Download - LAPORAN Pl Aninund Jukja
LAPORAN PRAKTEK LAPANGAN
KUNJUNGAN MUSEUM DAN TEMPAT BERSEJARAH
Pembimbing:
drg. Fanni Kusuma Djati
Disusun oleh:
Aninda Wulan Pradani
G1G009018
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
2009
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah suatu negara yang kaya akan budaya dan sejarah. Hal
tersebut dapat dilihat dari banyaknya kota-kota bersejarah yang kini dapat
sebagai kota wisata budaya. Karena jiwa nasionalisme dan perjuangan para
pahlawan di masa lampau merupakan suatu warisan budaya yang perlu
dilestarikan di dalam jiwa pemuda-pemuda Indonesia.
Seperti telah diketahui bahwa Indonesia sudah beratus-ratus tahun
dijajah bangsa lain. Tak cukup dengan 350 tahun Indonesia dijajah Belanda,
namun masih ada Jepang yang menjajah selama 3,5 tahun. Tak bertindak
diam, selama itu pula bangsa Indonesia melakukan perjuangan baik jiwa, raga,
fisik, pikiran, dan semuanya telah dikorbankan. Tentu tak sedikit pula yang
menjadi korban. Hal tersebut menggoreskan luka yang teramat dalam bagi
bangsa Indonesia sendiri.
Namun pengorbanan yang sangat bernilai itu kini telah membuahkan
hasil. Pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia berhasil mengumandangkan
kalimat Proklamasi Kemerdekaan. Belum cukup sampai disitu, namun
pergerakan mempertahankan kemerdekaan terus berlanjut. Hingga bangsa lain
tersebut mau untuk mengakui kemerdekaan Indonesia.
Memang perjuangan itu kini telah menjadi sejarah. Tetapi bukan
berarti merupakan sebuah cerita untuk dilupakan. Karena bangsa Indonesia
adalah bangsa yang menghargai sejarah serta belajar dari sejarah. Hal tersebut
terbukti dengan dilestarikannya tempat-tempat bersejarah yang masih
mencerminkan nilai perjuangan di masa lampau.
Tak kenal maka tak sayang, sebuah ungkapan yang sangat mengena.
Oleh karena itu kita sebagai jiwa para pemuda diharapkan mempunyai
semangat juang dan nasionalisme layaknya para pahlawan. Hal tersebut dapat
dimulai dengan mengunjungi tempat-tempat bersejarah tersebut untuk
mengenal para pahlawan kita. Untuk itulah dilaksanakannya praktek lapangan
mengunjungi museum dan tempat-tempat bersejarah untuk mengenal lebih
dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia.
B. Tujuan
Penulisan laporan dan praktek lapangan ini dengan tujuan:
1. Memenuhi komponen penugasan blok Personality Development.
2. Mahasiswa mengetahui dan memahami sejarah bangsa Indonesia.
3. Mahasiswa dapat mempelajari makna yang terkandung dalam
peninggalan-peninggalan bersejarah tersebut.
4. Menumbuhkan jiwa juang para pahlawan, rasa nasionalisme dan
kebangsaan, serta dapat menghargai jasa-jasa pahlawan.
5. Melaporkan dan menganalisis hasil praktek lapangan.
C. Manfaat
Praktek lapangan dan penyusunan laporan ini dapat memberi manfaat
sebagai berikut:
1. Mengetahui dan memahami sejarah bangsa Indonesia.
2. Mengetahui bangunan-bangunan bersejarah dan peninggalan-
peninggalannya sehingga dapat menarik makna dan nilai historis yang
terkandung di dalamnya.
3. Tumbuhnya rasa menghargai, nasionalisme dan kebangsaan, serta rasa
cinta tanah air.
BAB II
BATASAN PERMASALAHAN
Dalam laporan praktek lapangan ini, saya akan membahas permasalahan
dengan batasan-batasan sebagai berikut :
1. Benteng Van Der Wijck
2. Monumen Jogja Kembali
3. Benteng Vredeburg
4. Gedung Agung
5. Museum Sasmitaloka
6. Museum Sasana Wiratama
BAB III
PEMBAHASAN
BENTENG VAN DER WIJCK
Sejarah
Benteng di Gombong merupakan salah satu elemen pendukung sarana
militer pada jamannya ini dikenal dengan benteng Cochius, yaitu nama seorang
Letnan Jenderal pasukan Hindia-Belanda di tahun 1835, Frans David Cochius,
dan terletak di desa Sidayu, Gombong dengan bentuk segi delapan ini didirikan di
tahun 1833 yang sebelumnya berupa pos militer. Sejak tahun 1856 benteng yang
awalnya sebagai benteng logistik, berubah menjadi Pupillen School (Sekolah
Calon Militer. Fungsi sebagai sekolah militer ini tidak mengalami perubahan
hingga tahun 1913.
Bangunan
Benteng yang terdiri dari dua lantai ini memiliki ruangan yang bervariasi besar
dan luasnya dengan kait besi bergantungan, yang fungsi dari masing-masing
ruangan ini pada tahun 1833-1856 tidak dapat diketahui, namun patut diduga
bahwa fungsi dari masing-masing kait besi di atap ruangan tersebut sebagai
tempat bergantungnya rel kelambu (gordyn) sekat dalam ruangan. Dan antar
ruangan itu sendiri dihubungkan oleh koridor. Begitu pula antara lantai satu dan
lantai dua dihubungkan oleh tangga sempit. Atap benteng Gombong ini kokoh
jika dilihat bahan baku penyusunnya, yaitu batu bata yang disusun rebah dan batu
bata susun berdiri di sisi tepinya. Penambahan ekstrim tampak pada bagian atas
benteng, yaitu pada rampart-nya ditambahi dengan rel untuk fasilitas kereta api
mini. Jika dilihat dari bagian koridor, langit-langit koridor berupa struktur dalam
kubah lengkungan membentuk perpaduan ritmis pada setiap pertemuan antar
persimpangan siku koridor. Pada titik pertemuannya diberi penguat berupa besi
silang yang terikat.
