Transcript
Page 1: LAPORAN PENELITIAN - USM

i

LAPORAN PENELITIAN

ASPEK HUKUMKONTRAK BAGI HASIL (PRODUCTION SHARING CONTRACT)

DALAM KAITANNYA DENGANINVESTASI PERTAMBANGAN MIGAS

Oleh :1. Dewi Tuti Muryati, S.H., M.H.

NIS 06557003801003 (Ketua Tim Pengusul)2. Dr. Bambang Sadono, S.H., M.H.

NIS 06557003801022 (Anggota Tim Pengusul)3. Doddy Kridasaksana, S.H., M.Hum.

NIS 06557003801021 (Anggota Tim Pengusul)

Proyek Penelitian ini dibiayai oleh Universitas Semarang dengan SuratPerjanjian Pelaksanaan Penelitian Dosen Universitas Semarang Nomor :

420/USM.H8/L/2012

YAYASAN ALUMNI UNIVERSITAS DIPONEGOROFAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEMARANG2013

Page 2: LAPORAN PENELITIAN - USM

ii

HALAMAN PENGESAHANLAPORAN PENELITIAN

1. a. Judul Penelitian : Aspek Hukum Kontrak Bagi Hasil(Production Sharing Contract) dalamKaitannya dengan Investasi

Pertambangan Migas b. Bidang Ilmu : Ilmu Hukum2. Ketua Peneliti

a. Nama Lengkap : Dewi Tuti Muryati, SH. M.H.b. Jenis Kelamin : Perempuanc. NIS : 06557003801003d. Disiplin Ilmu : Hukume. Pangkat/Golongan : Penata/IIIcf. Jabatan : Lektorg. Fakultas/ Jurusan : Hukum/ Ilmu Hukumh. Alamat : Jl. Soekarno-Hatta, Tlogosari Semarangi. Telpon/Faks/E-mail : (024) 6702757; [email protected]. Alamat Rumah : Jl. Gombel Permai XV/456 Semarangk. Telpon/Faks/E-mail : 081805824489

3. Lama Penelitian : 3 (tiga) bulan4. Jumlah Anggota Peneliti : 2 orang a. Nama Anggota I : Dr. Bambang Sadono, SH.MH. b. Nama Anggota II : Doddy Kridasaksana, SH.,MHum.5. Jumlah biaya yang diusulkan : Rp. 2.500.000,-6. Sumber Biaya : Universitas Semarang

Semarang, Pebruari 2013

Mengetahui :Dekan Fakultas Hukum, Ketua Tim Peneliti,

B. Rini Heryanti, SH. M.H. Dewi Tuti Muryati, SH. M.H. NIS : 06557003801005 NIS : 06557003801003

Mengetahui,Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat

Dr. Wyati Saddewisasi, SE.Msi.NIS : 06557000504065

Page 3: LAPORAN PENELITIAN - USM

iii

HALAMAN PENGESAHAN REVIEWER

1. (a) Judul Penelitian : Aspek Hukum Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract) dalam Kaitannya dengan Investasi Pertambangan Migas

(b) Bidang Ilmu : Ilmu Hukum1. Ketua Peneliti

(a) Nama : Dewi Tuti Muryati, SH. M.H.(b) Jenis Kelamin : Perempuan(c) NIS : 06557003801003(d) Pangkat/ Gol. : Penata/ III-C(e) Jabatan Fungsional : Lektor(f) Fakultas/ Jurusan : Hukum/ Ilmu Hukum(g) Perguruan Tinggi : Universitas Semarang

3. Susunan Tim PenelitiAnggota : 2 (dua) orang

4. Lama Penelitian : 3 (tiga) bulan

Telah diperbaiki sesuai dengan hasil review dalam seminar hasil penelitianpada tanggal 12 Pebruari 2013

Semarang, Pebruari 2013

Menyetujui :Reviewer I, Ketua Tim Peneliti,

Prof Abdullah Kelib,S.H. Dewi Tuti Muryati, SH.MH. NIS. 06557003801027 NIS. 06557003801003

Reviewer II,

Ir. Sudjatinah, M.Si.__NIS. 06557002101005

Page 4: LAPORAN PENELITIAN - USM

iv

DOKUMENTASI UPT PERPUSTAKAAN

Kepala UPT Perpustakaan Universitas Semarang dengan ini

menerangkan, bahwa laporan penelitian di bawah ini :

Judul : Aspek Hukum Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing

Contract) dalam Kaitannya dengan Investasi Petambangan

Migas.

Peneliti : 1. Dewi Tuti Muryati, SH.MH. (Ketua Peneliti)

2. Dr. Bambang Sadono,SH.MH. (Anggota Peneliti)

3. Doddy Kridasaksana, SH.,MHum. (Anggota Peneliti)

Unit : Fakultas Hukum

Telah didokumentasikan dengan Nomor : …………...............................

di Perpustakaan Universitas Semarang untuk dipergunakan sebagaimana

mestinya.

Semarang, Pebruari 2013

Kepala UPT Perpustakaan

Universitas Semarang

Saiful Hadi, S.T.

NIS. 06557060687232

Page 5: LAPORAN PENELITIAN - USM

v

PERNYATAAN ORISINALITAS

Dengan ini kami Tim Peneliti yang terdiri dari :

Nama : 1. Dewi Tuti Muryati, S.H., M.H.

2. Dr. Bambang Sadono, S.H., M.H.

3. Doddy Kridasaksana, S.H., M.Hum.

menyatakan bahwa :

Penelitian yang kami lakukan dengan judul : “Aspek Hukum Kontrak Bagi

Hasil (Production Sharing Contract) dalam Kaitannya dengan Investasi

Pertambangan Migas” , adalah karya yang tidak pernah diajukan untuk

kepentingan penelitian Dosen, dan sepanjang pengetahuan kami juga tidak

terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain,

kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar

pustaka. Kami bertanggung jawab sepenuhnya terhadap orisinalitas isi penelitian

ini.

Semarang, Pebruari 2013

Ketua Peneliti,

Dewi Tuti Muryati, S.H., M.H.

Page 6: LAPORAN PENELITIAN - USM

vi

RINGKASAN

Minyak dan gas bumi (migas) merupakan sumber daya alam strategistidak terbarukan yang dikuasai oleh negara serta merupakan komoditas vital yangmenguasai hajat hidup orang banyak dan mempunyai peranan penting dalamperekonomian nasional sehingga harus dikelola secara maksimal untukmemberikan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Salah satu sistem kontrakyang dipergunakan dalam pertambangan migas adalah Kontrak Bagi Hasil(Production Sharing Contract), yaitu kerjasama antara badan pelaksana denganbadan usaha atau badan usaha tetap untuk melakukan kegiatan eksplorasi daneksploitasi di bidang minyak dan gas bumi dengan prinsip bagi hasil.

Penelitian ini mengkaji mengenai perkembangan pengaturan kegiatanusaha pertambangan minyak dan gas bumi di Indonesia, menganalisis prosedurterjadinya kontrak bagi hasil (Production Sharing Contract) pada pertambanganminyak dan gas bumi serta mengkaji mekanisme penyelesaian sengketa dalambidang pertambangan minyak dan gas bumi dengan sistem kontrak bagi hasil(Production Sharing Contract).

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif ataupenelitian kepustakaan, yaitu dengan mengumpulkan bahan-bahan dari buku,makalah, jurnal, internet, peraturan perundang-undangan dan hasil tulisan ilmiahlainnya yang erat kaitannya dengan Kontrak Bagi Hasil (Production SharingContract) pada kegiatan usaha pertambangan minyak dan gas bumi. Dengandemikian penelitian ini adalah untuk mengetahui aspek hukum Kontrak BagiHasil (Production Sharing Contract) dalam kaitannya dengan investasipertambangan minyak dan gas bumi.

Bahwa pengaturan kegiatan usaha pertambangan minyak dan gas bumi diIndoensia mengalami beberapa kali perubahan sejak penjajahan Belanda sampaisekarang yang terakhir dengan dialihkannya BP Migas kepada SKSP Migasberdasarkan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2012 tentang PengalihanPelaksanaan Tugas dan Fungsi Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, yangkemudian diikuti penerbitan Keputusan Menteri ESDM Nomor 3135 Th. 2012tentang Pengalihan Tugas, Fungsi dan Organisasi dalam Pelaksanaan KegiatanUsaha Hulu Minyak dan Gas Bumi dan Keputusan Menteri ESDM Nomor 3135Tahun 2012.

Adapun pengaturan dan prosedur Kontrak Bagi Hasil (Production SharingContract) sudah ditentukan sepihak oleh pemerintah, dalam hal ini adalah badanpelaksana yaitu kementerian terkait dan para pihaknya adalah pemerintah denganbadan usaha atau bentuk usaha tetap dan untuk penyelesaian sengketa dalamKontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract) tidak diatur secara rinci dalamUU No. 22 Th. 2001 maupun dalam PP No. 35 Th. 2004 tetapi didasarkan padakesepakatan para pihak yang dituangkan dalam kontrak.

Di dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan GasBumi dan PP No. 35 Th. 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan GasBumi, tidak ditemukan pasal yang mengatur tentang penyelesaian sengketaapabila terjadi sengketa anatar BP Migas dengan badan usaha dan/atau bentuk

Page 7: LAPORAN PENELITIAN - USM

vii

usaha tetap terhadap substansi kontrak bagi hasil (production sharing contract).Dalam prakteknya klausula penyelesaian sengketa dituangkan dalam kontrak bagihasil (production sharing contract) atas dasar kesepakatan para pihak.Berdasarkan UU No. 22 Th. 2001, para pihak di dalam kontrak bagi hasil(production sharing contract), adalah BP Migas dengan badan usaha dan/ ataubentuk usaha tetap. Apabila terjadi sengketa antara BP Migas dengan badanusaha, maka hukum yang digunakan adalah hukum Indonesia karena kedua belahpihak merupakan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia danmereka tunduk kepada hukum Indonesia.

Akan tetapi, apabila terjadi sengketa antara bentuk usaha tetap dengan BPMigas, para pihak menggunakan aturan dalam International Chamber ofCommerce (ICC) karena bentuk usaha tetap merupakan perusahaan asing yangberoperasi di Indonesia (dalam kontrak terdapat unsur asing). Dari mekanismepenyelesaian sengketa yang digunakan oleh para pihak dalam kontrak bagi hasil(production sharing contract) untuk kegiatan usaha pertambangan minyak dangas bumi, yaitu konsultasi dan arbitrase maka dapat diketahui bahwa mekanismepenyelesaian sengketa tersebut merujuk pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Teori lex locicontractus lebih sesuai apabila digunakan untuk menyelesaikan sengketa antaraBP Migas dengan Bentuk Usaha Tetap.

Page 8: LAPORAN PENELITIAN - USM

viii

SUMMARY

Oil and earth gas constituting strategic natural resources is not renewablethat henpecked by state and constitutes vital's trade goods that gain controlmultitude life intention and has essential role in national economics so has to bebrought off by ala maximaling to give prosperity and people welfare. One ofcontract system that is used in mining oil and earth gas is Production SharingContract , which is collaboration among warms up executor by warm up effort oreffort body make a abode to do exploration and exploitation activity at oil areaand earth gas with production sharing principle.

This research analyzing hits business activity arrangement developing oilmining and earth gas at Indonesian, analyzing procedures its happeningProduction Sharing Contract on oil mining and earth gas and analyzing isdispute working out mechanism in oil mining area and earth gas with systemProduction Sharing Contract.

Observational method that is utilized is observational jurisdictionalnormatif or bibliography research, which is with gather materials of books,therefore, journal, Internet, legislation regulation and another scientific writingresult one hand in glove bearing it by Production Sharing Contract on oil miningbusiness activity and earth gas. This observational thus is subject to be know lawaspect Production Sharing Contract in its bearing with oil mining investment andearth gas.

That mining business activity arrangement oil and earth gas at Indoensiaexperiences several times change since Dutch colonization thus far the latest withbe shifted BP Migas to SKSP Migas bases Number President regulation 95 Years2012 about Task Performing Shifts and Upstream business activity Functions Oiland Earth Gases, are next to be followed Minister decision publication ESDMNumber 3135 Yr. 2012 about Task Shifts, Function and Organization in Upstreambusiness activity Performing Oil and Earth Gas and ESDM'S Minister decisionNumber 3135 Years 2012.

There is arrangement even and Production Sharing Contract wasdetermined unilateral by commanding, in this case is warm up executor which isministry concerning and its the parties is commanding with effort body or effortform makes a abode and for dispute working out in Production Sharing Contractunsystematized rinci's ala in UU No. 22 Yr. 2001 and also deep PP No. 35 Yr.2004 but are gone upon on the parties deal that is poured in contract.

In Number Law 22 Years 2001 about Oil and Earth Gas and PP No. 35Yr. 2004 about Oil Upstream business activities and Earth Gases, undiscoveredsection which manage about dispute working out if amang BP Migas's disputehappening by warms up effort and / or effort form make a abode for substansi toproduction sharing contract. In practice it defines a clause dispute working out bepoured in production sharing contract on a basic the parties deal. Base UU No.22 Yr. 2001, the parties in production sharing contract, is BP Migas by warms upeffort and / or effort form make a abode. If dispute happening among BP Migas bywarms up effort, therefore law which is utilized is jurisdictional Indonesianbecause both of cleft party to constitute found legal body to the law Indonesia andthey subject to sentence Indonesia.

Page 9: LAPORAN PENELITIAN - USM

ix

But then, if dispute happening among shaped effort makes a abode withBP Migas, the parties utilizes order in International Chamber of Commerce (ICC)since effort form makes a abode to constitute operating intern firm at Indonesia(in contract exists intern element). Of dispute working out mechanism thatutilized by the parties in contracts production sharing( production sharingcontract ) for oil mining business activity and earth gas, which is consultation andarbitrage therefore gets to be known that that dispute working out mechanismrefers on Number Law 30 Years 1999 about Arbitrage and dispute Working OutAlternatives. Lex loci contractus theory more appropriate if is utilized to solvedispute among BP Migas by Forms Regular Effort.

Page 10: LAPORAN PENELITIAN - USM

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

berkenan melimpahkan rahmatNya sehingga penelitian ini dapat selesai

dengan baik dan tepat waktu. Laporan hasil penelitian ini diharapkan dapat

bermanfaat bagi para pembaca guna menambah wacana mengenai Aspek

Hukum Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract) dalam Kaitannya

dengan Investasi Pertambangan.

Menyadari bahwa penelitian ini dapat terselesaikan berkat bantuan

dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, maka

pada kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. H. Pahlawansjah Harahap, SE. ME., Rektor Universitas

Semarang yang telah berkenanmemberikan kepercayaan kepada

peneliti untuk melakukan penelitian.

2. Wiyati Saddewisasi, SE. Msi., Ketua Lembaga Penelitian dan

Pengabdian Masyarakat Universitas Semarang yang telah menyeleksi

dan menerima usulan penelitian ini.

3. B. Rini Heryanti, SH. MH., Dekan Fakultas Hukum Universitas

Semarang yang telah memberikan dukungan dan kepercayaan

kepada peneliti untuk melakukan penelitian.

4. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah

mendukung selesainya penelitian ini.

Seiring doa dan terima kasih, semoga amal Bapak/ Ibu deberkati oleh

Allah SWT. Peneliti sadar bahwa kesempurnaan belum sepenuhnya

terwujud dalam penelitian ini, oleh karena itu kritik dan saran sangat

penulis harapkan dari semua pihak.

