Download - laporan pkm internship
KODE KEGIATAN : F.4
UPAYA PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sekarang ini masalah gizi mengalami perkembangan yang sangat pesat, Malnutrisi
masih saja melatar belakangi penyakit dan kematian anak, meskipun sering luput dari
perhatian. Sebagian besar anak di dunia 80% yang menderita malnutrisi bermukim di wilayah
yang juga miskin akan bahan pangan kaya zatgizi, terlebih zat gizi mikro. Keadaan kesehatan
gizi tergantung dari tingkat konsumsi yaitu kualitas hidangan yang mengandung semua
kebutuhan tubuh. Akibat dari kesehatan giziyang tidak baik, maka timbul penyakit gizi,
umumnya pada anak balita diderita penyakit gizi. Hubungan antara kecukupan gizi dan
penyakit infeksi yaitu sebab akibat yang timbal balik sangat erat. Berbagai penyakit
gangguan gizi dan gizi buruk akibatnya tidak baiknya mutu / jumlah makanan yang tidak
sesuai dengan kebutuhan tubuh masing ± masing orang.
Analisis epidemiologi dari 53 negara sedang berkembang mengindikasikan bahwa
56% kematian pada anak-anak 6-59 bulan dipicu oleh potensiasi malnutrisi dengan penyakit
infeksius dan malnutrisi ringan-sedang sebanyak 83% dari kematian tersebut. Kurang energi
protein (KEP) atau malnutrisi adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan karena rendahnya
konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka
Kecukupan Gizi (AKD).
Krisis pangan dan gizi yang terjadi selama dua tahun terakhir menunjukkan bahwa
Sistem Kewasapadaan Pangan dan Gizi (SKPG) yang dilaksanankan saat ini tidak mampu
mewaspadai ancaman krisis pangan dan gizi di masyarakat. Dalam menanggulangi keadaan
krisis pangan dan gizi pemerintah Indonesia telah memutuskan untuk melaksanakan program
Jaringan Perlindungan Sosial (JPS), yang salah satu kegiatan utamanya adalah revitalisasi
1
SKPG di Dati II. Didalam revitalisasi SKPG dilakukan serangkaian kegiatan, mulai dari
penyempurnaan petunjuk teknis pelaksanaan, advokasi secara berjenjang, pelatihan,
pembinaan kerjasama lintas sektor serta operasional SKPG di Dati II.
Masalah gizi buruk dapat diantisipasi dengan upaya pencegahan dan penanggulangan
secara terpadu disetiap tingkat pelayanan kesehatan, termasuk pada sarana kesehatan seperti
rumah sakit, puskesmas perawatan, puskesmas, balai pengobatan, puskesmas pembantu, pos
pelayanan terpadu, dan pusat pemulihan gizi yang disertai peran aktif masyarakat, sehingga
dampak negatif kekurangan pangan dan gizi dapat dicegah dan ditanggulangi secara cepat
apabila gejala dan penyebab masalahnya diketahui secara dini.
2
BAB II
PERMASALAHAN DI KELUARGA, MASYARAKAT DAN KASUS
2.1 Permasalahan Kasus dan Keluarga
2.1.1 Data Pasien dan Orangtua
Data Pasien
Nama : An. CC
Umur : 3 tahun 3 bulan
Alamat : Muara RT 04 RW10 Desa Sugihmukti, Kabupaten Bandung
Data Orangtua
Nama Ayah : Tn. T
Usia : 29 tahun
Pendidikan Terakhir : SD
Pekerjaan : Buruh Tani
Alamat : Muara RT 04 RW10 Desa Sugihmukti, Kabupaten Bandung
Nama Ibu : Ny. A
Usia : 21 tahun
Pendidikan Terakhir : SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Muara RT 04 RW10 Desa Sugihmukti, Kabupaten Bandung
Riwayat Makanan
Pasien tidak mendapat ASI dari lahir dan hanya diberi air tajin. Saat ini pasien jarang
sekali makan dengan lauk pauk, sayur mayur, buah-buahan dan minum susu.
Riwayat Imunisasi
Pasien tidak pernah mendapat imunisasi sejak lahir.
Riwayat Keluarga
Tidak ada keluarga yang mempunyai keluhan seperti pasien.
3
Riwayat Penyakit/Alergi
Pasien tidak mempunyai alergi sebelumnya
Riwayat Persalinan
Pasien dilahirkan cukup bulan, ditolong paraji, BBL 2700 gram. Selama hamil, ibu
pasien jarang memeriksakan kehamilannya ke petugas kesehatan. Riwayat mengkonsumsi
obat-obatan selama hamil tidak diketahui.
Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Pertumbuhan dan perkembangan pada awalnya normal, tetapi seiring waktu lebih lambat
dari anak seusianya. Sejak usia 8 bulan berat badan pasien tidak tampak mengalami kenaikan.
