Transcript

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUMFARMAKOLOGI IOBAT YANG MEMPENGARUHI SISTEM RESPIRASI(AKTIVITAS MUKOLITIK)

Kelompok 4 C :Khairun Pratama 10060308100Rudi Kurniawan10060308101Nurul Rafiqua10060308102Yuliani Fajarwati10060308103Dwi Fira H 10060308104Hari/Tanggal praktikum : Rabu/ 3 November 2010Hari/Tanggal laporan : Rabu/ 10 November 2010Asisten : Kania Wulansari

LABORATORIUM TERPADU FARMASI UNIT DPROGRAM STUDI FARMASIFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS ISLAM BANDUNG2010

I. Tujuan1. Memahami gangguan (sumbatan) saluran pernafasan berupa respon batuk2. Mengetahui jenis-jenis dan fungsi obat yang mempengaruhi sistem respirasi (aktivitas mukolitik).3. Memahami mekanisme kerja obat-obat yang mempengaruhi sistem respirasi (aktivitas mukolitik)

II. Pendahuluan

Sistem respirasi memiliki fungsi dalam dalam proses pertukaran gas juga sebagai sistem yang memiliki mekanisme protektif atau perlindungan terhadap berbagai gangguan dari luar. Mekanisme protektif dalam sistem respirasi ini dilakasanakan oleh sel-sel mucus, makrofag alveolar, rambut-rambut silia, imunoglubin, pembuluh limpatik, kapiler-kapiler darah dan mekanisme reflex protektif seperti bersin dan batuk. (Baratawidjaja, 2006)Batuk sebenarnya adalah respon tubuh secara spontan (reflex) terhadap gangguan (sumbatan) saluran pernafasan. Penyebab gangguan termasuk dahak berlebih atau infektori. Akan tetapi disisi lain reflex batuk atau gerakan batuk yang terus menerus dapat terasa mengganggu, baik mengganggu pernafasan normal atau aktivitas sehari-hari. Selain itu batuk yang terjadi terus menerus terasa melelahkan sehingga perlu ditangani. (Baratawidjaja, 2006)Dilihat dari gejala yang timbul terdapat dua kategori batuk yaitu batuk kering (nonproduktif) dan batuk berdahak (produktif). Kedua jenis batuk ini memerlukan penanganan yang berbeda. Dengan demikian upaya meredakan batuk ini masing-masing harus menggunakan obat dengan mekanisme kerja yang berbeda pula. Batuk produktif juga disebut sebagai batuk efektif karena mengeluarkan mukus atau sekresi dari paru paru. Batuk produktif kebanyakan bersifat akut dan sering disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, dan jamur. Batuk jenis ini sebaiknya jangan dihentikan karena infeksi rekuren dan konstan tetap ada dan jika dihentikan maka tidak ada mekanisme untuk mengeluarkannya. (Anonim, 2010)Batuk nonproduktif, disebut juga batuk tidak efektif karena tidak mengeluarkan mukus atau sekresi dari paru paru. Batuk nonproduktif merupakan batuk yang kering dan batuk iritasi tanpa dahak. Batuk nonproduktif biasanya kronis dan disebabkan oleh iritasi, debu, rokok. Batuk nonproduktif juga dapat disebabkan oleh lemahnya otototot pernafasan, mukus yang kental, dan penyakit silia yang membawa mukus di saluran nafas. (Anonim, 2010)Reseptor batuk diperkirakan terletak pada hidung, sinus, kanal auditori, nasofaring, laring, trakea, bronki, pleura, diafragma, dan mungkin terdapat perikardium dan saluran pencernaan. Jika reseptor batuk dirangsang, nervus vagus dan glosofaringeus akan membawa impuls ke pusat batuk di medulla. Dari sana,impuls akan ditransmisikan ke laring, interkostal, dan otot abdomen. Proses terjadinya batuk dimulai dengan adanya inspirasi yang dalam yang akan diikuti denganpenutupan glotis selanjutnya terjadi relaksasi dari diafragma dan kontraksi dari ototabdomen dan interkostal. Hal ini akan menyebabkan peningkatan tekanan di paru paru dan akan membuka glotis untuk melepaskan ekspirasi yang kuat dan bising yangkita kenal sebagai batuk. (Mutschler, 1991)Obat yang digunakan untuk mengatasi batuk ada dua jenis yaitu ekspektoran dan antitusiv. Obat ekspektoran adalah obat yang akan mengeluarkan dan membersihkan saluran nafas dari sekresi. Obat ini berguna untuk mengurangi sekresi dari bronkus dan trachea. Terbagi menjadi sekretolitika, mukolitika dan sekretomotorika. (Mutschler, 1991)Obat antitusif, adalah obat yang digunakan uantuk menghentikan rangsang batuk kering dengan menurunkan frekuensi dan intensitas dorongan batuk . dilakukan dengan cara menekan reflex batuk akibat penghambtan pusat batuk dalam batang otak dan atau melalui blokade reseptor sensorik (reseptor batuk) dalam bronchus. (Mutschler, 1991)Sebelum megobati tentunya lebih baik mencegah, upaya pencegahan dapat dilakukan dengan minum banyak untuk memudahkan pengeluaran mukus, makan sedikit- sedikit untuk mencegah terjadinya muntah, dansteam inhalationuntuk mengencerkan dahak. menghindari paparan rokok dan debu, tidak bekerja di lingkungan yang penuh dengan polusi, mencegah makanan yang dingin, mencegah kontak dengan orang yang terinfeksi atau gunakanlah masker, penggunaan dekongestan nasal semprot atau sirup. Selain itu, beristrirahat dengan ventilasi yang baik. (Anonim, 2010)Pada praktikum kali ini metode yang akan dipraktekkan adalah mengetahui viskositas cairan uji menggunakan viscometer Brookfield. Pada metode ini sebuah spindle dicelupkan ke dalam cairan yang akan diukur viskositasnya. Gaya gesek antara permukaan spindle dengan cairan akan menentukan tingkat viskositas cairan.(Anonim, 2009)

