Download - Laporan Pendahuluan App
![Page 1: Laporan Pendahuluan App](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081813/55cf9a6c550346d033a1a5f7/html5/thumbnails/1.jpg)
LAPORAN PENDAHULUAN
APPENDIKSITIS
1. PENGERTIAN
Appendiks adalah ujung seperti jari-jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm
(4 inchi), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal (Smeltzer, Suzanne,
C., 2001).
Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran
bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen
darurat (Smeltzer, 2001).
Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjad di umbai cacing. Dalam
kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan
laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat,
angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai
cacing yang terinfeksi hancur. (Anonim, Apendisitis, 2007).
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai
cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pemanahan. Bila infeksi bertambah
parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang
ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum).
Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah.
Strukturnya seperti bagian usus Iainnya. Namun, lendirnya banyak mengandung
kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir. (Anonim, Apendisitis, 2007).
2. ETIOLOGI
Appendicitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor-faktor
prediposisi yang menyertai. Factor tersering yang muncul adalah obtruksi lumen.
1. Pada umumnya obstruksi ini terjadi karena :
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks.
1 | P a g e
![Page 2: Laporan Pendahuluan App](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081813/55cf9a6c550346d033a1a5f7/html5/thumbnails/2.jpg)
c. Adanya benda asing seperti biji – bijian. Seperti biji Lombok, biji jeruk dll.
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan streptococcus
3. Laki – laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 – 30 tahun
(remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada
masa tersebut.
4. Tergantung pada bentuk appendiks
5. Appendik yang terlalu panjang.
6. Messo appendiks yang pendek.
7. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks.
8. Kelainan katup di pangkal appendiks.
3. MANIFESTASI KLINIS
a. Sakit, kram di daerah periumbilikus menjalar ke kuadran kanan bawah,
b. Anoreksia,
c. Mual dan Muntah,(tanda awal yang umum, kuramg umum pada anak yang lebih
besar),
d. Demam ringan di awal penyakit dapat naik tajam pada peritonitis,
e. Nyeri lepas,
f. Bising usus menurun atau tidak ada sama sekali,
g. Konstipasi,
h. Diare,
i. Disuria,
j. Iritabilitas,
k. Gejala berkembang cepat, kondisi dapat didiagnosis dalam 4 sampai 6 jam setelah
munculnya gejala pertama.
2 | P a g e
![Page 3: Laporan Pendahuluan App](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081813/55cf9a6c550346d033a1a5f7/html5/thumbnails/3.jpg)
4. PATOFISIOLOGI
5. KLASIFIKASI
a. Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut pada
dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi
dari apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
Fekalit
Benda asing
3 | P a g e
![Page 4: Laporan Pendahuluan App](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081813/55cf9a6c550346d033a1a5f7/html5/thumbnails/4.jpg)
Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi tidak
dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer
sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi.
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks
sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada
dinding apendiks. Selain obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh
penyebaran infeksi dari organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen
ke apendiks.
b. Appendicitis Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis.
Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme
yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan
infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin.
Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam
lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum
lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri
pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh
perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.
c. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat :
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks
secara makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah
apendektomi.
Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding
apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan
4 | P a g e
![Page 5: Laporan Pendahuluan App](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081813/55cf9a6c550346d033a1a5f7/html5/thumbnails/5.jpg)
ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis kronik
antara 1-5 persen.
d. Apendisitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang
di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil patologi
menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn apendisitis akut
pertama kali sembuh spontan. Namun, apendisitis tidak perna kembali ke bentuk
aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangn
lagi sekitar 50 persen. Insidens apendisitis rekurens biasanya dilakukan
apendektomi yang diperiksa secara patologik. Pada apendiktitis rekurensi
biasanya dilakukan apendektomi karena sering penderita datang dalam serangan
akut.
e. Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akibat
adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan fibrosa.
Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun
jarang,mukokel dapat disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa
menjadi ganas.
Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut
kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat
bila terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah
apendiktomi.
f. Tumor Apendiks (Adenokarsinoma apendiks)
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu apendektomi
atas indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke limfonodi regional,
dianjurkan hemikolektomi kanan yang akan memberi harapan hidup yang jauh
lebih baik dibanding hanya apendektomi.
g. Karsinoid Apendiks
5 | P a g e
![Page 6: Laporan Pendahuluan App](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081813/55cf9a6c550346d033a1a5f7/html5/thumbnails/6.jpg)
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang didiagnosis
prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan patologi atas
spesimen apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis akut. Sindrom
karsinoid berupa rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas
karena spasme bronkus, dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus
tumor karsinoid perut. Sel tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan
gejala tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa memberikan
residif dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai radikal. Bila spesimen
patologik apendiks menunjukkan karsinoid dan pangkal tidak bebas tumor,
dilakukan operasi ulang reseksi ileosekal atau hemikolektomi kanan.