2.1.2 Status Gizi Pasien
Status Gizi Pasien
Berat badan : 9 kg
Tinggi badan : 93 cm
Klasifikasi status gizi berdasarkan indikator berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) anak
laki-laki umur 3 tahun adalah ≤ 11,9 (sangat kurus (< 3 SD)).
2.1.3 Kondisi Sosioekonomi Keluarga Pasien
Pasien berasal dari keluarga kurang mampu. Ayah pasien bekerja tidak tetap kadang
sebagai buruh tani, dengan pendapatan tidak tetap, sedangkan ibu pasien tidak bekerja.
Penghasilan keluarga sekitar 25-30 ribu per minggu. Dengan pendapatan sebesar itu,
kebutuhan pangan untuk membeli bahan-bahan kebutuhan pokok tidak mencukupi sehingga
asupan gizi terutama protein yang diberikan pada anaknya kurang. Pasien tinggal di rumah
dengan kondisi yang kurang layak untuk ditempati dan kebersihannya kurang diperhatikan.
4
2.2 Permasalahan Masyarakat
Banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya gizi buruk dan faktpr tersebu saling
berkaitan. Secara langsung, pertama: anak kurang mendapat asupan gizi seimbang dalam
waktu cukup lama, dan kedua: anak menderita penyakit infeksi. Anak yang sakit, asupan zat
gizi tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh secara optimal karena adanya gangguan penyerapan
akibat penyakit infeksi. Secara tidak langsung penyebab terjadinya gizi buruk yaitu tidak
cukupnya persediaan pangan di rumah tangga, pola asuh kurang memadai, dan
sanitasi/kesehatan lingkungan kurang baik serta akses pelayanan kesehatan terbatas. Akar
amsalah tersebut berkaitan erat dengan rendahnya tingkat pendidikan, tingkat pendapatan,
dan kemiskinan keluarga. Faktor risiko penyebab gizi buruk di desa Sugihmukti adalah factor
social budaya dan ketidaktahuan, rendahnya daya beli dan masih tingginya penyakit infeksi.
5
BAB III
PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI
3.1 Penegakkan Diagnosis
Kekurangan Energi Protein (KEP) diklasifikasikan menjadi KEP ringan, sedang dan
berat.
a. KEP ringan
Bila berat badan menurut umur (BB/U) 70-80% baku median WHO-NCHS dan/atau
berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) 80-90% baku median WHO-NCHS
b. KEP sedang
Bila BB/U 60-70% baku median WHO-NCHS dan/atau BB/TB 70-80% baku median
WHO-NCHS
c. KEP berat
Bila BB/U < 60% baku median WHO-NCHS dan/atau BB/TB < 70% baku median
WHO-NCHS.
KEP berat secara klinis dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Kwashiorkor
Ini selalu berlaku pada anak-anak berumur 1 – 4 tahun walaupun dapat berlaku
pada anak yang lebih tua dan orang dewasa. Tanda yang paling umum adalah edema
yang selalu bermula pada kaki dan tungkai bawah yang menyebar, pada kondisi yang
lebih lanjut, ke tangan dan muka. Edema dapat dideteksi dengan produksi ”pit”
setelah diberi tekanan biasa selama 3 detik dengan ibu jari ke atas ujung bawah tibia
dan dorsum kaki. Oleh karena edema ini, anak-anak dengan kwashiorkor bisa
kelihatan gendut dan ibubapa anak berpendapat bahwa anak mereka ternutrisi baik.
Tanda dan gejalanya:
• Edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki (dorsum pedis)
• Wajah membulat dan sembab
• Pandangan mata sayu
• Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa
rasa sakit, rontok
6
• Perubahan status mental, apatis, dan rewel
• Pembesaran hati
• Otot mengecil (hipotrofi),
• Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna
menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis)
• Sering disertai: - penyakit infeksi, umumnya akut yaitu anemia dan diare.
2. Marasmus
Ini disebabkan oleh prolonged starvation. Ini juga dapat disebabkan oleh infeksi
kronis atau berulang dengan intake makanan yang sangat marginal. Tanda yang umum
sekali adalah wasting berat dan anak kelihatan sangat kurus tan tidak berlemak karena
lemak dan massa otot sudah digunakan untuk dijadikan energi. Terdapat wasting berat
pada pundak, tangan, pantat dan paha. Tanda dan gejalanya. Yaitu:
Tampak sangat kurus, hingga tulang terbungkus kulit
Wajah seperti orang tua
Cengeng, rewel
Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (pada
daerah pantat tampak seperti memakai celana longgar/”baggy pants”)
Perut cekung
Iga gambang
Sering disertai penyakit infeksi (umumnya kronis berulang) dan diare.
