyawaan yang hasil kali konsentrasi ion-
ionnya melebihi harga hasil kali kelarutan (Ksp) (Biyantoro dan Wasito,2009).
Salah satu unsur yang umum ditentukan kadarnya menggunakan metode
gravimetri adalah besi. Besi atau ferum adalah logam keras dan kuat yang banyak sekali
gunanya untuk menunjang kehidupan manusia. Besi berasal dari bijih besi yang terdapat
di dalam bumi. Bijih besi bercampur dengan mineral-mineral lainnya, di antaranya
belerang atau fosfor, yang membuat kadar besi berbeda-beda, di antaranya: magnetiet
(bijih besi yang sama sekali tidak bercampur dengan belerang), chalibiet (bijih besi yang
sangat sedikit bercampur dengan belerang), minette atau limoniel (bijih besi berwarna
merah tua yang tidak terlalu banyak bercampur dengan belerang), dan haematiet (bijih
besi berwarna merah karena bercampur banyak dengan belerang) (Komandoko, 2010:
83).
Secara kimia besi merupakan logam yang cukup aktif, hal ini karena besi dapat
bersenyawa dengan unsur-unsur lain, seperti unsur-unsur halogen (fluorin, klorin,
bromine, iodine, dan astanin), belerang, fosfor, karbon, oksigen, dan silicon. Di alam,
besi terdapat dalam bentuk senyawa-senyawa antara lain sebagai hematite (Fe2O3),
magnetit (Fe2O4), pirit (FeS2), dan diderit (FeCO3). Besi murni diperoleh dari proses
elektrolisis dari larutan besi sulfat (Sunardi, 2006: 183).
C. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM
1. Alat-Alat Praktikum:
a. Corong gelas 60 mm
b. Erlenmeyer 100 ml
c. Gelas kimia 100 ml
d. Gelas kimia 250 ml
e. Gelas ukur 25 ml
f. Gelas ukur 100 ml
g. Hot plate
h. Krus porselen
i. Labu takar 100 ml
j. Penjepit
k. Pipet gondok 1 ml
l. Pipet gondok 10 ml
m. Pipet tetes
n. Rubber bulb
o. Spatula
p. Tanur
q. Timbangan analitik
2. Bahan-Bahan Praktikum:
a. Aquades
b. Kertas saring
c. Larutan HCl:H2O (1:1)
d. Larutan HNO3 pekat
e. Larutan NH3:H2O (1:1)
f. Larutan NH4NO3 1 %
g. Serbuk feri amonium sulfat
D. SKEMA KERJA
0,8 gr feri amonium sulfat
Dimasukkan ke dalam gelas kimia
Dilarutkan dengan 50 mL aquades dan 10 mL
HCl:H2O (1:1)
+ 2 mL HNO3 pekat
∆ hingga berwarna kuning pekat
Hasil
Diencerkan hingga 100 mL
∆ hingga mendidih
Hasil
+ NH3:H2O (1:1) berlebih
∆ hingga terbentuk endapan
Hasil
Disaring
Hasil (endapan)
Dicuci dengan NH4NO3 1 % panas
Dimasukkan dalam krus porselen dan dipijarkan
Hasil
Ditimbang
Hasil
E. HASIL PENGAMATAN
Prosedur Hasil Pengamatan
0,8 gr feri amonium sulfat
Dilarutkan dengan 50 mL aquades dan
10 mL HCl:H2O (1:1)
+ 2 mL HNO3 pekat
∆ hingga berwarna kuning pekat
Diencerkan hingga 100 mL dengan
aquades
∆ hingga mendidih
+ NH3:H2O (1:1) berlebih sambil
dipanaskan
Disaring dengan kertas saring
Endapan dicuci dengan NH4NO3 1 %
Endapan dimasukkan dalam krus
porselen dan dipijarkan dan ditimbang
Padatan feri amonium sulfat larut dalam
air, larutan berwarna kuning keruh dan
setelah ditambah HCl:H2O (1:1),
larutan menjadi bening
Keluar asap saat ditambahkan, warna
larutan menjadi agak kuning kehijauan.
Saat dipanaskan lama-kelamaan warna
larutan menjadi kuning pekat
Larutan menjadi kekuningan
Larutan menjadi kuning
Larutan menjadi hitam pekat dan
terdapat endapan hitam
Terdapat endapan hitam di kertas saring
Didapatkan beratnya dengan porselen
304,4 gram
F. ANALISIS DATA
1. Persamaan Reaksi
(NH4)2SO4.FeSO4(aq).6H2O H
2O
Fe3+(aq) + NH4
+(aq) + SO2-
4(aq)
Fe3+(aq) + 4 HCl(aq) Fe 3+
(aq) + 4 Cl-(aq) + 4 H+
(aq)
Fe3+(aq) + 4 Cl-
(aq) + H+(aq) + HNO3(aq) Fe 3+
(aq) + NO(g)
Fe3+(aq) + NO(g)
H2O
Fe 3+(aq) + 3NO-
(aq) + HNO(aq)
dipijar
Fe3+ + 3NO- + NH3 + H2O Fe(OH)3(s) + NH4
+(aq) + 3NO3
-(aq)
Fe(OH)3(aq) + NH4+
(aq) + 3NO3+
(aq) Fe2O3. X H2O(s)
Fe2 O3.XH2O Fe2O3(s) + X.H2O(g)
2. Perhitungan
Diketahui:
Berat endapan + krus = 304,54 gram
berat krus kosong = 304,4 gram
berat sampel = 0,8 gram
Mr Fe2O3 = 160 gr/mol
Berat endapan = (berat endapan + krus) – (berat krus kosong)
= 304,54 – 304,4
= 0,14 gram
Ar Fe = 56 gr/mol
Mr FeSO4(NH4)2SO4.6H2O = 392 gr/mol
a. Berat Fe secara perhitungan
Gram Fe dalam Fe2O3 = faktor gravimetri x berat endapan
= 2 x Ar FeMr Fe2O3
x berat endapan Fe2O3
= 2 x 56160
x 0,14
= 112160
x 0,14
= 0,098 gram
% Fe dalam sampel = gram Fe
gram sampel x 100 %
= 0,098
0,8 x 100 %
= 12,25 %
b. Berat Fe secara teoritis
gram Fe2O3 = factor gravimetric x berat sampel sebenarnya
= Mr Fe2 O3
2 x Mr sampel x berat sampel sebenarnya
= 160
2 x 392 x 0,8
= 160784
x 0,8
= 0,163 gram
gram Fe sebenarnya = 2 x Ar FeMr Fe2O3
x berat Fe2O3
= 2 x 56160
x 0,163
= 0,1141 gram
c. Perhitungan kesalahan relatif (%)
Kesalahan relatif = |P−SS | x 100 %
Dimana:
P = berat Fe secara perhitungan
S = berat Fe sebenarnya
Kesalahan relative = |0,098−0,11410,1141 | x 100 %
= |−0,01610,1141 |
= 14,11 %
G. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini adalah penentuan kadar besi secara gravimetric. Dimana
pada praktikum ini memiliki tujuan untuk menentukan kadar besi sebagai feri trioksida
secara gravimetric. Analisis gravimetric merupakan salah satu teknik analisis kuantitatif
yang menggunakan gravi/berat. Pada dasarnya, gravimetric dapat dilakukan melalui tiga
cara yaitu penguapan, elektrolisis dan pengendapan. Langkah pengukuran pada
gravimetric adalah pengukuran berat. Analit secara fisik dipisahkan dari semua
komponen lainnya maupun dengan solvennya. Persyaratan yang harus dipenuhi agar
gravimetric dapat berhasil ialah terdiri dari proses pemisahan yang harus cukup
sempurna, sehingga kualitas analit yang tidak mengendap secara analit, tidak ditentukan
dan zat yang ditimbang harus mempunyai susunan tertentu dan harus murni atau
mendekati murni.
Dalam percobaan penetapan kadar besi secara gravimetri ini, sampel yang
digunakan adalah padatan feri amonium sulfat. Pada pelarutan feri amonium sulfat
dengan aquades, larutan yang terbentuk berwarna kuning karena adanya ion amonium
yang terbentuk. Penambahan larutan HCl:H2O (1:1) menyebabkan larutan menjadi bening
disebabkan HCl menetralkan amonium yang bersifat basa yang terdapat dalam larutan
sehingga terbentuk garam FeCl3 terlarut. Ketika ditambahkan larutan HNO3 pekat, pada
awalnya timbul asap kemudian asapnya hilang dan larutan menjadi agak kuning kembali.
Hal ini terjadi karena penambahan HNO3 pekat menyebabkan konsentrasi larutan
meningkat dan ketika dipanaskan konsentrasinya semakin meningkat sehingga larutan
menjadi berwarna kuning pekat. Pengenceran kembali dengan aquades menurunkan
konsentrasi larutan sehingga warna larutan menjadi kuning pudar. Kemudian saat larutan
dididihkan, warna larutan menjadi lebih kuning karena pemanasan meningkat. Saat
larutan mendidih dan ditetesi larutan NH3:H2O (1:1) hingga berlebih, menyebabkan
terbentuk endapan. Semakin banyak larutan NH3:H2O (1:1) yang ditambahkan, maka
endapan yang terbentuk semakin banyak pula.
Selanjutnya, pencucian endapan dengan larutan NH4NO3 1 % panas setelah
endapan disaring, pencucian dengan NH4NO3 bertujuan untuk membebaskan endapan dari
klorida sehingga diperoleh endapan murni Fe(OH)3. Selanjutnya endapan yang telah
disaring dengan kertas saring diletakkan pada krus porselen dan dipijarkan dalam tanur.
Pemijaran dilakukan pada suhu yang relatif tinggi hingga mencapai 600 agar kandungan
H2O cepat terurai dan menguap sehingga diperoleh endapan Fe2O3. Dari senyawa Fe2O3
yang terbentuk ini dapat dicari kadar Fe dalam sampel yang digunakan. Berdasarkan hasil
perhitungan dari data percobaan diperoleh berat besi Fe sebesar 0,098 gram dan berat
besi dalam sampel didapatkan 12,25 %. Sedangkan dari perhitungan secara teoritis,
diperoleh berat besi 0,1141 gram dan kesalahan relative sebesar 14,11 %, dapat dikatakan
percobaan cukup berhasil.
H. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan
bahwa kadar besi feri trioksida sebesar 12,25 % dari 0,8 gram feri ammonium sulfat. Dari
kadar tersebut didapatkan % kesalahan relative sebesar 14,11 %.
ACARA III
PENENTUAN KADAR NaOH DAN Na2CO3 DALAM SAMPEL
(TITRASI ASAM BASA)
ACARA III
PENENTUAN KADAR NaOH DAN NaCO3 DALAM SAMPEL
(TITRASI ASAM BASA)
A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Tujuan Praktikum
a. Dapat membuat larutan HCl 0,1 N.b. Dapat melakukan standarisasi larutan HCl dengan natrium tetraborat.
c. Dapat menentukan kadar NaOH dan Na2CO3 dalam sampel dengan titrasi.
2. Waktu Praktikum
Rabu, 7 November 20123. Tempat Praktikum
Lantai III, Laboratorium Kimia, Fakiltas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Mataram.
B. LANDASAN TEORI
Titrasi asam basa meliputi reaksi asam basa baik kuat maupun lemah. Titrasi
asam basa dapat memberikan titik akhir yang cukup tajam dan untuk itu diguanakan
pengamatan dengan indikatir bila pH pada titik ekivalen antara 4-10. Demikian juga titik
akhir titrasi akan tajam pada titrasi asam atau basa lemah apabila penitrasian dengan
asam atau basa kuat dengan perbandingan tetapan disosiasi asam lebih besar dari 104.
