BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang / Perumusan Masalah Study Kasus
Kesehatan dan gizi merupakan faktor penting yang berpengaruh terhadap
kualitas sumber daya manusia (SDM) di suatu negara yang digambarkan melalui
pertumbuhan ekonomi, umur harapan hidup dan tingkat pendidikan. Tingkat
pendidikan yang tinggi hanya dapat dicapai oleh orang yang sehat dan berstatus
gizi baik. Untuk itu diperlukan upaya perbaikan gizi yang bertujuan untuk
meningkatkan status gizi masyarakat melalui upaya perbaikan gizi yang bertujuan
untuk meningkatkan status gizi masyarakat melalui perbaikan gizi dalam keluarga
maupun pelayanan gizi dalam individu yang karena suatu hal mereka harus
tinggal di suatu institusi kesehatan diantaranya rumah sakit.
Masalah gizi klinis adalah masalah yang ditinjau secara individu mengenai
apa yang terjadi dalam tubuh seseorang yang seharusnya ditanggulangi secara
individu. Adanya kecenderungan peningkatan penyakit yang terkait dengan gizi
nutrition related desease pada semua kelompok yang rentan dan ibu hamil, bayi,
anak, remaja, dewasa dan usia lanjut semakin dirasakan perlunya penanganan
khusus. Semua ini memerlukan pelayanan gizi yang bermutu untuk
mempertahankan status gizi optimal sehingga tidak terjadi kurang gizi untuk
mempercepat penyembuhan.
Ikterus berarti gejala kuning karena penumpukan bilirubin dalam aliran
darah yang menyebabkan pigmentasi kuning pada plasma darah yang
menimbulkan perubahan warna pada jaringan yang memperoleh banyak aliran
darah tersebut. Jaringan permukaan yang kaya elastin seperti sklera dan
permukaan bawah lidah biasanya pertama kali menjadi kuning. Ikterus biasanya
baru dapat dilihat kalau kadar bilirubin serum mencapai 2 - 3 mg/dl. Kadar
bilirubin serum normal 0,3 – 1 mg/dl.
1
Bilirubin adalah zat yang terbentuk sebagai akibat dari proses pemecahan
Hemoglobin (darah merah) pada sistem RES dalam tubuh. Selanjutnya mengalami
proses konjugasi di liver, dan akhirnya diekskresi (dikeluarkan) oleh liver ke
empedu, kemudian ke usus.
Banyaknya darah merah (hemoglobin) yang dipecah, bisa menyebabkan
anemia pada penderita ikterus. Oleh sebab itu, banyak dari penderita ikterus juga
mengalami anemia.
Berdasarkan permasalahan yang dijelaskan diatas, maka penulis tertarik
mengambil permasalahan diatas sebagai study kasus dengan judul
”Penatalaksanaan Diit Pada Pasien Ikterus Cholelitiasis di Ruang Rawat Inap
Bedah (III1) RSUD Raden Mattaher Jambi Tahun 2011”
B. Tujuan Umum dan Khusus Study Kasus
a. Tujuan umum
Mahasiswa mengetahui, memahami dan melaksanakan pelayanan gizi pada
pasien dengan penyakit ikterus cholelitiasis diruang rawat inap khususnya ruang
perawatan bedah (III1).
b. Tujuan khusus
a. Diketahuinya data identitas pasien, riwayat penyakit terdahulu dan
sekarang serta kebiasaan makan pasien
b. Diketahuinya status gizi pasien
c. Mahasiswa mampu menganamnesa kebutuhan zat-zat gizi pasien yang
menderita ikterus
d. Mahasiswa mampu memonitoring perkembangan diit pasien dan
memonitoring intake zat gizi pasien serta perjalanan penyakit pasien.
C. Manfaat Penelitian
a. Bagi institusi
Sebagai bahan masukan dan pertimbangan mengenai penatalaksanaan diit
pada pasien ikterus cholelitiasis sehingga institusi lebih dapat memperhatikan
permasalahan yang muncul pada kasus tersebut serta cara penanggulangannya.
2
b. Bagi pasien
Memberikan motivasi kepada pasien atau keluarga dalam usaha
penyembuhan penyakit dengan memberikan terapi diit dan diharapkan dapat
menerapkan diit dengan baik di dalam maupun di luar rumah sakit guna mencapai
status gizi optimal.
c. Bagi mahasiswa
Menambah pengetahuan keterampilan dan pengalaman dalam
penatalaksanaan diit pada penderita ikterus cholelitiasis.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Defenisi Ikterus Cholelitiasis
Ikterus berarti gejala kuning karena penumpukan bilirubin dalam aliran
darah yang menyebabkan pigmentasi kuning pada plasma darah yang
menimbulkan perubahan warna pada jaringan yang memperoleh banyak aliran
darah tersebut. Jaringan permukaan yang kaya elastin seperti sklera dan
permukaan bawah lidah biasanya pertama kali menjadi kuning. Ikterus biasanya
baru dapat dilihat kalau kadar bilirubin serum mencapai 2 - 3 mg/dl. Kadar
bilirubin serum normal 0,3 – 1 mg/dl.