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium
1) Pemeriksaan darah
o Leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut terutama pada
kasus dengan komplikasi.
o Pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat.
2) Pemeriksaan urin untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam
urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis
banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala
klinis yang hampir sama dengan appendicitis.
B. Radiologis
1) Foto polos abdomen
Pada appendicitis akut yang terjadi lambat dan telah terjadi komplikasi
(misalnya peritonitis) tampak :
- scoliosis ke kanan
6 | P a g e
![Page 7: Laporan Pendahuluan App](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081813/55cf9a6c550346d033a1a5f7/html5/thumbnails/7.jpg)
- psoas shadow tak tampak
- bayangan gas usus kanan bawah tak tampak
- garis retroperitoneal fat sisi kanan tubuh tak tampak
- 5% dari penderita menunjukkan fecalith radio-opak
2) USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan
USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan
USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti
kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya.
3) Barium enema
Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon
melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-
komplikasi dari appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk
menyingkirkan diagnosis banding.
4) CT-Scan
Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu juga dapat
menunjukkan komplikasi dari appendicitis seperti bila terjadi abses.
5) Laparoscopi
Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang
dimasukkan dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara
langsung. Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum.
Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada
appendix maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan
pengangkatan appendix (appendectomy).
7. PENATALAKSANAAN KLINIK
Perawatan Kegawatdaruratan
7 | P a g e
![Page 8: Laporan Pendahuluan App](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081813/55cf9a6c550346d033a1a5f7/html5/thumbnails/8.jpg)
a. Berikan terapi kristaloid untuk pasien dengan tanda-tanda klinis dehidrasi atau
septicemia.
b. Pasien dengan dugaan apendisitis sebaiknya tidak diberikan apapun melalui
mulut.
c. Berikan analgesik dan antiemetik parenteral untuk kenyamanan pasien.
d. Pertimbangkan adanya kehamilan ektopik pada wanita usia subur, dan lakukan
pengukuran kadar hCG.
e. Berikan antibiotik intravena pada pasien dengan tanda-tanda septicemia dan
pasien yang akan dilanjutkan ke laparotomi.
Penatalaksanaan apendiksitis menurur Mansjoer, 2000 :
I. Sebelum operasi
Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi
Pemasangan kateter untuk control produksi urin.
Rehidrasi
Antibiotic dengan spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena.
Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil, largaktil untuk
membuka pembuluh – pembuluh darah perifer diberikan setelah rehidrasi
tercapai.
Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi.
II. Operasi
Apendiktomi.
Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas,maka abdomen
dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.
Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV,massanya mungkin
mengecil,atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu
beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif
sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.
III. Pasca operasi
8 | P a g e
![Page 9: Laporan Pendahuluan App](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081813/55cf9a6c550346d033a1a5f7/html5/thumbnails/9.jpg)
Observasi TTV.
Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan
lambung dapat dicegah.
Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.
Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama pasien
dipuasakan.
Bila tindakan operasilebih besar, misalnya pada perforasi, puasa dilanjutkan
sampai fungsi usus kembali normal.
Berikan minum mulai15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan menjadi 30 ml/jam.
Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya diberikan
makanan lunak.
Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur
selama 2×30 menit.
Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.
Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif yang
ditandai dengan :
Keadaan umum klien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi
Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas terdapat
tanda-tanda peritonitis.
Laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat
pergeseran ke kiri.
Sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera setelah klien dipersiapkan,
karena dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan
pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih
tiggi daripada pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi .
Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda ditandai
dengan :
9 | P a g e
![Page 10: Laporan Pendahuluan App](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081813/55cf9a6c550346d033a1a5f7/html5/thumbnails/10.jpg)
Keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak tinggi
lagi.
Pemeriksaan lokal abdomen tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan hanya
teraba massa dengan jelas dan nyeri tekan ringan.
Laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.
Tindakan yang dilakukan sebaiknya konservatif dengan pemberian antibiotik dan
istirahat di tempat tidur. Tindakan bedah apabila dilakukan lebih sulit dan perdarahan
lebih banyak, lebih-lebih bila massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu
sejak serangan sakit perut.Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan
terjadi abses dengan atau tanpa peritonitis umum.
