Transcript
Page 1: Laporan Praktikum Bioanal p2

LAPORAN PRAKTIKUM BIOANALISIS

PERCOBAAN 2

PENETAPAN KADAR SGPT PADA TIKUS TERINDUKSI PARASETAMOL

Disusun Oleh :

Rani Saskia Jeanita G1F011049

Ines Nur Hendriani G1F011051

Reza Satria Bayu Aji G1F011053

Inne Rosalina Y G1F011055

Sharon Susanto G1F011057

KELOMPOK 2 KELAS A

Asisten : Mohammad Nur Khasan

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN FARMASI

PURWOKERTO

2014

Page 2: Laporan Praktikum Bioanal p2

PERCOBAAN 2

PENETAPAN KADAR SGPT PADA TIKUS TERINDUKSI PARASETAMOL

A. Tujuan

Melakukan penetapan kadar SGPT pada sampel darah tikus terinduksi parasetamol

Pendahuluan

Hati adalah organ terbesar di dalam tubuh yang terletak disebelah kanan atas rongga

perut, tepat dibawah diafragma (sekat yang membatasi daerah dada dan perut). Bentuk

hati seperti prisma segitiga dengan sudut siku-sikunya membulat, beratnya sekitar 1,25-

1,5 kg dengan berat jenis 1,05. Ukuran hati pada wanita lebih kecil dibandingkan pria dan

semakin kecil pada orang tua, tetapi tidak berarti fungsinya berkurang. Hati mempunyai

kapasitas cadangan yang besar dan kemampuan untuk regenerasi yang besar pula.

Jaringan hati dapat diambil sampai tiga perempat bagian  dan sisanya akan tumbuh

kembali sampai ke ukuran dan bentuk yang normal. Jika hati yang rusak hanya sebagian

kecil, belum menimbulkan gangguan yang berarti (Wijayakusuma, 2008).

Kapiler empedu dan kapiler darah di dalam hati saling terpisah oleh deretan sel-sel

hati sehingga darah dan empedu tidak pernah tercampur. Namun, jika hati terkena infeksi

virus seperti hepatitis, sel-sel hati bisa pecah dan akibatnya darah dan empedu bercampur

(Wijayakusuma, 2008).

Hati berfungsi sebagai faktor biokimia utama dalam tubuh, tempat metabolisme

kebanyakan zat antara. Fungsi hati normal harus dikonfirmasi sebelum operasi terencana

(Sabiston, 1992).

Seperti ukurannya yang besar, hati juga mempunyai peranan besar dan memiliki lebih

dari 500 fungsi. Berikut ini fungsi-fungsi utama hati :

1.      Menampung darah

2.      Membersihkan darah untuk melawan infeksi

3.      Memproduksi dan mengekskresikan empedu

4.      Membantu menjaga keseimbangan glukosa darah (metabolisme karbohidrat)

5.      Membantu metabolisme lemak

6.      Membantu metabolisme protein

7.      Metabolisme vitamin dan mineral

8.      Menetralisir zat-zat beracun dalam tubuh (detoksifikasi)

9.      Mempertahankan suhu tubuh

Page 3: Laporan Praktikum Bioanal p2

(Wijayakusuma, 2008).

Enzim-enzim yang mengatalisis pemindahan reversible satu gugus amino antara suatu

asam amino dan suatu asam alfa-keto disebut aminotransferase, atau transaminase oleh

tata nama lama yang masih populer (Saucher dan McPherson, 2002).

Dua aminotransferase yang paling sering diukur adalah alanine aminotransferase

(ALT), yang dahulu disebut “glutamate-piruvat transaminase” (GPT), dan aspartate

aminotransferase (AST), yang dahulu disebut “glutamate-oxaloacetate transaminase”

(GOT). Baik ALT maupun AST memerlukan piridoksal fosfat (Vitamin B6) sebagai

kofaktor. Zat ini sering ditambahkan ke reagen pemeriksaan untuk meningkatkan

pengukuran enzim-enzim ini seandainya terjadi defisiensi vitamin b6 (missal,

hemodialysis, malnutrisi) (Saucher dan McPherson, 2002).

