Transcript

KATA PENGANTAR

Laporan Antara ini merupakan salah satu tahap dalam pekerjaan Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi (RTR-KSP) Kawasan Wisata Candi Muaro Jambi Tahun Anggaran 2013. Hal ini sebagai hasil bentuk kerja sama antara Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Jambi sebagai pihak pengguna jasa dengan PT. AASCO Jaya Konsultan sebagai pihak pelaksana.Laporan Antara ini menyajikan materi mengenai kajian terhadap peraturan perundangan terkait, tinjauan kebijakan pembangunan dan pengembangan daerah, gambaran umum wilayah eksternal maupun internal serta menggambarkan kondisi Kawasan Wisata Candi Muaro Jambi sebagai wilayah perencanaan.Dengan tersusunnya Laporan Antara ini, diharapkan menjadi acuan dalam perumusan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi Kawasan Wisata Candi Muaro Jambi. Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi dalam proses penyusunan laporan ini.

Jambi, Oktober 2013

Tim Penyusun

DAFTAR ISIKATA PENGANTARiDAFTAR ISIiiDAFTAR TABELviDAFTAR GAMBARviiiBAB 1PENDAHULUAN1-11.1Latar Belakang1-11.2Dasar Hukum1-21.3Maksud, Tujuan dan Sasaran1-31.4Keluaran dan Manfaat1-41.5Ruang Lingkup1-41.5.1Ruang Lingkup Wilayah1-41.5.2Ruang Lingkup Kegiatan1-41.6Metodologi1-5BAB 2PERATURAN DAN PERUNDANGAN TERKAIT2-12.1Undang-Undang Dasar 19452-22.2Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat2-42.2.1Ketetapan MPR IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber daya Alam.2-42.2.2Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor Tap-MPR XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan otonomi daerah: Pengaturan,Pembagian,dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang berkeadilan; Serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Dalam Rangka Kesatuan Republik Indonesia.2-52.3Undang-Undang2-52.3.1Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. LN. 1960-104; TLN. 20342-52.3.2Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 Tentang Pencabutan Hak-Hak Tanah Dan Benda-Benda Yang Ada Diatasnya. LN. 1961-288.TLN.23242-72.3.3Undang-Undang Nomor 10 Tahun Tentang Kepariwisataan2-92.3.4Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Cagar Budaya2-132.3.5Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang2-202.3.6Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup2-262.4Peraturan Pemerintah2-312.4.1Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Penatagunaan Tanah LN. 2004-45; TLN. 43852-312.4.2Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Dan Hak Pakai Atas Tanah TL.1966-58; TLN.36432-332.5Keputusan dan Peraturan Presiden2-392.5.1Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 Tentang Kebijakan Nasional Di Bidang Pertanahan2-392.5.2Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum2-392.6Pengkajian Perundangan Terkait2-452.7Kesimpulan2-60BAB 3TINJAUAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH3-13.1RPJMD Provinsi Jambi3-13.1.1Visi dan Misi Pembangunan3-13.1.2Tujuan dan Sasaran Pembangunan3-23.1.3Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan3-33.2RPJMD Kabupaten Muaro Jambi3-43.2.1Visi dan Misi Pembangunan3-43.2.2Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan3-63.2.3Program Prioritas Daerah (Unggulan)3-73.3RTRW Provinsi Jambi3-83.3.1Tujuan, Kebijakan dan Strategi3-83.3.2Rencana Struktur Ruang3-103.3.3Rencana Pola Ruang3-163.3.4Kawasan Strategis Provinsi Jambi3-193.4RTRW Kabupaten Muaro Jambi3-213.4.1Tujuan, Kebijakan dan Strategi3-213.4.2Rencana Struktur Ruang3-243.4.3Rencana Pola Ruang3-333.4.4Kawasan Strategis Kabupaten Muaro Jambi3-38BAB 4KONDISI WILAYAH EKSTERNAL4-14.1Provinsi Jambi4-14.1.1Letak Geografis dan Administrasi4-14.1.2Kondisi Fisik Dasar4-14.1.3Penggunaan Lahan4-44.1.4Kependudukan dan Sumber Daya Manusia4-64.1.5Potensi Ekonomi Wilayah4-84.1.6Potensi Pertambangan dan Bahan Galian4-114.1.7Potensi Bencana Alam4-114.2Kabupaten Muaro Jambi4-154.2.1Letak Geografis dan Batas Adiminstrasi4-154.2.2Kondisi Fisik Dasar4-174.2.3Penggunaan Lahan4-204.2.4Kependudukan dan Sumber Daya Manusia4-234.2.5Potensi Ekonomi Wilayah4-26BAB 5DELINEASI DAN KONDISI KAWASAN CANDI MUARO JAMBI5-15.1Delineasi Kawasan Perencanaan5-15.1.1Delineasi Kawasan Pengaruh terdekat5-15.1.2Penetapan Delineasi Kawasan perencanaan/inti5-65.2Letak Geografis dan Batas Administrasi5-105.3Kondisi Sosial dan Ekonomi5-135.3.1Kependudukan5-135.3.2Kondisi Ekonomi5-135.4Kondisi Fisik5-145.4.1Topografi dan Hidrologi5-145.4.2Sungai Batanghari5-155.4.3Sungai Kecil / Kanal kanal kuno5-165.4.4Rawa / Danau5-175.5Penggunaan Lahan5-205.5.1Permukiman Penduduk5-205.5.2Industri5-235.5.3Perkebunan5-235.5.4Kebun Masyarakat5-235.6Prasarana dan Sarana5-245.6.1Transportasi5-245.6.2Sarana5-255.7Fasilitas Umum dan Sosial5-265.7.1Pendidikan5-265.7.2Kesehatan5-265.7.3Rumah dan Pola Pemukiman5-275.7.4Peribadatan5-275.7.5Sumber Air Bersih5-275.8Cagar Budaya Candi Muaro Jambi5-305.8.1Kawasan Percandian Muaro Jambi Dalam Sejarah Nasional5-305.8.2Cagar Budaya Kawasan Percandian Muaro Jambi5-325.8.3Kegiatan dan Aktivitas Di Kawasan Percandian Muaro Jambi5-465.9Potensi Pengembangan Kawasan Wisata Candi Muaro Jambi5-475.9.1Aspek Fisik dan Prasarana5-485.9.2Aspek Sumber Daya Manusia dan Sosial5-515.9.3Aspek Sumber Daya Ekonomi5-525.9.4Sumber Daya Daya Buatan5-53BAB 6ISU STRATEGIS KAWASAN CANDI MUARO JAMBI6-16.1Potensi/Kekuatan6-16.2Masalah/Kelemahan6-16.3Peluang6-26.4Tantangan/Ancaman6-2BAB 7TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG KAWASAN WISATA CANDI MUARO JAMBI7-07.1Tujuan Penataan Ruang7-17.2Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang7-2BAB 8RENCANA STRUKTUR DAN POLA RUANG8-18.1Rencana Struktur Ruang8-28.1.1Rencana Pusat Kegiatan Wisata8-28.1.2Rencana Sistem Jaringan Transportasi8-38.1.3Rencana Jaringan Prasarana Lain8-38.2Rencana Pola Ruang8-48.2.1Rencana Kawasan Lindung8-4BAB 9ARAHAN PEMANFAATAN RUANG KAWASAN WISATA CANDI MUARO JAMBI9-19.1Indikasi Program Utama Kawasan Wisata Candi Muaro Jambi9-29.2Daftar Indikasi Program Utama9-4BAB 10ARAHAN PENGENDALIAN DAN PENGELOLAAN10-110.1Arahan Peraturan Zonasi10-210.2Arahan Perijinan10-1810.3Arahan Pemberian Insentif dan Disinsentif10-2210.4Arahan Sanksi10-2310.5Arahan Kelembagaan dan Peran Masyarakat10-24

DAFTAR TABELTabel 3.1Sistem Pusat Kegiatan di Kabupaten Muaro JambiTahun 2011 20313-26Tabel 3.2 Rencana Pola Ruang Kabupaten Muaro Jambi 20313-36Tabel 4.1 Wilayah Administrasi Provinsi Jambi4-1Tabel 4.2 Klasifikasi Topografi di Provinsi Jambi4-3Tabel 4.3 Luas Penutupan Lahan di Provinsi Jambi Tahun 20114-4Tabel 4.4 Luas Kawasan Hutan di Provinsi Jambi berdasarkan Fungsi Tahun 20104-6Tabel 4.5 Perubahan Penduduk Provinsi Jambi Tahun 1971 20104-6Tabel 4.6 Luas Wilayah dan Proyeksi Kepadatan Penduduk di Provinsi Jambi Tahun 20314-8Tabel 4.7 Tren Perubahan Struktur Ekonomi Provinsi Jambi 1999 2009 (dalam persen)4-10Tabel 4.8 Potensi Bahan Galian di Wilayah Provinsi Jambi4-11Tabel 4.9 Jumlah Desa/ Kelurahan menurut Kecamatan Tahun 20104-15Tabel 4.10 Luas Peruntukkan Penggunaan Lahan Menurut Kecamatan Di Kabupaten Muaro Jambi4-20Tabel 4.11 Jumlah Penduduk Dan Laju Pertumbuhan Penduduk Di Kabupaten Muaro Jambi Tahun 1990, 2000, dan Tahun 20104-23Tabel 4.12 Banyaknya Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis KelaminDi Kabupaten Muaro Jambi Tahun 20104-24Tabel 4.13 Banyaknya Penduduk Menurut Kelompok Umur Dan Jenis KelaminDi Kabupaten Muaro Jambi Tahun 20104-24Tabel 4.14 Banyaknya Penduduk, Rumah Tangga, Dan Rata Rata Anggota Rumah TanggaMenurut Kecamatan Di Kabupaten Muaro Jambi Tahun 20104-25Tabel 4.15 Perbandingan Jumlah Rumah Tangga Miskin (RTM) Menurut Kecamatan Di Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2005 dan 20104-25Tabel 4.16 Luas Panen, Produksi dan Rata-Rata Produksi Padi Sawah Menurut Kecamatan Di Kabupaten Muaro Jambi Tahun 20104-26Tabel 4.17 Luas Panen dan Produksi Palawija Menurut Kecamatan Dalam Kabupaten Muaro Jambi, Tahun 20104-26Tabel 4.18 Jenis dan Luas Areal Komoditi Perkebunan di Kabupaten Muaro Jambi Tahun 20104-27Tabel 4.19 Populasi Ternak Pada Masing-Masing Kecamatan Di Kabupaten Muaro Jambi Tahun 20104-27Tabel 4.20 Perkembangan Areal Budidaya Perikanandi Kabupaten Muaro Jambi Tahun 20104-28Tabel 4.21 Nama dan Lokasi Wisata di Kabupaten Muaro Jambi4-28Tabel 5.1 Luas Wilayah Desa Kawasan Wisata Candi Muaro Jambi5-11Tabel 5.2 Kepadatan Penduduk Dirinci Per Desa Di Wilayah Kawasan Wisata Candi Muaro Jambi5-13Tabel 5.3 Luas Kecamatan Maro Sebo Menurut Jenis Lahan Tahun 2010 (Ha)5-20Tabel 5.4 Banyaknya Sarana Pendidikan di Wilayah Kawasan Wisata Candi Muaro Jambi5-26Tabel 5.5 Banyaknya Sarana Kesehatan Dirinci Menurut Jenisnya di Wilayah Kawasan Wisata Candi Muaro Jambi5-26Tabel 5.6 Banyaknya Tempat Ibadah di Wilayah Kawasan Wisata Candi Muaro Jambi5-27Tabel 5.7 Standar Kesesuaian Sungai Untuk Wisata5-51