8. PENGKAJIAN SESUAI DATA FOKUS
a. WawancaraDapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya mengenai :
Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar
ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin
beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan
dalam beberapa waktu lalu.Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-menerus, dapat
hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai
biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas.
Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah.
kesehatan klien sekarang.
Diet,kebiasaan makan makanan rendah serat.
Kebiasaan eliminasi.
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit ringan/sedang/berat.
Sirkulasi : Takikardia.
Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
Aktivitas/istirahat : Malaise.
10 | P a g e
![Page 11: Laporan Pendahuluan App](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081813/55cf9a6c550346d033a1a5f7/html5/thumbnails/11.jpg)
Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak
ada bising usus.
Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang
meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena
berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah
karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
Demam lebih dari 38C.
Data psikologis klien nampak gelisah.
Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa
nyeri pada daerah prolitotomi.
Berat badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.
c. Pemeriksaan Penunjang
Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan
mungkin terlihat “ileal atau caecal ileus” (gambaran garis permukaan cairan
udara di sekum atau ileum).
Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat.
Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.
Peningkatan leukosit, neutrofilia, tanpa eosinofil.
Pada enema barium apendiks tidak terisi.
Ultrasound: fekalit nonkalsifikasi, apendiks nonperforasi, abses apendiks.
9. ANALISA DATA
11 | P a g e
![Page 12: Laporan Pendahuluan App](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081813/55cf9a6c550346d033a1a5f7/html5/thumbnails/12.jpg)
12 | P a g e
NO. DATA ETIOLOGI MASALAH
1. DS : klien mengeluh
nyeri abdomen bagian
kanan bawah
Skala nyeri 4 (1-5)
DO :
Klien nampak meringis
Vital Signs
TD : 120/80 mmHg
N : 16 x/m
P : 24 x/m
S : 36oC
Feces yang terperangkap
dalam lumen app
menyerap air meningat
obstruksi limen apendiks
hyperplasia jaringan
limfoid sub mukosa
lumen menyempit
imvasi kuman E.coli
udema, diapedesis bakteri
dan ulserasi mukosa
apendisitis
pengeluaran mediator
kimia oleh sel radang
merangsang nociceptor
medulla spinalis
Corteks serebri
¯
Nyeri
nyeri
2. DS :
Klien mengeluh mual
Peningkatan
metabolisme tubuh
Kekurangan volume
Peningkatan metabolisme
tubuh Kekurangan volume
cairan
Perporasi jaringan
Kekurangan volume
cairan
![Page 13: Laporan Pendahuluan App](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081813/55cf9a6c550346d033a1a5f7/html5/thumbnails/13.jpg)
10. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Dx kep. 1 : Nyeri b/d adanya perangsangan pada epigastrium
Dx Kep. 2 : Nyeri sehubungan dengan insisi pembedahan.
Dx kep 3 : Kekurangan volume cairan b/d pembatasan cairan pascaoperasi sekunder
terhadap proses penyembuhan
Dx kep. 4 : Resiko terjadi infeksi b/d diskontinuitas jaringan sekunder terhadap luka
insisi bedah
11. RENCANA KEPERAWATAN
Dx kep. 1 : Nyeri b/d adanya perangsangan pada epigastrium
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan nyeri
pasien dapat berkurang
KH : Nyeri hilang, skala 0-3, pasien tampak rileks, mampu tidur/ istirahat selama 7-9
jam dalam sehari
INTERVENSI RASIONAL
Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik,
beratnya (skala 0-10)
Berguna dalam pengawasan
keefektifan obat, kemajuan
penyembuhan. Perubahan pada
karakteristik nyeri, menunjukkan
terjadinya abses/peritonitis.
Pertahankan istirahat dengan
posisi semi fowler
Menghilangkan tegangan abdomen
yang bertambah dengan posisi
terlentang
Dorong ambulasi dini Merangsang peristaltik dan
kelancaran flatus, menurunkan
ketidaknyamanan abdomen
Berikan aktifitas hiburan Meningkatkan relaksasi dan dapat
meningkatkan kemampuan koping
Kolaborasi pemberian analgetik Menghilangkan dan mengurangi
nyeri
Dx Kep. 3 : Nyeri sehubungan dengan insisi pembedahan.
13 | P a g e
![Page 14: Laporan Pendahuluan App](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081813/55cf9a6c550346d033a1a5f7/html5/thumbnails/14.jpg)
Tujuan : Nyeri berkurang dalam waktu kurang dari 24 jam
KH :
- Klien menyatakan nyeri berkurang, tidak takut melakukan mobilisasi,
- Klien dapat istirahat dengan cukup.