Dari hasil pengamatan di lapangan terhadap benteng Cochius atau Van Der
Wijck di Gombong, mengindikasikan bahwa kecil kemungkinan bangunan ini di
masa lalu sejak dari pertama pendiriannya difungsikan sebagai benteng
pertahanan militer secara langsung. Hal ini dikarenakan beberapa elemen benteng
pertahanan berupa embrasure maupun merlon tidak terdapat di benteng ini.
Namun demikian penulis lain menyatakan memang selain berfungsi sebagai
pertahanan, pada beberapa tempat digunakan sebagai penyimpanan logistik bahan
kebutuhan, tempat pelatihan, tempat penahanan atau penjara dan lain sebagainya.
Adapun parit di sekeliling benteng yang pernah ada di benteng ini, sangat
dimungkinkan sebagai wilayah pembatas antara benteng dengan area sekitarnya
dan sebagai penahan gerak laju jika ada yang berniat memasuki benteng dengan
tujuan yang tidak diharapkan oleh komunitas benteng Cochius.
Sumber air
Sumber air dari sumur asli yang sekarang ditutup menjadi air mancur yang
terletak di tengah-tengah benteng. Terkadang banyak orang yang mengunjungi
sumur itu untuk pemujaan dan dianggap keramat. Sumur asli ini terdapat didalam
benteng.
Bangunan pengintai
Di atap benteng tersebut terhadap corong yang berfungsi untuk mengintai
atau memaata-matai. Secara logitka dengan bentuk seragam menghadap satu arah
adalah untuk mempermudah menentukan arah.
Kebersihan
Kebersihan di benteng sudah cukup baik meski masih terdapat beberapa
sampah di sela-sela ruangan.
MONUMEN JOGJA KEMBALI
a. Sejarah dan perkembangan
Monumen Yogya Kembali (Monjali), dibangun pada tanggal 29 Juni 1985,
ditandai dengan upacara tradisional penanaman kepala kerbau dan peletakan batu
pertama oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII.
Pendirian monumen ini digagas oleh Kolonel Sugiarto, selaku
Walikotamadya Yogyakarta dalam Peringatan Yogya Kembali pada tanggal 29
Juni 1983. Nama Yogya Kembali merupakan penanda peristiwa sejarah ditariknya
tentara pendudukan Belanda dari Ibukota Yogyakarta pada tanggal 29 Juni 1949.
Hal ini sebagai tanda awal bebasnya Bangsa Indonesia secara nyata dari
kekuasaan pemerintahan Belanda.
Pembangunan monumen dengan bentuk kerucut dan terdiri dari tiga lantai
ini selesai dalam waktu empat tahun dan diresmikan pembukaannya tanggal 6 Juli
1989 oleh Presiden RI pada waktu itu, Soeharto. Monumen setinggi kurang lebih
31.8 m ini terletak di Dusun Jongkang, Desa Sinduadi, Kecamatan Mlati,
Kabupaten Sleman. Bentuk kerucutnya melambangkan bentuk gunung yang
menjadi perlambang kesuburan selain memiliki makna melestarikan budaya nenek
moyang pra-sejarah.
b. Tata Ruang dan Tempat
Lokasi Monumen Yogya Kembali berdasarkan budaya Yogya, yaitu
monumen terletak pada sumbu atau poros imajiner yang menghubungkan Gunung
Merapi, Tugu, Kraton, Panggung Krapyak dan pantai Parang Tritis. Sumbu
imajiner ini sering disebut dengan Poros Makrokosmos atau Sumbu Besar
Kehidupan. Titik imajinernya sendiri bisa dilihat pada lantai 3 ditempat berdirinya
tiang bendera.
Bangunan monumen ini terdiri dari taman depan dimana pengunjung bisa
melihat Meriam PSU Kaliber 60mm buatan Rusia, sedangkan di halaman paling
depan ada Replika Pesawat Guntai dan Pesawat Cureng yang dipakai dalam
peristiwa perjuangan ini. Memasuki halaman museum terdapat dinding yang
memenuhi satu sisi selatan monumen yang berisi Rana Daftar Nama Pahlawan
dimana kita bisa melihat 422 nama pahlawan yang gugur di daerah Wehrkreise III
antara tanggal 19 Desember 1948 sampai dengan 29 Juni 1949 dan puisi
Karawang-Bekasi karangan Khairil Anwar.
c. Ruangan
Bangunan monumen yang terdiri dari tiga lantai terbagi dalam beberapa
bagian. Seluruh bangunan dikelilingi oleh kolam air.
1. Museum
Di lantai satu ada museum dimana terdapat empat ruang museum yang
menyajikan benda-benda koleksi berupa: realia, replika, foto, dokumen, heraldika,
berbagai jenis senjata, bentuk evokatif dapur umum yang kesemuanya
menggambarkan suasana perang kemerdekaan tahun 1945-1949. Kita bisa
melihat tandu yang digunakan untuk menggotong Panglima Besar Jenderal
Soedirman selama perang gerilya, seragam tentara dan dokar yang juga pernah
digunakan oleh Panglima Besar Jenderal Soedirman. Total koleksi barang-barang
dalam museum tersebut mencapai ribuan.
2. Perpustakaan
Perpustakaan menggunakan satu ruang di lantai satu yang merupakan
perpustakaan khusus yang menyediakan bahan-bahan referensi sejarah perjuangan
kemerdekaan bangsa Indonesia dan dapat dimanfaatkan oleh umum.
3. Ruang serbaguna
Ruangan ini adalah ruangan yang terletak ditengah-tengah ruangan lantai
satu lengkap dengan panggung terbukanya. Setiap hari Sabtu dan Minggu di
ruangan ini digelar berbagai atraksi diantaranya tarian klasik, gamelan, music
electone yang memainkan lagu-lagu perjuangan. Ruangan Serbaguna ini bisa
digunakan oleh umum untuk acara-acara pernikahan, seminar, wisuda dan lain-
lain.