Selama titrasi asam basa, pH larutan berubah secara khas. pH berubah secara drastis
apabila volume titrasinya mencapai titik ekivalennya. Pada titrasi asam basa proton
biasanya tersolvasi menjadi ion hidronium. Reaksi asam basa bersifat reversible. Selain
itu, sebagian besar titrasi asam basa dilakukan pada suhu kamar, kecuali titrasi yang
meliputi basa yang mengandung karbondioksida. Jadi titrasi dengan Na2CO3 dilakukan
pada suhu 273 K, temperature mempengaruhi titrasi asam basa, pH dan perubahan
warna indicator tergantung secara tidak langsung pada temperature. Ini disebabkan pada
perubahan kesetimbangan asam basa dengan temperature. Ka akan bertambah besar
dengan kenaikan temperature sampel suatu batas tertentu, kemudian akan turun kembali
pada kenaikan lebih lanjut. Ini sesuai dengan turunnya tetapan dielektrikum air dengan
kenaikan temperature, sehingga air sulit untuk memisahkan muatan ionic. Jika tetapan
ionisasi makin kecil, maka makin tergantung pada temperature (Khopkar, 2008:41).
Pada proses titrasi pereaksi ditambahkan secara bertetes-tetes ke dalam analit,
biasanya menggunakan buret. Pereaksi adalah larutan standar yang konsentrasinya yang
telah diketahui secara pasti dengan cara distandarisasikan. Penambahan reaksi dilakukan
secara terus menerus hingga tercapai ekivalen antara pereaksi dan analit,keadaan ini
disebut titik ekivalen. Agar dapat mengetahui kapan terjadinya titik ekivalen antara
pereaksi dan analit, para kimiawan menambahkan zat kimia yang dinamakan indicator.
Indikator akan memberikan tanggap berupa perubahan warna larutan, terbentuknya
endapan, atau terbentuknya senyawa kompleks berwarna. Saat terjadinya tanggap
tersebut disebut titik akhir titrasi (soebiyanto,2003).
Indikator asam-basa adalah zat yang berubah warnanya atau membentuk
flouresence atau kelarutan pada suatru range (trayek) pH tertentu. Indikator asam-basa
terletak pada trtik ekivale dan ukuran dari pH zat-zat indikator dapat berupa asam atau
basa, larut stabil dan menunjukkan perubahan warna. Dalam titrasi, suatu larutan yang
harus dinetralkan, misalnya asam dimasukkan ke dalam wadah atau tabung. Larutan lain
adalah basa dimasukkan dalam asam, mula-mula cepat kemudian tetes demi tetes sampai
titik setara dan titrasi tersebut tercapai. Salah satu usaha untuk mencari titik setara adalah
melalui perubahan warna dari indikator. Titik pada titrasi di mana indikator berubah
warna dinmakan titik akhir (end point) dari indikator yang diperlukan adalah
memadankan titik akhr indikator dengan titik setara dari penetralan (Rivai,2006:102).
Indicator fenolftalein adalah indicator dari golongan ftalein yang banyak
digunakan dalam pelaksanaan pemeriksaan kimia. Fenolftalein merupakan asam diprotik
dan tidak berwarna, berbentuk senyawa hablur putih yang mempunyai kerang dan tidak
berwarna. Indicator ini sukar larut dalam air, tetapi dapat berinteraksi dengan air,
sehingga cincin dan laktonnya terbuak terlebih dahulu menjadi bentuk tak berwarna, dan
kemudian dengan hilangnya proton kedua menjadi ion dengan system terkonjugat. Metal
orange tidak larut dalam air dan perubahan warnanya terjadi pada larutan asam kuat.
Metal orange tergolong indicator azo (Underwood,2001:141).
Metal jingga merupakan senyawa azo yang berbentuk Kristal berwarna kuning
kemerahan, lebih larut dalam air panas dan larut dalam alcohol. Metal jingga sering
digunakan sebagai indicator dalam titrasi asam basa. Metal njingga mempunyai trayek
pH 3,1-4,4 dan Pka 3,46, berwarna merah dalam keadaan asam dan kuning dalam basa.
Metal jingga digunakan untuk menitrasi asam mineral dan basa kuat,menentukan
alkalinitas dari air, tetapi tidak dapat digunakan untuk asam organic. Metal jingga
merupakan asam berbasa satu, netral secara kelistrikan, tetapi mempunyai muatan positif
dan negatif (Suirta,2010).
C. ALAT DAN BAHAN
1. Alat-alatPraktikum:
a. Buret 50 mL
b. Corong 60 mm
c. Erlenmeyer 100 mL
d. Gelas kimia 250 mL
e. Gelas ukur 100 mL
f. Labutakar 50 mL
g. Pipet tetes
h. Spatula
i. Statif
j. Timbangananalitik
2. Bahan-bahanPraktikum:
a. Aquades (H2O(l))
b. Larutan HCl (asamklorida) 0,1 N
c. Larutan indikator fenolftalein (PP)
d. Larutan indikator metil orange (MO)
e. Larutan sampel
f. Padatan Na2B4O7.10H2O (natriumtetraboratdekahidratatau borax)
D. SKEMA KERJA
1. Pembuatan Larutan HCl 0,1 N dari HCl pekat
HCl pekat L %, ρ= K, V= a mL= 3,65 V/10 KL + aquades sampai 100 mL
Hasil
2. Standarisasi Larutan HCl 0,1 N dengan Na2B4O7.10H2O
0,4 gr Na2B4O7.10H2O Dilarutkan hingga 50 mL
Dimasukkan dalam erlenmeyer
+ 3 tetes indikator MO
Hasil
Dititrasi dengan larutan HCl dari hasil percobaan 1
Hasil
3. Penentuan Kadar NaOH dan Na2CO3 dalam Sampel
25 mL larutan sampel
Dimasukkan dalam erlenmeyer
+ 3 tetes indikator PP
Hasil
Dititrasi dengan HCl (standar) sampai warnanya agak
pudar
Hasil (VHCl yang berkurang= a mL)
+ 3 tetes indikator MO
Dititrasi kembali sampai warnanya lebih pekat
Hasil (VHCl yang berkurang= b mL)
E. HASIL PENGAMATAN
1.Tabel Perubahan Fisik yang Terjadi
Perlakuan Perubahan Fisika. Standarisasi Larutan HCl 0,1 N dengan
Na2B4O7.10H2O
- Na2B4O7.10H2O dilarutkan hingga
50 mL
- Na2B4O7+ indikato MO 3 tetes
- DititrasidenganHCl 0,1 N
b. Penentuan kadar NaOH dan Na2CO3
dalam sampel
- Larutan sampel + indikator PP 3
tetes
- Dititrasi dengan HCl standar
- Ditambahkanindikator MO 3 tetes
- Dititrasikembali
- Padatan putih larut menjadi larutan
bening
- Warna larutan menjadi orange
- Ketika mencapai titik akhir titrasi
warna larutan menjadi jingga
pekat
- Larutana walnya bening, setelah
ditambah indikator menjadi pink
- Ketika mencapai titik akhir titrasi
warna larutan menjadi pink pudar
nyaris bening
- Larutan berwarna orange
- Pada titik akhir titrasi warna
larutan orange pekat
2. Tabel Volume Titran yang Digunakan
Perlakuan Volume Titran
a. Standarisasi Larutan HCl 0,1 N
dengan Na2B4O7.10H2O
b. Penentuan kadar NaOH dan
Na2CO3 dalam sampel
V = 25,5 mL
Va = 28,2 mL
Vb = 2,7 mL
F. ANALISIS DATA
1. Persamaan Reaksi
a. HCl(aq) + H2O(l) HCl(aq) + H2O(l)
(pekat) (encer)
b. Na2B4O7.10H2O(s) + H2O(l ) Na2B4O7.10H2O(aq)
c. Na2B4O7.10H2O(aq) + 2HCl(aq) H2B4O7.10H2O(aq) + 2NaCl(aq)
d. NaOH(aq) + HCl(aq) NaCl(aq) + H2O(l)
e. Na2CO3(aq) + 2HCl(aq) 2NaCl(aq) + H2CO3(aq)
f. Na2CO3(aq) + HCl(aq) NaCl(aq) + NaHCO3(aq)
g. NaHCO3(aq) + HCl(aq) NaCl(aq) + H2CO3(aq)
2. Perhitungan
a. Pembuatan 100 mL HCl 0,1 N
Diketahui:Mr HCl = 36,5 gr/molV HCl = 100 mLL = 37K = 1,19 gr/mL
Ditanyakan : a = . . . ?
a = Mr HCl x V10 x K x L
= 36,5 x100
10 x 1,19 x37
= 8,290 mL
b. NormalitasHClStandar
Diketahui:massaNa2B4O7.10H2O = 0,4 gr = 400 mgMrNa2B4O7.10H2O = 382 gr/molValensiNa2B4O7.10H2O = 2V Na2B4O7.10H2O = 50 mLV HCl = 25,5 mL
N Na2B4O7 = mg Na 2 B 4 O 7 .10 H 2O
BE Na2 B 4 O 7 xV Na2 B 4 O 7
= mg Na 2B 4O 7 .10 H 2 O
Mr / valensi Na2 B 4 O 7 xV Na2 B 4O7
=
400
( 3822 ) x50
= 0,042 N
mekNa2B4O7 = mekHCl
N Na2B4O7x V Na2B4O7 = N HCl x V HCl
N HCl =N Na 2 B 4 O7 x V Na 2 B 4 O 7
V HCl
= 0,042 x 50
25,5
= 0,082 N
c. Penentuan kadar NaOH dan Na2CO3 dalam sampel
Diketahui:Mr NaOH = 40 gr/mol
ValensiNaOH = 1
Mr Na2CO3 = 106 gr/molValensiNa2CO3 = 2N HCl = 0,082 N
a = 28,3 mL b = 2 mL
Ditanyakan : a. Kadar NaOH = . . . ?
b. Kadar Na2CO3
Jawab :
mek NaOH = mek HCl
mg NaOHBE NaOH
= N HCl x V HCl(a-b)
mgNaOH =N HCl xV HCl (a−b ) x Mr NaOH
valensi NaOH
= 0,082 x (28,2−2,7 ) x 40
1
= 83640 mg
mek Na2CO3 = mek HCl
mg Na2CO3BE Na2CO3
= N HCl x V HCl(2xb)
mgNaOH =N HCl xV HCl (2 xb ) x Mr Na2 CO3
valensi Na 2CO 3
= 0,082 x (2x 2,7 ) x106
2
= 23468 mg
1) Kadar NaOH = mg NaOHmg total
x100 %
= 83,640
(83,640+23,468)x100 %
= 78,089%
2) Kadar Na2CO3= mg Na 2CO 3
mgtotalx100 %
= 23,468
(83,640+23,468)x100 %
= 21,911%
G. PEMBAHASAN
Titrasi adalah proses pengukuran volume dalam larutan yang terdapat dalam
larutan buret yang ditambahkan dalam larutan yang diketahui volumenya sampai terjadi
reaksi kimia. Titrasi asam basa adalah penetapan kadar suatu zat berdasarkan atas reaksi
asam basa. Percobaan kali ini, volume larutan diukur yaitu larutan dengan asam sebagai
larutan standaryaitu HCl. HCl yang sebagai asam kuat telah memenuhi kriteria antara lain
dapat terdisosiasi secara sempurna, tidak mudah menguap, bersifat stabil dan garam-
garamnya mudah larut. Selain itu HCl bukan merupakan pengoksidasi kuat yang akan
menghancurkan senyawa yang bertindak sebagai indikator.