Aminotransferase tersebar luas di tubuh, tetapi terutama banyak dijumpai di hati,

karena peran penting organ ini dalam sintesis protein dan dalam menyalurkan asam-asam

amino ke jalur-jalur biokimiawi lain. Hepatosit pada dasarnyaa adalah satu-satunya sel

dengan konsentrasi ALT yang tinggi, sedangkan ginjal, jantung, dan otot rangka

mengandung kadar sedang. ALT dalam jumlah yang lebih sedikit dijumpai di pancreas,

paru, lima, dan eritrosit. Dengan demikian, ALT serum memiliki spesifitas yang relative

tinggi untuk kerusakan hati. Sejumlah besar AST terdapat di hati, miokardium, dan otot

rangka; eritrosit juga memiliki AST dalam jumlah sedang. Hepatosit mengandung AST

tiga sampai empat kali lebih banyak daripada ALT (Saucher dan McPherson, 2002).

Aminotransferase merupakan indikator yang baik untuk kerusakan hati apabila

keduanya meningkat. Cedera akut pada hati, seperti karena hepatitis, dapat menyebabkan 

peningkatan baik AST maupun ALT menjadi ribuan IU/Liter. Pngukuran

aminotransferase setiap minggu mungkin sangat bermanfaat untuk memantau

perkembangan dan pemulihan hepatitis atau cedera hati lain (Saucher dan McPherson,

2002).

Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT) merupakan enzim transaminase yang

dihasilkan oleh sel-sel hati. Bila sel-sel hati mengalami kerusakan, biasanya kadar enzim

ini akan meningkat. Enzim SGPT (ALT) berpern dalam deaminasi asam amino,

pengeluaran gugus amino dari asam amino (Hayes, 2007). Pada SGPT, serum yang akan

dianalisis direaksikan dengan α-ketoglutarat dan :-alanin dalam larutan buffer. Penurunan

NADH diukur secara fotometri yang sebanding dengan aktivitas enzim SGPT (Sandritter

dan Thomas, 1988). Berikut adalah reaksi dan kerja enzim SGPT

Page 4: Laporan Praktikum Bioanal p2

Peningkatan SGPT dalam darah dapat terjadi apabila ada pelepasan enzim secara

intraseluler ke dalam darah yang disebabkan oleh nekrosis sel-sel hati atau adanya

kerusakan hati secara akut, misalnya nekrosis hepatoseluler atau infark miokard akut

(Elya, 2010). Enzim tersebut akan meningkat terlebih dahulu dan peningkatannya lebih

drastis bila dibandingkan dengan enzim-enzim lainnya (Amin, 1995).

B. Prinsip Analisa

Pemilihan metode bergantung pada tujuan studi, metode analisis untuk penetapan

kadar obat dan sifat produk obat. Data darah dan data urin lazim digunakan untuk menilai

ketersediaan hayati sediaan obat yang metode analisis zat berkhasiat telah diketahui cara

dann validitasnya. Jika cara dan validitasnya belum diketahui dapat digunakan data

farmakologi dengan syarat efek farmakologi yang timbul dapat diukur secara kuantitatif,

seperti efek pada kecepatan denyut jantung atau tekanan darah yang dapat digunakan

sebagai indeks ketersediaan hayati obat. Untuk evaluasi ketersediaan hayati menggunakan

data respon klinis dapat mengalami perbedaan antar individu akibat farkokinetika dan

farmakodinamik obat yang berbeda. Faktor farmakodinamik yang berpengaruh meliputi:

umur, toleransi obat, interaksi obat dan faktor-faktor patofisiologik yang tidak diketahui

(Shargel, 2005).

Dalam ilmu kefarmasiaan spektrofotometri digunakan untuk menganalisis kadar obat.