Gambar II.1 Alat viscometer Brookfield

Viscometers putaran menawarkan beberapa keuntungan: Rotasi terus spindle memungkinkan pengukuran harus dilakukan dari waktu ke waktu, yang memungkinkan analisis cairan bergantung waktu Dengan memutar kumparan dengan kecepatan yang berbeda, tergantung perilaku geser dapat dianalisis. (Anonim, 2009)

Obat-obat yang akan diujikan pada praktikum kali ini adalah : Ambroksol , merupakan ekspektoran mukolitik yang dapat mengencerkan sekret saluran napas dengan memecah benang-benang mukoprotein dan mukopolisakarida dari sputum. ( Arif ,Sjamsudin 1995) . Bromheksin, bersifat sama dengan ambroksol ( Arif ,Sjamsudin 1995) Dekstrometorfan, merupakan obat batuk antitusif yang menghentikan frekuensi dan intensitas batuk dengan menekan rangsang batuk di otak. (Mutschler, 1991) Gliseril guaiakolat (intunal) termasuk ekspektoran yang belum dibuktikan bermanfaat pada dosis yang diberikan, diapakai berdasarkan subjektifitas pasien dan dokter. Mutschler, 1991) Ammonium klorida sendiri jarang digunakan sebagai ekspektoran, tetapi biasanya dalam bentuk campuran dengan ekspektorat lain atau antitusif ( Arif ,Sjamsudin 1995).

III. Alat bahanBahan : Putih telur Air suling Ammonium klorida Ambroksol Bromheksin Gliseril guaiakolat Dektrometorfan KarboksimetilselulosaAlat : - Viscometer Brookfield Alat-alat gelas yang bisa dipergunakan dilaboratorium kimia dan farmakologi

IV. Prosedura. Pembuatan dahak buatanDahak buatan dibuat dari putih telur ayam kampung. Telur ayam kampung dipilih karena putih telurnya lebih kental dibandingkan telur ayam negeri.

b. Pengamatan aktivitas mukolitikPenentuan viskositas dilakukan pada enam sistem terdiri dari kontrol uji 1 (terdiri dari putih telur), uji 2 (terdiri dari campuran putih telur dan ambroksol), uji 3 (terdiri dari campuran putih telur dan bromheksin), uji 4(terdiri dari campuran putih telur dan dekstrometorfan), uji 5 (terdiri dari campuran putih telur dan gliseril guaiakolat (intunal)) dan uji 6 (terdiri dari campuran putih telur dan Ammonium klorida (OBH)). Setelah itu dilakukan pengamatan viskositas menggunakan viscometer Brookfield. Dengan cara spindel di pasangkan pada gantungan spindle. Kemudian diturunkan sedemikian rupa sehingga bata spindel tercelup ke dalam cairan uji dan stop kontak dipasangkan. Selanjutnya dihidupkan motor viscometer dengan menekan tombol. Spindel dibiarkan berputar dan dicatat angka viskositas yang tertera pada alat. Dibuat grafik antara waktu uji (t) dan viskositas.