Pada percobaan pertama yaitu pembuatan larutan HCl 0,1 N yang sebagai larutan
standar. Larutan standar adalah larutan yang telah diketahui konsentrasinya. Cara
menstandarisasi larutan yaitu dengan melarutkan zat murni dengan berat tertentu,
kemudian dienceerkan sampai memperoleh volume tertentu secara tepat. Larutan ini
disebut dengan larutan standar primer.larutan HCl 0,1 N dibuat dengan mengencerkan
HCl pekat dari rumus a = 3,65 v/10 kL, dimana a merupakan volume HCl Pekat yang
akan digunakan untuk pengenceran, V merupakan volume pengenceran, K merupakan
massa jenis, dan L merupakan kadar, didapatkan a sebesar 8,920 mL.
Percobaan yang kedua yaitu proses standarisasi larutan HCl 01, N, standarisasi
bertujuan untuk menentukan konsentrasi atau normalitas HCl secara pasti. Standarisasi
larutan HCl, digunakan Na2B4O7.10H2O sebagai standarnya, karena natrium tetraborat
merupakan garam besar yang memiliki PH di atas 7 yang terbentuk dari proses disosiasi
sempurna antara basa kuat NaOH dan asam lemah H2B4O7. Oleh karena itu untuk
memperoleh larutan yang sedikit asam harus menggunakan indikator yang memiliki
trayek PH 3,1–4,4 pada proses titrasinya. Jika larutan NaOH digunakan untuk
menstandarisasi larutan HCl 0,1 N, maka akan diperoleh PH netral karena bereakasi
membentuk air dan tidak sesuai dengan PH yang terbentuk dengan reaksi antara HCl 0,1
N dengan Na2B4O7.10H2O. trayek PH yang dimiliki NaOH yang merupakan basa kuat
sangat rendah, sehingga sedikit saja terjadi kesalahan pada saat titrasi akan menyebabkan
perubahan PH secara drastis, karena itu digunakan natrium tetraborat yang merupakan
garam basa. Pada saat natrium tetrabora ditetesi indikator metil orange larutan berubah
menjadi orange, dan setelah dititrasi larutan berubah menjadi orange pekat. Disini
perubahan warna larutan menjadi orange pekat, menunjukkan terjadinya titik akhir titrasi
(saat terjadinya perubahan warna). Setelah titik akhir titrasi terbentuk, disanalah titik
ekuivalen terjadi. Titik ekuivalen terjadi saat jumlah mol antara titran dengan analit habis
bereaksi. Disaat itulah titrasi dihentikan. Volume HCl yang digunakan sebesar 25,5 mL
dengan normalitas yang didapatkan dari analisis data sebesar 0,082 N. Hasil ini
menunjukkan adanya kesalahan pada saat titrasi, karena perbedaan normalitas HCl
didapatkan dengan yang sebenarnya yaitu 0,1 N.
Pada percobaan yang ketiga yaitu penentuan kadar NaOH dan Na2CO3 dalam
sampel. Larutan sampel ini ditetesi dengan indikator fenolftalein yang memunyaui trayek
PH antara 8,3-10 memberikan warna pada keadaan basa dan tidak berwarna pada keadaan
asam, warna yang dihasilkan menjadi pink dari warna sebelumnya. Pada saat dititrasi
dengan HCl, waranya menjadi pink bening. Hal ini menunjukkan terjadinya titik akhir
titrasi, dengan volume HCl 28,2 mL (a). Larutan tersebut kembali ditetesi indikator metil
orange, warna larutan menjadi orange dan pada saat dititrasi warnanya menjadi orange
pekat yang menunjukkan titik akhir titrasi. Volume HCl yang digunakan untuk titrasi
sebesar 2,7 mL (b). Maka dari itu pada proses titrasi, larutan indikator berperan dalam
menanggapi munculnya kelebihan larutan uji yaitu HCl dengan adanya perubahan warna.
Dari hasil analisis data, diperoleh massa NaOH sebesar 83,640 mg dengan kadar
78,089%, sedangakan massa Na2CO3 sebesar 23,468 mg dengan persentase 21,911%.
H. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, didapatkan kesimpulan bahwa
1. Larutan HCl 0,1 N dibuat dengan cara mengencerkan 8,290 ml HCl pekat dengan 100 ml aquades.
2. Standarisasi larutan HCl dengan natrium tetraborat menggunakan indicator MO, didapatkan normalitas HCl sebesar 0,082 N.
3. Kadar NaOH dan Na2CO3 dengan cara titrasi diperoleh masing-masing sebesar 78,089% dan 21,911 %.
ACARA IV
TITRASI REDOKS: PENETAPAN KLOR AKTIF
(IODOMETRI)
ACARA IV
TITRASI REDOKS: PENETAPAN KLOR AKTIF
(IODOMETRI)
A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Tujuan Praktikum
a. Membuat larutan Na2S2O3 0,1 N.
b. Standarisasi larutan Na2S2O3 0,1 N dengan K2Cr2O7.
c. Penetapan klor aktif dalam tepung pemutih.
2. Hari, Tanggal Praktikum
Kamis, 11 Oktober 2012
3. Tempat Praktikum :
Lantai III, Laboratorium Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Mataram.
B. LANDASAN TEORI
Titrasi adalah suatu metode untuk menentukan konsentrasi zat di dalam larutan.
Titrasi dilakukan dengan cara mereaksikan larutan tersebut dengan larutan yang telah
diketahui konsentrasinya. Reksi dilakukan secara bertahap (tetes demi tetes) hingga tepat
mencapai titik stoikiometri atau titik setara. Ada beberapa macam titrasi bergantung pada
jenis reaksinya, seperti titrasi asam-basa, titrasi permangonometri, titrasi argentometri,
dan titrasi iodometri ( Suryana, 2007:168).
Titrasi langsung (iodometri) adalah iodine sebagai bahan pengoksidasi yang
cukup kuat. Selama oksidasi, iodine tereduksi seperti berikut ini:
I2 + 2e– 2I-
Iodine akan mengoksidasi zat-zat ang potensial reduksinya lebih rendah, misalnya titrasi
asam askorbat. Larutan iodine yang digunakan dibakukan terhadap natrium tiosulfat.
Selain itu, titik akhir dideteksi dengan menggunakan indicator kanji, yang menghasilkan
pewaranaan biru dengan kelebihan iodine. Titrasi iodometri langsung digunakan pada
penetapan kadr dalam farmakofe untuk : asam askorbat, natrium stilbiglukonat, injeksi
dimerkaprol, dan asetarsol (Waston,2005).
Larutan standar yang digunakan dalam kebanyakan proses iodometri adalah
natrium tiosulfat. Tiosulfat diuraikan dalam larutan asam dengan membentuk belerang
sebagai endapan mirip susu ( Underwood,1999: 303).
Titrasi dengan natrium tiosulfat untuk memperjelas titik akhir titrai dengan
penambahan indicator amilum (Panagan,2010).
Pada titrasi iodometri digunakan cara titrasi tidak langsung. Artinya oksidator
ditambahkan dengan larutan berlebih berupa larutan kalium iodida dan iodium yang
dilepaskan (setara jumlahnya dengan oksidator) dititrasi dengan larutan baku natrium
tiosulfat, sesuai dengan reaksi (Rivai, 1994: 368).
Pengujian dengan metode iodometri dilakukan berdasarkan terjadinya perubahan
warna dari warna yang berasal dari iodium-kanji dengan larutan natrium tiosulfat
(Saksono, 2003).
C. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM
1. Alat-Alat praktikum:
a. Buret 50 mL
b. Statif
c. Penjepit statif
d. Erlenmeyer 50 mL
e. Gelas kimia
f. Pipet volum 5 mL
g. Pipet volum 10 mL
h. Labu takar 250 mL
i. Corong gelas 66 mm
j. Spatula
k. Pipet tetes
l. Rubber bulb
2. Bahan-Bahan Praktikum:
a. Aquades
b. Amilum
c. Asam Asetat glasial
d. Kaporit
e. Natrium Tiosulfat (Na2S2O3 ) 0,1 N
f. Larutan KI 1 N
g. Larutan KI 10 %
h. Larutan HCl pekat
i. Larutan K2Cr2O7 0,1 N
D. SKEMA KERJA
1. Pembuatan Larutan Na2S2O3 0,1 N
25 ml Na2S2O3.5H2O
Dimasukkan dalam gelas kimia
+ air panas sedikit demi sedikit
Diencerkan hingga 250 ml
Larutan Na2S2O3
2. Standarisasi Larutan Na2S2O3 0,1 N
5 mL larutan K2Cr2O7 0,1 N
Dimasukkan ke dalam erlenmeyer
Diencerkan dengan aquades hingga 10 mL
Hasil
+ 3 mL HCl pekat
+ 10 mL KI 1 N
Hasil
Dititrasi dengan Na2S2O3
+ 3 tetes indikator amilum
Hasil
3. Penetapan Kadar Klor Aktif
Kaporit
Diencerkan hingga 250 mL dalam labu takar
dengan aquades
Hasil
Diambil 25 mL
Dimasukkan ke dalam erlenmeyer
+ 25 mL aquades
+ 10 mL KI 1 N
+ 5 mL asam asetat glasial
Hasil
Ditirasi dengan Na2S2O3 standar
Hasil
E. HASIL PENGAMATAN
No
.
Perlakuan Hasil Pengamatan
1 Standarisasi larutan Na2S2O3 0,1 N
5 mL larutan K2Cr2O7 0,1 N
diencerkan dengan aquades
hingga 10 mL
Larutan + 3 mL HCl pekat
+ 10 mL KI 1 N
Dititrasi dengan Na2S2O3 standar
Pada akhir titrasi ditambahkan 3
tetes amilum
Warna awal larutan K2Cr2O7 0,1 N
orange, setelah diencerkan, warnanya
lebih memudar.
Warna larutan tetap orange muda
Warna larutan menjadi merah
kecokelatan
Warna yang seharusnya dihasilkan
adalah biru kehijauan, namun pada saat
percobaan, warna yang dihasilkan tetap
merah kecokelatan volume Na2S2O3
yang digunakan adalah 20 ml.
Warna larutan semakin merah pekat.
Namun terdapat warna biru saat tetes
2
Penetapan kadar klor aktif
2,5 gr kaporit diencerkan hingga
250 mL dengan aquades
Diambil 25 mL larutan kaporit +
10 mL KI 1 N
+ 5 mL asam asetat glasial
Dititrasi dengan Na2S2O3 standar
amilum mencapai larutan yang
kemudian hilang.
Warna padatan kaporit: putih
Warna larutan kaporit: putih
Warna larutan menjadi putih
Warna larutan menjadi kuning
Pada titik akhir, warna larutan menjadi
putih bening. Volume Na2S2O3 yang
terpakai adalah 25 mL.
F. ANALISIS DATA
1. Persamaan Reaksi
a. Pembuatan larutan Na2S2O3 0,1 N
Na2S2O3.5H2O(s) + H2O(l) Na2S2O3(aq) + 6H2O(l)
b. Standarisasi larutan Na2S2O3 0,1 N
K2Cr2O7(aq) 2K+(aq) + Cr2O7
2-(aq)
Cr2O72-
(aq) + 6I-(aq) + 14H+
(aq) 2Cr3+(aq) + 3I2(aq) + 7H2O(l)
I2(aq) + 2S2O32-
(aq) 2I-(aq) + S4O6
2-(aq)
c. Penetapan kadar klor aktif
OCl-(aq) + 2I-
(aq) + 2H+(aq) Cl-
(aq) + I2(aq) + H2O(l)
Cl2(g) + 2I-(aq) 2Cl-
(aq) + I2(aq)
I2(aq) + 2S2O32-
(aq) 2I-(aq) + S4O6
2-(aq)
2. Perhitungan
a. Normalitas K2Cr2O7 encer
Dik: N K2Cr2O7 = 0,1 N
V K2Cr2O7 = 5 mL
V K2Cr2O7 encer = 10 mL
Ditanyakan: N K2Cr2O7 encer = ……….?