Semarang, Pebruari 2013

Tim Peneliti

Page 11: LAPORAN PENELITIAN - USM

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………………………………… i

LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN …………………… ii

LEMBAR PENGESAHAN REVIEWER …………………………. iii

DOKUMENTASI UPT PERPUSTAKAAN ................................. ..... iv

PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................... ..... v

RINGKASAN ...........................…………………………………… vi

SUMMARY ................................................................................. ..... viii

KATA PENGANTAR .................................................................. ..... x

DAFTAR ISI ………………………………………………………… xi

BAB I PENDAHULUAN …………………………………… 1

1. Latar Belakang ………………………………….. 1

2. Perumusan Masalah …………………………….. 5

3. Tujuan Penelitian ……………………………….. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA …………………………….. 6

1. Penguasaan Pertambangan Minyak dan Gas

Bumi ……………………………………………… 6

2. Tinjauan Tentang Minyak dan Gas Bumi ......... 8

3. Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract) 10

4. Penyelesaian Sengketa ………………………….. 13

5. Investasi (Penanaman Modal) …………………. 16

BAB III METODE PENELITIAN …………………………….. 18

1. Metode Pendekatan ............................................. 18

2. Spesifikasi Penelitian ........................................... 18

3. Jenis dan Sumber Data ........................................ 19

Page 12: LAPORAN PENELITIAN - USM

xii

4. Teknik Pengumpulan Data .................................. 20

5. Analisis Data ....................................................... 20

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........... 21

A. Perkembangan Pengaturan Kegiatan Usaha

Pertambangan Minyak dan Gas Bumi ................. 21

B. Prosedur Terjadinya Kontrak Bagi Hasil

(Production Sharing Contract) ........................... 30

a. Pengaturan Kontrak Bagi Hasil (Production

Sharing Contract) dalam Kegiatan Industri

Minyak dan Gas Bumi .................................... 30

b. Ketentuan Penyusunan Kontrak Bagi Hasil

(Production Sharing Contract) dalam Kegiatan

Usaha Minyak dan Gas Bumi ......................... 35

C. Mekanisme Penyelesaian Sengketa dalam Bidang

Pertambangan Migas dengan Sistem Kontrak Bagi

Hasil (Production Sharing Contract) ................... 42

BAB V PENUTUP ........................................................................ 47

A. Simpulan ............................................................. 47

B. Saran ................................................................... 52

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………. xiii

LAMPIRAN

Page 13: LAPORAN PENELITIAN - USM

di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 1

BAB I.PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Penanaman modal asing (PMA) terutama di negara-negara yang sedang

berkembang seperti Indonesia adalah diperuntukkan bagi pengembangan usaha

dan menggali potensi menjadi kekuatan ekonomi riil dengan memanfaatkan

potensi-potensi modal, skill atau managerial, dan teknologi yang dibawa serta

para investor asing untuk akselerasi pembangunan ekonomi negara berkembang

sepanjang tidak mengakibatkan ketergantungan yang terus-menerus serta tidak

merugikan kepentingan nasional. 1

Jujur harus diakui bahwa sampai saat ini, Indonesia masih memerlukan

adanya transfer of technology dan transfer of skill yang hanya dapat dicapai

melalui masuknya modal asing ke Indonesia. Keadaan ini diakui sepenuhnya oleh

pemerintah, sehingga dalam PROPENAS memberikan arahan bahwa

pembangunan nasional harus dilaksanakan berdasarkan asas kemandirian, yaitu

diusahakan dari kamampuan sendiri. Sumber dana dari luar negeri yang masih

diperlukan merupakan pelengkap dengan prinsip peningkatan kemandirian dalam

pelaksanaan pembangunan dan mencegah keterikatan serta campur tangan asing. 2

Dengan diijinkannya modal asing masuk ke Indonesia, maka selain

bersifat komplementer terhadap faktor-faktor produksi dalam negeri, penanaman

modal asing harus diarahkan menurut bidang-bidang yang telah ditetapkan

prioritasnya oleh pemerintah. Prioritas yang telah ditetapkan itu antara lain untuk

sektor-sektor : 3

1. Usaha yang membutuhkan modal swasta yang sangat besar dan/ atau teknologitinggi;

2. Usaha-usaha yang mengelola bahan baku menjadi bahan jadi;3. Usaha pendirian industri besar;4. Usaha yang sifatnya menciptakan lapangan kerja;5. Usaha yang menunjang peningkatan penerimaan negara;

1 Rosyidah Rakhmawati, Hukum Penanaman Modal di Indonesia dalam Menghadapi Era Global,(Malang : Bayumedia, Publising, 2003), hlm. 8.2 Jusri Djamal, Aspek-Aspek Hukum Masalah Penanaman Modal, (Jakarta : BKPM, 1981), hlm. 2.3 Sumantoro, Aspek-Aspek Pengembangan Dunia Usaha Indonesia, (Bandung : Bina Cipta, 1977),hlm. 18.

Page 14: LAPORAN PENELITIAN - USM

di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 2

6. Usaha yang menjunjung penghematan devisa;7. Usaha yang menunjang penyebaran pembangunan daerah.

Untuk menunjang penanaman modal di Indonesia maka pemerintah harus

menciptakan iklim investasi yang baik. Penanaman modal merupakan instrumen

penting bagi pembangunan nasional dan diharapkan dapat menciptakan kepastian

berusaha bagi para penanam modal dalam dan luar negeri untuk meningkatkan

dan melanjutkan komitmennya berinvestasi di Indonesia.4 Partisipasi masyarakat

dan aparatur pemerintah sangat diperlukan dalam menarik investor yaitu dengan

cara menciptakan iklim yang kondusif untuk menanamkan modalnya.

Pertambangan merupakan salah satu bidang dalam investasi yang diatur

dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 setelah amandemen

yang isinya menyebutkan : “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung

didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat”.

Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahan galian (tambang) yang

meliputi emas, perak, tembaga, minyak, gas bumi, batubara, dan lain-lain. Bahan

galian tersebut dikuasai oleh negara. Menurut Bagir Manan, pengertian dikuasai

oleh negara atau Hak Penguasaan Negara (HPN) adalah sebagai berikut :5

1. Penguasaan semacam pemilikan negara, artinya negara melalui pemerintahadalah satu-satunya pemegang wewenang untuk menentukan hak, wewenangatasnya termasuk disini bumi, air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya;

2. Mengatur dan mengawasi penggunaan dan pemanfaatannya;3. Penyertaan modal dan dalam bentuk perusahaan negara untuk usaha-usaha

tertentu.

Dalam pengusahaan bahan galian (tambang), pemerintah dapat

melaksanakan sendiri dan/ atau menunjuk kontraktor apabila diperlukan untuk

melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan

sendiri oleh instansi pemerintah. Apabila usaha pertambangan dilaksanakan oleh

kontraktor, maka kedudukan pemerintah adalah memberikan izin kepada

kontraktor yang bersangkutan. Izin yang diberikan oleh pemerintah berupa kuasa

4 www.scribd.com, Arbitrase sebagai Penyelesaian Sengketa dalam Penanaman Modal Asing,diakses tanggal 3 September 2012.5 Abrar Saleng, Hukum Pertambangan, (Yogyakarta : UII Press, 2004), hlm. 18.

Page 15: LAPORAN PENELITIAN - USM

di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 3

pertambangan, kontrak karya, perjanjian karya pengusahaan pertambangan

batubara, dan Kontrak Bagi Hasil (production sharing contract). 6

Dalam bidang pertambangan minyak dan gas bumi, sistem kontrak yang

digunakan adalah Kontrak Bagi Hasil (production sharing contract). Menurut

sejarahnya, ada tiga sistem kontrak yang pernah berlaku pada pertambangan

minyak dan gas bumi, yaitu sistem konsesi, perjanjian karya, dan kontrak bagi

hasil (production sharing contract).7

1. Sistem konsesi berlaku pada zaman Pemerintah Hindia Belanda, dari tahun1910 sampai dengan tahun 1960. Hak-hak yang dinikmati pemegangkonsesi adalah kuasa pertambangan dan hak atas tanah.

2. Perjanjian karya mulai berlaku pada tahun 1960 sampai dengan tahun1963. Dalam sistem ini, perusahaan pertambangan minyak dan gas bumihanya diberi hak kuasa pertambangan saja, tidak meliputi hak atas tanah.Demikian pula sebaliknya, pemegang hak atas tanah wajib mengizinkanpemegang kuasa pertambangan untuk melaksanakan tugas yangbersangkutan dengan tanah miliknya dengan menerima ganti kerugian.

3. Kontrak Bagi Hasil (production sharing contract) mulai berlaku tahun1964 sampai sekarang. Prinsip yang diatur dalam kontrak ini adalahpembagian hasil minyak dan gas bumi antara badan pelaksana denganbadan usaha atau bentuk usaha tetap sesuai dengan kesepakatan keduabelah pihak. Dengan keluarnya Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2012tentang Pengalihan Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Kegiatan Usaha HuluMinyak dan Gas Bumi, maka tugas dan fungsi BPMigas beralih kepadaSatuan Kerja Sementara Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan GasBumi (SKSPK) yang bertanggung jawab kepada Menteri ESDM.

Dalam kontrak bagi hasil (production sharing contract) dimungkinkan

timbul perselisihan antara BPMigas yang telah digantikan oleh Satuan Kerja

Sementara Pelaksana Kegiatan dengan kontraktor dalam hal kontraktor tidak

dapat melaksanakan prestasinya dengan baik sesuai dengan substansi kontrak bagi

hasil (production sharing contract) yang dibuat oleh para pihak. Di dalam

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi tidak

ditemukan pasal yang mengatur tentang penyelesaian sengketa, jika terjadi

sengketa antara Badan Pelaksana yang telah digantikan oleh Satuan Kerja

Sementara Pelaksana Kegiatan dengan Badan Usaha terhadap substansi kontrak

6 H. Salim HS., Hukum Pertambangan di Indonesia, Revisi III, (Jakarta : PT Raja GrafindoPersada, 2007), hlm. 1-2.7 Ibid, hlm. 4-5.

Page 16: LAPORAN PENELITIAN - USM

di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 4

bagi hasil (production sharing contract). Pada umumnya penyelesaian sengketa

telah ditentukan dan dituangkan dalam kontrak bagi hasil (production sharing

contract) yang dibuat oleh para pihak.

Keberadaan perusahaan tambang di Indonesia kini banyak dipersoalkan

oleh berbagai kalangan. Hal tersebut disebabkan keberadaan perusahaan tambang

itu telah menimbulkan dampak negatif di dalam pengusahaan bahan galian.

Dampak negatif dari keberadaan perusahaan tambang meliputi : 8

1. Rusaknya hutan yang berada di daerah lingkar tambang;2. Tercemarnya laut;3. Terjangkitnya penyakit bagi masyarakat yang bermukim di daerah lingkar

tambang;4. Konflik antara masyarakat lingkar tambang dengan perusahaan tambang.

Walaupun keberadaan perusahaan tambang menimbulkan dampak negatif,

namun keberadaan perusahaan tambang juga memberikan dampak positif dalam

pembangunan nasional. Dampak positif dari keberadaan perusahaan tambang

adalah :9

1. Meningkatnya devisa negara;

2. Meningkatkan pendapatan asli daerah;

3. Menampung tenaga kerja;

4. Meningkatnya kondisi sosial ekonomi, kesehatan, dan budaya masyarakat

yang bermukim di lingkar tambang.

Oleh karena itu, kontrak bagi hasil (production sharing contract) yang

dibuat dalam rangka investasi pertambangan tetap harus dilaksanakan sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam rangka memberikan

nilai tambah bagi perekonomian nasional dalam usaha mencapai kemakmuran dan

kesejahteraan rakyat secara berkeadilan.10

8 Ibid, hlm. 5-69 Ibid, hlm. 6.10 Menimbang huruf (a) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral danBatubara.

Page 17: LAPORAN PENELITIAN - USM

di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 5

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka perlu dilakukan suatu kajian

terhadap Aspek Hukum Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract)

Dalam Kaitannya Dengan Investasi Pertambangan Migas. Berdasarkan uraian

sebelumnya, maka dapat dikemukakan permasalahan yang akan dikaji dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah perkembangan pengaturan kegiatan usaha pertambangan migas

di Indonesia ?

2. Bagaimana prosedur terjadinya kontrak bagi hasil (production sharing

contract) pada pertambangan migas ?

3. Bagimana mekanisme penyelesaian sengketa dalam bidang pertambangan

migas dengan sistem kontrak bagi hasil (production sharing contract) ?

3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan mendeskripsikan secara analitis

tentang aspek hukum kontrak bagi hasil (production sharing contract) dalam

kaitannya dengan investasi pertambangan migas, sedangkan secara khusus tujuan

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk menganalisis perkembangan pengaturan kegiatan usaha pertambangan

migas di Indonesia;

2. Untuk mengetahui prosedur terjadinya kontrak bagi hasil (production sharing

contract) pada pertambangan migas; dan

3. Untuk mengetahui mekanisme penyelesaian sengketa dalam bidang

pertambangan migas dengan sistem kontrak bagi hasil (production sharing

contract).

Page 18: LAPORAN PENELITIAN - USM

di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 6

BAB II.TINJAUAN PUSTAKA

1. Penguasaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi

Minyak dan gas bumi dikuasai oleh negara. Tujuan penguasaan oleh

negara adalah agar kekayaan nasional tersebut dapat dimanfaatkan untuk sebesar-

besarnya kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Hal ini sesuai dengan ketentuan

dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) setelah

amandemen yang menegaskan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi

negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

Demikian pula bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran dan

kesejahteraan rakyat.

Mengingat minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam strategis

tak terbarukan yang dikuasai negara dan merupakan komoditas vital yang

memegang peranan penting dalam penyediaan bahan baku industri, pemenuhan

kebutuhan energi di dalam negeri, dan penghasil devisa negara yang penting,

maka pengelolaannya perlu dilakukan seoptimal mungkin agar dapat

dimanfaatkan sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Dengan

demikian, baik perseorangan, masyarakat maupun pelaku usaha, sekalipun

memiliki hak atas sebidang tanah di permukaan, tidak mempunyai hak menguasai

ataupun memiliki minyak dan gas bumi yang terkandung di bawahnya.

Dalam konteks hak menguasai negara bidang pertambangan minyak dan

gas bumi sebagaimana dimaksud Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945

setelah amandeman, tidak ada ketentuan dalam perundang-undangan, baik

Undang-Undang Nomor 44 Prp. Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan

Gas Bumi, maupun Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001, yang menjelaskan

tentang pengertian dan ruang lingkup maksud hak menguasai negara. Pengertian

hak menguasai negara ditemukan dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA),

memberikan makna “hak menguasai dari negara”, yaitu wewenang untuk :11

11 Bagir Manan, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, (Yogyakarta : Pusat Studi Hukum Fak.Hukum UII, 2002), hlm. 231.

Page 19: LAPORAN PENELITIAN - USM

di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 7

a. Mengatur dan menyelenggarakan perubahan, penggunaan, persediaan, danpemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa;

b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orangdengan bumi, air, dan ruang angkasa;

c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum mengenai bumi, air,dan ruang angkasa.

Rumusan hak menguasai negara yang lebih mencerminkan kedaulatan

negara atas penguasaan bahan-bahan tambang, menurut Nandang Sudrajat

minimal harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :12

a. Unsur pengendalian negara terhadap arah, kebijakan, dan peruntukan ataupemanfaatannya;

b. Unsur pengaturan negara;c. Unsur otoritas negara;d. Unsur perlindungan negara.

Dengan demikian perumusan makna hak menguasai negara atas bahan

tambang yang terdapat dalam wilayah hukum Indonesia adalah :

“Hak dan kewenangan negara dalam mengendalikan, mengatur, danmengambil manfaat dan hasil atas pengelolaan dan pengusahaan bahantambang yang dalam pelaksanaannya harus lebih mengutamakankebutuhan dan kepentingan nasional, dalam rangka menjaga stabilitaspertahanan, keamanan, dan ketahanan ekonomi negara yangdidistribusikan secara adil dan proporsional untuk sebesar-besarnyakemakmuran rakyat”.13

Penguasaan oleh negara diselenggarakan oleh pemerintah sebagai

pemegang kuasa pertambangan. Kuasa pertambangan adalah wewenang yang

diberikan negara kepada pemerintah untuk menyelenggarakan kegiatan eksplorasi

dan eksploitasi.14

Eksplorasi adalah kegiatan yang bertujuan untuk :

a. Memperoleh informasi mengenai kondisi geologi;

b. Menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan minyak dan gas bumi;dan

c. Menentukan tempat wilayah kerja.

Eksploitasi adalah rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk :

12 Nandang Sudrajat, Teori dan Praktik Pertambangan Indonesia Menurut Hukum, (Jakarta :Pustaka Yustisia, 2010), hlm. 23-24.13 Ibid, hlm. 25.14 Ibid, hlm. 284.

Page 20: LAPORAN PENELITIAN - USM

di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 8

a. Menghasilkan minyak dan gas bumi;

b. Menentukan tempat wilayah kerja, yang terdiri dari :

1) Pengeboran dan penyelesaian sumur;

2) Pembangunan sarana pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan;

3) Pemisahan dan pemurnian minyak dan gas bumi di lapangan serta kegiatan

lain yang mendukungnya.

2. Tinjauan Tentang Minyak dan Gas Bumi

Istilah minyak bumi berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu crude

oil, sedangkan istilah gas bumi berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu

natural gas. Pengertian minyak bumi kita temukan dalam Pasal 3 huruf i The

Petrolium Tax Code, 1997 negara India dengan rumusan sebagai berikut :

“Petroleum” means crude oil existing in its natural conditian i.e. all kindsof hydrocarbons and bitumens, both in solid and in liquid form, in theirnatural state or obtained from Natural Gas by condensation or extraction,including distillate and condensate (when commingled with the heavierhydrocarbons and delevered as ablend at the delivery point) but excludingNatural Gas”.

Petroleum berarti minyak mentah yang keberadaannya dalam bentuk

kondisi alami, seperti semua jenis hidrokarbon, bitumen, keduanya baik dalam

bentuk padat dan cair, yang diperoleh dengan cara kondensasi (pengembunan)

atau digali, termasuk di dalamnya dengan cara distilasi (sulingan/ saringan) dan

kondensasi (bilamana berkaitan dengan hidrokarbon yang sangat berat yang

direktori sebagai bentuk campuran), tetapi tidak termasuk gas alam.