DAFTAR GAMBARGambar 1.1 Kedudukan dan Fungsi RTR KSP dalam Sistem Perencanaan1-3Gambar 1.2 Prosedur Penyusunan RTR KSP1-6Gambar 1.3 Tata Cara Proses Penyusunan RTR KSP1-7Gambar 3.1 Peta Rencana Sistem Pusat Permukiman3-11Gambar 3.2 Peta Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Transportasi3-12Gambar 3.3 Peta Rencana Sistem Jaringan Jalan3-14Gambar 3.4 Peta Rencana Sistem Jaringan Jalan Tol3-15Gambar 3.5 Peta Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Energi3-17Gambar 3.6 Peta Rencana Kawasan Strategis3-20Gambar 3.7 Peta Rencana Sistem Perkotaan3-25Gambar 3.8 Peta Rencana Sistem Jaringan Transportasi3-28Gambar 3.9 Peta Rencana Sistem Jaringan Energi3-31Gambar 3.10 Peta Rencana Sistem Jaringan Sumber Daya Air3-32Gambar 3.11 Peta Rencana Kawasan Hutan3-35Gambar 3.12 Peta Rencana Pola Ruang3-37Gambar 3.13 Peta Kawasan Strategis Kabupaten Muaro Jambi3-39Gambar 4.1 Peta Administrasi Provinsi Jambi4-2Gambar 4.2 Perubahan Penggunaan Lahan di Provinsi Jambi Tahun 1993 20094-4Gambar 4.3 Peta Penggunaan Lahan Provinsi Jambi4-5Gambar 4.4 Trend dan Perkiraan Pertumbuhan Penduduk Provinsi Jambi Tahun 1971 2010 (Sumber BPS Provinsi Jambi)4-7Gambar 4.5Perubahan Penduduk Provinsi Jambi dirinci per Kabupaten/Kota Tahun 2000 2010 (Sumber BPS Provinsi Jambi)4-7Gambar 4.6 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jambi Tahun 2001 20104-9Gambar 4.7 Peta Rencana Kawasan Pertambangan4-13Gambar 4.8 Peta Kawasan Rawan Bencana4-14Gambar 4.9 Peta Administrasi Kabupaten Muaro Jambi4-16Gambar 4.10 Peta Hidrologi4-18Gambar 4.11 Peta Kawasan Rawan Bencana4-19Gambar 4.12 Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Muaro Jambi4-21Gambar 4.13 Peta Kawasan Hutan4-22Gambar 4.14 Peta Potensi Kawasan Pertambangan4-30Gambar 5.1 Peta Delineasi Batas Administrasi Makro Kawasan Perencanaan5-2Gambar 5.2 Rencana Pengembangan di Sekitar Kawasan Wisata Candi Muaro Jambi5-3Gambar 5.3 Peta Kondisi Kawasan di Sekitar Kawasan Wisata Candi Muaro Jambi5-5Gambar 5.4 Konsep Perencanaan Mikro Kawasan Benda Cagar Budaya5-7Gambar 5.5 Delineasi Kawasan Perencanaan5-9Gambar 5.6 Peta Batas Administrasi Kawasan Candi Muaro Jambi5-12Gambar 5.7 Peta Kondisi Fisik Dasar5-19Gambar 5.8 Peta Penggunaan Lahan5-22Gambar 5.9 Peta Prasarana dan Sarana5-29Gambar 5.10 Peta Benda Cagar Budaya5-45Gambar 5.11 Bagan Sistem Kerja Retarding Pond5-50Gambar 6.1 Peta Analisis Kawasan Wisata6-4Gambar 6.2 Peta Isu Strategis6-5

10-7LAPORAN DRAFT AKHIRPenyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi (RTR-KSP)Kawasan Wisata Candi Muaro JambiPENDAHULUAN

Latar BelakangKawasan Strategis Provinsi (KSP) adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara ekonomi, social, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang ditetapkan sebagai warisan dunia. Penataan ruang kawasan strategis Provinsi dilakukan untuk mengembangkan, melestarikan, melindungi dan/atau mengkoordinasikan keterpaduan pembangunan nilai strategis kawasan dalam mendukung penataan ruang wilayah.Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dinyatakan bahwa RTR KSP merupakan rencana rinci yang disusun sebagai perangkat operasional dari rencana umum tata ruang pada sistem Provinsi. Berdasarkan Dokumen RTRW Provinsi Jambi (2011-2031), Kawasan Candi Muaro Jambi ditetapkan sebagai kawasan strategis Provinsi Jambi dengan kepentingan wisata dan budaya.Terkait dengan masalah tersebut, mengingat kawasan Candi Muaro Jambi merupakan Kawasan Strategis Provinsi (KSP) dan sesuai amanat UU No.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, maka penataan ruang kawasan strategis Candi Muaro Jambi harus diprioritaskan. Terlebih lagi kawasan kuno Percandian Muarajambi kini terancam rusak oleh sejumlah industri batubara dan sawit. Selain itu kebutuhan masyarakat sekitar Kawasan Wisata Candi Muaro Jambi akan ruang dalam rangka pemenuhan hidup dan aktifitas sehari-hari makin meningkat dan dikhawatirkan dapat merusak Candi Muaro Jambi.Secara astronomis, situs Kawasan Percandian Muarajambi berada pada 103.22 BT hingga 10.45 BT dan 124 LS hingga 133 LS. Keberadaan situs diketahui pertama kali dari laporan seorang Perwira Inggris bernama S.C. Crooke. Pada tahun 1820, Crooke ditugaskan mengunjungi daerah-daerah pedalaman sepanjang Sungai Batanghari yang merupakan sungai terpanjang di Pulau Sumatera.Kawasan percandian ini terletak di Desa Muaro Jambi, Desa Dusun Baru, Desa Danau Lamo, Kemingking Luar, Kemingkin Dalam, Kecamatan Maro Sebo, dan Kecamatan Taman Rajo, Kabupaten Muaro Jambi, terletak kurang lebih 40 kilometer dari ibu kota Provinsi Jambi. Kawasan ini terbentang sepanjang 7,5 kilometer di tepi sungai Batanghari, inilah kawasan percandian terluas (2.612 hektare) di Indonesia, peninggalan masa Kerajaan Melayu Kuno dan Sriwijaya abad 7-14 M.Selain berisi cagar budaya, Kawasan Percandian Muarajambi juga merupakan habitat alam yang bernilai penting. Di dalamnya terkandung beragam jenis tanaman dan binatang langka Sumatera, yang menggambarkan sistem mata rantai kehidupan hutan tropis. Posisi Jambi di masa itu pun sangat penting, terutama kawasan Percandian Muarajambi sebagai lokasi permukiman kuno terbesar dan terpadat di seluruh pulau Sumatera.Kawasan ini merupakan salah satu peninggalan sejarah dan kebudayaan yang penting di Nusantara. Dari aspek keagamaan, Kawasan Percandian Muarajambi pernah menjadi salah satu penyebaran ajaran Buddha di Asia bersama Jawa, Tibet, Thailand, dan Kamboja.Dari sisi kepurbakalaan, habitasi selama hampir 700 tahun kawasan ini membuktikan pula bahwa Muarajambi pada masa itu menjadi kekuatan politik yang kuat di Asia Tenggara, selain peran ekonominya di kawasan ini dalam konteks dunia sebagai salah satu bandar persinggahan dalam jalur maritime silk road. Bangsa-bangsa dari Timur Tengah, Asia Selatan, Asia Tenggara, dan Asia Timur pernah tinggal dan melakukan hubungan perdagangan maupun diplomatik di sini. Oleh karena itu, hancurnya kawasan ini akan menghapus ingatan dunia atas peran penting Jambi dalam peta sejarah peradaban manusia.Terkait dengan masalah tersebut, mengingat kawasan Candi Muaro Jambi merupakan Kawasan Strategis Provinsi Jambi (KSP) berdasarkan PP 26/2008 tentang RTRWP dan sesuai amanat UU No.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, maka penataan ruang kawasan Candi Muaro Jambi harus diprioritaskan. Berkenan dengan hal tersebut maka disusunlah Rencana Tata Ruang Strategis Provinsi dengan tingkat kedalaman Rencana Detail Tata Ruang.