Gejala ikterus berhubungan erat dengan metabolisme bilirubin. Dalam
metabolisme bilirubin terdapat 5 faktor penting yaitu :
a. Pembentukan
b. Pengangkutan
c. Penyerapan
d. Konjugasi
e. Ekskresi
Bilirubin adalah zat yang terbentuk sebagai akibat dari proses pemecahan
Hemoglobin (zat darah merah) pada sistem RES dalam tubuh. Selanjutnya
mengalami proses konjugasi di liver dan akhirnya diekskresi (dikeluarkan) oleh
liver ke empedu, kemudian ke usus. Ikterus terjadi secara teoritik berdasarkan
gangguan metabolisme kelima faktor tersebut.
Disfungsi atau gangguan faktor-faktor tersebut dapat timbul akibat :
1. Kelainan herediter atau kongenital
2. Infeksi
3. Trauma
4. Batu empedu
5. Penyakit degeneratif
Untuk mengklasifikasikan ikterus dapat berdasarkan :
1. Tempat anatomi lesi patologik yang menyebabkan ikterus
(prehepatik, hepatik dan pascahepatik).
4
2. Sebab patologik (infeksi, trauma dan sebagainya)
3. Jenis perubahan dalam metabolisme bilirubin.
Kolelitiasis (kalkuli / kalkulus, batu empedu) merupakan suatu keadaan
dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesika felea) dari
unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu yang memiliki ukuran, bentuk
dan komposisi yang bervariasi.
Kolelitiasis tidak lazim dijumpai pada anak-anak dan dewasa muda, tapi
insidennya sering terjadi pada individu yang berusia di atas 40 tahun dan semakin
meningkat pada usia 75 tahun. Berdasarkan survei, satu dari tiga orang yang
berusia >75 tahun akan memiliki batu empedu.
Kolelitiasis disebut juga batu empedu, gallstones atau biliary calculus.
Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung
empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang
membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.
Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik dan asam
chenodeoxycholic), 22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3% protein dan 0,3%
bilirubin. Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna namun
yang paling penting adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh
perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu.
Ikterus kolelitiasis merupakan penyakit kelainan hati yang mengakibatkan
warna kuning pada penderita yang disebabkan oleh terjadinya batu empedu yang
menghambat ekskresi empedu sehingga kadar bilirubin total, bilirubin direk dan
bilirubin indirek menjadi meningkat. Warna kuning pada tubuh penderita biasanya
terlihat jelas pada sklera dan daerah lidah.
5
Diagram Metabolisme Bilirubin
6
ERITROSIT
Hemoglobin
HEM GLOBIN
Bilirubin IndirekBESI/Fe Terjadi pada limfa dan makrofag
Bilirubin berikatan dengan albumin
Terjadi dalam plasma darah
Melalui Hati
Bilirubin berikatan dengan glukoronat / gula residu bilirubin
direk
Bilirubin direk dieksresi ke kandung empedu
Kandung empedu ke duodenum
Bilirubin direk dieksresi melalui urine dan feses
Melalui Duktus Biliaris
B. Pathogenesis Ikterus Cholelitiasis
Terdapat 4 mekanisme umum di mana ikterus dan hiperbilirubinemia
dapat terjadi :
1. Pembentukan bilirubin secara berlebihan.
Penyakit hemolitik atau peningkatan kecepatan destruksi sel darah
merah merupakan penyebab utama dari pembentukan bilirubin yang
berlebihan. Ikterus yang timbul sering disebut ikterus hemolitik. Konjugasi
dan transfer pigmen empedu berlangsung normal, tetapi suplai bilirubin tak
terkonjugasi melampaui kemampuan. Beberapa penyebab ikterus hemolitik
yang sering adalah hemoglobin abnormal (hemoglobin S pada anemia sel
sabit), sel darah merah abnormal (sterositosis herediter), antibodi dalam
serum (Rh atau autoimun), pemberian beberapa obat-obatan dan beberapa
limfoma atau pembesaran (limpa dan peningkatan hemolisis). Sebagaian kasus
ikterus hemolitik dapat diakibatkan oleh peningkatan destruksi sel darah
merah atau prekursornya dalam sumsum tulang (thalasemia, anemia
persuisiosa, porfiria). Proses ini dikenal sebagai eritropoiesis tak efektif.
