Download - Laporan Kasus Dr. Dewi
LAPORAN KASUS MARET 2015
GANGGUAN CAMPURAN CEMAS DAN DEPRESI
Nama : Irham
No. Stambuk : N 111 14 050
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2014
STATUS PSIKIATRI
Nama : Tn. A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Sudah menikah
Warga Negara : Indonesia
Pendidikan / Sekolah : S1
Alamat / No. Telp. : Jl.Tanggul
Nama, Alamat, dan No. Telp keluarga dekat : -
Di kirim oleh : berobat sendiri
Diagnosis sementara : Gangguan cemas dan depresi
Gejala-gejala utama :
LAPORAN PSIKIATRIK
A. RIWAYAT PENYAKIT
1. Keluhan Utama dan alasan MRSJ/terapi : perasaan cemas
2. Riwayat Gangguan Sekarang, Perhatikan :
a. Keluhan dan gejala
Pasien laki-laki usia 35 tahun datang dengan keluhan munculnya
perasaan cemas. Perasaan ini timbul awalnya tanggal 29 Januari
2015 dimana pasien selalu merasa cemas. Namun merasa berkurang
semenjak 2 minggu terakhir setelah berkonsultasi dengan psikolog.
Cemas yang dirasakan pasien selalu disertai jantung berdebar-
debar dan nyeri kepala. Kondisi ini dirasakan setiap kali tekanan
darah pasien naik. Nyeri kepala yang dirasakan seperti tertarik
utamanya di bagian belakang dan leher. Serta Pasien juga
mengelukan nyeri ulu hati.
Pasien mengeluhkan merasa cemas dan takut apabila menjelang
tidur dan khawatir tidak akan terbangun lagi keesokan harinya.
Pasien khawatir mengalami kematian serta pasien sering terbangun
2
tengah malam karena mengalami mimpi buruk. Pasien mengeluhkan
ketika terbangun dari tidur badannya terasa tidak segar.
Awalnya pasien enggan mengungkapkan kondisi pribadinya saat
ini, tetapi setelah anamnesis yang panjang pasien mengungkapkan
kalau ada hal yang terus menerus dipikirkan pasien sejak dua bulan
yang lalu. Adapun permasalahan pasien yaitu pada bidang pekerjaan
dan rumah tangga. Sekarang pasien bekerja di dinas pertanahan kota
palu, dulunya pasien mempunyai seorang atasan yang sangat
menaruh kepercayaan yang besar terhadap pasien. Namun sekarang
atasan pasien tersebut telah di mutasi pindah lokasi kerja di jawa
timur, dan atasannya tersebut berencana memanggil pasien untuk
ikut pindah lokasi kerja yang sama dengan atasannya tersebut dan di
iming-imingi akan di permudah untuk urusan administrasi
permohonan pemindahan lokasi kerja dan pasien berharap segera
dibuatkan SK untuk pemindahannya. Namun hingga saat ini SK
tersebut tidak kunjung ada kejelasannya dan pasien merasa nasibnya
seperti terkatung-katung. Pasien juga telah menjual mobil pribadi
untuk persiapan dana setelah pindah ke jawa timur serta hampir
menjual rumah namun masih dipikirkan kembali oleh pasien.
Pasien juga mengemukakan terdapat masalah pada hubungan
rumah tangga. Pasien sering mengalami cek-cok dengan istrinya
dikarenakan pasien menganggap istrinya tersebut tidak beretika
terhadap orang tua pasien. Setiap kali orang tua pasien datang
kerumahnya untuk menjenguk, istrinya selalu berdiam diri dan tidak
pernah mau berbicara dengan orang tua pasien.
Setiap kali pikiran itu muncul dan pasien menjadi cemas serta
jantung berdebar-debar kembali dirasakan, pasien mengatasinya
dengan berjalan ke pekarangan kantor ataupun rumah. Pasien
mengaku mengalami perubahan sedikit demi sedikit setelah berjalan
ke pekarangan kantor ataupun rumah dan belakangan ini pasien
mengaku kondisi lebih membaik dan rasa takut mulai berkurang.