3. Marasmic-Kwashiorkor
Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klnik Kwashiorkor
dan Marasmus, dengan BB/U <60% baku median WHO-NCHS disertai edema yang
tidak mencolok
Sifat-sifat yang membedakan
Kwashiorkor Marasmus
Faktor penyebab utama
Lama perkembangan
Tanda fisik yang ditemukan, gambaran
↓ protein dan stres (luka, pembedahan dan infeksi) Beberapa minggu
Biasa/cukup makan
↓ kalori (terutama)
Beberapa bulan sampai beberapa tahun Kurus/kurang makan
7
umum
Penurunan berat badan
Edema Rambut
Albumin serum, transferin, atau prealbumin
Mortalitas
Tidak ada atau sedikit sekali (dapat tertutup oleh edema) Ada Mudah dicabut, hilangnya pigmen rambut (rambut jagung) Menurun
Tinggi (↓ daya penyembuhan luka, imunokompeten, me ↑ infeksi)
Ada
Tidak ada Normal
Normal
Rendah (kecuali jika disebabkan oleh penyakit yang mendasari)
3.2 Pengobatan KEP
3.2.1 Terapi KEP Berdasarkan Tingkatannya
a. KEP I (KEP Ringan)
Penyuluhan gizi/nasehat pemberian makanan di rumah (bila penderita rawat
jalan)
Memberikan ASI eksklusif (bayi < 4 bulan) dan terus memberikan ASI
sampai 2 tahun
Bila dirawat inap untuk penyakit lain: makanan sesuai dengan penyakitnya
agar tidak jatuh menjadi KEP sedang/berat dan untuk meningkatkan status gizi
b. KEP II (KEP sedang)
Rawat jalan
Nasehat pemberian makanan dan vitamin serta teruskan ASI, selalu dipantau
kenaikan BB.
Tidak Rawat Jalan
Dapat dirujuk ke puskesmas untuk penanganan masalah gizi
Rawat Inap
Makanan tinggi energi dan protein dengan kebutuhan energi 20-50% di atas
AKG.
8
c. KEP III (KEP berat)
Pada tatalaksana rawat inap KEP berat di RS, terdapat 5 aspek penting:
1. Prinsip dasar pengobatan rutin KEP berat (10 langkah utama)
2. Pengobatan penyakit penyerta
3. Kegagalan pengobatan
4. Penderita pulang sebelum rehabilitasi tuntas
5. Tindakan pada kegawatan
9
ALUR PELAYANAN BALITA KEP DI RUMAH SAKIT
6.
7.8.9.10.11.12.
Pulang
10
ANAK
Rujukan Datang sendriri
Poli Anak
Poli Gawat Darurat
Penyakit Berat Penyakit Ringan Gizi Buruk Gizi Sedang/Ringan
Rawat Inap RS
- Pengobatan Penyakit
- 10 Langkah tatalaksana gizi buruk
Rawat Inap RS
- Pengobatan Penyakit
- Penambahan Energi & Protein 20%-50% di atas AKG
Rawat Inap RS
- 10 Langkah Tata laksana gizi buruk
Rawat Jalan
- Penambahan Energi & Protein 20%-50% di atas AKG
Penyakit Status Gizi
POSYANDU
RUMAH TANGGA
PUSKESMAS
3.2.2 Kebutuhan Kalori
1. Kebutuhan Kalori (Holiday/Segar)
0 – 10 kg : 1000 kal/kg BB
11 – 20 kg : 1000 ditambah 50 kal / kg BB
> 20 kg : 1500 ditambah 25 kal / kg BB
Contoh:
BB : 25 kg
Kebutuhan kalori: 1500 + ( 25 x5 )
= 1625 kkal
2. Perhitungan Kebutuhan Kalori (WHO)
a. Kebutuhan dasar kalori (anak usia 10-17 tahun)
Laki-laki : BMR = 17,5 x BB (kg) + 651
Perempuan : BMR = 12,2 x BB (kg) + 746
b. Faktor aktivitas = 1,2 – 1,5%
Suhu 1 di atas 37 C ditambah 12% BMR
c. Faktor stress : Infeksi ringan-berat: 1,3 – 1,55%
3. Kandungan Kalori
Karbohidrat : 4 kkal/1gr
Lemak : 9 kkal/1gr
Protein : 4 kkal/1gr
Glukosa : 3,4 kkal/1gr
4. Kebutuhan Protein
Umur (tahun)gr/kg
0-1 : 2.5
1-3 : 2
4-6 : 1.8
6-10 : 1.5
10-18 : 1-1.5
5. Kebutuhan energi
Umur Kkal/kg/hari
<1 80-95
11
1-3 75-90
4-6 65-75
7-10 5-75
11-18 45-55
6. Koreksi berat badan jika ada edema:
Palpebra 5%
Tungkai 5-10%
Ascites 10-15%
Scrotal 15-20%
Efusi pleura 20-25%
Hydrothorak 25-30
3.2.3 Pengobatan KEP Berat
Dalam proses pengobatan KEP berat/Gizi buruk terdapat 3 fase yaitu:
Fase stabilisasi: (hari ke1-7), pada fase ini diusahakan mengatasi komplikasi berupa
dehidrasi, hipoglikemia dan infeksi, bersamaan dengan dimulainya terapi nutrisi.