Dasar HukumAcuan utama dalam penyelesaian pelaksanaan kegiatan ini adalah UU No. 26 Tahun 2007, serta aturan turunannya. Berdasarkan UU No. 26 tahun 2007, pengertian penataan ruang tidak terbatas pada dimensi perencanaan tata ruang saja, namun lebih dari itu termasuk dimensi pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Perencanaan tata ruang dibedakan atas Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi, Kabupaten dan Kota; pemanfaatan ruang merupakan wujud operasional rencana tata ruang atau pelaksanaan pembangunan; dan pengendalian pemanfaatan ruang terdiri atas mekanisme perizinan dan penertiban terhadap pelaksanaan pembangunan agar tetap sesuai dengan RTR-nya. Selanjutnya, tata ruang sendiri merupakan wujud struktural ruang dan pola ruang, yang menunjukkan adanya hirarki dan keterkaitan pemanfaatan ruang.Dalam hirarki perencanaan tata ruang, rencana tata ruang yang dibuat harus mengacu pada rencana tata ruang di atasnya, RTRW Kota/Kabupaten mengacu pada RTRW Provinsi dan RTRW Nasional.Dalam konsteks tersebut dapat dinyatakan bahwa RTR KSP merupakan rencana rinci yang disusun sebagai perangkat operasional dari rencana umum tata ruang pada sistem Provinsi. Secara hirarkis, kedudukan dan fungsi RTR KSP dalam sistem perencanaan dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 1.1 Kedudukan dan Fungsi RTR KSP dalam Sistem Perencanaan

Maksud, Tujuan dan SasaranMaksud kegiatan ini adalah penyusunan instrumen pengendalian pemanfaatan ruang Kawasan Strategis Provinsi (KSP) Kawasan Wisata Candi Muaro Jambi. Tujuan dari pekerjaan ini adalah tersusunnya arahan pemanfaatan ruang di kawasan strategis provinsi (KSP) cagar budaya candi muaro jambi berupa rencana tata ruang dengan tingkat kedalaman rencana detail tata ruang.Sasaran kegiatan adalah:a. Teridentifikasinya permasalahan pemanfaatan ruang dan pengelolaan kawasan cagar budaya candi muaro jambi. b. Tersusunnya arahan pemanfaatan ruang berupa RDTR kawasan cagar budaya candi muaro jambi beserta kelengkapannya (Matek, draft perda, KLHS dan lainnya)Keluaran dan ManfaatKeluaran kegiatan antara lain:a. Tersusunya materi teknis RTR KSP;b. Tersusunya draft Ranperda RTR KSP Kawasan Wisata Candi Muaro Jambi;c. Tersusunya peta RTR KSP Kawasan Wisata Candi Muaro Jambi.d. Tersusunya dokumen KLHS RTR KSP Kawasan Wisata Candi Muaro Jambi; dane. Prosiding hasil pembahasanManfaat kegiatan ini adalah:1. Menjadi acuan spasial bersama bagi pelaku kepentingan.2. Menjadi kesepakatan bersama dalam mengelola dan menjaga kelestarian kawasan strategis provinsi (kawasan sejarah candi muaro jambi)3. Menjadi alat pengendalian pemanfaatan ruang di Candi Muaro Jambi

Ruang LingkupRuang Lingkup WilayahLokasi Kegiatan Jasa Konsultansi ini adalah Kawasan Strategis Provinsi Jambi Kawasan Candi Muaro Jambi.

Ruang Lingkup KegiatanRuang lingkup kegiatan penyusunan RTR KSP Muaro Jambi ini dilaksanakan dalam beberapa tahapan kegiatan, meliputi:1. Persiapan awal dengan merumuskan visi, misi, metodologi dan data informasi yang diperlukan.2. Melakukan kajian literature terhadap peraturan perundang-undagan dan studi-studi terkait kawasan3. Survey primer dan sekunder dalam rangka mendapatkan data dan informasi yang diperlukan.4. Mengidentifikasi dan menentukan nilai strategis kawasan5. Mengidentifikasi isu-isu strategis kawasan serta menentukan delineasi kawasan6. Penyepakatan delineasi awal kawasan dengan pemerintah daerah7. Pengadaan peta kerja dalam bentuk digital (peta rupa bumi dan cerita satelit serta interpretasinya)8. Melakukan diskusi/pembahasan di daerah pada setiap tahap progress laporan yang dicapai.9. Mengidentifikasi dan mengkaji kebijakan yang terkait dengan penataan ruang Kawasan Candi Muaro Jambi.10. Melakukan analisis potensi dan permasalahan kawasan berdasarkan data dan informasi yang telah diperoleh.11. Merumuskan konsep arahan pemanfaatan ruang berupa konsep RDTR sebagai landasan perumusan aturan zonasi.12. Perumusan tujuan , kebijakan , dan strategi penataan ruang13. Perumusan rencana struktur ruang dan rencana pola ruang14. Penyusunan peta tematik termasuk peta rencana pola ruang dan struktur ruang15. Penyusunan Zoning Code, Zoning Text dan Zoning Map16. Penyusunan KLHS17. Penyusunan Ranperda

MetodologiPendekatan dan metodologi yang dilakukan dalam penyusunan RTR KSP Muaro Jambi ini mengacu pada Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi. Pelaksanaan perencanaan tata ruang KSP meliputi serangkaian prosedur penyusunan dan penetapan RTR. Prosedur penyusunan RTR KSP meliputi:1. proses penyusunan; 2. pelibatan pemangku kepentingan; dan 3. pembahasan. Prosedur penyusunan RTR KSP secara lebih rinci dapat dilihat pada Gambar 1.2.Proses penyusunan RTR KSP meliputi: 1. persiapan penyusunan; 2. pengumpulan datadan informasi; 3. pengolahan dan analisis data; 4. perumusan konsepsi rencana; dan 5. penyusunan naskah raperda. Tata cara penyusunan RTR KSP secara lebih rinci dapat dilihat pada pada Gambar 1.3.

Gambar 1.2 Prosedur Penyusunan RTR KSP

Sumber: Draft Pedoman Penyusunan RTR KSP

Gambar 1.3 Tata Cara Proses Penyusunan RTR KSP

Sumber: Draft Pedoman Penyusunan RTR KSP

PERATURAN DAN PERUNDANGAN TERKAIT

Peraturan Perundang-Undangan dalam bab ini dimaksudkan untuk kegiatan- kegiatanan yang berkaitan dengan Undang Undang yang berkaitan atau yang mempunyai hubungan materi yang dapat dipakai sebagai bahan penyusunan Peraturan Daerah, Materi muatan Peraturan Daerah berisi materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang, materi untuk melaksanakan Peraturan Daerah, atau materi untuk melaksanakan penyelenggaraan kekuasaan pemerintah daerah , langkah-langkah kegiatan secara bertahap dan yang berkaitan adalah mengadakan kegiatan penelitian dokmatik yaitu kegiatan yag berhubungan dengan aturan-aturan hukum atau Perundang-Undangan yang sudah ada dan diutamakan adalah Peraturan Perundangan yang berkaitan dengan kegiatan penyusunan Peraturan Daerah yang mengatur kawasan Wisata Candi Muaro Jambi dari sudut kepentingan Sosial Budaya . Kegiatan-kegiatan dimaksud adalah sebagai berikut :1. Inventarisasi Perundangan terkait.2. Pengkajian Perundangan Terkait.3. Kesimpulan.Iventarisasi Peraturan Perundang-undangan adalah suatu kegiatan mencari dan mengumpulkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penyusunan Peraturan Daerah Kawasan Wisata Candi Muaro Jambi , yang bertujuan untuk menghindari adanya tumpang tindih pengaturan serta menyamakan persepsi atau definisi terhadap hal-hal yang menjadi dasar pengaturan. Dalam rangka penyusunan Peraturan Daerah Kawasan Wisata Candi Muaro Jambi sebagai Kawasan Starategis Provinsi, tidak lepas keterkaitannya dengan berbagai peraturan yang satu dengan lainnya serta berkaitan dengan kegiatan yang terlebih dahulu termuat dalam berbagai peraturan yang berlaku di Indonesia, penyusunan Peraturan Daerah ini adalah merupakan operasional dari berbagai peraturan yang ada yang mengatur dan berkaitan dengan keadaan atau situasi di wilayah Candi Muaro . Inventarisasi peraturan Perundang-undangan ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bagian dari materi yang akan diatur dalam rangka penyusunan Peraturan Daerah Kawasan Wisata Budaya Candi Muaro Jambi . Di bawah ini kami sampaikan beberapa jenis peraturan yang berkaitan dengan penyusunan Peraturan Daerah Kawasan Wisata Budaya Candi Muaro Jambi , sebagai berikut :2.1. Undang Undang Dasar 1945.2.2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.2.3. Undang Undang.2.4. Peraturan Pemerintah 2.5. Peraturan Presiden.

Undang-Undang Dasar 1945Pasal 18 Pembagian daerah Inndonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara dan hak-hak asal usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa.ayat (1) :Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah-daerah provinswi dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap propinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.ayat (2) :Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.ayat (3):Pemerintah daerah provinsi , daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Daerah yang anggota-0anggotanya dipilih melalui pemeilihan umum. ayat (4) :Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.ayat (5) :Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas luasnya, kecuali urusan pemerintah yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat.ayat (6):Pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.ayat (7) :Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.Pasal 18 Aayat (1):Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota atau antara provinsi, kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.ayat (2):Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.