4. Lantai dua
Di lantai dua bagian dinding paling luar yang melindungi tubuh monumen,
terdapat 40 buah relief perjuangan fisik dan diplomasi perjuangan Bangsa
Indonesia sejak 17 Agustus 1945 hingga 28 Desember 1949. Kita bisa melihat
antara lain relief Jenderal Mayor Meyer yang mengancam Sri Sultan HB IX pada
tanggal 3 Maret 1949, Presiden dan para pemimpin lain kembali ke Yogyakarta,
pernyataan dari Sri Sultan HB IX yang menyatakan bahwa Daerah Istimewa
Yogyakarta adalah bagian dari Negara Republik Indonesia, Perayaan
Kemerdekaan di halaman Kraton Ngayogyakarta dan lain-lain.
5. Diorama
Didalam bangunan lantai dua terdapat sepuluh diorama perjuangan fisik dan
diplomasi Bangsa Indonesia sejak 19 Desember 1948 hingga 17 Agustus 1949
dengan ukuran life-size melingkari bangunan monumen. Diorama diawali dengan
Agresi Militer Belanda memasuki kota Yogyakarta dalam rangka menguasai
kembali Replublik Indonesia pada tanggal 19 Desember 1948 dimana kita bisa
menyaksikan miniatur pesawat-pesawat Belanda yang dibuat mirip dengan
aslinya. Pemandu akan menjelaskan peristiwa sesungguhnya yang terjadi dimana
pasukan Belanda yang dipimpin oleh Kapten Van Langen berhasil menguasai
Lapangan Udara Maguwo (kini Adisucipto) pada pukul 08.00 dan mengadakan
sapu bersih terhadap apa yang dijumpai sepanjang jalan menuju Kota Yogyakarta
(Jalan Solo). Kurang lebih pukul 16.00 pasukan Belanda sudah menguasai seluruh
kota Yogyakarta dan beberapa tempat-tempat penting lain seperti Istana Presiden
(Gedung Agung) dan Benteng Vredeburg. Sejak itu perjuangan merebut kembali
Negara RI dimulai.
Kesepuluh diorama disajikan dalam kronologis waktu sehingga
memudahkan pengunjung untuk memahami urutan kejadian yang sebenarnya.
Disini kita juga semakin memahami peran perjuangan Jenderal Soedirman yang
waktu itu dengan kondisi kesehatan sangat lemah dan paru-paru sebelah tetap
memaksakan diri ikut berjuang dengan cara gerilya walaupun Presiden Soekarno
sudah memintanya untuk tinggal bersamanya saja. Diorama ini disajikan diawal-
awal.
Ditengah-tengah diorama disisipkan juga adegan yang terkenal dengan
sebutan Serangan Umum 1 Maret 1949 yang dipimpin oleh Letkol Soeharto yang
memiliki tujuan politik, psikologis dan militer dimana bangsa Indonesia ingin
mengabarkan pada dunia mengenai eksistensinya. Berita keberhasilan SU 1 Maret
1949 tersebut berhasil disebarluaskan melalui jaringan radio AURI dengan sandi
PC-2 di Banaran, Playen, Gunung Kidul secara beranting hingga sampai ke
Burma, India dan sampai kepada perwakilan RI di PBB. Menjelang diorama
terakhir kita bisa melihat akhir dari perjuangan panjang dan melelahkan bangsa
dimana akhirnya tentara Belanda ditarik dari Yogyakarta pada tanggal 29 Juni
1949 dan Sri Sultan HB IX bertindak selaku koordinator keamanan yang
mengawasi jalannya penarikan pasukan tersebut dan diakhiri dengan adanya
Persetujuan Roem-Royen pada tanggal 7 Mei 1949.
6. Ruang Hening
Lantai tiga dari gedung monumen ini dinamakan Garbha Graha atau Ruang
Hening. Dalam ruangan ini terdapat tiang bendera dengan bendera merah putih
terpasang ditengah ruangan. Terdapat relief di dinding berupa gambar tangan yang
dapat diartikan sebagai perjuangan fisik dan perjuangan diplomasi yang
digambarkan dengan tangan memegang pena. Pemandu akan meminta
pengunjung untuk menundukkan kepala dan berdoa sejenak bagi arwah para
pahlawan yang gugur dalam mempertahankan kemerdekaan dapat diterima di sisi
Tuhan sesuai dengan amal baktinya.
BENTENG VREDEBURG
a. Sejarah
Didirikan pada tahun 1760 pada masa pemerintahan hindia Belanda. Pada
mulamnya benteng ini didirikan untuk memata-matai pihak keraton dengan dalih
melindungi keraton.
Seiring dengan waktu, penggunaan benteng berturut-turut sebagai maarkas
tentara Belanda, tentara jepang hingga pernah diduduki tentara Indonesia pada
Serangan Umum 1 Maret. Saat ini benteng digunakan sebagai objek wisata
sejarah.
b. Gerbang Utama Barat
Gerbang ini terdiri dari 2 lanalai dimana pada masa pemerintahan Belanda.
Lantai atas digunakan sebagai ruang komando. Dan lantai bawah digunakan
sebagai pos penjagaan.sampai saat ini fungsi itu tidak berubah terutama untuk
jalur keluar masuk benteng.
c. Ruang pameran Diorama 1
Bangunan ini dahulunya merupakan bangunan perumahan peprwira sebelah
selatan. Dalam ruangan ini terdapat berbagai diorama yang menggambarkan
peristiwa perjuangan yang terjadi di Yogyakartayang terjadi sejak era Perang
Diponegoro sampai masuknya Jepang ke Yogyakarta. Beberapa contohnya yaitu :
Diorama 1 menggambarkan perjuangan pangeran Diponegoro di goa
Selarong
Diorama 2 menggambarkan konggres Boedi Oetomo I di Yogyakarta yang
dipimpin oleh Dr. Wahidin Soedirihoesodo.