Fase transisi: (minggu ke2). Pada fase ini, terjadi peningkatan jumlah masukan
nutrisi dan terjadi peningkatan berat badan. Selain itu stimulasi emosi dan fisik
ditingkatkan, sedangkan ibu atau pengasuh dilatih untuk melanjutkan pengasuhan di
rumah hingga persiapan anak dipulangkan
Fase rehabilitasi. (minggu ke 3-7). Fase ini anak telah dipulangkan. Anak dan
keluarga dipantau untuk mencegah adanya kekambuhan serta menilai adanya
perkembangan fisik, mental dan emosi anak.
Tata laksana ini digunakan pada semua penderita KEP Berat/Gizi Buruk
(Kwashiorkor, Marasmus maupun Marasmik-Kwashiorkor).
12
Bagan dan jadwal pengobatan sebagai berikut:
No FASE STABILISASI TRANSISI REHABILITASI
Hari ke 1-2 Hari ke 2-7 Minggu ke-2 Minggu ke 3-7
1 Hipoglikemia
2 Hipotermia
3 Dehidrasi
4 Elektrolit
5 Infeksi
6 MulaiPemberian
Makanan
7 Tumbuh kejar/peningkatan pemberian makanan
8 Mikronutrien Tanpa Fe dengan Fe
9 Stimulasi
10 Tindak lanjut
A. Prinsip dasar pengobatan rutin KEP berat ( 10 langkah utama)
1. Atasi/cegah hipoglikemia
2. Atasi/cegah hipotermia
3. Atasi/cegah dehidrasi
4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
5. Obati/cegah infeksi
6. Mulai pemberian makanan
7. Koreksi defisiensi nutrien mikro
8. Fasilitas tumbuh-kejar (catch-up growth)
9. Lakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental
10. Siapkan dan rencanakan tindak lanjut setelah sembuh
1. Pengobatan atau pencegahan hipoglikemia
Hipoglikemia dan hipotermia biasanya terjadi bersama-sama, sebagai tanda adanya
infeksi,. Periksa kadar gula darah bila ada hipotermia (suhu ketiak < 360 C/suhu dubur <
13
360 C). Pemberian makanan yang sering penting untuk mencegah kedua kondisi tersebut.
Bila kadar gula darah di bawah 50 mg/dL, berikan :
- 50 mL bolus (pemberian sekaligus) glukosa 10% atau larutan sukrosa 10% (1 sdt gula
dalam 5 sdm air) p.o. atau pipa nasogastrik
- Selanjutnya berikan larutan tersebut setiap 30 menit selama 2 jam (setiap kali berikan
¼ bagian dari jatah untuk 2 jam)
- Berikan antbiotik (langkah 5)
- Secepatnya berikan makan setiap 2 jam, siang dan malam (langkah 6)
Pemantauan :
- Bila kadar glukosa darah rendah, ulangi pemeriksaan gula darah dengan darah dari
ujung jari atau tumit setelah 2 jam
- Sekali diobati, kebanyakan anak akan stabil dalam 30 menit
- Bila gula darah turun lagi sampai < 50 mg/dL, ulang pemberian 50 mL (bolus) larutan
glukosa 10% atau sukrosa, dan teruskan pemberian setiap 30 menit sampai stabil
- Ulangi pemeriksaan gula darah bila suhu aksila < 360 C dan/atau kesadaran menurun
Pencegahan :
- Mulai segera pemberian makanan setiap 2 jam (langkah 6), sesudah dehidrasi yang
ada dikoreksi
- Selalu memberikan makanan sepanjang malam
Catatan : Bila tidak dapat memeriksa kadar glukosa darah, anggaplah setiap anak KEP
berat menderita hipoglikemia dan atasi segera.
2. Pengobatan/Pencegahan Hipotermia
Bila suhu ketiak < 360 C :
- Periksa suhu rektal dengan menggunakan termometer suhu rendah.