Spektrofotometri dapat mengindikasikan bahwa setiap obat harus dapat bekerja secara

maksimal dalam tubuh terutama dalam hal penyerapannya. Prinsip yang digunakan

adalah suatu molekul obat dapat menyerap ultraviolet dan cahaya tampak dengan

kemungkinan bahwa elektron molekul obat akan tereksitasi ke tingkat energi yang tinggi.

bertujuan untuk menetukan kadar obat secara spekrofotometri serapan pada daerah

ultraviolet dan cahaya tampak (Gandjar, 2007).

Spektrofotometri merupakan metode analisis yang didasarkan pada absorpsi radiasi

elektromagnet. Cahaya terdiri dari radiasi terhadap mana mata manusia peka, gelombang

dengan panjang berlainan akan menimbulkan cahaya yang berlainan sedangkan campuran

cahaya dengan panjang-panjang ini akan menyusun cahaya putih. Cahaya putih meliputi

seluruh spektrum nampak 400-760 mm (Anonim, 1979).

Spektrofotometri ini hanya terjadi bila terjadi perpindahan elektron dari tingkat energi

yang rendah ke tingkat energi yang lebih tinggi. Perpindahan elektron tidak diikuti oleh

perubahan arah spin, hal ini dikenal dengan sebutan tereksitasi singlet (Khopkar, 2003).

Page 5: Laporan Praktikum Bioanal p2

400 µl sampel darah

C. Alat Dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada praktikum adalah spektrofotometer uv-vis, vortex,

tabung reaksi, pipet ukur, beaker glass, pipet tetes, vacutainner, sentrifugator, pipet volum,

filler, sonde, mortir, stemper.

Bahan-bahan yang digunakan adalah parasetamol, CMC-Na, aquades, piridoksil

fosfat, reagen 1 (Buffer tris pH 7,5 100 mmol/L; L-alanine 500 mmol/L; LDH ≥1800

U/L), reagen 2 (2-oxoglutarat 15 mmol/L; NADH 0,18 mmol/L).

D. Prosedur Percobaan

1. Perlakuan

2. Pengukuran kadar SGPT

Ditampung dalam vacutainer

Didiamkan selama 15 menit

Disentrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan 6000 rpm

Direaksikan dengan piridoksil fosfat

Direaksikan dengan 2000 µl reagen 1

Dicampurkan dan diinkubasi selama 5 menit

Ditambahkan 500 µl reagen 2 dan dicampur

diukur absorbansinya pada panjang gelombang ƛ 340 nm

Beningan

Larutan Sampel

Hasil

Parasetamol dosis toksik

- Dilarutkan dalam CMC – Na 1%

- Dipejankan pada tikus satu hari sebelum percobaan

Hasil

Page 6: Laporan Praktikum Bioanal p2

E. Hasil

A1 = 1,19 ƛ = 340 nm

A2 = 1,09

A3 = 1,18

A4 = 1,12

A3-A4 = 1,18 – 1,12 = 0,06

Y = 0,048 + 0,06 x r = 0,984

ALT = Δ A /min x faktor

= 0,06 x 2148

= 128,88 U/L

Kadar normal SGPT untuk tikus antara 17,5-30,2 IU/L.

Hasil percobaan lebih besar dari kadar normal SGPT pada tikus yang sebenarnya.

F. Pembahasan

Pemerian

1. Paracetamol

Parasetamol atau asetaminofen adalah turunan a para-aminophenol memiliki

khasiat sebagai analgesik, antipiretik, dan aktivitas antiradang yang lemah.

Parasetamol merupakan analgesik non-opioid sering dicoba pertama untuk

pengobatan gejala berbagai tipe sakit kepala termasuk migrain dan sakit kepala tipe

tensi (Sweetman, 1982).

Struktur Kimia Paracetamol

Pemerian                 : Serbuk hablur, putih; tidak berbau; rasa sedikit pahit.