Diorama 3 menggambarkan Lahirnya organisasi Muhammadiyah yang
dipimpin oleh KH Ahmad Dahlan
Diorama 8 yang menggambarkan penobatan Sri Sultan Hamengkubuwono
IX pada tanggal 18 Maret 1940 di Bangsal Manguntur Tangkil, Sitihinggil
keraton Yogyakarta
Diorama 9 menggambarkan masuknya Jepang ke Indonesi yang terjadi
tanggal 6 maret 1942, dimana pasukan Jepang masuk dari arah timurr Kota
Yogyakarta
d. Selokan atau Parit
Selokan atau parit yang mengelilingi benteng tersebut saat ini sudah
dalamkondisi kering atau tidak ada airnya lagi. Dahulu parit ini digunakan sebagi
rintangan paling luar untuk mengahalau serangan musuh.
e. Ruang Pameran Diorama II
Dahulu ruang ini adalah bangunan perumahan perwira sebelah utara. Dalam
ruangan initerdapat berbagai diorama yang menyajikan peristiwa yang terjadi di
Yogyakarta sejak masa awal kemerdekaan sampai terjadinya agresi militer
belanda 2.
ISTANA AGUNG
1. Tata Letak
Istana Yogyakarta yang dikenal dengan nama Gedung Agung terletak di
pusat keramaian kota, tepatnya di ujung selatan Jalan Ahmad Yani, jantung ibu
kota Daerah Istimewa Yogyakarta. Kawasan istana terletak di Kelurahan
Ngupasan, Kecamatan Gondomanan, Yogyakarta, dan berada pada ketinggian 120
meter dari permukaan laut. Ada 6 buah istana kepresidenan RI yaitu Istana Negara
(Jakarta), Istana Merdeka (Jakarta), Istana Bogor (Bogor), Istana Cipanas
(Cipanas), Istana Tampaksiring (Bali) dan Istana Gedung Agung (Yogyakarta).
2. Sejarah dan perkembangan
Istana kepresidenan Yogyakarta awalnya adalah rumah kediaman resmi
residen Ke-18 di Yogyakarta (1823-1825). Ia seorang Belanda bernama Anthonie
Hendriks Smissaert, yang merupakan penggagas atau pemrakarsa pembangunan
Gedung Agung ini. Gedung ini didirikan pada bulan Mei 1824 di masa penjajahan
Belanda. Ini berawal dari keinginan adanya "istana" yang berwibawa bagi residen-
residen Belanda. Arsiteknya bernama A. Payen. Gaya bangunannya mengikuti
arsitektur Eropa yang disesuaikan dengan iklim tropis.
Pecahnya Perang Diponogero (1825-1830), yang oleh Belanda disebut
Perang Jawa, mengakibatkan pembangunan gedung jadi tertunda. Musibah /
gempa bumi terjadi dua kali pada hari yang sama, menyebabkan tempat kediaman
resmi residen Belanda itu runtuh. Namun bangunan baru didirikan dan selesai
pada tahun 1869. Bangunan inilah yang menjadi Gedung Induk Kompleks Istana
Kepresidenan Yogyakarta, yang kini disebut Gedung Negara.
Pada 6 Januari 1946, Kota Gudeg ini menjadi ibu kota baru Republik
Indonesia yang masih muda dan istana itu berubah menjadi Istana Kepresidenan,
tempat tinggal Presiden Soekarno beserta keluarganya, sedangkan Wakil Presiden
Mohammad Hatta tinggal di gedung yang sekarang ditempati Korem
072/Pamungkas. Sejak itu Istana Kepresidenan Yogyakarta menjadi saksi
peristiwa penting diantaranya pelantikan Jenderal Sudirman sebagai Panglima
Besar TNI pada 3 Juni 1947 dan sebagai pucuk pimpinan angkatan perang
Republik Indonesia pada 3 Juli 1947.
Pada 19 Desember 1948, Yogyakarta diserang oleh tentara Belanda dibawah
pimpinan Jenderal Spoor, Presiden, Wakil Presiden dan para pembesar lainnya
diasingkan ke luar Jawa dan baru kembali ke Istana Yogyakarta pada 6 Juli 1949.
Sejak 28 Desember 1949, yaitu dengan berpindahnya Presiden ke Jakarta, istana
ini tidak lagi menjadi tempat tinggal sehari-hari Presiden.
Istana Yogyakarta atau Gedung Agung, sama halnya dengan istana
Kepresidenan lainnya yaitu sebagai kantor dan kediaman resmi Presiden Republik
Indonesia. Selain itu juga sebagai tempat menerima atau menginap tamu-tamu
negara. Sejak 17 Agustus 1991, istana ini digunakan sebagai tempat memperingati
Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan untuk Daerah Istimewa Yogyakarta dan
penyelenggaraan Parade Senja setiap tanggal 17 yang dimulai 17 April 1988.
3. Ruangan
Gedung Agung mempunyai delapan kamar di bangunan utamanya. Di sisi
selatan gedung, Ruang Satu merupakan kamar. Ruang Dua dipakai sebagai kamar
kerja Presiden. Di antara keempat ruang ini juga terdapat ruang makan dan ruang
tamu keluarga. Di sisi utara terdapat empat ruangan yang simetris dengan sisi
selatan. Di belakang bangunan utama ini ada ruangan yang dipakai sebagai tempat
pementasan kesenian. Ruangan ini sekarang disebut Ruangan Kesenian.
Bangunan ini berupa pendapa terbuka.
a. Ruang Garuda
Di antara kedua sisi itu terdapat ruang utama, yaitu ruang yang terbesar di
bangunan ini. Ruang ini merupakan ruang pertama yang dapat dicapai dari
serambi depan dan sekarang disebut Ruang Garuda. Di dindingnya terpajang foto
pasangan presiden dan wakil presiden Republik
Indonesia dari generasi pertama hingga saat ini.
Selain itu, pada dinding ruangan terpasang 4 buah cermin tua di setiap
sisinya.Sebagian lantai marmer di Ruang Garuda kini ditutup dengan permadani
merah. Di atasnya diatur beberapa deret kursi ukiran Jepara untuk beraudiensi.