Kadar bilirubin tak terkonjugasi yang melebihi 20 mg / 100 ml pada bayi
dapat mengakibatkan kern ikterus.
2. Gangguan pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati
Pengambilan bilirubin tak terkonjugasi yang terikat albumin oleh sel-
sel hati dilakukan dengan memisahkannya dari albumin dan mengikatkan pada
protein penerima. Hanya beberapa obat yang telah terbukti menunjukkan
pengaruh terhadap pengambilan bilirubin oleh sel-sel hati, asam flafas pidat
(dipakai untuk mengobati cacing pita), nofobiosin, dan beberapa zat warna
kolesistografik. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi dan Ikterus biasanya
menghilang bila obat yang menjadi penyebab dihentikan.
3. Gangguan konjugasi bilirubin
Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi yang ringan ( < 12,9 / 100 ml )
yang mulai terjadi pada hari ke dua sampai ke lima lahir disebut Ikterus
Fisiologis pada Neonatus. Ikterus Neonatal yang normal ini disebabkan oleh
kurang matangnya enzim glukoronik transferase. Aktivitas glukoronil
tranferase biasanya meningkat beberapa hari setelah lahir sampai sekitar
minggu kedua, dan setelah itu ikterus akan menghilang.
4. Penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi dalam empedu akibat
faktor intrahepatik yang bersifat obstruksi fungsional atau mekanik
Gangguan eskresi bilirubin, baik yang disebabkan oleh faktor-faktor
fungsional maupun obstruksi, terutama mengakibatkan hiperbilirubinemia
7
terkonjugasi. Karena bilirubin terkonjugasi larut dalam air, maka bilirubin ini
dapat diekskresi ke dalam kemih, sehingga menimbulkan bilirubin dan kemih
berwarna gelap. Urobilinogen feses dan urobilinogen kemih sering berkurang
sehingga terlihat pucat. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai
bukti-bukti kegagalan ekskresi hati lainnya, seperti peningkatan kadar fosfate
alkali dalam serum, AST, Kolesterol, dan garam-garam empedu. Peningkatan
garam-garam empedu dalam darah menimbulkan gatal-gatal pada ikterus.
Ikterus yang diakibatkan oleh hiperbilirubinemia terkonjugasi biasanya lebih
kuning dibandingkan dengan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi. Perubahan
warna berkisar dari kuning jingga muda atau tua sampai kuning hijau bila
terjadi obstruksi total aliran empedu perubahan ini merupakan bukti adanya
ikterus kolestatik, yang merupakan nama lain dari ikterus obstruktif.
Kolestatik dapat bersifat intrahepatik (mengenai sel hati, kanalikuli, atau
kolangiola ) atau ekstra hepatik (mengenai saluran empedu di luar hati).Sedangkan pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap:
a. Pembentukan empedu yang supersaturasi
b. Nukleasi atau pembentukan inti batu
c. Berkembang karena bertambahnya pengendapan
Kelarutan kolesterol merupakan masalah yang terpenting dalam
pembentukan semua batu, kecuali batu pigmen. Supersaturasi empedu dengan
kolesterol terjadi bila perbandingan asam empedu dan fosfolipid (terutama lesitin)
dengan kolesterol turun di bawah harga tertentu. Secara normal kolesterol tidak
larut dalam media yang mengandung air empedu dipertahankan dalam bentuk cair
oleh pembentukan koloid yang mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh
mantel (kulit) yang hidrofilik dari garam empedu dan fosfolipid (lesitin). Jadi
sekresi kolesterol yang berlebihan (karena empedu adalah saluran utama yang
mengeluarkan bahan inti dari badan), kadar asam empedu rendah, atau terjadi
sekresi lesitin merupakan keadaan yang litogenik.
Frekuensi terjadinya cholelithiasis meningkat pada diabetes mellitus,
kehamilan, anemia hemolitik dan anemia perniciosa (ketidakmampuan sum-sum
tulang menghasilkan eritrosit).
Jenis batu empedu terdiri dari:
1. Batu kolesterol. Terjadi karena metabolisme kolesterol yang terganggu.
Sifat-sifatnya adalah: lonong, besar, putih, biasanya satu, ringan, bila
8
dipotong bersusunan radier, terdiri atas kolesterol; bila ada infeksi
tercampur dengan kalsium bilirubin.
2. Batu pigmen, terjadi karena gangguan metabolisme bilirubin tak
terkonjugasi. Sifat-sifatnya adalah: berganda, kecil, hitam atau coklat,
rapuh, terdiri atas bilirubin.