Pasal 18 Bayat (1):Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus atau bersifat iswtimewa yang diatur dengan undang-undang.ayat (2) : Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup danj sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.Penjelasan Pasal 18.I. Oleh karena Negara Indonesia itu suatu eensheidsstat, maka Indonesia tak akan mempunyai daerah di dalam lingkungannya yang bersifat staat juga.Daearah Indonesia akan dibagi dalam daerah provinsi dan daerah provinsi akan di bagi pula dalam daerah yang lebih kecil.Darah-daerah itu bersifat otonom ( streek dan locale rechtsgemeenschapeen ) atau bersifat daerah administrasi belaka yang akan ditetapkan dengan undang-undang.Di daerah-daerah yang bersifat otonom akan diadakan badan perwakilan daerah, oleh karena itu didaerah pun pemerintahan akan bersendi atas dasar permusyawaratan.II. Dalam teritorial Negara Indonesia terdapat 250 zelfbesturende landscapen dan volksgemeenschappen, seperti desa di Jawadan Bali, nagari di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang dan sebagainya. Daerah-daerah itu mempunyai susunan asli, dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa. Negara Repuyblik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dan segara peraturan negara yang mengenai daerah-daerah itu akan mengingati hak-hak asal usul daerah tersebut. Pasal 33ayat (3):Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat.Penjelasan pasal 33 ayat (3)Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat, sebab itu harus dikuasai Negara dan dipergunakan untuk sebesar- besar kemakmuran rakyat.

Ketetapan Majelis Permusyawaratan RakyatKetetapan MPR IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber daya Alam.Pasal 4Negara mengatur pengelolaan sumber daya agraria dan sumber daya alam untuk sebesar- besar kemakmuran rakyat.Pasal5Pembaharuan agraria dan pengelolaan sumer daya alam harus dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip: 1. memelihara dan mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;2. menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia;3. menghormati supremasi hukum dengan mengakomodasi keaneka ragaman dan unifikasi hukum;4. rakyat, terutama melalui peningkatan kualitas sumberdaya manuasi Indonesia;5. mengembangkan demokrasi, kepatuhan hukum, transparansi dan optimalisasi partisipasi rakyat;6. mewujudkan keadilan dalam penguasaan, pemilikan, penggunaan ,pemanfaatan, dan pemeliharaan sumber daya agraria dan sumber daya alam;7. memelihara keberlanjutan yang dapat memberi manfaat yang optimal, baik untuk generasi sekarang maupun generasi mendatang, dengan tetap memperhatikan daya tampung dan daya dukung lingkungan;8. melaksanakan fungsi social, kelestarian, dan fungsi ekologis sesuai dengan kondisi social budaya setempat;9. meningkatkan keterpaduan dan koordinasi antar sector pembangunan dalam pelaksanaan pembaruan agrarian dan pengelolaan sumber daya alam;10. mengakui dan menghormati hak masyarakat hukum adat dan keragaman budaya bangsa atas sumber daya agrarian dan sumber daya alam;11. mengupayakan keseimbangan hak dan kewajiban Negara, pemerintah ( pusat, daerah propinsi, kabupaten / kota, dan desa atau yang setingkat ) masyarakat dan individu;12. melaksanakan disentralisasi berupa pembagian kewenangan di tingkat nasional, daerah propinsi, kabupaten/kota, dan desa atau yang setingkat, berkaitan dengan alokasi dan manajemen sumber daya agrarian dan sumber daya alam.

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor Tap-MPR XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan otonomi daerah: Pengaturan,Pembagian,dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang berkeadilan; Serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Dalam Rangka Kesatuan Republik Indonesia.Pasal 1.Penyelenggara otonomi daerah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab di daerah yang secara nyata, dan beratnggung jawab di daerah secara proporsional diwujudkan dengan pengaturan,pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.Pasal 2 .Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan memperhatikan keragaman daerah.ayat (1) :Pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumberdaya nasional antara pusat dan daerah dilaksanakan secara adil untuk kemakmuran masyarakat derah dan bangsa secara keseluruhan.Pasal 5.Pemerintah Daerah berwenang mengelola sumber daya nasional dan bertanggung jawab memelihara klestarian lingkungan.Pasal 6.Penyelenggaraan otonomi daerah; pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, dan perimbangan keuangan pusat dan daerah dalam kerangka mempertahankan dan memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan berdasarkan asas kerakyatan dan berkesinambungan tyang memperkuat dengan pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan masyarakat :