Pada masa Pemerintahan berpusat di Yogyakarta, Bung Karno melakukan sidang
kabinet dan upacara-upacara resmi di ruangan ini.
b. Ruang Soedirman
Di bagian depan, di sisi utara dan selatan Ruang Garuda, terdapat dua ruang
tamu. Ruang tamu yang di sebelah selatan disebut Ruang Soedirman. Ruang
selatan itu disebut Ruang Soedirman karena di ruang itulah Panglima Besar
Soedirman dulu mohon diri kepada Presiden Sukarno untuk memimpin perang
gerilya melawan Belanda. Ruangan ini memiliki fungsi penting yaitu tempat
presiden melakukan pertemuan serta pembicaraan resmi dengan tamu-tamunya
yang merupakan Kepala Negara ataupun Kepala Pemerintahan. Di ruang itu
sekarang terdapat patung dada Panglima Besar Soedirman dari perunggu serta
beberapa lukisan.
c. Ruang Diponegoro
Di bagian depan, di sisi utara dan selatan Ruang Garuda, terdapat dua ruang
tamu. Ruang tamu yang di sebelah utara disebut Ruang Diponegoro. Penamaan
Ruang Diponegoro adalah untuk mengenang pahlawan besar itu. Di situ
ditempatkan lukisan Pangeran Diponegoro, reproduksi dari lukisan Basuki
Abdullah yang berada di Istana Merdeka, Jakarta. Ruangan ini dipergunakan
sebagai ruang tunggu para tamu yang akan menghadiri acara-acara tertentu di
Istana Kepresidenan Yogyakarta. Ruangan ini juga terdapat lampu susun yang
tergantung di tengah-tengah ruangan dan juga terhampar permadani merah.
d. Ruang Makan VIP
Terletak diantara ruang garuda dan kesenian. Makanan yang dijamu untuk
presiden ataupun tamu kenegaraan akan diuji laborat terlebih dahulu demi
menjaga kesehatan dan kehigienisan makanan sehingga tidak berbahaya untuk
dikonsumsi. Tata letak meja dan tempaat disesuaikan berdasarkan jumlah dan
jabatan orang yang hadir.
e. Ruang Kesenian
Ruangan ini menunjukan ciri khas rumah Joglo yang seperti pendopo
dengan banyak tiang kayu yang menyangganya. Tiang-tiang tersebut memiliki
ukiran khas Yogyakarta yang membuatnya serasi dengan fungsi ruangan tersebut
yaitu sebagai ruang Kesenian. Biasa digunakan untuk menyelenggarakan
pegelaran seni seperti tari-tarian, gamelan, band, hingga pameran batik, lukisan,
ataupun yang lainnya.
4. Tata Ruang
Pada masa itu, Bung Karno sudah mulai bergaul dengan para seniman
Yogyakarta dan membeli lukisan mereka. Beliau membeli beberapa lukisan
Affandi, S. Sudjojono, dan Sudjono Abdullah (adik Basoeki Abdullah).
Sebaliknya, pata pelukis pun banyak menitipkan lukisan untuk menghias "rumah"
kediaman Presiden yang mereka banggakan itu. Masa itu juga merupakan masa
kejayaan Seniman Indonesia Muda, sebuah perhimpunan pelukis yang berpusat di
Yogyakarta.
Maka Istana Yogyakarta terisi sejumlah lukisan penting karya seniman-
seniman Indonesia. Beberapa di antaranya bahkan dibubuhi kata-kata yang
menunjukkan bahwa lukisan itu dihadiahkan kepada Bung Karno, sang patron
yang telah memuliakan kehidupan seniman.
Gedung Agung secara resmi diputuskan menjadi Istana Presiden Republik
Indonesia pada 1972, dan dipergunakan sebagai tempat penginapan Presiden dan
para tamu negara di Yogyakarta. Sejak 1972, Gedung Agung mengalami renovasi
agar layak bagi kepala negara dan kepala pemerintahan.
Renovasi Gedung Agung Yogyakarta juga mengubah dinding-dindingnya
yang semula ditutup kayu jati. Sekarang dinding-dindingnya adalah tembok
dengan semen Portland yang dicat putih. Renovasi Gedung Agung juga
melibatkan penututupan beberapa beranda dan serambi terbuka menjadi ruang-
ruang tertutup dengan dinding dan jendela
Pada mulanya, unsur seni rupa Jawa terlihat sedikit di sana-sini dalam
perpaduan dengan bentuk Barat, misalnya pada hiasan tiang-tiang besi di dekat
tangga serambi atau pada lubang lubang angin di loteng. Kemudian, pada
beberapa tahun terakhir ini ada usaha pengindonesiaan dengan menambahkan
ukiran jati dari Jepara pada lis jendela dan gantungan tirai oleh Iwan Tirta.
Hanya tampak depan bangunan utamanya saja yang masih seperti aslinya.
Bangunan bergaya Eropa ini berlantai satu dan mempunyai serambi depan yang
melebar. Bagian depan serambi tidak ditopang dengan saka-saka Yunani,
melainkan dengan sepuluh tiang besi cor. Di serambi terdapat tujuh pintu. Di
antara pintu-pintu itu terdapat dua saka Doria sederhana, tanpa kapitel. Tiga pintu
yang di tengah menuju ke Ruang Garuda. Masing-masing dua pintu di kanan dan
kiri menuju ke ruang-ruang yang berada di kedua sisi bangunan.
5. Halaman
Di halaman luas di depan Gedung Agung berdiri tiang bendera yang di
depannya dikawal oleh sebuah area batu dwarapala. Arca kuno ini adalah satu
dari empat area serupa yang ditemukan di daerah Kalasan.
Di halaman depan, dekat serambi depan, terdapat sebuah arca batu kuno
setinggi tiga setengah meter. Dari kejauhan tampak seperti sebatang lilin besar,
sehingga rakyat Yogyakarta menyebutnya Patung Lilin. Sebenarnya monumen ini
adalah cupuwatu yang merupakan bentuk asli stupa yang disebut dagoba.
Monumen dari batu andesit ini ditemukan di daerah sekitar Prambanan.
Istana Yogyakarta juga menyimpan sekitar 50 arca batu kuno yang
ditemukan di daerah sekitar Yogyakarta. Arca-arca yang dikumpulkan para
residen Belanda ini semula ditempatkan di Benteng Vredenburg. Semua area itu
kini dirawat dan dilestarikan di sebuah sudut halaman belakang Istana.
Istana Yogyakarta merupakan kompleks Istana Kepresidenan yang paling
kecil dari istana-istana lainnya. Di atas lahan itu kini telah berdiri berbagai
bangunan tambahan. Satu bangunan sudah dibangun pada masa Belanda, yakni
untuk wakil residen, terletak di bagian selatan sisi depan. Bangunan itu sekarang
diberi nama Wisma Indraprasta dan dipakai untuk penginapan para pejabat.