Dalam definisi ini, tidak hanya menjelaskan tentang pengertian petroleum,

tetapi juga tentang bentuknya, jenisnya dan cara memperolehnya. Petroleum

dalam definisi ini dikonstruksikan sebagai minyak mentah berbentuk benda padat

dan cair berupa hidrokarbon dan bitumen, cara memperolehnya dapat dengan

kondensasi (pengembunan), digali, dan disuling. Lebih lanjut untuk memahami

pengertian minyak bumi lebih lengkap dapat dibaca dalam Pasal 1 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 sebagai berikut :

“Minyak bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalamkondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa cair atau padat,

Page 21: LAPORAN PENELITIAN - USM

di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 9

termasuk aspal, lilin mineral atau ozokerit, dan bitumen yang diperolehdari proses penambangan, tetapi tidak termasuk batu bara atau endapanhidrokarbon lain yang berbentuk padat yang diperoleh dari kegiatan yangtidak berkaitan dengan kegiatan usaha minyak dan gas bumi”

Lebih lanjut pengertian gas bumi terdapat dalam Pasal 3 huruf g The

Petroleum Tax Code, 1997 negara India, dengan rumusan sebagai berikut :

“Natural gas means wet gas, dry gas, all other gaseous hydrocarbons, andall substances contained therein, including sulphur, carbon dioxide,nitrogen and helium, which are produced from oil or gas wells, excludingliquid hydrocarbons that are condensed or extractedfrom gas and areliquid at normal temperature and pressure coditions, but including theresidue gas remaining after the condensation or extraction of liquidhydrocarbons from gas”.

Gas alam berarti gas cair, gas kering, dan gas-gas hidrokarbon lainnya dan

seluruh senyawa yang terdapat di dalamnya, termasuk belerang, karbondioksida,

nitrogen dan helium yang diproduksi dari sumur minyak atau sumur gas, tidak

termasuk hidrokarbon cair, yang dikondensasi atau diekstrak dari gas dan

dicairkan pada suhu normal dan kondisi tekanan, tetapi termasuk residu gas yang

tersisa setelah proses kondensasi atau diekstraksi hidrokarbon cair dari gas.

Dengan demikian pasal 3 huruf g tersebut memberikan pengertian gas alam secara

luas, yang meliputi unsur-unsur gas alam dan proses produksinya yang dilakukan

dengan kondensasi dan ekstrak.

Lebih lanjut, pengertian gas bumi juga dirumuskan dalam Pasal 1 ayat (2)

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 sebagai berikut :

“gas bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalamkondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa gas yang diperolehdari proses penambangan minyak dan gas bumi”.

Dengan demikian unsur utama minyak dan gas bumi adalah hidrokarbon,

yang berupa senyawa-senyawa organik di mana setiap molekulnya hanya

mempunyai unsur karbon dan hidrogen saja. Karbon adalah unsur bukan logam

yang banyak terdapat di alam, sedangkan hidrogen adalah gas tak berwarna, tak

berbau, tak ada rasanya, menyesakkan, tetapi tidak bersifat racun, dijumpai di

Page 22: LAPORAN PENELITIAN - USM

di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 10

alam dalam senyawa dengan oksigen. 15 Lebih lanjut, hidrokarbon dapat

digolongkan menjadi lima macam, yaitu : 16(a) parafin; (b) naften; (c) aromat; (d)

monoolefin; (e) diolefin

Dengan kata lain, bahwa minyak dan gas bumi sebagian besar terdiri dari

campuran karbon dan hidrogen sehingga disebut dengan hidrokarbon yang

terbentuk melalui siklus alami dan dimulai dengan sedimentasi sisa-sisa tumbuhan

dan hewan yang terperangkap selama jutaan tahun yang umumnya terjadi jauh di

bawah dasar lautan dan menjadi minyak dan gas akibat pengaruh kombinasi

antara tekanan dan temperatur yang dalam kerak bumi akhirnya berkumpul

membentuk resevoir-reservoir minyak dan gas bumi.

3. Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract)

Kontrak (contract, contracten) disebut juga perjanjian. Namun menurut

Subekti, pengertian kontrak lebih sempit dari perjanjian karena kontrak

mensyaratkan bentuknya selalu tertulis, sedangkan perjanjian bentuknya selain

tertulis dapat dilakukan secara lisan. Oleh karena itu, hukum kontrak merupakan

spesies dari hukum perjanjian.

Pada dasarnya, kontrak kerja sama di bidang pertambangan minyak dan

gas bumi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu : 17

a. Kontrak bagi hasil (production sharing contract);b. Bentuk kerja sama lainnya;

Di dalam praktiknya, bentuk kerja sama lain antara Pertamina dengan

perusahaan swasta dapat dibagi menjadi empat macam, yaitu :

1) Perjanjian karya, yaitu suatu kerja sama antara Pertamina danperusahaan swasta pemegang konsesi dalam rangka eksplorasi daneksploitasi minyak dan gas bumi;

2) Technical assistance contract (perjanjian bantuan teknik), yaitu kerjasama antara Pertamina dan perusahaan swasta dalam rangkamerehabilitasi sumur-sumur atau lapangan minyak yang ditinggalkandalam kuasa pertambangan Pertamina;

15 Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989, hlm. 305dan 391.16 Harjono A, Teknologi Minyak Bumi, (Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2001), hlm.12-15.17 H. Salim HS, Ibid, hlm. 316-317

Page 23: LAPORAN PENELITIAN - USM

di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 11

3) Enhanced oil recovery contract (EOR), yaitu suatu kerja sama antaraPertamina dan perusahaan swasta dalam rangka meningkatkan produksiminyak pada sumur dan lapangan minyak yang masih dioperasikanPertamina dan sudah mengalami penurunan produksi denganmenggunakan teknologi tinggi meliputi usaha secondary dan tertiaryrecovery;

4) Kontrak operasi bersama (KOB), yaitu kerja sama antara Pertamina danperusahaan swasta dalam rangka eksplorasi dan eksploitasi panas bumiuntuk pembangkit tenaga listrik.

Disamping itu, masih ada kerja sama lainnya yaitu kerja sama di bidang

minyak dan gas hilir. Kerja sama ini dilakukan antara Pertamina dengan

perusahaan swasta. Objek kerja sama di bidang hilir adalah usaha pemurnian dan

pengolahan minyak dan gas bumi. Kontrak bagi hasil (production sharing

contract) merupakan kontrak yang utama. Sementara itu, kontrak lainnya

merupakan pengembangan dari kontrak bagi hasil (production sharing contract).

Kontrak bagi hasil merupakan terjemahan dari istilah production sharing

contract (PSC). Istilah kontrak bagi hasil (production sharing contract)

ditemukan dalam Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang

Pertamina Jo Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1974 tentang Perubahan Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang Pertamina. Sementara itu, dalam Pasal 1

angka 19 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi,

istilah yang digunakan adalah dalam bentuk kontrak kerja sama. Kontrak kerja

sama ini dapat dilakukan dalam bentuk kontrak bagi hasil atau bentuk kerja sama

lainnya.

Pasal 1 angka 19 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001, tidak khusus

menjelaskan pengertian kontrak bagi hasil (production sharing contract), tetapi

difokuskan pada konsep teoritis kerja sama di bidang minyak dan gas bumi yang

dibedakan menjadi 2 (dua) macam yaitu kontrak bagi hasil (production sharing

contract) dan kontrak-kontrak lainnya. Pengertian kontrak bagi hasil (production

sharing contract) dapat ditemukan dalam Pasal 1 angka (1) PP Nomor 35 Tahun

1994 tentang Syarat-syarat dan Pedoman Kerja Sama Kontrak Bagi Hasil Minyak

dan Gas Bumi. Kontrak bagi hasil (production sharing contract) adalah :

Page 24: LAPORAN PENELITIAN - USM

di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 12

“kerja sama antara Pertamina dan kontraktor untuk melaksanakan usaha

eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi berdasarkan prinsip

pembagian hasil produksi”

Kontrak bagi hasil (production sharing contract) merupakan perjanjian

bagi hasil di bidang minyak dan gas bumi. Para pihaknya adalah Pertamina dan

kontraktor. Sementara itu, dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 para

pihaknya adalah Badan Pelaksana Migas yang telah digantikan oleh Satuan Kerja

Sementara Pelaksana Kegiatan dengan badan usaha atau bentuk usaha tetap.

Dengan demikian, definisi ini perlu dilengkapi dan disempurnakan, bahwa

kontrak bagi hasil (production sharing contract) adalah :18

“perjanjian atau kontrak yang dibuat antara badan pelaksana (telahdigantikan oleh Satuan Kerja Sementara Pelaksana Kegiatan) denganbadan usaha dan atau bentuk usaha tetap untuk melakukan kegiataneksplorasi dan eksploitasi di bidang minyak dan gas bumi dengan prinsipbagi hasil”.

Unsur-unsur yang tercantum dalam definisi ini adalah :

a. Adanya perjanjian atau kontrak;

b. Adanya subjek hukum, yaitu badan pelaksana (telah digantikan oleh Satuan

Kerja Sementara Pelaksana Kegiatan) dengan badan usaha atau bentuk usaha

tetap;

c. Adanya objek, yaitu eksplorasi minyak dan gas bumi, di mana eksplorasi

bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai kondisi geologi untuk

menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan minyak dan gas bumi di

wilayah kerja yang ditentukan, sedangkan eksploitasi bertujuan untuk

menghasilkan minyak dan gas bumi;

d. Kegiatan di bidang minyak dan gas bumi; dan

e. Adanya prinsip bagi hasil.

Prinsip bagi hasil merupakan prinsip yang mengatur pembagian hasil yang

diperoleh dari eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi antara badan

pelaksana dengan badan usaha dan atau badan usaha tetap. Pembagian hasil ini

18 Ibid, hlm. 305.

Page 25: LAPORAN PENELITIAN - USM

di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 13

dirundingkan antara kedua belah pihak dan biasanya dituangkan dalam kontrak

bagi hasil (production sharing contract).

4. Penyelesaian Sengketa

Istilah penyelesaian sengketa berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu

dispute resolution. Richard L. Abel mengartikan sengketa (dispute) adalah sebagai

pernyataan publik mengenai tuntutan yang tidak selaras (inconsistent claim)

terhadap sesuatu yang bernilai.19

Menurut Ronny Hanitijo, sengketa atau konflik adalah situasi (keadaan) di

mana dua atau lebih pihak-pihak memperjuangkan tujuan mereka masing-masing

yang tidak dapat dipersatukan dan dimana tiap-tiap pihak mencoba meyakinkan

pihak lain mengenai kebenaran masing-masing.20 Menurut Candra Irawan,

sengketa adalah perselisihan atau perbedaan pendapat (persepsi) yang terjadi

antara dua orang atau lebih karena adanya pertentangan kepentingan yang

berdampak pada terganggunya pencapaian tujuan yang diinginkan oleh para

pihak.21

Dengan demikian, dalam suatu sengketa atau konflik terkandung suatu

unsur-unsur sebagai berikut :

a. Dalam sengketa selalu melibatkan dua pihak atau lebih;

b. Pihak yang satu menghendaki pihak yang lain untuk berbuat atau tidak berbuat

sesuatu;

c. Pihak lain yang diminta untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu itu menolak

untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.

Sengketa atau konflik muncul apabila ada tuntutan atau permintaan dari

satu pihak sedangkan pihak yang lain menolak tuntutan atau permintaan tersebut.

Tuntutan atau permintaan ini didasarkan adanya hak-hak tertentu. Jika diantara

para pihak tidak ada tuntutan atau permintaan maka tidak akan pernah lahir

19 M. Lawrence Friedman, American Law Introduction, (Jakarta : Tata Nusa, 2001), diterjemahkanoleh Wisnu Basuki, tanpa halaman.20 Ronny Hanitijo Soemitro, dalam Lalu Husni, Penyelesaian Perselisihan Hubungan IndustrialMelalui Pengadilan & di Luar Pengadilan, (Jakarta : Rajawali Press, 2004) hlm. 2.21 Candra Irawan, Aspek Hukum dan Mekanisme Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan(Alternative Dispute Resolution) di Indonesia, (Bandung : Mandar Maju, 2010), hlm. 2.

Page 26: LAPORAN PENELITIAN - USM

di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 14

sengketa atau konflik. Dengan demikian, adanya suatu tuntutan merupakan hal

pokok dalam suatu sengketa atau konflik.

Pola penyelesaian sengketa adalah suatu bentuk atau kerangka untuk

mengakhiri suatu pertikaian atau sengketa yang terjadi antara para pihak. Pola

penyelesaian sengketa dapat dibagi dua macam, yaitu (1) melalui pengadilan; dan

(2) melalui luar pengadilan (arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa atau

Alternative Dispute Resolution/ ADR).

Penyelesaian sengketa melalui pengadilan (litigasi) adalah suatu pola

penyelesaian sengketa yang terjadi antara para pihak yang bersengketa, di mana

dalam penyelesaian sengketa itu diselesaikan oleh pengadilan. Putusannya bersifat

mengikat. Penggunaan sistem litigasi mempunyai keuntungan dan kekurangan

dalam penyelesaian suatu sengketa. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa

litigasi tidak hanya menyelesaikan sengketa, tetapi lebih dari itu juga, menjamin

suatu bentuk ketertiban umum, yang tertuang dalam undang-undang secara

eksplisit maupun implisit. Disatu sisi sistem litigasi dirasakan kurang efisien baik

dari segi waktu maupun biaya, disamping itu tidak mengupayakan untuk

memperbaiki atau memulihkan hubungan para pihak yang bersengketa dan tidak

cocok untuk sengketa yang bersifat polisentris yaitu sengketa yang melibatkan

banyak pihak, banyak persoalan. Namun demikian dengan adanya Undang-

Undang Kapailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yakni Undang-

Undang Nomor 37 Tahun 2004 dengan kehadiran Pengadilan Niaga, merupakan

media untuk penyelesaian sengketa litigasi bagi para investor yang dirasa lebih

efektif. 22

Penyelesaian sengketa melalui luar pengadilan (arbitrase dan alternatif

penyelesaian sengketa /ADR) adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di

luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara

tertulis oleh para pihak yang bersengketa, dan lembaga penyelesaian sengketa atau

beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di

luar pengadilan dengan cara arbitrase, konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi,

22 Anna Rokhmatussa’dyah & Suratman, Hukum Investasi & Pasar Modal, (Jakarta : SinarGrafika, 2011) hlm. 79.

Page 27: LAPORAN PENELITIAN - USM

di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 15

atau penilaian ahli (Pasal 1 angka 1 dan 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun

1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa).

Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman

Modal, khususnya Pasal 32 diatur mengenai penyelesaian sengketa. Dalam

ketentuan tersebut diuraikan cara penyelesaian sengketa yang digunakan apabila

terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara pemerintah dengan penanam

modal. Para pihak terlebih dahulu menyelesaikan sengketa melalui musyawarah

dan mufakat, apabila tidak dicapai kesepakatan dapat ditempuh jalur arbitrase atau

alternatif penyelesaian sengketa/ ADR dan upaya terakhir diselesaikan melalui

pengadilan. Dalam hal sengketa antara Pemerintah dengan penanam modal asing,

para pihak akan menyelesaikan sengketa melalui arbitrase internasional.

Secara umum penyelesaian sengketa di bidang penanaman modal dapat

dilakukan dengan berbagai cara, yaitu :

a. Penyelesaian melalui pengadilan;

b. Penyelesaian melalui arbitrase; dan

c. Penyelesaian melalui cara-cara penyelesaian sengketa alternatif (Alternative

Dispute Resolution).

Cara penyelesaian sengketa di bidang penanaman modal melalui arbitrase

tampaknya merupakan pilihan yang semakin populer, mengingat cara

penyelesaian melalui arbitrase dipandang relatif lebih praktis, cepat dan murah,

serta tertutup. Cara penyelesaian melalui lembaga arbitrase ini dapat dilakukan

baik melalui arbitrase nasional (BANI) dengan ad hoc maupun institusional dan

arbitrase asing, seperti ICSID (International Center for Settlement of Investment

Disputes) maupun ICC (International Chamber of Commerce). Indonesia sendiri

telah meratifikasi New York Convention on Recognition and Enforcement of

Foreign Arbitral Award of 1958. 23

23 Ida Bagus Rachmadi Supancana, Kerangka Hukum & Kebijakan Investasi Langsung diIndonesia, ( Jakarta : Ghalia Indonesia, 2006), hlm. 87.