Berat jenis               : 1.263 g/cm3

Titik lebur               : 169°C (336°F)

Rumus struktur :

Page 7: Laporan Praktikum Bioanal p2

Kelarutan                : Dalam air 1,4 g/100 mL atau 14 mg/mL (20°C); larut dalam air medidih,

dan dalam NaOH 1 N; mudah larut dalam etanol, methanol,

dimetilformamide, etilendiklorid, aseton, etil asetat, tidak larut dalam

kloroform, praktis tidak larut dalam eter, pentana dan benzene

Inkompatibilitas    :  Ikatan hidrogen pada mekanismenya pernah dilaporkan oleh karena itu

parasetamol dihubungkan dengan permukaan dari nilon dan rayon.

Farmakodinamik   : Efek analgesik parasetamol yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri

ringan sampai sedang. Parasetamol menurunkan suhu tubuh dengan

mekanisme yang diduga berdasarkan efek sentral. Efek anti inflamasinya

sangat lemah.

Farmakokinetik     :  Parasetamol diabsorbsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna.

Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu ½ jam dan

masa paruh plasma antara 1-3 jam.

(Galichet, 2004).

2. Buffer tris

Tris buffer digunakan oleh ahli biokimia untuk mengontrol pH dalam kisaran

fisiolagis (sekitar 7 sampai) karena fosfat menyebabkan efek samping yang tidak

diinginkan. Namun ketika pengukuran pH harus dibuat pada larutan jenis lain dari

efek :efek samping yang tidak diinginkan”, yang melibatkan system elektroda pH.

Umumnya elektroda Chloride The Silver digunakan dengan sebagian besar kombinasi

pH elektroda yange memiliki Potassium Chloride salt-bridge ini bekerja dengan baik

pada sebagian besar sampel, tetapi tidak pada sampel biologis yang mengandung

protein atau bahan lainnya. Konsentrasi cukup rendah pada silver ion (sekitar

0,0001M) sudah cukup untuk bereaksi dengan protein dan menghasilkan endapan

larut dalam struktur cairan elektroda berpori dan dengan demikian menyebabkan

kesalahan dalam pengukuran pH (R.G.Bates, 1961)

3. L-alanine

Alanina (Ala, A) atau asam 2-aminopropanoat merupakan salah satu asam

amino bukan esensial. Bentuk yang umum di alam adalah L-alanin (S-alanin)

meskipun terdapat pula bentuk D-alanin (R-alanin) pada dinding sel bakteri dan

sejumlah antibiotika. L-alanin merupakan asam amino proteinogenik yang paling

banyak dipakai dalam protein setelah leusin (7,8% dari struktur primer dari 1.150

contoh protein)

Page 8: Laporan Praktikum Bioanal p2

(Tranggono, 1991)

4. LDH

Laktat dehidrogenase (LD, LDH) adalah enzim intraseluler yang terdapat pada

hampir semua sel yang bermetabolisme, dengan konsentrasi tertinggi dijumpai di

jantung, otot rangka, hati, ginjal, otak, dan sel darah merah. LDH merupakan suatu

molekul tetramerik yang mengandung empat subunit dari dua bentuk; H (jantung)

dan M (otot), yang berkombinasi sehingga menghasilkan lima isoenzim yang diberi

nama LDH1 (H4) sampai LDH5 (M4). Isoenzim-isoenzim tersebut memiliki

spesifisitas jaringan yang sangat berguna dalam menentukan organ asal, yaitu :

LDH1 (HHHH) terdapat di jantung, eritrosit, otak

LDH2 (HHHM) terdapat di jantung, eritrosit, otak

LDH3 (HHMM) terdapat di paru, otak, ginjal, limpa, pankreas, adrenal, tiroid

LDH4 (HMMM) terdapat di hati, otot rangka, ginjal

LDH5 (MMMM) terdapat di hati, otot rangka, ileum

(Anonim, 2010)

5. NADH

Page 9: Laporan Praktikum Bioanal p2

NADH adalah sebutan bagi molekul NAD+ yang tereduksi dengan

penambahan 1 atom hydrogen. NADH merupakan bentuk koenzim aktif dari vitamin

B3. Metabolisme etanol akan menghasilkan NADH dan mempercepat laju konversi

asam piruvat menjadi asam laktat (Wikipedia, 2010)

6. CMC Na 1%

Na-CMC adalah turunan dari selulosa dan sering dipakai dalam industri

pangan, atau digunakan dalam bahan makanan untuk mencegah terjadinya

retrogradasi. Pembuatan CMC adalah dengan cara mereaksikan NaOH dengan

selulosa murni, kemudian ditambahkan Na-kloro asetat (Fennema, Karen and Lund,

1996) .