- Bila tidak tersedia termometer suhu rendah dan suhu anak sangat rendah pada
pemeriksaan dengan temometer biasa, anggap anak menderita hipotermia
Bila suhu dubur < 360 C :
- Segera beri makanan cair/formula khusus (mulai dengan rehidrasi bila perlu)
- Hangatkan anak dengan pakaian atau selimut sampai menutup kepala, letakkan dekat
lampu atau pemanas (jangan gunakan botol air panas) atau peluk anak di dada ibu,
dan selimuti
- Berikan antibiotik (langkah 5)
14
Pemantauan :
- Periksa suhu dubur setiap 2 jam sampai suhu mencapai < 36,50 C, bila memakai
pemanas ukur setiap 30 menit
- Pastikan anak selalu terbungkus selimut sepanjang waktu, terutama malam hari
- Raba suhu anak
- Bila ada hipotermia, periksa kemungkinan hipoglikemia
Pencegahan :
- Segera beri makan/formula khusus setiap 2 jam (langkah 6)
- Sepanjang malam selalu beri makan
- Selalu selimuti dan hindari basah
- Hindari paparan langsung dengan udara (mandi atau pemeriksaan medis terlalu lama)
3. Pengobatan/Pencegahan Dehidrasi
Jangan menggunakan jalur intravena untuk rehidrasi kecuali pada keadaan syok.
Lakukan pemberian cairan infus dengan hati-hati, tetesan perlahan-lahan untuk menghindari
beban sirkulasi dan jantung (penanganan kegawatan).
Cairan rehidrasi oral standar WHO mengandung terlalu banyak Na dan kurang K
untuk penderita KEP berat. Sebagai pengganti, berikan larutan garam khusus yaitu ReSoMal
atau penggantinya.
Tidaklah mudah untuk memperkirakan status dehidrasi pada KEP berat dengan
menggunakan tanda-tanda klinis saja. Jadi, anggap semua anak KEP berar dengan diare encer
mengalami dehidrasi sehingga harus diberi :
- Cairan Resomal/pengganti sebanyak 5 mL/kgBB setiap 30 menit selama 2 jam p.o
atau lewat pipa nasogastrik
- Selanjutnya beri 5-10 mL/kgBB/jam untuk 4-10 jam berikutnya; jumlah tepat yang
harus diberikan tergantung berapa banyak anak menginginkannya dan banyaknya
kehilangan cairan melalui tinja dan muntah
- Ganti Resomal/cairan pengganti pada jam ke-6 dan ke-10 dengan formula khusus
sejumlah yang sama, bila keadaan rehidrasi menetap/stabil
- Selanjutnya mulai beri formula khusus (langkah 6)
- Selama pengobatan, pernapasan cepat dan nadi lemah akan membaik, dan anak mulai
kencing
15
Pemantauan :
- Penilaian atas kemajuan proses rehidrasi setiap ½-1 jam selama 2 jam pertama tiap
jam untuk 6-12 jam, dengan memantau :
Denyut nadi
Pernapasan
Frekuensi kencing
Frekuensi diare/muntah
- Adanya air mata, mulut basah, kecekungan mata dan ubun-ubun besar yang
berkurang, perbaikan turgor kulit, merupakan tanda bahwa rehidrasi telah
berlangsung, tetapi pada KEP berat perubahan ini sering kali tidak terlihat, walaupun
rehidrasi sudah tercapai. Pernapasan dan denyut nadi yang cepat dan menetap selama
rehidrasi menunjukkan adanya infeksi atau kelebihan cairan.
- Tanda kelebihan cairan : frekuensi pernapasan dan nadi meningkat, edema dan
pembengkakan kelopak mata bertambah. Bila ada tanda-tanda tersebut, hentikan seger
pemberian cairan dan nilai kembali estela 1 jam
Pencegahan :
- Bila diare encer berlanjut
- Teruskan pemberian formula khusus (langkah 6)
- Ganti cairan yang hilang dengan Resomal/pengganti (jumlah kurang lebih sama)
sebagai pedoman, berikan Resomal/pengganti sebanyak 50-100 mL setiap kali buang
air besar
- Bila masih mendapat ASI teruskan
4. Koreksi Gangguan Keseimbangan Elektrolit
Pada semua KEP berat terjadi kelebihan Na tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah.
Defisiensi K dan Mg sering terjadi dan paling sedikit perlu 2 minggu untuk pemulihan.
Ketidakseimbangan elektrolit ini ikut berperan dalam terjadinya edema (jangan obati
edema dengan pemberian diuretik). Berikan :
- K 2-4 mEq/kgBB/hari (150-300 mg KCL/kgBB/hari)
- Mg 0,3-0,6 mEq/kgBB/hari (7,5-15 mg MgCl2/kgBB/hari)
- Untuk rehidrasi, beri cairan rendah Na (Resomal/pengganti)
- Siapkan makanan tanpa diberi garam
16
Tambahan K dan MG dapat disiapkan dalam bentuk larutan yang ditambahkan
langsung pada makanan. Penambahan 20 mL larutan pada 1 L formula, dapat memenuhi
kebutuhan K dan Mg.