3. Batu campuran, terjadi karena infeksi. Frekuensinya terbanyak (80%)
sifat-sifatnya adalah: berlapis (empedu+kolesterol), susunannya kosentrik,
kuning-tengguli, berfaset, berinti lender.
C. Gambaran Klinis Ikterus Cholelitiasis
Pada ikterus cholelitiasis, warna kuning pada tubuh penderita terjadi
karena adanya batu empedu yang menghambat eksresi empedu. Hal ini
mengakibatkan kadar bilirubin total, bilirubin direk dan bilirubin indirek menjadi
meningkat. Akibatnya beberapa bagian tubuh penderita menjadi berwarna kuning,
seperti pada sklera dan lidah.
Cholelithiasis terjadi empat kali lebih banyak pada wanita daripada pada
pria antara usia 20-50 tahun. Setelah usia 50 tahun resiko cholelithiasis menjadi
sama antara wanita dan pria. Batu kolesterol lebih sering ditemukan pada orang-
orang kulit putih, sedangkan pada orang-orang asia yang paling sering ditemukan
adalah batu pigmen. Dengan fenomena ini dapat disimpulkan bahwa faktor
genetika juga memiliki peran dalam pembentukan batu empedu.
D. Diagnosis Ikterus Cholelitiasis
Untuk menegakkan diagnosa pada penyakit ikterus cholelitiasis perlu
dilakukan urutan-urutan dari anamnesis yang teliti hingga pemeriksaan fisik
maupun penunjang sehingga penanganannya dapat disesuaikan dengan komplikasi
yang diderita pasien. Diagnosis ditegakkan berdasarkan data penunjang berupa
data hasil laboratorium, hasil pemeriksaan fisik, dan wawancara dengan pasien
maupun keluarga pasien.
Beberapa hasil laboratorium yang diperlukan yaitu nilai bilirubin total,
bilirubin direk, bilirubin indirek dan hemoglobin (Hb). Untuk pemeriksaan fisik
9
dapat dilakukan dengan inspeksi dan palpasi. Selain itu, untuk data antropometri
didapat dengan cara menimbang dan mengukur secara langsung.
E. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis :
1. Asimtomatik
2. Obstruksi duktus sistikus
3. Kolik bilier
4. Kolesistitis akut
5. Perikolesistitis
6. Peradangan pankreas (pankreatitis)-angga
7. Perforasi
8. Kolesistitis kronis
9. Hidrop kandung empedu
10. Empiema kandung empedu
11. Fistel kolesistoenterik
12. Batu empedu sekunder (Pada 2-6% penderita, saluran menciut kembali dan
batu empedu muncul lagi)
13. Ileus batu empedu (gallstone ileus)
Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan
menghasilkan kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang tadi ada dalam
kandung empedu terdorong dan dapat menutupi duktus sistikus, batu dapat
menetap ataupun dapat terlepas lagi. Apabila batu menutupi duktus sitikus secara
menetap maka mungkin akan dapat terjadi mukokel, bila terjadi infeksi maka
mukokel dapat menjadi suatu empiema, biasanya kandung empedu dikelilingi dan
ditutupi oleh alat-alat perut (kolon, omentum), dan dapat juga membentuk suatu
fistel kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus sistikus dapat juga berakibat
terjadinya kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan nekrosis
sebagian dinding (dapat ditutupi alat sekiatrnya) dan dapat membentuk suatu fistel
kolesistoduodenal ataupun dapat terjadi perforasi kandung empedu yang berakibat
terjadinya peritonitis generalisata.
10
Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada
saat kontraksi dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus
koledokus kemudian menetap asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik.
Batu yang menyumbat di duktus koledokus juga berakibat terjadinya ikterus
obstruktif, kolangitis, kolangiolitis, dan pankretitis.
Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui
terbentuknya fistel kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat
menyumbat pad bagian tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan menimbulkan
ileus obstruksi.
F. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manajemen penatalaksanaan
untuk penderita ikterus cholelitiasis diarahkan untuk mengurangi warna
kuning pada penderita dengan mencegah anemia yang lebih parah dan
mencegah terjadinya batu empedu. Pengobatan ini mempunyai tujuan
sebagai berikut :
1. Meningkatkan kadar hemoglobin darah (Hb)
2. Mencegah terbentuknya batu empedu
3. Menurunkan kadar bilirubin darah, bilirubin direk dan bilirubin
indirek
Metode terapi pada ikterus cholelitiasis adalah tranfusi darah pengganti,
pemberian cairan infus sesuai dengan kebutuhan pasien dan terapi obat.
b. Penatalaksanaan Gizi
1. Tujuan diit
Tujuan diit penyakit kandung empedu adalah untuk mencapai dan
mempertahankan status gizi optimal dan memberi istirahat pada kandung
empedu, dengan cara :
- Menurunkan berat badan pasien bila kegemukkan, yang dilakukan
secara bertahap
- Membatasi makanan yang menyebabkan kembung atau nyeri abdomen
11
- Memberikan makanan yang bergizi dan adekuat untuk pasien untuk
membantu proses penyembuhan pasien
- Mengatasi malabsorbsi lemak
2. Syarat diit
Syarat diit penyakit kandung empedu adalah :
- Energi sesuai kebutuhan. Bila kegemukan diberikan diet rendah energi.