3
Sosialisasi dengan masyarakat lain disekitar rumah baik dan tidak
ada masalah dengan tetangga-tetangga.
b. Hendaya/disfungsi
Karena kondisi ini pasien mengaku tidak dapat berkonsentrasi
terhadap pekerjaan dan urusan rumah tangga.
c. Faktor stresor psikososial
Pasien dengan masyarakat sekitar memiliki hubungan yang baik
namun jarang bertemu dengan tetangga diakibatkan semua orang
dikompleks rumahnya mempunyai kesibukan kerja masing-masing..
Pasien mengaku tidak memiliki masalah dengan tetangga namun
memiliki masalah keluarga di rumah.
d. Hubungan gangguan sekarang dengan riwayat penyakit fisik dan
psikis sebelumnya
Jantung berdebar-debar dikeluhkan pasien dan sempat berobat
dipoloklinik penyakit dalam RSUD undata palu berulang kali
bersamaan dengan nyeri kepala dan nyeri ulu hati sehingga pasien
diminta untuk konsultasi ke ahli kejiwaan di rumah sakit.
3. Riwayat Kehidupan Sebelumnya
Riwayat psikiatri
Pasien mengaku belum pernah datang dengan keluhan psikiatri
sebelumnya ke dokter di puskesmas ataupun rumah sakit.
Riwayat medis
Pasien mengaku tidak memiliki riwayat penyakit lain sebelumnya.
Riwayat penggunaan zat
Penggunaan zat berbahaya dan psikotropika di sangkal oleh pasien.
4
4. Riwayat Kehidupan Pribadi
Riwayat kanak-kanak
Dapat ke kamar mandi untuk buang air kecil atau besar. Pasien
menyangkal adanya perilaku menyimpang seperti membentur-benturkan
kepala. Tokoh yang paling dekat dengan pasien adalah ibu. Kondisi
hubungan pasien dengan kedua orang tua serta saudara-saudara baik.
Saat masa kanak-kanak, pasien bisa berteman dan berkomunikasi baik
dengan teman-teman sebaya di sekitar rumahnya.
Riwayat kanak pertengahan
Pasien mengatakan tidak ada gangguan belajar pada pasien
Masa kanak akhir dan remaja
Pasien diusia remaja berteman baik dan bersosialisasi baik dengan orang-
orang di lingkungan sekitarnya, sekolah, dan saudara-saudaranya di
rumah. Pasien tidka pernah tinggal kelas dan menyelesaikan sekolah
mengengah atasnya dengan baik.
Riwayat pekerjaan
Pasien bekerja di dinas pertanahan kota palu sejak 5 tahun yang lalu.
Riwayat perkawinan
Pasien memiliki 1 orang istri dan 1 orang anak yang masih berusia 3
tahun. Terdapat konflik bermakna dan mengganggu pikiran dalam
keluarga.
Riwayat hukum
Pasien tidak pernah berurusan dengan hukum.
5. Riwayat Kehidupan Keluarga
Pasien mengemukakan terdapat masalah pada hubungan rumah
tangga. Pasien sering mengalami cek-cok dengan istrinya dikarenakan
pasien menganggap istrinya tersebut tidak beretika terhadap orang tua
pasien. Setiap kali orang tua pasien datang kerumahnya untuk
menjenguk, istrinya selalu berdiam diri dan tidak pernah mau berbicara
dengan orang tua pasien.
5
6. Situasi Sekarang
Pada saat pasien datang kondisi cemas disampaikan pasien sudah mulai
berkurang tetapi saat anamnesis pasien mengatakan meminta obat untuk
mencegah cemasnya dan jantung berdebar-debar kembali lagi. Hal ini
menggambarkan pasien masih memiliki sedikit kecemasan penyakitnya
dan rasa cemasnya akan menyebabkan pasien meninggal.