Undang-UndangUndang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. LN. 1960-104; TLN. 2034UU ini dipakai sebagai referensi karena adanya alih fungsi lahan pada kawasan berdasar atas UU ini.Pasal 2 ayat (1):Atas dasar ketentuan Undang-Undang Dasar dan hal-hal yang dimaksud dalam pasal 1, Bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi itu dikuasai oleh negara, sebagai organisasi kekuasaan oleh Negara.(2):Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang untuk :1. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaaan dan pemeliharaan bumi. Air dan ruang angkasa tersebut;2. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan bumi, air dan ruang angkasa;3. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai, bumi, air dan ruang angkasa.(3):Wewenang yang bersumber pada hak meguasai dari Negara tersebut pada ayat (2) pasal ini digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur.(4):Hak menguasai dari Negara tersebut diatas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekadar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasioanal, menurut ketentuan-ketentuan peraturan pemerintah.Pasal 3 Dengan mengingat ketentuan ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi.Pasal 4 ayat(1) :Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oelh orang-orang , baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badab hukum;(2):Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada di atasnya, sekadar dipergunakan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut undang-undang ini dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi.(3):Selain hak-hak atas tanah sebagai dimaksud dalam ayat (1) pasal ini ditentukan pula hak-hak atas air dan ruang angkasa.Pasal 8. Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 diatur pengambilan kekayaan alam yang terkanung di dalam bumi, air dan ruang angkasa.Pasal 16 ayat(1):Hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) ialah :1. hak milik,2. hak guna usaha, 3. hak guna-bangunan,4. hak pakai,5. hak sewa,6. hak membuka tanah,7. hak memungut hasil hutan8. hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebut dalam pasal 53.(2):Hak-hak atas air dan ruang angkasa sebagai yang dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) ialah :a. hak guna air,b. hak pemeliharaan dan penangkapan ikan,c. hak guna ruang angkasa.Pasal 18Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberikan ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan undang-undang.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 Tentang Pencabutan Hak-Hak Tanah Dan Benda-Benda Yang Ada Diatasnya. LN. 1961-288.TLN.2324Pasal. 1.Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, demikian pula kepentingan pembangunan, maka presiden dalam keadaan memaksa setelah mendengar menteri Agraria, menteri Kehakiman dan menteri yang bersangkutan dapat mencabut hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada diatasnya.Pasal 2 Ayat(1)Permintaan untuk melakukan pencabutan hak atas tanah dan/atau benda tersebut pada pasal 1 diajukan oleh yang berkepentingan kepada presiden dengan perantaraan menteri Agraria, melalui kepala inspeksi agrarian yang bersangkutan.(2)Permintaan tersebut pada ayat (1) pasal ini oleh yang berkepentingan disertai dengan :a. rencana peruntukannya dan alasan - alasannya, bahwa untuk kepentingan umum harus dialakukan pencabutan hak itu;b. keterangan tentang nama yang berhak ( jika mungkin ) serta letak, luas dan macam hak dari tanah yang akan dicabut haknya serta benda-benda yang bersangkutan;c. rencana penampungan orang-orang yang haknya akan dicabut itu dan kalau ada, juga orang-orang yang menggarap tanah atau menempati rumah yang bersangkutan.Pasal 3ayat(1)Setelah menerima permintaan yang dimaksud dalam pasal 2 maka kepala inspeksi agrarian segera:a. meminta kepada kepala aerah yang bersangkutan untuk member pertimbangan mengenai permintaan pencabutan hak tersebut, khususnya, bahwa untuk kepentingan umum harus dilakukan pencabutan hak itu dan tentang penampungan orang sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 2 ayat (2) huruf c;b. meminta kepada panitia penaksir tersebut pada pasal 4 untuk melakukan penaksiran tentang ganti kerugian mengenai tanah dan/atau benda-benda yang haknya akan dicabut.(2)Di dalam waktu selama-lamanya tiga bulan sejak diterimanya permintaan kepala inspeksi agraria tersebut pada ayat (1) pasal ini maka:a. kepala daerah itu sudah harus menyampaikan pertimbangan kepada kepala inspeksi agrarian;b. panitia penaksir harus sudah menyampaikan penaksiran ganti kerugian kepada kepala inspeksi agraria.(3)Setelah kepala inspeksi agraria menerima pertimbangan para kepala daerah dan taksiran ganti kerugian sebagai yang dimaksud dalam ayat (2) pasal ini, maka ia segera mennya,paikan permintaan untuk melakukan pencabutan hak itu kepada menteri Agraria , dengan disertai pertimbangannya pula.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun Tentang KepariwisataanPasal 1Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan :5. Daya Tarik Wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. 6. Daerah tujuan pariwisata yang selanjutnya disebut Destinasi Pariwisata adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan. 10. Kawasan Strategis Pariwisata adalah kawasan yang memiliki fungsi utama pariwisata atau memiliki potensi untuk pengembangan pariwisata yang mempunyai pengaruh penting dalam satu atau lebih aspek, seperti pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, pemberdayaan sumber daya alam, daya dukung lingkungan, serta pertahanan dan keamanan.Pasal 3. Kepariwisataan berfungsi memenuhi kebutuhan jasmani, rohani, dan intelektual setiap wisatawan dengan rekreasi dan perjalanan serta meningkatkan pendapatan negara untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.Pasal 4.Kepariwisataan bertujuan untuk:a. meningkatkan pertumbuhan ekonomi;b. meningkatkan kesejahteraan rakyat;c. menghapus kemiskinan;d. mengatasi pengangguran;e. melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya;f. memajukan kebudayaan;g. mengangkat citra bangsa;h. memupuk rasa cinta tanah air;i. memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa; danj. mempererat persahabatan antar bangsa.Pasal 10. Pemerintah dan Pemerintah Daerah mendorong penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing di bidang kepariwisataan sesuai dengan rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.Pasal 11. Pemerintah beserta lembaga yang terkait dengan kepariwisataan menyelenggarakan penelitian dan pengembangan kepariwisataan untuk mendukung pembangunan kepariwisataan.Pasal 12ayat(1)Penetapan kawasan strategis pariwisata dilakukan dengan memperhatikan aspek :a. sumber daya pariwisata alam dan budaya yang potensial menjadi daya tarik pariwisata;b. potensi pasar;c. lokasi strategis yang berperan menjaga persatuan bangsa dan keutuhan wilayah;d. perlindungan terhadap lokasi tertentu yang mempunyai peran stategis dalam menjaga fungsi dan daya dukung lingkungan;e. lokasi strategis yang mempunyai peran dalam usaha pelestarian dan pemanfaatan aset budaya; f. kesiapan dan dukungan masyarakat; dang. kekhususan dari wilayah.(2)Kawasan strategis pariwisata dikembangkan untuk berpartisipasi dalam terciptanya persatuan dan kesatuan bangsa, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta peningkatan kesejahteraan masyarakat.(3)Kawasan strategis pariwisata harus memperhatikan aspek budaya, sosial, dan agama masyarakat setempat.Pasal 23 ayat(1)Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban :a. menyediakan informasi pariwisata, perlindungan hukum, serta keamaqnan dan keselamatan kepada wisatawan;b. menciptakan iklim yang kondusif untuk perkembangan usaha pariwisata yang meliputi terbukanya kesempatan yang sama dalam berusaha, memfasilitasi, dan memberikan kepastian hukum;c. memelihara, mengembangkan, dan melestarikan aset nasional yang menjadi daya tarik wisata dan aset potensial yang belum digali; dand. mengawasidan mengendalikankegiatan kepariwisataan dalam rangka mencegah dan menanggulangi berbagai dampak negatif bagi masyarakat luas.(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan dan pengendalian kepariwisataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diatur dengan Peraturan Presiden.Pasal 27ayat(1)Setiap orang dilarang merusak sebagian atau seluruh fisik daya tarik wisata.(2)Merusak fisik daya tarik wisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah melakukan perbuatan mengubah warna, mengubah bentuk, menghilangkan spesies tertentu, mencemarkan lingkungan, memindahkan, mengambil, menghancurkan atau memusnahkan daya tarik wisata sehingga berakibat berkurang atau hilangnya keunikan, keindahan dan nilai autentik suatu daya tarik wisata yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.Pasal 28Pemerintah berwenang:a. menyusundanmenetapkanrencanaindukpembangunan kepariwisataan nasional.b. mengkoordinasikan pembangunan kepariwisataan lintas sektor dan lintas propinsi;c. menyelenggarakan kerjasama internasional dibidang kepariwisataan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;d. menetapkan daya tarik wisata nasional;e. menetapkan destinasi pariweisata nasional;f. menetapkan norma, standar, pedoman, prosedur kriteria, dan sistem pengwasan dalam penyelenggaraan kepariwisataan;g. mengembangkan kebijakan pengembangan sumber daya manusia di bidang kepariwisataan;h. memeliara, mengembangkan, dan melestarikan aset nasional yang menjadi daya tarik wisata dan aset potensial yang belum tergali;i. melakukan dan memfasilitasi promosi pariwisata nasional;j. memberikan kemudahan yang mendukung kunjungan wisatawan;k. memberikan informasi dan /atau peringatan dini yang berhubungan dengan keamanan dan keselamatan wisatawan;l. meningkatkan pemberdayaan masyarakat dan potensi wisata yang memiliki masyarakat; m. mengawasi, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan kepariwisataan; dann. mengalokasikan anggaran kepariwisataan.Pasal 29Pemerintah provinsi berwenang:a. menyusun dan menetapkan rencana induk pembangunan kepariwisataan provinsi;b. mengkoordinasikan penyelenggaraan kepariwisataan di daerahnya;c. melaksanakan pendaftaran, pencatatan, dan pendataan pendaftaran usaha periwisata;d. menetapkan destinasi pariwisata propinsi;e. menetapkan daya tarik wisata provinsi;f. memfasilitasi promosi destinasi pariwisata dan produk pariwisata dan produk pariwisata yang berada di wilayahnya;g. memelihara aset provinsi yang menjadi daya tarik wisata provinsi; danh. mengalokasikan anggaran kepariwisataan.Pasal 30Pemerintah kabupaten/kota berwenang:a. menyusun dan menetapkan rencana induk pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota;b. menetapkan destinasi pariwisata kabupeten/kota;c. menetapkan daya tarik wisata kabupaten/kota;d. melaksanakan pendaftaran, pencatatan, dan pendataan pendaftaran usaha pariwisata;e. mengatur penyelenggaraan dan pengelolaan kepariwisataan di wilayahnya;f. memfasilitasi dan melakukan promosi destinasi pariwisata dan produk pariwisata yang berada di wilayahnya;g. memfalisitasi pengembangan daya tarik wisata baru;h. menyelenggarakan pelatihan dan penelitian kepariwisataan dalam lingkup kabupaten/kota;i. memelihara dan melestarikan daya tarik wisata yang berada di wilayahnya;j. menyelenggarakan bimbingan masyarakat sadar wisata; dank. mengalokasikan anggaran kepariwisataan.Pasal 64 ayat(1):Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum merusak fisik daya tarik wisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dipidana penjara paling lama 7 ( tujuh ) tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 ( sepuluh miliar rupiah.(2) : Setiap orang yang karena kelalaiannya dan melawan hukum, merusak fisik, atau mengurangi nilai daya tarik wisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 ( satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.5.000.000.000,00 ( lima miliar rupiah ). Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Cagar BudayaPasal 1 angka1.Cagar budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama. dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.2.Benda Cagar Budaya adalah benda alam dan/atau benda buatan manusia, baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau badian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia.3.Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding, dan beratap.4. Struktur Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam dan/atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan yang menyatu dengan alam, sarana, dan prasarana untuk menampung kebutuhan manusia.5.Situs Cagar Budaya adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian masa lalu.6.Kawasan Cagar Budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua situs cagar budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau memperhatikan ciri tata ruang yang khas.17.Penetapan adalah pemberian status Cagar Budaya terhadap benda, bangunan, struktur, lokasi, atau satuan ruang geografis yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota berdasarkan rekomendasi Tim Ahli Cagar Budaya.22.Pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan Cagar Budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan.23.Perlindungan adalah upaya mencagah dan menanggulangi dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan dengan cara Penyelamatan, Pengamanan, Zonasi, Pemeliharaan, dan Pemugaran Cagar Budaya.24.Penyelamatan adalah upaya menghindarkan dan/atau menanggulangi Cagar Budaya dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan.25.Pengamanan adalah upaya menjaga dan mencegah Cagar Budaya dari ancaman dan/atau gangguan.26.Zonasi adalah penentuan batas-batas keruangan Situs Cagar Budaya dan Kawasan Cagar Budaya sesuai dengan kebutuhan.27.Pemeliharaan adalah upaya menjaga dan merawat agar kondisi fisik Cagar Budaya tetap lestari.Pasal 3. Pelestarian Cagar Budaya bertujuan:a. melestarikan warisan budaya bangsa dan warisan umat manusia;b. meningkatkan harkat dan martabat bangsa melalui Cagar Budaya;c. memperkuat kepribadian bangsa;d. meningkatkan kesejahteraan rakyat; dane. mempromosikan warisan budaya bangsa kepada masyarakat internasional.Pasal 9.Lokasi dapat ditetapkan sebagai Situs Cagar Budaya apabila:a. mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya: danb. menyimpan informasi kegiatan manusia pada masa lalu.Pasal 13.Kawasan Cagar Budaya hanya dapat dimiliki dan/atau dikuasai oleh Negara, kecuali yang secara turun-temurun dimiliki oleh masyarakat hukum adat.Pasal 15.Cagar Budaya yang tidak diketahui kepemilikannya dikuasai oleh Negara.Pasal 39.Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan upaya aktif mencatat dan menyebarluaskan informasi tentang Cagar Budaya dengan tetap memperhatikan keamanan dan kerahasiaan data yang dianggap perlu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.Pasal 56.Setiap orang dapat berperan serta melakukan Perlindungan Cagar Budaya.Pasal 72 ayat (1)Perlindungan Cagar Budaya dilakukan dengan menetapkan batas-batas keluasannya dan pemanfaatan ruang melalui sistem Zonasi berdasarkan hasil kajian (2)Sistem Zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh:a. Menteri apabila telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya nasional atau mencakup 2 (dua) provinsi atau lebih;b. gubernur apabila telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya provinsi atau mencakup 2(dua) kabupaten/kota; atauc. bupati/wali kota sesuai dengan keluasan Situs Cagar Budaya atau Kawasan Cagar Budaya di wilayah kabupeten/kota.(3)Pemanfaatan zona pada cagar budaya dapat dilakukan untuk tujuan rekreatif, edukatif, apresiatif, dan/atau religiPasal 73 ayat(1)Sistem zonasi mengatur fungsi ruang pada cagar budaya, baik vertikal maupun horizontal(2)Pengaturan zonasi secara vertikal dapat dilakukan terhadap lingkungan alam diatas cagar budaya di darat dan/atau di air.(3)Sistem zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat terdiri atas:a. Zona Intib. zona penyangga;c. zona pengembangan dan/ataud. zona penunjang(4)Penetapan luas, tata letak, dan fungsi zona ditentukan berdasarkan hasil kajian dengan mengutamakan peluang peningkatan kesejahteraan rakyat.