Penyelesaian:
mek K2Cr2O7 = mek K2Cr2O7 encer
N K2Cr2O7 x V K2Cr2O7 = N K2Cr2O7 encer x V K2Cr2O7 encer
N K2Cr2O7 encer = N K 2Cr2O7 xV K2Cr2 O7
V K2Cr2 O7 encer
= 0,1 x 5
10
= 0,05 N
b. Normalitas Na2S2O3
Dik: N K2Cr2O7 encer = 0,05 N
V K2Cr2O7 encer = 10 mL
V Na2S2O3 = 20 mL
Ditanyakan: N Na2S2O3 = ……….?
Penyelesaian:
mek K2Cr2O7 encer = mek Na2S2O3
N K2Cr2O7 encer x V K2Cr2O7 encer = N Na2S2O3 x V Na2S2O3
N Na2S2O3 = N K 2Cr2O7 encer xV K2 Cr2 O7 encer
V Na2 S2O3
= 0,05 x10
20
= 0,025 N
c. Persentase kadar klor (Cl)
Dik: N Na2S2O3 = 0,025 N
V Na2S2O3 = 2,5 mL
Ar Cl = 35,5 gr/mol
Mg sampel = 2,5 gr = 2500 mg
Ditanyakan: % kadar Cl = …………?
Penyelesaian:
mek Na2S2O3 = mek Cl
N Na2S2O3 x V Na2S2O3 = mg ClBE Cl
mg Cl = N Na2S2O3 x V Na2S2O3 x BE Cl
= N Na2S2O3 x V Na2S2O3 x Ar Cl/1
= 0,025 x 2,5 x 35,5
= 2,218 mg
Sehingga,
% Cl = mg Cl
mg sampel x 100 %
= 2,218 mg2500 mg
x 100 %
= 0,088 %
G. PEMBAHASAN
Oksidimetri (titrasi redoks) didasarkan pada reaksi oksidasi-reduksi antara analit
dan titran. Analit yang mengandung spesi reduktor dititrasi dengan titran yang berupa
larutan standar dari oksidator atau sebaliknya.
Pada titrasi iodometri. Analit yang dipakai adalah oksidator yang dapat bereaksi
dengan I- (iodide) untuk menghasilkan I2 (Iodium), I2 yang terbentuk secara kuantitatif
dapat dititrasi dengan larutan tiosulfat. Iodide adalah reduktor lemah dan dengan mudah
akan teroksidasi jika direaksikan dengan oksidator kuat. Iodide tidak dapat di pakai
sebagai titran hal ini disebabkan karena factor kecepatan reaksi dan kurangnya jenis
indicator yang dapat di pakai untuk iodide.
Dalam percobaan ini, dilakukan salah satu jenis titrasi redoks yaitu iodometri.
Iodometri adalah disebut juga metode tidak langsungartinya oksidator ditambahkan
dengan larutan berlebih berupa larutan kalium iodide dan iodium yang dilepaskan dititrasi
dengan natrium tiosulfat.
Pada percobaan pertama, dilakukan pembuatan larutan Na2S2O3 0,1 N. Pembuatan
larutan Na2S2O3 dilakukan dengan mengencerkan larutan Na2S2O3 sehingga menjadi 0,1
N.
Pada percobaan kedua, dilakukan standarisasi larutan Na2S2O3 dengan
menggunakan larutan K2Cr2O7 0,1 N yang telah diencerkan dengan aquades. Berdasarkan
perhitungan, kosentrasi larutan K2Cr2O7 setelah diencerkan berkurang menjadi 0,05 N.
Larutan K2Cr2O7 encer ini dapat digunakan sebagai larutan standar primer. Penambahan
HCl pekat bertujuan untuk memberikan suasana asam dalam larutan. Dalam larutan asam
kuat, ion dikromat dari K2Cr2O7 tereduksi menjadi kromium (III) menurut reaksi: Cr2O72-
+ 14 H+ + 6e 2Cr3+ + 7H2O
Kemudian, pada penambahan larutan KI, iodida (I-) teroksidasi oleh Cr2O72- yang
merupakan oksidator kuat sehingga membentuk iodin (I2). Terbentuknya iodin
menyebabkan warna larutan yang sebelumnya berwarna kuning berubah menjadi
kecokelatan atau seperti warna betadine. Iodin ini selanjutnya dititrasi dengan larutan
Na2S2O3. Larutan Na2S2O3 bertindak sebagai zat pereduksi di mana reaksi antara iodin
dengan S2O32- dari Na2S2O3 menyebabkan iodin tereduksi menjadi iodida. Karena iodida
yang terbentuk dapat dioksidasi oleh udara bebas sehingga membentuk iodin kembali,
maka untuk meminimalisir hal ini titrasi harus dilakukan dengan cepat. Selain itu,
pengocokan pada saat melakukan titrasi sangat diperlukan untuk menghindari
penumpukan tiosulfat pada area tertentu, penumpukan konsentrasi tiosulfat dapat
menyebabkan terjadinya dekomposisi tiosulfat untuk menghasilkan belerang, di mana hal
ini dapat mengganggu pengamatan titik akhir titrasi. Penambahan indikator amilum
dilakukan saat menjelang titik akhir titrasi yang ditandai dengan warna larutan menjadi
biru, namun pada saat pengamatan larutan tidak menjadi biru, bahkan tetap menjadi
warna sebelum penambahan amilum. Hal ini dikarenakan larutan-larutannya ada yang
bermasalah dimana telah terjadi kontaminasi dan terendapan sebagian. Sementara titik
akhir yang ditandai dengan adanya warna biru karena penambahan amilum karena
disebabkan amilum membentuk senyawa kompleks dengan iodium. Amilum
ditambahkan menjelang titik akhir, dimana fungsinya sebagai indicator. Hal ini dilakukan
karena kanji (amilum) mudah menyerap I2, sehingga jika ditambahkan pada awal titrasi,
maka sebagian I2 akan terserap oleh amilum sebelum titrasi.
Pada percobaan ketiga, dilakukan percobaan penetapan kadar klor aktif dalam
sampel yaitu kaporit (Ca(OCl)2). Larutan kaporit yang berwarna putih ketika
ditambahkan larutan KI, warna larutan tetap putih. Kemudian ditambahkan asam asetat
glacial. Setelah penambahan asam asetat glacial, warna larutn menjadi kuning. Kemudian
untuk mengetahui kadar klor dilakukan titrasi dengan Na2S2O3 yang telah distandarisasi,
untuk mengetahui titik ekivalen dalam reaksi, ditandai dengan hilangnya warna kuning
menjadi putih kembali. Karena odon telah habis tereduksi oleh natrium tiosulfat yang
dalam hal ini digunakan volume Na2S2O3 2,5 ml, sehingga kadar klor dalam larutan
sebesar 0,088% setelah dilakukan perhitungan.
H. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut.
1. Untuk membuat larutan Na2S2O3 0,1 N dapat dilakukan dengan melarutkan 25 gr
Na2S2O3.5H2O dengan air panas, kemudian diencerkan hingga volume larutan
menjadi 1 L. atau jika 12,5 Na2S2O3 dalam bentuk cairan 1 M, maka larutan
diencerkan dengan aquades hingga volumenya 250 ml.
2. Standarisasi larutan Na2S2O3 0,1 N dengan K2Cr2O7 dapat ditentukan dengan metode
titrasi iodometri.
3. Penentuan kadar klor aktif dalam tepung pemutih juga dapat ditentukan melalui
metode titrasi, dimana hasil yang didapatkan bahwa kadar klor adalah 0,088% dalam
2,5 gram kaporit.
ACARA V
TITRASI PENGENDAPAN: PENETAPAN KADAR NaCl
(TITRASI ARGENTOMETRI)
ACARA V
TITRASI PENGENDAPAN: PENETAPAN KADAR NaCl
(TITRASI ARGENTOMETRI)
A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Tujuan Praktikum
a. Membuat larutan AgNO3 0,1 N.
b. Standarisasi larutan AgNO3 dengan NaCl.
c. Penetapan kadar klorida dalam sampel garam dapur.
2. Hari, Tanggal Praktikum
Kamis, 18 Oktober 2012
3. Tempat Praktikum
Lantai III, Laboratorium Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Mataram.
B. LANDASAN TEORI
Titrasi pengendapan adalah golongan titrasi dimana hasil reaksi titrasinya
merupakan endapan atau garam yang sukar larut. Prinsip dasarnya adalah reaksi
pengendapan yang cepat mencapai kesetimbangan pada setiap penambahan titran; tidak
ada pengotor yang mengganggu dan diperlukan indicator untuk melihat titik akhir titrasi
(Khopkar,1990: 61)
Dalam pembicaraan disini hanya akan dibahas “ARGENTOMETRI” yakni titrasi-
titrasi yang menyangkut penggunaan larutan AgNO3. Artgentometri dimana terbentuk
endapan (ada juga argentometri yang tergolong pembentukan kompleks) dibedakan
menjadi tiga macam cara berdasarkan indicator yang dipakai untuk penentuan titik akhir:
cara mohr yaitu indicator K2CrO2, titran ialah AgNO3. Terutama untuk menentukan
garam klorida dengan titrasi langsung, atau menentukan garam perak dengan titrasi
kembali setelah ditambah larutan baku NaCl berlebih. PH harus diatur agar tidak terlalu
asam maupun basa (antara 6 dan 10). Cara volhard: indicator Fe3+, titran KSCN atau
NH4SCN untuk menentukan garam perak dengan titrasi langsung, atau garam-garam
klorida, bromide, iodide, tiosianat, dengan titrasi kembali setelah ditambah larutan baku
AgNO3 berlebih; juga untuk anion-anion lain yang lebih mudah larut dari AgSCN, tetapi
dengan usaha khusus. PH harus cukup rendah, kira-kira 0,3 MH+, agar Fe3+ tidak
terhidrolisa. Cara fanjas: indicator ialah salah satu indicator adsorbs menurut macam
anion yang diendapkan oleh Ag+, titran AgNO3; PH tergantung dari macam anion dan
indicator yang dipakai (Harjadi, 1986:176).
Pada umumnya, titrasi argentometri didasarkan pada penggunaan larutan beku
perak nitrat. Larutan baku perak nitrat dibuat dengan cara melarutkan langsung sejum;ah
perak nitrat dalam air atau dengan cara melarutkan logam dalam asam nitrat. Reaksi
standarisasi larutan perak nitrat dengan metode mohr adalah (Rivai, 1994:290-291)
AgNO3(aq) + NaCl (aq) AgCl(s) + NaNO3(aq)
2 AgNO3(aq) + K2CrO4(aq) Ag2CrO4(s) + 2 KNO3(aq)
Titrasi argentometri dapat digunakan untuk menentukan kadar NaCl. Metode yang
digunakan adalah metode Mohr (Sugiyo, Jumeri, dan Kurniawan, 2010).
Pengukuran kadar klorida pada sampel air menggunakan metode argentometri,
yaitu titrasi penggunaan larutan AgNO3 sebagai titran. Pada metode ini, sampel terlebih
dahulu dikondisikan suasana netral, hal ini disebabkan karena metode argentometri
merupakan metode mohr yang bereaksi dalam keadaan netral (Hendarwati,2007).