V. PengamatanPada praktikum kali ini, praktikan melakukan pengujian obat-obat yang mempengaruhi sistem respirasi dengan membandingkan viskositas dalam kurun waktu tertentu secara berkala (ditentukan viskositasnya selama 5 menit sekali, selama 15 menit)karena keterbatasan waktu, maka hanya mencapai T10.Diujikan beberapa jenis obat yang berbeda kegunaannya pada putih telur, karena memiliki kekentalan / viskositas yang mirip dengan viskositas dahak, sehingga dapat disimulasikan sebagai dahak. Selanjutnya diujikan pada viscometer Brookfield dengan hasil sebagai berikut : Waktu Zat UjiT0T5T10

Kontrol384056403660

Ambroksol(epeksol)477640203240

Bromheksin (bisolvan)484231802736

Dekstrometorfan(generik)304239424530

G.G (intunal)559229822652

Ammonium klorida (OBH)4542

22621740

Setelah didapat nilai viskositas sesuai dengan interval waktu tersebut, didapat grafik sebagai berikut :

Grafik 1. Pengaruh aktivitas mukolitik terhadap viskositas dahak

VI. PembahasanPada percobaan kali ini praktikan melakukan pengujian viskositas pada albumin (putih telur) yang diberi obat uji berupa campuran Ambroksol (epeksol), Dekstrometorfan, (generik), G.G (intunal), Ammonium klorida (OBH), Bromheksin (bisolvan). Dari hasil pengamatan didapat viskositas kontrol pada t0 sebesar 3840 tetapi pada t5 menunjukan kenaikan viskositas dengan nilai 5640 lalu, pada menit terakhir pengamatan viskositas kembali menurun dengan hasil 3660. Berbeda halnya dengan hasil yang ditunjukan oleh Ambroksol (epeksol), G.G (intunal) dan ammonium klorida (OBH) yang menunjukan nilai viskositas terus menurun seiring lamanya waktu uji. Sementara dekstrometorfan (generic), yang memiliki nilai viskositas yang terus meningkat seiring dengan lamanya waktu uji. Ditunjukkan dengan grafik berikut :

Perbedaan nilai viskositas obat-obat tersebut disebabkan karena berbedanya efek yang ditimbulkan oleh mekanisme masing-masing obat. Terdapat dua jenis obat batuk yaitu ekspektoran dan antitusif. Beberapa obat yang memiliki viskositas yang terus turun seperti Ambroksol (epeksol) , GG (intunal), ammonium klorida (OBH), merupakan jenis obat batuk ekspetoran. Nilai viskositas yang terus menurun menandakan cairan putih telur semakin encer dikarenakan obat-obat ekspektoran tersebut menstimulasi mukosa lambung yang secara refleks akan merangsang sekresi kelenjar saluran napas lewat nervus vagus, sehingga menurunkan viskositas. ( Arif ,Sjamsudin 1995) Antara ketiga obat ekspektoran tersebutpun, penurunan nilai viskositas berbeda-beda satu sama lain. Viskositas yang paling encer ditunjukkan oleh cairan putih telur yang dicampur dengan ammonium klorida. Amonium klorida sendiri jarang digunakan sebagai ekspektoran tetapi biasanya dalam bentuk campuran dengan ekspetoran lainnya atau antitusif. ( Arif ,Sjamsudin 1995) Penurunan viskositas yang cukup besar (semakin encer) ditunjukkan oleh ambroksol dan bromheksin. Kedua obat ini termasuk obat ekspektoransia mukolitika, dimana penurunan viskositas tersebut disebabkan oleh penguraian mukopolisakarida asam oleh obat tersebut, sehingga serabut lendir akan terurai, dan viskositas pun menurun. (Mutschler, 1991)GG (intunal) pun menunjukkan penurunan yang besar, sebetulnya GG (gliseril guaikolat) belum pernah dibuktikan memiliki efek yang bermanfaat pada suatu dosis, penggunaannya selama ini hanya berdasarkan tradisi dan subjektif pasien dan dokter. ( Arif ,Sjamsudin 1995) Tetapi dari hasil praktikum kali ini, menunjukkan gliseril guaikolat dapat menurunkan viskositas. Sama halnya dengan ambroksol, bromheksin dan ammonium klorida. Penurunan viskositas cairan putih telur ini, dianalogikan sebagai dahak yang menurun viskositasnya akibat pemberian obat-obat tersebut. Hal yang sebaliknya terjadi pada Dekstrometorfan dimana viskositas terus menurun seiring interval waktu uji. Hal ini membuktikan bahwa dekstrometorfan memang berada pada klasifikasi obat antitusif untuk batuk kering. (Santoso,Dewoto 1991). Sehingga dekstrometorfan tidak dapat bekerja pada metode uji praktikum kali ini. Hasil dari praktikum kali ini, memang cukup membuktikan literatur yang ada (tentang penggolongan ekspektoran dan antitusif) tetapi sebenarnya belum bisa dikatakan akurat, bahkan pengujian menggunakan viskositas Hoppler dengan menentukan viskositas zat uji seperti yang dilakukan pada praktikum kali ini, memang kurak efektif untuk mewakili pengujian obat-obat yang mempengaruhi aktivitas mukolitik. Metode ini tidak bisa mewakili beberapa mekanisme kerja obat-obat tersebut, misalnya saja pada dekstrometorfan sebagai antitusif yang bekerja dengan menghentikan rangsang batuk dengan menekan refleks batuk akibat penghambatan pusat batuk dalam batang otak dan/atau melalui blokade reseptor batuk dalam saluran bronchus. (Santoso,Dewoto 1991). Atau pada ambroksol yang juga berfungsi sebagai surfaktan di paru-paru untuk melarutkan tegangan permukaan, dan dapat mempengaruhi epitel silia untuk merangsang dahak agar keluar dari tubuh. (Mutschler, 1991). Semua mekanisme tersebut tidak dapat diaplikasikan pada cairan putih telur karena membutuhkan organ-organ makhluk hidup. Sehingga untuk melakukan pengujian mekanisme-mekanisme obat-obat tersebut yang lebih akurat dan efektif lagi, dibutuhkan uji pada makhluk hidup.