5. Pengobatan dan Pencegahan Infeksi
Pada KEP berat, tanda yang biasanya menunjukkan adanya infeksi seperti demam
seringkali tidak tampak, karenanya pada semua KEP berat beri secara rutin :
- Antibiotik spektrum luas
- Vaksinasi campak bila usia anak > 6 bulan dan belum pernah diimunisasi (bila
keadaan anak sudah memungkinkan, paling lambat sebelum anak dipulangkan)
- Ulangi pemberian vaksin setelah keadaan gizi anak menjadi baik
Beberapa ahli memberikan metronidazol (7,5 mg/kgBB, setiap 8 jam selama 7 hari)
sebagai tambahan pada antibiotik spektrum luas guna mempercepat perbaikan mukosa
usus dan mengurangi risiko kerusakan oksidatif dan infeksi sistemik akibat pertumbuhan
bakteri anaerob dalam usus halus.
Pilihan antibiotik spektrum luas :
- Bila tanpa penyulit : Kotrimoksazol 5 mL suspensi pediatri p.o. 2x/hari selama 5 hari
(2,5 mL bila BB < 4 kg)
- Bila anak sakit berat (apatis, letargi) atau ada penyulit (hipoglikemia, hipotermia,
infeksi kulit, salutan napas, atau saluran kencing), berikan :
- Ampisilin 50 mg/kgBB i.m./i.v. setiap 6 jam selama 2 hr, kemudian p.o.
amoksisilin 15 mg/kgBB setiap 8 jam, selama 5 hr
- Bila amoksisilin tidak ada, teruskan ampisilin 50 mg/kgBB setiap 6 jam p.o.
- Gentamisin 7,5 mg/kgBB/i.m./i.v. sekali sehari, selama 7 hari
- Bila dalam 48 jam tidak terdapat kemajuan klinis, tambahkan kloramfenikol 25
mg/kgBB/i.m./i.v. setiap 6 jam selama 5 hari
Bila terdapat infeksi kuman yang spesifik, tambahkan antibiotik spesifik yang sesuai.
Tambahkan obat anti malaria bila pemeriksaan darah untuk malaria positif.
Bila anoreksia menetap setelah 5 hr pemberian antibiotik, lengkapi pemberian hingga
10 hr. Bila masih tetap ada, nilai kembali keadaan anak secara lengkap, termasuk lokasi
infeksi, kemungkinan adanya organisme yang resisten serta apakah vitamin dan mineral
telah diberikan dengan benar.
17
6. Mulai Pemberian Makanan
Pada awal fase stabilisasi, perlu pendekatan yang sangat berhati-hati karena keadaan
faali anak sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang. Pemberian makanan harus
dimulai segera setelah anak dirawat dan dirancang sedemikian rupa sehingga energi dan
protein cukup untuk memenuhi metabolisme basal saja.
Formula khusus seperti F WHO 75 yang dianjurkan dan jadwal pemberian makanan
harus disusun sedemikian rupa agar dapat mencapai prinsip tersebut di atas. Berikan
formula dengan cangkir/gelas. Bila anak terlalu lemah, berikan dengan sendok/pipet. Pada
anak dengan selera makan baik tanpa edema, jadwal pemberian makanan pada fase
stabilisasi ini dapat diselesaikan dalam 2-3 hr saja (1 hr untuk setiap tahap). Bila masukan
makanan < 80 kkal/kgBB/hr, berikan sisa formula dengan pipa nasogastrik. Jangan
memberikan makanan lebih dari 100 kkal/kgBB/ hr pada fase stabilisasi ini. Pantau dan
catat :
- Jumlah yang diberikan dan sisanya
- Muntah
- Frekuensi buang air besar dan konsistensi tinja
- BB (harian)
7. Perhatikan Tumbuh Kejar
Pada periode transisi, dianjurkan untung mengubah secara perlahan-lahan dari
formula khusus awal ke formula khusus lanjutan :
- Ganti formula khusus awal (energi 75 kkal dan protein 0,9-1,0 g per 100 mL) dengan
formula khusus lanjutan (energi 100 kkal dan protein 2,9 g per 100 mL) dalam jangka
waktu 48 jam
- Modifikasi bubur/makanan keluarga dapat digunakan asalkan dengan kandungan
energi dan protein yang sama
- Kemudian naikkan dengan 10 mL setiap kali, sampai hanya sedikit formula tersisa,
biasanya pada saat tercapai jumlah 30 mL/kgBB/kali (= 200 mL/kgBB/hr)
Pemantauan :
- Frekuensi napas
- Frekuensi denyut nadi
Bila terjadi peningkatan detak napas > 5x/mnt dan denyut nadi > 25x/mnt dalam pemantauan
setiap 4 jam berturut-turut, kurangi volume pemberian formula. Setelah normal kembali,
ulangi menaikkan volume seperti di atas. Setelah periode transisi dilampaui, anak diberi :
18
- Makanan/formula dengan jumlah tidak terbatas dan sering
- Energi 150-220 kkal/kgBB/hr
- Protein 4-6 g/kgBB/hr
- Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula, karena energi dan
protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh kejar
Pemantauan setelah periode transisi :
- Kemajuan dinilai berdasrkan kecepatan pertambahan berat badan
- Timbang anak setiap pagi sebelum anak diberi makan
- Setiap minggu kenaikan BB dihitung (g/kgBB/hr). Bila kenaikan BB :
Kurang (< 5 g/kgBB/hr), perlu re-evaluasi menyeluruh
Sedang (5-10 g/kgBB/hr), evaluasi apakah masukan makanan mencapai target atau
apakah infeksi telah dapat diatasi
8. Koreksi Defisiensi Nutrien-mikro
Jangan terburu-buru memberikan preparat besi (Fe), tetapi tunggu sampai anak mau
makan dan berat badannya mulai naik (biasanya setelah minggu ke-2). Pemberian besi pada
masa awal dapat memperburuk keadaan infeksinya. Berikan setiap hari :
- Multivitamin
- Asam folat 1 mg/hr (5 mg pada hr pertama)
- Seng (Zn) 2 mg/kgBB/hr
- Tembaga (Cu) 0,2 mg/kgBB/hr
- Bila BB mulai naik : Fe 3 mg/kgBB/hr atau sulfas ferosus 10 mg/kgBB/hr
- Vitamin A oral pada hari ke-1
Anak > 1 th : 200.000 SI
6-12 bl : 100.000 SI
0-5 bl : 50.000 SI (jangan berikan bila pasti sebelumnya anak sudah
mendapat vitamin A)
9. Berikan Stimulasi Sensorik dan Dukung Emosional
Pada KEP berat terjadi keterlambatan perkembangan mental dan perilaku, berikan:
- Kasih sayang
- Lingkungan yang ceria
- Terapi bermain terstruktur selama 15-30 mnt/hr
- Aktivitas fisik segera setelah sembuh
19
- Keterlibatan ibu (memberikan makan, memandikan, bermain, dsb)
10. Tindak Lanjut di Rumah
Bila BB anak sudah mencapai 80% BB/U, dapat dikatakan anak sembuh. Pola
pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan di rumah setelah penderita
dipulangkan. Peragakan kepada orang tua :
- Pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan nutrien yang padat
- Terapi bermain terstruktur
Sarankan :
- Membawa anaknya kembali untuk kontrol secara teratur
- Pemberian suntikan/imunisasi dasar dan ulangan (booster)
- Pemberian vitamin A setiap 6 bl
B. Pengobatan Penyakit Penyerta
Pengobatan ditujukan pada penyakit yang sering menyertai KEP berat, yaitu:
1. Defisiensi vitamin A
Bila terdapat tanda defisiensi vitamin A pada mata berikan vitamin A pada hari ke-
1, 2 dan 14 p.o dengan dosis :
Usia > 1 th : 200.000 SI/x
6-12 bulan : 100.000 SI/x
0-5 bulan : 50.000 SI/x
Bila terdapat ulserasi pada mata, tambahkan perawatan lokal untuk mencegah
prolaps lensa berupa :
Tetes mata kloramfenikol atau salep mata tetrasiklin setiap 2-3 jam selama 7-
10 hari
Tetes mata atropin, 1 tetes, 3 kali sehari selama 3-5 hr
Tutup mata dengan kasa yang dibasahi larutan garam faali
Dermatosis (ditandai hipo/hiperpigmentasi, deskuamasi/kulit mengelupas. Lesi
ulserasi eksudatif yang menyerupai luka bakar dan sering disertai infeksi
sekunder antara lain oleh kandida; umumnya terdapat defisiensi Zn)
Setelah suplementasi Zn dan dermatosis membaik penyembuhan akan lebih
cepat bila :
Kompres bagian kulit yang terkena dengan larutan KMnO2 1% selama 10
menit
20
Salep krim (Zn dengan minyak kastor)
Usahakan daerah perineum tetap kering
2. Parasit/cacing
Mebendazol 100 mg p.o., 2 x sehari, selama 3 hari
3. Diare berlanjut (diare biasanya menyertai KEP berat, tetapi akan berkurang dengan
sendirinya pada pemberian makanan secara hati-hati. Intoleransi laktosa tidak
jarang sebagai penyebab diare. Diobati hanya bila diare berlanjut dan tidak ada
perbaikan keadaan umum).
Berikan formula bebas/rendah laktosa
Metronidazol 7,5 mg/kgBB p.o. setiap 8 jam, selama 7 hr
Sering kerusakan mukosa usus dan giardiasis merupakan penyebab lain
berlanjutnya diare. Bila mungkin, lakukan pemeriksaan tinja mikroskopik
4. Tuberkulosis
Bila ada dugaan kuat menderita TB, lakukan tes tuberkulin dan foto toraks
Bila (+) atau sangat mungkin TB obati sesuai pedoman pengobatan TB
3.3 Perencanaan Pengobatan dan Pemilihan Intervensi Kurang Energi Protein di
Puskesmas Sugihmukti
Langkah-langkah yang harus diambil dalam pencegahan dan penanggulangan gizi
buruk, antara lain:
1. Lebih mengaktifkan kegiatan Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) dan penanggulangan
gizi buruk.