Titrasi pengendapan kadang-kadang dijadikan sebagai sebuah metode standar
dalam analisis tetapi masih digunakan sebagai sebuah metode analisis sekunder untuk
menguji hasil yang diperoleh dengan menggunakan metode lain. Kebanyakan titrasi
pengendapan melibatkan Ag+ baik sebagai analit ataupun sebagai titran. Titrasi yang
menggunakan Ag+ tersebut sebagai titran disebut titrasi argentometri (Harvey, 2000: 354
– 355).
C. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM
1. Alat-Alat praktikum:
a. Buret 50 mL
b. Corong gelas 75 mm
c. Erlenmeyer 100 mL
d. Gelas kimia 300 mL
e. Gelas ukur 50 mL
f. Gelas ukur 25 mL
g. Kain lap
h. Pipet tetes
i. Spatula
j. Timbangan analitik
k. Statif
l. Penjepit statif
2. Bahan-Bahan:
a. Larutan NaCl(aq) 0,1 N
b. Larutan K2CrO4(aq) (kalium kromat)
c. Larutan AgNO3(aq) 0,1 N (perak nitra)
d. Aquades
e. Garam dapur (NaCl)
D. SKEMA KERJA
1. Pembuatan Larutan AgNO3 0,1 N
9,496 gr AgNO3
Dioven 2 jam
Dimasukkan ke dalam gelas kimia
Dilarutkan dengan aquades hingga 500 mL
Hasil
2. Standarisasi Larutan AgNO3
2,923 gr NaCl P.A. 5 gr K2CrO4 (indikator)
+ 500 mL aquades
Hasil Hasil
Diambil 25 mL
Dimasukkan ke dalam erlenmeyer
Dicampur
Dititrasi dengan AgNO3
Hasil
3. Penetapan Kadar NaCl dalam Sampel
0,45 gr garam dapur kotor
+ 100 mL aquades
+ 100 mL aquades
Diambil 1 mL
Hasil
Diambil 25 mL
+ 1 mL indikator K2CrO4
Hasil
Dititrasi dengan AgNO3
Hasil
E. HASIL PENGAMATAN
No
.
Perlakuan Hasil Pengamatan
1
2
Standarisasi larutan AgNO3
NaCl dilarutkan dalam 500 mL
aquades
K2CrO4 dilarutkan dalam 100 mL
aquades
Larutan NaCl diambil 25 ml + 1
ml larutan K2CrO4 yang telah
diencerkan
Dititrasi dengan AgNO3
Penetapan kadar NaCl dalam sampel
Garam dapur dilarutkan dalam
100 mL aquades
25 mL larutan garam + 1 mL
indikator K2CrO4
Dititrasi dengan AgNO3
Warnanya bening
Warnanya kuning
Warnanya tetap kuning setelah
dicampur
Titrasi warnanya berubah menjadi
warna kuning susu serta terbentuk
endapan warna putih, semakin lama
dititrasi semakin banyak endapan
putih yang dihasilkan. Volume yang
digunakan untuk titrasi adalah 24,8
ml.
Warna larutannya bening
Warna kuning setelah dicampur
Setelah dititrasi dengan AgNO3,
terbentuk endapan putih. Kemudian
pada saat mencapai titik akhir titrasi
terbentuk warna merah kecokelatan
dan volume yang digunakan 19 ml.
F. ANALISIS DATA
1. Persamaan Reaksi
a. Pembuatan larutan AgNO3 0,1 N
AgNO3.xH2O(s) AgNO3(s) + xH2O(g)
AgNO3(s) + H2O(l) AgNO3(aq) + H2O(l)
b. Standarisasi larutan AgNO3
NaCl(s) + H2O(l) NaCl(aq) + H2O(l)
K2CrO4(s) + H2O(l) K2CrO4(aq) + H2O(l)
2NaCl(aq) + K2CrO4(aq) Na2CrO4(aq) + 2KCl(aq)
AgNO3(aq) + NaCl(aq) AgCl(s) + NaNO3(aq)
(putih)
2AgNO3(aq) + K2CrO4(aq) Ag2CrO4(s) + 2KNO3(aq)
(merah)
c. Penetapan kadar NaCl dalam sampel
NaCl(s) + H2O(l) NaCl(aq) + H2O(l)
AgNO3(aq) + NaCl(aq) AgCl(s) + NaNO3(aq)
(putih)
2AgNO3(aq) + K2CrO4(aq) Ag2CrO4(s) + 2KNO3(aq)
(merah)
2. Perhitungan
a. Standarisasi larutan AgNO3
Diketahui: V AgNO3 = 24,8 mL
N NaCl = 0,1 N
V NaCl = 25 mL
Ditanyakan: N AgNO3 = …………?
Penyelesaian:
mek AgNO3 = mek NaCl
N AgNO3 x V AgNO3 = N NaCl x V NaCl
N AgNO3 = N NaCl xV NaCl
V AgN O3
= 0,1 N x 25 mL
24,8 mL
= 0,1008 N
b. Penetapan kadar NaCl dalam sampel
Diketahui: V AgNO3 = 19 mL
N AgNO3 = 0,1008 N
Mg sampel = 450 mg
BE NaCl = Mr NaCl
1 = 58,5
Ditanyakan: massa NaCl=……………?
Penyelesaian:
mek AgNO3 = mek NaCl
N AgNO3 x V AgNO3 = mg NaCl (sampel )
BE NaCl
mg NaCl = N AgNO3 x V AgNO3 x BE NaCl
= 0,1008 N x 19 mL x 58,5
= 112,039 mg
Maka kadar NaCl dalam sampel adalah
% NaCl = mg NaCl
mg sampel x 100 %
= 112,039mg
450 mg x 100 %
= 24,897 %
G. PEMBAHASAN
Argentometri atau titrasi pengendapan adalah penetapan kadar zat yang
didasarkan atas reaksi pembentukan endapan dari komponen zat uji dengan titran larutan
titer perak nitrat (AgNO3). Pada argentometri, ion perak memegang peranan penting
dalam pembentukan endapan. Cara ini dipakai untuk penetapan kadar ion halida, anion
yang dapat membentuk endapan garam perak, atau untuk pentapan kadar perak tersebut.
Dalam praktikum kali ini memiliki tujuan sebagai berikut: membuat larutan
AgNO3 0,1 N, standarisasi larutan AgNO3 dengan NaCl, dan penetapan kadar NaCl dalam
sampe garam dapur. Pada percobaan pertama yaitu membuat larutan AgNO3 0,1 N.
dimana 9,496 gram AgNO3.xH2O ditimbang, kemudian dioven selama 2 jam. Proses
pengovenan bertujuan untuk memisahkan hidratnya yang terperangkat pada
butiran/Kristal AgNO3.xH2O, dimana air (hidratnya) dan pengotor yang terperangkap
pada hidratnya menguap, sehingga didapatkan AgNO3 yang murni. Namun percobaan
pertama tidak dilakukan pada praktikum kali ini.
Pada percobaan kedua yaitu, standarisasi larutan AgNO3 dengan NaCl.
Standarisasi larutan AgNO3 bertujuan untuk mengetahui konsentrasi larutan AgNO3 agar
dapat dijadikan larutan baku sekunder. Meskipun pada percobaan pertama telah
dilakukan pembuatan larutan AgNO3 0,1 N, namun supaya konsentrasi AgNO3 lebih tepat
dan akurat sehingga diperlukan standarisasi. Dalam hal ini, larutan AgNO3 distandarisasi
dengan larutan standar primer NaCl 0,1 N. Kemudian untuk dapat mengetahui titik akhir
titrasi, digunakan larutan kalium kromat (K2CrO4) encer. Indicator kalium kromat
digunakan karena beberapa hal diantaranya, dapat berlangsung pada suasana netral, nilai
Ksp (hasil kali kelarutan). Jika indicator kalium kromat digunakan dalam suasana asam,
maka ion CrO4, sebagian akan berubah menjadi Cr2O72- menurut reaksi;
2 H+(aq) + 2 CrO4
2+(aq) Cr2O7
2-(aq) + H2O(l)
Dan jika pada suasana basa maka akan terbentuk endapan AgOH yang selanjutnya teruari
menjadi Ag2O sehingga titran terlalu banyak terpakai. Menurut reaksi
2Ag+(aq) + 2OH–
(aq) AgOH(s) + Ag2O(s) + H2O(l)
Reaksi tersebutlah yang mengurangi konsentrasi indicator dan menyebabkan tidak timbul
endapannya atau sangat terlambat. Namun jika suasananya netral antara (6 dan 10) pada
saat titrasi akan terbentuk endapan putih AgCl dan indikasi titik akhir tercapai
terbentuknya warna cokelat merah dari Ag2CrO4. Kemudian ditinjau dari hasil kali
kelarutannya, Ksp AgCl lebih rendah dibandingkan Ag2CrO4. Dimana Ksp yang lebih
rendah akan lebih mudah bereaksi dan membentuk endapan, dimana pada praktikum ini
terbentuk endapan putih AgCl, dan volume yang dibutuhkan mencapai titik akhir titrasi
adalah 24,8 ml. seharusnya pada titik akhir titrasi volumenya adlah 25 ml, hal ini
disebabkan karena banyak factor diantara nya pada saat pembuatan larutan AgNO3 tidak
teliti sehingga normalitas yang dihasilkan tidak 0,1 N. kemudian juga pada saat
melakukan titrasi pengocokan tidak sempurna dan saat meneteskan titran ke dalam analit,
titrannya terbentur dengan dinding Erlenmeyer.
Pada percobaan ketiga, prinsipnya sama dengan pada percobaan kedua. Namun,
pada percobaan ketiga ini larutan AgNO3 yang telah distandarisasi digunakan untuk
menentukan kadar NaCl dari sampel garam dapur. Berdasarkan hasil percobaan volume
titrasi yang digunakan adalah 19 ml, hal yang sama juga terjadi antara percobaan kedua
dan ketiga. Kemudian kadar NaCl dalam sampel 0,45 gram sebanyak 112,039 mg dan
dengan persentase sebesar 24,897 %.
H. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Untuk membuat larutan AgNO3 0,1 N dapat dilakukan dengan mengoven
AgNO3.xH2O selama 2 jam untuk memurnikan AgNO3 dari pengotor-pengotornya
kemudian dilarutkan dalam aquades.
2. Pada standarisasi AgNO3 digunakan indicator K2CrO4 , karena lebih mudah
mengetahui titik akhir titrasi yang ditandai terbentuknya warna cokelat kemerahan
dari Ag2CrO4 dan indicator K2CrO4 juga bereaksi pada suasana netral.
3. Penentuan kadar NaCl dalam garam dapur dilakukan dengan cara titrasi
argentometri dimana diperoleh kadarnya 112,039 mg dan 24,897%.
ACARA VI
TITRASI REDOKS: PENETAPAN KADAR CAMPURAN
Fe (II) DAN Fe (III)
(TITRASI PERMANGANOMETRI)
ACARA VI
TITRASI REDOKS: PENETAPAN KADAR CAMPURAN
Fe (II) DAN Fe (III)
(TITRASI PERMANGANOMETRI)
A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Tujuan Praktikum
a. Membuat larutan KMnO4 0,1 N.
b. Standarisasi larutan KMnO4 dengan natrium oksalat.
c. Menentukan kadar Fe (II) dan Fe (III).
2. Hari, Tanggal Praktikum
Kamis, 29 November 2012
3. Tempat Praktikum
Lantai III, Laboratorium Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Mataram.