Reaksi :

R OH + NaOH → RONa + H2O

R ONa + ClCH2COONa → O CH2COONa + NaCl

Na-CMC merupakan zat dengan warna putih atau sedikit kekuningan, tidak

berbau dan tidak berasa, berbentuk granula yang halus atau bubuk yang bersifat

higroskopis (Inchem, 2002). Menurut Tranggono dkk. (1991), CMC ini mudah larut

dalam air panas maupun air dingin. Pada pemanasan dapat terjadi pengurangan

viskositas yang bersifat dapat balik (reversible). Viskositas larutan CMC dipengaruhi

oleh pH larutan, kisaran pH Na-CMC adalah 5-11 sedangkan pH optimum adalah 5,

dan jika pH terlalu rendah (<3), Na-CMC akan mengendap (Anonim, 2004).

Na-CMC akan terdispersi dalam air, kemudian butir-butir Na-CMC yang

bersifat hidrofilik akan menyerap air dan terjadi pembengkakan. Air yang sebelumnya

ada di luar granula dan bebas bergerak, tidak dapat bergerak lagi dengan bebas

sehingga keadaan larutan lebih mantap dan terjadi peningkatan viskositas (Fennema,

Karen and Lund, 1996). Hal ini akan menyebabkan partikel-partikel terperangkap

dalam sistem tersebut dan memperlambat proses pengendapan karena adanya

pengaruh gaya gravitasi.

Menurut Fardiaz, dkk. (1987), ada empat sifat fungsional yang penting dari

Na-CMC yaitu untuk pengental, stabilisator, pembentuk gel dan beberapa hal sebagai

pengemulsi. Didalam sistem emulsi hidrokoloid (Na-CMC) tidak berfungsi sebagai

pengemulsi tetapi lebih sebagai senyawa yang memberikan kestabilan.

Penambahan Na-CMC berfungsi sebagai bahan pengental, dengan tujuan

untuk membentuk sistem dispersi koloid dan meningkatkan viskositas. Dengan

Page 10: Laporan Praktikum Bioanal p2

adanya Na-CMC ini maka partikel-partikel yang tersuspensi akan terperangkap dalam

sistem tersebut atau tetap tinggal ditempatnya dan tidak mengendap oleh pengaruh

gaya gravitasi (Potter, 1986). Mekanisme bahan pengental dari Na-CMC mengikuti

bentuk konformasi extended atau streched Ribbon (tipe pita). Tipe tersebut terbentuk

dari 1,4 –D glukopiranosil yaitu dari rantai selulosa. Bentuk konformasi pita tersebut

karena bergabungnya ikatan geometri zig-zag monomer dengan jembatan hydrogen

dengan 1,4 -Dglukopiranosil lain, sehingga menyebabkan susunannya menjadi stabil.

Na-CMC yang merupakan derivat dari selulosa memberikan kestabilan pada produk

dengan memerangkap air dengan membentuk jembatan hydrogen dengan molekul Na-

CMC yang lain (Belitz and Grosch, 1986).

Belizt and Grosch (1986) mengatakan, penggunaan Na-CMC sebagai derivat

dari selulosa antara 0,01%-0,8% akan mempengaruhi produk pangan seperti jelli

buah, sari buah, mayonaise dan lain-lain. Menurut Fennema (1986), semua zat

pengental dan pengental adalah hidrofil dan terdispersi dalam larutan yang dikenal

sebagai hidrokoloid. Secara garis besar, proses pembuatan karboksi metil selulosa

melalui 2 (dua) tahap reaksi, yaitu pertama reaksi alkalisasi dan kedua reaksi

eterifikasi. Pada reaksi tahap pertama, yaitu alkalisasi merupakan reaksi antara

selulosa dengan larutan soda (basa) menjadi alkali selulosa (selulosa bersifat larut

dalam larutan soda). Sedangkan tahap kedua, yaitu eterifikasi merupakan reaksi antara

alkali selulosa dengan senyawa natrium kloro asetat menjadi natrium karboksi metil

selulosa (Na-CMC) yang membentuk larutan kental (viskous). Reaksi berlangsung

dalam temperatur antara 60-800C dan waktu operasi antara 2-3 jam dan dilakukan

pengadukan (mixing).