7. Persepsi Pasien Tentang Diri Dan Kehidupannya
Pasien mempersepsikan dirinya sakit yang diakibatkan oleh
kecemasan sehingga membuat jantungnya terasa berdebar-debar.
B. STATUS MENTAL
1. Deskripsi Umum
a. Penampilan : pasien laki-laki separuh baya,
usia sebanding dengan tampakan wajahnya, berpakaian rapi, tidak ada
gerakan tertentu atau berulang saat wawancara, pasien tenang dalam
bercerita
b. Kesadaran : compos mentis
c. Perilaku dan aktivitas psikomotor: tidak terlihat adanya aktivitas
tanpa tujuan dari pasien.
d. Pembicaraan : suara dapat didengar dan mudah
dipahami isi pembicaraannya.
e. Sikap terhadap pemeriksa : kooperatif
2. Keadaan Afektif (Mood), Perasaan, Empati dan Perhatian
a. Mood : cemas
b. Afek : luas
c. Empati : dapat dirasakan
6
3. Fungsi Intelektual (Kognitif)
a. Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan : normal
b. Daya konsentrasi : dapat mengeja
kata DUNIA dari belakang ke depan dengan baik dan tepat.
c. Orientasi (waktu, tepat dan orang) : baik
d. Daya ingat : baik
e. Pikiran abstrak : baik
f. Bakat kreatif : olahraga
g. Kemampuan menolong diri sendiri : baik
4. Gangguan Persepsi
a. Halusinasi : tidak ada
b. Ilusi : tidak ada
c. Depersonalisasi : tidak ada
d. Derealisasi : tidak ada
5. Proses Pikir
a. Arus pikiran
1) Produktivitas : normal
2) Kontiniuitas : koheren dan relevan
3) Hendaya berbahasa : tidak ada
b. Isi pikiran
1) Preokupasi : tidak ada
2) Gangguan isi pikir : tidak ada
6. Pengendalian Impuls : cukup. Walaupun terkadang rasa
takut masih di dapatkan.
7. Daya Nilai
a. Norma sosial : baik
b. Uji daya nilai : baik
7
c. Penilaian realitas : baik
8. Tilikan (Insight) : derajat 4 : menyadari dirinya
sakit dan buth bantuan namun tidak memahami penyebab sakitnya
9. Taraf Dapat Dipercaya : dapat dipercaya
C. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT
Pemeriksaan Fisik :
1. Status internus
Pemeriksaan tanda vital
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 60 kali/menit
Pernapasan : 20 kali/menit
Suhu : -
Pemeriksaan fisik abdomen dan thoraks tidak dilakukan
Pemeriksaan neurologis tidak dilakukan
2. Hal-hal bermakna lainnya yang ditemukan pada pemeriksaan fisik,
pemeriksaan lab
Pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan
3. Pemeriksaan penunjang
Tidak dilakukan
D. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA
Pasien laki-laki usia 35 tahun datang dengan keluhan munculnya
perasaan cemas
Berlangsung sejak 29 januari 2015 sampai sekarang
Cemas yang dirasakan pasien selalu disertai jantung berdebar-
debar,nyeri kepala serta nyeri ulu hati.
8
Pasien mengungkapkan setiap kali jantung berdebar-debar, nyeri
kepala dan nyeri ulu hati pasien selalu takut mengalami kematian.
Ada hal yang terus menerus dipikirkan pasien sejak lama. Pasien
memiliki masalah pekerjaan dimana pasien ingin pindah lokasi kerja
dan mempunyai masalah rumah tangga dengan istri.
Pasien mengaku mengalami perubahan sedikit demi sedikit setelah
berkonsultasi dengan psikolog dan belakangan ini pasien mengaku
kondisi lebih membaik dan rasa cemas mulai jarang muncul.