Wisma Negara adalah bangunan tambahan yang dibuat pada 1980. Ini
adalah bangunan berlantai dua dengan arsitektur model limasan, sesuai dengan
tempatnya di Yogyakarta. Wisma Negara mempunyai 19 kamar untuk fasilitas
menginap tamu-tamu setingkat menteri, di samping ruang makan dan ruang tamu
yang luas. Selain itu juga dibangun beberapa paviliun kecil - Wisma Sawojajar,
Wisma Bumiretawu, dan Wisma Saptapratala-untuk tempat menginap para
ajudan, dokter, dan para pengawal tamu negara. Peresmian Wisma Negara
dilakukan oleh Menteri Sekretaris Negara Sudharmono pada tahun 1983.
MUSEUM SASMITALOKA
Sejarah dan perkembangan
Sasmitaloka berasal dari bahasa daerah yaitu bahasa Jawa. Secara etimologis
berasal dari kata "Sasmita" berarti pengeling-ngeling, mengingat, mengenang dan
"Loka" berarti tempat. Jadi Sasmitaloka Pangsar Jenderal Sudirman adalah
merupakan tempat untuk mengenang pengabdian, pengorbanan dan perjuangan
Panglima Besar Jenderal Sudirman.
Gedung yang diabadikan menjadi Sasmitaloka Panglima Besar Jenderal
Sudirman mempunyai riwayat yang cukup panjang sesuai dengan
fungsi/pemakaiannya.
1. Pada masa Pemerintahan Hindia Belanda gedung induk tersebut
merupakan tempat tinggal pejabat keuangan Puro Paku Alam VII.
2. Pada masa pendudukan Jepang, gedung ini dikosong kan dan barang-
barangnya disita.
3. Pada tanggal 17 Agustus 1945, gedung ini digunakan sebagai markas
Kompi Tukul batalion Suharto.
4. Pada tanggal 18 Desember 1945 hingga 19 Desember 1948, gedung ini
digunakan sebagai kediaman Pangsar Jenderal Sudirman yang saat itu menjabat
sebagai Panglima Tertinggi TKR.
5. Pada saat Agresi Militer II, setelah kedaulatan Republik Indonesia pada 27
Desember 1949, gedung ini digunakan sebagai kantor Komando Militer Kota
Yogyakarta, lalu asrama Resimen Infantri XIII dan invalid (penyandang cacat),
sebagai Museum Pusat Angkatan Darat pada 17 Desember 1968 hingga akhirnya
diresmikan pada 17 Agustus 1982 sebagai Museum Sasmitaloka Panglima Besar
Jenderal Sudirman
Tata Letak dan Ruangan
Bangunan ini terdiri dari empat bangunan yang terpisah. Rumah induk
merupakan tempat kediaman Jendral Soedirman.
RUANG I : RUANG TAMU
Ruang pertama dari Gedung Sasmitaloka Panglima Besar Jenderal Sudirman
terdapat dua perangkat meja kursi yang berbentuk munton yang beralaskan babut.
Meja kursi yang bentuknya sederhana sekali mencerminkan kepribadian Pak
Dirman yang sederhana, lebih mengutamakan kepentingan perjuangan untuk
negara dan bangsa dari pada kepentingan pribadinya. Di tempat inilah Pak Dirman
menerima tamu-tamu pada waktu itu. Ruang tamu ini dilengkapi dengan 2 (dua)
buah lampu gantung model kuno.
Selain itu di ruang ini terdapat riwayat hidup singkat almarhum Panglima
Besar Jenderal Sudirman. Disamping koleksi benda sejarah tersebut. di ruang ini
juga dipamerkan 3 buah patung setengah badan Jenderal Sudirman dan 1 buah
patung setengah badan Letjen Oerip Sumohardjo Kepala Staf Umum TKR,
Bintang Jasa dan Satya Lencana yang dianugerahkan Pemerintah RI kepada
Jenderal Sudirman.
RUANG II : RUANG SANTAI.
Ruang santai yang terletak di tengah-tengah gedung ini, tidak hanya
berfungsi sebagai ruang keluarga yang dipergunakan oleh Pak Dirman dalam
membina dan mengasuh putra-putrinya namun juga sebagai ruang tamu. Bahkan
sering pula dipergunakan oleh Pak Dirman untuk membicarakan masalah-masalah
yang ada kaitannya dengan perjuangan bangsa Indonesia. Dalam ruangan ini
dipamerkan koleksi benda sejarah seperti radio kuno merek PhiIIips dan barang
pecah belah yang pernah dipergunakan oleh Pak Dirman dengan keluarga.
Di samping itu lukisan Pangsar Jenderal Sudirman yang sedang melakukan
Pemeriksaan pasukan di Alun-aIun Utara Yogyakarta, Pangsar Sudirman naik
kuda dan Pangsar Jenderal Sudirman ditandu ketika sedang bergerilya.
RUANG III : RUANG KERJA.
Ruang ketiga ini merupakan ruang kerja Pak Dirman. Dari ruang inilah Pak
Dirman menyelesaikan tugas-tugasnya dan mengatur kebijakan perjuangan TNI.
Di sini dipamerkan koleksi benda-benda semasa itu yang dipergunakan Pak
Dirman seperti :
- Pesawat telepon, meja kursi kerja, meja kursi tamu, lemari arsip.
-Replika keris yang senantiasa dibawa Pak Dirman sewaktu melaksanakan dan
memimpin perang gerilya.
-Pedang samurai sewaktu Pak Dirman menjadi Opsir Peta.
-Senjata Lee Enfeild (LE), pistol Vickers dan mitraliur.
-Piagam penghargaan dan tanda jasa yang dianugerahkan Pemerintah RI kepada
Pak Dirman.
RUANG IV : RUANG TIDUR TAMU.
Ruang ini dahulu berfungsi sebagai ruang tidur tamu Pak Dirman baik
keluarga/saudara ataupun teman-teman seperjuangan Pak Dirman. Di dalam
ruangan ini disajikan koleksi benda sejarah, antara lain: tempat tidur, almari
pakaian. kursi tamu dan photo pemandangan.