Pada praktikum kali ini dilakukan pengujian pemeriksaan Serum Glutamat

Piruvate Transaminase (SGPT). Praktikum ini bertujuan untuk memeriksa fungsi hati

dan menginterpretasikan hasil pemeriksaan yang diperoleh. Berbagai penyakit dan

infeksi dapat menyebabkan kerusakan akut maupun kronis pada hati, menyebabkan

peradangan, luka, sumbatan saluran empedu, kelainan pembekuan darah, dan

disfungsi hati. Jika besarnya kerusakan cukup bermakna, maka akan menimbulkan

gejala-gejala seperti jaundice, urine gelap, tinja berwarna keabuan terang, pruritus,

mual, kelelahan, diare, dan berat badan yang bisa berkurang atau bertambah secara

tiba-tiba.

Page 11: Laporan Praktikum Bioanal p2

Salah satu cara untuk mendeteksi adanya kerusakan hati adalah dengan

memeriksa aktivitas enzim Serum Glutamat Piruvat Transaminase (SGPT) atau

Alanin Aminotransferase (ALT) dalam serum. Enzim ini terdapat dalam sitoplasma

dan mitokondria sel hati. Bila terjadi kerusakan hati akan terjadi peningkatan

permeabilitas membran sel sehingga komponen-komponen sitoplasma akan keluar

dari sel dan apabila membran intraseluler seperti mitokondria rusak maka enzim-

enzim yang terdapat di dalamnya akan mengalami peningkatan aktivitas dalam

serum. Berdasarkan hal tersebut, maka peningkatan aktivitas enzim SGPT atau ALT

dalam serum dapat diukur dan dijadikan salah satu parameter kerusakan fungsi hati.

Enzim Serum Glutamat Piruvat Transaminase (SGPT) atau Alanin Aminotransferase

(ALT) hanya terdapat dalam sitoplasma sel hati sehingga enzim ini lebih sensitif

untuk pemeriksaan kerusakan fungsi hati.

Tahap pertama dalam melakukan pemeriksaan SGPT adalah memipet sampel

darah sebanyak 400 µl dan mendiamkan selama 15 menit. Kemudian sampel

disentrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan 6000 rpm. Tujuan dari sentrifugasi

ini adalah memisahkan serum darah dengan komponen darah lain berdasarkan berat

molekulnya. Kemudian beningan diambil dan ditempatkan di tabung reaksi lain.

Kemudian ditambahkan piridoksal fosfat ke dalam tabung serum tersebut. Piridoksal

fosfat ini bekerja sebagai kofaktor. Kofaktor adalah komponen enzim yang bersifat

non-protein yang berfungsi mengaktifkan enzim. Sifatnya stabil terhadap perubahan

suhu atau suatu reaksi (Marks, 2000). Kemudian ditambahkan reagen 1 sebanyak

2000 µl ke dalam tabung reaksi menggunakan mikropipet dengan skala yang sudah

diatur sebelumnya. Pemipetan menggunakan mikropipet bertujuan supaya diperoleh

volume yang lebih akurat karena akurasi mikropipet ini sangat tinggi. Tip yang

digunakan pun harus diperhatikan kebersihannya unuk meminimalisir kontaminasi

yang mempengaruhi absorbansi sampel. Keduanya zat dicampur dan diinkubasi

selama 5 menit dalam suhu ruang. Inkubasi ini dilakukan agar serum dan reagen

bereaksi. Reagen I yang digunakan berisi Tris pH 7,5 100 mmol/liter, L-Alanin 500