E. EVALUASI MULTIAKSIAL
1. Aksis I :
Merujuk pada kriteria diagnostif dari PPDGJ III, pasien dalam
kasus ini dapat didiagnosa sebagai F41.2 Gangguan campuran cemas dan
depresi
Terdapat gejala-gejala anxietas maupun depresi, di mana masing-
masing tidak menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat untuk
menegakkan diagnosis tersendiri. Untuk anxietas, beberapa gejala
otonomik harus ditemukan walaupun tidak terus menerus, disamping
rasa cemas atau kekhawatiran berlebihan.
Bila ditemukan anxietas berat disertai depresi yang lebih ringan,
maka harus dipertimbangkan kategori gangguan anxietas lainnya
atau gangguan anxietas fobik
Bila ditemukan sindrom depresi dan anxietas yang cukup berat untuk
menegakkan masing-masing diagnosis, maka kedua diagnosis
tersebut harus dikemukakan, dan didiagnosis gangguan campuran
tidak dapat digunakan. Jika karena sesuatu hal hanya dapat
dikemukakan satu diagnosis maka gangguan depresif harus
diutamakan. Bila gejala-gejala tersebut berkaitan erat dengan stress
kehidupan yang jelas, maka harus digunakan kategori F.43.2
gangguan penyesuaian.
9
2. Aksis II
Berdasarkan hasil wawancara pasien merupakan orang yang suka bergaul,
ramah. Belum ada perubahan kepribadian.
3. Aksis III
Pasien menderita nyeri kepala dan nyeri ulu hati.
4. Aksis IV
Masalah yang terpenuhi dari kondisi pasien saat ini adalah masalah
berkaitan dengan pekerjaan dan rumah tangga.
5. Aksis V
70-61 = Beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam
pekerjaan, secara umum masih baik.
F. DAFTAR PROBLEM
1. Organobiologik:
a. gangguan neurotransmiter khususnya norepinefrin, serotonon, dan
GABA.
b. Nyeri ulu hati
2. Psikologik: cemas dan takut akan kematian
3. Sosial: Tidak ada
G. PROGNOSIS
Bonam
Faktor pendukung :
Tidak ada kelainan organobiologik
Tidak ada gangguan jiwa dalam keluarga
Keinginan pasien untuk sembuh dan berobat
Tingkat pendidikan yang cukup tinggi.
H. PEMBAHASAN TINJAUAN PUSTAKA
Gangguan campuran cemas dan depresi merupakan kondisi gangguan yang
ditandai dengan kecemasan dan kekhawatiran yang berlebihan dan tidak
10
rasional bahkan terkadang tidka realistik terhadap berbagai peristiwa
kehidupan sehari-hari.(1) Kondisi ini dialami hampir sepanjang hari.
Kecemasan yang dirasakan sulit untuk dikendalikan dan berhubungan dengan
gejala somatik seperti ketegangan otot, iritabilitas, kesulitan tidur, dan
kegelisahan sehingga menyebabkan penderitaan yang jelas dan gangguan
yang bermakna dalam fungsi sosial dan pekerjaan. (2)
Etiologi yang diungkapkan beberapa teori yaitu teori biologi, generik,
psikoanalitik dan kognitif-perilaku. Pada teori biologi menjelaskan adanya
keterlibatan area otak oksipitalis pada timbulnya gangguan cemas. Ganglia
basalis, sistem limbik dan korteks frontal juga dihipotesiskan terlibat pada
etiologi timbulnya gangguan cemas. Pada pasien juga ditemukan sistem
serotonergik yang abnormal. Neurotransmiter yang berkaitan dengan
gangguan cemas adalah GABA serotonin, norepinefrin, glutamat dan
kolesistokinin. (2)
Pada sebuah studi didapatkan sekitar 25% dari keluarga tingkat pertama
penderita gangguan cemas juga menderita gangguan yang sama. Sedangkan
penelitian pada pasangan kembar monozigot didapatkan 50%.(2)
Teori psikoanalitik menghipotesiskan bahwa kecemasan adalah gejala dari
konflik bawah sadar yang tidak terselesaikan. Pada tingkat yang paling
primitif kecemasan dihubungkan dengan kehilangan objek ccinta. Ansietas
berhubungan dengan fase oedipal. (2)
Pada teori kognitif-perilaku di jabarkan penderita gangguan cemas berespon
secara salah dan tidak tepat terhadap ancaman, disebabkan oleh perhatian
yang selektif terhadap hal-hal negatif pada lingkungan. (2)
Gambaran klinis yang utama adalah kecemasan, ketegangan motorik,
hiperaktivitas autonom dan kewaspadaan secara kognitif. Kecemasan bersifat
belebihan dan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan pasien. Ketegangan
11
motorik bermanifestasi sebagai bergetar, kelelahan, sakit kepala.