- Skala nyeri sedang
INTERVENSI RASIONAL
Beri penjelasan pada klien tentang
sebab dan akibat nyeri.
Penjelasan yang benar membuat klien
mengerti sehingga dapat diajak
bekerja sama.
Ajarkan teknik relaksasi dan
destraksi.
Dapat mengurangi ketegangan atau
mengalihkan perhatian klien agar
dapat
mengurangi rasa nyeri.
Bantu klien menentukan posisi yang
nyaman bagi klien.
Penderita sendiri yamg merasakan
posisi yang lebih menyenangkan
sehinggamengurangi rasa nyeri.
Rawat luka secara teratur daan
aseptik.
Perawatan luka yang teratur dan
aseptik dapat menghindari sekecil
mungkin invasi kuman pada luka
operasi.
Beri obat analgesic Analgesik dapat mengurangi rasa
nyeri.
Dx kep 3 : Kekurangan volume cairan b/d pembatasan cairan pascaoperasi sekunder
terhadap proses penyembuhan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan
pasien dapat mempertahankan keseimbangan cairan
14 | P a g e
![Page 15: Laporan Pendahuluan App](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081813/55cf9a6c550346d033a1a5f7/html5/thumbnails/15.jpg)
KH : Tidak ada tanda-tanda dehidrasi : membran mukosa lembab, turgor kulit baik (<
2 detik), TTV stabil (TD : 110/70-120/80 mmHg; RR : 16-20x/menit; N :
60-100x/menit; S : 36,5- 37,50C), haluaran urin adekuat.
INTERVENSI RASIONAL
Observasi TTV Tanda yang membantu
mengidentifikasi fluktuasi
volume intravaskuler
Observasi membran mukosa, kaji
turgor kulit dan pengisian kapiler
Indikator keadekuatan intake
cairan dan elektrolit
Awasi intake dan output, catat warna
urine/konsentrasi, berat jenis
Penurunan pengeluaran urine
pekat dengan peningkatan
berat jenis diduga
dehidrasi/kebutuhan cairan
meningkat
Auskultasi bising usus, catat
kelancaran flatus dan, gerakan usus
Indikator kembalinya peristaltik,
kesiapan untuk pemasukan per
oral
Berikan sejumlah kecil minuman
jernih bila pemasukan peroral
dimulai, dan lanjutkan dengan diet
sesuai toleransi
Menurunkan iritasi
gaster/muntah untuk
meminimalkan kehilangan
cairan
Dx kep. 4 : Resiko terjadi infeksi b/d diskontinuitas jaringan sekunder terhadap luka
insisi bedah
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam klien tidak
menunjukkan tanda dan gejala infeksi
KH : Meningkatkan penyembuhan luka dengan benar, drainase purulen, tidak ada
eritema dan tidak ada demam. Tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, dolor ) luka
bersih dan kering
15 | P a g e
![Page 16: Laporan Pendahuluan App](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081813/55cf9a6c550346d033a1a5f7/html5/thumbnails/16.jpg)
INTERVENSI RASIONAL
Awasi TTV. Perhatikan demam
menggigil, berkeringat,
perubahan mental.
Dugaan adanya infeksi/
terjadinya sepsis, abses
Lakukan pencucian tangan yang
baik dan perawatan luka aseptic
Menurunkan risiko penyebaran
bakteri
Lihat insisi dan balutan. Catat
karakteristik drainase luka
Memberikan deteksi dini
terjadinya proses infeksi
Berikan informasi yang tepat
pada pasien/ keluarga pasien
Pengetahuan tentang kemajuan
situasi memberikan dukungan
emosi, membantu menurunkan
ansietas
Berikan antibiotik sesuai indikasi Mungkin diberikan secara
profilaktik atau menurunkan
jumlah organisme (pada infeksi
yang ada sebelumnya) untuk
menurunkan penyebaran dan
pertumbuhannya
DAFTAR PUSTAKA
16 | P a g e
![Page 17: Laporan Pendahuluan App](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081813/55cf9a6c550346d033a1a5f7/html5/thumbnails/17.jpg)
Marylin E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Penerbit Buku
Kedoketran EGC. Jakarta.
Mansjoer. A. Dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. Jakarta : Media
Aesculapius
Johnson, Marion,dkk. Nursing Outcome Classification (NOC). St. Louis, Missouri:
Mosby Yearbook,Inc.
Mc. Closkey, Joanne. 1996. Nursing Intervention Classsification (NIC). St. Louis,
Missouri: Mosby Yearbook,Inc.
17 | P a g e