mmol/liter, LDH (Laktat Dehidrogenase) >1800 U/liter. Tris pH 7,5 dalam reagen I

berfungsi sebagai dapar yang menjaga pH serum selama reaksi pemeriksaan ini

supaya menjaga kestabilan aktivitas SGPT karena enzim sangat sensitif terhadap

perubahan pH. L-Alanin berfungsi sebagai asam amino yang akan diubah menjadi L-

glutamat dengan dikatalisis oleh enzim Glutamat Piruvate Transaminase (GPT). LDH

(Laktat Dehidrogenase) juga merupakan enzim yang akan mengkatalisis reaksi dari

Page 12: Laporan Praktikum Bioanal p2

produk perubahan L-Alanin yang dikatalis oleh SGPT, yaitu piruvat, yang akan

diubah menjadi laktat.

Setelah diinkubasi selama 5 menit, campuran dalam kuvet ditambahkan reagen II

sebanyak 500 µl. Reagen II yang digunakan ini berisi 2-oxoglutarat 15 mmol/liter

dan NADH 0,18 mmol/liter. 2-oxoglutarat akan bereaksi dengan L-Alanin

membentuk L-glutamat dan piruvat dengan dikatalisis oleh enzim GPT. Enzim GPT

ini akan mengkatalisis pemindahan gugus amino pada L-Alanin ke gugus keto dari

alfa-ketoglutarat membentuk glutamat dan piruvat. Selanjutnya piruvat direduksi

menjadi laktat (Marks, 2000).

Reaksi tersebut dikatalisis oleh Laktat Dehidrogenase (LDH) yang membutuhkan

NADH dan H+. NADH akan mengalami oksidasi menjadi NAD+. Banyaknya

NADH yang dioksidasi menjadi NAD+ sebanding dengan banyaknya enzim GPT.

Hal itulah yang akan diukur secara fotometri.

Skema reaksi :

Alpha-ketoglutarat + L-alanin SGPT L-glutamat + Piruvat

Piruvat + NADH +H+ LDH L-Laktat + NAD+

(Marks, 2000)

Campuran yang telah berisi reagen II diinkubasi selama 3 menit agar seluruh

reagen bereaksi sempurna dengan sampel. Pada setiap menitnya diukur

absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV/Vis pada panjang gelombang 340

nm karena pada panjang gelombang tersebut, sampel akan memberikan serapan

maksimum. Dilakukan pengukuran dengan menggunakan spektrofotometer UV/Vis

karena mempunyai sensitivitas yang relatif tinggi, pengerjaanya mudah sehingga

pengukuran yang dilakukan cepat, dan mempunyai spesifisitas yang baik.Kuvet

dimasukkan ke dalam Spektrofotometer UV/Vis untuk diukur absorbansinya. Namun

sebelumnya dilakukan pengukuran blanko terlebih dahulu. Pembuatan larutan blanko

sama dengan pembuatan larutan sampel yang akan diuji, tetapi hanya berisi reagen I

dan II tanpa adanya sampel. Blanko ini berfungsi supaya alat spektrofotometer

UV/Vis mengenal matriks selain sampel sebagai komponen reagen I dan reagen II.

Kemudian setting blank sehingga ketika pengukuran hanya sampel yang diukur

absorbansinya. Setelah itu, kuvet yang berisi sampel dimasukkan ke tempat kuvet dan

dilihat absorbansinya pada layar readout. Kuvet diambil dan diukur lagi setelah

interval waktu 1 menit selama 3 menit.