Hindari penurunan berat badan yang terlalu cepat.
- Protein agak tinggi, yaitu 1 – 1,25 gr/kg BB.
- Pada keadaan akut, lemak tidak diperbolehkan sampai keadaan akutnya
mereda. Sedangkan pada keadaan kronis dapat diberikan 20 – 25% dari
kebutuhan energi total. Bila ada steatorea dimana lemak feses > 25 gr/
24 jam, lemak dapat diberikan dalam bentuk asam lemak rantai sedang
(MCT), yang mungkin dapat mengurangi lemak feses dan mencegah
kehilangan vitamin dan mineral.
- Bila perlu diberikan suplemen vitamin A, D, E dan K.
- Serat tinggi terutama dalam bentuk pektin yang dapat mengikat
kelebihan asam empedu dalam saluran cerna.
- Hindari bahan makanan yang dapat menimbulkan rasa kembung dan
tidak nyaman.
- Bentuk makanan mudah cerna
3. Jenis diit dan indikasi pemberian
Diit yang diberikan pada penatalaksanaan diit ikterus cholelitiasis
yang diberikan pada pasien yang tidak terlalu gemuk dan mempunyai
nafsu makan yang cukup adalah diet rendah lemak III. Menurut keadaan
pasien, makanan diberikan dalam bentuk lunak atau biasa. Makanan ini
cukup energi dan semua zat gizi.
Bahan makanan yang tidak dianjurkan:Bahan makanan yang tidak dianjurkan untuk diet penyakit kandung
empesu adalah semua makanan dan daging yang mengandung lemak, gorengan
dan makanan yang menimbulkan gas, seperti ubi, kacang merah, kol, sawi, lobak,
ketimun, durian dan nangka.
12
BAB III
GAMBARAN PENDERITA
A. ASSESMENT GIZI
a) Identitas pasien
1. Nama Pasien : Ny. Maimunah
2. Umur : 70 tahun
3. Jenis kelamin : perempuan
4. Berat badan sekarang : 32 kg
5. Tinggi badan : 145 cm
6. Pekerjaan pasien : Pedagang
7. Ruang rawat : Ruang Bedah / III1
8. Tanggal masuk RS : 7 Juni 2011
9. Tanggal skrining gizi : 8 Juni 2011
10. Diagnosa : Ikterus Cholelitiasis
11. Tanggal mulai pengkajian : 8 Juni 2011
12. Alamat : Jln. Harapan RT.03, Kuala Tungkal
b) Riwayat Penyakit
Pasien masuk rumah sakit karena pasien mengalami ikterik disekujur tubuh
(terutama pada sklera dan lidah pasien) serta pasien lemah karena kurangnya
asupan nutrisi bagi tubuh pasien.
Riwayat gizi: nafsu makan kurang, berpantangan makan daging sapi.