VII. Kesimpulan 1. Batuk adalah respon tubuh secara spontan (reflex) terhadap gangguan (sumbatan) saluran pernafasan2. Batuk memiliki dua tipe yaitu batuk produktif dan non-produktif, untuk pengobatannya dibagi menjadi Ekspektoran untuk batuk produktif dan Antitusif untuk batuk non produktif.3. Ekspektoran dibagi menjadi tiga macam, yaitu sekretolitika, mukolitika dan sekretomotorika4. Ekspektoran Mukolitika bekerja dengan menurunkan viskositas, cairan uji yang termasuk jenis Ekspektoran mukolitika yang terdapat pada praktikum ini adalah Ambroxol, Bromheksin 5. Deksometorfan termasuk obat batuk antitusif untuk batuk kering (non-produktif) yang bekerja dengan menekan rangsang batuk di otak.6. Amonium klorida merupakan ekspektoran yang dapat menurunkan viskositas apabila dalam bentuk campuran dengan ekspektoran lain atau antitusif.7. Gliseril guaiakolat (intunal) termasuk ekspektoran (dapat menurunkan viskositas) yang belum dibuktikan bermanfaat pada dosis yang diberikan. 8. Metode viscometer Brookfield kurang efektif untuk digunakan pengujian obat-obat yang mempengaruhi sistem respirasi karena tidak bisa mewakili mekanisme kerja obat secara keseluruhan9. Dibutuhkan makhluk hidup untuk menguji secara akurat dan efektif mekanisme obat-obat tersebut

VIII. Daftar pustaka1. Anonim, http://duniaanalitika.wordpress.com/2009/12/16/tehnik-penngukuran-viskositas/ diakses pada tanggal 5 November 20102. Anonim, www.wrongdiagnosis.com , diakses pada 5 November 20103. Azalia Arif dan Udin sjamsudin. 1995. Farmakologi dan Terapi edisi IV. Gaya Baru ; Jakarta hal 5014. Baratawidjaja, Karnen Garna. Imunologi Dasaredisi Ke 7. Jakarta: FKUI 2006.5. H. Sardjono O Santoso dan Hedi r dewoto 1995. Farmakologi dan Terapi edisi IV. Gaya Baru ; Jakarta hal 2066. Mutschler. E. 1991. Dinamika Obat Buku Ajar Farmakologi dan Toksikologi, terjemahan M.B Widianto dan A.S Ranti, penerbit ITB ; Bandung, hal 191, 118, 518,519


Top Related