Page 28: LAPORAN PENELITIAN - USM

di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 16

5. Investasi (Penanaman Modal)

Investasi berasal dari kata invest yang berarti menanam atau

menginvestasikan uang atau modal.24 Istilah investasi atau penanaman modal

merupakan istilah yang dikenal dalam kegiatan bisnis sehari-hari maupun dalam

bahasa perundang-undangan. Namun pada dasarnya kedua istilah tersebut

mempunyai pengertian yang sama, sehingga kadangkala digunakan secara

interchangeable.25

Investasi memiliki pengertian yang lebih luas karena dapat mencakup baik

investasi langsung (direct investment) maupun investasi tidak langsung (fortofolio

investment), sedangkan penanaman modal lebih memiliki konotasi kepada

investasi langsung.26

Secara umum investasi atau penanaman modal dapat diartikan sebagai

suatu kegiatan yang dilakukan baik oleh orang pribadi (natural person) maupun

badan hukum (juridical person) dalam upaya untuk meningkatkan dan/ atau

mempertahankan nilai modalnya, baik yang berbentuk uang tunai (cash money),

peralatan (equipment), aset tidak bergerak, hak atas kekayaan intelektual, maupun

keahlian.

Dari beberapa pengertian di atas, dapat ditarik unsur-unsur terpenting dari

kegiatan investasi atau penanaman modal, yaitu :27

a. Adanya motif untuk meningkatkan atau setidak-tidaknya mempertahankannilai modalnya;

b. Bahwa “modal” tersebut tidak hanya mencakup hal-hal yang bersifat kasatmata dan dapat diraba (tangible), tetapi juga mencakup sesuatu yang bersifattidak kasat mata dan tidak dapat diraba (intangible). Intangible mencakupkeahlian, pengetahuan jaringan, dan sebagainya yang dalam berbagai kontrakkerja sama (joint venture agreement) biasanya disebut valuable services.

Sementara itu, dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun

2007 tentang Penanaman Modal disebutkan bahwa penanaman modal diartikan

24 Hasan Shadily, Kamus Lengkap Inggris-Indonesia, (Jakarta : PT Gramedia, 1992), hlm. 330.25 Ida Bagus Rachmadi Supancana, Kerangka Hukum & Kebijakan Investasi Langsung diIndonesia,(Jakarta : Ghalia Indonesia, 2006), hlm. 1.26 Dhaniswara K. Haryono, Hukum Penanaman Modal, Tinjauan terhadap Undang-UndangNomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007), hlm.10.27 Ida Bagus Rachmadi Supancana, op cit, hlm. 2.

Page 29: LAPORAN PENELITIAN - USM

di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 17

sebagai segala bentuk kegiatan penanaman modal, baik oleh penanam modal

dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah

negara Republik Indonesia. Modal dibutuhkan untuk mengelola sumber daya alam

(natural resource) dan potensi ekonomi (economic potencial) yang berada di

bawah otoritas negara. Adanya pengelolaan secara optimal terhadap sumber daya

alam dan potensi ekonomi yang ada, diharapkan ada nilai tambah tidak saja bagi

negara akan tetapi juga bagi masyarakat pada umumnya.

Investasi di bidang pertambangan minyak dan gas bumi dilakukan baik

oleh badan usaha dan/ atau bentuk usaha tetap dalam negeri maupun asing

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun yang dimaksud

dengan badan usaha adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang

menjalankan jenis usaha bersifat tetap, terus-menerus didirikan sesuai peraturan

perundang-undangan yang berlaku serta bekerja dan berkedudukan dalam wilayah

negara kesatuan RI. Sedangkan bentuk usaha tetap adalah badan usaha yang

didirikan dan berbadan hukum di luar wilayah negara kesatuan Republik

Indonesia yang melakukan kegiatan di wilayah negara kesatuan Republik

Indonesia dan wajib mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku di

Republik Indonesia. 28

Untuk investor asing pada umumnya merupakan Perusahaan Multi

Nasional (Multi National Corporation), dan mempunyai jaringan bisnis yang

cukup kuat di berbagai negara. Bagi Indonesia, adanya aliran dana dari investor

asing tersebut dapat memberikan manfaat yang cukup luas berupa penyerapan

tenaga kerja, menciptakan demand bagi produk dalam negeri sebagai bahan baku,

menambah devisa apalagi yang berorientasi ekspor, menambah penghasilan

negara dari sektor pajak, adanya alih teknologi maupun alih pengetahuan. 29

28 H. Salim HS, Ibid, hlm. 338.29 Sentosa Sembiring, Hukum Investasi, (Bandung : Nuansa Aulia, 2007), hlm. 23.

Page 30: LAPORAN PENELITIAN - USM

di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 18

BAB III.METODE PENELITIAN

Penelitian (research) dapat berarti pencarian kembali yang bernilai

edukatif, yang berawal dari ketidaktahuan dan berakhir pada keraguan dan tahap

selanjutnya berangkat dari keraguan dan berakhir pada suatu hipotesis yaitu

jawaban yang dianggap benar sampai dapat dibuktikan sebaliknya.30 Demikian

pula penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisis

dan konstruksi, yang ditujukan untuk mengungkapkan kebenaran secara

metodologis, sistematis dan konsisten, sebagai sarana pokok dalam

pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.31

Metodologi berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu yaitu suatu

cara untuk menemukan jawaban akan sesuatu hal yang sudah tersusun dalam

langkah-langkah tertentu yang sistematis berdasarkan suatu sistem.32

1. Metode Pendekatan

Penelitian ini merupakan penelitian hukum doktriner yang merupakan

penelitian terhadap data sekunder, sehingga metode pendekatan yang digunakan

adalah metode yuridis normatif. Pendekatan yuridis normatif dilakukan dengan

menginventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan kontrak bagi hasil

(production sharing contract) dalam pertambangan minyak dan gas bumi,

sehingga ditemukan landasan hukum yang jelas dalam meletakkan persoalan ini

pada perspektif hukum pertambangan.

2. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitis, karena

bertujuan memberikan gambaran secara menyeluruh, mendalam tentang suatu

keadaan atau gejala yang diteliti.33 Spesifikasi deskriptif analitis dalam penelitian

ini karena diharapkan mampu memecahkan masalah dengan cara memaparkan

30 Amiruddin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2004), hlm. 19.31 Ibid, hlm. 27.32 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat),(Jakarta : Rajawali Press, 2003), hlm. 1.33 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan III, (Jakarta : UI Press, 1986), hlm.10.

Page 31: LAPORAN PENELITIAN - USM

di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 19

keadaan objek penelitian yang sedang diteliti apa adanya berdasarkan fakta-fakta

yang diperoleh pada saat penelitian dilakukan.34

3. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.

Data ini merupakan hasil olahan/ tulisan/ penelitian pihak lain. Data sekunder

dalam penelitian ini berupa peraturan-peraturan hukum yang terkait dengan

kontrak bagi hasil (production sharing contract), tulisan ilmiah/ hasil-hasil

penelitian, dll. Data sekunder di bidang hukum meliputi :

a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang isinya mempunyai

kekuatan mengikat kepada masyarakat. Bahan hukum primer dalam penelitian

ini antara lain Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 setelah

amandemen, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor

22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Undang-Undang Nomor 25

Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Undang-Undang Nomor 30 Tahun

1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 1974 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1971 tentang Pertamina, Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1994 tentang

Syarat-syarat dan Pedoman Kerja Sama Kontrak Bagi Hasil Minyak dan Gas

bumi, Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha

Hulu Minyak dan Gas Bumi, Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2012

tentang Pengalihan Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Kegiatan Usaha Hulu

Minyak dan Gas Bumi, Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral

Republik Indonesia Nomor 3135 K/08/MEM/2012 tentang Pengalihan Tugas,

Fungsi dan Organisasi dalam Pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan

Gas Bumi.

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang isinya menjelaskan mengenai

bahan hukum primer, yakni hasil karya para ahli hukum berupa buku-buku,

pendapat para sarjana, makalah, artikel, jurnal ilmiah yang berhubungan

dengan kontrak bagi hasil (production sharing contract).

34 Hadari Nawawi, Instrumen Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta : Gajah Mada UniversityPress, 1992), hlm. 42.

Page 32: LAPORAN PENELITIAN - USM

di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 20

c. Bahan hukum tersier atau bahan penunjang, yaitu bahan hukum yang

memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer

dan/ atau bahan hukum sekunder yakni, kamus hukum, Kamus Besar Bahasa

Indonesia, kamus bahasa Inggris, ensiklopedi, Black Law Dictionary.

4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh kebenaran ilmiah dalam penelitian ini, maka metode

pengumpulan data yang dipergunakan adalah studi kepustakaan (library

research), kajian dokumen, dan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang terkait

dengan kontrak bagi hasil (production sharing contract).

5. Analisis Data

Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif,

yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya

dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas

dan hasilnya dituangkan dalam bentuk laporan penelitian. Metode kualitatif

dilakukan guna mendapatkan data yang bersifat deskriptif analitis, yaitu data-data

yang akan diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.

Page 33: LAPORAN PENELITIAN - USM

di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 21

BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. PERKEMBANGAN PENGATURAN KEGIATAN USAHAPERTAMBANGAN MINYAK DAN GAS BUMI DI INDONESIA

Pertambangan minyak dan gas bumi sejak dahulu telah menjadi perhatian

penting bahkan sebelum kemerdekaan. Hal ini dipicu juga oleh perkembangan

revolusi industri yang merubah wajah dunia menjadi sangat haus minyak dan gas

bumi sebagai penopang mesin-mesin industri. Selama puluhan tahun

perekonomian Indonesia ditopang dari hasil pengerukan minyak dan gas bumi.

Minyak dan gas bumi merupakan komoditas strategis yang menjadi salah satu

andalan pendapatan bagi Indonesia. Sampai saat ini, masyarakat Indonesia sangat

tergantung kepada migas, tidak hanya karena migas dibutuhkan oleh sektor

industri, tetapi migas juga banyak dipergunakan untuk keperluan rumah tangga,

transportasi baik darat, laut maupun udara. Posisi penting pertambangan minyak

dan gas bumi terlihat pada pengaturannya yang dilakukan secara terpisah dari

pertambangan umumnya yaitu dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001

tentang Minyak dan Gas Bumi.

Minyak bumi mulai dikenal oleh bangsa Indonesia pada abad pertengahan.

Penemuan sumber minyak yang pertama di Indonesia terjadi pada tahun 1883 oleh

seorang Belanda bernama A.G. Zeijlker di lapangan minyak Telaga Tiga dan

Telaga Said di dekat Pangkalan Brandan. Penemuan ini kemudian disusul oleh

penemuan lain yaitu di Pangkalan Brandan dan Telaga Tunggal. Selanjutnya,

menjelang akhir abad ke-19 terdapat beberapa perusahaan asing yang beroperasi

di Indonesia. Pada tahun 1935, untuk mengeksplorasi minyak bumi di daerah Irian

Jaya dibentuk perusahaan gabungan antara B.P.M., N.P.P.M., dan N.K.P.M. yang

bernama N.N.G.P.M. (Nederlandsche Nieum Guinea Petroleum Mij) dengan hak

eksplorasi selama 25 tahun.

Konsepsi dasar pengusahaan pertambangan minyak dan gas bumi di

Indonesia adalah Pasal 33 ayat 2 dan ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 setelah

amandemen yang merumuskan bahwa “Cabang-cabang produksi yang penting

bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak serta kekayaan bumi,

Page 34: LAPORAN PENELITIAN - USM

di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 22

air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan

dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Kedua ayat ini

menegaskan “penguasaan oleh negara” dan “penggunaannya untuk sebesar-

besar kemakmuran rakyat“ terhadap sumber daya alam dan cabang-cabang

produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang

banyak. Rumusan tersebut menegaskan kewenangan negara, yang selanjutnya

dirumuskan dalam Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

Pokok-pokok Agraria, yang meliputi :

1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukkan, penggunaan,persediaandan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut.

2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa.

3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air danruang angkasa.

Lebih lanjut dirumuskan dalam Pasal 2 ayat 3 Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1960 bahwa “Wewenang yang bersumber pada Hak Menguasai dari

Negara sebagaimana dirumuskan dalam ayat 2 pasal ini digunakan untuk

mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan, kesejahteraan

dan kemerdekaan dalam masyarakat dan negara hukum Indonesia yang merdeka,

berdaulat, adil dan makmur”. Penguasaan negara atas sumber daya minyak dan

gas bumi kembali ditegaskan dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 22 Tahun

2001, bahwa minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam strategis tak

terbarukan yang terkandung di dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia

dan merupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh negara.

Penguasaan oleh negara terhadap sumber daya alam bertujuan untuk

menciptakan Ketahanan Nasional di bidang energi (National Energy Security) di

Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan sasaran utama penyediaan dan

pedistribusian energi di dalam negeri. Pemerintah berkewajiban menyediakan dan

mendistribusikan energi ke seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Ketahanan Nasional di bidang energi menuntut kemampuan pemerintah untuk

melakukan pengelolaan energi, dengan memperhatikan prinsip keadilan,

kemandirian, berkelanjutan, serta berwawasan lingkungan. Walaupun negara

Page 35: LAPORAN PENELITIAN - USM

di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 23

memiliki kekuasaan mutlak untuk melakukan konsep penguasaan terhadap

pengelolaan dan penguasaan minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 33 UUD 1945, tetapi kenyataannya hal tersebut tidak dapat dijalankan (non

executable), sehingga perlu ada pihak yang dikuasakan untuk menjalankan

kewenangan tersebut, dalam arti diatur dan diselenggarakan oleh pihak-pihak

yang diberi wewenang oleh negara dan bertindak untuk dan atas nama negara

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pihak yang diberi kewenangan oleh negara dan bertindak untuk dan atas

nama negara dalam menjalankan pengelolaan dan pengusahaan minyak dan gas

bumi, melakukan kegiatan yang holistik di bidang minyak dan gas bumi, meliputi

kegiatan pengelolaan dan pengusahaan pengolahan, pemurnian, pengangkutan,

pendistribusian, penyimpanan dan pemasaran, atau dengan kata lain melakukan

kegiatan hulu dan hilir minyak dan gas bumi.

Dalam pengusahaan pertambangan, pada mulanya dilakukan dengan

sistem konsesi yang kemudian tidak digunakan lagi karena dinilai memberikan

hak yang terlalu luas dan terlalu kuat bagi pemegang konsesi, sehingga diganti

dengan Kuasa Pertambangan. Oleh karena itu, dalam perkembangannya

pengusahaan pertambangan minyak dan gas bumi kemudian dilakukan oleh

Negara dan dilaksanakan hanya oleh Perusahaan Negara. Hal ini tertuang didalam

Undang-Undang Nomor 37 Prp. Tahun 1960 tentang Pertambangan sebagai

pengganti “Indische Mijn Wet” dan Undang-Undang Nomor 44 Prp. Tahun 1960

tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi.

Selanjutnya pengelolaan minyak dan gas bumi Indonesia berada di bawah

Kementerian Keuangan dengan kewenangan menunjuk kontraktor untuk

melaksanakan pekerjaan yang belum atau tidak dapat dilaksanakan oleh

perusahaan negara. Konsekuensinya semua pemegang konsesi pertambangan

minyak dan gas bumi yaitu Shell, Stanvac dan Caltex pada saat itu beralih

menjadi Kontraktor Perusahaan Negara.

Kemudian terjadi juga perubahan dalam perusahaan pertambangan negara,

bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Prp. Tahun 1960 tentang

Perusahaan Negara dan Undang-Undang Nomor 44 Prp. Tahun 1960, NV Niam

Page 36: LAPORAN PENELITIAN - USM

di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 24

(kepemilikan Pemerintah dan Shell) diubah menjadi PT PERMINDO yang

kemudian menjadi Perusahaan Negara Pertambangan Minyak Indonesia (PT

PERTAMIN) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1961. Menyusul

PT TMSU di Sumatera Utara juga diubah menjadi PT Perusahaan Minyak

Nasional (PT PERMINA), yang kemudian menjadi PN PERMINA.

Pada pertengahan tahun 1960-an seluruh aset perminyakan dan gas bumi

yang sudah terikat Kontrak Karya dikuasai oleh Negara yang pengelolaannya

dilakukan melalui perusahaan negara yaitu PN PERTAMIN, PN PERMINA, dan

PN PERMIGAN. Selanjutnya PN PERTAMIN dan PN PERMINA menjadi PN

PERTAMINA atas dasar Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1968 yang

kemudian berubah menjadi PERTAMINA berdasarkan Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara,

sebagai satu-satunya perusahaan negara pemegang Kuasa Pertambangan di

Indonesia yang mengamanatkan bahwa pengusahaan pertambangan minyak dan

gas bumi hanya dilaksanakan oleh perusahaan negara.

Maksud didirikannya Pertamina adalah untuk meningkatkan produktivitas,

efektivitas dan efisiensi operasi perminyakan nasional. Pertamina menjalankan

perannya sebagai real player yang baik dalam industri minyak dan gas bumi

secara nasional dan internasional. Pemberlakuan kontrak bagi hasil mengalami

pertumbuhan pesat karena beberapa faktor yaitu : 35

1. Intensitasnya hubungan dengan para kontraktor;

2. Sifat hubungan dengan para kontraktor;

3. Kerjasama dengan orang asing yang menghasilkan teknologi mutakhir;

4. Kepercayaan kontraktor asing untuk menanamkan modalnya di

Indonesia dengan cara penandatanganan kontrak bagi hasil.