c) Skrining Gizi
No INDIKATOR HASIL1. Perubahan berat badan +2. Perubahan Asupan makan +3. Anoreksia -4. Mual +5. Muntah -6. Diare -7. Perubahan keadaan fungsional tubuh +8. Adanya gangguan stress metabolik +9. Kehilangan lemak subkutan +10. Kehilangan masa otot +11. Edema -12. Asites -
13
d) Pengukuran Antropometri
Berat badan : 32 Kg
Tinggi badan : 145 cm
BBi : 45 Kg
IMT = BB = 32 = 15.22% (kurus)
TB2(m) (1.45)2
e) Pemeriksaan Fisik Dan Klinis
Pemeriksaan Hasil Normal
KU lemah baik
Tekanan darah 150/100 mmHg 140/90 mmHg
f) Hasil pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 8 Juni 2011 :
Pemeriksaan Hasil NormalBilirubin total 21,2 mg/dl <1.0 mg/dlBilirubin direk 12.5 mg/dl <0.2 mg/dlBilirubin indirek 8.7 mg/dl -Protein total 4.7 gr/dl 6.4 – 8.4 gr/dlAlbumin 2.5 gr/dl 3.5 – 5.0 gr/dlGlobulin 2.2 gr/dl 3 – 3.6 gr/dlSGOT 100 U/L <40 U/LSGPT 81 U/L <41 U/L
g) Diatery history
a. Makan kurang teratur dan dengan jumlah tidak menentu
b. Suka mengkonsumsi sayuran
c. Suka mengkonsumsi makanan laut
d. Selama dirumah, jarang mengkonsumsi buah
e. Tidak suka mengkonsumsi daging sapi
f. Suka merokok
h) Diagnosa Medis
Ikterus cholelitiasis
14
B. DIAGNOSA GIZI
1. Domain intake
Problem Etiologi Sign (tanda)
Asupan makanan yang
kurang
Pola makan yang
tidak baik dan mual
terus menerus
Berat badan yang kurang
dan IMT = 15.22 kg/m2
2. Domain klinis
Problem Etiologi Sign (tanda)
Kelainan fungsi kandung
empedu
Terbentuknya batu empedu
pada saluran kandung
empedu
Hasil laboratorium
bilirubin total
3. Domain perilaku
Problem Etiologi Sign (tanda)
Pola makan yang
tidak baik
kurangnya pengetahuan
tentang hidup sehat
Penyakit yang
diderita pasien
C. INTERVENSI GIZI
1. Planning
Tujuan :
- Meningkatkan berat badan pasien hingga mencapai normal
- Memberikan makanan yang bergizi dan adekuat untuk pasien untuk
membantu proses penyembuhan pasien
- Menurunkan tekanan darah pasien, karena tekanan darah pasien tinggi
pada waktu masuk rumah sakit
- Memberikan konseling kepada pasien dan keluarga pasien tentang pola
makan yang baik dan benar serta memberi informasi tentang penyakit
yang diderita oleh pasien
Syarat diet :
Energi sesuai kebutuhan untuk mencapai berat badan normal.
Kebutuhan protein tinggi yaitu 1.25 gr/kg BB.
15
Kebutuhan lemak sedang yaitu 20 % dari kebutuhan energi total.
Kebutuhan karbohidrat cukup.
Asupan serat 30 gram/hari.
Konsumsi natrium dalam bentuk garam dapur yaitu 300 mg/hari.
Vitamin dan mineral cukup.
Diet : BB RG RL
Bentuk makanan : lunak
Cara pemberian : oral
Frekuensi pemberian : 3 x makanan pokok
Perhitungan Menggunakan Rumus (dengan indeks)
Kalori = 40 kkal x BBi
= 40 kkal x 45 kg = 1800 kkal
Protein = 1.25 gr x BBi
= 1.25 gr x 45 kg = 56.25 gr 56.25 gr x 4 = 225 kkal
Lemak = 20% x Energi total
= 20% x 1800 kkal = 360 kkal 360 kkal/9 = 40 gr
Karbohidrat = Energi total – (Energi protein + Energi lemak)
= 1800 kkal – (225 kkal + 360 kkal)
= 1215 kkal 1215 kkal/4 = 303.75 gr
16
Perencanaan Menu
Nama Bahan Makanan
Berat bahan makanan (gr)
E P L KH
Sarapan Beras 50 g 180,5 kcal 2,3 g 0,3 g 39,8 gLauk hewani 50 g 171 kcal 9.2 g 9.4 g -Sayuran 100 g 75 kcal 2 g 2.8 g 7 gSusu Tropicana 20 g 65,45 kcal 4,81 g 0 g 11,63 gGula pasir 10 g 38,7 kcal 0 g 0 g 10 g
Energy = 530,65 kcal, Protein = 18,3 g, Lemak = 12.5 g, KH = 68,43 gMakan SiangBeras 75 g 270,8 kcal 5,0 g 0,5g 59,6 gLauk hewani 50 g 134,5 kcal 4.3 g 5.3 g 0.6 gLauk nabati 50 g 31 kcal 3.4 g 2.8 g 8.8 gSayuran 100 g 47 kcal 2 g 2.8 g 7 gBuah 100 g 32.0 kcal 0.6 g 0.4 g 7.2 gminyak kelapa 5 g 45,1 kcal - 5 g -Susu tropicana 20 g 65,45 kcal 4,81 g 0 g 11,63Gula pasir 10 g 38,7 g 0 g 0 g 10 g
Energy = 664,55 kcal, protein = 20,11 g, lemak = 16,8 g, KH = 104,83 gMakan Sore Beras 50 g 180,5 kcal 2,3 g 0,3g 39,8 gLauk hewani 50 g 77.5 kcal 4.3 g 5.3 g 0.6 gLauk nabati 50 g 118.4 kcal 4.2 g 2.8 g 8.8 gSayuran 100 g 75 kcal 2 g 2.8 g 7 gBuah 100 g 39.0 kcal 0.6 g 0.1 g 9.8 gminyak kelapa 5 g 45,1 kcal - 5 g -Susu tropicana 20 g 65,45 kcal 4,81 g 0 g 11,63Gula pasir 10 g 38,7 g 0 g 0 g 10 g
Energy = 639,65 kcal, protein = 18,21 g, lemak = 16,3 g, KH = 87,63 gTotal: energy = 1834,85 kcal, protein = 56,65 g, lemak = 45,6 g KH =
260,89 g
17
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Monitoring Perkembangan Status Gizi
Dari pengamatan selama 5 hari berat badan pasien dapat dipantau, tapi
perubahan yang terjadi tidak terlalu signifikan. Status gizi pasien dapat dilihat dari
IMT pasien pada saat masuk yaitu 15,22 kg/m2 dan mengalami perubahan selama
pasien dirawat dirumah sakit karena pasien termasuk pasien yang memiliki selera
makan yang baik. Berdasarkan hasil pengamatan selama 5 hari, keadaan pasien
sudah mulai kelihatan lebih baik daripada saat masuk rumah sakit.