Page 13: Laporan Praktikum Bioanal p2

Selama proses pemeriksaan ini, bagian bening kuvet tidak boleh disentuh oleh

tangan karena sumber sinar akan diteruskan melalui bagian bening kuvet. Jika bagian

bening kuvet terkontaminasi oleh tangan, maka akan mempengaruhi nilai absorbansi

karena protein-protein yang terdapat pada tangan akan ikut menempel pada

permukaan kuvet. Hal ini akan memungkinkan kesalahan dalam menginterpretasikan

data yang diperoleh. Pada prinsipnya, suatu molekul yang dikenai suatu radiasi

elektromagnetik pada frekuensi yang sesuai akan menyerap energy dan energi

molekul tersebut ditingkatkan ke level yang lebih tinggi, sehingga terjadi peristiwa

penyerapan (absorpsi) energi oleh molekul. Banyaknya sinar yang diabsorpsi pada

panjang gelombang tertentu sebanding dengan banyaknya molekul yang menyerap

radiasi, dan jumlah cahaya yang diabsorpsi berbanding lurus dengan konsentrasinya

sesuai hukum lambert-beer. Setelah dilakukan pengukuan aborbansi, data dicatat

untuk dihitung dan diinterpretasikan.

SGPT/ALT serum umumnya diperiksa secara fotometri atau spektrofotometri,

secara semi otomatis atau otomatis. Nilai rujukan untuk SGPT/ALT tikus adalah

17,5-30,2 IU/L.

Kemudian, dilihat dari hasil data yang didapat, menunjukan bahwa aktivitas GPT

yang didapat adalah 128,88 U/L. Hasil percobaan lebih besar dari kadar normal

SGPT pada tikus yang sebenarnya. Hal tersebut menunjukan bahwa ada kemungkinan

hewan uji mengalami kerusakan hari atau nekrosis hati (akibat toksisitas obat atau kimia).

G. Kesimpulan

Pemeriksaanfungsi hati dapat dilakukan dengan Serum Glutamat Piruvat Transaminase

(SGPT)  dimana sampel direaksikan dengan reagen dari kit, lalu diukur absorbansi hasil

reaksi menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 340 nm dimana nilai SGPT

yaitu 128,88 U/L, nilai tersebut lebih dari nilai rujukan yaitu 17,5-30,2 IU/L.

DAFTAR PUSTAKA

Page 14: Laporan Praktikum Bioanal p2

Anonim, 1979, Farmakope Indonesia Ed. III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,

Jakarta.

Anonim. 2004. Cellulose. http://en.wikipedia.org/wiki/Cellulose. diakses tanggal 8 Mei 2014.

Anonim. 2010. http://labkesehatan.blogspot.com/2010/10/laktat-dehidrogenase.html diakses

tanggal 19 April 2014.

Belitz, H. D. and W. Grosch. 1986. Food Chemistry. Springer Veralag Berlin Heldenberg, New York.

Fardiaz, Srikandi, Ratih Dewanti, Slamet Budijanto. 1987. Risalah Seminar ; Bahan Tambahan

Kimiawi (FoodAdditive). Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Fennema, O. R., M. Karen, and D. B. Lund. 1996. Principle of Food Science. The AVI Publishing,

Connecticut.

Fennema,O.R. 1986. Principle of Food Science. Marcel Dekker Inc. New York and Basel.

Gandjar, Ibnu G., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Khopkar, S. M., 2003, Konsep Dasar Kimia Analitik. Penerbit Universitas Indonesia,

Jakarta.

Marks, Dawn B., 2000, Biokimia Kedokteran Dasar : Sebuah Pendekatan Klinis, Jakarta, EGC.

Potter, N. Norman. 1986. Food Science. The AVI Publishing. Inc. Westport, Connecticut

Sabiston. 1992. Buku Ajar Bedah. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Sacher, Ronald A. dan McPherson, Richard A. 2002. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan

Laboratorium Edisi 11. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Shargel Leon, Yu Andrew B.C., 2005, Biofarmasetika dan Farmakokinetik Edisi ke-2,

Airlangga University Press, Surabaya.

Tranggono, S., Haryadi, Suparmo, A. Murdiati, S. Sudarmadji, K. Rahayu, S. Naruki, dan M. Astuti.

1991. Bahan Tambahan Makanan (Food Additive). PAU Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta

Wijayakusuma, Hembing. 2008. Tumpas Hepatitis dengan Ramuan Herbal. Pustaka Bunda.

Jakarta.


Top Related