Pertamina sebagai “Integrated State Oil Company” mendapatkan tugas

sebagai pelaksana pengusahaan pertambangan minyak dan gas bumi. Pertamina

juga mendapatkan Kuasa Pertambangan yang meliputi eksplorasi, eksploitasi,

pemurnian dan pengolahan, pengangkutan serta penjualan. Dengan dibentuknya

35 Rudi M. Simamora, Hukum Minyak dan Gas Bumi, (Jakarta : Djambatan, 2000), hlm. 32.

Page 37: LAPORAN PENELITIAN - USM

di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 25

perusahaan negara tersebut dimaksudkan untuk memberikan fleksibilitas dan

optimalisasi pengusahaan minyak dan gas bumi yang merupakan pilihan teknis

dan strategis, baik dari segi hukum maupun ekonomis komersial.

Selanjutnya pengusahaan industri pertambangan minyak dan gas bumi

nasional dijalankan dengan konsep monopoli, artinya Pertamina sebagai

pemegang kuasa pertambangan minyak dan gas bumi memegang kendali atas

semua kegiatan usaha minyak dan gas bumi mulai dari hulu (eksplorasi dan

produksi) sampai hilir (pemasaran). Apabila Pertamina ingin bekerjasama dengan

pihak lain, pihak lain tersebut tetap harus berstatus sebagi kontraktor Pertamina,

bukan sebagai pemilik bersama (co-owner) dari perusahaan yang dibentuk. Selain

itu juga harus memenuhi syarat tertentu dan berlaku setelah disetujui oleh

Presiden untuk kemudian diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

Syarat-syarat dalam kerjasama tersebut harus diusahakan syarat yang paling

menguntungkan negara.

Pada tanggal 23 Nopember 2001 disahkan Undang-Undang Nomor 22

Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, karena Undang-Undang Nomor 44

Prp. Tahun 1960 dipandang sudah tidak sesuai dengan perkembangan usaha

pertambangan minyak dan gas bumi dalam taraf nasional maupun internasional.

Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan

Gas Bumi tersebut, maka berdasarkan ketentuan penutup dirumuskan bahwa

peraturan perundang-undangan di bawah ini dinyatakan tidak berlaku lagi, yaitu :

1. Undang-Undang Nomor 44 Prp. Tahun 1960 tentang PertambanganMinyak dan Gas Bumi;

2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1962 tentang Penetapan PERPUNomor 2 Tahun 1962 tentang Kewajiban Perusahaan MinyakMemenuhi Kebutuhan Dalam Negeri;

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang PerusahaanPertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara, berikut segalaperubahannya, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun1974;

Adapun segala peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 44 Prp. Tahun

1960 dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971 dinyatakan tetap berlaku

Page 38: LAPORAN PENELITIAN - USM

di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 26

sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan peraturan baru

berdasarkan UU No. 22 Th. 2001.

Pertimbangan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001

tersebut adalah sebagai berikut : 36

1. Pembangunan nasional harus diarahkan kepada terwujudnyakesejahteraan rakyat dengan melakukan reformasi di segala bidangkehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila danUndang-Undang Dasar 1945.

2. Minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam strategis tidakterbarukan yang dikuasai oleh negara serta merupakan komoditas vitalyang menguasai hajat hidup orang banyak dan mempunyai perananpenting dalam perekonomian nasional sehingga pengelolaannya harusdapat secara maksimal memberikan kemakmuran dan kesejahteraanrakyat.

3. Kegiatan usaha minyak dan gas bumi mempunyai peranan pentingdalam memberikan nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhanekonomi nasional yang meningkat dan berkelanjutan.

4. Undang-Undang Nomor 44 Prp. Tahun 1960 tentang PertambanganMinyak dan Gas Bumi, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1962tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-UndangNomor 2 Tahun 1962 tentang Kewajiban Perusahaan Minyakmemenuhi Kebutuhan Dalam Negeri, dan Undang-Undang Nomor 8Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas BumiNegara sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan usahapertambangan minyak dan gas bumi.

5. Dengan tetap mempertimbangan perkembangan nasional maupuninternasional, dibutuhkan perubahan peraturan perundang-undangantentang pertambangan minyak dan gas bumi yang dapat menciptakankegiatan usaha minyak dan gas bumi yang mandiri, andal transparan,berdaya saing, efisien, dan berwawasan pelestarian lingkungan, sertamendorong perkembangan potensi dan peranan nasional.

6. Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam angka, 1, 2,3, 4, dan 5 tersebut serta untuk memberikan landasan hukum bagilangkah-langkah pembaruan dan penataan atas penyelenggaraanpengusahaan minyak dan gas bumi, maka perlu membentuk Undang-Undang tentang Minyak dan Gas Bumi.

Adapun tujuan penyusunan Undang-Undang ini adalah : (1) terlaksana

dan terkendalinya minyak dan gas bumi sebagai sumber daya alam dan sumber

daya pembangunan yang bersifat strategis dan vital; (2) mendukung dan

36 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi , hal menimbang.

Page 39: LAPORAN PENELITIAN - USM

di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 27

menumbuhkembangkan kemampuan nasional untuk lebih mampu bersaing; (3)

meningkatnya pendapatan negara dan memberikan kontribusi yang sebesar-

besarnya bagi perekonomian nasional, mengembangkan dan memperkuat industri

dan perdagangan Indonesia; dan (4) menciptakan lapangan kerja, memperbaiki

lingkungan, meningkatnya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

Perubahan Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi banyak dipandang

sebagai liberalisasi sektor migas di Indonesia, sedangkan amandemen Undang-

Undang Minyak dan Gas Bumi merupakan paket kebijakan yang harus dilakukan

oleh Indonesia sebagai syarat untuk mendapatkan bantuan dari IMF guna

menghadapi krisis finansial tahun 1998.

Dampak dari penerapan Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi adalah

aset Pertamina jauh berkurang dari asalnya. Selain itu proses bisnis minyak dan

gas bumi sangat berbelit dan menimbulkan ongkos produksi minyak dan gas bumi

di Indonesia semakin mahal dan berakibat pada naiknya harga jual kepada

masyarakat. Dampak yang lain adalah terbentuknya badan pengelola minyak dan

gas bumi yaitu Badan Pengelola Migas (BP Migas), sebagaimana dirumuskan

dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 bahwa

penguasaan oleh negara tersebut diselenggarakan oleh pemerintah sebagai

pemegang kuasa pertambangan dengan membentuk Badan Pengelola Migas yang

kemudian mengambil alih kendali dan menyingkirkan Pertamina sebagai

pemegang kuasa bisnis minyak dan gas bumi yang notabene adalah National Oil

Company di Indonesia. Ketentuan pembentukan Badan Pelaksana Migas diatur

kemudian dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2002 tentang Badan

Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. 37

Badan pelaksana adalah suatu badan yang dibentuk untuk melakukan

pengendalian kegiatan usaha hulu di bidang minyak dan gas bumi. Kedudukan

badan pelaksana merupakan badan hukum milik negara. Badan hukum milik

negara mempunyai status sebagai subjek hukum milik negara dan juga merupakan

37 Salim HS, Hukum Pertambangan, Opcit, hlm. 245.

Page 40: LAPORAN PENELITIAN - USM

di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 28

subjek Hukum Perdata dan merupakan institusi yang tidak mencari keuntungan

serta dikelola secara profesional. 38

Fungsi badan pelaksana ini adalah melakukan pengawasan terhadap

kegiatan usaha hulu agar pengambilan sumber daya alam minyak dan gas bumi

milik Negara dapat memberikan manfaat dan penerimaan yang maksimal bagi

Negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Pasal 44 ayat (2) Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Pasal 10 Peraturan

Pemerintah Nomor 42 Tahun 2002 tentang Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu

Minyak dan Gas Bumi). Lebih lanjut BP Migas tersebut sebagai pembina dan

pengawas Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) di dalam menjalankan kegiatan

eksplorasi, eksploitasi dan pemasaran migas Indonesia.

Adapun untuk melaksanakan kegiatan hilir minyak dan gas bumi,

pemerintah mebentuk Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas)

yang dirumuskan dalam Pasal 1 angka 24, Pasal 8 ayat (4), Pasal 46 sampai

dengan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas

Bumi. Badan pengatur adalah suatu badan yang dibentuk untuk melakukan

pengaturan dan pengawasan terhadap penyediaan dan pendistribusian bahan bakar

minyak dan gas bumi. 39

Setelah kurang lebih sebelas tahun Undang-Undang Nomor 22 Tahun

2001 tentang Minyak dan Gas Bumi berkiprah mengatur mengenai pengelolaan

sumber daya alam minyak dan gas bumi yang notabene adalah dikuasai oleh

negara, dan beroperasinya BP Migas sebagai tangan panjang pemerintah dalam

melaksanakan tugasnya selama kurang lebih sepuluh tahun, pada tanggal 13

Nopember 2012, Mahkamah Konstitusi membuat putusan yakni membubarkan

Badan Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi.

Melalui putusan Nomor 36/PUU-X/2012 yang dibacakan Ketua Majelis

Hakim Mahkamah Konstitusi, menyatakan pasal-pasal yang mengatur tugas dan

fungsi BP Migas seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001

tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945.

38 Ibid, hlm. 245.39 Ibid, hlm. 247.

Page 41: LAPORAN PENELITIAN - USM

di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 29

Selanjutnya, fungsi dan tugas BP Migas dilaksanakan pemerintah cq.

Kementerian terkait, sampai ada undang-undang baru yang mengaturnya. Atas

putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, pada tanggal 13 Nopember 2012,

Presiden Republik Indonesia menandatangani Peraturan Presiden Nomor 95

Tahun 2012 tentang Pengalihan Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Kegiatan Usaha

Hulu Minyak dan Gas Bumi yang intinya pengalihan BP Migas ke Kementerian

Energi dan Sumber Daya Mineral (Kementerian ESDM).

Sebagaimana diketahui dalam Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2012

tersebut ada tiga poin penting, yaitu :

1. Seluruh tugas BP Migas dialihkan ke Kementerian ESDM;

2. Semua kontrak kerja sama yang telah ditandatangani BP Migas tetap

berlaku sampai berakhirnya masa kontrak tersebut;

3. Seluruh proses pengelolaan yang dijalankan BP Migas dilanjutkan

Kementerian ESDM.

Dengan dibubarkannya BP Migas, posisi negara justru menjadi lebih berat,

karena pihak yang mendapat limpahan kontrak adalah Negara, bukan Badan

Hukum Milik Negara (BUMN). Bila nantinya ada sengketa, maka setiap sengketa

harus dicermati secara sungguh-sungguh, karena jika pemerintah merupakan

pihak yang kalah berarti kekalahan negara. Mengingat tanggung jawab negara

dalam posisinya sekarang adalah tidak terbatas, maka aset yang dimiliki negara

akan terekspos dalam upaya untuk membayar ganti rugi (jika negara dinyatakan

kalah dalam arbitrase). Lain halnya bila negara hanya pemegang saham di suatu

perseroan terbatas atau BUMN, dalam hal ini tanggung jawab hanya terbatas pada

saham yang dimiliki oleh negara atau aset yang dimiliki negara pada sebuah

perusahaan. 40

Setelah ditandatanganinya Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2012

tentang pengalihan Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Kegiatan Usaha Hulu Minyak

dan Gas Bumi, Menteri ESDM menerbitkan Keputusan Menteri ESDM Nomor

3135 Tahun 2012 tentang Pengalihan Tugas, Fungsi dan Organisasi dalam

40 Hikmahanto, “Diminta Bersiap Diri Hadapi Gugatan” (Suara Merdeka, 19 Nopember 2012),hlm. 10.

Page 42: LAPORAN PENELITIAN - USM

di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 30

Pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, diikuti dengan

terbitnya Keputusan Menteri ESDM Nomor 3136 Tahun 2012. Sesuai aturan

menteri tersebut, pemerintah membentuk Satuan Kerja Sementara Pelaksana

(SKSP) Migas sebagai pengganti sementara BP Migas sampai terbitnya undang-

undang baru. Menteri ESDM sekaligus menjabat Kepala SKSP Migas.

Pembentukan SKSP Migas merupakan upaya cepat pemerintah agar seluruh

kegiatan migas mulai eksplorasi, produksi, hingga jasa penunjang berjalan normal

pasca pembubaran BP Migas.

B. PROSEDUR TERJADINYA KONTRAK BAGI HASIL (PRODUCTIONSHARING CONTRACT).

1. Pengaturan Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract) dalamKegiatan Industri Minyak dan Gas Bumi

Kegiatan usaha minyak dan gas bumi dibagi menjadi dua macam, yaitu

kegiatan usaha hulu dan kegiatan usaha hilir (Pasal 5 Undang-Undang Nomor 22

Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi). Kegiatan usaha hulu diatur dalam

Pasal 1 angka 7, Pasal 5 sampai dengan Pasal 6, dan Pasal 9 sampai dengan Pasal

22 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

Kegiatan usaha hulu adalah kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu pada

kegiatan usaha eksplorasi dan eksploitasi.

Kegiatan usaha hulu dilaksanakan dan dikendalikan melalui Kontrak Kerja

Sama (KKS). Kontrak kerja sama adalah kontrak bagi hasil atau bentuk kontrak

kerja sama lain dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang lebih

menguntungkan negara dan hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat. Menurut Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun

2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Kontrak Kerja Sama tersebut paling sedikit

memuat persyaratan sebagai berikut :

a. Kepemilikan sumber daya alam tetap di tangan pemerintah sampaipada titik penyerahan;

b. Pengendalian manajemen operasi berada pada Badan Pelaksana yangtelah digantikan oleh Satuan Kerja Sementara Pelaksana (SKSP)Migas;

Page 43: LAPORAN PENELITIAN - USM

di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 31

c. Modal dan risiko seluruhnya ditanggung Badan Usaha atau BentukUsaha tetap;

Berdasarkan Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001

tentang Minyak dan Gas Bumi, kegiatan usaha hulu dapat dilaksanakan oleh :

a. Badan Usaha Milik Negara;

b. Badan Usaha Milik Daerah;

c. Koperasi, usaha kecil; dan

d. Badan usaha swasta.

Kegiatan usaha dibidang minyak dan gas bumi didasarkan pada kontrak

bagi hasil (production sharing contract). Adapun tujuan penuangan kewajiban-

kewajiban dalam persyaratan kontrak adalah untuk mempermudah pengendalian

kegiatan usaha hulu dan didasarkan juga peraturan perundang-undangan lainnya.

Setiap kontrak kerja sama yang telah ditandatangani kedua belah pihak, salinan

kontraknya dikirimkan kepada DPR RI, khususnya pada komisi yang membidangi

minyak dan gas bumi.

Kontrak bagi hasil (production sharing contract) mempunyai beberapa ciri

utama, yaitu : 41

1. Manajemen ada di tangan negara (perusahaan negara). Negara ikutserta dan mengawasi jalannya operasi pertambangan minyak dan gasbumi secara aktif dengan tetap memberikan kewenangan kepadakontraktor untuk bertindak sebagai operator dan menjalankan operasidi bawah pengawasannya. Negara terlibat langsung dalam prosespengambilan keputusan operasional yang biasanya dijalankan denganmekanisme persetujuan (approval);

2. Penggantian biaya operasi (operating cost recovery). Kontraktormempunyai kewajiban untuk menalangi terlebih dahulu biaya operasiyang diperlukan, yang kemudian diganti kembali dari hasil penjualanatau dengan mengambil bagian dari minyak dan gas bumi yangdihasilkan. Besaran penggantian biaya operasi ini tidak harus selalupenggantian penuh (full recovery), bisa saja hanya sebagian tergantungdari hasil negosiasi;

3. Pembagian hasil produksi (production split).Pembagian hasil produksisetelah dikurangi biaya operasi dan kewajiban lainnya merupakankeuntungan yang diperoleh oleh kontraktor dan pemasukan dari sisi

41 blogspot.com/2012, 31 Oktober 2012.

Page 44: LAPORAN PENELITIAN - USM

di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 32

negara. Besaran pembagian hasil produksi ini berbeda-beda tergantungdari berbagai faktor;

4. Pajak (tax). Pengenaan pajak dikenakan atas kegiatan operasikontraktor, besarannya dikaitkan dengan besarnya pembagian hasilproduksi antara negara dengan kontraktor. Prinsipnya adalah semakinbesar bagian negara maka pajak penghasilan yang dikenakan ataskontraktor akan semakin kecil;

5. Kepemilikan aset ada pada negara (perusahaan negara);6. Umumnya semua peralatan yang diperlukan untuk pelaksanaan operasi

menjadi milik perusahaan negara segera setelah dibeli atau setelahdidepresiasi. Ketentuan ini mengecualikan peralatan yang disewakarena kepemilikannya memang tidak pernah beralih kepadakontraktor.