RUANG V : RUANG TIDUR PANGSAR.
Ruang inilah yang telah dipergunakan oleh Pak Dirman sebagai kamar tidur
selama beliau tinggal di gedung ini. Di dalam ruangan ini dipamerkan seperangkat
tempat tidur lengkap dengan sebuah almari pakaian dan sebuah dipan tempat
sembahyang beserta rekalnya.
Pak Dirman tidak hanya terkenal sebagai seorang pemimpin yang bijaksana,
pemimpin yang teguh serta memiliki disiplin tinggi, tetapi juga terkenal sebagai
orang yang taat beragama. Di samping koleksi benda sejarah tersebut, di ruangan
ini terdapat patung lilin Pak Dirman dalam ukuran nyata duduk di kursi lengkap
dengan mantel ikat kepala, pakaian serta sandal asli yang pernah dipakai beliau,
sebuah lukisan Pak Dirman beserta Ibu dengan busana tradisionaI Jawa, mesin
jahit merek Singer yang merupakan benda kesayangan Ibu Dirman.
Benda tersebut menjadi pelipur rasa kesepian di kala Ibu Dirman di tinggal
tugas sang suami tercinta dan sering dipergunakan Ibu Dirman untuk menjahit
pakaian Pak Dirman serta pakaian putra-putri beliau.
RUANG VI : RUANG TIDUR PUTRA-PUTRI PANGSAR
Bersebelahan dengan ruang tidur Pak Dirman, terdapat sebuah ruangan yang
dipergunakan untuk kamar tidur putra-putri Pak Dirman. Dari perkawinan dengan
seorang gadis bernama Sfti Alfiah itu Pak Dirman dikaruniai 9 (sembilan) orang
anak. Perhatian dan kasih sayang Pak Dirman terhadap putra-putrinya sangat
besar. Belau sering menasehati putra-putrinya bersungguh-sungguh dalam
mencari ilmu agar kelak menjadi orang yang berguna bagi Nusa, Bangsa dan
Negara. Inilah salah satu amanat beliau :
"Rungokno kandaku ya ngger Marga arep tak tinggal lunga. Kang prihatin
nanging gembira Ngupakara manungsa lara."
Bangunan di sisi utara rumah induk memiliki tiga ruangan yang masing-
masing berfungsi sebagai ruang sekretariat.
RUANG SEKRETARIAT
Sewaktu Pak Dirman tinggal disini, ruang ini dipergunakan sebagai ruang
sekretariat. Saat ini, dipakai sebagai ruangan untuk menyimpan koleksi benda
sejarah yang erat hubungannya dengan jabatan Panglima Besar Pak Dirman antara
lain: seperangkat meja kursi yang pernah dipakai Letnan Kolonel Isdiman
sewaktu mengusulkan Kolonel Sudirman untuk dipilih dan diangkat menjadi
Panglima Angkatan Perang Republik Indonesia dihadapan Pak Urip Sumohardjo
dan Pak Gatot Subroto. Di dinding ruangan ini terpampang foto setengah badan
Letkol Isdiman dan Sumpah Anggota Pimpinan Tentara
RUANG PALAGAN AMBARAWA.
Di dalam ruangan ini terdapat maket dan peta pertempuran di Ambarawa
atau yang lebih dikenal dengan Palagan Ambarawa. Suatu peristiwa
kepahlawanan Bangsa Indonesia dalam menghadapi Sekutu. Pertempuran diawali
sejak bulan Oktober 1945 dan berakhir dengan dikuasainya Kota Ambarawa oleh
Pasukan TKR dan para pejuang Republik Indonesia yang dipimpin langsung oleh
Kolonel Sudirman pada tanggal 15 Desember 1945.
Kemenangan itu merupakan satu peristiwa gemilang yang tercatat dalam
sejarah perang kemerdekaan di Indonesia. Kemenangan itu pula yang telah
meyakinkan Pemerintah Republik Indonesia untuk mengangkat Kolonel Sudirman
sebagai Panglima Besar Angkatan Perang Republik Indonesia pada tanggal 18
Desember 1945 dengan pangkat Jenderal. Di dalam ruangan ini juga dipamerkan
dua buah senjata mesin ringan dan beberapa foto pelaku sejarah pertempuran
Ambarawa.
RS PANTI RAPIH.
Panglima Besar Jenderal Sudirman yang selalu bekerja beras tanpa
mengenal waktu, mulai terganggu kesehatannya. Dari hasil pemeriksaan dokter
diketahui bahwa paru-parunya terserang penyakit, sehingga salah satu paru-paru
Pak Dirman yang sebelah kiri harus diistirahatkan dan harus dioperasi. Di tengah-
tengah situasi dimana Angkatan Perang Rl sedang menumpas Pemberontakan PKI
di Madiun, pada akhir bulan Nopember 1948.
Pak Dirman menjalani operasi di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta.
Namun demikian, mengingat situasi negara bertambah gawat maka tanpa
menghiraukan rasa sakit Pak Dirman masih juga
bekerja, mengatur dan menyusun rencana miIiter
dengan para perwira lainnya di rumah sakit, sekalipun
saat itu Pak Dirman harus duduk di atas kursi roda.
Suasana tersebut digambarkan dengan jelas dalam
sebuah ruangan evokatif.
SASANA WIRATAMA
Sejarah dan perkembangan
Museum ini sering disebut sebagai monumen Diponegoro karena merupakan
bekas rumah kediaman Pangeran Diponegoro seorang bangsawan Kraton
Yogyakarta yang terkenal sebagai patriot dalam melawan penjajah Belanda antara
tahun 1825-1830. Terletak sekitar 4 kilometer dari pusat kota Jogja tepatnya di
kampung Tegalrejo, Kecamatan Tegalrejo, Kota Yogyakarta.