B. LANDASAN TEORI
Metode titrimetri yang didasarkan pada penggunaan langsung dari reaksi redoks
telah digunakan secara luas. Penerapannya dalam penentuan logam yang memiliki dua
bilangan oksidasi yang sudah diketahui. Analisis sering dilakukan dengan terlebih dahulu
mengonversikan semua ion logam analit ke tingkat (bilangan) oksidasi yang lebih tinggi
dengan agen pengoksidasi seperti sodium peroksida dan sodium bismutat, atau dengan
reduksi ke tingkat (bilangan) oksidasi yang lebih kecil menggunakan sulfur dioksida atau
sodium bisulfit. Dalam setiap kasus, kelebihan reagen diperlukan di mana kemudian
dihilangkan sebelum sampel dititrasi (Fifield dan Kealey, 2000: 204).
Permanganometri merupakan titrasi yang dilakukan berdasarkan reaksi oleh
kalium permanganat (KMnO4). Reaksi ini difokuskan pada reaksi oksidasi dan reduksi
yang terjadi antara KMnO4 dengan bahan baku tertentu. Tujuan dari percobaan penentuan
Fe dengan cara permanganometri adalah untuk menentukan kadar besi (Fe) yang terdapat
dalam sampel (Anwar, 2009).
Proses penyisihan besi yang umum digunakan dalam sistem penyediaan air
minum adalah proses oksidasi secara kimiawi, yaitu menaikkan tingkat oksidasi oleh
suatu oksidator dengan tujuan merubah untuk besi terlarut menjadi bentuk besi tidak
terlarut. Proses oksidasi dapat dilakukan dengan metode aerasi, klorinasi dan
permanganate (Pharmawati, 2010).
Kalium permanganate adalah oksidator kuat. Tidak memerlukan indicator.
Kelemahannya adalah dalam medium HCl, Cl- dapat teroksidasi, demikian juga
larutannya, mempunyai kestabilan yang terbatas (Khopkar,1990:53).
Kekuatannya sebagai oksidator juga berbeda-beda sesuai reaksi yang terjadi pada
PH yang berbeda. Reaksi yang bermacam raga mini disebabkan oleh keragaman valensi
mangan, dari 1 sampai dengan 7 yang semuanya stabil kecuali valensi 1 dan 5.
Kebanykan titrasi dilakukan dalam keadaan asam, disamping itu ada beberapa titrasi yang
sangat penting dalam suasana basa untuk bahan-bahan organic. Daya oksidasi MnO4-
dalam keadaan ini lebih kecil sehingga letk kesetimbangan kurang menguntungkan.
Untuk menarik kesetimbangan kea rah hasil titrasi, titrasi di tambah Ba2+ yang dapat
mengendapkan ion MnO42- sebagai Ba MnO4. Selain menggeser kesetimbangan ke
kanan, pengendapan ini juga mencegah reduksi MnO42- itu lebih lanjut (Harjadi,
1986:219).
C. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM
1. Alat-Alat Praktikum:
a. Buret 50 mL
b. Corong gelas 60 mm
c. Erlenmeyer 250 mL
d. Gelas kimia 200 mL
e. Gelas ukur 100 mL
f. Gelas ukur 50 mL
g. Hot Plate
h. Labu takar 250 mL
i. Pipet tetes
j. Pipet volum 10 mL
k. Rubber bulb
l. Statif
m. Termometer 100 °C
2. Bahan-Bahan Praktikum:
a. Aquades
b. Larutan H2SO4 1 N
c. Larutan HCl pekat
d. Larutan HgCl2 5 %
e. Larutan KMnO4 0,1 N
f. Larutan Na-oksalat
g. Larutan sampel Fe2+
h. Larutan sampel Fe3+
i. Larutan SnCl2 5 %
D. SKEMA KERJA
1. Pembuatan Larutan KMnO4
3,2-3,5 gr KMnO4
Ditimbang
+ aquades dalam gelas piala hingga larut
Diencerkan hingga 1 L
∆ 30 menit
Hasil
Setelah dingin, disaring
Disimpan
Hasil
2. Standarisasi Larutan KMnO4 dengan Na-oksalat
Na-oksalat
Dikeringkan pada suhu 110 °C selama 2 jam
Didinginkan
Diambil 0,3 gr Na-oksalat
Dilarutkan dalam gelas kimia dengan 200 mL aquades
dan 12,5 mL H2SO4 pekat
∆ dipanaskan pada suhu 70 °C
Ditepatkan volumenya dalam labu takar 250 mL
Larutan Na-oksalat
Diambil 25 mL larutan, dimasukkan ke dalam erlenmeyer
Dititrasi dengan larutan KMnO4
Hasil
3. Penetapan Kadar Fe (II)
25 mL larutan sampel Fe (II)
Dimasukkan ke dalam erlenmeyer
+ 25 mL H2SO4 1 N
Dititrasi dengan larutan KMnO4 standar
Hasil
4. Penetapan Kadar Fe (III)
25 mL larutan sampel Fe3+
+ 5 mL HCl pekat
∆ sampai 70 °C
Didinginkan, + SnCl2 5 %
Setelah dingin, + HgCl2 5 %
Hasil
Diencerkan hingga 250 mL
Hasil
Diambil 25 mL
Dititrasi dengan larutan KMnO4 standar
Hasil
E. HASIL PENGAMATAN
1. Table pengamatan
No
.
Perlakuan Hasil Pengamatan
1
2
Standarisasi larutan KMnO4 dengan
larutan Na-oksalat
Penetapan kadar Fe2+
25 mL larutan sampel Fe2+ + 25
mL H2SO4 1 N
Dititrasi dengan larutan KMnO4
standar
Warna awal larutan KMnO4 ungu,
sedangkan larutan Na-oksalat bening.
Pada titik akhir titrasi warna campuran
menjadi merah jambu. Volume KMnO4
yang terpakai: 0,8 mL.
Pada awalnya larutan sampel Fe2+
bening kekuningan, namun setelah
ditambahkan H2SO4 1 N warnanya
menjadi bening dan setelah dititrasi
dengan KMnO4 warnanya menjadi
3 Penetapan kadar Fe3+
25 mL larutan sampel Fe3+ + HCl
pekat
∆ hingga 70 °C
Didinginkan dan + SnCl2 5 %
Dan + HgCl2 5 %
Diencerkan hingga 250 mL
dengan aquades
Dititrasi dengan larutan KMnO4
merah jambu
Warnanya tetap orange kekuningan
baik sebelum maupun sesudah
penambahan HCl pekat.
Warnanya berubah saat dingin
menjadi kuning.
Warnanya berubah menjadi kuning
bening.
Warnanya dari kuning bening menjadi
lebih pudar lagi.
Warnanya berubah menjadi merah
jambu.
2. Table volume titrasi
N
o
Parameter yang diukur Volume (ml)
1
2
3
Standarisasi larutan KMnO4
Penetapan kadar Fe2+
Penetapan kadar Fe3+
0,8
6
0,515
F. ANALISIS DATA
1. Persamaan Reaksi
a. Pembuatan larutan KMnO4
KMnO4(s) + H2O(l) K+(aq)
+ MnO4-(aq) + H2O(l)
b. Standarisasi larutan KMnO4 dengan Na-oksalat
2Na+(aq) + C2O4
2-(aq) + 2H+
(aq) + SO42-
(aq) H2C2O4(aq) + 2Na+(aq) + SO4
2-(aq)
KMnO4(aq) + Na2C2O4(aq) K+(aq)
+ MnO4-(aq) + 2Na+
(aq) + C2O42-
(aq)
2MnO4-(aq) + 5C2O4
2-(aq) + 16H+
(aq) 2Mn2+(aq) + 10CO2(g)
+ 8H2O(l)
c. Penetapan kadar Fe(II)
5Fe2+(aq) + MnO4
-(aq) + 8H+
(aq) 5Fe3+(aq) + Mn2+
(aq) + 4H2O(l)
d. Penetapan kadar Fe (III)
Fe3+(aq) + HCl(aq) FeCl3(aq) + 3H+
(aq)
2Fe3+(aq) + SnCl2(aq) 2Fe2+
(aq) + Sn4+(aq)
2. Perhitungan
a. Penentuan normalitas KMnO4 standar
Diketahui: massa Na2C2O4 = 0,3 gram
valensi Na2C2O4 = 2
Mr Na2C2O4 = 134 gr/mol
volume KMnO4 = 0,8 mL= 8.10-4L
maka,
ekivalen KMnO4= ekivalen Na2C2O4
N KMnO4 x V KMnO4 = gr N a2C2O 4
BE N a2 C2 O4
N KMnO4 = gr N a2C2O4
BE N a2 C2 O4 xV KMn O4
=
gr N a2 C2 O4
Mr N a2C2O4
valensi N a2 C2 O4
x V KMn O4
= 0,3
1342
x 8.10−4
= 5,597 N
b. Penentuan kadar Fe (II)
Diketahui: N KMnO4 = 5,597 N
V KMnO4 = 6 mL = 6.10-3 L
Ar Fe = 56 gr/mol
Maka,
massa Fe (II) = N KMnO4 x V KMnO4 x Ar Fe
= 5,597 x 6.10-3 x 56
= 1,880 gram
c. Penentuan kadar Fe (III)
Diketahui: N KMnO4 = 5,597 N
V1 KMnO4 = 6 mL = 6.10-3 L
V2 KMnO4 = 0,515
mL = 0,034.10-3 L
Ar Fe = 56 gr/mol
Maka,
massa Fe3+ = [(KMnO4 x V1 KMnO4) – (N KMnO4 x V2 KMnO4)] x Ar Fe
= [(5,597 x 6.10-3) – (5,597 x 0,034.10-3)] x 56
= 1,87 gram
G. PEMBAHASAN
Permanganometri merupakan titrasi redoks menggunakan larutan standar kalium
permanganat. Reaksi redoks ini dapat berlangsung dalam suasana asam maupun dalam
suasana basa. Dalam suasana asam, kalium permanganat akan tereduksi menjadi Mn2+
dengan persamaan reaksi: MnO4- + 8H+ + 5e Mn2+ + 4H2O. Dalam reaksi redoks
ini, suasana asam terjadi karena penambahan asam sulfat, dan asam sulfat cukup baik
karena tidak bereaksi dengan permanganat.
Dalam percobaan titrasi permanganometri ini, dilakukan percobaan untuk
menentukan kadar Fe (II) dan Fe(III). Pada percobaan pembuatan larutan KMnO4 tidak
dilakukan karena sudah tersedia di laboraturium. Pembuatan larutan KMnO4 dilakukan
dengan melarutkan padatan KMnO4 yang berwarna cokelat. Ketika dilarutkan dalam air,
kalium permanganate terionisasi menjadi K+ dan MnO4-. Adanya ion MnO4
- ini
menyebabkan warna larutan yang terbentuk berwarna ungu. Namun, biasanya terdapat
sebagian kecil ion permanganat (MnO4-) yang bereaksi dengan jejak-jejak agen pereduksi
di dalam air membentuk MnO2 yang dapat mengganggu pada pengamatan titik akhir saat
dilakukan titrasi. Oleh karena itu, dilakukan pemanasan pada larutan KMnO4 untuk
menghilangkan air dan substansi-substansi yang dapat direduksi dan dilakukan
penyaringan untuk menghilangkan MnO2 dalam larutan. Larutan KMnO4 ini kemudian
distandarisasi dengan larutan baku primer yang dalam percobaan ini digunakan larutan
Na-oksalat.