Kontrak bagi hasil (production sharing contract) berbentuk tertulis dan

berupa akta di bawah tangan, yaitu dibuat antara Badan Pelaksana Migas yang

telah digantikan oleh Satuan Kerja Sementara Pelaksana (SKSP) Migas dengan

badan usaha dan/atau bentuk usaha tetap. Adapun salah satu tugas yang paling

penting dari badan pelaksana (dalam hal ini telah digantikan oleh SKSP Migas)

sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 44 ayat (3) Undang-Undang Nomor 22

Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi jo Pasal 11 Peraturan Pemerintah

Nomor 42 Tahun 2002 tentang Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak

dan Gas Bumi adalah penandatanganan kontrak bagi hasil (production sharing

contract), karena dengan penandatanganan kontrak itu akan menimbulkan hak dan

kewajiban para pihak. 42

Badan usaha adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang

menjalankan jenis usaha bersifat tetap, terus-menerus didirikan sesuai peraturan

perundang-undangan yang berlaku serta bekerja dan berkedudukan dalam wilayah

negara kesatuan RI. Dengan demikian badan usaha yang bergerak dalam kegiatan

minyak dan gas bumi harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

a. Berbentuk badan hukum;

b. Menjalankan usaha tetap dan terus menerus;

c. Didirikan sesuai dengan peraturan yang berlaku; dan

d. Bekerja dan berkedudukan dalam wilayah negara kesatuan RI.

42 Salim HS, op. cit., hlm. 337-338.

Page 45: LAPORAN PENELITIAN - USM

di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 33

Bentuk usaha tetap adalah badan usaha yang didirikan dan berbadan

hukum di luar wilayah negara kesatuan RI yang melakukan kegiatan di wilayah

negara kesatuan RI dan wajib mematuhi peraturan perundang-undangan yang

berlaku di Republik Indonesia.

Dengan demikian para pihak dalam kontrak bagi hasil (productioan

sharing contract) dalam kegiatan usaha minyak dan gas bumi berdasarkan

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 adalah Badan Pelaksana Migas dengan

badan usaha atau bentuk usaha tetap. Dengan adanya pengaturan baru mengenai

pengalihan tugas dan fungsi Badan Pelaksana Migas yaitu Peraturan Presiden

Nomor 95 Tahun 2012 tentang Pengalihan Pelaksana Tugas dan Fungsi Kegiatan

Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi serta Keputusan Menteri ESDM Nomor 3135

Tahun 2012 tentang Pengalihan Tugas, Fungsi dan Organisasi dalam Pelaksanaan

Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi maka para pihak dalam kontrak bagi

hasil (production sharing contract) adalah pemerintah dalam hal ini diwakili oleh

SKSP Migas dengan badan usaha atau bentuk usaha tetap sebagai kontraktornya.

Para pihak dalam kontrak bagi hasil (production sharing contract)

mempunyai kedudukan yang sejajar dalam menentukan bentuk dan substansi

kontrak sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1338 KUH Perdata. Namun dalam

kenyataannya, bentuk dan isi kontrak bagi hasil (production sharing contract)

telah ditentukan dan disiapkan oleh salah satu pihak. Kontrak bagi hasil

(production sharing contract) yang kini digunakan dalam bidang pertambangan

minyak dan gas bumi telah dibakukan secara sepihak oleh Pertamina yang

digantikan oleh Badan Pelaksana Migas dan kemudian beralih kepada SKSP

Migas. Dengan demikian badan usaha atau bentuk usaha tetap tidak mempunyai

kekuatan tawar-menawar dalam menentukan isi kontrak, sehingga asas kebebasan

berkontrak yang tercantum dalam Pasal 1338 KUH Perdata tidak mempunyai arti

bagi kontraktor, karena hak-haknya dibatasi oleh pemerintah dalam hal ini adalah

SKSP Migas.

Objek yang dapat diperjanjikan dalam kontrak bagi hasil (production

sharing contract) berdasarkan Pasal 5 ayat (1), Pasal 6 (1) dan Pasal 11 (1)

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas bumi adalah

Page 46: LAPORAN PENELITIAN - USM

di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 34

khusus kegiatan usaha hulu dalam pertambangan minyak dan gas bumi, yang

meliputi eksplorasi dan eksploitasi.

Berdasarkan Pasal 1 ayat (8) dan (9) UU No. 22 Th. 2001 yang dimaksud

dengan eksplorasi adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi

mengenai kondisi geologi untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan

minyak dan gas bumi di wilayah kerja yang ditentukan. Sedangkan yang

dimaksud eksploitasi adalah rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk

menghasilkan minyak dan gas bumi dari wilayah kerja yang ditentukan, yang

terdiri atas pengeboran dan penyelesaian sumur, pembangunan sarana

pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan untuk pemisahan dan pemurnian

minyak dan gas bumi di lapangan serta kegiatan lain yang mendukungnya.

Berkaitan dengan adanya kesepakatan dalam kontrak bagi hasil

(production sharing contract) tersebut maka pengaturan hak dan kewajiban para

pihak adalah sebagai berikut :

a. Bagi badan usaha dan/ atau bentuk usaha tetap yang melaksanakan

kegiatan usaha hulu, berkewajiban untuk (1) membayar penerimaan

negara yang berupa pajak yang meliputi pajak-pajak, bea masuk dan

pungutan lain atas impor dan cukai, pajak daerah dan retribusi daerah;

(2) membayar penerimaan negara bukan pajak yang meliputi bagian

negara, pungutan negara yang berupa iuran tetap, iuran eksplorasi dan

eksploitasi, serta bonus (Pasal 31 UU No. 22 Th. 2001). Sedangkan

hak badan usaha dan/atau bentuk usaha tetap yang melaksanakan

kegiatan usaha adalah mendapatkan bagian keuntungan dari hasil

produksi setelah dikurangi bagian negara.

b. Bagi Badan Pelaksana Migas yang telah dialihkan kepada SKSP Migas

berkewajiban untuk (1) bertanggung jawab terhadap manajemen

operasional; (2) membantu dan memperlancar pelaksanaan program

kerja kontraktor; (3) membebaskan kontraktor dari pajak-pajak lain;

(4) tidak diperkenankan untuk menyampaikan kepada pihak ketiga

semua data asli dari operasi pengeboran minyak; (5) menyetujui

penggunaan aset oleh pihak ketiga dengan syarat harus ada izin tertulis

Page 47: LAPORAN PENELITIAN - USM

di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 35

dari kontraktor. Adapun haknya adalah (1) menerima hasil produksi

minyak dan gas bumi, sesuai yang ditetapkan dalam kontrak; (2)

menerima pajak pendapatan dan pajak akhir tahun dari kontraktor.

Dalam hal pembagian hasil kegiatan usaha di bidang minyak dan gas

bumi, UU No. 22 Tahun 2001 tidak mengatur secara khusus tentang komposisi

pembagian hasil antara BP Migas, sekarang adalah SKSP Migas dengan badan

usaha dan/ atau bentuk usaha tetap. Mengacu pada Pasal 66 ayat (2) UU No. 22

Th. 2001, dirumuskan bahwa segala peraturan pelaksanaan UU No. 44 Prp. Th.

1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi dan UU No. 8 Th. 1971

tentang Pertamina masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan atau

belum diganti dengan peraturan baru berdasarkan UU No. 22 Th. 2001.

Salah satu peraturan pelaksanaannya adalah Peraturan Pemerintah Nomor

35 Tahun 1994 tentang Syarat-syarat dan Pedoman Kerja Sama Kontrak Bagi

Hasil Minyak dan Gas Bumi. Pasal 16 PP No. 35 Th. 1994 ditentukan bahwa yang

menetapkan pembagian hasil adalah Menteri Pertambangan dan Energi.

Penentuan bagi hasil minyak dan gas bumi jika mengacu pada kontrak bagi hasil

generasi ke III adalah sebagai berikut :

a. Minyak : 85% untuk BP Migas sekarang SKSP Migas; 15% untuk

badan usaha dan/ atau badan usaha tetap;

b. Gas : 70% untuk BP Migas sekarang SKSP Migas; 30% untuk

badan usaha dan/ atau badan usaha tetap.

Lebih lanjut dalam Pasal 22 UU No. 22 Th. 2001 ditentukan bahwa badan usaha

dan/ atau bentuk usaha tetap berkewajiban untuk menyerahkan paling banyak

25% bagiannya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

2. Ketentuan Penyusunan Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract)dalam Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi

Kontrak bagi hasil (production sharing contract) dibuat dalam bentuk

tertulis dan merupakan kontrak baku, karena format dan isi telah ditetapkan secara

sepihak yaitu antara pemerintah yang diwakili oleh BP Migas yang telah dialihkan

kepada SKSP Migas dengan badan usaha dan/ atau bentuk usaha tetap. Dalam

Page 48: LAPORAN PENELITIAN - USM

di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 36

Pasal 11 ayat (3) UU No. 22 Th. 2001, substansi yang harus dimuat dalam kontrak

bagi hasil (production sharing contract) yang merupakan ketentuan-ketentuan

pokok adalah sebagai berikut :

a. Penerimaan negara;b. Wilayah kerja dan pengembaliannya;c. Kewajiban pengeluaran dana;d. Perpindahan kepemilikan hasil produksi atas minyak dan gas bumi;e. Jangka waktu dan kondisi perpanjangan kontrak;f. Penyelesaian perselisihan;g. Kewajiban pemasokan minyak bumi dan/atau gas bumi untuk kebutuhan

dalam negeri;h. Berakhirnya kontrak;i. Kewajiban pasca operasi pertambangan;j. Keselamatan dan kesehatan kerja;k. Pengelolaan lingkungan hidup;l. Pengalihan dan kewajiban;m. Pelaporan yang diperlukan;n. Rencana pengembangan lapangano. Pengutamaan pemanfaatan barang dan jasa dalam negeri;p. Pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-hak masyarakat

adat; danq. Pengutamaan penggunaan tenaga kerja Indonesia.

Sedangkan syarat-syarat kontraktor menurut Pasal 3 PP No. 35 Th. 1994

adalah sebagai berikut :

a. Calon kontraktor memiliki dan menyampaikan laporan keuangan, prestasiperusahaan, kemampuan teknis operasional dan penilaian kerjaperusahaan;

b. Calon kontraktor sanggup membayar bonus produksi dan bonus lainnyakepada pertamina yang kemudian digantikan BP Migas selanjutnyadialihkan kepada SKSP Migas; dan

c. Calon kontraktor memiliki kantor perwakilan di Indonesia.

Lebih lanjut sebagaimana rumusan dalam Pasal 6 Peraturan Pemerintah

Nomor 35 Tahun 1994 sebagai berikut : “Terhadap Kontrak Bagi Hasil

sebagaimana dimaksud dalam peraturan pemerintah ini berlaku Hukum

Indonesia”, maka pelaksanaan hak dan kewajiban para pihak dalam kontrak bagi

hasil (production sharing contract) tunduk pada ketentuan-ketentuan perundang-

undangan Indonesia, antara lain ketentuan perpajakan, tenaga kerja, lingkungan

hidup, pertambangan, dan sebagainya.

Page 49: LAPORAN PENELITIAN - USM

di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 37

Ketentuan hukum yang berlaku dalam kontrak bagi hasil (production

sharing contract) menganut asas pilihan hukum (choise of law), yaitu :

a. Asas Lex Loci Contractus, yaitu bahwa hukum yang berlaku bagi suatu

kontrak Internasional adalah di tempat perjanjian atau kontrak dibuat. 43

b. Asas Lex Loci Solution, yaitu bahwa hukum yang berlaku bagi suatu

kontrak adalah tempat dimana kontrak tersebut dilaksanakan. 44

Adapun pengelompokan muatan atau isi yang diberlakukan dalam kontrak

bagi hasil (production sharing contract) antara pemerintah dalam hal ini Badan

Pelaksana Migas yang telah dialihkan kepada Satuan Kerja Sementara Pelaksana

Migas dengan badan usaha dan/ atau bentuk usaha tetap (kontraktor) sesuai

dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 terdiri atas tujuh belas (17)

bagian atau seksi yang meliputi hal-hal sebagai berikut :

B.1. Bagian Umum (General)

Dalam ketentuan umum ini dikemukakan adanya pengakuan bahwa

minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam strategis yang tidak dapat

diperbaharui dan merupakan komoditas vital yang menguasai hajat hidup orang

banyak dan salah satu sumber devisa bagi negara, maka minyak dan gas bumi

dikuasai oleh negara dan pengelolaannya harus dapat secara maksimal

memberikan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat sebagaimana dirumuskan

dalam Pasal 33 UUD 1945.

Lebih lanjut dikemukakan juga bahwa melalui kontrak kegiatan usaha

minyak dan gas bumi ini, pemerintah bersama kontraktor bermaksud menciptakan

pusat-pusat pertumbuhan bagi pembangunan daerah, menciptakan kesempatan

kerja yang lebih banyak, mendorong dan mengembangkan usaha setempat dan

untuk menjamin agar ketrampilan, pengetahuan dan teknologi dialihkan kepada

warga negara Indonesia, memperoleh data dasar mengenai dan sehubungan

dengan sumber daya minyak dan gas bumi dan melindungi serta merehabilitasi

lingkungan alam untuk pembangunan Indonesia selanjutnya.

43 Sudargo Gautama, Hukum Perdata Internasional Indonesia, Jilid II, bagian 2 (buku 8),(Bandung : Alumni, 1983), hlm. 13.44 Ibid, hlm. 17.

Page 50: LAPORAN PENELITIAN - USM

di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 38

Dikemukakan juga mengenai kesediaan pemerintah dan kontraktor untuk

bekerja sama dalam pengembangan pertambangan minyak dan gas bumi atas

dasar undang-undang dan peraturan-peraturan Republik Indonesia, khususnya UU

No. 22 Th. 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dan UU No. 25 Th. 2007 tentang

Penanaman Modal, serta perundang-undangan dan peraturan-peraturan terkait

lainnya.

B.2. Judul Kontrak (Title of Contract)

Judul kontrak yang digunakan dalam kontrak bagi hasil (production

sharing contract) untuk kegiatan usaha pertambangan minyak dan gas bumi

setelah berlakunya UU No. 22 Th. 2001 adalah sebagai berikut :

PRODUCTION SHARING CONTRACT

Between

BADAN PELAKSANA KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI (BPMIGAS)

and

PT ……… (Nama Kontraktor)

Badan Pelaksana Migas sebagai pihak pertama kemudian dijelaskan di

bawah judul kontrak sebagai badan usaha milik negara yang didirikan berdasarkan

Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2002 tentang Badan Pelaksana Kegiatan

Hulu Minyak dan Gas Bumi Jo UU No. 22 Th. 2001. Hanya BP Migas yang

berhak menandatangani kontrak bagi hasil (production sharing contract) ini

berdasarkan wewenang yang diberikan oleh Pemerintah. Pemerintah Indonesia

dalam hal pertambangan minyak dan gas bumi memiliki otoritas penambangan,

dan untuk melaksanakan otoritas tersebut, BP Migas menunjuk perusahaan yang

memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan yang berlaku sebagai kontraktor untuk

production sharing contract yang mempunyai kedudukan sebagai pihak kedua.

Dengan adanya pengaturan baru mengenai pengalihan tugas dan fungsi

Badan Pelaksana Migas yaitu Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2012 tentang

Pengalihan Pelaksana Tugas dan Fungsi Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas

Bumi serta Keputusan Menteri ESDM Nomor 3135 Tahun 2012 tentang

Pengalihan Tugas, Fungsi dan Organisasi dalam Pelaksanaan Kegiatan Usaha

Hulu Minyak dan Gas Bumi, maka kewenangan BP Migas beralih kepada SKSP

Migas sampai terbitnya peraturan yang baru.

Page 51: LAPORAN PENELITIAN - USM

di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 39

Digunakannya istilah Production Sharing Contract sebagai judul kontrak

adalah untuk mempertegas bahwa bentuk kontrak kerja sama yang dimaksud

untuk disepakati dan dilaksanakan oleh BP Migas dan Kontraktor adalah

Production Sharing Contract (PSC). Hal ini untuk membedakannya dengan

bentuk kontrak kerja sama lainnya, mengingat UU No. 22 Th. 2001 dalam Pasal 1

Butir 19 menyebutkan bahwa Production Sharing Contract merupakan salah satu

bentuk kerja sama yang diatur dalam UU No. 22 Th. 2001 untuk kegiatan

eksplorasi dan eksploitasi.

B.3. Ruang Lingkup (Scope)

Ruang lingkup yang diperjanjikan oleh para pihak dalam kontrak bagi

hasil (production sharing contract) meliputi seluruh aktivitas berkaitan dengan

eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi termasuk hak dan kewajiban

masing-masing pihak.