Hiperaktivitas autonom timbul dalam bentuk sesak, berkeringat, palpitasi, dan
disertai gejala saluran pencernaan. Terdapat juga kewaspadaan kognitif dalam
bentuk irritabilitas. (1)
Pasien gangguan cemas biasanya datang ke dokter umum karena keluhan
somatik. Pasien biasnaya memperlihatkan perilaku mencari perhatian.
Beberapa pasien menerima diagnosis gangguan cemas dan terapi yang
adekuat, dan beberapa lainnya meminta konsultasi medik tambahan untuk
masalah-masalah mereka. (2)
gangguan cemas perlu dibedakan dari kecemasan akibat kondisi medis umum
maupun gangguan yang berhubungan dengan penggunaan zat. (1)
Patogenesis Gangguan Cemas
Teori Psikoanalitik
Sigmeun Freud menyatakan dalam bukunya “ 1926 Inhibitons,
Symptoms,Anxiety” bahwa kecemasan adalah suatu sinyal kepada ego bahwa
suatu doronganyang tidak dapat diterima menekan untuk mendapatkan
perwakilan dan pelepasansadar. Sebagai suatu sinyal, kecemasan
menyadarkan ego untuk mengambiltindakan defensif terhadap tekanan dari
dalam. Jika kecemasan naik di atastingkatan rendah intensitas karakter
fungsinya sebagai suatu sinyal, ia akan timbulsebagai serangan panik.
Teori Perilaku
Rasa cemas dianggap timbul sebagai respon dari stimulus lingkungan
yangspesifik. Contohnya, seorang anak laki-laki yang dibesarkan oleh ibunya
yangmemperlakukannya semena-mena, akan segera merasa cemas bila ia
bertemuibunya. Melalui proses generalisasi, ia akan menjadi tidak percaya
dengan wanita.Bahkan seorang anak dapat meniru sifat orang tuanya yang
cemas.
12
Teori Eksistensi
Pada gangguan cemas menyeluruh, tidak didapatkan stimulus rasa cemasyang
bersifat kronis. Inti dari teori eksistensi adalah seseorang merasa hidup
didalam dunia yang tidak bertujuan. Rasa cemas adalah respon mereka
terhadap rasakekosongan eksistensi dan arti.Berdasarkan aspek biologis,
didapatkan beberapa teori yang mendasaritimbulnya cemas yang patologis
antara lain:
•Sistem saraf otonom
• Neurotransmiter
Neurotransmiter
1.Norepinephrine
Gejala kronis yang ditunjukan oleh pasien dengan gangguan cemas
berupa :
Gangguan Cemas, serangan panik, insomnia, terkejut, dan autonomic
hyperarousal , merupakan karakteristik dari peningkatan fungsi
noradrenergik. Teori umum dari keterlibatan norepinephrine pada gangguan
cemas, adalah pasien tersebut memiliki kemampuan regulasi sistem
noradrenergik yang buruk terkait dengan peningkatan aktivitas yang
mendadak. Sel-sel dari sistem noradrenergik terlokalisasi secara primer pada
locusceruleus pada rostral pons, dan memiliki akson yang menjurus pada
korteks serebri,sistem limbik, medula oblongata, dan medula spinalis.