2. Melaporkan setiap perkembangan kasus gizi buruk secara berkala.
3. Penderita kasus gizi buruk dirujuk ke Rumah Sakit
4. Lebih mengaktifkan Posyandu sebagai pusat kegiatan pemantauan pertumbuhan dan
kegiatan pencegahan gizi buruk.
21
5. Melakukan koordinasi penanggulangan gizi buruk dengan Lintas Sektoral dan Lintas
Program serta LSM melalui wadah koordinasi yang telah ada yaitu TIM PANGAN &
GIZI.
Perencanaan pengobatan dan pemilihan intervensi Kurang Energi Protein (KEP) yang
dapat dilakukan di Puskesmas Sugihmukti adalah:
a. Upaya Preventif
Penyuluhan secara perseorangan atau perkelompok mengenai pentingnya mengikuti
kegiatan Posyandu untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan anak.
Penyuluhan mengenai pentingnya imunisasi dasar lengkap untuk anak.
Penyuluhan mengenai pemberian makanan gizi seimbang untuk anak.
b. Upaya Promotif
Pemberitahuan kepada masyarakat mengenai tanda dan gejala anak yang kekurangan
energi protein.
Pemberitahuan kepada masyarakat agar segera membawa keluarga yang memiliki
tanda dan gejala kekurangan energi protein agar melaporkan kepada kader dan
dibawa ke pelayanan kesehatan untuk segera diperiksa dan mendapatkan penanganan
selanjutnya.
c. Upaya Kuratif
Memberikan makanan tambahan secara berkala.
Pemberian tablet vitamin A.
22
BAB IV
PELAKSANAAN
4.1 Alur Pelaksanaan Penanggulangan KEP
Alur pelaksanaan penanggulangan anak yang menderita KEP di Puskesmas
Sugihmukti yaitu:
Bagan 4.1 Alur Pelaksanaan Penanggulangan KEP
23
Temuan Kader anak yang grafik pertumbuhan di KMS di bawah
garis merah
Pelaporan terhadap Bidan Desa
Penilaian ulang oleh Petugas Program Gizi Puskesmas dengan parameter
BB/TB
Tidak KEP KEP Sedang dan Berat
Pelaporan ke Dinas
Pemberian bantuan dengan subsidi 300 ribu/bulan berupa:
- Susu- Kue- Makanan gizi
seimbang
Monitoring dan Evaluasi
4.2 Upaya-Upaya Pencegahan dan Penanggulangan KEP di Puskesmas Sugihmukti
a. Upaya Preventif
Penyuluhan perseorangan maupun kelompok mengenai pentingnya mengikuti
kegiatan Posyandu agar mengetahui pertumbuhan dan perkembangan anak, pentingnya anak
mendapatkan imunisasi dasar lengkap dan pentingnya memberikan makanan gizi seimbang.
b. Upaya Promotif
Memberitahukan kepada masyarakat terutama pada ibu yang mempunyai anak balita
agar memperhatikan pertumbuhan anak-anaknya dan memberitahu tanda-tanda anak yang
kurang energi protein.
c. Upaya Kuratif
Upaya kuratif yang dapat dilakukan di Puskesmas Sugihmukti adalah pemberian
makanan tambahan berupa susu, kue, makanan dengan gizi seimbang. Dana untuk anak yang
gizi buruk sebesar 300 ribu per anak per bulannya. Dana tersebut dialokasikan untuk
pembelian susu bubuk, kue dan bahan-bahan masakan untuk diolah menjadi makanan gizi
seimbang. Pemberian makanan tambahan ini diberikan setiap bulannya sampai anak
membaik dengan parameter BB/TB anak sudah dalam batas normal.
24
BAB V
MONITORING DAN EVALUASI
5.1 Monitoring
Monitoring yang dilakukan yaitu dengan pemeriksaan secara berkala yaitu tiap bulan
di Posyandu dan pada saat pengambilan makanan tambahan di Puskesmas dengan mengukur
berat badan dan tinggi badan untuk melihat perkembanganya.
5.2 Evaluasi
Evaluasi perseorangan yang dilakukan adalah dengan melihat apakah pasien KEP
yang telah dinyatakan baik, kembali menderita KEP setelah subsidi untuk makanan tambahan
dihentikan. Evaluasi terhadap keberhasilan program adalah dengan cara melihat apakah
jumlah anak yang menderita KEP tiap tahunnya menurun dari tahun sebelumnya.
25