B.4. Definisi (Defenition)

Definisi yang digunakan dalam kontrak bagi hasil (production sharing

contract) merujuk penggunaan definisi pada Pasal 1 UU No. 22 Th. 2001 sebagai

landasan hukum, sehingg terdapat beberapa penyesuaian istilah yang lebih bersifat

teknis. Hal ini bertujuan untuk menghindari kesalahpahaman dalam menafsirkan

kontrak tersebut. Istilah-istilah yang tercantum dalam kontrak akan mempunyai

arti sesuai pengertiannya masing-masing, dimanapun istilah itu muncul di dalam

persetujuan antara para pihak. Istilah-istilah tersebut diantaranya adalah :

Affilliated Company or Affilliate, Barrel, Barrel of Oil Equivalent, Budget of

Operating Cost, Calender of Year, Contract Area, Crude Oil, Effective Date,

Force Mojeur, Foreegn Exchange, Grids, Indonesia Income Tax Law, Natural

Gas, Operating Costs, Petroleum, Petroleum Operation, Point of Export, Work

Program.

B.5. Jangka Waktu Kontrak (Duration Contract)

Jangka waktu kontrak bagi hasil (production sharing contract) telah

ditentukan dalam Pasal 14 sampai dengan Pasal 15 UU No. 22 Th. 2001. Jangka

waktu kontrak tersebut dilaksanakan paling lama tiga puluh tahun, sejak

ditandatangani kontrak. Jangka waktu itu dapat diperpanjang untuk jangka waktu

Page 52: LAPORAN PENELITIAN - USM

di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 40

paling lama dua puluh tahun, jangka waktu tersebut terdiri dari jangka waktu

eksplorasi dan jangka waktu eksploitasi.

Jangka waktu kegiatan eksplorasi dilaksanakan enam tahun dan dapat

diperpanjang hanya satu kali periode yang dilaksanakan paling lama empat tahun.

Sedangkan jangka waktu eksploitasi pertama selama duapuluh lima tahun

ditambah dengan perpanjangannya selama dua puluh tahun. Jadi, total jangka

waktu kegiatan eksploitasi selama empat puluh lima tahun. Untuk pengakhiran

kontrak dilakukan karena beberapa alasan, yaitu :

a. Kontrak Kerja sama (KKKS) jangka waktunya berakhir dan tidakdiperpanjang lagi;

b. Apabila kontraktor tidak memulai kegiatannya dalam jangka waktu palinglama 180 hari setelah tanggal efektif berlakunya kontrak kerja sama (Pasal30 ayat (2) PP No. 35 Th. 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak danGas Bumi);

c. Apabila kontraktor tidak dapat melaksanakan kewajiban-kewajibannyasesuai dengan kontrak kerja samanya dan peraturan perundangan yangberlaku (Pasal 32 PP No. 35 Th. 2004);

d. Apabila disepakati oleh para pihak dan diatur dalam kontrak bagi hasil(production sharing contract), misalnya tidak ditemukannya cadanganminyak dan gas bumi yang dapat diproduksi secara komersial.

B.6. Para Pihak Dalam kontrak (Parties of Contract)

Para pihak dalam kontrak bagi hasil (production sharing contract) yaitu

negara, yang diwakili oleh badan pelaksana yang sekarang telah dialihkan kepada

SKSP Migas, sedangkan pihak kedua atau kontraktornya adalah badan usaha dan/

atau bentuk usaha tetap.

B.7. Pengalihan Hak dan Kewajiban (Participating Interest)

Pengalihan, penyerahan dan pemindahtanganan hak dan kewajiban

kontraktor dapat dilakukan kepada :

a. Pihak lain, setelah mendapat persetujuan Menteri ESDM berdasarkan

pertimbangan BP Migas, sekarang SKSP Migas;

b. Perusahaan Non-afiliasi atau kepada perusahaan selain mitra kerja dalam

wilayah kerja yang sama.

c. Badan Usaha milik Daerah (BUMD), kontraktor diwajibkan menawarkan

10% participating interest (Pasal 34 PP No. 35 Th. 2004)

Page 53: LAPORAN PENELITIAN - USM

di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 41

B.8. Cost Recovery/ Profit Sharing

Masalah cost recovery dan profit sharing diatur secara rinci dalam kontrak

bagi hasil (production sharing contract), karena tidak ada pengaturan secara

terperinci dalam Peraturan Pemerintah.

B.9. Hak atas Migas (Title to Oil)

Dalam Pasal 4 ayat (1) UU No. 22 Th. 2001 dirumuskan bahwa minyak

dan gas bumi sebagai sumber daya alam strategis yang berada di wilayah hukum

Indonesia dikuasai oleh negara yang diselenggarakan oleh pemerintah sebagai

pemegang kuasa pertambangan.

B.10. Hak atas Barang dan Peralatan (Title to Equipment & Abandonment)

Seluruh barang dan peralatan yang digunakan kontraktor menjadi milik

negara dan kontraktor tetap dapat menggunakannya selama berlakunya kontrak

bagi hasil (production sharing contract) sebagaimana diatur dalam Pasal 22 dan

23 PP No. 35 Th. 1994.

B.11. Penyelesaian Sengketa dan Lembaga Peradilan (Settlement of Dispute &

Governing Law)

Dalam penyelesaian sengketa di bidang usaha minyak dan gas bumi

dilakukan melalui arbitrase ad hoc, sedangkan hukum acara yang digunakan

adalah ICC (International Chamber of Commerce). Adapun tempat penyelesaian

sengketa berdasarkan kesepakatan para pihak, mengingat PP No. 35 Th. 2004

tidak mengatur penyelesaian sengketa kontrak.

B.12. Ketenagakerjaan (Employment)

Berdasarkan UU No. 22 Th. 2001 yang ditindaklanjuti dengan PP No. 35

Th. 2004, dalam Pasal 82 sampai dengan Pasal 85 menentukan bahwa penggunaan

tenaga kerja didasarkan pada prinsip pengutamaan tenaga kerja Indonesia.

Penggunaan tenaga kerja asing dimungkinkan dengan ketentuan untuk jabatan dan

keahlian tertentu yang belum dapat dipenuhi tenaga kerja WNI.

B.13. Lingkungan Hidup dan Perlindungan bagi Kepentingan Masyarakat

(Environment & Community Development)

Salah satu asas penyelenggaran kegiatan usaha minyak dan gas bumi

adalah berwawasan lingkungan yang dalam hal ini dilaksanakan oleh Kementerian

Page 54: LAPORAN PENELITIAN - USM

di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 42

Lingkungan Hidup. Berdasarkan PP No. 27 Th. 1999 tentang AMDAL, bahwa

kegiatan usaha pertambangan minyak dan gas bumi merupakan salah satu usaha

yang memerlukan AMDAL.

Untuk perlindungan kepentingan masyarakat, kontraktor harus menjamin

bahwa masyarakat tidak dirugikan baik atas tanahnya maupun atas pengelolaan/

pengembangan lingkungan di wilayah kegiatan.

B.14. Pajak (Taxation)

Kewajiban atas pajak dalam kontrak bagi hasil (production sharing

contract) diatur berdasarkan UU No. 22 Th. 2001 dan peraturan perundang-

undangan di bidang perpajakan yang berlaku pada saat kontrak ditandatangani

atau mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan

yang berlaku (Pasal 52 ayat (2) huruf a dan Pasal 53 PP No. 35 Th. 2004).

C. MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA DALAM BIDANGPERTAMBANGAN MIGAS DENGAN SISTEM KONTRAK BAGIHASIL (PRODUCTION SHARING CONTRACT)

Di dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas

Bumi dan PP No. 35 Th. 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas

Bumi, tidak ditemukan pasal yang mengatur tentang penyelesaian sengketa

apabila terjadi sengketa anatar BP Migas dengan badan usaha dan/atau bentuk

usaha tetap terhadap substansi kontrak bagi hasil (production sharing contract).

Dalam prakteknya klausula penyelesaian sengketa dituangkan dalam kontrak bagi

hasil (production sharing contract) atas dasar kesepakatan para pihak.

Bentuk penyelesaian sengketa demikian dapat ditemukan dalam kontrak

bagi hasil (production sharing contract) yang pernah dibuat antara Pertamina

dengan badan usaha dan/ atau bentuk usaha tetap (kontraktor), dalam hal ini

dituangkan dalam Section XI PSC tentang Consultation and Arbitration. Dalam

hal konsultasi antara Pertamina dengan kontraktor (Section XI.1. PSC) dapat

dilakukan pada masa-masa atau waktu-waktu tertentu dengan tujuan (a) untuk

membahas perkembangan pengoperasian minyak dan gas bumi; (b) untuk

Page 55: LAPORAN PENELITIAN - USM

di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 43

membuat pertimbangan baru atau kebijakan baru; (c) untuk membahas

kemungkinan risiko yang akan dihadapi pada masa mendatang. 45

Lebih lanjut, dalam Section XI.2. PSC diatur kemungkinan dilakukan

perdamaian, dimana para pihak harus menjelaskan dan memusyawarahkan

mengenai perselisihan yang timbul diantara para pihak dengan memperhatikan

penafsiran terhadap substansi kontrak dan pelaksanaan kontrak. Apabila upaya

perdamaian tersebut tetap tidak dapat menyelesaikan perselisihan diantara para

pihak, Pertamina dan kontraktor dapat menyelesaikan melalui cara arbitrase.

Mekanisme melalui arbitrase tersebut dilakukan dengan jumlah wasit

(arbiter) yang terdiri dari 3 orang, dengan komposisi sebagai berikut : 46

a. Satu orang wasit yang berasal dari pihak Pertamina;

b. Satu orang wasit yang berasal dari pihak kontraktor;

c. Satu orang wasit yang netral, yang dipilih dan ditunjuk oleh Pihak

Pertamina dan kontraktor.

Bentuk penyelesaian sengketa sebagaimana yang dilakukan antara

Pertamina dengan kontraktor tersebut, juga di temukan dalam standart kontrak

bagi hasil (production sharing contract) yang dibuat antara BP Migas dengan

kontraktor. Bentuk penyelesaian sengketa diatur dalam Section XI PSC tentang

Consultation and Arbitration, juga ada dua hal yang diatur yaitu konsultasi dan

arbitrase. Dalam Section XI.1. PSC diatur mengenai konsultasi, yaitu perundingan

yang dilakukan antara BP Migas dengan kontraktor mengenai (1) pelaksanaan

operasi pengeboran minyak dan gas bumi; dan (2) penyelesaian masalah yang

timbul antara BP Migas dengan kontraktor. 47

Perselisihan yang timbul antara BP Migas dengan kontraktor, biasanya

menyangkut tidak dapat dilaksanakannya prestasi dengan baik sesuai dengan

substansi kontrak bagi hasil (production sharing contract) yang dibuat para pihak.

Cara pertama yang dilakukan para pihak adalah menyelesaikan secara damai dan

persuasif, yaitu para melakukan perundingan untuk mencari kesepakatan tentang

45 Ibid, hlm. 391.46 Ibid.47 Ibid, hlm. 392.

Page 56: LAPORAN PENELITIAN - USM

di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 44

hal-hal yang dipersoalkan,. Upaya ini dilakukan dengan cara mengirimkan surat

teguran dari salah satu pihak mengenai permasalahan yang dihadapi, dan dalam

waktu 90 hari akan dilakukan perundingan antara kedua belah pihak (Section XI.2

PSC).

Apabila dengan cara damai tidak dapat menyelesaikan perselisihan, maka

upaya selanjutnya adalah menggunakan arbitrase (dicantumkan dalam Section

XI.3. sampai dengan Section XI.5. PSC). Adapun jumlah wasitnya (arbiter) juga

tiga orang, dengan komposisi sebagai berikut :

a. Satu orang wasit dari pihak BP Migas;

b. Satu orang wasit dari pihak kontraktor;

c. Satu orang wasit yang netral, yang dipilih dan ditunjuk oleh pihak BP

Migas dan Kontraktor.

Berdasarkan UU No. 22 Th. 2001, para pihak di dalam kontrak bagi hasil

(production sharing contract), adalah BP Migas dengan badan usaha dan/ atau

bentuk usaha tetap. Apabila terjadi sengketa antara BP Migas dengan badan

usaha, maka hukum yang digunakan adalah hukum Indonesia karena kedua belah

pihak merupakan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan

mereka tunduk kepada hukum Indonesia. Akan tetapi, apabila terjadi sengketa

antara bentuk usaha tetap dengan BP Migas, para pihak menggunakan aturan

dalam International Chamber of Commerce (ICC) karena bentuk usaha tetap

merupakan perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia (dalam kontrak

terdapat unsur asing). 48

Memperhatikan mekanisme penyelesaian sengketa yang dibuat baik antara

Pertamina dengan kontraktor (badan usaha dan/ atau bentuk usaha tetap) maupun

antara BP Migas dengan kontraktor (badan usaha dan/ atau bentuk usaha tetap),

telah mengadopsi pengaturan penyelesaian sengketa yang diatur dalam peraturan

perundang-undangan tentang penyelesaian sengketa. Bahwa berdasarkan

peraturan perundang-undangan mengenai penyelesaian sengketa, jika terjadi

sengketa di bidang perdagangan (termasuk sengketa di bidang pertambangan

48 Ibid, hlm. 395.

Page 57: LAPORAN PENELITIAN - USM

di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 45

minyak dan gas bumi) maka dapat ditempuh melalui jalur litigasi maupun non

litigasi.

Dari mekanisme penyelesaian sengketa yang digunakan oleh para pihak

dalam kontrak bagi hasil (production sharing contract) untuk kegiatan usaha

pertambangan minyak dan gas bumi, yaitu konsultasi dan arbitrase maka dapat

diketahui bahwa mekanisme penyelesaian sengketa tersebut merujuk pada

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa. Apabila mengacu pada Pasal 1 angka (10) UU No. 30 Th.

1999, penyelesaian sengketa melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa (ADR)

dapat dilakukan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau

penilaian ahli. Dipilihnya mekanisme dengan cara konsultasi yang dilakukan oleh

para pihak dalam upaya penyelesaian sengketa antara Pertamina dengan

kontraktor maupun antara BP Migas dengan kontraktor, maka sudah sesuai

dengan Pasal 1 angka (10) UU No. 30 Th. 1999.

Demikian halnya, dengan dipilihnya arbitrase dalam penyelesaian sengketa

tersebut juga merujuk pada ketentuan UU No. 30 Th. 1999 khususnya Pasal 1

butir (1 dan 3) dan Pasal 5 ayat (1). Bahwa dengan dimasukkannya klausula

penyelesaian sengketa dalam kontrak bagi hasil (production sharing contract) di

bidang kegiatan usaha pertambangan minyak dan gas bumi melalui mekanisme

arbitrase khususnya apabila salah satu pihak adalah bentuk usaha tetap, maka para

pihak dapat mengajukan persoalan tersebut kepada Presiden dari ICC (Kamar

Dagang Internasional) di Paris meskipun kontrak tersebut dibuat di Indonesia.

Pengajuan persoalan tersebut ke ICC didasarkan pada teori tentang hukum

yang digunakan dalam penyelesaian sengketa yang terjadi antara para pihak

apabila dalam kontrak tidak menentukan sistem hukum yang digunakan, yaitu : 49

a. Lex loci contractus, yaitu apabila para pihak tidak menentukan hukumyang berlaku dalam kontrak, maka hukum yang berlaku adalah hukumdi mana kontrak ditandatangani;

b. Lex fori, bahwa ketika para pihak tidak melakukan pilihan hukumdalamkontrak, maka hukum yang berlaku adalah hukum di manahakim memutuskan perkara;

49 Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Buku Kedua, (Bandung :Citra Aditya Bakti, 2003), hlm. 186.

Page 58: LAPORAN PENELITIAN - USM

di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 46

c. Lex rae sitae, bahwa hukum yang berlaku atas suatu kontrak adalahhukum di mana objek kontrak tersebut berada;

d. The most characteristic connection, hukum yang berlaku adalahhukum yang paling mempunyai karakteristik dalam hubungan kontraktersebut;

e. The proper law, hukum yang berlaku adalah hukum yang paling pantasdengan mempertimbangkan yang objektif dan logis denganmengasumsikan bahwa kontrak telah dibuat dengan sah.

Merujuk pendapat H. Salim HS, dari kelima teori tersebut maka teori lex

loci contractus lebih sesuai apabila digunakan untuk menyelesaikan sengketa

antara BP Migas dengan Bentuk Usaha Tetap, dengan pertimbangan bahwa : 50

a. Kontrak antara BP Migas dengan Bentuk Usaha Tetap ditandatangani

di Indonesia;

b. Implementasi substansi kontrak dilakukan di Indonesia;

c. Objek kontrak juga berada di Indonesia.

Dalam praktek, kebanyakan Bentuk Usaha Tetap lebih memilih lembaga

arbitrase di dalam penyelesaian sengketa dengan BP Migas, dengan pertimbangan

sebagai berikut : 51

a. kebebasan, kepercayaan, dan keamanan;b. keahlian (expertise);c. cepat dan hemat biaya;d. bersifat rahasia;e. kepekaan arbiter; danf. putusan mudah dilaksanakan.