Sejarah Ringkas Tanah seluas 2,5 hektar yang awalnya dikelola oleh Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan, diserahkan oleh ahli waris Pangeran Diponegoro,
Raden Ayu Kanjangteng Diponegoro, untuk dijadikan Monumen setelah
menandatangani surat penyerahan bersama Nyi Hadjar Dewantara dan Kanjeng
Raden Tumenggung Purejodiningrat. Di atas tanah yang kini menjadi milik
Kraton Yogyakarta itu mulai pertengahan tahun 1968 hingga 19 agustus 1969
dibangun sebuah monumen pada bangunan pringgitan yang menyatu dengan
pendopo tepat di tengah komplek yang diprakarsai oleh Mayjen Surono yang saat
itu menjabat Panglima Kodam (PANGDAM) serta diresmikan oleh Presiden
Suharto. Tempat ini kemudian dinamakan Sasana Wiratama yang artinya tempat
prajurit.
Bangunan
Monumen Pangeran Diponegoro merupakan pahatan relief pada dinding
pringgitan dengan panjang 20 meter dan tinggi 4 meter, menceritakan keadaan
Desa Tegalrejo yang damai dan tentram, perang Pangeran Diponegoro melawan
Pemerintahan Belanda hingga tertangkap di Magelang. Monumen ini dipahat oleh
seniman patung Drs. Saptoto dari Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI), dibantu
Sutopo, Sokodiharjo, dan Askabul. Di kedua sisi monumen terdapat terdapat
lukisan diri Pangeran di sebelah barat dan lukisan Pangeran sedang menunggang
kuda hitam siap untuk berperang di sebelah timur.
Museum
Koleksi Museum Diponegoro berjumlah 100 buah, yang terdiri dari berbagai
senjata asli laskar Diponegoro mulai dari senjata perang, koin, batu akik hingga
alat rumah tangga. Berbagai senjata seperti tombak, keris, pedang, panah, "bandil"
(semacam martil yang terbuat dari besi), "patrem" (senjata prajurit perempuan),
hingga "candrasa" (senjata tajam yang bentuknya mirip tusuk konde) yang biasa
digunakan "telik sandi" (mata-mata) perempuan. Sedangkan sejumlah alat rumah
tangga buatan tahun 1700-an yang terbuat dari kuningan terdiri dari tempat sirih
dan "kecohan"-nya (tempat mebuang ludah), tempat "canting" (alat untuk
membatik), teko "bingsing", bokor hingga berbagai bentuk "kacip" (alat
membelah pinang untuk makan sirih).
Di museum ini juga tersimpan dua senjata keramat, yaitu sebuah keris
dengan lekukan 21 bernama Kyai Omyang, buatan seorang empu yang hidup pada
masa Kerajaan Majapahit dan pedang yang berasal dari Kerajaan Demak. Kedua
senjata tersebut dipercaya dapat menolak bala.
Selain itu juga terdapat sebuah patung Ganesha berukuran kecil, tali Kuda
untuk menarik kereta kuda pemberian HB VIII, sepasang patung Loro Blonyo
serta sepasang lampu hias. Di dalam pendopo bisa dilihat seperangkat alat
gamelan milik HB II buatan tahun 1752 berupa ketipung (gendang kecil) dan
wilahan boning penembung yang terbuat dari kayu dan perunggu berwarna merah
dan kuning. Seluruh "wilahan" atau besinya masih asli, hanya kayu gamelan saja
yang sudah diganti karena lapuk termakan usia. Juga terdapat sepasang meriam di
depan serta satu meriam di sebelah timur pendopo.
Selain tembok jebol, Padasan dan Batu Comboran, peninggalan pangeran
lainnya terdapat di Magelang (Kitab Al Qur'an, Cangkir dan Teko, Jubah
Pangeran serta Empat Kursi Satu Meja), di Museum Satria Mandala Jakarta
(Pelana Kuda dan Tombak) serta sebuah keris milik Pangeran yang belum
dikembalikan dan masih disimpan di Belanda.
Tembok Jebol
Tembok di belakang rumah Pangeran Diponegoro
yang dulu pernah dijebol oleh Pangeran untuk melarikan diri masih tetap utuh
seperti dahulu dan dijadikan tempat untuk mengenang peristiwa tersebut.
Pangeran menjebol tembok tersebut hanya dengan kepalan tangan kosong. Hal
yang sangat mengagumkan. Tembok jebol tersebut menjadi saksi bisu perjuangan
Pangeran diponegoro dan menunjukan betapa kuatnya tekad, semangat, dan
kekuatan Pangeran Diponegoro.
Tempat Wudhu dan Camboran
Tempat wudhu yang berada di sebelah
kiri pendopo merupakan tempat wudhu
yang dahulu digunakan oleh Pangeran
Diponegoro
Camboran ini merupakan tempat makan
kuda yang biasa digunakan oleh kuda-
kuda milik Pangeran Diponegoro
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Banyak pengorbanan yang telah diberikan oleh pahlawan-pahlawan demi kemerdekaan
Indonesia. Bukan hanya harta, bahkan nyawa pun telah dikorbankan. Namun perjuangan
tersebut berbuahkan hasil. Indonesia dapat merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945.
Sebagai generasi muda kita wajib mengetahui sejarah berdirinya Indonesia dan
berkewajiban untuk membela, melindungi, dan mengisi kemerdekaan Republik Indonesia.
Dan untuk itu kita juga perlu menghargai jasa-jasa pahlawan. Karena bangsa yang besar
adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawan-pahlawannya.
B. Penutup
Demikian laporan ini saya buat dengan penuh kesungguhan. Semoga praktek lapangan
dan laporan praktek lapangan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Winarni, dkk. Buku Panduan Benteng Vredeburg Yogyakarta. 2009. Yogyakarta.
Buku Panduan Gedung Agung
Brosur wisata terbitan Monjali
http://www.yogyes.com/id/yogyakarta-tourism-object/museum-and-monument/sasana-wiratama/
http://www.yogyes.com/id/yogyakarta-tourism-object/museum-and-monument/monjali/
http://www.yogyes.com/id/yogyakarta-tourism-object/museum-and-monument/sasmitaloka
http://id.wikipedia.org/wiki/Gedung_Agung
http://www.presidenri.go.id/istana/index.php/statik/profil/istana/yogya.html
http://navigasi.net/goart.php?a=tbvanwij