Pasal 74.Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan sistem Zonasi diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal85 ayat (1)Pemerintah, pemerintah Daerah, dan setiap orang dapat memanfaatkan cagar budaya untuk kepentingan agama, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, tekhnologi, kebudayaan, dan pariwisata.(2)Pemerintah dan Pemerintah Daerah memfasilitasi pemanfaatan dan promosi Cagar Budaya yang dilakukan oleh setiap orang(3)Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 berupa izin Pemanfaatan, dukungan tenaga ahli pelestarian, dukungan dana, dan/atau pelatihan.(4)Promosi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dilakukan untuk memperkuat identitas budaya serta meningkatkan kualitas hidup dan pendapatan masyarakat.Pasal 96 ayat(1)Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan tingkatannya mempunyai wewenang :a. menetapkan etika pelestarian cagar budaya;b. mengordinasikan Pelestarian Cagar Budaya secara lintas sektor dan wilayah;c. menghimpun data Cagar Budaya;d. menetapkan peringkat Cagar Budaya;e. menetapkan dan mencabut status Cagar Budayaf. membuat peraturan Pengelolaan Cagar Budaya;g. menyelenggarakan kerja sama Pelestarian Cagar Budaya;h. melakukan penyidikan kasus pelanggaran hukum;i. mengelola Kawasan Cagar Budaya;j. mendirikan dan membubarkan unit peaksanaan teknis bidang pelestarian, Penelitian, dan museum;k. mengembangkan kebijakan sumber daya manusia di bidang kepurbakalaan;l. memberikan pneghargaan kepada setiap orang yang telah melakukan Pelestarian Cagar Budaya;m. memindahkan dan/atau menyimpan Cagar Budaya untuk kepentingan Pengamanan;n. melakukan pengelompokan Cagar Budaya berdasarkan kepentingannya menjadi peringkat nsional, peringkat provinsi, dan peringkat kabupaten/kota;o. menetapkan batas situs dan kawasan; danp. menghentikan proses pemanfaatan ruang atau proses pembangunan yang dapat menyebabkan rusak, hilang, atau musnahnya Cagar Budaya, baik seluruh maupun bagian-bagiannya.Pasal 99 ayat (1)Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab terhadap pengawasan Pelestarian Cagar Budaya sesuai dengan kewenanggannya;(2)Mayarakat ikut berperan serta dalam pengawasan Pelestarian Cagar Budaya(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan diatur dalam Peraturan Pemerintah.Pasal 100 ayat(1)Penyidik Pegawai Negeri Sipil merupakan pejabat pegawai negeri sipil lingkup tugas dan tanggung jaabnya dibidang Pelestarian Cagar Budaya yang diberi wewenang khusus melakukan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana terhadap tindak pidana Cagar Budaya.(2)Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berwenang :a. menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana Cagar budaya;b. melakukan tindakan pertama di tempat kejadian perkara;c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;d. melakukan penggeledahan dan penyitaan;e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan terhadap barang bukti tindak pidana Cagar Budaya;f. mengambil sidik jari dan memotret seorang;g. memanggil dan memeriksa tersangka dan/atau saksi;h. mendatangkan seorang ahli yang diperlukan dalam hubunganya dengan pemeriksaan perkara;i. membuat dan menandatangani berita acara; danj. mengadakan penghentian penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti tentang adanya tindak pidana dibidang Cagar Budaya.Pasal 101.Setiap orang yang tanpa izin mengalihkan kepemilikan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling singkat3 (tiga) bulan dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah)Pasal 102.Setiap orang dengan sengaja tidak melaporkan temuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara palaing lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling bayak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)Pasal 103.Setiap orang yang tanpa izin Pemerintah atau Pemerintah Daerah melakukan pencarian Bagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat 4 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1000.000.000,00 (satu miliar rupiah).Pasal 104.Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan upaya Pelestarian Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 10.000.000,00 (seppuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).Pasal 105.Setiap orang yang dengan sengaja merusak Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (Lima miliar Rupiah).Pasal 106ayat (1)Setiap orang yang mencuri cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam pasal 66 ayat 2, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/ atau denda paling sedikit Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah)(2)Setiap orang yang menadah hasil pencurian Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat 1, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tiga tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling sedikit rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).Pasal 107.Setiap orang yang tanpa izin menteri, gurbernur, dan atau bupati/walikota, memindahkan Cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam 67 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)Pasal 108.Setiap orang yang tanpa izin Menteri, gurbernur, atau bupati/walikota, memisahkan cagar Budaya sebagaimana dimaksud da;am Pasa; 67 ayat 2 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun da/atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 2.500.000.000,00 (dua miliar limaratus juta rupiah).Pasal 109 ayat (1)Setiap orang yang tanpa izin Menteri, membawa Cagar Budaya ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pasal 68 ayat2 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah)(2)Setiap orang yang tanpa izin menteri, gurbernur, dan atau bupati/walikota, membawa Cagar Budaya ke luar wilayah provinsi atau kabupaten /kota sebagaimana dimaksud dalam pasal 69 ayat 2 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)Pasal 110. Setiap orang yang tanpa izin menteri, gurbernur, dan atau bupati/walikota, mengubah fungsi ruang Situs Cagar Budaya dan/atau Kawasan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam pasal 81 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)Pasal 111.Setiap orang yang tanpa ijin pemilik dan/atau yang menguasainya, mendokumentasikan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima retus juta rupiah).Pasal 112.Setiap orang yang dengan sengaja memanfaatkan Cagar Budaya dengan cara perbanyakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000.000,00 (llima ratus juta rupiah)Pasal 113 ayat (1)Tindak pidana yang dilakukan oleh badan usaha bukan berbadan hukum, dijatuhkan kepada :a. badan usaha; dan/ataub. orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana(2)Tindak pidana yang dilakukanoleh badan usaha berbadan hukum dan/atau badan usaha bukan berbadan hukum, dipidana dengan ditambah 1/3 (sepertiga)dari pidana denda sebagaimana dimaksud dengan Pasal 101 sampai dengan Pasal 112.(3)Tindak pidana yang dilakukan orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana, dipidana dengan ditambah 1/3 (sepertiga) dari pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 sampai dengan Pasal 112Pasal 114.Jika pejabat kerena melakukan perbuatan pidana melanggar suatu kewajiban khusus dari jabatannya, atau pada waktu melakukan perbuatan pidana memakai kekuasaan, kesempatan, atau sarana yang diberikan kepadanya karena jabatannya terkait dengan Pelestarian Cagar Budaya, pidananya masih dapat ditambah 1/3 (sepertiga)Pasal 115 ayat (1)Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini, terhadap setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 sampai dengan Pasal 114 dikenai tindakan pidana tambahan berupa :a. kewajiban mengembalikan bahan, bentuk, tata letak, dan/atau teknik pengerjaan sesuai dengan aslinya atas tanggungan sendiri, dan/atau tehnik pengerjaan sesuai dengan aslinya atas tanggungan sendiri; dan/ataub. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana(2)Selain pidana tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, terhadap badan usaha berbadan hukum dan/atau badan usaha bukan berbadan hukum dikenai tindakan pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha.