Walaupun dalam kontrak bagi hasil (production sharing contract) yang

dibuat antara BP Migas dengan kontraktor telah ditentukan mekanisme

penyelesaian sengketa dengan menggunakan arbitrase dengan mengacu kepada

ICSID dan ICC, namun hanya dimasukkan hal-hal yang prinsip saja, seperti

arbiter dalam pengambilan keputusan harus menggunakan suara terbanyak dan

arbiternya terdiri dari tiga orang. Sementara itu, substansi lain yang diatur dalam

ICSID dan ICC tidak dijabarkan secara lengkap dalam kontrak bagi hasil

(production sharing contract) tersebut.

50 H. Salim HS, op. cit., hlm. 397.51 Garry Goodpaster, Tinjauan Terhadap Penyelesaian Sengketa, Dalam Seri Dasar HukumEkonomi 2 Arbitrase Indonesia, oleh Agnes Toar dkk., (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1995), hlm. 73.

Page 59: LAPORAN PENELITIAN - USM

di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 47

BAB VPENUTUP

A. SIMPULAN

1. Perkembangan Pengaturan Kegiatan Usaha Pertambangan Minyak danGas Bumi di Indonesia

Pengaturan kegiatan usaha pertambangan minyak dan gas bumi di

Indonesia sudah dilakukan sejak penjajahan Belanda dalam “Indische Mijn

Wet” dengan sistem konsesi yang kemudian tidak digunakan lagi karena

dinilai memberikan hak yang terlalu luas dan terlalu kuat bagi pemegang

konsesi, sehingga diganti dengan Kuasa Pertambangan. Kemudian

pengusahaan pertambangan minyak dan gas bumi dilakukan oleh negara dan

dilaksanakan oleh perusahaan negara. Ketentuan ini tertuang dalam UU no.

37 Prp. Th. 1960 tentang Pertambangan sebagai pengganti “Indische Mijn

Wet”, dan UU No. 44 Prp. Th. 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas

Bumi, selanjutnya pengelolaan Migas Indonesia berada di bawah

Kementerian Keuangan. Berdasarkan UU No. 19 Prp. Th. 1960 tentang

Perusahaan Negara dan UU no. 44 Prp. Th. 1960, NV Niam diubah menjadi

PT PERMINDO. Berdasarkan PP No. 3 Th. 1961 PT PERMINDO diubah

menjadi PT PERTAMIN, kemudian PT TMSU juga diubah menjadi PT

PERMINA yang kemudian menjadi PN PERMINA. Berdasarkan PP No. 27

Th. 1968 PT PERTAMIN dan PN PERMINA menjadi PN PERTAMINA,

selanjutnya berdasarkan UU No. 8 Th. 1971 tentang Perusahaan

Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, PN PERTAMINA berubah menjadi

PERTAMINA sebagai satu-satunya perusahaan negara pemegang Kuasa

Pertambangan di Indonesia. Pada tanggal 23 Nopember 2001 disahkan UU

No. 22 Th. 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang memuat ketentuan

bahwa peraturan perundang-undangan yang ada sebelumnya dinyatakan tidak

berlaku lagi, yaitu :

a. UU No. 44 Prp. Th. 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi;b. UU No. 15 Th. 1962 tentang Penetapan Perpu No. 2 Th. 1962 tentang

Kewajiban Perusahaan Minyak Memenuhi Kebutuhan Dalam Negeri;c. UU No. 8 Th. 1971 tentang Pertamina;

Page 60: LAPORAN PENELITIAN - USM

di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 48

d. UU No. 10 Th. 1974 tentang Perubahan UU No. 8 Th. 1971 tentangPertamina.

Walaupun empat undang-undang tersebut dinyatakan tidak berlaku lagi, tetapi

peraturan pelaksanaannya dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak

bertentangan atau belum diganti dengan peraturan baru. Kemudian dibentuk

BP Migas berdasarkan PP No. 42 Th. 2002 yang dalam perkembangannya

kemudian melalui putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-X/2012,

menyatakan pasal-pasal yang mengatur tugas dan fungsi BP Migas seperti

diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan

Gas Bumi bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945. Selanjutnya, fungsi dan

tugas BP Migas dilaksanakan pemerintah cq. Kementerian terkait, sampai ada

undang-undang baru yang mengaturnya. Atas putusan Mahkamah Konstitusi

tersebut, pada tanggal 13 Nopember 2012, Presiden Republik Indonesia

menandatangani Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2012 tentang

Pengalihan Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan

Gas Bumi yang intinya pengalihan BP Migas ke Kementerian Energi dan

Sumber Daya Mineral (Kementerian ESDM). Setelah ditandatanganinya

Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2012 tentang pengalihan Pelaksanaan

Tugas dan Fungsi Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, Menteri

ESDM menerbitkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 3135 Tahun 2012

tentang Pengalihan Tugas, Fungsi dan Organisasi dalam Pelaksanaan

Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, diikuti dengan terbitnya

Keputusan Menteri ESDM Nomor 3136 Tahun 2012. Sesuai aturan menteri

tersebut, pemerintah membentuk Satuan Kerja Sementara Pelaksana (SKSP)

Migas sebagai pengganti sementara BP Migas sampai terbitnya undang-

undang baru.

2. Prosedur Terjadinya Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract)

a. Pengaturan Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract) dalamKegiatan Industri Minyak dan Gas Bumi

Kontrak bagi hasil (production sharing contract) berbentuk tertulis dan

berupa akta di bawah tangan, yaitu dibuat antara Badan Pelaksana Migas

Page 61: LAPORAN PENELITIAN - USM

di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 49

yang telah digantikan oleh Satuan Kerja Sementara Pelaksana (SKSP)

Migas dengan badan usaha dan/atau bentuk usaha tetap. Dengan demikian

para pihak dalam kontrak bagi hasil (productioan sharing contract) dalam

kegiatan usaha minyak dan gas bumi berdasarkan Undang-Undang Nomor

22 Tahun 2001 adalah Badan Pelaksana Migas dengan badan usaha atau

bentuk usaha tetap. Dengan adanya pengaturan baru mengenai pengalihan

tugas dan fungsi Badan Pelaksana Migas yaitu Peraturan Presiden Nomor

95 Tahun 2012 tentang Pengalihan Pelaksana Tugas dan Fungsi Kegiatan

Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi serta Keputusan Menteri ESDM

Nomor 3135 Tahun 2012 tentang Pengalihan Tugas, Fungsi dan

Organisasi dalam Pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas

Bumi maka para pihak dalam kontrak bagi hasil (production sharing

contract) adalah pemerintah dalam hal ini diwakili oleh SKSP Migas

dengan badan usaha atau bentuk usaha tetap sebagai kontraktornya. Objek

yang dapat diperjanjikan dalam kontrak bagi hasil (production sharing

contract) berdasarkan Pasal 5 ayat (1), Pasal 6 (1) dan Pasal 11 (1)

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas bumi

adalah khusus kegiatan usaha hulu dalam pertambangan minyak dan gas

bumi, yang meliputi eksplorasi dan eksploitasi. Pasal 16 PP No. 35 Th.

1994 ditentukan bahwa yang menetapkan pembagian hasil adalah Menteri

Pertambangan dan Energi. Penentuan bagi hasil minyak dan gas bumi jika

mengacu pada kontrak bagi hasil generasi ke III adalah sebagai berikut :

1). Minyak : 85% untuk BP Migas sekarang SKSP Migas; 15% untuk

badan usaha dan/ atau badan usaha tetap;

2). Gas : 70% untuk BP Migas sekarang SKSP Migas; 30% untuk

badan usaha dan/ atau badan usaha tetap.

Lebih lanjut dalam Pasal 22 UU No. 22 Th. 2001 ditentukan bahwa badan

usaha dan/ atau bentuk usaha tetap berkewajiban untuk menyerahkan

paling banyak 25% bagiannya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Page 62: LAPORAN PENELITIAN - USM

di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 50

b. Ketentuan Penyusunan Kontrak Bagi Hasil (Production SharingContract) dalam Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi

Kontrak bagi hasil (production sharing contract) dibuat dalam bentuk

tertulis dan merupakan kontrak baku, karena format dan isi telah

ditetapkan secara sepihak yaitu antara pemerintah yang diwakili oleh BP

Migas yang telah dialihkan kepada SKSP Migas dengan badan usaha dan/

atau bentuk usaha tetap. Dalam Pasal 11 ayat (3) UU No. 22 Th. 2001,

mengatur substansi yang harus dimuat dalam kontrak bagi hasil

(production sharing contract) yang merupakan ketentuan-ketentuan

pokok. Ketentuan hukum yang berlaku dalam kontrak bagi hasil

(production sharing contract) menganut asas pilihan hukum (choise of

law), yaitu :

1). Asas Lex Loci Contractus, yaitu bahwa hukum yang berlaku bagi

suatu kontrak Internasional adalah di tempat perjanjian atau kontrak

dibuat.

2). Asas Lex Loci Solution, yaitu bahwa hukum yang berlaku bagi suatu

kontrak adalah tempat dimana kontrak tersebut dilaksanakan.

Adapun pengelompokan muatan atau isi yang diberlakukan dalam kontrak

bagi hasil (production sharing contract) antara pemerintah dalam hal ini

Badan Pelaksana Migas yang telah dialihkan kepada Satuan Kerja

Sementara Pelaksana Migas dengan badan usaha dan/ atau badan usaha

tetap (kontraktor) sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001

terdiri atas tujuh belas (17) bagian atau seksi yang meliputi hal-hal sebagai

berikut : Bagian Umum (General), Judul Kontrak (Title of Contract),

Ruang Lingkup (Scope), Definisi (Defenition), Jangka Waktu Kontrak

(Duration Contract), Para Pihak Dalam kontrak (Parties of Contract),

Pengalihan Hak dan Kewajiban (Participating Interest), Cost Recovery/

Profit Sharing, Hak atas Migas (Title to Oil), Hak atas Barang dan

Peralatan (Title to Equipment & Abandonment), Penyelesaian Sengketa

dan Lembaga Peradilan (Settlement of Dispute & Governing Law),

Ketenagakerjaan (Employment), Lingkungan Hidup dan Perlindungan bagi

Page 63: LAPORAN PENELITIAN - USM

di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 51

Kepentingan Masyarakat (Environment & Community Development),

Pajak (Taxation).

3. Mekanisme Penyelesaian Sengketa Dalam Bidang Pertambangan MigasDengan Sistem Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Controct)

Di dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas

Bumi dan PP No. 35 Th. 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas

Bumi, tidak ditemukan pasal yang mengatur tentang penyelesaian sengketa

apabila terjadi sengketa anatar BP Migas dengan badan usaha dan/atau bentuk

usaha tetap terhadap substansi kontrak bagi hasil (production sharing

contract). Dalam prakteknya klausula penyelesaian sengketa dituangkan

dalam kontrak bagi hasil (production sharing contract) atas dasar

kesepakatan para pihak. Berdasarkan UU No. 22 Th. 2001, para pihak di

dalam kontrak bagi hasil (production sharing contract), adalah BP Migas

dengan badan usaha dan/ atau bentuk usaha tetap. Apabila terjadi sengketa

antara BP Migas dengan badan usaha, maka hukum yang digunakan adalah

hukum Indonesia karena kedua belah pihak merupakan badan hukum yang

didirikan menurut hukum Indonesia dan mereka tunduk kepada hukum

Indonesia. Akan tetapi, apabila terjadi sengketa antara bentuk usaha tetap

dengan BP Migas, para pihak menggunakan aturan dalam International

Chamber of Commerce (ICC) karena bentuk usaha tetap merupakan

perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia (dalam kontrak terdapat unsur

asing). Dari mekanisme penyelesaian sengketa yang digunakan oleh para

pihak dalam kontrak bagi hasil (production sharing contract) untuk kegiatan

usaha pertambangan minyak dan gas bumi, yaitu konsultasi dan arbitrase

maka dapat diketahui bahwa mekanisme penyelesaian sengketa tersebut

merujuk pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan

Alternatif Penyelesaian Sengketa. Teori lex loci contractus lebih sesuai

apabila digunakan untuk menyelesaikan sengketa antara BP Migas dengan

Bentuk Usaha Tetap

Page 64: LAPORAN PENELITIAN - USM

di-upload oleh Perpustakaan Universitas Semarang 52

B. SARAN

1. Pemerintah sebagai pengambil kebijakan, diharapkan konsisten dalam

mengimplementasikan peraturan di bidang migas, mengingat sektor migas

merupakan komoditas yang menguasai hajat hidup orang banyak, jangan

sampai dalam membentuk UU justru menabrak siatem konstitusional, abai

terhadap kepentingan masyarakat, menisbikan kedaulatan negara sebagai

pemangku utama dan pemilik sumber daya alam sebagaimana yang

diamanatkan dalam UUD 1945 .

2. Perlu adanya pelibatan Pemerintah Daerah dan masyarakat di wilayah

eksplorasi migas dalam proses kesepakatan kontrak bagi hasil (production

sharing contract), karena daerah dan masyarakat di sekitar wilayah

pertambangan yang harus menanggung beban risiko dan menerima

dampak dari pertambangan migas.

3. Perlu diperhatikan bahwa forum penyelesaian sengketa yang tersedia,

masing-masing memiliki kekuatan dan kelemahan baik itu litigasi maupun

non litigasi, sehingga para pihak perlu mempertimbangkan secara seksama

untuk menyelesaikan sengketanya.

Page 65: LAPORAN PENELITIAN - USM

DAFTAR PUSTAKA

Abrar Saleng, 2004, Hukum Pertambangan, UII Press, Yogyakarta.

Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metodologi PenelitianHukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Anna Rokhmatussa’dyah & Suratman, 2011, Hukum Investasi dan Pasar Modal,Sinar Grafika, Jakarta.

Bagir Manan, 2002, Menyongsong Fajar Otonom Daerah, Pusat Studi HukumFakultas Hukum UII, Yogyakarta.

Candra Irawan, 2010, Aspek Hukum dan Mekanisme Penyelesaian Sengketa diLuar Pengadilan (Alternative Dispute Resolution) di Indonesia, MandarMaju, Bandung.

Dhaniswara K. Haryono, 2007, Hukum Penanaman Modal, Tinjauan TerhadapUndang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, PTRaja Grafindo Persada, Jakarta.

Garry Goodpaster, 1995, Tinjauan Terhadap Penyelesaian Sengketa, Dalam SeriDasar Hukum Ekonomi 2 Arbitrase Indonesia, oleh Agnes Toar dkk.,Ghalia Indonesia, Jakarta.

Hadari Nawawi, 1992, Instrumen Penelitian Bidang Sosial, Gajah MadaUniversity Press, Yogyakarta.

Harjono A, 2001, Teknologi Minyak Bumi, Gadjah Mada Universty Press,Yogyakarta.

Hasan Sadly, 1992, Kamus Lengkap Inggris-Indonesia, PT Gramedia, Jakarta.

H. Salim HS., 2007, Hukum Pertambangan Indonesia, Revisi III, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Ida Bagus Rachmadi Supancana, 2006, Kerangka Hukum dan Kebijakan InvestasiLangsung di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Jusri Jamal, 1981, Aspek-aspek Hukum Masalah Penanaman Modal, BKPM,Jakarta.

Lalu Husni, 2004, Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial MelaluiPengadilan dan Luar Pengadilan, Rajawali Press, Jakarta.

Page 66: LAPORAN PENELITIAN - USM

M. Lawrence Friedman, 2001, American Law Introduction, diterjemahkan olehWisnu Basuki, Tata Nusa, Jakarta.

Munir Fuady, 2003, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Bisnis), Buku Kedua,Citra Aditya Bakti, Bandung.

Nandang Sudrajat, 2010, Teori dan Praktik Pertambangan Indonesia MenurutHukum, Pustaka Yustitia, Jakarta.

Poerwadarminta, W.J.S, 1989, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka,Jakarta.

Rosyidah Rakhmawati, 2003, Hukum Penanaman Modal di Indonesia DalamMenghadapi Era Global, Bayumedia Publishing, Malang.

Rudi M. Simamora, 2000, Hukum Minyak dan Gas Bumi, Djambatan, Jakarta.

Sentosa Sembiring, 2007, Hukum Investasi, Nuansa Aulia, Bandung.

Soemantoro, 1977, Aspek-aspek Pengembangan Dunia Usaha Indonesia, BinaCipta, Bandung.

Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan III, UI Press,Jakarta.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2003, Penelitian Hukum Normatif (SuatuTinjauan Singkat), Rajawali Press, Jakarta.

Sudargo Gautama, 1983, Hukum Perdata Internasional Indonesia, Jilid II, Bagian2 (buku 8), Alumni, Bandung.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan PokokPertambangan.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1974 tentang Perubahan Undang-UndangNomor 8 Tahun 1971 tentang Pertamina.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan AlternatifPenyelesaian Sengketa.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan BatuBara.

Page 67: LAPORAN PENELITIAN - USM
Page 68: LAPORAN PENELITIAN - USM

Top Related