Pada percobaan kedua, dilakukan standarisasi larutan KMnO4 dengan larutan Na-
oksalat (Na2C2O4). Dalam pembuatan larutan Na-oksalat, sebelum dilarutkan padatan Na-
oksalat perlu dikeringkan terlebih dahulu pada suhu 110 °C selama 2 jam untuk
menghilangkan kandungan airnya agar diperoleh Na-oksalat dengan kemurnian yang
tinggi sehingga dapat ditimbang dengan tepat. Larutan Na-oksalat merupakan larutan
standar primer yang baik untuk permanganat dalam larutan asam. Untuk mengasamkan
larutan Na-oksalat digunakan H2SO4. Hal ini disebabkan H2SO4 tidak bereaksi dengan
permanganat dalam larutan encer. Sehingga ketika dititrasi, larutan KMnO4 hanya
bereaksi dengan Na-oksalat. Jadi, dapat ditentukan konsentrasi KMnO4 berdasarkan
konsentrasi Na-oksalat. Namun, sebelum dilakukan titrasi, larutan Na-oksalat dalam asam
perlu dipanaskan terlebih dahulu hingga 70 °C karena reaksinya dengan permanganat
sedikit rumit dan berlangsung lambat pada suhu ruangan. Bahkan pada suhu yang tinggi
ini reaksinya mulai dengan lambat, namun kecepatannya meningkat ketika ion mangan
(II) terbentuk. Mangan (II) bertindak sebagai katalis, dan reaksinya disebut autokatalitik,
karena katalisnya diproduksi di dalam reaksi itu sendiri. Ion Mn2+ tersebut dapat
memberikan efek katalitiknya dengan cara bereaksi dengan cepat dengan permanganat
membentuk mangan berkondisi oksidasi menengah (+3 atau +4), di mana pada gilirannya
secara cepat mengoksidasi ion oksalat, kembali ke kondisi divalen. Setelah larutan Na-
oksalat dititrasi dengan larutan KMnO4, pada titik akhir titrasi terbentuk larutan berwarna
ungu yng sangat pudar, di mana warna awal KMnO4 adalah ungu dan Na2C2O4 dalam
asam tidak berwarna (bening). Dalam titrasi menggunakan KMnO4 ini tidak perlu
ditambahkan indikator karena KMnO4 sendiri sebagai oksidator juga dapat bertindak
sebagai autoindikator. Dari hasil percobaan diperoleh volume KMnO4 yang tepat bereaksi
dengan 25 mL larutan Na-oksalat sebesar 0,8 mL sehingga diperoleh konsentrasi KMnO4
sebesar 5,597 N. Sehingga larutan KMnO4 ini selanjutnya dapat digunakan sebagai
larutan standar sekunder untuk menentukan kadar Fe (II) dan Fe (III).
Pada percobaan ketiga, dilakukan titrasi dengan KMnO4 standar dari percobaan
kedua terhadap larutan sampel untuk menentukan kadar Fe (II) dalam sampel. Sama
seperti pada percobaan kedua, larutan sampel yang mengandung Fe2+ perlu diasamkan
terlebih dahulu dengan H2SO4 1 N sebelum dititrasi. Karena H2SO4 tidak bereaksi dengan
permanganat, maka ion Fe2+ langsung dioksidasi menjadi Fe3+ oleh permanganat. Namun,
reaksinya berlangsung lambat karena larutan sampel tidak dipanaskan sehingga reaksinya
berlangsung dalam suhu kamar. Oleh karena itu, saat titrasi perlu dilakukan pengocokan
yang kuat dan agak lama. Saat dicapai titik akhir titrasi, larutan KMnO4 yang juga
bertindak sebagai autoindikator menunjukkan warna merah jambu pada larutan di mana
warna awal larutan KMnO4 adalah ungu dan warna larutan sampel adalah kuning.
Berdasarkan hasil pengamatan dan teori, warna merah jambu yang terbentuk adalah ion
Mn 2+ yang berlebih. Volume yang digunakan untuk menitrasi adalah 0,8 ml, dan
diperoleh kadar Fe (II) yaitu 1,88 gr.
Selanjutnya, pada percobaan keempat, ditentukan kadar Fe (III) dalam sampel. Ini
juga digunakan larutan KMnO4 standar. Sebelum dititrasi, untuk mengasamkan larutan
digunakan HCl bukan H2SO4 sebab HCl selain untuk mengasamkan larutan juga sangat
baik untuk melarutkan bijih-bijih besi dalam sampel. Pemanasan dilakukan agar proses
pelarutan berlangsung lebih cepat. Setelah dipanaskan, warna campuran menjadi orange
di mana sebelumnya berwarna kuning. Selanjutnya, semua Fe (III) direduksi menjadi Fe
(II). Untuk itu, setelah larutan didinginkan perlu ditambah larutan SnCl2. SnCl2 dapat
mereduksi Fe (III) dalam sampel yang telah dilarutkan dengan HCl. Penambahan HgCl2
berfungsi untuk mengoksidasi kelebihan ion Fe (II). Kemudian, setelah diencerkan
dengan aquades, larutan dititrasi dengan KMnO4 standar. Pada titik akhir titrasi, warna
larutan menjadi merah jambu karena kelebihan ion Mn2+ dan volume KMnO4 yang
digunakan adalah 0,515
ml. dari hasil perhitungan diperoleh kadar Fe(III) adalah 1,87
gram.
H. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan
bahwa:
1. Larutan KMnO4 dapat dibuat dengan melarutkan 3,2-3,5 gram KMnO4 dalam
aquades dan diencerkan hingga 1 L, kemudian dipanaskan selama 30 menit, dan
disaring.
2. Standarisasi larutan KMnO4 dengan Na-oksalat dilakukan untuk mengetahui
konsentrasi larutan KMnO4 di mana diperoleh konsentrasi larutan KMnO4 sebesar
5,597 N.
3. Penentuan kadar Fe (II) dan Fe(III) dapat ditentukan dengan titrasi permanganometri,
dan diperoeh kadar Fe(II) dalam sampel 1,88 gram, serta Fe(III) dalam sampel 1,87
gram.
ACARA VII
TITRASI PEMBENTUKAN SENYAWA KOMPLEKS:
PENETAPAN KESADAHAN AIR
ACARA VII
TITRASI PEMBENTUKAN SENYAWA KOMPLEKS:
PENETAPAN KESADAHAN AIR
A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Tujuan Praktikum
a. Standarisasi larutan Na-EDTA dengan CaCl2.
b. Menentukan kesadahan total dalam sampel air.
c. Penetapan kadar klorida dalam sampel garam dapur.
2. Hari, Tanggal Praktikum
Kamis, 10 November 2012
3. Tempat Praktikum
lantai III, Laboratorium Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Mataram.
A. LANDASAN TEORI
Titrasi kompleksometri yaitu titrasi berdasarkan pembentukan persenyawaan
kompleks (ion kompleks atau garam yang sukar mengion). Kompleksometri merupakan
jenis titrasi dimana titran saling mengkompleks membentuk hasil berupa kompleks.
Reaksi-reaksi pembentukan kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak sekali
dan penerapannya juga banyak. Tidak hanya dalam titrasi, karena itu perlu pengertian
yang cukup luas tentang kompleks. Contoh reaksi titrasi kompleksometri (Harjadi, 1986:
234).
Titrasi kompleksometri meliputi pembentukan ion-ion kompleks ataupun
pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan mendasar
terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Contoh dari kompleks
tersebut adalah kompleks logam dengan EDTA. Demikian juga titrasi dengan merkuro
nitrat dan perak sianida juga dikenal sebagai titrasi kompleksometri (Khopkar, 2002 : 71).
Salah satu aplikasi titrasi kompleksometri adalah penentuan kesadahan air.
Kesadahan adalah air yang mengandung garam-garam mineral seperti garam kalsium dan
magnesium. Kesadahan dalam air terutama disebabkan oleh ion-ion Ca2+, Mg2+, Mn2+,
Fe2+, dan semua kation yang bermuatan dua (Hanum, 2002).
Ca dan Mg adalah dua unsur utama yang menentukan tingkat kesadahan total air.
Awalnya kesadahan ini sebagai kapasitas ukuran air dalam melarutkan sabun. Sabun akan
dapat dengan mudah dialarutan dengan kehadiran ion Ca dan Mg (Arthana, 2006).
Kesadahan pada air dapat berlangsung sementara (temporary) maupun menetap
(permanent). Kesadahan air yang bersifat sementara disebabkan oleh adanya
persenyawaan dari kalsium dan magnesiumdengan bikarbonat, sedangkan yang bersifat
permanen terjadi bila terdapat persenyawaan dari kalsium dan magnesium dengan sulfat,
nitrat, dan klorida (Candra, 2005:47).
B. ALAT DAN BAHAN
1. Alat-Alat:
a. Buret 50 ml
b. Corong gelas 60 mm
c. Elenmeyer 250 ml
d. Gelas kimia 1000 ml
e. Gelas kimia 250 ml
f. Gelas ukur 25 ml
g. Gelas ukur 50 mL
h. Klem
i. Pipet tetes
j. Pipet volume 5 ml
k. Spatula
l. Statif
m. Timbangan analitik
2. Bahan-Bahan:
a. Air kran
b. Aquades
c. Bubu CaCO3
d. Butiran MgCl2
e. Larutan aquades :HCl (1:1)
f. Larutan Buffer (NH4Cl-NH4OH)
g. Larutan indikator EBT
h. Larutan Na2EDTA
C. SKEMA KERJA
1. Standarisasi Larutan Na-EDTA
2 gr Na-EDTA
+ 0,5 gr MgCl2.6H2O
Dilarutkan dengan aquades
Diencerkan hingga 500 mL dalam labu takar
Hasil
0,4 gr CaCO3 yang telah dikeringkan dalam oven (110 °C)
Dimasukkan kedalam gelas kimia
+ aquades:HCl (1:1) hingga jernih
Diencerkan hingga 500 mL
Hasil
50 ml larutan CaCl2
Dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 mL
+ 7 mL buffer (NH4Cl-NH4OH)
+ 1 mL indikator EBT
Dititrasi dengan Na-EDTA hingga warnanya menjadi biru
Hasil
2. Penentuan Kesadahan Total Air
50 ml sampel air
Dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 mL
+ 5 mL buffer NH4Cl-NH4OH
+ 1 mL indikator EBT
Hasil
Dititrasi dengan EDTA
Diulang sampai 3 kali
Hasil
D. HASIL PENGAMATAN
1. Tabel perubahan yang terjadi
Perlakuan Hasil Pengamatan
1. Standarisasi larutan Na-EDTA
a. Dua gram Na-EDTA + 0,5 gr
MgCl2.6H2O, dilarutkan dengan
aquades, diencerkan hingga 500
mL
b. 0,4 gr CaCO3 kering +
aquades:HCl (1:1), diencerkan
hingga 500 mL
c.
d.
e.
2. Penentuan kesadahan total air
50 mL sampel air + 5 mL buffer
NH4Cl-NH4OH
Larutan + 1 mL indikator EBT
Larutan dititrasi dengan EDTA
(standar)
Larutan berwarna putih
Warna awal CaCO3 putih setelah
ditambahkan aquades:HCl (1:1)
keluar asap bergelembung, CaCO3
dapat larut dan menjadi bening.
Larutan bening
Larutan berwarna merah anggur
Pada titik akhir titrasi, warna larutan
menjadi biru.