Percobaan pada primata menunjukan bila diberi stimulus pada daerah
tersebut menimbulkan rasa takut dan bila dilakukan inhibisi, primata tersebut
tidak menunjukan adanya rasa takut. Studi pada manusia, didapatkan pasien
dengan gangguan serangan panik, bila diberikanagonis reseptor β-adrenergik
(Isoproterenol) dan antagonis reseptor α-2 adrenergik dapat mencetuskan
serangan panik secara lebih sering dan lebih berat.Kebalikannya, clonidine,
agonis reseptor α-2 menunjukan pengurangan gejalacemas.
13
2.Serotonin
Ditemukannya banyak reseptor serotonin telah mencetuskan
pencarian peran serotonin dalam gangguan cemas. Berbagai stress dapat
menimbulkan peningkatan 5-hydroxytryptamine pada prefrontal korteks,
nukleus accumbens,amygdala, dan hipotalamus lateral. Penelitian tersebut
juga dilakukan berdasarkan penggunaan obat-obatan serotonergik seperti
clomipramine pada gangguan obsesif kompulsif. Efektivitas pada penggunaan
obat buspirone juga menunjukkankemungkinan relasi antara serotonin dan
rasa cemas. Sel-sel tubuh yang memilikireseptor serotonergik ditemukan
dominan pada raphe nuclei pada rostral brainstemdan menuju pada korteks
serebri, sistem limbik, dan hipotalamus.
3.GABA
Peran GABA pada gangguan cemas sangat terlihat dari efektivitas
obat-obatan benzodiazepine, yang meningkatkan aktivitas GABA pada
reseptor GABAtipe A. Walaupun benzodiazepine potensi rendah paling
efektif terhadap gejala gangguan Cemas, gangguan cemas menyeluruh,
benzodiazepine potensi tinggi seperti alprazolam danclonazepam ditemukan
efektif pada terapi gangguan serangan panik Pada suatu studi struktur dengan
CT scan dan MRI menunjukan peningkatan ukuran ventrikel otak terkait
dengan lamanya pasien mengkonsumsiobat benzodiazepine. Pada satu studi
MRI, sebuah defek spesifik pada lobustemporal kanan ditemukan pada pasien
dengan gangguan serangan panik. Beberapastudi pencitraan otak lainnya juga
menunjukan adanya penemuan abnormal padahemisfer kanan otak, tapi tidak
ada pada hemisfer kiri. fMRI, SPECT, dan EEG menunjukan penemuan
abnormal pada korteks frontal pasien dengan gangguancemas, yang
ditemukan juga pada area oksipital, temporal, dan girus hippocampal.Pada
gangguan obsesif kompulsif diduga terdapat kelainan pada nukleus
kaudatus.Pada PTSD, fMRI menunjukan pengingkatan aktivitas pada
amygdala
14
I. RENCANA TERAPI
1) Benzodiazepin
Benzodiazepin pada penggunaan klinis memiliki kapasitas untuk
menguatkan ikatan neurotransmiter inhibitori utama asam gamma-
aminobutirat (GABA) pada reseptor GABAA, sehingga mempercepat
arus ionik terinduksi-GABA melalui saluran ini. Semua efek
benzodiazepin dihasilkan oleh kerjanya pada sistem saraf pusat (SSP).