B. Monitoring Data Klinis
Hasil pengamatan data klinis yang dilakukan selama 5 hari pada pasien
dapat dilihat pada tabel berikut :
PemeriksaanHasil Pemeriksaan
Normal8 Juni 2011
9 Juni 2011
10 Juni 2011
11 Juni 2011
12 Juni 2011
Tekanan darah
150/100 mmHg
120/60 mmHg
120/80 mmHg
120/80 mmHg
120/80 mmHg
110/70-140/90 mmHg
Keadaan umum
Lemah Lemah Lemah Lemah Lemah Baik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah pemeriksaan tekanan darah.
Hasil pemeriksaan fisik pasien sudah normal. Tapi keadaan umum pasien masih
lemah. Hal ini mungkin karena dipengaruhi oleh faktor usia pasien yang sudah
tua.
C. Monitoring Intake Zat Gizi Penderita
Makanan dari rumah sakit :
Zat Gizi
Hari MonitoringKebutuhan
Hari-1 % Hari-2 % Hari-3 % Hari-4 % Hari-5 %Kalori 1554,8 84,74 1588,3 86,56 1386,4 75,56 1498,4 81,66 1654,0 90,14 1834.85 kkalProtein 46,6 82,26 51,4 90,73 49,8 87,91 49,8 87,91 53,8 94,97 56.65 grLemak 41,6 91,23 39,5 86,62 37,6 82,46 37,6 82,46 44,4 97,37 45.6 gr
KH 248,5 95,25 256,0 98,13 212,2 81,34 240,2 92,07 259,8 99,58 260.89 gr
Dari hasil pengamatan selama 5 hari, pasien hanya makan makanan yang
diberikan dari rumah sakit. Pasien diberikan diet rendah garam dan rendah lemak
18
(RGRL) dengan bentuk makanan berupa bubur. Dengan kalori 1834.85 kkal,
protein 56.65gr, lemak 45.6gr, karbohidrat 260.89gr dan natrium 300gr. Dari hasil
pengamatan asupan pasien sudah mulai meningkat mendekati kebutuhannya.
Tapi ada beberapa waktu makan, asupan pasien agak berkurang dari hari
sebelumnya atau waktu makan yang sebelumnya. Setelah diwawancarai, pasien
mengaku tidak menyukai beberapa menu makanan seperti tempe tanpa perubahan
bentuk (masih dalam bentuk tempe). Tapi pasien menyukai menu yang lunak,
seperti menu yang di tim dan berkuah.
D. Perkembangan Penyakit Penderita
Setelah dilakukan pengamatan beberapa hari, keadaan pasien semakin
membaik setelah diberikan diet dan pemberian obat pada pasien yang dapat dilihat
dari keadaan umum pasien dan beberapa keluhan pasien sudah berkurang, dengan
infus berupa cairan RL (ringer laktat) yang masih dipasang. Tekanan darah pasien
sudah mulai normal.
E. Perkembangan Diet penderita
Pelaksanaan diet pasien selama 5 hari study kasus dilakukan, berdasarkan
kebutuhan pasien dengan keadaan pasien yang memiliki status gizi kurus, pasien
diberikan diet BBRGRL selama 2 hari pengamatan dan diet NLRGRL selama 3
hari pengamatan karena kondisi pasien yang sudah mulai membaik.
Pada hari pertama study kasus makanan yang diberikan pada pasien tidak
dimakan habis, masih ada makanan yang bersisa. Makanan yang paling banyak
bersisa yaitu tim tempe. Pasien mengatakan tidak terlalu menyukai tempe yang di
tim seperti pada menu yang disediakan. Pada hari kedua sampai hari kelima
pelaksanaan study kasus, pasien sudah banyak makan makanan yang diberikan
oleh rumah sakit dengan diet yang telah ditentukan oleh ahli gizi, tanpa tambahan
makanan dari luar.