Larutan bening
Larutan sampel 1 menjadi berwarna
merah anggur, sampel 2 = merah
anggur, sampel 3 = ungu
Pada titik akhir titrasi, warna larutan
berubah menjadi biru
2. Tabel volume titrasi yang digunakan
Parameter yang diukur Volume (mL)
1. Volume Na-EDTA Standar untuk titrasi CaCl2
2. Volume Na-EDTA untuk titrasi sampel air
45,1
V1 = 1,6V2 = 1,1V3 = 0,4
50 mL larutan CaCl2 + 5 mL
buffer NH4Cl-NH4OH
Larutan + 1 mL indikator EBT
Larutan dititrasi dengan Na-
EDTA
E. ANALISIS DATA
1. Persamaan Reaksi
a. Reaksi pembuatan CaCl2
CaCO3(aq) + 2HCl(aq) CaCl2(aq) + H2O(l) + CO2(g)
b. Standarisasi Na-EDTA dan penentuan kesadahan total air
Ca2+ + EBT Ca2+-EBT (merah anggur)
Ca2+-EBT + EDTA Ca2+-EDTA + EBT (biru)
CaIn- (merah anggur) + H2Y2- CaY2- (tak berwarna) + HIn2- (biru) + H+
Mg2+ + H2Y2- MgY2- + 2H+
Ca2+ + H2Y2- CaY2- + 2H+
MgIn- + H2Y2- MgY2- + HIn2- (biru) + H+
2. Perhitungan
a. Standarisasi Larutan EDTA dengan CaCl2
Dik: gr CaCO3 = 0,4 gr = 400 mg
Mr CaCO3 = 100 gr/mol
Mr CaCl2 = 111 gr/mol
V EDTA = 45,1 mL
Valensi CaCO3 = 2
Valensi CaCl2 = 2
Dit: N EDTA = ...?
Penyelesaian:
mek EDTA = mek CaCO3 x faktor pengenceran
N EDTA x V EDTA = mg CaCO3
BE CaCO3 X
50500
N EDTA x V EDTA = mg CaCO3
Mr CaCO3/valensi X 1
10
N EDTA = mgCa CO3 x valensi
Mr X 1
10x
1v EDTA
N EDTA = 400 x2
100 X 1
10x
145,1
= 800
45100
= 0,018 N
b. Penentuan Kesadahan Total Air
Dik: V EDTA1 = 6,7 mL
V EDTA2 = 6,2 mL
V EDTA3 = 6,2 mL
V sampel = 50 mL
V=V 1+V 2+V 3
3
V=1,6+1,1+0,43
= 1,033x10-3 L
Dit: gr CaCO3 = ...?
Penyelesaian:
gr CaC O3
L=
V EDTA x N EDTA x1000V sampel
= 1,033 x 1 0−3 x0,018 x100050
= 0,37188 mg/L
F. PEMBAHASAN
Titrasi kompleksometri pada dasarnya adalah reaksi pembentukan kompleks
antara ion logam dengan ligand Cheate (ligand sepit), dengan reaksi umum : M + nL --->
MLn ; L adalah ligand chelate. Salah satu ligand chelate yang biasa digunakan dalam
tirasi kompleksometri adalah garam dinatrium EDTA. Kompleksometri juga diartikan
sebagai salah satu cara penetapan kadar suatu ion logam dalam suatu sampel air.
Pada percobaan ini dilakukan standarisasi larutan Na–EDTA dengan
CaCl2 dan penentuan kesadahan total air. Pada percobaan standarisasi larutan Na–EDTA,
Na2EDTA ditambahkan MgCl2.6H2O kemudian dilarutkan dalam aquades dan
diencerkan. Larutan yang terbentuk berwarna bening. Penambahan Mg2+ pada Na-EDTA
untuk menghindari tidak adanya ion Mg2+ pada sampel air yang menyebabkan titik akhir
titrasi sulit terjadi karena tidak adanya ion Mg yang diikat oleh EDTA yag membentuk
warna biru. Selanjutnya, dalam pembuatan larutan standar primer CaCl2 yang digunakan
untuk menstandarisasi larutan Na–EDTA, CaCO3 yang dilarutkan dalam aquades:HCL
(1:1) membentuk larutan yang jernih dan tampak ada busa.Larutan yang terbentuk adalah
larutan CaCl2 dalam air dan busa yang keluar merupakan gas CO₂, reaksinya:
CaCO₃(aq) + 2HCl(aq) CaCl₂(aq) + H₂O(l) + CO₂(g)
Ketika larutan ditambahkan buffer NH₄Cl-NH₄OH, larutan tetap bening. Penambahan
buffer dilakukan untuk menjaga kondisi pH agar tetap konstan karena larutan Na₂EDTA
dalam air memberikan reaksi asam. Kemudian penambahan larutan indikator Eriochrom
Black T (EBT) agar dapat diketahui titik akhir titrasi. EBT kurang baik sebagai indikator
untuk Ca² karena kompleks Ca–Erro–T sangat lemah jika dibandingkan Mg–Erro–T.⁺
Oleh karena itu, pada awal percobaan, Na₂EDTA ditambahkan MgCl₂.6H₂O sebelum
distandarkan. Sehingga jika ditambahkan Ca² yang lebih stabil, reaksinya:⁺
Ca2+ + MgY2- CaY2- + Mg2+
Mg2+ + HIn- MgIn- + H+
Setelah Ca2+ habis bereaksi, penambahan larutan EDTA diteruskan
MgIn- + H2Y2- MgY2- + H+ + HIn2-
Pada akhir titrasi, EBT menunjukkan warna biru karena terbentuknya kompleks MgY2-
dimana sebelumnya warnanya merah anggur. Dari hasil percobaan diperoleh bahwa 50
ml CaCl₂ standar dapat dititrasi dengan 45,1 ml larutan Na–EDTA (dalam normalitas)
sebesar 0,018 N. Larutan Na–EDTA ini selanjutnya digunakan sebagai larutan standar
sekunder untuk menentukan kesadahan total air.
Pada percobaan penentuan kesadahan total air, digunakan air kran sebagai sampel.
Seperti pada percobaan pertama, penambahan buffer NH₄Cl-NH₄OH, dilakukan agar pH
selama titrasi tetap konstan. Penambahan larutan indikator EBT berguna untuk
mengidentifikasi adanya logam dalam sampel. Ketika ditambahkan indikator EBT, EBT
memberikan warna merah anggur pada air (sampel), warna merah anggur yang terbentuk
adalah Ca2+-EBT. Penambahan indikator bertujuan untuk mengetahui titik akhir titrasi.
Selanjutnya, sampel dititrasi dengan larutan Na–EDTA yang sudah distandarisasi.
Sebagaimana diketahui, air sadah mengandung ion Ca² dan Mg² . Pada saat titrasi, ion⁺ ⁺
Ca² lebih dulu bereaksi baru kemudian ion Mg² . Sehingga, pada saat titik akhir titrasi⁺ ⁺
tercapai ditandai dengan perubahan warna EBT menjadi biru. Percobaan diulangi hingga
3 kali. Dari ketiga pengulangan, diperoleh rata-rata volume larutan Na-EDTA yang
digunakan untuk titrasi adalah 1,033x10-3 mL. Berdasarkan hasil perhitungan, diketahui
kesadahan total air yang dalam hal ini diasumsikan dengan banyaknya CaCO₃ yang larut
dalam 1 L larutan adalah 0,37188 mg/L atau . Dari hasil ini dapat dikatakan kesadahan
total air (sampel) kecil yang berarti kandungan ion Ca² dan Mg² di dalamnya tidak⁺ ⁺
banyak dan air kategori ini masih cukup layak untuk diminum.
G. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan, ditarik kesimpulan sebagai berikut.
1. Standarisasi larutan Na2-EDTA bertujuan untuk mengetahui konsentrasi yang
seakurat mungkin dengan larutan standar primer yaitu CaCl2.
2. Tingkat kesadahan total air dapat diketahui dari banyak ion Ca2+ dan Mg2+ atau
ion logam dengan muatan 2+, dan tingkat kesadahan air dapat diasumsiakan
dengan banyaknya senyawa CaCO3 yang terbentuk.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Dedy. 2009. Penentuan Kadar Fe dengan Cara Permanganometri. Medan:
Universitas Sumatera Utara.
Arthana, I Wayan. 2006. Studi Kualitas Air Beberapa Mata Air Di Sekitar Bedugul, Bali.
Bali : Universitas Udayana.
Biyantoro, Dwi dan Bangun Wasito.2009. Optimasi Pembuatan Oksida Logam Tanah Jarang
dari Pasir Senotim dan Analisis Produk Dengan Spektrometer Pendar Sinar-X. Batan:
STTN.
Candra, Budiman. 2005. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar: Konsep-Konsep Inti. Edisi Ke-3/Jilid 2. Jakarta:
Erlangga.
Day, R.A dan Underwood, AL. 2001. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam. Jakarta :
Erlangga.
Fifield, F. W. dan D. Kealey. 2000. Principles and Practice of Analytical Chemistry. Edisi
Ke-5. London: Blackwell Science Ltd.
Hanum, Farida. 2002. Proses Pengolahan Air Sungai untuk Keperluan Air Minum. Medan:
Universitas Sumatera Utara.
Harjadi, W.1986.Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta:Gramedia.
Harvey, David. 2000. Modern Analytical Chemistry. First Edition. New York: The McGraw-
Hill Companies, Inc.
Hendarwati.2007.Analisis Beberapa Parameter Kimia dan Kandungan Logam Pada Sumber
Air Tanah Disekitar Permukiman Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta: UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ibnu, M. Sodiq, dkk. 2005. Kimia Analitik I. Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang.
Khopkar, S. M. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia Press
Komandoko, Gamal. 2010. Ensiklopedia Pelajar dan Umum. Yogyakarta: Penerbit Pustaka
Widyatama.
Lesdantina, Dina dan Istikomah. 2009. Pemurnian NaCl dengan Menggunakan Natrium
Karbonat. Semarang: Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.
Panangan, Almunady T. 2010. Pengaruh Penambahan Bubuk Bawang Merah (Allium
Ascalonicum) Terhadap Bilangan Peroksida dan Kadar Asam Bebas Minyak Goreng
Curah. Sumatera Selatan: Universitas Sriwijaya.
Putra, Arbie Marwan.2010.Analisis Produktivitas Gas Hidrogen dan Gas Oksigen Pada
Elektrolisis Larutan KOH. Malang: UIN Malik Ibrahim Malang.
Rivai, Harrizul. 2006. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta : UI Press.
Saksono, Nelson. 2002. Analisis Iodat dalam Bumbu Dapur dengan Metode Iodometri dan X-
ray Fluorescene. Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
Soebiyanto, dkk. 2003. Makalah Review Konsentrasi Indikator Terkontrol Pada Argentometri
Mohr. Surakarta : Universitas Setia Budi.
Sugiyo, W., Jumaeri, dan Cepi Kurniawan. 2010. Perbandingan Penggunaan NaOH-NaH
dengan NaOH-Na2 sebagai Bahan Pengikat Impuritis pada Pemurnian Garam Dapur.
Semarang: Fakultas MIPA Universitas Negeri Semarang.
Suirta, IW. 2010. Sintesis Senyawa Orto-Fenilazo-2-Naftol Sebagai Indikator Dalam Titrasi.
Bukit Jimbaran : Universitas Udayana.
Sunardi.2006. 166 Unsur Kimia. Bandung: CV.YRAMA WIDYA.
Suryana, Indra, Pharmawati, Kancitra, Sururi, Moh. Rangga dan Wardhani
Eka.2010.Penyisihan Fe- Organik Pada Air Tanah dengan Proses Ozonisasi.
Lampung: Universitas Lampung.
Suryana, Yayan. 2007. Pengetahuan Kimia. Bandung: PT. Setia Purna Invers.
Waston, David. 2005. Analisis Farmasi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.