Efek-efek ini yang paling dominan adalah sedasi, hipnosis, penurunan
ansietas; relaksasi otot, amnesia anterograde, dan aktivitas
antikonvulsan.(2)
Alprazolam, salah satu obat yang awitan kerjanya cepat,
dikonsumsi biasanya antara 4-6 minggu, setelah itu perlahan-lahan
diturunkan dosisnya sampai akhirnya dihentikan. Diberikan secara oral
dengan t1/2 sekitar 12-14 jam. Biasa diberikan dalam sediaan 0,25-0,5
mg 3 kali sehari untuk dosis dewasa. Obat ini mempunyai efek samping
yaitu mengantuk, kelemahan otot, amnesia, ataksia, depresi, kepala
terasa ringan, bingung, halusinasi, dan penglihatan kabur.(3)
2) SSRI
Obat-obat Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) bekerja
terutama pada terminal akson presinaptik dengan menghambat ambilan
kembali serotonin. Penghambatan ambilan kembali serotonin diakibatkan
oleh ikatan obat (misalnya: fluoxetine) pada transporter ambilan kembali
yang spesifik, sehingga tidak ada lagi neurotransmiter serotonin yang dapat
berikatan dengan transporter. Hal tersebut akan menyebabkan serotonin
bertahan lebih lama di celah sinaps. Penggunaan Selective Serotonin
Reuptake Inhibitor (SSRI) terutama ditujukan untuk memperbaiki perilaku
stereotipik, perilaku melukai diri sendiri, resisten terhadap perubahan hal-
hal rutin, dan ritual obsesif dengan ansietas yang tinggi. (4)
Salah satu alasan utama pemilihan obat-obat penghambat reuptake
serotonin yang selektif adalah keamanan terapi. Efek samping yang dapat
15
terjadi akibat pemberian fluoxetine adalah nausea, disfungsi seksual, nyeri
kepala, dan mulut kering. Tolerabilitas SSRI yang relatif baik disebabkan
oleh karena sifat selektivitasnya. Obat SSRI tidak banyak berinteraksi
dengan reseptor neurotransmiter lainnya. (4)
3) Psikoterapi
Intervensi psikoterapi yang dapat dilakukan adalah terapi kognitif-
perilaku, terapi supportif, dan psikoterapi berorientasi tilikan. Pendekatan
kognitif mengajak pasien secara langsung mengenali distorsi kognitif dan
pendekatan perilaku, mengenali gejala somatik secara langsung. Teknik
utama yang digunakan pada pendekatan perilaku adalah relaksasi dan
biofeedback. (2)
Terapi supportif dilakukan dengan cara pasien diberikan reassurance
dan kenyamanan, digali potensi-potensi yang ada dan belum tampak,
didukung egonya, agar lebih bisa beradaptasi optimal dalam fungsi sosial
dan pekerjaannya. (2)
Terapi yang berorientasi tilikan mengajak pasien untuk emncapai
penyingkapan konflik bawah sadar, menilik kekuatan ego, relasi objek, serta
keutuhan self pasien. Dari pemahaman akan komponen-kkomponen
tersebut, kita sebagai terapis dapat memperkirakan sejauh mana pasien dapat
diubah untuk menjadi lebih matur, bila seandainya tidak tecapai, minimal
kita memfasilitasi agar pasien dapat beradaptasi dalam fungsi sosial dan
pekerjaannya. (2)
J. FOLLOW UP
Tidak dilakukan follow up
DAFTAR PUSTAKA
16
1. Maslim R (ed). Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III.
Jakarta: Bagian Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya, PT Nuh Jaya; 2001.
2. Utama H (ed). Buku Ajar Psikiatri Edisi Kedua. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2013
3. Brunton L, Parker K, Blumenthal D, Buxton I. Goodman & Gillman Manual
Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2011.
4. Rizaldy Pinzon, Lucas Meliala, Sri Sutarni. Peran serotonin pada Gangguan spektrum Autistik. Jurnal dexa medica No. 4, Vol. 19, Oktober - Desember 2006 diakses 19 maret 2015 melalui http://www.dexa-medica.com/sites/default/files/publication_upload070927905506001190864212Front%20cover.pdf
17