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan RuangPasal.10.ayat (1). Wewenang pemerintah daerah provinsi dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi :a. pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi, dan kabupaten/kota, serta terhadap pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis perovinsi, kabupaten/kota;b. pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi;c. pelaksanaan penataan ruang wilayah strategis provinsi; dand. kerja sama penataan ruang antar provinsi dan pemfasilitasan kerja sama penataan ruang antar kabupaten/kota.ayat (2). Wewenang pemerintah daerah provinsi dalam pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi :a. perencanaan tata ruang wilayah provinsi;b. pemanfaatan ruang wilayah provinsi;c. pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi.ayat (3).Dalam penataan ruang kawasan strategis provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c pemerintah daerah provinsi melaksanakan :a. penetapan kawasan strategis provinsi;b. perencanaan tata ruang kawasan startegis provinsi;c. pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi; dand. pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi.ayat (4). Pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dan huruf d dapat dilaksanakan pemerintah daerah kabupaten/kota melalui tugas pembantuan. ayat (5). Dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang wilayah propinsi, pemerintah daerah propinsi dapat menyusun petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota.ayat (6). Dalam pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) ayat (4), dan ayat (5), pemerintah daerah provinsi:a. menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan :1) rencana umum dan rencana rinci tata ruang dalam rangka pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi;2) arahan peraturan zonasi untuk sistem provinsi yang disusun dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi; dan3) petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang.b. melaksanakan standarr pelayanan minimal bidang penataan ruang.ayat (7). Dalam hal pemerintah daerah provinsi tidak dapat memenuhi standar pelayanan minimal bidang penataan ruang, pemerintah mengambil langkah penyelesaian sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.Pasal11ayat(1). Wewenang pemerintah daerah kabupaten / kota dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi :a. pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota dan kawasan strategis kawasan kabupaten/kota;b. pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota;c. pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota;d. kerjasama penataan ruang antar kabupaten/kota.ayat (2). Wewenang pemerintah daerah kabupaten / kota dalam pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi :a. perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/kota;b. pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota; danc. pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota.ayat (3). Dalam pelaksanaan penataan ruang kawasan kabupeten / kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, pemerintah daerah kabupaten/kota melaksanakan:a. penetapan kawasan strategis kabupaten/kota;b. perencanaan tata ruang kawasan strategis kabupaten/kota;c. pemanfaatan ruang kawasan strategis kabupaten/kota; dand. pengendalian pemanfaatan ruang kawasan startegis kabupaten/kota.ayat (4). Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), pemerintah daerah kabupaten/kota mengacu pada pedoman bidang penataan ruang dan petunjuk pelaksanaannya.ayat (5). Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), pemerintah derah kabupaten/kota :a. menyebarluaskan informasi yang berkaitan dengan rencana umum dan rencana rinci tata ruang dalam rangka pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota; danb. melaksanakan standar pelayanan minimum bidang penataan ruang.ayat (6). Dalam hal pemerintah daerah kabupaten/kota tidak dapat memenuhi standar pelayanan minimal bidang penataan ruang, pemerintah daerah provinsi dapat mengambil langkah penyelesaian sesuai dengan ketentuan peraturan perunfang-undangan.Pasal 35Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksiPasal 48ayat (1). Penataan ruang kawasan perdesaan diarahkan untuk:a. pemberdayaan masyarakat perdesaan;b. pertahanan kualitas lingkungan setempat dan wilayah yang didukungnya;c. konservasi sumberdaya alam;d. pelestarian warisan budaya lokal;e. pertahanan kawasan lahan abadi pertanian pangan untuk ketahanan pangan; danf. penjagaan keseimbangan pembangunan perdesaan perkotaanayat (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai perlindungan terhadap kawasan lahan abadi pertanian pangan sebagaimanadimaksud pada ayat (1) huruf e diatur dengan Undang-Undang.Pasal 60.Dalam penataan ruang, setiap orang berhak untuk :a. mengetahui rencana tata ruang;b. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang;c. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang;d. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang di wilayahnya;e. mengajukan tuntutan pembetalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang; danf. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang menimbulkan kerugian.Pasal 66 ayat (1). Masyarakat yang dirugikan akibat penyelenggaraan penataan ruang dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan.ayat (2). Dalam hal masyarakat mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tergugat dapat membuktikan bahwa tidak terjadi penyimpangan dalam penyelenggaraan penataan ruang.Pasal 69 ayat (1). Setiap orang yang tidak menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf a yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 ( tiga ) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).ayat (2). Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.500.000.000,00 ( satu miliar lima ratus juta rupiah ). ayat (3). Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 ( lima belas ) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 ( lima miliar rupiah). Pasal 70 ayat (1). Setiap orang yang memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf b, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 ( lima ratus juta rupiah ).ayat (2). Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan perubahan fungsi ruang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 ( satu miliar rupiah).ayat (3). Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak 1.500.000.000,00 ( satu miliar lima ratus juta rupiah).ayat (4). Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 ( lima belas ) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 ( lima miliar rupiah ).Pasal 71.Setiap orang yang tidak memetuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf c, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 ( lima ratus juta rupiah). Pasal 72.Setiap orang yang tidak memberikan akses terhadap kawasan yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf d, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu ) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 ( seratus juta rupiah ).Pasal 73 ayat (1). Setiap pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin tidak sesuai dengan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (7), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 ( lima ratus juta rupiah ).ayat (2). Selain sanksi pidana sebagaiman dimaksud pada ayat (1) pelaku dapat dikenakan pidana tambahan berupa penghentian secara tidak hormat dari jabatannya.Pasal 74 ayat (1). Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69, Pasal 70, Pasal 71, dan Pasal 72 dilakukan oleh suatu korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69, Pasal 70, Pasal 71, dan Pasal 72.ayat (2). Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa: a. pencabutan izin usaha; dan/ ataub. pencabutan status badan hukum.Pasal 75ayat (1). Setiap orang yang menderita kerugian akibat tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69, Pasaal 70, Pasal 71, dan Pasal 72, dapat menuntut ganti kerugian secara perdata kepada pelaku tindak pidana.ayat (2). Tuntutan ganti kerugian secara perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan hukum acara perdata.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan pengelolaan Lingkungan HidupPasal 1 : Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :1. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan peri kehidupan, dan kesejahteraan manusia serta ahluk hdup lainnya.2. Perlindungan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.3. Pembangunan berkelanjutan adallah upaya sadar dan teren-cana yang memadukan aspek lingkungan hidup, social dan ekonomi kedalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.5. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktifitas lingkungan hidup.6. Pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tamping lingkungan hidup.7. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingku-ngan hidup untuk mendukung peri kehidupan manusia, mahluk hidup lain, dan keseimbangan antar keduanya. 8. Daya tamping lingkungan hidup adalah kemampuan lingku-ngan hidup untuk menyerap zat , energy, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukan kedalamnya.9. Sumber daya alam adalah unsure lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya hayati dan non hayati yang secara keseluruhan membentuk kesatuan ekosistem.13.Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar mahkluk hidup, zat, energy, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup.14.Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukan-nya makhluk hidup, zat, energy, dan/atau komponen lain ke dalam lingkun gan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.16.Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan orang yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia dan/atau hayati lingkungan hidup sehingga melampaui baku kerusakan lingkungan hidup,17.Kerusakan lingkungan hidup adalah perubahan langsung dan/atau tidak langsung terhadap fisik, kimia dan/atau hayati lingkungan hidup yang melampaui criteria baku kerusakan lingkungan hidup. 18.Konsevasi sumber daya alam adalah pengelolaan sumber daya alam untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana serta kesinambungan ketersedianya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya.29.Ekoregion adalah wilayah geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim, tanah, airflora, dan fauna asli, serta pola interaksi manusia dengan alam yang menggambarkan integritas sistem alam dan lingkungan hidup.30.Kearifan local adalah nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat untuk antara lain melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari. 31.Masyarakat hukum adat adalah kelompok masyarakat yang secara turun temurun bermukim di wilayah geografis tertentu karena ada ikatan pada asal usul leluhur , adanya hubungan yang kuat dengan lingkungan hidup, serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, social, dan hukum.Pasal 3 Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bertujuan :a. melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;b. b. menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia;c. menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem;d. menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;e. e. mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup;f. menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan;g. g. menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia;h. mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana;i. mewujudkan pembangunan berkelanjutan; danj. mengantisipasi isu lingkungan global.Pasal 13 ayat(1). Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dilaksanakan dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup.ayat (2). Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup sebagaiana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. pencegahan;b. penanggulangan; danc. pemulihan.ayat (3). Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan sesuai dengan kewenangan, peran dan tanggungjawab masing-masing. Pasal 14. Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan ling-kungan hidup terdiri atas :a. KLHSb. tata ruang;c. bakumutu lingkungan hidup;d. criteria baku kerusakan lingkungan hidup;e. amdal;f. UKL-UPL;g. perizinan;h. instrument ekonomi lingkungan hidup;i. peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup;j. anggaran berbasis lingkungan hidup;k. analisis resiko lingkungan hidup;l. audit lingkungan hidup; danm. instrumen lain sesuai dengan kebutuhan dan/atau perkembangan ilmu pengetahuan.Pasal 53 ayat (1). Setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup wajib melakukan penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. ayat (2). Penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dilakukan dengan:a. pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup kepada masyarakat; b. pengisolasian pencemaran dan/ atau kerusakan lingkungan hidup;c. penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; dan/ataud. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi.ayat (3). Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.Pasal 57ayat (1). Pemeliharaan lingkungan hidup dilakukan melalui upaya:a. konservasi sumber daya alam;b. pencadangan sumber daya alam; dan/atauc. pelestarian fungsi admosfer.ayat (2). Konservasi Konservasi sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi : a. perlindungan sumber daya alam;b. pengawetan sumber daya alam; danc. pemanfaatan secara lestari sumber daya alam.ayat (3). Pencadangansumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan sumber daya alam yang tidak dapat dikelola dalam jangka waktu tertentu.ayat (4). Pelestarian fungsi atmosfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi :a. upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim;b. upaya perlindungan lapisan ozon; danc. upaya perlindungan terhadap hujan asam.Pasal 65 ayat (1). Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia.ayat (2). Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.ayat (3). Setiap orang berhak mengajukan usul dan/atau keberatan terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak terhadap linggkungan hidup.ayat (4). Setiap orang berhak untuk berperan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan.ayat (5). Setiap orang berhak melakukan pengaduan akibat dugaan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.ayat (6). Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan peraturan Pemerintah.Pasal 66Setiap orang yang memperjuangkan hakatas lingkunganhidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.Pasal 67Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.Pasal 69 ayat (1) Setiap orang dilarang :a. melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup;b. memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundang-undangan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;c. memasukan limbah yang berasal dari luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ke media lingkungan hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia;d. memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;e. membuang limbah ke media lingkungan;f. membuang B3 dan limbah B3 ke media lingkuangan;g. melepaskan produk rekayasa genetik ke media lingkungan hidup yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau izin lingkungan;h. menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi menyusun amdal; dan/ataui. memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi, merusak informasi, atau memberikan keterangan yang tidak benar.

Peraturan PemerintahPeraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Penatagunaan Tanah LN. 2004-45; TLN. 4385Pasal 2Penatagunaan tanah berasaskan keterpaduan, berdayaguna dan berhasilguna, serasi, selaras, seimbang, berkelanjutan, keterbukaan, persamaan, keadilan dan perlindungan hukum.Pasal 3Penatagunaan tanah bertujuan untuk :a. mengatur penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah bagi berbagai kebutuhan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang wilayah;b. mewujudkan penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah agar sesuai dengan arahan fungsi kawasan dalam rencana tata ruang wilayah;c. mewujudkan tertip pertanahan yang meliputi penguasaa, penggunaan dan pemanfaatan tanah termasuk pemeliharaan tanah serta pengendalian pemanfaatan tanah;d. menjamin kepastian hukum untuk menguasai, menggunakan dan memanfaat tanah bagi masyarakat yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah sesuai dengan rencana tata ruang wilayah yang telah ditetapkan.Pasal 6Kebijakan penatagunaan tanah diselenggarakan terhadap:a. bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya baik yang sudah atau belum terdaftar;b. tanah negara;c. tanah ulayat masyarakat hukum adat, sesai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Pasal 8Pemegang hak atas tanah wajib menggunakan dan dapat memanfaatkan tanah sesuai rencana tata ruang wilayah, serta memelihara tanah dan mencegah kerusakan tanah.Pasal 20Penguasaan, penggunaan , dan pemanfaatan tanah yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah disesuaikan melalui penyelenggaraan penatagunaan tanah. Pasal22ayat(1). Dalam rangka menyelenggarakan penatagunaan tanah sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 dilaksanakan kegiatan meliputi :a. pelaksanaan inventarisasi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah;b. penetapan perimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah menurut fungsi kawasan;c. penetapan pola penyesuaian penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah dengan rencana tata ruang wilayah.ayat (2). Kegiatan penatagunaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disajikan dalam peta dengan skala lebih besar dari pada skala peta rencana tata ruang wilayah yang bersangkutan. Pasal 23ayat(1). Pelaksanaan inventarisasi penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat (1) huruf a, meliputi :a. pengumpulan dan pengolahan data penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah, kemampuan tanah, evaluasi tanah serta data pendukung;b. penyajian data berupa peta dan informasi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah , evaluasi tanah serta data pendukung;c. penyediaan dan pelayanan data berupa peta dan informasi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah, evaluasi tanah, serta data pendukung.ayat (2). Data dan informasi bidang pertanahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sebagai bahan masukan dalam penyusunan dan revisi rencana tata ruang wilayah.ayat (3). Kegiatan penetapan perimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah menurut fungsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat (1) huruf b meliput:a. penyajian neraca perubahan penggunaan dan pemanfaatan tanah pada rencana tata ruang wilayah; b. penyajian neraca kesesuaian penggunaan dan pemanfaatan tanah pada rencana tata ruang wilayah;c. penyajian dan penetapan prioritas ketersediaan tanah pada rencana tata ruang wilayah.ayat (4). Pelaksanaan pola penyesuaian penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah dengan rencana tata ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat (1) huruf c dilakukan melalui :a. penataan kembali;b. upaya kemitraan;c. penyerahan dan pelepasan hak atas tanah kepada Negara atau pihak lain dengan penggantian sesuai dengan peraturan perundang-undangan.ayat (5). Penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayata (4) dilaksanakan dengan mempertimbangkan :a. kebijakan penatagunaan tanah;b. hak-hak masyarakat pemilik tanah;c. investasi pembangunan prasarana dan sarana;d. evaluasi tanah.ayat (6). Dalam pelaksanaan penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dengan melibatkan peran serta masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.ayat (7). Tata cara pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3) dan ayat (4) diatur dala berbagai pedoman, standart dan criteria tehnis yang ditetapkan oleh pemerintah.ayat (8). Pedoman, standart dan criteria tehnis, pelaksanaan penatagunaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dijabarkan lebih lanjut oleh pemerintah kabupaten/kota.

Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Dan Hak Pakai Atas Tanah TL.1966-58; TLN.3643Pasal 2Yang dapat memenuhi hak guna usaha adalah :ayat (1). Warga Negara Indonesia;ayat (2). Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.Pasal 4ayat (1). Tanah yang dapat diberikan dengan hak guna usaha adalah tanah negara ;ayat (2). Dalam hal tanah yang akan diberikan hak guna usaha itu adalah tanah Negara yang merupakan kawasan hutan, maka pemberian hak guna usaha dapat dilakukan setelah tanah yang bersangkutan dikeluarkan dari statusnya sebagai kawasan hutan;ayat (3). Pemberian hak guna usaha atas tanah yang telah dikuasai dengan hak tertentu sesuai dengan ketentuan yang berlaku, pelaksanaan ketentuan hak guna usaha tersebut baru dapat dilaksanakan setelah terselesaikannya pelepasan hak tersebut sesuai dengan tata cara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku;ayat (4). Dalam hal diatas tanah yang akan diberikan dengan hak guna usaha itu terdapat tanaman dan/atau bangunan milik pihak lain yang keberadaannya berdasarkan atas hak yang sah , pemilik bagunan dan tanaman tersebut diberikan ganti kerugin yang dibebankan pada pemegang hak guna bangunan yang baru;ayat (5). Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), ditetapkan dengan keputusan presiden.Pasal 16ayat (1). Hak guna usaha dapat beralih atau dialihkan kepada pihak lain. ayat (2). Peralihan hak guna usaha terjadi dengan cara :a. jual beli;b. tukar-menukar;c. penyertaan dalam modal;d. hibah;e. pewarisan.ayat (3). Peralihan hak guna usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus didaftarkan pada kantor pertanahan.ayat (4). Peralihan hak guna usaha karena jual beli kecuali melaui lelang, tukar menukar, penyertaan dalam modal, dan hibah dilakukan dengan akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta tanah.ayat (5). Jual beli yang dilakukan melalui pelelangan dibuktikan dengan berita acara lelang.ayat (6). Peralihan hak guna usaha karena warisan harus dibuktikan surat wasiat/atau surat keterangan waris yang dibuat oleh instansi yang berwenang. Pasal 17 ayat (1). Hak guna usaha hapus karena :a. berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian atau perpanjangan;b. dibatalkan haknya oleh pejabat yang berwenang sebelum jangka waktunya berakhir karena:1. tidak terpenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak dan/atau dilanggarnya;2. ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, pasal 13, dan/atau pasal 14.c. putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;d. dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;e. dicabut berdasarkan Undang-Undang Nomor. 20 Tahun 1961;f. diterlantarkan;g. tanahnya musnah;h. ketentuan pasal 3 ayat (2)ayat (2). Hapusnya hak guna usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mengakibatkan tanahnya menjadi tanah Negara.ayat (3). Ketentuan lebih lanjut mengenai hapusnya hak guna usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dan ayat (2) diatur dengan keputusan presiden.Pasal 21Tanah yang dapat diberikan dengan hak guna bangunan adalah :a. tanah Negara;b. tanah hak pengelolaan;c. tanah hak milik.Pasal 22ayat (1). Hak guna bangunan atas tanah Negara diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk.ayat (2). Hak guna bangunan atas hak tanah pengelolaan diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan usul hak pengelola.ayat (3). Ketentuan mengenai tata cara dan syarat permohonan dan pemberian hak guna bangunan atas atas tanah hak pengelola diatur lebih lanjut dengan keputusan presiden.Pasal 35ayat (1). Hak guna bangunan hapus karena :a. berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian atau perpanjangannya atau dalam perjanjian pemberiannya.b. dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang hak pengelolaan, atau pemegang hak milik sebelum jangka waktunya berakhir, karena:1. tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak dan/atau dilanggarnya ketentuan-ketentuan sebagaiamana dimaksud dalam pasal 30, pasal31, dan pasal 32;atau2. tidak dipenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-kewjiban yang tertuang dalam perjanjian pemberian hak guna bangunan antara pemegang hak guna bangunan dan pemegang hak milik atau perjanjian bangunan penggunaan tanah hak pengelolaan; atau3. putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;c. dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu berakhir;d. dicabut berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961;e. diterlantarkan;f. tanahnya musnah;g. ketentuan pasal 20 ayat (2).ayat (2). Ketentuan lebih lanjut mengenai hapusnya hak guna bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan keputusan presiden.Pasal 36ayat (1). Hapusnya hak guna bangunan atas tanah Negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 mengakibatkan tanahnya menjadi tanah Negara.ayat (2). Hapusnya hak guna bangunan atas tanah hak pengelolaan sebagaimana dimaksud pasal 35 mengakibatkan tanahnya kembali kepada hak pengelolaan.ayat (3). Hapusnya hak guna bangunan atas tanah hak milik sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 mengakibatkan tanahnya kembali ke dalam penguasaan pemegang hak milik.Pasal 41Tanah yang dapat diberikan dengan hak pakai adalah :a. tanah Negara;b. tanah hak pengelolaan;c. tanah hak milik.Pasal 42ayat (1). Hak pakai atas tanah Negara diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk .ayat (2). Hak pakai atas hak pengelolaan diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh menteri atau pejabat yang ditujuk berdasarkan usul pemegang hak pengelolaan. ayat (3). Ketentuan mengenai tata cara dan syarat permohonan dan pemberian hak pakai atas tanah Negara dan tanah hak pengelolaan diatur lebih lanjut dengan keputusan presiden.Pasal 54ayat (1). Hak pakai yang diberikan atas tanah Negara untuk jangka waktu tertentu dan hak pakai atas tanah hak pengelolaan dapat beralih dan dialihkan pada pihak lain.ayat (2). Hak pakai atas tanah milik hanya dapat dialihkan apabila hak tersebut dimungkinkan dalam perjanjian pemberian hak pakai atas hak milik yang bersangkutan.ayat (3). Peralihan hak pakai terjadi karena:a. jual beli;b. tukar-menukar;c. penyertaan dalam modal;d. hibah;e. pewarisan.ayat (4). Peralihan hak pakai sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) wajib didaftarkan pada kantor pertanahan.ayat (5). Peralihan hak pakai karena jual beli kecuali jual beli melalui lelang, tukar-menukar, penyertaan modal, dan hibah harus dilakukan dengan akta yang dibuat oleh PPAT.ayat (6). Jual beli yang dilakukan melalui pelelangan dibuktikan denganberita acara lelang.ayat (7). Peralihan hak pakai karena pewarisan harus dibuktikan dengan surat wasiat atau surat keterangan waris yang dibuat oleh instansi yang berwenang.ayat (8). Peralihan hak pakai atas tanah Negara harus dilakukan dengan izin dari pejabat yang berwenang.ayat (9). Pengalihan hak pakai atas hak pengelolaan harus dilakukan dengan persetujuan tertulis dari pemegang hak pengelolaan.ayat (10). Pengalihan hak pakai atas tanah hak milik harus dilakukan dengan persetujuan tertulis dari pemegang hak milik yang bersangkutan.Pasal 55ayat (1). Hak pakai hapus karena :a. berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian atau perpanjangan atau dalam perjanjian pemberiannya.b. dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang hak pengelolaan, atau pemegang hak milik sebelum jangka waktunya berakhir, karena:1. tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak dan/atau dilanggarnya ketentuan-ketentuan sebagaiamana dimaksud dalam pasal 50,pasal51, dan pasal 52;atau2. tidak dipenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-kewjiban yang tertuang dalam perjanjian pemberian hak guna bangunan antara pemegang hak guna bangunan dan pemegang hak milik atau perjanjian bangunan penggunaan tanah hak pengelolaan; atau3. putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;c. dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu berakhir;d. dicabut berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961;e. diterlantarkan;f. tanahnya musnah;g. ketentuan pasal 40 ayat (2).ayat (2). Ketentuan lebih lanjut mengenai hapusnya hak guna bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan keputusan presiden.Pasal 56ayat (1). Hapusnya hak pakai atas tanah Negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 55 mengakibatkan tanahnya menjadi tanah Negara.ayat (2). Hapusnya hak pakai atas tanah hak pengelolaan sebagaimana dimaksud pasal 55 mengakibatkan tanahnya kembali kepada hak pengelolaan.ayat (3). Hapu


Top Related