Pasien juga telah diberikan konsultasi. Konsultasi dilakukan setiap waktu
mengantar makanan ke pasien. Konsultasi yang diberikan tentang pengaturan
makan untuk pasien dan memberikan motivasi pada pasien untuk mematuhi diet
yang telah diberikan.
19
Selain itu, untuk diet rendah garam II hanya berlaku pada saat pasien
masuk rumah sakit. Hal ini dikarenakan tekanan darah pasien cenderung normal
setelah beberapa hari pengamatan. Pada hari 1, pasien diberi diet rendah garam II.
Sedangkan pada hari 2 – 5, pasien diberi diet rendah garam III setelah tekanan
darah pasien sudah mulai normal.
Berikut ini adalah grafik yang berisi perkembangan diit yang diberikan
pada pasien selama 5 hari pengamatan :
Grafik energi
Berdasarkan grafik diatas, dapat dilihat bahwa asupan yang rendah
terdapat pada hari ke 3 dan hari 4 pengamatan. Berdasarkan pengamatan yang
telah dilakukan, hal ini disebabkan oleh penyesuaian pasien dengan diet baru
yang diberikan. Pada hari 1 dan hari 2, pasien diberikan makanan dalam
bentuk bubur, sedangkan pada hari 3 sampai pada hari 5 pengamatan pasien
mendapatkan nasi lunak.
Grafik protein
Sedangkan untuk protein, asupan yang paling rendah terdapat pada
hari ketiga yaitu sebanyak 79% dari kebutuhan yang sudah direncanakan.
Grafik lemak
20
Untuk asupan lemak, asupan yang paling rendah terdapat pada
pengamatan hari ketiga dan keempat. Dilihat dari grafik, konsumsi lemak
pasien relatif stabil dan seimbang.
Grafik karbohidrat
Untuk karbohidrat, asupan yang paling rendah terdapat pada
pengamatan hari ketiga, yaitu sebesar 80%. Dilihat dari konsumsi selama
pengamatan, konsumsi pasien cenderung baik dan pasien tidak pernah
makan makanan dari luar karena pasien mengatakan ingin mematuhi diet
yang diberikan oleh rumah sakit.
21
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pasien dirawat diruang perawatan bedah karena mengalami keluhan sakit
dibagian dada dan mengalami ikterus (warna kuning) pada sklera dan
kulit.
2. Pasien diberi diet Rendah Garam dan Rendah Lemak (RGRL) dengan
pemberian 3 kali makanan pokok.
3. Selain itu, pasien juga mengalami anemia dan pada saat masuk rumah
sakit tekanan darah juga diatas normal.
4. Pasien diberikan cairan infus dan tranfusi darah pada hari ketiga sebanyak
dua kantung dengan golongan darah B, Rh (+).
5. Keadaan umum pasien sudah mulai membaik, ditandai dengan sudah
berkurangnya keluhan dari pasien dan nafsu makan yang sudah membaik
serta dari keadaan fisik berupa kurangnya warna kuning pada sklera dan
tubuh pasien.
6. Pasien diberikan diet rendah garam dan rendah lemak (RGRL) dengan
bentuk makanan berupa bubur. Dengan kalori 1834.85 kkal, protein
56.65gr, lemak 45.6gr, karbohidrat 260.89gr dan natrium 300gr. Dari hasil
pengamatan asupan pasien sudah mulai meningkat mendekati
kebutuhannya.
7. Pada hari pertama dan kedua, pasien diberi diet RGRL dengan bentuk
makanan bubur. Tapi pada hari ketiga sampai kelima pasien diberi diet
RGRL dengan bentuk makanan lunak. Hal ini karena keadaan pasien yang
sudah mulai membaik.
B. Saran
1. Diharapkan kepada keluarga pasien dapat menerapkan diit yang diberikan
selama masa perawatan dan setelah pasien pulang kerumah.
2. Diharapkan kepada keluarga pasien untuk memotivasi pasien untuk
menerapkan diet yang telah ditetapkan.
22
3. Pasien hendaknya diingatkan mematuhi diit yang diberikan dan pasien
dapat memahami tentang pentingnya diit tersebut bagi kesehatan pasien.
4. Pasien dapat mematuhi jadwal makan, jumlah makanan sesuai kebutuhan
dan jenis bahan makanan yang boleh dan tidak boleh dimakan oleh pasien
sesuai dengan penyakit yang diderita oleh pasien.
23